Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGAJIAAN
A.Identitas klien :
Meliputih Nama: B.M
jenis-kelamilan : F/M
Umur:40
Alamat:comoro
Agama:Katolik
bahasa yang dipakai : Tetun
status : casada
Perjaiangang: Guru
Pendidikan: SPK
NO.register,tanggal

Penanggung
Nama: Bp
Umur :47
Agama:katolik
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat: comoro

Riwayat Penyakit
1.   Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit.
Pasien mengeluh sesak nafas dan batuk-batuk. Badan terasa lemas dan dingin

2.   Riwayat penyakit sekarang


± 20 hari terakhir sering sesak nafas ( kumat-kumatan ) selama 7 hari ini sesak nafas terutama
alam hari tidak menghilang. Mulai sore tadi badan terasa lemah, sesak nafas belum berkurang,
bunyi nafas mengi.Pasien merasa lemah dan tidak kuat, kemudian periksa ke IGD RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro, Klaten dan disarankan untuk rawat inap.

3.   Riwayat penyakit dahulu


7 tahun yang lalu klien mengalami sesak nafas, periksa di Jakarta dengan diagnosa radang paru-
paru. ± 6 bulan yang lau opname di BP Mitra medika selama 1 minggu dengan: diagnosa asma
bronchiale. 1 bulan terakhir sering sesak nafas.

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwatyat Hipertensi : keluarga dan klien tidak tahu.

  4. Diagnosa Medik pada saat (MRS= masuk rumah sakit ), pemeriksaan penunjang dan tindakan
yang telah dilakukan ( informasikan  tentang  pemeriskaan penunjang dan kesimpulan hasilnya 
      serta tindakan yang telah dilakukan dari saat MRS sampai hari pengambilan klien 
      sebagai kasus kelolaan )Pasien datang ke IGD RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten pada
tanggal 28 Juni 2004 dengan keluhan sesak nafas
Diagnosa Medis : Dispnoe suspect asma bronchiale

Pemeriksaan        
Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah  :   170 / 90 mmHg
b. Nadi                   :    104 kali permenit
c. Suhu                   :     afefbris
d. Respirasi           :     sesak nafas, 32 kali per menit
Auskultasi suara nafas : wheezing negatif, suara nafas vesicular.

Pemeriksaan ECG  : VES jarang

Pemeriksaan rogten dada : cardiomegali dan oedema paru serta ada efusi pleura bilateral

Pemeriksaan laboratotium :

v  Hemoglonin    :           9,1 mg %                    ( 12,00-18,00 mg % )


v  Hematokrit     :           27,2 %                        (  47 – 75 % )
v  Leucocit          :           7.000 / mmk    ( 4.800 – 10.800 / mmk )
v  Trombosit       :           256.000 / mmk            ( 150.000 – 450.000 / mmk )
v  SGOT             :           19,8                              ( 10,0 – 40,0 )
v  SGPT              :           35,7                              ( 10,0 – 42,0 )
v  Ureum             :           134,18                         ( 20,00 – 40,00 )
v  Creatinin        :           6,64                              ( 0,60-1,30 )

Program therapi
O2 : 3 – 4 liter permnit
v  Posisi tidur ½ duduk
v  Infus Dex 5 % dengan aminophilin 1 ampul ( 20 tetes / menit )
v  Aminophilin ½ amp IV, pelan-pelan
v  Extropect 3 x 1
v  Dexametasone inj 4 x 1 amp
v  Amoksan 3 x 1 gram
v  Ozen 1 x 1

Pasien diambil sebagai kasus kelolaan jam 07.30 WIB ( tanggal 28 juni 2004 )
1.   Persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit / perawatan  Klien hanya tahu kalau sesak nafas dan belum
mengetahui faktor pencetus.
Persepsi klien : pasien ingin sembuh segera dan tinggal di rumah sakit dulu.

2.   Pola  nutrisi / metabolik


Program di rumah sakit  Diet Bubur biasa
Intake makanan  selama sakit dirumah kurang lebih 3 minggu tidak nafsu makan. Dirumah sakit
makan sedikit 3 sendok seperti dirumah
Bila perut kenyang klien takut kalu menyebebkan sesak nafas
Intake cairan  Terpasang infus Dextrose 5 % 20 tetes permnit, os miumair putih kira-kira 4 – 8
gelas setiap hari

3.   Pola eliminasi


a.   Buang air besar : Pola 1 kali sehari, selama di rumah sakit belum BAB
b.   Buang air kecil : kencing 4 – 6 kali sehari, jernih, jumlah antara 800 – 1000 cc

4.   Pola Aktivitas dan Latihan


       Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum *
Toileting *
Berpakaian *
Mobilitas di tempat tidur *
*
Berpindah
Ambulasi / ROM
    0 : mandiri, 1 : dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan 
      alat, 4 : tergantung total
      Oksigenasi  terpasang oksigen canule 3 – 4 liter / menit

5.   Pola tidur dan istirahat


( lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur )
Selama sakit tidak bisa tidur nyenyak ( sulit tidur ) setelah di rumah sakit sesak nafas berkurang
sehingga bisa tidur.

6.   Pola  Peceptual


( penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi )
Penglihatan dan pendengaran masih baik ( normal ). Masih bisa merasakan manis, pahit, asam
dan merasakan sensasi panas atau nyeri

7.   Pola Persepsi diri


( pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri )
 Klien merasa sudah lama menderita sehingga tidak terlalu mecemaskan sakitnya

8.   Pola peran dan hubungan


( komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan )
Sebagai kepala keluarga Bpk. Spm masih dihargai dan dihormati oleh semua anaknya. Hubungan
dengan anak-anak, istri dan cucu baik. Keuangan saat ini dibantu oleh anak- anaknya.

9.   Pola Managemen koping stress


( perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini )
Bpk. Spm menyadari penyakitnya dan berharap penyakitnya bisa sembuh. Tidak ada perubahan
besar dalam kehidupannya hanyasaja setelah sakit tidak boleh lagi bekerja oleh anak-anaknya.

10.Sistem nilai dan kepercayaan


( pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan , dll )
Klien dirumah aktif dalam kegiatan keagamaan seperti pengajian dan menjalankan ibadah sholat
lima waktu. Selama di rumah sakit belum pernah melakukan ibadah ( di rumah sakit )
Pemeriksaan Fisik

( Cephalocaudal )
Keluhan yang dirasakan saat ini, Sesak nafas , untuk bernafas dada terasa berat

TD : 170/90 mmHg             P :   32    x/menit                N : 104  x/menit               S :  36,2 ºC


BB / TB  : 50 kg, 165 cm

Kepala     :  tak ada kelainan, mata : baik, Hidung : normal bersih, telinga tidak ada kelainan, gigi
dan mulut Bersih, menggosok gigi pagi hari.

Leher  : tidak ada pembesaran kelenjar

Thorak  : simetris, tampak penonjolan tilang iga, tampak tarikan dinding dada ke atas, tak ada
ketinggalan gerak. Auskultasi tidak ada wheezing, suara nafas vesicular, kadang terdengan
ronchi basah di bagian bawah paru.

Abdomen : Supel, tidak ada nyeri tekan

Inguinal  : tidak ada kelainan

Ekstrimitas ( termasuk keadaan kulit, kekuatan )Tidak ada kelainan, kulit keriput agak pucat,
kekuatan berkurang kadang-kadang merasa lemas

        Program therapi


 O2 : 3 – 4 liter permnit
  Posisi tidur ½ duduk
  Infus Dex 5 % dengan aminophilin 1 ampul ( 20 tetes / menit )
  Aminophilin ½ amp IV, pelan-pelan
  Extropect 3 x 1
  Dexametasone inj 4 x 1 amp
  Amoksan 3 x 1 gram
  Ozen 1 x 1
Hasil Pemeriksaan Penunjang dan laboratorium
(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, cantumkan tanggal pemeriksaan dan
kesimpulan hasilnya)
Selama dalam kelolaan belum pernah dilakukan pemeriksaan penunjang.
V.      Analisa Data

No. Data penunjang Masalah Kemunkinang penyebab


01. Data Subyektif : Bersihan jalan nafas Bronchospasme
v  Klien mengatakan sesak nafas tidak efektif
v  Klien mengatakan dada terasa
berat untuk bernafas
Data Obyektif :
v  RR : 32 x / menit
v  Klien tampak pucat
v  Klin brnafas menggunakan otot
pernafasan tambahan ( dada
tertarik keatas )
v  Suara nafas vesikuler

O2 Gangguan Perubahan membran


Data Subyektif : pertukaran gas kapiler-alveoli
v  Klien mengatakan dada terasa
berat untuk bernafas
v  Klien mengatakan badan terasa
lemah dan dingin

Data Obyektif :
v  RR : 32 x per menit
v  Nadi : 104 x / menit
v  Suhu : 36,2 ‘C
v  Tangan dan kaki terabit dingin
v  Klien tampak sesak nafas
v  Mulai sesak nafas sejak 7 tahun
yang lalu
v  Hasil rongten dada efusi pleura,
cardiomegali dan oedema paru

O3 Data Subyektif : Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan suplai


v  Klien mengatakan sehabis turun oksigen dengan kebutuhan
dari tempat tidur untuk kencing tubuh
nafas megap-megap
v  Klien mengatakan badan lemah
dan tidak kuat lagi

Data Obyektif :
v  RR sebelum aktivitas 32 x /
menit, setelah aktivitas 40 x /
menit
v  Klien istirahat ditempat tidur
Terpasang oksigen kanul 3 liter /
menit
04 Resiko infeksi
Data Subyektif : -- Faktor resiko prosedur
Data Obyektif : invasif
v  Terpasang infus pada tangan kiri
cairan dekstrose 5 % ditambahn
aminophilin 1 amp
v  Infus terpasang tanggal 28 Juni
2004
v  Tidak tampak kemerahan pada
luka insersi

II. Diagnosa Keperawatan

1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchospasme


2.    Gangguan  pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveoli
3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan 
       kebutuhan tubuh
4.    Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
5.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor 
       psikologis dan biologis yang mengurangi intake makanan.

                                                                                                                           
III.Intervensi.

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1. Gangguan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC) 1. Peningkatan
perfusi Gangguan perfusi Pantau TTV tiap jam tekanan darah
jaringan jaringan dapat tercapai dan catat hasilnya 2. sistemik yang
serebral b.d secara optimal Kaji respon motorik diikuti dengan
O2 otak Kriteria hasil : a) terhadap perintah penurunan tekanan
menurun Mampu sederhana darah diastolik
mempertahankan 3. Pantau status merupakan tanda
tingkat kesadaran b) neurologis secara peningkatan TIK.
Fungsi sensori dan teratur Napas tidak teratur
motorik membaik 4. Dorong latihan menunjukkan
kaki aktif/ pasif adanya
5. Kolaborasi peningkatan TIK 2.
pemberian obat Mampu
social indikasi mengetahui tingkat
respon motorik
pasien 3.
Mencegah/menuru
nkan atelektasis 4.
Menurunkan statis
vena 5.
Menurunkan re
2 Ketidakseimb Status gizi Pengelolaan 1. Motivasi klien
angan nutrisi : gangguan makanan mempengaruhi
kurang dari 2. Asupan makanan 2. Pengelulaan dalam perubahan
kebutuhan 3. Cairan dan zat gizi nutrisi 3. Bantuan nutrisi 2. Makanan
tubuh b.d Kritria evaluasia) menaikkan BB kesukaan klien
ketidakmampu Menjelaskan komponen Aktivitas untuk
an untuk kedekatan diet keperawatan : 1. mempermudah
mengabsorpsi b) Nilai laboratorium Tentukan motivasi pemberian nutrisi
nutrient c) klien untuk 3. Merujuk
(mis,trnsferin,albumin,d mengubah kebiasaan kedokter untuk
an eletrolit) makan 2. Ketahui mengetahui
d) Melaporkan makanan kesukaan perubahan klien
keadekuatan tingkat klien 3. Rujuk serta untuk proses
gizi e) Nilai kedokter untuk penyembuhan .
laboratorium (mis : menentukan Membantu makan
trasferin,albomen dan penyebab perubahan untuk mengetahui
eletrolit f) Toleransi nutrisi 4. Bantu perubahan nutrisi
terhadap gizi yang makan sesuai dengan serta untuk
dianjurkan. kebutuhan klien 5. pengkajian 5.
Ciptakan lingkungan Menciptakan
yang menyenangkan lingkungan untuk
untuk makan kenyamanan
istirahat klien serta
utk ketenangan
dalam
ruangan/kamar.
3 Hambatan Klien diminta 1. Ajarkan klien 1Mengajarkan
mobilitas fisik menunjukkan tingkat tentang dan pantau klien tentang dan
b.d penurunan mobilitas, ditandai penggunaan alat pantau penggunaan
kekuatan otot dengan indikator 2. Bantu mobilit. alat bantu mobilitas
berikut (sebutkan Ajarkan dan bantu klien lebih mudah.
nilainya 1 – 5) : klien dalam proses 2. Membantu klien
ketergantungan (tidak perpindahan. dalam proses
berpartisipasi) 4. Berikan perpindahan akan
membutuhkan bantuan penguatan positif membantu klien
orang lain atau alat selama beraktivitas. latihan dengan cara
membutuhkan bantuan 5. Dukung teknik tersePemberian
orang lain, mandiri latihan ROM penguatan positif
dengan pertolongan alat 6. Kolaborasi selama aktivitas
bantu atau mandiri dengan tim medis akan mem-bantu
penuh). ) Menunjukkan tentang mobilitas klien semangat
penggunaan alat bantu klienas dalam latihan. 4.
secara benar dengan 7. Kolaborasi Mempercepat klien
pengawasan. b) pemberian antibiotic dalam mobilisasi
Meminta bantuan untuk sesuai indikasi dan
beraktivitas mobilisasi mengkendorkan
jika diperlukan. c) otot-otot 5.
Menyangga BAB d) Mengetahui
Menggunakan kursi perkembngan
roda secara efektif. mobilisasi klien
sesudah latihan
ROM 6. Kolaborasi
dengan tim medis
dapat membatu
peningkatkan
mobilitas pasien
seperti kolaborasi
dengan
fisioterapisbut.
4 Gangguan Komunikasi dapat 1. Lakukan Mencek
komunikasi berjalan dengan baik komunikasi dengan komunikasi klien
verbal b.d. Kriteria hasil : a) Klien wajar, bahasa jelas, apakah benar-benar
kerusakan dapat mengekspresikan sederhana dan bila tidak bisa
neuromuscular perasaan b) Memahami perlu diulang 2. melakukan
, kerusakan maksud dan Dengarkan dengan komunikasi 2.
sentral bicara pembicaraan orang lain tekun jika pasien Mengetahui
c) Pembicaraan pasien mulai berbicara 3. bagaimana
dapat dipahami Berdiri di dalam kemampuan
lapang pandang komunikasi klien
pasien pada saat tsb 3. Mengetahui
bicara 4. Latih otot derajat /tingkatan
bicara secara optimal kemampuan
5. Libatkan keluarga berkomunikasi
dalam melatih klien 4.
komunikasi verbal Menurunkan
pada pasien 6. terjadinya
Kolaborasi dengan komplikasi lanjutan
ahli terapi wicara 5. Keluarga
mengetahui &
mampu
mendemonstrasika
n cara melatih
komunikasi verbal
pd klien tanpa
bantuan perawat 6.
Mengetahui
perkembangan
komunikasi verbal
klien
umumnya, krisis dapat dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang

lebih banyak mempunyai implikasi negatif pada perusahaan atau organisasi

daripada sebaliknya. Krisis pada dasarnya merupakan sebuah situasi yang tidak

terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul

krisis yang dapat mengancam keberadaanya. Menurut (Devlin, 2007) a “crisis” is

an unstable time for an organization, with a distinct possibility for an undesirable

outcome. Yang berarti krisis merupakan suatu keadaan tidak stabil bagi suatu

organisasi, dengan adanya kemungkinan untuk hasil yang tidak diinginkan.

Umumnya krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak

punya implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya. (Banks, 1996) Fearn-

Banks (1996:1) mendefinisikan krisis sebagai “a major occurrence with a

potentially negative outcome affecting an organization, company or industry, as

well as its publics, products, services or good name”. (Banks, 1996)

Sebagai ancaman ia harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat

berjalan normal kembali setelah itu. Untuk itu Holsti melihat krisis sebagai

“situations characterized by surprise, high threat to important values, and a short

decision time” Dikutip dalam (Guth, 1995). Krisis membawa keterkejutan dan

sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang

singkat untuk mengambil keputusan.

Krisis juga merupakan “a disruption that physically affects a system as a

whole and threaten its basic assumptions, its subjective sense of self, its exixtential

core”. Menurut mereka, krisis biasanya memiliki tiga dampak, yaitu pertama

ancaman terhadap legitimasi organisasi, adanya perlawanan terhadap misi


organisasi, dan ketiga, terganggunya cara orang melihat dan menilai organisasi.
Terapi perilaku kognitif adalah salah satu jenis psikoterapi, yang mengombinasikan terapi perilaku dan
terapi kognitif. Kedua terapi tersebut bertujuan mengubah pola pikir dan respons pasien, dari negatif
menjadi positif.

Pola pikir seseorang terhadap sesuatu dapat memengaruhi emosi dan perilakunya. Sebagai contoh,
seseorang yang pernikahannya berakhir dengan perceraian akan berpikir bahwa dirinya bukan pasangan
yang baik, dan tidak pantas menjalani suatu hubungan. Pola pikir tersebut akan membuatnya putus asa,
kemudian memicunya menjauhkan diri dari lingkup sosial. Bila kondisi tersebut dibiarkan, dia akan
terjebak pada siklus pola pikir, emosi dan perilaku yang negatif.

Gangguan kognitif adalah gangguan yang berkaitan dengan peningkatan usia.

Gangguan ini menyebabkan penurunan fungsi otak yang berhubungan dengan kemampuan

atensi, konsentrasi, kalkulasi, mengambil keputusan, reasoning, berpikir abstrak (Shiang

Wu, 2011; Wiyoto, 2002). Salah satu gangguan kognitif yang menjadi masalah besar dan

serius yang dihadapi oleh negara-negara maju dan mulai muncul di negara-negara

berkembang termasuk di Indonesia adalah dementia (Rohmah et al, 2006). Pada orang

lanjut usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat

seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya proses menua (Kaplan et al,

2010). Proses penuaan yang disertai proses degenerasi pada seluruh organ tubuh termasuk

otak, akan menimbulkan berbagai gangguan neuropsikologis, dan masalah yang paling

besar adalah demensia, diperkirakan mempunyai prevalensi 15% pada penduduk usia lebih

dari 65 tahun (Fields RB, 1999).

Salah satu tahapan penurunan fungsi kognitif adalah Mild Cognitive Impairment

yang merupakan gejala perantara antara gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age

Associated Memori Impairment/AAMI) dan demensia. Penelitian menunjukkan bahwa

lebih dari separuh (50-80%) orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam

waktu 5-7 tahun mendatang (Purwadi T, 2002).


Pada tahun 2020 di negara maju orang berusia di atas 80 tahun akan meningkat

sebesar 65% dan mencapai 138% di negara berkembang. Pada keadaan tersebut insiden

seseorang menjadi pikun atau demensia adalah 1% pada usia 75 tahun dan meningkat

menjadi 10% pada usia di atas 85 tahun. Sementara populasi saat ini menunjukkan 5-7%

dari penduduk di atas 65 tahun menderita kepikunan atau demensia. Di Indonesia jumlah

lansia di tahun 2000 mencapai 15,3 juta (7,4%) dan pada tahun 2005-2010 diperkirakan

meningkat menjadi 19 juta (8,5%) (Lumbantobing, 1995).

Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya

menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer

(Alzheimer’s disease) (Sadock, 2007).

Selain demensia tipe Alzheimer jenis demensia terbanyak berikutnya adalah

demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler.

Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia.

Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia

vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan

lebih sering pada laki-laki dari pada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita

kedua jenis demensia tersebut (Maslim. R, 2001).

Anda mungkin juga menyukai