OLEH:
SRIADI
I4052201006
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
KASUS 2 ANAK DENGAN ASMA
Pasien anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 12 kg, datang dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai batuk dan muntah 5
kali berupa makanan yang dimakan sebanyak ¼ gelas belimbing. Batuk tidak
disertai dahak, darah, dan tidak terdengar suara whoop di ujung batuk. Sesak
nafas terjadi sampai bibir berwarna kebiruan, disertai suara mengi, dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi. Batuk dan sesak dirasakan terutama bila udara
dingin atau bila pasien kelelahan karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas.
Sesak dan batuk dirasakan semakin memberat pada malam hari terutama saat
udara dingin, serta berkurang setelah diberikan obat sirup batuk pilek.
Terdapat riwayat alergi dingin pada pasien. Riwayat asma, alergi debu dan
dingin pada keluarga ada, yaitu pada ibu dan nenek pasien. Riwayat merokok
pada keluarga tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
tampak sesak nafas, compos mentis, nadi 120x/menit, pernafasan 42x/menit, suhu
36,5℃. Pada status generalis tampak kepala normochephal, konjungtiva
ananemis, sklera anikterik, telinga dalam batas normal, hidung simetris, napas
cuping hidung tidak ada, bibir sianosis. Pada leher tampak trakea di tengah dan
simetris. Pada pemeriksaan thoraks terdapat retraksi subcostal, pergerakan dinding
dada cepat, taktil fremitus simetris kanan dan kiri, perkusi hipersonor, dan
auskultasi terdengar vesikuler menurun serta wheezing meningkat pada akhir
ekspirasi pada kedua lapang paru. Pada cor dan abdomen dalam batas normal.
Pada ekstremitas tidak terdapat edema dan tidak ada sianosis. Tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
Diagnosis kerja pada pasien adalah asma bronkial derajat ringan episodik
jarang, dengan penatalaksanaan secara nonmedikamentosa dilakukan edukasi agar
menghindari alergen berupa udara dingin dan membatasi aktivitas fisik
berlebihan, dan secara medikamentosa yaitu dengan nebulisasi ventolin 1,25 mg
dengan NaCl 0.9%, ampicillin 400 mg/8 jam, dan ranitidin 6,25mg/12 jam.
Prognosis pasien ini secara umum baik selama pasien menghindari faktor
pencetus timbulnya asma [CITATION Ema15 \l 1057 ].
b. Nebulizer Ultrasonik
Nebulizer ultrasomil mneggunakan gelombang ultrasonik (vibrator
dengan freekuensi tinggi) untuk secara perlahan merubah obat dari
bentuk cair ke bentuk aerosol basah.
2. Spirometri
Spirometri merupakan alat untuk melakukan tes fungsi paru. Tes fungsi
saluran pernafasan atau tes fungsi paru digunakan untuk mengukur
kemampuan bekerja yang dilakukan oleh paru-paru dalam proses
pernapasan. Dari hasil tes ini akan terlihat sebuah grafik yang menjelaskan
skala kerja paru-paru sehingga dokter dapat mendiagnosa seseorang
menderita asma. Ada dua alay yang dapat digunakan untuk mengukur
fungsi paru-paru, yaitu body plethymograph yang berupa kabin tertutup
dimana pasien masuk kedal kabin untuk pengetesan, mulut dimasukan
kedalam alat yang ada dikabin kemudian pasien diminta untuk bernafas
normal dan adakalanya pasien di suruh menarik nafas dalam kemudian
hasil tes dihubungkan ke monitor yang memperlihatkan hasil dari
pengetesan berupa grafik yang mirip dengan spirometri [ CITATION
Gra13 \l 1057 ].
c. Pola Eliminasi
Pada kasus tidak dilakukan pengkajian pola eliminasi. Secara
umum orang yang menderita asma tidak mengalami gangguan pola
eliminasi jika tidak ada penyakit penyerta pada eliminasinya
[ CITATION Som07 \l 1057 ].
d. Pola Istirahat-tidur
pada kasus tidak ada pengkajian pola istirahat-tidur tetapi dikasus
disebutkan klien Anak L sesak dan batuk dirasakan semakin
memberat pada malam hari terutama saat udara dingin, serta
berkurang setelah diberikan obat sirup batuk pilek secara langsung
hal ini akan mengganggu istirahat dan tidur klien. Seharusnya
dilakukan pengkajian pola istirahat-tidur untuk mengetahui seberat
apa gangguan yang dialami klien terutama pada istirahat dan tidur
karena secara teori asma terjadi kekambuhan dan memberat pada
malam hari karena cuaca dingin[CITATION Ema15 \l 1057 \m
alC16].
e. Personal Hygiene
Pada kasus tidak ada pengkajian hygiene. Secara teori asma tidak
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang menjaga kebersihan
diri. Apalagi pada kasus anak berusia 3 tahun pasti orang tua akan
selalu menjaga kebersihan diri anaknya [ CITATION Som07 \l
1057 ].
f. Pola Aktivitas
Klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas karena batuk dan
sesak dirasakan terutama bila udara dingin atau bila pasien
kelelahan karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas
4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sesak Nafas
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-Tanda Vital : Nadi 120x/Menit, Pernafasan 42x/Menit,
Suhu 36,5℃.
d. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
a) Kepala
Kepala tampak normochephal, rambut hitam, kepala terlihat
bersih
b) Mata
Konjungtiva klien anemis dan sklera aniterik
c) Hidung
Bentuk hidung simetris dan tidak ada napas cuping hidung
d) Mulut
bibir klien tampak sianosis
e) Telinga
Telinga simetris, tidak ada kelainan
f) Leher
Pada leher tampak trakea di tengah dan simetris. Tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
g) Toraks dan Paru
Pada pemeriksaan thoraks terdapat retraksi subcostal,
pergerakan dinding dada cepat, taktil fremitus simetris kanan
dan kiri, perkusi hipersonor, dan auskultasi terdengar vesikuler
menurun serta wheezing meningkat pada akhir ekspirasi pada
kedua lapang paru.
h) Jantung
Jantung dalam batas normal. Klien tidak ada nyeri dada, irama
jantung teratur, CRT < 3 detik.
i) Abdomen
Pada abdomen dalam batas normal. Bentuk simetris, supel,
tidak ada lesi, auskultasi timpani, tidak ada nyeri tekan, tidak
teraba massa dan tidak ada pembesaran hepar, dan bising usus
dalam batas normal (20x/menit).
j) Ekstermitas dan persendian
Pada ekstremitas tidak terdapat edema dan tidak ada sianosis.
e. Dampak Hospitalisasi
Pada kasus tidak dijelaskan dampak hospitalisasi namun dilihat
dari riwayat klien yang sudah pernah di rawat di rumah sakit
sebelumnya klien sudah mampu beradaptasi dengan kondisi yang
ada di rumaah sakit.
f. Pemeriksaan Penunjang
Dalam menentukan penilaian derajat serangan asma diperlukan
juga pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru mulai dari
pengukuran sederhana, yaitu peak expiratory flow rate (PEFR) atau
arus puncak ekspirasi (APE), pulse oxymetry, spirometri sampai
pengukuran yang kompleks, yaitu muscle strength testing, volume
paru absolutserta kapasitas difusi. Pemeriksaan analisis gas darah
merupakan baku emas untuk menilai parameter pertukaran gas.
Pada uji jalan napas, hal yang penting adalah melakukan manuver
ekspirasi paksa secara maksimal. Tetapi, pemeriksaan ini hanya
dapat dilakukan pada anak usia di atas 6 tahun. Pemeriksaan
rontgen thoraks menjadi pertimbangan untuk menentukan adanya
kelainan lain atau penyakit pada paru. Namun, pada pasien ini
tidak dilakukan rontgen thoraks karena keluhan pasien hanya
berlangsung singkat dan tidak ada keluhan yang mengarah ke
kelainan atau penyakit paru lain. Uji provokasi bronkus juga
dilakukan untuk melihat adanya reaksi hipersensitivitas bronkus
terhadap adanya alergen yang menjadi pencetus terjadinya
serangan asma.
g. Terapi
Penatalaksanaan secara nonmedikamentosa dilakukan edukasi agar
menghindari alergen berupa udara dingin dan membatasi aktivitas
fisik berlebihan, dan secara medikamentosa yaitu dengan
nebulisasi ventolin 1,25 mg dengan NaCl 0.9%, ampicillin 400
mg/8 jam, dan ranitidin 6,25mg/12 jam.
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan asma
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4. Rencana Asuhan Keperawatan
5. Implementasi Keperawatan
NO Diagnosa Implementasi
1 Ketidakefektifan 1. Memonitor status pernafasan dan
bersihan jalan nafas oksigenasi, sebagaimana
berhubungan dengan mestinya
asma 2. mengelola pengobatan aerosol
- dengan nebulisasi ventolin
1,25 mg dengan NaCl 0.9%
3. Memotivasi pasien untuk
bernafas pelan, dalam, berputar
dan batuk
4. Menggunakan teknik yang
menyenangkan untuk memotivasi
bernafas dakam kepada anak-
anak
5. Mengauskultasi suara nafas, catat
area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada dan suara
tambahan
6. Menentukan dasar status
pernafasan sebagai titik
pembanding
7. Memonitor reaksi asma
8. Mengajarkan teknik relaksasi
9. Mendapatkan rencana tertulis
dengan keluarga untuk mengatasi
kekambuhan asma klien
10. mengajarkan klien/keluarga untuk
mengidentifikasi dan menghindari
pemicu asma
6. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
Ketidakefektifan bersihan S:
jalan nafas berhubungan - keluarga mengatakan keadaan klien
dengan asma sudah lebih baik, keluhan sesak
mulai berkurang, mengi berangsur
berkurang
O:
- Klien tidak sesak
- Pernafasan kembali normal
- Klien tampak lebih tenang
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi sebelumnya dan
- Monitor ttv
- Monitor tanda dan gejala
kekambuhan
Intoleransi aktivitas S:
berhubungan dengan - Keluarga mengatakan klien sudah
ketidakseimbangan antara mulai dapat beraktivitas
suplai dan kebutuhan O:
oksigen - Klien tampak dapat beraktivitas
tanpa sesak lagi
A: masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
Anggraini, S., & Relina, D. (2020). Modul Keperawatan Anak. Pontianak: Yudha
English Gallery.
Imaniar, E. (2015). Asma Bronkial pada Anak. J Agromed Unila Vol.2 No. 4, 361-
364.
Lestari, W. (2011). Hubungan kejadian asma pada anak dengan riwayat cara
kelahiran pada keluarga dengan riwayat atopi di Kecamatan Kedung
Kandang Malang. Tesis.
Nurmala, I., Rahman, F., Nugroho, A., Erlyani, N., Laily, N., & Anhar, V. Y.
(2018). Promosi Kesehatan. Surabaya: Airlangga.