Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. S


𝑮𝟐 𝑷𝟎 𝑨𝟏 USIA KEHAMILAN 38 MINGGU 3 HARI INPARTU
KALA 1 FASE LATEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI
DI RSUD INDRAMAYU
TAHUN 2018

DISUSUN :
DYNA AMANI FADILLAH
P17324415029

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PRODI KEBIDANAN KARAWANG
2018
LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. S


𝑮𝟐 𝑷𝟎 𝑨𝟏 USIA KEHAMILAN 38 MINGGU 3 HARI
INPARTU KALA 1 FASE LATEN
DENGAN KETUBAN PECAH DINI
DI RSUD INDRAMAYU
TAHUN 2018

Karya Tulis Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Kelulusan Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Disusun :
DYNA AMANI FADILLAH
NIM. P17324415029

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2018
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

PERNYATAAN ORISINALITAS

LTA ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dyna Amani Fadillah

Nim : P17324415029

Tanda Tangan :

Tanggal :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Nama : Dyna Amani Fadillah

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Magetan, 24 April 1997

Nama orang tua : Ayah : Subiyanto

Ibu : Siyem

Alamat : Kp. Daringo Rt/Rw 01/05 No.145 Pangulah

Selatan Kec. Kota Baru Kab. Karawang.

II. Riwayat Pendidikan

1. TK Al-Murtadlo – Cikampek (2002-2003)

2. MI Al-Murtadlo – Cikampek (2003-2009)

3. SMPN I Cikampek – Cikampek (2009-2012)

4. SMAN I Cikampek – Cikampek (2012-2015)

5. Mahasiswa Poltekkes Bandung Prodi Kebidanan Karawang (2015-

2018)
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK
KESEHATAN BANDUNG PROGRAM STUDI KEBIDANAN
KARAWANG LAPORAN TUGAS AKHIR, JUNI 2018
Dyna Amani Fadillah
NIM P17324415029

PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. S 𝑮𝟐 𝑷𝟎 𝑨𝟏


USIA KEHAMILAN 38 MINGGU 3 HARI INPARTU KALA 1 FASE
LATEN
DENGAN KETUBAN PECAH DINI
DI RSUD INDRAMAYU
TAHUN 2018
xiv + halaman + lampiran

ABSTRAK
AKI dan AKB di Jawa Barat pada tahun 2015 terjadi kasus 823 kasus. Untuk
kematian bayi pada tahun 2015 sebanyak 4.124 kasus. (Dinkes, 2015). Tujuan
laporan tugas akhir ini adalah Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan
kebidanan pada Ny.S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 1 dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Indramayu.
Jenis penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus, observasi dan pengumpulan data dengan wawancara subjek dan
informan. Setelah data terkumpul maka data di analisis menjadi suatu temuan,
kesimpulan dan saran. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa penatalaksanaan
asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan pada kasus Ketuban Pecah Dini pada
Ny. S di Kabupaten Indramayu belum sesuai dengan protap dan standar yang
berlaku, dalam tindakan pra rujukan penegakkan diagnosa petugas terlalu sering
melakukan pemeriksaan dalam, pada kunjungan masa nifas dan bayi baru lahir
petugas kurang memberikan asuhan baik. Kesimpulan Asuhan Kebidanan pada
kasus Ketuban Pecah Dini pada Ny. S belum sesuai dengan Protap dan standar
yang berlaku. Saran bagi petugas senantiasa memberikan penatalaksanaan
Ketuban Pecah Dini sesuai dengan protap dan standar yang berlaku sesuai dengan
kewenangan bidan, serta pemberikan konseling secara lengkap kepada klien
supaya dapat menekan AKI dan AKB.

Kata Kunci : Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan + Ketuban Pecah


Dini
Daftar Pustaka : 40 (1991-2017)
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Gambaran

Asuhan Kebidanan pada Ny.Y G2P1A0 dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD

Subang tahun 2017” Laporan Tugas Akhir Prodi Kebidanan Karawang Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung.

Selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis banyak sekali

mendapatkan bantuan, bimbingan, saran, doa serta dukungan dari berbagai pihak

baik moril maupun materil yang sangat berarti bagi penulis. Atas bantuan tersebut,

dengan segala kerendahan hati, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan

banyak terima kasih terutama kepada Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan penulis untuk menyusun Laporan Tugas Akhir ini, selanjutnya tidak

lupa penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat

Bapak/Ibu/Saudara/Saudari :

1. Dr. H. Osman Syarif, MKM selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Bandung.

2. Dr. Hj. Jundra Darwanty, SST, M.Pd selaku Ketua Program Studi D III

Kebidanan Karawang Poltekkes Kemenkes Bandung.

3. Yuli Farida, M.Keb selaku dosen Pembimbing dalam penyusunan laporan

tugas akhir ini yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan tiada henti
memberikan semangat, bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis

sehingga laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan.

4. Ns. Lia Komalasari SKP, MM selaku dosen Pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

5. DR. Imam Makhus, M.Kep selaku Ketua Penguji dalam penyusunan laporan

tugas akhir ini yang selalu memberikan bimbingan, arahan kepada penulis

dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

6. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi D-III Kebidanan Karawang

Poltekkes Kemenkes Bandung yang telah memberikan ilmu pengetahuan

yang tak ternilai harganya.

7. Bidan Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu yang telah memberikan izin

dalam pengambilan kasus dan bersedia memberikan data yang menunjang

serta memberikan informasi terkait kasus.

8. Orang tua tercinta dan penulis banggakan Bapak Subiyanto, S.ST dan

Mamah Dra. Siyem M.A, terimakasih atas bantuan moril dan materilnya,

mendoakan keberhasilan dalam setiap langkah penulis, semangat, kasih

sayangnya, nasehat dan menjadi motivasi penulis dalam mencapai cita-cita.

9. Untuk adikku Muhammad Bakhtari Anhar terimakasih atas dukungan dan

kasih sayang adik selama ini kepada penulis.

10. Sahabat tersayang Ismayanti Octaviani, Maya Fitriana, Astri Ariyani karena

telah menjadi tempat berkeluh kesah, memberikan canda dan tawa, selalu

memberikan dukungan, semangat dan doa dalam semua kegiatan

perkuliahan.
11. Untuk para pejuang LTA pembimbing bu Yuli Farida M.Keb, Nurmah

Ninda, Sarah P, Dini Zulfa, Dina Tri yang selalu memberikan semangat

dalam mengerjakan LTA.

12. Untuk alm. Melani Indrihastuti selaku teman yang baik, sabar, lembut dan

cantik yang bercita-cita menjadi bidan yang kami wujudkan bersama.

13. Teman-teman Crew 23 terimakasih atas persahabatan yang kita jalin selama

3 tahun ini. Tetap semangat dan sukses buat kita semua.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih

jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dan demi

perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan peneliti khususnya. Aamiin.

Karawang, Juni 2018

Dyna Amani Fadillah


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN ORISINILITAS ......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ............................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN LTA .................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
LAMPIRAN TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 5
2.1 Ketuban Pecah Dini ............................................................................. 5
2.2 Antenatal Care ..................................................................................... 33
2.3 Masa Nifas .......................................................................................... 41
2.4 Bayi Baru Lahir ................................................................................... 44
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN ....................................................... 46
3.1 Kronologi Kasus ................................................................................. 46
3.2 Pembahasan ......................................................................................... 55
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 76
4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 76
4.2 Saran .................................................................................................... 77
DAFTAR REFERENSI .................................................................................. 79
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pemantauan Kala IV
Tabel 1.2 APGAR Score Bayi Ny. S
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : PROTAP Ketuban Pecah Dini


Lampiran 2 ; Lembar Hasil Observasi Selama Di Puskesmas
Lampiran 3 : Buku KIA
Lampiran 4 : Dokumentasi Kunjungan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian ibu adalah kematian seorang wanita terjadi saat hamil, bersalin,

atau 42 hari setelah persalinan dengan penyebab yang berhubungan langsung atau

tidak langsung terhadap persalinan. World Health Organization (WHO)

memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi

kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di

negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat

meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan

(WHO, 2014)

Tujuan SDGs 2030 untuk mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah

70/100.000 kelahiran hidup, serta menurunkan angka kematian neonatal hingga

12/1000 kelahiran hidup dan kematian balita 25/1000 kelahiran hidup. Menurut

laporan WHO tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 289.000 jiwa.

Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000, dan Asia Tenggara

16.000 jiwa. (WHO, 2015) Di Indonesia sendiri, tahun 2015 memiliki angka

kematian ibu yaitu 126/100.000 kelahiran hidup dengan jumlah 6400 kematian

ibu per tahun. Sedangkan untuk Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 27/1000

kelahiran hidup dengan jumlah 147 kematian balita per tahun. (Depkes RI, 2015)

AKI dan AKB di Jawa Barat pada tahun 2015 terjadi kasus 823 kasus. Untuk

kematian bayi pada tahun 2015 sebanyak 4.124 kasus. (Dinkes, 2015)
Jumlah kematian ibu dan kematian bayi di Kabupaten Indramayu,

berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu sejak awal Januari

hingga Juli 2016, kasus kematian ibu telah mencapai 43 kasus. Sedangkan jumlah

kasus kematian bayi mencapai 198 kasus. Jumlah tersebut hampir mendekati

jumlah kasus yang terjadi sepanjang 2015. Dalam kurun waktu setahun, jumlah

kematian ibu mencapai 57 kasus. Sedangkan jumlah kematian bayi mencapai 200

kasus.

Berdasarkan data dari RSUD Indramayu untuk kasus ibu bersalin di ruang

bersalin salah satu tertinggi yaitu KPD (Ketuban Pecah Dini) dalam kurun waktu

januari-maret 2018 sebanyak 223 kasus.

Ketuban Pecah Dini didefinisikan sebagai pecah ketuban sebelum awitan

persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi. (Varney, 2007). Komplikasi yang

timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi

infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi

tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesaria, atau gagalnya

persalinan normal yang dalam kasus ini pecahnya ketuban menjadi

oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia

Peran bidan dalam penanganan Ketuban Pecah Dini yaitu dengan

memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin secara tepat, cepat dan

komprehensif. Dengan harapan setelah dilakukannya asuhan kebidanan yang

cepat dan tepat maka kasus ibu bersalin dengan KPD dapat di tangani dengan

baik, sehingga angka kematian ibu di Indonesia dapat di kurangi.


Melihat permasalahan dari data tersebut maka peneliti tertarik untuk

menyusun Laporan Tugas Akhir yang berjudul Gambaran Asuhan Kebidanan

pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Indramayu tahun 2018.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana

Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 dengan Ketuban Pecah

Dini di RSUD Indramayu tahun 2018 ?”

1.3. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1

dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Indramayu tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor presdiposisi kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ny.

S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 di RSUD Indramayu.

b. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas asuhan kehamilan dan pada Ny. S

𝐺2 𝑃0 𝐴1 .

c. Untuk mengetahui penatalaksanaan pra rujukan pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 dengan

Ketuban Pecah Dini di Puskesmas Kedokan Bunder.

d. Untuk mengetahui penatalaksanaan persalinan pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 dengan

Ketuban Pecah Dini di RSUD Indramayu.

e. Untuk mengetahui asuhan masa nifas dan bayi baru lahir pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1

di RSUD Indramayu.
1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat bagi Lahan Praktik

1.4.1.1 Puskesmas

Dapat dijadikan bahan masukan bagi bidan di puskesmas dalam

melakukan tindakan asuhan kebidanan dalam rangka meningkatkan

mutu pelayanan yang baik khususnya pada pasien dengan kasus

Ketuban Pecah Dini

1.4.1.2 Rumah Sakit

Dapat dijadikan bahan masukan bagi petugas di lahan praktik dalam

melakukan tindakan asuhan kebidanan dalam rangka meningkatkan

mutu pelayanan yang baik khususnya pada pasien dengan kasus

Ketuban Pecah Dini

1.4.2 Manfaat bagi Bidan

Dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pelayanan asuhan maternal

dan neonatal

1.4.3 Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi bagi Institusi

Pendidikan dan mahasiswa dalam belajar dan menggali ilmu selama proses

perkuliahan.

1.4.4 Manfaat bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan tentang asuhan dan tindakan yang diberikan

kepada pasien dengan kasus Ketuban Pecah Dini


BAB II

LANDASAN TEORI

2.2.1 Ketuban Pecah Dini

2.1.1 Pengertian Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini didefinisikan sebagai pecah ketuban sebelum awitan

persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi. Namun, dalam praktik dan

dalam penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan sesuai dengan jumlah

jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. (Varney, 2007)

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa

disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti proses inpartu

sebagai mana mestinya. KPD terjadi apabila ketuban pecah spontan dan

tidak diikuti tanda persalinan, 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu, terjadi

sebelum pembukaan serviks pada primigravida 3 cm dan pada

multigravida kurang dari 5 cm. (Manuaba, 2007)

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya

melahirkan atau inpartu pada pembukaan <4 cm (fase laten). Hal ini dapat

terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.

KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang

memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya

melahirkan. (Nugroho, 2012)

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi kehamilan

yang paling sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7%-17%,

bergantung pada lama periode fase laten yang digunakan untuk

menegakkan diagnosis KPD. Angka kejadian kasus KPD terjadi lebih


tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten, polihidramnion,

malpresentasi janin, janin kembar atau adanya infeksi pada serviks atau

vagina (Sudarmi, 2013).

2.1.2 Etiologi

Adapun beberapa etiologi dari penyebab Ketuban Pecah Dini ialah :

a. Servik yang tidak mengalami kontraksi ( Inkompetensia )

Inkompetensi serviks adalah suatu kondisi dimana mulut Rahim

(serviks) mengalami pembukaan dan penipisan sebelum waktunya,

sehingga tidak bisa menahan janin, dan mengakibatkan terjadinya

keguguran atau kelahiran prematur. Kasus ini biasa terjadi tanpa

disertai rasa nyeri, dan umumnya terjadinya pada trimester 2 dan 3

kehamilan. Kelainan ini berhubungan dengan kelainan uterus yang lain

seperti septum uterus dan bikornis. Bisa juga karena kasus bedah

servik pada konisasi, produksi eksisi elektrosurgical, dilatasi

berlebihan servik pada terminasi kehamilan atau bekas laserasi.

Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis dan

membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal trimester

ketiga kehamilan. Umumnya, wanita datang ke pelayanan kesehatan

dengan keluhan perdarahan pervaginam, tekanan pada panggul, atau

ketuban pecah dan ketika diperiksa serviksnya sudah mengalami

pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks, rangkaian

peristiwa ini akan berulang pada kehamilan berikutnya, berapa pun

jarak kehamilannya. Secara tradisi, diagnosis inkompetensia serviks

ditegakkan berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni


minimal dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai

awalan persalinan dan pelahiran (Morgan, 2009).

Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada

usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks

menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar, adanya

pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada

kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus elektif

pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami

eksisi sejumlah besar jaringan serviks (Morgan, 2009).

b. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :

1. Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,

amniosintesis

2. Gemelli

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada

kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga

menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini

terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan

kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah

tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis

dan mudah pecah (Saifudin. 2002)


c. Polihidramnion

Polihidramnion adalah keadaan di mana banyak air ketuban melebihi

2000 cc. Penambahan air ketuban ini biasanya mendadak dalam

beberapa hari yang disebut dengan polihidramnion akut atau secara

perlahan disebut polihidramnion kronis. Insidensinya berkisar antara 1

: 62 dan 1 : 754 persalinan. Polihidramnion dapat memungkinkan

ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban

pecah sebelum waktunya. (Depkes, 2013)

d. Malpresentasi Janin

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin

terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan < 32 minggu, jumlah

air ketuban relative lebih banyak sehingga memungkinkan janin

bergerak dengan leluasa, dan kemudian janin akan menempatkan diri

dalam letak lintang atau letak sungsang. Pada kehamilan trimester

akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air relative berkurang.

Karena bokong dan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada

kepala maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas

di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih

kecil di segmen bawah uterus. Letak sungsang dapat memungkinkan

ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban

pecah sebelum waktunya

2.1.3 Faktor Presdiposisi

Faktor predisposisi Ketuban Pecah Dini :

a. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya


Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami

ketuban pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya penurunan

kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya

ketuban pecah dini, terutama pada pasien yang beresiko tinggi karena

membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang

semakin menurun pada kehamilan berikutnya.

b. Infeksi traktus genital,

Di Amerika Serikat 0,5% – 7% wanita hamil didapatkan menderita

gonorea. Meningkatnya kasus gonore dalam kehamilan setara dengan

peningkatan kejadian ketuban pecah dini dalam kehamilan,

korioamnionitis, dan terjadinya sepsis pada neonatus. Infeksi

Clamidydia trachomatis merupakan penyebab akibat hubungan seksual

yang kejadiannya semakin tinggi, kejadian infeksi ini pada serviks

wanita hamil yaitu 2-37%. Beberapa penelitian menunjukkan berbagai

masalah meningkatnya risiko kehamilan dan persalinan pada ibu

dengan infeksi ini. Misalnya dapat menimbulkan abortus, kematian

janin, persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah

sebelum waktunya serta endometritis postabortus maupun postpartum.

Penyakit bacterial vagionosis (BV) dahulu dikenal dengan sebagai

vaginitis nonspesifik atau vaginitis yang disebabkan oleh

Haemophilus/Gardnerella vaginalis. Dalam kehamilan, penelitian

membuktikan bahwa BV merupakan salah satu faktor pecahnya

selaput ketuban pada kehamilan dan persalinan prematur.


c. Infeksi

Ada 2 penyebeb dari infeksi yaitu :

1. Infeksi genetalia

Dari berbagai macam infeksi yang terjadi selama kehamilan

disebabkan oleh candida candidiasis vaginalis, bakterial vaginosis dan

trikomonas yang bisa menyebabkan kekurangannya kekuatan

membran selaput ketuban sehigga akan terjadi ketuban pecah dini.

(Daili, 2010)

2. Infeksi (amnionitis / Korioamnionitis)

Korioamnionitis adalah keadaan dimana korion amnion dan cairan

ketuban terkena infeksi bakteri. Amnionitis sering disebabkan group

bakteri streptococus microorganisme, selain itu bakteroide fragilis,

laktobacilli dan stapilococus epidermis adalah bakteri-bakteri yang

sering ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri tersebut melepaskan

mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini akan

menyebabkan pembukaan servik dan pecahnya selaput ketuban.

(Sualman, 2009)

d. Faktor Paritas

Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang

dilahirkan.

Klasifikasi paritas dapat dibagi menjadi:

a. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi

untuk pertama kali.


b. Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi

lebih dari dua kali.

c. Grandemultipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan

bayi lebih dari empat kali. (Cunningham,2005)

Faktor Paritas seperti primipara dan multipara. Primipara yaitu wanita

yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan

hidup. Pada primipara berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup

sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk

kecemasan pada kehamilan .

Menurut penelitian Tusi Eka 2016 dapat diketahui bahwa dari 251 ibu

bersalin di RSUD Jendral A. Yani kota Metro tahun 2016 terdapat 172

ibu (68.5%) yang bersalin pada paritas multipara, sedangkan terdapat

70 ibu (27.8 %)) yang bersalin pada paritas primipara, dan terdapat 9

ibu (4.7 %) ibu bersalin pada paritas grandemultipara.

e. Trauma

Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil

dengan frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih

dari 3 kali seminggu diyakini berperan dalam terjadinya KPD. Hal ini

berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim oleh

karena adanya paparan terhadap hormon prostaglandin didalam semen

atau cairan sperma (Winkjosastro, 2012).

Hasil penelitian oleh Lisda, dkk 2017 didapatkan bahwa ibu bersalin di

RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin lebih banyak

melakukan pola seksual yang tidak tepat sebanyak 41 orang (68,3%).


Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar salah dalam

melakukan aktifitas hubungan intim antara responden dengan suami.

Ketidaktepatan pola seksual ini ditunjukkan dengan adanya kesalahan

dalam frekuensi, posisi dan melakukan penetrasi penis.

Pola seksual yang tepat tergambar jika hubungan intim tersebut

dilakukan dengan frekuensi 1x seminggu, posisi ibu berada diatas,

posisi miring, posisi menungging dan penetrasi penis diluar sehingga

tidak menekan perut ibu sedangkan pola seksual yang tidak tepat jika

frekuensi >3 kali, posisi ibu berada di bawah dan penetrasi penis yang

dalam sehingga menekan perut ibu.

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pola seksual

dengan kejadian ketuban pecah dini (KPD) di RSUD Dr. H. Moch.

Ansari Saleh Banjarmasin dengan nilai p = 0,000 (p < α) dan OR =

10,286. Hasil penelitian menunjukkan pola seksual merupakan faktor

resiko terjadinya ketuban pecah dini (KPD). Ibu yang memiliki pola

seksual tidak tepat berisiko mengalami KPD sebanyak 10 kali. Ibu

hamil yang melakukan hubungan seksual saat trimester III dengan

frekuensi berlebihan akan berisiko mengalami ketuban pecah dini

karena sperma yang dihasilkan setiap kali berhubungan intim

mengandung prostaglandin sehingga akan terus merangsang kontraksi,

ini dengan demikian semakin sering berhubungan intim maka akan

semakin besar kontraksi yang ditimbulkan sehingga berakibat

pecahnya ketuban sebelum waktunya.


f. Perilaku Merokok

Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas

tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung

lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbon

monoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. (Sinclair,

2003).

Asap rokok menyebabkan terganggunya penyampaian oksigen ke

janin sehingga pertukaran gas menjadi abnormal. Pertukaran gas

menjadi abnormal dapat menyebabkan terjadi perubahan biokimia

yaitu berkurangnya komponen kolagen seperti asam askorbat dan

tembaga sehingga terjadi abnormalitas pertumbuhan struktur kolagen

selaput ketuban. Pertumbuhan struktur kolagen yang abnormal dapat

menyebabkan kekuatan selaput ketuban inferior rapuh sehingga terjadi

ketuban pecah dini. (Saifuddin, 2014)

Hasil penenelitian Muntoha, dkk pada tahun 2013 mendapatkan hasil

bahwa kejadian ketuban pecah dini lebih dipengaruhi oleh paparan

asap rokok dibandingkan dengan paritas dan riwayat polihidramnion.

Hasil penelitian menggambarkan hubungan antara riwayat paparan

asap rokok dengan kejadian KPD pada ibu hamil menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yang terpapar asap rokok mengalami KPD

yaitu sejumlah 24 responden atau 75% dengan p value0,00 atau< 0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna

antara riwayat paparan asap rokok dengan kejadian KPD.


Paparan asap rokok merupakan paparan asap yang dihirup oleh

seseorang yang bukan perokok (Pasive Smoker). Asap rokok lebih

berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok

yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif,

lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali

lebih banyak mengandung tar dan nikotin. Wanita yang terpapar asap

rokok cenderung lebih sering mengalami gangguan pada kehamilannya

karena kandungan zat kimia pada perokok pasif lebih tinggi

dibandingkan perokok aktif. Selain itu asap rokok dapat tertinggal

lama dalam suatu ruangan. Sebagaimana Penelitian yang dilakukan

mostafa tahun 2011 menunjukkan bahwa toksin yang terkandung dari

asap rokok melekat pada pakaian, tertinggal dalam ruangan, pintu dan

perabotan yang ada di sekitarnya selama beberapa minggu dan bulan

setelah digunakan untuk merokok. Pada saat pintu dan jendela dibuka

atau kipas angin dinyalakan maka toksin akan kembali ke udara di

sekitarnya.

Kondisi ini menyebabkan wanita dengan suami perokok atau tinggal di

lingkungan yang terdapat banyak perokok akan menjadi perokok pasif.

Wanita hamil yang terpapar asap rokok seringkali mengalami

gangguan selama kehamilan seperti abortus, berat badan lahir rendah,

pre eklampsi, abruptio plasenta dan ketuban pecah dini. Hal ini terjadi

karena kandungan tar dalam asap rokok merupakan radikal bebas yang

akan merusak komponen molekul utama dari sel tubuh dan dapat

mengganggu integritas sel, berkurangnya elastisitas membran,


termasuk selaput ketuban sehingga rentan mengalami rupture.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Milnerowicz tahun 2001

di polandia menyebutkan bahwa asap rokok dapat menyebabkan

toksisitas sehingga mengganggu aktivasi lapisan membran selaput

ketuban.

g. Kekurangan Asam Askorbat (Vitamin C)

Ketuban pecah dini dapat membahayakan kehidupan janin di dalam

kandungan. Namun, risiko peristiwa ini terjadi dapat dikurangi bila ibu

hamil mengkonsumsi suplemen vitamin C setiap hari sejak

pertengahan masa kehamilannya. Vitamin C telah diketahui berperan

penting dalam mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang

menyelimuti janin dan cairan ketuban. Penelitian sebelumnya telah

menghubungkan kadar yang rendah dari vitamin C pada ibu dengan

meningkatnya resiko terjadinya pecahnya membran secara dini atau

yang disebut dengan ketuban pecah dini. (Sardi, 2004)

Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air yang

memiliki nama lain asam askorbat, manfaat dari vitamin C adalah

sebagai salah satu penunjang pertumbuhan dan perbaikan jaringan di

seluruh tubuh, karena vitamin C membantu pembentukan kolagen

,protein yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kulit,

jaringan yang pernah luka, tendon ligamen dan pembuluh darah.

Fungsi fisiologis vitamin C yaitu diperlukan untuk mempertahankan

jaringan ikat yang sehat.


Peningkatan kebutuhan akan vitamin selama kehamilan dapat dipenuhi

oleh semua makanan yang mengandung kalori dan protein dalam

jumlah memadai, kebutuhan vitamin C pada ibu hamil 70 mg.

(Cunningham, 2005)

Adapun manfaat yang terkandung didalam vitamin C diantaranya :

1. Vitamin C perlu untuk menjaga struktur kolagen, sejenis protein

yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang

rawan, dan jaringan lain di tubuh manusia. Struktur kolagen yang

baik dapat menyembuhkan luka, patah tulang, memar, perdarahan

kecil dan luka ringan.

2. Vitamin C berfungsi untuk kekebalan tubuh ibu dan bayinya.

Jika kekurangan vitamin C cenderung mengalami ketuban pecah

dini. Keadaan ini membahayakan anak, karena bisa terjadi infeksi

dalam kandungan dan anak bisa meninggal.

Adapun hasil makalah seminar Lina Darmayanti 2017, menjelaskan

penelitian dari Ghomian et al (2013), dari hasil penelitian clinical trial

juga menemukan dari 170 wanita hamil dengan riwayat PPROM pada

kehamilan sebelumnya, PPROM lebih banyak terjadi pada kelompok

kontrol 44.7% dan kelompok kasus 31.8% (P&lt;0.05). PROM terjadi

34.1% pada kelompok kontrol dan 18.8% pada kelompok kasus

(p=0.05). Ketuban pecah dini secara signifikan menurun terjadi pada

kelompok kasus.

Kesimpulan penelitian ini bahwa pemberian suplemen vitamin C

setiap hari dari usia kehamilan 14 minggu dapat mencegah PPROM


dan PROM. (Ghomian et al, 2013 dan Casanueva E, et al, 2005).

Casanueva et al (2005), menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C per

hari sudah cukup untuk menjaga leukosit konsentrasi asam askorbat

pada level diatas 10 mg/ 108 sel untuk melindungi terjadinya PROM.

2.1.4 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya

cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis

dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes

atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak

akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi

bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya

mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak

vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat

merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2007).

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa

keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali

pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya

cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika

tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin, atau minta ibu untuk

mengedan/batuk.
Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan dilakukan

penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat mengurangi latensi dan

meningkatkan kemungkinan infeksi.

Pastikan bahwa:

a. Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan:

1. Bau cairan ketuban yang khas

2. Tes Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari merah

menjadi biru. Harap diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat

menyebabkan hasil positif palsu

3. Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati

sekret servikovaginal yang mengering

b. Tidak ada tanda-tanda inpartu Setelah menentukan diagnosis ketuban

pecah dini, perhatikan tanda-tanda korioamnionitis. (Depkes, 2013)

Selain itu, diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD

ditegakkan dengan cara :

1. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang

banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu

juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau

belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir dan darah.

2. Pemeriksaan fisik

Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion.

Apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat kemungkinan mendeteksi

berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan


dinding abdomen disekitar janin dan penurunan kemampuan balotemen

dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban.

Ketuban yang pecah tidak menyebabkan perubahan yang seperti ini

dalam temuan abdomen.

3. Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan

dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,

fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau bagian

terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan

terkumpul pada fornik anterior.

4. Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu

dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam

persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam, karena pada waktu

pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah

rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa

dengan cepat menjadi pathogen.

Pada salah satu penatalaksanaan, pemeriksaan jari awal untuk

menentukan dilatasi serviks tidak diperlukan, karena informasi temuan

serviks tidak berguna untuk penalataksanaan. Jika rencana untuk

menginduksi persalinan agar terjadi persalinan dalam 24 jam pertama

setelah pecah ketuban, pemeriksaan jari dapat dilakukan pada saat

induksi. Pemeriksaan jari meningkatkan resiko infeksi.


5. Pemeriksaan Penunjang

5.1 Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,

bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air

ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu

hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap

kuning.

a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah

menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air

ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes

yang positif palsu.

b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada

gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik

menunjukkan gambaran daun pakis.

5.2 Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban

yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita

oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup

banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa

terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana. (Varney,

2007)

2.1.6 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Penanganan Umum
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,

adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-

tanda

persalinan. Penanganan ketuban pecah dini, meliputi :

1. Konservatif

a. Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit

(baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat

dirumah sakit.

b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin

bila tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg

selama 7 hari.

c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar

lagi.

d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada

infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-

tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada

kehamilan 37 minggu.

e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada

infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan

induksi sesudah 24 jam.

f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik

dan lakukan induksi.


g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi

intra uterin).

h. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid, untuk

memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan

periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis

betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,

deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2. Aktif

a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila

gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50

mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis

tinggi. Dan persalinan diakhiri.

c. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik,

kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan

dengan seksio sesarea

d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus

pervaginam. (Soewarto, 2014)

Adapun Penanganan Aktif pada Ketuban Pecah Dini

kehamilan >37 minggu :

Penatalaksanaan KPD jika tidak terdapat infeksi dan

kehamilan > 37 minggu, Jika ketuban sudah pecah > 6 jam,

berikan antibiotik profilaksis. Antibiotik diberikan setelah 6

jam KPD dengan pertimbangan bahwa kemungkinan infeksi


telah terjadi dan biasanya proses persalinan akan berlangsung

lebih dari 6 jam. (Sujiyatini, dkk. 2009)

Dalam ringkasan yang dibuat oleh Siswosudarmo tahun 1991

bahwa pemberian antibiotik sendiri terdapat beberapa versi

penelitian, penelitian Sarkawi 1983 di RS Pringadi Medan

memberikan antibiotik segera setelah ketuban pecah,

penelitian oleh Sunardi dan Lukman 1979 di RS Hasan

Sadikin Bandung memberikan antibiotik 6 jam setelah pecah,

dan peneliti lain seperti Kappy 1979 dan Varner, dkk 1981

tidak memberikan antibiotik, kecuali ada tanda-tanda infeksi.

Adapun hasil dari beberapa peneliti menunjukkan bahwa

kejadian infeksi paling rendah terjadi di RS Pringadi Medan.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan, dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan

premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.

a. Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.

Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90

% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan

antara 28 – 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam.Pada

kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

b. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.Pada

ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,

pneumonia dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis terjadi sebelum

janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih

sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada

Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode

laten.

c. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan

tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan

antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin

sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

d. Sindrom deformitas janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka

dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar (Soewarto, 2014).

2.1.8 Mekanisme KPD

Ketuban Pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada

daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput

ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular

matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen


menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput

ketuban pecah.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)

yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1

mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan

membrane janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat

menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat

peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga

selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban

ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan

gerakan janin.(Soewarto, 2008).

2.1.9 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Asuhan kebidanan adalah pengambilan keputusan dan tindakan yang

dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup

prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian,

perumusan diagnosa, atau masalah kebidanan, perencanaan,

implementasi, pencatatan asuhan kebidanan (Walsh 2008).

Sebagai pelaksana, bidan memberikan asuhan kebidanan dengan

menerapkan manajemen kebidanan secara langsung kepada ibu bersalin

dengan Ketuban Pecah Dini berdasarkan standar dan protokol. Langkah-

langkah Asuhan Kebidanan pada Ketuban Pecah Dini antara lain :


1. Observasi tanda-tanda vital, DJJ, HIS, kemajuan persalinan, deteksi

dini adanya komplikasi dan TTV.

2. Lakukan kolaborasi dengan dokter

3. Lakukan inform consent atas tindakan yang akan dilakukan

4. Lakukan penanganan KPD seperti yang dijelaskan dalam

penanganan KPD menurut saiffudin 2014 atau SOP dimasing-masing

pelayanan kesehatan

Lanjutan :

a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering

kali didahului kondisi ibu yang menggigil.

b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum

persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam

batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin

elektronik secara kontinyu dilakukan selama induksi oksitosin

untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau

induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.

c. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar

diperlukan, perhatikan juga hal-hal berikut:

• Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa

• Bau cairan di sarung tangan anda

• Warna cairan di sarung tangan

e. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat

diperoleh gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul.


Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

(Varney, 2007)

5. Hadirkan suami atau keluarga untuk memberikan dukungan moral.

6. Anjurkan ibu untuk berkemih jika kandung kemih terasa penuh

7. Observasi pengeluaran pervaginam

8. Jelaskan pada ibu tentang keadaan diri dan janinnya

9. Ajari ibu untuk menarik nafas panjang saat ada his, minta ibu untuk

tidak meneran sebelum pembukaan lengkap

10. Berikan dukungan moral pada ibu supaya tenang dalam menghadapi

persalinan

11. Berikan makanan dan minum yang cukup

12. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.

13. Saat pembukaan lengkap, jelaskan pada ibu untuk hanya meneran

apabila ada dorongan kuat untuk meneran

14. Atur posisi ibu saat melahirkan

15. Lakukan pencegahan laserasi

16. Lahirkan kepala bayi

17. Periksa tali pusat pada leher

18. Lahirkan bahu

19. Lahirkan sisa tubuh bayi

20. Keringkan dan beri rangsangan pada bayi

21. Potong tali pusat

22. Lakukan penatalaksanaan manajemen aktif kala III

23. Beritahu ibu bahwa ia akan di suntik


24. Beri suntikan oxytocin

25. Lakukan penegangan tali pusat terkendali

26. Lakukan massage fundus uteri

27. Observasi jumlah pendarahan pervaginam, laserasi jalan lahir, TFU,

kontraksi uterus, kandung kemih, keadaan umum ibu dan TTV.

28. Bersihkan tubuh ibu, serta ganti pakaian yang bersih.

29. Anjurkan ibu makan, minum dan istirahat

30. Isi partograf (Ratna, 2012)

2.1.10 Pra Rujukan KPD

Pelayanan Kegawatdaruratan ibu dan neonatus adalah penanganan kasus

ibu-neonatus yang mengalami penyulit dan memerlukan penanganan

adekuat dari tingkat pelayanan dengan kompetensi terendah sampai

tertinggi secara berkolaborasi. (SIJARIEMAS, 2014)

a. Rujukan Medis

Rujukan Medis sesuai Undang Undang Rumah Sakit No. 44 tahun 2009

merupakan kegiatan rujukan yang berkaitan dengan urusan medis dan

dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Rujukan Kasus

Rujukan kasus merupakan rujukan yang berkaitan dengan kasus yang

dialami klien dalam hal ini komplikasi ibu dan bayi baru lahir/neonatus.

2. Rujukan Laboratorium

Rujukan bahan laboratorium yang berkaitan dengan kebutuhan diagnosa

komplikasi ibu dan bayi baru lahir/neonatus.

3. Rujukan Ilmu
Rujukan ilmu pengetahuan diantara tenaga kesehatan dalam rangka

peningkatan pengetahuan penanganan komplikasi ibu dan bayi baru

lahir/neonatus dimana pihak yang lebih kompeten akan memberikan

ilmu sesuai kebutuhan dan kewenangan. (SIJARIEMAS 2014)

Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah

sakit untuk diperiksa lebih lanjut. (Prawirohardjo,2014)

b. Sistem Rujukan Efektif, Efisien, dan Berkeadilan

Sistem rujukan dibangun dengan membuat jejaring antar fasilitas dan

pemangku kepentingan agar pelayanan rujukan kegawat-daruratan ibu

dan BBL/Neonatus dapat menjadi efektif, efisien dan berkeadilan.

Terdapat dua prinsip yang perlu diperhatikan agar dapat dihasilkan suatu

system jejaring pelayanan rujukan yang efektif, efisien dan berkeadilan,

yaitu:

1. Kolaborasi

Mengingat Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia berjenjang dari

tingkat kompetensi terendah di tingkat bidan di desa atau Bidan

Praktik Swasta sampai tingkat tertinggi yaitu Rumah Sakit tersier

yang melibatkan pelayanan sektor pemerintah maupun swasta serta

mempunyai tingkat kewenangan yang berbeda maka prinsip

kolaborasi antar fasilitas yang berbeda tersebut menjadi sangat

penting khususnya bagi komplikasi Ibu dan BBL (Neonatus) yang

merupakan keadaan gawat darurat. Sangat penting pula untuk

bersamasama memahami peran dokter spesialis di

Kabupaten/jejaring rujukan sebagai pembina fungsional dalam


kolaborasi ini. Kolaborasi antar fasilitas baik publik maupun swasta

diharapkan akan membentuk suatu jejaring sistem rujukan pelayanan

kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir/neonatus di dalam suatu

wilayah tertentu misalnya suatu kabupaten atau kota tertentu.

2. Pertukaran Informasi

Agar dapat terbangun suatu jejaring sistem rujukan yang efektif dan

efisien,maka antar pemberi layanan di semua fasilitas yang telah

berjejaring seyogianya harus terjadi suatu pertukaran informasi yang

tepat dan sama.

Hal ini harus secara berkesinambungan disosialisasikan agar semua

pemberi layanan dalam suatu jaringan bisa saling berkomunikasi

dengan baik, tepat sasaran karena memiliki informasi dan

pemahaman yang sama.

Pertukaran informasi bisa berbentuk media cetak berupa surat,

pedoman, leaflet,poster, buku saku maupun elektronik berupa SMS,

email, atau dalam pertemuan, magang, pembinaan, pelatihan dan

lain-lain. (SIJARIEMAS, 2014)

c. Si Irma Ayu

Merupakan system informasi dan komunikasi berbasis teknologi

informasi bagi ibu hamil, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dalam

proses kehamilan, perencanaan persalinan, pencegahan komplikasi, dan

rujukan kegawatdaruratan maternal neonatal yang bertujuan untuk

menyelamatkan ibu dan bayi.


Masih tingginya jumlah kematian ibu dan bayi di Indramayu,

menjadikan kabupaten Indramayu membuat fasilitas untuk sebelum

merujuk agar semua petugas kesehatan dan tempat pelayanan yang

terkait telah siap menerima pasien baru.

Jenis layanan Si Irma Ayu meliputi :

1. Rujukan gawat darurat maternal dan neonatal melalui : aplikasi di Hp

android, SMS Gateway, dan telepon langsung melalui Bidan Call

Center

2. Adanya rujukan balik dari pihak Rumah Sakit

3. Dapat memantau respon-time Rumah Sakit dalam menangani pasien

4. Menjangkau lebih banyak Rumah Sakit di Indramayu dan sekitarnya

(Cirebon dan Subang)

5. Mengelola aspirasi pengaduan konsultasi Tanya jawab public

2.2.2 Antenatal Care

2.2.1 Pengertian

Asuhan antenatal care adalah upaya preventif program pelayanan

kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal

melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.

Ada 6 alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal, yaitu :

a. Membangun rasa saling percaya antara klien dengan petugas kesehatan

b. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang

dikandungnya

c. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya

d. Mengidentifikasi dan menata laksana kehamilan resiko tinggi


e. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga

kualitas kehamilan dan merawat bayi

f. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan

membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yg dikandungnya.

(Adriaansz, 2009)

2.2.2 Prencanaan dan Pelaksanaan

Setiap wanita hamil memerlukan minimal 4x kunjungan selama antenatal :

a. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)

b. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)

c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan

sesudah minggu ke 36)

Bila ibu mengalami masalah, tanda bahaya atau jika merasa khawatir

dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan. (Kusmiyati, dkk. 2009)

Dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan kehamilan menggunakan

standar minimal 10 T adalah sebagai berikut:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2. Pemeriksaan tekanan darah

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus

Toksoid (TT) bila diperlukan.

7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

8. Test laboratorium (rutin dan khusus)


9. Tatalaksana kasus (Penyuluhan atau pengobatan)

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan (Depkes RI,

2010)

2.2.3 Tanda Bahaya Kehamilan

Tanda bahaya kehamilan :

a. Muntah terus dan tak mau makan

b. Demam tinggi

c. Bengkak di kaki, tangan dan wajah, atau sakit kepala dsertai kejang

d. Janin dirasakan kurang bergerak dibandingkan sebelumnya

e. Pendarahan pada hamil muda dan hamil tua

f. Air ketuban keluar sebelum waktunya

Segera bawa ibu hamil ke puskesmas, Rumah sakit, dokter dan bidan bila

dijumpai keluhan dari tanda-tanda tersebut. (Buku KIA, 2016)

2.1 Standar Pelayanan Antenatal

Standar 3 Identifikasi ibu hamil

a. Tujuan:

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan

masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan

memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu

untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.

b. Hasil dari indetifikasi ini

1. Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan


2. Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan

kehamilan, secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat

pemeriksaan hamil.

3. Meningkatkan cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum

kehamilan 16 minggu

c. Syarat lainnya:

Bidan bekerja sama dengan tokoh dan kader untuk menentukan ibu

hamil dan memastikan bahwa semua ibu hamil telah memeriksakan

kehamilannya secara dini dan teratur.

Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

a. Tujuan :

Memberikan pelayanan dan pemantauan antenatal berkualitas.

b. Pernyataan standar:

Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan

meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama

untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal.

Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan khususnya

anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV; memberikan

pelayanan imunisasi, nasihat, penyuluhan kesehatan serta tugas terkait

lainnya yang diberikan oleh puskesmas.

c. Hasilnya antara lain :

1. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal care minimal 4 kali

selama kehamilan
2. Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat. Deteksi

dini dan komplikasi kehamilan

3. Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda

bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dlakukan

4. Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi

kegawatdaruratan

d. Persyaratannya antara lain

Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas, termasuk

penggunaan KMS ibu hamil dan kartu pencacatan hasil pemeriksaan

kehamilan (kartu ibu)

Standar pelayanan 5: Palpasi Abdominal

a. Tujuan

Memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin,

penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin.

b. Penyataan standar

Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama dan

melakukan partisipasiuntuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur

kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya

kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta

melakukan rujukan tepat waktu.

c. Hasilnya

1. Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik

2. Diagnosis dini letak kehamilan, dan merujuknya sesuai kebutuhan


3. Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain serta

merujuknya sesuai dengan kebutuhan

d. Persyaratannya

1. Bidan telah didik tentang prosedur palpasi abdominal yang benar

2. Alat, misalnya meteran kain, stetoskop janin, tersedia dalam

kondisi baik

3. Tersedia tempat pemeriksaan yang tertutup dan dapat diterima

masyarakat

4. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA, kartu ibu untuk

pencacatan

5. Adanya sistem rujukan yang berlaku bagi ibu hamil yang

memerlukan rujukan

Bidan harus melaksanakan palpasi abdominal pada setiap kunjungan

antenatal.

Standar 6: Pengelolaan Anemia Pada Kehamilan

a. Tujuan

Menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan

tindak lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum

persalinan berlangsung.

b. Pernyataan Standar

1. Ada pedoman pengolahan anemia pada kehamilan

2. Bidan mampu mengenali dan mengelola anemia pada

kehamilan. Memberikan penyuluhan gizi untuk mencegah

anemia, alat untuk mengukur kadar HB yang berfungsi baik.


3. Tersedia tablet zat besi dan asam folat, obat anti-malaria

(didaerah endemis malaria) obat cacing

4. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA, kartu ibu.

c. Proses yang harus dilakukan bidan :

Memeriksa kadar HB semua ibu hamil pada kunjungan pertama

dan pada minggu ke-28. Hb dibawah 11% pada kehamilan

termasuk anemia, dbawah 8% adalah anemia berat.

Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi Pada Kehamilan

a. Tujuan

Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan

dan melakukan tindakan yang diperlukan

b. Pernyataan Standar

Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada

kehamilan dan mengenal tanda serta gejala pre-eklampsi lainnya,

serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.

c. Hasilnya

1. Ibu hamil dengan tanda preeklampsi mendapat perawatan yang

memadai dan tepat waktu

2. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklampsi

d. Persyaratannya

1. Bidan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur,

pengukuran tekanan darah.

Standar 8 : Persiapan Persalinan

a. Pernyataan Standar
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamik, suami, serta

keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa

persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang

menyenangkan akan direncanakan dengan baik.

b. Prasyarat :

1. Semua ibu harus melakukan 2 kali kunjungan antenatal pada

trimester terakhir kehamilan

2. Adanya kebijaksanaan dan protocol nasional/setempat tentang

indikasi persalinan yang harus dirujuk dan berlangsung di

rumah sakit

3. Bidan terlatih dan terampil dalam melakukan pertolongan

persalinan yang aman dan bersih

4. Peralatan yang penting untuk melakukan pemeriksaan antenatal

tersedia

5. Perlengkapan penting yang diperlukan untuk melakukan

pertolongan persalinan yang bersih dan aman tersedia dalam

keadaan DTT/steril

6. Adanya persiapan transportasi untuk merujuk ibu hamil dengan

cepat jika terjadi kegawat daruratan ibu dan janin

7. Menggunakan KMS ibu hamil/ buku KIA kartu ibu dan

patograf

8. System rujukan yang efektif untuk ibu hamil yang mengalami

komplikasi selama kehamilan. (Purwoastuti, dkk. 2014)


2.3 Masa Nifas

2.3.1 Pengertian

Masa nifas (Postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari

kata ―puer yang artinya bayi dan ―parous yang arti melahirkan. Yaitu

masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat

kandungan kembali seperti pra hamil. Lama pada masa ini berkisar sekitar

6-8 minggu. Masa nifas ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a. Puerperium dini, yaitu masa kepulihan dimana ibu sudah

diperbolehkan mobilisasi jalan.

b. Puerperium intermedial, yaitu masa kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan. Tapi bila selama

hamil maupun bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa

berlangsung lebih lama sampai tahunan (Sujiyatini, dkk, 2011 ).

2.3.2 Jadwal pelayanan Nifas

Tatalaksana pelayanan nifas (PNC) ditujukan pada ibu dan neonatus yang

meliputi : pelayanan ibu nifas, pelayanan neonatus, dan pelayanan KB

pasca salin sesuai dengan Buku KIA. Jadwal pelayanan Nifas :

1. Pertama, dilakukan pada 6 jam-48 jam

2. Kedua, dilakukan pada hari ke 3-7

3. Ketiga, dilakukan pada hari ke 8-28

4. Keempat, dilakukan pada hari ke 29–42 (Depkes RI,2013)


Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali untuk menilai keadaan ibu dan

bayi baru lahir utuk mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang

terjadi:

1. 6– 8 jam setelah persalinan

b. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

c. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila

perdarahan berlanjut.

d. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga,

bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

e. Pemberian ASI awal.

f. Melakukan hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi baru lahir.

g. Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi.

h. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal

dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran atau

sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.

2. 6 hari setelah persalinan

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,

fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi/perdarahan abnormal.

c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat.

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan

tanda-tanda penyakit.

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.


3. 2 minggu setelah persalinan

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,

fundus bahkan tak teraba, tidak ada perdarahan dan tidak ada bau.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi/perdarahan abnormal.

c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat.

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan

tanda-tanda penyakit.

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,

menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

4. 6 minggu setelah persalinan

a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau

bayinya

alami

b. Memberikan konseling untuk berKB secara dini. (Saifuddin, A.

2009)

2.3.3 Standar pelayanan kebidanan

Standar14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi

paling sedikit selama 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan

yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang

hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu

untuk memulai pemberian ASI.

Tujuannya adalah mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih

dan aman selama persalinan kala empat untuk memulihkan kesehatan ibu
dan bayi.Meningkatan asuhan sayang ibu dan sayang bayi. Memulai

pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah persalinan dan

mendukung terjadinya ikatan batin antara ibu dan bayinya. (Nurmawati,

2010)

2.4 Bayi Baru Lahir

2.4.1 Pengertian

Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)

sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai

dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7

hari.Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari. (Muslihatun, 2010)

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37

minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.

(Depkes RI, 2005)

Bayi baru lahir cukup bulan yang sehat dan memiliki berat badan sesuai

berat badan bayi pada usia gestasinya. Menimbang bayi dilakukan ketika

bayi belum berpakaian, dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan saat

lahir. Pada beberapa hari pertama, normal terjadi penurunan berat badan 5-

10%, tetapi penurunan menjadi abnormal jika melebihi 10% dari berat badan

lahir dan memerlukan pengkajian lanjut. Sebagian besar bayi kembali ke

berat badan lahir dalam 7-10 hari. Setelah itu, berat badan naik pada laju

150-200 gram per minggu (Fraser dan Cooper, 2009).

2.4.2 Jadwal kunjungan neonatus

Jadwal kunjungan Neonatus:

a. Pertama, dilakukan pada 6 jam-48 jam


b. Kedua, dilakukan pada hari ke 3-7

c. Ketiga, dilakukan pada hari ke 8-28 (Depkes RI, 2013)

2.4.3 Standar pelayanan kebidanan

Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan

spontan, mencegah asfiksia, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan

atau merujuk sesuai kebutuhan.Bidan juga harus mencegah atau menangani

hipotermi dan mencegah hipoglikemia dan infeksi.

Tujuannya adalah menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya

pernafasan serta mencegah hipotermi, hipoglikemi dan infeksi.Dan hasil

yang diharapkan adalah bayi baru lahir menemukan perawatan dengan

segera dan tepat.Bayi baru lahir mendapatkan perawatan yang tepat untuk

dapat memulai pernafasan dengan baik.

Standar15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas di puskesmas dan rumah

sakit atau melakukan kunjungan ke rumah pada hari ke-tiga, minggu ke dua

dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk membantu proses

penatalaksanaan tali pusat yang benar, penemuan dini, penatalaksanaan atau

rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan

penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,

makanan bergizi, asuhan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42

hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI eksklusif.

(Nurmawati, 2010)
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 KRONOLOGI KASUS

3.2.1 Data Sekunder

3.1.1.1 Antenatal care

Ibu hamil anak ke dua, belum pernah melahirkan dan pernah keguguran

sekali. Pada kehamilan kedua ini ibu telah memeriksakan kehamilannya sebanyak

8 kali dipuskesmas. Ibu pertama mengetahui kehamilannya pada usia kehamilan

16 minggu dengan keluhan mual muntah. Ibu mengaku haid terakhir pada tanggal

25-06-17 dengan taksiran persalinan 01-04-18. Selama kehamilan ibu dilakukan

pemeriksaan laboratorium sebanyak 1 kali dengan hasil Hb : 10,4 gr/dl, golongan

darah B, tes HIV non reaktif (negative), serta telah di imunisasi TT sebanyak

2kali. (Buku KIA Ny. S)

Selama 8 kali pemeriksaan, dimulai usia 16 minggu sebanyak 1 kali.

Dilanjutkan pada trimester II sebanyak 2 kali dengan tanpa keluhan, lalu pada

trimester III sebanyak 5 kali dengan 2 kali keluhan batuk pilek dan sisanya tanpa

keluhan. Kenaikan berat badan ibu selama hamil 12kg, dan sudah diberikan tablet

Fe sebanyak 150 tablet sisa 12 tablet. (Buku KIA Ny. S)

A. Data Primer

3.1.1.2 Intranatal Care


Pada tanggal 20-03-2018 pukul 18.00 wib, Ny. S mengaku telah keluar air-air

banyaknya ± 100cc dari jalan lahirnya tanpa disertai mulas. Pada pukul 21.00 Wib

Ny. S pergi ke Puskemas PONED Kedokan Bunder, karena masih keluar air-air

disertai sedikit mulas. Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital oleh bidan dengan

tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 35,8ºC,

TFU 29cm, DJJ 146x/menit, his 1x10`/10”, pemeriksaan inspeksi terdapat sisa

vernik kaseosa divulva ibu dan terdapat bau khas ketuban. Dilanjutkan

pemeriksaan dalam didapatkan hasil pemeriksaan yaitu vulva/vagina: normal,

portio: tebal lunak, pembukaan serviks: 1 cm, ketuban: negatif, berwarna jernih,

presentasi: kepala, denominator UUK kiri depan, penurunan bagian terendah:

Hodge 1, bagian-bagian yang menyertai:tidak ada, protein urine: negative , tes

lakmus berwarna biru.

Setelah dilakukan pemeriksaan, ditegakkan diagnosa yaitu 𝐺2 𝑃0 𝐴1 usia

kehamilan 38 minggu 3 hari inpartu kala I fase laten dengan Ketuban Pecah Dini.

Karena permintaan Ny. S untuk dirujuk, akhirnya bidan M di Puskemas

PONED Kedokan Bunder memutuskan untuk merujuk ke RSUD Indramayu

pukul 09.00 Wib tanggal 21-03-2018 melalui Irma Ayu, dan mendapatkan advice

sebelum merujuk ialah infus RL+Oxy 5 iu serta amoxicillin 1 tablet.

Pada tanggal 21-03-2018 pukul 10.00 Wib Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 datang ke RSUD

Indramayu kiriman dari Poned Puskesmas Gedokan Bunder ditemani oleh bidan

M, mengeluh keluar air-air sejak kemarin sore tanggal 20-03-18 pukul 18.00 Wib.

Bidan di IGD VK melakukan anamnesa pada Ny. S dan setelah dihitung usia

kehamilan dari HPHT Ny. S yaitu 38 minggu 3 hari dengan taksiran persalinan
tanggal 01-04-2018, serta diketahui data objektif Ny. S yaitu keadaan umum baik,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi

20x/menit, suhu 36,3ºC, TFU 29cm, DJJ 140x/menit, his 1x/10menit 20 detik,

pemeriksaan dalam vulva vagina tidak ada kelainan, portio tebal, pembukaan 3cm,

ketuban (-), berwarna jernih, presentasi kepala 𝐻1 , sudah terpasang infus RL drip

Oxytosin 5 IU dengan tetesan 15tts/menit.

Pukul 10.05 wib mendapatkan advice dari dr. obgyn untuk inject vicilin 1x1,

lanjutkan induksi persalinan, serta cek darah rutin. Pukul 10.10 wib skin test

vicillin hasil negatif, pukul 10.25 wib inject vicillin 1x1gr, hasil lab Hb 12,2 gr/dl,

HIV negatif. Lalu Ny. S pindah ke ruang VK.

Pukul 14.00 Wib operan bidan pagi dan siang, bidan melakukan pemeriksaan

ulang pada Ny. S didapatkan hasil Ny. S mengaku mulas nya masih jarang,

dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/80

mmHg, nadi 82x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,0ºC, TFU 29cm, DJJ

156x/menit, his 1x/10menit 22 detik pemeriksaan dalam vulva vagina tidak ada

kelainan, portio tebal, pembukaan 3cm, ketuban (-),berwarna jernih, presentasi

kepala 𝐻1 , terpasang infus RL drip Oxytosin 5 IU flash 1 dengan tetesan

28tts/menit.

Pukul 16.00 wib bidan melakukan pemeriksaan ulang, dengan keluhan mulas

Ny. S semakin sering, dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,

tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 36,0ºC,

TFU 29cm, DJJ 142x/menit, his 4x/10menit 51detik, pemeriksaan dalam vulva

vagina tidak ada kelainan, portio tipis, pembukaan 8cm, ketuban (-), berwarna
jernih, presentasi kepala 𝐻𝐼𝐼 , perlimaan 3/5, terpasang infus RL drip Oxytosin 5

IU flash 1 dengan tetesan 28tts/menit

Pukul 17.00 wib bidan melakukan pemeriksaan ulang, dengan keluhan Ny. S

mengeluh ingin mengedan seperti ingin BAB, dengan keadaan umum baik,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82x/menit, respirasi

24x/menit, suhu 36,0ºC, TFU 29cm, DJJ 146x/menit, his 5x/10menit 56 detik,

pemeriksaan dalam vulva vagina tidak ada kelainan, portio tidak teraba,

pembukaan 10cm, ketuban (-),berwarna jernih, presentasi kepala 𝐻𝐼𝐼𝐼 , perlimaan

0/5, terpasang infus RL drip Oxytosin 5 IU flash 1 dengan tetesan 28tts/menit.

Bidan mendekatkan partus set, menggunakan APD, serta menggunakan

kateter untuk mngeluarkan urin setelah itu memimpin ibu untuk meneran pada

saat ada kontraksi. Dipimpin meneran hingga ±1 jam tetapi tidak ada kemajuan,

akhirnya bidan pun melakukan episiotomy yang sebelumnya di suntikkan lidokain

untuk membuka jalan lahir ibu agar lebih lebar. Pada saat kepala sudah lahir bidan

mengecek apakah ada lilitan atau tidak dan didapatkan tidak ada lilitan tali pusat,

kemudian bidan melalukan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan

dan melakukan tarikan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang dan

melakukan sanggah susur untuk melahirkan seluruh badan bayi.

Bayi lahir pukul 18.25 WIB dengan keadaan bayi segera menangis, warna

kulit kemerahan, tonus otot kuat, berjenis kelamin laki-laki dan bayi segera di

keringkan dengan kain. Kemudian asisten bidan mengecek janin ke 2 hasil janin

ke 2 tidak ada, menyuntikan 10 iu oksitosin di 1/3 paha atas bagian luar bagian

kanan secara IM, kemudian bidan melakukan pemotongan tali pusat dan meminta
asistennya untuk segera membawa bayi ke meja bayi untuk dilakukan pengukuran

berat badan, panjang badan, pemberian salep mata, suntik vit K sebanyak 1 mg.

Hasil penimbangan berat badan bayi yaitu 2600 gr dan panjang badan 48 cm

lingkar kepala 30cm lingkar dada 31 cm. Setelah selesai dilakukan pengukuran,

asisten bidan segera memberitahu keluarga hasil pemeriksaan bayinya dan

keluarga terlihat senang.

Setelah disuntikkan oxytosin 10 iu di 1/3 paha kanan atas bagian luar secara

IM dilakukan manajemen aktif kala III, plasenta lahir pukul 18.30 Wib, lengkap.

Setelah itu bidan melakukan masase fundus uteri selama 15 detik dan menilai

kontraksi uterus. Setelah dilakukan masase uterus, uterus teraba keras dan

penurunan tinggi fundus uteri yaitu 2 jari bawah pusat. Setelah plasenta lahir,

bidan melakukan eksplorasi untuk memastikan kembali apakah masih ada sisa

plasenta yang tertinggal di dalam atau tidak dan hasil eksplorasi tidak ada sisa

plasenta yang tertinggal.

Setelah itu, bidan memberitahu bahwa terdapat robekan perineum grade II

sehingga diharuskan untuk dilakukan penjahitan perineum. Setelah selesai

dilakukan penjahitan perineum, asisten bidan membersihkan ibu dari sisa darah

dan mengganti baju ibu serta mendekontaminasi alat.

Pukul 18.45 WIB bidan meminta kepada asistennya untuk dilakukan

pemantauan atau observasi kala IV yaitu keadaan umum, tanda-tanda vital, tinggi

fundus uteri, keadaan kandung kemih, jumlah perdarahan dan konsistensi uterus

pada Ny. S selama 2 jam pertama setelah persalinan yaitu setiap 15 menit sekali

pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit sekali pada 1 jam kedua. Setelah kondisi
ibu baik Ny. S dipindahkan ke ruang Gincu 4 dan dilakukan pemantauan kembali

pada saat 12 jam pasca persalinan.

Tabel 1.1 PEMANTAUAN KALA IV

Jam Waktu Tekanan Nadi Suhu TFU Kontaksi Kandung Darah


ke Darah uterus kemih yang
keluar
18.45 120/80 82 36 2 jari Kuat Kosong ± 50 cc
mmHg x/menit 0C ↓
pusat
19.00 120/80 80 2 jari Kuat Kosong ± 50 cc
mmHg x/menit ↓
pusat
1
19.15 120/80 84 2 jari Kuat Kosong ± 30 cc
mmHg x/menit ↓
pusat
19.30 120/80 82 2 jari Kuat Kosong ± 20 cc
mmHg x/menit ↓
pusat
20.00 110/70 80 36,2 2 jari Kuat Kosong ± 20 cc
mmHg x/menit 0C ↓
pusat
2
20.30 110/70 80 2 jari Kuat Kosong ± 10 cc
mmHg x/menit ↓
pusat

3.1.1.3 Post natal care

Pada pukul 20.45 Wib, di ruang nifas dilakukan pemeriksaan ulang dengan

hasil TD: 110/80 mmHg, N: 80x/menit, respirasi: 19x/menit, suhu: 36,2ºC, TFU 2

jari dibawah pusat, kontraksi uterus teraba keras, kandung kemih kosong,

pengeluaran darah ±150 cc, bidan menganjurkan untuk banyak istirahat .

Pada tanggal 22-03-2018 pukul 08.30 Wib dilakukan pemeriksaan 12 jam

pertama pasca persalinan (KF1) terpasang infus RL dengan hasil TD: 110/70

mmHg, N: 77x/menit, respirasi: 19x/menit, suhu: 36,0ºC, TFU 2 jari dibawah


pusat, kontraksi uterus teraba keras, kandung kemih kosong, lochea rubra,

dilakukan pembersihan vulva hygiene dan perineum dan ibu sudah melakukan

mobilisasi.

Pukul 12.30 Wib, dilakukan up infus, memberikan konseling nutrisi,

perawatan luka perineum dan mengenai asi eklusif, Hb 12,2 gr% (pemeriksaan Hb

berdasarkan hasil tes yang dilakukan pada tanggal 21-03-2018). Ibu

diperbolehkan untuk pulang dan diberitahu agar melakukan pemeriksaan kontrol

ulang ke Puskesmas atau ke fasilitas yang memadai lainnya.

Pada hari ke 3 (KF 2) tanggal 24 Maret 2018, Ny. S mengaku belum

dikunjungi oleh bidan, tetapi Ny. S datang ke Puskesmas Kedokan Bunder. Pada

kunjungan ini dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil, tekanan darah: 100/80

mmHg, nadi: 78x/menit, respirasi: 19x/menit, suhu: 36,0ºC, fundus sudah tidak

teraba, lokhea sanguinolenta, luka perineum masih basah dan tidak ada tanda-

tanda infeksi dalam masa nifas. Bidan memberikan konseling susui bayi sesering

mungkin dan tidak ada pantangan makanan kecuali alergi, serta menyarankan

untuk kunjungan ulang pada tanggal 31 Maret 2018.

Pada hari ke 10 (KF2) tanggal 31 Maret 2018, Ny. S periksa kembali ke

puskesmas kedokan bunder. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil, tekanan

darah: 110/70 mmHg, nadi: 79x/menit, respirasi: 19x/menit, suhu: 35,8ºC, fundus

sudah tidak teraba, lokhea serosa, luka perineum kering dan tidak ada tanda-tanda

infeksi dalam masa nifas. Bidan memberikan konseling istirahat yang cukup.

Pada hari ke 31 (KF3) tanggal 21 April 2018, Ny. S periksa kembali ke

puskesmas kedokan bunder untuk konsultasi KB. Dilakukan pemeriksaan fisik


dengan hasil, tekanan darah: 100/80 mmHg, nadi: 75x/menit, respirasi: 19x/menit,

suhu: 36,0ºC, fundus sudah tidak teraba, lokhea alba, luka perineum kering dan

tidak ada tanda-tanda infeksi dalam masa nifas. Bidan memberikan konseling

mengenai Kb yang cocok untuk ibu nifas yang menyusui.

3.1.1.4 Neonatal

Bayi Ny. S lahir tanggal 21 Maret 2018 pukul 18.25 WIB, jenis kelamin laki-

laki, segera menangis, tonus otot lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan

sedikit gerakan, warna kulit normal dengan tangan dan kaki berwarna kemerahan ,

A/S 7/9, dilakukan pengisapan lendir menggunakan suction.

Tabel 1.2 APGAR score Bayi Ny. S

A P G A R Score
1 menit 1 2 2 1 1 7
pertama
5 menit 1 2 2 2 2 9
pertama

Kemudian dilakukan pemeriksaan antopometri dengan hasil: berat badan

2.600 gram, panjang badan 48 cm lingkar kepala 30 cm lingkar dada 31 cm,

pemberian salep mata, suntik vit K sebanyak 1 mg.

Bidan di rumah sakit melakukan pemeriksaan fisik pada bayi (KN1) pada

tanggal 22 Maret 2018 dengan hasil pemeriksaan yaitu pernafasan: 46x/menit,

denyut jantung: 141x/menit, suhu: 36,8ºC, serta hasil pemeriksaan fisik lain

terdapat warna kulit berwarna kemerahan dan tidak ada tanda – tanda infeksi, dan

memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan tali pusat, menjaga agar


bayi bersih, menjelaskan tanda bahaya, masalah dalam pemberian ASI, dan lain –

lain

Pada hari ke 3 (KN2) tanggal 24 Maret 2018, bidan belum melakukan

kunjungan ke rumah pasien, tetapi Ny. S periksa ke Puskesmas Kedokan Bunder.

Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan yaitu pernafasan:

43x/menit, denyut jantung: 132x/menit, suhu: 36,7ºC, BB 2590 gram, PB 48cm,

serta hasil pemeriksaan fisik lain terdapat warna kulit berwarna kuning di daerah

kepala dan leher dan tidak ada tanda – tanda infeksi. Bidan pun menyarankan agar

bayi sering disusui serta dijemur dibawah sinar matahari tiap pagi, dan

memberitahu untuk menjaga suhu bayi tetap normal, serta melakukan kunjungan

ulang pada tanggal 31 Maret 2018.

Pada hari ke 10 (KN3) tanggal 31 Maret 2018, By. Ny. S datang ke

Puskesmas Kedokan Bunder dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil

pemeriksaan yaitu pernafasan: 40x/menit, denyut jantung: 139x/menit, suhu:

36,8ºC, BB 2810 gram, PB 48cm, serta hasil pemeriksaan fisik lainnya dalam

keadaan baik warna kulit kecoklatan dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Bidan

memberikan konseling agar bayi tetap disusui secara on demand.

Pada hari ke 30 tanggal 21 April 2018, By. Ny. S datang ke Puskesmas

Kedokan Bunder untuk di imunisasi BCG dan polio 1 yang sebelumnya dilakukan

pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan yaitu pernafasan: 37x/menit, denyut

jantung: 142x/menit, suhu: 36,7ºC, BB 3950 gram, PB 50 cm, serta hasil

pemeriksaan fisik lainnya dalam keadaan baik warna kulit kecoklatan dan tidak

ada tanda – tanda infeksi, dan sudah di imunisasi. Bidan memberikan konseling
bahwa bekas suntikan BCG berupa semacam bisul kecil di lengan untuk tidak

diapa-apakan karena itu hal yang wajar.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Faktor Presdiposisi

Pada kasus ini dapat ditegakan diagnosa bahwa Ny.S mengalami Ketuban

Pecah Dini. Hal ini didukung dengan temuan hasil pemeriksaan inspeksi

yaitu terdapat sisa verniks caseosa di vulva ibu, bau khas ketuban,

pemeriksaan dalam yaitu pembukaan serviks 3 cm, Hodge: 1,

ketuban:negative, hasil tes lakmus dari pengirim rujukan berwarna biru.

3.2.1.1 Berdasarkan hasil wawancara didapatkan pada Ny. S adalah suami

yang perokok berat serta bapak mertua yang juga perokok berat yang

suka merokok didalam ruangan dan terkadang merokok didekat Ny. S,

sehingga Ny. S menjadi perokok pasif.

Asap rokok menyebabkan terganggunya penyampaian oksigen ke janin

sehingga pertukaran gas menjadi abnormal. (Laksmi, 2009)

Pertukaran gas menjadi abnormal dapat menyebabkan terjadi

perubahan biokimia yaitu berkurangnya komponen kolagen seperti

asam askorbat dan tembaga sehingga terjadi abnormalitas pertumbuhan

struktur kolagen selaput ketuban. Pertumbuhan struktur kolagen yang

abnormal dapat menyebabkan kekuatan selaput ketuban inferior rapuh

sehingga terjadi ketuban pecah dini. (Saifuddin, 2014)

Sedangkan hasil penelitian oleh Muntoha, dkk. 2013 bahwa kejadian

ketuban pecah dini lebih dipengaruhi oleh paparan asap rokok


dibandingkan dengan paritas dan riwayat polihidramnion. Hasil

penelitian menggambarkan hubungan antara riwayat paparan asap

rokok dengan kejadian KPD pada ibu hamil menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yang terpapar asap rokok mengalami KPD

yaitu sejumlah 24 responden atau 75% dengan p value 0,00 atau <0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna

antara riwayat paparan asap rokok dengan kejadian KPD.

Paparan asap rokok merupakan paparan asap yang dihirup oleh

seseorang yang bukan perokok (Pasive Smoker). Asap rokok lebih

berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok

yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif,

lima kali lebih banyak mengandung karbonmonoksida, empat kali

lebih banyak mengandung tar dan nikotin. Wanita yang terpapar asap

rokok cenderung lebih sering mengalami gangguan pada kehamilannya

karena kandungan zat kimia pada perokok pasif lebih tinggi

dibandingkan perokok aktif. Selain itu asap rokok dapat tertinggal

lama dalam suatu ruangan. Sebagaimana Penelitian yang dilakukan

mostafa tahun 2011 menunjukkan bahwa toksin yang terkandung dari

asap rokok melekat pada pakaian, tertinggal dalam ruangan, pintu dan

perabotan yang ada di sekitarnya selama beberapa minggu dan bulan

setelah digunakan untuk merokok. Pada saat pintu dan jendela dibuka

atau kipas angin dinyalakan maka toksin akan kembali ke udara di

sekitarnya.
Kondisi ini menyebabkan wanita dengan suami perokok atau tinggal di

lingkungan yang terdapat banyak perokok akan menjadi perokok pasif.

Wanita hamil yang terpapar asap rokok seringkali mengalami

gangguan selama kehamilan seperti abortus, berat badan lahir rendah,

pre eklampsi, abruptio plasenta dan ketuban pecah dini. Hal ini terjadi

karena kandungan tar dalam asap rokok merupakan radikal bebas yang

akan merusak komponen molekul utama dari sel tubuh dan dapat

mengganggu integritas sel, berkurangnya elastisitas membran,

termasuk selaput ketuban sehingga rentan mengalami rupture.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Milnerowicz tahun 2001

di polandia menyebutkan bahwa asap rokok dapat menyebabkan

toksisitas sehingga mengganggu aktivasi lapisan membran selaput

ketuban.

3.2.1.2 Ny. S mengaku telah berhubungan seksual dengan suami sehari

sebelum terjadinya KPD, menurut pengakuan Ny. S sering

berhubungan 2-3 kali dalam seminggu bahkan lebih.

Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil

dengan frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih

dari 3 kali seminggu diyakini berperan dalam terjadinya KPD. Hal

ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi

rahim oleh karena adanya paparan terhadap hormon prostaglandin

didalam semen atau cairan sperma (Winkjosastro, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lisda Handayani dkk

(2017) dengan judul Hubungan Pola Seksual Ibu Hamil Dengan


Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Di RSUD Dr. H. Moch.

Ansari Saleh Banjarmasin. Hasil penelitian didapatkan bahwa ibu

bersalin di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin lebih

banyak melakukan pola seksual yang tidak tepat sebanyak 41 orang

(68,3%). Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar salah

dalam melakukan aktifitas hubungan intim antara responden

dengan suami. Ketidaktepatan pola seksual ini ditunjukkan dengan

adanya kesalahan dalam frekuensi, posisi dan melakukan penetrasi

penis.

Pola seksual yang tepat tergambar jika hubungan intim tersebut

dilakukan dengan frekuensi 1x seminggu, posisi ibu berada diatas,

posisi miring, posisi menungging dan penetrasi penis diluar

sehingga tidak menekan perut ibu sedangkan pola seksual yang

tidak tepat jika frekuensi >3 kali, posisi ibu berada di bawah dan

penetrasi penis yang dalam sehingga menekan perut ibu.

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pola seksual

dengan kejadian ketuban pecah dini (KPD) di RSUD Dr. H. Moch.

Ansari Saleh Banjarmasin dengan nilai p=0,000 (p<α) dan OR =

10,286. Hasil penelitian menunjukkan pola seksual merupakan

faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini (KPD). Ibu yang

memiliki pola seksual tidak tepat berisiko mengalami KPD

sebanyak 10 kali. Ibu hamil yang melakukan hubungan seksual

saat trimester III dengan frekuensi berlebihan akan berisiko

mengalami ketuban pecah dini karena sperma yang dihasilkan


setiap kali berhubungan intim mengandung prostaglandin sehingga

akan terus merangsang kontraksi, ini dengan demikian semakin

sering berhubungan intim maka akan semakin besar kontraksi yang

ditimbulkan sehingga berakibat pecahnya ketuban sebelum

waktunya.

3.2.2 Kualitas dan Kuantitas Asuhan Kehamilan

Antenatal care

Sebelum terjadinya KPD, selama kehamilan Ny. S telah

memeriksakan kehamilannya sebanyak 8 kali pemeriksaan, dimulai

usia 16 minggu sebanyak 1 kali. Dilanjutkan pada trimester II

sebanyak 2 kali dengan tanpa keluhan, lalu pada trimester III

sebanyak 5 kali dengan 2 kali keluhan batuk pilek dan sisanya tanpa

keluhan.

Serta Selama kehamilan ibu dilakukan pemeriksaan laboratorium

sebanyak 1 kali dengan hasil Hb : 10,4 gr/dl, golongan darah B, tes

HIV non reaktif (negatif), serta telah di imunisasi TT sebanyak 2kali,

kenaikan berat badan ibu selama hamil 12kg, dan sudah diberikan

tablet Fe sebanyak 150 tablet sisa 12 tablet.

Antenatal care selama kehamilan untuk mendeteksi dini terjadinya

resiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan dan memantau

keadaan janin. Setiap wanita hamil mengahadapi resiko komplikasi

yang bisa mengancam jiwanya.(Adriaansz, 2009) Oleh karena itu,

setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan

selama periode antenatal yaitu satu kali kunjungan selama trimester


pertama (sebelum 14 minggu), satu kali kunjungan selama trimester

kedua (antara minggu 14-28) dan dua kali kunjungan selama

trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke 36).

Menurut Standar 4 : Pemeriksaan Dan Pemantauan Antenatal

e. Tujuan :

Memberikan pelayanan dan pemantauan antenatal berkualitas.

f. Pernyataan standar:

Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal.

Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin

dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan

berlangsung normal.

Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan khususnya

anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV; memberikan

pelayanan imunisasi, nasihat, penyuluhan kesehatan serta tugas

terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.

g. Hasilnya antara lain :

1. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal care minimal 4

kali selama kehamilan

2. Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat.

Deteksi dini dan komplikasi kehamilan

3. Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda

bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dlakukan


4. Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi

kegawatdaruratan

h. Persyaratannya antara lain

Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas,

termasuk penggunaan KMS ibu hamil dan kartu pencacatan hasil

pemeriksaan kehamilan (kartu ibu)

Sedangkan Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah

sebagai berikut:

11. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

12. Pemeriksaan tekanan darah

13. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

14. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)

15. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

16. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi

Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.

17. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama

kehamilan

18. Test laboratorium (rutin dan khusus)

19. Tatalaksana kasus (Penyuluhan atau pengobatan)

20. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan

dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska

persalinan. (Depkes RI, 2010)


Pengkaji dalam mengkaji antenatal care menggunakan data sekunder

dari Buku KIA Ny. S, untuk teori kunjungan selama kehamilan

terdapat kesenjangan. Ny. S baru memeriksakan kehamilannya saat

usia kehamilan 16 mgg, yang seharusnya diperiksa kehamilan pada

usia <14 minggu. Hal ini dikarenakan Ny. S tidak mengetahui bahwa

dirinya sedang hamil. Sedangkan manfaat dari pemeriksaan awal

yaitu menentukan status kesehatan ibu dan janin, menentukan usia

gestasi janin, memulai rencana untuk melanjutkan perawatan

obstetric. (Cunningham, 2005) Jika ibu hamil melewatkan

pemeriksaan kehamilan, berarti ibu hamil tersebut tidak mengetahui

salah satunya kesehatan ibu dan janin saat itu.

Dan teori yang dipakai dalam memberikan asuhan, dengan 10 T

menurut depkes RI 2010. Terdapat kesenjangan antara teori dengan

kenyataan yaitu bidan tidak memberitahu secara rinci mengenai P4K,

sedangkan penjabaran mengenai P4K sangat berguna untuk ibu

hamil dalam mempersiapkan segalanya mengenai persalinan,

mengetahui tanda bahaya yang perlu diwaspadai serta tindakan ibu

bila mendapati salah satu tanda bahaya kehamilan.

Setelah dilakukan wawancara dengan bidan di puskesmas kedokan

bunder, anjuran untuk membaca buku KIA mengenai tanda

persalinan dan pencegahan komplikasi sudah dilakukan tetapi untuk

menjelaskan secara rinci memang bidan tidak melakukannya

dikarenakan lupa untuk memberitahu secara rinci mengenai P4K.


Dapat disimpulkan bahwa kuantitas dan kualitas dari asuhan

kehamilan Ny. S tidak sesuai dengan standar, dikarenakan tidak

sesuai pemeriksaan kehamilan awal serta tidak diberitahunya

mengenai P4K oleh bidan.

3.2.3 Penatalaksanaan Pra Rujukan

3.2.4.1 Pada tanggal 20-03-2018 pukul 18.00 wib, Ny. S mengaku telah

keluar air-air banyaknya ± 100cc dari jalan lahirnya tanpa disertai

mulas. Pada pukul 21.00 Wib Ny. S pergi ke Puskemas PONED

Kedokan Bunder, karena masih keluar air-air disertai sedikit mulas.

Salah satu tanda bahaya kehamilan yaitu Air ketuban keluar sebelum

waktunya. Segera bawa ibu hamil ke puskesmas, Rumah sakit,

dokter dan bidan bila dijumpai keluhan dari tanda bahaya kehamilan.

(Buku KIA, 2016)

Pengkaji dalam mengkaji mendapati kesenjangan antara teori dengan

kenyataan yang mana bila dijumpai keluhan dari tanda-tanda bahaya

kehamilan untuk segera dibawa ibu hamil ke puskesmas, Rumah

sakit, dokter dan bidan. Dalam kasus ini Ny. S telah mengalami

kemungkinan KPD selama 3 jam, jika terlalu lama dibiarkan tanpa

ada penanganan membuat peluang komplikasi dari KPD semakin

berat seperti akan terjadi infeksi serta hipoksia pada janin.

Setelah ditanyakan kepada Ny. S, Ny. S tidak mengetahui bahwa

keluarnya air-air sebelum waktunya adalah tanda bahaya kehamilan,


karena selama kehamilan Ny. S tidak diberi konseling secara rinci

oleh bidan mengenai tanda bahaya kehamilan hanya diberi tahu

untuk membaca lanjut buku KIA disetiap periksa, sedangkan Ny. S

selama kehamilan jarang sekali membaca buku KIA.

3.2.4.2 Dan untuk teori penegakkan diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis

didapatkan penderita merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-

tiba. Kemudian lakukan satu kali pemeriksaan inspekulo dengan

spekulum steril untuk melihat adanya cairan yang keluar dari serviks

atau menggenang di forniks posterior. Jika tidak ada, gerakkan

sedikit bagian terbawah janin, atau minta ibu untuk mengedan/batuk.

Terdapat kesenjangan antara teori dan praktik, untuk kasus KPD

sebaiknya tidak sering bahkan tidak dilakukan pemeriksaan dalam

karena Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan

dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat

mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi. (Depkes

RI,2013)

3.2.4 Penatalaksanaan Asuhan Persalinan Ketuban Pecah Dini di RSUD

Indramayu

3.2.4.3 Intranatal care

• Saat Ny. S datang ke Rumah Sakit Indramayu, petugas segera

melakukan anamnesa, pemeriksaan tanda-tanda vital, abdomen, djj,

his, pemeriksaan dalam, tes laboratorium darah rutin, serta

konsultasi dengan dr. Obgyn dengan advice diberikan antibiotik


vicillin dan induksi persalinan yang sebelumnya di test terlebih

dahulu apakah Ny. S alergi terhadap obat antibiotic vicillin, hasil

negative. Tes lakmus sudah dilakukan di puskesmas dengan hasil

berwarna biru.

Menurut Depkes, 2013 bahwa Diagnosis ketuban pecah dini

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan inspekulo.

Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar cairan yang

banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali pemeriksaan

inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya cairan

yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika

tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin, atau minta ibu

untuk mengedan/batuk. Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak

dilakukan kecuali akan dilakukan penanganan aktif (melahirkan

bayi) karena dapat mengurangi latensi dan meningkatkan

kemungkinan infeksi. Setelah melakukan inspekulo, Pastikan

bahwa:Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan

memperhatikan: Bau cairan ketuban yang khas.

1. Konservatif

i. Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit

(baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat

dirumah sakit.

j. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin

bila tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg

selama 7 hari.
k. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar

lagi.

l. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada

infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-

tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada

kehamilan 37 minggu.

m. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada

infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan

induksi sesudah 24 jam.

n. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik

dan lakukan induksi.

o. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi

intra uterin).

p. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk

memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan

periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis

betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,

deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2. Aktif

e. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila

gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50

mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.


f. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis

tinggi. Dan persalinan diakhiri.

g. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik,

kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan

dengan seksio sesarea

h. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus

pervaginam

Perbandingan antara SOP di RSUD Indramayu (terlampir) dengan

teori terbaru 2014 dari soewarto tidak ada kesenjangan. Begitupun,

untuk tindakan petugas sudah cukup baik sesuai dengan Protap

RSUD Indramayu. Namun, beberapa hal yang sebaiknya tidak

dilakukan oleh petugas kesehatan, seperti melakukan pemeriksaan

dalam yang sebaiknya dilakukan untuk penanganan aktif

(melahirkan bayi), serta tidak melakukan pemeriksaan spekulo

untuk melihat adanya cairan yang keluar dari serviks atau

menggenang di forniks posterior.

• Selama proses persalinan Ny. S dilakukan episiotomi, jarak

dilakukan episiotomy yaitu ± 1Jam dari pembukaan dinyatakan

lengkap. Sedangkan lama kala II untuk primigravida 2 jam, dan

untuk multigravida 1 jam. (Depkes RI, 2013)

Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan, setelah dikonfirmasi

kepada petugas terkait melakukan episiotomy dalam waktu ± 1Jam

dari pembukaan dinyatakan lengkap karena khawatir dengan janin


ibu dikarenakan Ny. S mengalami KPD, dan terlihat kelelahan

mengingat Ny. S mengaku makan dan minum sedikit hari ini.

• Setelah dilahirkannya plasenta pada pukul 18.30 Wib, lengkap.

Setelah plasenta lahir, bidan melakukan eksplorasi untuk

memastikan kembali apakah masih ada sisa plasenta yang

tertinggal di dalam atau tidak dan hasil eksplorasi tidak ada sisa

plasenta yang tertinggal.

Menurut APN 58 langkah :

Langkah ke 48 Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta

dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon

dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam

kantong plastik yang tersedia.

Eksplorasi intrauteri adalah salah satu dari beberapa tindakan yang

dilakukan dalam penatalaksanaan hemorarrgi pasca partum segera

(kala IV). Apabila dilakukan, eksplorasi intrauteri harus dilakukan

secepat dan selancar mungkin karena tindakan ini merupakan

prosedur yang menyakitkan. (Varney, 2007)

Terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik yang mana

plasenta telah lahir dinyatakan lengkap, tetapi masih dilakukan

ekplorasi. Keraguan petugas kesehatan yang melakukan ekplorasi

untuk memastikan kembali apakah masih ada sisa plasenta yang

tertinggal di dalam atau tidak, ini akan menimbulkan infeksi dan

perdarahan potensial.

3.2.2.1 Masa Nifas


• Berdasarkan data yang didapatkan bahwa ibu melakukan

kunjungan nifas sebanyak 4 kali, yaitu pada 12 jam postpartum, 3

hari postpartum, 10 hari postpartum, dan 31 hari postpartum.

Saat 12 jam postpartum di rumah sakit, menurut teori Saifuddin, A.

(2009) salah satunya memberi ASI awal dan rawat gabung. Tetapi

Ny. S selama 12 jam post partum tidak memberi ASI awal dan

tidak rawat gabung, setelah dikonfirmasi kepada petugas

dikarenakan jika dirawat gabung sebelum proses administrasi

selesai dikhawatirkan pasien akan pulang dengan bayinya tanpa

menyelesaikan proses administrasi.

• Selama masa nifas Ny. S datang ke puskesmas kedokan bunder dan

mendapatkan pelayanan seputar masa nifas, hanya saja selama

kunjungan masa nifas Ny. S tidak diberitahu mengenai perawatan

luka perineum, tanda bahaya nifas, dan cara menyusui yang baik,

hanya diberitahu untuk tidak dipantang makanan apapun asal tidak

alergi, susui bayi secara on demand, dan istirahat cukup.

Menurut Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) pada Standar15

tentang Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas, Bidan

memberikan pelayanan selama masa nifas di puskesmas dan rumah

sakit atau melakukan kunjungan ke rumah pada hari ke-tiga,

minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk

membantu proses penatalaksanaan tali pusat yang benar, penemuan

dini, penatalaksanaan atau rujukan komplikasi yang mungkin

terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang


kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi,

asuhan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan

KB.Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi

sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI

eksklusif.

Hal ini terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan di

lapangan, tidak mendapatkan penjelasan mengenai perawatan luka

perineum, cara menyusui yang baik, serta tanda-tanda bahaya nifas

yaitu terjadinya infeksi dengan tanda demam, lochea berbau, rasa

nyeri (tegang), terutama di bagian bawah perut (di daerah rahim),

terjadi kelumpuhan pada otot rahim, sehingga rahim tidak bisa

kuncup dengan baik, yang disebut sub-involusi. Sedangkan pada

kasus ibu dengan riwayat ketuban pecah dini yang rentan

terjadinya infeksi.Lalu tidak memberikan penjelasan tentang

kesehatan secara umum, tidak memberitahu mengenai kebersihan

perorangan seperti vulva hygience yang baik, dan asupan nutrisi

ibu untuk mengkonsumsi makanan bergizi tidak diberitahu,

sehingga pelayanan yang bidan berikan tidak sesuai dengan

standar.

3.2.2.2 Bayi Baru Lahir

Pada kasus ketuban pecah dini Ny. S bayi lahir segera menangis tidak

terjadi Asfiksia pada bayi, dan bayi tidak dilakukan IMD. Pada saat di

rumah sakit bayi diberikan susu formula. Kunjungan neonatus yang

dilakukan sebanyak 3 kali yaitu 12 jam, 3 hari, dan 10 hari di rumah


sakit dan puskesmas kedokan bunder, selama kunjungan neonatal Ny.

S mengaku hanya di beri tahu mengenai asi eklusif dan perawatan tali

pusat. Pertambahan berat badan ± 1350 gram, dan panjang badan 2 cm

• Terdapat beberapa manfaat penting Inisiasi Menyusui Dini, antara

lain:

Mengurangi tingkat kematian bayi: Inisiasi menyusu dini bisa

mempengaruhi resiko kematian pada bayi yang baru lahir dengan

empat mekanisme (Edmond et al, 2006), yaitu : .

1. Angka kematian yang lebih rendah pada bayi mungkin terjadi

karena ibu yang menyusui anak mereka segera setelah lahir

memiliki kesempatan lebih besar untuk berhasil membangun

dan mempertahankan menyusui selama bayi.

2. Pemberian makanan prelaktal dengan antigen yang bukan dari

ASI dimungkinkan mengganggu fisiologi normal usus.

3. ASI kaya akan komponen imun dan non imun yang dapat

mempercepat maturasi usus, resisten terhadap infeksi, dan

pemulihan jaringan epitel dari infeksi. Total protein dan

imunoglobulin juga menurun di hari pertama kehidupan

(konsentrasi tertinggi pada hari pertama, setengah hari pada

hari kedua, dan menurun secara perlahan pada hari-hari

berikutnya).

4. Pemberian kehangatan dan perlindungan dapat mengurangi

resiko kematian akibat hipotermia selama hari pertama

(terutama pada bayi prematur).


Menurut Pokok - Pokok Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012

tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. IMD adalah suatu

proses dimana bayi begitu dilahirkan dari rahim ibu, tanpa

dimandikan terlebih dahulu, segera diletakkan tengkurap pada

perut dan dada ibu dengan kulit bayi melekat atau bersentuhan

langsung pada kulit ibu. Proses ini dilakukan sekurangnya selama 1

jam dan/atau sampai dengan bayi berhasil meraih puting ibu untuk

menyusu langsung sesuai kebutuhannya atau lamanya menyusu

saat IMD ditentukan oleh bayi. IMD dapat dilakukan dalam semua

jenis kelahiran baik normal maupun dengan bantuan vakum atau

operasi.Pelaksanaan IMD ini dapat tidak dilaksanakan apabila

terdapat indikasi medis dimana demi keselamatan ibu dan bayi,

tenaga kesehatan menetapkan tidak dapat dilaksanakan IMD.

(APN; JNPK-KR, 2014)

• Menurut Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif tercantum dalam Bab IV

Penggunaan Susu Formula Bayi Dan Produk Bayi Lainnya, pasal

17 Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula

Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat

program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal

diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Serta pasal 18 Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan

dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi

lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI


Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam

hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

• Riwayat ketuban pecah dini (KPD) berisiko tinggi mengalami

infeksi atau sepsis neonatorum, sehingga memberitahu ibu tanda-

tanda bahaya pada neonatus sangat penting. Sebagaimana

dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2014 Pasal 20

Ayat 1 yaitu :

Komunikasi informasi dan edukasi mengenai Pelayanan Kesehatan

Bayi Baru Lahir sebagimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)

huruf c meliputi :

a. perawatan Bayi Baru Lahir;

b. ASI Eksklusif ;

c. tanda bahaya pada Bayi Baru Lahir;

d. pelayanan kesehatan pada Bayi Baru Lahir; dan

e. skrining Bayi Baru Lahir.

Adapun tanda bahaya pada neonatus seperti letargi, kulit berubah

warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik-

bintik tidak rata, ruam, ikterik, suhu tidak stabil demam suhu >

37,5° C atau hipotermi suhu < 36,5° C, perubahan metabolik

hipoglikemi atau hiperglikemi, gejala gangguan kardiopulmonal

gangguan pernapasan (merintih, napas cuping hidung, retraksi,

takipnu), apneu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi,

atau hipotensi (biasanya timbul lambat), Gejala gastrointestinal:

toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung, apabila bayi


mengalami gejala tersebut maka diduga bayi mengalami sepsis,

oleh karena itu seharusnya bidan lebih menekankan untuk

memberitahu pada ibu mengenai tanda bahaya pada neonatus

tersebut agar ibu mengetahui tanda-tanda bahaya neonatus

terutama mengenai infeksi neonatus yang menyebabkan sepsis

neonatorum, agar ibu dapat bertindak sedini mungkin jika

mengalami tanda bahaya pada neonatus, sehingga apabila bayi ibu

mengalami tanda gejala pada neonatus tersebut dapat segera

terdeteksi dan dapat diberikan asuhan sedini mungkin oleh tenaga

kesehatan.

• Bayi baru lahir cukup bulan yang sehat dan memiliki berat badan

sesuai berat badan bayi pada usia gestasinya. Menimbang bayi

dilakukan ketika bayi belum berpakaian, dan hasilnya dibandingkan

dengan berat badan saat lahir. Pada beberapa hari pertama, normal

terjadi penurunan berat badan 5-10%, tetapi penurunan menjadi

abnormal jika melebihi 10% dari berat badan lahir dan memerlukan

pengkajian lanjut. Sebagian besar bayi kembali ke berat badan lahir

dalam 7-10 hari. Setelah itu, berat badan naik pada laju 150-200

gram per minggu (Fraser dan Cooper, 2009).

Terdapat kesenjangan antara teori dan praktik dimana tindakan yang

dilakukan belum sesuai dengan teori. Setelah dikonfirmasi IMD yang

tidak dilakukan dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan, full

bad dan pembukaan hampir lengkap diberbagai bad menjadi kendala

petugas saat itu. Untuk pemberian susu formula di ruang perina


dikarenakan tidak rawat gabung antara ibu dan bayi sebelum proses

administrasi selesai, serta belum banyaknya colostrum yang keluar.

Dan peningkatan berat badan bayi di usia I bulan termasuk normal,

diukur dengan grafik KMS bayi mengalami kenaikan berat badan

dan grafik BB mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama

dengan KBM (Kenaikan BB Minimal) atau lebih.

.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa pengkajian mulai dari kehamilan, persalinan, nifas

sampai asuhan bayi baru lahir yang telah dilakukan dalam kegiatan untuk

melengkapi Laporan Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan bahwa Gambaran

Asuhan Kebidanan Pada Ny. S 𝐺2 𝑃0 𝐴1 dengan Ketuban Pecah Dini Di

RSUD Indramayu Pada Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

1. Faktor predisposisi Ketuban Pecah Dini pada Ny. S adalah faktor

hubungan seksual, dan ibu sebagai perokok pasif. Mempunyai riwayat

hubungan seksual dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam seminggu

pada trimester III, dan suami dan bapak mertua perokok aktif sehingga

Ny. S sebagai perokok pasif.

2. Kualitas dan kuantitas asuhan antenatal pada Ny. S tidak sesuai teori,

seperti tidak melakukan pemeriksaan awal (K1) pada trimerster

pertama, dan tidak diberi penjelasan mengenai P4K

3. Dalam penanganan asuhan pra-rujukan pada Ny. S di puskesmas sudah

sesuai dengan Prosedur Tetap (PROTAP). Namun, bidan terlalu sering

melakukan pemeriksaan dalam pada kasus Ketuban Pecah Dini.

4. Penanganan Ketuban Pecah Dini pada Ny. S di Rumah Sakit Umum

Daerah Indramayu sudah sesuai dengan Prosedur Tetap (PROTAP).

Namun, ada beberapa tindakan yang perlu dihindari seperti melakukan

pemeriksaan dalam pada kasus Ketuban Pecah Dini, melakukan


episiotomi pada jarak ±1jam setelah dinyatakan lengkap, dan

melakukan ekplorasi setelah plasenta lahir dan dinyatakan lengkap.

5. Perawatan Masa Nifas dan Bayi Baru Lahir

a. Asuhan masa nifas pada Ny. S tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

Tetapi dalam memberikan asuhan belum sesuai dengan standar,

karena bidan tidak pernah memberitahu ibu tanda-tanda bahaya

nifas padahal pada kasus ibu dengan riwayat Ketuban Pecah dini

yang rentan terjadinya infeksi, tidak memberikan penjelasan

tentang kesehatan secara umum, dan tidak memberitahu mengenai

kebersihan perorangan seperti vulva hygience yang baik, sehingga

pelayanan yang bidan berikan tidak sesuai dengan standar.

b. Asuhan bayi baru lahir pada By. Ny. S tidak terdapat tanda-tanda

infeksi. Asuhan yang diberikan belum sesuai standar karena pada

saat bayi baru lahir petugas tidak melakukan IMD, petugas

memberikan susu formula pada bayi, dan pada saat By. Ny. S

periksa bidan tidak memberikan konseling pada ibu mengenai

asuhan pada bayi, merawat bayi sehari-hari dan tidak memberitahu

mengenai tanda bahaya pada bayi baru lahir.

4.2 Saran

4.2.1 Bagi Lahan Praktik

4.2.1.1 Puskesmas

Dengan adanya penulisan ini hendaknya petugas puskesmas

mempertimbangkan mengenai resiko dari suatu hal yang bersifat

patologi, dan mempergunakan serta mempertimbangkan


mengenai tindakan sesuai teori terbaru maupun teori dari

berbagai versi.

4.2.1.2 Rumah Sakit

Diharapkan pihak Rumah Sakit mempertahankan apa yang sudah

dilakukan sesuai dengan SOP, serta meningkatkan kembali

kinerja para petugas agar semakin lebih baik lagi.

4.2.2 Bagi Bidan

Dengan adanya penulisan ini hendaknya bidan melakukan upaya

preventif dengan memberikan penyuluhan ketika kunjungan awal ibu

hamil atau pra kehamilan mengenai tanda bahaya ketika hamil

khususnya faktor risiko, faktor predisposisi pada ibu hamil terhadap

Ketuban Pecah Dini, sehingga komplikasi bagi janin dan ibu dapat

diminimalkan.

4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan tambahan referensi

bagi Institusi Pendidikan dan mahasiswa dalam belajar dan menggali

ilmu selama proses perkuliahan.

4.2.4 Bagi Mahasiswa Kebidanan

Melalui penulisan ini diharapkan menambah pengetahuan tentang

asuhan dan tindakan yang diberikan kepada pasien dengan kasus

Ketuban Pecah Dini.


DAFTAR PUSTAKA

Adriaansz, George. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo(4th ed).


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
APN; JNPK-KR. 2014. Buku acuan persalinan normal dan Inisiasi menyusui
dini. Jakarta
Cunningham, F. Gary. dkk. 2005. Obstetric William (21 Ed). Jakarta: EGC

Daili, Syaiful Fahmi. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo(4th ed).


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Darmayanti, Lina. 2017. Pencegahan Ketuban Pecah Dini (Premature Rupture Of
Membranes) Dengan Suplemen Vitamin C Pada Kehamilan. Seminar
Nasional dan Workshop Publikasi Ilmiah “Strategi Pengembangan
Profesionalisme Perawat Melalui Peningkatan Kualitas Pendidikan dan
Publikasi Ilmiah” ISSN. 2579-7719
Dewi, Ratna Pudiastuti. 2012. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan
Patologi. Yogyakarta: Nuha Medik
Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes RI

Depkes RI, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar Dan Rujukan.
Depkes RI. 2017. Inilah Capaian Kinerja Kemenkes Ri Tahun 2015-2017.
Tersedia dalam www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 29-05-2018
Handayani, Lisda. dkk. 2017. Hubungan Pola Seksual Ibu Hamil Dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini (Kpd) Di Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017
Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable Development
Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
Kementerian Kesehatan RI. Laporan Tahunan Direktorat Kesehatan Keluarga Ta
2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.
Kusmiyati, Yuni. dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil).
Yogyakarta: Fitramaya
Manuaba, Ida Ayu. C. dkk. 2007. Ketuban Pecah Dini, Kehamilan Dengan Resiko
Tinggi. Dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Ayu. C. dkk. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC
Morgan, Geri. Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi Panduan Prakik. Jakarta:
EGC.
Muntoha, dkk. 2013. Hubungan antara Riwayat Paparan Asap Rokok dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 12 No. 1, April 2013
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya
Nurmawati. 2010. Mutu Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media

Nugroho. Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25


Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak.
Purwoastuti, Endang. dkk. 2014. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press

Redowati, Tusi Eka. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di Rsud Jendral Ahmad Yani Kota
Metro Tahun 2016. Jurnal Kesehatan “Akbid Wira Buana”, Volume 3 No 2,
April 2018. ISSN : 2541 -5387
Saifuddin, AB. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Saifudin, Abdul Bari. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Sagung Seto
Sardi, B. Premature Birth,Life-Long Developmental Problems, Linked to Low
Vitamin C Levels During Pregnancy, Knowledge of Health, Inc, 2004.
SIJARIEMAS. Panduan Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan
Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit [monograph online]. Jakarta:
EMAS; 2014. Available http://emasindonesia.org/assets/up/2016/11/02-
Panduan-Operasional-Kinerja-Rujukan.pdf [diakses pada tanggal 20 Mei
2018].
Siswosudarmo, Risanto. 1991. Penanganan Ketuban Pecah Dini. Berkala Ilmu
Kedokteran. Jil XXIII, No. 1. Maret 1991
Sualman K (2009). Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Kehamilan Preterm.
Pekanbaru : Universitas Riau.
Sudarmi, 2013. Hubungan Ketuban Pecah Dini ≥ 12 Jam Dengan Gawat Janin
Di Ruang Bersalin RSUP NTB Tahun 2012. Media Bina Ilmiah. Volume 7,
No. 5 Oktober 2013.
Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha medika

Sujiyatini dkk. 2011. Catatan Asuhan Ibu Nifas. Yogyakarta: Nuha medika

Sinclair, Constance. 2003. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC

Soewarto, Soetomo. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (4th ed 4th


cet). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Soewarto, Soetomo, 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo(4th ed).
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, Helen. dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan (4th ed). Jakarta: EGC

Walsh, L. V. 2008. Buku ajar kebidanan komunitas. Alih bahasa, Handayani


Wilda Ika. Jakarta : EGC
Winkjosastro, H. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka.

World Health Organization. Maternal Mortality. In: Reproduction Health and


Research, editor. Geneva: World Health Organization; 2014.
World Health Organization. World Health Statistic 2015. World Health
Organization; 2015.
Lampiran 1: SOP penanganan KPD di RSUD Indramayu

Penanganan Ketuban Pecah Dini


No. dokumen No. Revisi Halaman 1-2
SPO/MDGS/1.02/
2/VII/2015

Tanggal terbit Ditetapkan oleh :


1 juli 2015 Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Indramayu
SPO

dr. H. Deden Bonni Koswara, MM


NIP. 197401102002121008
PENGERTIAN Tindakan yang diberikan pada ibu hamil lebih dari 24
minggu terjadi pengeluaran air ketuban dan belum dalam
persalinan
TUJUAN Meningkatkan mutu pelayanan ibu hamil atau ibu hamil
resiko tinggi
KEBIJAKAN Surat keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Indramayu No. 440/1072 a-RSUD/2015
tentang pemberlakuan SPO pelayanan dan keselamatan
pasien
1. Anamnesa
2. Periksa keadaan umum (monitor tanda vital),
laksanakan palpasi dan pemeriksaan dalam
Prosedur 3. Monitor his, DJJ, pendarahan pervaginam
4. Periksa laboratorium rutin
5. Memberi penjelasan supaya bed rest total
6. Kolaborasi dengan dokter
7. Penatalaksanaan sesuai umur kehamilan.
a. Umur kehamilan ≥ 36 minggu :
Tunggu terjadi proses persalinan, bila sampai
6-8 jam belum terjadi persalinan lakukan
induksi. Bila induksi gagal lakukan SC.
b. Umur kehamilan 28 – 35 minggu :
1) Memberikan dexamethason 8 mg IV,
selama 2 hari
2) Observasi tanda vital dan DJJ
3) Memberikan antibiotic
4) Tunggu partus spontan
c. Umur kehamilan 24 – 27 minggu :
Persalinan segera diakhiri
UNIT TERKAIT • IGD Kebidanan
• Ruang Bersalin
• Ruang Kebidanan
Bagan Penatalaksanaan KPD di Puskesmas Kedokan Bunder

KETUBAN PECAH
< 37 minggu ≥ 37 minggu
Infeksi Tidak ada infeksi Infeksi Tidak ada infeksi
Berikan penicillin, Amoxicillin, Berikan penicillin, Lahirkan bayi
gentamicin, dan eritromicin untuk gentamicin, dan
metronidazole 7 hari metronidazole

Lahirkan bayi Steroid untuk Lahirkan bayi Berikan penicillin


pematangan paru atau ampisilin
ANTIBIOTIK SETELAH PERSALINAN
Provilaksis infeksi Tidak ada infeksi
Stop antibiotik Lanjutkan untuk Tidak perlu Antibiotik
24 jam- 48 jam
setelah bebas
nafas
Lampiran 2 : Hasil observasi Ny. S selama di Puskesmas Kedokan Bunder

TANGGAL JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


PERSYARATAN PASIEN
20-03-2018 21.00 S : pasien datang diantar suami, mengeluh mulas
wib dan keluar air-air sejak pukul 18.00 Wib, UK 9
bulan, merupakan kehamilan kedua, pernah
keguguran 1x. Gerakkan janin masih dirasakan
ibu.

O : k/u baik, tekanan darah 120/80 mmHg, N :


80x/m, R : 22x/m S : 35,8 ºC
Abdomen : TFU : 29 cm, tidak ada luka
operasi, DJJ : 146x/m, his : 1x/10 menit 10detik
Pemeriksaan inspeksi terdapat vernik kaseosa
dan berbau khas ketuban
Pemeriksaan Dalam : vulva vagina tidak ada
kelainan, portio tebal lunak, pembukaan servik 1
cm , ketuban negatif, presentasi kepala,
penurunan bagian terendah H1.
Hasil tes lakmus biru

A: 𝐺2 𝑃0 𝐴1 38 mgg inpartu kala 1 fase laten


dengan KPD

P: - menjelaskan hasil pemeriksaan


- Melakukan informed consent
- Menganjurkan ibu makan, minum
- Memantau kemajuan persalinan

22.25 Kolaborasi dr. budi, advice : observasi 4 jam,


wib
23.30 Djj : 139x/m, his : 1x/10 menit 8detik
wib
21-03-2018 01.00 S : ibu mengatakan mulasnya masih tetap
wib
O : k/u baik, Tekanan darah : 110/80 mmHg, N :
76x/m, R : 20x/m, S : 36,0ºC
Abdomen : DJJ : 130x/m, his : 1x/10menit 12
detik
Pemeriksaan Dalam : vulva vagina tidak ada
kelainan, portio tebal lunak, pembukaan servik 1
cm , ketuban negatif, presentasi kepala,
penurunan bagian terendah H1.

A : A: 𝐺2 𝑃0 𝐴1 38 mgg inpartu kala 1 fase laten


dengan KPD

P : - menjelaskan hasil pemeriksaan


- Menganjurkan ibu makan, minum
- Menganjurkan ibu relaksasi
- Memantau kemajuan persalinan

21-03-2018 05.00 S : ibu mengatakan mulasnya bertambah


wib
O : k/u baik, Tekanan darah : 120/80 mmHg, N :
79x/m, R : 20x/m, S : 36,0ºC
Abdomen : DJJ : 131x/m, his : 1x/10menit 16
detik
Pemeriksaan Dalam : vulva vagina tidak ada
kelainan, portio tebal lunak, pembukaan servik 2
cm , ketuban negatif, presentasi kepala,
penurunan bagian terendah H1
A : A: 𝐺2 𝑃0 𝐴1 38 mgg inpartu kala 1 fase laten
dengan KPD

P : - menjelaskan hasil pemeriksaan


- Menganjurkan ibu makan, minum
- Menganjurkan ibu relaksasi
- Memantau kemajuan persalinan

07.00 Djj : 140x/m, his : 1x/10menit 16 detik


wib

08.00 Pasien meminta untuk di rujuk.


wib Persiapan rujukan

09.00 Merujuk ke RSUD Indramayu


wib
Lampiran 3 : Data Sekunder Antenatal Care (buku KIA)

Tindakan
(pemberian Keterangan
Keluha Denyut
Tekanan Berat Umur Tinggi Letak Hasil TT,Fe, Nasihat - Tempat Kapan
n Jantung Kaki
Tgl Darah Badan Kehamilan Fundus Janin Pemeriksaan terapi, yang pelayanan harus
Sekara Janin / Bengkak
(mmHg) (Kg) (Minggu) (Cm) Kep/Su/li Laboratorium rujukan, disampaikan - Nama Kembali
ng Menit
umpan pemeriksa
balik
Perten Hb: 10,4 gr% Konseling
Imunisasi
gahan Prot: (-) gizi
25/1 Mual, TT 25/11/1
110/70 42 16 mgg symphi Ball (+) (-) Goldar : B seimbang, PKM
0/17 Muntah Hemfort 7
sis- HIV : non konsumsi
XXX
pusat reaktif tablet Fe

TT2, ANC rutin,


22/1 22/12/1
T.a.k 100/70 45 20 mgg 20 cm Ball (+) 145x/m (-) hemafort gizi PKM
1/17 7
XXX seimbang

Hemafort
21/1 21/01/1
T.a.k 110/70 47 24-25 mgg 24 cm Kep 138x/m (-) XXX, Baca hal 4-5 PKM
2/17 8
Kalk, Vit C
Hemafort
24/0 Baca hal 6- 24/02/1
T.a.k 120/80 48 28-29 mgg 27 cm Kep 139x/m (-) XXX PKM
1/18 10 8
Kalk

Hemafort
21/0 Batuk, Perbanyak 01/03/1
100/80 50 32-33 mgg 29 cm Kep 134x/m (-) XXX, PKM
2/18 pilek istirahat 8
OBH 3x1

Istirahat,
01/0 Lanjutkan lanjutkan 2
t.a.k 110/80 52 35 mgg 30 cm Kep 136x/m (-) PKM
3/18 hemafort baca hal minggu
berikutnya
Lanjutkan
07/0 Lanjutkan 1
t.a.k 120/70 53 36 mgg 30 cm Kep 140x/m (-) baca hal PKM
3/18 hemafort minggu
berikutnya
Lanjutkan Istirahat ,
10/0 1
Batuk 120/80 53 36 mgg 30 cm Kep 137x/m (-) hemafort, USG dr. PKM
3/18 minggu
OBH 3x1 obgyn
Lampiran 4 : Dokumentasi Kunjungan

Anda mungkin juga menyukai