Anda di halaman 1dari 92

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CEDERA KEPALA DI RUANG HCU BEDAH
RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

DWI AYU HUMAIRA


NIM : 153110246

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

i
POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CEDERA KEPALA DI RUANG HCU BEDAH
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan


Kemenkes Padang sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli
Madya Keperawatan

DWI AYU HUMAIRA


NIM : 153110246

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Cedera Kepala di
Ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018”.

Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti banyak mendapatkan


bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Ns. Sila Dewi Anggreni, S.Pd, M.Kep, Sp.KMB selaku pembimbing I
dan ibu Ns. Nova Yanti, M.Kep, Sp.Kep.MB selaku pembimbing II yang
telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, S.KM, M.Si selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
3. Bapak Dr. dr. H. Yurisman Yusuf, Sp. B, Sp. BA (K) MARS selaku
Direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang dan Staf Rumah Sakit yang telah
banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang peneliti lakukan.
4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
6. Bapak ibu dosen serta staf Prodi Keperawatan Padang Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan bekal
ilmu untuk bekal peneliti.

Poltekkes Kemenkes Padang


Peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Padang, 15 Mei 2018

Peneliti

Poltekkes Kemenkes Padang


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber

baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dwi Ayu Humaira

NIM 153110246

Tanda tangan:

Tanggal : 04 Juni 2018

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, Mei 2018
Dwi Ayu Humaira
“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cedera Kepala di Ruang HCU
Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2018”

Vii + 72 halaman, 8 tabel, 10 lampiran


ABSTRAK

Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan


muda usia 15-29 tahun yang diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas. Terhitung
sebanyak 405 orang pasien mengalami cedera kepala yang dirawat di RSUP. Dr.
M. Djamil Padang pada tahun 2016. Tujuan penelitian ini mendeksripsikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala di RSUP. Dr. M. Djamil
Padang tahun 2018. Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Penelitian ini dilakukan di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada
bulan September 2017 sampai Juni 2018. Populasi penelitian ini adalah pasien
cedera kepala yang terdiri dari 7 partisipan dengan sampel terdiri dari 2 partisipan
yang di ambil secara purposive sampling. Instrumen pengumpulan data yang
digunakan adalah format asuhan keperawatan medikal bedah. Analisis penelitian
dilakukan dengan menganalisa semua temuan dengan menggunakan konsep dan
teori keperawatan pada pasien dengan cedera kepala. Hasil penelitian didapatkan
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma
kepala, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret dijalan nafas, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
neurologis, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
suplay O2, hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dan kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik. Intervensi yang dilakukan
antara lain manajemen udem serebral, terapi oksigen, monitor peningkatan TIK,
monitor status neurologi, monitor TTV, pengisapan lendir pada jalan nafas,
manajemen jalan nafas dan manajemen demam. Masalah yang teratasi pada hari
kedua penelitian adalah hipertermi, sedangkan masalah lainnya teratasi sebagian
pada hari kelima. Disarankan melalui direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang
terutama kepala ruangan HCU Bedah agar lebih memantau perkembangan GCS
dan memonitor adanya peningkatan TIK.

Kata Kunci : Cedera Kepala, asuhan keperawatan


Daftar Pustaka : 33 (2007-2017)

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dwi Ayu Humaira

Tempat Tanggal Lahir : Bukittinggi, 25 Maret

1997 Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Alamat : Lambah Sianok Anam Suku, Kecamatan IV Koto,


Kabupaten Agam

Nama Orangtua

Ayah : Syafnel Munir

Ibu : Desvayanti

Riwayat Pendidikan

Tk Adzkia Bukittinggi Tahun lulus 2003


SDN 14 ATTS Bukittinggi Tahun lulus 2009
SMPN 4 Bukittinggi Tahun lulus 2012
SMAN 2 Bukittinggi Tahun lulus 2015
Poltekkes Kemenkes RI Padang Tahun lulus 2018

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
LEMBAR ORISINALITAS..........................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... vi
ABSTRAK.....................................................................................................vii
DAFTAR ISI..................................................................................................viii
DAFTAR BAGAN........................................................................................x
DAFTAR TABEL..........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang....................................................................................1
B. Rumusan masalah..............................................................................6
C. Tujuan penelitian...............................................................................6
D. Manfaat penelitian.............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kasus Cedera Kepala
1. Pengertian....................................................................................8
2. Etiologi.........................................................................................8
3. Klasifikasi....................................................................................9
4. Mekanisme...................................................................................14
5. Patofisiologi.................................................................................15
6. WOC............................................................................................18
7. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis...............................19
8. Komplikasi...................................................................................20
9. Penatalaksanaan...........................................................................23
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Cedera Kepala
1. Pengkajian....................................................................................27
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan..........................................32
3. Rencana keperawatan...................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian................................................................................38
B. Tempat dan waktu penelitian.............................................................38
C. Subjek penelitian................................................................................38
D. Alat dan instrumen pengumpulan data..............................................40
E. Teknik pengumpulan data..................................................................41
F. Analisis..............................................................................................42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deksripsi lokasi penelitian.................................................................43
B. Hasil
1. Pengkajian....................................................................................43
2. Diagnosa keperawatan.................................................................51

Poltekkes Kemenkes Padang


3. Intervensi keperawatan........................................................ 52
4. Implementasi keperawatan.................................................. 53
5. Evaluasi keperawatan.......................................................... 55
C. Pembahasan
1. Pengkajian............................................................................ 57
2. Diagnosa keperawatan.......................................................... 60
3. Intervensi keperawatan......................................................... 63
4. Implementasi keperawatan................................................... 66
5. Evaluasi keperawatan........................................................... 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 71
B. Saran........................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR BAGAN

Lampiran 1. WOC......................................................................................18

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale....................................................... 9

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan................................................... 33

Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan Pada Partisipan 1 dan 2........... 44

Tabel 4.2 Analisa Data Pada Partisipan 1 dan Partisipan 2............ 50

Tabel 4.3 Diagnosa Keperawatan Pada Partisipan 1 dan 2.............. 51

Tabel 4.4 Intervensi Keperawatan Pada Partisipan 1 dan 2............. 51

Tabel 4.5 Implementasi Keperawatan Pada Partisipan 1 dan 2........ 52

Tabel 4.6 Evaluasi Keperawatan Pada Partisipan 1 dan 2................ 55

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah


Lampiran 2 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 1
Lampiran 3 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 2
Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Awal RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 5 Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari RSUP. Dr. M. Djamil
Padang
Lampiran 7 Lembar Persetujuan (Informed Consent) Partisipan 1
Lampiran 8 Lembar Persetujuan (Informed Consent) Partsisipan 2
Lampiran 9 Format Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Partisipan 1
Lampiran 10 Format Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Partisipan 2

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi
tubuh, karena didalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti
pengendalian fisik, intelektual, emosional, sosial dan keterampilan.
Walaupun otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindung oleh
tulang yang kuat namun otak juga dapat mengalami kerusakan. Salah satu
penyebab dari kerusakan otak adalah cedera kepala yang dapat
mengakibatkan kerusakan struktur otak sehingga dapat mengganggu
fungsi otak (Tarwoto, 2013).

Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma, baik
trauma tajam maupun trauma tumpul (Batticaca, 2008). Cedera kepala
adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai pendarahan
interstisial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak yang
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan
aktivitas fisik, intelektual sosial dan pekerjaan yang disebabkan karena
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, dan trauma benda tumpul pada
kepala, dan olahraga (Paula, 2014).

Cedera kepala diklasifikasikan atas 2 yaitu cedera kepala primer dan


cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan cedera awal.
Cedera awal menyebabkan gangguan fisik, kimia, dan listrik dari sel di
area tersebut yang akan menyebabkan kematian sel. Cedera kepala
sekunder adalah cedera yang menyebabkan kerusakan pada otak lebih
lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan tekanan
intrakranial yang tidak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak,
termasuk edema serebral, perubahan biokimia, dan perubahan
hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik dan infeksi
lokal atau sistemik (Nurafif, 2015).

Poltekkes Kemenkes Padang


2

Pertimbangan yang paling penting pada kasus cedera kepala adalah apakah
otak telah atau tidak mengalami cedera. Jika terjadi cedera maka otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang
bermakna. Kerusakan otak bersifat irreversible (permanen dan tidak dapat
pulih). Sel otak yang mati diakibatkan karena aliran darah berhenti
mengalir hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat
mengalami regenerasi sehingga pasien dengan cedera kepala sangat
beresiko mengalami kecacatan bahkan kematian (Batticaca, 2008).

Safrizal (2013) dalam penelitiannya tentang Hubungan Nilai Oksigen


Delivery dengan Outcome Rawatan Pasien Cedera Kepala Sedang
menjelaskan bahwa gangguan perfusi serebral adalah penurunan sirkulasi
ke otak. Pada pasien cedera kepala penting menjaga PO2 dalam batas
normal yaitu 100 mmHg. Bahkan ada penulis yang memberikan nilai yang
lebih tinggi yaitu berkisar antara 140-160 mmHg. Apabila PO2 berada
dalam rentang yang rendah, maka akan menimbulkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ke otak yang diikuti
peningkatan laju aliran darah ke otak, dan mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial. Namun jika kadar PO2 teralalu tinggi, akan terjadi
vasokontriksi pembuluh darah.

Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) merupakan komplikasi utama dari


cedera kepala. Adanya peningkatan tekanan intrakranial disebabkan akibat
adanya ketidakseimbangan antara volume intrakranial dengan isi kranium,
meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral,
perubahan biokimia, iskemia serebral, hipotensi sistemik, perubahan
hemodinamika serebral dan infeksi lokal atau sistemik dan berakhir pada
kematian (Nurafif, 2015).

World Health Organization (2016) mengatakan bahwa cedera akibat


kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian dan

Poltekkes Kemenkes
3

kecacatan seumur hidup. Secara global, kecelakaan lalu lintas dilaporkan


sebagai penyebab utama kematian di kalangan muda berusia 15-29 tahun.
WHO melaporkan bahwa 1,25 juta orang meninggal setiap tahunnya
karena kecelakaaan lalu lintas dengan 20-50 juta orang menderita luka
atau cacat dan diperkirakan 50% mengalami cedera kepala dimana 90%
kecelakaan lalu lintas terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia
(WHO, 2016).

Di Indonesia pada tahun 2013 tercatat prevalensi cedera nasional 8,2%


dimana prevalensi tersebut meningkat dari tahun 2007 yaitu 7,5% menjadi
8,2% di tahun 2013. Dari prevalensi tersebut tercatat bahwa cedera yang
disebabkan karena kecelakaan transportasi darat sebanyak 47,7%. Angka
tersebut meningkat dari tahun 2007 yaitu 25,9% menjadi 47,7% di tahun
2013 .

Data RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa angka cedera akibat


kecelakaaan transportasi darat di Provinsi Sumatera Barat yaitu 54,9 %,
angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata angka nasional cedera akibat
kecelakaan transportasi darat yaitu 47,7%. Dari data tersebut tercatat
bahwa prevalensi cedera kepala yang disebabkan karena kecelakaan
transportasi darat di Kota Padang sekitar 6,8% (RISKESDAS,2013).

Berdasarkan data Rekam medik RSUP. Dr. M. Djamil Padang pasien yang
masuk dengan kasus cedera kepala pada tahun 2016 sebanyak 405 tetapi
tidak tercatat data tentang berat ringannya cedera. Data Rekam medik
RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2017 pasien yang masuk dengan
kasus cedera kepala di hitung dari bulan Januari sampai bulan Oktober
sebanyak 625 orang. Dari data rekam medik tersebut terdapat peningkatan
jumlah pasien yang masuk dengan kasus cedera kepala di RSUP. Dr. M.
Djamil Padang ( Rekam medik RSUP. Dr. M. Djamil Padang, 2017).

Poltekkes Kemenkes
Data yang di dapatkan di ruangan HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang dalam 3 bulan terakhir di tahun 2017 yaitu pada bulan September
sampai dengan November ada 65 orang pasien yang mengalami cedera
kepala. Data di bulan September 2017 di dapatkan 19 orang (29,2%)
penderita cedera kepala dengan penderita cedera kepala ringan 5 orang
(26,3%), cedera kepala sedang 8 orang (42,1%), cedera kepala berat 6
orang (31,6%), terdata ada 4 orang yang meninggal dunia. Data bulan
Oktober 26 orang (40%) dengan cedera kepala ringan 11 orang (42,3%),
cedera kepala sedang 10 orang (38,4%), cedera kepala berat 5 orang
(19,2%) tidak ada yang meninggal. Bulan November 20 orang (30,8%)
dengan cedera kepala ringan 5 orang (25%), cedera kepala sedang 8 orang
(40%), cedera kepala berat 7 orang (35%), tidak ada penderita cedera
kepala yang meninggal dunia (IRNA HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang, 2017).

Nasir (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Asuhan Keperawatan


Pada Ny.A dengan Cedera Kepala Sedang di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Sragen menjelaskan mengenai diagnosa yang di angkat pada pasien
cedera kepala. Ada 3 diagnosa yang diangkat dalam kasus cedera kepala
yaitu gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke serebral, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi dan nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke serebral menjadi prioritas pertama dalam penegakan diagnosa
pasien cedera kepala.

Sementara penelitian Solihin (2014) tentang Asuhan Keperawatan pada


Pasien Trauma Kepala di RSI Sakinah Mojokerto menjelaskan bahwa
diagnosa yang biasa terjadi pada pasien cedera kepala yaitu gangguan
perfusi jaringan serebral, nyeri kepala akut, gangguan pemenuhan ADL,
dan intoleransi aktivitas. Namun dalam jurnal Nasution (2014) yang
berjudul Mild Head Injury, intervensi yang dilakukan pada dasarnya

Poltekkes Kemenkes
memiliki tujuan untuk memantau sendini mungkin dan mencegah
terjadinya cedera kepala sekunder. Pada penderita cedera kepala
khususnya dengan cedera kepala berat survey primer sangatlah penting
untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah terjadinya
homeostasis otak.

Studi pendahuluan yang dilakukan di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M.


Djamil Padang pada tanggal 18 Desember 2017 ditemukan jumlah pasien
sebanyak 10 orang, dengan kasus cedera kepala sebanyak 1 orang . Tn K
dengan GCS 10 menderita cedera kepala sedang, dengan keadaan umum
lemah. Pasien terpasang oksigen nasal kanul 3 L/menit dengan frekuensi
pernafasan 26 x/menit, terpasang IVFD NaCl 0,9% dengan tetesan 20
tetes/menit, terpasang kateter, terpasang NGT, posisi kepala di ekstensikan
30o . Hasil observasi yang ditemukan pada survey awal diruangan,
didapatkan bahwa perawat sudah melakukan pengkajian sesuai dengan
format asuhan keperawatan, perawat sudah menegakkan diagnosa dan
menyusun intervensi serta telah melaksanakan implementasi dan evaluasi
keperawatan. Dalam pendokumentasian perawat membuatkan diagnosa
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Perawat sudah melakukan
intervensi berkaitan dengan ketidakefektifan perfusi jaringan sesuai
dengan NIC dan NOC namun belum semua dilakukan maksimal.

Dari hasil observasi peneliti didapatkan bahwa perawat sudah melakukan


pengukuran Vital Sign setiap jam dan didokumentasikan, namun
pemeriksaan GCS dan penilaian tingkat kesadaran tidak dilakukan setiap
jam.

Berdasarkan masalah yang ditemukan diatas maka peneliti telah


melakukan penelitian “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Cedera
Kepala di Ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018”.

Poltekkes Kemenkes
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M.
Djamil Padang tahun 2018?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendeksripsikan Asuhan Keperawatan pada pasien cedera kepala di
ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2018.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeksripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien cedera
kepala di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun
2018.
b. Mendeksripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien
cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang
tahun 2018.
c. Mendeksripsikan rencana tindakan keperawatan pada pasien cedera
kepala di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun
2018.
d. Mendeksripsikan pelaksanaan implementasi keperawatan pada
pasien cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang tahun 2018.
e. Mendeksripsikan evaluasi keperawatan pada pasien cedera kepala
di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian
1. Aplikatif
a. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dan masukan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan mutu
serta pelayanan dirumah sakit.

Poltekkes Kemenkes
b. Bagi peneliti
Penulisan ini dapat menambah kemampuan peneliti untuk
melakukan penelitian, menambah kemampuan dan pengalaman
serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan sumbangan ilmiah bagi mahasiswa dan institusi
pendidikan Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes
RI Padang tentang Asuhan keperawatan pada kasus cedera kepala.

2. Pengembangan Keilmuan
a. Bagi Mahasiwa
Agar dapat menjadi pembanding bagi mahasiswa dalam penelitian
selanjutnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera
Kepala di Ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun
2018.

Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Cedera Kepala


1. Pengertian
Cedera kepala adalah proses terjadinya trauma langsung pada kepala
yang mengakibatkan kerusakan pada tengkorak dan otak (Grace &
Neil ,2007). Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Hudak dan
Gallo, 2013).

Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan


utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi karena
kecelakaan lalu lintas (Librianty, 2015). Cedera kepala adalah trauma
yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang
menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, tingkah laku dan emosional (Widagdo dkk,
2008). Trauma kepala atau cedera kepala adalah gangguan fungsi
normal otak yang disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma
tajam (Baticaca, 2008).

2. Etiologi
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi konsutio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan masa lesi, pergeseran otak atau hernia (Wijaya &
Yessie, 2013).

b. Trauma oleh benda tumpul


Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi) : kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4

8
Poltekkes Kemenkes
9

bentuk, yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan


otak menyebar, hemoragi kecil multiple, pada koma otak terjadi karena
cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-
duanya (Wijaya & Yessie, 2013).

c. Coup dan Contracoup


Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan
sedangkan pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan cedera coup (Paula, 2014).

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan skala GCS (Glasgow Coma Scale), cedera kepala di
klasifikasikan sebagai berikut :
1) Cedera kepala ringan (CKR), pada cedera kepala ringan tidak
ada fraktur tengkorak, tidak ada konsutio serebri, hematom,
GCS 13-15 dan dapat terjadi kehilangan kesadaran < 30 menit.
2) Cedera kepala sedang (CKS), pada cedera kepala sedang terjadi
kehilangan kesadaran (amesia > 30 menit dan < 24 jam,
muntah, GCS 9-12, dapat mengalami fraktur tengkorak
disorientasi ringan (bingung).
3) Cedera kepala berat (CKB),pada cedera kepala berat terjadi
kehilangan kesadaran > 24 jam, GCS 3-8, adanya konsutio
serebri, laserasi/ hematoma intrakranial (Wijaya & Yessie,
2013).

Tingkat GCS di ukur dengan skala koma glasgow sebagai berikut :

Tabel 2.1
Glasgow Coma Scale
Dewasa Respon Bayi dan anak
Mata (Eye)
Spontan 4 Spontan
Dengan perintah verbal 3 Dengan suara
Dengan rangsangan nyeri 2 Dengan rangsangan
nyeri
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon

Poltekkes Kemenkes
10

Respon Verbal
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi
terhadap objek
Pembicaraan kacau 4 Menangis tetapi
dapat ditenangkan
Pembicaraan kata-kata 3 Menangis dan
kacau tidak dapat
ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan
agitatif
Tidak memberi respons 1 Tidak memberi
respon
Respon Motorik
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsangan 5 Melokalisir
nyeri rangsangan nyeri
Menjauhi rangsangan 4 Menjauhi
nyeri rangsangan nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak memberi respons 1 Tidak memberi
respons

Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5

Compos
Kondisi Apatis somnolent Stupor koma
mentis
(Sumber : Satyanegara, 2010)

b. Menurut jenis cedera


1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang
tengkorak dan jaringan otak.
2) Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger
otak ringan dan edema serebral yang luas (Nurarif, 2015).

c. Menurut tipe cedera kepala


Tipe dari cedera kepala dapat meliputi :
1) Fraktur tengkorak
Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan sel
saraf dari otak, merobek durameter yang mengakibatkan
merembesnya cairan serebrospinal, dimana dapat membuka

Poltekkes Kemenkes
suatu jalan untuk terjadinya infeksi intrakranial. Adapun
macam-macam dari fraktur tengkorak adalah :
a) Linear fraktur, adalah retak biasa pada hubungan tulang
dan tidak merubah hubungan kedua fragmen
b) Comminuted fraktur, adalah patah tulang dengan multiple
fragmen dengan fraktur yang multilinear
c) Depresses fraktur, fragmen tulang melekuk ke dalam
d) Coumpound fraktur, fraktur tengkorak yang meliputi
laserasi dari kulit kepala, membran mukosa, sinus
paranasal, mata dan telinga atau membran timpani
e) Fraktur dasar tengkorak, fraktur yang terjadi pada dasar
tengkorak, khususnya pada fossa anterior dan tengah.
Fraktur dapat dalam bentuk salah satu : linear, comminuted
atau depressed (Widagdo dkk, 2008).

2) Cedera serebral
Cedera serebral dapat meliputi :
a) Komosio serebri. Adalah suatu kerusakan sementara fungsi
neurologi yang disebabkan oleh benturan pada kepala.
Biasanya tidak merusak struktur tetapi menyebabkan
hilangnya ingatan sebelum dan sesudah cedera, lesu, mual
dan muntah. Biasanya dapat kembali pada fungsi yang
normal. Setelah komosio akan timbul sindroma berupa sakit
kepala, pusing, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
beberapa minggu setelah kejadian.
b) Konsutio serebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan
dari struktur permukaan otak yang mengakibatkan
perdarahan dan kematian jaringan dengan/ tanpa edema.
Konsutio dapat berupa coup atau contracoup injury. Dapat
terjadi defisit neurologi serius. Gejala-gejala tergantung
pada luasnya kerusakan.

Poltekkes Kemenkes
c) Hematoma epidural. Adalah perdarahan yang menuju
keruang antara tengkorak dan durameter. Kondisi ini terjadi
karena laserasi dari arteri meningea media. Gambaran
klinik yang terlihat berupa : hilangnya kesadaran dengan
diikuti periode flaccid, tingkat kesadaran dengan cepat
menurun menuju kombusion sampai dengan koma. Jika
tidak ditangani akan menyebabkan kematian
d) Hematoma subdural. Adalah perdarahan arteri atau vena
durameter dan arachnoid. Hematoma subdural akut dapat
timbul dalam waktu 48 jam, dengan gejala-gejala berupa
sakit kepala, mengantuk, agitasi, bingung dan dilatasi dan
fiksasi pupil ipsilateral. Untuk hematoma subakut subdural
gejala-gejalanya sama dengan yang akut, tetapi
berkembang lebih lambat yaitu sampai 2 minggu.
Hematoma subdural kronik akibat trauma kecil dapat
berkembang lebih lama lagi.
e) Hematoma intracerebral. Adalah perdahan yang menuju
kejaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera langsung
dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal. Gejala-
gejalanya meliputi : sakit kepala, menurunnya kesadaran,
hemiplagia kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral.
f) Hematoma subarachnoid. Hematoma yang terjadi akibat
trauma, meskipun pembentukan hematoma jarang. Tanda
dan gejala-gejalanya meliputi : kaku kuduk, sakit kepala,
menurunnya tingkat kesadaran, hemiparesis dan ipsilateral
dilatasi pupil (Widagdo dkk, 2008).

d. Menurut patofisiologi
1) Cedera kepala primer, yaitu cedera yang terjadi sebagai akibat
langsung pada mekanisme dinamik (akelarasi – deselarasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera

Poltekkes Kemenkes
kepala primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak
dan laserasi.
2) Cedera kepala sekunder, yaitu cedera kepala yang dapat
menimbulkan gejala seperti hipotensi sistemik, hipoksia,
hiperkapnea, udem otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya (Musliha, 2010).

e. Berdasarkan perdarahannya terdiri atas :


1) Perdarahan Epidural Hematom (EDH)
Epidural hematom adalah hematom yang terletak antara
durameter dan tulang, sumber perdarahan adalah karena
robeknya arteri meningica media, vena diplocia, vena
emmisaria, sinus venosus duralis. Secara klinis terjadi
penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi yaitu adanya
ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan
kanan tubuh yang dapat berupa hemiparese / plegi, pupil
anisokor, reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi
menunjukkan lokasi dari EDH.
2) Perdarahan Subdural Hematom (SDH)
Hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah
lapisan durameter dengan sumber perdarahan berasal dari
Bridging Vein, A/V cortical, sinus venosus duralis.
Berdasarkan waktu terjadiya perdarahan, subdural hematom
dibagi menjadi 3 meliputi, subdural hematom akut terjadi
kurang dari 3 hari kejadian, subdural hematom subakut terjadi
3 hari – 3 minggu, subdural hematom kronis jika perdarahan
terjadi lebih dari 3 minggu. Subdural hematom akut ditandai
dengan penurunan kesadaran dan lateralisasi berupa
hemiparese / plegi.

Poltekkes Kemenkes
3) Perdarahan Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral hematom adalah perdarahan yang
terjadi pada jaringan otak karena robeknya pembuluh darah
dalam jaringan otak.
4) Perdarahan Subarachnoid Hematom (SAH)
Perdarahan subarachnoid hematom merupakan perdarahan
fokal di daerah subarachnoid. Gejala klinisnya menyerupai
kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi
perdarahan di antara neuron otak yang relatif normal (Padila,
2012).

4. Mekanisme
Cedera kepala disebabkan karena adanya daya atau kekuatan yang
mendadak di kepala. Ada 3 mekanisme yang sangat berpengaruh pada
trauma kepala yaitu :
a. Akselarasi
Akselarasi merupakan mekanisme cedera yang terjadi apabila
benda yang bergerak membentur kepala yang diam, contohnya
orang yang diam kemudian dilempar baru atau dipukul.
b. Deselerasi
Deselarasi merupakan mekanisme cedera yang terjadi apabila
kepala yang bergerak membentur benda yang diam, contohnya
pada saat kepala terbentur.
c. Deformitas
Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh
yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala,
kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak. Pada
deselerasi kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga menambah
kerusakan. Mekanisme cedera kepala menyebabkan kerusakan
pada daerah dekat benturan dan kerusakan pada daerah yang
berlawanan dengan benturan (Tarwoto, 2013).

Poltekkes Kemenkes
Pada saat suatu objek bergerak membentur kepala dengan cukup kuat,
dapat mengakibatkan fraktur tengkorak. Fraktur tersebut dapat atau
tidak dapat menekan jaringan otak. Konsutio adalah cedera kepala
ringan atau sedang sampai dengan berat, dimana terjadi edema dan
perdarahan. Coup adalah perdarahan dan edema langsung dibawah
tempat trauma sebagai akibat dari percepatan. Contracoup adalah
adanya dua letak luka yang berlawanan dari letak trauma, disebabkan
oleh percepatan- perlambatan atau trauma perputaran (Widagdo dkk,
2008).

5. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan adanya gangguan atau
kerusakan struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan
pembuluh darah, perdarahan, edema dan biokimia otak misalnya
penurunan adenosin tripospat dalam mitokondria, perubahan
permeabilitas vaskuler (Tarwoto, 2013).

Patofisiologi cedera kepala digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera


kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer
adalah cedera yang terjadi saat bersamaan dengan kejadian cedera.
Cedera ini umumnya menimbulkan kerusakan pada tengkorak, otak,
pembuluh darah dan struktur pendukungnya (Shawnna,1998 dalam
Tarwoto, 2013).

Cedera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer.


Pada cedera kepala sekunder terjadi hipoksia, hipotensi, asidosis,
penurunan suplay oksigen ke otak. Keadaan ini akan menimbulkan
edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai
dengan penurunan kesadaran, muntah proyektil, papila edema, dan
nyeri kepala. Peningkatan tekanan intrakranial harus segera ditangani
karena dapat menimbulkan gangguan perfusi otak dan herniasi.
Herniasi batang otak diakibatkan dari peningkatan tekanan intrakranial
yang berlebihan, bila tekanan bertambah di dalam ruang kranial dan

Poltekkes Kemenkes
penekanan jaringan otak ke arah batang otak. Tingginya tekanan ke
batang otak menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan
menyebabkan anoksia otak yang tidak dapat pulih dan mati otak
(LeJeune, 2002 dalam Tarwoto 2013).

Prinsip penatalaksanaan peningkatan TIK adalah dengan mengontrol


cerebral blood flow (CBF) untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
glukosa otak. Keadaan CBF ditentukan oleh berbagai faktor seperti
tekanan darah sistemik, cerebral metabolic rate dan PaCO 2 . CBF yang
adekuat akan berpengaruh terhadap tekanan perfusi otak sehingga
kebutuhan metabolisme otak terjaga.

Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada epidural


hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum
tengkorak dengan durameter, subdural hematom diakibatkan
berkumpulnya darah pada ruang antara duremeter dengan
subarachnoid dan intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah
pada jaringan serebral.

Edema jaringan otak menyebabkan herniasi dan penekanan batang


otak. Akibatnya dampak dari cedera kepala menurut Bararah & Jauhar,
(2013) adalah :
a. Kardiovaskular
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup
aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan
edema paru. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini
menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan
atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium
kiri adalah terjadinya edema paru.

Poltekkes Kemenkes
b. Pernapasan
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokontriksi paru
atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi.
Konsentrasi O2 dan CO2 mempengaruhi aliran darah. Bila PO2
rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi.
Penurunan PCO2 akan terjadi alkalosis yang menyebabkan
vasokontriksi dan penurunan cerebral blood fluid (CBF).
c. Metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma
tubuh lainnya yaitu kecendrungan retensi natrium dan air, dan
hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan
karena adanya stimulus terhadap hipotalamus yang menyebabkan
pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
d. gastrointestinal
trauma kepala mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah
trauma kepala (3hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang
aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang
lambung menjadi hiperasiditas.
e. Psikologis
Setelah dampak mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada
pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa
yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien.
Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan
kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi
psikososial pasien dan keluarga.

Kematian pada cedera kepala banyak disebabkan karena hipotensi


gangguan pada autoregulasi. Ketika autoregulasi terjadi kerusakan
menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral akan berakhir pada iskemia
jaringan otak, karena otak sangar sensitif terhadap oksigen dan glukosa
(Tarwoto,2013).

Poltekkes Kemenkes
Tembakan, benda tajam Kekerasan, kecelakaan, trauma persalinan

Trauma tajam Cedera Kepala Trauma tumpul

Ekstra kranial Jalan masuk kuman Tulang kranial Jaringan otak rusak ( laserasi, herniasi ) Intrakranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot Tekanan jaringan otak meningkat Penekanan pada batang otak, medula oblongata,
Fraktur tulang
dan vaskuler Resiko Infeksi hipotalamus

Perdarahan, hematoma, kerusakan jaringan


Terputusnya Ruptur pembuluh darah vena
Robeknya arteri Pusat pernafasan Pusat kerja jantung terganggu
kontinuitas tulang dalam serebral
meningea media terganggu
Perubahan sirkulasi Ggn neurologis
Nyeri kepala Hematoma subdural Perubahan irama jantung
Hematoma epidural · Epilepsi Nafas pasif
CSS Peningkatan

Nyeri Akut · Apasia Henti jantung


TIK Produksi sputum

Penurunan
Kompensasi tubuh, curah
vasokontriksi Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus temporalis Lobus ocipitalis Perubahan sirkulasi CSS jantung
Jalan nafas terganggu
Gangguan autoregulasi
· Ggn memori · Ggn perabaan · Ggn pendengaran · Ggn penglihatan Gangguan autoregulasi
· Ggn berpikir · Ggn bahasa · Ggn lap.pandang Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
· Ggn sensori
· Ggn bicara · Ggn komunikasi · Ggn pandangan ganda
Hipoksia, hipoksemia Hipoksia, Hipoksemia
· Ggn motorik
· Ggn menelan
iskemik Hambatan Gangguan Iskemik Ketidakefektifan pola nafas
komunikasi persepsi
verbal sensori
Ketidakefektifan Herniasi serebral
perfusi jaringan
serebral
Kelemahan Ketidakefektifan
otot Muntah proyrktil perfusi jaringan
Kekurangan Volume cairan serebral
Nafsu makan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tanda-tanda vital menurun
hemiparise
meningkat
Imobilitas fisik
Resiko dekubitus
Hambatan
Penurunan kesadaran Padila (2012); Bararah & Jauhar (2013),; Wijaya & Yessie (2013)
mobilitas
fisik
Poltekkes Kemenkes Padang
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Manifestasi klinis cedera kepala yaitu sebagai berikut :
a. Komosio serebri, muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cedera,
mudah marah, hilang energi, pusing dan mata berkunang-kunang,
orientasi terhadap waktu, tempat dan orang, tidak ada defisit
neurologis, tidak ada ketidaknormalan pupil, ingatan sementara
hilang, scalp tenderness.
b. Konsutio serebri, perubahan tingkat kesadaran, lemah dan paralisis
tungkai, kesulitan bicara, hilangnya ingatan sebelum dan pada saat
trauma, sakit kepala, leher kaku, perubahan dalam penglihatan,
tidak berespon baik rangsang verbal dan nyeri, demam diatas 37O
C, peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi, berkeringat
banyak, perubahan pupil (konstriksi, midpoint, tidak berespon
terhadap rangsangan cahaya), muntah, otorrhea, tanda Battle’s
(ecchymosis pada daerah frontal), flaccid paralisis atau paresis
bilateral, kelumpuhan saraf kranial, glasglow coma scale (GCS)
dibawah 7, hemiparesis/paralisis, posisi dekortikasi, rhinorrhea,
aktifitas kejang, doll’s eyes.
c. Hematoma epidural, luka benturan/ penetrasi pada lobus temporal,
sinus dura atau dasar tengkorak, hilangnya kesadaran dalam waktu
singkat mengikuti beberapa menit sampai beberapa jam periode
flasia, kemudian secara progresif turun kesadarannya, gangguan
penglihatan, sakit kepala, lemah atau paralisis pada salah satu sisi,
perasaan mengantuk, ataksia, leher kaku yang menunjukkan
adanya hematoma epidural fossa posterior, tanda-tanda pupil :
dilatasi, tidak reaktifnya pupil dengan ptosis dari kelopak mata
pada sisi yang sama dengan hematoma, tekanan darah meningkat,
denyut nadi menurun dengan aritmia, pernafasan menurun dengan
pola yang tidak teratur, kontralateral hemiparesis/ paralisis,
kontralateral aktifitas kejang jacsonian, tanda brudzinki’s positif
(dengan hematoma fossa posterior).

Poltekkes Kemenkes
d. Hematoma subdural, untuk akut/subakut: berubah-ubah hilang
kesadaran, sakit kepala, otot wajah melemah, melemahnya tungkai
pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan, kontralateral
hemiparesis/paralisis, tanda-tanda babinsky positif, tanda-tanda
pupil : dilatasi, pupil tidak bereaksi pada sisi lesi, paresis otot-otot
ekstraokular, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
hiperaktif reflek tendon. Untuk kronik : gangguan mental, sakit
kepala hilang timbul pada salah satu tungkai pada sisi tubuh,
meningkat gangguan penglihatan, penurunan tingkat kesadaran
yang hilang timbul, gangguan fungsi mental, perubahan pola tidur,
demam ringan, peningkatan tekanan intrakranial (Widagdo dkk,
2008).

Menurut Bararah & Jauhar (2013) tanda dan gejala cedera kepala
adalah sebagai berikut :

a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis di belakang telingan di atas


os mastoid)
b. Hemotipanum (pendarahan di daerah membran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga)

7. Komplikasi
a. Epilepsi pasca trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan
dikepala. Kejang bisa terjadi beberapa tahun setelah terjadinya
cedera. Sekitar 10% kejang terjadi pada penderita yang mengalami
cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus dan sekitar 40%
kejang terjadi pada penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Poltekkes Kemenkes
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan berbahasa karena benturan
atau cedera pada lobus temporalis sebelah kiri dan lobus frontalis
disebelahnya. Penderita tidak mampu mengekspresikan kata-kata.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kerusakan ini
terjadi pada lobus parietalis atau lobus frontalis.
d. Agnosis
Agnosis adalah dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak bisa menghubungkan peran atau fungsi
normal dari benda tersebut. Penderita tidak bisa mengenali wajah-
wajah yang dulu dikenalnya atau benda-benda umum seperti
sendok, pensil, dll meskipun mereka dapat melihat dan
merasakannya. Kerusakan ini terjadi pada lobus parietalis dan
temporalis, dimana daerah tersebut sebagai pusat ingatan.
e. Amnesia
Amnesia adalah ketidakmampuan mengingat semua kejadian yang
baru saja atau telah lama terjadi. Cedera yang menyebabkan
hilangnya ingatan sebelum terjadi kecelakaan (amnesi retrograd)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah kecelakaan (amnesi pasca
trauma). Amnesia berlangsung beberapa saat dan tergantung juga
sesuai dengan berat ringannya cedera, pada cedera otak yang hebat
amnesia bisa bersifat menetap. Mekanisme otak untuk menerima
informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama
terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus
temporalis.
f. Fistel karotis-kavernous
Ditandai oleh trias gejala : eksofltalmus, kemosis, dan bruit orbita,
dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

Poltekkes Kemenkes
g. Diabetes insipindus
Disebabkan kerusakan traumatik pada hipofisi, yang menyebabkan
penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengeksresikan
sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan
deplesi volum.
h. Kejang pasca trauma
Kejang dapat terjadi segera dalam waktu 24 jam pertama, minggu
pertama atau lanjut setelah satu minggu. Kejang segera tidak
merupakan pencetus untuk terjadinya kejang lanjut. Kejang dini
menunjukkan resiko meningkatnya untuk kejang lanjut.
i. Kebocoran cairan serebrospinal
Kebocoran cairan serebrospinal disebabkan karena kerusakan pada
leptomeningen dan terjadi pada 2-6% penderita cedera kepala
tertutup. Pada 85% kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi
kepala setelah beberapa hari.
j. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral dan herniasi adalah penyebab umum dari
peningkatan TIK. Puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera.
Perubahan TD, frekuensi, nadi, pernapasan tidak teratur merupakan
gejala dari peningkatan TIK. Penekanan di kranium di kompensasi
oleh tertekannya venosus dan cairan otak bergeser. Peningkatan
terus menerus akan menyebabkan aliran darah ke otak menurun
dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak.
Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan menimbulkan
herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak bawah / lateral
dan menekan di enchepalon dan batang otak, menekan pusat
vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor, jalur saraf
corticospinal, serabut RES.
k. Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis : perubahan tingkat
kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektil yang
merupakan tanda dari peningkatan TIK.

Poltekkes Kemenkes
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan cedera kepala menurut Smeltzer (2017). Pada cedera
kepala individu diasumsikan mengalami cedera medula supervikal
sampai terbukti demikian. Dari tempat kecelakaan, pasien dipindahkan
dengan papan dimana kepala dan leher dipertahankan sejajar. Traksi
ringan harus dipertahankan pada kepala, dan kolar servikal dipasang
dan dipertahankan sampai sinar-X medula servikal didapatkan dan
diketahui tidak ada cedera medula spinalis.

Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostasis otak dan


mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi
jaringan serebral adekuat. Hemoragie terkontrol, hipovolemia
diperbaiki, dan nilai gas darah dipertahankan pada nilai yang
diinginkan (Smeltzer, 2017).

Penatalaksanaan pendukung lainnya menurut Smeltzer (2017),


tindakan yang mencakup dukungan ventilasi, pencegahan kejang, dan
pemeliharaan cairan elektrolit dan keseimbangan nutrisi. Pasien cedera
kepala hebat yang koma diintubasi dan diventilasi mekanis untuk
mengontrol dan melindungi jalan nafas. Hiperventilasi terkontrol juga
mencakup hipokapnia, yang mencegah vasodilatasi, menurunkan aliran
darah serebral dan kemudian menurunkan TIK.

Penatalaksanaan terhadap peningkatan tekanan intrakranial menurut


Smeltzer (2017), pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi
penumpukan daerah yang cepat, terjadi peningkatan TIK dan
memerlukan tindakan segera :
a. Oksigenasi adekuat jika terjadi peningkatan TIK
b. Pemberian manitol yang mengurangi edema serebral dengan
dehidrasi osmotik
c. Hiperventilasi

Poltekkes Kemenkes
d. Penggunaan steroid
e. Peningkatan kepala tempat tidur
f. Bedah neuro

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada cedera kepala


menurut (Baticaca, 2008) adalah sebagai berikut :

a. Angkat leher dengan papan datar untuk mempertahankan posisi


kepala dan leher sejajar
b. Traksi ringan pada kepala
c. Kolar servikal
d. Terapi untuk mempertahankan homeostatis otak dan mencegah
kerusakan otak sekunder seperti stabilitas sistem kardiovaskuler
dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi jaringan
serebral yang adekuat. Kontrol perdarahan, perbaiki hipovolemi,
dan evaluasi gas darah arteri.
e. Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melakukan
pemantauan TIK. Bila terjadi peningkatan TIK, pertahankan
oksigenasi yang adekuat, pemberian manitol untuk mengurangi
edema kepala dengan dehidrasi osmotik, hiperventilasi,
penggunaan steroid, meninggikan posisi kepala di tempat tidur,
kolaborasi bedah neuro untuk mengangkat bekuan darah, dan
jahitan terhadap laserasi di kepala. Pasang alat pemantau TIK
selama pembedahan atau dengan teknik aseptik di tempat tidur.
Rawat klien di ICU.
f. Tindakan perawatan pendukung yang lainnya, yaitu pemantauan
ventilasi dan pencegahan kejang serta pemantauan cairan,
elektrolit, dan keseimbangan nutrisi. Lakukan intubasi dan ventilasi
mekanik (ventilator) bila klien koma berat untuk mengontrol jalan
napas. Hiperventilasi terkontrol mencakup hipokapnia, pencegahan
vasodilatasi, penurunan volume darah serebral, dan penurunan
TIK. Pemberian terapi antikonvulsan untuk mencegah kejang
setelah trauma kepala yang menyebabkan kerusakan otak sekunder
karena

Poltekkes Kemenkes
hipoksia (seperti klorpomazin tanpa tingkat kesadaran). Pasang
NGT bila terjadi penurunan motilitas lambung dan peristaltik
terbalik akibat cedera kepala.

Satyanegara (2010) membagi penatalaksanaan cedera kepala


berdasarkan derajat cedera kepala :

a. Cedera kepala ringan


Penatalaksanaan pada cedera kepala meliputi anamnesa yang
berkaitan dengan jenis dan waktu kecelakaan, penurunan
kesadaran, dan keluahan yang berkaitan dengan peningkatan
tekanan TIK seperti nyeri kepala, pusing, dan muntah. Dilakukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya gangguan sistemik
lainnya dan mengetahui adanya gangguan neurologis. Dilakukan
pemeriksaan radiologis berupa foto polos kepala yang berguna
untuk mengetahui adanya fraktur tengkorak, posisi kelenjar pineal
dan lainnya. Sedangkan pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
semua kasus cedera kepala.
b. Cedera kepala sedang
Penatalaksanaan pertama yaitu anamnesa sama seperti cedera
kepala ringan, dan pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak,
dan juga mencakup pemeriksaan CT Scan. Dilakukan pemeriksaan
neurologis setiap setengah jam sekali.
c. Cedera kepala berat
Penatalaksanaan pada cedera kepala berat harus segera cepat
dilakukan dengan mencakup tujuh tahap yaitu :
1) Lakukan primary survey ABC (airway, breathing, circulation)
dan kontrol terjadinya peningkatan TIK
2) Lakukan pemeriksaan umum untuk mengetahui adanya cedera
lain atau gangguan dibagian tubuh lainnya
3) Lakukan pemeriksaan neurologis yang meliputi pemeriksaan
GCS, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek
okuloventibuler.

Poltekkes Kemenkes
4) Lakukan penanganan cedera dibagian lainnya
5) Pemberian pengobatan seperti : antiedema serebri, antikejang,
dan natrium bikarbonat
6) Lakukan pemeriksaan diagnostik seperti CT Scan kepala,
angiografi serebral dan lainnya.

Poltekkes Kemenkes
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Cedera Kepala
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik secara subjektif maupun objektif pada
kasus cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis cedera dan
adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Data yang perlu didapat adalah sebagai berikut:
a. Identitas pasien dan keluarga yang terdiri dari : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan
darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab
(Rendi & Margareth, 2012).

b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran serta adanya
perdarahan akibat kecelakaan, benturan, atau karena trauma tumpul
maupun trauma benda tajam.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya ditemukan adanya trauma kepala yang terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung
ke kepala dan pada tingkat kesadaran terjadi penurunan kesadaran,
tidak responsif bahkan koma. Dan data yang di dapatkan seperti
konvulsi, muntah proyrktil, takipnea, sakit kepala, wajah simetris
bahkan tidak simetris, lemah, luka di bagian kepala, paralilis
adanya akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor
dari hidung dan telinga, serta kejang.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya ditemukan data adanya riwayat trauma kepala
sebelumnya seperti trauma benda tajam atau benda tumpul,
penggunaaan obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan
(Muttaqin, 2008).

Poltekkes Kemenkes
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ditemukan data cedera kepala tidak dipengaruhi oleh
riwayat penyakit keluarga, namun perlu dikaji adanya anggota
keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, jantung
koroner dan lain sebagainya (Muttaqin, 2008).

f. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik pada seseorang yang mengalami cedera kepala
sedang sampai berat meliputi :
a) Keadaan Umum
Biasanya terjadi penurunan kesadaran bahkan koma.
b) Tingkat kesadaran
Kemungkinan hasil dari pengukuran GCS pada pasien
cedera kepala sedang ditemukan nilai GCS 9-12 dengan
kesadaran delirium sampai dengan somnolen, pada pasien
dengan cedera kepala berat ditemukan nilai GCS 3-8
dengan kesadaran stupor bahkan coma (Wijaya & Yessie,
2013).
c) Tanda- tanda vital
(1) Suhu
Biasanya pada cedera kepala berat akan terjadi
gangguan pengaturan suhu di hipotalamus.
(2) Nadi
Biasanya pada cedera kepala sedang sampai berat
frekuensi nadi cepat atau takikardia sebagai respon
autonom terhadap kerusakan hipotalamus dan juga
dapat ditemui pada tahap akhir dari peningkatan
tekanan intrakranial.
(3) Tekanan darah
Biasanya pada keadaan yang lebih parah terjadi
penurunan tekanan darah atau hipotensi sebagai hasil
akhir peningkatan tekanan intrakranial.

Poltekkes Kemenkes
(4) Frekuensi pernapasan
Biasanya terdapat gangguan pola nafas, adanya bunyi
nafas tambahan seperti rhonkhi, nafas cepat dan pendek
dan takipnea (Tarwoto, 2013).
d) Kepala
Biasanya pasien dengan cedera kepala simetris, terdapat
lesi, adanya hematom, adanya jejas di kepala.
e) Mata
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan adanya
hematoma pada mata, perdarahan konjungtiva, perubahan
bilik mata depan, kerusakan pupil, gangguan lapang
pandang.
f) Hidung
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan adanya
pernapasan cuping hidug, gangguan penciuman atau
pembau, perdarahan di hidung.
g) Telinga
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan adanya
darah yang keluar dari telinga.
h) Mulut
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan bibir udem,
mukosa kering, adanya gangguan menelan dan terjadi
penumpukan sekret di mulut.
i) Thoraks (paru)
(1) Inspeksi : peningkatan frekuensi pernapasan,
kedalaman dan upaya bernafas antara lain, takipnea,
dispnea, menggunakan otot bantu pernapasan.
(2) Palpasi : fremitus kiri dan kanan
(3) Perkusi : bunyi sonor
(4) Auskultasi : adanya bunyi nafas tambahan
seperti rhonkhi, gurgling.

Poltekkes Kemenkes
j) Abdomen
Biasanya pasien cedera kepala memiliki bising usus pasien
hipoperistaltik.
k) Ekstremitas
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan kelemahan
ekstremitas.
l) Genitalia
Biasanya pada pasien cedera kepala tampak terpasang
kateter.
m) Pemeriksaan sistem persayarafan
Pada pasien cedera kepala juga dilakukan pemeriksaan
sistem persyarafan yang meliputi pemeriksaan :
(1) Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal
Biasanya pada cedera kepala sedang sampai berat di
temukan data adanya gangguan pada pemeriksaan kaku
kuduk, brudzinski, dan kernig (Tarwoto, 2013).
(2) Pemeriksaan nervus kranialis
Biasanya pada cedera kepala ditemukan adanya
gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, VII, dan
VIII (Tarwoto, 2013).
(3) Pemeriksaan kekuatan otot
Biasanya pasien dengan gangguan cedera kepala
kekuatan ototnya berkisar antara 0 sampai 4 tergantung
dengan tingkat keparahan cedera kepala yang dialami
oleh pasien tersebut.

g. Aspek kardiovaskuler
Biasanya terjadi peningkatan atau penurunan tekanan darah, denyut
nadi bradikardi bahkan takikardi, irama tidak teratur, dan terjadi
peningkatan TIK (Rendy & Margareth, 2012).

Poltekkes Kemenkes
h. Sistem pernapasan
Biasanya pasien cedera kepala terjadi perubahan pola nafas (apnea
yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas stridor, perubahan irama,
frekuensi dan kedalaman, rhonkhi (Rendy & Margareth, 2012).

i. Kebutuhan dasar
(a) Eliminasi
Biasanya terjadi perubuhan status eliminasi dan gangguan
eliminasi, seperti terjadinya inkontinensia, hematuri dan
obstipasi.
(b) Nutrisi
Biasanya pasien mengalami mual, muntah, gangguan
mencerna dan menelan makanan.
(c) Istirahat
Biasanya terjadi kelemahan, mobilisasi, kurang tidur
(Rendy & Margareth, 2012).

j. Pengkajian psikologis
Biasanya terjadi gangguan emosi, apatis, delirium bahkan
perubahan pola tingkah laku dan kepribadian (Bararah & Jauhar.
2013).

k. Pengkajian sosial
Biasanya perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, disartia,
anomia.

l. Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan diagnostik
(1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Biasanya ditemukan adanya edema serebri, hematoma
serebral, herniasi otak (Tarwoto, 2013).

Poltekkes Kemenkes
(2) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan ditemukan adanya
sedema serebri, hematoma serebral, heriniasi otak
(Tarwoto,2013).
(3) X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen
tulang (Rendi & Margareth, 2012).

(b) Pemeriksaan laboratorium


(1) AGD
Biasanya pada cedera kepala terjadi peningkatan PCO2
dan penurunan PO2.
(2) Hematologi
Leukosit, Hb, Albumin, globulin, protein serum.
(3) CSS
Menentukan kemungkinan adanya perdarahan
subarkhnoid (warna, komposisi, tekanan).
(4) Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran.
(5) Kadar antikonvulsan darah
Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang.

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan


a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan, spasme jalan
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan
neurologis (trauma kepala)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)

Poltekkes Kemenkes
e. Resiko penurunan curah jantung
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan neuromuskular
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan,
kurang asupan makanan.
h. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif
i. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial
j. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
sirkulasi ke otak
k. Resiko dekubitus
l. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi
( akibat cedera medula spinalis) (NANDA, 2015)

3. Intervensi keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Resiko Setelah dilakukan asuhan 1. Terapi oksigen
Ketidakefektifan keperawatan, masalah a. Pertahankan jalan
perfusi jaringan ketidakefektifan perfusi jaringan nafas yang paten
otak. otak teratasi dengan kriteria b. Atur peralatan
hasil : oksigenasi
1. Status sirkulasi c. Memonitor aliran
a. Tekanan sistole dan oksigen
diastole dalam d. Pertahankan posisi
rentang normal pasien
b. Tidak ada orostatik e. Observasi tanda-tanda
hipertensi hipoventilasi
c. Tidak ada tanda-
tanda peningkatan
tekanan intrakranial
2. Monitor peningkatan
2. Perfusi jaringan : TIK
serebral a. Monitor tekanan

Poltekkes Kemenkes
a. Mempertahankan perfusi serebral
tekanan intrakranial b. Catat respon pasien
yaitu 7-15 mmHg terhadap stimulasi
b. Tekanan darah c. Monitor tekanan
dalam rentang intrakranial pasien
normal 120/80 dan respon neurologi
mmHg terhadap aktivitas
c. Tidak ada nyeri d. Monitor intake dan
kepala output pasien
d. Tidak ada muntah e. Kolaborasi dalam
e. Memonitor tingkat pemberian antibiotic
kesadaran f. Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
g. Minimalkan stimulasi
dari lingkungan
3. Monitor tanda-tanda
vital
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
c. Monitor kualitas dari
nadi
d. Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
e. Monitor pola
pernapasan abnormal
f. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit
g. Monitor sianosis
perifer
h. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
i. Identifikasi penyebab
dari perubahan TTV
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen jalan nafas
bersihan jalan keperawatan, masalah a. Buka jalan nafas
nafas ketidakefektifan bersihan jalan dengan teknik chinlift
nafas teratasi dengan kriteria atau jaw trust jika
hasil : perlu
1. Status pernapasan : b. Posisikan pasien
Kepatenan jalan nafas untuk
a. Mendemonstrasikan memaksimalkan
batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang c. Identifikasi klien
bersih, dan tidak ada perlunya pemasangan
sianosis dan alat jalan nafas buatan
dyspnea (mampu d. Pasang oropharingeal

Poltekkes Kemenkes
mengeluarkan atau nasopharyngeal
sputum dan mampu sesuai dengan status
bernafas dengan kesadaran
mudah, tidak ada e. Lakukan fisioterapi
pursed lips) dada jika perlu
b. Menunjukkan jalan f. Keluarkan sekret
nafas yang paten dengan batuk atau
(klien tidak merasa suction
tercekik, irama g. Auskultasi suara
nafas, frekuensi nafas dan catat suara
pernapasan dalam tambahan
batas normal, tidak h. Berikan bronkodilator
ada suara nafas bila perlu
abnormal) i. Berikan pelembab
c. Mampu udara kassa basah
mengidentifikasi Nacl lembab
dan mencegah j. Atur intake untuk
faktor yang cairan untuk
menghambat jalan mengoptimalkan
nafas keseimbangan
k. Monitor respirasi dan
status O2
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen jalan nafas
pola nafas keperawatan, masalah a. Buka jalan nafas
ketidakefektifan pola nafas b. Posisikan pasien
teratasi dengan kriteria hasil : untuk
1. Status respirasi : memaksimalkan
ventilasi ventilasi
a. Respiratory rate c. Identifikasi pasien
dalam rentang perlunya pemasangan
normal 16-20 kali alat bantu jalan nafas
permenit d. Lakukan fisoterapi
b. Tidak ada retraksi dada bila perlu
dinding dada e. Auskultasi suara
c. Tidak mengalami nafas, catat adanya
dispnea saat suara tambahan
istirahat f. Monitor respirasi dan
d. Tidak ditemukan status O2
othopnea 2. Terapi oksigen
e. Tidak ditemukan a. Pertahankan jalan
atekektasis nafas yang paten
2. Status respirasi : b. Atur peralatan
kepatenan jalan nafas oksigenasi
a. Respiratory rate c. Monitor aliran
dalam rentang oksigen
normal 16-20 kali d. Pertahankan posisi
permenit pasien
b. Pasien tidak cemas e. Observasi adanya
c. Menunjukkan jalan tanda-tanda
nafas yang paten hipoventilasi
3. Monitor tanda-tanda
vital

Poltekkes Kemenkes
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan pernapasan
b. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
c. Monitor vital sign
saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
d. Monitor kualitas nadi
e. Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
f. Monitor suara paru
g. Monitor pola
pernapasan abnormal
h. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit
i. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri
keperawatan, masalah nyeri akut a. Lakukan pengkajian
terasi dengan kriteria hasil : nyeris ecara
1. Tingkat nyeri komprehensif
a. Melaporkan nyeri b. Observasi reaksi non
berkurang verbal dari
b. Melaporkan ketidaknyamanan
lamanya nyeri c. Gunakan teknik
dirasakan komunikasi terapeutik
c. Tidak mengerang untuk mengetahui
d. Ekspresi wajah pengalaman nyeri
relaks pasien
e. Pasien tidak d. Kontrol lingkungan
mondar-mandir yang dapat
f. Respiration rate mempengaruhi nyeri
dalam rentang seperti suhu ruangan,
normal 16-20 kali pencahayaan dan
permenit kebisingan
g. Blood pressure e. Kurangi faktor
dalam rentang presipitasi nyeri
normal 120/80 f. Pilih dan lakukan
mmHg penanganan nyeri
2. Kontrol nyeri (farmakologi dan non
a. Mampu mengontrol farmakologi)
nyeri (tahu g. Ajarkan tentang
penyebab nyeri, teknik non
mampu farmakologi
menggunakan h. Berikan analgetik
teknik untuk mengurangi
nonfarmakologis nyeri
untuk mengurangi i. Monitor penerimaan
nyeri, mencari pasien tentang
bantuan) manajemen nyeri.

Poltekkes Kemenkes
b. Melaporkan bahwa 3. Pemberian obat :
nyeri berkurang Analgesik
dengan a. Tentukan lokasi,
menggunakan karakteristik, kualitas
manajemen nyeri dan derajat nyeri
c. Mampu mengenali sebelum pemberian
nyeri (skala, obat
intensitas, frekuensi, b. Cek instruksi dokter
dan tanda nyeri) tentang jenis obat,
d. Menyatakan rasa dosis dan frekuensi
nyaman setelah c. Cek riwayat alergi
nyeri berkurang d. Monitor vital sign
e. Tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
dalam batas normal pemberian analgesik
tekanan darah : pertama kali
120/80 mmHg e. Berikan analgesik
Pernapasan : 16-20 waktu terutama saat
kali permenit nyeri hebat
Suhu : 36,5-37,5 o C f. Evaluasi efektifitas
Nadi : 60-100 kali analgesik, tanda dan
permenit gejala
(Sumber : Moorhead,.2013; Bulechek,2013)

Poltekkes Kemenkes
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan berbentuk studi kasus. Studi
kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus
yang terdiri dari unit tunggal. Unit yang menjadi masalah tersebut secara
mendalam dianalisa baik dari segi yang berhubungan dengan kasusnya
sendiri, faktor risiko, yang mempengaruhi, kejadian yang berhubungan
dengan kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap suatu
perlakuan atau pemaparan tertentu (Kartika, 2017). Hasil yang diharapkan
oleh peneliti dalam penelitian ini adalah memaparkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala di ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilakukan di Ruangan HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang. Waktu penelitian di mulai dari bulan September 2017 sampai dengan
bulan Juni 2018. Waktu untuk melakukan pengumpulan data dan melakukan
asuhan keperawatan selama 5 hari.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek yang akan diteliti atau subjek yang
diteliti (Kartika, 2017). Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien
dengan cedera kepala yang dirawat di ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2018 sebanyak 7 orang.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian objek dari populasi yang akan diteliti dan
mewakili seluruh populasi (Kartika, 2017). Sampel penelitian ini adalah
semua pasien dengan cedera kepala berat di Ruang HCU Bedah RSUP.

3
Poltekkes Kemenkes
DR. M. Djamil Padang Tahun 2018 sebanyak 2 orang. Sampel diambil
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan
sampel berdasarkan pada suatu pertimbangan yang dibuat oleh peneliti
sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu :
a. Kriteria Inklusi

1) Pasien beserta keluarga bersedia menjadi responden


2) Pasien yang mengalami cedera kepala berat

b. Kriteria ekslusi
1) Pasien yang masa rawatan kurang dari 5 hari disebabkan karena
meninggal, pulang atau pindah ke VIP.

Dari 7 orang populasi, yang memenuhi kriteria sampel ada 3 pasien. 3


pasien ini akan dipilih secara random sampling. Akan tetapi hanya ada 2
pasien dengan cedera kepala berat yang dapat diambil sebagai sampel dan
memenuhi kriteria sampel. 1 orang pasien tidak bisa dijadikan sampel
dikarenakan pasien tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang telah di
tetapkan. Untuk sampel 1 diambil pada tanggal 12 Februari 2018,
sedangkan sampel 2 diambil pada tanggal 17 Februari 2018.

3
Poltekkes Kemenkes
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data
Alat dan instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah format tahapan
proses keperawatan di mulai dari pengkajian sampai pada evaluasi. Cara
pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan
studi dokumentasi.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sphygmomanometer, stetoskop,
termometer, penlight, refleks hammer.
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari : identitas pasien, identitas
penanggungjawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan
fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual, pemeriksaan
laboratorium/ pemeriksaan penunjang dan program pengobatan.
2. Format analisa terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, data,
masalah dan etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah
serta tanggal paraf masalah diselesaikan.
4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan NOC.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor
rekam medik, hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, implementasi
keperawatan, dan perawat yang melakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, evaluasi keperawatan
dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti artinya teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Untuk mendapatkan data
dari sumber yang sama, peneliti akan menggunakan observasi, pengukuran,
wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk sumber data yang sama
secara serempak (Sugiyono, 2014) .

4
Poltekkes Kemenkes
1. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
wawancara bebas terpimpin (format pengkajian yang disediakan).
Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari wawancara tidak
terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun dapat unsur kebabasan,
wawancara yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian seperti
kejadian kecelakaan pada pasien, identitas, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu (riwayat trauma kepala), riwayat kesehatan
keluarga (riwayat keluarga memiliki penyakit Hipertensi, DM, Penyakit
jantung koroner dan penyakit kronis lainnya), dan activity daily living.
2. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, selain itu juga mengobservasi respon tubuh terhadap tindakan
yang dilakukan seperti keadaan umum, tingkat kesadaran pasien, adanya
tanda peningkatan TIK.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan
pemeriksaan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari
perubahan atau hal-hal yang tidak normal. Pemeriksaan fisik ini, peneliti
melakukan pemeriksaan head to toe menggunakan prinsip IPPA (Inspeksi,
Palpasi, Perkusi dan Auskultasi). Pemeriksaan fisik yang didapatkan
seperti tingkat kesadaran somnolen pada pasien, tanda-tanda vital tidak
normal, adanya tanda peningkatan TIK pada pasien.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan perjalanan penyakit pasien yang sudah
berlalu yang disusun berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan data dari rumah sakit untuk
menunjang penelitian yang akan dilakukan yaitu, data laboratorium darah
lengkap, pemeriksaan AGD, Ct- Scan dan Ronthgen Kepala.

4
Poltekkes Kemenkes
F. Jenis-Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari pasien
seperti pengkajian kepeda pasien dan orangtua, meliputi : identitas
pasien dan orangtua, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga) dan
pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari rekam medis dan ruang HCU Bedah RSUP. Dr.
M. Djaml Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, data
penunjang, serta catatan atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

G. Hasil Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep
dan teori keperawatan pada pasien dengan cedera kepala. Data yang telah
didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan
sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan
dengan teori asuhan keperawatan pasien dengan cedera kepala. Analisa
yang dilakukan adalah untuk menentukan kesesuaian antara teori yang ada
dengan kondisi pasien serta perbedaan antara kondisi pasien satu dengan
pasien lainnya.

4
Poltekkes Kemenkes
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di IRNA Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun
2018. IRNA Bedah terdiri dari ruang HCU Bedah, Bedah Pria, Bedah
Wanita, Bedah Anak (CAA), dan Trauma Center. Penelitian ini dilakukan
tepatnya di ruang HCU Bedah. Kapasitas penampungan tempat tidur
pasien adalah sebanyak 15 tempat tidur yang dibagi menjadi 2 tim, yaitu
tim A dan tim B, dipimpin oleh seorang karu, dan dibantu oleh 2 orang
katim di ruang masing-masingnya. Diruangan tersebut terdapat 19 orang
perawat yang terdiri dari 1 orang karu dan 18 orang perawat pelaksana
yang dibagi menjadi 3 shift, pagi, sore dan malam. Perawat berpendidikan
D3 sebanyak 15 orang dan berpendidikan S1 sebanyak 4 orang. Selain
perawat ruangan beberapa mahasiswa praktik dari berbagai institusi juga
ikut andil dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.

B. Hasil
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 - 21 Februari 2018 pada dua
partisipan, yaitu partisipan 1 Tn. J dan partisipan 2 An.A dengan diagnosa
medis cedera kepala berat di Ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2018. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian,
penegakan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi
serta evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode wawancara,
observasi, studi dokumentasi serta pemeriksaan fisik.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada partisipan 1 dimulai pada tanggal 12
Februari 2018 pukul 09.00 WIB dan pengkajian pada partisipan 2
dimulai pada tanggal 17 Februari 2018 pukul 10.15 WIB. Hasil
penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan
dituangkan dalam tabel sebagai berikut :

4
Poltekkes Kemenkes
Tabel 4.1
Hasil Pengkajian Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kasus
Cedera Kepala Berat di Ruang HCU Bedah RSUP.Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2018
Pengkajian Partisipan 1 Partisipan 2
Identitas Pasien Tn. J, umur 20 tahun, jenis An. A umur 6 tahun, jenis
kelamin laki-laki, alamat kelamin laki-laki, alamat
Padang Bio-bio Bawan Desa Penarik Muko- muko,
Ampek Nagari Agam, Bengkulu, belum kawin,
belum kawin, agama islam, agama islam, belum
karyawan swasta, masuk bekerja, masuk dengan
dengan penurunan penurunan kesadaran CK
kesadaran, diagnosa medis GCS 8 + Oedema serebri +
CK GCS 7 + PSA + fraktur tibia fibula 1/3 distal
Oedema Serebri, No. MR : (D), No. MR : 01. 00. xx.
01.00.xx.xx. xx.
Identitas Penanggung Ny. R (Ibu kandung Tn. H (Ayah kandung
Jawab pasien), usia 56 tahun. pasien), usia 38 tahun.
Riwayat Kesehatan Tn. J masuk rumah sakit An. A masuk rumah sakit
a. Keluhan utama pada hari Kamis, tanggal 1 pada hari Jumat, tanggal 16
Februari 2018 pukul 04.00 Februari 2018 pukul 20.30
WIB, melalui IGD RSUP. WIB melalui IGD RSUP.
Dr. M. Djamil Padang Dr. M. Djamil karena
karena mengalami penurunan kesadaran dan
penurunan kesadaran. kaki kanan patah. Keluarga
Keluarga mengatakan mengatakan pasien
pasien mengalami mengalami kecelakaan dan
kecelakaan dan sadarkan tidak sadarkan diri, memar
diri, kepala berdarah, keluar dibagian kepala, keluar
darah di hidung, mulut, darah dari hidung, kejang 4
telinga, serta muntah darah kali, muntah serta
sebanyak 2 kali. mengalami patah di kaki
sebelah kanan.
b. Riwayat kesehatan Saat dilakukan pengkajian Saat dilakukan pengkajian
sekarang pada tanggal 12 Februari pada tanggal 17 Februari
2018 pukul 09.00 WIB. 2018 pukul 10.15 WIB.
Kejadian sebelum pasien Kejadian sebelum pasien
masuk rumah sakit, masuk rumah sakit,
keluarga pasien mengatakan keluarga mengatakan pasien
pasien mengalami mengalami kecelakan lalu
kecelakaan motor, pasien lintas ditabrak oleh mobil
diboncengi dengan motor dari arah kanan pasien
oleh adiknya dan pada suatu dengan laju mobil yang
tikungan adik pasien tidak kencang. Pasien dibawa ke
dapat mengendalikan laju puskesmas dengan keadaan
motor sehingga menabrak kepala bagian belakang
pohon kelapa yang berada memar, keluar darah dari
ditepi jalan dan hidung dan mulut, luka dan
mengakibatkan pasien lecet pada tangan serta kaki
terlempar sejauh 3 m dari kanan patah. Pasien dirujuk
lokasi kejadian. Pasien ke RSUD Muko-muko dan
dibawa ke puskesmas saat itu pasien mengalami

4
Poltekkes Kemenkes
dengan kondisi kepala kejang sebanyak 4 kali
berdarah, keluar darah dari dengan durasi ± 4 menit,
hidung, mulut dan telinga. dan pasien tidak sadarkan
Pasien dirujuk ke RSUD diri. Lalu pasien dirujuk ke
Lubuk Basung, saat itu RSUP. Dr. M. Djamil pukul
pasien kejang selama ± 5 20.30 WIB. Saat tanggal 17
menit sebanyak 2 kali, dan Februari 2018 hari pertama
pasien tidak sadarkan diri. rawatan pasien di ruang
Lalu pasien dirujuk ke HCU Bedah, keadaan
RSUP. Dr. M. Djamil lemah, tingkat kesadaran
padang pukul 04.00. Saat somnolen dengan GCS 8
ini tanggal 12 Februari E2M4V2, terpasang OPA,
2018 pasien hari rawatan ke terpadang NGT, terpasang
4 di ruang HCU Bedah. oksigen melalui Non
Keadaan lemah, tingkat rebreathing masker 10
kesadaran somnolen dengan liter/menit, terpasang IVFD
GCS 7 E1M4V2. Pasien NaCl 0,9% 16 tetes/ menit ,
terpasang OPA, suara nafas kateter terpasang. Ada luka
terdengar gurgling, pasien goresan di permukaan kulit
terpasang NGT, terpasang pada lengan kanan dengan
oksigen melalui NRM 10 panjang ± 13 cm, lebar ±5
liter/ menit, terpasang IVFD cm, luka goresan berwarna
NaCl 0,9% 28 tetes/ menit merah dan basah, tangan
melalui CVC, kateterkiri ada luka lecet dengan
terpasang, terpasang panjang ± 4 cm, lebar 2 cm,
monitor. Saat ini semua luka berwarna merah muda,
aktivitas pasien dibantu kaki kanan patah dan
oleh perawat di ruangan. terpasang gips. Saat ini
semua aktivitas pasien
dibantu oleh perawat
ruangan.
c. Riwayat Keluarga mengatakan 2 Keluarga mengatakan
kesehatan dahulu tahun yang lalu pasien pasien memiliki
pernah mengalami keterbelakangan mental dari
kecelakaan, pasien lahir, pasien memiliki
mengalami luka pada bahu gangguan dalam berbicara.
sebelah kiri, tidak di rawat
di rumah sakit. Pasien tidak
diketahui memiliki riwayat
penyakit seperti DM,
Hipertensi, Penyakit
Jantung Koroner dan
penyakit kronis lainnya.
d. Riwayat kesehatan Keluarga mengatakan tidak Keluarga mengatakan tidak
keluarga ada anggota keluarga yang ada anggota keluarga serta
memiliki riwayat DM, kakak dan adik pasien yang
Hipertensi, Penyakit memiliki riwayat
Jantung Koroner dan keterbelakangan mental dan
penyakit kronis lainnya. penyakit kronis lainnya.

Pola Aktivitas - Sehat - Sehat


a. Pola Nutrisi dan Keluarga Keluarga

4
Poltekkes Kemenkes
cairan mengatakan saat mengatakan saat
pasien sehat makan pasien sehat makan
2-3 kali sehari 3 x sehari dengan
dengan nasi + lauk nasi + lauk + sayur
+ kadang sayur. + buah. Minum air
Jarang makan buah, putih sebanyak 7-8
minum air putih gelas (2000 – 2400
sebanyak 7-8 gelas cc/hari).
(1500 – 2000 cc/
hari).

- Sakit - Sakit
Saat sakit pasien Saat sakit pasien
diberi diit MC 6 x diberikan diit MC 6
300 cc/ hari melalui x 300 cc/hari
NGT, infus NaCl melalui NGT, infus
0,9 % 28 NaCl 0,9 % 16
tetes/menit. tetes/menit.
b. Pola eliminasi - Sehat - Sehat
Keluarga Keluarga
mengatakan saat mengatakan saat
sehat BAB pasien sehat BAB pasien
lancar 1-2 kali lancar 1 x sehari,
sehari, konsitensi konsistensi lembek,
lembek, tidak ada tidak ada masalah.
masalah. BAK ada BAK lancar,
lancar, tidak ada tidak ada masalah
masalah, frekuensi frekuensi BAK ± 6-
BAK ± 6-7 kali 7 x sehari (1500-
sehari (1500-1800 1800 cc/hari).
cc per harinya). Warna BAK kuning
muda.

- Sakit - Sakit
Saat sakit pasien Saat sakit pasien
terpasang kateter, terpasang kateter,
urine selama 24 jam urine selama 24 jam
2000 cc, warna urin 1500 cc, warna urin
kuning muda. kuning muda.
c. Istirahat dan tidur - Sehat - Sehat
Keluarga Keluarga
mengatakan saat mengatakan saat
sehat pasien tidur di sehat pasien tidur
tidur di malam hari selama 8 jam/hari.
6-7 jam/ hari.

- Sakit - Sakit
Saat sakit, pola Saat sakit, pola
istirahat pasien istirahat pasien
tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
karena pasien karena pasien
dalam penurunan dalam penurunan

4
Poltekkes Kemenkes
kesadaran. kesadaran.
d. Aktifitas dan - Sehat - Sehat
Latihan Keluarga Keluarga
mengatakan saat mengatakan pasien
sehat pasien bekerja tidak sekolah,
sebagai seorang pasien memiliki
karyawan ditoko keterbelakangan
roti, pasien dapat mental, pasien
melakukan kegiatan melakukan aktivitas
serta aktivitas dibantu oleh
dengan mandiri. keluarga.

- Sakit - Sakit
Saat sakit pasien Saat sakit pasien
mengalami mengalami
penurunan penurunan
kesadaran sehingga kesadaran dalam
dalam pemenuhan pemenuhan ADL
ADL dibantu oleh dibantu oleh
perawat. perawat.
Pemeriksaan Fisik Dari hasil pemeriksaan di Dari hasil pemeriksaan di
dapatkan keadaan umum dapatkan keadaan umum
pasien lemah, tingkat pasien lemah, tingkat
kesadaran somnolen, GCS 7 kesadaran somnolen, GCS 8
E1M4V2, TD = 146/80 E2M4V2 , TD= 140/80
mmHg, HR= 90 x/menit, mmHg, HR= 108 x/menit,
RR= 30 x/menit, suhu 38,4o RR= 33 x/menit, suhu
C, MAP= 102 mmHg, 37,4oC, MAP= 100 mmHg,
terpasang oksigen melalui terpasang oksigen melalui
NRM 10 liter/menit. NRM 10 liter/menit.
Kepala tampak simetris, Kepala tampak simetris,
rambut tampak hitam, rambut tampak hitam,
bersih, tidak mudah rontok. bersih, tampak memar
Wajah tidak pucat, ada dibagian kepala belakang.
lecet pada pelipis bagian Wajah tidak pucat,
kiri atas, pemeriksaan N.VII pemeriksaan N.VII
(fasialis) tidak dapat dinilai (fasialis) tidak dapat dinilai.
karena pasien dalam Mata mata simetris,
penurunan kesadaran. hematom (-), sklera ikterik
Mata tampak simetris, mata (-), konjungtiva anemis (+),
sebelah kanan hematom, N.II (optikus) tidak dapat
skelra tidak ikterik, dinilai, N.III
konjuntiva anemis, (occulomotorius) refleks
pemeriksaan N.II (opticus) pupil isokor dengan
tidak dapat dinilai, N.III diameter 2/2 mm, N.IV
(occulomotorius) refleks (trochlearis) dan N.VI
pupil isokor dengan (abdusens) tidak dapat
diameter 3/3 mm, N.IV dinilai.
(trochealis) dan N.VI Hidung simetris,
(abdusen) tidak dapat pernapasan cuping hidung
dinilai. (+), terpasang NGT,
Hidung simetris, kurang terpasang oksigen Non

4
Poltekkes Kemenkes
bersih ada berkas darah Rebreathing Masker, N.I
yang mengeras, pernapasan (olfaktorius) tidak dapat
cuping hidung (+), dinilai.
terpasang NGT, Mulut simetris, kering
pemeriksaan N.I terpasang OPA, membran
(olfaktorius) tidak dapat mukosa pucat, lesi (-),
dinilai. N.VII (fasial), N.XII
Mulut kering, terpasang (hipoglosus), dan N.X
OPA, tidak pucat, tidak (vagus) tidak dapat dinilai.
terdapat lesi, pemeriksaan Telinga simetris, lesi (-),
N.VII (fasialis) tidak dapat N.VII (akustikus) tidak
dinilai, N.IX dapat dinilai.
(glosofaringeus), N.XII Leher simetris, pelebaran
(hipoglosus) dan N.X vena jugularis (-), kelenjar
(vagus) tidak dapat dinilai, getah bening (-), kaku
terdengar bunyi gurgling. kuduk (+), N.X (vagus), dan
Telinga simetris, terdapat N.XI (aksesorius) tidak
bekas darah yang sudah dapat dinilai.
kering, lesi (-), pemeriksaan Dada simetris kiri dan
N.VIII (akustikus) tidak kanan, retraksi dinding dada
dapat dinilai. (+), palpasi fremitus kiri
Leher simetris, tidak ada dan kanan tidak bisa dinilai,
pelebaran vena jugularis, perkusi bunyi sonor,
tidak ada pembesaran auskultasi vesikuler.
kelenjar getah bening, Pemeriksaan
pemeriksaan N.X (vagus) kardiovaskuler ictus
dan N.IX (aksesorius) tidak kordis tidak terlihat, palpasi
dapat dinilai. ictus kordis teraba, perkusi
Dada simetris, pergerakan bunyi pekak, auskultasi
dinding dada kanan dan kiri irama jantung reguler.
sama, pemeriksaan fremitus Abdomen tampak simetris,
torakx tidak dapat dinilai, bising usus 5 x/menit, nyeri
perkusi sonor, auskultasi tekan (-), perkusi timpani.
ronkhi, terpasang IVFD Ekstremitas atas dan
NaCl 0,9% 28 tetes/ menit bawah tampak pucat,
melalui cvc di bagian kanan tampak luka lecet pada
atas dada. permukaan kulit di lengan
Pemeriksaan kanan dengan panjang ± 13
kardiovaskular, ictus cm, luka masih merah dan
cordis tidak terlihat, ictus basah, oedema di tangan
cordis teraba, perkusi kiri dan kanan, pus (-), akral
pekak, irama reguler. teraba dingin, CRT > 2
Abdomen tampak simetris, detik,tepasang gips di kaki
bising usus 6 x/menit, nyeri kanan, terpasang IVFD
tekan (-), perkusi timpani. NaCl 0,9 % 16 tetes/menit
Ekstremitas atas dan dikaki kiri, refleks babinsky
bawah CRT < 2 detik, akral (+), kekuatan otot tidak
teraba hangat, edema (-), dapat dinilai.
babinsky (+). Kekuatan otot Genitalia tampak bersih
tidak dapat dinilai. dan terpasang pempers dan
Genitalia tampak bersih kateter.
dan terpasang pempers dan
kateter.

4
Poltekkes Kemenkes
Data Penunjang Tanggal 08 Februari 2018 Tanggal 16 Februari 2018
Laboratorium didapatkan : didapatkan :
- Hb 11,1 g/dl (14-18 - Hb 11,4 g/dl (11,5-
g/dl) 14,5 g/dl)
- Leukosit 10.500 - Leukosit 17.530
/mm3 (5.000 – /mm3 (5.000-
10.000 / mm3) 10.000 /mm3)
- Trombosit 419.000 - Trombosit 492.000
/mm3 (150.000 – /mm3 (150.000-
3
400.000 /mm 400.000 /mm3)
- Hematokrit 34 % - Hematokrit 34%
(40-48 %), GDS (40-48%)
105 mg/dl (<200 - PT 12,5 detik (9,2-
mg/dl) 12,4 detik)
- Ureum darah 29 - APTT 38,6 detik
mg/dl (10,0- 50,0 (28,8- 39,0 detik)
mg/dl) - SGOT 62 u/I (<38
- Kreatinin darah 0,6 u/I)
mg/dl (0,8- 1,3 - SGPT 36 u/I (<41
mg/dl) u/I)
- Natrium 130 - Kreatinin darah 0,7
Mmol/L (136-145 mg/dl (0,8- 1,3
Mmol/L) mg/dl)
- Kalium 4,2 Mmol/L - Natrium 138
(3,5- 5,1 Mmol/L) Mmol/L (136-145
- Klorida Serum 97 Mmol/L)
Mmol/L (97- 111 - Kalium 4,4 Mmol/L
Mmol/L) (3,5- 5,1 Mmol/L)
- PH 7,42 (7,35-7,45 - Klorida serum 107
) Mmol/L (97- 111
- PCO2 41 mmHg Mmol/L)
(35-45 mmHg) - PH 7,43 (7,35-
- PO2 110 mmHg 7,45)
(80- 100 mmHg) - PCO2 30 mmHg
- HCO3 26,6 Mmol/L (35-45 mmHg)
(22-26 Mmol/L) - PO2 217 mmHg
(80- 100 mmHg)
- HCO3 19,9 Mmol/L
(22- 26 Mmol/L)
Terapi Pengobatan - IVFD NaCl 0,9 % - IVFD NaCl 0,9 %
28 tetes/ menit 16 tetes/menit
- Diit MC 6 x 300 cc - Diit MC 6 x 300 cc
- Ceftriaxone 2 x 1 g - Ceftriaxone 1 x 1 g
(IV) (IV)
- OMZ 2 x 1 amp - Ranitidin 2 x 1 amp
(IV) (IV)
- Paracetamol 3 x - Paracetamol 3 x
500 mg (IV) 250 mg (IV)
- Luminal 3 x 1 mg - O2 10 liter (NRM)
(IM)
- O2 10 liter (NRM)

4
Poltekkes Kemenkes
Tabel 4.2
Analisa Data pada Pasien dengan Cedera Kepala Berat
Partisipan 1 Partisipan 2
DS : DS : -
- Keluarga mengatakan dahak pasien DO :
banyak. - RR 33 x/menit
- Pernapasan dangkal
DO : - Pernafasan cuping hidung
- RR 30 x/menit - Retraksi dinding dada (+)
- Saturasi O2 90% - Terpasang O2 melalui NRM 10
- Pasien terpasang OPA liter/menit
Masalah : ketidakefektifan pola
- Ada sekret dijalan nafas
nafas Etiologi : Gangguan neurologis
- Terdengar bunyi gurgling

Masalah : Ketidakefektifan bersihan jalan


nafas
Etiologi : Penumpukan sekret di jalan nafas
DS : - DS : -
DO : DO :
- Pernafasan cuping hidung - Edema pada kedua ekstremitas atas
- Terpasang O2 dengan NRM 10 - Akral teraba dingin
liter/menit - CRT > 2 detik
- RR 30 x/menit - Ektremitas atas dan bawah tampak
Masalah : Ketidakefektifan pola pucat
nafas Etiologi : Gangguan neurologis - Konjungtiva anemis
Masalah : Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
Etiologi : Kurang suplay O2 ke jaringan
DS : DS :
- Keluarga mengatakan selama - Keluarga mengatakan pasien tidak
dirumah sakit pasien belum sadar. sadar.

DO : DO :
- Pasien mengalami penurunan - Pasien mengalami penurunan
kesadaran, GCS 7, E1M4V2 kesadaran, GCS 8, E2 M4V2,
- TD 146/80 mmHg - TD 140/80 mmHg
- HR 90 x/menit - HR 108 x/menit
- RR 30 x/menit - RR 33 x/menit
- S 38,4oC - S 37,4oC
- MAP 102 mmHg - MAP 100 mmHg
- Refleks pupil isokor (+),diameter - Refleks pupil isokor (+), diameter
3/3 mm 2/2 mm
- Terdapat luka didaerah pelipis kiri - Kaku kuduk (+)
± 5cm - Terdapat luka memar di bagian
belakang kepala
Masalah : Resiko ketidakefektifan perfusi - Tanda peningkatan TIK : TD ↑ (+),
jaringan otak
muntah proyektil (-), nyeri kepala
Etiologi : Trauma kepala
hebat (-), papila edema (-)
Masalah : Resiko ketidakefektifan perfusi

5
Poltekkes Kemenkes
jaringan otak
Etiologi : Trauma kepala

DS : - DS : -
DO : DO :
- Badan pasien terasa panas - Tampak luka lecet di permukaan
- Warna kulit kemerahan kulit pada tangan kanan dengan
- S 38,4OC panjang ± 13 cm, lebar ± 5cm,
- HR 90x/menit luka tampak merah dan basah,
Masalah : Hipertermi tidak ada pus, tampak oedem pada
Etiologi : Proses kedua tangan
penyakit Masalah : Kerusakan jaringan integritas
kulit
Etiologi : Faktor mekanik

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang didapatkan berdasarkan dari hasil observasi pada
partisipan 1 (Tn.J) dan partisipan 2 (An.A) adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3
Diagnosa Keperawatan pada Pasien Cedera Kepala Berat
Partisipan 1 Partisipan 2
1) Ketidakefektifan bersihan jalan 1) Ketidakefektifan pola nafas
nafas berhubungan dengan berhubungan dengan gangguan
penumpukan sekret dijalan nafas neurologis (17/02/2018)
(12/02/2018) 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan
2) Ketidakefektifan pola nafas perifer berhubungan dengan
berhubungan dengan gangguan kurang suplay O2 ke jaringan
neurologis (12/02/2018) (17/02/2018)
3) Resiko ketidakefektifan perfusi 3) Resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala (12/02/2018) trauma kepala (17/02/2018)
4) Hipertermi berhubunga dengan 4) Kerusakan jaringan integritas kulit
proses penyakit (12/02/2018) berhubungan dengan faktor
mekanik (17/02/2018)

3. Intervensi Keperawatan
Setelah didapatkan beberapa diagnosa keperawatan seperti yang ada
pada tabel diatas, maka peneliti dapat merumuskan tindakan yang akan
dilakukan terhadap diagnosa dari partisipan 1 (Tn.J) dan partisipan 2
(An.A) sebagai berikut :

5
Poltekkes Kemenkes
Tabel 4.4
Intervensi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penumpukan berhubungan dengan trauma kepala.
sekret dijalan nafas. NOC :
NOC : - Status pernapasan
- Status pernapasan : kepatenan NIC :
jalanan nafas - Terapi oksigen
NIC : - Monitor tanda-tanda vital
- Pengisapan lendir pada jalan nafas Kegiatan keperawatan
- Manajemen jalan nafas terlampir
Kegiatan keperawatan
terlampir 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan kurangnya
2. Ketidakefektifan pola nafas suplai O2 ke jaringan.
berhubungan dengan gangguan NOC :
neurologis. - Perfusi jaringan : perifer
NOC : - Status sirkulasi
- Status pernapasan NIC :
NIC : - Terapi oksigen
- Terapi oksigen - Monitor tanda-tanda vital
- Monitor tanda-tanda vital - Manajemen sensasi perifer
Kegiatan keperawatan Kegiatan keperawatan
terlampir terlampir

3. Resiko ketidakefektifan perfusi 3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan


jaringan otak berhubungan dengan otak berhubungan dengan trauma
trauma kepala. kepala.
NOC : NOC :
- Status sirkulasi - Status sirkulasi
- Perfusi jaringan : serebral - Perfusi jaringan : serebral
- Status - Status
neurologis NIC : neurologis NIC :
- Manajemen edema serebral - Manajemen edema serebral
- Terapi oksigen - Terapi oksigen
- Monitor peningkatan TIK - Monitor peningkatan TIK
- Monitor neurologi - Monitor neurologis
- Monitor tanda-tanda vital - Monitor tanda-tanda vital
Kegiatan keperawatan Kegiatan keperawatan
terlampir terlampir

4. Hipertermi berhubungan dengan 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan


proses penyakit. dengan faktor mekanik.
NOC : NOC :
- Termoregulasi - Jaringan integritas : kulit dan
membran mukosa
NIC :
NIC :
- Manajemen demam
- Pengecekan kulit
- Monitor tanda- tanda vital
- Perawatan luka
Kegiatan keperawatan Kegiatan keperawatan terlampir
terlampir

5
Poltekkes Kemenkes
5. Implementasi Keperawatan
Setelah dirumuskan rencana tindakan yang akan dilakukan pada
partisipan 1 (Tn.J) dan partisipan 2 (An.A), implementasi yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5
Implementasi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2
1) Pada diagnosa keperawatan 1) Pada diagnosa keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan ketidakefektifan pola nafas
nafas berhubungan dengan berhubungan dengan gangguan
penumpukan sekret di jalan nafas neurologi, intervensi yang
intervensi yang diimplementasikan diimplementasikan yaitu :
pada pasien yaitu : Terapi oksigen diantaranya
Pengisapan lendir pada jalan nafas - Memeriksa mulut dan hidung
diantaranya - Mempertahankan jalan nafas yang
- Mencuci tangan, memakai APD paten
- Menginformasikan keluarga - Mengatur peralatan oksigenasi
mengenai tindakan suction - Memonitor aliran oksigen
- Mengauskultasi suara nafas Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah melakukan diantaranya
suction - Memonitor tekanan darah, nadi,
- Memonitor status oksigen pasien pernapasan dan suhu pasien
- Membersihkan daerah stroma - Memonitor kualitas nadi,
trakea setelah melakukan tindakan memonitor frekuensi dan irama
suction pernapasan
Manajemen jalan nafas diantaranya - Memonitor sianosis perifer
- Memberi posisi semi fowler pada 2) Pada diangnosa keperawatan
pasien untuk memaksimalkan ketidakefektifan perfusi jaringan
ventilasi perifer berhubungan dengan
- Mengauskultasi suara pernapasan kurangnya suplai O2, intervensi
dan mencatat adanya suara nafas yang diimplementasikan yaitu :
tambahan Terapi oksigen diantaranya
- Memonitor respirasi dan status O2. - Mempertahankan posisi semi
2) Pada diagnosa keperawatan fowler untuk memaksimalkan
ketidakefektifan pola nafas ventilasi
berhubungan dengan gangguan - Memonitor aliran oksigen
neurologis, intervensi yang - Mengatur peralatan oksigenasi
diimplementasikan yaitu : - Mengobservasi adanya tanda
Terapi oksigen diantaranya hipoventilasi
- Memeriksa mulut, hidung dan Monitor tanda-tanda vital diantaranya
sekret trakea - Memonitor tekanan darah, nadi,
- Mengatur peralatan oksigen pernapasan dan suhu
- Memonitor aliran oksigen - Mencatat adanya fluktuasi tekanan
Monitor tanda-tanda vital darah
diantaranya - Memonitor kualitas nadi
- Memonitor tekanan darah, nadi, - Memonitor suara paru
suhu dan pernapasan - Memonitor suhu, warna dan
- Memonitor kualitas nadi, kelembapan kulit.
memonitor frekuensi dan irama Manajemen sensasi perifer diantaranya
pernapasan - Memonitor adanya daerah tertentu
5
Poltekkes Kemenkes
- Memonitor sianosis perifer yang peka terhadap
3) Pada diagnosa keperawatan resiko panas/dingin/tajam/tumpul
ketidakefektifan perfusi jaringan - Membatasi adanya gerakan kepala,
otak berhubungan dengan trauma leher dan punggung
kepala, intervensi yang - Memonitor adanya trombophlebitis
diimplementasikan yaitu : dan vena troboembolism
Manajemen edema serebral 3) Pada diagnosa keperawatan resiko
diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan
- Memposisikan kepala 30o otak berhubungan dengan trauma
- Memonitor status neurologi kepala, intervensi yang
- Memberikan anti kejang Luminal 3
diimplementasikan yaitu :
x 1 Mg
- Memonitor intake dan output Manajemen edema serebral diantaranya
cairan - Memonitor status neurologi
Terapi oksigen diantaranya - Memonitor intake dan output
- Memeriksa mulut, hidung dan pasien
sekret trakea - Pemberian Manitol
- Mengatur peralatan oksigen Terapi oksigen
- Memonitor aliran oksigen.
diantaranya
Monitor peningkatan TIK
- Memeriksa mulut dan hidung
diantaranya
- Memonitor tekanan perfusi - Mengatur peralatan oksigen
serebral - Memonitor aliran oksigen
- Mencatat respon pasien terhadap Monitor peningkatan TIK
stimulasi diantaranya
- Memonitor tekanan intrakranial - Memonitor tekanan perfusi
dan status neurologis terhadap
serebral
aktivitas
- Mempertahankan posisi kepala - Mencatat respon pasien terhadap
semi fowler stimulasi
- Memberikan antibiotik - Memonitor tekanan intrakranial
Ceftriaxnone 2 x 1 g dan status neurologis terhadap
Monitor neurologi diantaranya aktivitas
- Memonitor tingkat kesadaran - Mempertahankan posisi kepala
dengan glasgow coma scale semi fowler
- Memonitor refleks babinsky
- Memberikan antibiotik
Monitor tanda-tanda vital
- Memberi posisi semi
diantaranya
- Memonitor tekanan darah, nadi, fowler Monitor neurologi
pernapasan dan suhu diantaranya
- Memonitor frekuensi pernapasan - Memonitor tingkat kesadaran
dan irama pernapasan dengan glasgow coma scale
- Memonitor sianosis perifer - Memonitor refleks babinsky
4) Pada diagnosa hipertermi
Monitor tanda-tanda vital
berhubungan dengan proses
penyakit, intervensi yang diantaranya
diimplementasikan yaitu : - Memonitor tekanan darah, nadi,
Manajemen demam diantaranya pernapasan dan suhu
- Memonitor suhu sekali 2 jam - Memonitor frekuensi pernapasan
- Memonitor warna dan suhu kulit dan irama pernapasan
- Memberikan terapi obat PCT - Memonitor sianosis perifer
- Memberi kompres pada lipatan 4) Pada diagnosa kerusakan integritas
paha dan aksila
5
Poltekkes Kemenkes
kulit berhubungan dengan faktor
mekanik, intervensi yang
diimplementasikan yaitu :
Pengecekan kulit diantaranya

5
Poltekkes Kemenkes
- Memonitor intake dan output - Memeriksa luka pada permukaan
pasien kulit terhadap kemerahan dan
kehangatan yang ekstrim
- Memonitor warna, bengkak,
kehangatan dan tekstrur pada
ekstremitas
Perawatan luka diantaranya
- Memonitor karakteristik luka,
warna, ukuran dan bau
- Memberikan salep pada daerah
luka

6. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan terhadap partisipan 1
(Tn.J) dan partisipan 2 (An.A) di dapatkan perkembangan pasien yaitu
:
Tabel 4.6
Evaluasi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2
Setelah dilakukan implementasi pada Tn. J Setelah dilakukan implementasi pada An.
dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari A dan evaluasi yang didapatkan selama 5
pada Tn. J dengan diagnosa hari pada An. A dengan diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas ketidakefektifan pola nafas berhubungan
berhubungan dengan penumpukan sekret dengan kerusakan neurologis pada hari
dijalan nafas pada hari pertama yaitu : pertama yaitu :
S : Keluarga mengatakan dahak pasien S : -, O : Pasien terpasang O2 melalui nrm
banyak, O : Terdengar suara gurgling, RR 10 liter, pernapasan cuping hidung,
27 x/menit, terpasang OPA, kepala pernapasan dangkal, RR 30 x/menit, A :
dielevasi 30o , A : Masalah belum teratasi, Masalah belum teratasi, P : Intervensi
P : Intervensi dilanjutkan. Pada hari ke 5 dilanjutkan. Pada hari ke 3 rr dalam
sekret pasien mulai berkurang, pasien rentang normal, nrm dilepas dan diganti
masih terpasang OPA, RR dalam rentang kanula nasal 4 liter sampai dengan hari ke
normal sehingga masalah keperawatan 5 OPA dibuka, tidak ada pernapasan
sebagian teratasi dan intervensi dilanjutkan. cuping hidung, rr dalam rentang normal
sehingga masalah keperawatan yang
Setelah dilakukan implementasi pada Tn. J ditemukan teratasi sebagian dan intervensi
dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari dilanjutkan.
pada Tn. J dengan diagnosa
ketidakefektifan pola nafas berhubungan Setelah dilakukan implementasi pada An.
dengan gangguan neurologis pada hari A dan evaluasi yang didapatkan selama 5
pertama yaitu : hari pada An. A dengan diagnosa
S : - , O : Pasien terpasang O 2 melalui nrm ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
10 liter, pernapasan cuping hidung, RR 21, berhubungan dengan kurang suplay O2 ke
A : Masalah belum teratasi, P : Intervensi jaringan pada hari pertama yaitu :
dilanjutkan. Pada hari ke 5 pasien S : -, O : Daerah ekstremitas pucat, akral
mengalami perbaikan rr dalam rentang dingin, CRT > 2 detik, hb 11,4 g/dl, Ht
normal, tidak ada pernapasan cuping 38 %, pasien terpasang O2 dengan nrm
hidung, O2 melalui nrm 8 liter sehingga 10 liter/menit, A : Masalah belum
masalah keperawata yang ditemukan
teratasi, P : Intervensi dilanjutkan. Pada

5
Poltekkes Kemenkes
hari ke 5 akral teraba hangat dan CRT <
teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan.
2 detik, masalah keperawatan yang
Setelah dilakukan implementasi pada Tn. J ditemukan teratasi dan intervensi
dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari dihentikan.
pada Tn. J dengan diagnosa resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak Setelah dilakukan implementasi pada An.
berhubungan dengan trauma kepala pada A dan evaluasi yang didapatkan selama 5
hari pertama yaitu : hari pada An. A dengan diagnosa
S : Keluarga mengatakan pasien belum ketidakefektifan perfusi jaringan otak
sadar, O : Pasien mengalami penurunan berhubungan dengan trauma kepala pada
kesadaran dengan GCS 7, E1M4V2, TD= hari pertama yaitu :
140/85 mmHg, HR= 88 x/menit, RR= 27 S : Keluarga mengatakan pasien belum
x/menit, MAP= 104 mmHg, suhu 38oC, A : sadar, O : Pasien mengalami penurunan
Masalah belum teratasi, P : Intervensi kesadaran dengan GCS 8, E2M4V2, TD=
dilanjutkan. Pada hari ke 4 kesadaran
139/80 mmHg, HR= 100 x/menit, RR=
pasien mulai membaik, hingga hari ke 5
tingkat kesadaran meningkat, TTV dalam
30 x/menit, S= 37o C MAP 99,6 mmHg,
batas normal sehingga masalah teratasi A : Masalah belum teratasi, P :
sebagian dan intervensi dilanjutkan. Intervensi dilanjutkan. Pada hari ketiga
kesadaran pasien mulai membaik
Setelah dilakukan implementasi pada Tn. J dengan GCS 9 sampai dengan hari ke 5
dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari kesadaran membaik GCS 9, MAP
pada Tn. J dengan diagnosa hipertermi dalam rentang normal dan TTV dalam
berhubungan dengan proses penyakit pada rentang normal sehingga masalah yang
hari pertama yaitu : ditemukan teratasi sebagiaan dan
S : -, O : Akral teraba panas, kulit intervensi dilanjutkan.
kemerahan, suhu 38o C, A : Masalah belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan. Pada Setelah dilakukan implementasi pada An.
hari kedua suhu pasien dalam rentang A dan evaluasi yang didapatkan selama 5
normal dan akral teraba hangat sehingga hari pada An. A dengan diagnosa
masalah keperawatan yang ditemukan kerusakan jaringan integritas kulit
teratasi dan intervensi dihentikan. berhubungan dengan faktor mekanik pada
hari pertama yaitu :
S : - , O : tampak luka lecet pada
permukaan kulit di tangan kanan dan
kiri pasien, pada tangan kanan panjang
luka ± 13 cm, luka merah dan basah,
tidak ada pus, tampak udem, leukosit
17.530/ mm3, A : Masalah belum
teratasi, P : Intervensi dilanjutkan. Pada
hari ke 5 luka sudah mulai mengering
sebagian, masalah keperawatan yang
ditemukan teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.

5
Poltekkes Kemenkes
C. Pembahasan
Pada BAB ini peneliti akan membahas kesinambungan antara teori dengan
laporan kasus asuhan keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2
dengan cedera kepala berat yang dilakukan sejak tanggal 12 – 21 Februari
2018. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Partisipan 1 dan partisipan 2 mempunyai jenis kelamin yang sama,
masing- masing berumur 20 tahun dan 6 tahun. Hal ini sesuai dengan
teori Brain Injury Association Of America dalam Bararah & Jauhar
(2013), yaitu laki-laki cendrung mengalami cedera kepala 1,5 kali
lebih banyak daripada perempuan. Menurut Brain Injury Association
Of America dua kelompok umur yang beresiko mengalami cedera
kepala yaitu dari umur 0 – 4 tahun dan umur 15-19 tahun.
a. Keluhan utama
Menurut teori Wijaya & Yessie (2013), pasien cedera kepala
biasanya memiliki keluhan utama, seperti penurunan kesadaran,
perdarahan di otak, hilangnya memori sesaat, sakit kepala, mual
dan muntah, gangguan pendengaran, oedema pulmonal, kejang,
infeksi, tanda herniasi otak, hemiparise, gegar otak, fraktur
tengkorak.
Menurut Annur dalam penelitiannya tentang Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Cedera Kepala (2016), mengatakan pasien
cedera kepala masuk dengan keluhan utama penurunan kesadaran
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sebelum di rujuk ke
rumah sakit, muntah darah, dan kejang-kejang.
Menurut asumsi peneliti partisipan 1 dan 2 sama-sama masuk
dengan keluhan utama penurunan kesadaran, mengalami
kecelakaan lalu lintas sebelum dirujuk ke RSUP. Dr. M. Djamil
Padang, keluar darah dari hidung dan mulut serta kejang.

5
Poltekkes Kemenkes
Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan pada partsipan 1
pasien mengalami penurunan kesadaran, keluar darah dari hidung,
mulut dan telinga, muntah dan kejang, sedangkan pada partisipan 2
pasien mengalami penurunan kesadaran, keluar darah dari hidung,
mulut, memar dibagian kepala, muntah dan kejang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut teori Muttaqin, A (2008), pasien cedera kepala saat
dilakukan pengkajian yang ditemukan meliputi tingkat kesadaran
menurun (GCS <15), konvulsi, muntah, takipnea, nyeri kepala,
lemah, terdapat luka pada wajah dan kepala.
Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan pada partisipan 1
tanggal 12 Februari 2018, pasien sudah hari rawatan ke 4, keadaan
pasien lemah, tingkat kesadaran somnolen, terdapat luka pada
wajah. Keluarga mengatakan sejak masuk rumah sakit pasien
belum sadarkan diri. sedangkan pada partisipan 2 hasil pengkajian
yang di dapatkan pada tanggal 17 Februari 2018, pasien sudah hari
rawatan ke 1, keadaan lemah, tingkat kesadaran somnolen, terdapat
memar dibagian belakang kepala.
Menurut analisa peneliti, riwayat kesehatan sekarang partisipan 1
dan partisipan 2 sama- sama mengalami penurunan kesadaran dan
sama-sama ada luka pada daerah wajah dan kepala.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Menurut teori Muttaqin, A (2008), biasanya pasien dengan cedera
kepala akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma
langsung ke kepala.
Berdasarkan pengkajian pada partisipan 1 keluarga mengatakan
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas yang terjadi 1 hari
sebelum masuk di rujuk ke RSUP. Dr. M. Djamil Padang dan tidak
diketahuinya pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi, DM,
Penyakit jantung koroner. Sedangkan partisipan 2 pada riwayat
kesehatan dahulu keluarga mengatakan pasien mengalami

5
Poltekkes Kemenkes
kecelakaan lalu lintas yang terjadi 1 hari sebelum pasien di rujuk
ke RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Menurut analisa peniliti salah satu penyebab cedera kepala adalah
akibat dari kecelakaan lalu lintas.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut teori Muttaqin, A (2008), perlu dilakukannya pengkajian
riwayat kesehatan keluarga pada pasien yang dapat memperlambat
proses pemulihan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, jantung koroner,
anemia, penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat
adiktif dan konsumsi alkohol.
Menurut analisa peneliti cedera kepala bukan merupakan penyakit
tidak dapat diturunkan, namun terjadi karena trauma dari luar.
Tetapi ada beberapa penyakit yang dapat memperburuk keadaan
pasien seperti diabetes melitus, hipertensi, dan jantung koroner.
Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan, tidak diketahuinya
partisipan 1 memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM, maupun
penyakit lainnya yang dapat memperburuk proses pemulihan
pasien.
e. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik partisipan 1 didapatkan keadaan umum
pasien lemah, tingkat kesadaran somnolen, GCS 7, E 1M4V2, TD=
146/80 mmHg, HR= 90 x/menit, RR= 30 x/menit, Suhu 38,4 oc,
MAP= 102 mmHg, terpasang nrm 10 liter/menit, terdapat luka di
pelipis kiri , pernafasan cuping hidung, terdengar suara nafas
tambahan gurgling.
Pada pemeriksaan fisik partisipan 2 didapatkan keadaan umum
pasien lemah, tingkat kesadaran somnolen, GCS 8, E2M4V2, TD=
140/80 mmHg, HR= 108 x/menit, RR= 33 x/menit, Suhu 37,4 0c,
MAP = 100 mmHg, terdapat luka memar dibagian belakang
kepala, pemeriksaan kaku kuduk (+), kaki sebelah kanan patah.

6
Poltekkes Kemenkes
Pada pemeriksaan fisik didapatkan partisipan 1 dan 2 sama sama
mengalami penurunan kesadaran, adanya luka pada bagian wajah
dan kepala, MAP dalam rentang normal, dan defisit neurologis.
Menurut analisa peneliti kedua partsipan mengalami peningkatan
TIK. Menurut Umar (2012) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pada anak jaringan neural yang sedikit mengandung mielin
yang menyebabkan jaringan saraf mudah rusak, sehingga pada
anak lebih sering terjadi injuri yang diffus dan edema otak dan
peningkatan tekanan intrakranial lebih mudah terjadi
Menurut teori Muttaqin, A (2008), menjelaskan bahwa
bertambahnya volume otak akibat perdarahan dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang ditandai dengan nyeri kepala
progresif, papila edema, muntah proyektil, MAP meningkat dan
penurunan kesadaran.

2. Diagnosa Keperawatan
Kasus pada partisipan 1 dan 2 dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 4 diagnosa yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
(partisipan 1), Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
gangguan neurologis (partisipan 1 & partisipan 2), Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang suplai O2
(partisipan 2), Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan trauma kepala (partisipan 1 & partisipan 2),
hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (partisipan 1), dan
kerusakan jaringan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik (partisipan 2).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan sekret dijalan nafas ditegakkan peneliti pada
partisipan 1 karena didukung oleh data pasien mengalami
penurunan kesadaran, terpasang OPA, terdengar bunyi gurgling,

6
Poltekkes Kemenkes
frekuensi pernafasan meningkat, pasien gelisah. Hal ini sesuai
dengan NANDA Internasional 2015-2017, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas didefenisikan ketidakmampuan membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan
bersihan jalan nafas, dengan batasan karakteristik gelisah,
penurunan bunyi nafas, perubahan frekuensi nafas, sputum dalam
jumlah banyak, suara nafas tambahan, tidak ada batuk.
Menurut analisa peneliti diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas diangkat sebagai diagnosa utama karena bersifat gawat dan
jika pasien mengalami sumbatan pada jalan nafas maka suplay O 2
ke otak mengalami gangguan sehingga otak tidak mendapatkan O 2
secara maksimal dan hal ini akan menyebabkan kematian jaringan.
b. Ketidakefektifan pola nafas
Diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
kerusakan neurologis ditegakkan peneliti pada partisipan 1 dan 2
karena didukung oleh data-data antara lain pasien mengalami sesak
nafas dengan frekuensi pernafasan diatas normal, pernafasan
cuping hidung dan pernafasan dibantu dengan non rebreathing
mask 10 L/i. Hal ini sesuai dengan NANDA Internasional 2015-
2017, ketidakefektifan pola nafas didefinisikan inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat, dengan batasan
karakteristik fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu
pernapasan, penurunan kapasitas vital, pernapasan cuping hidung,
pola nafas abnormal.
Menurut analisa peneliti diagnosa ketidakefektifan pola nafas
diangkat karena pada pasien cedera kepala berat mengalami
penurunan kesadaran dan umumnya pasien mengalami gangguan
di jalan nafas, gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi.
Gangguan pernafasan biasanya disebabkan oleh gangguan sentral
akibat depresi pernafasan pada lesi di medula oblongata.

6
Poltekkes Kemenkes
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan kurang suplay O2 ke jaringan ditegakkan peneliti pada
partisipan 2 karena didukung pada partisipan 2 ditemukan data
udem pada kedua ekstremitas atas, akral teraba dingin, CRT > 2
detik, konjungtiva anemis. Hal ini sesuai dengan NANDA
Internasional 2015-2017, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
didefinisikan penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan, dengan batasan karakteristik edema, waktu
pengisian CRT > 2 detik, perubahan karekteristik kulit (warna,
kelembapan, sensasi dan suhu), warna kulit pucat.
d. Resiko ketidafefektifan perfusi jaringan otak
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala ditegakkan peneliti pada partisipan 1 dan 2 karena
didukung oleh beberapa data diantaranya, pasien sebelumnya
mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien muntah, kejang dan
mengalami penurunan kesadaran, kesadaran somnolen, adanya
trauma pada kepala, tanda-tanda vital tidak normal, adanya
kerusakan neurolgi dan adanya peningkatan TIK. Hal ini sesuai
dengan NANDA Internasional 2015-2017, resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan.
Menurut analisa peneliti, diagnosa ini ditegakkan karena otak dapat
berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
terpenuhi. Energi yang dihasilkan dalam sel-sel saraf hampir
semuanya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi jika kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Sehingga
peneliti mengangkat diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak.

6
Poltekkes Kemenkes
e. Hipertermi
Diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
ditegakkan peneliti pada partisipan 1 karena didukung oleh data-
data akral pasien teraba panas, suhu 38,4 oC, kulit pasien tampak
kemerahan. Hal ini sesuai dengan NANDA Internasional 2015-
2017, hipertermi didefinisikan sebagai suhu inti tubuh diatas
kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi, dengan
batasan karakteristik gelisah, kulit kemerahan, kulit terasa hangat,
takikardia.
Menurut analisa peneliti diagnosa hipertermi diteggakkan pada
pasien cedera kepala karena adanya kerusakan pengaturan suhu di
hipotalamus.
f. Kerusakan integritas kulit
Diagnosa kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan
faktor mekanik ditegakkan peneliti pada partisipan 2 karena
didukung oleh data terdapat luka lecet dipermukaan kulit pada
tangan kanan dengan panjang ± 13 cm, lebar ± 5cm, luka tampak
merah dan basah, tidak ada pus, tampak oedem pada kedua tangan. Hal
ini sesuai dengan NANDA Internasional 2015-2107, kerusakan
integritas kulit didefinisikan sebagai kerusakan pada epidermis dan
atau dermis, dengan batasan karakteristik benda asing menusuk
permukaan kulit dan kerusakan integritas kulit.

3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2
didasarkan pada tujuan intervensi masalah keperawatan yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret dijalan nafas, rencana asuhan keperawatan
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat
menunjukkan frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas tambahan, jumlah sekret berkurang. Dengan

6
Poltekkes Kemenkes
intervensi pengisapan lendir pada jalan nafas, manajemen jalan
nafas.
Hal ini sesuai dengan teori Brunner & Suddarth (2017), pada
ketidakefektifan jalan nafas intervensi keperawatan pengisapan
lendir di jalan nafas merupakan salah satu tujuan yang paling
penting agar membangun dan mempertahankan jalan nafas yang
adekuat.
Menurut Savitri (2012) dalam penelitiannya, bahwa intervensi
yang dilakukan pada pasien cedera kepala dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah kaji kelancaran jalan
nafas, auskultasi dada dan lakukan suction (pengambilan sputum).
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
neurologis, rencana asuhan keperawatan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, irama pernafasan teratur, suara auskultasi nafas
normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak sianosis.
Dengan intervensi terapi oksigen, monitor tanda-tanda vital.
Menurut Savitri (2012) dalam penelitianya, bahwa intervensi yang
dilakukan pada pasien cedera kepala dengan masalah
ketidakefektifan pola nafas adalah dengan pemberian terapi
oksigen.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang suplay O2 ke jaringan, rencana asuhan keperawatan dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan pengisian capilary
revil time < 2 detik, suhu ujung kaki dan tangan hangat, tekanan
darah sistol dan diastol dalam rentang normal, MAP dalam rentang
normal, tidak ada udem perifer, saturasi O2 dalam rentang normal.
Dengan intervensi terapi oksigen, monitor tanda-tanda vital, dan
manajemen sensasi perifer.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma
kepala, rencana asuhan keperawatan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan dapat menunjukkan tekanan darah

6
Poltekkes Kemenkes
sistol dan diastol dalam rentang normal, frekuensi nadi normal,
tidak ada tanda orostatik hipertensi, saturasi oksigen normal, tidak
ada tanda peningkatan TIK, kesadaran meningkat, tidak
hipertermia, fungsi sensorik dan kranial membaik. Dengan
intervensi yaitu manajemen oedema serebral, terapi oksigen,
monitor peningkatan TIK, monitor neurologi, monitor tanda-tanda
vital. Intervensi ini sama dengan penelitian Annur (2016), untuk
intervensi keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala sesuai dengan
NIC yaitu terapi oksigen, monitor peningkatan TIK dan monitor
tanda – tanda vital.
Menurut analisa peneliti intervensi yang dilakukan bertujuan agar
mengetahui adanya peningkatan TIK dan untuk menentukan
perkembangan penyakit pada pasien.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, rencana asuhan
keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing. Dengan intervensi manajemen demam,
monitor tanda-tanda vital.
Menurut analisa peneliti intervensi manajemen demam dan
monitor tanda vital dilakukan agar tidak terjadinya peningkatan
TIK akibat peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik,
recana asuhan keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan perfusi jaringan normal, tidak ada tanda-tanda
infeksi, ketebalan dan tekstur jaringan normal, menunjukkan proses
penyembuhan luka. Dengan intervensi, pengecekan kulit dan perawatan
luka.

6
Poltekkes Kemenkes
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan tindakan yang telah direncanakan
pada intervensi. Implementasi tindakan keperawatan pada partisipan 1
dan partisipan 2 yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret dijalan nafas.
Implementasi yang peneliti lakukan yaitu mengauskultasi suara
pernafasan sebelum dan sesudah suction, melakukan suction,
memonitor, meberiikan bronkodilator sesuai program terapi dokter,
suara nafas tambahan dan memonitor status respirasi.
Menurut Savitri (2012) dalam penelitiannya, implementasi yang
dilakukan pada pasien cedera kepala dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu mengkaji kelancaran
jalan nafas dengan auskultasi dada dan evaluasi pergerakan dada,
menghisap lendir, dengan melakukan suction pada pasien.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan
neurologis.
Implementasi yang peneliti lakukan adalah memonitor status
respirasi dan oksigen, memonitor aliran O 2, memonitor tanda-tanda
vital dan tanda-tanda hipoventilasi.
Menurut analisa peneliti implementasi ini dilakukan untuk
mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral, volume darah dan peningkatan TIK.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen.
Implementasi yang peneliti lakukan adalah memonitor tanda-tanda
vital, memonitor daerah yang peka terhadap rangsangan,
memonitor adanya tromboembolism dan mengobservasi adanya
tanda hipoventilasi.
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala.

6
Poltekkes Kemenkes
Implementasi yang peneliti lakukan yaitu mengatur posisi pasien
dengan elevasi kepal 30o, melakukan pemeriksaan status
neurologis dan nervus kranialis I-XII, melakukan pemeriksaan
tingkat kesadaran dengan glasgow coma scale, memonitor tanda-
tanda vital, memonitor adanya tanda peningkata TIK, memonitor
intake dan output pasien, memberikan oksigen melalui nrm dengan
volume 10 liter, memberikan manitol untuk menurunkan oedema
serebri. Hal ini sesuai dengan penatalaksanaan pasien cedera
kepala dalam teori Rendy & Margareth (2012), salah satunya
yaitu, memberikan pengobatan anti edema dengan larutan
hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Implementasi yang peneliti lakukan adalah mengukur suhu
sesering mungkin yaitu sekali 2 jam, memonitor warna dan suhu
kulit, memberikan antipiretik sesuai program terapi dokter,
memberikan kompres pada bagian lipatan paha dan aksila.
Menurut Dewi (2013) dalam penelitiannya, pentingnya menjaga
suhu pasien cedera kepela dalam rentang normal, karena jika suhu
pasien > 380C akan menyebabkan kerusakan otak meliputi
peningkatan metebolisme di daerah penumbra, peningkatan
pelepasan asam amino exitatory dan radikal bebas,asidosis dan
perubahan permeabilitas dari sawar otak. Oleh sebab itu perlunya
dilakukan pemantauan suhu tubuh dan pencegahan hipertemi pada
pasien.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
Implementasi yang peneliti lakukan adalah memonitor karakteristik
luka, mengukur luas luka, memonitor kulit terhadap kemerahan
dan memonitor tanda-tanda infeksi.

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan
untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang

6
Poltekkes Kemenkes
diberikan. Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai. Evaluasi yang
didapatkan pada partisipan 1 dan partisipan 2 yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret dijalan nafas
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan 1 pada hari kedua sekret
masih banyak dan sudah di suction secara berkala. Pada hari
kelima sekret sudah mulai berkurang. Menurut analisa peneliti, dari
intervensi yang ada, ada satu intervensi yang tidak dilakukan
peneliti yaitu fisioterapi dada dikarenakan pasien mengalalami
penurunan kesadaran, pasien terlihat gelisah. Seharusnya dalam
melakukan fisioterapi dada pasien dalam keadaan tenang sehingga
pemeriksaan lebih akurat. Namun dari hasil implementasi yang
telah dilakukan peneliti, maka masalah teratasi sebagian, yang
ditandai dengan data objektif yaitu produksi sputum berkurang.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
neurologis
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan 1 pada hari kelima
frekuensi pernafasan pasien mulai normal, pernapasan cuping
hidung tidak ada, oksigen yang diberikan memalui nrm 8 liter,
masalah yang ditemukan teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan. Sedangkan pada partisipan 2 pada hari kelima
frekuensi pernafasan dam rentang normal, tidak ada pernapasan
cuping hidung dan irama pernapasan normal, terpasang kanula
nasal dengan volume 4 liter, masalah yang ditemukan teratasi
sebagian dan intervensi dilanjutkan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang suplay O2 ke jaringan
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan 2 yaitu tidak ada
oedema pada ekstremitas, tidak ada pucat pada ekstremitas, CRT
kembali < 2 detik, sehingga masalah yang ditemukan teratasi dan
intervensi dihentikan.

6
Poltekkes Kemenkes
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala.
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan 1 yaitu pada hari kedua
pasien masih mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 7,
pada hari ketiga tanda-tanda vital mulai membaik pada hari 4
kesadaran pasien mulai meningkat menjadi 8, tekanan intrakranial
dalam batas normal, masalah yang ditemukan sebagian teratasi dan
intervensi dilanjutkan. Sedangkan pada partisipan 2 pada hari
kedua tingkat kesadaran 8, tanda-tanda vital diatas batas normal.
Pada hari kelima tekanan darah mulai normal dan tingkat
kesadaran meningkat nilainya menjadi 9, tekanan intrakranial
dalam batas normal, masalah yang ditemukan sebagian teratasi dan
intervensi dilanjutkan.
Menurut Sastrodiningrat dalam penelitian Faqih (2017), usia
adalah faktor yang kuat dalam mempengaruhi prognosa, pada
umumnya diketahui anak-anak lebih baik daripada orang dewasa.
Menurut analisa peneliti, proses pemulihan cedera kepala pada
anak lebih cepat perkembangan pemulihannya dibandingkan
dewasa karena pertumbuhan dan perkembangan sel anak yang
lebih baik daripada dewasa.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan 1 yaitu suhu tubuh
pasien normal, akral teraba hangat, tidak ada warna kemerahan
pada kulit sehingga masalah yang ditemukan teratasi dan intervensi
dihentikan.
Menurut Dewi (2013) dalam penelitiannya, perubahan suhu pada
pasien cedera kepala teratasi pada hari ketiga, dengan pengukuran
suhu turun dari 39,8 0C menjadi 36,80C. Implementasi yang
dilakukan dengan mengukur suhu setiap 8 jam dan melakukan
kompres serta pemberian atipiretik pada pasien cedera kepala.
Menurut asumsi peneliti hal ini sama dengan evaluasi yang
didapatkan pada penelitian Dewi.

7
Poltekkes Kemenkes
f. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan faktor
mekanik
Evaluasi yang didapatkan pada partisipan 2 yaitu luka sudah mulai
mengering, tidak ada pus dan tidak kemerahan, tidak ada tanda-
tanda infeksi, sehingga masalah yang teratasi sebagian dan
intervensi dilanjutkan.

7
Poltekkes Kemenkes
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala di Ruangan HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2018, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang di dapatkan pada pasien cedera kepala adalah
penurunan kesadaran, keluar darah dari hidung, telinga dan mulut,
muntah, kejang, udem serebri, mengalami peningkatan TIK dan
adanya kerusakan neurologis. Dari hasil pengkajian kedua pasien
cedera mengalami kecelakakaan lalu lintas.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien cedera kepala yang ditemukan
yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
trauma kepala, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan sekret dijalan nafas, ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan neurologis, hipertemi berhubungan
dengan proses penyakit, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan kurang suplay O2 dan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien cedera kepala yaitu manajemen
udem serebral, terapi oksigen, monitor peningkatan TIK, monitos
neurologi, monitor tanda-tanda vital, pengisapan lendir di jalan nafas,
manajemen jalan nafas, manajemen demam, manajemen sensasi
perifer, pengecekan kulit dan perawatan luka.

7
Poltekkes Kemenkes
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilaukan pada pasien cedera kepala
yaitu memposisikan kepala dengan elevasi 30o, memonitor status
neurologi, memonitor intake dan output, memeriksa kelancaran aliran
oksigen, memonitor adaya penigkatan TIK, memonitor tingkat
kesadaran dengan glasgow coma scale, memonitor tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu, melakukan pengisapan lendir,
mengauskultasi suara nafas, mengukur luas luka, melakukan
perawatan luka,

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada pasien cedera kepala yang di dapatkan
selama 5 hari penelitian adalah teratasinya masalah hipertermi pada
hari kedua dan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
sedangkan untuk masalah keperawatan lainnya teratasi sebagian pada
hari kelima.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut
:
1. Bagi Perawat Ruangan HCU Bedah
Studi kasus yang peneliti lakukan pada pasien diharapkan dapat
menjadi informasi bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
serta perawat lebih memantau lagi perkembangan GCS dan memonitor
adanya peningkatan TIK pada pasien cedera kepala.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai data dasar dan bahan
pembelajaran dan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala lainnya.

7
Poltekkes Kemenkes
DAFTAR PUSTAKA

Annur, Rahmi Yolanda. 2016. Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien


dengan Cedera Kepala di Ruang HCU Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Padang : Poltekkes Kemenkes Padang.
Bararah, Taqiyyah & Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan: Paduan
Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakarya.
Baticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Bulecheck, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) edisi kelima.
Philadelphia : Elsevier.
Dewi, Rita dkk. 2008. Karakteristik Klinis Trauma Kepala Pada Anak di RS. Dr.
Cipto Mangkusumo Jakarta. Di akses dalam
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/720/655 pada
tanggal 2 juni 2018 pukul 13.00 WIB.
Faqih, Ubaidillah dkk. 2017. Faktor yaNG Mempengaruhi Kemandirian pada
Pasien Cedera Kepala yang Pernah di Rawat di IGD RSUD. DR. R. Koesma
Tuban. Di akses dalam https://media.neliti.com/media/publications/99667-
ID-analisis-faktor-yang-mempengaruhi-kemand.pdf pada tanggal 2 juni 2018
pukul 21.00 WIB.
Grace, Pierce A. & Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga.
Hudak & Gallo. 2013. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Ed.6, Volume 2.
Jakarta : EGC.
Kartika, Iin Ira. 2017. Buku Ajar Dasar – Dasar Riset Keperawatan. Jakarta : CV
Trans Info Media
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta
Kristatnty, Paula. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta Timur :
CV.Trans Info Media.
Librianty, Nurfanida. 2015. Panduan Mandiri Melacak Penyakit. Jakarta : Kawah
Media.
Moorhead, dkk. 2013. Nursing Ourcome Classification (NOC) edisi kelima.
Philadelphia : Elsevier.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogykarta : Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

7
Poltekkes Kemenkes
NANDA 2015-2017. 2015. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi (Budi
Anna Keliat, dkk, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Nasir, Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. A dengan Cedera
Kepala Sedang di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen, diakses dalam :
http://eprints.ums.ac.id/21984/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf pada tanggal 6
Januari 2018 pukul 20.00 WIB.
Nasution, Syahrul Hamidi. 2014. Mild Head Injury Vol.2, No.4. Diakses dalam
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=162376&val=5502&titl
e=MILD%20HEAD%20INJURY pada tanggal 2 Sepetember 2017 Pukul
19.42 WIB.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. RINEKA
CIPTA.
Nurarif, A.H & Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta : MediAction.
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Rendy, M. Clevo & Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Yogjakarta : Nuha Medika.
RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Indeks Penyakit Instalasi Rawat Inap tahun 2017.
Safrizal. 2013. Hubungan Nilai Oxygen Delivery dengan Outcome Rawatan
Pasien Cedera Kepala Sedang. Diperoleh di http://jurnal.fk.unand.ac.id.
Diakses Tanggal 2 September Pukul 11.00 WIB.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia.
Savitri, Nadia Citra. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Post Craniotomy
dengan Diagnosa Cedera Kepala Berat (CKB) di Intensive Care Unit (ICU)
RSUD. DR. MOEWARDI di Surakarta. Diperoleh di
http://eprints.ums.ac.id/22048/20/02._Naskah_Publikasi.pdf. Diakses
Tanggal 1 Juni 2018 Pukul 09.00 WIB.
Solihin, M. Zainal. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Kepala di
RSI Sakinah Mojokerto. Diperoleh di
http://repository.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/PUB
KEB/article/viewFile/549461 . Diakses tanggal 2 September 2017 Pukul
13.15 WIB.
Smeltzer, Susan C. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 (Devi Yulianti &
Amelia Kimin, Penerjemah). Jakarta : EGC.
Sugiyono. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta.

7
Poltekkes Kemenkes
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Sagung Seto.
Umar, Nazaruddin, dkk. 2012. Penatalaksanaan Cedera Otak Pada Anak.
Diperoleh di
http://www.inasnacc.org/images/vol1no3juli2012/3.MuhammadAr.pdf.
Diakses tanggal 31 Mei 2018 Pukul 20.00 WIB.
Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : TIM.
Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah :
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
World Health Organization. 2016. http:/www.who.int, dibaca tanggal 6 Januari
2018 Pukul 14.00 WIB.

7
Poltekkes Kemenkes
7
Poltekkes Kemenkes

Anda mungkin juga menyukai