Anda di halaman 1dari 27

BAB IV (

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ( tdk usah dikasih tanggal dan tahun


Penelitian dilakukan di ruang Seruni RST Dr.Soedjono Magelang pada

tanggal 4-6 Februari 2019. Studi kasus ini melibatkan 1 klien sebagai subjek

penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu klien Tn.U.

1. Pengkajian

Setelah melakukan pengumpulan data melalui wawancara dan

observasi kepada klien dengan PPOK dengan fokus studi ketidakefektifan

bersihan jalan nafas diperoleh hasil diantaranya meliputi identitas klien,

status kesehatan klien, pengkajian fokus pada bersihan jalan nafas tidak

efektif, pemeriksaan penunjang, dan program terapi sebagai berikut:

a. Karakteristik Klien

Klien adalah seorang laki-laki dengan usia 77 tahun, Suku

jawa, beragama islam, pendidikan terakhir SD. Klien tidak bekerja dan

bertempat tinggal di Candimulyo, Magelang. Klien masuk ke RST

dr.Soedjono Magelang pada tanggal 4 Februari 2019, dengan nomor

RM 1706XX karena PPOK. penanggungjawab klien adalah anak klien

Tn.M yang berusia 46 tahun.

b. Keluhan dan Riwayat Kesehatan


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 4 Februari 2019

didapatkan keluhan utama klien adalah batuk berdahak. Riwayat

kesehatan sekarang, klien mengatakan batuk berdahak kurang lebih 9

hari, sesak nafas sejak seminggu hilang timbul, dan bicara serak

karena kesulitan mengeluarkan dahak. Klien mengalami penurunan

nafsu makan dan penurunan berat badan dari 56 kg - 53kg. Klien dan

keluarga memeriksakan klien ke RST dr.Sodjono Magelang pada hari

Kamis, 4 Februari 2019 pukul 15.15 WIB dan disarankan untuk rawat

inap di bangsal Seruni. Sebelumnya klien pernah dirawat di rumah

sakit pada tahun 2018 dengan penyakit yang sama.

Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan tidak ada

anggota keluarga yang menderita penyakit menurun seperti hipertensi,

diabetes melitus, dan penyakit yang dialami klien saat ini. Klien

adalah perokok. Klien dalam sehari bisa menghabiskan kurang lebih 1-

2 bungkus. Klien berhenti merokok selama klien merasakan sakit ini

dan tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.

Riwayat pekerjaan dan lingkungan, klien mengatakan dulunya

dia bekerja sebagai pegawai pabrik. Klien tinggal di pemukiman yang

padat penduduk.

c. Hasil pengkajian fungsional gordon

a) Pola Aktivitas dan Latihan


Klien mengatakan badannya lemas dan sesak nafas jika banyak

beraktivitas. Aktivitas klien sehari-hari seperti makan, ke kamar

mandi, berpakaian dan berpindah dibantu oleh perawat atau

keluarga. Skala ketergantungan 2 yaitu dengan bantuan orang lain.

b) Pola Istirahat dan Tidur

Klien mengatakan selama sakit pola tidurnya terganggu akibat

penyakitnya. Sebelum sakit klien tidur selama 6-7 jam sehari

namun selama sakit klien tidur sekitar 4 jam sehari.

c) Pola Nutrisi dan Metabolik

Klien mengalami penurunan nafsu makan. Klien mendapatkan diet

TKTP. Klien hanya habis setengah porsi bubur kasar yang

disediakan di rumah sakit. Klien minum air putih sekitar 4 gelas

perhari atau sekitar 800cc/hari. Klien mengatakan berat badannya

sebelum sakit yaitu sebulan sebelumnya 56kg dan sekarang berat

badan klien sekitar 53kg dan TB 160cm didapatkan data IMT 20,7.

d) Pola Mekanisme Koping

Klien merasa cemas dengan keluhan yang dialaminya. Klien takut

penyakitnya tak kunjung sembuh. Klien beragama islam dan klien

sadar jika penyakitnya merupakan cobaan dari Tuhan. Untuk

menghilangkan kegelisahannya klien biasanya mendekatkan diri

dengan Tuhan dengan cara berzikir, bershilawat dan berdoa kepada

Tuhan untuk kesembuhan.


e) Pola Managemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan

Klien mengetahui bahwa dirinya harus menjaga kesehatannya dan

klien bertekad akan tetap berkativitas secara rutin dan menghindari

pantangan yang dapat memicu penyakitnya bertambah parah.

Klien akan menerapkan pola hidup yang sehat jika ingin benar-

benar sembuh

d. Hasil Pengkajian Fisik

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang,

kesadaran composmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi

80 kali/menit, suhu 36,6°C, respiratory rate klien 26 kali/menit.

Selama pengkajian terobservasi adanya batuk sebanyak 3 kali dan

klien hanya mampu mengeluarkan air ludah.

Pemeriksaan dada yang meliputi paru-paru diantaranya

inspeksi pernafasan takipnea 26 kali/menit, penggunaan otot bantu

nafas, pernafasan cuping hidung, terpasang oksigen nasal kanul 3 liter

per menit, dan pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi

menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, tidak ada nyeri

tekan, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi

terdengar sonor, dan auskultasi terdengar ronchi pada kedua lobus

paru.

e. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 4 Februari 2019 dilakukan pemeriksaan darah

dengan hasil leukosit tinggi 11.8 k/uL dimana rentang normalnya

4.00-11.00 k/uL, eritrosit 4,1 10ˆ6/uL dimana rentang normalnya 3.7-

5.8 10ˆ6/uL. Hemoglobin 13,5 g/dL dimana rentang normalya 11-15.6

g/dL. Hematocrit normal39% dimana rentang normalnya 31-45%.

Pada tnggal 5 februari 2019 dilakukan pemeriksaan rontgen

thorax yang menunjukkan apek pulmo terdapat corak, Corakan

bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat peribronchial. Infiltrat

tersebar di kedua lapang pulmo.

f. Program Terapi

Program terapi yang diberikan yaitu infus assering 16 tpm,

methylpreadnisolon 62,5 mg 3x/hari, Combivent 1 UDV per 8 jam,

Acetylsysteine 200 mg 3x/hari, dan Viccillin 1.5 g 3x/hari.

g. Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 4

Februari 2019 pada Tn. U didapatkan masalah keperawatan sebagai

berikut : Data subjektif klien mengatakan sering batuk sekitar 30x

dalam 1 hari. Selama pengkajian terobservasi adanya batuk sebanyak 3

kali dan klien hanya mampu mebatukkan air ludah. Klien terkadang

merasa sesak nafas, selain itu klien juga mengeluh nyeri dada saat

batuk terus menerus dengan skala nyeri 3.


Data objektif menunjukkan hasil respiratory rate klien

26x/menit dengan terpasang oksigen nasal kanul 3 liter per menit,

penggunaan otot bantu pernafasan, Pengembangan paru kurang

maksimal, pernafasan cuping hidung. Palpasi vokal fremitus teraba

sama, perkusi paru sonor, auskultasi paru terdengan ronchi pada lobus

kanan dan kiri atas. Pada data penunjang pemeriksaan rontgen thorax

didapatkan hasil apek pulmo baik, Corakan bronkofaskuler yang

bertambah dan infiltrat peribronchial. Infiltrat tersebar di kedua lapang

pulmo.

Pada analisa data didapatkan hasil masalah keperawatan yang

didapat pada klien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang

disebabkan oleh sekresi mukus yang berlebihan.

h. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data subjektif dan data objektif pada pasien Tn. U

ditemukan diagnosis keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebihan.

i. Intervensi Keperawatan

Tujuan dari intervensi yang dilakukan yaitu setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas yaitu diharapkan masalah dapat teratasi dengan

kriteria hasil pada status pernafasan kepatenan jalan nafas yaitu :

1) Klien mampu mengeluarkan sekret


2) Tidak ada suara nafas tambahan

3) Tidak ada akumulasi sekret

4) Pernafasan klien normal

5) Klien menunjukkan perilaku untuk mempertahankan bersihan jalan

nafas.

Intervensi yang dilakukan pada pasien antara lain :

1) Monitor pernafasan dengan kaji fungsi pernafasan

2) Monitor kecepatan, irama kedalaman dan kesulitan bernafas

3) Catat pergerakan dada dan retraksi dada

4) Monitor suara nafas tambahan dan pola nafas

5) Monitor kemampuan batuk efektif klien, catat onset dan

karakteristik dan lamanya batuk

6) Posisikan klien dengan posisi semifowler

7) Berikan asupan cairan kurang lebih 2500cc perhari

8) Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif

9) Kelola pemberian obat-obatan seperti agen ekspektoran dan

bronkodilator.

j. Implementasi Keperawatan

1) Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada

tanggal 4 Februari 2019 pukul 16.30 melakukan pengkajian

pada fungsi pernafasan klien. Didapatkan hasil respon

subyektif : klien mengatakan batuk sekitar 30x dalam 1 hari.


Selama pengkajian terobservasi adanya batuk sebanyak 3 kali

dan klien hanya mampu mebatukkan air ludah. Klien terkadang

merasa sesak nafas, selain itu klien juga mengeluh nyeri dada

saat batuk terus menerus dengan skala nyeri 3. Respon

obyektif, pada pemeriksaan fisik paru inspeksi menunjukkan

hasil respiratory rate klien 26x/menit dengan terpasang oksigen

nasal kanul 3 liter per menit, penggunaan otot bantu

pernafasan, Pengembangan paru kurang maksimal, dan

pernafasan cuping hidung. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi

atau massa pada paru dan vokal fremitus teraba sama kanan

dan kiri. Perkusi terdengar sonor dan auskuktasi terdengar

ronchi pada kedua lobus paru.

Pukul 16.45 mengatur posisi semi fowler pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan lebih nyaman ketika tempat

tidurnya ditinggikan. Respon obyektif didapatkan hasil klien

terlihat nyaman Dengan posisinya.

Pukul 16.50 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan malas untuk minum.

Klien hanya minum 4 gelas (800cc) dalam sehari. Respon

obyektif menunjukkan mukosa bibir klien kering.

Pukul 16.55 melatih batuk efektif pada klien. Data subyektif,

klien mengatakan bersedia diajarkan nafas dalam dan batuk


efektif. Data obyektif menunjukkan klien belum bisa

mempraktekkan batuk efektif dengan benar, klien belum bisa

mengeluarkan dahak dan hanya mengeluarkan air ludah.

Pukul 17.15 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat (methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi dengan

keluraganya. Data obyektif, klien bersedia diberikan obat dan

didampingi keluarganya.

2) Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ke-2 tanggal 5

Februari 2019 pukul 09.00 WIB yaitu mengkaji fungsi

pernafasan diperoleh respon obyektif, klien mengatakan masih

sering batuk sekitar 28x dalam sehari dan klien sudah dapat

mengeluarkan dahak kental 2cc warna kuning kehijauan. Klien

mengatakan masih nyeri dada saat batuk terus menerus namun

skala nyeri sudah berkurang menjadi 2. Sedangkan respon

obyektif yang didapat saat pemeriksaan paru antara lain :

Inspeksi menunjukkan respiratory rate klien 25x/menit, klien

terpasang alat bantu oksigen 3 liter per menit, tampak

pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan

dan pengembangan paru yang kurang maksimal. Palpasi

menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru dan vocal
fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi terdengar sonor

dan auskultasi masih terdengar suara ronkhi pada kedua lobus

paru.

Pukul 09.15 mempertahankan posisi semi fowler pada klien.

Respon subyektif, klien mengatakan lebih nyaman ketika

tempat tidurnya ditinggikan. Respon obyektif, klien tampak

nyaman dengan posisinya.

Pukul 09.20 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan bersedia minum lebih

banyak. Klien minum 6 gelas (1200cc). Respon obyektif,

mukosa bibir klien terlihat kering.

Pukul 09.25 melatih batuk efektif pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan bersedia diajarkan nafas dalam

dan batuk efektif. Respon obyektif klien menunjukkan klien

mempraktekan batuk efektif namun belum maksimal, klien

dapat mengeluarkan dahak sebanyak 1 cc - 1,5 cc dalam sekali

batuk.

Pukul 09.45 berkolaborasi dengan dokter pemberian obat

(methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi dengan

keluraganya Dan merasa lebih baik setelah diberikan obat.


Data obyektif, klien bersedia diberikan obat dan didampingi

keluarganya.

3) Tindakan keperawatan yang dilakukan hari ke-3 tanggal 6

Februari 2019 pada pukul 09.00 yaitu mengkaji fungsi

pernafasan diperoleh respon subyektif, klien mengatakan masih

sering batuk sekitar 20x sehari. Dahak sudah mulai

dikeluarkan. Klien merasa sudah jarang sesak nafas. Klien

sudah tidak nyeri dada. Pada pemeriksaan paru didapatkan

respon obyektif inspeksi, respiratory rate klien 22x/menit,

terpasang alat bantu oksigen 3 liter per menit, tampak

pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu nafas,

pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi menunjukkan

tidak ada lessi atau massa pada paru, vokal fremitus teraba

kanan dan kiri sama. Perkusi terdengar sonor dan auskultasi

masih terdengar suara ronkhi, namun sudah berkurang dari hari

sebelumnya.

Pukul 09.15 mempertahankan posisi semi fowler pada klien.

Respon subyektif, klien mengatakan nyaman dengan posisi

semi fowler. Respon obyektif menunjukkan klien terlihat

nyaman dengan posisinya.


Pukul 09.20 menganjurkan meningkatkan asupan cairan.

Respon subyektif, klien mengatakan minum 7 gelas (1400cc)

sehari. Respon obyektif, mukosa bibir terlihat sedikit lembab.

Pukul 09.25 melatih batuk efektif pada klien. Respon

subyektif, klien mengatakan sudah bisa melakukan nafas dalam

dan batuk efektif. Respon obyektif menunjukkan klien sudah

bisa melakukan batuk efektif secara mandiri. Klien bisa

mengeluarkan dahak sebanyak 3cc dalam sekali batuk.

Pukul 09.40 berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat (methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g). Data subyektif

klien mengatakan bersedia diberikan obat didampingi dengan

keluraganya Dan merasa lebih baik setelah diberikan obat.

Data obyektif, klien bersedia diberikan obat dan didampingi

keluarganya.

k. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada

Tn.U didapatkan catatan perkembangan yaitu data subyektif antara

lain klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang. Klien batuk

sekitar 20x sehari. Klien sudah bisa melakukan batuk efektif dengan

dahak yang keluar 3cc sekali batuk. Klien juga mengatakan hampir

tidak merasakan sesak nafas lagi. Sementara itu data obyektif yang
didapatkan respuratory rate klien yaitu 22x/menit, klien terpasang alat

bantu oksigen 3 liter/menit, pernafasan cuping hidung, penggunaan

otot bantu pernafasan, dan pengembangan paru kurang maksimal.

Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa pada paru, dan vokal

fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi terdengar sonor dan

auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah sedikit berkurang.

B. Pembahasan ( bahas dengan analisa 4 W 1 H(

what,why,where,when.how)
Penulis akan membahas masalah keperawatan yang menjadi fokus

studi dalam studi kasus ini adalah hambatan mobilitas fisik pada Tn. U dengan

PPOK di Bangsal Seruni RST dr. Soedjono Magelang mulai dari tahap

pengkajian, diagnosis, implementasi, intervensi, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Dalam pengkajian jenis kelamin didapatkan data klien berjeniskelamin

laki-laki dan klien merupakan seorang perokok aktif. Menrut Padila

(2012) Penyakit Paru Obstruktif Kronis disebabkan oleh faktor

lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok

diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus pada laki-laki

dengan usia antara 30 sampai 40 tahun paling banyak menderita PPOK.

Hal ini sejalan dengan pendapat Potter&Perrie (2016) mengenai proses


terjadinya PPOK sendiri karena terpapar suatu allergen, khususnya pada

perokok aktif yang lama kelamaan akan mengakibatkan edema pada

bronkus, kemudian terjadi spasme dan ada peningkatan sekret yang

mengakibatkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Pada riwayat kesehatan sekarang klien mengatakan batuk berdahak

kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu hilang timbul, dan bicara

serak karena kesulitan mengeluarkan dahak. Menurut Padila (2012), tanda

gejala PPOK yaitu Batuk yang sangat produktif, sesak nafas dan dispnea,

hipoksia dan hiperkapnea, takipnea, dispnea yang menetap.

Pada riwayat pekerjaan, klien mengatakan dulunya dia bekerja sebagai

pegawai pabrik. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease (2017) paparan kerja sangat berpengaruh terhadap PPOK. Debu

organik dan anorganik, bahan kimia dan asap, merupakan

faktor resiko PPOK. Yang perlu diperhatikan yaitu polusi udara

luar berkontribusi terhadap total beban partikel yang terhirup di paru-

paru, yang dampaknya dapat menyebabkan PPOK.

Pada pengkajian pola fungsional Gordon ditemukan data klien

mengatakan badannya lelah dan sesak nafas jika banyak beraktivitas.

Menurut Potter&Perrie (2016) terjadinya PPOK mengakibatkan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Karakteristik dari ketidakefektifan

bersihan jalan nafas adalah batuk dengan akumulasi sputum, sesak, suara
nafas abnormal atau Ronkhi. Dampak dari pengeluaran dahak yang tidak

lancar akibat ketidakefektifan jalan nafas adalah klien mengalami

obstuksi jalan nafas sehingga klien kesulitan bernafas dan gangguan

pertukaran gas di dalam paru paru yang mengakibatkan timbulnya

sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah.

Klien juga mengeluh pola tidurnya yang terganggu sehingga jam tidur

klien berkurang. Selain itu klien juga mengalami penurunan nafsu makan

sehinga berat badannya berkurang yang semula 56kg menjadi 53kg.

Menurut Smeltzer & Bare (2013), ketidakefektifan bersihan jalan nafas

dapat mengakibatkan dampak tidak langsung diantaranya ansietas atau

cemas, kelelahan, kesulitan tidur, nafsu makan berkurang. Kesulitan

untuk tidur diakibatkan karena bersihan jalan nafas yang tidak efektif

menyebabkan batuk dan sesak nafas sehingga membuat klien insomnia.

Selain itu dampak yang sering terjadi yaitu nafsu makan klien menurun

karena batuk. Hal ini mengakibatkan penurunan nutrisi sehingga terjadi

penurunan berat badan.

Saat dilakukan pengkajian yang memfokuskan pada masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas didapat hasil pada pengkjian

pernafasan, klien engtakan sering batu. Saat obserasi klien batuk 3x tapi

hanya mampu mengeluarkan air ludah. Klien juga mengeluhkan sesak

nafas yang disertai nyeri dada ketika batuk dengan skala nyeri 3. Batuk
pada dasarnya adalah mekanisme pembersihan jalan nafas. Batuk

menunjukkan adanya mucus yang banyak pada saluran nafas karena

adanya inflamasi oleh bakteri, visrus maupun jamur. Klien dengan

masalah keidakefektifan bersihan jalan nafas biasanya mengeluhkan

batuk yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi dari

bronkus (Price & Wilson, 2005).

Sesak nafas merupakan salah satu tanda gejala yang sering dialami

oleh pendrita PPOK. Proses terjadinya PPOK sendiri karena terpapar

suatu allergen, khususnya pada perokok aktif yang lama kelamaan akan

mengakibatkan edema pada bronkus, kemudian terjadi spasme dan ada

peningkatan sekret yang mengakibatkan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas. Akumulasi sputum yang tertimbun di jalan nafas menyebabkan

proses pergerakan udara dari dalam dan luar paru-paru terganggu, suplai

oksigen ke paru-paru menurun, sebagai kompensasinya paru-paru akan

meningkatkan kerja pernafasan. Sesak nafas terjadi akibat adanya

tumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan

pertukaran oksigen dan karbondioksida mengalami gangguan, padahal di

dalam otak ada hubungan tertentu antara tekanan oksigen, karbondioksida

darah, kebutuhan okigen jaringan, pengiriman oksigen dan kerja

pernafasan (Ringel,2012)
Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil inspeksi menunjukkan pola

pernafasan cepat, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung,

dan pengembangan paru tidak maksimal. Menurut Herdman dan

Kamitsuru (2015), penggunaan otot bantu pernafasan dan cuping hidung

merupakan batasan karakteristik dari adanya masalah ketidakefektifan

pola nafas. Palpasi menunjukkan tidak ada lesi atau massa pada paru, dan

vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan cara meraba daerah dada dan punggung untuk membandingkan

persamaan getaran suara dari laring sampai ke bronchial. Getaran suara

dibentuk oleh udara yang menjalar dari dalam laring menuju ke bronchial

dan membuat dinding dada bergetar. Perkusi terdengar sonor. Pada klien

dengan PPOK biasanya didapatkan bunyi sonor ataupun hipersonor pada

seluruh lapang paru (Bickley, 2012). Auskultasi terdengar suara ronkhi

pada kedua lobus paru. Pada klien dengan masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas terdengar bunyi nafas tambahan yaitu ronkhi, ini

menunjukkan adanya akumulasi sekret yang kental pada jalan nafas klien

(Bickley,2012).

Pemeriksaan rontgen thorax klien pada tanggal 5 Februari 2019

menunjukkan apek pulmo terdapat bercak, corakan bronkofaskuler yang

bertambah dan infiltrat peribronchial yang tersebar di kedua lapang

pulmo. Menurut Anderson (2007), pada klien dengan bronkitis kronis


pada pemeriksaan radiologis ditemukan hasil tubular shadows atau farm

line yang terlihat bayangan garis paralel keluar dari hilius menuju apeks

paru, dan corak paru yang bertambah.

2. Perumusan Masalah

Fokus diagnosa yang diambil yaitu ketidakefektifan bersihan jalan

nafas. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan

secret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten

(Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2016). Sedangkan menurut Herdman &

Kamitsuru (2015) ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaam

dimana individu tidak mampu membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada klien ditemukan data yang

mendukung tegaknya diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan

jalan nafas yaitu klien mengeluh batuk berdahak dengan sekret yang sulit

dikeluarkan, pada auskultasi paru terdengar ronkhi pada lobus atas kanan

dan kiri, dan pernafasan takipnea.

Penulis memprioritaskan diagnosa ini karena masalah pada bersihan

jalan nafas apabila tidak segera ditangani akan berdampak serius.

Dampak dari ketidakefektifan jalan nafas adalah klien mengalami

obstuksi jalan nafas sehingga klien kesulitan bernafas dan gangguan

pertukaran gas di dalam paru paru yang mengakibatkan timbulnya

sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah. Untuk itu perlu bantuan
untuk mengeluarkan dahak yang lengket sehingga dapat bersihan jalan

nafas kembali efektif (Nugroho, 2011)

3. Perencanaan

Kriteria hasil pada tindakan keperawatan pada klien PPOK yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas diharapkan adanya kepatenan jalan

nafas pada status pernafasan klien yaitu klien mampu mengeluarkan

sekret, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada akumulasi sekret,

pernafasan normal, klien menunjukkan perilaku untuk mempertahankan

bersihan jalan nafas.

Intervensi keperawatan yang diberikan menurut Bulechek, Butcher,

dkk (2013) yaitu Monitor pernafasan dengan kaji fungsi pernafasan,

monitor kecepatan, irama kedalaman dan kesulitan bernafas,catat

pergerakan dada dan retraksi dada, monitor suara nafas tambahan dan

pola nafas, monitor kemampuan batuk efektif klien, catat onset dan

karakteristik dan lamanya batuk, posisikan klien dengan posisi

semifowler, berikan asupan cairan kurang lebih 2500cc perhari,

instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif, kelola

pemberian obat-obatan seperti agen ekspektoran dan bronkodilator.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan pada klien untuk mengatasi

ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu melakukan pengkajian status


pernafasan. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

kelainan pada fungsi pernafasan. Hasil pengkajian fungsi pernafasan

didapatkan data subyektif, klien mengatakan batuk dan dahak sulit

dikeluarkan, nyeri dada saat batuk dengan skala 3, dan sesak nafas. Dahak

yang dikeluarkan klien 3cc dalam satu hari dengan warna kuning

kehijauan. Data obyektif yangbdiperoleh yaitu terpasang alat bantu

oksigen oksigen 3 liter per menit, terlihat pengembangan paru tidak

maksimal, penggunaan otot bantu pernafasan, dan pernafasan cuping

hidung. Hasil dari pemeriksaan palpasi yaitu vokal fremitus teraba sama

kanan dan kiri, perkusi menunjukkan hasil sonor, dan auskultasi

menunjukkan adanya suara nafas tambahan ronkhii. Bunyi ronkhi

menunjukkan adanya akumulasi sputum yang kental pada jalan nafas

klien (Bickley, 2012). Warna sputum penting untuk dikaji supaya

mengetahui penyakit klien tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus

(Price, 2009).

Tindakan keperawatan selanjutnya yang dilakukan penulis adalah

penulis memberikan posisi semi fowler kepada klien dengan mengatur

ketinggian tempat tidur bagian kepala klien setinggi 30-40° yang

bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan kerha

pernafasan. Posisi semi fowler juga dapat membantu pengembangan paru

dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Kozier, 2014).


Hasil dari penulis melakukan tindakan memposisikan semi fowler yaitu

ditemukan respon nyaman pada klien.

Implementasi selanjutnya adalah memotivasi klien supaya banyak

minum air hanyat sedikitnya 2500cc/hari. Tn.U sehari minum sekitar

800cc air mineral. Pemasukan cairan akan membantu mengencerkan

sputum dan membuatnya mudah dikeluarkan (Smeltzer dan Bare, 2013).

Implementasi selanjutnya yang dilakukan oleh penulis yaitu

mengajarkan batuk efektif kepada klien. Batuk efektif merupakan suatu

metode batuk yang benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga

tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal

dengan tujuan menghilangkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi,

mencegah efek samping dari retensi ke sekresi (Nugroho, 2011). Caranya

adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air hangat

untuk mengencerkan dahak. Setelah itu dianjurkan insprasi dalam. Hal ini

dilakukan selama dua kali. Kemudian setelah inspirasi yang ketiga,

anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat (Pranowo, 2009). Dari

pengkajian sebelumnya klien mengalami batuk bedahak dengan sputum

kental berwarna kuning kehijauan yang sulit dikeluarkan. Oleh karena itu

perlu dilakukan teknik batuk efektif yang benar supaya dahak dapat

keluar. Setelah dilakukan batuk efektif, sputum klien dapat keluar dengn

warna kuning kehijauan sebanyak 3cc dalam sekali batuk.


Pemberian obat methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV ,

Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g. Pemberian obat

methylpreadnisolon 62,5 mg bertujuan untuk mengatasi peradangan pada

klien dengan PPOK. Pemberian cobivent bertujuan untuk melebarkan

saluran udara dalam paru-paru. Obat ini bekerja dengan cara melemaskan

otot-otot di saluran pernafasan. Kemudian pemberian obat Viccillin yang

termasuk dalam golo ngan antibiotic bertujuan untuk mengatasi pe nyakit

infeksi saluran pernafasan. Penggunaan antibiotik digunakan pada

eksaserbasi PPOK yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.

Antibiotik paling bermanfaat dan harus dimulai jika setidaknya ada dua

dari tiga gejala berikut ini: peningkatan dyspnea, peningkatan volume

sputum, dan peningkatan purulensi dahak (Zulkarni R, Nessa & Yumna

Athifah, 2019).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun evaluasi

juga dapat dilakukan di setiap tahap dari proses keperawatan. Pada tahap

evaluasi, penulis dapat menentukan reaksi klien terhadap intervensi

keperawatan yang diberikan. Berdasarkan catatan oerkembangan klien

selama 3 hari didapatkan data klien yaitu : antara lain data subyektif klien

mengatakan batuk sudah mulai berkurang. Klien batuk sekitar 20x sehari.

Klien sudah bisa melakukan batuk efektif dengan dahak yang keluar 3cc

sekali batuk. Klien juga mengatakan hampir tidak merasakan sesak nafas
lagi. Sementara itu data obyektif yang didapatkan respuratory rate klien

yaitu 22x/menit, klien terpasang alat bantu oksigen 3 liter/menit,

pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan, dan

pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada

lessi atau massa pada paru, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan

kiri. Perkusi terdengar sonor dan auskultasi masih terdengar ronkhi

namun sudah sedikit berkurang. antara lain klien mengatakan batuk sudah

mulai berkurang. Klien batuk sekitar 20x sehari. Klien sudah bisa

melakukan batuk efektif dengan dahak yang keluar 3cc sekali batuk.

Klien juga mengatakan hampir tidak merasakan sesak nafas lagi.

Sementara itu data obyektif yang didapatkan respiratory rate klien yaitu

22x/menit, klien terpasang alat bantu oksigen 3 liter/menit, pernafasan

cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan, dan pengembangan

paru kurang maksimal. Palpasi menunjukkan tidak ada lessi atau massa

pada paru, dan vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi

terdengar sonor dan auskultasi masih terdengar ronkhi namun sudah

sedikit berkurang.

Berdasarkan data klien masih mengeluh batuk, suara ronkhi masih

terdengar, dan sputum warna kuning kehijauan yang sudah mulai keluar

maka masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien sudah

mulai teratasi sebagian.

C. Keterbatasan
Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat beberapa

keterbatasan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan yang dialami Penulis salah

satunya adalah keterbatasan waktu dimana Penulis tidak dapat memantau

secara keseluruhan perkembangan dari pasien.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disismpulkan bahwa dalam

melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.U dengan Fokus Studi

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di bangsal Seruni RST

dr.Soedjono Magelang diperoleh data atau temuan yang telah

dijelaskan pada pembahasan melalui proses pengkajian, merumuskan

diagnosis keperawatan, menyusun rencana tindakan, melakukan

tindakan, dan mengevaluasi tindakan yang diberikan, diantara :

1. Pada pengkajian, hal-hal yang perlu dikaji meliputi identitas klien,

riwayat kesehatan, pemeriksaan diagnostik, dan pemeriksaan fisik.

Pada bersihan jalan nafas tidak efektif, pengkajian difokuskan ke


masalah utama klien. Hasil pemeriksaan penunjang ditegakkan

untuk mendukung diagnosa keperawatan seperti pemeriksaan

rontgen. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik terutama

pada pemeriksaan dada dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi.

2. Pada proses diagnosa keperawatan, didapatkan masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi

mukus yang berlebihan. Penegakkan diagnosa ini berdasarkan data

subyektif dan data obyektif yang diperoleh saat pengkajian.

3. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada, penulis harus

menentukan rencana tindakan yang tepat sesuai dengan masalah

keperawatan yang ada. Dalam mengatasi masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi

dengan kriteria hasil batuk berkurang, tidak ada sekret, tidak ada

suara nafas tambahan ronkhi, tidak ada dyspnea, dan sputum dapat

keluar dengan mudah saat dibatukkan. Untuk memenuhi tujuan

dan kriteria hasil tersebut, maka intervensi yang dilakukan adalah

kaji fungsi pernafasan, posisikan semi fowler, anjurkan asupan

cariran kurang lebih 2500cc per hari, lakukan batuk efektif, dan

berkolaborasi dalam melakukan program terapi.


4. Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

intervensi yang telah direncanakan.

5. Proses terakhir dalam asuhan keperawatan adalah mengevaluasi

tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien. Pada

evaluasi ini didapatkan hasil masalah keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada Tn.U teratasi sebagian. Oleh karena itu

Perlu adanya tindak lanjut supaya masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas teratasi seluruhnya.

B. SARAN

Terdapat beberapa saran yang penulis ingib sampaikan dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini di antaranya :

1. Praktisi Keperawatan

Bagi praktisi keperawatan yan mena ngani klien PPOK, penatalaksanaan

yang ditekankan adalah mengajarkan batuk efektif karena masih banyak

klien yang mengetahui cara batuk efektif yang benar.

2. Penulis selanjutnya

Diharapkan lebih memperdalam lagi pemahaman dan pengetahuan asuhan

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada klien dengan

PPOK dan juga lebih memperbanyak referensi seperti buku dan jurnal

baik nasional maupun internasional

3. Institusi Pendidikan
Diharapkan pihak dari institusi pendidikan lebih memberi dukungan

sarana dan prasarana terkait referensi baik dalam bentuk buku maupun

jurnal yang terbaru mengingat tuntutan penggunaan referensi dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah harus menggunakan referensi yang terbaru

Anda mungkin juga menyukai