Anda di halaman 1dari 16

KASUS SKENARIO PPOK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Paliatif
Dosen Pengampu : Pak Asep Riyana, S.Kep., Ners., MA.Kes

oleh :
Erna Rosanti P20620519011
Ilma Uswatun Hasanah P20620519016
Ipah Nur Syaripah P20620519017
Milfa Fuji Lestari P20620519022
Muhammad Yuda Anugerah P20620519023
Nissauzahra Indriyani P20620519026
Nurul Hasanah P20620519027
Rafaila Adinda Utami P20620519029
Vira Ayunika Dewi P20620519038

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN


PENDIDIKAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES
KEMENKES TASIKMALAYA
2022

KASUS PPOK
Tn A.M (56), pendidikan SMA, agama Islam,PNS, dirawat di bangsal penyakit dalam dengan
keluhan Sesak nafas kumat-kumatan sejak 5 tahun yang lalu, 5 hari ini sesak bertambah berat,
rasa dada tertekan, sudah minum obat + aerosol tetapi tetap sesak. Sesak nafas pada waktu
berbaring, duduk, berdiri maupun berjalan. Sebelumnya batuk berdahak, batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selama 3 tahun terakhir,warna dahak
putihkekuningan. Klien pernah di rawat di RS dengan penyakit yang sama selama 8 kali.
Mempunyai riwayat Asthma Bronkhiale sejak kecil. Klien merokok selama 30 tahun sebanyak 2
pak/hari. Órang tua dan anak dari klien ada juga yang menderita penyakit seperti yang diderita
klien saat ini. Hasil pemeriksaan fisik: Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 32 x/ menit. Nafas
pendek.. Sputum putih kekuningan dengan jumlah banyak. Pengguanaan otot bantu pernafasan,
Dada barefl chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup. Perkusi
hypersonor pada area paru. Sianosis bibir dan dasar kuku jari tabuh.
Hasil pemeriksaan penunjang: Hb. 10,7 gr% mg/dl, Leukosit: 18.600 ml Ht: 31.1% Hasil Foto.
Thoraks : Pulmo Tampak bronchopulmonary Pattern sedikit meningkat hiperacrated kedua paru.
Tampak perselubungan homogen pada hemithorax kanan bawah lateral.
Kesimpulan: Emphysematous Lung dan efusi pleura
TERAPI :
Oksigen 2 Lt/mt
Inj Cepotaxime 3 X 1 gr. Tab Cefrofloxacin 2 X 500 mg
Atroven Nebulizer 4 x /hr.
Bricasma Nebulizer 4 x/hr.
Syr Antacid 3 X 1 C1
Tab Ranitidin 2 X 1 Tab Codein 3 X 10 mg

1. Identifikasi factor resiko terjadinya PPOK

Faktor resiko terjadinya PPOK pada klien diantaranya

1. Faktor keturunan
Klien mempunyai riwayat asma bronchial sejak kecil, orang tua dan anak dari klien juga ada
yang menderita penyakit yang diderita klien saat ini. Seperti yang kita ketahui asma bronchial
merupakan salah satu penyebab terjadinya PPOK, sehingga factor resiko utama terjadinya
PPOK pada klien adalah karena klien memiliki Riwayat asma bronchial sejak kecil.
2. Merokok
Klien merupakan perokok aktif. klien merokok selama 30 tahun sebanyak 2pak/hari. Hal
tersebut menjadi pemicu terjadinya obstruksi pada paru paru klien
2. Identifikasi factor yang menyebabkan klien sering di rawat
1. Klien memiliki riwayat asma bronchial sejak kecil hal ini menjadi pemicu kambuhnya
penyakit paru obstruktif klien jika tidak dikontrol dengan baik
2. Klien sudah pernah dirawat di rs dengan penyakit yang sama selama 8x namun klien tetap
memiliki kebiasaan merokok 2pak/hari sehingga hal ini menjadi factor resiko yang
menyebabkan klien sering dirawat
3. Klien mengeluh sesak nafas kumat-kumatan sejak 5 tahun yang lalu. 5 hari ini sesak
bertambah berat, terasa dada tertekan sudah minum obat juga aerosol tetapi tetap sesak, sesak
nafas dirasakan pada waktu berbaring duduk, berdiri maupun berjalan hal ini membuat klien
tidak nyaman dan kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari hari sehingga klien berupaya
untuk sembuh dengan sering di rawat di rumah sakit.
4. Batuk berdahak selama 3 bulan berturut-turur dalam 3 tahun terakhir, warna dahak putih
kekuningan.Hal ini juga membuktikan sudah ada infeksi pada paru paru klien sehingga
mengganggu klien untuk menjalankan aktivitas sehari harinya.
3. Identifikasi Klasifikasi PPOK pada klien diatas
Pada kasus di atas termasuk klasifikasi derajat III COPD berat karena Tn. A.M mengeluh sesah
kumat kumatan sejak 5 tahun yang lalu dan sejak 5 hari klien mengeluh sesak yang bertambah
berat, rasa dada tertekan kemudian sesak itu muncul pada saat berbaring, duduk, berdiri maupun
berjalan, meskipun Tn. A.M sudah minum obat +aerosol tetapi Tn. A.M masih mengeluh sesak
sehingga Tn. A.M termasuk klasifikasi derajat III karena memiliki kualitas hidup yang kurang
baik.
4. Data-Data yang belum terkaji pada kasus diatas sesuai teori
Analisa gas darah (AGD)
Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikolaborasikan untuk kasus diatas dan bagaimana peran
perawat dalam pemeriksaan tesebut (AGD, Spirometri)
Pemeriksaan penunjang terdapat pada kasus yaitu hasil foto thorax dengan hasil pulmo tampak
bronchopulmonary pattern sedikit meningkat hiperacrated kedua paru. Tampak perselubungan
homogen pada hemithorax kanan bawah lateral dari hasil foto thorax ini dapat dikolaborasikan
dengan pemeriksaan AGD dan spirometri. Peran perawat dalam dalam pemeriksaan AGD dan
spirometri yaitu:
A. Sebagai Fasilitator Perawat tidak mengoperasikan alat secara langsung.tetapi perawat hanya
sebagai fasilitator ketika pasien akan melakukan pemeriksaan dengan alat diagnostik (tahap
persiapan ).
B. User/Pengguna Alat Contoh, seperti penggunaan alat stetoskop perawat dapat melakukan
pemeriksaan dengan alat tersebut dan mendapatkan data dari hasil pemeriksaan tahap
pengkajian).
C. Membantu masalah pasien dalam mengatasi kesehatannya.
D. Memberikan gambaran dan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai hasil
pemeriksaan dengan bahasa yang mudah dijangkau.
E. Persiapan pasien saat pelaksanaan memasuki ruangan, peran perawat yaitu menjelaskan
prosedur penggunaan alat tersebut kepada pasien dan keluarga. kondisi pasien baik secara
fisik maupun fisik.
F. Saat didalam ruangan perawat melakukan persiapan posisi pasien.
G. Setelah selesai tindakan peran perawat adalah mentransfer/mengantarkan pasien
keruangannya kembali dengan menjaga pasien tetap aman dan nyaman.
6. Tetapkan Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan pada kasus diatas
A. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
B. Perencaraan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Bersihan jalan nafas tidak Bersihan Jalan Nafas Manajemen Jalan Napas
efektif b.d hipersekresi jalan
nafas ditandai dengan (L.01001) (I.01011)
(D.0149) Setelah dilakukan tindakan Observasi
DS : keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola napas
- Klien mengeluh sesak diharapkan bersihan jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas kumat-kumatan nafas meningkat dengan usaha napas)
sejak 5 tahun yang kriteria hasil : 2. Monitor bunyinnapas
lalu 1. Produksi sputum menurun tambahan
- Klien mengeluh batuk 2. Wheezing menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
berdahak 3. Dispnea (sesak nafas) aroma, warna)
DO : membaik Terapeutik
- Batuk berdahak 1. Posisikan semi-fowler
dengan produksi atau fowler
sputum 2. Berikan minum hangat
- Sputum putih 3. Berikan oksigen, jika
kekuningan dengan perlu
jumlah banyak Edukasi
- Bunyi nafas ronkhi, 1. Anjurkan teknik batuk
wheezing, redup efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Pola nafas tidak efektif b.d Pola Nafas (L.01004) Manajemen Jalan Napas
upaya nafas ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan (I.01011)
(D.0005) keperawatan selama 3x24 jam Observasi
DS : diaharapkan pola nafas 1. Monitor pola napas
- Dada terasa tertekan membaik dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
- Sesak bertambah berat hasil: usaha napas)
- Merokok selama 30 1. Penggunaan otot bantu Terapeutik
tahun 2 pak/hari nafas menurun 1. Posisikan semi-fowler
DO : 2. Pernafasan cuping hidung atau fowler
- Riwayat asma menurun 2. Berikan oksigen, jika
bronchial sejak kecil 3. Frekuensi nafas membaik perlu
- Pernafasan melalui menjadi 24x/menit Edukasi
hidung (cuping 1. Anjurkan teknik batuk
hidung) efektif
- Frekuensi 32x/menit Kolaborasi
- Nafas pendek 2. Kolaborasi pemberian
- Penggunaan otot bronkodilator,
bantu nafas ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
b.d penurunan konsentrasi Setelah dilakukan tindakan Observasi
haemoglobin ditandai dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Periksa sirkulasi perifer
(D. 0009) diaharapkan perfusi perifer 2. Identifikasi factor resiko
DS : efektif membaik dengan gangguan sirkulasi
- Klien mengeluh sesak kriteria hasil: Terapeutik
nafas kumat-kumatan 1. Warna kulit pucat 1. Lakukan hidrasi
sejak 5 tahun yang menurun 2. Lakukan perawatan kaki
lalu 2. Pengisian kapiler dan kuku
- Dada terasa tertekan membaik Edukasi
- Sesak bertambah berat 1. Anjurkan berhenti
DO : merokok
- Sianosis bibir dan 2. Anjurkan berolahraga
dasar kuku rutin
- Hb 10,7 gr% 3. Anjurkan program diet
- Ht 31.1% untuk memperbaiki
sirkulasi
4. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
Intoleransi aktivitas b.d Toleransi Aktivitas (L. Manajemen Energi (I. 04153)
ketidakseimbangan antara 05047) Observasi
suplai dan kebutuhan oksigen Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola dan jam
ditandai dengan (D.0056) keperawatan selama 3x24 jam tidur
DS : diaharapkan pasien mampu 2. Monitor lokasi dan
- Klien mengeluh sesak melakukan aktivitas seperti ketidaknyamanan selama
nafas waktu biasa dengan kriteria hasil: melakukan aktivitas
berbaring, duduk, 1. Kemudahan dalam Terapeutik
berdiri, maupun melakukan aktivitas 1. Lakukan latihan rentang
berjalan sehari-hari meningkat gerak aktif
DO : 2. Keluhan lelah menurun 2. Berikan aktivitas distraksi
- Sianosis 3. Perasaan lemah menurun yang menenangkan
- Klien terlihat lemah 4. Sianosis menurun Edukasi
dan sesak 5. Frekuensi napas membaik 1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
2. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

7. Apa tindakan mandiri keperawatan yang utama untuk mengatasi klien dan bagaimana tindakan
tersebiut dilakukan. Apa yang harus perawat perhatikan pada tindakan tersebut (Prosedur batuk
efektif, chest fisioterapi, suction, pemberian O2 pada klien PPOK)
Apa tindakan perawat yang utama untuk mengatasi masalah klien :
a. Mencapai bersihan jalan nafas
1) Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien.
2) Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan berikan obat secara tepat dan
waspadai kemungkinan efek sampingnya.
3) Pastikan bronkospasme telah berkurang dengan mengukur peningkatan kecepatan aliran
ekspansi dan volume (kekuatan ekspirasi, lamanya waktu untuk ekhalasi dan jumlah
udara yang diekhalasi) serta dengan mengkaji adanya dyspnea dan memastikan bahwa
dyspnea telah berkurang.
4) Dorong pasien untuk menghilangkan atau mengurangi semua iritan paru, terutama
merokok sigaret.
5) Fisioterapi dada dengan drainase postural, pernapasan bertekanan positif intermiten,
peningkatan asupan cairan.
b. Meningkatkan pola nafas
1) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernapasan dapat
2) membantu meningkatkan pola pernafasan
3) Latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi
c. Memantau dan menangani komplikasi
1) Kaji pasien untuk mengetahui adanya komplikasi
2) Pantau perubahan kognitif, peningkatan dyspnea, takipnea dan takikardia
3) Pantau nilai oksimetri nadi dan berikan oksigen sesuai kebutuhan
d. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi atau komplikasi lain dan
laporkan perubahan pada status fisik atau kognitif (Susan, 2012) Susan, C. Smeltzer. 20012.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta : EGC

Hal yang harus diperhatikan pada klien PPOK oleh perawat dalam tindakan sebagai berikut :
1. Batuk Efektif
Apabila dalam melakukan prosedur batuk efektif tidak benar sesuai SOP standar
maka akan terjadi sebagai berikut
a) Dapat menyebabkan Emphysema karena dapat menyebabkan rupture dinding
alveolar.
b) Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang
antar pleura dan merupakan suatu keadaan gawat darurat.
c) Hemoptisis adalah meludahkan darah yang berasal dari paru-paru atau saluran
bronkial sebagai akibat dari perdarahan paru atau bronkus.
d) Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard
akut dan aritmia.
e) Edema paru Edema paru adalah keadaan terdapatnya cairan ekstravaskuler yang
berlebihan dalam paru.
f) Efusi pleura yang luas Efusi Pleura yang juga dikenal dengan cairan di dada
adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan cairan yang
berlebihan diantara kedua lapisan pleura. Ada dua tipe Efusi Pleura: Efusi Pleura
Transudatifa dan Efusi Pleura Eksudatifa. Efusi pleura transudatifa disebabkan
oleh bocornya cairan ke rongga pleura yang disebabkan oleh konsentrasi protein
yang rendah atau tekanan darah yang tinggi, seperti pada keadaan gagal jantung
kiri atau sirosis hati. Sedangkan bentuk lainnya, efusi pleura eksudatifa
seringkali merupakan hasil peradangan pleura, pada keadaan seperti pneumonia
dan tuberkulosis, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih mudah
2. Chest Fisioterapi
a) Untuk klien/pasien yang memproduksi sputum lebih dari 30cc/hari atau
memiliki riwayat atelektasis dengan x-ray dada.
b) Perkusi kontraindikasi pada klien/pasien dengan kelainan perdarahan.
c) Perkusi dada : dengan memeriksa seluruh bagian dada yang memerlukan
drainase.
3. Suction
a) Lumasi ujung kateter dengan jelly dan masukan kateter suction ke dalam jalan
napas buatan tanpa melakukan pengisapan.
b) Batasi waktu suction 10-15 detik dan hentikan proses suction apabila denyut
jantung pasien meningkat sampai 40 kali/menit.
c) Ventilasikan pasien dnegan ambu bag setelah suction tiap periodenya.
d) Jika sekresi sangat pekat, maka dicairkan dengan memasukkan NaCl steril 3-5 cc
ke dalam jalan napas buatan.
e) Bilas kateter di antara setiap pelaksanaan suction.
f) Perhatikan ukuran tekanan suction. Ukuran tekanan suction yang
direkomendasikan oleh Kozier (2012) :
Dewasa (80-120 nnHg
Anak-anak (80-100 mmHg). Dalam penelitiannya, anang (2014)
mengungkapkan bahwa tekanan suction yang paling tepat adalah antara 80-100
mmHg, tekanan tersebut aman untuk melakukan suctioning Karena saturasi
oksigen (Spo2) yang terjadi tidak terlalu besar
g) Untuk tindakan suction harusnya dilakukan maksimal 10 detik, karena bila lebih
dari 10 detik beresiko terjadi hipoksia (Kozier, 2012).
h) Ketika akan melakukan suction
4. Pemberian O2
a) Perhatiakan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau kurang dari
batas. Hal ini penting untuk mencegah kekeringan membrane mukosa dan
membantu untuk mengencerkan sekret di saluran pernapasan pasien.
b) Pasanglah tanda : “dilarang merokok : ada pemakaian oksigen” di pintu kamar
pasien, dibagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di dekat tabung oksigen.
Intruksikan kepada pasien dan pengunjung akan bahaya merokok di area
pemasangan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran.
c) Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi OFF.
d) Pada beberapa kasus seperti bayi premature, pasien dengan penyakit akut, pasien
dengan keadaan yang tidak stabil atau pasien post operasi, perawat harus
mengobservasi lebih sering terhadap respon pasien selama pemberian terapi
oksigen.
e) Pada beberapa pasien, pemasangan masker akan memberikan rasa tidak nyaman
karena merasa “terperangkap”. Rasa tersebut dapat diminimalisirkan jika
perawat dapat meyakinkan pasien akan pentingnya pemakaian masker tersebut.
f) Pada pasien dalam masalah febris, dan diaforosis, maka perawat perlu
melakukan perawatan kulit dan mulut secara ekstra karena pemasangan masker
tersebut dapat menyebabakan efek kekeringan di sekitar area tersebut.
g) Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga pasien karena pemasangan ikatan tali
nasal kanul, face mask, dan face tent, maka perawat dapat memakaikan kasa
berukuran 4×4 cm di area tempat penekanan tersebut.
h) Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping pasien
dengan terapi oksigen.
i) Periksa kembali kebijakan institusi tentang perlunya mendapatkan program
dokter sebelum terapi oksigen dimulai. Pada sebagian besar kasus akut,
pemberian oksigen merupakan wewenang perawat dan tidak memerlukan
intruksi dokter atau tindak selanjutnya. Gunakan masker wajah daripada kanula
nasal untuk memberikan kontrol konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih baik.
Jika diperlukan konsentrasi oksigen yang tinggi, penggunaan kanula nasal
mungkin tidak tepat untuk pemberian oksigen dalam situasi darurat. Jika klien
tidak memiliki riwayat penyakit paru menahun atau penyalahgunaan tembakau
yang kronis, JANGAN MEMBERIKAN OKSIGEN NASAL LEBIH DARI 2
SAMPAI 3 L (30% MASKER WAJAH) TANPA PROGRAM DARI DOKTER
8. Bagaimana kerja obat-obatan yang iberikan pada kasus diatas dan apa yabg harus perawat
perhatikan dalam pemberian obat tersebut
1. Oksigen
Melalui terapi oksigen, penderita PPOK akan memperoleh jumlah oksigen yang lebih banyak
sehingga kadar oksigen tubuh dapat terpenuhi dan terhindar dari risiko terjadinya gangguan
fungsi organ akibat kekurangan oksigen.

Efek Samping dari Terapi Oksigen


Terlepas dari manfaatnya, terapi oksigen juga dapat memberikan sejumlah efek samping,
seperti:

 Iritasi kulit di sekitar wajah dan hidung


 Hidung kering
 Kelelahan
 Mimisan
 Sakit kepala
Disarankan pula untuk tidak merokok di sekitar tabung oksigen dan menjauhkan tabung
oksigen dari sumber api, seperti korek api. Hal ini perlu diperhatikan karena bisa
mengakibatkan tabung oksigen meledak dan memicu kebakaran.
2. Cepotaxime

Cefotaxim termasuk dalam golongan antibiotik sefalosporin yang bekerja dengan cara
membunuh bakteri dan menghambat pertumbuhannya.

Peringatan Sebelum Menggunakan Cefotaxim


Cefotaxim hanya boleh digunakan sesuai resep dokter. Sebelum menggunakan cefotaxim,
Anda perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

 Jangan menggunakan cefotaxime jika Anda alergi terhadap obat ini atau obat golongan
sefalosporin lain, seperti ceftriaxone. Beri tahu dokter jika Anda alergi terhadap obat
golongan penisilin.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita kelainan darah, gangguan
sumsum tulang, diare, gangguan irama jantung, penyakit liver, diabetes, gagal
jantung, kolitis, atau penyakit ginjal.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana melakukan vaksinasi dengan vaksin hidup, seperti
vaksin tifoid, selama menjalani pengobatan dengan cefotaxim, karena obat ini dapat
mengurangi efektivitas vaksin tersebut.
 Beri tahu dokter bahwa Anda sedang menjalani pengobatan dengan cefotaxim, sebelum
menjalani operasi, termasuk operasi gigi.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat, suplemen, atau produk herbal
tertentu.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, berencana untuk hamil, atau sedang menyusui.
 Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat, efek samping yang serius,
atau overdosis setelah menggunakan cefotaxim.

Efek Samping dan Bahaya Cefotaxim


Beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan cefotaxim adalah:

 Nyeri atau benkak di area yang disuntik


 Diare
 Mual atau muntah

3. Atrovent
Atrovent adalah sediaan obat anti asma yang dikemas dalam bentuk sediaan larutan untuk
inhalasi dan aerosol. Atrovent digunakan sebagai bronkodilator untuk pencegahan dan
pengobatan gejala obstruksi saluran nafas kronik dengan bronkospasme (penyempitan otot-
otot di dinding bronkiolus secara tiba-tiba) reversibel, seperti asma bronkial (kondisi medis
yang menyebabkan jalan napas paru-paru membengkak dan menyempit) dan terutama
bronkitis kronik (peradangan pada saluran bronkial, yaitu saluran pernapasan yang membawa
udara ke paru-paru) dengan atau tanpa emfisema (kondisi di mana kantung udara di paru-
paru secara bertahap hancur, membuat napas lebih pendek).

Efek Samping Atrovent


Efek samping penggunaan Atrovent yang mungkin terjadi adalah:
 Gangguan motilitas saluran cerna
 Mulut kering
 Sakit kepala
 Takikardi (meningkatnya kecepatan denyut jantung)
 Palpitasi ( kondisi berdebar-debar, dengan denyut jantung cepat atau tidak beraturan)
 Takikardi supraventrikular (meningkatnya kecepatan denyut jantung karena aktivitas
listrik yang tidak semestinya pada bagian atas jantung)
 Fibrilasi atrial (kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak
beraturan dan cepat)
 Gangguan akomodasi mata
 Retensi urin (gangguan pada kandung kemih sehingga kesulitan untuk mengeluarkan
atau mengosongkan urine)
 Bronkospasme ( gangguan yang terjadi otot bronkus yang rentan terjadi pada orang
dengan penyakit asma atau alergi) yang diinduksi oleh inhalasi
 Reaksi alergi.

Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada pasien yang menderita hipersensitif terhadap atropin atau
derivatnya.

4. Bricasma
Bricasma adalah obat yang mengandung Terbutaline. Obat ini tersedia dalam bentuk cairan
inhaler, serbuk inhaler, dan cairan injeksi. Bricasma dapat digunakan untuk mengobati
bronkospasme (pengetatan otot-otot bronkus), seperti: asma, emfisema (kantung udara di
paru-paru secara bertahap hancur, membuat napas lebih pendek). Bricasma bekerja dengan
cara melebarkan saluran udara yang menyempit akibat gejala-gejala tersebut. Dengan
melebarnya saluran udara, maka udara bisa lebih lancar masuk ke paru-paru.

Efek Samping Bricasma


Efek samping penggunaan Bricasma yang mungkin terjadi adalah:

 Tremor (gemetar)
 Sakit kepala
 Takikardia (detak jantung melebihi 100 kali per menit)
 Jantung berdebar
 Kram otot tonik
 Hipokalemia (kadar kalium dalam darah rendah)

Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif.

Interaksi Obat

Menghambat efek bronkodilatasi oleh agen penghambat reseptor β.


Meningkatkan risiko aritmia jantung jika di berikan bersamaan dengan anestesi terhalogenasi
dan bahan penipis K lainnya misalnya, diuretik, metil xantin, kortikosteroid.

5. Antacid
Antasida bekerja dengan cara menetralisir asam lambung. Obat ini hanya bekerja saat kadar
asam lambung meningkat. Dengan begitu, keluhan akibat naiknya asam lambung, seperti
nyeri ulu hati, rasa panas di dada, mual, muntah, atau perut kembung akan mereda.

Interaksi Antasida dengan Obat Lain


Berikut ini adalah sejumlah efek interaksi obat yang dapat terjadi bila mengonsumsi antasida
bersamaan dengan obat lain:

 Gangguan penyerapan tetrasiklin, cimetidine, ciprofloxacin,


chloroquine, hydroxychloroquine, ketoconazole, levothyroxine, rifampicin,
chlorpromazine, cefdinir, cefpodoxime, rosuvastatin, besi, atau suplemen vitamin
 Penurunan efek obat polystyrene sulphonate atau obat velpatasvir
 Meningkatnya penyerapan obat yang mengandung asam sitrat
 Meningkatnya pembuangan dari obat salisilat

Efek Samping dan Bahaya Antasida


Secara umum, penggunaan antasida dapat menyebabkan efek samping yang ringan, seperti:

 Diare
 Perut kembung
 Mual dan muntah
 Kram perut
 Sembelit

6. Ranitidin
Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk mengobati gejala atau penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam lambung berlebih. Beberapa kondisi yang dapat ditangani dengan
ranitidin adalah tukak lambung, penyakit maag, penyakit asam lambung (GERD), dan
sindrom Zollinger-Ellison.

Produksi asam lambung yang berlebihan dapat membuat memicu iritasi serta peradangan
pada dinding lambung dan saluran pencernaan. Ranitidin bekerja dengan cara menghambat
produksi asam lambung yang berlebih, sehingga gejala tersebut dapat mereda.

Interaksi Ranitidin dengan Obat Lain


Efek interaksi yang bisa terjadi jika ranitidin digunakan bersama obat-obatan tertentu antara
lain:

 Meningkatkan risiko terjadinya perdarahan jika digunakan dengan warfarin


 Meningkatkan risiko terjadinya gangguan irama jantung jika ranitidin dosis tinggi
digunakan bersama procainamide atau N–acetylprocainamide
 Meningkatkan risiko terjadinya efek samping dari obat triazolam, glipizide, atau
midazolam
 Menurunkan efektivitas obat atazanavir, gefitnib, ketoconazole, atau delaviridine
 Menurunkan penyerapan ranitidin jika digunakan bersama dengan sukralfat dosis
tinggi
Efek Samping dan Bahaya Ranitidin
Efek samping yang bisa muncul setelah menggunakan ranitidin adalah:

 Sakit kepala
 Sembelit
 Diare
 Mual
 Muntah
 Sakit perut
7. Codein
Cara kerja obat ini adalah mengubah cara otak dan sistem saraf dalam merespons rasa sakit.
Ketika obat ini digunakan untuk meredakan batuk, obat dapat mengurangi aktivitas di bagian
otak yang menyebabkan batuk.

Interaksi dengan Obat Lain


Ada beberapa jenis obat yang tidak disarankan untuk dikonsumsi secara bersama dengan
Codeine. Namun ada pula obat yang tidak akan menimbulkan interaksi jika digunakan secara
bersamaan dengan Codeine. Berikut beberapa obat yang dapat menimbulkan interaksi.

 Obat penghambat enzim seperti monoamine oxidase inhibitor (MAOI) dapat


menimbulkan terjadinya efek samping yang cukup fatal jika dikonsumsi secara
bersamaan dengan Codeine.
 Obat-obatan anestesi dan antihistamin jika dikonsumsi secara bersamaan dengan codein
akan membuat resiko efek samping berupa depresi pada sistem pernapasan menjadi
meningkat.
 Cimetidine tidak disarankan dikonsumsi dengan codeine karena dapat membuat kadar
codeine dalam darah menjadi lebih meningkat.
 Obat golongan antikolinergik serta antidiare yang dikonsumsi secara bersamaan dengan
codeine dapat menyebabkan konstipasi
 Domperidone, serta metoclopramide juga tidak disarankan untuk dikonsumsi dengan
codeine karena dapat menimbulkan obat codeine menjadi memiliki efek yang justru
berlawanan.

Efek samping ringan


 Sakit kepala
 Mulas
 Susah buang air kecil (anyang-anyangan)
Efek samping serius

 Agitasi (perasaan kesal, jengkel, dan marah).


 Halusinasi (melihat hal-hal atau mendengar suara-suara yang tidak ada)
 Demam menggigil diikuti dengan kebingungan, detak jantung cepat, kekakuan atau
kedutan pada otot.
 Mual, muntah, dan pusing serta tubuh lemah.
 Haid tidak teratur dan hasrat sesksual menurun.
 Mengi, napas cepat, atau kesulitan bernapas.
 Reaksi alergi, seperti ruam, gatal, pembengkakan, dan sesak napas.
 Kejang.
Setiap orang dapat menunjukkan efek samping yang berbeda-beda tergantung bagaimana
tubuh merespons obat-obatan tersebut. Beberapa orang sangat mungkin mengalami efek
samping yang tidak disebutkan di atas.

9. Bagaimana teknik pemberian obat dengan Nebulizer (prosedur)

1. Pengertian Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan


nebulator
2. Tujuan 1. Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan
2. Melonggarkan jalan nafas
3. Referensi
4. Dokumen terkait Asuhan keperawatan
5. Alat& bahan 1. Set nebulizer
2. Obat bronkodilator
3. Bengkok 1 buah
4. Tissue
5. Spuit 5 cc
6. Aquades
6. Prosedur&langkah- A. Tahap PraInteraksi
langkah 1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat

Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mengatur pasien dalam posisi duduk
3. Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set
nebulizer
4. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran
5. Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik
6. Memasukkan obat sesuai dosis
7. Memasang masker pada pasien
8. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien nafas dalam
sampai obat habis
9. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue

Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan pasien/keluarga
3. Membereskan alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai