DiajukanSebagaiPersyaratan
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan KaryaTulis Ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cedera Kepala
Berat di Ruang HCU Bedah di RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2020”.
Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu peneliti mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun
dari semua
ii Poltekkes Kemenkes
pihak untuk mencapai kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Peneliti mendoakan
semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan dan
keberkahan dari Allah SWT.
Peneliti
i Poltekkes Kemenkes
v Poltekkes Kemenkes
v Poltekkes Kemenkes
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NIM : 173110238
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan
v Poltekkes Kemenkes
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG
ABSTRAK
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia,
Persentase penyebab cedera kepala berdasarkan tempat kejadian di Indonesia
44,7% di rumah dan lingkungan, 31,4% jalan raya, 9,1% tempat kerja, 9,1% di
sekolah, dan 8,1% tempat lain. Pasien cedera kepala yang di rawat di RSUP Dr.
M. Djamil Padang, dalam 1 tahun terakhir mencapai 252 kasus. Tujuan penelitian
ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
di Ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
v Poltekkes Kemenkes
Kata kuci : Cedera kepala, Pencegahan Luka Tekan Menggunakan VCO
dan Asuhan Keperawatan.
Daftar Pustaka: 46 (2010 -2019)
i Poltekkes Kemenkes
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................v
LEMBAR ORISINALITAS......................................................................vi
ABSTRAK..................................................................................................viii
DAFTAR ISI...............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..................................................................................xii
DAFTAR TABEL......................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................7
C. Tujuan Penulisan.......................................................................7
D. Manfaat Penelitian....................................................................7
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................84
B. Saran..........................................................................................85
DAFTAR PUSTAKAN
LAMPIRAN
Gambar 2. 1 WOC 16
x Poltekkes Kemenkes
DAFTAR
x Poltekkes Kemenkes
DAFTAR
x Poltekkes Kemenkes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kepala/otak yang terjadi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya akibat insiden
atau kecelakaan (Anurogo, 2014). Menurut Bouma (2003), dalam Padila
(2012), cedera kepala merupakan suatu gangguan trumatik dari fungsi otak
yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstill dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
1 Poltekkes Kemenkes
2
Pada tahun 2013 sebanyak 1,25 juta orang meninggal karena kecelakaan
lalu lintas dan lebih dari 50% di diagnosis cedera kepala. Kematian akibat
cedera lalu lintas di jalan raya lebih tinggi 2,6 kali di negara-negara
perpendapatan rendah (24,1 per 100.000 penduduk) dari pada negara
berpenghasilan tinggi (9,2 kematian per 100.000 penduduk). Kecelakaan
di jalan menempati posisi kedelapan dari sepuluh kasus terbanyak
penyebab kematian di seluruh dunia dan terus mengalami kenaikan. Angka
tertinggi terjadi di Venezuela sebanyak 45,1 per 100.000 penduduk,
kemudian diikuti oleh Thailand sebanyak 36,2 per 100.000 penduduk.
Untuk wilayah Asia Tenggara, angka kematian akibat kecelakaan lalu
lintas tertinggi terjadi di Thailand sebanyak 36,2 per 100.000
penduduk. Indonesia menempati peringkat ke ketujuh sesudah Timor
Leste sebanyak 15,3 per 100.000 penduduk (WHO, 2018).
Menurut data dari Riskesdas (2018), akibat dari kecelakaan lalu lintas
angka tertinggi yang mengalami cedera di antaranya, anggota gerak bawah
sebanyak 67,9%, lalu di ikuti anggota gerak atas 32,7% dan yang ketiga
yaitu cedera kepala sebanyak 11,9%. Prevalensi cedera kepala menurut
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
4
Poltekkes Kemenkes
5
VCO merupakan minyak kelapa murni yang diyakini baik untuk kesehatan
kulit karna mengandung vitamin E dan mudah di serap oleh kulit. Dari
penelitian yang juga di lakukan oleh Setiani, 2014 terbukti perlakuan
massage efflurage dengan VCO dapat mencegah luka tekan pada
Poltekkes Kemenkes
6
Pada saat dilakukan survei awal tanggal 17 Januari 2020 jam 13.10 WIB
di ruang HCU Bedah di temukan jumlah pasien 11 orang pasien, dimana
terdapat 2 orang dengan cedera kepala, 1 orang cedera kepala sedangdan 1
orang cedera kepala berat dengan GCS 8 (E1M5V2 ), Ny. S berjenis
kelamin perempuan dengan usia 16 tahun, tekanan darah 130/70 mmHg,
nadi 88 kali/menit, suhu 36,5˚c. Pasien terpasang oksigen parsial
rebreathing 6 liter dengan frekuensi pernafasan 22 x/menit, terpasang
IVFD NaCl 0,9 % dengan tetesan 20 tetes/menit, terpasang kateter,
terpasang NGT, posisi kepala di ekstensikan 30˚, pasien tidak sadar dan
terbaring ditempat tidur. Dari data yang di dapatkan maka masalah
keperawatan pada pasien tersebut adalah ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral dan pola nafas tidak efektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan
perawat yang dinas pada saat itu, pasien cedera kepala berat juga memiliki
masalah keperawatan gangguan integritas kulit efek dari tirah baring lama
yang dialaminya, rata- rata gangguan integritas kulit muncul pada hari ke
3. Pada ruangan Interne Wanita dan Neurologi perawat ruangan sudah
menerapkan intervensi massage ringan untuk mencegah gangguan
integritas kulit atau luka dekubitus yang bisa di alami oleh pasien yang
mengakami gangguan imobilitas.
Poltekkes Kemenkes
7
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Pasien cedera
kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun
2020.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan pada Pasien
cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2020.
b. Mendeskripsikan hasil diagnosa keperawatan asuhan keperawatan
pada Pasien cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2020.
c. Mendeskripsikan hasil intervensi keperawatan pada Pasien cedera
kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2020.
d. Mendeskripsikan hasil implementasi keperawatan pada Pasien
cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2020.
e. Mendeskripsikan hasil evaluasi keperawatan pada Pasien cedera
kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Kegitan penelitian dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
wawasan,pengetahuan, dan pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien.
Poltekkes Kemenkes
8
Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
di sertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya
kontinuitas otak (Padila,2014). Cedera kepala adalah trauma yang
mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan
perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif,
fungsi tingkah laku dan emosional (Bararah, 2013).
2. Etiologi
Menurut Sosilo (2019), penyebab trauma kepala dapat meliputi
kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan yang berkaitan dengan
olahraga, atau kejahatan dan tindak kekerasan.
Menurut penyebabnya cedera kepala di bagi menjadi 3:
a. Trauma benda tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang
menyebar. Berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada
proses akselerasi-deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan
rotasi internal. Rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan
cairan dan perdarahan petekie karena pada saat otak “bergeser”
akan terjadi “pergesekan” antara permukaan otak dengan
3. Klasifikasi
Jenis- jenis cedera otak traumastis adalah :
a. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam
jaringan otak. Jika kondisi ini kemudian melukai atau menyobek
dura mater, maka dapat menyebabkan cairan serebrospinal
merembes, kerusakan saraf otak, dan jaringan otak.
b. Trauma kepala tertutup
Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi
komosio, kontusio, epidural hematoma, subdural hematoma,
intrakranial hematoma (Susilo,2019)
Poltekkes Kemenkes
1
Tabel 2.1
Glasgow coma scale (GCS)
Sumber Wijaya & Yessie, 2013.
Poltekkes Kemenkes
1
Poltekkes Kemenkes
1
d. Kontusio serebri
Kehilangan kesadaran lebih lama. Dikenal juga dengan Diffuse Axonal
Injury (DAI), yang mempunyai prognosis lebih buruk.
e. Perdarahan intra kranial
Dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau
perdarahan intrakranial. Terutama perdarahan epidural dapat
berbahaya karena perdarahan berlanjut akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial yang semakin berat.
4. Patofisiologi
Suatu sentakan traumatik pada kepala menyebabkan cedera kepala.
Sentakannya tiba- tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jauh,
kecelakaan kendaraan bermotor, atau kepala terbentuk. Jika sentakan
menyebabkan suatu trauma akselerasi- delerasi atau coup-
countercoup, maka kontusioserebri dapat terjadi. Trauma akselerasi-
deselerasi dapat terjadi langsung di bawah sisi yang terkena ketika otak
terpantul kearah tengkorak dari kekuatan suatu sentakan (suatu
pukulan benda tumpul) ketika kekuatan sentakan mendorong otak
terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak, atau ketika kepala
terdorong kedepan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan
terbentur kembali ke tengkorak (akselerasi) dan terpantul (deselerasi)
(Krisanty, 2014).
Poltekkes Kemenkes
1
Poltekkes Kemenkes
1
Poltekkes Kemenkes
16
5. WOC
Kecelakaan, terjatuh, trauma persalinan, penyalahgunaan obat
Terkena peluru
Benda tajam Trauma tajam Trauma Kepala Trauma tumpul
Fraktur
Breath Blood Brain Bowel Bone tulang
Perdarahan, Penumpukan P
P Perdarahan Robeknya Gg. Saraf
hematoma, kesadaran
kesadaran arteri darah di otak motorik
kerusakan meningen &P
TIK
jaringan Kompensasi tengkorak
Bed rest tubuh yaitu: P
lama vasodilatasi Hematoma kesadarans P P Gangguan
Nafsu makan, Terputusnya
& bradikardi epidural ensori kesadaran koordinasi
Penekanan Anemia mual, muntah, kontinuitas
P gerak
saraf disfagia Gangguan tulang
kemampuan Aliran darah ekstremitas
system Perubahan P keseimbangan
Hipoksia batuk
pernapasan ke otak sirkulasi kemampuan
P Hemiparase Nyeri akut
CSS mengenali
Intake / hemiplegi
Perubahan Ganggua Akumulasi Hipoksia stimulus
makanan dan Intoleransi aktivitas
pola nafas n mukus jaringan PK: P TIK cairan
pertukar Kesalahan Gangguan mobilitas fisik
RR an gas Batuk tdk interpretasi
Gg. Tira
,hiperpneu, efektif,
ronchi, Perfusi Defisit nutrisi Resiko h
hiperventil-
serebral Penurunan
asi RR luka
tdk efektif Kapasitas
Adaptif tekan Padila, 2012
Pola Bersihan jalan
nafas Poltekkes Kemenkes Padang
nafas tdk
1
6. Manifestasi klinik
Menurut Paula (2014), manifestasi klinik pada pasien cedera kepala:
a. Peningkatan TIK, dengan manifestasi sebagai berikut:
1) Trias TIK: penurunan tingkat kesadaran, gelisah/ iritable, papil
edema, muntah proyektil.
2) Penurunan fungsi neurologis, seperti: perubahan bicara,
perubahan reaksi pupil, sensori motori berubah.
3) Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia).
b. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi sebagai berikut:
1) CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung
2) Perdarahan di belakang memebran timpani
3) Periorbital ekhimosis
4) Battle`s sign (memar di daerah mastoid)
c. Kerusakan saraf kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat
kecelakaan terjadi dengan manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus.
2) Pendengaran berkurang akibat kerusakan nervus auditory.
3) Hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus
olfaktorius.
4) Pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat
kerusakan nervus okulomotor.
5) Vertigo akibat kerusakan otolith di telinga tengah.
6) Nistagmus karena kerusakan sistem vestibular.
d. Komosio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut:
1) Sakit kepala- pusing.
2) Retrograde amnesia.
3) Tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit.
e. Kontusio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut:
Terjadi pada injuri berat, termasuk fraktur servikalis:
1) Peningkatan TIK.
2) Tanda dan gejala:
Poltekkes Kemenkes
1
a) Kontusio serebri
Manifestasi tergantung area hemifer otak yang kena.
Kontusio pada lobus temporal: agitasi, confuse,
kontusio frontal: hemiparese, klien sadar: kontusio
frontotemporal: aphasia.
Tanda gejala tersebut reversible.
b) Kontusio batang otak
1. Respon segera menghilang dan pasien koma
2. Penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari – hari,
bila kerusakan hebat.
3. Pada pasien riticular terjadi comatuse permanen
4. Pada perubahan tingkat kesadaran
a. Respirasi : dapat normal/ periodik/ cepat
b. Pupil: simetris kontiksi dan reaktif
c. Kerusakan pada batang otak bagian atas pupil
abnormal
d. Gerakan bola mata: tidak ada.
Poltekkes Kemenkes
1
7. Penatalaksanaan
a. Cedera Kepala Ringan
Pasien sadar, mungkin memiliki riwayat periode kehilangan
kesadaran. Amnesia retrograd terhadap peristiwa sebelum
kecelakaan cukup signifikan.
1) Indikasi untuk rotgen tengkorak
a) Hilang kesadaran atau amnesia.
b) Tanda- tanda neurologis.
c) Kebocoran LCS.
d) Curiga trauma tembus.
e) Intoksikasi alkohol.
f) Sulit menilai.
2) Indikasi rawat
a) Kebingungan atau GCS menurun.
Poltekkes Kemenkes
2
b) Fraktur tengkorak.
c) Tanda – tanda neurologis atau sakit kepala atau muntah.
d) Sulit menilai.
e) Terdapat masalah medis yang menyertai.
f) Kondisi sosial yang tidak adekuat atau tidak ada orang
dewasa yang dapat mengawasi pasien.
3) Indikasi untuk merujuk ke bagian bedah saraf
a) Fraktur tengkorak + kebingungan/ penurunan GCS.
b) Tanda – tanda neurologis fokal atau kejang.
c) Menetapnya tanda – tanda neurologis atau kebingunan > 12
jam.
d) Koma setelah resusitasi.
e) Curiga cedera terbuka pada tengkorak.
f) Fraktur tekanan pada tengkorak.
g) Terdapat perburukan.
b. Cedea Kepala Berat
1) Klien akan datang dalam keadaan tidak sadar ke unit gawat
darurat. Cedera kepala mungkin merupakan bagian dari trauma
multipel.
2) ABC (Airway management, Breathing, Circulation). Intubasi
dan ventilasi pasien- pasien tidak sadar untuk melindungi jalan
nafas dan mencegah cedera otak sekunder akibat hipoksia.
3) Resusitasi pasien dan cari tanda- tanda cedera lainnya,
khususnya jika pasien dalam keadaan syok. Cedera kepala
dapat di sertai dengan cedera tulang belakang servikal dan
leher harus di lindungi dengan cervical collar pada pasien-
pasien ini.
4) Obati masalah- masalah yang mengancam hidup (misalnya
ruptur limpa) dan stabilkan pasien sebelum dikirim ke unit
bedah saraf. Pastikan terdapat pengawasan medis yang adekuat
(ahli anestesi dan perawat) selama pengiriman (Susilo,2019).
Poltekkes Kemenkes
2
8. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat
trauma. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer berupa upaya pencegahan sebelum peristiwa
kecelakaan terjadi. Misalnya, berkendara dengan hati- hati,
memakai sabuk pengaman, memakai helm, dan lain-lain.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berupa upaya pencegahan saat peristiwa
terjadi yang dilakukan untuk meminimalkan beratnya cedera.
Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama ABC, yaitu:
1) Memberikan jalan nafas yang lapang (airway)
Gangguan oksigenasi otak dan jariangan vital dan lain
merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera. Pasien
dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami gangguan jalan nafas. Guna menghindari gangguan
tersebut penanganan masalah airway menjadi perioritas utama.
Beberapa kematian dalam kasus ini di sebabkan oleh kegagalan
mengenali masalah airway yang tersumbat oleh aspirasi isi
lambung atau kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas
tertutup lidah pasien sendiri.
2) Memberi nafas buatan (breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatan adalah membantu pernapasan. Keterlambatan
mengenali gangguan pernapasan dan membantu pernapasan
dapat menimbulkan kematian.
Poltekkes Kemenkes
2
9. Komplikasi
a. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak menunjukkan tinkat keparahan cedera. Tidak di
perlukan terapi khusus kecuali terjadi trauma campuran, tekanan
atau berhubungan dengan kehilangan LCS kronis.
b. Perdarahan intrakranial
1) Perdarahan ekstradural. Robekan pada arteri meningea media
atau hematoma di tengkorak dan dura. Sering kali terdapat
interval lucid sebelum terbukti tanda- tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) seperti penurunan nadi, peningkatan
tekanan darah, dilatasi pupil ipsilateral, paresis atau paralisis
kontralateral.
2) Perdarahan subdural akut. Robekan pada vena- vena di antara
araknoid dan durameter. Terdapat perburukan neurologis yang
progresif. Biasanya terjadi pada orang usia lanjut.
Poltekkes Kemenkes
2
Poltekkes Kemenkes
2
Poltekkes Kemenkes
2
Poltekkes Kemenkes
2
Poltekkes Kemenkes
2
Poltekkes Kemenkes
2
Gambar 2.3
Gambaran luka tekan berdasarkan stage (Airlangga University
Press, 2015).
Poltekkes Kemenkes
2
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
3
j) Pengkajian psikologis.
Biasanya pasien mengalami gangguan emosi terhadap
penyakit yang dideritanya, elirium, perubahan tingkah
laku atau kepribadian.
k) Pengkajian sosial
Mengkaji bagaimana hubungan pasien dengan orang
terdekat, kemampuan komunikasi pasien dengan orang
lain.
l) Nyeri/kenyamanan: biasanya pasien mengalami sakit
kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah.
5. Pemeriksaan Nervus cranial
a) N.I (Olfaktorius)
Adanya mengalami penurunan daya penciuman atau
tidak
b) N.II (Optikus)
Pada trauma frontalis memperlihatkan terjadi
penurunan penglihatan
c) N.III (okulomotorius), IV (trokhlearis), VI (abducens)
Menyebabkan penurunan lapang pandang, reflek cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak
dapat mengikuti perintah, anisokor.
d) N.V (trigeminus)
Apakah adanya gangguan mengunyah atau tidak
e) N.VII (Fasialis)
Mengalami gangguan lemahnya penutupan kelopakata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
f) N.VIII (Akustikus)
Pasien mengalami penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh.
g) N.IX (glosofaringeus), X (vagus), XI (assesorius)
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
3
Poltekkes Kemenkes
3
f) Gonda
Stimulus: penekukan (planta fleksi) maksimal jari kaki
keempat. Respon: seperti babinski.
g) Hoffman
Stimulus: goresan pada kuku jari tengah pasien.
Respon: ibu jari, di telunjuk dan jari- jari lainnya
berlefksi.
h) Tromner
Stimulus: colekan pada ujung jari tengah pasien.
Respon: seperti hoffman (Wijaya & Yessie, 2013).
2. Pemeriksan penunjang.
a. Foto rontgen
Foto rontgen tengkorak seringkali digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas
tulang lainnya. Pada cedera kepala terjadi fraktur pada
tenggkorak akibat tumbukan.
b. Computed tomogrhpy scan
Computed tomogrhpy scan (CT-scan) merupakan suatu teknik
diagnostic dengan menggunakan sinar sempit dari sinar-X untuk
memindai kepala dalam lapisan secara berurutan. Dengan
melakukan ini, kita bisa mengamati apakah terjadi lesi atau
infark terhadap otak. Pada cedera kepala dapat dilihat terjadinya
pendarahan dan fraktur yang nantinya akan berkibat infark.
c. Positron emission tomography
Positron emission tomography (PET) teknik pencitraan nuklir
berdasarakan computer yang dapat menghasilkan bayangan
fungsi organ secara aktual. PET memungkinkan pengukuran
aliran darah, komposisi jaringan, dan metabolisme otak. Pada
cedera kepala akan terlihat gangguan metabolisme otak akibat
kuranya suplai darah ke otak.
Poltekkes Kemenkes
3
d. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktifitas umum diotak
dengan meletakan elektroda-elektroda pada kulit kepala atau
dengan meletakan mikroelektroda pada jaringan otak. EEG
bermanfaat mendiagnosis gangguan kejang dan merupakan
prosedur scaning untuk koma. EEG juga dapat bertindak
sebagai indikator kematian otak , abses, bekuan darah dan
infeksi yang menyebabkan abnormalitas aliran listrik. Pada
pasien cedera kepela pemeriksaan elektroensifalografi akan
terlihatnya bekuan darah atau kematian otak tetapi hal seperti ini
memerlukan proses yang cukup lama pada cedera kepala.
e. Angiografi serebral
Pemeriksaan ini lebih bermanfaat untk menunjukan adanya
suatu hematoma atau pendarahan intra cranial. Pada cedera
kepala akan ditemukan pendarahan intrakranial atau
hematoma yang semakin melebar jika kurangnya penanganan.
f. Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi dapat dilakukan jika
dilakukan jika diduga terjadi pendarahan subaraknoid.
Pemeriksaan lumbal fungsi akan menunjukan pendarahan pada
intracranial dan jika terjadi trauma terbuka atau fraktur basis
krani dapat berakibat pada meningitis yang ditunjukan dengan
terjadinya infeksi pada selaput otak.
g. Kadar elektrolit untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai peningkatan intrakaranial. Pada cedera kepala kadar
elektrolit akan menurun karena terjadi pendarahan aktif dan
edema, selain itu kadar elektrolit bisa menjadi penanda
peningkatan intracranial.
h. Analisa gas darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostic untuk
menentukan status respirasi. Status yang dapat digambarkan
adah status oksigenasi dan status asam basa. Pada pemeriksaan
AGD dapat berakibat terjadinya hipoventilasi atau hiperventilasi
Poltekkes Kemenkes
3
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
(cedera kepala).
d. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera
kepala.
e. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan
edema otak.
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
j. Risiko luka tekan berhubungan dengan penurunan
mobilisasi. (SDKI, 2017).
Poltekkes Kemenkes
4
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes
4
Poltekkes Kemenkes
4
membaik. pernapasan
2. Status neurologis g. Monitor intake dan
a. Tingkat output cairan.
kesadaran h. Monitor cairan
meningkat serebro-spinalis.
b. Reaksi pupil i. Minimalkan
meningkat stimulus dengan
c. Status kognitif menyediakan
meningkat lingkungan yang
d. Kontrol motorik terang.
pusat j. Berikan posisi
meningkat. semi fowler.
e. Fungsi sensorik 2. Pemantauan
dan motorik neurologis
kranial a. Monitor ukuran,
meningkat. bentuk,
f. Fungsi sensorik kesimetrisan, dan
dan motorik raektifitas pupil.
spinal b. Monitor tingkat
meningkat. kesadaran
g. Hipertermi c. Monitor ingatan
menurun terakhir, rentang
h. Pucat menurun. perhatian, memori
i. Sindrom horner masa lalu, mood
menurun. dan perilaku
j. Pandangan d. Monitor tanda-
kabur menurun. tanda vital
e. Monitor reflek
kornea
f. Monitor kekuatan
pegangan
g. Monitor
kesimetrisan wajah
h. Monitor
karakteristik bicara,
kelancaran, kefihan,
atau kesulitan
mencari kata.
i. Monitor respons
babinski
j. Monitor respons
cushing
3. Edukasi program
pengobatan
a. Identifikasi
pengetahuan
tentang pengobatan
yang di
Poltekkes Kemenkes
4
rekomendasikan
b. Identifikasi
pengguanaan
pengobatan
tradisional dan
efek sampingnya
c. Fasilitasi informasi
tertlis atau gambar
untuk
meningkatkan
pemahaman
d. Berikan dukungan
untuk menjalani
proram pengobatan
e. Libatkan keluarga
untuk memberikan
dukungan pada
pasien selama
pengobatan
f. Jelaskan manfaat
dan efek
samping dari
pengobatan
g. Jelaskan strategi
mengelola efek
samping obat
h. Jealaskan
penyimpanan,
pengsian kembali
dan pemantauan
sisa obat
i. Informasikan
fasilitas kesehatan
yang dapat di
gunakan selama
pengobatan.
3. Nyeri akut b.d agen 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
pencedera fisik a. Keluhan nyeri a. Identifikasi lokasi,
(trauma) menurun karakteristik,
b. Meringis durasi, frekuensi,
Defenisi: menurun kualitas nyeri
Pengalaman sensorik c. Sikap protektif b. Identifikasi
atau emosional yang menurun skala nyeri
berkaitan dengan d. Gelisah c. Identifikasi faktor
kerusakan jaringan menurun yang memperberat
aktual atau fungsional, e. Kesulitan tidur dan memperingan
dengan onset menurun nyeri
mendadak atau lambat f. Mual dan d. Identifikasi respon
Poltekkes Kemenkes
4
Poltekkes Kemenkes
4
efektifitas
analgesik
Poltekkes Kemenkes
4
untuk
mengobtimalkan
respons pasien
h. Dokumentasikan
respons pasien
terhadap efek
analgesik dan
efek yang tidak
diinginkan
i. Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
j. Kolaborasi dalam
pemberian dosis
dan jenis
analgesik.
3. Edukasi teknik nafas
a. Identifikasi
kesiapan dan
kemampuan
menerima informasi
b. Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan
c. Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
d. Berikan
kesempatan untuk
bertanya
e. Jelaskan tujuan
dan manfaat teknik
nafas
f. Jelaskan prosedur
teknik nafas
g. Anjurkan
memposisikan
tubuh senyaman
mungkin
h. Anjurkan
menutup mata dan
berkonsentrasi
penuh
i. Ajarkan melakukan
inspirasi dengan
menghirup udara
secara perlahan
Poltekkes Kemenkes
4
j. Ajarkan melakukan
ekspirasi dengan
menghembuskan
udara mulut
mencucu secara
perlahan.
4. Risiko luka tekan 1. Integritas kulit 1. Pencegahan luka
berhubungan dengan dan jaringan. tekan.
penurunan mobilisasi. a. Nyeri menurun a. Periksa adanya
b. Perdarahan luka tekan
Defenisi: berisiko menurun sebelumnya
mengalami cedera c. Hematoma b. Monitor suhu
lokal pada kulit atau menurun kulit yang
jaringan, biasanya pada d. Pigmentasi tertekan
tonjolan tulang akibat abnormal c. Monitor status
tekanan atau gesekan. menurun kulit harian
e. Jaringan parut d. Monitor kulit di
menurun atas tonjolan
f. Nekrosis tulang atau titik
menurun tekan saat
g. Suhu kulit mengubah posisi
membaik e. Monitor sumber
h. Tekstur tekanan dan
membaik gesekan
i. Elastisitas f. Keringkan daerah
meningkat kulit yang lembab
j. Hidrasi akibat keringat,
meningkat cairan luka, dan
k. Perfusi jaringan inkontinensia
meningkat. fekal/urin
g. Ubah posisi
dengan hati- hati
setiap 1-2 jam.
h. Buat jadwal
perubahan posisi.
i. Jaga seprai tetap
kering, bersih dan
tidak ada lipatan/
kerutan.
j. Pastikan asupan
makanan yang
cukup terutama
protein, vit B,
vit C, zat besi
dan kalori.
2. Perawatan
integritas kulit.
a. Identifikasi
penyebab gangguan
Poltekkes Kemenkes
4
integritas kulit
b. Ubah posisi taip
2 jam jika tirah
baring
c. Lakukan
massage efflurage
dengan VCO.
(Jurnal Setiani,
2014 efektifitas
massage dengan
VCO terhadap
pencegahan luka
tekan di intensive
care unit).
d. Bersihkan perineal
dengan air hangat
e. Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada
kulit kering
f. Gunakan produk
berbahan ringan/
alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif
g. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada
kulit
kering.
(SLKI & SIKI, 2018)
4. Implementasi Keperawatan.
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2011).
5. Evaluasi
Evaluasi dari perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu di kaji ulang letak
kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan,
Poltekkes Kemenkes
4
Poltekkes Kemenkes
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
4 Poltekkes Kemenke
5
2. Observasi
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data di mana
peneliti mencatat informasi sebagaimana yang di saksikan selama
penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa- peristiwa itu bisa dengan
melihat, mendengar, merasakan, yang kemungkinan dicatat seobjektif
Poltekkes Kemenkes
5
3. Pengukuran
Pada penelitian ini, peneliti mengukur menggunakan alat ukur
pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran tanda-tanda vital,
pemeriksaat fisik head to toe dan pemeriksaan neurologis.
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah penggumpulan data yang sebagian besar
data dan fakta tersimpan dalam suatu bahan yang telah
didokumentasikan. Studi dokumentasi dilakukan pada surat, cacatan
harian, arsip, foto dan lain-lain. Melalui studi dokumentasi kita dapat
menggali kejadian yang terjadi dimasa lampau. Pada penelitian ini
peneliti melakukan studi kasus pada cacatan perkembangan, cacatan
status pasien, arsip, foto rontgen, dan hasil diagnostik lainnya.
Poltekkes Kemenkes
5
7. Analisis
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan cara
menganalisis semua temuan yang ditemukan pada semua tahapan
keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan
pada pasien cedera kepala. Data yang diperoleh melalui pengakajian,
Poltekkes Kemenkes
5
Poltekkes Kemenkes
BAB IV
B. Deskripsi Kasus
Penelitian yang dilakukan di IRNA Bedah tepatnya di HCU Bedah
melibatkan 1 orang partisipan yang memiliki diagnosa medis yaitu cedara
kepala Berat. Partisipan berjenis kelamin laki-laki dan hari rawatan
pertama. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 16 -25 Februari 2020.
1. Pengkajian keperawatan
Pasien barnama Tn.Z, berusia 13 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
lahir di Muara bangun, 12 – 12 - 2006, belum menikah, beragama
islam, pendidikan masih berada di bangku SD, dan alamat pasien
Muara bangun padang gelugur pasaman. Pasien dengan no MR:
01.07.xx.xx masuk rumah sakit dengan diagnosa medis CKB GCS 8 +
edema cerebri. Pasien masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 16 Februari 2020 pukul 04.40 WIB, rujukan
RSUD Pratama Pasaman dengan penurunan kesadaran. Pasien
mengalami kecelakaan tunggal 22.00 WIB, terdapat luka dikepala,
luka lecet pada tangan dan kaki, dengan TD: 141/ 75 mmHg, nadi 97
kali/menit, pernafasan 42 kali/ menit dan suhu 37˚c.
5 Poltekkes Kemenke
5
Poltekkes Kemenkes
5
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. Z maka
diagnosa keperawatan yang muncul adalah diagnosa 1: bersihan jalan
nafas berhubungan dengan sekret tertahan ditandai dengan bunyi nafas
ronki, produksi sputum berlebih, pola nafas abnormal, gelisah,
penurunan kesadaran, dispnea, diagnosa diagnosa 2:risiko perfusi
serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala ditandai
dengan tingkat kesadaran yang menurun, tekanan darah meningkat,
pernafasan ireguler, nadi meningkat dan terdapat luka di temporal
kanan, dianosa 3:gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi- Risiko perfusi serebral tidak efektif
berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan tingkat kesadaran
yang menurun, tekanan darah meningkat, pernafasan ireguler, nadi
meningkat perfusi ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2
meningkat, gelisa, pola nafas abnormal, terjadinya penurunan
kesadaran, diagnosa 4: hipertermi berhubungan dengan respon trauma
ditandai dengan suhu tubuh di atas nilai normal, nadi cepat, kulit
teraba hangat, 5: risiko luka tekan berhubungan dengan penurunan
imobilitas fisik ditandai dengan penurunan imobilitas fisik, suhu
meningkat, penurunan kesadaran, penekanan di atas tonjolan tulang.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada partisipan mengacu pada
SLKI dan SIKI. Intervensi yang disusun berdasarkan diagnosa pada
partisipan adalah sebagai berikut:
a. Diagnosa 1: bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret
tertahan. Rencana intervensi untuk diagnosa ini antara lain
manajemen jalan napas: monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas), monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering), monitor sputum (jumlah, warna,
aroma), pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
Poltekkes Kemenkes
5
Poltekkes Kemenkes
5
Poltekkes Kemenkes
5
4. Implementasi Keperawatan
Terdapat 5 diagnosa yang muncul pada partisipan, dilakukan
implementasi sesuai dengan intervensi keperawatan dan kondisi Tn. Z.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada partisipan adalah
sebagai berikut:
a. Diagnosa 1: bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret
tertahan. Implementasi yang dilakukan pada Tn. Z pada diagnosa
ini adalah memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman dan usaha
nafas), monitor adanya bunyi nafas tambahan (gurgling, ronki,
wheezing), monitor sputum (jumlah, banyak, warna), posisikan
pasien semi fowler dengan 30˚, melakukan suction, auskultasi
sebelum dan sesudah pengisapan sekret, menggunakan teknik
aseptik saat melakukan suction, melakukukan menghisapan lebih
dari 15 detik, monitor input uotput cairan.
Poltekkes Kemenkes
5
Poltekkes Kemenkes
6
5. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan implementasi yang dilakukan pada Tn. Z yang dilakukan
pada tanggang 16 Februari 2020 sampai 25 Februari 2020 evaluasi dari
kelima diagnosa yang muncul adalah:
a. Diagnosa 1: bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret
tertahan. Setelah dilakukan implementasi keperawatan didapatkan
evaluasi hari keenam yaitu, S: keluarga pasien mengatan sesak
nafas pasien sudah berkurang dan tidak ada air liur yang keluar jika
pasien di miringkan O: RR: 22 kali/ menit, tidak ada bunyi suara
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
6
C. Pembahasan
Setelah didapatkan data pasien dengan metode wawancara, observasi,
studi dokumentasi serta pemeriksaan pada satu orang partisipan melalu
pendekatan proses keperawatan pengkajian, menegakkan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka peneliti akan
membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kasus yang
ditemukan pada pasien cedera kepala, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan proses pengumpulan data yang sistematis
dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien (Nursalam, 2011).
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
6
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian dan observasi yang dilakukan peneliti
ditemukan beberapa masalah keperawatan pada Tn.Z yaitu:
a. Masalah pertama yang ditemukan pada Tn. Z adalah bersihan jalan
nafas b.d sekret tertahan d.d bunyi nafas ronki, produksi sputum
berlebih, pola nafas abnormal, gelisah dan penurunan kesadaran.
Dengan data subjektif keluarga mengatakan anaknya tampak sesak
nafas dan mengatakan sekret pasien keluar sendiri ketika pasien di
miringkan. Data objektif pasien tampak sesak nafas, adanya bunyi
suara nafas tambahan (ronki), produksi sputum berlebih, frekuensi
nafas 25x/ menit, pasien mengalami penurunan kesadaran dan
tampak gelisah.
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
6
Poltekkes Kemenkes
7
3. Intervensi keperawatan
a. Diagnosa 1: bersihan jalan nafas b.d sekret tertahan. Menurut
Persatuan Perawat Indonesia (2017), rencana keperawatan untuk
bersihan jalan nafas dengan tujuan, bersihan jalan nafas: klien
mampu batuk efektif, produksi sputum menurun, mengi, wheezing
menurun, dispnea menurun, sulit bicara bisa membaik, sianosis
menurun, gelisah menurun, frekuensi nafas membaik. Perukaran
gas: dispnea menurun, pusing menurun, gelisah menurun, Pco2
membaik, Po2 membaik, takikardia membaik, sianosis membaik,
pola nafas membaik, warna kulit membaik.
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap melakukan rencana
keperawatan yang telah dibuat. Adapun kegiatan yang ada dalam
tahap implementasi meliputi pengkajian ulang, mempengaruhi data
dasar, meninjau dan merivisi rencana asuhan keperawatan yang
direncanakan (Taqiyyah & Mohammad, 2013). Peneliti melakukan
implementasi keperawatan berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya. Implementasi keperawatan yang dilakukan
pada partisipan dimulai tanggal 16-25 Februari 2019.
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes
8
Poltekkes Kemenkes
8
Poltekkes Kemenkes
8
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan langakah terahir dalam proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada teori maupun
kasus dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan
kriteria hasil yang ingin dicapai. Dimana pada kasus peneliti
melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan
Selama sepuluh hari. Tahap evaluasi merupakan langkah terahir dalam
proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak (Taqiyyah &
Mohammad, 2013).
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan yaitu:
a. Kriteria hasil yang harus dicapai untuk diagnosa bersihan jalan
nafas b.d sekrte tertahan adalah bersihan jalan nafas: klien mampu
batuk efektif, produksi sputum menurun, mengi, wheezing
menurun, dispnea menurun, sulit bicara bisa membaik, sianosis
menurun, gelisah menurun, frekuensi nafas membaik. Perukaran
gas: dispnea menurun, pusing menurun, gelisah menurun, Pco2
membaik, Po2 membaik, takikardia membaik, sianosis membaik,
pola nafas membaik, warna kulit membaik.
Pada kasus Tn. Z pada hari keempat bunyi nafas tambahan ronki
sudah mulai berkurang. Pada hari keenam sudah tidak ada lagi
bunyi suara tambahan, pernafasan 22 x/ menit, sesak nafas sudah
Poltekkes Kemenkes
8
Pada kasus Tn. Z pada hari kedua GCS pasien menurun menjadi 5
dan pada hari kesepuluh pasien sadar sepenuhnya dengan GCS 15,
TD: 110/70 mmHg, nadi 80 x/ menit, suhu 36,5˚c, pernafasan 19x/
menit, CRT < 2 detikkriteria hasil yang diharapkan pada tingkat
kesadaran kognitif meningkat dan status neurologis tercapai dengan
baik, masalah belum teratasi dan intervensi disarankan untuk di
lanjutkan di rumah.
Poltekkes Kemenkes
8
Pada kasus Tn. Z, pada hari ketiga PCO2 meningkat 244 mmHg,
dan PCO2 menrun 34 mmHg. Pada hari keempat penggunaan
oksigen di ganti menjadi simple mask 7 L dan pada hari keenam
keadaan pasien sudah mulai membaik penggunaan oksigen diganti
menjadi nasal kanul 5 L pernafasan sudah mulai membaik 22x/
menit, tidak ada bunyi suara tambahan, PO2 95 mmHg, PCO2 38
mmHg, kriteris hasil yang diharapkan pada pertukaran gas sudah
tercapai dengan baik pada hari ketujuh pasien oksigen dengan
menggunakan nasal kanul 2 L dan pada hari kesembilan pasien
sudah bernafas dengan baik tanpa menggunakan oksigen, intervensi
dilanjutkan.
e. Kriteria hasil yang harus dicapai untuk diagnosa risiko luka tekan
b.d penurunan imobiltitas adalah integritas kulit dan jaringan: nyeri
menurun, pigmentasi abnormal menurun, jaringan parut menurun,
nekrosis menurun, suhu kulit membaik, tekstur membaik,
elastisitas meningkat, hidrasi meningkat, perfusi jaringan
meningkat.
Pada kasus Tn. Z pada hari kesepuluh pasien sudah sadar
sepenuhnya GCS 15, sudah bisa duduk walaupun masih tampak
lemah, suhu tubuh 36,5˚c, kulit terlihat bersih dan tidak ada
kemerahan pada daerah tonjolan tulang atau titik tekan, dengan
Poltekkes Kemenkes
8
Poltekkes Kemenkes
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
8 Poltekkes Kemenkes
8
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti memeberikan saran sebagai
berikut:
1. Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini menambah kemampuan dan pengalaman
peneliti dalam keperawatan medikal bedah terutama pada kasus cedera
kepala, serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti
tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala.
2. Bagi rumah sakit
a. Bagi pimpinan rumah sakit
Diharapkan melalui pimpinan RSUP dr. M Djamil Padang untuk
menjadikan intervensi perawatan kulit dengan menggunakan VCO
dalam bagian dari SOP ruangan yang membantu mengatasi
masalah risiko luka tekan pada pasien tirah baring, disetiap
melakukan asuhan keperawatan yang diberikan perawat di rumah
sakit kepada pasien.
b. Bagi perawat HCU bedah
Kepada perawat ruangan HCU Bedah RSUP dr. M Djamil Padang
diharapkan untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien, terutama
pada pasien dengan cedera kepala.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini, dapat menambah studi kepustakaan
dan menjadi masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa
Poltekkes Kemenkes Padang khususnya Jurusan Keperawatan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai data dasar dan pembanding pada penelitian
selanjutnya tentang cedera kepala.
Poltekkes Kemenkes
8
DAFTAR PUSTAKA
Jasa, Z. K, Jamal, F., & Hidayat, I. (2012). Luaran Pasien Cedera Kepala
Berat yang dilakukan Operasi Kraniotomi Evakuasi Hematoma
atau Kraniektomi Dekompresi di RSU Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Postoperative Outcome Of Patient with Severe Traumatic
Poltekkes Kemenkes
8
Priyono, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Otak Beat
Dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Ruang High Care
Unit RSUD Bangil Pasuruan.
Poltekkes Kemenkes
8
Poltekkes Kemenkes