Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Nyeri
a. Pengertian
Nyeri merupakan sebuah pengalaman sensori serta emosional yang
tidak menyenangkan yang berkaitan pada kerusakan jaringan,
aktual maupun potensial atau menggambarkan suatu kerusakan
yang sama menurut Association for the Study of Pain (Black &
Hawks, 2014).Nyeri merupakan suatu pengalaman yang dikatakan
oleh seseorang yang sedang merasakan nyeri dan ada ketika
seseorang tersebut mengatakan ada (Black & Hawks, 2014).
Definisi nyeri dalam kamus medis yaitu perasaan distres, kesakitan,
ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari stimulasi ujung saraf tertentu.
Tujuan nyeri terutama untuk perlindungan, nyeri berperan sebagai suatu
sinyal peringatan dari tubuh terhadap jaringan yang sedang mengalami
kerusakan dan meminta individu untuk meredakan atau menghilangkan
nyeri dari sumber(Rosdahl & Kowalski, 2017).
Nyeri berperan sebagai mekanisme dalam memperingatkan
individu terhadap potensi bahaya fisik, oleh karena nyeri merupakan
mekanisme pertahanan tubuh yang berfungsi untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut dengan memberikan dorongan untuk keluar
dari sesuatu yang menimbulkan nyeri. Nyeri merupakan sesuatu yang
sangat subyektif maka yang dapat mendefinisikan nyeri secara akurat
yaitu individu itu sendiri yang sedang merasakan nyeri. Terlepas dari
subyektifitasnya, seorang perawat harus memiliki tanggungjawab
untuk mengkaji klien secara akurat dalam membantu meringankan
atau menurunkan nyeri (Black & Hawks, 2014).

7
8

b. Mekanisme Nyeri
Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan transmisi nyeri
normal dan interpretasinya adalah nosisepsi. Nosisepsi merupakan
sistem yang membawa informasi mengenai peradangan, kerusakan,
atau ancaman kerusakan pada jaringan ke medula spinalis dan
otak. Nosisepsi memiliki empat fase:
1) Transduksi : sistem saraf yang mengubah stimulus nyeri
dalam ujung saraf menjadi impuls.
2) Transmisi : impuls berjalan dari tempat awalmya ke otak.
3) Persepsi : otak mengenali, mendefinisikan, dan berespons
terhadap nyeri.
4) Modulasi : tubuh mengaktivasi respons inhibitor yang
diperlukan terhadap efek nyeri (Craven& Hirnle, 2007
dalam (Rosdahl & Kowalski, 2017).
c. Penggolongan Nyeri
(International Association for the Study of Pain (IASP) telah
mengidentifikasi beberapa kategori nyeri Diantaranya yaitu:
1) Menurut timbulnya nyeri:
a) Nyeri akut
Nyeri akut yaitu sensasi yang terjadi secara mendadak
atau sebagai respons terhadap beberapa jenis trauma.
Penyebab umum nyeri akut yaitu trauma akibat
kecelakaan, infeksi, serta pembedahan. Nyeri akut terjadi
dalam periode waktu yang singkat yaitu sekitar 6 bulan
atau kurang dan biasanya bersifat intermiten (sesekali),
tidak konstan. Apabila penyebab mendasar diterapi secara
rutin nyeri akut cepat menghilang. b) Nyeri kronis
Nyeri kronis atau disebut dengan nyeri neuropatik yaitu suatu
ketidaknyamanan yang berlangsung dalam periode waktu yang
lama yaitu (6 bulan atau lebih) dan kadang bersifat selamanya.
Penyebab nyeri kronis sering kali tidak diketahui. Nyeri kronis
9

terjadi akibat kesalahan sistem saraf dalam memproses


input (asupan) sensori. Nyeri kronis membutuhkan waktu
yang lama dalam periode waktu pemulihan normal
dibanding nyeri akut. Individu yang mengalami nyeri
kronis biasanya akan melaporkan rasa yang terbakar,
sensasi kesemutan, dan nyeri tertembak.
c) Nyeri alih
Nyeri alih yaitu nyeri yang berasal dari satu bagian tubuh,
namun dipersepsikan di bagian tubuh lain. Nyeri alih paling
sering berasal dari dalam visera (organ internal) dan dapat
dipersepsikan di kulit, walau sebenernya dapat dipersepsikan
dalam organ internal yang lain.
d) Nyeri kanker
Nyeri kanker yaitu disebut juga sebagai hasil dari
beberapa jenis keganasan. nyeri yang menyerang sangat
hebat dan dapat dianggap intractable (tidak dapat diatasi)
dan bersifat kronis (Rosdahl & Kowalski, 2017).
2) Nyeri berdasarkan etiologinya:
a) Nyeri somatik dapat di deskripsikan sebagian nyeri
tajam,panas, menyengat, yang dapat ditunjukkan lokasinya
serta diasosiasikan dengan nyeri tekan lokal di sekitarnya.
b) Nyeri visera dideskripsikan sebagai nyeri tumpul,
kram atau kolik yang terlokalisir yang dapat disertai
dengan nyeri tekan lokal, nyeri alih, mual, berkeringat
dan perubahan kardiovaskular.
c) Nyeri kutaneus dapat dikarakteristikkan sebagai onset
yang tiba-tiba dengan kualitas yang tajam atau menyengat
atau onset yang berlangsung perlahan dengan kualitas
seperti sensasi terbakar, bergantung dari tipe serat saraf
yang terlibat. Reseptor nyeri kutaneus berakhir di bawah
kulit. (Black & Hawks, 2014).
10

d. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Reaksi klien terhadap nyeri sangat personal dan memberikan
berbagai variasi terhadap pengalaman nyeri antar individu.
1) Persepsi nyeri
Persepsi nyeri atau interpretasi nyeri merupakan komponen
penting dalam pengalaman nyeri. Oleh karena kita menerima dan
menginterpretasikan nyeri juga dirasakan berbeda pada tiap
individu. Persepsi nyeri tidak hanya bergantung dari derajat
kerusakan fisik. Baik stimulus fisik maupun faktor psikososial
dapat memengaruhi pengalaman kita akan nyeri. Walaupun
beberapa ahli setuju mengenai efek spesifik dari faktor-faktor ini
dalam memengaruhi persepsi nyeri yaitu kecemasan, pengalaman,
perhatian, harapan, dan arti di balik situasi pada saat terjadinya
cedera (Black & Hawks, 2014).
2) Faktor sosiobudaya
Ras, budaya, dan etnik merupakan faktor yang memengaruhi
seluruh respons sensori, termasuk respons terhadap nyeri. Peneliti
menemukan bahwa penilaian perawat mengenai nyeri yang
dialami klien dipengaruhi oleh kepercayaan dan budaya mereka
sendiri (Black & Hawks, 2014).
3) Usia
Terdapat beberapa variasi dalam batas nyeri yang
dikaitkan dengan kronologis usia. Individu dewasa mungkin
tidak melaporkan adanya nyeri karena takut bahwa hal
tersebut mengindikasikan diagnosis yang buruk. Nyeri juga
dapat berarti kelemahan, kegagalan, atau kehilangan kontrol
bagi orang dewasa (Black & Hawks, 2014).
4) Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat menjadi faktor dalam respon nyeri, anak
laki-laki jarang melaporkan nyeri dibandingkan anak perempuan. Di
beberapa budaya di Amerika Serikat, laki-laki jarang
11

mengekspresikan nyeri dibandingkan anak perempuan. Hal ini


tidak berarti jika anak laki-laki jarang merasakan nyeri, namun
mereka jarang memperlihatkan hal itu. (Black & Hawks, 2014).
5) Pengalaman Sebelumnya Mengenai Nyeri
Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri memengaruhi
persepsi akan nyeri yang di alami saat ini oleh klien. Individu
yang mengalami pengalaman buruk sebelumnya mungkin
menerima episode selanjutnya dengan lebih intens meskipun
dengan kondisi medis yang sama. Sebaliknya, klien mungkin
melihat pengalaman mendatang secara positif karena tidak
seburuk sebelumnya(Black & Hawks, 2014).
6) Arti Nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri
dibandingkan klien lain, bergantung pada keadaan dan
interpretasi klien mengenai makna nyeri tersebut. Seorang
klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir yang
positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya
klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita (Kozier, 2011).
7) Ansietas
Ansietas sering kali menyertai nyeri. Ancaman dari sesuatu
yang tidak diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri
atau peristiwa yang menyertai nyeri sering kali memperburuk
persepsi nyeri. Seseorang yang mengalami nyeri percaya bahwa
mereka dapat mengontrol nyeri akan mengalami penurunan
rasa takut dan ansietas yang akan menurunkan persepsi nyeri
mereka (Kozier, 2011).
8) Efek plasebo
Plasebo biasa diberikan saat pemberi layanan kesehatan
meragukan apakah klien benar-benar merasakan nyeri. Plasebo

adalah pil yang berbentuk seperti obat biasa namun tidak memiliki
12

sifat atau kandungan obat. Ketika klien diberikan plasebo,


mereka diberitahu bahwa pil tersebut mengandung obat untuk
mengatasi nyeri. Saat ini dilaporkan bahwa 30 % hingga 70%
individu yang diberikan plasebo menyatakan nyeri mereka
berkurang atau reda pada waktu singkat (Black & Hawks, 2014).
e. Perilaku Nyeri
Apabila seorang klien mengalami nyeri maka perawat mengkaji
kata-kata yang diucapkan, gerakan tubuh, ekspresi wajah, interaksi
sosial, mood, serta tidur klien. Respon perilaku nyeri bisa di
lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Respon Perilaku Nyeri

GERAKAN Gelisah, Waspada, Tegang pada otot, Immobilitas,


TUBUH Mondar-mandir, Meremas tangan, Tidak bisa diam,
Menggeliat, Menolak ubah posisi, Kaku pada sendi

EKSPRESI Menekuk muka, Menggeletukan gigi, Mengeryitkan


WAJAH dahi, Menutup mata atau mulut dengan rapat,
Membuka mata atau mulut dengan lebar, Menggigit
bibir

VOKALISASI Mengaduh, Menangis, Mengerang, Terengah,


Menjerit, Menggerutu

MOOD Agresif, Bingung, Rewel, Sedih, Iritabilitas


TIDUR Meningkat karena kelelahan Menurun, karena
sering terbangun

INTERAKSI Diam, Menarik diri, Fokus hanya pada aktivitas


SOSIAL untuk menghilangkan nyeri, Penurunan rentang
perhatian

Sumber:(Black & Hawks, 2014)


13

f. Instrumen Perilaku Nyeri


Lembar observasi perilaku nyeri dengan menggunakan
Behavioral Pain Scale, perilaku nyeri yang diamati meliputi
restlessnes/gelisah, tense muscle/ketegangan otot, flowning atau
grimacing/merengut/meringis, patient sounds/suara pasien.
Tingkatan perilaku nyeri yang diadobsi dari University Health
System Pain Management Pocket Reference (University Health
System, 2013). Pembagian skor perilaku nyeri dibagi empat
kategori, yaitu: tidak nyeri (0), nyeri ringan (1-4), nyeri sedang
(5-8), dan nyeri berat (8-12).
g. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri bersifat sangat individual, dan intervensi yang
berhasil untuk satu orang klien mungkin tidak berhasil untuk
klien lain.ada dua jenis penatalaksaan nyeri yaitu meliputi
tindakan farmakologi dan tindakan non farmakologi.
1) Terapi farmakologi
Analgesik adalah obat yang meredakan nyeri. Analgesik biasanya

efektif jika diberikan secara teratur atau saat awitan nyeri sangat dini.

Analgesik pada umumnya meredakan nyeri dengan mengubah kadar

natrium dan kalium tubuh, sehingga memperlambat atau memutus transmisi

nyeri. Tiga kelas analgesik umumnya digunakan untuk meredakan nyeri.

Ketiga kelas analgesik adalah:

a) Obat anti-inflamasi non steroid (nonsteroidal anti-inflammatory


drugs, NSAID) non opioid: contoh NSAID antara lain aspirin,
ibuprofen, (Morfin), dan naproksen (naprosyn, Aleve). Obat-
obatan ini biasanya diberikan kepada klien yang memiliki nyeri
ringan sampai sedang. Analgesik nonopioid lain yang umunya
digunakan untuk nyeri ringan adalah asetaminofen (tylenol).
b) Analgesik opioid/narkotik: contoh yang paling sering
digunakan adalah morfin untuk mengatasi nyeri pada klien
nyeri yang mengalami nyeri sedang sampai berat.
14

c) Obat pelengkap (adjuvan): contoh umumnya mencakup


antikonvulsan dan antidepresan. Obat ini dapat membantu
meningkatkan alam perasaan klien, dengan demikian membantu
relaksasi otot. Ketika otot relaks, nyeri membaik dan produksi
endorfin sering meningkat (Rosdahl & Kowalski, 2017).
2) Terapi Non Farmakologi
Klien dapat menggunakan banyak tindakan non
farmakologi untuk menangani nyeri. Diuraikan sebagai
intervensi fisik dan kognitif-perilaku.
a) Intervensi fisik memberikan kenyamanan, meningkatkan
mobilitas, dan membantu respon fisiologis. Contoh tindakannya
meliputi: pijat, kompres hangat dan dingin, Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation, akupuntur, akupresur.
b) Intervensi kognitif-perilaku mengubah persepsi nyeri,
menurunkan ketakutan, juga memberikan perubahan
fisiologis. Contoh tindakannya meliputi: relaksasi napas
dalam, relaksasi progresif, musik,napas ritmik, Guided
Imagery, distraksi, biofeedback, terapi sentuhan, meditasi,
hipnotis, humor (Black & Hawks, 2014).

2. Konsep Pengukuran Skala Nyeri


a. Derajat Nyeri
Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena
sangat dipengaruhi faktor subyektif seperti faktor fisiologis, psikologis,
lingkungan, sehingga anamnesis berdasarkan pelaporan mandiri pada
pasien yang bersifat sensitif dan konsisten sangat penting. Keadaan
dimana tidak mungkin mendapatkan penilaian mandiri pasien seperti
pada keadaan gangguan kesadaran, gangguan kognitif, pasien pediatrik,
kegagalan komunikasi, tidak adanya kerjasama atau ansietas berat
dibutuhkan pengukuran yang lain. Nyeri ditetapkan sebagai tanda vital
kelima yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian akan rasa nyeri
15

dan diharapkan dapat memperbaiki tatalaksana nyeri akut


(Mardana & Aryasa, 2017).
Berbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara
yang sederhana dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif
sebagai berikut:
1) Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.

2) Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas


terganggu, yang hanya hilang apabila penderita tidur.
3) Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus
sepanjang hari,penderitatak dapat tidur atau sering terjaga oleh
gangguan nyeri sewaktu tidur (Mardana & Aryasa, 2017).

b. Pengukuran Skala Nyeri


Intensitas nyeri adalah laporan mandiri tentang nyeri. Perawat bisa
mendapatkan laporan mandiri ini dengan meminta klien untuk mengukur
nyeri pada skala yang harus mereka bayangkan atau menunjukkan skala
yang ada pada klien. Individu yang mengalami nyeri mungkin
mendapatkan kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas mental dan
merasa kesulitan untuk berespons terhadap skala yang harus mereka
bayangkan. Di beberapa rumah sakit sangat menguntungkan jika
disediakan salinan skala intensitas nyeri di tempat yang dapat dilihat
dengan jelas oleh tiap klien, biasanya ditempelkan di dinding sebelah
tempat tidur (Black & Hawks, 2014). Intensitas nyeri merupakan suatu
gambaran untuk mendeskripsikan seberapa parah nyeri yang dirasakan
oleh klien, pengukuran nyeri sangat subyektif dan bersifat individual
sehingga intensitas nyeri yang dirasakan akan berbeda dengan individu
lainnya (Tamsuri, 2007 dalam (Wiarto, 2017).
Penilaian dan pengukuran derajat nyeri sangatlah penting dalam
proses diagnosis penyebab nyeri, sehingga dapat dilakukan tindakan
selanjutnya yang tepat meliputi tindakan farmakologi dan tindakan non
16

farmakologi. Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin


menggunakan metode pengukuran skala nyeri meliputi Numeric
Rating Scale (NRS) dan Wong Baker FACES Pain Rating Scale,
masing-masing dari kelebihan serta kekurangan skala pengukuran
nyeri tersebut meliputi: Ukuran Intensitas Nyeri
1) Numeric Rating Scale (NRS)
Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10
untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS
diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin,
etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi penyebab
nyeri akut ketimbang VAS dan VRS. Namun, kekurangannya adalah
keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak
memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti
dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik. Skala numerik dari 0 hingga 10, di
bawah, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan
sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.

Gambar 2.1
Numeric Rating Scale (NRS)
Sumber : (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015)

2) Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau skala
reda nyeri. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau
17

angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan


dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit
berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali.
Kekurangan skala ini membatasi pilihan kata klien sehingga skala
ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 2.2
VerbalRating Scale (VRS)

Gambar 2.1
Verbal Rating Scale (VRS)
Sumber : (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015)

3) Visual Analog Scale (VAS)


Visual Analog Scale (VAS) adalah skala linear yang
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin
dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10
cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter ( Gambar 2.3). Tanda
pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung
yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat
dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala
hilangnya atau reda rasa nyeri. Digunakan pada klien anak >8 tahun dan
dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaan sangat mudah dan
sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak
bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta
kemampuan konsentrasi.
18

Gambar 2.3
Visual Analog Scale (VAS)
Sumber : (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015)

4) Wong Baker FACES Pain Rating Scale


Skala nyeri ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya
dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa
kita menanyakan keluhannya. Skala Nyeri ini adalah skala kesakitan
yang dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Skala ini
menunjukkan serangkaian wajah mulai dari wajah gembira pada 0,
“Tidak ada sakit hati” sampai wajah menangis di skala 10 yang
menggambarkan “Sakit terburuk”. Pasien harus memilih wajah yang
paling menggambarkan bagaimana perasaan mereka. Penilaian skala
nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas. Tidak semua klien
dapat memahami atau menghubungkan skala intensitas nyeri dalam
bentuk angka. Klien ini mencakup anak-anak yang tidak mampu
mengkomunikasikan ketidaknyamanan secara verbal, klien lansia
dengan gangguan kognisi atau komunikasi, dan orang yang tidak bisa
berbahasa inggris, sehingga untuk klien jenis ini menggunakan skala
peringkat Wong Baker FACES Pain Rating Scale. Skala wajah
mencantumkan skala angka dalam setiap ekspresi nyeri sehingga
intensitas nyeri dapat di dokumentasikan oleh perawat.
19

Gambar 2.4
Wong Baker FACES Pain Rating Scale
Sumber : (Kozier, 2011)

3. Teori Tumbuh Kembang Anak


a. Masa Usia Pra Sekolah
Memasuki usia 5 tahun dalam kategori bahasa anak memiliki
perbendaharaan sekitar 2100 kata, menggunakan kalimat yang terdiri
atas enam sampai delapan kata dengan semua bagian percakapan,
menamakan koin (missal : nickel, dime), menamakan empat warna atau
lebih, menerangkan gambar atau lukisan dengan banyak komentar dan
menyebutkannya satu per satu, mengetahui nama-nama hari dalam satu
minggu, bulan, dan kata-kata yang berhubungan dengan waktu lainnya,
mengetahui komposisi benda seperti sepatu terbuat dari…”, dapat
mengikuti tiga perintah secara berturut-turut.
b. Masa Usia Sekolah
1) Usia 6 tahun
Memasuki usia 6 tahun dalam kategori mental anak mulai
mengembangkan konsep angka, mampu menghitung sampai 13 sen
dolar, mengetahui perbedaan antara pagi dan sore, menguraikan
kegunaan benda-benda umum seperti garpu dan kursi, mematuhi
tiga macam perintah secara berturut-turut, mengetahui tangan
kanan dan kiri, mampu menentukan antara yang cantik dan yang
20

jelek pada serangkaian gambar wajah, menguraikan benda-


benda dalam gambar daripada hanya menyebutkan
jumlahnya, memasuki kelas satu sekolah dasar.
2) Usia 7 tahun
Memasuki usia 7 tahun dalam kategori mental anak mulai
memerhatikan bahwa bagian tertentu hilang dari gambar, dapat
meniru gambar wajik/berlian, menghitung mundur tiga angka,
mengembangkan konsep waktu; membaca jam dinding atau jam
tangan biasa dengan tepat sampai ke hitungan seperempat jam;
menggunakan jam dinding untuk tujuan praktis, memasuki kelas
dua, membaca lebih mekanis; sering kali tidak berhenti pada
akhir kalimat, melewati kata-kata seperti “itu, si, dan dia”.
3) Usia 8-9 tahun
Memasuki usia 8-9 tahun dalam kategori mental anak mulai
menguraikan kesamaan dan perbedaan antara dua benda yang
diingat anak, menghitung mundur dari 20 ke 1; memahami konsep
reversibilitas, menyebutkan hari-hari dalam satu minggu dan bulan
secara berurutan; mengetahui tanggal, menguraikan benda-benda
umum dengan rinci, membuat perubahan dalam pembagian,
memasuki kelas tiga dan empat, membaca lebih banyak; dapat
merencanakan bangun tidur lebih awal hanya untuk membaca,
membaca buku-buku klasik tetapi juga menyukai buku komik, lebih
sadar terhadap waktu, dapat dipercaya pergi sekolah tepat waktu,
dapat memegang konsep bagian atau keseluruhan, memahami konsep
ruang, penyebab dan efeknya, teka-teki, konservasi(sifat permanen
massa dan volume), mengklasifikasikan benda-benda dengan lebih
dari satu kualitas; mempunyai benda-benda koleksi, menghasilkan
lukisan atau gambar sederhana.
4) Usia 10-12 tahun
Memasuki usia 10-12 tahun dalam kategori mental anak mulai

menulis cerita pendek, memasuki sekolah kelas lima sampai kelas


21

dua SMP, kadang-kadang menulis surat pendek untuk teman


atau orang lain berdasarkan inisiatifnya sendiri, menggunakan
telepon untuk tujuan praktis, berespons terhadap iklan di
majalaj, radio, atau iklan-iklan di tempat lain, membaca untuk
informasi praktis atau untuk kesenangan diri sendiri dari buku
cerita atau buku perpustakaan tentang petualangan, roman,
atau cerita binatang). (Wong, 2001)
B. Penelitian Terkait
1. Berdasarkan data yang diperoleh dari Suindrayasa, 2017 tentang
kesesuaian antara penilaian nyeri berdasarkan Numeric Rating Scale
dengan Abbey Pain Scale dalam menilai skala nyeri pada pasien bedah
di Triage Bedah IRD RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017 dengan
menunjukan hasil Numeric Rating Scale sebagian besar responden
berada pada rentang nyeri sedang (60%) dan yang paling sedikit
menunjukan nyeri berat (15%), sedangkan Abbaey Pain Scale
sebagian besar responden berada pada rentang nyeri ringan (60%)
dan yang paling sedikit menunjukan nyeri sedang (40%). Berdasarkan
uraian tersebut menunjukkan tidak terdapat kesesuaian antara skala
nyeri menggunakan Numeric Rating Scale Dan Abbey Pain Scale.
Selain menggunakan Abbey Pain Scale ada juga cara lain yang
digunakan untuk mengukur skala nyeri secara subyektif salah satunya
menggunakan Wong-Baker FACES Pain Rating Scale.
2. Berdasarkan data yang diperoleh dari Mariyam, 2013 tentang Tingkat
Nyeri Anak Usia 7-13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSUD
Kota Semarang diperoleh data yaitu Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh anak usia 7-13 tahun yang dibawa ke RSUD Kota Semarang dan
dirawat di ruang Parikesit kelas II dan III jumlah sampel 28 anak.
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengetahui
karakteristik anak dan lembar pengkajian tingkat nyeri yaitu Wong
Baker FACES Pain Rating Scale. Tingkat nyeri responden saat dilakukan
pemasangan infus pada kelompok kontrol sebagian besar
22

mengalami nyeri hebat (skala 5) yaitu 42,9 % sebanyak 12 anak.


Pengkajian tingkat nyeri pada responden menggunakan Wong-Baker
FACES Pain Rating Scale, yang terdiri dari skala wajah 0 sampai 5. Skala
0 (Tidak ada nyeri), 1 (Nyeri sedikit), 2 (Sedikit lebih nyeri), 3 (Lebih
nyeri lagi), 4 (Nyeri sekali), dan 5 (Nyeri hebat). Anak diminta untuk
menunjuk pada gambar wajah yang mewakili nyeri yang dirasakan saat
dilakukan pemasangan infus. Berdasarkan uraian tersebut anak usia 7-13
tahun mampu menyampaikan tingkat nyeri yang dirasakan.
3. Penelitian oleh Sembiring, Novayelinda, Nauli (2015) tentang Perbandingan

Respon Nyeri Anak Usia Toddler Dan Prasekolah Yang Dilakukan Prosedur

Invasif telah dilakukan di ruang Flamboyan dan IGD RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru pada 26 responden yang dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu 13

kelompok anak usia toddler dan 13 kelompok anak usia prasekolah. Pada

kelompok anak usia toddler dan prasekolah dilakukan penilaian respon perilaku

menggunakan skala FLACC pada saat prosedur invasif dilakukan. rata-rata nilai

respon perilaku nyeri anak usia toddler berdasarkan skala FLACC adalah 7,77

dan pada anak usia prasekolah adalah 4,92. Hasil uji T Independent diperoleh p

value (0,000) < α (0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan respon perilaku nyeri

anak usia toddler dan prasekolah saat dilakukan prosedur invasif. nilai rata-rata

respon perilaku nyeri anak usia toddler adalah 7,77 dengan standar deviasi 1,301

sedangkan nilai rata-rata respon perilaku nyeri anak usia prasekolah adalah 4,92

dengan standar deviasi 1,801. Nilai minimum pada kelompok anak usia toddler

adalah 5 yang termasuk dalam rentang kategori nyeri sedang dan pada kelompok

anak usia prasekolah adalah 3 yang termasuk dalam rentang kategori nyeri

ringan. Nilai maksimum pada kelompok anak usia toddler dan prasekolah

masing-masing adalah 10 dan 9 yang berada dalam rentang kategori nyeri berat.

Berdasarkan uraian tersebut anak usia prasekolah sudah terbentuk kemampuan

dalam mengenal konsep sakit meskipun belum bisa membedakan penyebab dari

penyakitnya Anak prasekolah berada pada tahap tumbuh kembang yang


23

bersifat konkrit, sehingga anak akan lebih percaya pada hal yang
tampak dan nyata. Anak prasekolah memiliki karakteristik yang
lebih matang dalam motorik halus dan motorik kasar
dibandingkan dengan anak usia toddler.
C. Kerangka Teori
Kerangka teori didefinisikan sebagai kumpulan konsep yang saling
berhubungan untuk menggambarkan suatu fenomena dengan menerangkan
hubungan antar variabel. Kerangka teori ini dijadikan sebagai dasar dalam
menyusun kerangka konsep yang nantinya dijadikan sebagai acuan
penelitian (Pamungkas & Usman, 2017).

Respon Perilaku Nyeri NYERI

1. Gerakan Tubuh
2. Ekspresi Wajah
3. Vokalisasi
4. Mood
Penilaian Perilaku Nyeri
5. Tidur
6. Interaksi Sosial
(Numeric Rating Scale (NRS)
1.
2. Verbal Rating Scale (VRS)
3. Visual Analog Scale (VAS)
4.
Wong Baker FACES Pain Rating
Scale

Gambar 2.5
Kerangka Teori Nyeri
Sumber:(Black & Hawks, 2014); (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015);
(Kozier, 2011)
Keterangan:

: diteliti
: tidak diteliti
: berpengaruh diteliti
24

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah sebuah uraian dan visualisasi
hubungan antara konsep satu terhadap konsep lainnya atau antara
variabel satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang akan
diteliti (Notoatmojo, 2018). Berdasarkan konsep tersebut, maka
peneliti akan menyusun kerangka konsep sebagai berikut:

Pengukuran skala OBSERVASI Pengukuran skala


nyeri menggunakan nyeri menggunakan
PERILAKU
Numeric Rating Wong Baker FACES
NYERI
Scale Pain Rating

Gambar 2.6
Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis Penelitian
Pada hakekatnya hipotesis merupakan sebuah kesimpulan
sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Hipotesis
harus mempunyai landasan teoritis bukan hanya mengenai suatu
dugaan yang tidak mempunyai landasan ilmiah saja melainkan lebih
kepada suatu kesimpulan (Notoatmojo, 2018). Adapun hipotesis
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Ha : ada perbedaan penilaian skala nyeri antara menggunakan
Numeric Rating Scale dan Wong-Baker FACES Pain Rating
Scale terhadap perilaku nyeri.

Anda mungkin juga menyukai