Anda di halaman 1dari 102

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA PASIEN


PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DI RUANG PARU
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan


Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli
Madya Keperawatan

MULYANI
NIM : 163110174

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Pada
Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Ruangan Paru RSUP dr.
M. Djamil Padang Tahun 2019”. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari Ibu Ns. Idrawati Bahar, S. Kep. M.Kep selaku pembimbing I dan
Bapak Drs. Maswardi, M. Kes selaku pembimbng ke II yang telah menyediakan
waktu , tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Dan tidak lupa juga peneliti mengucapkan terima
kasih kepada :
A. Bapak Dr. Burhan Muslim. SKM.M.Si selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
B. Bapak Dr. dr. Yusirwan, Sp. B, Sp. BA(K), MARS selaku pimpinan
RSUP dr. M.Djamil Padang yang telah mengizinkan untuk
pengambilan data dan melakukan survey awal.
C. Ibu Ns. Sila Dewi Anggreini.M. Kep. Sp.KMB selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
D. Ibu Heppi Sasmita, M. Kep. Sp. Jiwa selaku Ketua Prodi Keperwatan
Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
E. Teman- temanku senasib dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Padang Program Studi DIII Keperawatan Padang Tahun
2019
Akhir kata saya berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga nanti
dapat membawa manfaat dan pengembangan ilmu.

Padang, Juni 2019

peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2019


MULYANI

Asuhan Keperawatan Gangguan Oksigenasi Pada Pasien Penyakit Paru


Obstruksi Kronis (PPOK) Di Ruang Paru RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2019
x + 55 halaman, 1 tabel , 13 lampiran

ABSTRAK

Jumlah pasien PPOK di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017 cukup banyak
yaitu rawat jalan sebanyak 712 pasien dan rawat inap Paru sebanyak 316 pasien.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan
oksigenasi pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di ruang paru
RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2019.

Desain penelitian Deskriptif, dengan pendekatan studi kasus, dilakukan di ruang


Paru RSUP. Dr. M. Djamil Padang dari bulan Desember 2018 sampai Juni 2019.
Populasi pasien PPOK pada saat studi kasus yang mengalami gangguan
oksigenasi sebanyak 2 orang dan sampel 1 orang. Cara pengambilan sampel
dengan menggunakan Simple Random Sampling. Teknik pengumpulan data
diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisin dan dokumentasi.

Hasil penelitian didapatkan pasien mengeluh sesak napas dan batuk berdahak
yang sukar untuk. Didapatkan 3 diagnosa utama yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan napas, ketidakefektifan pola napas, dan nyeri akut. Rencana keperawatan
pada kasus sesuai dengan NIC. Setelah dilakukan implementasi pasien tidak sesak
napas dan batuk berdahak dapat dikeluarkan dengan menggunakan batuk efektif.
Masalah yang muncul teratasi sebagian.

Diharapkan perawat ruangan dapat memberikan asuhan keperawatan secara


profesional dengan mengaplikasikan cara mengeluarkan sputum dengan teknik
batuk efektif, memberikan posisi semi fowler, memberikan fisioterapi dada dan
dapat memantau respon pasien terhadap oksigenasi.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Oksigenasi, PPOK


Daftar Pustaka : 18 (2008-2018)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
LEMBAR ORISINIL........................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................v
ABSTRAK.........................................................................................................vi
DAFTAR ISI......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL..............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...........................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang......................................................................................1
2. Rumusan Masalah.................................................................................4
3. Tujuan Penelitian..................................................................................4
4. Manfaat Penelitian................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. Konsep Dasar Asuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien PPOK......7
1. Konsep Oksigenasi.........................................................................7
2. Konsep PPOK................................................................................21

2. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien PPOK...............................25
1. Pengkajian Keperawatan....................................................26
2. Diagnosa Keperawatan......................................................29
3. Intervensi Keperawatan......................................................30

BAB III METODE PENELITIAN


1. Desain Penelitian...................................................................................36
2. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................36
3. Populasi dan Sampel.............................................................................36
4. Alat/Instrumen Pengumpulan Data.......................................................37
5. Cara Pengumpulan Data........................................................................39
6. Jenis-jenis Data.....................................................................................41
7. Cara Pemilihan Responden...................................................................41
8. Rencana Analisis...................................................................................41

BAB IV DESKIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS


1) Deskripsi Kasus.....................................................................................39
2) Pembahasan Kasus................................................................................45

BAB V PENUTUP
a) Kesimpulan...........................................................................................55
b) Saran......................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana Keperawatan............................................................. 30


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ganchart
Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data Dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang
Lampiran 3 Surat Izin Pengambilan Data Dari RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 4 Lembar Konsultasi Proposal Karya Tulis Ilmiah Pembimbing I
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Proposal Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing I
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian Dari RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 10 Inform Consent
Lampiran 11 Absensi Penelitian
Lampiran 12 Format Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Lampiran 13 Surat Keterangan Selesai Penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mulyani
NIM : 163110174
Tempat/ Tanggal Lahir : Padang / 24 Desember 1997
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Orang Tua : Ayah : Rusman
Ibu : Elida
Alamat : RT 04 RW 05 Koto Panjang Ikur Koto Koto
Tangah Padang

Riwayat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun

1 SD SDN 46 Koto Panjang 2004-2010

2 SMP MTsN Model Padang 2010-2013

3 SMA SMAN 8 Padang 2013-2016

4. DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2016-2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki
lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan,
nutrisi, keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan
tidur, serta kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan
perlindungan terhadap ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki
dan dimiliki, kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).

Oksigen merupakan kebutuhan fisiologis yang sangat vital dalam


kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan
untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh
dari atmosfer melalui proses bernapas (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan
lingkungan. Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar
dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang
dihasilkan oleh sel (Ambarwati, 2014). Respirasi juga merupakan
pertukaran gas-gas pernapasan yang terjadi antara lingkungan dan
darah. Paru-paru memindahkan oksigen dari atmosfer ke alveoli,
dimana oksigen ditukar menjadi karbondioksida. Alveoli
memindahkan oksigen dan karbondioksida ke dan dari darah melalui
membran kapiler alveolar (Potter dan Perry, 2009).

Oksigen merupakan satu-satunya unsur yang diperlu setiap menit.


Kesemua proses penting, seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak,
penghadaman, penyingkiran bahan buangan, pertumbuhan sel dan
tisu, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen.
Oleh karena itu kekurangan
oksigen dapat menyebabkan kerusakan jaringan, bahkan seringkali menyebabkan
kematian (Atoilah, 2013)

Kondisi atau penyakit yang mengubah struktur dan fungsi paru dapat
mengganggu proses respirasi (Potter dan Perry, 2009). Salah satu kondisi
atau penyakit yang dapat mengganggu proses respirasi yaitu Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price dan Wilson,
2012).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2018) pada 2016,


diperkirakan 41 juta kematian terjadi karena penyakit tidak menular,
terhitung 71% dari total keseluruhan 57 juta kematian. Sebagian besar dari
kematian tersebut disebabkan oleh empat penyakit tidak menular utama,
salah satunya yaitu Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sebanyak 3,8 juta
kematian (9%).

Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi, berdasarkan Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencakup informasi prevalensi
yaitu 3,7 persen. Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara
Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan
Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. Provinsi Sumatera Barat
berada pada urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia
dengan prevalensi 3,0 persen.

Peran perawat pada kasus gangguan oksigenasi yaitu melakukan asuhan


keperawatan dari pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa,
menyusun perencanaan, melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi
keperawatan (Potter dan Perry, 2009). Pengkajian pada pasien dengan
masalah PPOK ditemukan tanda dan gejala yang timbul diantaranya
dispnea, batuk kronik, meningkatnya produksi sputum (GOLD, 2015)

Masalah keperawatan yang mungkin pada gangguan kebutuhan oksigenasi


pada pasien PPOK yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas, pola napas
tidak efektif, dan gangguan pertukaran gas. Diagnosa lain terkait dengan
masalah oksigenasi yang nantinya akan disusun rencana keperawatan sesuai
dengan kebutuhan masing-masing pasien (NANDA, 2015).

Intervensi keperawatan yang dilaksanakan pada pasien penyakit paru


obstruksi kronis (PPOK) meliputi promosi kesehatan dan perilaku
pencegahan, penempatan dan teknik batuk. Intervensi lain termasuk
pengaturan posisi fowler atau semi fowler, terapi oksigen, pengisapan
lendir(suction), teknik inflasi paru, hidrasi, pemberian obat, dan fisioterapi
dada. (Potter dan Perry, 2009).

Fisioterapi dada merupakan salah satu intervensi yang dapat meningkatkan


dan mempertahankan oksigenasi yang adekuat pada pasien PPOK.
Fisioterapi dada adalah suatu kelompok terapi yang digunakan untuk
memobilisasi sekret pulmonal. Terapi tersebut termasuk drainase postural,
perkusi dada, dan vibrasi (Potter dan Perry, 2009).

Hasil penelitian Dyah Uswatun Hasanah pada tahun 2016 yang berjudul
Penatalaksanaan Fisioterapi pada PPOK di RSKP Respira Yogyakarta
terdapat penurunan sesak yang dialami pasien setelah melakukan 4 kali
tindakan fisioterapi. Dilihat dari borg scale pada terapi pertama yaitu dengan
nilai 5 dengan penjelasan sesak yang sangat berat dan pada terapi terakhir dengan
nilai 2 dengan penjelasan sesak yang dirasakan pasien adalah sesak ringan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. M. Djamil
Padang dari bulan januari-desember 2017 jumlah kunjungan pasien
dengan PPOK di RSUP Dr. M. Djamil Padang memiliki jumlah penderita
PPOK cukup banyak, jumlah kunjungan pasien PPOK rawat jalan di Poliklinik
Paru non infeksi RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2017 sebanyak 712
kunjungan dan jumlah pasien rawat inap Paru RSUP dr. M. Djamil Padang
sebanyak 316 pasien.

Berdasarkan hasil survey awal di ruang inap paru RSUP dr. M. Djamil
Padang yang dilakukan pada tanggal 17 Desember 2018 terdapat 16
orang pasien dengan diagnosa medis PPOK dalam 1 bulan terakhir yaitu pada
bulan November. Berdasarkan hasil wawancara dari seorang pasien dengan
gangguan oksigenasi pasien mengeluh sesak napas dan batuk. Berdasarkan
observasi terhadap seorang pasien dengan gangguan oksigenasi pasien
tampak sesak napas dan batuk. Kemudian berdasarkan pengamatan
terhadap perawat, perawat lebih banyak melakukan tindakan pemberian
terapi oksigen dan pemberian terapi obat. Berdasarkan dari hasil dokumentasi
perawat sudah menegakkan diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti melakukan studi kasus


mengenai “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi pada pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
di Ruang Paru RSUP. dr. M. Djamil Padang Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Oksigen pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di
Ruang Paru RSUP. dr. M. Djamil Padang Tahun 2019”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dideskripsikan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang Paru
RSUP. dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus
a. Dideskripsikan hasil pengkajian keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang Paru
RSUP. dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.
b. Dideskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang Paru
RSUP. dr. M. Djamil Padang Tahun 2019.
c. Dideskripsikanrencanaan keperawatan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang Paru RSUP. dr. M.
Djamil Padang Tahun 2019.
d. Dideskripsikan tindakan keperawatan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang Paru RSUP. dr. M.
Djamil Padang Tahun 2019.
e. Dideskripsikan evaluasi keperawatan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang Paru RSUP. dr. M.
Djamil Padang Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian
1. Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk
mengaplikasikan dan penambah wawasan kemampuan peneliti
dalam asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien dengan PPOK.
b. Bagi Direktur RSUP dr. M. Djamil Padang
Hasil penelitian bisa dipakai perawat sebagai bahan pembanding
dalam memenuhi Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan
Oksigenasi pada Pasien PPOK..

2. Pengembangan Keilmuan
a. Bagi Direktur Poltekkes Kemenkes RI Padang
Kepada Direktur Poltekkes melalui prodi digunakan untuk latihan
mahasiswa dalam praktik asuhan keperawatan gangguan
pemenuhan oksigenasi pada pasien PPOK.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini dapat
memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk
menambah pengetahuan dan data dasar dalam penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pengertian Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi,
keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur,
serta kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap
ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki,
kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Dasar Manusia


Menurut Alimul Hidayat 2009 kebutuhan dasar manusia dipengaruhi
oleh berbagai faktor berikut:
a. Penyakit : adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan
perubahan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis,
karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya.
b. Hubungan keluarga : hubungan keluarga yang dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,
merasakan kesenangan hidup tidak ada rasa curiga dan lai-lain.
c. Konsep diri : konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan
kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan
keutuhan (Wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat
menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa
positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali
kebutuhan dan mengembangan cara hidup yang sehat, sehingga
mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
d. Tahap perkembangan : sejalan dengan meningkatkan usia, manusia
mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut
memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan psikologis, social,
maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga
mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.

B. Konsep Kebutuhan Oksigenasi


1. Pengertian Oksigenasi
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel
dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme
tubuh secara terus menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui
proses bernapas. Di atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon
dioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain seperti argon dan helium
(Tarwoto & Wartonah, 2015).

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh


adekuatnya system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system
hematologi. System pernafasan atau respirasi berperan dalam
menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolism sel-sel
tubuh dan pertukaran gas. System kardiovaskuler berperan dalam proses
transportasi oksigen melalui aliran darah dan system hematologi yaitu sel
darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di
dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen (Tarwoto &
Wartonah, 2015). Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Alimul
Hidayat, 2009).
2. Proses Oksigenasi
Menurut Alimul Hidayat 2009 mengatakan proses pemenuhan kebutuhan
oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan
transportasi gas.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah,
demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara
semakin tinggi.
2) Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
3) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi
dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan dapat
terjadi.
4) Refleks batuk dan muntah
5) Adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau penangkal benda
asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience dan
recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk
mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa
udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta gangguan
toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli
dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya
paru. Apabila complience baik namun recoil terganggu, maka
CO2 tidak dapat keluar secara maksimal. Pusat pernapasan, yaitu
medula oblongata dan pons, dapat memengaruhi proses ventilasi,
karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat
pernapasan dan bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg
dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.

b. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru,
tebal membran respirasi/ permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstitial (keduanya dapat memengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan), perbedaan tekanan dan
konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke
dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis masuk dalam
darah secara difusi), pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi
ke dalam alveoli, dan afinitas gas (kemampuan menembus dan
saling mengikat hemoglobin).

c. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan
CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang
berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu curah jantung (cardiac output), kondisi
pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan
darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb
(Alimul Hidayat, 2009).

3. Terapi Oksigenasi
Terapi oksigen pertama kali dipakai dalam bidang kedokteran pada tahun
1800 oleh Thomas Beddoes, kemudian dikembangkan oleh Alvan Barach
pada tahun 1920 untuk pasien dengan hipoksemia dan penyakit paru
obstrukif kronik. Terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari
udara atmosfer atau FiO2 > 21%. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah asidosis respiratorik,
mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot
jantung, serta memperthankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90%.
(Tarwoto & Wartonah, 2015).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), Pemberian oksigen atau terapi


oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut ini :
a. Sistem aliran rendah
Pemberian oksigen dengan mengggunakan system ini ditujukan
pada pasien yang membutuhkan oksigen tetapi masih mampu
bernapas normal. Contoh pemberian oksigen dengan aliran rendah
adalah sebagai berikut :
1) Nasal kanula, diberikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen 24-44%.
a) Keuntungan : toleransi klien baik, pemasangannya mudah,
klien bebas untuk makan dan minum, harga lebih murah
(Asmadi, 2008).
b) Kerugian : mudah lepas, tidak dapat memberikan konsentrasi
oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien
bernapas dari mulut, mengiritasi selaput lender, nyeri sinus
(Asmadi, 2008).
2) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu
atau selang-seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen
40- 60%.
a) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh lebih
tinggi dari nasal kanula, system humidifikasi dapat
ditingkatkan (Asmadi, 2008).
b) Kerugian : umumnya tidak nyaman bagi klien, membuat rasa
panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi, aktivitas makan
dan bicara terganggu, dapat menyebabkan mual dan muntah
sehingga dapat menyebabkan aspirasi, jika aliran rendah
dapat menyebabkan penumoukan karbondioksida (Asmadi,
2008).
3) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini
memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat
inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen masuk
dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam
lubang ekpirasi pada kantong. Aliran oksigen 8-12 liter/menit,
dengan konsentrasi 60- 80%.
a) Keuntungan : konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup
muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender
(Asmadi, 2008).
b) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, menyebabkan
penumpukan oksigen jika aliran lebih rendah (Asmadi,
2008).
1) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkup ini
mempunyai 2 katup; 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya
mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran
10-12 liter/menit, konsentrasi oksigen 80-100%.
5. Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh hampir
100% karena adanya katup satu arah antara kantong dan
sungkup sehingga kantong mengandung konsentrasi oksigen
yang tinggi dan tidak tercampur dengan udara ekspirasi, dan
tidak mengeringkan selaput lender (Asmadi, 2008).
6. Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, berisiko untuk
terjadinya keracunan oksigen, serta tidak nyaman bagi klien
(Asmadi, 2008).

b. Sistem Aliran Tinggi


Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih
stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat
menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh
dari system aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup
muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2-15 liter/menit. Prinsip
pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju
sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsentrasi dapat
diatur sesuai dengan warna alat, misalnya: warna biru 24%, putih
28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
(Tarwoto & Wartonah, 2015).

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang
mempengaruhi fungsi pernafasan misalnya yang berkaitan dengan
kemampuan ekspansi paru dan diafragma, kemampuan transportasi atau
perfusi. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan pergerakan
diafragma lebih baik dari pada posisi datar atau tengkurap sehingga
pernafasan lebih mudah. Ibu hamil atau tumor abdomen dan makan
sampai kenyang akan menekan diafragma ke atas sehingga
pernafasan lebih cepat.
b. Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21 %, namun keadaan ini tergantung dari
tempat atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang tinggi,
dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar oksigen
menjadi kurang, maka tubuh akan berkompentensasi dengan
meningkatkan jumlah pernafasan. Lingkungan yang panas juga
akan meningkatkan pengeluaran oksigen.
c. Polusi udara
Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan
bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar
oksigen karena mengandung karbon monoksida yang dapat
merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.
d. Zat allergen
Beberapa zat allergen dapar mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti
makanan, zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian merangsang
membrane mukosa saluran pernafasan sehingga mengakibatkan
vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah, seperti pada pasien
asma.
e. Gaya hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan seperti
emfisema, bronchitis, kanker, dan infeksi paru lainnya. Penggunaan
alcohol dan obat-obatan mempengaruhi susunan saraf pusat yang
akan mendepresi pernafasan sehingga menyebabkan frekwensi
pernafasan menurun.
f. Nutrisi
Nutrisi mengandung unsure nutrient sehingga sumber energy dan
untuk memperbaiki sel-sel yang rusak. Protein berperan dalam
pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk
disebarkan ke seluruh tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau
anemia, maka pernafasan akan lebih cepat sebagai kompensasi untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
g. Peningkatan aktivitas tubuh
Aktivitas tubuh membutuhkan metabolisme untuk menghasilkan
energy. Metabolisme membutuhkan oksigen sehingga peningkatan
metabolisme akan meningkat kebutuhan lebih banyak oksigen.
h. Gangguan pergerakan paru
Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap
kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang
mengakibatkan gangguan pengembangan paru di antaranya adalah
pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.
i. Obstruksi saluran pernafasan
Obstruksi saluran pernafasan seperti pada penyakit asma dapat
menghambat aliran udara masuk ke paru-paru.

Menurut Alimul Hidayat (2009) mengatakan faktor – faktor yang


mempengaruhi kebutuhan oksigenasi sebagai berikut:
1. Saraf otonomik
Rangsangan meningeal dan parasimpatik dari saraf otonomis dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstruksi. Hal ini
dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi
rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter
(untuk simpais dapat mengeluarkan noradrenalin yang
berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis
mengeluarkan asetikolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi).
Karena pada saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergic
dan reseptor koligenik.
2. Hormone dan obat
Semua hormone termasuk derivate catecholamise dapat melebarkan
saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas
atropine dan ekstrak belladonna, dapat melebarkan saluran
pernafasan. Sedangkan obat yang menghambat adregenik tipe beta
(khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta
nonselektif, dapat memepersempit saluran pernafasan
(Bronkhokontriksi).
3. Alergi pada saluran pernafasan
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang
terdapat dalam hawa pernafasan, bulu binatang, serbuk benang sari
bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor – faktor ini
menyebabkan bensin bila terdapat rangsangan di daerah nasal:
batuk bila di saluran pernafasan bagian atas, bronkhokotriksi pada asma
bronkhiale dan rhinitis bila terdapat di saluran pernafasan bagian
bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature,yaitu
adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah
anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga
berkembang seiring bertambahnya usia.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen seperti
faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Perilaku

5. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien PPOK


Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan
secara rawat jalan atau rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU
(PDPI, 2009).
a. Bronkodilator : Albuaterol (proventil, ventolin), isoetarin (bronkosol,
bronkometer)
b. Terapi Oksigen : Sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.
Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat.
1) Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul
sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.
2) Pada PPOK derajat berat yaitu terapi oksigen di rumah pada
waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama pada
waktu tidur, dosis oksigen yang diberikan tidak lebih dari 2
liter/menit.
c. Ventilasi Mekanik
d. Fisioterapi dada
Menurut Alimul Aziz (2009) Fisioterapi dada merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase,
clapping, danvibrating pada pasien dengan gangguan
system pernapasan. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas.
a) Postural drainase : tindakan memiringkan tubuh pasien ke
arah kiri dan ke arah kanan untuk membersihkan paru bagian
kiri dan kanan. Memiringkan tubuh pasien ke kiri dan tubuh
bagian belakang kanan disokong dengan satu bantal untuk
membersihkan bagian lobus tengah. Tindakan postural
drainase dilakukan kurang lebih 10-15 menit dan observasi
tanda vital selama prosedur.
1) Persiapan alat
(a) Pot sputum berisi larutan desinfektan.
(b) Bantal untuk mengatur posisi klien.
(c) Kertas tisu.
(d) Bengkok.
1) Cara bekerja
(a) Memberitahu pasien.
(b) Mendekatkan alat-alat kedekat pasien.
(c) Mencuci tangan.
(d) Mengatur posisi klien sesuai dengan kondisinya.
(e) Memiringkan pasien sesuai dengan daerah
segmen paru yang akan dibersihkan dan
disokokng menggunakan bantal.
(f) Lakukan tindakan ini bersamaan degan perkusi,
vibrasi.
(g) Lakukan hingga lendir bersih.
(h) Merapikan pasien dan dikembalikan ke tempat
semula.
(i) Mencuci tangan.
(j) Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dan
temuan yang didapatkan selama tindakan.
b) Clapping : clapping dilakukan dengan cara kedua tangan
menepuk punggung pasien secara bergantian untuk
merangsang terjadinya batuk. Apabila pasien batuk, anjurkan
untuk menampung lender pada pot sputum, clapping
dilakukan dengan hingga lendir bersih.
1) Persiapan alat
(a) Pot sputum berisi larutan desinfektan.
(b) Bantal untuk mengatur posisi klien.
(c) Kertas tisu.
(d) Bengkok.
2) Cara bekerja
(a) Memberitahu pasien.
(b) Mendekatkan alat-alat kedekat pasien.
(c) Mencuci tangan.
(d) Mengatur posisi klien sesuai dengan kondisinya.
(e) Anjurkan klien bernapas dalam dan lambat.
(f) Lakukan perkusi dengan cara menguncupkan
kedua tangan yang membentuk mangkok.
(g) Menepuk-nepukkan pada punggung klien secara
bergantian sehingga merangsang batuk
dilakukan kurang lebih selama 3-5 menit.
(h) Lakukan tindakan ini selama 5 kali.
(i) Bila klien sudah teransang batuk dan sputumnya
ditampung sampai bersih dalam pot sputum yang
berisi larutan desinfektan dan bersikan mulut
klien dengan tisu dibuang kedalam bengkok.
(j) Merapikan pasien dan dikembalikan ke tempat
semula.
(k) Mencuci tangan.
(l) Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dan
temuan yang didapatkan selama tindakan.
c) Vibrating : vibrating dilakukan dengan cara anjurkan pasien
untuk menarik napas dalam dan mengeluarkannya secara
perlahan. Kedua tangan perawat diletakkan dibagian atas
samping depan cekungan iga, kemudian digetarkan secara
perlahan, dan lakukan berkali-kali hingga pasien terbatuk.
Bila pasien terbatuk hentikan sebentar dan anjurkan pasien
mengeluarkan lendir dan manmpungnya di pot sputum,
vibrating dilakukan sampai lendir bersih.
1) Persiapan alat
(a) Pot sputum berisi larutan desinfektan.
(b) Bantal untuk mengatur posisi klien.
(c) Kertas tisu.
(d) Bengkok.
2) Cara bekerja
(a) Memberitahu pasien.
(b) Mendekatkan alat-alat kedekat pasien.
(c) Mencuci tangan.
(d) Mengatur posisi klien sesuai dengan kondisinya.
(e) Anjurkan klien bernapas dalam dan lambat.
(f) Lakukan vibrasi dengan cara getarkan bagian
bahu dengan kedua tangan dilemaskan dan
dikerutkan secara bergantian saat klien
menghembuskan napas.
(g) Lakukan tindakan ini selama 5 kali.
(h) Bila klien sudah teransang batuk dan sputumnya
ditampung sampai bersih dalam pot sputum yang
berisi larutan desinfektan dan bersikan mulut
klien dengan tisu dibuang kedalam bengkok.
(i) Merapikan pasien dan dikembalikan ke tempat
semula.
(j) Mencuci tangan.
(k) Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dan
temuan yang didapatkan selama tindakan.

3. Konsep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)


a. Pengertian PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang
bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronik) terdiri dari Bronkitis kronis
dan emfisema atau gabungan keduanya (PDPI, 2011)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)


telah merumuskan definisi dari PPOK yaitu penyakit yang dapat
diobati dan dicegah, ditandai dengan hambatan aliran udara di
saluran nafas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan
respon inflamasi jalan nafas dan paru-paru akibat partikel
berbahaya atau gas (GOLD, 2015).

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)adalah penyakit yang


ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan
yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya
(KEMENKES RI No. 1022/menkes/sk/xi/2008 tentang pedoman
pengendalian penyakit paru obstruksi kronis, 2008).

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronis


saluran pernafasan yang ditandai dengan hambatan aliran udara
khusunya ekspirasi dan bersifat progresif lambat. Semakin
lambat (semakin lama dan semakin memburuk). Disebabkan
oleh pejanan resiko seperti merokok dan polusi usdara di dalam
maupun di luar ruangan.

Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK merupakan suatu istilah


yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Irman, 2009).

b. Etiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)


Menurut GOLD (2015), Faktor resiko penyakit paru obstruktif
kronis sebagai berikut :
a. Pajanan dari Partikel
1) Merokok : merokok merupakan penyebab PPOK
terbanyak (95% kasus) di Negara berkembang. Perokok
aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi
jalan napas kronik. Perokok pasif juga menyumbang
symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan
kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-
gas berbahaya.
2) Polusi; Indoor, polutan indoor yang penting anatara lain
SO2 NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan
kegiatan pemanasan, zat-zat organic yang menguap dari
cat, karpet, bahan percetakan dan alergi dari gas dan
hewan peliharaan.
3) Polusi; Outdoor, peningkatan kendaraan sepeda motor di
jalan raya meneyebabkan peningkatan polusi udara yang
dapat memicu terjadinya PPOK b. Genetik Defisiensi
Alpha 1-antitrypsin, factor resiko dari genetic
memberikan konstribusi 1-3% pada pasien PPOK.

c. Manifestasi Klinis PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)


Menurut GOLD (2015), mengatakan manifestasi klinis penyakit
paru obstruktif kronis sebagai berikut :
a. Dyspnea
Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama
kecacatan dan kecemasan terkait dengan penyakit klien
PPOK yang khas menggambarkan dyspnea mereka sebagai rasa
peningkatan usaha bernapas, berat, kelaparan udara, atau
terengah-engah.
b. Batuk
Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai
konsekuensi dari merokok atau paparan lingkungan. Awalnya,
batuk mungkin intermiten, tetapi kemudian hadir setiap hari,
sering sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK dapat
menjadi produktif.
c.Produksi Sputum
Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari
sputum setelah serangan batuk. Produksi reguler dari sputum
selama 3 bulan atau lebih dalam 2 tahun berturut-turut.
Produksi sputum seringkali sulit untuk mengevaluasi karena
pasien mungkin menelan dahak daripada meludahkan.
Kehadiran sputum purulen mencerminkan peningkatan
mediator inflamasi, dan perkembangannya dapat
mengidentifikasi timbulnya eksaserbasi bakteri.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan sesak dada adalah gejala tidak spesifik yang
mungkin berbeda antara hari,dan selama satu hari. Mengi
terdengar mungkin timbul pada tingkat laring dan tidak perlu
disertai kelainan auskultasi. Atau, inspirasi luas atau mengi
ekspirasi dapat hadir dengan mendengarkan dada. Dada sesak
sering mengikuti tenaga, berotot dalam karakter, dan mungkin
timbul dari kontraksi isometrik otot interkostal. Tidak adanya
mengi atau sesak dada tidak mengecualikan diagnosis PPOK,
juga tidak adanya gejala ini mengkonfirmasikan diagnosis
asma.
e.Fitur tambahan di Penyakit berat
Kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia adalah
masalah umum pada pasien dengan PPOK berat dan sangat
berat.

d. Klasifikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)


Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2014, PPOK diklasifikasikan berdasarkan
derajat berikut.
a.Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor
resiko. Spirometri : Normal
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat
sesak 1. Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa
produksi sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada
saat aktivitas). Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% <
FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4, Eksaserbasi
lebih sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1
< 50%.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik
disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.

e. Komplikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)


Menurut Irman (2009), komplikasi yang ditimbulkan pada klien
dengan penyakit paru obstruktif kronis sebagai berikut :
a. Hipoksemia
Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut
akan timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea).
Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi,
dizziness, dan takipnea.
c.Infeksi respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan
produksi mukus dan rangsangan otot polos bronchial serta
edema mukosa. Terbatasanya aliran udara akan menyebabkan
peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea
berat.
e. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat
atau asidosis respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam
kehidupan, dan sering kali tidak berespon terhadap terapi yang
diberikan.

f. Penatalaksanaan Medis Pada Pasien PPOK


3) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release)
atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
(maksimal 4 kali perhari).
b) Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi
lebih sederhana dan mempermudah penderita.

d) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang
dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

2) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk
glukokortikoid, kombinasi LABACs dan PDE-4.

3) Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.

4) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin
5) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol,
erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik,
tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

6) Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.

7) Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan
memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik.
Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi
eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid
(PDPI, 2011).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan


Oksigenasi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, no RM,
status kawin, Agama, pekerjaan, pendiddikan, alamat, diagnosa
medis, tanggal masuk
b. Identitas penanggung jawab
Nama, pekerjaan, alamat, hubungan, BPJS
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya gejala yang muncul pada pasien PPOK adalah sesak
napas, batuk, bunyi napas menciut.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pada pengkajian riwayat pasien saat ini didapatkan
keluhan gangguan oksigenasi seperti sesak napas, batuk, bunyi
napas menciut.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya ada riwayat penyakit sistem pernapasan seperti astma,
TBC, bronchitis, pneumonia, atau emphysema
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanaya ada keluarga memiliki riwayat Penyakt Paru
Obstruksi Kronis (PPOK)
d. Pola Aktivitas Sehari hari
1) Pola nutrisi
Biasanya pada pasien ppok akan mengalami kesulitan makan
dan minum ditandai dengan gejala seperti : nafsu makan
hilang,mual dan muntah,disfagia.
2) Pola Eliminasi
Biasanya pasien akan mengalami perubahan pola kemih seperti
distensi abdomen,bising usus negatif
3) Pola aktivitas dan istirahat
Biasanya pasien merasakan kesulitan dalam melakukan aktifitas
karena sesak napas saat melakukan aktifitas.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya susah tidur karena sesak napas dan batuk.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Biasanya Pasien sadar
2) Tingkat kesadaran : Biasanya compos mentis GCS (14-15)
3) Tanda-tanda Vital
a) TD : Biasanya meningkat( TD sistol
meningkat 15 mmHg atau TD
diastol meningkat 10 mmHg)
b) N : Takikardi (>100x/menit)
c) RR : Biasanya pasien sesak
d) S : Jika ada infeksi, terjadi peningkatan suhu
(>37,50 C)
4) Kepala
I : Biasanya kepala simetris, tidak ada lesi
Pa : Biasanya tidak adanya pembengkakan atau tonjolan dan
tekstur rambut baik.
5) Mata
I : Biasanya bentuk mata simetris, konjungtiva anemis.
Pa : Biasanya mata tidak ada edema
6) Hidung
I : Biasanya ada pernapasan cuping hidung, hidung simetris
dan ada sekret
7) Mulut
I : Biasanya membran mukosa kering.
8) Telinga
I : Biasanya telinga tidak ada sekret
9) Leher
I : Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
dan tiroid
Pa : Biasanya tidak ada pembesaran JVP
10) Dada
I : Biasanya ada otot bantu pernapasan, bentuk dada
barrel chest(dada seperti tong)
Pa : Biasanya fermitus melemah
Pe : Biasanya hipersonor
A : Biasanya wheezing atau ronki
11) Jantung
I : Biasanya iktus kordis tampak terlihat
Pa : Biasanya iktus kordis kuat terangkat
Pe : Biasanya batas jantung normal
A : Biasanya vesikuler
12) Abdomen
I : Biasanya abdomen normal
Pa : Biasanya tidak ada masalah
Pe : Biasanya tympani
A : Biasanya bising usus (+)
13) Genitalia dan anus : Biasanya pada pasien ppok tidak
mengalami gangguan BAB dan BAK
14) Ekstermitas : Biasanya CRT>2 detik

d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti Hemoglobin (Hb) dan
Hematokrit (Ht) meningkat. Jumlah eritrosit meningkat,
eosinofil dan total IgE serum meningkat. Pulse Oksimetri, SaO2
oksigenasi menurun.

e. Pemeriksaan diagnostik
1) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung,
dan bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan
diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar.
2) Bronkografi
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada
ekspirasi kuat.
3) Pengukuran Fungsi Paru
Kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada
emfisema, bronchitis, dan asma.
4) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.
Nilai pH normal, asidosis, alkalosis, respiratorik ringan
sekunder.
5) Angiografi
Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis
tentang keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma,
emfisema, kelainan congenital.
6) Radio Isotop
Bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli
paru. Ventilasi scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan
ventilasi, misalnya pada emfisema.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin pada pasien PPOK


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan peyakit paru
obstruktif kronis menurut NANDA (2015) adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan :
Obstruksi jalan napas: eksudat dalam alveoli, mucus belebihan,
sekresi yang tertahan, spasme jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi, keletihan otot pernapasan, sindrom
hipoventilas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi, perubahan membrane
alveolar-kapiler.

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan Status Pernapasan: Manajemen Jalan
napas Kepatenan Jalan Napas:
Definisi: Napas: 1. Posisikan pasien untuk
Ketidakmampuan Setelah dilakukan memaksimalkan
membersihkan asuhan keperawatan ventilasi.
sekresi atau didapatkan 2. Lakukan Fisioterapi
obstruksi dari Kriteria Hasil: dada, sebagaimana
saluran napas untuk
1. Frekuensi mestinya.
mempertahankan pernapasan normal. 3. Buang sekret dengan
bersihan jalan 2. Irama pernapasan memotivasi pasien untuk
napas normal. melakukan batuk atau
3. Kedalaman menyedot.
inspirasi normal. 4. Motivasi pasien untuk
Batasan 4. Pasien mampu bernapas pelan, dalam.
Karakteristik: untuk mengeluarkan berputar, dan batuk.
1. Batuk yang sekret. 5. Instruksikan bagaiman
tidak efektif 5. Tidak ada suara agar bisa melakukan
2. Dispnea napas tambahan. batuk efektif.
3. Perubahan pola 6. Tidak ada 6. Auskultasi suara
napas pernapasan cuping napas, catat area yang
4. Sianosis hidung. ventilasinya menurun
5. Sputum dalam 7. Tidak dispnea saat atau tidak ada dan
jumlah yang istirahat. adanya suara tambahan.
berlebihan 8. Tidak dispnea 7. Posisikan untuk
6. Suara napas dengan aktivitas ringan. meringankansesak
tambahan 9. Tidak ada napas.
penggunaan otot bantu 8. Monitor pernapasan
Faktor yang napas. dan oksigenasi,
Berhubungan: 10. Tidak ada batuk. sebagaimana mestinya.
1. Lingkungan
a. Perokok
b. Perokok pasif
c. Terpajan asap

2. Obstruksi jalan
napas
a. Adanya jalan
napas buatan
b. Benda asing
dalam jalan napas
c. Mucus
berlebihan
d. Sekresi yang
tertahan
e. Spasme jalan
napas

3. Fisiologis
a. Disfungsi
neuromuscular
b. Infeksi
c. Jalan napas
Alergik
2 Ketidakefektifan
pola napas
Definisi: inspirasi
dan/atau ekspirasi
Yang tidak
memberi ventilasi
adekuat.
NIC:
Batasan Monitor Pernapasan:
karakteristik: 1. Monitor kecepatan,
1. Bradipnea NOC: irama, kedalan dan
2. Dispnea Status Pernapasan: kesulitan bernapas.
3. Fase ekspirasi Ventilasi : 2. Catat pergerakan
memanjang Setelah dilakukan dada, catat
4. Penggunaan tindakan keperawatan ketidaksimetrisan,
otot bantu didapatkan penggunaan otot-otot
pernapasan Kriteria Hasil: bantu napas, dan retraksi
5. Penurunan 1. Frekuensi pada otot supraclaviculas
tekanan pernapasan normal dan interkosta.
ekspirasi 2. Irama pernapasan 3. Monitor suara napas
6. Penurunan normal tambahan.
tekanan 3. Kedalaman 4. Monitor pola napas.
inspirasi inspirasi normal 5. Auskultasi suara
7. Pernapasan 4. Tidak ada napas, catat area dimana
cuping hidung penggunaan otot bantu terjadi penurunan atau
8. Pola napas napas tidak adanya ventilasi
abnormal (mis; 5. Tidak ada suara dan keberadaan suara
irama, napas tambahan. napas tambahan.
frekuensi, 6. Tidak ada retraksi 6. Monitor kemampuan
kedalaman) dinding dada. batuk efektif pasien.
9. Takipnea 7. Tidak ada 7. Monitor sekresi
pernapasan dengan pernapasan pasien.
Faktor yang bibir mengerucut. 8. Monitor keluhan
Berhubungan: 8. Tidak dispnea saat sesak napas, termasuk
1. Hiperventilas istirahat. kegiatan yang
2. Keletihan otot 9. Tidak dispnea saat meningkatkan atau
pernapasan latihan. memperburuk sesak
3. Sindrom 10. Tidak ada napas tersebut.
hipoventilasi akumulasi sputum

3 Gangguan NOC: NIC:


pertukaran gas Status Pernapasan: Terapi Oksigen:
Definisi: Kelebihan Pertukaran Gas: 1. Pertahankan
atau defisit oksigen Setelah dilakukan kepatenan jalan napas.
dan atau eliminasi Asuhan Keperawatan 2. Siapkan peralatan
karbondioksida didapatkan oksigen dan berikan
pada membran Kriteria Hasil: melalui sistem
alveolar-kapiler 1. Tekanan parsial
oksigen di darah arteri
Batasan (PaO2) normal.
Karakteristik: 2. Terkanan parsial
1. Dispnea karbondioksida di
2. Gas darah darah arteri (PaCO2)
arteri abnormal normal.
3. Hiperkapnia 3. pH arteri normal
4. Hipoksemia 4. Saturasi oksigen
5. Hipoksia baik humidifier.
6. Napas cuping 5. Tidak dispnea saat 3. Berikan
hidung istirahat. oksigentambahan seperti
7. Penurunan 6. Tidak dispnea yang diperintahkan.
karbondioksida dengan aktivitas ringan. 4. Monitor aliran
8. pH arteri 7. Tidak sianosis oksigen.
abnormal 8. Tidak mengantuk. 5. Monitor posisi
9. Pola 9. Tidak mengalami perangakat pemberian
pernapasan gangguan kesadaran. oksigen
abnormal (mis; 6. Monitor efektifitas
kecepatan, irama, terapi oksigen.
kedalaman)
10. Sianosis
11. Takikardia

Faktor yang
berhubungan:
1. Ketidakseimba
ngan ventilasi
perfusi
2. Perubahan
membrane
alveolar kapiler

Sumber : NANDA Internasional, 2015, NIC NOC, 2016


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat tanpa mencari hubungan antar
variabel dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan jenis
rancangan penelitian dari metode deskriptif yaitu suatu penelitian yang
dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang asuhan
keperawatan dengan gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien
penyakit paru obstruksi kronis di ruang paru RSUP dr. M. Djamil Padang.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Tempat penelitian di Ruang Paru RSUP. dr. M. Djamil Padang Tahun
2019.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dari bulan November 2018 sampai bulan Juni 2019 dan
pelaksanaan studi kasus dari tanggal 13–18 Maret tahun 2019.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien dengan PPOK yang mengalami
masalah gangguan oksigenasi di Ruang Paru RSUP. dr. M. Djamil Padang.
Populasi pada tanggal 13 maret 2019 sebanyak dua orang pasien.
2. Sampel
a. Pengertian Sampel
Sampel penelitian adalah satu orang dari jumlah populasi sebanyak
dua orang. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

b. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi
c) Pasien atau keluarga yang bersedia menjadi partisipasi
penulis.
d) Pasien yang kooperatif
2) Cara Pengambilan Sampel
Pemilihan sampel menggunakan teknik simple random
sampling dengan melakukan pengundian untuk menentukan
satu sampel. Adapun cara pengambilan sampel yaitu :
Populasi yang ditemukan saat penelitian sebanyak dua
orang pasien PPOK dengan gangguan oksigenasi.
Keseluruhan populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk dijadikan sampel penelitian. Maka digunakan metode
pengundian, kedua pasien diberi kode nama pasien diatas
kertas kemudian kertas digulung dan diundi secara acak.
Kertas yang berinisial nama pasien tersebut yang dijadikan
sampel penelitian.

D. Pengumpulan Data
1. Jenis data
a. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien
yang berdasarkan format pengkajian asuhan keperawatan meliputi
identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-
hari, dengan menggunakan cara wawancara, pemeriksaan fifik dan
dokumentasi.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh langsung dari rekam medic, data
penunjang dari laboratorium, dokumentasi di ruang Inap Paru RSUP.
dr. M. Djamil Padang serta informasi dari keluarga.
2. Alat/instrumen pengumpulan data
Alat dan instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
format tahapan proses keperawatan dasar melalui pengkajian
sampai evaluasi. Pengumpulan data dilakukan secara anmanesa,
pemeriksaan fisik dengan mengunakan alat berupa tensi meter,
stestoskop, termometer, observasi langsung dan studi
dokumentasi.

3. Cara Pengumpulan Data


a. Wawancara
Wawancara dalam asuhan keperawatan ini tentang data dan keluhan
yang dirasakan pada responden, tentang data lain yang terkait,
seperti data demografi, riwayat kesehatan, aktivitas/ kebutuhan
sehari-hari, data psikososial, kemampuan mobilitas, dan hal-hal lain
yang diperlukan selama asuhan keperawatan.
b. Pemeriksaan fisik
Dalam metode pemeriksaan fisik ini, peneliti melakukan pemeriksaan
meliputi : pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan teknik
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
c. Dokumentasi
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah
sakit untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan.
Berdasarkan hasil dokumentasi, peneliti menemukan adanya riwayat
kesehatan pasien, program pengobatan, hasil laboratorium, hasil
radiologi.

4. Langkah-langkah pengumpulan data dalam studi kasus


a. Peneliti meminta surat izin penelitian dari institusi Poltekkes
Kemenkes Padang
b. Peneliti memasukan surat izin penelitian yang diberikan oleh
instalasi asal penelitian ke Instalasi Dik RSUP. Dr. M. Djamil Padang
c. Setelah dapat surat izin dari RSUP Dr. M. Djamil Padang tersebut
diserahkan ke pihak Instalasi Ruangan dan meminta izin untuk
pengambilan data yang dibutuhkan peneliti.
d. Meminta izin kepala ruangan di Ruang Paru RSUP Dr. M. Djamil
Padang
e. Peneliti mendatangi responden dan menjelaskan tujuan penelitian
tentang asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada responden.
f. Peneliti memberikan informed consent kepada responden dan
menandatangani informed consent tersebut untuk bersedia diberikan
asuhan keperawatan oleh penulis.
g. Peneliti melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik pada pasien.
h. Peneliti melihat rekam medic pasien untuk mengumpulkan data
penunjang.

E. Analisa dan Pembahasan


Rencana analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada pasein dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis).
Data yang telah didapatkan dari hasil melakukan asuhan keperawatan
melalui dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencakan tindakan,
melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan dinarasikan dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus gangguan
kebutuhan oksigenasi pada pasein PPOK.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
Penelitian Asuhan keperawatan gangguan oksigenasi pada pasien Penyaki
Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Ruang Paru RSUP. DR. M. Djamil Padang,
pada tanggl 13 Maret – 18 Maret 2019, dengan satu orang partisipan. Asuhan
keperawatan dimulai dari pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi keperawatan yang
dilakukan dengan metode wawancara, pemeriksaan fisik, dan studi
dokumentasi.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilaakukan di ruang paru RSUP DR. M. Djamil
Padang pada hari Rabu, 13 Maret 2019 jam 10.00 WIB. Pengkajian
dilakukan dengan metoda wawancara, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi yang meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,
pengkajian pola kesehatan, dan pengkajian biopsikososial spiritual.
Pengkajian yang dilakukan ditunjang dengan pemeriksan diagnostik dan
pemeriksaan laboratorium serta terapi pengobatan yang diberikan oleh
dokter.

Identitas pasien dan Alasan Masuk Tn. A masuk melalui IGD RSUP Dr.
M. Djamil Padang tanggal 10 Maret 2019 jam 22.19 WIB , dengan
keluhan sesak nafas nafas sejak 3 hari yang lalu disertai batuk, batuk-
batuk sejak 1 bulan yang lalu namun meningkat sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, batuk berdahak, dahak sukar umtuk dikeluarkan dan
disertai demam hilang timbul.

Riwayat Kesehatan Sekarang Saat dilakukan pengkajian pasien


mengatakan nafas sesak, sesak bertambah saat beraktivitas, batuk
berdahak,, kepala terasa pusing, dan badan terasa lemah.
Riwayat kesehatan dahulu dan keluarga: Pasien mengatakan pasien
sudah 18x dirawat di Rumah sakit, Sebelum masuk ke RSUP Dr. M.
Djamil. Pasien dirawat untuk pertama kalinya pada akhir bulan September
Tahun 2014 dirumah sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang selama satu
minggu dengan keluhan sesak nafas disertai batuk. Pasien mengatakan
bahwa ia adalah seorang perokok berat yang menghabiskan 1-2 bungkus
sehari dan sudah merokok selama 30 Tahun tetapi sudah berhenti sejak 5
tahun yang lalu. Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami sesak napas dan batuk seperti pasien.

Pemeriksaan fisik Pada saat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien,


pasien kooperatif dengan tingkat kesadaran composmentis, denhan hasil
pengukuran tinggi badan 170 Cm, berat badan 60 Kg, TD: 150/80 mmhg,
HR : 110 x/menit, RR : 24 x/menit, suhu : 36,8 oC. Pada mata pasien, mata
simetris kiri dan kanan konjungtiva anemis (+) , dan sklera ikterik (-) dan
penglihatan masih baik tidak ada keluhan. Pada mulut, mukosa mulut
kering, bibir pucat, dan terdapat karies gigi. Pemeriksaan dada, dada
tampak simetris kiri dan kanan, cukup bersih , warna kulit merata , tidak
ada lesi ataupun luka dan retraksi dinding dada (+). Saat dipalpasi
Fermitus kiri dan kanan, ictus cordis teraba . diperkusi terdengar sonor dan
dilakukan auskultasi terdapat bunyi ronki (+). Pemeriksaan ekstermitas,
ekstermitas atas akral teraba hangat, CRT > 2 detik, kuku tangan tampak
bersih dan rapi, turgor kulit kembali cepat dan fungsi otot baik.
Ekstermitas bawah, Pada ekstermitas bawah pasien mengatakan kaki pegal
pegal dan lemah untuk digerakan, turgor kulit baik, kuku kaki rapi dan
bersih.

Data penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah


pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium (Hematologi) pada
tanggal 05 Maret 2019 menunjukkan kadar hemoglobin 14,9 gr/dl
(normalnya, 14-18 gr/dl pada perempuan), Leukosit 10.240 mm 3
(Normalnya, 5-10 ribu mm3), Trombosit 340.000 mm3 (Normalnya, 150-
400 ribu mm3), Hematokrit 49% (Normalnya 40-48), GDS 128 g/dl
(normalnya, <180 gr/dl), dan ureum 21 mg/dl (normalnya 10-50 mg/dl).

Terapi pengobatan yang didapatkan pasien adalah NaCl 0,0% 500 ml,
Ceftriaxone 2 gr, Combivent 1 amp, Flumucyl 1 amp, Aminophilin 1 gr,
Paracetamol 500 mg dan Ramipril 2,5 mg.

2. Diagnosa Keperawataan
Setelah dilakukan pengkajian dengan mengelompokn data, memvalidasi
data dan menganalisa data berdasarkan data subjektif daan objektif. Pada
diagnosa keperawatan, peneliti akan menganalisis perumusan diagnosa
keperawatan pada pasien berdasarkan teori dan kasus. Ditemukan
beberapa diagnosa keperawatan yang yang teridentifikasi dengan tiga
diagnosa utama yang berkaitan dengan kebutuhan pemenuhan oksigen,
yaitu :
a. Diagnosa pertama, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan sekresi yang tertahan. Diagnosa ini diangkat dan diperkuat
dengan data subjektif bahwa pasien mengatakan batuk dan batuk terasa
tertahan serta mengatakan sulit untuk mengeluarkan dahak, sedangkan
untuk data objektif yang didapat dari pengukuran dan observasi yang
hasilnya pasien tampak batuk dan batuk tampak tertahan sekret susah
keluar, pasien tampak gelisah dan bunyi ronki (+).

b. Diagnosa kedua , ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


keletihan otot pernapasan. Diagnosa ini didukung oleh data, data
subjekctif bahwa pasien mengatakan nafasnya terasa sesak, sesak nafas
bertambah saat pasien batuk dan saat beraktivitas, badannnya terasa
lemah dan letih. Data objektif dimana saat dilakukan observasi dan
pemeriksaan maka pasien tampak sesak, tampak dengan jelas adanya
tarikan dinding, pola nafas pasien yang tidak beraturan, dan tepasang
oksigen nasal kanul 3 Liter/ menit dengan pernafasan 24x/ menit
c. Diagnosa ketiga adalah nyeri akut berhubungan dengan agens cidera
biologis dengan data subjektif yang ditemukan pasien mengatakan
sering merasakan nyeri pada dada ketika batuk, pasien mengatakan
nyeri terasa saat batuk sukar dikeluarkan. Data objektif yang didapatkan
adalah pasien tampak meringis ketika batuk.

3. Intervensi Keperawataan
Intervensi keperawatan tujuannya untuk mempertahankan tingkat
kesehatan optimal pasien dalam upaya menurunkan jumlah dan atau
keparahan gejala gangguan pernafasan, hal ini meliputi tindakan
keperawatan mandiri, seperti prilaku peningkatan kesehatan dan upaya
pencegahan.

Rencana tindakan yang akan dilakukan pada diagnosa pertama, yaitu


Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan dengan kriteria hasil frekuensi pernafasan dalam kisaran normal,
tidak ada penggunan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada tidak ada
dan kemampuan menguarkan sekkret baik. Sedangkan rencana intervensi
yang akan dilakukan sesuai dengan NIC yaitu mengatur posisi pasien
untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea, melakukan
fisioterapi dada, mengajarkan dan membantu pasien untuk nafas dalam,
instruksikan dan mengajarkan bagaimana agar bisa batuk efektif,
mendengakan bunyi nafas, catat adanya suara nafas buatan, memonitor
pernafasan dan status oksigen yang sesuai. Selanjutnya monitor TD, nadi,
suhu dan pernafasan, monitor pola nafas abnormal serta monitor suhu,
warna dan kelembapan.

Rencana tindakan yang akan dilakukan pada diagnosa kedua, yaitu


ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi dengan
kriteria hasil frekuensi pernafasan dalam kisaran normal, irama pernafasan
dalam kisaran normal, kedalaman inspirasi tidak terganggu, suara perkusi
nafas normal, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan dan suara nafas
tambahan tidak ada. Sedangkan untuk rencana intervensi yang akan
dilakukan sesuai dengan NIC , yaitu memonitor kecepatan, kedalaman dan
kesulitan bernafas pasien, memonitor suara nafas tambahan, memonitor
pola nafas, melakukan palpasi kesimetrisan ekpansi paru, mendengarkan
suara nafas dengan cara auskultasi suara nafas, Observasi aliran O 2,
observasi tanda tanda hipoventilasi dan monitor aliran oksigen.

Rencana tindakan yang akan dilakukan pada diagnosa ketiga , yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agens cidera biologis dengan kriteria hasil yang
diharapkan pasien mengetahui strategi untuk mengotrol nyeri, teknik
posisi yang efektif dan teknik relaksasi yang efektif. Sedangkan untuk
intervensi yang akan dilakukan sesuai dengan NIC adalah melakukan
pengkajian nyeri komprehensif, mendorong pasien untuk memonitor nyeri
dan menangani nyerinya dengan tepat, mengajarkan teknik non
farmakologi yaitu nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Selanjutkan
intervensi yang dilakukan berhubungan dengan kenyaman pasien adalah
mentukan tujuan pasien dan keluarga untuk mengelola lingkungan dan
kenyaman yang optimum, ciptakan lingkungaan yang tenang dan
mendukung, memerikan lingkungan yang bersih dan aman serta
menyesuaikan suhu ruangan yang paling nyaman bagi pasien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada
pasien sesuai dengan rencana tindakan yang telah dirumuskan.
Implementasi yang dilakukan dari pertemuan pertama sampai dengan
pertemuan ke enam pada diagnosis keperawatan utama Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan adalah
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi semi
fowler 450 untuk mengurangi dispnea, mengauskultasi bunyi nafas
menggunnakan alat pemeriksaan fisik stetoskop, melakukan fisioterapi
dada, memonitor aliran O2, memonitor tanda tanda vital ( tekanan darah,
nadi, suhu, pernafasan ), memonitor sianosis perifer dan menginstruksikan
serta mengajarkan batuk efektif dan nafas dalam.

Pada diagnosis kedua Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


keletihan otot pernapasan tindakan yang dilakukan adalah
Mempertahankan posisi pasien dengan posisi semi fowler 45o melakukan
observasi tanda hipoventilasi ( badan terasa lemah, terbangun ditengah
malam, tidak bertenaga, hipoksia, perubahan warna kulit dan lain
sebagainya), memonitor kecepatan, kedalaman dan kesulitan bernafas
pasien, memonitor suara nafas tambahan, memonitor aliran O2 dan
memonitor pola nafas.

Pada diagnose ketiga , Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera


biologis tindakan yang dilakukan adalah mengkaji nyeri komprehensif,
mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan
tepat, mengajarkan teknik non farmakologi yaitu nafas dalam untuk
mengurangi nyeri. Mendiskusikan tujuan pasien dan keluarga untuk
pengelolaan lingkungan lingkungan dan kenyamanan yang optimum,
membantu menciptakan lingkungaan yang tenang dan mendukung,
memberikan lingkungan yang bersih dan aman, menyesuaikan suhu
ruangan yang paling nyaman bagi pasien selama berada dirumah sakit.

5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selanjutknnyaa akan dilakukan
evaluasi selamaa tujuh hari ( 13 Maret – 18 Maret 2019 ). Dengan
menggunakan SOAP hasil yang diperoleh pada hari ke-6, tepatnya hari
Senin tanggaal 18 Maret 2019 adalah sebagai berikut
a. Diagnosa pertama, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan sekresi yang tertahan, yaitu evaluasi subjektifnya didapatkan
Tn. A mengatakan dahak sudah berkurang dan sesak nafas sudah
berkurang. Sedangkan untuk evaluasi objektifnya yang diperoleh
melalui observasi dan pengukuran didapatkan, Tn. A tampak bisa
nafas dalam ketika sesak nafas terasa. Tn. A tampak sudah bisa batuk
efektif, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD : 130/80
mmhg, RR :20 X/menit, HR:92X/menit dan Suhu:36,8 oC

b. Diagnosa kedua , Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


keletihan otot pernapasan didapatkan evaluasi subjektifnya bahwa Tn.
A mengatakan nafas sudah tidak sesak .Tn. A sudah bisa berjalan ke
kamar mandi secara pelan pelan dan dibantu keluarga. Sedangkan
evaluasi objektif yang di dapatkan dari diagnose ini adalah Kulit
tampak lembab, Tarikan dindidng dada (-), RR : 20X/menit HR : 92
X/menit.

c. Diagnose ketiga, Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera


biologis evaluasi subjektifnya didapatkan Tn. A mengatakan nyeri
ketika batuk sudah berkurang, sedangkan evaluasi objektifnya wajah
Tn. A sudah tidak tampak meringis, RR : 20 x/ menit,

C. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membandingkan antara teori dan
laporan kasus peneliti. Pembahasan kasus meliputi pengkajian keperawatan,
merumuskan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan keperawatan,
melakukan implementasi keperawatan, dan evaluasi pada asuhan keperawatan
yang diberikan. Pembahasan dilakukan dengan membandingan hasil proses
keperawatan dengan teori.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 Maret 2019 di RSUP DR. M. Djamil
Padang tepatnya diruang paru. Hasil pengkajian riwayat kesehatan sekarang
pada Tn. A di temukan bahwa pasien sesak nafas disertai batuk yang
tertahan. Sesak bertambah jika pasien beraktivitas. Tampak ada retraksi
dinding dada pada Tn.A
Berdasarkan teori Wartonah dan Tarwoto (2015) seseorang yang mengalami
gangguan kebutuhan oksigenasi akan merasakan sesak nafas, nyeri dada,
batuk, tampak sulit bernafas, pasien mengeluh ada darah yang keluar jika
batuk, dan mengeluh ada secret di saluran pernafasan.
Hal ini disebabkan oleh inflamasi yang terjadi pada rongga alveoli akan
menyebabkan rongga alveoli menghasilkan banyak sputum yang sulit
dikeluarkan dan terjadi konsolidasi paru yang berdampak pada proses difusi
dan juga pertukaran gas yang tidak maksimal, ditandai dengan adanya
peningkatan frekuensi pernapasan, penurunan saturasi oksigen, sianosis
pada bibir .

Hasil pengakajian riwayat kesehatan dahulu Tn. A sudah 2x masuk rumah


sakit dalam 3 bulan terakhir ini. Tn. A adalah seorang perokok berat yang
menghabiskan 1-2 bungkus sehari dan sudah merokok selama 30 Tahun dan
seseorang yang suka minum kopi.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Fitriana yuni dan Susanto (2017)
bahwa salah satu penyebab yang dapat menimbulkan masalah pemenuhan
kebutuhan oksigenansi adalah faktor prilaku dimana prilaku atau gaya
hidup baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat
mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi kebutuhan oksigen.
Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan yaitu merokok
dimana Nikotin yang terkandung dalam dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah perifer dan coroner.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan kasus, didapatkan tiga
diagnosa utama Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien ditemukan
masalah yang prioritas yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Pasien
mengeluh batuk terus menerus, batuk disertai sekret atau sputum, dan
terdapat bunyi napas ronchi pada saat auskultasi. Menurut diagnosis
keperawatan NANDA (2015-2017) diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas didefinisikan suatu ketidakmampuan membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas dan
memiliki batasan karakteristik diantaranya yaitu batuk tidak efektif, gelisah,
perubahan frekuensi nafas, perubahan pola nafas dan sputum dalam jumlah
yang berlebihan. Prioritas masalah pada pasien yang mengalami gangguan
oksigen pada pasien PPOK yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
disebabkan oleh produksi sekret yang berlebihan dan kental yang
disebabkan oleh infeksi dan inflamasi, serta bunyi napas ronchi yang
didengar pada saat auskultasi menandakan adanya sumbatan pada jalan
napas (Saputra lyndon, 2013).Pasien memiliki keluhan yang sama yaitu
batuk tidak efektif, batuk tertahan, batuk disertai secret yang sulit untuk
dikeluarkan, terjadinya peningkatan frekuensi pernapasan dan terdapat
bunyi napas ronchi saat dilakukan auskultasi. Oleh sebab itu peneliti
mengangkat diagnosa keperawatan pada masalah ini yaitu Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan.

Pada diagnosa kedua, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


hiperventilasi. Pasien mengeluh nafas terasa sesak, sesak nafas bertambah
saat pasien batuk dan beraktivitas, badannnya terasa lemah. Saat dilakukan
observasi, tampak dengan jelas ada tarikan dinding dan pola nafas tidak
beraturan. Menurut diagnosis keperawatan NANDA (2015-2017),
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
didefinisikan sebagai inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak dapat
memberikan ventilasi yang adekuat. Batasan karakteristinya antara lain,
penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal ( irama, frekuensi
dan kedalaman bernafas) dan adanya pernafasan bibir atau pernafasan
cuping hidung. Apabila kebutuhan oksigen di dalam tubuh tidak terpenuhi
maka akan muncul gejala seperti sianosis, sukar bernapas, kelelahan, dan
peningkatan tanda-tanda vital (Saputra lyndon, 2013).

Pada diagnosa ketiga, nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis.
Pasien mengeluh nyeri ketika batuk karena batuk sukar dikeluarkan.
NANDA (2015-2017), nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
difefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association fot the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.

Berdasarkan diagnosis yang ada di teori peneliti menemukan kesenjangan,


bahwa tidak semua diagnosis yang ada dalam teori muncul dalam kasus
penelitian yang dialami oleh klien. Diagnosis yang tidak muncul pada
pasien adalah Gangguan pertukaran gas. Menurut Nanda (2015) Definisi
dari Gangguan pertujaran gas adalah kelebihan atau defisit oksigen dan atau
eliminasi karbondioksida pada membran aveolar-kapiler dengan batasan
karakteristik dispnea, gas darah arteri abnormal, dan hipoksemia. Sehingga
Diagnosis diatas tidak muncul pada pasien karena tidak ditemukan data
yang memungkinkan untuk menegakkan diagnosis tersebut. Diagnosis
keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan patologis dan
fisiologis, dimana perubahan itu timbul akibat dari proses penyakit yang
setiap orang akan mengalami suatu perubahan yang berbeda sehingga
kesenjangan antara teori dan hasil peneliti dapat terjadi.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan perencanaan yang akan dilakukan dalam
mengatasi masalah keperawatan. Intervensi keperawatan berpedoman
kepada Nursing Interventions Clasification (NIC) dan Nursing Outcomes
Clasification (NOC). Perensanaan tindakan berdasarkan tujuan intervensi
masalah keperawatan yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan, ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri akut berhubungan dengan
agens cidera biologis.

Rencana tindakan yang akan dilakukam pada diagnosa keperawatan


pertama, ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan dengan tujuan tercapainya kemampuan pasien dalam
melakukan batuk efektif untuk mengurangi sekret yang ada dijalan napas.
Sedangkan rencana intervensi yang aakan dilakukan sesuai dengan NIC
adalah mengatur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan
mengurangi dispnea, mengajarkan dan membantu pasien untuk nafas dalam
Instruksikan dan mengajarkan bagaimana agar bisa batuk efektif,
melakukan fisioterapi dada, mendengakan bunyi nafas, catat adanya suara
nafas buatan, memonitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai.
Selanjutnya monitor TD, nadi, suhu dan pernafasan, monitor pola nafas
abnormal serta monitor suhu, warna dan kelembapan.
Menurut Abdullah (2014), batuk efektif bertujuan untuk mengeluarkan
secret dari paru-paru dan membersihkan saluran pernafasan seperti laring,
trakea, dan bronkus dari secret dan benda asing yang ada didalamnya.

Rencana tindakan pada diagnose kedua, ketidakefektifan pola nafas


berhubungan dengan keletihan otot pernapasan dengan tujuan  frekuensi
pernafasan dalam kisaran normal, irama pernapasan dalam kisaran normal,
kedalaman inspirasi tidak terganggu, suara perkusi nafas normal, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan dan suara napas tambahan tidak ada.
Sedangkan untuk rencana intervensi yang akan dilakukan sesuai dengan
NIC , yaitu memonitor kecepatan, kedalaman dan kesulitan bernapas
pasien, memonitor suara napas tambahan, memonitor pola napas,
melakukan palpasi kesimetrisan ekpansi paru, mendengarkan suara napas
dengan cara auskultasi suara napas, Observasi aliran O2, observasi tanda
tanda hipoventilasi dan monitor aliran oksigen.

Rencana tindakan yang akan dilakukan pada diagnosa ketiga , yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agens cidera biologis dengan kriteria hasil yang
diharapkan pasien mengetahui strategi untuk mengotrol nyeri, teknik
posisi yang efektif dan teknik relaksasi yang efektif. Sedangkan untuk
intervensi yang akan dilakukan sesuai dengan NIC adalah melakukan
pengkajian nyeri komprehensif, mendorong pasien untuk memonitor nyeri
dan menangani nyerinya dengan tepat, mengajarkan teknik non
farmakologi yaitu nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Selanjutkan
intervensi yang dilakukan berhubungan dengan kenyaman pasien adalah
mentukan tujuan pasien dan keluarga untuk mengelola lingkungan dan
kenyaman yang optimum, ciptakan lingkungaan yang tenang dan
mendukung, memerikan lingkungan yang bersih dan aman serta
menyesuaikan suhu ruangan yang paling nyaman bagi pasien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan
perencanaan yang telah disiapkan. Hasil implementasi yang dilakukan pada
pasien dengan gangguan kebutuhan oksigen dilakukan dengan
menyesuaikan dengan kondisi pasien tanpa meninggalkan prinsip dan
konsep keperawatan.implementasi dilakukan pada kasus dimulai tanggal 13
Maret 2019 sampai 18 Maret 2019.

Tindakan yang dilakukan pada diagnosa petama, ketidakefektifan bersihan


jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan, memposisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, membantu pasien napas dalam, membantu
pasien batuk efektif, melakukan fisioterapi dada, mempertahankan
kepatenan jalan napas, monitor aliran oksigen, memonitor frekuensi irama
kedalaman respirasi, monitor pola napas, monitor sianosis perifer.

Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan menggunakan


diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh. Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi
yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas,
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan
yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan,
mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas
(Suddarth & Brunner, 2002).
Menurut Mutaqin (2013) batuk efektif adalah aktivitas perawat untuk
membersihkan sekresi pada jalan nafas, yang bertujuan untuk meningkatkan
mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi. Batuk efektif
merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana partisipan dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan
dahak secara maksimal.

Posisi semi fowler adalah sebuah posisi setengah duduk atau duduk dimana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau naik 45odan posisi ini dilakukan
untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan.
Tujuan dan mekanisme dilakukan posisi ini adalah untuk memfasilitasi
partisipan yang sedang kesulitan bernapas. Dikarenakan adanya gaya
gravitasi yang menarik diafragrma kebawah sehingga exspansi paru jauh
lebih baik pada posisi ini (Barbara, 2010), posisi semi fowler dan fowler
juga dapat ditujukan kepada pasien yang mengalami gangguan oksigen yang
dapat membantu mempermudah drainase sekret.

Pada diagnosa kedua, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


keletihan otot pernapasan implementasi yang diberikan yaitu memonitor
frekuensi, irama, kedalaman, dan kekuatan respirasi dengan membandingan
frekuensi pernapasan agar dapat dilihat perkembangannya. Memperhatikan
penggunaan otot bantu dada saat bernapas. Latihan nafas dalam adalah
bernapas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol
dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi
alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas,
menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernafas. (Abdullah, 2014)
Pada diagnose ketiga , Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera
biologis tindakan yang dilakukan adalah mengkaji nyeri komprehensif,
mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan
tepat, mengajarkan teknik non farmakologi yaitu nafas dalam untuk
mengurangi nyeri. Mendiskusikan tujuan pasien dan keluarga untuk
pengelolaan lingkungan lingkungan dan kenyamanan yang optimum,
membantu menciptakan lingkungaan yang tenang dan mendukung,
memberikan lingkungan yang bersih dan aman, menyesuaikan suhu
ruangan yang paling nyaman bagi pasien selama berada dirumah sakit.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk melihat keefektifan intervensi yang
sudah dilakukan dengan metode SOAP. Hasil evaluasi yang dilakukan pada
pasien adalah selama 6 hari pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan pasien
mengatakan batuk sudah berkurang, pasien mampu mengeluarkan sekret
dengan menggunakan metode batuk efektif. Perbedaan frekuensi
pernapasan sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi keperawatan,
yaitu dari 24 x/menit menjadi 20 x/menit.Masalah sudah teratasi dan
intervensi dihentikan. Hal ini menunjukkan keefektifan latihan nafas dalam
dan batuk efektif dalam mengatasi sekresi pada jalan napas.

Hasil evaluasi yang dilakuka pada diagnose kedua ketidakefektifan pola


nafas berhubungan dengan hiperventilasi, hasil evaluasi yaitu pasien
mengatakan sesak sudah hilang , hal ini menunjukkan adanya keefektifan
posisi semi fowler dan terapi oksigen nasal kanul 3 Liter terhadap pasien,
retraksi dinding dada (-) menunjukkan pola napas dalam keadaan normal.

Hasil evaluasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agens cidera
biologis didapatkan pasien sudah tidak merasakan nyeri ketika batuk.
Dengan mengajarkanteknik napas dalam, menciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung, memberikan lingkungan bersih dan aman,
menyesuaikan suhu ruangan untuk menciptakan rasa nyaman bagi
partisipan maka masalah nyeri akut berhubungan dengan agens cidera
biologis sudah teratasi dan intervensi dihentikan.
BAB V
PENUTUP
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan gangguan
oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang
Padang Tahun 2019, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian pada pasien didapatkan hasil bahwa terdapat tanda dan gejala sesak
napas, batuk disertai sputum yang sulit dikeluarkan, sesak napas meningkat saat
beraktivitas dan pasien mengatakan badan lemas dan letih. Pemeriksaan paru pada
pasien didapatkan hasil inspeksi simetris kanan dan kiri, irama napas ireguler,
tampat retraksi dinding dada, palpasi vokal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi
sonor, auskultasi ekspirasi memanjang dan terdapat suara ronkhi.
2. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien didapatkan 3 diagnosa yang ditemukan
diantaranya yaitu ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
produksi mucus, diagnosa kedua yaitu ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan hiperventilasi, diagnosa keperawatan ketiga adalah nyeri akut
berhubungan dengan agens cidera biologis.
3. Intervensi utama pada ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah pemberian
posisi pasien semi fowler, pemberian fisioterapi dada dan pemberian terapi batuk
efektif dalam mengeluarkan sputum. Intervensi utama pada diagnosa
ketidakefektifan pola napas adalah monitor keadaan napas yaitu pola napas,
irama, kedalaman dan usaha pernapasan, kesimetrisan dan adanya penggunaan
otot bantu napas, mengukur tanda-tanda vital pasien serta kolaborasi dalam
pemberian oksigen. Intervensi utama pada diagnosa nyeri akut yaitu mengajarkan
teknik napas dalam untuk mengatasi nyeri.
4. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 13 – 18 Maret 2019
diantaranya membantu pasien untuk posisi semi fowler, melakukan fisioterapi
dada, mendemonstrasikan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sputum,
melihat pola napas, irama, kesimetrisan serta adanya retraksi otot bantu napas,
mengauskultasi suara napas, mengukur tanda-tanda vital, kolaborasi dalam
pemberian terapi oksigen, serta membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan.
5. Evaluasi keperawatan dalam bentuk SOAP dari tindakan yang sudah dilakukan
didasarkan pada kriteria hasil yang diharapkan yaitu pada diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi
mucus teratasi sebagian, diagnosa kedua ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan hiperventilasi teratasi, dan pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agens cidera biologis teratasi sebagian.

B. Saran
1. Bagi Ruang Paru RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Diharapakan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam
memberikan asuhan keperawatan gangguan oksigenasi pada pasien PPOK
dalam mengaplikasikan cara mengeluarkan sputum dengan teknik batuk efektif,
memberikan posisi semi fowler pada pasien sesak napas, serta dapat memantau
respon pasien terhadap oksigenasi serta membantu pasien dalam memilih aktivitas
yang sesuai dengan kemampuannya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti dapat melakukan penerapan asuhan keperawatan
gangguan pemenuhan oksiganasi pada pasien PPOK secara tepat dan dapat
mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan.
3. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran untuk menghasilkan
perawat-perawat yang professional, terampil, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh serta dapat menerapkan
asuhan keperawatan gangguan oksigenasi pada pasien PPOK.
DAFTAR PUSTAKA
Ambawarti, Respati Fitri. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua Satria
Offset
Atoilah, Elang Mohamad & Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien Dengan Gangguan
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: In Media
Bulecheck, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing Intervetions
Classification (NIC) (6th ed.).
Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep DAN Aplikasi Keperawatan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: TIM, 2012
Hasanah, Uswatun Dyah. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Penyakit Paru Obstruksi
Kronik Di RSKP Respira Yogyakarta. Tersedia pada
http://eprints.ums.ac.id/45337/28/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diakses pada 16
Desember 2018
Hidayat A. Azis Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Kemenkes RI NOMOR 1022/MENKES/SK/XI/2008. 2008. Pedoman Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Tersedia pada
http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk10222008.pdf. Diunduh pada 19
Desember 2018
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Tersedia pada
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013. pdf.
Diunduh pada tanggal 14 Desember 2018
Moorhead, S., Johnson, M., L. Mass, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classifications (NOC) (5th ed.).
NANDA International. 2015. NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 (Budi Anna Keliat, et al, Penerjemah). Jakarta: EGC
Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif Kronik),
pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011.
Potter & Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,dan Prakti Edisi
7.Jakarta: EGC
Price and Wilson. 2012. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
WHO (2015). Global health risks: mortality and burden of disease attributable to selected
major risks. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PADANG
JLN. SIMP. PONDOK KOPI SITEBA NANGGALO PADANG TELP. (0751) 7051300
PADANG 25146

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DASAR

NAMA MAHASISWA : Mulyani


NIM : 163110174
RUANGAN PRAKTIK : Ruang Paru

d. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA


1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Alamat : Komplek Palem Griya Indah No 16 Gurun Laweh Lubuk
Begalung

2. Identifikasi Penanggung jawab


Nama : Tn. Y
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Komplek Palem Griya Indah No 16 Gurun Laweh Lubuk
Begalung
Hubungan : Anak

3. Diagnosa Dan Informasi Medik Yang Penting Waktu Masuk

Tanggal Masuk : 10 Maret 2019


No. Medical Record : 008619**
Ruang Rawat : Ruang Paru
Diagnosa Medik : PPOK
Yang mengirim/merujuk : Datang sendiri
Alasan Masuk : Sesak napas

4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama Masuk :
Tn. A masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang tanggal 10 Maret 2019 jam 22.19 WIB ,
dengan keluhan sesak nafas nafas sejak 3 hari yang lalu
disertai batuk, batuk- batuk sejak 1 bulan yang lalu namun
meningkat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
berdahak, dahak sukar umtuk dikeluarkan dan disertai
demam hilang timbul.

- Keluhan Saat Ini (Waktu Pengkajian) :


Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nafas
sesak, sesak bertambah saat beraktivitas, batuk
berdahak, kepala terasa pusing, dan badan terasa
lemah.

b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :


Keluarga mengatakan pasien sudah 18x dirawat di
Rumah sakit, Sebelum masuk ke RSUP Dr. M.
Djamil. Pasien dirawat untuk pertama kalinya pada
akhir bulan September Tahun 2014 dirumah sakit
Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang selama satu minggu
dengan keluhan sesak nafas disertai batuk. Pasien
mengatakan bahwa ia adalah seorang perokok berat
yang menghabiskan 1-2 bungkus sehari dan sudah
merokok selama 30 Tahun tetapi sudah berhenti sejak
5 tahun yang lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga :


Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami sesak napas dan batuk
seperti pasien.
5. Kebutuhan Dasar
a. Makan
Sehat :Pasien mengatakan pada saat sehat ia makan 3
x sehari secara teratur dengan porsi sedang.
Meliputi nasi, lauk dan sayur.

Sakit :Saat sakit pasien diberi makanan lunak lengkap


dengan lauk pauk dan buah. Pasien mengatakan
hanya menghabiskan 3/4 dari porsi yang
disediakan.

b. Minum
Sehat : ± 1500 cc dalam sehari
Sakit : ± 1800 cc dalam sehari

c. Tidur
Sehat : Siang : 2 jam, tidur nyenyak
Malam :6-7 jam, tidur nyenyak

Sakit : Siang :1-2 jam, tidur dengan kualitas kurang


baik dan sering terbangun saat tidur
Malam : 3-5 jam, tidur dengan kualitas kurang
baik dan sering terbangun saat tidur

d. Mandi
Sehat : 1-2x sehari
Sakit : 1x sehari

e. Eliminasi
Sehat :BAB : 1 kali sehari
BAK : ± 5-6 kali sehari
Sakit :BAB : 1 kali dua hari, tekstur lembek
BAK : ± 4-5 kali sehari

f. Aktifitas pasien
Sehat : Tn. A dapat beraktifitas dengan baik
Sakit :Tn. A tidak bisa menjalankan aktivitasnya
seperti biasa karena sesak napas bila
beraktivitas

6. Pemeriksaan Fisik
Tinggi / Berat Badan : 170 cm / 60 kg
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 110 X / Menit
Pernafasan : 24 X / Menit
Rambut : Kepala normochepal, dengan bentuk wajah oval dan
terlihat cukup bersih, Pada rambut klien tampak sudah
ditumbuhi uban

Telinga : Pada telinga, telinga tampak cukup bersih, tampak ada


serumen yang melekat, simetris kiri dan kanan, fungsi
pendengaran masih baik, tidak ada lesi ataupun luka, dan
tidak ada keluhan lainnya.

Mata : Mata simetris kiri dan kanan konjungtiva anemis (+) , dan
sklera ikterik (-) dan penglihatan masih baik tidak ada keluhan.

Hidung : Hidung bersih, simetris kiri dan kanan, tidak ada


pernapasan cuping hidung, penciuman berfungsi dengan
baik.

Mulut : Mukosa mulut kering, bibir pucat, dan terdapat karies


gigi.

Leher : Pada leher, tidak ada pembengkakan kelenjar getah


bening, tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid, dan
tidak ada perbesaran vena jagularis dan nadi karotis,
serta fungsi menelan tidak terganggu.

Toraks : I : dada tampak simetris kiri dan kanan, cukup bersih ,


warna kulit merata , tidak ada lesi ataupun luka dan
retraksi dinding dada (+).
P : fremitus kiri sama dengan kanan
P : sonor
A : ronki (+)

Abdomen : I : simetris kiri dan kanan, sedikit buncit, tampak cukup


bersih, dan warna kulit merata, tidak ada strie
ataupun lesi.
P: tidak ada nyeri takan ataupun nyeri angkat, juga tidak
teraba perbesaran hati atau limpa
P: tympani
A: bising usus normal 12x/i

Kulit : kulit tampak Terlihat cukup bersih, kulit tampak


kering, dan kusam. Tidak ada oedema, ataupun lesi.
warna kulit merata,. Dan fungsi perabaan masih baik.

Ekstremitas : Atas : akral teraba hangat, CRT > 2 detik, kuku


tangan tampak bersih dan rapi, turgor kulit
kembali cepat dan fungsi otot baik.
Bawah : kaki pegal pegal dan lemah untuk digerakan,
turgor kulit baik, kuku kaki rapi dan bersih.

7. Data Psikologis
Status emosional : Baik, terlihat kekita berbicara dengan perawat mengenai
penyakitnya pasien terlihat senang.

Kecemasan : Pasien terlihat tidak terlalu cemas, terlihat dari expresi


wajah yang agak santai
Pola koping : Pola koping baik terlihat ketika perawat menyanyai
tentang penyakitnya pasien mengatakan sudah menerima
penyakitnya dan menganggap penyakitnya ujian dari
Allah.

Gaya komunikasi : Komunikasi pasien menggunakan bahasa minang dan


memiliki komunikasi yang terbuka terlihat ketika pasien
mengungkapkan keluhanya kepada perawat dan keluarga.

Konsep Diri : pasien mengatakan bersyukur atas karunia yang


diberikan allah pada dirinya, pasien tidak merasa rendah
diri dengan keadaannya sekarang dan mengatakan
dirinya sangat dihargai sebagai kepala keluarga dan tidak
mempengaruhi peran identitasnya sebagai seorang kepala
keluarga sebagai pengambil keputusan. Ideal diri pasien
mengatakan apa yang terjadi pada dirinya adalah
kehendak allah dan pasien tetap bersemangat untuk
sembuh

8. Data Ekonomi : pasien adalah seorang pedagang dimana penghasilan


pasien ±2.000.000-3.000.000.

9. Data Spiritual : pasien beragama islam dan pasien mengatakan pasrah


terhadap kondisinya saat ini serta hanya bisa perbanyak
doa dan ibadah agar penyakitnya dapat disembuhkan
oleh Allah SWT

10. Lingkungan Tempat Tinggal


Tempat pembuangan kotoran : keluarga pasien mengatakan dirumah
memakai septitang
Tempat pembuangan sampah : keluarga pasien mengatakan ada TPS dekat
rumah
Pekarangan : keluarga pasien mengatakan perkarangan
berkebun

Sumber air minum : sumber air minum pasien dari PDAM

11. Pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang


Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pria Wanita
11 maret Hemoglobin Gr/dl 14-18 12-16
2019 14,9
leukosit 10.240 Mm3 5.000-10.000
Trombosit 340.000 Mm3 150-400rb
Hematokrit 49 % 40-48 38-48
GDS 128 Mg/dl >180
SGOT 13 U/I <37 <31
SGPT 12 U/I <42 <32
Ureum 21 Mg/dl 10-50
Kalium 1,0 Mg/dl 0,6-1,1 0,5-0,9

12. Program Terapi Dokter


No Nama Obat Dosis Cara
1. NaCl 0,9% 500 ml IV
2. Ceftriaxone 2 gr IV
3. Combivent 1 amp Nebu
4. Flumucyl 1 amp Nebu
5. Aminophilin 1 gr IV
6. Paracetamol 500 mg PO
7. Ramipril 2,5 mg PO
ANALISA DATA

NAMA PASIEN : Tn. A


NO. MR :008619**

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1. DS: Sekresi yang tertahan Ketidakefektifan
Pasien mengatakan batuk bersihan jalan napas
berdahak dan sulit untuk
dikeluarkan
DO:
-Pasien tampak sesak napas
-RR 24x/i
-auskultasi paru bunyi ronki

2. DS: Keletihan otot Ketidakefektifan


Pasien mengeluh sesak napas pernapasan pola napas
DO:
-Pasien tambak sesak
-RR 24x/i

3. DS: Agens cidera Nyeri akut


Pasien mengeluh nyeri ketika batuk, biologis
nyeri dirasakan pada dada sebelah
kanan, skala nyeri 4
DO:
-Pasien tampak meringis
-Pasien tampak memegangi dada
sebelah kanan ketika batuk
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. A


NO. MR : 008619**

Tanggal No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda


Muncul Teratasi Tangan
13 Maret 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas 18 Maret
2019 berhubungan dengan sekresi yang tertahan 2019

13 Maret 2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan 18 Maret


2019 dengan keletihan otot pernapasan 2019

13 Maret 3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera 18 Maret


2019 biologis 2019
PERENCANAAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. A


NO. MR : 008619**

Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi
( NOC ) ( NIC )
1. Ketidakefektifab bersihan jalan NOC: NIC:
napas b/d sekresi yang tertahan Status Pernapasan: Manajemen Jalan
Kepatenan Jalan Napas:
Napas: 1. Posisikan pasien
Setelah dilakukan untuk
asuhan keperawatan memaksimalkan
didapatkan ventilasi.
Kriteria Hasil: 2. Lakukan
1. Frekuensi Fisioterapi dada,
pernapasan normal. sebagaimana
2. Irama mestinya.
pernapasan normal. 3. Buang sekret
3. Kedalaman dengan memotivasi
inspirasi normal. pasien untuk
4. Frekuensi melakukan batuk
pernapasan normal. atau menyedot.
5. Irama 4. Motivasi pasien
pernapasan normal. untuk bernapas
6. Kedalaman pelan, dalam.
inspirasi normal. berputar, dan
7. Pasien mampu batuk.
untuk mengeluarkan 5. Instruksikan
sekret. bagaiman agar bisa
8. Tidak ada suara melakukan batuk
napas tambahan. efektif.
9. Tidak ada 6. Auskultasi suara
pernapasan cuping napas, catat area
hidung. yang ventilasinya
10. Tidak dispnea menurun atau tidak
saat istirahat. ada dan adanya
11. Tidak dispnea suara tambahan.
dengan aktivitas 7. Posisikan untuk
ringan. meringankansesak
12. Tidak ada napas.
penggunaan otot 8. Monitor
bantu napas. pernapasan dan
13. Tidak ada batuk. oksigenasi,
sebagaimana
mestinya.

2. Ketidakefektifan pola napas b.d NOC: NIC:


keletihan otot pernapasan Status Pernapasan: Monitor
Ventilasi : Pernapasan:
Setelah dilakukan 1. Monitor
tindakan kecepatan, irama,
keperawatan kedalan dan
didapatkan kesulitan bernapas.
Kriteria Hasil: 2. Catat
G. Frekuensi pergerakan dada,
pernapasan normal catat
H. Irama ketidaksimetrisan,
pernapasan normal penggunaan otot-
I. Kedalaman otot bantu napas,
inspirasi normal dan retraksi pada
J. Tidak ada otot
penggunaan otot supraclaviculas dan
bantu napas interkosta.
K. Tidak ada suara 3. Monitor suara
napas tambahan. napas tambahan.
L. Tidak ada 4. Monitor pola
retraksi dinding napas.
dada. 5. Auskultasi
M. Tidak ada suara napas, catat
pernapasan dengan area dimana terjadi
bibir mengerucut. penurunan atau
N. Tidak dispnea tidak adanya
saat istirahat. ventilasi dan
O. Tidak dispnea keberadaan suara
saat latihan. napas tambahan.
P. Tidak ada 6. Monitor
akumulasi sputum kemampuan batuk
efektif pasien.
7. Monitor
sekresi pernapasan
pasien.
8. Monitor
keluhan sesak
napas, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk
sesak napas
tersebut.
3. Nyeri akut b/d agens cidera biologis NOC: NIC:
Kontrol Nyeri: Manajemen
Setelah dilakukan Nyeri:
tindakan 1. Lakukan
keperawatan pengkajian nyeri
didapatkan komprehensif yang
Kriteria Hasil: meliputi lokasi,
1. Mengenali kapan karakteristik,
nyeri terjadi onset/durasi,
2. Menggambarkan frekuensi, kualitas,
faktor penyebab intensitas atau
3. Mengenali apa beratnya nyeri dan
yang terkait dengan faktor pencetus
gejala nyeri 2. Gali
4. Melaporkan nyeri pengetahuan dan
yang terkontrol kepercayaan pasien
terhadap nyeri
3. Gali faktor yabg
dapat menurunkan
atau memperberat
nyeri
4. Berikan
informasi
mengenai nyeri
5. Kendalikan
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
6. Dorong pasien
untuk memonitor
nyeri dan
menangani
nyerinya dengan
tepat
7. Ajarkan
penggunaan teknik
non-farmakologi
seperti napas dalam
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. A


NO. MR : 008619**

Hari / Diagnosa Implementasi Evaluasi


Tgl Keperawatan Keperawatan Keperawatan Paraf
( SOAP )
13 Ketidakefektifan 1.Mengauskultasi suara S: Pasien
Maret bersihan jalan napas napas pasien : mengatakan masih
2019 b.d sekresi yang auskultasi suara napas ada batuk dan sulit
tertahan terdapat suara ronki dikeluarkan
2.Mengatur posisi O: Pasien tampak
pasien dalam keadaan sesak napas, RR
semifowler 23x/i
3.Mengajarkan cara A: Masalah teratasi
batuk efektif sebagian
4.Melakukan P: Intervensi
fisioterapi dada dilanjutkan
5.Kolaborasi
pemberian combivent
dengan nebulizer
Ketidakefektifan pola S: Pasien
napas b.d keletihan mengatakan masih
otot pernapasan 1. Mengukur tanda- terasa sesak
tanda vital pasien O: Pasien tampak
2. Menginspeksi dada sesak, RR 23x/i
3. Memonitor oksigen A: Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan

Nyeri akut b.d agens 2. Mengkaji S: Pasien


cidera biologis nyeri mengatakan masih
3. Mendiskusika terasa nyeriketika
n faktor yang dapat batuk
menurunkan dan O: Pasien tampak
memperberat nyeri meringis
4. Mengajarkan A: Masalah teratasi
teknik napas dalam sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan
14 Ketidakefektifan S: Pasien
Maret bersihan jalan napas d. Mengauskultasi mengatakan masih
2019 b.d sekresi yang suara napas pasien : ada batuk dan sulit
tertahan auskultasi suara napas dikeluarkan
terdapat suara ronki O: Pasien tampak
e. Mengatur posisi sesak napas, RR
pasien dalam keadaan 22x/i
semifowler A: Masalah teratasi
f. Melihat sebagian
kembali cara pasien P: Intervensi
batuk efektif dilanjutkan
g. Melakukan
fisioterapi dada
h. Kolaborasi
pemberian combivent
dengan nebulizer
Ketidakefektifan pola S: Pasien
napas b.d keletihan mengatakan masih
otot pernapasan 1.Mengukur tanda- terasa sesak
tanda vital pasien O: Pasien tampak
2.Menginspeksi dada sesak, RR 22x/i
3.Memonitor oksigen A: Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan

Nyeri akut b.d agens S: Pasien


cidera biologis mengatakan masih
1.Mengkaji nyeri terasa nyeriketika
2.melihat kembali cara batuk
napas dalam O: Pasien tampak
meringis
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan

15 Ketidakefektifan S: Pasien
Maret bersihan jalan napas mengatakan masih
2019 b.d sekresi yang 1. Mengauskultasi ada batuk tetapi
tertahan suara napas pasien : sudah berkurang
auskultasi suara napas O: Pasien tampak
terdapat suara ronki tidak terlalu sesak
2. Mengatur posisi napas, RR 21x/i
pasien dalam keadaan A: Masalah teratasi
semifowler sebagian
3. Melihat kembali cara P: Intervensi
batuk efektif dilanjutkan
4. Melakukan
fisioterapi dada
5. Kolaborasi
pemberian combivent
dengan nebulizer

Ketidakefektifan pola S: Pasien


napas b.d keletihan mengatakan terasa
otot pernapasan 1.Mengukur tanda- sesak napas
tanda vital pasien berkurang
2.Memonitor oksigen O: sesak napas
pasien tampak
berkurang, RR 21x/i
A: Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan

Nyeri akut b.d agens S: Pasien


cidera biologis mengatakan nyeri
6. Mengkaji nyeri ketika batuk sudah
7. Melihat berkurang
kembali cara napas O: Pasien tidak
dalam tampak meringis
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan

16 Ketidakefektifan S: Pasien
Maret bersihan jalan napas mengatakan masih
2019 b.d sekresi yang ada batuk tetapi
tertahan 6. Mengauskultasi sudah berkurang
suara napas pasien : O: Pasien tampak
auskultasi suara napas tidak terlalu sesak
terdapat suara ronki napas, RR 21x/i
7. Mengatur posisi A: Masalah teratasi
pasien dalam keadaan sebagian
semifowler P: Intervensi
8. Melihat kembali cara dilanjutkan
batuk efektif
9. Melakukan
fisioterapi dada
10. Kolaborasi
pemberian combivent
dengan nebulizer
Ketidakefektifan pola S: Pasien
napas b.d keletihan mengatakan terasa
otot pernapasan sesak napas
3.Mengukur tanda- berkurang
tanda vital pasien O: sesak napas
4.Memonitor oksigen pasien tampak
berkurang, RR 21x/i
A: Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan

Nyeri akut b.d agens S: Pasien


cidera biologis mengatakan nyeri
ketika batuk sudah
8. Mengkaji nyeri berkurang
9. Melihat O: Pasien tidak
kembali cara napas tampak meringis
dalam A: Masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan

17 Ketidakefektifan S: Pasien
Maret bersihan jalan napas mengatakan masih
2019 b.d sekresi yang ada batuk tetapi
tertahan sudah berkurang
11. Mengauskultasi O: Pasien tampak
suara napas pasien : tidak terlalu sesak
auskultasi suara napas napas, RR 21x/i
terdapat suara ronki A: Masalah teratasi
12. Mengatur posisi sebagian
pasien dalam keadaan P: Intervensi
semifowler dilanjutkan
13. Melihat kembali
cara batuk efektif
14. Melakukan
fisioterapi dada
15. Kolaborasi
pemberian combivent
dengan nebulizer
Ketidakefektifan pola S: Pasien
napas b.d keletihan mengatakan terasa
otot pernapasan sesak napas
berkurang
5.Mengukur tanda- O: sesak napas
tanda vital pasien pasien tampak
6.Memonitor oksigen berkurang, RR 21x/i
A: Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan

Nyeri akut b.d agens S: Pasien


cidera biologis mengatakan nyeri
ketika batuk sudah
berkurang
10. Mengkaji nyeri O: Pasien tidak
11. Melihat tampak meringis
kembali cara napas A: Masalah teratasi
dalam sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan

18 Ketidakefektifan S: Pasien
Maret bersihan jalan napas mengatakan masih
2019 b.d sekresi yang ada batuk
tertahan O: Pasien tampak
sesak napas, RR
6.Mengauskultasi suara 20x/i
napas pasien : A: Masalah teratasi
auskultasi suara napas sebagian
terdapat suara ronki P: Intervensi
7.Mengatur posisi dilanjutkan
pasien dalam keadaan
semifowler
8.Mengajarkan cara
batuk efektif S: Pasien
Ketidakefektifan pola 9.Kolaborasi mengatakan sesak
napas b.d keletihan pemberian combivent napas sudah tidak
otot pernapasan dengan nebulizer ada
O: Pasien tampak
sesak, RR 20x/i
4. Mengukur tanda- A: Masalah teratasi
tanda vital pasien sebagian
5. Menginspeksi dada P : Intervensi
6. Memonitor oksigen dilanjutkan

Nyeri akut b.d agens S: Pasien


cidera biologis mengatakan masih
terasa nyeri ketika
batuk
O: Pasien tidak
5. Mengkaji tampak meringis
nyeri A: Masalah teratasi
2. Melihat kembali cara sebagian
napas dalam P: Intervensi
dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai