Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIS DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RST dr.SOEDJONO MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh
Galih Desy Ramadhani
NIM. P1337420517087

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIS DENGAN FOKUS STUDI PENGELOLAAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RST dr.SOEDJONO MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir


Pada Program Studi DIII Keperawatan Magelang

Oleh :
Galih Desy Ramadhani
P1337420517087

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :Galih Desy Ramadhani

NIM :P1337420517087

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan kasus yang saya tulis ini adalah

benar-banar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan

tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran

saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan

kasus ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas tersebut

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Magelang, 24 Januari 2020

Yang membuat pernyataan,

Galih Desy Ramadhani


P1337420517087

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal laporan studi kasus oleh Galih Desy Ramadhani NIM. P1337420517087,

dengan judul :

Asuhan Keperawatan Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Dengan Fokus


Studi Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
Di RST dr.Soedjono Magelang
ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Magelang, 24 Januari 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Sunarmi, S, ST., M. Kes. Sunarko, S.Pd,. M,Med.Ed.


NIP. 197105092002122001 NIP. 196911181990031003

LEMBAR PENGESAHAN

iii
Laporan Kasus oleh Galih Desy Ramadhani NIM. P1337420517087

dengan Judul Asuhan Keperawatan Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Dengan Fokus Studi Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di

RST dr.Soedjono Magelang ini telah dipertahankan di depan dewan penguji

pada tanggal 24 Januari 2020

Dewan Penguji

Heru Supriyatno, MN. Ketua


(…………………)
NIP. 196211101990031005

Sunarko, S.Pd., M.Med.Ed. Anggota (…………………)


NIP. 196911181990031003

Sunarmi, S. ST., M. Kes. Anggota (…………………)


NIP. 197105092002122001

Mengetahui,
Ketua Perwakilan Jurusan Keperawatan Magelang

Hermani Triredjeki, S. Kep, Ns,M. Kes


NIP. 196902221988032001

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Dengan Fokus Studi Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di RST

dr.Soedjono Magelang”. Berkat bantuan, arahan serta bimbingan dari berbagai

pihak maka Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Marsum, BE., S.Pd., MHP., Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Semarang.

2. Suharto, MN., Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Semarang.

3. Hermani Triredjeki, S.Kep., Ns., M.Kes., Perwakilan Jurusan

Keperawatan Magelang dan Ketua Program Studi DIII Keperawatan

Magelang.

4. Sunarmi, S, ST., M. Kes. dan Sunarko, S.Pd,. M,Med.Ed. selaku

pembimbing satu dan dua yang telah memberikan bimbingan dan arahan

dalam penyusunan Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Heru Supriyatno, MN. selaku dosen penguji Laporan Kasus Karya Tulis

Ilmiah peminatan medikal bedah.

6. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Program Studi D III Keperawatan

Magelang

v
7. Staf perpustakaan Program Studi D III Keperawatan Magelang atas

bantuan informasi yang penulis dapatkan.

8. Kedua orang tua saya Bapak Warno dan Ibu Kusmiatun, serta kakak saya

Galuh Kusuma Wardani yang selalu mendoakan dan memberikan

semangat serta motivasi bagi saya dalam penyusunan Laporan Kasus

Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Magelang angkatan

Antasena khususnya Antasena II dan rekan satu pembimbing, yang telah

membantu saya dalam penyusunan Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan doa, semangat, dukungan dan bantuan kepada saya dalam

menyusun Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis disini menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus Karya

Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan

saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk

perbaikan selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan

manfaat bagi yang membaca.

Magelang, 24 Januari 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN i

HALAMAN SAMPUL DALAM ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv

HALAMAN PENGESAHAN v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penulisan 3

D. Manfaat Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

A. Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas 6

1. Definisi 6

2. Faktor Penyebab Ketidakefetifan Bersihan Jalan Nafas 6

3. Tanda dan Gejala Keidakefektifan Bersihan Jalan Nafas 7

4. Dampak Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas 9

5. Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas 10

vii
B. Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 15

1. Definisi 15

2. Etiologi 16

3. Klasifikasi 17

4. Patofisiologi 18

5. Manifestasi Klinis 19

6. Komplikasi 19

7. Pemeriksaan Penunjang 21

8. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 22

9. Pathway 26

C. Konsep Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada

Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 27

1. Pengkajian 27

2. Masalah Keperawatan 31

3. Rencana Tindakan Keperawatan 33

BAB III METODE PENELITIAN 35

A. Jenis Penelitian 35

B. Subjek Penelitian 35

C. Fokus Studi 36

D. Definisi Operasional Fokus Studi 36

viii
E. Tempat dan Waktu Penelitian 37

F. Instrumen Penelitian 37

G. Metode Pengumpulan Data 37

H.Analisis Data dan Penyajian Data 38

I. Etika Penelitian 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pengkajian

2. Analisa Data

3. Diagnosa Keperawatan

4. Intervensi Keperawatan

5. Implementasi Keperawatan

6. Evaluasi

B. Pembahasan

1. Pengkajian

2. Diagnosa Keperawatan

3. Intervensi Keperawatan

4. Implementasi Keperawatan

5. Evaluasi

C. Keterbatasan

ix
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway...................................................................................

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Pengelolaan Asuhan Keperawatan

Lampiran 2 : Lembar Standar Operasinal Prosedur (SOP) Batuk Efektif

Lampiran 3 : Lembar Daftar Riwayat Hidup

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit

yang dapat diobati dan dicegah yang ditandai dengan hambatan aliran

udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan

berhubungan dengan respon inflamasi terhadap zat berbahaya, disertai

efek ekstraparu yang mempengaruhi derajat berat penyakit (Global

Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2019). PPOK adalah

penyakit yang progresif ditandai dengan konstruksi aliran darah dan

kerusakan parenkim paru (Currie, 2009). Menurut Padila (2012) PPOK

adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan disertai

dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara.

Menurut GOLD, PPOK merupakan penyebab kematian keempat di

dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian

ketiga di dunia. Global Burden of Disease Study melaporkan prevalensi

251 juta kasus PPOK secara global pada tahun 2016. Diperkirakan 3,17

juta kematian disebabkan oleh penyakit ini pada tahun 2015 (yaitu, 5%

dari semua kematian secara global pada tahun itu) (WHO, 2017).

Menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, prevalensi PPOK

di Indonesia mencapai 3,7%. Dimana prevalensi PPOK tertinggi terdapat

di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%),

Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan masing-masing (6,7%), sedangkan

1
2

prevalensi untuk propinsi Jawa Tengah mencapai 3,4%. Menurut

karakteristik prevalensi tersebut PPOK lebih tinggi diderita oleh pada laki-

laki dibanding perempuan dan PPOK lebih tinggi di perdesaan dibanding

perkotaan (Riskesdas, 2013).

Proses terjadinya PPOK sendiri karena terpapar suatu allergen,

khususnya pada perokok aktif yang lama kelamaan akan mengakibatkan

edema pada bronkus, kemudian terjadi spasme dan ada peningkatan sekret

yang mengakibatkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaan dimana individu

tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk

mempertahankan kepatenan jalan nafas. Karakteristik dari ketidakefektifan

bersihan jalan nafas adalah batuk dengan akumulasi sputum, sesak, suara

nafas abnormal atau Ronkhi (Potter dan Perry, 2016).

Dampak dari pengeluaran dahak yang tidak lancar akibat

ketidakefektifan jalan nafas adalah klien mengalami obstuksi jalan nafas

sehingga klien kesulitan bernafas dan gangguan pertukaran gas di dalam

paru paru yang mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta

merasa lemah.. Untuk itu perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang

lengket sehingga dapat bersihan jalan nafas kembali efektif (Nugroho,

2011)

Salah satu intervensi keperawatan yang dilaksanakan pada klien

PPOK yaitu mengeluarkan sekret agar saluran pernafasan kembali efektif.


3

Tindakan yang biasa dilaksanakan pada klien untuk mengeluarkan sekret

yaitu dengan batuk efektif.

Batuk efektif merupakan suatu metode batuk yang benar, dimana

klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat

mengeluarkan dahak secara maksimal dengan tujuan menghilangkan

ekspansi paru, mobilisasi sekresi, mencegah efek samping dari retensi ke

sekresi (Nugroho, 2011). Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien

dianjurkan untuk minum air hangat untuk mengencerkan dahak. Setelah

itu dianjurkan insprasi dalam. Hal ini dilakukan selama dua kali.

Kemudian setelah inspirasi yang ketiga, anjurkan klien untuk

membatukkan dengan kuat (Pranowo, 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penting untuk

memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) Dengan fokus studi Ketidakefektifan Bersihan Jalan

Nafas.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien PPOK dengan fokus studi

ketidakefektifan bersihan jalan nafas

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada klien PPOK dengan fokus

studi ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

2. Tujuan Khusus
4

Tujuan khusus dalam penulisan karya tulis ilmiah ini diantaranya :

a. Mendiskripsikan hasil pengkajian pada klien PPOK dengan fokus

studi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b. Mendiskripsikan masalah keperawatan PPOK dengan fokus studi

ketidakefektifan bersihan jalan nafas

c. Mendiskripsikan tindakan keperawatan pada klien PPOK dengan

fokus studi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

d. Mendiskripsikan hasil evaluasi keperawatan pada klien PPOK

dengan fokus studi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas ilmu

khususnya mengenai ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien

dengan PPOK.

2. Manfaat Praktis

a. Institusi Pendidikan

Diharapkan mampu menambah referensi ilmu pengetahuan dan

mengembangkan keterampilan mahasiswa dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien PPOK dengan fokus studi

ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b. Tenaga Kesehatan
5

Menambah pengetahuan dan informasi dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien PPOK dengan fokus studi ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

c. Penulis

Menambah pengetahuan dan memberikan pengalaman dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien PPOK dengan fokus

studi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

d. Klien

Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan tentang

cara mengeluarkan sekret dengan teknik batuk efektif


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

1. Definisi

Menurut Juall, L. & Carpenito (2013) ketidakefektifan bersihan

jalan nafas adalah kondisi ketika individu mengalami ancaman pada

status pernafasan mereka akibat ketidakmampuan untuk batuk secara

efektif. Sedangkan menurut Herdman & Kamitsuru (2015)

ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaam dimana

individu tidak mampu membersihkan sekresi atau obstruksi dari

saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Beersihan

jalan nafas tidak efektif adalah ketikmampuan membersihkan secret

atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap

paten (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2016).

Jadi bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan

dimana seseorang tidak mampu untuk membersihkan secret serta

mempertahankan jalan nafasnya

2. Faktor Penyebab Ketidakefetifan Bersihan Jalan Nafas

Menurut PPNI (2016) faktor penyebab ketidakefektifan bersihan

jalan nafas di antaranya:

a. Spasme jalan nafas

b. Hipesekresi jalan nafas

c. Disfungsi neuromuskuler
7

d. Sekresi yang tertahan

e. Hyperplasia dinding jalan nafas

f. Proses infeksi

g. Respon alergi dan efek agen farmakologis

Menurut Wilkinison (2012) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi ketidakefektifan bersihan jalan nafas di antaranya

yaitu lingkungan. Lingkunan hidup yang padat dan pemukiman di

wilayah perkotaan kemungkinan besar berperan sekali dalam

peningkatan kasus bersihan jalan nafas tidak efektif. Faktor lain

yang mempengaruhi ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu

obstruksi jala nafas dimana terjadi spasme jalan nafas, kesulitan

mengeluarkan secret, mucus berlebih, eksudat di alveoli dan

benda asing di jalan nafas. Di samping itu bersihan jalan nafas

tidak efektif juga dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu

disfungsi neuromuskuler, hiperplasia dinding jalan nafas, infeksi

dan respon alergi jalan nafas.

3. Tanda dan Gejala Keidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Ada beberapa tanda dan gejala yang menunjukkan adanya masalah

pada bersihan jalan nafas yaitu:

a. Batuk

Gejala batuk biasanya muncul paling awal dan merupakan keluhan

utama yang paling mengganggu. Batuk pada dasarnya adalah

mekanisme pembersihan jalan nafas. Batuk menunjukkan adanya


8

mucus yang banyak pada saluran nafas karena adanya inflamasi

oleh bakteri, visrus maupun jamur. Klien dengan masalah

keidakefektifan bersihan jalan nafas biasanya mengeluhkan batuk

yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi dari

bronkus.

b. Sputum

Pembentukan sputum adalah reaksi paru-paru terhadap setiap iritan

yang kambuh secara konstan. Masalah ketidakefektifan bersihan

jalan nafas akan terbentuk peningkatan pembentukan sputum

karena trakeobronkial akan memproduksi mucus lebih banyak.

c. Dispnea

Dispnea atau sesak nafas merupakan keadaan yang sering

ditemukan pada masalah gangguan pernafasan. Yang dimaksud

dengan dispnea adalah kesulitan bernafas yang disebabkan oleh

suplai oksigen ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan

oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Dispnea disebabkan oleh

adanya obstrksi jalan nafas yang mengakibatkan klien mengalami

kekurangan oksigen. Ketika klien mengalami kekurangan oksigen

maka klien menjadi kesulitan bernafas.

d. Suara Nafas Tambahan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, saat dilakukan auskultasi

akan terdengar suara tambahan yaitu ronkhi. Ronkhi merupakan

bunyi diskontinu singkat yang meletup-letup yang terdengar pada


9

fase inspirasi maupun ekspirasi. Ronkhi mencerminkan adanya

letupan mendadak jalan nafas kecil yang sebelumnya tertutup dan

penutupan jalan nafas regional dikarenakan penimbunan mucus

pada saluran nafas (Price & Wilson, 2005).

4. Dampak Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Dampak dari ketidakefektifan bersihan jalan nafas di antaranya

yaitu adanya obstruksi jalan nafas, pemenuhan kebutuhan oksigen

tidak tercukupi dan gangguan pertukaran gas.

a. Obstruksi Jalan Nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat mengakibatkan

obstruksi jalan nafas karena adanya akumulasi sputum yang

berlebih sehingga terjadi sekresi yang tertahan yang menimbulkan

penyumbatan pada sirkulasi udara yang melalui batang

tenggorokan ke paru-paru.

b. Kebutuhan Oksigen Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat mempengaruhi

pemenuhan oksigen tidak tercukupi karena adanya obstruksi jalan

nafas mengakibatkan oksigen yang masuk ke tubuh sedikit.

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam

kehidupan manusia. Dalam tubuh oksigen berperan penting dalam

proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yang

bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian (Bachtiar, 2015).


10

c. Ganggua Pertukaran Gas

Produksi sputum yang berlebih berdampak pada proses

pembersihan yang mungkin tidak efektif lagi sehingga sputum

akan tertimbun (Muttaqin, 2010). Sekresi yang sangat banyak

dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu pertukaran gas

yang efektif (Smeltzer & Bare, 2010). Jika pertukaran gas dalam

paru-paru tidak optimal maka dapat menyebabkan system

pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh sehingga

dapat berdampak buruk yaitu terjadinya gagal nafas.

Selain itu ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat

mengakibatkan dampak tidak langsung diantaranya ansietas atau

cemas, kelelahan, kesulitan tidur, nafsu makan berkurang. Ansietas

bisa disebabkan oleh keluhan sputum yang tak kunjung bisa

dikeluarkan sehingga klien menjadi khawatir. Sedangkan kelelahan

disebabkan oleh adanya batuk yang terus-menerus. Selain itu

dampak yang sering terjadi yaitu nafsu makan klien menurun. Hal

ini mengakibatkan penurunan nutrisi sehingga terjadi penurunan

berat badan.

5. Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Klien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat

dikelola dengan cara manajemen jalan nafas dan monitoring

pernafasan.
11

a. Manajemen Jalan Nafas

Manajemen jalan nafas dilakukan dengan tujuan mempertahankan

kepatenan jalan nafas. Adapun cara-cara untuk mempertahankan

jalan nafas meliputi:

1) Mengatur Posisi untuk Meringankan Ventilasi

Posisi yang dapat meringankan ventilasi adalah posisi semi

fowler. Posisi semi fowler memberikan kesempatan paru-paru

berkembang secara maksimal akibat diafragma turun ke bawah.

2) Pemberian Asupan Cairan

Pemberian asupan cairan perlu diberikan secara adekuat untuk

menjaga kelembaban saluran pernafasan sehingga

mempermudah pengeluaran sekret.

3) Memberikan Bantuan Terapi Nebulizer

Menurut Syamsudin (dalam Purnomo, 2017) nebulizer adalah

alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk cair ke

bentuk partikel aerosol, bentuk aerosol ini sangat bermanfaat

apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru, nebulizer

menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang dihasilkan

oleh kompresor, volume isi adalah jumlah total cairan obat

yang dihasilkan yang diisi ke dalam labu nebulizer pada tiap

kali nebulisasi.
12

4) Melakukan Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada adalah tindakan mobilisasi sekresi

pulmonal, yang terdiri dari postural drainase, perkusi dan

vibrasi. Dengan diikuti batuk efektif atau suction. Fisioterapi

dada dilakukan pada klien dengan produksi sputum

berlebihan (Potter, P.A & Perry, 2010).

Tindakan Fisioterapi dada Berdasarkan implementasi

dilakukan tindakan fisioterapi dada setiap hari dapat

membantu membersihkan dan mengeluarkan secret serta

melonggarkan jalan nafas, fisioterapi dada dilakukan dengan

cara 3 teknik yaitu postural drainase, vibrasi (getaran), dan

perkusi (ketukan) (Maidartati, 2014). Selain itu, perawat

juga mengajarkan klien untuk melakukan nafas dalam dan

batuk efektif, batuk efektif merupakan salah satu tindakan

keperawatan yang efektif untuk membantu mengeluarkan

dahak yang melekat pada jalan nafas dan menjaga paru-paru

agar tetap bersih jika fisioterapi dada dilakukan dengan

benar (Muttaqin, 2008). Adapun langkah- langkah

untuk melakukan fisioterapi dada yaitu:

a. Postural Drainase

Postural drainase adalah teknik pembersihan saluran

nafas yang membantu orang dengan produksi lendir dari


13

paru-paru. Paru-paru terdiri dari lima lobus, tiga di sisi

kanan dan dua di sisi kiri rongga dada. Setiap lobus

dibagi lagi menjadi beberapa segmen. Tujuan postural

drainase adalah untuk membantu menguras lendir dari

masing-masing lobus ini ke saluran udara yang

lebih besar sehingga bisa terbatuk lebih mudah.

Postural drainase umumnya dilakukan selama tiga

sampai lima menit pada setiap segmen dengan bantuan

bantal untuk memposisikan klien.

b. Perkusi

Perkusi menggunakan tangan tertangkup dan

bergantian menepuk kedua tangan di dinding dada

klien. Tangan Anda tidak boleh rata tapi ditangkupkan

sepanjang waktu seolah-olah Anda memegang cairan di

dalamnya. Teknik perkusi harus kuat dan ritmis tapi

tidak boleh melibatkan rasa sakit. Jika ada rasa sakit,

tangan Anda mungkin tidak ditangkupkan dengan

benar dan perlu dilunakkan atau disesuaikan. Bila

dilakukan dengan benar, Anda harus mendengar suara

cekung dengan setiap perkusi. Perkusi dada harus

dilakukan di atas tulang rusuk, hati-hati untuk

menghindari tulang belakang, tulang dada, atau

punggung bawah di mana Anda berpotensi melukai


14

organ dalam. Jangan perkusi di atas kulit telanjang (Potter,

P.A. & Perry, 2010)

c. Vibrasi

Cara melakukan vibrasi yaitu perawat harus meletakkan

tangan datar dengan kuat di atas segmen paru yang

akan dikeringkan. Kemudian, dengan lengan dan bahu

harus menerapkan tekanan ringan dan menciptakan gerakan

gemetar yang cepat (Potter, P.A. & Perry, 2010)

5) Melatih Batuk Efektif

Batuk efektif merupakan suatu metode batuk yang benar,

dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah

lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal dengan

tujuan menghilangkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi,

mencegah efek samping dari retensi ke sekresi (Nugroho,

2011). Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien

dianjurkan untuk minum air hangat untuk mengencerkan

dahak. Setelah itu dianjurkan insprasi dalam. Hal ini dilakukan

selama dua kali. Kemudian setelah inspirasi yang ketiga,

anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat (Pranowo,

2009).

b. Monitor Pernafasan
15

Tindakan monitor pernafasan bertujuan untuk mengamati tentang

kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas. Adapun beberapa hal

yang perlu dimonitor sebagai berikut:

1) Monitor kecepatan pola, irama, frekuensi, kedalaman, dan

kesulitan bernafas.

2) Monitor tanda-tanda vital

3) Monitor suara nafas klien dengan teknik auskultasi

B. Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang

dapat diobati dan dicegah yang ditandai dengan hambatan aliran udara

yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan

dengan respon inflamasi terhadap zat berbahaya, disertai efek

ekstraparu yang mempengaruhi derajat berat penyakit (GOLD, 2019).

Menurut Padila (2012) PPOK adalah sekelompok penyakit paru yang

berlangsung lama dan disertai dengan peningkatan resistensi terhadap

aliran udara.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang

dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih

sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan

dikaitka dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap

pertikel ataupun gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan


16

napas, hipersekresi mukus dan perubahan pada sistem pembuluh darah

paru (Brunner & Suddarth, 2013).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa PPOK adalah penyakit paru kronik yang

ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang

bersifat progrensif nonreversibel atau reversibel parsial.

2. Etiologi

Penyakit Paru Obstruktif Kronis disebabkan oleh faktor

lingkungan dan gaya hidup, yang sebagia besar bisa dicegah. Merokok

diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOK

(Padila, 2012). Kebanyakan klien yang menderita PPOK berjenis

kelamin laki-laki dengan usia diatas 65 tahun (Mizarti, 2019).

a. Merokok

Merokok menyumbang faktor terbesar penyebab PPOK, baik

perokok aktif maupun perokok pasif yang mendapat paparan

asap rokok. Perokok aktif mengalami hipersekresi mucus dan

obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif sangat mungkin

terkena PPOK karena peningkatan kerusakan paru-paru akibat

menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada

saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap

janin yang mempengaruhi pertumbuhan paru-paru pada

janin.

b. Paparan Kerja
17

Debu organik dan anorganik, bahan kimia dan asap,

merupakan faktor resiko PPOK. Yang perlu diperhatikan

yaitu polusi udara luar berkontribusi terhadap total beban

partikel yang terhirup di paru-paru, yang dampaknya dapat

menyebabkan PPOK.

c. Usia dan Jenis Kelamin

Usia lanjut dimana organ pernafasan sudah tidak berkerja

secara maksimal dan jenis kelamin laki- laki lebih beresiko

terkena PPOK.

d. Pertumbuhan dan Perkembangan Paru

Setiap faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama

masa kehamilan dan masa kanak-kanak berpotensi

menyebabkan PPOK seperti berat lahir rendah, infeksi saluran

pernapasan, dll (GOLD, 2017)

3. Klasifikasi PPOK

a. Bronkitis Kronis

Adanya gangguan klinis yang ditandai dengan hiperprouksi mucus

dari percabangan bronkus dengan pencerminan batuk yang

menahun. Simptom tersebut terus terdapat setiap hari selama 2

tahun berturut-turut. Hal ini terdapat pada Tuberculosis (TB) paru,

tumor paru dan abses paru.


18

b. Emfisema

Adanya kelainan paru dengan pelebaran abnormal dari ruang udara

distal dari bronkiolis terminal disertai dengan penebalan dan

kerusakan di dinding alveoli.

c. Bronchitis Emfisema

Adalah percampuran antara bronchitis menahun dan emfisema.

d. Asma Kronis dan Bronchitis Asmatis

1) Asma menahun pada asma bronkial menahun yang

menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

2) Bronchitis asmatis adalah bronchitis yang menahun kemudian

menunjukkan tanda-tanda hiperaktifitas bronkus, yang ditandai

dengan sesak nafas dan wheezing.

e. Penyakit Tb yang berkembang menjadi PPOK

(Muwarni, 2011)

4. Patofisiologi

Keluhan PPOK berawal dari proses inflamasi pada jalan nafas

yang disebabkan karena adanya gangguan kerja silia serta fungsi sel-

sel makrofag yang mengakibatkan adanya peningkatan produksi lendir

(mukus), destruksi septum alveolar serta fibrosis peribronkial

(Cazzola, 2009). Proses tersebut terjadi ketika seseorang yang

memiliki PPOK terpapar berbagai faktor pemicu di antaranya faktor

resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit

seperti merokok, polusi udara, paparan pekerjaan dan faktor kehidupan


19

awal seperti retardasi pertumbuhan intra-uterin, nutrisi yang buruk,

infeksi saluran pernapasan bawah yang berulang dan riwayat

tuberkulosis paru (Currie, 2009).

Berdasarkan komponen-komponen faktor tersebut merangsang

perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang

melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta

metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini

mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan

penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan

dari saluran napas sehingga hilangnya elastisitas saluran udara dan

kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang sehingga akan muncul

masalah yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena hipersekresi

(Cazzola, 2009).

5. Manifestasi Klinis

a. Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah terkena iritasi

oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin atau infeksi.

b. Sesak nafas dan dispnea.

c. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru

menyebabkan dada mengembang.

d. Hipoksia dan hiperkapnea.

e. Takipnea.

f. Dispnea yang menetap

(Padila, 2012)
20

6. Komplikasi

Menurut Somantri (2012) dalam buku Asuhan Keperawatan Pada

Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan, didapatkan komplikasi

yang disebabkan oleh PPOK diantaranya:

a. Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2< 55

mmHg, dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien

akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan

menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis

b. Asidosis Respiratori

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda

yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness

dan takipnea.

c. Infeksi Respiratori

Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi

mucus dan rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa.

Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja

napas dan timbulnya dispnea.

d. Gagal Jantung

Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit

paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea

berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis


21

kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami

masalah ini.

e. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam

kehidupan, dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang

biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi

vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

f. Kardiak Disritmia

Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratori.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan penyakit

paru obstruksi kronik (PPOK) adalah sebagai berikut (Anderson, 2007)

a. Pemeriksaan Radiologis

Bronkhitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:

1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis

yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.

2) Corak paru yang bertambah.

b. Pemeriksaan Faal Paru

1) Analisis gas darah

2) Pemeriksaan EKG
22

3) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

4) Laboratorium darah lengkap.

8. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Penatalaksanaan medis menurut Muttaqin (2014) yang dapat

diberikan kepada klien dengan PPOK, yaitu:

a. Pengobatan Farmakologi

1) Anti inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolinm dan lain-

lain) (Muttaqin, 2014)

2) Bronkodilator

Golongan adrenalin: isoprote Ncl, ossiprenalin, golongan

xantin: aminopilin, teopilin (Murwani, 2011).

3) Antibiotic

Terapi antibiotik sering diresepkan pada eksaserbasi PPOK

dengan pemilihan antibiotic bergantung kepada kebijakan

lokal, terapi secara umum berkisar pada penggunaan yang

disukai antara amoksilin, klaritromisin, atau

trimotopri.Biasanya lama terapi tujuh hari sudah mencukupi

(Francis, 2008).

4) Indikasi Oksigen

Pemberian oksigen dilakukan pada hipoksia akut atau menahun

yang tidak dapat diatasi dengan obat. Serangan jangka pendek

dengan eksaserbasi akut dan serangan akut pada asma

(Marwarni, 2011). Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan,


23

O2 harus diberikan denganaliran lambat 1-2 liter/menit

(Padila,2012). Terapi oksigen yang jangka panjang akan

memperpanjang hidup klien PPOK yang berat dan klien dengan

kadar oksigen darah yang sangat rendah (Ringel, 2012).

Oksigen diberikan 12 jam/liter, hal ini akan mengurangi

kelebihan sel darah merah yang disebabkan menurunnya kadar

oksigen dalam darah. Terapi oksigen juga dapat memperbaiki

sesak nafas selama beraktivitas (Irianto, 2014)

b. Pengobatan Non farmakologi

1) Rehabilitasi

Rehabilitasi paru didefinisikan sebagai “intervensi

komprehensif berdasarkan penilaian klien menyeluruh diikuti

oleh terapi yang dirancang khusus untuk klien yang meliputi

pelatihan olahraga, pendidikan, intervensi manajemen diri yang

bertujuan untuk perubahan perilaku, yang dirancang untuk

meningkatkan fisik dan psikologis kondisi orang dengan

penyakit pernapasan kronis dan untuk mempromosikan

kepatuhan jangka panjang terhadap perilaku peningkatan

kesehatan.

Manfaat bagi klien PPOK dari rehabilitasi paru cukup besar

dan rehabilitasi telah terbukti sebagai strategi terapi yang


24

efektif untuk meningkatkan sesak napas, status kesehatan dan

toleransi olahraga.

2) Pendidikan

Pendidikan klien seringkali berbentuk penyedia layanan yang

memberikan informasi dan saran, dan mengasumsikan bahwa

pengetahuan akan menyebabkan perubahan perilaku.

Meningkatkan pengetahuan klien merupakan langkah penting

menuju perubahan perilaku untuk kualitas hidup klien yang

lebih baik. Topik yang sering diberikan kepada klien adalah

penghentan merokok, penggunaan alat inhaler yang benar,

pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil.

3) Menejemen Diri

Intervensi manajemen diri PPOK bertujuan untuk memotivasi,

melibatkan dan mendukung klien untuk secara positif

menyesuaikan perilaku kesehatan mereka dan mengembangkan

keterampilan klien untuk mengelola penyakit mereka dengan

lebih baik. Proses ini membutuhkan interaksi berulang antara

klien dan profesional perawatan kesehatan yang kompeten

dalam memberikan intervensi manajemen diri. (GOLD, 2019)

4) Melakukan Fisioterapi Dada

Melakukan fisioterapi dada bertujuan mengeluarkan sputum

serta perbaikan ventilasi pada paru yang sakit. Pemberian

fisioterapi dada bermaksud untuk proses mengeluarkan sputum,


25

mengembalikan serta mempertahankan fungsi otot nafas

menghilangkan sputum dalam bronkhus, memperbaiki

ventilasi, mencegah tertimbunnya sputum, dan aliran sputum di

saluran pernafasan dan meningkatkan fungsi pernafasanserta

mencegah kolaps pada paru-paru sehingga bisa meningkatkan

optimalisasi penyerapan oksigen oleh paru-paru.

5) Melatih Batuk Efektif

Melatih batuk efektif bertujuan untuk mengeluarkan dahak

secara maksimal dan menghilangkan ekspansi paru, mobilisasi

sekresi, mencegah efek samping dari retensi ke sekresi

(Nugroho, 2011)
26

9. Pathway

Merokok, polusi udara, paparan pekerjaan, infeksi saluran pernapasan

Perubahan sel penghasil mucus bronkus

Sistem eskalator mukosiliaris terganggu

Penumpukan mucus kental dalam jumlah besar

Mucus sulit dikeluarkan

Elastisitas saluran udara

Ventilasi berkurang

Ketidakefektifanbersihan
Ketidakefektifan bersihanjalan
jalannafas
nafas

Gambar 2.1

Sumber : dikembangkan dari Cazzola (2009) dan Currie (2009)


27

C. Konsep Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada

Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan informasi yang disengaja dan

sistematis tentang klien untuk menentukan status kesehatan dan

fungsional klien saat ini dan masa lalu serta pola koping yang

sekarang dan yang lalu (Carpenito-Moyet, 2013 dalam Potter & Perry,

2016).

a. Data Biografi

Menurut Wijaya & Putri (2013) data biografi meliputi:

1) Identitas klien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

atau bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, tanggal

masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, catatan kedatangan.

2) Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan sumber

informasi beserta nomor telepon.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering pada klien Penyakit Paru

Obstruktif Kronis yaitu: sesak nafas, batuk tak kunjung

sembuh, ditemukan bunyi nafas wheezing.

2) Riwayat Penyakit Sekarang


28

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai

penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya

keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke Rumah

Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ketempat lain

selain Rumah Sakit umum serta pengobatan apa yang

pernah diberikan dan bagaimana perubahnnya dan data

yang didapatkan saat pengkajian.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya

seperti bronchitis kronis, riwayat penggunaan obat-obatan.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Yang perlu dikaji apakah ada yang menderita penyakit

paru-paru lainnya.

c. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

1) Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan

Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan

menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

2) Pola Aktivitas dan Latihan

Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan PPOK

mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan

aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang dialami.

3) Pola Istirahat dan Tidur


29

Klien PPOK biasanya mengalami kesulitan untuk tidur

diakibatkan karena bersihan jalan nafas yang tidak efektif

menyebabkan batuk dan sesak nafas sehingga membuat klien

insomnia.

4) Pola Nutrisi Metabolik

Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik biasanya

mengalami masalah pada nutrisi yang menyebabkan berat

badan menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan kerja

pernapasan, anoreksia atau penurunan nafsu makan karena

sesak nafas dan rasa mual karena efek dari obat. Rasa mual

atau tukak lambung yang meningkat ini merupakan akibat

adanya peningkatan pada sekresi asam lambung dalam usaha

kompensasi asidosis yang melalui sekresi gastrointestinal

HCL (Alsagaff & Mukty, 2006)

5) Pola Eliminasi

Pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun

gangguan pada kebiasaan BAB dan BAK.

6) Pola Mekanisme Koping

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mizarti, dkk (2019)

klien dengan PPOK biasanya mengalami ansietas dan depresi

terutama pada klien dengan PPOK derajat berat.

d. Pengkajian Fokus
30

Beberapa pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya bersihan

jalan nafas yang tidak efektif meliputi:

1) Pemeriksaan Keadaan Umum Klien dan Tanda-tanda Vital

Umumnya yang perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan

umum klien adalah penilaian kesadaran dan amatilah apakah

klien mengalami kelelahan dan kelemahan atau tidak.

Sedangkan pada pemeriksaan tanda-tanda vital biasanya

ditemukan adanya peningkatan frekuensi pernafasan disertai

sesak nafas, dan peningkatan denyut nadi.

2) Pemeriksaan Fungsi Pernafasan

a) Inspeksi

Klien PPOK biasanya didapatkan hasil pemeriksaan

frekuensi pernafasan bertambah, penggunaan otot bantu

nafas yang terlihat dari retraksi dinding dada, hipertrofi

otot bantu nafas, serta pelebaran sela iga. Didapatkan

juga hasil pemeriksaan retraksi abnormal ruang sela iga

bawah pada saat inspirasi.

b) Palpasi

Klien dengan PPOK biasanya ditemukan hasil

pemeriksaan fisik vokal fremitus yang melemah serta

tulang iga yang melebar.

c) Perkusi
31

Kasus PPOK biasanya ditemukan bunyi hipersonor pada

paru.

d) Auskultasi

Klien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan

nafas terdengar bunyi nafas tambahan yaitu ronkhi.

Ronkhi menunjukkan adanya akumulasi secret yang

kental pada jalan nafas klien. Selain itu biasanya

ditemukan suara tambahan weezing yang disebabkan

oleh eksudat lengket yang tertiup aliran udara dan

bergetar nyaring (Bickley, 2012)

2. Masalah Keperawatan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk

mempertahankan bersihan jalan nafas (Herdman & Kamitsuru, 2018).

a. Batasan Karakteristik

1) Batuk yang tidak efektif

2) Dispnea

3) Gelisah

4) Kesulitan verbalisasi

5) Penurunan bunyi nafas

6) Perubahan frekuensi nafas

7) Perubahan pola nafas

8) Sianosis
32

9) Sputum dalam jumlah yang berlebihan

10) Suara nafas tambahan

b. Faktor yang Berhubungan

1) Faktor Lingkungan

a) Perokok

b) Perokok pasif

c) Terpajan asap

2) Obstruksi Jalan Nafas

a) Adanya jalan nafas buatan

b) Benda asing dalam jalan nafas

c) Eksudat dalam alveoli

d) Hyperplasia pada dinding bronkus

e) Mucus berlebihan

f) Penyakit paru obstruktif kronis

g) Sekresi yang tertahan

h) Spasme jalan nafas

3) Faktor Fisiologis

a) Asma

b) Disfungsi neuromuscular

c) Infeksi

d) Jalan nafas alergik

3. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC, 2013)


33

1) Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas (0410)

Terganggunya kepatenan jalan nafas dapat diukur dengan skala

(1:berat, 2:cukup, 3:sedang, 4:ringan, 5:tidak ada gangguan)

a) Kemampuan untuk mengeluarkan secret

b) Frekuensi pernafasan

c) Irama pernafasan

d) Akumulasi sputum

e) Dispnea saat istirahat

f) Dispnea saat aktivitas ringan

g) Batuk

h) Suara nafas tambahan

b. Rencana Tindakan Keperawatan (NIC, 2013)

1) Manajemen Jalan Nafas (3140)

a) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi

b) Mengkaji fungsi pernafasan

c) Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya

d) Buang secret dengan memotivasi klien untuk melakukan

batuk atau menyedot lender

e) Motivasi klien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan

batuk

f) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif

g) Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya


34

h) Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya

menurun atau tidak adanya suara tambahan


BAB III

METODE PENELITAN

A. Rancangan Penelitian

Metode penulisan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah

metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang bertujuan

untuk menjelaskan, memberi suatu nama, situasi atau fenomena dalam

menemukan ide baru (Nursalam, 2015). Metode deskriptif tersebut

menggambarkan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dan pendekatan

studi kasus dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam

kasus yang diambil yaitu asuhan keperawatan pada klien penyakit paru

obstruktif kronis dengan fokus studi pengelolaan ketidakfefektifan

bersihan jalan nafas.

B. Subyek Penelitian

Subjek penelitian yang dipilih dalam kasus karya tulis ilmiah ini

adalah klien PPOK dengan fokus studi pengelolaan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas. Penelitian ini menggunakan satu pasien sebagai

subjek yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Klien rawat inap di RST dr.Soedjono Magelang

b. Klien telah didiagnosa dengan penyakit paru obstruktif kronis

(PPOK)

c. Klien yang batuk dengan sputum

d. Klien dengan suara nafas tambahan (ronkhi)

39
40

e. Klien dengan bunyi hipersonor pada paru

f. Klien yang tidak bias batuk secara efektif

g. Klien yang berusia di atas 65 tahun

h. Klien yang mengalami kesulitan mengeluarkan dahak

i. Klien kooperatif dan bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi :

a. Klien dengan trauma thorax

b. Klien yang mengalami penurunan kesadaran

c. Klien yang tidak bersedia menjadi responden

C. Fokus Studi

Fokus studi pada penelitian ini adalah asuhan keperawatan pada

klien penyakit paru obstruktif kronis dengan fokus studi pengelolaan

ketidakfefektifan bersihan jalan nafas

D. Definisi Operasional

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah adanya hambatan atau

akumulasi sekret di jalan nafas yang disebabkan oleh sputum berlebih dan

kesulitan mengeluarkan sputum yang disebabkan oleh proses infeksi dari

penyakit paru obstruktif kronis. Klien dapat dikatakan mengalami

ketidakefektifan bersihan jalan nafas jika memiliki keluhan seperti sulit

mengeluarkan dahak, batuk yang tidak efektif, sesak nafas, terdengar suara

nafas tambahan ronkhi dan wheezing. Klien PPOK yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah klien yang menderita penyakit pernafasan akibat dari

merokok, paparan asap rokok, lingkungan pekerjaan, serta pertumbuhan


41

dan perkembangan paru yang telah didiagnosa oleh dokter mengalami

PPOK yang didasari hasil pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan faal

paru.

E. Tempat dan Waktu penelitian

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien PPOK dengan focus

studi pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan nafas dilakukan di RST

dr.Soedjono Magelang yang akan dilakukan selama 3 hari.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk

mrengumpulkan data pada studi kasus ini meliputi :

1. Laporan asuhan keperawatan pada saat praktik klinik KMB I.

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan keperawatan batuk

efektif.

G. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yaitu :

1. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Kelolaan

Penulis menggunakan dokumentasi asuhan keperawatan kelolaan

pada saat praktek klinik KMB I dikarenakan penulis tidak mengambil

kasus kelolaan karena adanya pandemi covid-19

H. Analisis Data dan Penyajian Data

Penelitian ini disajikan secara deskriptif naratif yang bersumber

dari
42

fokus studi dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dengan

membandingan dua respon dari pasien mulai dari pengkajian hingga pada

tahap penyusunan evaluasi terhadap kondisi pasien apakah terdapat

kesenjangan selama proses asuhan keperawatan atau tidak.

I. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian data bertujuan untuk menjaga kerahasiaan

identitas responden akan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap

responden. Dalam studi kasus ini mencakup beberapa hal mengenai etika

yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut:

1. Anonimity (tanpa nama)

Dalam studi kasus ini penulis menggunakan nama inisial pasien

untuk menjaga keamanan dan keselamatan pasien.

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Data pasien digunakan hanya sebagai studi kasus dalam pengelolaan

bersihan jalan nafas. Kerahasiaan informal respon dijamin oleh

peneliti dan hanya data-data tertentu yang akan dilaporkan sebagai

hasil studi kasus.

3. Right or privacy (hak untuk dijaga kerahasiaannya)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama dan rahasia.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Studi kasus dilakukan di ruang Seruni RST Dr.Soedjono

Magelang. Studi kasus ini melibatkan 1 klien sebagai subjek penelitian

yaitu klien Tn.U dengan PPOK.

1. Pengkajian

a. Biodata Klien

Klien adalah seorang laki-laki dengan usia 77 tahun, Suku

jawa, beragama islam, pendidikan terakhir SD. Klien tidak bekerja

dan bertempat tinggal di Candimulyo, Magelang. Klien masuk ke

RST dr.Soedjono Magelang, dengan nomor RM 1706XX dengan

diagnosa medis PPOK. Penanggungjawab klien adalah anak klien

Tn.M yang berusia 46 tahun.

b. Keluhan dan Riwayat Kesehatan

Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan keluhan utama

klien adalah batuk berdahak dan juga sesak nafas. Klien juga

mengeluhkan sulit mengeluarkan dahaknya. Klien jarang bisa

mengeluarkan dahak, dan ketika bisa mengeluarkan dahak yang

keluar hanya sedikit dengan konsistensi kental dan berwarna

kuning kehijauan. Riwayat kesehatan sekarang, klien mengatakan

batuk berdahak kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu

hilang timbul, dan bicara serak karena kesulitan mengeluarkan

43
44

dahak. Klien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan

berat badan dari 56 kg - 53kg. Klien dan keluarga memeriksakan

klien ke RST dr.Sodjono Magelang dan disarankan untuk rawat

inap di bangsal Seruni. Sebelumnya klien pernah dirawat di rumah

sakit pada tahun 2018 dengan penyakit yang sama. Klien

mengatakan setelah dirinya dirawat di rumah sakit sebelumnya,

klien tetap aktif merokok dan menghabiskan kurang lebih 1

bungkus rokok sehari.

Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan tidak ada

anggota keluarga yang menderita penyakit menurun seperti

hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit yang dialami klien saat

ini. Klien adalah perokok. Klien dalam sehari bisa menghabiskan

kurang lebih 1-2 bungkus rokok. Klien tidak memiliki alergi

terhadap obat maupun makanan.

Riwayat pekerjaan dan lingkungan, klien mengatakan

dulunya dia bekerja sebagai pegawai pabrik. Klien tinggal di

pemukiman yang padat penduduk.

c. Hasil pengkajian fungsional gordon

a) Pola Aktivitas dan Latihan

Klien mengatakan badannya lemas dan sesak nafas jika banyak

beraktivitas. Aktivitas klien sehari-hari seperti makan, ke

kamar mandi, berpakaian dan berpindah dibantu oleh perawat


45

atau keluarga. Skala ketergantungan 2 yaitu dengan bantuan

orang lain.

b) Pola Istirahat dan Tidur

Klien mengatakan selama sakit pola tidurnya terganggu akibat

penyakitnya. Sebelum sakit klien tidur selama 6-7 jam sehari

namun selama sakit klien tidur sekitar 4 jam sehari.

c) Pola Nutrisi dan Metabolik

Klien mengalami penurunan nafsu makan. Klien mendapatkan

diet TKTP. Klien hanya habis setengah porsi bubur kasar yang

disediakan di rumah sakit. Klien minum air putih sekitar 4

gelas perhari atau sekitar 800cc/hari. Klien mengatakan berat

badannya sebelum sakit yaitu sebulan sebelumnya 56kg dan

sekarang berat badan klien sekitar 53kg dan TB 160cm

didapatkan data IMT 20,7.

d) Pola Mekanisme Koping

Klien merasa cemas dengan keluhan yang dialaminya. Klien

takut penyakitnya tak kunjung sembuh. Klien beragama islam

dan klien sadar jika penyakitnya merupakan cobaan dari

Tuhan. Untuk menghilangkan kegelisahannya klien biasanya

mendekatkan diri dengan Tuhan dengan cara berzikir,

bershilawat dan berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan.

e) Pola Managemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan


46

Klien mengetahui bahwa dirinya harus menjaga kesehatannya

dan klien bertekad akan tetap berkativitas secara rutin dan

menghindari pantangan yang dapat memicu penyakitnya

bertambah parah. Klien akan menerapkan pola hidup yang

sehat jika ingin benar-benar sembuh

d. Hasil Pengkajian Fisik

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang,

kesadaran composmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut

nadi 80 kali/menit, suhu 36,6°C, respiratory rate klien 26

kali/menit. Selama pengkajian terobservasi adanya batuk sebanyak

3 kali dan klien hanya mampu mengeluarkan air ludah.

Pemeriksaan dada yang meliputi paru-paru diantaranya

inspeksi pernafasan takipnea 26 kali/menit, penggunaan otot bantu

nafas, pernafasan cuping hidung, terpasang oksigen nasal kanul 3

liter per menit, dan pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi

menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, tidak ada nyeri

tekan, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi

terdengar hipersonor, dan auskultasi terdengar ronchi pada kedua

bronkus paru.

e. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil leukosit tinggi

11.8 k/uL dimana rentang normalnya 4.00-11.00 k/uL, eritrosit 4,1

10ˆ6/uL dimana rentang normalnya 3.7-5.8 10ˆ6/uL. Hemoglobin


47

13,5 g/dL dimana rentang normalya 11-15.6 g/dL. Hematocrit

normal39% dimana rentang normalnya 31-45%.

Dilakukan pemeriksaan rontgen thorax yang menunjukkan

apek pulmo terdapat corak, Corakan bronkofaskuler yang

bertambah dan infiltrat peribronchial. Infiltrat tersebar di kedua

lapang pulmo.

f. Program Terapi

Program terapi yang diberikan yaitu infus assering 16 tpm,

methylpreadnisolon 62,5 mg 3x/hari, Combivent 1 UDV per 8 jam,

Acetylsysteine 200 mg 3x/hari, dan Viccillin 1.5 g 3x/hari.

g. Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. U

didapatkan masalah keperawatan sebagai berikut : Data subjektif

klien mengatakan batuk berdahak dan juga sesak nafas. Klien juga

mengeluhkan sulit mengeluarkan dahaknya. Klien jarang bisa

mengeluarkan dahak, dan ketika bisa mengeluarkan dahak yang

keluar hanya sedikit dengan konsistensi kental dan berwarna

kuning kehijauan.

Data objektif menunjukkan hasil respiratory rate klien

26x/menit dengan terpasang oksigen nasal kanul 3 liter per menit,

penggunaan otot bantu pernafasan, Pengembangan paru kurang

maksimal, pernafasan cuping hidung. Palpasi vokal fremitus teraba

sama, perkusi paru hipersonor, auskultasi paru terdengan ronchi


48

pada bronkus kanan dan kiri. Pada data penunjang pemeriksaan

rontgen thorax didapatkan hasil apek pulmo terdapat corak,

Corakan bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat

peribronchial. Infiltrat tersebar di kedua lapang pulmo.

Pada analisa data didapatkan hasil masalah keperawatan

yang didapat pada klien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas

yang disebabkan oleh sekresi mukus yang berlebihan.

h. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data subjektif dan data objektif pada pasien

Tn. U ditemukan diagnosis keperawatan ketidakefektifan bersihan

jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebihan.

i. Intervensi Keperawatan

Tujuan dari intervensi yang dilakukan yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu diharapkan masalah

dapat teratasi dengan kriteria hasil pada status pernafasan

kepatenan jalan nafas yaitu : Klien mampu mengeluarkan sekret

ketika dilakukan batuk efektif, tidak ada suara nafas tambahan

ronkhi, tidak ada akumulasi sekret, dan pernafasan klien normal.

Intervensi yang dilakukan pada pasien antara lain :

1) Monitor pernafasan dengan kaji fungsi pernafasan

2) Monitor kemampuan batuk efektif klien, catat onset dan

karakteristik dan lamanya batuk


49

3) Posisikan klien dengan posisi semifowler

4) Berikan asupan cairan kurang lebih 2500cc perhari

5) Kelola pemberian obat-obatan seperti agen ekspektoran dan

bronkodilator.

j. Implementasi Keperawatan

1) Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan adalah

melakukan pengkajian pada fungsi pernafasan klien.

Didapatkan hasil respon subyektif : klien mengatakan batuk

berdahak dan juga sesak nafas. Klien juga mengeluhkan

sulit mengeluarkan dahaknya. Klien jarang bisa

mengeluarkan dahak, dan ketika bisa mengeluarkan dahak

yang keluar hanya sedikit dengan konsistensi kental dan

berwarna kuning kehijauan. Respon obyektif, pada

pemeriksaan fisik paru inspeksi menunjukkan hasil

respiratory rate klien 26x/menit dengan terpasang oksigen

nasal kanul 3 liter per menit, penggunaan otot bantu

pernafasan, Pengembangan paru kurang maksimal, dan

pernafasan cuping hidung. Palpasi menunjukkan tidak ada

lessi atau massa pada paru dan vokal fremitus teraba sama

kanan dan kiri. Perkusi terdengar hipersonor dan auskuktasi

terdengar ronchi pada kedua bronkus paru.

Selanjutnya, mengatur posisi semi fowler pada klien.

Respon subyektif, klien mengatakan lebih nyaman ketika


50

tempat tidurnya ditinggikan. Respon obyektif didapatkan

hasil klien terlihat nyaman Dengan posisinya.

Implementasi yang selanjutnya dilakukan adalah

menganjurkan meningkatkan asupan cairan. Respon

subyektif, klien mengatakan malas untuk minum. Klien

hanya minum 4 gelas (800cc) dalam sehari. Respon

obyektif menunjukkan mukosa bibir klien kering.

Penulis juga melakukan tindakan melatih batuk efektif pada

klien. Data subyektif, klien mengatakan bersedia diajarkan

nafas dalam dan batuk efektif. Data obyektif menunjukkan

klien belum bisa mempraktekkan batuk efektif dengan

benar, klien belum bisa mengeluarkan dahak dan hanya

mengeluarkan air ludah.

Tindakan terakhir yang dilakukan yaitu berkolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat (methylpreadnisolon

62,5 mg, Combivent 1 UDV , Acetylsysteine 200 mg, dan

Viccillin 1.5 g). Data subyektif klien mengatakan bersedia

diberikan obat didampingi dengan keluraganya. Data

obyektif, klien bersedia diberikan obat dan didampingi

keluarganya.

2) Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ke-2 pukul

09.00 WIB yaitu mengkaji fungsi pernafasan diperoleh

respon subyektif, klien mengatakan masih sering batuk dan


51

klien sudah dapat mengeluarkan dahak kental 2cc warna

kuning kehijauan. Klien mengatakan terkadang masih sesak

nafas. Sedangkan respon obyektif yang didapat saat

pemeriksaan paru antara lain : Inspeksi menunjukkan

respiratory rate klien 25x/menit, klien terpasang alat bantu

oksigen 3 liter per menit, tampak pernafasan cuping hidung,

penggunaan otot bantu pernafasan dan pengembangan paru

yang kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada

lessi atau massa pada paru dan vocal fremitus teraba sama

kanan dan kiri. Perkusi terdengar hipersonor dan auskultasi

masih terdengar suara ronkhi pada kedua bronkus paru.

Pukul 09.15 mempertahankan posisi semi fowler pada

klien. Respon subyektif, klien mengatakan lebih nyaman

ketika tempat tidurnya ditinggikan. Respon obyektif, klien

tampak nyaman dengan posisinya.

Pukul 09.20 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan bersedia minum lebih

banyak. Klien minum 6 gelas (1200cc). Respon obyektif,

mukosa bibir klien sedikit lembab.

Pukul 09.25 melatih batuk efektif pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan bersedia diajarkan nafas dalam

dan batuk efektif. Respon obyektif klien menunjukkan klien

mempraktekan batuk efektif namun belum maksimal, klien


52

dapat mengeluarkan dahak sebanyak 1 cc - 1,5 cc dalam

sekali batuk.

Pukul 09.45 berkolaborasi dengan dokter pemberian obat

(methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi

dengan keluraganya Dan merasa lebih baik setelah

diberikan obat. Data obyektif, klien bersedia diberikan obat

dan didampingi keluarganya.

3) Tindakan keperawatan yang dilakukan hari ke-3 pada pukul

09.00 yaitu mengkaji fungsi pernafasan diperoleh respon

subyektif, klien mengatakan masih sering batuk. Dahak

sudah mulai dikeluarkan. Klien merasa sudah jarang sesak

nafas. Pada pemeriksaan paru didapatkan respon obyektif

inspeksi, respiratory rate klien 22x/menit, terpasang alat

bantu oksigen 3 liter per menit, tampak pernafasan cuping

hidung, penggunaan otot bantu nafas, pengembangan paru

kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau

massa pada paru, vokal fremitus teraba kanan dan kiri

sama. Perkusi terdengar hipersonor dan auskultasi masih

terdengar suara ronkhi, namun sudah berkurang dari hari

sebelumnya.
53

Pukul 09.15 mempertahankan posisi semi fowler pada

klien. Respon subyektif, klien mengatakan nyaman dengan

posisi semi fowler. Respon obyektif menunjukkan klien

terlihat nyaman dengan posisinya.

Pukul 09.20 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan minum 7 gelas

(1400cc) sehari. Respon obyektif, mukosa bibir terlihat

lembab.

Pukul 09.25 melatih batuk efektif pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan sudah bisa melakukan nafas

dalam dan batuk efektif. Respon obyektif menunjukkan

klien sudah bisa melakukan batuk efektif secara mandiri.

Klien bisa mengeluarkan dahak sebanyak 3cc dalam sekali

batuk.

Pukul 09.40 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat (methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi

dengan keluraganya Dan merasa lebih baik setelah

diberikan obat. Data obyektif, klien bersedia diberikan obat

dan didampingi keluarganya.

k. Evaluasi
54

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

pada Tn.U didapatkan catatan perkembangan yaitu data subyektif

antara lain klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang. Klien

sudah bisa melakukan batuk efektif dengan dahak yang keluar 3cc

sekali batuk. Klien juga mengatakan hampir tidak merasakan sesak

nafas lagi. Sementara itu data obyektif yang didapatkan respuratory

rate klien yaitu 22x/menit, klien terpasang alat bantu oksigen 3

liter/menit, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu

pernafasan, dan pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi

menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, dan vokal

fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi terdengar hipersonor

dan auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah sedikit

berkurang.

B. Pembahasan

Penulis akan membahas masalah keperawatan yang menjadi fokus

studi dalam studi kasus ini adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas

pada Tn. U dengan PPOK di Bangsal Seruni RST dr. Soedjono Magelang

mulai dari tahap pengkajian, diagnosis, implementasi, intervensi, dan

evaluasi.

1. Pengkajian
55

Pada riwayat kesehatan sekarang klien mengatakan batuk berdahak

kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu hilang timbul, dan

bicara serak karena kesulitan mengeluarkan dahak. Batuk bisa timbul

karena adanya suatu penyakit tertentu pada saluran pernapasan dimana

terjadinya iritasi pada bronkus. Akibat iritasi tersebut membuat batuk

menjadi produktif yang berguna untuk membuang ekskresi

peradangan yang berupa sputum (Muttaqin, 2008). Pendapat Padila

(2012), tanda gejala PPOK yaitu batuk yang sangat produktif, sesak

nafas dan dispnea, hipoksia dan hiperkapnea, takipnea, dispnea yang

menetap. Batuk pada dasarnya adalah mekanisme pembersihan jalan

nafas. Batuk menunjukkan adanya mucus yang banyak pada saluran

nafas yang dikarenakan adanya inflamasi oleh bakteri, virus atau

jamur. Klien dengan masalah PPOK biasanya mengeluhkan batuk

yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi dari bronkus.

Saat dilakukan pengkajian yang memfokuskan pada masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas didapat hasil pada pengkjian

pernafasan, klien mengatakan sering batuk. Batuk pada dasarnya

adalah mekanisme pembersihan jalan nafas. Batuk menunjukkan

adanya mucus yang banyak pada saluran nafas karena adanya

inflamasi oleh bakteri, visrus maupun jamur. Klien dengan masalah

keidakefektifan bersihan jalan nafas biasanya mengeluhkan batuk

yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi dari bronkus

(Price & Wilson, 2005).


56

Hasil lain dari pengkajian didapatkan klien mengeluh sesak nafas

dengan respiratory rate 26x/menit. Sesak nafas terjadi akibat adanya

tumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan

pertukaran oksigen dan karbondioksida mengalami gangguan, padahal

di dalam otak ada hubungan tertentu antara tekanan oksigen,

karbondioksida darah, kebutuhan oksigen jaringan, pengiriman

oksigen dan kerja pernafasan (Ringel, 2012). Sesak nafas juga dapat

terjadi karena adanya perubahan fisiologis. Hiperinflasi yang

merupakan akibat dari adanya obstruksi saluran pernapasan

menyebabkan bagian thorax merenggang sehingga kapasitas paru

menjadi turun dan kerja pernapasan meningkat, ini dideteksi oleh saraf

sensorik pada dinding dada. Seiring dengan beratnya obstruksi dapat

meningkatkan tekanan karbondioksida (CO2) yang kemudian

memunculkan gejala penurunan konsentrasi kadar oksigen di dalam

arteri (hipoksemia arteri) yang akan mendorong pernapasan dan jika

otot pernapasan kelelahan dapat menimbulkan sesak nafas progresif

(McPhee & Ganong, 2010)

Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil inspeksi menunjukkan

pola pernafasan cepat, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan

cuping hidung, dan pengembangan paru tidak maksimal. Menurut

Herdman dan Kamitsuru (2015), penggunaan otot bantu pernafasan

dan cuping hidung merupakan batasan karakteristik dari adanya

masalah ketidakefektifan pola nafas. Hal tersebut merupakan


57

kompensasi dari sesak nafas dan biasanya otot-otot pernafasan bagian

dada atas digunakan untuk membantu pergerakan pernafasan

(Khotimah, 2013). Palpasi menunjukkan tidak ada lesi atau massa

pada paru, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meraba daerah dada dan

punggung untuk membandingkan persamaan getaran suara dari laring

sampai ke bronchial. Getaran suara dibentuk oleh udara yang menjalar

dari dalam laring menuju ke bronchial dan membuat dinding dada

bergetar. Perkusi terdengar hipersonor. Pada klien dengan PPOK

biasanya didapatkan bunyi hipersonor ataupun hiperhipersonor pada

seluruh lapang paru (Bickley, 2012). Auskultasi terdengar suara

ronkhi pada kedua bronkus paru. Pada klien dengan masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas terdengar bunyi nafas tambahan

yaitu ronkhi (Bickley,2012). Hal ini menunjukkan adanya akumulasi

sekret yang kental pada jalan nafas klien.

Pemeriksaan rontgen thorax klien menunjukkan apek pulmo

terdapat bercak, corakan bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat

peribronchial yang tersebar di kedua lapang pulmo. Menurut

Anderson (2007), pada klien dengan bronkitis kronis pada

pemeriksaan radiologis ditemukan hasil tubular shadows atau farm

line yang terlihat bayangan garis paralel keluar dari hilius menuju

apeks paru, dan corak paru yang bertambah. Adanya corakan pada

hasil rontgen klien dengan PPOK menggambarkan jika terdapat


58

peningkatan jumlah lendir di paru, adanya peradangan, infeksi, atau

gangguan lainnya. Corakan ini juga bida disebabkan oleh asap rokok,

asap kendaraan atau polusi udara.

2. Perumusan Masalah

Fokus diagnosa yang diambil yaitu ketidakefektifan bersihan jalan

nafas. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan

membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten (Persatuan Perawat Nasional

Indonesia, 2016). Sedangkan menurut Herdman & Kamitsuru (2015)

ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaam dimana

individu tidak mampu membersihkan sekresi atau obstruksi dari

saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada klien ditemukan data yang

mendukung tegaknya diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan

jalan nafas yaitu klien mengeluh batuk berdahak dengan dahak yang

sulit dikeluarkan, pada auskultasi paru terdengar ronkhi pada bronkus

atas kanan dan kiri, dan pernafasan takipnea.

Penulis memprioritaskan diagnosa ini karena masalah pada

bersihan jalan nafas apabila tidak segera ditangani akan berdampak

serius. Dampak dari ketidakefektifan jalan nafas adalah klien

mengalami obstuksi jalan nafas sehingga klien kesulitan bernafas dan

gangguan pertukaran gas di dalam paru paru yang mengakibatkan

timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah. Untuk itu


59

perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang lengket sehingga dapat

bersihan jalan nafas kembali efektif (Nugroho, 2011)

3. Perencanaan

Kriteria hasil pada tindakan keperawatan pada klien PPOK yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada

masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas diharapkan adanya

kepatenan jalan nafas pada status pernafasan klien yaitu klien mampu

mengeluarkan sekret, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada

akumulasi sekret, pernafasan normal, klien menunjukkan perilaku

untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

Intervensi keperawatan yang diberikan menurut Bulechek, Butcher,

dkk (2013) yaitu Monitor pernafasan dengan kaji fungsi pernafasan,

monitor kecepatan, irama kedalaman dan kesulitan bernafas,catat

pergerakan dada dan retraksi dada, monitor suara nafas tambahan dan

pola nafas, monitor kemampuan batuk efektif klien, catat onset dan

karakteristik dan lamanya batuk, posisikan klien dengan posisi

semifowler, berikan asupan cairan kurang lebih 2500cc perhari,

instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif, kelola

pemberian obat-obatan seperti agen ekspektoran dan bronkodilator.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan pada klien untuk mengatasi

ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu melakukan pengkajian

status pernafasan. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada


60

tidaknya kelainan pada fungsi pernafasan. Hasil pengkajian fungsi

pernafasan didapatkan data subyektif, klien mengatakan batuk dan

dahak sulit dikeluarkan, nyeri dada saat batuk dengan skala 3, dan

sesak nafas. Dahak yang dikeluarkan klien 3cc dalam satu hari dengan

warna kuning kehijauan. Data obyektif yangbdiperoleh yaitu

terpasang alat bantu oksigen oksigen 3 liter per menit, terlihat

pengembangan paru tidak maksimal, penggunaan otot bantu

pernafasan, dan pernafasan cuping hidung. Hasil dari pemeriksaan

palpasi yaitu vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri, perkusi

menunjukkan hasil hipersonor, dan auskultasi menunjukkan adanya

suara nafas tambahan ronkhii. Bunyi ronkhi menunjukkan adanya

akumulasi sputum yang kental pada jalan nafas klien (Bickley, 2012).

Warna sputum penting untuk dikaji supaya mengetahui penyakit klien

tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus (Price, 2009).

Tindakan keperawatan selanjutnya yang dilakukan penulis adalah

penulis memberikan posisi semi fowler kepada klien dengan mengatur

ketinggian tempat tidur bagian kepala klien setinggi 30-40° yang

bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan kerha

pernafasan. Posisi semi fowler juga dapat membantu pengembangan

paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Kozier,

2014). Hasil dari penulis melakukan tindakan memposisikan semi

fowler yaitu ditemukan respon nyaman pada klien.


61

Implementasi selanjutnya adalah memotivasi klien supaya banyak

minum air hanyat sedikitnya 2500cc/hari. Tn.U sehari minum sekitar

800cc air mineral. Menurut Smeltzer dan Bare (2013) emasukan

cairan akan membantu mengencerkan sputum dan membuatnya

mudah dikeluarkan.

Implementasi selanjutnya yang dilakukan oleh penulis yaitu

mengajarkan batuk efektif kepada klien. Batuk efektif merupakan

suatu metode batuk yang benar, dimana klien dapat menghemat energi

sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara

maksimal dengan tujuan menghilangkan ekspansi paru, mobilisasi

sekresi, mencegah efek samping dari retensi ke sekresi (Nugroho,

2011). Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan

untuk minum air hangat untuk mengencerkan dahak. Setelah itu

dianjurkan insprasi dalam. Hal ini dilakukan selama dua kali.

Kemudian setelah inspirasi yang ketiga, anjurkan klien untuk

membatukkan dengan kuat (Pranowo, 2009). Dari pengkajian

sebelumnya klien mengalami batuk bedahak dengan sputum kental

berwarna kuning kehijauan yang sulit dikeluarkan. Oleh karena itu

perlu dilakukan teknik batuk efektif yang benar supaya dahak dapat

keluar. Setelah dilakukan batuk efektif, sputum klien dapat keluar

dengn warna kuning kehijauan sebanyak 3cc dalam sekali batuk.

Pemberian obat methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g. Pemberian obat


62

methylpreadnisolon 62,5 mg bertujuan untuk mengatasi peradangan

pada klien dengan PPOK. Pemberian cobivent bertujuan untuk

melebarkan saluran udara dalam paru-paru. Obat ini bekerja dengan

cara melemaskan otot-otot di saluran pernafasan. Kemudian

pemberian obat Viccillin yang termasuk dalam golo ngan antibiotic

bertujuan untuk mengatasi pe nyakit infeksi saluran pernafasan.

Penggunaan antibiotik digunakan pada eksaserbasi PPOK yang

disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Antibiotik paling

bermanfaat dan harus dimulai jika setidaknya ada dua dari tiga gejala

berikut ini: peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, dan

peningkatan purulensi dahak (Zulkarni R, Nessa & Yumna Athifah,

2019).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun

evaluasi juga dapat dilakukan di setiap tahap dari proses keperawatan.

Pada tahap evaluasi, penulis dapat menentukan reaksi klien terhadap

intervensi keperawatan yang diberikan. Berdasarkan catatan

oerkembangan klien selama 3 hari didapatkan data klien yaitu : antara

lain data subyektif klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang.

Klien sudah bisa melakukan batuk efektif dengan dahak yang keluar

3cc sekali batuk. Klien juga mengatakan hampir tidak merasakan

sesak nafas lagi. Sementara itu data obyektif yang didapatkan

respuratory rate klien yaitu 22x/menit, klien terpasang alat bantu


63

oksigen 3 liter/menit, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot

bantu pernafasan, dan pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi

menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, dan vokal fremitus

teraba sama kanan dan kiri. Perkusi terdengar hipersonor dan

auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah sedikit berkurang.

antara lain klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang. Klien

batuk sekitar 20x sehari. Klien sudah bisa melakukan batuk efektif

dengan dahak yang keluar 3cc sekali batuk. Klien juga mengatakan

hampir tidak merasakan sesak nafas lagi. Sementara itu data obyektif

yang didapatkan respiratory rate klien yaitu 22x/menit, klien terpasang

alat bantu oksigen 3 liter/menit, pernafasan cuping hidung,

penggunaan otot bantu pernafasan, dan pengembangan paru kurang

maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru,

dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi terdengar

hipersonor dan auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah sedikit

berkurang.

Berdasarkan data klien masih mengeluh batuk, suara ronkhi masih

terdengar, dan sputum warna kuning kehijauan yang sudah mulai

keluar maka masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien

sudah mulai teratasi sebagian.

C. Keterbatasan

Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat beberapa

keterbatasan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan yang dialami Penulis


64

salah satunya adalah keterbatasan penulis yang tidak bisa mengambil

kasus secara langsung akibat pandemic covid-19 yang sedang terjadi

sehingga penulis hanya mengambil sampel klien berdasarkan pengalaman

praktek klinik yang pernah dilakukan penulis.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disismpulkan bahwa dalam

melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.U dengan Fokus Studi

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di bangsal Seruni RST dr.Soedjono

Magelang diperoleh data atau temuan yang telah dijelaskan pada

pembahasan melalui proses pengkajian, merumuskan diagnosis

keperawatan, menyusun rencana tindakan, melakukan tindakan, dan

mengevaluasi tindakan yang diberikan, diantara :

1. Pada pengkajian, hal-hal yang perlu dikaji meliputi identitas klien,

riwayat kesehatan, pemeriksaan diagnostik, dan pemeriksaan fisik.

Pada bersihan jalan nafas tidak efektif, pengkajian difokuskan ke

masalah utama klien. Hasil pemeriksaan penunjang ditegakkan untuk

mendukung diagnosa keperawatan seperti pemeriksaan rontgen.

Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik terutama pada

pemeriksaan dada dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi.

2. Pada proses diagnosa keperawatan, didapatkan masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi

mukus yang berlebihan. Penegakkan diagnosa ini berdasarkan data

subyektif dan data obyektif yang diperoleh saat pengkajian.

65
66

3. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada, penulis harus

menentukan rencana tindakan yang tepat sesuai dengan masalah

keperawatan yang ada. Dalam mengatasi masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi

dengan kriteria hasil batuk berkurang, tidak ada sekret, tidak ada suara

nafas tambahan ronkhi, tidak ada dyspnea, dan sputum dapat keluar

dengan mudah saat dibatukkan. Untuk memenuhi tujuan dan kriteria

hasil tersebut, maka intervensi yang dilakukan adalah kaji fungsi

pernafasan, posisikan semi fowler, anjurkan asupan cariran kurang

lebih 2500cc per hari, lakukan batuk efektif, dan berkolaborasi dalam

melakukan program terapi.

4. Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi

yang telah direncanakan.

5. Proses terakhir dalam asuhan keperawatan adalah mengevaluasi

tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien. Pada

evaluasi ini didapatkan hasil masalah keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada Tn.U teratasi sebagian. Oleh karena itu Perlu

adanya tindak lanjut supaya masalah ketidakefektifan bersihan jalan

nafas teratasi seluruhnya.

B. SARAN

Terdapat beberapa saran yang penulis ingib sampaikan dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini di antaranya :


67

1. Praktisi Keperawatan

Bagi praktisi keperawatan yan mena ngani klien PPOK,

penatalaksanaan yang ditekankan adalah mengajarkan batuk efektif

karena masih banyak klien yang mengetahui cara batuk efektif yang

benar.

2. Penulis selanjutnya

Diharapkan lebih memperdalam lagi pemahaman dan pengetahuan

asuhan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien

dengan PPOK dan juga lebih memperbanyak referensi seperti buku

dan jurnal baik nasional maupun internasional

3. Institusi Pendidikan

Diharapkan pihak dari institusi pendidikan lebih memberi dukungan

sarana dan prasarana terkait referensi baik dalam bentuk buku maupun

jurnal yang terbaru mengingat tuntutan penggunaan referensi dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah harus menggunakan referensi yang

terbaru

Anda mungkin juga menyukai