Anda di halaman 1dari 93

SKRIPSI

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT


NYERI PADA PASIEN POST LAPAROTOMI DI
INSTALASI BEDAH RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG TAHUN 2021

Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

ERMAYANI
1902115

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA
PADANG
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT


NYERI PADA PASIEN POST LAPAROTOMY DI
INSTALASI BEDAH RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG TAHUN 2021

SKRIPSI PENELITIAN

Oleh :

NAMA : ERMAYANI
NIM : 1902115

Telah disetujui oleh Pembimbing Skripsi Program Studi Keperawatan Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang
Tanggal Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Harmawati, S.Kp, M.Kep Niken, M.Pd

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

Ns. Weni Sartiwi, M.Kep

i
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan sripsi ini dengan judul

“Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Laparotomi

Di Instalasi Bedah Rsup Dr.M.Djamil Padang Tahun 2021”

Selama penyusunan skripsi ini peneliti telah banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari Ibu Harmawati, S.Kp, M.Kep sebagai pembimbing I dan Ibu

Niken, M.Pd sebagai pembimbing II, maka dari itu perkenankan peneliti

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya semoga menjadi

amal ibadah di sisi Allah SWT. Amin. Selanjutnya peneliti juga mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Syamsul Amar, MS sebagai Ketua Yayasan Pengembangan

Sumber Daya Manusia (YPSDM)

2. Bapak Drs. H. Hasrinal, Amd.Kep, MM sebagai Ketua Stikes Syedza Saintika

Padang

3. Ibu Ns.Weni Sartiwi M. Kep sebagai Ketua Prodi Keperawatan Stikes Syedza

Saintika Padang

4. Bapak Dr. Dr. Yusirwan Yusuf, Sp. B, Sp. BA(K), MARS sebagai direktur

utama RSUP Dr. M.Djamil Padang

5. Terima kasih kepada Dewan Penguji I ibu Ns.Honesty Diana Morika,

M.Kepdan Penguji II ibu Ns. Siti Aisyah Nur, M.Kep

ii
6. Direktur RSUP Dr.M.Djamil Padang beserta staf yang telah memberikan izin

dan membantu peneliti

7. Bapak/Ibu Dosen pengajar Stikes Syedza Saintika Padang yang telah

berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama perkuliahan

8. Teristimewa kepada orang tua dan suami peneliti yang telah memberikan

kasih sayang, mendidik, memberikan dukungan yang maksimal dan do’a

yang tulus kepada peneliti selama ini

9. Sahabat dan teman-teman seperjuangan yang tak pernah berhenti untuk

saling memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan kritik dan saran

yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata ,

penelitimengharapkan tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Padang, Juli 2021

Peneliti

iii
iv
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
OKTOBER 2021

Nama : Ermayani
No. BP : 1902115

Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post


Laparotomi Di Instalasi Bedah Rsup Dr.M.Djamil
Padang Tahun 2021

ABSTRAK

Seluruh pasien yang menjalani prosedur pembedahan laparotomi mengalami nyeri


pasca operasi, jika kondisi ini tidak diatasi maka berisiko mengalami komplikasi.
Dibutuhkan upaya untuk mengatasi masalah nyeri untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut, prosedur perawatan segera setelah pembedahan laparotomi dengan
memulihkan fungsi fisik atau mobilisasi dini. Di RSUP M.Djamil 10 orang pasien
post laparotomi, seluruhnya melaporkan bahwa merasakan nyeri pada bekas luka
operasi laparotomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap
tingkat nyeri pasien post laparotomi. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Bedah
RSUP Dr. M.Djamil Padang pada 11 sampai 14 September 2021. Metode
Penelitian: Merupakan penelitian pra-experiment dengan one group pretest- post
test yang dilakukan pada 16 responden. Tingkat nyeri diukur sebelum dan sesudah
intervensi menggunakan Numeric Rating Scale.
Hasil Penelitian : Pada pasien post laparotomi diperoleh rata-rata nyeri pasien
sebelum dilakukan intervensi adalah 5,56 menjadi 4,19 setelah dilakukan
intervensi dengan p value 0,000. Kesimpulan:Terdapat berpengaruh mobilisasi
dini terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post laparotomi. Diharapkan rumah
sakit dapat membuat SOP melalui pimpinan rumah sakit secara tertulis untuk
diterapkan di ruang bedah dalam memanajemen nyeri pasien post operasi
laparotomi serta mobilisasi ini dijadikan intervensi mandiri perawat dalam
mengatasi nyeri pasien post laparotomi.

Kata kunci : Laparotomi, Mobilisasi Dini , Nyeri


Daftar Pustaka : 32 (2006 -2021)

v
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
OKTOBER 2021

Name : Ermayani
No. BP : 1902115

The Effect of Early Mobilization on Pain Levels in Post Laparotomy Patients at


the Surgical Installation of Dr.M.Djamil Padang Hospital in 2021

ABSTRACT

All patients who underwent laparotomy surgical procedures experienced


postoperative pain, if this condition is not treated, they are at risk of further
complications. Efforts are needed to overcome the problem of pain to prevent
further complications, treatment procedures immediately after laparotomy
surgery by restoring physical function or early mobilization. In RSUP
DR.M.Djamil from 10 post-laparotomy patients all of them reported that they felt
pain in the scars of laparotomy surgery.
This study aims to determine the effect of early mobilization on the level of pain in
post-laparotomy patients. This research was conducted at the Surgical
Installation of RSUP Dr. M. Djamil Padang on 11 to 14 September 2021.
Methods:This research is astudy pre-experimental with one group pretest-post
test conducted on 16 respondents. Pain levels were measured before and after the
intervention using the Numeric Rating Scale.
Results: In post-laparotomy patients, the average patient's pain before the
intervention was 5.56 to 4.19 after the intervention with a p value of 0.000.
Conclusion:There is an effect of early mobilization on decreasing the pain level of
post-laparotomy patients. Suggestion:It is hoped that the hospital can make
written SOPs through the hospital leadership to be applied in the operating room
in managing post-laparotomy patient pain and this mobilization is used as an
independent nurse intervention in dealing with post-laparotomy patient pain.

Keywords : Early Mobilization, Laparotomy, Pain


Bibliography : 32 (2006 -2021)

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM 1


HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING i
KATA PENGANTAR Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Permasalahan1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat 7
E. Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Landasan Teoritis 9
B. Kerangka Teori 27
BAB III METODE PENELITIAN 28
A. Jenis Dan Desain Penelitian 28
B. Tempat Dan Waktu Penelitian 28
C. Populasi Dan Sampel 29
D. Etika Penelitian 30
E. Teknik Pengumpulan Data 31
F. Teknik Pengolahan Data 33
G. Analisa Data 34
H. Kerangka Konsep 35
I. Hipotesis Penelitian 36
J. Definisi Operasional 36
BAB IV HASIL PENELITIAN 38
A. Gambaran Penelitian 28
B. Univariat 28
C. Bivariat 29
BAB V PEMBAHASAN 41

vii
A. Univariat 41
B. Bivariat 45
BAB VI PENUTUP 50
A. Kesimpulan 50
B. Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 52
Lampiran 52

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Post Laparotomi Di Instalasi


Bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang

Tabel 4.2 Rata- Rata Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Bedah
Laparotomi Sebelum Dilakukan Mobilisasi Di Instalasi Bedah RSUP
M. Djamil Padang Pada Tahun 2021 (n =16)
Tabel 4.3 Rata- Rata Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Bedah
Laparotomi Setelah Dilakukan Mobilisasi Di Instalasi Bedah RSUP
M. Djamil Padang Pada Tahun 2021 (n =16)
Tabel 4.4 Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post
Operasi Bedah Laparotomi Di Instalasi Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang 2021 (n =16)

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)

Skema 2.1 Kerangka Teori

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Master Tabel

Lampiran Analisa Data

Lampiran Surat Izin Penelitian

Lampiran Surat Izin Balasan Penelitian

Lampiran Lembar Konsultasi

Lampiran Jadwal Kegiatan

Lampiran Permohonan Menjadi Responden

Lmpiran Instrumen Penelitian

Lampiran Kurikulum Vitae

Lampiran Dokumentasi Penelitian

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan besar dengan

melakukan pemotongan pada selaput dinding perut untuk mendapatkan

bagian organ perut yang mengalami masalah, seperti kanker, perdarahan,

obstruksi, dan perforasi (Sjamsuhidajat, 2014).Menurut WHO (2015), pasien

laparotomi tiap tahunnya meningkat 15%, di Inggris menurut National

EmergencyLaparatomy Audit(NELA) (2019) terjadi sekitar 30.000 tindakan

laparotomi setiap tahun. Sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, tindakan bedah

laparotomi mencapai 32% dengan menempati urutan ke 11 dari 50 pertama

pola penyakit di rumah sakit se Indonesia. Laporan Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengenai kejadianlaparotomi meningkat

dari 162 pada tahun 2013 menjadi 983 kasus pada tahun 2015 dan 1.281

kasus pada tahun 2017, tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50

pertama penyakit di rumah sakit se-indonesia dengan persentase 12,8% yang

diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparotomi

(Kemenekes RI, 2017).

Menurut WHO (2018) hampir seluruh pasien yang menjalani prosedur

pembedahan laparotomi mengalami nyeri pasca operasi, jika kondisi ini tidak

diatas maka berisiko terhadap komplikasi yang lebih lanjut. Penelitian yang

dilakukan oleh Daud etal, (2018) menemukan bahwa sebanyak 57,70 %

1
pasien post laparotomi mengeluhkan nyeri sedang, 15,38% mengeluhkan

nyeri berat dan 26,92 % mengeluhkan nyeri ringan. Nyeri yang dirasakan

timbul dari luka bekas insisi disebabkan karena adanya stimulus nyeri pada

daerah luka insisi yang menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang dapat

menstimulasi tranmisi impuls disepanjang serabut syaraf aferen nosiseptor ke

substansi dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Janice & Cheever, 2014).

Menurut The International forthe Study ofPain (IASP) nyeri merupakan

pengalaman yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang

aktual dan potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya suatu kerusakan

(Potter& Perry, 2010). Nyeri yang dirasakan timbul dari luka bekas insisi

disebabkan karena adanya stimulus nyeri pada daerah luka insisi yang

menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang dapat menstimulasi tranmisi

impuls disepanjang serabut syaraf aferen nosiseptor ke substansi dan

diinterpretasikan sebagai nyeri (Janice &Cheever, 2014).Seorang Individu

dapat berespons secara biologi dan prilaku akibat nyeri yang dapat

menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi keadaan umum,

respon wajah dan perubahan tanda – tanda vital, sedangkan, respon psikis

akibat nyeri dapat merangsang respon stres sehingga sistem imun dalam

peradangan dan menghambat penyembuhan (Potter& Perry, 2010).

World HealthOrganization(WHO)(2019) menyepakati bahwa nyeri

merupakan hak azasi manusia yang harus dilindungi. Dalam beberapa dekade

terakhir,berdasarkansurvey yang dilakukan di Amerika dilaporkan bahwa

nyeri pasca operasi adalah hal yang wajar sehingga penanganan nyeri pasca

2
operasi sering di abaikan dan menunjukkan angka yang signifikan (Rawal,

2016). Manajemen nyeri yang tidak diperhatikan akan menyebabkan dampak

negative terhadap pasien seperti peningaktan morbiditas, gangguan fungsi

fisik dan kualitas hidup serta pemulihan yang melambat (Blichfeldt, 2017).

Pada pasien pasca laparotomi diperlukan perawatan dengan tujuan

meliputi mengurangi komplikasi akibat operasi, mempercepat penyembuhan,

memulihkan fungsi pasien semaksimal mungkin sebelum operasi, menjaga

konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang (Sandy, 2015).Salah

satu prosedur perawatan pasca operasi untuk laparotomi adalah mengatur dan

menggerakkan posisi pasien secara hati-hati. Pemulihan fungsi fisik

dilakukan segera setelah pembedahan dengan senam nafas, batuk efektif dan

senam mobilisasi dini (Padila, 2013).

Intervensi Keperawatan yang digunakan dalam mengatasi nyeri yang

dialami salah satunya adalah manajemen nyeri dengan menggunakan teknik

farmakologi yang berkolaborasi dengan tim medis atau pun intervensi

mandiri dengan teknik non-farmakologi (Bulechek, Gloria, et al., 2016).

Teknik non farmakologi sangat penting dalam menangani nyeri dan

dikombinasikan dengan pemberian terapi farmakologi merupakan cara efektif

dalam menghilangkan nyeri (Janice & Cheever, 2014).

Teknik non farmakologis untuk pereda nyeri, mempunyai resiko yang

sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti

untuk obat-obatan, tetapi sangat diperlukan untuk mempersingkat episode

nyeri yang berlangsung. Menurut Potter & Perry (2013) teknik non

3
farmakologi merupakan suatu tindakan mandiri perawat dalam mengurangi

nyeri.

Menurut Potter & Perry (2013) teknik non farmakologi merupakan

suatu tindakan mandiri perawat dalam mengurangi nyeri, diantaranya seperti

teknik relaksasi, distraksi, biofeedback, Transcutan Elektric Nervous

Stimulating (TENS), guided imagery, terapi musik, accupresurw, aplikasi

panas dan dingin, hipnotis, mobilisasi dan massage. Saat ini, teknik non

farmakologis yang umum dilakukan dalam mengurangi nyeri pasca operasi

adalah teknik relaksasi nafas dalam, padahal masih banyak teknik lain yang

dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri seperti melakukan mobilisasi dini

(Gusti, 2018)

Mobilisasi dini memiliki banyak keuntungan seperti mengurangi

timbulnya komplikasi pasca operasi seperti, mengurangi distensi abdomen,

mempercepat pemulihan luka abdomen, mengurangi nyeri pada luka operasi

dan memulihkan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal

(Brunner&Suddarth, 2002). Setelah pembedahan pada laparotomi jika tidak

mendapatkan pengobatan yang maksimal dapat memperlambat proses

penyembuhan, misalnya kejadian infeksi luka biasanya muncul 36-46 jam

setelah pembedahan (Arisanty, 2016).

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,

meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khusunya penyakit

degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Wahyudi & Wahid, 2016). Hasil

penelitian Lestari (2014) menyebutkan bahwa mobilisasi dini atau pergerakan

4
yang dilakukan sesegera mungkin akan berpengaruh pada proses

penyembuhan dan lamanya hari rawat. Mobilisasi dini dilakukan secara

bertahap yaitu mulai dari 6 jam setelah operasi, 6-10 jam setelah operasi dan

setelah 24 jam pasca operasi (Kasdu, 2003).

Menurut Kasdu (2003) pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring

dan boleh menggerakkan lengan,tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan

memutar pergelangan kaki,mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta

menekuk danmenggeser kaki, kemudia setelah 6-10 jam pasien diharuskan

untuk bisa miring kiri dan kanan dan setelah 24 jam pasien diajarkan untuk

duduk, setelah bisa duduk pasien diajarkan untuk berjalan. Mobilisasi dini

berperan penting pula untuk mengurangi nyeri dengan cara menghilangkan

konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau daerah pembedahan, mengurangi

aktivasi mediator kimiawi pada proses peradangan yang meningkatkan

respon nyeri, serta meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat

(Pristahayuningtyas& Kalimantan, 2016). Data yang diperoleh dari rekam

medis RSUP Dr. M. Djamil Padang jumlah pasien yang menjalani

pembedahan laparotomi pada tahun 2018 adalah 425 orang, tahun 2019

sebanyak 360 orang dan tahun 2020 sebanyak 225 orang.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang rawat

inap bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang , data yang diperoleh dari kepala

ruangan rawat inap bedah menunjukkan bahwa hampir seluruh pasien post-

laparotomi mengalami nyeri sedang hingga berat. Hasil wawancara dengan

10 orang pasien post laparotomi pada tanggal 20 Mei 2021, seluruhnya

5
melaporkan bahwa merasakan nyeri pada bekas luka operasi, tujuh

diantaranya melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan masih mengeluhkan

nyeri, sebanyak 6 orang mengatakan takut untuk bergerak karena takut

lukanya akan terbuka kembali. Dan 3 orang diantaranya merupakan pasien

yang mengalami perpanjangan masa rawatan akibat nyeri yang dirasakan.

Pada tanggal 08 Juli 2021 peneliti melakukan mobilisasi dini pada 3 orang

pasien post laparotomi, hasil observasi menunjukkan bahwa setelah

dilakukan mobilisasi, ekspresi wajah seluruhnya tampak tidak meringis, 2

diantaranya melaporkan nyaman dengan mobilisasi dini.

Berdasarkan fenomena diatas telah dilakukan penelitian tentang

pengaruh mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pada pasien yang mengalami

laparotomi di instalasi bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalampenelitian ini adalah apakah adapengaruh mobilisasi dini terhadap

tingkat nyeri pada pasien yang mengalami laparotomi di instalasi bedah

RSUP Dr. M.Djamil Padang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pada pasien

post operasi bedah laparotomi di instalasi bedah RSUP. DR. M. Djamil

Padang pada tahun 2021.

6
2. Tujuan Khusus

a. Diketahui rata- rata tingkat nyeri pada pasien post operasi bedah

laparotomi sebelum dilakukan mobilisasi di instalasi bedah RSUP M.

Djamil Padang pada tahun 2021sebelum dilakukan mobilisasi dini.

b. Diketahui rata- rata tingkat nyeri pada pasien post operasi bedah

laparotomi setelah dilakukan mobilisasi di instalasi bedah RSUP M.

Djamil Padang pada tahun 2021sebelum dilakukan mobilisasi dini.

c. Diketahui pengaruh mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pasien post

operasi bedah laparotomi di instalasi bedah RSUP Dr. M. Djamil

Padang 2021.

D. Manfaat

1. Bagi RSUP Dr. M.Djamil Padang

Bagi pelayanan rumah sakit diharapkan penelitian ini dapat

dijadikan sebagai protokol intervensi mandiri keperawatan dalam

menangani nyeri post laparotomi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Bagi Stikes Syedza Saintika

Dengan adanya penelitian ini bisa memberikan tambahan informasi

ilmu keperwatan dan bahan bacaan mengenai adanya pengaruh teknik

mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pasien post laparotomi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai keefektifan

penggunaan teknik mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pasien post

7
laparotomi atau meneliti tentang topik yang sama dengan desain yang

berbeda

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pengaruh mobilisasi dini

dengan tingkay nyeri pada pasien post laparotomi di instalasi bedah RSUP

Dr. M.Djamil tahun 2021. Variabel independen pasa penelitian ini adalah

mobilisasi dini, sedangkan variabel dependen adalah tingkat nyeri pada

pasien post laparotomi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre-

experimentdengan dengan menggunakan rancangan one grouppre-testpost-

testdesign. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang

menjalani laparotomi di instalasi bedah RSUP Dr.M.DjamilPadang bulan

april Terdapat 22 Orang, Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan rumus Hidayat (2010) yaitu : (t-1)(R-1)>15, dimana t adalah

banyaknya kelompok perlakuan dan r adalah jumlah replikasi, sehingga

didapatkan sampel sebanyak ≥ 16 pasien post-laparotomi di instalasi bedah

RSUP DR. M. Djamil Padang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan

data sekunder. Data diolah secara komputerisasi, analisa data dengan

menggunakan univariat, dan bivariat dengan menggunakan uji T-

testdependet, merupakan uji statistic untuk melihat perbedaan rata-rata

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

8
9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Laparotomi

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

menggunakan tindakan invasive dengan membuka atau menampilkan

bagian tubuh. Pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan,

pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu dilakukan tindakan

perbaikan dan di akhiri dengan penutupan dan penjaitan luka

(Sjamsuhidayat, 2017). Bedah laparatomi merupakan suatu tindakan

pembedahan pada daerah abdomen dengan cara membuka dinding

abdomen untuk mencapai isi dari rongga abdomen (Jitowiyono,2010).

Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah

abdomen. Laparatomi adalah teknik pembedahan yang dapat dilakukan

oleh bedah digestif dan bedah obgyn. Tindakan pembedahan

laparatomi yang sering dilakukan oleh bedah digestif yakni

herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi,

splenoktomi, apendektomi, hemoroidektomi, fistuloktomi, dan

kolostomi. Menurut (Sjamsuhidayat, 2017) teknik sayatan dapat

dilakukan pada bedah digestif dan kandungan meliputi Midline

Epigastric Insision, Midline Sub-umbilical Insision, Paramedian

Insision ”trapp door”, Lateral Paramedian Insision, Vertical Muscle

Splitting Insision (paramediantransrect), Kocher Subcostal Insision,

9
McBurney Gridiron (Irisan oblique), Rocky Davis, Pfannenstiel

Insision, Insisi Thoracoabdominal. Metode yang paling sering

digunakan pada kasus digestif adalah midline incision karena sedikit

pendaraham eksplorasi dapat lebih luas, cepat dubuka dan di tutup,

serta tidak memotong ligamen dan saraf.Indikasi dilakukan laparatomi

adalah trauma abdomen (tumpul atau tajam) atau ruptur hepar,

peritonitis, Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding),

sumbatan pada usus halus dan besar, dan massa pada abdomen

(Jitowiyono, 2010; Sjamsuhidayat,2017).

Perawatan post laparotomi merupakan suatu perawatan yang

diberikan kepada pasien yang telah menjalani operasi pembedahan

abdomen. Tujuan perawatan post laparatomi adalah mengurangi

komplikasi akibat pembedahan, meminimalkan nyeri, mempercepat

penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien seperti sebelum operasi,

mempertahankan konsep diri dan mempersiapkan pulang, dimana hal

ini dilakukan sejak pasien berada diruang perawatan (Palta &

Willet,2013).

Terdapat beberapa masalah keperawatan yang biasanya terjadi

pada pasien pasca laparatomi meliputi impairment (nyeri akut pada

bagian operasi, takut, keterbatasan lingkup gerak), functional

limitation (ketidakmampuan berdiri, berjalan serta ambulasi), dan

disability (aktivitas yang terganggu karena keterbatasan gerak akibat

nyeri dan prosedur medis (Soebachman, 2014). Pasien dianjurkan

10
melakukan mobilisasi sedini mungkin dimana hal ini beguna untuk

mengembalikan fungsi tubuh dan menguranginyeri.

Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,

tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan

menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat

miring kekiri dan kekanan untuk mencegah trombosis dan trombo

emboli. Setelah 24 jam dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk.

Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk belajar berjalan (Wijaya

& Putri, 2013). Dampak dari mobilisasi yang tidak dilakukan dapat

menyebabkan gangguan fungsi tubuh, alirah darah tersembut, dan

meningkatkan intensitas nyeri (Youssef & Hassan,2017).

2. Konsep Nyeri

a. Pengertian

Nyeri merupakan mekanisme perlindungan dimana timbul

bila ada kerusakan jaringan sehingga individu akan bereaksi

menghilangkan nyeri (Guyton & Hall, 2014). Nyeri merupakan

suatu kondisi yang bersifat subjektif yang disalurkan dalam

bentuk perasaan yang tidak menyenangkan. Skala ataupun

intensitas nyeri yang dirasakan setiap orang secara berbeda,

sehingga hanya orang yang merasakan mampu menjelaskan dan

mengevaluasi nyeri yang dirasakannya (Tetty,2015).

11
b. Fisiologi nyeri

Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya nyeri

dikarenakan adanya reseptor dan rangsangan. Reseptor nyeri

adalah ujung saraf bebasyang terdapat pada kulit dan jaringan.

Reseptor tersebut yaitu sistem nosiseptor, dimana pada nosiseptor

inilah pertama kali akan dirasakannya nyeri. Stimulasi yang

dihasilkan oleh reseptor nyeri (nosiseptor) tersebut dapat berupa

zat kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglandin dan macam-

macam asam. Rangsangan yang menyebabkan nyeri yakni

mekanis, suhu, dan kimiawi (Guyton & Hall, 2014).

Zat kimia tersebut akan menginisiasi ujung saraf dan

mengirimkan impuls nyeri ke otak. Terdapat dua jenis ujung saraf

yang terdapat dalam nosiseptor tersebut, yaitu serabut A-delta dan

serabut C. Nyeri dapat dirasakan jika serabut saraf perifer aferen

yaitu berupa Adelta dan serabut C diinduksikan oleh reseptor

nyeri. Serabut A-delta akan mengimpulsikan nyeri dengan cepat,

jelas melokalisasi sumber nyeri, sensasi yang tajam dan

mendeteksi intensitas nyeri. Hal tersebut dikarenakan serabut A-

delta memiliki myelin. Lain hal pada serabu C yang

menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, dan berukuran

sangat kecil. Hal ini dikarenakan serabut C tidak memiliki

myelin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat serta

12
bertanggung jawab terhadap nyeri tumpul, menyebar, dan

persisten (Price & Wilson, 2013)

Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-

delta, tetapi beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar

akibat aktifasi serabut C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-

delta perifer dan dihantarkan langsung ke substansia gelatinosa

pada kornu dorsalis medula spinalis. Didalam kornu dorsalis akan

terbentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmitter

seperti subtansi P dikeluarkan sehingga mengakibatkan transmisi

sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinolatamus. Sistem

spinotalamus akan bersinapsis di thalamus yang akhirnya pusat

thalamus akan menerima informasi dengan cepat dan

menginterpretasikan nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu

seorang individu akan merasakan nyeri (Price & Wilson,2013).

c. Faktor yang mempengaruhi nyeri

1) Usia

Usia mempengaruhi individu dalam mengapresiasikan nyeri.

Pada anak kecil karena keterbatasannya tidak dapat

mengungkapkan secara verbal sedangkan lansia saat terjadi

nyeri cenderung tidak melaporkan karena mengganggap nyeri

hal yang biasa (Potter, P.A, & Perry,2013).

13
2) Jenis Kelamin

Secara umum laki-laki dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam merespon nyeri (Rahadhanie dalam Andari,

2015)

3) Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada

nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat.

Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan

respon nyeri yang menurun (Fatmawati, 2011)

4) Ansietas

Ansietas atau kecemasan seringkali meningkatkan persepsi

nyeri. Namun nyeri juga dapat menimbulkan

ansietas.Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik

yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya

ansietas (Wijarnoko,2012).

5) Keletihan

Keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan koping (Fatmawati,2011).

6) Pengalaman sebelumnya

Individu yang sering mengalami nyeri dalam waktu yang

lama dan tak kunjung sembuh, maka akan menimbulkan

kecemasan dan rasa takut. Namun, apabila penderita

14
mengalami nyeri dengan jenis yang sama dan berulang –

ulang, tetapi nyeri tersebut dapat dihilangkan maka akan

lebihmudah penderita tersebut untuk menginterpretasikan

sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari,2015)

7) Gaya koping

Strategi koping masing-masing individu dalam menghadapi

nyeri berbeda, dimana untuk meghilangkan stres penderita

akan mencari kesibukan spiritual, melakukan hobi atau

memotivasi diri (Kristanto & Kahija, 2017).

8) Makna nyeri

Setiap individu memiliki perbedaan dalam menilai tingkatan

nyeri, apabila nyeri yang dirasakan memberikan kesan yang

mengancam, meliputi suatu hukuman, kehilangan dan

tantangan. Sehingga apabilatidak teratasi akan memberikan

dampak yang buruk bagifisik, psikologis, sosial, dan spiritual

(Khoirunnisa, 2018).

d. Tipe nyeri

Nyeri pasca bedah abdomen dikelompokkan sebagai nyeri

akut. Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba dan dihubungkan

dengan luka spesifik.Nyeri akut mengindikasikan terjadinya

kerusakan jaringan atau injuri.Nyeri akut biasanya berkurang

bersamaan dengan penyembuhan (Smeltzer et al, 2010). Namun,

15
nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan pasien

harus menjadi priortas perawatan (Potter & Perry, 2013).

Lama nyeri akut pasca bedah pada jenis pembedahan

abdomen bawah dialami selama 2 sampai 3 hari, sedangkan

pembedahan abdomen atas individu akan mengalami nyeri

diperkirakan 3 sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai

hebat. Semua prosedur laparatomi menyebabkan nyeri sedang

sampai hebat selama beberapa hari sampai beberapa minggu

(Japaries & Desen, 2014).

e. Reaksi nyeri

Respon fisiologis dan tingkah laku akan dialami oleh

individu yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2013). Respon

fisiologis yang diamati pada nyeri akut adalah peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan laju

pernapasan, dan respon neuroendokrin dan metabolik.

Peningkatan tekanan darah terjadi karena aktivitas syaraf

simpatis. Vasokonstriksi perifer merupakan respon adaptif saat

darahmengalir dari perifer menuju jantung dan paru. Peningkatan

tekanan darah akan meningkatkan kerja jantung, sehingga

mengarah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner. Peningkatan

laju pernafasan sebagai usaha untuk meningkatkan ketersediaan

oksigen ke jantung dan sirkulasi.Sedangkan respon metabolik

16
yang tampak akibat nyeri adalah katabolisme (Price & Wilson,

2013).

Dampak nyeri pada perilaku dapat diamati dari ungkapan

verbal pasien, respon vokal, gerakan muka dan tubuh, dan

interaksi sosial. Ungkapan verbal dari pasien adalah hal yang

paling penting, meskipun bagi sebagian pasien lain sulit untuk

mengungkapkannya. Merintih, mengerang, dan menangis adalah

contoh respon vokal ungkapan nyeri, sedangkan ekspresi wajah

dan gerakan tubuh juga mencerminkan adanya nyeri (Mallek,

2017). Nyeri pasca bedah yang tidak berkurang dapat

menimbulkan dampak negatif pada psikologis pasien meliputi

cemas, depresi, dan gangguan pola tidur. Pasien yang merasakan

nyeri sering kali kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperti

aktivitas mandi, berpakaian, dan makan akan terpengaruh dari

tingkat ringan ke tingkat parah, tergantung dari lokasi dan

intensitas nyeri (Craven & Hirnle,2017).

f. Pengukuran nyeri

Menurut Potter & Perry (2013) Numeric Rating Scale (NRS)

merupakan suatu alat ukur untuk menilai rasa nyeri pada orang

dewasa sesuai dengan level intesntias nyeri pada skala numerik

dari 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah diberikan intervensi

terapeutik. Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:

17
- Skala 0-3 (nyeri ringan) : nyeri mulai terasa dan dapatditahan

- Skala 4-6 (Nyeri sedang) : nyeri mengganggu dan

memerlukan usaha untuk menahannya

- Skala 7-10 (Nyeri hebat) : Nyeri sangat mengganggu, tidak

dapat tertahan, dan meringiskesakitan.

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)

3. Mobilisasi Dini

a. Pengertian

Mobilisasi dini yaitu proses aktivitas yang dilakukan

setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur

sampai dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar

mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002).

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk

bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan

kesehatannya. (Hidayat, 2009). Sementara menurut Carpenito &

Lynda Jual (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang

terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk

mempertahankan kemandirian. Kedua definisi tersebut dapat

18
disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya

mempertahankan kemandirian sedini mungkin.

b. Manfaat Mobilisasi Dini

Menurut A. Aziz Alimul (2013) manfaat mobilisasi dini

bagi pasien pasca operasi adalah penderita merasa lebih sehat dan

kuat dengan mobilisasi dini. Dengan bergerak, otot-otot perut dan

panggul akan kembali normal sehingga otot perut menjadi kuat

kembali dan mempercepat kesembuhan. Manfaat yang diperoleh

apabila melakukan mobilisasi dini peristaltik usus kembali normal,

faal usus dan kandung kemih lebh baik. Mobilisasi dini akan

membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula

serta dapat mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli.

Tujuan dari mobilisasi dini menurut Mubarak, Indrawati

dan Susanto (2015) sebagai beikut:

1) Meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernafasan

1. Mencegah atelektase dan pnemoni hipostatis

2. Meningkatkan kesadaran mental dampak dari

peningkatan oksigen ke otak

2) Meningkatkan sirkulasi peredaran darah

1. Nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada

daerah luka

2. Dapat mencegah thrombophlebitis

3. Meningkatkan kelancaran fungsi ginjal

19
4. Menurunkan tingkat nyeri

3) Meningkatkan berkemih untuk mencegah retensi urin

4) Meningkatkan metabolism

1. Mencegah berkurangnya tonus otot

2. Mengembalikan keseimbangan nitrogen

5) Meningkatkan peristaltik

1. Memudahkan terjadinya flatus

2. Mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas

3. Mencegah konstipasi

4. Mencegah ileus paralitik

c. Jenis- Jenis Mobilisasi Dini

Jenis Mobilisasi menurut Hidayat (2009) dibedakan

menjadi 2 yaitu mobilisasi penuh dan mobilisasi sebagian

1) Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk

bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan

interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi

penuh ini merupakan fungsi saraf motoris volunteer dan

sensoris untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2) Mobilisasi sebagian

Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan untuk bergerak

dengan batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak

secara bebas karena dipengaruhi oleh saraf motoris dan

20
sensoris pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian dibagi

menjadi dua jenis, yaitu:

a) Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan

individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya

sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma

reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya:

dislokasi sendi dan tulang.

b) Mobilisasi sebagian permanen, merupakan kemampuan

individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya

menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem

saraf reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia

karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,

poliomyelitis karena terganggunya sistem syaraf

motorik dan sensorik

d. Tahap- Tahap Mobilisasi Dini

Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap

berikut ini akan dijelaskan tahap-tahap mobilisasi dini:

1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama klien harus tirah baring

dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah

menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki

dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,

menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.

Bertujuan agar kerja organ pencernaan kembali normal.

21
2) Setelah 6—10 jam, klien diharuskan untuk dapat miring

kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli.

3) Setelah 24 jam klien dianjurkan untuk dapat mulai belajar

untuk duduk.

4) Setelah klien dapat duduk, dianjurkan klien belajar berjalan.

e. Factor- Factor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Menuurut Hidayat (2009) mobilisasi seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1) Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan

mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak pada

perilaku atau kebiasaan sehari-hari

2) Proses penyakit/cedera

Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi

karena dapat memngaruhi fungsi sistem tubuh.

3) Kebudayaan Kemampuan

Melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi oleh

kebudayaan. Sebagai contoh orang yang memiliki budaya

sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang

kuat, sebaliknya ada orang yag mengalami gangguan

mobilisasi (sakit), karena adat dan budaya dilarang untuk

melakukan mobilisasi.

22
4) Tingkat Energi Energi adalah sumber untuk melakukan

mobilisasi. Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi

dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.

5) Usia dan status perkembangan Terdapat perbedaan

kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda. Hal

ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat

gerak sejalan dengan perkembangan usia

f. Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Operasi

Dalam pelaksanaan mobilisasi dini untuk mencegah

terjadinya cidera, maka perawat yang terlatih perlu memberikan

pendidikan kesehatan tentang mobiliisasi dini terhadap pasien

(Thomson, 2002). Mobilisasi dini pada pasien pasca operasi adalah

mobilisasi yang dilakukan segera setelah klien sadar dari anastesi

atau 6-10 jam setelah operasi yang dilakukan secara bertahap

(Kasdu, 2003).

Berikut diuraikan beberapa tahapan mobilisasi dini yang

diterapkan pada pasien pasca operasi:

1) Nafas dalam

a) Menarik nafas melalui hidung

b) Menggunakan diafragma (abdomen naik)

c) Mengeluarkan nafas perlahan-lahan melaui mulut

d) Diulang selama 5 kali

2) Miring kanan miring kiri

23
a) Tempatkan pasien dalam posisi telentang (supinasi)

b) Posisikan pasien dalam posisi miring yang sebagian pada

abdomen

c) Tempatkan bantal di bawah lengan atas yang di

fleksikan, yang menyongkong lengan setinggi bahu

d) Tempatkan bantal di bawah tungkai atas yang

difleksikan, yang menyongkong tungkai setinggi panggul

e) Tempatkan bantal pasien paralel dengan permukaan

plantar kaki (lakukan selama 5 menit dengan waktu

istrahat 1 menit ke arah kiri kemudian kanan)

3) Latihan mengencangkan otot gluteal

a) Tekan otot pantat

b) Menggerakan kaki kanan keatas kemudian ketepi tempat

tidur

c) Menahan posisi dalam hitungan 1-5

d) Mengembalikan kaki ke posisi semula (di tengah)

e) Menggerakan kaki kiri keatas kemudian ketepi tempat

tidur

f) Mengembalikan kaki ke posisi semula

g) Lakukan selama 5 menit dengan waktu istrahat 1 menit

setiap selesai gerakan ke kanan dan ke kiri

4) Posisikan kepala 300 selama 15 menit

24
5) Posisikan bagian bawah tempat tidur lebih rendah (Wahid

Iqbal Mubarak, dkk 2015)

g. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri

Nyeri akut setelah pembedahan setidak-tidaknya

mempunyai fungsi fisiologis positif, berperan sebagai peringatan

bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah trauma

lebih lanjut pada daerah tersebut. Tetapi hal ini merupakan salah

satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah pembedahan.

Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh,

dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh

anestesi.

Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca

pembedahan adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka

insisi bekas pembedahan (Perry dan Potter, 2006). Salah satu

manfaat mobilisasi adalah meningkatkan sirkulasi peredaran darah,

meningkatnya sirkulasi perdaran darah menimbulkan proses vaso

kontirksi yang di ikuti dengan vasso dilatasi local sehingga

merangsang peningkatan tonus otot kemudian jarigan akan

menghangatkan tubuh . Proses tersebut sagat membantu dalam

penurunan tingkat nyeri pasien post operasi di mana daerah yang

mengalami iskemia akan di beri nutrisi sehingga oksigen pada sel

dapat kembali menimbulkan pacuan terhadap syaraf.

25
Selain itu menurut Hidayat (2006) Penurunan skala nyeri

dapat dipengaruhi oleh adanya pengalihan pemusatan perhatian

klien, yang sebelumnya berfokus pada nyeri yang dialami, namun

saat dilakukan mobilisasi dini, pemusatan perhatian terhadap nyeri

dialihkan pada kegiatan mobilisasi dini. nyeri yang terjadi pada

seseorang akibat adanya rangsang tertentu seperti tindakan operasi,

dapat diblok ketika terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan

stimulus pada serabut yang mengirimkan sensasi tidak nyeri diblok

pada sirkuit gerbang penghambat.

26
B. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi nyeri:


Prosedur pembedahan laparotomi
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Kebudayaan
4. Makna nyeri Nyeri Pasca Operasi
5. Gaya Koping
6. Dukungan keluarga dan
sosial

Manajemen nyeri :

Non- Farmakologis : 1. Farmakologis


2. Non-farmakologis
1. Teknik relaksasi
2. Distraksi
3. Biofeedback
4. Transcutan elektrik
nervous stimulating
(TENS) Mobilisasi dini
5. Mobilisasi dini
6. Guided imagery
7. Terapi musik
8. Accupressure
9. Aplikasi panas dingin,
10. Hipnotis Manfaat Mobilisasi Dini
1. Meningkatkan kecepadan
dankedalaman pernapasan
Meningkatkan sirkulasi 2. Meningkatkan sirkulasi
peredaran darah peredaran darah
3. Meningkatkan berkemih
1. Nutrisi untuk
penyembuhan mudah untuk mencegah retensi
didapat pada daerah luka urin
2. Dapat mencegah 4. Meningkatkan
thrombophlebitis metabolisme
3. Meningkatkan kelancaran 5. Peningkatan peristaltik
fungsi ginjal
4. Menurunkan tingkat nyeri

Skema 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Potter & Perry (2013), Sjamsuhidayat (2017), Guyton & Hall (2014), Brunner &
Suddarth (2002)
27
28
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pre-experiment dengan

rancangan one group pretest-posttest yang memungkinkan peneliti dapat

menguji perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen dengan

sebelumnya telah dilakukan observasi pertama (Notoadmodjo, 2012).

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan intervensi berupa mobilisasi

dini terhadap pasien post- laparotomi sebagai perlakuan. Pengukuran

tingkat nyeri dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Bentuk rancangan

penelitian ini adalah sebegai berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian


Pretest Perlakuan Posttest
01 X 02
Keterangan :

01 : Observasi/ pengukuran skala nyeri sebelum diberikan perlakuan dengan

teknik mobilisasi dini

X : Diberikan perlakuan teknik mobilisasi dini

02 : Observasi/ pengukuran tingkat kecemasan setelah diberikan perlakuan

dengan teknik mobilisasi dini.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di instalasi bedah RSUP DR. M.

Djamil Padang pada bulan Juli sampai Oktober 2021.

28
C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit dalam pengamatan yang

dilakukan (Dahlan, 2018). Berdasarkan data yang ada, populasi dari

penelitian ini adalah seluruh pasien post-laparotomi di instalasi bedah

RSUP DR. M. Djamil Padang yaitu sebanyak 22 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ditelti dan dianggap

telah mewakili populasi (Riyanto, 2017). Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan

menggunakan rumus Hidayat (2010) yaitu : (t-1)(R-1)>15, dimana t

adalah banyaknya kelompok perlakuan dan r adalah jumlah

replikasi,sehingga didapatkan sampel sebanyak ≥ 16 pasien post-

laparotomi di instalasi bedah RSUP DR. M. Djamil Padang.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dari penelitian ini adalah

a. Kriteria Inklusi

Merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel :

1) Pasien post-laparotomi tahap II.

2) Pasien dalam keadaan sadar.

3) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

29
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena sesuatu hal yang menyebabkannya

dikeluarkan sebagai sampel :

1) Pasien dengan gangguan mobilisasi

D. Etika Penelitian

Peneliti melakukan penelitian dengan menekankan prinsip etik

penelitian sebagain berikut menurut Notoadmodjo (2012), meliputi :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respectforhumandignity)

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian menentukan

apakah akan ikut serta atau menolak sebagai subjek penelitian. Prinsip

ini tertuang dalam pelaksanaan informedconsent yaitu persetujuan

untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan

penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan

pelaksanaan penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

convidentiality)

Prinsip ini diterapkan dengan meniadakan identitas seperti nama dan

alamat subjek kemudian di ganti dengan kode tertentu. Dengan

demikian segala informasi yang menyangkut identitas subjek tidak

terekspos secara luas.

30
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice

inclusiveness)

Penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits)

Peneliti harus mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian

dari penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses dalam penelitian untuk

memperoleh informasi dalam mencapai tujuan penelitian (Donsu, 2016).

Data dapat terbagi dua menurut cara memperolehnya:

1. Data Primer

Data primer didapatkan dari responden yaitu pasien post-

laparotomi di ruang rawat inap bedahRSUP Dr M. Djamil Padang

yang memenuhi kriteria inklusi dengan menilai tingkat nyeri

sebelum dan sesudah perlakuan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang yang didapatkan dari

manajemen keperawatan berupa data jumlah pasien post-

laparotomi yang di rawat diruang rawat inap bedah RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2021.

31
3. Teknik Penelitian

a. Teknik Administrasi

1) Peneliti mengurus surat izin pengambilan data dan

penelitian dari kampus dan kemudian mengajukan izin

penelitian ke direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2) Setelah mengurus surat izin penelitian peneliti melakukan

uji etik untuk menguji kelayakan penelitian pada tanggal 26

agustus 2021 di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3) Setelah mendapatkan izin, peneliti mengajukan izin dan

menjelaskan tentang penelitian kepala ruangan ruang rawat

irna bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.

b. Teknik Pelaksanaan

1) Peneliti melakukan pendekatan dengan memperkenalkan

diri, menjelaskan tujuan dan manfaat serta hak-hak

responden.

2) Jika responden setuju, maka responden dipersilahkan

mengisi informedconsent.

3) Responden yang memenuhi kriteria akan ditetapkan sebagai

sampel penelitian setelah menyetujui informedconsent.

4) Setelah mengisi lembaran persetujuan atau

informedconsentpeneliti akan melakukan penilaian

menggunakan lembar observasi.

32
5) Setelah melakukan observasi terhadap pasien, peneliti

melakukan teknik mobilisasi dini.

6) Teknik mobilisasi dibagi menjadi 2 tahap sesuai dengan

SPO.

7) Tapap 1 dilakukan selama 10-15 setiap 2 jam dilakukan

hingga 6 jam pertama post operasi.

8) Tahap 2 dilakukan selama 10 -15 menit setiap 2 jam dari 6

jam post operasi hingga 10 jam post operasi.

9) Setelah dilakukan mobilisasi dini, peneliti kemudian

melakukan penilaian kembali menggunakan lembar

observasi

F. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam suatu

penelitian oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar. Setelah

data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai

berikut (Alamsyah, 2013) :

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Peneliti melakukan pengeditan atau memeriksan data meliputi

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi dan

relevansi dari setiap jawaban.

2. Koding Data (Coding)

33
Peneliti melakaukan pengkodean dengan memberi tanda pada

masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya kode

tersebut dimasukkan ke dalam table kerja untuk mempermudah dalam

pembacaan dan pengolahan selanjutnya.

3. Memasukkan Data (Entry)

Peneliti memasukkan data kedalam computer atau memasukkan

jawaban yang telah di-coding untuk menghindari kesalahan dalam

pemasukan data melalui program analisis data.

4. Membersihkan Data (Cleaning)

Peneliti melakukan pengecekan kembali data yang sudah di-entry

untuk mengetahui apakah ada kesalahan atau tidak. Cleaning

dilakukan dengan cara memeriksa masing-masing variabel apakah

telah sesuai dengan yang telah diklasifikasikan peneliti.

5. Tabulasi (Tabulating)

Peneliti mendeskripsikan yang sifatnya umum dari skor-skor hasil

atau dari hasil penempatan skor pada data yang telah didapatkan

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan analisa yang menganalisis satu

variabel penelitian (Notoajmodjo,2012). Analisa ini biasa digunakan

untuk statistik deskriptif yang dilaporkan dalam bentuk mean, median

atau modus. Variabel yang akan dideskripskan pada penelitian ini

34
adalah gambaran tingkat nyeripasien post-laparotomi di ruang rawat

bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang.

2. Analisa Bivariat
Data dioalah secara computerisasi untuk mengetahui pengaruh

mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pasien post-laparotomi. Adapun

uji yang akan dilakukan apabila data berdistribusi normal akan

digunakan uji t-testdependentuntuk melihat penurunan tingkat nyeri

pasienpost-laparotomi sebelum dan sesudah perlakuan, bila data tidak

berdistribusi normal maka di uji menggunakan uji wilcoxon. Pada

pengolahan data, didapatkan nilai p 0,000 (p<0,05) maka data tersebut

dapat dikatakan bermakna atau berpengaruh dan apabila (p>0,05)

maka tidak bermakna atau berpengaruh (Dahlan, 2014)

H. Kerangka Konsep

Menurut Notoatmodjo (2010) kerangka konsep penelitian adalah

suatu hubungan atau keterkaitan antar konsep-konsep atau variabel-

variabel yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang dimaksud.

Variabel dari penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel

dependen. Variabel independen meliputi mobilisasi dini, sedangkan

variebel dependen meliputi nyeri pasien post-laparotomi.

Variabel Independen Variabel Dependen


Skala nyeri Post
Pemberian Mobilisasi Dini
Laparotomi

35
I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara dari rumusan

masalah yang ada di dalam penelitian (Nursalam,2013). Hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

Ha :Ada pengaruh pemberian mobilisasi dini terhadap skala nyeri

pasien post-laparotomi di ruang rawat inap bedah RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2021.

J. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel

yang dilihat dari karakteristik yang dapat memungkinkan peneliti

melakukan observasi terhadap suatu objek (Supardi, 2017). Definisi

operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Dependen : Pengalaman Observasi Skala nyeri Skor nyeri Interval
Nyeri post sensorik dan (Numeric Rating berkisar 0-10
laparatomi motorik yang Scale)
tidak
menyenangkan
pasien
postlaparatomi
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan dan
bersifat
subyektif

36
Independen : Proses Perlakuan SPO mobilisasi dini Skor dari 0 - 10 Rasio
mobilisasi aktivitas yang
dini dilakukan oleh
pasien post-
laparotomi
RSUP Dr. M.
Djamil Padang
dari latihan
ringan diatas
tempat tidur
sampai dengan
bisa turun dari
tempat tidur,
berjalan ke
kamar mandi
dan berjalan
ke luar kamar

37
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang korelasi antara

pengaruh mobilisasi dini terhadap tingkat nyeri pada pasien post laparotomi.

Pengambilan data dilakukan mulai tanggal Agustus - September 2021

terhadap 16 pasien post-laparotomi RSUP Dr. M.Djamil Padang. RSUP Dr.

M. Djamil Padang merupakan rumah sakit rujukan sumatera bagian tengah

yang menyediakan ruang rawat inap bedah dengan fasilitas yang lengkap

untuk pasien bedah mayor maupun bedah minor.

RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan RS kelas A Pendidikan yang

dinyatakan lulus Akreditasi Paripurna dan Akreditasi Internasional pada oleh

Komisi Akreditasi RS (KARS) Internasional. Kegiatan utama RSUP Dr. M.

Djamil Padang memberikan pelayanan kesehatan spesialis dan sub-spesialis

kepada pasien. Irna Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Merupakan suatu

instalasi Rawat Inap yang memiliki 8 ruangan rawat inap yang dilayani oleh

dokter spesialis dan sub spesialis. Dengan layanan unggulan Perawatan Luka

Stoma dan Wound Care Dressing pada luka bakar.

38
B. Univariat

a. Rata - Rata Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Bedah

Laparotomi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Mobilisasi Di Instalasi

Bedah RSUP M. Djamil Padang Pada Tahun 2021

Tabel 4.1
Rata- Rata Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Bedah Laparotomi
Sebelum Dilakukan Mobilisasi Di Instalasi Bedah RSUP M. Djamil
Padang Pada Tahun 2021 (n =16)
Variabel n Mean Min - Max SD
Pre-test
Nyeri 16 5,56 4-7 0.964

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui nilai rata-rata skor nyeri pasien

adalah 5,56 (nyeri sedang), dengan skor nyeri tertinggi adalah 7 dengan

standar deviasi 0,964.

Tabel 4.2
Rata- Rata Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Bedah Laparotomi
Setelah Dilakukan Mobilisasi Di Instalasi Bedah RSUP M. Djamil
Padang Pada Tahun 2021 (n =16)
Variabel n Mean Min - Max SD

Pre-test

Nyeri 16 4.,19 3-6 1.047


Berdasarkan tabel 4.2 diketahui nilai rata-rata skor nyeri pasien

adalah 4,19 (nyeri sedang), dengan skor nyeri tertinggi adalah 6 dengan

standar deviasi 1,047.

39
C. Bivariat

a. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post

Operasi Bedah Laparotomi Di Instalasi Bedah RSUP Dr. M. Djamil

Padang 2021

Tabel 4.3
Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi
Bedah Laparotomi Di Instalasi Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang 2021 (n =16)
Nyeri Mean SD 95% CI Z P Value
Lower Upper
Pretest 5,56 0,964 5,05 6,08
-3.640 0,000
Post Test 4,19 1,047 3,63 4,75

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan tabel pengaruh mobilisasi dini

terhadap tingkat nyeri pasien post laparotomi diperoleh hasil uji wilcoxon

dengan nilai p 0,000 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang sifnifikan

antara mobiliasasi dengan tingkat nyeri pasien post operasi laparotomi

dengan nilai Z -3.640.

40
BAB V

PEMBAHASAN

A. Univariat

a. Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Laparotomi Sebelum dan Setelah

Dilakukan Mobilisasi Dini

Dalam penelitian ini didapatkan nilai rata-rata sistol sebelum

diberikan mobilisasi dini adalah 127,75 dan setelah diberikan mobilisasi

menjadi 121.94 pada tekanan darah diastol sebelum diberikan mobilisasi

adalah 86.62 berubah menjadi 78.44 setelah diberikan mpbilisasi dini,

pada variabel pernapasan sebelum diberikan mobilisasi dini adalah 24.62

dan setelah diberikan mobilisasi menjadi 19.88 dengan nadi sebelum

intervensi adalah 85.38 menjadi 81.75, pada variabel suhu sebelum

intervensi adalah 36.531 menjadi 36.34 setelah intervensi dengan skala

nyeri rata-rata sebelumintervensi berada pada rentang 5,56 (Nyeri sedang)

dan berubah setelah diberikan intervensi mobilisasi dini menjadi 4,19

(Nyeri sedang).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daud (2018) juga

mengatakan bahwa rerata skala nyeri pasien post laparotomi adalah 5,23

yang dikategorikan nyeri sedang, sedangkan setelah dilakukan intervensi

mobilisasi dini skala nyeri berkurang menjadi 4,15 (nyeri sedang). Selain

itu Arianti (2020) juga menemukan bahwa rata-rata tingkat nyeri pasien

post operasi adalah nyeri sedang hingga nyeri berat.

41
Secara teori nyeri pasca bedah abdomen dikelompokkan sebagai

nyeri akut. Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba dan dihubungkan

dengan luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya kerusakan

jaringan atau injuri.Nyeri akut biasanya berkurang bersamaan dengan

penyembuhan (Smeltzer et al, 2010). Namun, nyeri akut secara serius

mengancam proses penyembuhan pasien harus menjadi priortas

perawatan (Potter & Perry, 2013). Menurut Heardman (2018) Nyeri akut

merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat dari kerusakan jaringan aktual atau

potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan.

Nyeri yang dirasakan timbul dari luka bekas insisi disebabkan karena

adanya stimulus nyeri pada daerah luka insisi yang menyebabkan

keluarnya mediator nyeri yang dapat menstimulasi tranmisi impuls

disepanjang serabut syaraf aferen nosiseptor ke substansi dan

diinterpretasikan sebagai nyeri (Janice & Cheever, 2014). Seorang

Individu dapat berespons secara biologi dan prilaku akibat nyeri yang

dapat menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi

keadaan umum, respon wajah dan perubahan tanda – tanda vital,

sedangkan, respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stres

sehingga sistem imun dalam peradangan dan menghambat penyembuhan

(Potter& Perry, 2010).

Lama nyeri akut pasca bedah pada jenis pembedahan abdomen

bawah dialami selama 2 sampai 3 hari, sedangkan pembedahan abdomen

42
atas individu akan mengalami nyeri diperkirakan 3 sampai 4 hari dengan

intensitas ringan sampai hebat. Semua prosedur laparatomi menyebabkan

nyeri sedang sampai hebat selama beberapa hari sampai beberapa minggu

(Japaries & Desen, 2014).

Nyeri akut setelah pembedahan setidak-tidaknya mempunyai fungsi

fisiologis positif, berperan sebagai peringatan bahwa perawatan khusus

harus dilakukan untuk mencegah trauma lebih lanjut pada daerah

tersebut. Tetapi hal ini merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti

oleh klien setelah pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum

kesadaran klien kembali penuh, dan semakin meningkat seiring dengan

berkurangnya pengaruh anestesi (Potter& Perry, 2010).

Dalam laparotomi, salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya

nyeri dikarenakan adanya reseptor dan rangsangan. Reseptor nyeri adalah

ujung saraf bebas yang terdapat pada kulit dan jaringan. Reseptor tersebut

yaitu sistem nosiseptor, dimana pada nosiseptor inilah pertama kali akan

dirasakannya nyeri. Stimulasi yang dihasilkan oleh reseptor nyeri

(nosiseptor) tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamin, bradikinin,

prostaglandin dan macam-macam asam. Rangsangan yang menyebabkan

nyeri yakni mekanis, suhu, dan kimiawi (Guyton & Hall, 2014). Zat

kimia tersebut akan menginisiasi ujung saraf dan mengirimkan impuls

nyeri ke otak. Terdapat dua jenis ujung saraf yang terdapat dalam

nosiseptor tersebut, yaitu serabut A-delta dan serabut C. Nyeri dapat

dirasakan jika serabut saraf perifer aferen yaitu berupa Adelta dan serabut

43
C diinduksikan oleh reseptor nyeri. Serabut A-delta akan mengimpulsikan

nyeri dengan cepat, jelas melokalisasi sumber nyeri, sensasi yang tajam

dan mendeteksi intensitas nyeri. Hal tersebut dikarenakan serabut A-delta

memiliki myelin. Lain hal pada serabu C yang menyampaikan impuls

yang terlokalisasi buruk, dan berukuran sangat kecil. Hal ini dikarenakan

serabut C tidak memiliki myelin. Serabut ini halus dan hantarannya

lambat serta bertanggung jawab terhadap nyeri tumpul, menyebar, dan

persisten (Price & Wilson, 2013)

Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta,

tetapi beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi

serabut C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan

dihantarkan langsung ke substansia gelatinosa pada kornu dorsalis

medula spinalis. Didalam kornu dorsalis akan terbentuk sinaps kimia

dengan menggunakan neurotransmitter seperti subtansi P dikeluarkan

sehingga mengakibatkan transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf

traktus spinolatamus. Sistem spinotalamus akan bersinapsis di thalamus

yang akhirnya pusat thalamus akan menerima informasi dengan cepat dan

menginterpretasikan nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu seorang

individu akan merasakan nyeri (Price & Wilson, 2013).

Berdasarkan analisa peneliti, rata-rata pasien yang menjalani operasi

laparotomi memiliki tingkat nyeri sedang, hal ini disebabkan oleh luka

insisi pada abdomen yang dapat mengeluarkan reseptor nyeri. Selain itu

dalam penelitian ini terdapat sebanyak 37,5% responden berjenis kelamin

44
perempuan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Atlanta Center For

Behavioral Medicine (2019) mengatakan bahwa wanita lebih ambang

nyeri lebih tinggi 50% daripada laki-laki. Oleh sebab itu nyeri pada

pasien post laparotomi perlu diperhatikan untuk membrikan kenyamanan

pasien dalam proses penyembuhan.

B. Bivariat

a. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post

Operasi Laparotomi

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh mobilisasi dini terhadap

tingkat nyeri pasien post laparotomi diperoleh hasil uji statistic dengan

nilai p 0,000 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang sifnifikan antara

mobiliasasi dengan tingkat nyeri pasien post operasi laparotomPenelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daud (2018) yang

menemukan bahwa terdapat pengaruh mobilisasi dini dalam penurunan

nyeri dan penyembuhan luka pasien post laparotomi dengan p value

0.001. Penelitian yang dilakukan oleh Arianti (2020) selain memiliki

pengaruh yang efektif dalam penurunan skala nyeri pasien post operasi

dengan nilai p = 0,000, juga efektif dalam meningkatkan peristaltic usus

pasien post operasi dengan nilai p= 0,000.

Mobilisasi yang dilakukan pada pasien post operasi laparotomi yang

mengalami nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama

karakteristik individu yang melakukan mobilisasi diantaranya usia, jenis

45
kelamin, serta pengalaman sebelumnya (Potter, P.A, & Perry,2013).

Dalam penelitian ini, sebagian besar usia responden berada pada kategori

dewasa akhir yaitu sebanyak 75.0%. Proses penuaan membuat seseorang

menyebabkan keadaan seseorang menjadi lemah karen berkurangnya

sebagian besar cadangan sistem fisiologis tubuh (Susanto, 2018). Proses

tersebut membuat lansia menjadi pasif dan cendrung tidak mau

melakukan mobilisasi sehingga berisiko mengalami penurunan kekuatan

otot (Anggarani, 2018). Pada laki-laki dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam merespon nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).

Secara teori mobilisasi dini yaitu proses aktivitas yang dilakukan

setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai

dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan

ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002). Mobilitas atau mobilisasi

merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,

dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya. (Hidayat, 2009). Sementara menurut

Carpenito & Lynda Jual (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek

yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk

mempertahankan kemandirian

Salah satu manfaat mobilisasi adalah meningkatkan sirkulasi

peredaran darah, meningkatnya sirkulasi perdaran darah menimbulkan

proses vasokontirksi yang di ikuti dengan vassodilatasi local sehingga

merangsang peningkatan tonus otot kemudian jarigan akan

46
menghangatkan tubuh. Proses tersebut sagat membantu dalam penurunan

tingkat nyeri pasien post operasi di mana daerah yang mengalami iskemia

akan di beri nutrisi sehingga oksigen pada sel dapat kembali

menimbulkan pacuan terhadap syaraf. (Potter& Perry, 2010).

Menurut A. Aziz Alimul (2013) manfaat mobilisasi dini bagi pasien

pasca operasi adalah penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan

mobilisasi dini. Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan

kembali normal sehingga otot perut menjadi kuat kembali dan

mempercepat kesembuhan. Manfaat yang diperoleh apabila melakukan

mobilisasi dini peristaltik usus kembali normal, faal usus dan kandung

kemih lebh baik. Mobilisasi dini akan membantu mempercepat organ-

organ tubuh bekerja seperti semula serta dapat mencegah terjadinya

thrombosis dan tromboemboli (Smeltzer, 2006).

Selain itu menurut Hidayat (2006) Penurunan skala nyeri dapat

dipengaruhi oleh adanya pengalihan pemusatan perhatian klien, yang

sebelumnya berfokus pada nyeri yang dialami, namun saat dilakukan

mobilisasi dini, pemusatan perhatian terhadap nyeri dialihkan pada

kegiatan mobilisasi dini. nyeri yang terjadi pada seseorang akibat adanya

rangsang tertentu seperti tindakan operasi, dapat diblok ketika terjadi

interaksi antara stimulus nyeri dan stimulus pada serabut yang

mengirimkan sensasi tidak nyeri diblok pada sirkuit gerbang penghambat.

Dalam pelaksanaan mobilisasi dini untuk mencegah terjadinya

cidera, maka perawat yang terlatih perlu memberikan pendidikan

47
kesehatan tentang mobiliisasi dini terhadap pasien (Thomson, 2002).

Mobilisasi dini pada pasien pasca operasi adalah mobilisasi yang

dilakukan segera setelah klien sadar dari anastesi atau 6-10 jam setelah

operasi yang dilakukan secara bertahap (Kasdu, 2003).

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,

meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khusunya

penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Wahyudi & Wahid,

2016). Hasil penelitian Lestari (2014) menyebutkan bahwa mobilisasi

dini atau pergerakan yang dilakukan sesegera mungkin akan berpengaruh

pada proses penyembuhan dan lamanya hari rawat. Mobilisasi dini

dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari 6 jam setelah operasi, 6-10

jam setelah operasi dan setelah 24 jam pasca operasi (Kasdu, 2003).

Menurut Kasdu (2003) pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring

dan boleh menggerakkan lengan,tangan, menggerakkan ujung jari kaki

dan memutar pergelangan kaki,mengangkat tumit, menegangkan otot

betis serta menekuk danmenggeser kaki, kemudia setelah 6-10 jam pasien

diharuskan untuk bisa miring kiri dan kanan dan setelah 24 jam pasien

diajarkan untuk duduk, setelah bisa duduk pasien diajarkan untuk

berjalan. Mobilisasi dini berperan penting pula untuk mengurangi nyeri

dengan cara menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau

daerah pembedahan, mengurangi aktivasi mediator kimiawi pada proses

peradangan yang meningkatkan respon nyeri, serta meminimalkan

48
transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat (Pristahayuningtyas &

Kalimantan, 2016).

Berdasarkan analisa peneliti, mobilisasi dini merupakan intervensi

mandiri perawat yang efektif dan lebih ekonomis dalam mengatasi nyeri

pasien post laparotomi karena tidak memerlukan alat dan bahan yang

susah didapatkan, namun perlu juga untuk memperhatikan tingkat

keparahan pasien dan kehati-hatian dalam melakukan prosedur mobilisasi

dini.

49
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul Pengaruh

Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Laparotomi Di Instalasi

Bedah Rsup Dr.M.Djamil Padang Tahun 2021. Maka dapat disimpulkan :

1. Rerata skala nyeri pasien post laparotomi sebelum dilakukan intervensi

mobilisasi dini adalah 5,56 (Nyeri Sedang).

2. Rerata skala nyeri pasien post laparotomi setelah dilakukan intervensi

mobilisasi dini adalah 4,19 (Nyeri Sedang).

3. Hasil uji wilcoxon didapatkan nilai p value yaitu 0,000 yang berarti

terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap perbedaan rata-rata tingkat

nyeri pasien post laparotomi.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil Padang

Diharapkan dengan adanya penelitian ini tentang pengaruh mobilisasi dini

terhadap penurunan nyeri, Rumah sakit dapat membuat SOP melalui

pimpinan rumah sakit secara tertulis untuk diterapkan di ruang bedah

dalam memanajemen nyeri pasien post operasi laparotomi serta

diharapkan mobilisasi ini dijadikan intervensi mandiri perawat dalam

mengatasi nyeri pasien post laparotomi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

50
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi wawasan baru bagi ilmu

keperawatan tentang pengaruh mobilisasi dini terhadap penurunan nyeri

pasien post operasi laparotomi.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang sama

dengan desain yang berbeda atau dengan membandingkan intervensi

mobilisasi dini dengan intervensi lain dalam penangnan nyeri pasien post

laparotomi.

51
DAFTAR PUSTAKA

Andri, J. (2020). Nyeri Pada Pasien Post Op Frkatur Ekstremitas Bawah Dengan
Pelaksanaan Mobilisasi dan Ambulasi Dini. Jurnal ofTelenursing.
Arianti. (2020). Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus dan Skala
Nyeri Pasien Post Pembedahan. JournalofHolisticNursingScience.
Arisanty. (2016). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC
Black, Joiyce M, & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan (8th ed.). Elsevier Inc.
Blichfeldt. ( 2017). Treating Post-Operative Pain. Vol. 26;179(26):V02170090
BrunnerandSuddarth.(2002). Booksteachnursingmedicalsurgery. Jakarta: EGC;
Dahlan,MS,. (2018). Membuat ProtokolPenelitian Bidang Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Daud,I,. Wahdiana,R,. Mulyani, Y,. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap
Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Dengan Post Op Laparotomi Di
Ruang Bedah Umum RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018.
Gustydkk (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Pasien Pasca Operasi Abdomen
Terhadap Penyembuhan Luka Dan Fungsi Pernafasan. NERS Jurnal
Keperawatan.
Hidayat, AA,. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Jakarta: Heath Books
Janice L., &Cheever, K. H. (2014).
Brunner&Suddarth’stextbookofmedicalsurgicalnursing (13th ed.).
Lippincott Williams &Wilkins.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). (2017). Pedoman
NasionalPelayanan Kedokteran Anestesiologi dan Terapi Intensif.
Kusumayanti, devuniluh putu. (2018). Factorsaffectingthedurationoftreatment in
postoperative Laparotomi patients in the BRSU Tabanan inpatientfacility.
JAP.; 2 (3); 186-193
Lestari, Y. E. (2014). Pengaruh ROM Exercise Dini pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstermitas Bawah (Fraktur Femur dan Fraktur Cruris) terhadap
Lama Hari Rawat di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri. Jurnal
Ilmu Kesehatan, 3(1)
Miladinia, M., Pishgooie, A. H., Aliyari, S., & Nouri, E. M. (2017). The
comparison of the effect of two complementary medicine methods (Music

52
therapy and massage therapy) on postoperative acute pain after abdominal
surgery: A randomized clinical trial study. Iranian Red Crescent Medical
Journal, 19(6). https://doi.org/10.5812/ircmj.14974
National Emergency Laparotomy Audit (NELA). (2019). Patients Report. Diakses
Pada Tanggal 3 Mei 2021 Search Results - National Emergency
Laparotomy Audit (nela.org.uk)
Netty Indarmein. (2012). Early mobilization relationship with post operative
wound healing Caesarean section in hospital obstetricwardsjoin H. Abdul
Manap cityof Jambi. Jambi serieuniversityresearchjournalScience. 2013;
15 (1); 59-70
Notoadmojo,. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Padila.( 2012). Booksteachnursingmedicalsurgery. Yogyakarta: Nuha medica
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktek (7th ed.). Jakarta: EGC.
Potter, P.A, & Perry, A. . (2013). Fundamental of Nursing (8th ed.). Elsevier
Mosby.
Pristahayuningtyas, R. C. Y., & Kalimantan, J. (2016). Pengaruh Mobilisasi Dini
terhadap Perubahan Tingkat Nyeri Klien Post Operasi Apendektomi di
Rumah Sakit Baladhika Husada Kabupaten Jember. Pustaka Kesehatan,
4(1), 102–107
Rawal N, Svensson E, Idvall E.(2016). Development of a question-naire to
measure patient-reported postoperative recovery: content validity and
intra-patient reliability. Journal of Evaluation in Clinical Practice.
Riyanto. A,. (2017). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan.Yogyakarta: Nuha
Medika
Sandy tyas.PS. (2015). Surgicalwoundinfection in postoperative Laparotomi
patients. Journalofappliednursing; (1); 14-24
Smeltzer et al. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Kedokteran EGC.
Sari, I. M. (2016). Pengalaman Rasa Nyeri Dan Pengekspresiannya Pada Pasien
Pasca Operasi. Siegel, R. L., Miller, K. D., Goding Sauer, A., Fedewa, S.
A., Butterly, L. F., Anderson, J. C., Cercek, A., Smith, R. A., & Jemal, A.
(2020). Colorectal cancer statistics, 2020. CA: A Cancer Journal for
Clinicians, 70(3), 145–164.
Sjamsuhidajat, Wimde.Jong. (2014). Booksteachsurgery, 3rd edition, volume 1.
Jakarta: EGC

53
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta: EGC
Wahyudi, A. S., & Wahid, A. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta: Mitra Wacana Media
Wijaya, AS, Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika
World Health Organization (WHO). (2015). Laparotomy and AbdominalTrauma.
Essential Health Technologies Clinical Procedures. Diakses Pada Tanggal
1 Mei 2021 Clinical Procedures (who.int)
Yuliana. (2019). Early MobilizationIncreasesWoundHealing On
PostLaparatomyPatients.Proceedingsoftheinternationalnursingconference
onChronicDiseaseManagement Pekalongan.

54
1. Lampiran Master Tabel

Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post


Laparotomi Di Instalasi Bedah Rsup Dr.M.Djamil
Padang Tahun 2021

55
2. Lampiran Analisa Data

Statistics

jenis kelamin

N Valid 16

Missing 0

56
jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 10 62.5 62.5 62.5

perempuan 6 37.5 37.5 100.0

Statistics

Usia

N Valid 16

Missing 0

57
usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dewasa awal 4 25.0 25.0 25.0

Dewasa akhir 8 50.0 50.0 50.0

Lansia 4 25.0 25.0 25.0

Total 16 100.0 100.0 100.0

58
Statistics

nyer
nadi suhu i
usia sistol pre diastol pre RR pre Nadi Pre suhu pre nyeri pre sistol post diastol post rr post post post post

N Valid 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 45.25 127.75 86.62 24.62 85.38 36.531 5.56 121.94 78.44 19.88 81.75 36.34 4.19

Std. Deviation 19.86 1.04


13.015 16.976 11.983 17.045 21.790 .4175 .964 18.448 9.825 3.897 .378
5 7

Minimum 20 92 67 15 20 36.0 4 100 60 15 19 36 3

Maximum 70 158 117 88 131 37.0 7 167 102 33 125 37 6

59
pre test post test

Descriptives

pre test post test Statistic Std. Error

nyeri pre post pre test Mean 5.56 .241

95% Confidence Interval for Lower Bound 5.05


Mean
Upper Bound 6.08

5% Trimmed Mean 5.57

Median 6.00

Variance .929

Std. Deviation .964

Minimum 4

Maximum 7

60
Range 3

Interquartile Range 1

Skewness -.457 .564

Kurtosis -.591 1.091

post test Mean 4.19 .262

95% Confidence Interval for Lower Bound 3.63


Mean
Upper Bound 4.75

5% Trimmed Mean 4.15

Median 4.00

Variance 1.096

Std. Deviation 1.047

Minimum 3

Maximum 6

61
Range 3

Interquartile Range 2

Skewness .375 .564

Kurtosis -.948 1.091

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
pre test post
test Statistic df Sig. Statistic df Sig.

nyeri pre post pre test .300 16 .151 .853 16 .015

post test .196 16 .101 .872 16 .029

a. Lilliefors Significance Correction

62
Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

nyeri post - nyeri pre Negative Ranks 16a 8.50 136.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 16

a. nyeri post < nyeri pre

b. nyeri post > nyeri pre

c. nyeri post = nyeri pre

63
Test Statisticsb

nyeri post - nyeri


pre

Z -3.640a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

64
3. Lampiran Surat Izin Penelitian

65
4. Lampiran Surat Izin Balasan Penelitian

66
5. Lampiran Surat Lolos Uji Etik

67
6. Lampiran Izin Penelitian Irna Bedah

68
7. Lampiran Lembar Konsultasi

69
70
8. Lampiran Jadwal Kegiatan

Nama : Ermayani
NIM : 1902115
JUDUL : PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKATNYERI PADA PASIEN POST
LAPAROTOMY DI INSTALASI BEDAH RSUP DR.M.DJAMIL PADANG TAHUN 2021

BULAN / MINGGU

NO URAIAN Maret April Mei Juni Juli Agustus

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

ACC Judul

Konsultasi Skripsi

Seminar Skripsi

Perbaikan Skripsi

Peneltian/Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Penyusunan Skripsi

Konsultasi Skripsi

Ujian Sidang Skripsi

Perbaikan Skripsi

71
Pengumpulan Skripsi

Pembimbing I Pembimbing II Peneliti

Harmawati, S.Kp, M.Kep Niken, M.Pd Ermayani

72
9. Lampiran Permohonan Menjadi Responden

PERSETUJUAN SEBELUM PENELITIAN (PSP)


Kepada :
Bapak/Ibu responden
Di
RSUP Dr. M. Djamil Padang

Dengan hormat
Saya mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Syedza Saintika.
Nama : Ermayani
NIM : 1902115

Akan melakukan penelitian tentang “PENGARUH MOBILISASI DINI


TERHADAP TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST LAPAROTOMY
DIINSTALASI BEDAH RSUP DR.M.DJAMIL PADANG TAHUN 2021”untuk itu
saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian
ini. Saya berharap bapak/ibuk dapat bekerjasama dengan saya dalam memberikan
umpan balik terhadap terapi yang saya berikan dengan memberikan informasi yang
sebenar-benarnya.
Saya sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu dalam
membantu saya selama memberikan terapi..
Atas kesediaan dan kerja sama Bapak/Ibu sebagai responden, saya ucapkan
terima kasih.

Padang, 2021

Peneliti

(ERMAYANI)

73
INFORMED CONCENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Syedza Saintika yang berjudul “PENGARUH

MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST

LAPAROTOMY DIINSTALASI BEDAH RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

TAHUN 2021” yang dilakukan oleh ERMAYANI Tanda tangan saya menunjukkan saya

sudah diberi informasi dan memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Padang, .......... 2021


Responden

(N a m a)

74
10. Lampiran Instrumen Penelitian

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


Berilah tanda checklist (√) pada kolom di bawah ini, jika sudah

dilakukan:

No Tindakan Hasil
Dilakukan Tidak
dilakukan
1 Tahap 1,pada 6 jam pertama
a) Menggerakkan lengan
b) Menggerakkan tangan
c) Menggerakkan ujung jari kaki
d) Memutar pergelangan kaki
e) Mengangkat tumit
f) Menegangkan otot betis
g) Menekuk kaki
h) Menggeser kaki
2 Tahap 2, 6-10 jam
a) Miring kiri
b) Miring kanan

75
Lampiran. Lembar penilaian Pre- Test Post-Test
Lembar Observasi
A. Data Demografi

a. Nama :

b. Jenis kelamin :

c. Usia :

d. Riwayat operasi sebelumnya :

e. Penyakit lain yang diderita saat ini :

B. Penilaian Nyeri Pre-test

Tanda-Tanda Vital
No Tanda-tanda vital Hasil

1 Tekanan darah ………mmHg

2. Frekuensi napas ………x/menit

3. Frekuensi nadi ………x/menit

4. Suhu tubuh ………0C

NumericRatingScale/ NRS

Tidak nyeri 0
Nyeri ringan 1
2
3
Nyeri sedang 4
5
6
Nyeri berat 7
8
9

76
C. Penilaian Nyeri Post-test

Tanda-Tanda Vital
No Tanda-tanda vital Hasil

1 Tekanan darah ………mmHg

2. Frekuensi napas ………x/menit

3. Frekuensi nadi ………x/menit

4. Suhu tubuh ………0C

NumericRatingScale/ NRS

Tidak nyeri 0
Nyeri ringan 1
2
3
Nyeri sedang 4
5
6
Nyeri berat 7
8
9

77
11. Lampiran Kurikulum Vitae

Curiculum Vitae

Nama : Ermayani, Amd. Kep

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL :Banda aceh , 22 agustus 1970

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Alamat : comlpexEmilindo Blok B no 8 Pengambiran Padang

Riwayat Pendidikan :

- SD impress

- SMPN labuhan deli

-SPK glugur

- poltekeskemenkes padang

Riwayat Pekerjaan :

- Perawat pelaksana mata 1995 – 2005

- Perawat bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang 2005

- Katim CW RSUP Dr. M.Djamil Padang 2006-2011

- Katim HCU Bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang 2012-2015

- Katim CP RSUP Dr. M.Djamil Padang 2016

- Karu HCU/Luka bakar 2017-sekarang

78
12. Lampiran Dokumentasi

79

Anda mungkin juga menyukai