I. PENGAJIAAN
A.Identitas klien :
Meliputih Nama: B.M
jenis-kelamilan : F/M
Umur:40
Alamat:comoro
Agama:Katolik
bahasa yang dipakai : Tetun
status : casada
Perjaiangang: Guru
Pendidikan: SPK
NO.register,tanggal
Penanggung
Nama: Bp
Umur :47
Agama:katolik
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat: comoro
Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit.
Pasien mengeluh sesak nafas dan batuk-batuk. Badan terasa lemas dan dingin
4. Diagnosa Medik pada saat (MRS= masuk rumah sakit ), pemeriksaan penunjang dan tindakan
yang telah dilakukan ( informasikan tentang pemeriskaan penunjang dan kesimpulan hasilnya
serta tindakan yang telah dilakukan dari saat MRS sampai hari pengambilan klien
sebagai kasus kelolaan )Pasien datang ke IGD RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten pada
tanggal 28 Juni 2004 dengan keluhan sesak nafas
Diagnosa Medis : Dispnoe suspect asma bronchiale
Pemeriksaan
Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah : 170 / 90 mmHg
b. Nadi : 104 kali permenit
c. Suhu : afefbris
d. Respirasi : sesak nafas, 32 kali per menit
Auskultasi suara nafas : wheezing negatif, suara nafas vesicular.
Pemeriksaan rogten dada : cardiomegali dan oedema paru serta ada efusi pleura bilateral
Pemeriksaan laboratotium :
Program therapi
O2 : 3 – 4 liter permnit
v Posisi tidur ½ duduk
v Infus Dex 5 % dengan aminophilin 1 ampul ( 20 tetes / menit )
v Aminophilin ½ amp IV, pelan-pelan
v Extropect 3 x 1
v Dexametasone inj 4 x 1 amp
v Amoksan 3 x 1 gram
v Ozen 1 x 1
Pasien diambil sebagai kasus kelolaan jam 07.30 WIB ( tanggal 28 juni 2004 )
1. Persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit / perawatan Klien hanya tahu kalau sesak nafas dan belum
mengetahui faktor pencetus.
Persepsi klien : pasien ingin sembuh segera dan tinggal di rumah sakit dulu.
( Cephalocaudal )
Keluhan yang dirasakan saat ini, Sesak nafas , untuk bernafas dada terasa berat
Kepala : tak ada kelainan, mata : baik, Hidung : normal bersih, telinga tidak ada kelainan, gigi
dan mulut Bersih, menggosok gigi pagi hari.
Thorak : simetris, tampak penonjolan tilang iga, tampak tarikan dinding dada ke atas, tak ada
ketinggalan gerak. Auskultasi tidak ada wheezing, suara nafas vesicular, kadang terdengan
ronchi basah di bagian bawah paru.
Ekstrimitas ( termasuk keadaan kulit, kekuatan )Tidak ada kelainan, kulit keriput agak pucat,
kekuatan berkurang kadang-kadang merasa lemas
Data Obyektif :
v RR : 32 x per menit
v Nadi : 104 x / menit
v Suhu : 36,2 ‘C
v Tangan dan kaki terabit dingin
v Klien tampak sesak nafas
v Mulai sesak nafas sejak 7 tahun
yang lalu
v Hasil rongten dada efusi pleura,
cardiomegali dan oedema paru
Data Obyektif :
v RR sebelum aktivitas 32 x /
menit, setelah aktivitas 40 x /
menit
v Klien istirahat ditempat tidur
Terpasang oksigen kanul 3 liter /
menit
04 Resiko infeksi
Data Subyektif : -- Faktor resiko prosedur
Data Obyektif : invasif
v Terpasang infus pada tangan kiri
cairan dekstrose 5 % ditambahn
aminophilin 1 amp
v Infus terpasang tanggal 28 Juni
2004
v Tidak tampak kemerahan pada
luka insersi
III.Intervensi.
daripada sebaliknya. Krisis pada dasarnya merupakan sebuah situasi yang tidak
terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul
outcome. Yang berarti krisis merupakan suatu keadaan tidak stabil bagi suatu
Umumnya krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak
punya implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya. (Banks, 1996) Fearn-
berjalan normal kembali setelah itu. Untuk itu Holsti melihat krisis sebagai
decision time” Dikutip dalam (Guth, 1995). Krisis membawa keterkejutan dan
sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang
whole and threaten its basic assumptions, its subjective sense of self, its exixtential
core”. Menurut mereka, krisis biasanya memiliki tiga dampak, yaitu pertama
Pola pikir seseorang terhadap sesuatu dapat memengaruhi emosi dan perilakunya. Sebagai contoh,
seseorang yang pernikahannya berakhir dengan perceraian akan berpikir bahwa dirinya bukan pasangan
yang baik, dan tidak pantas menjalani suatu hubungan. Pola pikir tersebut akan membuatnya putus asa,
kemudian memicunya menjauhkan diri dari lingkup sosial. Bila kondisi tersebut dibiarkan, dia akan
terjebak pada siklus pola pikir, emosi dan perilaku yang negatif.
Gangguan ini menyebabkan penurunan fungsi otak yang berhubungan dengan kemampuan
Wu, 2011; Wiyoto, 2002). Salah satu gangguan kognitif yang menjadi masalah besar dan
serius yang dihadapi oleh negara-negara maju dan mulai muncul di negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia adalah dementia (Rohmah et al, 2006). Pada orang
lanjut usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat
seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya proses menua (Kaplan et al,
2010). Proses penuaan yang disertai proses degenerasi pada seluruh organ tubuh termasuk
otak, akan menimbulkan berbagai gangguan neuropsikologis, dan masalah yang paling
besar adalah demensia, diperkirakan mempunyai prevalensi 15% pada penduduk usia lebih
Salah satu tahapan penurunan fungsi kognitif adalah Mild Cognitive Impairment
yang merupakan gejala perantara antara gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age
lebih dari separuh (50-80%) orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam
sebesar 65% dan mencapai 138% di negara berkembang. Pada keadaan tersebut insiden
seseorang menjadi pikun atau demensia adalah 1% pada usia 75 tahun dan meningkat
menjadi 10% pada usia di atas 85 tahun. Sementara populasi saat ini menunjukkan 5-7%
dari penduduk di atas 65 tahun menderita kepikunan atau demensia. Di Indonesia jumlah
lansia di tahun 2000 mencapai 15,3 juta (7,4%) dan pada tahun 2005-2010 diperkirakan
menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia
vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan
lebih sering pada laki-laki dari pada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita