Anda di halaman 1dari 100

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN AKTIVITAS GERAK PADA


PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG RAWAT
SYARAF RSUP DR M DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

ERU DWI PUTRA

NIM: 173110241

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN AKTIVITAS GERAK PADA


PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG RAWAT
SYARAF RSUP DR M DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Ahli Madiya Keperawatan

ERU DWI PUTRA

NIM: 173110241

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

TAHUN 2020

i
ii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eru Dwi Putra


Tempat, Tanggal Lahir : Sei Geringging, 4 Desember 1998
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Kampung Apa III Koto Aur Malintang Selatan,
Kabupaten Padang Pariaman
Nama Orang Tua
Ayah : Amril
Ibu : Mursida
Riwayat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun

1 TK Nurul Huda 2004-2005

2 SD SDN 07 VI Koto Aur Malintang 2005-2011

3 SMP SMPN 1 VI Koto Aur Malintang 2011-2014

4 SMA SMAN 1 Lubuk Basung 2014-2017

5 D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2017-2020

iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gangguan Aktivitas Gerak Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Rawat Syaraf RSUP Dr M Djamil Padang”. Peneliti
menyadari bahwa, peneliti tidak akan bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
tanpa bantuan dan bimbingan Ibu Hj. Reflita, S.Kp, M.Kes selaku pembimbing I
dan ibu Hj. Efitra, S.Kp, M.Kes. selaku pembimbing II yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini. Tidak lupa juga peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, M.Si selaku Direktur Poltekkes


Kemenkes RI Padang.
2. Bapak Dr. Yusirwan, Sp. B, Sp. BA(K), MARS selaku pimpinan RSUP
Dr. M. Djamil Padang yang telah mengizinkan untuk pengambilan data
dan melakukan survei awal.
3. Ibu Ns. Hj. Sila Dewi Anggreni, M.Kep,Sp.KMB selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang
4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep, Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi Prodi D
III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
5. Bapak Ibu Dosen dan Staf yang telah membantu dan memberikan ilmu
dalam pendidikan untuk bekal bagi peneliti selama perkuliahan di Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang
Peneliti menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab
itu peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, peneliti
berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu keperawatan.
Padang, 25 Juni 2020

Peneliti

vi
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, 25 Juni 2020

ERU DWI PUTRA


ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN AKTIVITAS GERAK PADA
PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG RAWAT SYARAF
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Isi: xiii+ 60 halaman + 4 tabel + 13 lampiran

ABSTRAK

Gangguan aktivitas gerak pada pasien strokenon hemoragik dapat terjadi


karena penurunan kekuatan otot. Angka kejadian stroke non hemoragik di RSUP
Dr. M. Djamil padang, 67 orang di tahun 2018, dan 89 orang tahun 2019. Hasil
studi dokumentasi terhadap catatan keperawatan tidak ditemukan adanya
pelaksanaan latihan ROM (range of motion). Tujuan penelitian untuk
mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan aktivitas gerak pada pasien stroke
non hemoragik di ruang rawat syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2020.
Desain penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Tempat
penelitian di ruang rawat syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang, dilakukan dari
Desember 2019 sampai Juni 2020. Populasi penelitian adalah pasien stroke non
hemoragik dengan gangguan aktivitas gerak sebanyak 3 orang, sampel diambil
satu orang dengan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian yang
digunakan yaitu format pengkajian keperawatan dasar, tensi meter, dan stetoskop.
Analisa dilakukan dengan membandingkan antara data yang ditemukan pada
pasien dengan teori.
Hasil pengkajian didapatkan kekuatan otot ekstremitas kanan pasian 3,
tangan dan kaki kanan sulit digerakkan, jari tangan sulit menggenggam, kaki
kanan sulit diangkat. Diagnosi keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Intervensi keperawatan yang
diambil yaitu, dukungan ambulasi dan teknik latihan penguatan otot. Tindakan
yang dilakukan seperti latihan ROM, mengatur posisi, dan mengukur tanda vital.
Hasil evaluasi didapatkan pasien mengatakan kebas sudah mulai berkurang, nilai
kekuatan otot meningkat dari 3 menjadi 4, tangan dan kaki kanan sudah mulai
bisa digerakkan, sehingga masalah teratasi sebagian.
Melalui direktur rumah sakit diharapkan perawat ruangan dapat
melakukan latihan ROM pada pasien stroke non hemoragik dengan gangguang
aktivitass gerak serta mendokumentasikannya. Bagi peneliti selanjutnya
disarankan melihat efektifitas latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot
pada pasien stroke non hemoragik.

Kata kunci: aktivitas gerak, mobilitas, stroke non hemoragik, asuhan


keperawatan
Daftar Pustaka: 20 (2007-2018)

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... v
KATA PENGANTAR........................................................................................ vi
ABSTRAK......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................vii

BAB I PEMBUKAAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5
D. Manfaat penelitian...................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Kebutuhan Aktivitas gerak terkait mobilisasi.............................7
1. Konsep Aktivitas Gerak.....................................................................7
2. Konsep Mobilisasi.............................................................................7
3. Konsep Dasar Imobilisasi..................................................................9
B. Gangguan mobilisasi pada pasien stroke.................................................25
1. Pengertian stroke................................................................................25
2. Etiologi stroke....................................................................................26
3. Tanda dan gejala................................................................................27
4. Faktor penyebab.................................................................................28
5. Patofisiologi gangguan mobilisas pada pasien stroke........................30
C. Asuhan keperawatan................................................................................31
1. Pengkajian..........................................................................................31
2. Diagnosis Keperawatan.....................................................................37
3. Intervensi keperawatan......................................................................38
4. Implementasi......................................................................................41
5. Evaluasi..............................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian......................................................................................42
B. Tempat dan waktu penelitian...................................................................42
C. Populasi dan sampel.................................................................................42
D. Alat dan intsrumen penelitian .................................................................43
E. Teknik pengumpulan data........................................................................44
F. Sumber data.............................................................................................45
G. Rencana Analisis......................................................................................46

viii
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi kasus .......................................................................................47
1. Pengkajian keperawatan.....................................................................47
2. Diagnosis keperawatan......................................................................48
3. Intervensi keperawatan......................................................................49
4. Implementasi keperawatan.................................................................49
5. Evaluasi keperawatan.........................................................................51
B. Pembahasan Kasus...................................................................................51
1. Pengkajian keperawatan.....................................................................51
2. Diagnosis keperawatan......................................................................53
3. Intervensi keperawatan......................................................................54
4. Implementasi keperawatan.................................................................56
5. Evaluasi keperawatan.........................................................................57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................59
B. Saran........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Tingkat Aktivitas................................................................................. 31
Table 2.2 Kemampuan Rentang Gerak................................................................ 32
Table 2.3 Kekuatan Otot...................................................................................... 33
Table 2.4 Intervensi Keperawatan....................................................................... 38

x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Posisi Fowler.................................................................................... 14
Gambit 2.2 Posisi Sim ......................................................................................... 14
Gambar 2.3 Posisi Tranderemburg...................................................................... 15
Gambar 2.4 Posisi Dorsal Recumbent................................................................. 16
Gambar 2.5 Posisi Litotomi................................................................................. 16
Gambar 2.6 Posisi Geno Pectoral........................................................................ 17
Gambar 2.7 Latihan Fleksi Dan Ekstensi Pergelangan Tangan........................... 18
Gambar 2.8 Latihan Fleksi Dan Ekstensi Siku.................................................... 18
Gambar 2.9 Latihan Pronasi Dan Supinasi Lengan Bawah................................. 19
Gambar 2.10 Latihan Pronasi Fleksi Bahu.......................................................... 20
Gambar 2.11 Latihan Abduksi Dan Adduksi....................................................... 20
Gambar 2.12 Latihan Rotasi Bahu....................................................................... 21
Gambar 2.13 Latihan Fleksi Dan Ekstensi Jari-Jari............................................. 22
Gambar 2.14 Latihan Inversi Dan Eversi Kaki.................................................... 22
Gambar 2.15 Latihan Fleksi Dan Ekstensi Pergelangan Kaki............................ 23
Gambar 2.16 Latihan Fleksi Dan Ekstensi Pergelangan Lutut........................... 24
Gambar 2.17 Latihan Rotasi Pangkal Paha.......................................................... 24
Gambar 2.18 Latihan Abduksi Dan Adduksi Pangkal Paha................................ 25

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 1
Lampiran 3 : Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 2
Lampiran 4 : Lembar Konsul Penelitian Pembimbing 1
Lampiran 5 : Lembar Konsul Penelitian Pembimbing 1
Lampiran 6 : Surat Izin Pengambilan Data dari Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 7 : Surat Izin Pengambilan Data dari RSUP Dr. M. Djamil Padang
: Surat Izin : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Padang
Pengambilan
Data dari
Rekam
Medis RSUP
Dr. M.
Djamil
Padang
: Surat Izin : Surat Lulus Uji Etik dari RSUP Dr. M. Djamil Padang
Survei Awal
Di Ruang
Rawat
Kebidanan
RSUP Dr. M.
Djamil
Padang
Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 11 : Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 12 : Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 13 : Format Pengkajian

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow dalam teori
Hierarki Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen,makan dan minum,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, bergerak, dan seksualitas), keamanan,
cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Hidayat dan Uliyah, 2014).

Aktifitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang meningkatkan


pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori (Kemenkes RI,
2015). Menurut WHO (2010) aktivitas fisik yaitu setiap gerakan tubuh
yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik sangat berkaitan erat dengan mobilisasi. Mobilisasi
merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan
kesehatannya (Hidayat, 2009).

Mobilisasi juga bertujuan untuk mempertahankan range of motion (ROM),


memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi, mengerakkan seseorang
secara dini pada fungsi aktivitas meliputi gerakan ditempat tidur, duduk,
berdiri, dan berjalan, mencegah masalah komplikasi, meningkatkan
kesadaran diri dari bagian hemiplegia, dan meningkatkan kontrol dan
keseimbangan duduk dan berdiri (Purwanti, 2008).

Ada hal yang akan mempengaruhi manusia dalam melakukan mobilisasi,


seperti gaya hidup, proses penyakit atau cedera, kebudayaan, tingkat
energi, usia dan status perkembangan (Hidayat dan Uliyah, 2014). Ketika

1
Poltekkes Kemenkes Padang
2

terjadi penurunan dari beberapa hal tersebut, maka kemampuan mobilisasi


seseorang akan berkurang atau bahkan tidak bisa sama sekali untuk
melakukan mobilisasi. Ketidakmampuan melakukan mobilisasi disebut
imobilisasi. Imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau
aktivitas (Hidayat dan Uliyah, 2014).

Gangguan aktivitas gerak tidak dapat dipisahkan dari perubahan fisiologis


dan perubahan fungsional tubuh, seperti perubahan pada metabolisme
tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elekrolit, gangguan dalam kebutuhan
nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan,
perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem muskoloskletal, perubahan
kulit, perubahan eliminasi (BAB dan BAK), dan perubahan perilaku.
Banyak kondisi terkait yang dapat menyebabkan terganggunya pergerakan
manusia salah satunya proses penyakit seperti stroke (Hidayat dan Uliyah,
2014).

Stroke atau Cerebral Vasculer Accident (CAV) merupakan gangguan


dalam sirkulasi instraserebral yang berkaitan vaskular insuffiensi,
trombosis,emboli, atau perdarahan. Stroke ada yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak dan ada karena penyumbatan pembuluh
darah otak (Nugroho, 2011). Menurut World Stroke Organisasion16%
populasi dunia mengalami stroke (Kemenkes RI, 2017). Prevalensi
kejadian stroke di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada
tahun 2018 sebesar 10,9%, sedangkan prevalensi kejadian stroke di
Sumatera Barat 10,7% (Kemenkes RI, 2018).

Stroke non hemoragik merupakan stroke yang tidak diakibatkan oleh


perdarahan pada otak. Stroke non hemoragik dapat meliputi iskemik dan
infark, stroke non hemoragik ini merupakan stroke yang paling sering
terjadi (Kemenkes RI, 2019). Stroke non hemoragik atau biasa disebut
dengan stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan

Poltekkes Kemenkes Padang


3

terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila


tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian bagian otak
tersebut. Stroke iskemik terjadi bila karena suatu sebab suplai darah ke
otak terhambat atau terhenti (Junaidi, 2012).

Gangguan aktivitas gerak pada pasien strokedapat terjadi karena


penurunan kekuatan otot. Otot berfungsi untuk menggerakkan ekstermitas.
Menurut penelitian Sari (2015) yang berjudul batasan karakteristik dan
faktor yang berhubungan (etiologi) diagnosis keperawatan: hambatan
mobilitas fisik pada pasien stroke, batasan karakteristik utama yang
muncul pada pasien stroke adalah kesulitan membolak-balik posisi,
keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus, dan
keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar yang
masing-masingnya 100%, sedangkan untuk keterbatasan kemampuan
rentang pergerakan sendi (26,9%), dan pergerakan lambat (3,8%). Hal ini
menunjukkan pada pasien stroke masih dapat melakukan pergerakkan
walaupun terbatas dan lambat.

Penatalaksaan keperawatan untuk aktivitas gerak pasien terkait mobilisasi


pada pasien stroke non hemoragik sangat perlu dilakukan sejak dini,
karena pengembalian kemampuan gerak dan kekuatan otot pasien perlu
diperhatikan. Selain penatalaksaan dokter terkait pemberian obat, latihan
Range of Motion (ROM) dapat digunakan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan
tonus otot. Latihan ROM merupakan tindakan untuk mengurangi
kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot. Latihan ROM dapat
dilakukan secara aktif maupun secara pasif (Hidayat, 2014).

Peran perawat penting dalam asuhan keperawatan pada pasien stroke non
hemoragik dengan gangguan aktivitas gerak ini, pengkajian keperawatan
pada pasien meliputi anggota gerak pasien.Pengkajian juga mengarah pada

Poltekkes Kemenkes Padang


4

tanda dan gejala stroke, seperti kelemahan anggota tubuh, tingkat


kesadaran, dan tekanan darah pasien. Diagnosis keperawatan yang dapat
muncul yaitu gangguan mobilitas fisik (SDKI, 2016). Perencanaan dan
tindakan keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa
dukungan ambulasi dan teknik latihan penguatan otot.Evaluasi penting
dilakukan untuk menilai sejauh mana masalah yang dihadapi pasien dapat
teratasi (Hidayat dan Uliyah, 2014).

Hasil survei awal yang peneliti lakukan di Ruangan Rawat Syaraf RSUP
Dr. M. Djamil Padang, pada tanggal 31 Desember 2019 didapatkan data
pasien rawat inap yang tercatat di rekam medis RSUP Dr. M. Djamil
Padang ada 47 pasien stroke non hemoragik selama tahun 2017, 67 orang
di tahun 2018, dan 89 orang tahun 2019. Hasil wawancara dengan
perawat ruangan pasien yang mengalami stroke sudah dilakukan miring
kiri-miring kanan setiap 2 jam, namun dalam pelaksanaannya sering kali
tidak terlaksanan sebagaimana mestinya. Berdasarkan data catatan
keperawatan tidak ditemukan adanya catatan yang terkait latihan fisik atau
ROM, hal ini menunjukkan belum adanya pelaksanaan latihan ROM.

Berdasarkan uraian di atas peneliti melakukan penelitian tentang asuhan


keperawatan gangguan aktivitas gerak pada pasien stroke non hemoragik
di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana asuhan keperawatan
gangguan aktivitas gerak pada pasien stroke non hemoragik di ruangan
saraf RSUP Dr. M Djamil Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang


5

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan aktivitas gerak pada
pasien stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP Dr. M Djamil
Padang.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan gangguan aktivitas gerak
pada pasien stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP Dr. M
Djamil Padang.
b. Mendeskripsikan diagnosiskeperawatan gangguan aktivitas gerak
pada pasien stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP Dr. M
Djamil Padang.
c. Mendeskripsikan rencana keperawatan gangguan aktivitas gerak
pada pasien stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP Dr. M
Djamil Padang.
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan gangguan aktivitas
gerak pada pasien stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP
Dr. M Djamil Padang.
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan gangguan aktivitas gerak
pada pasien stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP Dr. M
Djamil Padang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Studi kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan latihan
ROM untuk asuhan keperawatan gangguan aktivitas gerak pada pasien
stroke non hemoragik di Ruangan Syaraf RSUP Dr. M Djamil Padang.
2. Bagi perawat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi perawat
melakukan latihan gerak pada pasien stroke non hemoragik.

Poltekkes Kemenkes Padang


6

3. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dan menjadi literature menjadi
bagi peneliti selanjutnya yang akan mengambil kasus tentaang asuhan
keperawatan gangguan aktivitas gerak pada pasien stroke non
hemoragik.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB II

TINJAUN TEORITIS

A. Konsep kebutuhan Aktivitas Gerak Terkait Mobilisasi


1. Konsep Aktivitas Gerak
a. Definisi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga (pembakaran kalori) (Kemenkes, 2015), yang
meliputi aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga, sedangkan menurut
WHO (2010) yang dimaksud dengan aktivitas fisik adalah kegiatan
yang dilakukan paling sedikit 10 menit tanpa henti. Aktivitas fisik
dibagi atas tiga tingkatan yakni aktivitas fisik ringan, sedang, berat.
Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
menggerakkan tubuh, aktivitas fisik sedang adalah pergerakan tubuh
yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar, dengan kata lain
adalah bergerak yang menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari
biasanya, sedangkan aktivitas fisik berat adalah pergerakan tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran kalori)
sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.

b. Manfaat Aktivitas Fisik


Cara yang paling sederhana untuk meningkatkan kekebalan tubuh
adalah dengan melakukan latihan fisik atau olahraga serta istirahat dan
tidur yang cukup. Latihan fisik ringan sekalipun, seperti aerobik
selama 30 menit, mampu mengaktifkan sel darah putih, yang
merupakan komponen utama kekebalan tubuh pada sirkulasi darah.
Idealnya melakukan latihan aerobik selama 30 menit (Yuliarto, 2012).

2. Konsep Mobilisasi
a. Pengertian mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup

7
PoltekkesKemenkes Padang
8

sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak dapat menyebabkan


ketergantungan dan membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
perlu diperlukam untuk meningkatkan kemandirian, kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan
untuk aktualisasi diri (Mubarak, 2007). Mobilisasi merupakan
kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Hidayat, 2014).
b. Jenis mobilisasi
Menurut Ernawati (2012) jenis mobilisasi antara lain:
1) Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh adalah kemampuan seseorang bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya.
3) Mobilisasi sebagian temporer
Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara.
4) Mobilisasi sebagian permanen
Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.
c. Tujuan mobilisasi
Menurut Purwanti (2008) tujuan mobilisasi di antaranya:
1) Mempertahankan range of motion
2) Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi

PoltekkesKemenkes Padang
9

3) Mengerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktivitas meliputi


gerakan ditempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan.
4) Mencegah masalah komplikasi
5) Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegi
6) Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk dan berdiri.
7) Memaksimalkan aktivitas perawatan diri.

d. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi (Hidayat, 2014):


1) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
2) Proses penyait atau cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi
karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh.
3) Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi
kebudayaan.
4) Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi agar seseorang
dapat melakukan kegiatan dengan baik, membutuhkan energi yang
cukup.
5) Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang
berbeda.

3. Konsep Imobilisasi
a. Pengertian imobilisasi
Imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan misalnya
mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas dan sebagainya (Hidayat, 2014).

PoltekkesKemenkes Padang
10

b. Jenis imobilisasi
Menurut Hidayat (2014):
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik adalah keterbatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi pergerakkan,
seperti pada pasien dengan hemiplegi yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah peralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual adalah keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilisasi emosional
Imobilisasi emosional adalah keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri, seperti pada pasien yang stress berat
karena diamputasi.
4) Imobilisasi sosial
Imobilisasi sosial adalah keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interasi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial.

c. Perubahan sistem tubuh akibat imobisasi


Dampak dari mobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem
tubuh, seperti perubahan pada metebolisme tubuh, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan
fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan, perubahan
kardiovaskuler, perubahan muskuloskeletal, perubahan kulit,
perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku (Hidayat, 2014).

PoltekkesKemenkes Padang
11

1) Perubahan metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mempengaruhi metabolisme secara
normal, karena dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh.
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilisasi adalah menurunnya persediaan protein dan
konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskuler ke interstisial menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Gangguan perubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan perubahan zat-
zat makanan pada tingkat sel menurun, yaitu sel tidak lagi
menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
4) Gangguan fungsi gastrointestinal
Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal.
Hal ini disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil
makanan yang dicerna sehingga penurunan jumlahmasukan yang
cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual
dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
5) Perubahan sistem pernapasan
Imobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadi lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu, terjadinya penurunan kadar hemoglobin
dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke
jaringan, sehingga menyebabkan anemia. Penurunan ekspansi paru
dapat terjadi karena tekana yang meningkat oleh permukaan paru.

PoltekkesKemenkes Padang
12

6) Perubahan kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilisasai antaralain
dapat berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan
terjadinya pembentukkan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik
dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom.
Pada posisi yang tetap dan lama, rekfleks neurovaskular akan
menurun dan menyebabkan vasokontriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem
sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat
disebabkan karena imobilisasi dengan posisi horizontal, dalam
keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstermitas bawah
bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan
jantung akhirnya akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus
juga disebabkan oleh meningkatkan vena statis yang merupakan
hasil penurunan kontraksi muskular sehingga meningkatkan arus
balik vena.
7) Perubahan sistem muskuloskeletal
a) Gangguan muskular, yaitu menurunnya massa otot sabagai
dampak imobilisasi dapat menyebabkan menurunnya kekuatan
otot secara langsung.
b) Gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur
sendiri dan osteoporosis.
8) Perubahan sistem integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat
imobilisasi dan terjadi iskemi serta nekrosis pada jaringan
superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan
kulit yang kuat dan sirkulasi menurun ke jaringan.
9) Perubahan eliminasi
Perubahan eliminasi misalnya penurunan jumlah urin yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah
jantung sehingga aliran darah renal dan urin berkurang.

PoltekkesKemenkes Padang
13

10) Perubahan perilaku


Perubahan perilaku akibat imobilisasi anatara lain, timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan
siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya
perubahan perilaku tersebut merupakan dampak dari imobilisasi,
karena dalam proses imobilisasi seseorang akan mengalami
perubahan peran, konsep diri, dan juga kecemasan.

d. Pentalaksanaan imobilitas
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi
tubuh sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan
aktif.
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas
dapat disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler,
sim, trendelenburg, dorsal recumbent, litotomi, dan genopectoral
(Hidayat & Uliyah, 2014).
a) Posisi fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, yaitu
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi
ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernafasan pasien. Caranya adalah sebagai
berikut:
i) Jelaskan prosedur yangakan dilakukan
ii) Dudukkan pasien
iii) Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau
tempat tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan
untuk fowler (90 derajat)
iv) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk

PoltekkesKemenkes Padang
14

Gambar 2.1 Posisi Fowler


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014
b) Posisi Sim
Posisi Sim adalah posisi miring ke kanan atau miring kiri.
Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan
memberikan obat melalui anus (supositoria). Caranya adalah
sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke
kiri dengan posisi badan setengah tertelungkup dan kaki
kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada
iii) Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan
tangan kanan di atas tempat tidur
iv) Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah
tertelungkup dan kaki kanan lurus,lutut dan paha kiri
ditekuk diarahkan ke dada
v) Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung
dan tangan kiri di atas tempat tidur

Gambar2.2 Posisi Sim


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

PoltekkesKemenkes Padang
15

c) Posisi Trandelenburg
Pada posisi ini pasien berbaringdi tempat tidur dengan bagian
kepala lebih rendah dari pada bagian kaki.Posisi ini dilakukan
untuk melancarkan peredaran darah ke otak. Caranya adalah
sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal
diantara kepala dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan
bantal dibawah lipatan lutut
iii) Berikan balok penopang ada bagian kaki tempat tidur atau
atur tempat tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki
pasien

Gambar2.3 Posisi Trandelenburg


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014
d) Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut
fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi
ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta
pada proses persalinan. Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah
dibuka
iii) Tekuk lutut,renggangkan paha, telapak kaki mengahadap ke
tempat tidur, dan renggangkan kedua kaki
iv) Pasang selimut

PoltekkesKemenkes Padang
16

Gambar2.4 Posisi Dorsal Recumbent


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014
e) Posisi Litotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan menganggkat
kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini
dilakukan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan,
dan memasang alat kontrasepsi. Caranya adalah sebagai
berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian angkat kedua
pahanya dan tarik ke arah perut
iii) Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
iv) Letakkan bagian lutut atau kaki pada tempat tidur khusus
untuk posisi litotomi
v) Pasang selimut

Gambar2.5 Posisi Litotomi


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

PoltekkesKemenkes Padang
17

f) Posisi Geno Pectoral


Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk
dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.Posisi ini
dilakukan untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid.
Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua
kaki ditekuk dan dada menempel pada kasur tempat tidur
iii) Pasang selimut pada pasien

Gambar2.6 Posisi Geno Pectoral


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

2) Latihan ROM pasif dan aktif


Pasien yang mobiltas sendinya terbatas karena penyakit,disabilitas,
atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya
imobilitas. Latihan ini dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas
persendian ( Hidayat & Uliyah, 2014).

a) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Atur posisi lengan pasien degan menjauhi posisi tubuh dan
siku menekuk dengan lengan
iii) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang
lain memegang pergelangan tangan pasien
iv) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
v) Catat perubahan yang terjadi

PoltekkesKemenkes Padang
18

Gambar 2.7 Latihan Fleksi dan Ekstensi Pergelangan


Tangan
Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014
b) Fleksi dan Ekstensi Siku
Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh
dengan telapak mengarah ke tubuhnya
iii) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya
dengan tangan lainnya
iv) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu
v) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
vi) Catat perubahan yang terjadi

Gambar 2.8 Latihan Fleksi dan Ekstensi Siku


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

PoltekkesKemenkes Padang
19

c) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan
siku menekuk
iii) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
iv) Putar lengan bawah pasien sehingga tepaknya menjauhinya
v) Kembalikan ke posisi semula
vi) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya
mengahadap ke arahnya
vii) Kembalikan ke posisi semula

Gambar 2.9 Latihan Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

d) Pronasi Fleksi Bahu


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Atur posisi tangan pasien di sisi tubunya
iii) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
iv) Angkat lengan pasien pada posisi semula
v) Catat perubahan yang terjadi

PoltekkesKemenkes Padang
20

Gambar 2.10 Latihan Pronasi Fleksi Bahu


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

e) Abdukksi dan Adduksi


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Atur posisi lengan asien di samping badannya
iii) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
iv) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah
perawat
v) Kembalikan ke posisi semula
vi) Catat perubahan yang terjadi

Gambar 2.11 Latihan Abdukksi dan Adduksi


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

PoltekkesKemenkes Padang
21

f) Rotasi Bahu
Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Atur posisi lengan pasien menjauhi ubuh dengan siku
menekuk
iii) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat
siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
iv) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan mengahadap ke bawah
v) Kembalikan ke posisi semula
vi) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas
vii) Kembalikan lengan ke posisi semula

Gambar 2.12 Latihan Rotasi Bahu


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

g) Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara
tangan lain memegang kaki
iii) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kak ke bawah
iv) Luruskan jari-jari kemdian dorong ke belakang
v) Kembalikan ke posisi semula
vi) Catat perubahan yang terjadi

PoltekkesKemenkes Padang
22

Gambar 2.13 Latihan Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

h) Inversi dan Eversi kaki


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari
dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya
iii) Putar kaki ke dalam shingga telapak kaki menghadap ke
kaki lainnya
iv) Kembalikan ke posisi semula
v) Putar kaki keluar seingga bagian telapak kaki menjauhi
kaki yang lain
vi) Kembalikan ke posisi semula

Gambar 2.14 Latihan Inversi dan Eversi kaki


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

PoltekkesKemenkes Padang
23

i) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki
lurus dan rileks
iii) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada
pasien
iv) Kembalikan ke posisi emula
v) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
vi) Catat perubahan yang terjadi

Gambar 2.15 Latihan Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014
j) Fleksi dan Ekstensi Lutut
Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang
tumit pasien dengan tangan yang lain
iii) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
iv) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
v) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat
kaki ke atas
vi) Kembali ke posisi semula
vii) Catat perubahan yang terjadi

PoltekkesKemenkes Padang
24

Gambar 2.16 Latihan Fleksi dan Ekstensi Lutut


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

k) Rotasi Pangkal Paha


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan
satu tangan yang lain diatas lutut
iii) Putar kaki menjauhi perawat
iv) Putar kaki ke arah perawat
v) Kembalikan ke posisi semula
vi) Catat perkembangan yang terjadi

Gambar 2.17 Latihan Rotasi Pangkal Paha


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

PoltekkesKemenkes Padang
25

l) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha


Caranya adalah sebagai berikut:
i) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
ii) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan
satu tangan pada tumit
iii) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm
dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
iv) Gerakkan kaki mendekati badan pasien
v) Kembalikan ke posisi semula
vi) Catat perkembangan yang terjadi

Gambar 2.18 Latihan Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha


Sumber: Hidayat & Uliyah, 2014

B. Gangguan mobilisasi pada pasien stroke


1. Pengertian stroke
Stroke adalah keadaan yang terjadi saat otak rusak akibat aliran darah
terganggu. Hal ini terjadi karena penyumbatan arteri oleh gumpalan
darah karena adanya kolesterol dan hemoragi atau perdarahan di dalam
otak serta permukaan otak (Rudd dalam Arum, 2015).

Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah defisit neurologi


terjadi akibat terhentinya suplai arah ke otak yang dapat berkibat
kerusakan dan kematian sel-sel otak yang menimpulkan gejala klinis
antara lain kelumpuhan wajah atau anggota badan yang lain, gangguan
sensibilitas, perubahan mendadak status mental, gangguan penglihatan,

PoltekkesKemenkes Padang
26

dangguan bicara (Bararah & Jaurah, 2013). Stroke merupakan penyakit


atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan syaraf akibat
terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroe akut
didefinisikan sebagai penyakit obat akibat terhentinya suplai darah ke
otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke
hemoragik) (Junaidi, 2012).

2. Etiologi stroke
Kondisi penyebab stroke menurut (Widagdo, dkk, 2008):
a. Trombus
b. Arterosklerosis dalam arteri intrakranial dan ekstrakranial
1) Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
2) Arteritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen (autoimun)
atau asteritis bakteri.
3) Hiperkoagulasi seperti policytemia
4) Thrombosis vena serebral
c. Emboli
1) Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik
2) Infark miokard
3) Fibrilasi arteri
4) Endokarditis bakteri dan endokarditis non bakteri
menyebabkan bekuan pada endokardium
d. Perdarahan
1) Perdarahan intraserebral karena hipertensi
2) Perdarahan subaraknoid
3) Rupture anurisma
4) Arteri venous malformation
5) Hipokoagulasi

3. Tanda dan gejala (Nugroho, dkk, 2016):

PoltekkesKemenkes Padang
27

a. Kehilangan atau menurunnya kemampuan motorik


b. Kehilangan atau menurunnya kemampuan komunikasi
c. Gangguan persepsi
d. Kerusakan fungsi kognitif dan afe psikologik
e. Disfungsi: 12 saraf cranial, kemampuan sensorik, refleks otot,
kandung kemih.

Tanda dan gejala stroke menurut (Arum, 2015):


a. Gangguan motorik
b. Nyeri kepala
c. Disertia
d. Gangguan sensorik
e. Muntah
f. Disfasia
g. Vertigo
h. Tidak sadar
i. Kejang
j. Gangguan visual
k. Gangguan keseimbangan
l. Migrain

Tanda dan gejala stroke menurut Ariani (2012):

a. Defisit lapangan penglihatan


1) Kehilangan setengah lapangan penglihatan
2) Mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak
3) Kehilangan penglihatan perifer
4) Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau
batas objek
5) Diplopia (penglihatan ganda)

b. Defisit motorik

PoltekkesKemenkes Padang
28

1) Hemiparise
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama
2) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tidak tegak. Tidak mampu menyatukan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3) Disatria kesulitan membentuk kata dalam bicara
4) Disfagia kesulitan menelan
c. Defisit verbal
1) Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
2) Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tapi tidak masuk akal
3) Afasia global
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami dan tidak
mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi tidak
masuk akal.
d. Defisit kognitif
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi, alasan abstrak buruk, dan perubahan penilaian.
e. Defisit emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah
serta perasaan isolasi.

4. Faktor penyebab stroke (Arum,2015):


a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke:
1) Arterisklerosis atau pengerasan pembuluh darah
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (faktor genetik)

PoltekkesKemenkes Padang
29

3) Migrain atau sakit kepala sebelah


b. Faktor risiko perilaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini
dapat terjadi pada:
1) Kebiasaan merokok
2) Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol
3) Suka menyantap makanan cepat saji
4) Kurangnya aktifitas gerak atau olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa
alasan dan emosi yang tidak stabil
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Arum, 2015):
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi menyebabkan adanya gangguan aliran darah
menyebabkan pembuluh darah mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak berkurang, dengan itu otak akan kekurangan
oksigen dan glukosa sehingga jaringan otak akan mati.
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung menjadi faktor terbesar terjadinya penyait
stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah di dalam tubuh,
jika mengalami kerusakan maka aliran darah di tubuh menjadi
terganggu, termasu aliran darah ke otak. Gangguan aliran darah
itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
3) Diabetes melitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus lebih kaku
atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
atau penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga
dapat menyebabkan kematian otak dan menimbulkan stroke.
4) Hiperkolesterolemia

PoltekkesKemenkes Padang
30

Hieperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol


dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan menyebabkan
terbentuknya plak pada pembuluh darah,lama kelamaan akan
mengganggu aliran darah,termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor terjadinya stroek karena
tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah.
6) Merokok
Perokok memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan
kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan
pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan
kaku maka akan menyebabkan gangguan aliran darah.
d. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Riwayat keluarga
d) Perbedaan ras

5. Patofisiologi gangguan mobilisasi pada pasien stroke


Hampir semua fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh
sistem saraf. Secara umum sistem saraf mengendalikan aktivitas tubuh
yang cepat seperti kontraksi otot. Susunan saraf terdiri dari susunan
saraf sentral dan saraf perifer. Saraf sentral terdiri dari otak (otak besar,
otak kecil dan batang otak) dan medulla spinalis, susunan saraf perifer
terdiri dari saraf pusat somotik dan otonom (saraf simpatis dan
parasimpatis) (Syaifuddin, 2011).

C. Asuhan keperawatan

PoltekkesKemenkes Padang
31

1. Pengkajian
b. Identifikasi pasien
Identifikasi pada pasien meliputi nama, no rekam medis, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan.
c. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian riwayat saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas, seperti
adanya nyeri, kelemaan otot, kelelehan, kelemahan anggota gerak,
dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
d. Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis(kecelakaan serebrovaskular, trauma kepala,
peningkatan tingakat intraranial, miastenia gravis,Iguillain barre,
cedera medula spinal, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem
kardiovaskular (infark mioard, gagal jantung kongestif), riwayat
penyakit sistem muskuloskeletal(osteoprosis,fraktur,artritis),
riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi
menahun, pneuomonia, dan lain-lain, riwayat pemakaian obat,
seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia,
dan lain-lain.
e. Kemampuan fungsi motorik
Pasien biasanya akan mengalami penurunan kemampuan fungsi
motorik seperti tidak mampu melakukan perawatan diri sendiri.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Kemampuan Fungsi Motorik

Tingkat aktivitas/mobilitas Kategori


Tingat 0 Mampu merawat diri sendiri secara
penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain.
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan

PoltekkesKemenkes Padang
32

orang lain, dan peralatan.


Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan
Sumber: Hidayat & Uliyah, (2014)

f. Kemampuan rentang gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada
daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki
Tabel 2.2 Kemampuan Rentang Gerak

Gerak sendi Derajat


rentang
normal
Bahu
Adduksi:gerakan lengan ke lateral dari poisis samping ke 180
atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh.
Siku
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas 150
menuju bahu.
Pergelangan tangan
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan 80-90
bawah
Ekstensi:luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hiperekstensi:tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh 70-90
mungkin
Abduksi:tekuk pergelengan tangan ke sisi ibu jari ketika 0-20
telapak tanga menghadap ke atas
Adduksi:tekuk pergelengan tangan ke arah kelingking, 30-50
telapak tangan menghadap ke atas
Tangan dan jari
Fleksi:buat kepalan tangan 90
Ekstensi:luruskan jari 90
Hiperekstensi:tekuk jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
Abduksi:kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi adduksi 20
Sumber: Hidayat & Uliyah, (2014)

g. Perubahan intoleransi aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perubahan pada sistem pernapasan, antara lain suara napas, analisis
gas darah, gerakan dinding toraks, adanya mutus, batuk produktif
diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi

PoltekkesKemenkes Padang
33

aktivitas terhadap perubahan sistem ardiovaskuler, seperti nadi dan


tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta
perubhan tanda vital setelah setelah melakukan aktivitas atau
perubahan posisi.

h. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi


Dalam pengkajian kekuatan otot dapat ditentukan secara bilateral
atau tidak. Biasanya pasien akan mengalami penurunan kekuatan
otot, Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan, sebagai
berikut.

Tabel 2.3 Kekuatan Otot

Skala Persentase Karakteristik


Kekuatan normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot
dapat dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal.
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh
yang normal melawan gravitasi dan
tahanan penuh.
Sumber: Hidayat & Uliyah, (2014)

i. Pola pengkajian ADL menurut Potter & Perry, 2012 sebagai


berikut:
1) Pola Nutris
Biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual muntah,
kehilangan sensasi pada lidah.

2) Pola aktivitas dan latihan

PoltekkesKemenkes Padang
34

Biasanya tidak akan mampu melakukan aktivitas dan


perawatan diri secara mandiri.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan
kesadaran sehingga lebih banyak diam.
4) Pola eliminasi
Biasanya terjadi retensi urin atau inkontinensia, dan konstipasi
atau diare.

j. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda Vital : kemungkinan ditemukan pasien stroke non
hemoragik memiliki tekana darah tinggi dengan sistolik > 140
mmHg dan diastolik > 80 mmHg.
2) Nadi : nadi biasanya normal.
3) Pernafasan : biasanya pasien stroke tidak ada mengalami
gangguan pernafasan.
4) Suhu : bisanya tidak ada masalah suhu pada pasien stroke.
5) Pemeriksaan Kepala
a) Kepala : pada umumnya bentuk kepala pasien stroke
normocephalitik
b) Rambut : pada umunya tidak ada kelainan pada rambut
pasien
c) Muka / wajah : kemungkinan yang ditemukan pada wajah
pasien stroke terihat miring kesalah satu sisi, wajah
tampak pucat, pada permeriksaan Nervus V (Trigeminus) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan lokasi
usapan dan pada koma ketika diusapkan ke kornea mata
dengan kapas halus, pasien akan menutup mata.
d) Mata : kemungkinan ditemukan konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupilisokor, palpebra tidak edema.
Pada pemeriksaan fisik Nervus II (Optikus) : biasanya luas

PoltekkesKemenkes Padang
35

pandang baik 90 derajat, visus 6/6. Pada Nervus III


(Okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm, pupil
kadang isokor dan aniskor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV
(Troklearis) : biasanya pasien dapat memngikuti arahan
tangan perawat ke kiri dan ke kanan.
e) Hidung : kemungkinan ditemukan hidung simetris kiri dan
kanan, tidak ada pernafasan cuping hidung. Pada
pemeriksaan Nervus I (Olfaktorius) : kadang-kadang ada
yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat,
namun ada juga yang tidak dan biasanya ketajaman
penciuman pasien antara kiri dan kanan berbeda dan pada
Nervus VIII (Akustikus) : biasanya pada pasien yang
tidak lemah anggota gerak dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung.
f) Mulut dan gigi : kemungkinan ditemukan pada pasien
apatis, stupor, koma hingga koma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan Nervus VII (Facialis) : biasanya lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa asin dan manis. Pada Nervus IX
(Glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak
simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan
pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada Nervus
XII (Hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan
lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat berbicara.
g) Telinga : biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan.
Pada pemeriksaan Nervus VIII (Akustikus) : biasanya
pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien

PoltekkesKemenkes Padang
36

hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan


artikulasi yang jelas.
6) Leher : pada pemeriksaan Nervus X (Vagus) : biasanya pasien
stroke hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada
pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan brudzensky (+).
7) Pemeriksaan Thoraks
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : suara nafas vesikuler atau tidak normal (seperti
ronkhi)
b) Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di Ric II
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : suara vesikuler
8) Abdomen
Insperksi : simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : thympani
Auskultasi : bising usus hiperaktif
9) Pemeriksaan Integumen
a) Kulit : biasanya pada pasien kekerungan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor maka
turgor kulit akan jelek.
b) Kuku : biasanya pada sistem stroke hemoragik ini CRT < 3
detik bila ditangani secara cepat dan baik.
10) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Atas :Pada pemeriksaan Nervus XI (Aksesoris) : biasanya
pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,

PoltekkesKemenkes Padang
37

biasanya saat siku ditekuk tidak ada respon apa-apa dari


siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bisep(-)) dan pada
pemeriksaan trisep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek trisep(-)). Sedangkan pada pemeriksaan refklek
Hoffman Tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman Tromer(-)).
b) Bawah : pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat
pemeriksaan brudzenzky I kaki kiri pasien fleksi
(brudzenzky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya
jari tidak mengembang (reflek babinsky(+)). Pada saat
dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak berespon
(reflke ceddok(+)). Pada saat Pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi
dan ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas denga kuat biasanya pasien tidak mersakan apa-apa
(reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patela
biasanya femur tidak bereaksi saat diketukkan (reflek
patela(+)).
k. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang biasanya terjadi pada pasien
gangguan mobilitas antara lain mudah marah, mudah tersinggung
dan mudah putus asa.
l. Pemeriksaan Diagnostik
1) Compiterizes Tomografi Scanning (CT-scan)
Mengetahui area infark, edema, hematoma, struktur, dan sistem
ventrikel otak.
2) Magnetic Resonnance Imaging (MRI)
Menunjukksn daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arteriovena.
3) Elektro Encrphalopagrafi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperhatikan daerah lesi yang spesifik.

PoltekkesKemenkes Padang
38

4) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, oklusi atau ruptur.
5) Sinar x tengkorak
Mengetahui adanya klasifikasi karotis interna pada thrombosis
cerebral
6) Pungsi lumbal
Cairan serebrospinal berwarna normal (jernih atau putih)
7) Elektro kardiogram
Mengetahui adanya kelainan jantung yang juga menjadi faktor
penyebab stroke
(Tarwoto, 2013)

c. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


Pada pasien stroke non hemoragik dengan gangguan aktivitas gerak
diagnosis keperawatan yang mungkin muncul yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular (PPNI,
2017).

PoltekkesKemenkes Padang
39

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.4 IntervensiKeperawatan

N Diagnosis keperawatan SLKI SIKI


O
1 Gangguan mobiltas fisik Setelah dilakukan Teknik latihan
berhubungan tindakan keperawatan penguatan otot:
diharapkan dapat Observasi:
Penyebab: memenuhi kriteria hasil: 1. Identifiasi risiko
Mobilitas fisik tidak latihan
a. Penurunan kendali terganggu 2. Monitor
otot 1. pergerakan efektifitas latihan
b. Penurunan massa ekstremitas Terpeutik :
otot meningkat 1. lakukan latihan
c. Penurunan kekuatan 2. kekuatan otot sesuai program
otot meningkat yang ditentuan
d. Kekakuan sendi 3. rentang gerak 2. fasilitas
e. Gangguan (ROM) menetapkan
neuromuscular 4. kaku sendi tujuan jangka
f. Gangguan berkurang pendek dan jangka
sensoripersepsi 5. gerakan tidak panjang yang
terkoordinasi realistis dalam
Gejala dan tanda mayor menurun menetukan
6. gerakan terbatas rencana latihan
Subjektif menurun 3. fasilitas
a. Mengeluh sulit 7. kelemahan fisik mengembangkan
menggerakkan menurun program latihan
ekstremitas yang sesuai
dengan tingkat
Objektif kebugaran otot,
a. Kekuatan otot kendala
menurun muskuloskeleta,
b. Rentang tujuan fungsional
gerak(ROM) kesehatan, sumber
menurun daya peralatan
olahraga, dan
Gejala dan tanda minor dukungan sosial
4. berikan instruksi
Subjektif tertulis tentang
- pedoman dan
bentuk gerakan
Objektif untuk setiap
a. Sendi kaku gerakan otot
b. Gerakan tidak Edukasi :
terkoordinasi 1. jelaskan fungsi
c. Gerakan terbatas otot, fisiologi
d. Fisik lemah olahraga, dan
konsekuensi tidak
digunakannya otot

PoltekkesKemenkes Padang
40

2. ajarkan tanda dan


gejala intoleransi
selama dan setelah
sesi latihan
3. anjurkan
menghindari
latihan selama
suhu ekstrem
Kolaborasi :
1. tetapkan jadwal
tindak lanjut
untuk
mempertahankan
motivasi,
memfasilitasi
pemecahan
2. kolaborasi dengan
tim kesehatan lain
dalam
perencanaan,
pengajaran, dan
memonitor
program latihan
otot.

Dukungan ambulasi:
Observasi:
1. Identifikasi
adanya
keluhan fisik
lainnya
2. Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
3. Monitor
frekuensi
jantung dan
tekanan darah
sebelum
memulai
ambulasi
4. Monitor
kondisi umum
selama
melakukan
ambulasi
Terapeutik:
1. Fasilitas

PoltekkesKemenkes Padang
41

melakukan
ambulasi fisik
2. Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan
tujuan
prosedur
ambulasi
2. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan
ambulasi
sederhana
yang harus
dilakukan

3. Implementasi
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan berdasarkan tindakan yang
telah direncanankan. Hasil implementasi yang dilakukan dengan
menyesuaikan dengan kondisi pasien tanpa meninggalkan prinsip dan
konsep keperawatan .

4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi di harapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengetahui
masalah mekanika tubuh dan ambulasi adalah untuk menilai kemampuan
pasien dalam penggunaan mekanika tubuh dengan baik, penggunaan alat
bantu gerak, cara menggapai benda, naik atau turun, dan berjalan.

Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk


mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai berikut:
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM)

PoltekkesKemenkes Padang
42

d. Kaku sendi berkurang


e. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
f. Gerakan terbatas menurun
g. Kelemahan fisik menurun

PoltekkesKemenkes Padang
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan
studi kasus yang berupa asuhan keperawatan pada pasien melalui
pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun rencana
keperawatan, melaksanakan rencana dengan implementasi keperawatan,
dan melakukan evaluasi keperawatan dari tindakan keperawatan dan
dokumentasi keperawatan.

B. Tempat dan waktu penelitian.


Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Syaraf RSUP. Dr. M. Djamil Padang
dari bulan Desember 2019 sampai dengan Juni 2020 dengan 5 hari asuhan
keperawatan.

C. Populasi dan sampel


1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien stroke non
hemoragik dengan gangguan aktivitas gerak di Ruang Rawat
SyarafRSUP. Dr. M. Djamil Padang. Jumlah pasien stroke non
hemoragik dengan gangguan aktivitas gerak di Ruang Rawat Syaraf
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada saat peneliti melakukan penelitian
ada sebanyak 3 orang.
2. Sampel
Sampel penelitian yang akan diambil adalah salah satu pasien stroke
non hemoragik dengan gangguan aktivitas gerak yang berada di Ruang
Rawat Inap Syaraf RSUP. Dr. M. Djamil Padang.Sampel yang akan
dijadikan sampel untuk penelitian ini adalah sebanyak 1 orang pasien.
Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan peneliti yaitu simple
random sampling.

43
PoltekkesKemenkes Padang
44

Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian:


a. Kriteria inklusi
1) Pasien bersedia menjadi responden
2) Pasien yang keadaannya sudah stabil

b. Kriteria ekslusi
1) Pasien stroke dengan GCS kurangan dari 8
2) Pasienpulangpaksa

D. Alat dan instrumen penelitian


Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian yang terdiri dsri
tensimeter, stetoskop, termometer, observasi langsung, dan studi
dokumentasi.
Instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
format pengkajian kebutuhan dasar dimulai dari pengkajian keperawatan
sampai dengan evaluasi keperawatan. Proses keperawatan meliputi:
1. Format pengkajian keperawatan
Terdiri dari identitas pasien, identifikasi penanggung jawab, riwayat
kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan fisik, data psikologis, data
ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan
laboratorium, dan program pengobatan.
2. Format analisa data
Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik,
data masalah dan etiologi.
3. Format diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik,
diagnosis keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta
tanggal dan paraf dipecahkannya masalah.
4. Format rencana asuahan keperawatan
Rencana asuahan keperawatan terdiri dari beberapa komponen
diantaranya diagnosis keperawatan, tujuan dan kriteria hasil, dan
intervensi keperawatan.

PoltekkesKemenkes Padang
45

5. Format catatan perkembangan keperawatan


Implementasi keperawtaan terdiri dari hari dan tanggal dilakukannya
implementasi keperawatan, diagnosis keperawatan, tindakan
keperawatan, berdasarkan intervensi keperawtaan, dan tanda tangan
yang melakukan implementasi keperawatan
6. Format evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik,
hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, evaluasi keperawatan, dan
paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data yang digunakan:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengkaji kepada pasien tentang keluhan
utama yang dirasakan pasien pada saat pengkajian terkait aktivitas
gerak dan mobilisasi, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu seperti pasien pernah menderita hipertensi, dan riwayat
kesehatan keluarga pasien meliputi ada atau tidak keluarga dengan
hipertensi dan stroke.
2. Pengukuran
Pengukuran dilakukan menggunakan alat ukur pemeriksaan
fisik(termometer, tensimeter, dan stestokop) seperti melakukan
pengukuran suhu, tekanan darah, rentang gerak, tingkat kesadaran
pasien serta menghitung frekuensi nafas, nadi.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dengan observasi. Observasi
adalah perbuatan jiwa dan indra secara aktif untuk menangkap
stimulan, gejala objek yang kemudian ditransfer dalam bentuk dta dan
informasi (Ariani, 2014).

PoltekkesKemenkes Padang
46

Dalam observasi ini, peneliti mengobservarsi atau melihat kondisi dari


pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien.Selain itu
juga mengobservasi tindakan apa saja yang telah dilakukan pada
pasien, misalnya pasien terpasang infus, terpasang oksigen terpasang
kateter, pemberian obat. Pada pemeriksaan fisik kita bisa lakukan
melalui 4 cara yaitu inspeksi (melihat keadaan umum pasien, melihat
pergerakan pasien, mengukur rentang gerak pasien), palpasi
(memeriksa tonus otot), pekusi (batas jantung), dan auskultasi(suara
nafas, detak jantung). Pemeriksaan fisik gangguan aktivitas gerak pada
pasien stroke non hemoragik, pemeriksaan tonus otot, rentang gerak
dan pemeriksaan ekstremitas.

4. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan perjalanan penyakit pasien berlalu yang
disusun berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Dokumentasi
keperawatan berbentuk catatan perkembangan dan hasil pemeriksaan
laboratorium darah (Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, hematokrit).

F. Sumber data
1. Data primer
Data yang dikumpulkan meliputi: identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien terkait keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian, riwayat
hipertensi sebelumnya,pola aktivitas sehari-hari terkait kebiasaan
olahraga, kebiasaan makan makanan yang berlemah, dan pemerikasaan
fisik head to toe.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang di peroleh
langsung dari rekam medis pasien meliputi: hasil laboratorium darah
seperti Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, hematokrit.

PoltekkesKemenkes Padang
47

G. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan dasar gangguan aktivitas gerak. Data yang
telah didapatkan dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, penegakan diagnosis, merencanakan tindakan, melakukan
tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dasar aktivitas gerak.
Analisis yang dilakukan adalah untuk melakukan apakah ada persamaan
antara teori yang ada dengan kondisi pasien.

PoltekkesKemenkes Padang
BAB IV

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi kasus
Asuhan keperawatan gangguan aktivitas gerak pada pasien stroke non
hemoragik (infark) dilakukan di ruang rawat inap saraf wanita rumah sakit
Dr. M. Djamil Padang. Pada tanggal 25 Februari 2020. Dengan 1 orang
partisipan yaitu Ny. H umur 63 tahun, didapatkan data sebagai berikut:

1. Pengkajian keperawatan
Ny. H, berasal dari Muaro Duo,Sumatera Selatan,masuk RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan keluhan lemah pada anggota gerak sebelah
kanan kurang lebih 4 hari yang lalu.

Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengatakan kebas ditubuh


bagian kanan, pasien mengeluhkan tangan dan kaki kanan susah
digerakkan, Ny. H mengatakan tangan sulit diangkat, jari sulit untuk
menggenggam, kaki terasa berat untuk digerakkan.

Riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan mengalami hipertensi


sejak 5 tahun yang lalu.

Kebutuhan dasar Ny. H mengatakan, masih sulit menghabiskan


makanannya, hanya makan 3-5 sendok saja, sedangkan untuk minum
1-2 gelas sehari. Pola aktivitas saat sakit, Ny. H mengatakan tangan
sulit diangkat, jari sulit untuk menggenggam, kaki terasa berat untuk
digerakkan.

Pengukuran tanda vital pada saat dilakukan pengukuran tanda vital


didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, nadi: 86 x/menit,
pernapasan: 20x/menit, suhu: 36°C.

48
PoltekkesKemenkes Padang
49

Pemeriksaan fisik Pada mulut Ny. H ditemukan mulut pencong ke


kanan dan pasien bicara pelo. Pada area ekstremitas atas bagian kiri
rentang gerak dan fungsi motorik baik dan pada bagian kanan rentang
gerak menurun, dan fungsi motorik lemah, jari sulit untuk
menggenggam. Lalu pada ekstremitas bawah, rentang gerak kaki
kanan menurun, fungsi motorik lemah, kaki sulit diangkat dan pada
bagian kiri, rentang gerak dan fungsi motorik baik.
Dengan kekuatan otot:

5555 3333
5555 3333

Data penunjang pemeriksaan penunjangyang dilakukan adalah


pemeriksaan laboratorium (hematologi) pada tanggal 26 Februari 2020
menujukkan kadar hemoglobin 11,1 gr/dl (N: 12-16 gr/dl pada
perempuan), hematokrit 35 % (N: 37.0-43.0).

2. Diagnosis keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, dengan pengelompokan data,
memvalidasi data, dan menganalisa data berdasarkan data subjektif
dan objektif, ditemukan diagnosis keperawatan yang mengidentifikasi.
Dengan diagnosis yang terkait dengan gangguan aktivitas gerak
sebagai berikut:

Diagnosis hambatan mobilitas fisik: berhubungan dengan


penurunan kekuatan otot. Diagnosis ini diangkat dengan data mayor
subjektif Ny. H mengatakan pasien kesulitan dalam menggerakakn
tangan dan kaki sebelah kanan, data mayor objektif kekuatan otot
ekstremitas kanan 3, sedangkan data minor objektif sendi sedikit kaku,
gerakan tangan dan kaki sebelah kanan terbatas, maka diagnosis
keperawatan tersebut dapat diangkat.

PoltekkesKemenkes Padang
50

3. Intervensi keperawatan
Perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah-masalah pasien. Dalam menentukan tahap
perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan
keterampilan diantaranya, pengetahuan tentang kekuatan dan
kelemahan pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktek
keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam
memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta
memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam
memenuhi tujuan, serta kemampuan dalam melaksanakan kerjasama
dengan tingkat kesehatan lain. Kegiatan perencanaan ini meliputi
memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta
tindakan (Hidayat, 2009).

Intervensi untuk diagnosis gangguan mobilitas fisik berhubungan


dengan penurunan kekuatan ototsesuai dengan SIKI yaitu: dukungan
ambulasi dengan tindakan Observasi: identifikasi adanya keluhan fisik
lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan, monitor frekuensi
jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi, monitor
kondisi umum selama melakukan ambulasi, Terapeutik: fasilitas
melakukan ambulasi fisik, libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi, Edukasi: jelaskan tujuan prosedur
ambulasi, anjurkan melakukan ambulasi dini, ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan selama 5 hari dimana
implementasi merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
kepada pasien sesuai dengan rencana tindakan yang telah dirumuskan.

PoltekkesKemenkes Padang
51

Implementasi diagnosis gangguan mobilitas fisik yang dilaksanankan


pada tanggal 25 Februari-2 Maret 2020 yaitu pada hari pertama
observasi: menanyakan keluhan yang dirasakan pasien, memeriksa
nadi tekanan darah dan pernafasan sebelum dan sesudah melakukan
latihan ROM, terapeutik: melakukan latihan pada tangan dan kaki
pasien, edukasi: menjelaskan tujuan sebelum melakukan latihan ROM,
mengajarkan keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien.

Pada hari kedua implementasi yaitu observasi: menanyakan perubahan


yang dirasakan pasien setelah dilakukan latihan ROM, memeriksa
nadi, tekanan darah sebelum memeriksa latihan ROM, terapeutik:
melakukan latihan ROM pada tangan dan kaki kanan pasien, edukasi:
menganjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan latihan ROM
pada pasien.

Pada hari ketiga observasi: menanyakan perubahan yang dirasakan


pasien setelah dilakukan ROM, terpeutik: melakukan latihan ROM
pada tangan kanan pasien, edukasi: menganjurkan pasien melatih
ROM sendiri.

Pada hari keempat observasi: melihat kondisi umum pasien, terpeutik:


melakukan latihan ROM pada tangan dan kaki kanan pasien,
memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan setiap 1 jam, edukasi:
menganjurkan pasien dan keluarga melakukan latihan ROM
menganjurkan keluarga untuk memiringkan pasien ke kiri dank e
kanan setiap 2 jam.

Pada hari ke lima observasi: melihat kondisi umum pasien, melihat


kekuatan otot pasien setelah melakukan latihan ROM terpeutik:
melakukan latihan ROM pada tangan dan kaki kanan pasien,
memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan setiap 1 jam, edukasi:
menganjurkan pasien dan keluarga melakukan latihan ROM

PoltekkesKemenkes Padang
52

menganjurkan keluarga untuk memiringkan ke kiri dan ke kanan


ketika di rumah.

5. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan tindakan/ implementasi keperawatan, dilakukan
evaluasi tindakan yang dilakukan selama 5 hari dengan menggunakan
format SOAP, yaitu:

Diagnosis gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan


kekuatan otot terjadi perubahan pada kekuatan otot pada hari kelima
implementasi dengan hasil yang didapatkan sesuai dengan SLKI yaitu
mobilitas fisik tidak terganggu: pergerakan ekstremitas meningkat,
kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM), kaku sendi berkurang,
gerakan tidak terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun, dan
kelemahan fisik menurun.

B. Pembahasan kasus
1. Pengkajian keperawatan

Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengatakan kebas ditubuh


bagian kanan pasien mengeluhkan tangan dan kaki kanan susah
digerakkan, Ny. H mengatakan tangan sulit diangkat, jari sulit untuk
menggenggam, kaki terasa berat untuk digerakkan. Sejalan dengan
teori dari Tarwoto (2013), keluhan yang sering menjadi alasan klien
masuk rumah sakit adalah gangguan motorik, kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
gangguan sensorik. Ny. H yang didiagnosis stroke non hemoragik juga
mengeluhkan kebas dan lemah pada anggota geraknya. Ini disebabkan
karena saat seseorang menderita stroke ada saraf sensori dan motorik
yang ikut terganggung, sehingga menyebabkan gangguan pada
aktivitas geraknya.

PoltekkesKemenkes Padang
53

Riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan mengalami hipertensi


sejak 5 tahun yang lalu. Sejalan dengan hasil penelitian Khairatunnisa
(2017) mengenai Faktor Risiko yang berhubungan dengan kejadian
stroke pada pasien di RSU H. Sahudin Kutacane kabupaten Aceh
Tenggara, dimana hasilnya menunjukkan dari 45 responden terdapat
75,6% diantaranya menderita hipertensi dan 24,4% paasien tidak
hipertensi. Menurut teori Junaidi (2012), hipertensi dapat mempercepat
pengeraasan dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat proses
ateroskrerosis. Hipertensi berperan dalam proses aterosklerosis melalui
efek penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri
yanhg berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat
yang bisa dengan mudah menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah termasuk pembuluh darah otak. Jadi seseorang yang menderita
hipertensi dalam waktu lama sangat berisiko untuk menderita penyakit
stroke yang dapat berakibat kelemahan pada anggota gerak.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan terjadi penurunan kekuatan otot


pada ekstremitas kanan pasien dan fungsi motorik juga menurun.
kekuatan otot pasien:

5555 3333
5555 3333

Menurut Junaidi (2012) salah satu manifestasi klinis dari stroke yaitu
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai pada salah satu sisi
tubuh. Sejalan dengan hasil penelitian Sari, dkk (2015) ditemukan
bahwa faktor yang berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
adalah penurunan kekuatan otot, kaku sendi, gangguan neuromuskular,
nyeri dan gangguan sensori. Sejalan dengan teori Hidayat (2009)
seorang yang mengalami imobilisasi biasanya terjadi kelemahan otot,
kelelahan.

PoltekkesKemenkes Padang
54

Gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien terjadi karena perubahan


perfusi jaringan pada otak yang ditimbulkan oleh trauma atau
penyumbatan pada pembuluh darah otak. Penyumbatan atau trauma
yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pada neurologis dimana
dapat merusak jalur motorik sehingga pasien stroke akan mengalami
disfungsi motorik hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) atau
hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada satu sisi tubuh). Disfungsi
motorik ini menyebabkan pasien stroke mengalami kemunduran fungsi
mobilitas, ketebatasan kemampuan melakukan motorik halus dan
motorik kasar.

2. Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada kasus Ny. H
didapatkan satu diagnosis yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot.

Gangguan mobilitas fisik yaitu keterbatasan dalam gerak fisik dari satu
atau lebih ektremitas secara mandiri. Gejala dan tanda mayor untuk
diagnosis ini yaitu mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan
otot menurun, rentang gerak menurun, sedangkan gejala dan tanda
minornya yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak, sendi kaki, gerakan tidak terkoordinasi,
gerakan terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017).

Penyumbatan yang terjadi pada pembuluh darah otak mengakibatkan


seseorang mengalami stroke non hemoragik. Otak merupakan pusat
dari persarafan, ketika seseorang mengalami stroke maka
persarafannya akan terganggu. Salah satu saraf yang akan terganggu
yaitu saraf motorik baik halus maupun kasar. Saat saraf motorik
terganggu maka kekuatan otot yang berfungsi untuk menggerakan
ekstremitas akan terganggu atau menurun. penurunan kekuatan otot
dapat mengakibatkan gangguan pada aktivitas gerak.

PoltekkesKemenkes Padang
55

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. H


yang mengeluhkan kebas pada tubuh bagian kanan, tangan dan kaki
sebelah kanan sulit digerakkan, kekuatan otot menurun, rentang gerak
menurun, tangan sulit diangkat, jari sulit untuk menggenggam, kaki
terasa berat untuk digerakkan..

Sejalan dengan hasil riset Sari, dkk (2015) terdapat 3 batasan


karakteristik utama yang muncul pada pasien stroke (100%) dengan
diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik yaitu kesulitan
membolak-balik posisi, keterbatasan kemampuan melakukan
keterampilan motorik halus dan keterbatasan kemampuan melakukan
motorik kasar. Hal ini sejalan dengan teori Mubarak (2014) kehilangan
kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan
untuk pemulihan yaitu latihan ROM.

3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan
yang ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri
dari SLKI dan SIKI. Perencanaan tindakan didasarkan pada tujuan
intervensi masalah keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan risiko jatuh
berhubungan dengan kekuatan otot menurun.

Intervensi keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. H untuk


diagnosis gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot yang bertujuan agar mobilitas tidak terganggu dengan
kriteria hasil:pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot
meningkat, rentang gerak (ROM), kaku sendi menurun, gerakan tidak
terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun, kelemahan fisik
menurun(SLKI, 2018)

PoltekkesKemenkes Padang
56

Rencana tindakan berdasarkan SIKI (2018) yaitu: dukungan ambulasi


dengan tindakan Observasi: identifikasi adanya keluhan fisik lainnya,
identifikasi toleransi fisik melakukan, monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai ambulasi, monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi, Terapeutik: fasilitas melakukan ambulasi
fisik, libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi, Edukasi: jelaskan tujuan prosedur ambulasi, anjurkan
melakukan ambulasi dini, ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan.

Tindakan observasi yang dilakukan bertujuan untuk memantau kondisi


dan tanda vital pasien selama melakukan latihan ROM. Penurunan
kondisi selama latihan ROM menunjukkan ketidakstabilan kondisi
pasien untuk melakukan latihan. Tanda vital yang meningkat selama
latihan seperti peningkatan tekanan darah atau peningkatan nadidapat
memperburuk kondisi kesehatan pasien.

Teknik latihan penguatan otot dengan tindakan Observasi:identifiasi


risiko latihan,identifikasi jenis dan durasi aktivitas
pemanasan/pendinginan, monitor efektifitas latihan, Terpeutik
:lakukan latihan sesuai program yang ditentuan, fasilitas menetapkan
tujuan janga pendek dan jangka pendek dan jangka panjang yang
realistis dalam menetukan rencana latihan, fasilitas mengembangkan
program latihan yang sesuai dengan tingkat kebugaran otot, kendala
muskuloskeleta, tujuan fungsional kesehatan, sumber daya peralatan
olahraga, dan dukungan sosial, berikan instruksi tertulis tentang
pedoman dan bentuk gerakan untuk setiap gerakan otot,
Edukasi:jelaskan fungsi otot, fisiologi olahraga, dan konsekuensi tidak
digunakannya otot, ajarkan tanda dan gejala intoleransi selama dan
setelah sesi latihan, Kolaborasi: tetapkan jadwal tindak lanjut untuk
mempertahankan motivasi, memfasilitasi pemecahan, kolaborasi

PoltekkesKemenkes Padang
57

dengan tim kesehatan lain dalam perencanaan, pengajaran, dan


memonitor program latihan otot.

Tindakan terapeutik yang dilakukan yaitu latihan ROM. Menurut


Saputra (2013) untuk mencegah hilangnya kemampuan keseimbangan
tubuh dan postur dalam melakukan pergerakan fisik, dapat diterapkan
latihan ROM, dan mengubah posisi pasien yang memiliki mobilitas
sendi yang terbatas. Latihan ini dilakukan untuk menjaga fungsi sendi
serta memelihara dan mempertahankan kekuatan otot.

Sebelum melakukan latihan ROM pasien dan keluarga diberikan


edukasi tentang tujuan serta prosedur untuk latihan ROM agar pasien
dan keluarga dapat memahami latihan yang dilakukan serta dapat
mempraktikan latihan pada pasien.

4. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan berdasarkan rencana
keperawatan yang telah disusun. Hasil implementasi yang dilakukan
dengan menyesuaikan dengan kondisi pasien tanpa menningglakan
prinsip dan konsep keperawatan.

Diagnosis gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan


kekuatan otot, tindakan yang dilakukan yaituobservasi: menanyakan
keluhan yang dirasakan pasien, memeriksa nadi tekanan darah dan
pernafasan sebelum dan sesudah melakukan latihan ROM, terapeutik:
melakukan latihan pada tangan dan kaki pasien, memiringkan pasien
ke kiri dan ke kanan setiap 1 jam, edukasi: menjelaskan tujuan
sebelum melakukan latihan ROM, mengajarkan keluarga untuk
melakukan latihan ROM pada pasien, menganjurkan pasien dan
keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien.

PoltekkesKemenkes Padang
58

Selama dilakukan tindakan ROM tidak ada kendala yang didapati,


pasien dan keluarga kooperatif dalam melakukan tindakan. Setiap
harinya dilakukan latihan ROM sebanyak 2 kali sehari pagi dan siang
setelah melakukan latihan ROM tersebut ada perubahan yang terjadi
pada kekuatan otot pasien yang menunjukkan perbaikkan yang mana
nilai kekuatan otot Ny. H menjadi 4.

Menurut Saputra (2013) untuk mencegah hilangnya kemampuan


keseimbangan tubuh dan postur dalam melakukan pergerakan fisik,
dapat diterapkan latihan ROM, dan mengubah posisi pasien yang
memiliki mobilitas sendi yang terbatas. Latihan ini dilakukan untuk
menjaga fungsi sendi serta memelihara dan mempertahankan kekuatan
otot.

Pada kasus Ny. H ada kesesuaian antara teori dengan kasus yang
ditemukan pada Ny. H. Latihan ambulasi (ROM) juga memiliki
pengaruh pada kekuatan otot ektremitas Ny. H. Selama melakukan
latihan ROM Ny. H aktif dalam melakukan latihan dibantu oleh
keluarga. Peneliti juga menyarankan keluarga untuk terus melakukan
latihan ROM pada Ny. H. Implementasi dihentikan pada hari ke-5,
karena Ny. H sudah diperbolehkan pulang. Sebelum pulang peneliti
memberikan discard planning agar keluarga dapat melanjutkan latihan
ROM yang sudah diajarkan selama di rumah sakit ketika di rumah
nanti.

5. Evaluasi keperawatan
Pada kasus Ny. H telah dilakukan implementasi selama 5 hari.
Evaluasi yang telah dilakukan tangga 25-2 Maret 2020, untuk
Diagnosis gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot terjadi perubahan pada kekuatan otot pada hari kelima
implementasi dengan hasil yang didapatkan sesuai dengan SLKI yaitu
mobilitas fisik tidak terganggu: pergerakan ekstremitas meningkat,

PoltekkesKemenkes Padang
59

kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM), kaku sendi berkurang,


gerakan tidak terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun, dan
kelemahan fisik menurun.

Sejalan dengan penelitian Marwati & Farid (2013) bahwa ada


perbedaan kekuatan otot antara sebelum dan sesudah dilakukan ROM
2 kali sehari pada pasien stroke dengan hemiparase.

Hasil evaluasi yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada pada
SLKI yaitu pergerakan ekstremitas Ny. H sudah meningkat, subjektif:
pasien mengatakan tangan dan kaki kanan sudah mulai bisa membaik,
pasien mengatakan kebas sudah mulai berkurang, dan hasil objektif:
kekuatan otot sudah mulai mengalami perbaikan, nilai kekuatan otot
dari 3 menjadi 4, pasien sudah diperbolehkan pulang, keluarga dan
pasien diminta untuk melanjutkan latihan ambulasi selama dirumah.

PoltekkesKemenkes Padang
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan gangguan aktivitas gerak
pada pasien Stroke hemoragik (infark) di ruang rawat inap saraf RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan tinjauan teori, tinjauan kasus, dan
pembahasan kasus dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pengkajian yang diperoleh dari partisipan, keluarga, catatan


rekam medik, dan perawat ruangan didapatkan kesesuaian antara teori
dengan data pada kasus yang ditemukan yaitu kelemahan pada anggota
gerak mengakibatkan terjadinya gangguan pada aktivitas gerak.

2. Diagnosis yang muncul pada kasus tersebut ada satu, yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

3. Intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan SLKI dan


SIKI. Intervensi yang direncanakan pada gangguan mobilitas fisik
yaitu dukungan ambulasi Observasi: identifikasi adanya keluhan fisik
lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan, monitor frekuensi
jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi, monitor
kondisi umum selama melakukan ambulasi, Terapeutik: fasilitas
melakukan ambulasi fisik, libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi, Edukasi: jelaskan tujuan prosedur
ambulasi, anjurkan melakukan ambulasi dini, ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan.

4. Impementasi keperawatan dilaksanankan sesuai dengan keadaan


partisipan. Pada diagnosis gangguan mobilitas fisik tindakan yang
dilakukan observasi: menanyakan keluhan yang dirasakan pasien,
memeriksa nadi tekanan darah dan pernafasan sebelum dan sesudah

60
PoltekkesKemenkes Padang
61

melakukan latihan ROM, terapeutik: melakukan latihan pada tangan


dan kaki pasien, memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan setiap 1 jam,
edukasi: menjelaskan tujuan sebelum melakukan latihan ROM,
mengajarkan keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien,
menganjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan latihan ROM
pada pasien.

5. Evaluasi keperawatan pada pasien merujuk pada SLKI yang


menunjukkan bahwa masalah keperawatan yang dialami pasien sudah
teratasi sebagian pada hari ke 5 implementasi walaupun belum sembuh
total, namun dikarenakan pasien sudah pulang maka asuhan
keperawatan hanya dilakukan selama 5 hari dan tindakan yang telah
diajarkan dianjurkan untuk terus dilakukan dirumah.

B. Saran

1. Bagi RSUP Dr. M. Djamil Padang


Melalui bapak Dr. Yusirwan, Sp. B, Sp. BA (K), MARS selaku
direktur rumah sakit diharapkan kepala ruangan dapat memotivasi
perawat di ruangan agar dapat melakukan latihan ROM secara rutin
pada pasien stroke non hemoragik, serta mengajarkan keluarga untuk
melakukan latihan ROM pada pasien, agar dapat mempercepat proses
perbaikan kekuatan otot pasien.

2. Kepada peneliti selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya disarankan meneliti efektifitas latihan ROM
terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik.

PoltekkesKemenkes Padang
Daftar Pustaka

American Heart Association. 2014. Guidelines for the prevention of stroke in


patients whit stroke and transient ischemic attack.

Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika

Arum, Sheria Puspita. 2015. Stroke: Kenali, Cegah, dan Obati. Yogyakarta:
Notebook.

Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Hidayat, 2014. Pengantar kebutuhan dasar manusia (Ed.2). Jakarta: Salemba


Medika.

Hidayat, 2009 Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Junaidi, Iskandar. 2012. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Andi Asset.

Kemenkes RI. 2017. Apa Itu Stroke?.World Stroke Day 2017.

http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBn
dz09/2017/10/Apa_itu_Strok_dr_Taufik_Mesiano_Media_Briefing_Hari_
Stroke_Sedunia_26_Oktober_2017.pdf

Kemenkes RI. 2019. Ketahui Jenis-Jenis Stroke.

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/ketahui-jenis-jenis-
stroke

Mubarak, W & Nurul Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Nugroho,T., Putri, B.T., Putri , D.K. 2016.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PoltekkesKemenkes Padang
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Purwanti, Okti S, Maliya A. 2008. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke.

Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Indonesia : Kementrian Kesehatan


Sari, Selvia Harum.2015. Batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan
(etiologi) Diagnosis keperawatan: Hambatan mobilitas fisik pada pasien
stroke. Jurnal keperawatan dan kesehatan. Vol 3 No. 1

WHO. 2010.Physical Activity. In Guide to Community Preventive Service.

PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
Lampiran 4

PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
PoltekkesKemenkes Padang
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PADANG
JLN. SIMP. PONDOK KOPI SITEBA NANGGALO PADANG TELP. (0751) 7051300
PADANG 25146

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DASAR

NAMA MAHASISWA : ERU DWI PUTRA

NIM : 173110241

RUANGAN PRAKTIK : Ruang Rawat Inap Syaraf RSUP Dr. M. Djamil


Padang

a. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA


1. Identitas Klien
Nama : Ny. H
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Tamat SD
Alamat :Jln. Dasar ilir muara dua, Sumtra Selatan

2. Identifikasi Penanggung jawab


Nama : Tn. A
Pekerjaan :
Alamat : Jln. Dasar ilir muara dua, Sumtra Selatan
Hubungan : Anak

3. Diagnosis Dan Informasi Medik Yang Penting Waktu Masuk

Tanggal Masuk : 25-Februai-2020


No. Medical Record : 01078315
Ruang Rawat : Neurologi

PoltekkesKemenkes Padang
Diagnosis Medik : Stroke infark
Yang mengirim/merujuk : RSUD Sungai Dareh
Alasan Masuk : Pasien merasakan kebas pada sisi kanan tubuh

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


1) Keluhan Utama Masuk : Pasien mengatakan tubuh
sebelah kanan terasa kebas sejak 4 hari yang lalu, bicara pelo dan
mulut mencong sejak 2 minggu yang lalu
2) Keluhan Saat Pengkajian : Saat dilakukan pengkajian
tanggal 26-Februai-2020 pasien mengatakan saat ini tubuh sebelah
kanan pasien terasa kebas dan lemah, pasien sulit berbicara, pasien
mengeluhkan mata memerah dan penglihatan sedikit kabur.

b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu : Pasien mengatakan menderita hipertensi


sejak 5 tahun yang lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga mengatakan bahwa tidak ada


anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien dan
tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit stroke, DM,
hipertensi, dan penyakit keturunan lainnya

5. Kebutuhan Dasar
a. Makan
Sehat : Pasien makan 3 kali sehari dengan komposisi
nasi,lauk,sayur, dan buah dan makanan habis pasien suka makanan
bersantan dan berminyak.
Sakit :Saat dirawat di RS pasien mendapatkan diit makanan lunak
tinggi karbohidrat tinggi protein dan pasien hanyak menghabiskan
¼-1/2 bagian saja.

b. Minum
Sehat : pasien mengatakan saat sehat pasien minum 6-8 gelas
sehari
Sakit : pasien mengatakan saat di RS pasien minum 4-5 gelas
sehari

c. Tidur
Sehat : Pasien mengatakan tidur 6-7 jam tidur nyenyak
Sakit : Pasien mengatakan 6-7 jam, tidur nyenyak

PoltekkesKemenkes Padang
d. Mandi
Sehat : Pasien mengatakan saat sehat mandi 1-2 X sehari
Sakit : Pasien mengatakan saat sakit mandi 1 sehari dibantu
keluarga dan perawat

e. Eliminasi
Sehat : Pasien mengatakan BAB 1x sehari, konsistensi lembek
dan BAK 5-7 X sehari, warna kuning

Sakit : Pasien belum BAB selama di RS dan BAK melalui


kateter,warna kuning

f. Aktifitas pasien
Sehat : Pasien sebagai ibu rumah tangga,
pasien mampu melakukan aktifitas fisik secara normal dan mandiri

Sakit : Pasien tampak hanya berbaring


pasien harus dibantu dalam melakukan aktifitasnya, pasien
mengalami kesulitan saat berjalan

6. Pemeriksaan Fisik

- Tinggi / Berat Badan : 145 cm/ 37 kg

- Tekanan Darah : 140.80 mmHg

- Suhu : 36°C

- Nadi : 86 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Rambut : Kepala normochephal, dengan bentuk wajah oval


dan terlihat cukup bersih, pada rambut klien tampak sudah ditumbuhi uban,
rambut tampak kusam dan berminyak dengan penyebaran rambut cukup merata.

- Telinga : Pada telinga, telinga tampak cukup bersih, tampak


ada serumen yang melekat, simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran masih
baik, tidak ada lesi ataupun luka, dan tidak ada keluhan lainnya.

PoltekkesKemenkes Padang
- Mata : Pada mata klien, tampak simetris, konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil isokhor, penglihatan masih baik tidak,
kedua mata pasien tampak memerah

- Hidung : Hidung bersih, simetris kiri dan kanan, tidak ada


pernapasan cuping hidung, penciuman berfungsi dengan baik

- Mulut : Pada mulut, tampak mukosa mulut kering, gigi


tampak bersih, reflek mengunyah kurang, bibir pasien tampak sedikit mencong
ke kanan

- Leher : Tidak ada pembengkakan kenlenjar getah bening,


tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, dan tidak ada pembesaran vena jugularis
dan nadi karotis, serta fungsi menelan tidak terganggu.

- Toraks

Paru :I : Simetris kiri dan kanan, tampak cukup bersih,


warna kulit merata, tidak ada lesi ataupun luka.

Pa: Fremitus kiri sama dengan kanan

Pe: Sonor

A : Vesikuler

- Abdomen :I : Simetris kiri dan kanan, tampak cukup


bersih, dan warna kulit merata, tidak ada lesi.
Pa : Tidak ada nyeri tekan ataupun nyeri
angkat, juga tidak teraba perbesaran hati atau limpa.
Pe : Thympani
A : Bising usus normal 8 kali / menit

- Kulit : Kulit tampak terlihat cukup bersih, kulit


tampak kering, dan kusam, tidak ada oedema ataupun lesi, warna kulit
merata, dan fungsi perabaan masih baik.

- Ekstremitas

PoltekkesKemenkes Padang
Atas : Di tangan bagian kiri tampak tepasang infus
RL 12 tmp , akral hangat, CRT < 2 detik, kulit kering, kuku tangan
tampak bersih, turgor kulit kembali cepat, dan fungsi motorik baik.
Dan pada bagian kanan, akral teraba hangat, CRT < 2 detik, tidak
oedema, kulit tampak kering dan kusam, kuku tangan tampak bersih,
turgor kulit kembali cepat, dan fungsi motorik lemah.

Bawah : Di kaki kiri akral teraba hangat CRT < 2 detik,


kulit kering dan kusam, turgor kulit kembali cepat, dan fungsi motorik
lemah dan pada bagian kanan, akral teraba dingin, CRT < 2 detik, kulit
kering dan kusam, turgor kulit kembali cepat, dan fungsi motorik baik.
Dengan kekuatan otot
Kekuatan otot:4444 5555
4444 5555

7. Data Psikologis
Status emosional : Baik, terlihat ketika berbicara dengan perawat
mengenai penyakitnya pasien terlihat senang.

Kecemasan : Pasien terlihat tidak terlalu cemas, terlihat dari


ekspresi wajah yang agak santai.

Pola koping : Pola koping baik terlihat ketika perawat menanyai


tentang penyakitnya pasien mengatakan sudah menerima penyakitnya.

Gaya komunikasi : Komunikasi pasien menggunakan bahasa indonesia


dan memiliki komunikasi yang terbuka terlihat ketika pasien mengungkapkan
keluhannya kepada perawat dan keluarga.

8. Data Ekonomi Sosial : Pasien adalah ibu rumah tangga dimana yang
mencari nafkah adalah suami
9. Data Spiritual : Pasien beragama islam dan pasien mengatakan
pasrah terhadap kondisinya saat in serta hanya bisa perbanyak doa dan ibadah
agar penyakitnya dapat disembuhkan oleh Allah SWT.

PoltekkesKemenkes Padang
10. Lingkungan Tempat Tinggal
Tempat pembuangan kotoran : keluarga pasien mengatakan
dirumah memakai septitank

Tempat pembuangan sampah : Keluarga pasien mengatakan ada


TPS dekat rumah

Pekarangan : Keluarga pasien mengatakan


perkarangan berkebun

11. Pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan
Hemoglobin 11.1 g/dL 12. 0-14. 0
Leukosit 6.69 10^3/mm^3 5. 0-10. 0
Trombosit 226 % 150-400
Hematokrit 35 10^3/mm^3 37.0-43.0

Program Terapi Dokter

No Nama Obat Dosis Cara


1. IVFD NaCl 0.9% 12 jam/kolf Parenteral
2. Asplet 1x80 mg PO
3. IVFD Asering 8 jam/ kolf Parenteral

Mahasiswa

( )

NIM :

ANALISA DATA

PoltekkesKemenkes Padang
NAMA PASIEN :Ny. A
NO. MR :

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1. DS: Penurunan Hambatan
- Pasien mengatakan tangan dan kekuatan otot mobilitas fisik
kaki kanan terasa kebas
- Pasien mengatakan kesulitan
saat melakukan aktivitas
- Pasien mengatakan
DO:
- Kekuatan otot pasien
- Pasien tampak kesulitan saat
melakukan aktivitas sendiri
- Aktivitas pasien dibantu
keluarga dan perawat
- Anggota gerak kanan pasien
mengalami kelemahan
- Keluatan otot pasien
5555 4444
5555 4444

DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Ny. H

NO. MR :

Tanggal No Diagnosis Keperawatan Tanggal Tan


Muncul Teratasi da
Tan
gan
25-02- 1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan 02-03-
2020 dengan penurunan kekuatan otot 2020

PoltekkesKemenkes Padang
PERENCANAAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Ny. H


NO. MR :

Perencanaan
Diagnosis
No
Keperawatan Tujuan Intervensi
( SLKI ) ( SIKi )
1. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan ambulasi:
fisik berhubungan tindakan keperawatan Observasi:
dengan penurunan diharapkan dapat 5. Identifikasi
kekuatan otot memenuhi kriteria hasil: adanya keluhan
Mobilitas fisik tidak fisik lainnya
terganggu 6. Identifikasi
8. pergerakan toleransi fisik
ekstremitas melakukan
meningkat ambulasi
9. kekuatan otot 7. Monitor frekuensi
meningkat jantung dan
10. rentang gerak tekanan darah
(ROM) sebelum memulai
11. kaku sendi ambulasi
berkurang 8. Monitor kondisi
12. gerakan tidak umum selama
terkoordinasi melakukan
menurun ambulasi
13. gerakan terbatas Terapeutik:
menurun 3. Fasilitas
14. kelemahan fisik melakukan
menurun ambulasi fisik
4. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
4. Jelaskan tujuan
prosedur ambulasi
5. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
6. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan

PoltekkesKemenkes Padang
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Ny. H


NO. MR :

Hari / Diagnosis Implementasi Evaluasi


Tgl Keperawatan Keperawatan Keperawatan Paraf
( SOAP )
Rabu/ Gangguan 1. menanyakan keluhan S: Ny. H
26-02- mobilitas fisik yang dirasakan pasien mengatakan tangan
2020 berhubungan 2. memeriksa nadi tekanan dan kaki kanan
dengan masih terasa kebas
darah dan pernafasan
penurunan dan berat
kekuatan otot sebelum dan sesudah O: kekuatan otot
melakukan latihan ROM ekstremitas kanan
3. melakukan latihan pada pasien 3
tangan dan kaki pasien, Rentang gerak
4. menjelaskan tujuan pasien masih rendah
sebelum melakukan A: masalah belum
teratasi
latihan ROM
P: intervensi
5. mengajarkan keluarga dilanjutkan
untuk melakukan latihan
ROM pada pasien
Kamis/ Gangguan 1. menanyakan perubahan S: Ny. H
27-02- mobilitas fisik mengatakan tangan
yang dirasakan pasien
2020 berhubungan dan kaki kanan
dengan setelah dilakukan latihan masih terasa kebas
penurunan dan berat
ROM
kekuatan otot O: kekuatan otot
2. memeriksa nadi, tekanan ekstremitas kanan
pasien 3
darah sebelum
Rentang gerak
memeriksa latihan ROM pasien masih rendah
A: masalah belum
3. melakukan latihan ROM
teratasi
pada tangan dan kaki P: intervensi
dilanjutkan
kanan pasien
4. menganjurkan pasien
dan keluarga untuk
melakukan latihan ROM
pada pasien.
Jumat/ Gangguan 1. menanyakan perubahan S: Ny. H
28-02- mobilitas fisik mengatakan tangan
yang dirasakan pasien
2020 berhubungan dan kaki kanan
dengan setelah dilakukan ROM masih terasa kebas
penurunan dan berat
2. melakukan latihan ROM
kekuatan otot O: kekuatan otot
pada tangan kanan ekstremitas kanan

PoltekkesKemenkes Padang
pasien pasien 3
Rentang gerak
3. menganjurkan pasien
pasien masih rendah
melatih ROM sendiri. A: masalah tertatasi
sebagian
P: intervensi
dilanjutkan
Sabtu/ Gangguan 1. melihat kondisi umum S: Ny. H
29-02- mobilitas fisik pasien mengatakan tangan
2020 berhubungan 2. melakukan latihan ROM dan kaki kanan
dengan masih terasa kebas
pada tangan dan kaki
penurunan dan berat
kekuatan otot kanan pasien O: kekuatan otot
3. memiringkan pasien ke ekstremitas kanan
kiri dan ke kanan setiap pasien 4
1 jam Rentang gerak
4. menganjurkan pasien pasien sudah mulai
dan keluarga melakukan membaik
A: masalah teratasi
latihan ROM
sebagaian
menganjurkan keluarga P: intervensi
untuk memiringkan dilanjutkan
pasien ke kiri dan ke
kanan setiap 2 jam.
Mingg Gangguan 1. melihat kondisi umum S: Ny. H
u/1-3- mobilitas fisik pasien mengatakan tangan
2020 berhubungan 2. melihat kekuatan otot dan kaki kanan
dengan pasien setelah mulai membaik
penurunan O: kekuatan otot
kekuatan otot melakukan latihan ROM ekstremitas kanan
3. melakukan latihan ROM pasien 4
pada tangan dan kaki Rentang gerak
kanan pasien pasien sudah
4. memiringkan pasien ke meningkat
kiri dan ke kanan setiap
A: masalah teratasi
1 jam
sebagian
5. menganjurkan pasien P: pasien
dan keluarga melakukan diperbolehkan
latihan ROM pulang
6. menganjurkan keluarga Keluarga anjurkan
untuk memiringkan ke untuk melanjutkan
kiri dan ke kanan ketika latihan ROM selama
dirumah
di rumah.

PoltekkesKemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai