Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang Seruni RST Dr.Soedjono Magelang.

Studi kasus ini melibatkan 1 klien sebagai subjek penelitian yang sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu klien Tn.U.

1. Pengkajian

Setelah melakukan pengumpulan data melalui wawancara dan

observasi kepada klien dengan PPOK dengan fokus studi ketidakefektifan

bersihan jalan nafas diperoleh hasil diantaranya meliputi identitas klien,

status kesehatan klien, pengkajian fokus pada bersihan jalan nafas tidak

efektif, pemeriksaan penunjang, dan program terapi sebagai berikut:

a. Karakteristik Klien

Klien adalah seorang laki-laki dengan usia 77 tahun, Suku

jawa, beragama islam, pendidikan terakhir SD. Klien tidak bekerja dan

bertempat tinggal di Candimulyo, Magelang. Klien masuk ke RST

dr.Soedjono Magelang, dengan nomor RM 1706XX dengan diagnosa

medis PPOK. Penanggungjawab klien adalah anak klien Tn.M yang

berusia 46 tahun.

b. Keluhan dan Riwayat Kesehatan


Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan keluhan utama

klien adalah batuk berdahak dan juga sesak nafas. Klien juga

mengeluhkan tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Klien jarang bisa

mengeluarkan dahak, dan ketika bisa mengeluarkan dahak yang keluar

hanya sedikit dengan konsistensi kental dan berwarna kuning

kehijauan. Riwayat kesehatan sekarang, klien mengatakan batuk

berdahak kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu hilang

timbul, dan bicara serak karena kesulitan mengeluarkan dahak. Klien

mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan dari 56

kg - 53kg. Klien dan keluarga memeriksakan klien ke RST dr.Sodjono

Magelang dan disarankan untuk rawat inap di bangsal Seruni.

Sebelumnya klien pernah dirawat di rumah sakit pada tahun 2018

dengan penyakit yang sama. Klien mengatakan setelah dirinya dirawat

di rumah sakit sebelumnya, klien tetap aktif merokok dan

menghabiskan kurang lebih 1-2 bungkus rokok sehari.

Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan tidak ada

anggota keluarga yang menderita penyakit menurun seperti hipertensi,

diabetes melitus, dan penyakit yang dialami klien saat ini. Klien

adalah perokok. Klien dalam sehari bisa menghabiskan kurang lebih 1-

2 bungkus rokok. Klien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun

makanan.
Riwayat pekerjaan dan lingkungan, klien mengatakan dulunya

dia bekerja sebagai pegawai pabrik. Klien tinggal di pemukiman yang

padat penduduk.

c. Hasil pengkajian fungsional gordon

a) Pola Aktivitas dan Latihan

Klien mengatakan badannya lemas dan sesak nafas jika banyak

beraktivitas. Aktivitas klien sehari-hari seperti makan, ke kamar

mandi, berpakaian dan berpindah dibantu oleh perawat atau

keluarga. Skala ketergantungan 2 yaitu dengan bantuan orang lain.

b) Pola Istirahat dan Tidur

Klien mengatakan selama sakit pola tidurnya terganggu akibat

penyakitnya. Sebelum sakit klien tidur selama 6-7 jam sehari

namun selama sakit klien tidur sekitar 4 jam sehari.

c) Pola Nutrisi dan Metabolik

Klien mengalami penurunan nafsu makan. Klien mendapatkan diet

TKTP. Klien hanya habis setengah porsi bubur kasar yang

disediakan di rumah sakit. Klien minum air putih sekitar 4 gelas

perhari atau sekitar 800cc/hari. Klien mengatakan berat badannya

sebelum sakit yaitu sebulan sebelumnya 56kg dan sekarang berat

badan klien sekitar 53kg dan TB 160cm didapatkan data IMT 20,7.

d) Pola Mekanisme Koping


Klien merasa cemas dengan keluhan yang dialaminya. Klien takut

penyakitnya tak kunjung sembuh. Klien beragama islam dan klien

sadar jika penyakitnya merupakan cobaan dari Tuhan. Untuk

menghilangkan kegelisahannya klien biasanya mendekatkan diri

dengan Tuhan dengan cara berzikir, bershilawat dan berdoa kepada

Tuhan untuk kesembuhan.

e) Pola Managemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan

Klien mengetahui bahwa dirinya harus menjaga kesehatannya dan

klien bertekad akan tetap berkativitas secara rutin dan menghindari

pantangan yang dapat memicu penyakitnya bertambah parah.

Klien akan menerapkan pola hidup yang sehat jika ingin benar-

benar sembuh

d. Hasil Pengkajian Fisik

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang,

kesadaran composmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi

80 kali/menit, suhu 36,6°C, respiratory rate klien 26 kali/menit.

Selama pengkajian terobservasi adanya batuk sebanyak 3 kali dan

klien hanya mampu mengeluarkan air ludah.

Pemeriksaan dada yang meliputi paru-paru diantaranya

inspeksi pernafasan takipnea 26 kali/menit, penggunaan otot bantu

nafas, pernafasan cuping hidung, terpasang oksigen nasal kanul 3 liter

per menit, dan pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi


menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, tidak ada nyeri

tekan, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi

terdengar hipersonor, dan auskultasi terdengar ronchi pada kedua

bronkus paru.

e. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil leukosit tinggi 11.8

k/uL dimana rentang normalnya 4.00-11.00 k/uL, eritrosit 4,1 10ˆ6/uL

dimana rentang normalnya 3.7-5.8 10ˆ6/uL. Hemoglobin 13,5 g/dL

dimana rentang normalya 11-15.6 g/dL. Hematocrit normal39%

dimana rentang normalnya 31-45%.

Dilakukan pemeriksaan rontgen thorax yang menunjukkan

apek pulmo terdapat corak, Corakan bronkofaskuler yang bertambah

dan infiltrat peribronchial. Infiltrat tersebar di kedua lapang pulmo.

f. Program Terapi

Program terapi yang diberikan yaitu infus assering 16 tpm,

methylpreadnisolon 62,5 mg 3x/hari, Combivent 1 UDV per 8 jam,

Acetylsysteine 200 mg 3x/hari, dan Viccillin 1.5 g 3x/hari.

g. Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. U

didapatkan masalah keperawatan sebagai berikut : Data subjektif klien

mengatakan sering batuk sekitar 30x dalam 1 hari. Selama pengkajian

terobservasi adanya batuk sebanyak 3 kali dan klien hanya mampu


mebatukkan air ludah. Klien terkadang merasa sesak nafas, selain itu

klien juga mengeluh nyeri dada saat batuk terus menerus dengan skala

nyeri 3.

Data objektif menunjukkan hasil respiratory rate klien

26x/menit dengan terpasang oksigen nasal kanul 3 liter per menit,

penggunaan otot bantu pernafasan, Pengembangan paru kurang

maksimal, pernafasan cuping hidung. Palpasi vokal fremitus teraba

sama, perkusi paru hiperhipersonor, auskultasi paru terdengan ronchi

pada bronkus kanan dan kiri. Pada data penunjang pemeriksaan

rontgen thorax didapatkan hasil apek pulmo terdapat corak, Corakan

bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat peribronchial. Infiltrat

tersebar di kedua lapang pulmo.

Pada analisa data didapatkan hasil masalah keperawatan yang

didapat pada klien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang

disebabkan oleh sekresi mukus yang berlebihan.

h. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data subjektif dan data objektif pada pasien Tn. U

ditemukan diagnosis keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebihan.

i. Intervensi Keperawatan

Tujuan dari intervensi yang dilakukan yaitu setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada masalah ketidakefektifan


bersihan jalan nafas yaitu diharapkan masalah dapat teratasi dengan

kriteria hasil pada status pernafasan kepatenan jalan nafas yaitu : Klien

mampu mengeluarkan sekret ketika dilakukan batuk efektif, tidak ada

suara nafas tambahan ronkhi, tidak ada akumulasi sekret, dan

pernafasan klien normal.

Intervensi yang dilakukan pada pasien antara lain :

1) Monitor pernafasan dengan kaji fungsi pernafasan

2) Monitor kemampuan batuk efektif klien, catat onset dan

karakteristik dan lamanya batuk

3) Posisikan klien dengan posisi semifowler

4) Berikan asupan cairan kurang lebih 2500cc perhari

5) Kelola pemberian obat-obatan seperti agen ekspektoran dan

bronkodilator.

j. Implementasi Keperawatan

1) Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan adalah

melakukan pengkajian pada fungsi pernafasan klien.

Didapatkan hasil respon subyektif : klien mengatakan batuk

sekitar 30x dalam 1 hari. Selama pengkajian terobservasi

adanya batuk sebanyak 3 kali dan klien hanya mampu

mebatukkan air ludah. Klien terkadang merasa sesak nafas,

selain itu klien juga mengeluh nyeri dada saat batuk terus

menerus dengan skala nyeri 3. Respon obyektif, pada


pemeriksaan fisik paru inspeksi menunjukkan hasil respiratory

rate klien 26x/menit dengan terpasang oksigen nasal kanul 3

liter per menit, penggunaan otot bantu pernafasan,

Pengembangan paru kurang maksimal, dan pernafasan cuping

hidung. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada

paru dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi

terdengar hipersonor dan auskuktasi terdengar ronchi pada

kedua bronkus paru.

Selanjutnya, mengatur posisi semi fowler pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan lebih nyaman ketika tempat

tidurnya ditinggikan. Respon obyektif didapatkan hasil klien

terlihat nyaman Dengan posisinya.

Implementasi yang selanjutnya dilakukan adalah menganjurkan

meningkatkan asupan cairan. Respon subyektif, klien

mengatakan malas untuk minum. Klien hanya minum 4 gelas

(800cc) dalam sehari. Respon obyektif menunjukkan mukosa

bibir klien kering.

Penulis juga melakukan tindakan melatih batuk efektif pada

klien. Data subyektif, klien mengatakan bersedia diajarkan

nafas dalam dan batuk efektif. Data obyektif menunjukkan

klien belum bisa mempraktekkan batuk efektif dengan benar,


klien belum bisa mengeluarkan dahak dan hanya mengeluarkan

air ludah.

Tindakan terakhir yang dilakukan yaitu berkolaborasi dengan

dokter dalam pemberian obat (methylpreadnisolon 62,5 mg,

Combivent 1 UDV , Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5

g). Data subyektif klien mengatakan bersedia diberikan obat

didampingi dengan keluraganya. Data obyektif, klien bersedia

diberikan obat dan didampingi keluarganya.

2) Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ke-2 pukul

09.00 WIB yaitu mengkaji fungsi pernafasan diperoleh respon

obyektif, klien mengatakan masih sering batuk sekitar 28x

dalam sehari dan klien sudah dapat mengeluarkan dahak kental

2cc warna kuning kehijauan. Klien mengatakan masih nyeri

dada saat batuk terus menerus namun skala nyeri sudah

berkurang menjadi 2. Sedangkan respon obyektif yang didapat

saat pemeriksaan paru antara lain : Inspeksi menunjukkan

respiratory rate klien 25x/menit, klien terpasang alat bantu

oksigen 3 liter per menit, tampak pernafasan cuping hidung,

penggunaan otot bantu pernafasan dan pengembangan paru

yang kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi

atau massa pada paru dan vocal fremitus teraba sama kanan
dan kiri. Perkusi terdengar hipersonor dan auskultasi masih

terdengar suara ronkhi pada kedua bronkus paru.

Pukul 09.15 mempertahankan posisi semi fowler pada klien.

Respon subyektif, klien mengatakan lebih nyaman ketika

tempat tidurnya ditinggikan. Respon obyektif, klien tampak

nyaman dengan posisinya.

Pukul 09.20 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan bersedia minum lebih

banyak. Klien minum 6 gelas (1200cc). Respon obyektif,

mukosa bibir klien terlihat kering.

Pukul 09.25 melatih batuk efektif pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan bersedia diajarkan nafas dalam

dan batuk efektif. Respon obyektif klien menunjukkan klien

mempraktekan batuk efektif namun belum maksimal, klien

dapat mengeluarkan dahak sebanyak 1 cc - 1,5 cc dalam sekali

batuk.

Pukul 09.45 berkolaborasi dengan dokter pemberian obat

(methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi dengan

keluraganya Dan merasa lebih baik setelah diberikan obat.


Data obyektif, klien bersedia diberikan obat dan didampingi

keluarganya.

3) Tindakan keperawatan yang dilakukan hari ke-3 pada pukul

09.00 yaitu mengkaji fungsi pernafasan diperoleh respon

subyektif, klien mengatakan masih sering batuk sekitar 20x

sehari. Dahak sudah mulai dikeluarkan. Klien merasa sudah

jarang sesak nafas. Klien sudah tidak nyeri dada. Pada

pemeriksaan paru didapatkan respon obyektif inspeksi,

respiratory rate klien 22x/menit, terpasang alat bantu oksigen 3

liter per menit, tampak pernafasan cuping hidung, penggunaan

otot bantu nafas, pengembangan paru kurang maksimal.

Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru,

vokal fremitus teraba kanan dan kiri sama. Perkusi terdengar

hipersonor dan auskultasi masih terdengar suara ronkhi, namun

sudah berkurang dari hari sebelumnya.

Pukul 09.15 mempertahankan posisi semi fowler pada klien.

Respon subyektif, klien mengatakan nyaman dengan posisi

semi fowler. Respon obyektif menunjukkan klien terlihat

nyaman dengan posisinya.

Pukul 09.20 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan minum 7 gelas (1400cc)

sehari. Respon obyektif, mukosa bibir terlihat sedikit lembab.


Pukul 09.25 melatih batuk efektif pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan sudah bisa melakukan nafas dalam

dan batuk efektif. Respon obyektif menunjukkan klien sudah

bisa melakukan batuk efektif secara mandiri. Klien bisa

mengeluarkan dahak sebanyak 3cc dalam sekali batuk.

Pukul 09.40 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat (methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi dengan

keluraganya Dan merasa lebih baik setelah diberikan obat.

Data obyektif, klien bersedia diberikan obat dan didampingi

keluarganya.

k. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada

Tn.U didapatkan catatan perkembangan yaitu data subyektif antara

lain klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang. Klien batuk

sekitar 20x sehari. Klien sudah bisa melakukan batuk efektif dengan

dahak yang keluar 3cc sekali batuk. Klien juga mengatakan hampir

tidak merasakan sesak nafas lagi. Sementara itu data obyektif yang

didapatkan respuratory rate klien yaitu 22x/menit, klien terpasang alat

bantu oksigen 3 liter/menit, pernafasan cuping hidung, penggunaan

otot bantu pernafasan, dan pengembangan paru kurang maksimal.


Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, dan vokal

fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi terdengar hipersonor dan

auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah sedikit berkurang.

B. Pembahasan

Penulis akan membahas masalah keperawatan yang menjadi fokus

studi dalam studi kasus ini adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada

Tn. U dengan PPOK di Bangsal Seruni RST dr. Soedjono Magelang mulai

dari tahap pengkajian, diagnosis, implementasi, intervensi, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada riwayat kesehatan sekarang klien mengatakan batuk berdahak

kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu hilang timbul, dan bicara

serak karena kesulitan mengeluarkan dahak. Hal ini sejalan dengan

pendapat Padila (2012), tanda gejala PPOK yaitu batuk yang sangat

produktif, sesak nafas dan dispnea, hipoksia dan hiperkapnea, takipnea,

dispnea yang menetap. Batuk pada dasarnya adalah mekanisme

pembersihan jalan nafas. Batuk menunjukkan adanya mucus yang banyak

pada saluran nafas yang dikarenakan adanya inflamasi oleh bakteri, virus

atau jamur. Klien dengan masalah PPOK biasanya mengeluhkan batuk

yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi dari bronkus.

Saat dilakukan pengkajian yang memfokuskan pada masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas didapat hasil pada pengkjian


pernafasan, klien mengatakan sering batuk . Saat obserasi klien batuk 3x

tapi hanya mampu mengeluarkan air ludah. Klien juga mengeluhkan

sesak nafas yang disertai nyeri dada ketika batuk dengan skala nyeri 3.

Batuk pada dasarnya adalah mekanisme pembersihan jalan nafas. Batuk

menunjukkan adanya mucus yang banyak pada saluran nafas karena

adanya inflamasi oleh bakteri, visrus maupun jamur. Klien dengan

masalah keidakefektifan bersihan jalan nafas biasanya mengeluhkan

batuk yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi dari

bronkus (Price & Wilson, 2005).

Sesak nafas merupakan salah satu tanda gejala yang sering dialami

oleh pendrita PPOK. Menurut Potter & Perry (2016) proses terjadinya

PPOK sendiri karena terpapar suatu allergen, khususnya pada perokok

aktif yang lama kelamaan akan mengakibatkan edema pada bronkus,

kemudian terjadi spasme dan ada peningkatan sekret yang mengakibatkan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Akumulasi sputum yang tertimbun

di jalan nafas menyebabkan proses pergerakan udara dari dalam dan luar

paru-paru terganggu, suplai oksigen ke paru-paru menurun, sebagai

kompensasinya paru-paru akan meningkatkan kerja pernafasan. Hal ini

sejalan dengan Ringel (2012) yang mengatakan bahwa sesak nafas terjadi

akibat adanya tumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga

menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida mengalami


gangguan, padahal di dalam otak ada hubungan tertentu antara tekanan

oksigen, karbondioksida darah, kebutuhan okigen jaringan, pengiriman

oksigen dan kerja pernafasan.

Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil inspeksi menunjukkan pola

pernafasan cepat, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung,

dan pengembangan paru tidak maksimal. Menurut Herdman dan

Kamitsuru (2015), penggunaan otot bantu pernafasan dan cuping hidung

merupakan batasan karakteristik dari adanya masalah ketidakefektifan

pola nafas. Palpasi menunjukkan tidak ada lesi atau massa pada paru, dan

vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan cara meraba daerah dada dan punggung untuk membandingkan

persamaan getaran suara dari laring sampai ke bronchial. Getaran suara

dibentuk oleh udara yang menjalar dari dalam laring menuju ke bronchial

dan membuat dinding dada bergetar. Perkusi terdengar hipersonor. Pada

klien dengan PPOK biasanya didapatkan bunyi hipersonor ataupun

hiperhipersonor pada seluruh lapang paru (Bickley, 2012). Auskultasi

terdengar suara ronkhi pada kedua bronkus paru. Pada klien dengan

masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas terdengar bunyi nafas

tambahan yaitu ronkhi (Bickley,2012). Hal ini menunjukkan adanya

akumulasi sekret yang kental pada jalan nafas klien.


Pemeriksaan rontgen thorax klien menunjukkan apek pulmo terdapat

bercak, corakan bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat

peribronchial yang tersebar di kedua lapang pulmo. Menurut Anderson

(2007), pada klien dengan bronkitis kronis pada pemeriksaan radiologis

ditemukan hasil tubular shadows atau farm line yang terlihat bayangan

garis paralel keluar dari hilius menuju apeks paru, dan corak paru yang

bertambah. Adanya corakan pada hasil rontgen klien dengan PPOK

menggambarkan jika terdapat peningkatan jumlah lendir di paru, adanya

peradangan, infeksi, atau gangguan lainnya. Corakan ini juga bida

disebabkan oleh asap rokok, asap kendaraan atau polusi udara.

2. Perumusan Masalah

Fokus diagnosa yang diambil yaitu ketidakefektifan bersihan jalan

nafas. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan

membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan

jalan nafas tetap paten (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2016).

Sedangkan menurut Herdman & Kamitsuru (2015) ketidakefektifan

bersihan jalan nafas adalah suatu keadaam dimana individu tidak mampu

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk

mempertahankan bersihan jalan nafas.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada klien ditemukan data yang

mendukung tegaknya diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan

jalan nafas yaitu klien mengeluh batuk berdahak dengan sekret yang sulit
dikeluarkan, pada auskultasi paru terdengar ronkhi pada bronkus atas

kanan dan kiri, dan pernafasan takipnea.

Penulis memprioritaskan diagnosa ini karena masalah pada bersihan

jalan nafas apabila tidak segera ditangani akan berdampak serius.

Dampak dari ketidakefektifan jalan nafas adalah klien mengalami

obstuksi jalan nafas sehingga klien kesulitan bernafas dan gangguan

pertukaran gas di dalam paru paru yang mengakibatkan timbulnya

sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah. Untuk itu perlu bantuan

untuk mengeluarkan dahak yang lengket sehingga dapat bersihan jalan

nafas kembali efektif (Nugroho, 2011)

3. Perencanaan

Kriteria hasil pada tindakan keperawatan pada klien PPOK yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas diharapkan adanya kepatenan jalan

nafas pada status pernafasan klien yaitu klien mampu mengeluarkan

sekret, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada akumulasi sekret,

pernafasan normal, klien menunjukkan perilaku untuk mempertahankan

bersihan jalan nafas.

Intervensi keperawatan yang diberikan menurut Bulechek, Butcher,

dkk (2013) yaitu Monitor pernafasan dengan kaji fungsi pernafasan,

monitor kecepatan, irama kedalaman dan kesulitan bernafas,catat

pergerakan dada dan retraksi dada, monitor suara nafas tambahan dan
pola nafas, monitor kemampuan batuk efektif klien, catat onset dan

karakteristik dan lamanya batuk, posisikan klien dengan posisi

semifowler, berikan asupan cairan kurang lebih 2500cc perhari,

instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif, kelola

pemberian obat-obatan seperti agen ekspektoran dan bronkodilator.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan pada klien untuk mengatasi

ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu melakukan pengkajian status

pernafasan. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

kelainan pada fungsi pernafasan. Hasil pengkajian fungsi pernafasan

didapatkan data subyektif, klien mengatakan batuk dan dahak sulit

dikeluarkan, nyeri dada saat batuk dengan skala 3, dan sesak nafas. Dahak

yang dikeluarkan klien 3cc dalam satu hari dengan warna kuning

kehijauan. Data obyektif yangbdiperoleh yaitu terpasang alat bantu

oksigen oksigen 3 liter per menit, terlihat pengembangan paru tidak

maksimal, penggunaan otot bantu pernafasan, dan pernafasan cuping

hidung. Hasil dari pemeriksaan palpasi yaitu vokal fremitus teraba sama

kanan dan kiri, perkusi menunjukkan hasil hipersonor, dan auskultasi

menunjukkan adanya suara nafas tambahan ronkhii. Bunyi ronkhi

menunjukkan adanya akumulasi sputum yang kental pada jalan nafas

klien (Bickley, 2012). Warna sputum penting untuk dikaji supaya


mengetahui penyakit klien tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus

(Price, 2009).

Tindakan keperawatan selanjutnya yang dilakukan penulis adalah

penulis memberikan posisi semi fowler kepada klien dengan mengatur

ketinggian tempat tidur bagian kepala klien setinggi 30-40° yang

bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan kerha

pernafasan. Posisi semi fowler juga dapat membantu pengembangan paru

dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Kozier, 2014).

Hasil dari penulis melakukan tindakan memposisikan semi fowler yaitu

ditemukan respon nyaman pada klien.

Implementasi selanjutnya adalah memotivasi klien supaya banyak

minum air hanyat sedikitnya 2500cc/hari. Tn.U sehari minum sekitar

800cc air mineral. Pemasukan cairan akan membantu mengencerkan

sputum dan membuatnya mudah dikeluarkan (Smeltzer dan Bare, 2013).

Implementasi selanjutnya yang dilakukan oleh penulis yaitu

mengajarkan batuk efektif kepada klien. Batuk efektif merupakan suatu

metode batuk yang benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga

tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal

dengan tujuan menghilangkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi,

mencegah efek samping dari retensi ke sekresi (Nugroho, 2011). Caranya

adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air hangat

untuk mengencerkan dahak. Setelah itu dianjurkan insprasi dalam. Hal ini
dilakukan selama dua kali. Kemudian setelah inspirasi yang ketiga,

anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat (Pranowo, 2009). Dari

pengkajian sebelumnya klien mengalami batuk bedahak dengan sputum

kental berwarna kuning kehijauan yang sulit dikeluarkan. Oleh karena itu

perlu dilakukan teknik batuk efektif yang benar supaya dahak dapat

keluar. Setelah dilakukan batuk efektif, sputum klien dapat keluar dengn

warna kuning kehijauan sebanyak 3cc dalam sekali batuk.

Pemberian obat methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g. Pemberian obat

methylpreadnisolon 62,5 mg bertujuan untuk mengatasi peradangan pada

klien dengan PPOK. Pemberian cobivent bertujuan untuk melebarkan

saluran udara dalam paru-paru. Obat ini bekerja dengan cara melemaskan

otot-otot di saluran pernafasan. Kemudian pemberian obat Viccillin yang

termasuk dalam golo ngan antibiotic bertujuan untuk mengatasi pe nyakit

infeksi saluran pernafasan. Penggunaan antibiotik digunakan pada

eksaserbasi PPOK yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.

Antibiotik paling bermanfaat dan harus dimulai jika setidaknya ada dua

dari tiga gejala berikut ini: peningkatan dyspnea, peningkatan volume

sputum, dan peningkatan purulensi dahak (Zulkarni R, Nessa & Yumna

Athifah, 2019).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun evaluasi

juga dapat dilakukan di setiap tahap dari proses keperawatan. Pada tahap

evaluasi, penulis dapat menentukan reaksi klien terhadap intervensi

keperawatan yang diberikan. Berdasarkan catatan oerkembangan klien

selama 3 hari didapatkan data klien yaitu : antara lain data subyektif klien

mengatakan batuk sudah mulai berkurang. Klien batuk sekitar 20x sehari.

Klien sudah bisa melakukan batuk efektif dengan dahak yang keluar 3cc

sekali batuk. Klien juga mengatakan hampir tidak merasakan sesak nafas

lagi. Sementara itu data obyektif yang didapatkan respuratory rate klien

yaitu 22x/menit, klien terpasang alat bantu oksigen 3 liter/menit,

pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan, dan

pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada

lessi atau massa pada paru, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan

kiri. Perkusi terdengar hipersonor dan auskultasi masih terdengar ronkhi

namun sudah sedikit berkurang. antara lain klien mengatakan batuk sudah

mulai berkurang. Klien batuk sekitar 20x sehari. Klien sudah bisa

melakukan batuk efektif dengan dahak yang keluar 3cc sekali batuk.

Klien juga mengatakan hampir tidak merasakan sesak nafas lagi.

Sementara itu data obyektif yang didapatkan respiratory rate klien yaitu

22x/menit, klien terpasang alat bantu oksigen 3 liter/menit, pernafasan

cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan, dan pengembangan

paru kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa
pada paru, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi

terdengar hipersonor dan auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah

sedikit berkurang.

Berdasarkan data klien masih mengeluh batuk, suara ronkhi masih

terdengar, dan sputum warna kuning kehijauan yang sudah mulai keluar

maka masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien sudah

mulai teratasi sebagian.

C. Keterbatasan

Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat beberapa

keterbatasan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan yang dialami Penulis salah

satunya adalah keterbatasan waktu dimana Penulis tidak dapat memantau

secara keseluruhan perkembangan dari pasien.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disismpulkan bahwa dalam

melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.U dengan Fokus Studi

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di bangsal Seruni RST dr.Soedjono

Magelang diperoleh data atau temuan yang telah dijelaskan pada pembahasan

melalui proses pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun

rencana tindakan, melakukan tindakan, dan mengevaluasi tindakan yang

diberikan, diantara :

1. Pada pengkajian, hal-hal yang perlu dikaji meliputi identitas klien,

riwayat kesehatan, pemeriksaan diagnostik, dan pemeriksaan fisik. Pada

bersihan jalan nafas tidak efektif, pengkajian difokuskan ke masalah

utama klien. Hasil pemeriksaan penunjang ditegakkan untuk mendukung

diagnosa keperawatan seperti pemeriksaan rontgen. Kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik terutama pada pemeriksaan dada

dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

2. Pada proses diagnosa keperawatan, didapatkan masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebihan.

Penegakkan diagnosa ini berdasarkan data subyektif dan data obyektif

yang diperoleh saat pengkajian.


3. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada, penulis harus

menentukan rencana tindakan yang tepat sesuai dengan masalah

keperawatan yang ada. Dalam mengatasi masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan

kriteria hasil batuk berkurang, tidak ada sekret, tidak ada suara nafas

tambahan ronkhi, tidak ada dyspnea, dan sputum dapat keluar dengan

mudah saat dibatukkan. Untuk memenuhi tujuan dan kriteria hasil

tersebut, maka intervensi yang dilakukan adalah kaji fungsi pernafasan,

posisikan semi fowler, anjurkan asupan cariran kurang lebih 2500cc per

hari, lakukan batuk efektif, dan berkolaborasi dalam melakukan program

terapi.

4. Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang

telah direncanakan.

5. Proses terakhir dalam asuhan keperawatan adalah mengevaluasi tindakan

keperawatan yang telah dilakukan kepada klien. Pada evaluasi ini

didapatkan hasil masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas pada Tn.U teratasi sebagian. Oleh karena itu Perlu adanya tindak

lanjut supaya masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi

seluruhnya.
B. SARAN

Terdapat beberapa saran yang penulis ingib sampaikan dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini di antaranya :

1. Praktisi Keperawatan

Bagi praktisi keperawatan yan mena ngani klien PPOK, penatalaksanaan

yang ditekankan adalah mengajarkan batuk efektif karena masih banyak

klien yang mengetahui cara batuk efektif yang benar.

2. Penulis selanjutnya

Diharapkan lebih memperdalam lagi pemahaman dan pengetahuan asuhan

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien dengan

PPOK dan juga lebih memperbanyak referensi seperti buku dan jurnal

baik nasional maupun internasional

3. Institusi Pendidikan

Diharapkan pihak dari institusi pendidikan lebih memberi dukungan

sarana dan prasarana terkait referensi baik dalam bentuk buku maupun

jurnal yang terbaru mengingat tuntutan penggunaan referensi dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah harus menggunakan referensi yang terbaru

Anda mungkin juga menyukai