RISKA FEBRINA
NIM : 153110222
RISKA FEBRINA
NIM : 153110222
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Keluarga dengan Harga Diri Rendah
Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2018”
Penulisan KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang
Poltekkes Kemenkes Padang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
proposal KTI ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan KTI ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep, Sp. Jiwa dan ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep, Sp.
Jiwa selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan KTI.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, MSi selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes RI Padang
3. Ibu Hj. Murniati Mukhtar, SKM, M.Biomed selaku ketua jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
4. Ibu Ns, Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ka Prodi D III Keperawatan
Padang Poltekkes Kemenkes RI Padang.
5. Bapak Ibu Dosen dan Staf yang telah menbantu dan memberikan ilmu
dalam pendidikan untuk bekal penelitian selama perkuliahan di Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
6. Bapak Drg. Darius selaku Pimpinan Puskesmas Nanggalo Padang dan Staf
Puskesmas Nanggalo Padang yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang peneliti perlukan.
7. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, doa
restu dan kasih sayang yang tiada terhingga. Tiada kata yang dapat ananda
utarakan selain terima kasih dan semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan, rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KTI ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan
Peneliti
Riwayat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun
1. SD SD Negeri 16 Parabek Bangkaweh 2003-2009
2. SMP SMP Negeri 1 Banuhampu 2009-2012
3. SMA SMA Negeri 1 Banuhampu 2012-2015
4. DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2015-2018
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018 Riska Febrina Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Keluarga Dengan Harga Diri Rendah Kronis di Wilayah Kerja
ABSTRAK
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 jumlah
penderita gangguan jiwa dengan skizofrenia di Puskesmas Nanggalo sebanyak
471 orang. Puskesmas Nanggalo menduduki peringkat ke 5 dari 22 puskesmas
yang tinggi angka gangguan jiwa dengan skizofrenia di kota Padang. Jumlah
pasien jiwa dengan skizofrenia yang berobat ke Puskesmas Nanggalo tahun 2017
sebanyak 106 orang, dengan jumlah masing-masing Kelurahan yaitu Kelurahan
Surau Gadang 65 orang, di kelurahan Kurao Pagang 36 orang dan di Kelurahan
Gurun Laweh 5 orang. Jumlah pasien Skizofrenia yang mengalami harga diri
rendah yaitu 8 orang dari Kelurahan Surau Gadang, 4 orang dari Kelurahan Kurao
Pagang, dan 1 orang dari Kelurahan Gurun Laweh. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa dengan
harga diri rendah di Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Kota Padang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk
studi kasus yang dilakukan dari bulan September sampai Juni 2018. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien dengan gangguan jiwa Skizofrenia yang
mengalami harga diri rendah di kelurahan Surau Gadang yaitu sebanyak 8 orang.
Sampel yang diperoleh berjumlah 2 orang dengan melakukan screening. Hasil
dari penelitian ini adalah masalah harga diri rendah dapat diatasi dengan
mengidentifikasi dan melatih kemampuan yang dimiliki oleh klien, mengajarkan
klien berinteraksi dengan orang lain serta mengajarkan klien menjaga kebersihan
diri. Disarankan khususnya pemegang program kesehatan jiwa agar dapat
konseling pada pasien dan keluarga terkait bagaimana mengurangi resiko
kekambuhan pada pasien seperti melaksanakan strategi pelaksanaan harga diri
rendah pasien dan keluarga.
DAFTAR TABEL
Lampiran 1 Ghanchart
Lampiran 7 Surat izin pengambilan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut (Herman, 2011) gangguan jiwa adalah terganggunya kondisi mental atau
psikologi seseorang dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-hal
yang dapat mempengaruhi prilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur
dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-isitadat,
kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan
dan kematian orang yang dicintai, rasa permusuhan hubungan antar
manusia.Gangguan jiwa menyebabkan pasien tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai diri untuk mencegah mengganggu orang
lain atau merusak/menyakiti diri sendiri untuk itu perlu dilakukan asuhan
keperawatan jiwa.
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan
jiwa bertambah. Penelitian World Health Organization (WHO) atau Badan
Kesehatan Dunia 2014 menunjukkan tidak kurang dari 450 juta penderita
mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu.
Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan berkembang 25% pada
tahun 2030. Menurut WHO gangguan jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di
dunia terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol
38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri di
setiap tahun, dan hampir ¾ beban global penyakit neuropsikiatrik didapati
berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia saat ini menurut Riskesdas (2013)
adalah 236 juta orang dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi
dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung.
Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15,24 tahun mengalami gangguan jiwa.
Dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan
jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
kepercayaan diri, gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung. Harga diri rendah merupakan semua pikiran, keyakinan,
dan kepercayaan tentang dirinya dan mempengaruhi orang lain. Harga diri tidak
terbentuk dari lahir, tetapi dipelajari dari pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan lingkungan (Stuart, 2013).
Menurut (Keliat, 2011) tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri
sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan
produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri. Selain tanda dan gejala diatas,
dapat juga mengamati penampilan seorang dengan harga diri rendah yang tampak
kurang memperhatikan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak
berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk dan bicara lambat dengan
nada suara rendah.
Pasien dengan harga diri rendah beresiko muncul masalah gangguan jiwa lain
apabila tidak segera diberikan terapi dengan benar, karena pasien dengan harga
diri rendah cenderung mengurung diri dan menyendiri, kebiasaan itulah yang
memicu munculnya masalah isolasi sosial. Isolasi sosial menyebabkan pasien
tidak dapat memusatkan perhatian yang menyebabkan suara atau bisikan muncul
sehingga menimbulkan masalah halusinasi, masalah lain yang kemudian terjadi
Peran perawat untuk mengatasi masalah klien dengan harga diri rendah adalah
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien,
membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu
klien untuk memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih dan melatih
kemampuan yang dipilih klien serta membantu pasien menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang dilatih (Prabowo, 2014) .
Keluarga sebagai sistem pendukung utama juga memiliki peran penting dalam
membantu pasien meningkatkan harga dirinya (Dermawan, 2013). Tindakan dan
peran keluarga yang dapat dilakukan untuk membantu menyelesaikan masalah
klien menurut Yosep (2014) diantaranya mendorong pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya, memberi kegiatan sesuai kemampuan
pasien, menetapkan tujuan yang nyataa, membantu klien mengungkapkan
beberapa rencana mengungkapkan masalah, dan membantu klien mengungkapkan
upaya yang bisa digunakan dalam menghadapi masalah.
Hasil penelitian Titik Suerni, dkk (2013) di ruang Yudistira Rumah Sakit Dr.
H.Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2013 dari 60 pasien yang dirawat terdapat 35
pasien (58.33%) dengan harga diri rendah. Tindakan keperawatan yang di
berikan pada klien yaitu dengan model pendekatan keperawatan profesional
(MPKP). Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah pemberian terapi
generalis kepada 35 orang pasien (100%), terapi generalis dan terapi kognitif
kepada 15 orang klien (42.48%) dan kombinasi terapi generalis, terapi kognitif
dan psikoedukasi keluarga pada 20 klien (57.14%)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 jumlah penderita
gangguan jiwa dengan skizofrenia di Puskesmas Nanggalo sebanyak 471 orang.
Jumlah penderita laki-laki sebanyak 331 orang, sedangkan jumlah penderita
perempuan sebanyak 140 orang. Berdasarkan data tersebut, puskesmas Nanggalo
Hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada 2 orang pasien harga diri rendah
kronis yang berobat ke Puskesmas Nanggalo pasien merasa tidak percaya diri
karena tidak memiliki kemampuan, pasien merasa tidak ada yang membantunya
karena merasa orang lain tidak mengerti dengan masalah yang dihadapinya.
Pasien merasa dikucilkan dan tidak nyaman dengan keluarga dan lingkungan
sekitar karena banyak terdapat konflik dalam keluarga. Pasien juga merasa malu
dengan lingkungannya karena sering ditertawai sebagai orang gila. Hasil
wawancara penulis dengan pemegang program jiwa di Puskesmas Nanggalo
tindakan yang diberikan kepada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo
adalah pemberian Strategi Pelaksanaan dan pengobatan medis, Namun pemberian
Strategi pelaksanaan kepada pasien harga diri rendah kronis kurang dilakukan
secara optimal, perawat tidak memberikan Strategi Pelaksanaan kepada pasien
secara teratur saat pasien berkunjung.
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penelitiaan
1. Aplikatif
a. Bagi penulis
Pedoman dalam asuhan keperawatan dan aplikasi ilmu keperawatan pada
pasien dengan harga diri rendah serta dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan
b. Bagi klien dan keluarga
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri
dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana
individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri
dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
Adapun tentang respon konsep diri dapat dilihat pada gambar berikut ini:
a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat
mengapresiasikan kemampuan yang dimilikinya
b. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri
dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu
dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam
menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan realistis.
a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan
harapan orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri, krisis identitas, peran
yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis, dan pengaruh penilaian
internal individu.
c. Faktor sosial budaya
Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan
terhadap pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi
rendah, riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak,
dan tingkat pendidikan rendah.
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri
rendah menurut Fitria (2009) adalah:
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis:
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial,
keagaman, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga
kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas
sementara
(penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.
Jenis data yang diperoleh dapat berupa data primer yaitu data yang
langsung didapat oleh perawat, dan data sekunder yaitu data yang diambil
dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan lain. Perawat dapat
menyimpulkan kebutuhan atau masalah pasien dari kelompok data yang
telah dikumpulkan.
4. Evaluasi keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012) evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam
merawat harga diri rendah adalah:
a. Evaluasi kemampuan pasien harga diri rendah berhasil apabila pasien
dapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yag dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi
harga diri rendah
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) harga diri rendah berhasil
apabila keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda
dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika
harga diri rendah tidak diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien untuk meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga
diri rendah
5. Dokumentasi keperawatan
Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan pada setiap proses
keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, implementasi tindakan keperawatan dan evaluasi.
BAB IV
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan hasil pengkajian yang telah dilakukan,
menyampaikan diagnosa, rencana tindakan keperawatan, tindakan keperawatan
dan evaluasi dari kedua partisipan. Peneliti juga akan memaparkan pembahasan
dari kedua partisipan dan mengkaitkannya dengan teori yang ada. Pelaksanaan
asuhan keperawatan dimulai pada tanggal 19 Maret 2018 sampai tanggal 28 Maret
2018 yang dilakukan di rumah partisipan.
Faktor predisposisi
a. Gangguan Pengkajian faktor Pengkajian faktor
dimasa lalu jiwa
ke tanah
Pemeriksaan fisik Pada saat dilakukan Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fisik pada
partisipan 1 didapatkan partisipan 2 didapatkan
TD: 120/90 mmHg, HR: TD: 130/80 mmHg, HR:
82 x/menit, S: 36.5 ˚C, 92 x/menit, S: 37 ˚C,
RR: 19x/menit. RR: 20 x/menit.
Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 juga
tangan dan kakinya
mengeluh kepalanya
gatal-gatal dan perih
ketika di garuk. sering terasa pusing.
b. Konsep Diri
Kesadaran partisipan 2
Kesadaran partisipan 1 baik, tidak ada gangguan
baik, tidak ada orientasi terhadap waktu,
gangguan orientasi tempat dan partisipan 2
terhadap waktu, tempat dapat mengingat orang
dan partisipan 1 dapat yang berkomunikasi
k. Memori
mengingat orang yang dengannya.
berkomunikasi
dengannya.
Partisipan 2 tidak
mengalami gangguan
Partisipan 1 tidak
daya ingat jangka
mengalami gangguan
panjang dan jangka
daya ingat jangka
pendek. Partisipan 2
panjang dan jangka
pendek. Partisipan 1
Aktivitas sehari-hari
a. Makan Partisipan 1 makan 3x Partisipan 2 makan 3x
sehari porsi habis sehari secara mandiri
dengan nasi dan lauk dengan nasi, lauk pauk
pauk. dan sayuran.
c. Mandi
Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
malas untuk mandi, mandi 2 kali sehari
partisipan 1 hanya secara mandiri
mandi sekali 3 hari,
dibuktikan dengan
keadaan partisipan 1
tampak bau dan rambut
kusut
d. Berpakaian/berhia
s Partisipan 1 tampak Partisipan 2 dapat
tidak mampu berdandan
mengenakan pakaian
dan berhias dibuktikan
partisipan 1 hanya sendiri dengan rapi,
mengganti pakaian 1 menyisir rambut dan
kali dalam 3 hari dan
memakai sendal
rambut pasien yang
kusut.
Keluarga : Keluarga :
Mendiskusikan masalah Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam yang dirasakan dalam
merawat pasien, merawat pasien,
menjelaskan tentang menjelaskan tentang
harga diri rendah, harga diri rendah,
pengertian, tanda dan pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan harga diri rendah dan
akibat jika tidak diatasi, akibat jika tidak diatasi,
membantu keluarga membantu keluarga
mengambil keputusan mengambil keputusan
dalam merawat pasien, dalam merawat pasien,
melatih keluarga cara melatih keluarga cara
merawat pasien harga merawat pasien harga diri
diri rendah, melatih rendah, melatih keluarga
keluarga menciptakan menciptakan suasana
suasana keluarga dan keluarga dan lingkungan
lingkungan yang yang mendukung
mendukung meningkatkan harga diri
meningkatkan harga diri pasien, mendiskusikan
pasien, mendiskusikan tanda dan gejala
tanda dan gejala kekambuhan yang
Keluarga: Keluarga:
Mendiskusikan masalah Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam yang dirasakan dalam
Keluarga: Keluarga:
Mendiskusikan masalah Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam yang dirasakan dalam
merawat pasien, merawat pasien,
menjelaskan pengertian, menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses tanda dan gejala, proses
terjadinya, serta cara terjadinya, serta cara
merawat kebersihan merawat kebersihan diri.
diri. dan mengambil dan mengambil
keputusan dalam keputusan dalam
merawat pasien, melatih merawat pasien, melatih
keluarga untuk keluarga untuk
membimbing pasien membimbing pasien
menjaga dan merawat menjaga dan merawat
kebersihan diri, kebersihan diri,
berdandan yang baik berdandan yang baik dan
dan benar, makan dan benar, makan dan minum
minum yang baik, serta yang baik, serta
BAB/BAK yang baik, BAB/BAK yang baik,
Keluarga: Keluarga:
Mendiskusikan masalah Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam yang dirasakan dalam
merawat pasien, merawat pasien,
menjelaskan pengertian, menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses tanda dan gejala, proses
terjadinya isolasi sosial, terjadinya isolasi sosial,
dan mengambil dan mengambil
keputusan dalam keputusan dalam
merawat pasien, melatih merawat pasien, melatih
keluarga cara merawat keluarga cara merawat
Keluarga: Keluarga:
Mendiskusikan masalah Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam yang dirasakan dalam
merawat pasien, merawat pasien,
menjelaskan pengertian, menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses tanda dan gejala, proses
terjadinya, serta cara terjadinya, serta cara
merawat kebersihan merawat kebersihan diri.
diri. dan mengambil dan mengambil
keputusan dalam keputusan dalam
merawat pasien, melatih merawat pasien, melatih
keluarga untuk keluarga untuk
membimbing pasien membimbing pasien
menjaga dan merawat menjaga dan merawat
kebersihan diri, kebersihan diri,
berdandan yang baik berdandan yang baik dan
dan benar, makan dan benar, makan dan minum
minum yang baik, serta yang baik, serta
BAB/BAK yang baik, BAB/BAK yang baik,
dan follow up pasien ke dan follow up pasien ke
pelayanan kesehatan. pelayanan kesehatan.
1. Pengkajian keperawatan
Hasil pengkajian pada partisipan 1 dan partisipan 2 didapatkan kedua
partisipan berumur 37 dan 34 tahun. Hal ini sesuai menurut teori Stuart
(2013) usia merupakan aspek sosial budaya terjadinya gangguan jiwa
dengan risiko frekuensi tertinggi mengalami gangguan jiwa yaitu pada usia
dewasa. Hasil penelitian dari Titik Suerni (2013) di Ruang Yudistira
Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor Karakteristik 35 orang klien
harga diri rendah adalah mayoritas klien pada masa dewasa yaitu 32 klien
(91,5%).Rentang usia terbanyak antara 21-40 tahun mengalami harga diri
rendah kronik.
Hal ini sesuai menurut Kemenkes RI (2012) tanda dan gejala harga diri
rendah yang dapat dinilai dari ungkapan klien yang menunjukkan
Menurut asumsi peneliti tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai
dari penampilan klien saat berinterkasi dengan peneliti maupun dengan
keluarga. klien terlihat lebih banyak diam dan tidak mau memulai
pembicaraan. Klien tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitar. Klien
lebih banyak berdiam diri di rumah. Klien merasa tidak memiliki
kemampuan dan mengalami penurunan produktifitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang peneliti temukan pada masing-masing
partisipan yaitu Koping Individu tidak efektif, Harga Diri Rendah, Isolasi
Sosial dan Defisit Perawatan Diri, dimana harga diri rendah sebagai core
problem, koping individu tidak efektif sebagai penyebab, isolasi sosial dan
defisit perawatan diri sebagai akibat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yosep (2014) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan harga
diri rendah yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah, Koping Individu
tidak efektif, isolasi sosial, dan defisit perawatan diri.
3. Intervensi keperawatan
Menurut Prabowo (2014) Untuk mengatasi masalah pada klien dengan
harga diri rendah maka disusun perencanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk membantu klien memenuhi kebutuhannya dan mengatasi
atau mengurangi masalah keperawatan serta meningkatkan aktualisasi diri
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan peneliti disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada partisipan 1 dan partisipan 2 dimulai dari
tanggal 19 Maret 2018 sampai 28 Maret 2018. Implementasi keperawatan
untuk diagnosa koping individu tidak efektif pada kedua partisipan yaitu
membina hubungan saling percaya antar perawat dengan klien dengan cara
mengucapkan salam dan memperkenalkan diri perawat serta menanyakan
nama panggilan yang klien sukai. Membantu klien mengungkapkan
perasaan dan keluhan yang klien rasakan saat ini, serta
bersamasamadengan klien membuat kontrak persetujuan untuk pemberian
asuhan keperawatan. Perawat meyakinkan klien dengan sikap empati
bahwa merahasiakan informasi yang diperoleh guna kepentingan terapi.
Menurut Stuart dalam Wardani, dkk (2009) koping adalah upaya yang
diarahkan pada penatalaksanaan stress termasuk upaya menyelesikan
masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan untuk melindungi
diri. Perawat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam memberikan
pelayanan kepada keluarga.
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan koping individu
tidak efektif yang dilakukan pada kedua partisipan tercapai. Hal ini
dibuktikan dengan partisipan 1 menerima kedatangan peneliti, bersedia
berkenalan dan menjabat tangan peneliti, partisipan 1 mengatakan senang
bertemu peneliti. Partisipan 1 bersedia menceritakan masalah yang
dialaminya. Hasil evaluasi pada partisipan 2 didapatkan partisipan 2 dapat
Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri pada partisipan 1 mulai
ada kemajuan ditandai dengan penampilan partisipan 1 sudah mulai rapi,
rambut sudah disisir, partisipan 1 mengatakan mandi 1 kali sehari, kuku
sudah dipotong. Partisipan 1 sudah mampu meletakkan piring bekas
makan ke tempatnya, partisipan 1 mampu menjelaskan setelah BAB/BAK
harus cuci tangan. Sedangkan pada partisipan 2 sudah mulai mengalami
kemajuan ditandai dengan penampilan partisipan 2 sudah mulai rapi,
rambut sudah disisir, partisipan 2 mengatakan mandi 1 kali sehari, kuku
sudah dipotong dan sudah mulai bersih. Partisipan 2 sudah mampu
meletakkan piring bekas makan ke tempatnya, partisipan 2 mampu
menjelaskan setelah BAB/BAK harus cuci tangan.
DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Badan PPSDM.2012. Modul pelatihan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Dermawan, D. 2013. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Biru
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika