Anda di halaman 1dari 113

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN INKONTINENSIA URINE DI


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH SICINCIN KABUPATEN
PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

DARA DESTRI WAHYU NINGSIH


NIM : 163110200

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA DENGAN


INKONTINENSIA URINE DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH
SICINCIN

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan


Kemenkes Padang Sebagau Salah Satu Syarat Ungtuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan

DARA DESTRI WAHYU NINGSIH


Nim:163110200

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2019

i
Poltekkes Kemenkes Padang
ii
Poltekkes Kemenkes Padang
iii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dara Destri Wahyu Ningsih


Tempat, Tanggal Lahir : Api-Api, 22 Desember 1997
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Ambacang Kamba Pesisir Selatan
Nama orang tua
Ayah : Erizon
Ibu : Samuarni

Riwayat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun

1. TK Pasar Baru , Bayang 2003-2004

2. SD SDN 35 Ambacang Kamba 2004-2010

3. SMP SMP N 2 Pasar Baru Bayang 2010-2013

4. SMA SMA N 2 Pasar Baru Bayang 2013-2016

5. D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2016-2019

iv
Poltekkes Kemenkes Padang
v
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Usia Dengan
Inkontinensia Urine Di Panti Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2019”.
Penulis menyadari, dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat banyak
kesulitan yang dihadapi oleh penulis, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, belum tentu peneliti bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak N.Rachmadanur,S.Kp,MKM, selaku pembimbing I yang telah
mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Ns.Lola Felnanda Amri ,S.Kep,M.Kep, selaku pembimbing II
yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan
dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah ini.
3. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM,M.Si selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Ns.Hj. Sila Dewi Anggreni, S.Pd,M.Kep,Sp.KMB selaku ketua
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI Padang.
5. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep,Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Padang.
6. Bapak/ibu dosen serta staf Program Studi Keperawatan Padang
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang yang telah
memberikan bekal ilmu untuk penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Pimpinan Panti Bapak Drs.Syahbana yang telah banyak membantu
dalam usaha memperoleh data yang diperlukan oleh penulis.
8. Kepada orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, do’a
restu dan kasih sayang.

vi
Poltekkes Kemenkes Padang
9. Teman-teman dan semua pihak yang tidak biasa penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta penulis mendoakan
semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga
nantinya dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan. Amin.

Padang, Mei 2019

Peneliti

vii
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN

Karya Tulis Ilmiah, Mei 2019

DARA DESTRI WAHYU NINGSIH


“Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Inkontinensia Urine Di Panti
Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin 2019”
VIII + 58 halaman, 1 tabel, 13 lampiran
ABSTRAK
Inkontinensia urin dalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara
atau menetap untuk mengontrol ekresi urin. Termasuk otot-otot dasar panggul
pada sfingter pada saluran perkemihan. Saat study pendahuluan di PSTW
Sabai Nan Aluih Sicincin di dapatkan 5 orang atau 5% yang mengalami
inkontinensia urine. Tujuan penelitian yaitu menggambarkan asuhan
keperawatan lansia dengan Inkontinensia Urine di Panti Tresna Werdha Sabai
Nan Aluih Sicincin.
Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian
dilakukan di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin. Waktu penelitian dimulai dari
bulan Desember 2018 – Mei 2019. Penelitian dilakukan dari tanggal 04 – 09
Februari 2019. Subjek penelitian 1 orang partisipan, sampel di ambil dengan
teknik random sampling. Instrumen yang digunakan yaitu format asuhan
keperawatan gerontik mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik.
Hasil pengkajian didapatkan pada partisipan yang mengalami BAK lebih dari
14-16x/hari dan terkadang susah untuk menahan BAK nya sampai ke toilet.
Diagnosa utama pada partisipan yaitu inkontinensia urine. Intervensi dan
implementasi sesuai dengan teori dan kondisi partisipan dengan pendekatan
NANDA NOC NIC.
Diharapkan kepada pihak PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin untuk
melanjutkan implementasi keperawatan yang telah dilakukan agar penyakit
dapat sepenuhnya teratasi dan penelitian ini dapat menambah informasi
tentang Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine pada lansia.
Kata Kunci: inkontinensia urine, lansia, asuhan keperawatan
Daftar pustaka : 21 (2008- 2018)

vii
i Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.........................................................................iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.....................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
ABSTRAK.............................................................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penelitian…..............................................................................4
D. Manfaat Penelitian….............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian.......................................................................................6
2. Teori Proses menua........................................................................6
3. Proses menua...............................................................................10
4. Batasan Umur Lansia..................................................................11
5. Tipe Lansia..................................................................................11
6. Perubahan Akibat Proses Menua.................................................12
B. Konsep Dasar Inkontinensia Urine
1. Pengertian.......................................................................................14
2. Etiologi...........................................................................................14
3. Klasifiksi.........................................................................................14
4. Patofisiologi....................................................................................17
5. Manifestasi Klinis...........................................................................18
6. Pemeriksaan Penunjang..................................................................19
7. Penatalaksanaan..............................................................................20
C. Perawatan Lansia di PSTW
1. Pengertian PSTW...........................................................................23
2. Tujuan dan Fungsi Pelayanan di PSTW.........................................23
3. Pemeliharaan dan Pelayanan di PSTW..........................................24
4. Prinsip Pelayanan di PSTW............................................................24
D. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia dengan Inkontinensi Urine
1. Pengkajian......................................................................................24
2. Diagnosis........................................................................................31
3. Intervensi........................................................................................31

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian..............................................................................38
B. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................38
C. Populasi dan Sampel.........................................................................38
D. Jenis-Jenis Data.................................................................................39

ix
Poltekkes Kemenkes Padang
E. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data..........................................40
F. Pengumpulan Data............................................................................40

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS


A. Deskripsi kasus.................................................................................42
B. Pembahasan.......................................................................................49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.......................................................................................57
B. Saran.................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Pada Lansia Dengan Inkontinensia Urine di
PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin..............................................................31

x
Poltekkes Kemenkes
DAFTAR
Lampiran1 : Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran2 : Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 1
Lampiran3 : Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 2
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Penelitian Pembimbing 1
Lampiran 5 : Lembar Konsultasi Penelitian Pembimbing 2
Lampiran 6 : Pengkajian Penelitian
Lampiran 7 : Persetujuan Menjadi Responden (Infonmed Consent)
Lampiran 8 :Surat Izin Pengambilan Data dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang
Lampiran 9 :Surat Izin Pengambilan Data dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
Lampiran 10: Surat Izin Pengambilan Data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera
Barat
Lampiran 11 : Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 12 : Surat Izin Penelitian dari dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
Lampiran 13 : Surat Izin Penelitian dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat

xii
Poltekkes Kemenkes
BAB
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lansia bukan penyakit namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungnnya, ditandai dengan kegagalan seseorang
individu untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis dan juga berkaitan dengan penurunan daya kemaampuan untuk
kehidupan serta peningkatan kepekaan secara individual (Muhith ,2016).

Berbagai macam perubahan terjadi akibat proses menua diantaranya sistem


kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem persarafan, sistem gastrointestinal,
sistem genitourinaria, sistem endokrin dan sistem indera. Pada sistem
genitourinaria proses menua mempengaruhi salah satunya saluran kemih
bagian bawah, seperti terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa disadari, otot
pengatur saluran kencing lemah, dan frekuensi buang air kecil meningkat.
Wanita lansia, terjadi penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi
jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada
otot-otot dasar panggul. Termasuk otot-otot dasar panggul pada sfingter pada
saluran perkemihan (Aspriani,2014).

Kondisi di atas disebut inkontinensia urine. Inkontinensia urine yaitu kondisi


dimana sfingter eksternal tidak mampu mengontrol dorongan berkemih.
Inkontinensia urine mempunyai beberapa klasifikasi diantaranya: tipe stres,
tipe akut reversible, tipe persisten, dan tipe fungsional. Inkontinensia urine
dapat berakibat seperti: infeksi saluran kemih, gangguan tidur, dekubitus, dan
gejala ruam pada area selangkangan. Selain itu masalah psikososial seperti
dijauhi orang lain karena berbau pesing, yang menyebabkan minder, tidak
percaya diri, mudah marah juga sering terjadi dan hal ini berakibat pada
depsresi dan isolasi sosial (Dewi,2017).

Poltekkes Kemenkes
2

Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat, terutama dinegara


berkembang pada dekade pertama abad milenium angka prevelensi lansia
pada tahun 2014 di Indonesia mencapai 20.24 juta jiwa, setara dengan 8,03%
dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lanjut usia laki laki
lebih kecil angkanya dibandingkan jumlah lanjut usia perempuan, yaitu 9,47
juta jiwa laki laki dan 10,77 juta jiwa yang lansia perempuan(BPS, 2015).
Menurut survey penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2016 mendapati jumlah lansia di Sumatera Barat mencapai 274.732 orang,
diaantaranya 164.291 lansia perempuan dan 110.441 lansia laki laki (BPS,
2016).

Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan


berpengaruh pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia.
Berdasarkan laporanWorld Healt Organization (WHO) dalam Wirakusuma
(2000), pada tahun 1980 UHH adalah 55,7 tahun, angka ini meningkat pada
tahun 1990 menjadi 59,5 tahun dan pada tahun 2020 di perkirakan UHH
menjadi 71,7 tahun (Kemenkes RI). Meningkatnya populasi lansia ini
pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program ditunjukan kepada
kelompok penduduk lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan
tidak menjadi beban bagi masyarakat. Undang-undang No 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia menetapkan,bahwa batasan umur lansia di
Indonesia adalah 60 tahun keatas (Depkes RI, 2004).

Menurut World Healt Organization (WHO) pada tahun 2012, dalam empat
dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berumur 60 tahun atau
lebih dalam populasi dunia di perkirakan meningkat dari 800 juta penduduk
menjadi 2 milyar penduduk lansia atau mengalami lonjakan dari 10% hingga
22% (Badan Pusat Statistik,2015).Menurut data dari World Healt
Organization (WHO), 200 juta jiwa penduduk di dunia yang mengalami
inkontinensia urine 38 % terjadi pada lanjut usia. Kejadian inkontinensia
urine lebih banyak terjadi pada lanjut usia wanita. Menurut National Kidney
and Urologyc Disease Advisory Board di Amerika Serikat, jumlah penduduk

Poltekkes Kemenkes
3

yang menderita inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 persen diantaranya


perempuan. Jumlahnya sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi
sebenarnya, sebab masih banyaknya kasus yang tidak dilaporkan (Dewi,
2017)

Di Indonesia jumlah penderita Inkontinensia Urine sangat signitifkan. Pada


tahun 2006 diperkirakan sekitar 5.8 % dari jumlah penduduk yang mengalami
Inkontinensia urin. Penelitian yang dilakukan oleh Juananda, febriantara 2017
yang berjudul inkontinensia urine pada lansia di Panti Werdha Provinsi Riau
diperoleh bahwa 16 orang (53,33%) lansia mengalami Inkontinensia
urine,dan umumnya adalah perempuan. Tipe Inkontinensia Urine yang
ditemukan, antara lain tipe urgensi sebanyak 14 orang (87,5%), tipe stres
sebanyak 1 orang (6,25%) dan tipe luapan sebanyak 1 orang (6,25%). Lansia
yang mengalami Inkontinensia Urine memiliki kualitas tidur yang tidak baik
(100%) dan waktu tidur yang singkat (68,75%). Inkontinensia Urine
merupakan keluarnya urine tidak disadari dan pada waktu yang tidak
diinginkan. Prevalensi inontinensia urine pada perempuan di dunia berkisar
antara 10-58%. Menurut Asia Pasific Continence Advisor Board (APCAB),
prevalensi inkontinensia urine pada perempuan Asia adalah 14,6%, dimana
sekitar 5,8% berasal dari Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa
prevalensi inkontinensia urine pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Pemerintah Indonesia menngadakan pelanyan bagi lansia, salah satunya yaitu


Panti Werdha. Departemen Sosial di Indonesia sudah membangun Panti
Werdha sebanyak 24 berada di Sumatra Barat (Darmoji, 2009). Panti Sosial
yang dikelola Pemerintah Sumatra Barat meliputi Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Kasih Ibu di Batu Sangkar dengan kapasitas jumlah penghuni 70
orang, PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dengan kapasitas 110 orang,
sedangkan yang dikelola swasta meliputi PSTW jasa Ibu di Lima Puluh Kota
dengan kapasitas penghuni 26 orang dan PSTW Syekh Burhanuddin di
Pariaman dengan kapasitas penghuni 30 orang, PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin menjadi PSTW terbesar di Sumatra Barat (Dinas Sosial Sumatra

Poltekkes Kemenkes
4

Barat, 2015). Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
merupakan unit Pelaksanaan Teknis Daerah Dinas Sosial Provinsi Sumatra
Barat yang mempunyai tugas pokok memberikan pelanyanan kesejahteraan
sosial kepada lansia terlantar didalam Panti berupa pelayanan dan perawatan,
baik jasmani maupun rohani agar para lansia dapat hidup sewajarnya
(Pemprov Sumatra Barat, 2013).

Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi: miksi yaitu perawat


berperan sebagai pemberi motivasi dan pendidik kepada klien tentang
perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia supaya bisa mengoptimalkan
fungsi tubuhnya. Sehingga lansia dapat meningkatkan derajat kesehatannya
agar tetap sehat, mandiri dan tetap berguna bagi lingkungan dan orang sekitar,
sehingga dapat tetap percaya diri dan tidak menjadi beban pada keluarga
ataupun masyarakat (Apriliani,2016).

Berdasarkan fenomena diatas peneliti merasa perlu untuk melakukan asuhan


keperawatan pada lansia supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan
pada lansia. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan: “Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Inkontinensia Urine di PSTW Sabai Nan
Aluih Sicincin.

B. RUMUSAN MASALAH
Maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Asuhan
Keperawatan Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine di PSTW Sabai Nan
Aluih Sicincin”.

C.TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urin di PSTW Sabai Nan Alui Sicincin.

Poltekkes Kemenkes
5

2. Tujun Khusus
a. Mendeskripsinya hasil pengkajian pada lansia dengan inkontinensia
urine di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.
b. Mendeskripsinya rumusan diagnosa keperawatan pada lansia
dengan inkontinensia urine di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.
c. Mendeskripsinya intervensi keperawatan pada lansia
dengan inkontinensia urine di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin.
d. Mendeskripsinya implementasi keperawatan pada lansia
dengan inkontinensia urine di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.
e. Mendeskripsinya evaluasi tindakan keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urine di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.

f. Mendeskripsinya mendokumentasian asuhan keperawatan pada lansia


dengan inkontinensia urine di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.

D MANFAAT
1. Aplikatif
a. Bagi Panti Sosial
Dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan
pada lansia dengan inkontinensia urine.

b. Bagi Peneliti
Menjadi pengalaman yang berharga pada peneliti dalam memberikan
asuhan keperawatan sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat
pada bangku kuliah.

c. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dan pembelajaran di Prodi Keperawatan Padang untuk mengembangkan
ilmu dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
inkontinensia urine.

Poltekkes Kemenkes
6

d. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar pada
penelitian selanjutnya tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
inkontinensia urine.

Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR LANSIA

1. Defenisi lansia
Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 lansia adalah manusia yang umurnya
melebihi 65 tahun (Rhosma, 2014). Di indonesia dikatan lansia jika berumur lebih
dari 60 tahun. Lansia bukan suatu penyakit namun merukapan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan, ditandai dengan kegagalan seseorang
individu untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis
dan juga berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk kehidupan serta
peningkatan kepekaan secara individual ( Setianto dan Pudjiastusi dalam Muhith,
2016).
2. Teori-Teori Proses Penuaan
Stanley dan Baere (2007), menyatakan bahwa teori- teori tejadinya penuaan pada
lansia dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan
psikososiologis.
a. Teori Biologis
Terjadinya perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan
kematian. Termasuk perubahan molekuler dan seluler dalam sistem organ
utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan
penyakit. Adanya beberapa teori yang mendukung teori biologis yaitu :
1) Genetika
Terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan kesalahan mutasi somatik, dan
teori glikogen proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur
karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel.

2) Wear-And-Tear
6
Akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA,
sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ
tubuh.

7
Poltekkes Kemenkes Padang
8

3) Imunitas
Menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan
dengan penuaan, Sehingga ketika seseorang betambah tua maka pertahanan
mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka
lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit.
4) Neuroendokrin
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal
akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses, dan bereaksi terhadap perintah.

b. Teori Psikososiologis
Perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan
dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis seperti :
1) Kepribadian
Aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau
luas spesifik lansia.
2) Tugas Perkembangan
Aktivitas dan tantangan yag harus dipenuhi seseorang pada tahap-tahap
spesifik dalam hidupnya. Mampu melihat kehidupan seseorang sebagai
kehidupan yang dijalani sebagai integritas.
3) Disengagement
Teori ini menggambarkan tentang proses penarikan diri oleh lansia dari
peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya
4) Aktivitas
Teori ini berbicara tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat
untuk penyesuaian diri yang sehat pada lansia.
5) Kontinuitas
Teori ini bericara tentang penekanan koping kepribadian pada individu
lansia.

c. Teori Moral/ Spiritual


Teori moral / spiritual mendukung gagasan bahwa seseorang yang lebih tua
menemukan keutuhan spiritual, ini melampaui kebutuhan untuk mendiami

Poltekkes Kemenkes
9

tubuh, dan mendekati akhir kehidupan. Tahap ini tergantung pada interaksi
sosial dan diperoleh ketika seseorang mengembangkan pemahaman tentang diri
mereka sendiri di dalam dunia dan menerima siapa diri mereka. Dari perspektif
moral, seorang yang lebih tua mencapai penalaran post-konvensional, tahap
akhir kehidupan dan merupakan persiapan untuk akhir hayat.
d. Teori Sosiologis
Teori sosiologis menjelaskan bahwa penuaan mengakibatkan hubungan dalam
peran menurun. Teori yang mendukung proses ini meliputi teori pelepasan.
Teori ini, adalah salah satu teori sosiologis pertama yang menjelaskan penuaan,
menyatakan bahwa karena hubungan berubah atau berakhir untuk orang
dewasa yang lebih tua, baik melalui prosesnya pensiun, cacat, atau kematian,
penarikan bertahap membuktikan kurangnya keterlibatan lanjut usia dalam
aktivitas sehari - hari ,sementara itu hubungan tersebut tidak bisa dipisahkan
dengan kehidupannya. Teori lain yang mendukung teori ini adalah teori
aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa aktivitas sosial merupakan komponen
penting terhadap kesuksesan penuaan. Akibatnya, saat aktivitas sosial
dihentikan karena kematian orang yang dicintai, perubahan dalam hubungan,
atau penyakit dan kecacatan, Itu mempengaruhi hubungan, penuaan dipercepat
dan kematian menjadi semakin dekat.
Fokus teori aktivitas adalah hubungan antara aktivitas dan selfconcept. Dengan
kata lain, aktivitas sosial dan hubungan peran bersifat integral untuk konsep
diri dan berbahaya saat terganggu atau berhenti. Untuk menghindari ini, peran
baru harus dikembangkan untuk menggantikan peran yang hilang. Misalnya di
dalam ini teori, hilangnya peran pekerjaan melalui pensiun bisa diganti dengan
kegiatan rekreasi atau relawan yang sesuai untuk menghindari bahaya efek dari
kehilangan pekerjaan pada konsep diri. Teori dalam sosiologis perspektif
adalah teori kontinuitas. Teori ini mendukung bahwa individu bergerak melalui
tahun-tahun berikutnya mencoba untuk menjaga hal-hal agar tetap sama dan
menggunakan kepribadian yang serupa dan strategi penanggulangan untuk
menjaga stabilitas sepanjang hidup pada usia tua (Wallace, 2007).
Sudoyo (2007), menyatakan suatu teori mengenai penuaan dapat dikatakan
valid apabila ia dapat memenuhi tiga kriteria umum berikut; teori yang

Poltekkes Kemenkes
1

dikemukakan tersebut harus terjadi secara umum, proses yang dimaksud pada
teori itu harus terjadi secara progresif seiring dengan berjalannya waktu, dan
proses yang terjadi harus menghasilkan perubahan yang menyebabkan
disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh
tertentu.
Beberapa teori proses menua menurut Sudoyo (2007), antara lain:
1) Teori Radikal Bebas
Teori ini menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang
sangat reaktif (radikal bebas) sangat bereaksi berbagai komponen penting
seluler. Termasuk protein, DNA, dan lipid. Menjadi molekul-molekul yang
tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu fungsi sel lainnya.
Teori radikal bebas diperkenalkan pertama kali oleh Harman (1956), yang
menyatakan bahwa proses menua normal merupakan akibat kerusakan
jaringan oleh radikal bebas. Dan bila kadarnya melebihi kosentarasi ambang
maka mereka akan berkontribusi pada perubahan-perubahan yang sering
kali dikaitkan dengan penuaan.
2) Teori Glikosilasi
Teori ini menyatakan bahwa proses glikosilasi non-enzimatik yang
menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced
glycation end products (AGES) dapat menyebabkan penumpukan protein
dan makromolekul lain termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada
manusia yang menua.
3) DNA Repair
Teori ini menyatakan bahwa adanya perbedaan pola laju perbaikan
kerusakan DNA yang diinduksi sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibrolas
pada spesies yang mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukan laju
DNA repair terbesar.
3. Proses Menua
Fatimah (2010), macam-macam penuaan berdasarkan perubahan biologis, fisik,
kejiwaan, dan sosial yaitu:
1. Penuaan biologik

Poltekkes Kemenkes
1

Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi yang terjadi sepanjang


kehidupan.
2. Penuaan fungsional
Merujuk pada kapasitas individual mengenai fungsinya dalam masyarakat,
dibandingkan dengan orang lain yang sebaya.
3. Penuaan psikologik
Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya terhadap
perubahan biologis.
4. Penuaan sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat.
5. Penuaan spiritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan dengan
orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan dunia terhadap
dirinya.

4. Batasan Umur Lanjut Usia


UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan “lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas”. Kementrian kesehatan
republik indonesia membagi batasan umur lansia sebagai berikut: a). Kelompok
menjelang usia lanjut (45-54 tahun, keadaan ini dikatakan sebagai masa virilitas;
b). Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa presenium; c). Kelompok
usia lanjut (>65 tahun) yang dikatakan maa senium.
Menurut WHO (World Health Organization) kategori lanjut usia meliputi: a).
Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun, b)Usia lanjut (elderly) : 60-74
tahun, c). Usia tua (old) : 75-90 tahun, d). Usia sangat tua (very old) di atas 90
tahun.
5. Tipe-Tipe Lanjut Usia
Nugroho (2008), mengatakan bahwa dijumpai banyak tipe lansia, antara lain :
a. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, randah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undang-undang dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri

Poltekkes Kemenkes
1

Lansia ini senang mengganti krgiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dan mencari pekerjaan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menetang proses penuaan,
yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, status,teman yang disayangi, pemarah, tidak sabr,
mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkrtik.
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menunggu dan menerima nasib baik, mempunyai konsep
habis (habis gelap datanglah terang), mengikuti kegiatan beribadah, ringan
kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

6. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Penuaan


a. Perubahan kondisi fisik
Maryam dkk (2008), menjelaskan perubahan- perubahan kondisi fisik pada
lansia yaitu :
1) Sel;
Ketika seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah,
seperti jumlahnya yang menurun, iukuran lebih besar sehingga mekanisme
perbaikan sel akan terganggu dan proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah
dan hati berkurang.
2) Kardiovaskuler;
Katup jantung akan menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun,
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
3) Respirasi
Otot – otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehinga menarik napas lebih berat,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun serta
terjadi penyempitan bronkus.

Poltekkes Kemenkes
1

4) Persyarafan;
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress.
Berkurangnya atau hilangnya lapisan myelin akson sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan reflek.

5) Musculoskeletal
Pada lansia terjadi penurunan kekuatan otot yang disebabkan penurunan massa
otot ( atropi otot). Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih
banyak terjadi pada ektermitas bawah. Kekuatan atau jumlah daya yang
dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya usia.
6) Genitourinaria
Ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal akan
menurun.
7) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran, tulang- tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun dan kekeruhan lensa atau katarak.
9) Kulit
Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut memutih, kelenjar
keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh seperti
tanduk.
10) Endokrin
Produksi hormone menurun, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya daya
pertukaran gas dan memurunnya produksi aldosteron.

b. Perubahan psikologis

Perubahan psikologis pada lansia meliputi memori jangka pendek, frustasi,


kesepian, takut kehilangan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan,
depresi, dan kecemasan (Maryam dkk, 2008).

Poltekkes Kemenkes
1

c. Perubahan sosial
Perubahan sosial pada lansia meliputi perubahan peran, keluarga, teman,
masalah hukum, agama dan panti jompo (Maryam dkk, 2008).

B. Konsep Dasar Inkontinensia Urine


1. Pengertian
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu
dikontrol oleh sfingter ekternal. (Mubarak dalam Yuli,2014).
Inkontinensia urin dalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekresi urin( wartonah dalam Yuli, 2014).
Inkontinensia urine adalah keluarnya urin secara tidak terkendali atau tidak pada
tempatnya (soeparmaan dalam Yuli,2014).

2. Etiologi
Etiologi inkontinensia urine menurut Soeparman dalam Yuli (2014), yaitu:
1) Poliuria, nokturia
2) Gagal jantung
3) Factor usia: lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
4) Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan
oleh:
a) Penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek
akibat melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar
panggul.
b) Perokok
c) Minum alcohol
d) Obesitas
e) Infeksi saluran kemih (ISK)

3. Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia menurut Yuli (2014):
1) Inkontinensia Urin Akut Reversibel

Poltekkes Kemenkes
1

Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tidak dapat pergi
ketoilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teraratasi mak
inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang
menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin
fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang
panggul, stroke, artrittis dan sebagainya.

Retensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula


menyebabkan inkontinensia urine. Keadaan inflamasi pada vagina dan uretra
(vaginitis dan urhetritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi
juga sering mengakibatkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi yang
menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urine, seperti
glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat
menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya
inkontinensia urine nocturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan
terjadinya inkontinensia urin seperti kalsium chanel blocker, against andregenik
alfa, analgesik narkotik, psikotropik, antikolinergik daan diuretik.

2) Inkontinensia Urine Persisten


Inkontinensia urine persisten daapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,
meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis,
kalsifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis.
Kategori klinis meliputi:
a. Inkontinensia dorongan
Merupakan kedaan dimana seseorang mengalaami pengeluaran urine tanpa
sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat berkemih.
Inkontinensia urine jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor
tak terkendali (detrusor overactivity). Maslah-masalah neurologis sering
dikaitkan dengan inkontinensia urine urgensi ini, meliputi stroke, penyakit
Parkinson, demensia dan cedera medulla spinalis. Pasien mengeluh tak
cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih
sehingga timbul peristiwa inkontinensia urine.

Poltekkes Kemenkes
1

Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia


pada lansia diatas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah
hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien megalami
kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama
sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urine stress, overflow
dan obstruksi.

b. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urine kurang
dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan intra abdomen, seperti pada
saat batuk, bersin atau berolahraga.Umumnya disebabkan oleh melemahnya
otot dasar panggul,merupakan penyebab tersering inkontinensia urine pada
lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin
terjadi pada laki-laki akibat kerusakan sfingter uretra setelah pembedahan
transsuretral dan radiasi. Pasien menegeluh mengeluarkan urine pada saat
tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urine yang keluar dapat sedikit atau
banyak.

c. Inkontinensia reflex
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang
tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume
kandung kemih mencapai jumlah tertentu.

d. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran
urine akibat factor-faktor diluar saluran kemih. Penyebab terseringnya
adalah demensia berat, masalah muskuloskletal berat, factor lingkungan
yang menyebakan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan fktor
psikologis. Seringkali inkontinensia urine pada lansia muncul dengan
berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia

Poltekkes Kemenkes
1

urine. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua


komponen.

e.Inkontinensia urine overflow


Merupakan suatu keadaan tidak terkendalinya pengeluaran urine dikaittkan
dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh
obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, factor neurogenik pada
diabetes mellitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau
tidak berkontraksinya kandung kemih, dan factor-faktor obat-obatan. Pasien
uumunya mengeluh keluarnya sedikit urine tanpa adanya sensasi bahwa
kandung kemih sudah penuh.

4. Patofisiologi
Yuli (2008),Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi,
antara lain:
1) Perubahan yang terkait dengan usia pada system perkemihan.
Kapasitas kandung kemih (vesika urinaria) yang normal sekitar 300-
600ml. dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350ml.
berkemih dapat ditunda 1-2jam sejak keinginan berkemih dirasakan.
Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi
dan sfingter ekternal relaksasi, yang membuka uretra. Pada orang dewasa
muda hamper semua urin dikeluarkan dengan proses ini.

Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50ml attau
kurang dianggap adekuat. Jumla yang lebih dari 100ml mengindiikasikan
adanya retensi urine. Perubahan lainnya pada proses pnuaan adalah
terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi
penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar
panggul
2) Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih.

Poltekkes Kemenkes
1

Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih,


urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi
sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih sampai kapasitas
berlebihan. Fungsi Sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor bila batuk atau bersin.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Yuli (2014), yaitu:
1) Inkontinensia dorongan
Gejalanya adalah berkemih sering disertai oleh tingginya frekuensi
berkemih (lebih sering 2 jam sekali). Spasme kandung kemih atau
kontraktur berkemih dalam jumlah kecil (kurang dari 100 ml) atau dalam
jumlah besar (lebih dari 500ml).
2) Inkontinensia stress
Gejalanya adalah keluarnya urine pada saat tekanan intra abdomen
meningkat dan seringnya berkemih.
3) Inkontinensia reflex
Gejalanya adalah tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi,
kurangnya berkemih, kontraksi spasme kandung kemih yang tidak
dicegah.
4) Inkontinensia fungsional
Gejalanya adalah mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebabkan
urine keluar sebelum mencapai tempat yang sesuai.
5) Inkontinensia urine overflaw
Gejalanya adalah mengeluh keluarnya sedikit urine tanpa adanya sensasi
bahwa kandung kemih sudah penuh, distensi kndung kemih.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang inkontinensia urine menurut Soeparman dan
Waspadji dalam Yuli (2014). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan
tanpa menggunakan alat-alat mahal.Sisa-sisa urine paska berkemih perlu
diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau katerisasi urine. Merembesnya urine pada

Poltekkes Kemenkes
1

saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus
dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk
berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi
lithotomic atau berdiri. Merembesnya urine sering kali dapat dilihat.
Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan
berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali,
dan kapasitas kanduung kemih.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu:


1) Urinalis
Dilakukan terhadap specimen urine yang bersih untuk mendeteksi adanya
factor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urine seperti
hematuri, piouri, baktheriuri, glukosuria, dan proteinuria.
2) Pemeriksaan darah
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
3) Tes laboratorium tambahan
Seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium, glukosa,
sitologi.
4) Tes diagnostik lanjutan
Perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan
tersebut adalah:
a) Tes urodinamik untuuk mengetahui anatmoi fungsi saluran kemih
bagian bawah.
b) Tes tekanan urethra untuk mengukur tekanan didalam urethra saat
istirahat dan saat dinamis
c) Imaging tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bagian
bawah.

6) Catatan berkemih

Poltekkes Kemenkes
2

Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan


ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urine saat mengalami
inkontinensia urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan
dengan inkontinensia urine. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan
selama 1-3 hari
Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan juga
dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karea dapat menyadarkan
pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urine pada
dirinya.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urine menurut (muller dalam yuli,2014)
adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol
inkontinensia urine, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan
pembedahan. Dari beberapa hal tersebut dapat diatas, dapat dilakukan
sebagai berikut:
1) Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah
urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar
karena tak tertahan, selain itu dicatat pula wakktu, jumlah dan jenis
minuman yang diminum.
2) Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hyperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretic, hiperglikemi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan:
a. Melakukan latihan menahan kemih(memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi
berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk
berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada
interval waktu tertentu, mula mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang
secara bertahap sampai lansia ingin berkemih 2-3 jam.

Poltekkes Kemenkes
2

b. Membiasakan berkemih pada waktu yang telah ditentukan sesuai


dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara
mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan
pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif(berpikir).
c. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengontraksikan otot
dasar panggul secara berulang-ulang
Adapun cara mengontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah
dengan cara:

1. Berdiri dilantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan


terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan kekiri ±10
kali, kedepan dan kebelakang ±10kali, dan berputar searah dan
berlawanan dengan arah jarum jam ±10 kali.
2. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air
besar dilakukan ±10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul
menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.
3) Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybuttinin, Propanetteine, Dyclomine,
flasvoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa
andregenic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan
retensi uretra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis,
seperti bethanecol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin
untuk stimulasi kontraksi, terapi diberikan secara singkat.

4) Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urgensi, bila terapi non farmaakologis dan farmakologis tidak
berhasil.

Poltekkes Kemenkes
2

Inkontinensia overflow umunya memerlukan tindakan pembedahan


untuk menghilangka retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap
tumor, batu, divertikum, hyperplasia prostat, dan prolaps pelvic
(pada wanita).

5)Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang


menyebabkan inkontinensia urine, dapat pula digunakan beberapa
alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin,
diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti
urinal dan pispot.
a.Pampers
Digunakan pada kondisi akut maupun kondisi dimana pengobatan
sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urine. Namun
pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka
lecet bila jumlah air seni melebihi daya tamping pampers sehingga air
seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat
menyebabkan kemerahan kulit, gatal, dan alergi.

b.Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, daan juga terjadi
pembentukan batu. Teknik kateter sementara hanya untuk pasien yang
tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya sendiri.
c.Alat bantu toilet
Seperti urinal dan bedpan yang digunakan oleh lansia yang tidak
mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan
menolong lansia terhindar dan jatuh serta membantu memberikan
kemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet.

C. Perawatan Lansia di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha)


1. Pengertian PSTW

Poltekkes Kemenkes
2

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah yang memberi pelayanan dan
perawatan jasmani, rohani, sosial, dan perlindungan untuk memenuhi
kebutuhan lanjut usia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar
(Artinawati dalam Aprilia,2016).

2. Tujuan Dan Fungsi Pelayanan di PSTW


Nugroho (2008) tujuan pedoman pelayanan ini adalah member arah dan
memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan Sosial, kesehatan, dan
perawatan lanjut usia di PSTW, serta meningkatkan mutu pelayanan bagi
lanjut usia. Tujuan pelayanannya yaitu:
1) Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis,
sosial dan spiritual.
2) Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktivitas lansia
3) Terwujudnya kesejahteraan social lansia yang diliputi rasa tenang,
tentram, bahagia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa

Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat
informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan pelayanan sosial
lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia.
Sasaran pelayanan ini adalah lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang
berusia 60 tahun ke atas, masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah
lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas, tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain, keluarga lanjut usia,
masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial (Nugroho,2008).

3. Pemeliharaan Dan Pelayananan di PSTW


a) Member i pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan
kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan social, memberi
pengetahuan serta bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang
bermakna.

Poltekkes Kemenkes
2

b) Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau


dan mampu menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia.

4. Prinsip pelayanan di PSTW


Dalam memberi asuhan keperawatan, perawat di PSTW harus dapat
berfungsi sebagai pengganti keluarga yang member pelayanan sosial.
(Artinawati,2014)
Pemberian asuhan kepada lanjut usia harus mengacu pada fungsi keluarga
yaitu fungsi afektif (saling asah,asuh, asih, cinta kasih, menerima dan
menghargai).
Fungsi PSTW menurut Nugroho, 2014 yaitu:
1. Pusat pelayanan kesejahteraan sosial
2. Pusat informasi usaha kesejahteraan sosial
3. Pusat pengembangan usaha kesejahteraan sosial.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Inkontinensia


Urine
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Tamher (2009), dilakukan secara menyeluruh pada lansia
yang meliputi: mengidentifikasi status kesehatan (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), status gizi, kapasitas fungsional, kapasitas fungsional, status psikososial,
masalah kasus lainnya yang dihadapi secara individual. Dalam melakukan
pengkajian harus secara akurat dan up to date, termasuk pula mengenai
persepsi lansia mengenai bagaimana persepsi lansia tentang kesehatan dirinya.

a. Identitas
Identitas klien yang biasa dikaji nama, alamat, usia, karena ada beberapa
penyakit perkemihan banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.

Poltekkes Kemenkes
2

b. Keluhan utama
Keluhan yang sering ditemukan urine keluar tidak terkontrol atau urin
keluar menetes (retensi urine), poliuri.
Pengkajian khusus menurut Tamher (2009), pada lansia dengan
inkontinensia saat pertama mengeluhakan kondisinya yaitu:
1. Kapan mulainya?
2. Apa tindakan anda untuk mengatasinya? (dengan cara
membatasi minum/sering berkemih)
3. Adakah sesuatu hal tertentu yang memperburuk atau dapat
menguranginya?
4. Apakah sakit saat berkemih?
5. (wanita) adakah merasa tekanan di panggul?
Pengkajian tentang rasa takut, sikap, konsekuensi psikososial.
1. Sudahkah mencari pengobatan?
2. Apakah merasa perlu berada dekat dengan toilet?
3. Apakah menghindari berpergian karena hal itu?
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita
olh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien
dibawa ke pelayanan kesehatan, biasanya urine yang keluar tak terkontrol
lebih dari 8 kali per hari.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit perkemihan
sebelumnya, riwayat penyakit infeksi pada sluran kemih, pengobatan
penyakit sebelumnya, riwayat mengkonsumsi alcohol dan merokok,
poliuri dan nokturi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama karena factor genetic/ keturunan.
f. Pemeriksaan fisik

Poltekkes Kemenkes
2

Pemeriksaan fisik pada lansia ditujukan untuk mengidentifikasi keadaan


umunya dengan penekanan pada tanda tanda vital, keadaan gizi, aktivitas
tubuh, baik dalm kedaan berbaring atau berjalaan.(muhith, 2016)
1) Keadaan umum
Keadaan umum lansia yang mengalami gangguan perkemihan
biasanya lemah (Aspiarni, 2014).
2) Kesadaran
Kesadaran klien biasanya Composmentis, Apatis sampai Somnolen
(Aspiarni, 2014).
3) Tanda-tanda vital
a. Suhu meningkat (>37ºC)
b. Nadi meningkat (N: 70-82x/menit)
c. Tekanan darah meningkat
d. Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat
(Aspiarni, 2014).
4) Pemeriksaan review of system (ROS)
a) System pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam
batas normal.( Aspiarni, 2014).
b) System sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya denyut jantung, frekuensi nadi apical, sirkulasi perifer,
warna, kehangatan biasanya agak dingin seiring berkurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. (Aspiarni,
2014).
c) System persarafan (B3: Brain)
Kaji adanya kehilangan gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/ hilang fungsi( diakibatkn adanya atrofi otot). Pergerakan
mata/kejelasan melihat(biasanya visus akan menurun), dilatasi
pupil(biasanya ada terdapat arkus senilis pada lansia dengan
hiperkolestrol), Agitasi (Aspiarni, 2014).
d) System perkemihan (B4: Bleder)

Poltekkes Kemenkes
2

Perubahan pola berkemih biasanya lebih dari 8x/hari dan sering pada
malam hari, kaji juga distensi abdomen, kesusahan mengeluarkan
urin, warna dan bau, jumlah urin yang keluar dan kebersihan.
(Aspiarni, 2014).
Proses penuaan pada ginjal, kandung kemih, uretra, dan system
persyarafan memengaruhi fisiologi pengeluaran urine. Proses penuan
dapat mengarah pada terjadinya inkontinensia. (muhfith, 2016).
e) System pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi(menurunnya motilitas usus), konsisten feses, frekuensi
eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia(produksi saliva
berkurang), adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
(Aspiarni, 2014).
f) System Muskuloskletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi (karena osteoporosis),
kontraktur atrofi otot,laserasi kulit dan perubahan warna (Aspiarni,
2014).

g. Pemeriksaan fisik menurut (Effendy,2009),yaitu:


a. Kepala: pada lansia terjadi perubahan pada warna rambut yang mulai
memutih, kuning dan penyebarannya tidak merata.
b. Mata: timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa lebih suram(keruh) dapat menyebabkan katarak.
c. Hidung: pada lansia system pancaindera mulai mengalami penurunan
fungsi termasuk pada indera penciuman.
d. Mulut: pada lansia system pancaindera mulai mengalami penurunan
fungsi termasuk pada indera perasa, dan juga sudah mulai mengalami
gigi yang mulai copot.
e. Leher: biasanya tidak terjadi gangguan pada Kelenjar Getah Bening
dan Kelenjar Tiroid.

Poltekkes Kemenkes
2

f. Dada: pada lansia tampak tarikan napas yang lebih berat karena
elastisitas paru mulai menurun, dan mengalami penurunan kekuatan
otot pernapasan.
g. Abdomen: peristaltic usus menurun, timbul konstipasi, abdomen terasa
berisi.
h. Genitourinaria: otot otot kandung kemih melemah, menyebabkan
pengeluaran urine meningkat, pada pria biasanya mengalami
pembesaran prostat.
i. Kulit: kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, berkurangnya elastisitas.
j. Ekstermitas:tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar, terjadinya atrofi otot.

h. Pola fungsi kesehatan


Menurut Aspiarni (2014), yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang
biasa dilakukan sehubungan dengan adanya ketidakmampuan mengontrol
urin yang keluar atau urin yang keluar menetes.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, daan penanganan
kesehatan.
2) Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan
makanan kesukaan, konsumsi alcohol/rokok.

3) Pola eliminasi
Menjelaskan pola efungsi ekresi, kandung kemih, defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, eliminasi urine (biasanya terdapat poliuri
dan nokturia dan atau urine yang menetes, masalah nutrisi, dan
penggunaan kateter.

Poltekkes Kemenkes
2

4) Pola tidur dan istirahat


Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energy,
jumlah jam tidur pda siang dan malam hari, masalah tidur, dan
insomnia.
5) Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernapasan, dan
sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman
pernapasan. Pengkajian KATZ.
6) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak
punya rumah, dan masalah keuangan.
7) Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau. Pada
klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap.
Sedangkan tandanya adalah kecoklatan atau putih susu pada pupil,
peningkatan air mata. Pengkajian staus mental menggunakan table
short portable mental status quisioner (SPMSQ).
8) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran
diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai system terbuka
dan makhluk bio-psiko-sosiso-kultural-spiritual, kecemasan,
ketakutan, dan dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat depresi
mengguankan table inventaris depresi beck.
9) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan koping.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Poltekkes Kemenkes
3

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk


spiritual.

i. Pengkajian aspek spiritual


Muhith (2016), indeks untuk mengukur upaya yang dilakukan secara
individual dalam pencarian arti dan makan kehidupan.
a) Perasaan klien tentang kehidupan keagamaannya.
b) Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontepalasi tentang
makna kehidupan menurut agama dan kepercayaannya.
c) Tanyakan apakah nilai keagaaman menuntunnya dalam aktivitas
sehari-hari.
d) Apakah nilai keberagamannya dapat menuntun menjawab
tantangan-tantangan dalam kehidupan.
e) Mengetahui bahwa kehidupan spritualnya merupakan suatu proses
yang berlangsung terus menerus selama hayat.
f) Apakah klien peduli tentang isu-isu kemanusiaan.
g) Apakah klien menyenangi bila sewaktu-waktu terlibat dalam
diskusi tentang nilai-nilai keagamaannya.
h) Apakah klien masih mendalami pengetaahuan keagamaannya.
i) Apakah kewaspadaan agama juga muncul di saat klien berada di
luar maasa kritis.
j) Apakah klien meyakini tentang konsep keimanan terhadap Tuhan
penciptanya.
k) Apakah terdapat keinginan untuk membagi nilai-nilai spiritual yang
dijalaninya bersama orang lain.
2. Diagnosis Keperawatan (Nanda,2018)
1. Inkontinensia urine berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan
struktur penyangganya.
2. Defisit perawatan diri: Toileting berhubungan dengan kelemahan.
3. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan tentang
penyakit.

Poltekkes Kemenkes
3

5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori motorik.


6. Resiko Infeksi
7. Resiko Kerusakan Integritas Kulit
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan NOC NIC
1 Inkontinensia urine Setelah dilakukan
berhubungan dengan tindakan
kelemahan otot pelvis dan keperawatan….x 24
struktur penyangganya. jam diharapkan
inkontinensia urine
dengan kriteria:

.
Batasan karakteristik : 1. Perawatan
1. Kontinensia eliminasi urine:
a. Ketidakmampuan
urine
menahan berkemih
secara volunter a. Monitor eliminasi
a. Klien mengenali
b. Sensasi dorongan urine termasuk
urgensi
berkemih tanpa frekuensi,
berkemih.
hambatan volunter konsistensi, bau,
kontraksi kandung volume, dan warna
kemih dengan tepat.
c. Tidak ada sensasi b. Monitor tanda dan
berkemih gejala retensi urine.
b. Klien menunjukkan
d. Tidak ada dorongan
keadekuatan waktu
untuk berkemih
untuk mencapai
kamar mandi. c. Instruksikan
c. Klien menunjukkan klien/keluarga untuk
pakaian dalam tetap mencatat haluaran
kering sepanjang urin bila diperlukan.
hari.

d. Klien dalam atau d. Instruksikan klien


tempat tidur kering untuk berespon
sepanjang malam. segera terhadap
kebutuhan eliminasi.

e. Ajarkan klien untuk


e. Klien mampu minum 200ml cairan
berkemih secara pada saat makan,
mandiri. diantara waktu

Poltekkes Kemenkes
3

makan dan diawal


petang.

f. Bantu klien untuk


mengembangkan
f. Klien mampu kebiasaan berkemih
memperkirakan pola sesuai kebutuhan
mengeluarkan urine. g. Instruksikan klien
untuk memonitor
tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
Perawatan
inkontinensia urine:
a. Identifikasi penyebab
multifaktor
inkontinensia.
b. Berikan privasi untuk
eliminasi.
c. Jelaskan penyebab
masalah dan alas an
tindakan.
d. Pantau eliminasi
urine, termasuk
frekuensi,
konsistensi,
bau,volume,dan
warna.
e. Diskusikan prosedur
dan hasil yang
diharapkan klien.
f. Bantu klien untuk
mengembangkan/
mempertahankan
pengharapan.
g. Modifikasi pakaian
dan lingkungan
untuk memberikan
kemudahan akses ke
toilet.
h. Berikan pakaian
yang melindungi
sesuai kebutuhan.
i. Bersihkan pakaian
yang melindungi
sesuai kebutuhan.
j. Bersihkan kulit di
area genital dengan

Poltekkes Kemenkes
3

interval yang teratur.


k. Berikan umpan balik
positif terhadap
penurunan episode
inkontinensia.
l. Batasi cairan selama
2-3 jam sebelum
waktu tidur sesuai
kebutuhan.

2 Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan


Toileting berhubungan tindakan
dengan kelemahan keperawatan….x 24
jam diharapkan klien
dapat menunjukkan
perawatan diri aktivitas
kehidupan sehari-hari
toileting dengan
kriteria:

Batasan karakteristik :
- Ketidakmampuan
mencapai toilet 1. Perawatan diri 1. Bantu
- Ketidakmampuan perawatan
naik ke toilet diri:
- Ketidakamampuan
untuk duduk di toilet
a. lansia menerima a. Kaji kemampuan klien
bantuan dari untuk mengguanakan
pemberi perawatan. alat bantu.

b. Pantau adanya
b. lansia mengenali/ perubahan
mengetahui kemampuan fungsi.
kebutuhan akan
bantuan untuk
Toileting.
c. Pantau kemampuan
c. lansia mengenali klien dalam
dan berespon melakukan perawatan
terhadap urgensi mandiri.
untuk berkemih atau d. Pantau kebutuhan
defekasi. klien terhadap
perlengkapan alat-alat
untuk kebersihan diri,

Poltekkes Kemenkes
3

berpakaian, dan
makan.
e. Berikan bantuan
sampai klien mampu
melakuakan
perawatan diri.
f. Bantu klien menerima
ketergantungan
pemenuhan kebutuhan
sehari hari.
g. Dukung kemandirian
dalam melakukan
mandi dan hygiene
mulut, bantu klien
hanya jika diperlukan.

Bantu perawatan diri:


Toileting
a. Ajarkan klien rutinitas
toileting.
b. Berikan informasi
perawatan diri kepada
keluarga/ orang lain
yang penting tentang
lingkungan rumah
yang aman.
c. Bantu klien ke toilet/
menggunakan
psipot/urinal pada
jangka waktu tertentu.
d. Fasilitasi hygiene
toilet setelah
eliminasi.
e. Siram toilet, bersihkan
peralatan eliminasi.
f. Ganti pakaian klien
setelah eliminasi.
g. Berikan privasi
selama eliminasi.

3 Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan


dengan krisis situasional tindakan
keperawatan….x 24
jam diharapkan:

Poltekkes Kemenkes
3

Batasan karakteristik :
Kriteria hasil: 1. Menurunkan
a. kontrol kecemasan kecemasan
diri 1.Tingkat Kecemasan a. Gunakan pendekatan
b. Level ansietas yang menenangkan
c. Koping a. Klien mampu
menidentifikasi dan
mengungkapkan b.Nyatakan dengan jelas
gejala cemas harapan terhadap
b. Mengidentifikasi, pelaku pasien
mengungkapkan
dan menunjukkan c. Jelaskan semua
teknik untuk prosedur dan apa yang
mengontrol cemas dirasakan selama
c. Vital sign prosedur
dalam batas d.Pahami perspektif
normal pasien terhadap situasi
stress
d. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan e. Temani pasien untuk
tingkat aktivitas memberikan keamanan
menunjukkan dan mengurangi rasa
berkurangnya takut
kecemasan f. Identifikasi
tingkatkecemasan
g.Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
h.Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan ketakutan
i. Instruksikan kepada
pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
j. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan

Poltekkes Kemenkes
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus.


Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
masing masing variabel, baik satu variabel atau lebih sifatnya independen
tanpa membuat hubungan maupun perbandingan dengan variabel yang lain.
Variabel tersebut dapat menggambarkan secara sistemik dan akurat mengenai
populasi atau mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu(Wiratna,
2014).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Study Kasus dilakukan diPanti Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin
Kabupaten Padang Pariaman waktu pelaksanaan mulai dari penyusunan
proposal sampai penyerahan laporan akhir yang direncanakan dari bulan
November 2018-Mei 2019. Asuhan keperawatan telah dilakukan selam 5 hari
dimulai dari tanggal 06 februari – 09 februari 2019.

C. Subjek penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian merupakan adalah subjek atau objek yang
memenuhi kriteria dan karakteristik yang telah ditetapkan oleh peneliti dan
kemudian ditarik suatu kesimpulan (Nursalam, 2011). Dalam pengambilan
sampel harus bersifat universal atau umum. Populasi dalam penelitian ini
adalah 17 orang lansia dengan Inkontinensia Urine yang berada di PSTW
Sabai Nan Aluih Sicincin, setelah penelitian dilakukan didapatkan
populasi menjadi 16 orang.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat digunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling. Teknik sampling merupakan suatu
proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang
ada (Nursalam, 2011). Sampel penelitian ini adalah 1 orang lansia yang

36
Poltekkes Kemenkes Padang
3

mengalami inkontinensia urine pada bulan November 2018 sampai dengan


Juni 2019. Pemilihan partisipan merujuk pada teknik Simple Random
Sampling. Simple Random Sampling merupakan suatu teknik pengambilan
sampel dengan cara memilih sampel secara acak sederhana,sehingga
sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2011).

Penelitian menggunakan responden dengan kriteria :


1) Kriteria Inklusi
a. Lansia bersedia dilakukan atau diberi asuhan keperawatan tentang
gangguan eliminasi: inkontinensia urine
b. Lansia berumur 60 tahun keatas.
c. Lansia yang berada ditempat saat dilakukan penelitian.
d. Lansia yang kooperatif : dapat menjalin hubungan saling percaya
dengan perawat.
e. Lansia yang menyatakan frekuensi berkemih lebih dari 8x/24 jam.
2) Kriteria ekslusi
Menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusif dari berbagai sebab( Nursalam, 2011).
a. Lansia tidak berada di tempat.
b. Lansia tidak kooperatif dan tidak mengikuti kegiatan secara penuh.

Saat dilakukan penelitian, 3 orang lansia dari populasi dalam penelitian ini
disesuaikan kembali dengan kriteria yang ada didapatkan 3 lansia dengan
Inkontinensia Urine yang sesuai dengan kriteria, kemudian untuk mendapatan satu
orang sampel sebagai pasien peneliti memperkecilnya dengan menggunakan
sistem sampel Random Sampling berupa pemilihan secara acak maka Ny A yang
didapatkan sebagai pasien.
D. Jenis-Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari lansia seperti
pengkajian kepada lansia yang meliputi: Identitas pasien riwayat
kesehatan, pola aktifitas lansia, dan pemeriksaan fisik terhadap lansia.

Poltekkes Kemenkes
3

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam media ,serta
dokumentasi. Umumnya berupa bukti penunjang catatan atau laporan
historis yang telah tersusun.

E. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan pada pasien dimulai dengan pengkajian sampai evaluasi di


PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin. Data lain yang dibutuhkan dapat diperoleh
melalui berbagai macam sumber atau mempelajari dokumen-dokumen yang
tertulis. Untuk memperoleh kelengkapan data awal pada lansia digunkan alat
yaitu, tensimeter,stetoskop, penlight, alat ukur BB dan TB, stopwatch.
Saryono (2011), instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah diolah. Dalam menyusun instrument atau alat ukur penelitian, peneliti
hendaknya memahami metode dan jenis instrument yang digunakan, apakah
akan menggunakan angket, daftar periksa, lembar observasi, atau instrument
lainnya (Aziz, 2014). Instrument pengumpulan data dari penelitin ini adalah
format pengkajian keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan juga evaluasi.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan melalui
proses pengkajian. Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan
proses dinamis yang terorganisir, dan meliputi tiga aktivitas dasar yaitu:
pertama, mengumpulkan data secara sistematis, kedua, memilah dan
mengatur data yang dikumpulkan dan ketiga, mendokumentasikan data dalam
format yang dapat dibuat kembali.

Pengumpulan data dapat dilakukan melalui beberapa cara:


a. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
lansia, seperti keadaan umum lansia dan keadaan lansia, selain itu juga

Poltekkes Kemenkes
3

dilakukan observasi untuk pemeriksaan fisik seperti keadaan umum


lansia.
b. Pengukuran
Peneliti melakukan pengukuran dengan alat ukur pemeriksaan fisik,
seperti pengukuran tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan tentang identitas lansia, riwayat kesehatan
(riwayat kesehatan sekarang, riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
dan riwayat kesehatan keluarga yang sebelumnya, kondisi lingkungan
lansia), dan kebiasaan sehari-hari seperti makan, minum, BAB, BAK
(bagaimana frekuensi BAK, jumlah BAK, warna dan bau BAK, waktu
BAK), istirahat dan tidur.

G. Rencana Analisis Data


Hasil analisis penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Wiratna (2014) ada
beberapa metode kualitatif, salah satunya yaitu studi kasus. Studi kasus
merupakan penelitian mengenai manusia (dapat satu kelompok, organisasi
ataupun individu), peristiwa, latar secara mendalam, tujuan dari penelitian ini
mendapatkan gambaran yang mendalam tentang suatu kasus yang sedang
diteliti. Pengumpulan datanya diperoleh dari wawancara, observasi, dan
dokumentasi.

Poltekkes Kemenkes
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi kasus
Penelitian yang dilakukan kepada partisipan yaitu Ny.A yang berumur 80
tahun dengan Inkontinensia Urine selama 5 hari yang dimulai dari tanggal
04-09 Februari 2019 di wisma Antokan PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.
Hasil penelitian ini meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi sampai dengan evaluasi keperawatan.

1. Hasil pengkajian
a) Identitas diri klien
Pasien (Ny.A) yang berumur 80 tahun, berstatus janda, beragama
islam, suku minang, pendidikan terakhir SMA, sumber informasi
Ny.A sendiri, keluarga yang dapat di hubungi saudara kandung
sendiri, Ny.A tinggal di wisma Antokan.

b) Riwayat kesehatan sekarang


Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 04 februari 2019 pukul
10:00 WIB didapatkan Ny.A mengeluh sering BAK setiap harinya
terutama pada malam hari. Ny A BAK sebanyak 14-16 x/hari
diantaranya 5-6x dimalam hari dengan volume sedikit. Ny.A
mengatakan kondisi yang dialaminya sudah berlangsung ±1 tahun
yang lalu. Klien mengatakan sering tidak mampu menahan BAK
sebelum mencapai toilet, karena desakan berkemih sangat kuat saat
malam hari sehingga. Klien mengatakan sering pipis dicelana
(ngompol). Klien mengatakan tidak paham tentang keadaannya,
dan klien juga tidak tahu bagaimana mengatasi keadaannya. Klien
mengatakan berharap masalahnya dapat di atasi. Klien juga
mengatakan tidak puas dengan tidurnya karena sering terbangun
pada malam hari karena desakan BAK yang kuat. klien
mengatakan badannya terasa letih. Klien mengatasinya dengan

42
40
Poltekkes Kemenkes Padang
4

memakai pempers yang telah disediakan oleh pihak panti, namun


klien tidak memakainya lagi karna merasa tidak nyaman.

c) Riwayat kesehatan dahulu


Ny. A mengatakan tidak ada alergi makanan maupun obat-obatan.
Ny. A mengatakan tidak pernah di rawat di rumah sakit dan tidak
ada riwayat pemakain obat jangka panjang. Ny A mengatakan perih
pada kedua matanya sejak 3 bulan yang lalu.

d) Riwayat kesehatan keluarga


Ny A mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit
yang sama dengan klien ataupun penyakit degeneratif lainnya.

e) Riwayat psikososial dan spiritual


Ny. A mengatakan tidak ada orang yang dekat dengannya di wisma
tersebut. Klien mengatakan ada masalah yang mempengaruhinya
saat ini yaitu mata yang kabur. Ny. A mengatkan saat ia merasa
banyak pikiran biasanya ia sering mengatasinya dengan mengaji
dan berdzikir pada Allah SWT. Ny. A mengatakan sangat
memikirkan keadaannya sekarang karena tidak tahu bagaimana
keadaannya sekarang. Ny. A berharap setelah dilakukan
pembinaan di panti melalui peneliti ia dapat mengatasi keadaannya
dan tidak terlalu memikirkan kondisi yang mengganggunya. Klien
mengatakan dapat meningkatkan ibadahnya dan lebih mendekatkan
diri pada Allah SWT. Ny. A mengatakan perubahan semenjak
masuk ke panti yaitu lebih rutin dan khusuk dalam hal ibadah.

f) Pola kebiasaan sehari-hari


1) Nutrisi
klien makan 3 kali sehari, klien makan biasanya nasi dengan
lauk dan di tambah sayur yang disediakan oleh pihak panti
setiap harinya, kebiasaan pasien sebelum makan hanya

Poltekkes Kemenkes
4

membaca do’a dan mencuci tangan. nafsu makan Ny. A stabil.


Ny. A menyukai makanan secara keseluruhan. tidak ada
makanan yang tidak disukai klien. Ny a mengatakan ia minum
sebanyak ±1500 cc air putih setiap harinya TB/BB: 65kg /
155cm.

2) Eliminasi
Ny. A mengatakan BAK sebanyak 14-16x/hari. berwarna putih
kekuning kuningan. Ny. A mengeluhkan frekuensi BAK yang
sering pada siang ataupun malam hari dan sulit untuk menahan
BAK sampai ke kamar mandi. Terutama pada malam hari yang
menyebabkan pasien sering terbangun pada malam hari. Ny. A
mengatakan sudah mengalami kondisi yang seperti sekarang
sejak ± 1 tahun yang lalu. Klien mengatakan sangat terganggu
dengan kondisinya sekarang.

3) Istirahat dan tidur


Klien mengatakan tidur selama 6-7 jam/hari. Klien mengeluh
terbangun pada malam hari karena adanya desakan BAK yang
kuat, sehingga klien mengatakan tidak puas dengan tidurnya
dan merasa kurang istirahat, terkadang klien merasa tidak
nyaman karena BAK yang tiba-tiba keluar tanpa ia sadari
diatas tempat tidurnya tersebut.

4) Aktivitas dan latihan


Olah raga tidak ada, karena Ny. N lebih sering berada di
wisma. Kegiatan di waktu luang yaitu hanya duduk santai di
depan wisma tersebut. Tidak ada keluhan dalam beraktifitas.
Tidak pernah merokok, minum beralkohol dan ketergantungan
obat.

Poltekkes Kemenkes
4

g) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien tampak letih dengan tekanan darah 120/100
mmHg, Nadi 63x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36,5ºC
Kepala tampak bersih, tidak ada kerontokan rambut, mata simetris
kiri kanan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
gangguan penglihatan, tidak menggunakan kaca mata, tidak ada
peradangan,tidak ada riwayat katarak. Hidung tidak ada
peradangan, bentuk simetris, tidak ada gangguan penciuman. Tidak
ada gangguan pendengaran, kebersihan mulut bersih, mukosa
lembab, tidak ada karies gigi, gigi sudah tidak lengkap, tidak ada
kesulitan mengunyah dan menelan.

Tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening, vena jungularis


dan kelenjar tiroid

Dada dan abdomen dan tidak ada dilakukan pemeriksaan


dikarenakan tidak ada keluhan.

Pada ekstermitas atas akral teraba hangat, edema tidak ada, CRT
<2 detik, pada ekstermitas bawah tidak ada edema, akral hangat,
CRT kembali <2 detik, kekuatan otot ekstermitas bawah:
5555/5555

h) Pengkajian status kemandirian


Status kemandirian Ny. A dikategorikan A dengan kriteria Ny. A
mandiri dalam hal makan, mandiri dalam kontinen
(defekasi/berkemih), mandiri dalam berpindah tempat, mandiri ke
kamar kecil, mandiri dalam berpakaian dan mandi.

i) Pengkajian psikososial
Dari hasil pengukuran klien mengalami depresi karna takut di
marahi oleh teman sewisma nya karena sering BAK sembarangan.
Klien juga takut bergaul sama teman-teman sewisma nya tersebut
dan klien sering sendirian.

Poltekkes Kemenkes
4

j) Pengkajian lingkungan
Kamar Ny. A tertata baik dimana barang barang klien tidak
tersusun rapi dan. Kamar Ny.A tampak berantakan dan kurang
bersih. Kamar Ny. A mendapatkan penerangan dari jendela yang
ada di kamarnya terletak di dekat kamar mandi, pada saat siang
hari dan malam bersumber dari lampu bohlam. Di dalam wisma
tersebut berbau pesing. Sirkulasi udara di kamar Ny. A cukup baik
karena ada ventilasi udara. Halaman wisma Ny. A bersih dan
tertata, juga terdapat bunga di sekitar halaman Ny. A. Juga terdapat
kursi untuk bersantai. Kamar mandi Ny. A tampak kurang bersih.
Air minum Ny. N berasal dari air galon yang disediakan pihak
panti. Sampah di wisma Ny. A di tumpuk di belakang rumah dan 1
kali 2 hari di buang ketempat buang sampah di luar wisma. Tidak
terdapat sumber pencemaran di wisma pasien.

2. Analisa Data
a. Data subjektif:
Klien sering mengatakan bahwa BAK 14-16x/hari diantaranya 5-6
kali dimalam hari dengan volume sedikit, klien mengatakan
kondisi seperti ini kurang lebih 1 tahun yang lalu, klien
mengatakan sering terbangun dimalam hari karna desakan BAK,
klien mengatakan sering tidak mampu menahan BAK nya sebelum
mencapai toilet, klien mengatakan sering pipis dicelana (ngompol).

Data objektif:
Lingkungan diwisma klien berbau pesing, terlihat ember kecil
didekat tempat tidur klien, terlihat di kamar pasien berantakan
tidak tersusun rapi.
Masalah:Dari data diatas maka munculah masalah inkontinensia
urine

Poltekkes Kemenkes
4

b. Data Subjektif:
Klien mengatakan tidak nyaman dengan lingkungan yang berbau
pusing, klien mengatakan tidak mampu untuk rileks dengan
lingkungan yang bau, klien mengatakan merasakan gatal-gatal
dibagian badan dan area kemaluannya, klien mengatakan mengeluh
lelah.

Data Objektif:
Klien terlihat gelisah,klien terlihat tidak nyaman berada di dalam
kamar yang berbau pesing, klien terlihat tida percaya diri saat
duduk bersama teman sewisma nya karna berbau pesing.
Masalah: dari data diatas maka munculah masalah gangguan rasa
nyaman

c. Data subjektif:
Klien mengatakan sulit untuk tidur, klien mengatakan tidak puas
dengan tidurnya, klien mengeluh istirahatnya tidak cukup, klien
mengatakan sering terbangun karna desakan BAK yang kuat dan
terkadang klien ngompol.

Data Objektif:
Terlihat mata klien agak sayu, klien terlihat lemah dan lesu, klien
terlihat tidak bersemangat untuk bergabung dengan teman-
temannya, klien terlihat susah tidur saat desakan BAK nya yang
begitu kuat.
Masalah : darai data diatas munculah masalah gangguan pola tidur

Diagnosa yang muncul yaitu:


Setelah analisa data dilakukan terhadap data-data yang telah
dikumpulkan saat pengkajian, maka diagnosa yang diangkat
adalah:

Poltekkes Kemenkes
4

1. Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan sfingter


uretra
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kurang
pengendalian situasional.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan dorongan berkemih
yang kuat.

3. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada Ny A adalah inkontinensia
urine, gangguan rasa nyaman, dan gangguan pola tidur.

4. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang direncanakan pada Ny A untuk masalah
inkontinensia urine adalah monitor kemampuan klien dalam menyadari
desakan berkemih, instruksikan klien merelaksasikan sfingter uretra,
ajarkan klien untuk memulai dan menghentikan aliran urin, ajarkan
bahwa latihan akan efektif 6-12 minggu, tulis instruksi untuk
melakukan latihan 50-100 kali pengulangan dalam sehari, tahan
kontaksi selama 10 detiknya, eliminasi urin termasuk frekuensi dan
warna urin, intruksikan pasien minum minimal 1500 cc perhari,
bersihkan area genetalia secara teratur, intuksikan pasien mencatat pola
berkemih, tetapkan jadwal berkemih, tetapkan interval jadwal ke toilet
dan beri pujian positif.

Pada masalah keperawatan gangguan rasa nyaman adalah tentukan


tujuan klien dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang
optimal, mudahkan transisi klien dengan adanya sambutan hangat di
lingkungan yang baru, instruksikan untuk pertimbangkan penempatan
klien di kamar dengan beberapa tempat tidur (teman sekamar dengan
masalah lingkungan yang sama bila memungkinkan), ciptakan
lingkungan yg tenang dan mendukung, pertimbangkan sumber-sumber
ketidaknyamanan seperti balutan yang lembab, instruksikan klien

Poltekkes Kemenkes
4

untuk fasilitasi tindakan-tindakan kebersihan untuk menjaga


kenyamanan klien.

Pada masalah gangguan pola tidur adalah tentukan pola tidur klien,
jelaskan pentingnya tidur, pantau tidur dan catatan fisik yang dapat
mengngganggu pola tidur (ketidaknyamanan dan frekuensi BAK),
bantu menghilangkan situasi stres sebelum tidur, diskusikan dengan
klien teknik peningkatan tidur, monitor aktivitas yang menghasilkan
kelelahan sampai bangun untuk mencegah lelah yang berlebihan.

5. Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada Ny A mulai tanggal 04-08 frebruari
2019 pada masalah keperawatan inkontinensia urine adalah memonitor
kemampuan klien dalam menyadari desakan berkemih,
menginstruksikan klien mengearutkan lalu merelaksasikan sfingter
uretra, mengajarkan klien untuk memulai dan menghentikan aliran
urin, mengajarkan bahwa latihan akan efektif 6-12 minggu, menulis
intruksi untuk melakukan latihan 50-100 kali pengulangan dalam
sehari, tahan kontraksi selama 10 detiknya, eliminasi urin termasuk
frekuensi dan warna urin, mengintruksikan pasien minum minimal
1500 cc perhari, membersihkan area genetalia secara teratur,
menginstruksikan pasien mencatat pola berkemih, menetapkan jadwal
berkemih, menetapkan interval jadwal ke toilet dan beri pijian positif.

Pada masalah keperawatan gangguan rasa nyaman telah dilakukan


implementasi keperawatan menentukan tujuan klien dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal, memudahkan transisi klien
dengan adanya sambutan hangat dilingkungan yang baru,
menginstruksikan untuk mempertimbangkan penempatan klien
dikamar dengan beberapa tempat tidur(teman sekamar dengan masalah
lingkungan yang sama bila memungkinkan), menciptakan lingkungan
yang tenang dan mendukung, mempertimbangkan sumber-sumber

Poltekkes Kemenkes
4

ketidaknyamanan seperti balutan yang lembab, menginstruksikan klien


untuk fasilitasi tindakan-tindakan kebersihan untuk menjaga
kenyamanan klien.

Pada masalah keperawatan gangguan pola tidur implementasi yang


telah dilakukan adalah menetukan pola tidur klien, menjelaskan
pentingnya tidur, memantau pola tidur dan catat fisik yang dapat
mengganggu pola tidur, (ketidaknyaman dan frekuensi BAK),
membantu menghilangkan situasi stres sebelum tidur, mendiskusikan
dengan klien teknik peningkatan tidur, memonitor aktivitas yang
menghasilkan kelelahan sampai bangun untk mencegah lelah yang
berlebihan.

6. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi pada Ny A pada masalah keperawatan
inkontinensia urine didapatkan hasil evaluasi yaitu pasien mengatakan
masih frekuensi BAK nya mencapai 14-16x/hari diantaranya 5-6 kali
di malam hari dengan volume sedikit, klien masih belum bisa
menyadari desakan berkemih yang tiba-tiba keluar, klien juga
mengeluarkan BAK nya di atas tempat tidurnya, pada hari ke 6
masalah belum teratasi dan intervensi dihentikan dan dilanjutkan
dengan latihan mandiri klien.

Pada masalah keperawatan gangguan rasa nyaman didapatkan evaluasi


yaitu klien masih merasa tidak nyaman dengan lingkungan
kamarnya,klien mengatakan badannya merasa tidak segar karena
jarang menggantikan pakaian yang sudah terkena BAKnya, klien
mengatakan ia merasa tidak nyaman apabila berkumpul dengan teman
sewisma nya karena bau pesing, pada hari ke 4 masalah teratasi
sebagian dan intervensi dihentikan dan dilanjutkan dengan latihan
mandiri klien.

Poltekkes Kemenkes
4

Pada masalah keperawatan gangguan pola tidur didapatkan evaluasi


yaitu klien mengatakan ia masih merasa letih dan waktu tidurnya
masih kurang, klien juga mengeluh selama inkontinensia urinenya
masih ada tidurnya akan terus terganggu, didapatkan hasil TTV TD :
120/100MmHg, klien tampak letih, pada hari ke 3 masalah belum
teratasi dan intervensi dihentikan dan dilanjutkan dengan latihan
mandiri klien

B. PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengkajian asuhan keperawatan melalui pendekatan
proses keperawatan, yang meliputi pengkajian, menegakkan masalah
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelakasanaan dan evaluasi maka
pada bab ini akan membahas mengenai kesenjangan teori dengan
kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus inkontinesia urine pada
Ny A yang telah dilakukan pengakajian pada tanggal 04 februari 2019, dan
telah dilaksanakan implementasi keperawatan mulai tanggal 05 februari
sampai 09 februari 2019 di wisma Antokan Panti Tresna Werdha Sabai
Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
7. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses
keperawatan.

a) Identitas klien
Partisipan pada penelitian ini yaitu 1 orang lansia, Ny. A berumur
80 tahun yang mengeluh sering BAK pada malam hari, Ny. A
BAK sebanyak 14-16 x/hari diantaranya 5-6x di malam hari
dengan volume sedikit. Klien sering mengeluh tidak bisa menahan
BAK nya sendiri sebelum mencapai kamar mandi, klien
mengatakan tidak tahu mengatasinya. Klien mengatakan masalah
nya dapat teratasi. Klien juga mengatakan sering terbangun di
malam hari karna desakan BAK yang kuat.

Poltekkes Kemenkes
5

Sesuai dengan asumsi peneliti menyatakan bahwa, partisipan


memang mempunyai faktor resiko untuk mengalami Inkontinensia
Urine diantaranya, umur yang lanjut, jenis kelamin, riwayat jatuh,
partisipan juga mengeluh BAK yang sering dan terkadang keluar
sebelum mencapai kamar mandi. Menurut peneliti yang
menyebabkan pasien tampak letih karena kurangnya istirahat dan
tidur pada lansia disebabkan oleh desakan berkemih pada malam
hari yang membuat lansia sering terbangun. Berdasarkan
pengkajian yang didapatkan pada partisipan yang mengalami BAK
yang lebih dari 4x/hari dan terkadang sulit untuk menahan BAKnya
sendiri.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan aspiani (2014) bahwa


inkontinensia urine di alami oleh orang yang berusia >50 tahun,
dan lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (karena penurunan
produksi estrogen pada wanita lanjut usia dan juga penurunan
tahanan uretra dan muara kandung kemih), riwayat jatuh maupun
juga nokturia. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Aspiani
(2014) gejala dari inkontinensia urine fungsional adalah
mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebabkan urine keluar
sebelum mencapai tempat yang sesuai.

Darmojo (2014), cidera dapat menyebabkan inkontinensia urine


karena gangguan pada aktivitas koligernik dari persyarafan pelvis
ini berakibat penurunan kontraktilitas otot-otot detrusor. Menurut
Juananda, dkk (2017) mengatakan dampak inkontinensia salah
satunya mempengaruhi psikologis lansia, yang membuat lansia
mudah stress yang akan membuat kualitas tidur lansia menurun dan
sering terbangun pada malam hari untuk berkemih.

Pada pemeriksaan fisik lansia di dapatkan Ny.A tampak letih


dengan TD: 120/100mmHg, Nadi 63x/menit. Kekuatan otot

Poltekkes Kemenkes
5

5555/5555 Klien mengatakan pernah mengalami riwayat penyakit


katarak. Kekuatan otot klien 4444/4444.

8. Diagnosa keperawatan
Dalam penulisan pernyataan diagnosis keperawatan meliputi 3
komponen yaitu P (problem), E (etiologi), dan komponen S (simpton
atau dikenal dengan batasan karakteristik). Dengan demikian cara
membuat diagnosa keperawatan adalah dengan menentukan masalah
keperawatan yang terjadi, kemudian mencari penyebab dari masalah
yang ada.

Dari hasil pengkajian dan analisa yang telah dilakukan pada partisipan
ditegakkan masalah keperawatan pada Ny. A yaitu : 1. Inkontinensia
urine b/d gangguan kontrol sfingter uretra, 2. Gangguan rasa nyaman
b/d kurang pengendalian situasional , 3. Gangguan pola tidur b/d
dorongan berkemih yang kuat.

Peneliti menegakkan diagnosa terdapat kesamaan diagnosa pada


partisipan dengan teori yang ada. Namun, setelah dilakukan asuhan
keperawatan didapatkan perbedaan diagnosa pada teori dengan
diagnosa yang didapatkan pada pasien yaitu inkontinensia urine,
gangguan rasa nyaman, gangguan pola tidur yang disesuaikan dengan
data-data yang ada pada NANDA (2015-2017).

Pada diagnosa inkontinensia urine, sesuai dengan penelitian yang


dilakukan oleh Yuli, (2014) inkontinensia urine merupakan fungsi
sfingther yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor apabila
batuk atau bersin. Dampak inkontinensia urine salah satunya
mempengaruhi psikologis lansia, yang membuat lansia mudah stres
yang akan membuat kualitas tidur lansia menurun dan sering
terbangun pada malam hari untuk berkemih.

Poltekkes Kemenkes
5

Pada diagnosa gangguan pola tidur sesuai dengan penelitian yang


dilakukan oleh Desby, dkk (2017) bahwa kualitas tidur pada lansia
yang mengalami inkontinensia urine umumnya tergolong tidak baik.
Karna lansia akan membutuhkan waktu yang lama untuk memulai
tidur dan sedikit waktu untuk tidur yang nyenyak, akibat desakan BAK
yang kuat pada malam hari.

9. Intervensi keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada prinsipnya dilakukan sesuai
dengan rencana keperawatan. Pada teori pelaksanaan tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan, baik mandiri
maupun kolaborasi, proses keperawatan memiliki salah satu sifat yang
flebitas yang artinya pelaksanaan proses keperawatan dapat diubah
sesuai denagn situasi dan kondisi klien.

1. Inkontinensia urine b/d gangguan kontrol sfingter uretra


intervensi yang didapatkan peneliti dalam teori sangat mendukung
penulis dan mendukung penulis untuk mencapai inkontinensia
klien dalam hasil yang diharapkan, sehingga tujuan intervensi
dapat segera dicapai.
Haris dkk (2014), menyatakan bahwa teknik relaksasi yang
sebaiknya dilakukan menurut diagnosa inkontinensia urine berupa
terapi non farmakologi, karna memiliki resiko yang rendah dan
memiliki efek samping yang ringan.

2. Gangguan rasa nyaman b/d kurang pengendalian situasional


Menurut peneliti intervensi yang terdapat dalam teori sangat
mendukung penulis dan mendukung penulis untuk menunjukkan
kemampuan klien untuk mendeskripsikan masalah yang terdapat
pada diri klien yang menyebabkan terganggunya kenyamanan klien
serta tindakan terhadap inkontinensia urine dapat segera tercapai.

Poltekkes Kemenkes
5

3. Gangguan pola tidur b/d dorongan berkemih yang kuat


Menurut peneliti intervensi yang terdapat dalam teori sangat
mendukung dan membantu penulis dalam menunjukkan pola tidur
dengan kriteria hasil jumlah tidur dalam batas normal, kualitas
tidur dalam batas normal, perasaan segar sesudah tidur, dapat
mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan tidur dapat
segera dicapai.

Dalam teori gangguan pola tidur dapat dengan berbagai terapi salah
satunya terapi relaksasi. Teori ini dilakukan pada penelitian yang
dilakukan oleh Edmund, dkk (2017) bahwa latihan relaksasi otot
progresif pada otot kandung kemih dengan nafas dalam yang
dilaksanakan 20-30 menit, 1x sehari secara teratur selama 1 minggu
cukup efektif dalam menurunkan kesulitan tidur pada lansia.

4. Implementasi
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan inkontinensia
urine di wisma antokan PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang
Pariaman, penulis tidak menemukan hambatan dalam pelaksanaannya,
karena tindakan keperawatan yang diberikan sesuai dengan teori yang
dibahas sebelumnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tindakan
keperawatan yang diberikan, serta didukung dengan motivasi yang kuat
dari Ny A. Maka peneliti dapat menerapkan asuhan keperawatan pada
klien dengan inkontinensia urine.

1. Inkontinensia urine b/d gangguan kontrol sfingter uretra


Untuk masalah keperawatan ini penulis melakukan semua intervensi
yang terdapat dalam teori, namun penulis lebih memfokuskan
terhadap sfingter uretra nya, dengan melakukan cara menahan BAK
sedikit demi sedikit dengan cara apabila desakan BAK yang mulai
terasa coba untuk menahan nya selama 5 detik, dan sampai 10 detik
sehingga klien terbiasa menahannya sebelum mencapai toilet.

Poltekkes Kemenkes
5

2. Gangguan rasa nyaman b/d kurang pengendalian situasional


Untuk masalah keperawatan ini penulis melakukan semua intervensi
yang terdapat dalam teori yang telah direncanakan sebelumnya,
sehingga didalam penerapan implementasi yang berlandasan pada
intervensi keperawatan dapat dilakukan seluruhnya.

3. Gangguan pola tidur b/d dorongan berkemih yang kuat


Untuk masalah keperawatan yang ini, peneliti melakukan semua
rencana keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya,
sehinnga penerapn implementasi yang berlandasan pada intevensi
keperawata dapat dilakukan keseluruhannya. Intervensi yang
dilakukan adalah terapi tidur dengan teknik relaksasi.

NANDA NIC-NOC (2015-2017), terapi yang tepat pada pasien


dengan gangguan pola tidur adalah terapi relaksasi. Hal ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Edmund, dkk (2017) bahwa
latihan relaksasi otot progresif pada otot kandung kemih dengan
nafas dalam yang dilaksanakan 20-30 menit, 1x sehari secara teratur
selama 1 minggu cukup efektif dalam menurunkan kesulitan tidur
pada lansia.

5. Evaluasi
Pada kasus nyata evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses.
Alasanya evaluasi yang dilakukan berorientasi pada etiologi dilakukan
secara terus-menerus sampai tujuan yang diharapkan tercapai.

1) Pada masalah keperawatan inkontinensia urine b/d gangguan


kontrol sfingter uretra 04-09 februari 2019 hasil evaluasi yaitu klien
mengatakan masih mengalami kebocoran urine dalam interval 2
jam. Klien mengatakan tidak bisa menahan BAK nya selama 5-10
detik sebelum mencapai toilet. Klien mengatakan ia masih BAK di

Poltekkes Kemenkes
5

tempat tidur tanpa ia sadari. Klien mengatakan masih belum bisa


menahan BAK nya sendiri, A : masalah belum teratasi, P :
intervensi dilanjutkan dengan latihan mandiri oleh pasien.

2) Pada masalah keperawatan gangguan rasa nyaman b/d kurang


pengetahuan situasional yaitu klien mengatakan masih merasa tidak
nyaman dengan lingkungan kamarnya, klien mengatakan badannya
merasa tidak segar karena jarang menggantikan pakaian yang sudah
terkena BAK nya, klien mengatakan ia merasa tidak nyaman
apabila berkumpul dengan teman sewisma nya karena bau pesing,
klien mengatakan baju yang ia pakai cuma di ganti 1 kali sehari, A :
masalah belum teratasi, P : intervensi dilanjutkan dengan latihan
mandiri oleh pasien.

3) Pada masalah keperawatan gangguan pola tidur b/d dorongan


berkemih yang kuat yaitu klien mengatakan ia merasa letih dan
waktu tidurnya masih kurang, klien juga mengaluh selama
inkontinensia urinya masih ada tidurnya terus terganggu, klien juga
mengatakan pada siang hari juga tidak bisa tidur, klien tampak
lemah dan letih, A : masalah belum teratasi, P : intervensi
dilanjutkan dengan latihan mandiri oleh klien.

Poltekkes Kemenkes
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian pada bab terdahulu, penulis penulis mengambil
kesimpulan bahwa :
1. Pada pengkajian, didapatkan data Ny A dengan umur 80 tahun, dengan
keluhan sering BAK pada siang dan malam hari, klien merasa
kerepotan bila desakan berkemihnya di malam hari, karena saat
terbangun di malam hari desakan BAK klien begitu kuat sehingga
klien tidak kuat lagi menahannya saat sampai toilet. Klien mengatkan
sebelumnya sudah perah memakai pempers yang disediakan oleh pihak
panti, namun 1 bulan terakhir klien tidak mau lagi memakai pempers
tersebut karna merasa tidak nyaman saja. Klien mengatakan ia
mengalami inkontinensia urine sejak ± 1 tahun yang lalu, ia merasa
terganggu dengan kondisinya saat ini.

2. Diagnosa yang muncul pada kasus ini sesuai dengan teori, yaitu :
a) Inkontinensia urine b/d gangguan kontrol sfingter uretra
b) Gangguan rasa nyaman b/d kurang pengendalian situasional
c) Gangguan pola tidur b/d dorongan berkemih yang kuat

3. Rencana keperawatan yang disusun pada asuhan keperawatan


semuanya sesuai dengan teori. Rencana tindakan keperawatan tersebut
antara lain, perawatan inkontinensia urine, perawatan eliminasi urine,
manajemen tidur, pendidikan kesehatan, teknik relaksasi.

4. Implementasi dilakukan pada tanggal 04-09 Februari 2019 .


implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah di susun dan didokumentasikan pada catatan
perkembangan.

56
Poltekkes Kemenkes Padang
5

5. Pada evaluasi untuk masalah keperawatan gangguan rasa nyamansudah


teratasi pada tanggal 06 Februai 2019. Sedangkan untuk masalah
keperawatan inkontinensia urine dan gangguan pola tidurbelum dapat
teratasi dan intervensi dilanjutkan oleh pasien secara mandiri. Faktor
pendukung bagi peneliti dalam mengumpulkan data dimana klien
kooperatif dalam memberi informasi yang dibutuhkan untuk
kelengkapan data. Untuk pendokumentasian asuhan keperawatan pada
pasiean, maka penulis dapat melakukannya sesuai dengan tindakan
keperawatan yang dilakukan.

B. SARAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada nenek A dengan maslah
inkontinensia urine pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan
Aluih Sicincin melihat hasil yang telah diperoleh, maka penulis
mengajukan beberapa saran yaitu:
1. Kepala dan Petugas Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin
Diharapkan kepada kepala Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan
Aluih Sicincin melalui perawat dan petugas Panti Sosial Tresna
Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin agar dapat melanjutkan penanganan
inkontinensia urine pada lansia dengan cara melatih tahan kontraksi
BAK selama 5-10 detiknya.
2. Peneliti selanjutnya
Diharapkan pada peneliti selanjutnya setelah dilakukan penelitian ini
dapat melakukan pengkajian yang lebih komprehensif dan mendalam
pada lansia. Serta dapat membahas diagnosa lain dalam asuhan
keperawatan pada lansia dengan inkontinensia urine. Sehingga
terlaksananya asuhan keperawatan yang komprehensif terutama pada
lansia yang mengalami masalah kesehatan pada lansia.
3. Bagi Intitusi Poltekkes Kemenkes RI Padang

Poltekkes Kemenkes
5

Hasil Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah informasi


tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia urine
sebagai bahan kepustakaan dan perbandingan pada penanganan kasus
asuhan keperawatan gerontik khususnya lansia dengan inkontinensia
urine.

Poltekkes Kemenkes
5

Daftar Pustaka
Aspriani, Reny Yuli, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik, Jilid
1,Jakarta: Cv Trans Info Media

Artinawati, Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: In

Media BPS. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia.

Dewi, Julianti Karjoyo, 2017. Pengaruh Senam Kegel Terhadap Frekuensi Urine
Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumpaan Minahasa
Selatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar


Indonesia (Riskesdas) 2013.

Dinas Kesehatan Sumbar. (2017). Profil Dinas Kesehatan Sumbar tahun 2017,
Retrieved from www.depkes.go.id/Diakes tanggal 10 Januari 2019.

Effendi,Ferry, 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori Dan Praktik


Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2015. Diagnosis Keperawatan


Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran Egc

Juananda D, Febriantara D. 2017. Inkontinensia Urine Pada Lanjut Usia Di Panti


Werdha Provinsi Riau

Kartina, Nita Aprila, 2016.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Inkontinensia Di


Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Pada Tahun
2016.Kti. Poltekkes Kemenkes Padang

Kemenkes RI. (2013). Kementrian Kesehatan RI

Maryam, R. Siti, Dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya.


Jakarta:Salemba Medika.

Muhith, Abdul Dan Siyoto, Sandu. 2016.Pendidikan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: Cv Andi Offset

Menurut Nanda , 2017 . Skripsi KTI . Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan
Inkontinensia Urine di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Gerontik Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017, Edisi 10 Jakarta: EGC

Poltekkes Kemenkes
6

Nugroho,Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik, Jakarta: Penerrbit Buku


Kedokteran,Egc.

Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Mediak

Rhosma, Sofia Dewi, 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Yogyakrata:


Depublisher.

Sunaryo, Dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta, Cv Andi Offset


Tamheer Dan Noorkasiani, 2011. Kesehatan Usia Lanjut Dengan
PWiratna , Sujarweni V. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan,
Yogyakarta: Penerbit Gava Media

Tamheer Dan Noorkasiani, 2011. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Wiratna , Sujarweni V. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan, Yogyakarta:


Penerbit Gava Media

Poltekkes Kemenkes
6

Poltekkes Kemenkes
6

Poltekkes Kemenkes
6

Poltekkes Kemenkes
6

Poltekkes Kemenkes
6

DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas diri klien
1. Nama (umur) : Ny A (80 tahun)
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Status perkawinan : Janda
4. Agama /suku : islam/minang
5. Pendidikan terakhir : SMA
6. Sumber informasi : Ny A
7. Keluarga yang bisa dihubungi : tidak ada
8. Diagnosa medis :-
B. Riwayat kesehatan sekarang
1. Keluhan utama : saat dialakukan pengkajian tanggal 04 februari
2019 pukul 10:00 WIB didapatkan Ny.A mengeluh sering
BAK setiap harinya terutama pada malam hari. Ny A BAK
sebanyak 14-16 x/hari diantaranya 5-6x dimalam hari dengan
volume sedikit. Ny.A mengatakan kondisi yang dialaminya
sudah berlangsung ±1 tahun yang lalu. Klien mengatakan
sering tidak mampu menahan BAK sebelum mencapai toilet,
karena desakan berkemih sangat kuat saat malam hari
sehingga. Klien mengatakan sering pipis dicelana (ngompol).
Klien mengatakan tidak paham tentang keadaannya, dan klien
juga tidak tahu bagaimana mengatasi keadaannya. Klien
mengatakan berharap masalahnya dapat di atasi. Klien juga
mengatakan tidak puas dengan tidurnya karena sering
terbangun pada malam hari karena desakan BAK yang kuat.
klien mengatakan badannya terasa letih. Klien mengatasinya
dengan memakai pempers yang telah disediakan ileh pihak
panti, namun klien tidak memakainya lagi karna merasa tidak
nyaman.

Poltekkes Kemenkes
6

2. Alasan masuk panti : Ny A mengatakan ia masuk di bawa oleh


tetangganya karna dirumah tidak ada yang mengurusnya, Ny A
mengatakan anak-anaknya tidak ada yang mau mengurusnya.
3. Tanggal masuk panti : 08 Juni 2018
C. Riwayat kesehatan dahulu : Ny. A mengatakan tidak ada alergi
makanan maupun obat-obatan. Ny. A mengatakan tidak pernah di
rawat di rumah sakit dan tidak ada riwayat pemakain obat jangka
panjang. Ny A mengatakan perih pada kedua matanya sejak 3
bulan yang lalu.
D. Riwayat kesehatan keluarga
Ny A mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit
yang sama dengan klien ataupun penyakit degeneratif lainnya.
E. Riwayat psikososial dan spiritual
1. Orang yang terdekat dengan klien : Ny A mengatakan tidak ada
orang yang dekat dengan klien.
2. Masalah yang mempengaruhi klien : klien mengatakan masalah
yang ada bukan hanya inkontinensia urine saja tetapi juga
matanya yang mengalami katarak.
3. Mekanisme koping terhadap stres : Ny A mengatakan saat ini
tidak begitu stres dengan keadaannya yang sekarang, Ny A
sering mengatasinya dengan bedoa kepada Allah SWT.
4. Persepsi Ny A terhadap penyakitnya :
a) Hal yang sangat dipikirkan klien: Ny A mengatakan sangat
memikirkan keadaannya sekarang karena tidak tahu
bagaimana cara mengatasinya.
b) Harapan setelah menjalani pembinaan dipanti: Ny A
mengatakan setelah dilakukan pembinaan di panti melalui
peneliti Ny A dapat mengatasi keadaannya dan tidak terlalu
memikirkan kondisi yang mengganggunya.
c) Perubahan yang dirasakan setelah masuk panti: Ny A
mengatakan perubahan semenjak masuk ke panti yaitu Ny
A lebih banyak menyendiri.

Poltekkes Kemenkes
6

F. System Nilai Kepercayaan


1. Kebiasan ibadah klien: Ny A mengatakan jarang mengikuti
sholat berjamaah di mesjid dan di wisma juga tidak
melakukannya.
2. Harapan Ny A terhadap ibadahnya: Ny A berharap dapat
meningkatkan ibadahnya.
3. Kepercayaan akan adanya kematian : Ny A mengatakan
percaya akan adanya kematian karena kematian pasti akan
datang kepada setiap yang bernyawa tetapi waktunya tidak ada
yang tau.
G. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Nutrisi
a) Frekuensi makan: 3 kali sehari
b) Jenis makanan: Ny A makan biasanya nasi dengan lauk dan
tambah sayur yang disediakan oleh pihak panti.
c) Kebiasaan sebelum makan: klien hanya mencuci tangan
saja.
d) Nafsu makan: nafsu makan Ny A stabil.
e) Makanan yang disukai: Ny A menyukai makanan yang
disediakan oleh pihak panti.
f) Makanan yang tidak disukai: tidak ada makanan yang tidak
disukai oleh Ny A.
g) TB/BB: 158/65
2. Eliminasi
a) Berkemih
Frekuensi: Ny A mengatakan BAK 14-16x/hari
Warna: putih kekuning kuningan
Keluhan: Ny A mengatakan frekuensi BAK yang sering
pada siang ataupun malam hari dan sulit untuk menahan
BAK sampai ke kamar mandi. Terutama pada malam hari
sehingga membuat klien susah untuk tidur, terkadang klien
BAK di tempat tidurnya.

Poltekkes Kemenkes
6

b) Defekasi
Frekuensi: 3 kali seminggu
Warna : kuning
Waktu : pagi dan sore
Bau : bau khas BAB
Konsistensi : lembek
Keluhan lainnya: tidak ada keluhan saat BAB
3. Hygiene Personal
a) Mandi
Frekuensi : 1x sehari
Pakai sabun : ya
b) Hygiene oral
Frekuensi : 2x sehari
Waktu : 10 detik
c) Cuci rambut
Frekuensi : 2x seminggu
Pakai shampo : Ya
d) Gunting kuku
Frekuensi : 1x seminggu
4. Istirahat dan tidur
Tidur siang: 1-2 jam
Tidur malam : 6-7 jam terkadang terganggu inkontinensia urine
5. Aktivitas dan latihan
Olahraga : tidak ada
Jenis olahraga: tidak ada
Kegiatan diwaktu luang: tidak ada
Keluhan dalam beraktivitas : tidak ada
6. Kebiasaan
a) Merokok
Frekuensi / jumlah : tidak merokok
b) Minuman keras

Poltekkes Kemenkes
7

Frekuensi / jumlah : tidak ada mengkonsumsi minuman


berakohol
c) Ketergantungan obat
Frekuensi / jumlah / lama pakai: tidak ada mengkonsumsi
obat
H. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah : 120/100mmHg
Nadi : 63x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5oc
1. Kepala
Kebersihan : bersih
Kerontokan rambut: tidak ada kerontokan pada rambut
Keluhan : tidak ada keluhan yang dirasakan
2. Mata
Konjungtiva : sub anemis
Sklera: tidak ikterik
Starbisum : tidak starbisum
Penglihatan : penglihatan kabur
Penggunaan kaca mata : tidak menggunakan kaca mata
Peradangan : terdapat peradangan pada kacamata
Riwayat katarak: ada riwayat katarak
Keluhan : mata terasa perih dan mengeluarkan kotoran, klien
sering mengucek matanya
3. Hidung
Bentuk : simetris kiri dan kanan
Peradangan : tidak ada peradangan pada hidung
Penciuman: tidak ada gangguan penciuman
Keluhan: tidak ada keluhan pada area hidung
4. Telinga
Kebersihan: telinga terlihat bersih
Peradangan: tedak ada peradangan pada telinga

Poltekkes Kemenkes
7

Pendengaran: tidak ada gangguan


5. Mulut dan bibir
Kebersihan : mulut terlihat bersih
Mukosa: mukosa agak kering, ninir terlihat pecah-pecah
Peradangan/stomatitis: tidak ada peradangan/stomatitis
Gigi: tidak ada karies pada gigi
Radang gisi: tidak ada peradangan pada gusi
Kesulitan mengunyah: tidak ada kesulitan dalam mengunyah
Kesulitan menelan: tidak ada kesulitan dalam menelan
6. Leher
Pembesaran kelenjer tiroid: tidak terdapat pembesaran kelenjer
tiroid
Kaku kuduk: tidak terjadi kaku kuduk
7. Dada
Inspeksi: Dada simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada
mendalama tidak ada
Palpasi: Fremitus kiri dan kanan teraba baik
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Vesikuler
8. Abdomen
Inspeksi: Abdomen simetris, tidak ada asites
Palpasi: Tidak ada pembengkakan pad abdomen, tidak terjadi
pembesaran limfa/hepar
Perkusi: Tympani
Auskultasi : Bising usus (5x/menit)

9. Genetalia: Tidak dilakukan pemeriksaan

10. Ekstremitas
Atas: bentuk simetris kiri dan kanan, edema(-), CRT <2 detik,
akral hangat

Poltekkes Kemenkes
7

Bawah: Bentuk simetris kiri dan kanan, edema(-), CRT<2 detik


, mampu berjalan normal

Kekuatan otot :
kiri Kanan

5555 5555

5555 5555

Postur tubuh : normal


Rentang gerak: kurang maksimal
Defomitas : tidak terjadi defomitas
Tremor: tidak terjadi tremor pada tangan pasien
Edema : tidak ada edema pada ektremitas
Penggunaan alat bantu: tidak ada

I. Pengkajian status mental


1. Daya orientasi : baik
2. Daya ingat jangka panjang dan pendek: baik
3. Kontak mata: baik

NO Kegiatan Mandiri Bergantung


(nilai 1) (nilai 0)

1 Mandi dikamar mandi (menggosok 1


,membersihkan, dan mengeringkan badan)
2 Menyiapkan pakaian, membuka, dan 1
menggunakan
3 Memakan makanan yang disiapkan 1

4 Memelihara kebersihan diri untuk 0


penampilan
5 Buang air besar di toilet 1

6 Dapat mengontrol pengeluaran feses/tinja 1

Poltekkes Kemenkes
7

7 Buang air kecil ke toilet 0

8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih 0

9 Berjalan dilingkungan tempat tinggal atau 1


keluar ruangan tanpa alat bantu,seperti
tongkat
10 Menjalankan agama sesuia agama dan 1
kepercayaan yang dianut
11 Melakukan pekerjaan rumah 0

12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau 1


kebutuhan keluarga
13 Mengelola ruangan 1

14 Menggunakan transportasi umum untuk 1


beopergian
15 Menyiapkan obat dan minum obar sesuai 1
dengan aturan
16 Merencanakan dan mengambil keputusan 1
untuk kepentingan keluarga dalam hal
penggunaan uang, aktivitas sosial yang
dilakukan dan kebutuhan akan pelayanan
kesehatan
17 Melakukan aktivitas diwaktu luang 1

J. Pengkajian Status Kemandirian

K. Pengakjian psikososial
NO Data Ya Tidak

1 Apakah pada dasarnya anda puas 


dengan kehidupan anda?
2 Apakah anda telah meninggalkan 
banyak kegiatan dan minat atau
kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda 
kosong?

Poltekkes Kemenkes
7

4 Apakah anda sering merasakan 


bosan?
5 Apakah anda memilik semangat yang 
baik setiap hari?
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu 
yang buruk akan terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk 
sebagian besar hidup anda?
8 Apakah anda sering merasa tidak 
berdaya?
9 Apakah anda lebih senang tinggal 
dirumah dari pada keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru?
10 Apakah anda merasa bahwa anda 
lebih banyak mempunyai masalah
dengan ingatan anda dibandingkan
kebanyakan orang?
11 Apakah anda berpikir bahwa hidup 
anda sekarang lebih menyenangkan
12 Apakah anda merasa tidak berharga 
seperti perasaan anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh 
semangat?
14 Apakah anda bepikir bahwa kondisi 
anda saat ini tidak ada harapan?
15 Apakah anda berpikir bahwa orang 
lain lebih baik keadaannya dari anda?

Poltekkes Kemenkes
7

L. Pengkajian lingkungan
(denah rumah)

KL M

KL

Keterangan:
A: pintu masuk KL
K
B: ruangan ta wisma
C1-3: kamar l mu R
CP: kamar pa ans
E: meja maka ia P
1. Penat sie
Kamar klien terlihat tidak rapi dan kurang bersih, ketika dilihat bagian

dalam kamar klien ada tumpukan baju kotr didekat tempat tidur klien.

2. Kebersihan dan kerapian


Kamar Ny A saat dilakukan observasi terlihat tidak rapi, terdapat berbagai
baju kotor.
3. Penerangan
Penerangan kamar Ny A cukup terang, dan peneranga menuju kamar
mandi ataupun keluar cukup terang.

4. Sirkulasi udara

Poltekkes Kemenkes
7

Sirkulasi udara dikamar Ny A tidak terlalu baik, hanya ada satu ventilasi
udara dikamar klien.

5. Penataan halaman
Halaman pada wisma Ny A cukup bersih dan rapi serta terdapat banyak
bunga-bunga di depan halaman.

6. Keadaan kamar mandi


Keadaan kamar mandi cukup baik, terdapat satu buah mesin cuci, dan
lantainya tidak licin.

7. Pembuangan air kotor


Pembuangan air kotor pada masing-masing penghuni wisma yaitu terdapat
got di depan wisma.
8. Sumber air minum
Sumber air minum berasal dari air yang telah disediakan oleh pihak panti
yaitu air galon.

9. Pembuangan sampah
Pembuangan sampah berada di sebelah wisma, terdapat tong sampah besar
untuk pembuangan sampah.

10. Sumber pencemaran


Sumber pencemaran pada wisma berasal dari beberapa lansia termasuk
klien Ny A, dimana klien sulit untuk mengontrol BAK sehingga kadang
BAK tidak ke toilet yang menyebabkan ruangan menjadi bau pesing.

Analisa data
NO Data Masalah Penyebab

1. Ds: Inkontinensia urine Gangguan kontrol


1. Klien mengatakan sering sfingter uretra
BAK 14-16x/hari
diantaranya 5-6 kali

Poltekkes Kemenkes
7

dimalam hri dengan


volume sedikit.
2. Klien mengatakan kondisi
seperti ini ±1 tahun yang
lalu.
3. Klien mengatakan sering
terbangun dimalam hari
karna desakan BAK.
4. Klien mengatakan sering
tidak mampu menahan
BAK nya sebelum
mencapai toilet.
5. Klien mengatakan sering
pipis dicelana (ngompol).

DO:
1. Lingkungan diwisma klien
berbau pesing.
2. Terlihat ada ember kecil
didekat tempat tidur klien.
2. DS: Gangguan rasa Kurang
1. Klien mengatakan tidak nyaman pengendalian
nyaman dengan situasional
lingkungan yang
berbau pesing.
2. Klien mengatakan tidak
mampu untuk rileks
dengan lingkungan yang
bau.
3. Klien mengatakan
merasakan gatal-gatal.
4. Klien mengatakan
mengeluh lelah.

DO:
1. Klien terlihat gelisah
2. Klien terlihat tidak
nyaman berada di dalam
kamar yang berbau
pesing.
3. DS: Gangguan pola Dorongan berkemih
1. Klien mengatakan sulit tidur yang kuat
tidur.
2. Klien mengatakan tidak
puas dengan tidurnya.
3. Klien mengeluh
istirahatnya tidak cukup.

Poltekkes Kemenkes
7

4. Klien mengatakan sering


terbangun karna desakan
BAK yang kuat dan
terkadang klien ngompol

DO:
1. Mata klien terlihat
agak sedikit sayu
2. Klien terlihat letih dan
lemah

Diagnosis Keperawatan

NO Diagnosis Keperawatan Ditemukan dipecahkan

tanggal Paraf Tanggal paraf

1. Inkontinensia urine b/d 06 februari 15 februari


gangguan kontrol sfingter 2019 2019
uretra
2. Gangguan rasa nyaman b/d 06 februari 15 februari
kurang pengendalian 2019 2019
situasional
3. Gangguan pola tidur b/d 06 februari 15 februari
dorongan berkemih yang 2019 2019
kuat
Perencanaan Keperawatan
NO Diagnosis NOC (tujuan dan kriteria NIC(intervensi Keperawatan)
Keperawatan hasil

1. Inkontinensia urine b/d Setelah dilakukan tindakan


gangguan kontrol sfingter keperawatan 3x24 jam
uretra diaharapkan kriteria hasil:

1. Kontinensia urine
Batasan Karakteristik 1. Perawatan eliminasi urine
a. Klien mengenali a. Monitor eliminasi urine
urgensi berkemih. termasuk frekuensi,

Poltekkes Kemenkes
7

a. Ketidakmampuan konsistensi, bau, volume,


menahan berkemih dan warna dengan tepat.
secara volunter b. Klien menunjukan b. Monitor tanda dan gejala
b. Sensasi dorongan keadekuatan waktu retensi urine.
berkemih tanpa untuk mencapai
hambatan volunter kamar mandi
kontraksi kandung c. Klein menunjukan
kemih pakai dalam tetap
c. Tidak ada sensasi kering sepanjang c. Intruksikan
berkemih hari klien/keluarga untuk
d. Tidak ada dorongan mencatat keluar urnie
untuk berkemih d. Klein menunjukan bila diperlukan.
tempat tidur kering
sepanjang hari d. Instruksikan klien untuk
e. Klein mampu merespon segera
berkemih secara terhadap kebutuhan
mandiri eliminasi.
e. Ajarkan klein untuk
minum 200ml cairan
pada saat makan,diantara
f. Klien mampu waktu dan diawal petang.
memperkirakan pola f. Bantu klien untuk
mengeluarkan urine mengembangkan
kebiasaan berkemih
sesuai kebutuhan.
g. Intruksikan klien untuk
memonitor tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih.

Perawatan
inkontinensia urine:

m. Identifikasi penyebab multifaktor


inkontinensia.
n. Berikan privasi untuk eliminasi.
o. Jelaskan penyebab masalah
dan alas an tindakan.
p. Pantau eliminasi urine, termasuk
frekuensi, konsistensi,
bau,volume,dan warna.
q. Diskusikan prosedur dan
hasil yang diharapkan klien.
r. Bantu klien untuk
mengembangkan/
mempertahankan pengharapan.
s. Modifikasi pakaian dan
lingkungan untuk memberikan

Poltekkes Kemenkes
8

kemudahan akses ke toilet.


t. Berikan pakaian yang
melindungi sesuai kebutuhan.
u. Bersihkan pakaian yang
melindungi sesuai kebutuhan.
v. Bersihkan kulit di area genital
dengan interval yang teratur.
w. Berikan umpan balik positif
terhadap penurunan episode
inkontinensia.
x. Batasi cairan selama 2-3 jam
sebelum waktu tidur sesuai
kebutuhan.

2. Gangguan rasa nyaman b/d Setelah dilakukan asuhan


kurang pengendalian keperawatan 3x24jam
situasional diharapakan kriteria hasil:

Manajemen
Batasan karakteristik: Status kenyamanan: lingkungan:kenyamanan
a. Gatal-gatal
b. Ketidakmampuan a. Menentukan tujuan klien/
untuk relaks keluarga dalam mengelola
a. Kesejahteraan
c. Kurang puas lingkungan dan kenyamanan
psikologis
dengan keadaan yang optimal.
d. Merasa kurang
senang dengan b. Memudahkan transis klien /
situasi keluarga dengan adanya
b. Lingkungan fisik
e. Merasa tidak sambutan hangat di
nyaman lingkungannya yang baru.

c. Menghindari gangguan yang


c. Dukungan sosial dari
tidak perlu dan berikan untuk
teman-teman
waktu istirahat.

d. Menciptakan lingkungan
d. Perawatan sesuai
yang tenang dan mendukung.
dengan kebutuhan

e. Mampu e. Mempertimbangkan sumber-


mengkonsumsikan sumber ketidaknyamanan,

Poltekkes Kemenkes
8

kebutuhan seperti balutan


lembab,maupun lingkungan
yang mengganggu.
f. Memfasilitasi tindakan-
tindakan kebersihan untuk
menjaga kenyamanan, atau
memebersihkan badan.
3. Gangguan pla tidur b/d Setelah dilakukan asuhan
drorongan BAK yang kuat keperawatan 3x24jam
diharapkan kriteria hasil:

Batasan karakteristik: 1. Istirahat Manajemen tidur

a. Perubahan pola tidur a. Jumlah pola istirahat a. Jelaskan pentingnya tidur


normal kualitas istirahat. yang adekuat.
b. Ketidakpuasan tidur b. Fisik , mental,
c. Menyatakan sering emosional harus b. Fasilitasi untuk
terjaga diistirahatkan. mempertahankan aktivitas
d. Menyatakan tidak sebelum tidur.
mengalami kesulitan c. Ciptakan lingkungan yang
tidur nyaman.
e. Menyatakan tidak d. Diskusikan dengan klien atau
merasa cukup tidur keluarga tentang teknik tidur
pasien.
e. Monitor waktu makan dan
minum dengan waktu tidur
f. Monitor atau catat kebutuhan
tidur pasien setiap hari dan
jam.
g. Ajarkan teknik relaksasi
pada klien
h. Lakukan teknik relaksasi
sebelum tidur.

2. Kebutuhan tidur

a. Jumlah dalam

Poltekkes Kemenkes
8

tidur dalam batas


normal, normal
6-8 jam/ hari
b. Pola tidur,
kualitas dalam
batas normal.
c. Perasaan fres/
d. segar sesudah
tidur/ istirahat.
e. Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan
tidur

Catatan Perkembangan keperawatan gerontik


Hari / Diagnosa Implementasi Evaluasi keperawatan Ttd
tanggal
/waktu
Senin, 4 Inkontinensi a. Meminta klien untuk S:
februari a urine mencatat eliminasi a. Ny A mengatakan
2019 berhubungan urine,termasuk frekuensi, frekuensi BAK masih
09:30- dengan konsistensi vulome, dan 14-16x/hari diantaranya
10:00 gangguan warna urine. 5-6x dimalam hari
kontrol b. Memberitahu agar Ny A dengan volume sedikit.
sfingter membersihkan area b. Ny A masih belum bisa
uretra genetalia secara teratur. menahan BAKnya.
c. Memberitahu agar selalu c. Ny A mengatakan sudah
menjaga area genetalia menjaga dan
tetap kering.. membersihkan area
d. Menyarankan Ny A untuk genetalianya setiap
minum minimal 1500cc selesai BAK.
perhari. d. Ny A mengatakan sudah
e. Menyarankan Ny A untuk melakukan latihan yang
mencatat urine output dan telah diajarkan.
pola berkemih. e. Ny A mengatakan masih
f. Memeberikan pujian positif sering terbangun di
setiap pengurangan malam hari karena
inkontinensia urine. desakan BAK.
g. Meminta klien untuk O:
membatasi asupan cairan 2- a. Ny A tampak tergesa-
3 jam sebelum tidur. gesa saat ada desakan
h. Menentukan kemampuan BAK.
Ny A dalam menyadari b. Lingkungan Ny A masih
desakan berkemih. berbau pesing.
i. Menjelaskan cara latihan A:Masalah belum teratasi.
menahan BAK sebelum P: intervensi dilanjutkan.
mencapai toilet.

Poltekkes Kemenkes
8

j. Mengajarkan klien latihan


tahan kontraksi BAK 5-10
detiknya sebelum ke toilet.
k. Mengajarkan secara
bertahap untuk menahan
BAK klien.
10:00- Gangguan a. Menentukan tujuan klien S:
10:30 rasa nyaman dalam mengelola a. Ny A mengatakan
lingkungan dan lingkunganya berbau
kenyamanan yang optimal. pesing karna
b. Menghindari gangguan BAKnya sendiri.
yang tidak perlu dan b. Ny A mengatakan
berikan waktu untuk terganggu karna
istirahat. merasa tidak nyaman di
c. Menciptakan lingkungan lingkungan wismanya.
yang tenang dan c. Ny A mengatakan
mendukung. baju yang ia pakai
d. Meminta klien untuk tidak nyaman di
mengganti baju 2x dalam badan.
sehari. O:
e. Menjelaskan pentingnya a. Ny A tampak gelisah
dalam mengganti baju agar b. Ny A tampak tidak
badan tidak berbau. tenang saat berada di
f. Meminta klien agar sehabis sekitar teman
terkena BAK langsung wismanya
mandi dan ganti pakaian. c. Ny A terlihat
g. Meminta klien mengganti menggaruk-garuk badan
celana dalam agar terasa nya.
nyaman. A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan

10:30- Gangguan a. Meminta klien untuk S:


11:00 pola tidur menyebutkan kebiasaan a. Ny A mengatakan
tidur meliputi durasi, tidurnya masih serung
waktu, dan hal-hal yang terbangun karena adanya
memudahkannya untuk dorongan BAK yang
memulai tidur. kuat.
b. Menjelaskan pentingnya b. Ny A mengatkan masih
tidur mulai dari efeknya, belum cukup untuk
durasi, frekuensi, hal yang istirahat.
dapat mempermudah untuk c. Ny A mengatakan sudah
memulai tidurnya. membatasi minum 2 jam
c. Pantau pola tidur dan sebelum tidur.
catatan fisik d. Ny A mengatakan
(ketidaknyamanan dan badannya masih terasa
frekuensi BAK) atau lemah.
keadaan psikologis yang O:
dapat mengganggu pola a. Ny A tampak letih

Poltekkes Kemenkes
8

tidur. b. Ny A tampak sering


d. Membantu menghilangkan menguap.
situasi stres sebelumtidur c. TD: 120/100mmHg
dengan teknik relaksasi d. Nadi: 63x/menit
nafas dalam. A: masalah belum teratasi
e. Jelaskan pentingnya tidur P: intervesi dilanjutkan.
yang adekuat yaitu 6-7 jam
perhari.
f. Memotivasi untuk
melakukan teknik relaksasi
sebelum tidur.
Selasa, Inkontinensi a. Meminta klien untuk S:
5 a urine mencatat eliminasi a. Ny A mengatakan
februari berhubungan urine, termasuk frekuensi BAK 13-
2019 dengan frekuensi, komsistensi 15x/hari.
10:00- gangguan volume, dan warna b. Ny A mengatakan setiap
10:30 kontrol urine. BAK ±100-150cc urine
sfingter b. Memberitahu agar Ny keluar, warnanya bening.
uretra A membersihkan area c. Ny A mengatakan masih
genetalia secara teratur. belum bisa menahan
c. Memberitahu agar BAKnya.
selalu menjaga area d. Ny A mengatakan sudah
genetalia tetap kering.. melakukan latihan tahan
d. Menyarankan Ny A kontraksi selama 5-10
untuk minum minimal detiknya.
1500cc perhari. e. Ny A mengatakan masih
e. Menyarankan Ny A mengalami kebocoran
untuk mencatat urine urine dalam interval 2
output dan pola jam.
berkemih. f. Ny A mengatakan masih
f. Memeberikan pujian sering terbangun malam
positif setiap hari karena desakan
pengurangan BAK.
inkontinensia urine. O:
g. Meminta klien untuk a. Ny A tampak regesa-
membatasi asupan gesa saat ada desakan
cairan 2-3 jam sebelum BAK.
tidur. b. Lingkungan Ny A berbau
h. Menentukan pesing.
kemampuan Ny A A: masalah belum teratasi
dalam menyadari P: intervensi dilanjutkan.
desakan berkemih.
i. Menjelaskan cara
latihan menahan BAK
sebelum mencapai
toilet.
j. Mengajarkan klien
untuk menahan BAK 5-

Poltekkes Kemenkes
8

10 detik sebelum ke
toilet.
k. Mengajarkan secara
bertahap untuk menahan
BAK klien.
10:30- Gangguan S:
11:00 rasa nyaman a. Menentukan tujuan klien a. Ny A mengatakan
dalam mengelola lingkunganya berbau
lingkungan dan pesing karna
kenyamanan yang optimal. BAKnya sendiri.
b. Menghindari gangguan b. Ny A mengatakan
yang tidak perlu dan terganggu karna
berikan waktu untuk merasa tidak nyaman di
istirahat. lingkungan wismanya.
c. Menciptakan lingkungan c. Ny A mengatakan
yang tenang dan baju yang ia pakai
mendukung. tidak nyaman di
d. Meminta klien untuk badan.
mengganti baju 2x dalam d. Ny A mengatakan setiap
sehari. habis BAK area
e. Menjelaskan pentingnya genetalianya tidak dicuci.
dalam mengganti baju agar O:
badan tidak berbau. a. Ny A tampak gelisah
f. Meminta klien agar sehabis b. Ny A tampak tidak
terkena BAK langsung tenang saat berada di
mandi dan ganti pakaian. sekitar teman
g. Meminta klien mengganti wismanya
celana dalam agar terasa c. Ny A terlihat
nyaman. menggaruk-garuk badan
nya.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan
11:00- Gangguan a. Meminta klien untuk S:
11:30 pola tidur menyebutkan kebiasaan a. Ny A mengatakan
tidur meliputi durasi, tidurnya masih serung
waktu, dan hal-hal yang terbangun karena adanya
memudahkannya untuk dorongan BAK yang
memulai tidur. kuat.
b. Menjelaskan pentingnya b. Ny A mengatkan masih
tidur mulai dari efeknya, belum cukup untuk
durasi, frekuensi, hal yang istirahat.
dapat mempermudah untuk c. Ny A mengatakan sudah
memulai tidurnya. membatasi minum 2 jam
c. Pantau pola tidur dan sebelum tidur.
catatan fisik d. Ny A mengatakan
(ketidaknyamanan dan badannya masih terasa
frekuensi BAK) atau lemah.
keadaan psikologis yang O:
dapat mengganggu pola a. Ny A tampak letih

Poltekkes Kemenkes
8

tidur. b. Ny A tampak sering


d. Membantu menghilangkan menguap.
situasi stres sebelumtidur c. TD: 120/100mmHg
dengan teknik relaksasi d. Nadi: 63x/menit
nafas dalam. A: masalah belum teratasi
e. Jelaskan pentingnya tidur P: intervesi dilanjutkan.
yang adekuat yaitu 6-7 jam
perhari.
f. Memotivasi untuk
melakukan teknik relaksasi
sebelum tidur.
Rabu , Inkontinensi a. Meminta klien untuk S:
6 a urine mencatat eliminasi a. Ny A mengatakan
februari berhubungan urine,termasuk frekuensi, frekuensi BAK masih
2019 dengan konsistensi vulome, dan 14-16x/hari diantaranya
10:00- gangguan warna urine. 5-6x dimalam hari
10:30 kontrol b. Memberitahu agar Ny A dengan volume sedikit.
sfingter membersihkan area b. Ny A masih belum bisa
uretra genetalia secara teratur. menahan BAKnya.
c. Memberitahu agar selalu c. Ny A mengatakan sudah
menjaga area genetalia melakukan latihan yang
tetap kering.. telah diajarkan.
d. Menyarankan Ny A untuk d. Ny A mengatakan masih
minum minimal 1500cc sering terbangun di
perhari. malam hari karena
e. Menyarankan Ny A untuk desakan BAK.
mencatat urine output dan O:
pola berkemih. a. Ny A tampak tergesa-
f. Memeberikan pujian positif gesa saat ada desakan
setiap pengurangan BAK.
inkontinensia urine. b. Lingkungan Ny A masih
g. Meminta klien untuk berbau pesing.
membatasi asupan cairan 2- A:Masalah belum teratasi.
3 jam sebelum tidur. P: intervensi dilanjutkan.
h. Menentukan kemampuan
Ny A dalam menyadari
desakan berkemih.
i. Menjelaskan cara latihan
menahan BAK sebelum
mencapai toilet.
j. Mengajarkan klien latihan
tahan kontraksi BAK 5-10
detiknya sebelum ke toilet.
k. Mengajarkan secara
bertahap untuk menahan
BAK klien.
10:00- Gangguan a. Menentukan tujuan klien S:
10:30 rasa nyaman dalam mengelola a. Ny A mengatakan

Poltekkes Kemenkes
8

lingkungan dan lingkunganya berbau


kenyamanan yang optimal. pesing karna BAKnya
b. Menghindari gangguan sendiri.
yang tidak perlu dan b. Ny A mengatakan
berikan waktu untuk terganggu karna
istirahat. merasa tidak nyaman di
c. Menciptakan lingkungan lingkungan wismanya.
yang tenang dan c. Ny A mengatakan
mendukung. baju yang ia pakai
d. Meminta klien untuk tidak nyaman di
mengganti baju 2x dalam badan.
sehari. O:
e. Menjelaskan pentingnya a. Ny A tampak gelisah
dalam mengganti baju agar b. Ny A tampak tidak
badan tidak berbau. tenang saat berada di
f. Meminta klien agar sehabis sekitar teman
terkena BAK langsung wismanya
mandi dan ganti pakaian. c. Ny A terlihat
g. Meminta klien mengganti menggaruk-garuk badan
celana dalam agar terasa nya.
nyaman. A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan

11:00- Gangguan a. Meminta klien untuk S:


11:30 pola tidur menyebutkan kebiasaan a. Ny A mengatakan
tidur meliputi durasi, tidurnya masih serung
waktu, dan hal-hal yang terbangun karena adanya
memudahkannya untuk dorongan BAK yang
memulai tidur. kuat.
b. Menjelaskan pentingnya b. Ny A mengatkan masih
tidur mulai dari efeknya, belum cukup untuk
durasi, frekuensi, hal yang istirahat.
dapat mempermudah untuk c. Ny A mengatakan sudah
memulai tidurnya. membatasi minum 2 jam
c. Pantau pola tidur dan sebelum tidur.
catatan fisik d. Ny A mengatakan
(ketidaknyamanan dan badannya masih terasa
frekuensi BAK) atau lemah.
keadaan psikologis yang O:
dapat mengganggu pola a. Ny A tampak letih
tidur. b. Ny A tampak sering
d. Membantu menghilangkan menguap.
situasi stres sebelumtidur c. TD: 120/100mmHg
dengan teknik relaksasi d. Nadi: 63x/menit
nafas dalam. A: masalah belum teratasi
e. Jelaskan pentingnya tidur P: intervesi dilanjutkan.
yang adekuat yaitu 6-7 jam
perhari.

Poltekkes Kemenkes
8

f. Memotivasi untuk
melakukan teknik relaksasi
sebelum tidur.
Kamis , Inkontinensi a. Meminta klien untuk S:
7 a urine mencatat eliminasi a. Ny A mengatakan
februari berhubungan urine, termasuk frekuensi BAK 11-
2019 dengan frekuensi, komsistensi 15x/hari.
10:00- gangguan volume, dan warna b. Ny A mengatakan setiap
10:30 kontrol urine. BAK ±100-150cc urine
sfingter b. Memberitahu agar Ny keluar, warnanya bening.
uretra A membersihkan area c. Ny A mengatakan masih
genetalia secara teratur. belum bisa menahan
c. Memberitahu agar BAKnya.
selalu menjaga area d. Ny A mengatakan sudah
genetalia tetap kering.. melakukan latihan tahan
d. Menyarankan Ny A kontraksi selama 5-10
untuk minum minimal detiknya.
1500cc perhari. e. Ny A mengatakan masih
e. Menyarankan Ny A mengalami kebocoran
untuk mencatat urine urine dalam interval 2
output dan pola jam.
berkemih. f. Ny A mengatakan masih
f. Memeberikan pujian sering terbangun malam
positif setiap hari karena desakan
pengurangan BAK.
inkontinensia urine. O:
g. Meminta klien untuk a. Ny A tampak regesa-
membatasi asupan gesa saat ada desakan
cairan 2-3 jam sebelum BAK.
tidur. b. Lingkungan Ny A berbau
h. Menentukan pesing.
kemampuan Ny A A: masalah belum teratasi
dalam menyadari P: intervensi dilanjutkan.
desakan berkemih.
i. Menjelaskan cara
latihan menahan BAK
sebelum mencapai
toilet.
j. Mengajarkan klien
untuk menahan BAK 5-
10 detik sebelum ke
toilet.
k. Mengajarkan secara
bertahap untuk menahan
BAK klien.
10:30- Gangguan S:
11:00 rasa nyaman a. Menentukan tujuan klien a. Ny A mengatakan
dalam mengelola lingkunganya berbau

Poltekkes Kemenkes
8

lingkungan dan pesing karna BAKnya


kenyamanan yang optimal. sendiri.
b. Menghindari gangguan b. Ny A mengatakan sudah
yang tidak perlu dan menjaga dan
berikan waktu untuk membersihkan area
istirahat. genetalianya setiap
c. Menciptakan lingkungan selesai BAK.
yang tenang dan c.
mendukung. d. Ny A mengatakan
d. Meminta klien untuk terganggu karna
mengganti baju 2x dalam merasa tidak nyaman di
sehari. lingkungan wismanya.
e. Menjelaskan pentingnya e. Ny A mengatakan
dalam mengganti baju agar baju yang ia pakai
badan tidak berbau. tidak nyaman di
f. Meminta klien agar sehabis badan.
terkena BAK langsung O:
mandi dan ganti pakaian. a. Ny A tidak tampak
g. Meminta klien mengganti gelisah
celana dalam agar terasa b. Ny A tampak tenang saat
nyaman. berada di sekitar teman
wismanya
c. Ny A terlihat tidak
menggaruk-garuk badan
nya.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan
11:00- Gangguan a. Meminta klien untuk S:
11:30 pola tidur menyebutkan kebiasaan a. Ny A mengatakan
tidur meliputi durasi, tidurnya masih serung
waktu, dan hal-hal yang terbangun karena adanya
memudahkannya untuk dorongan BAK yang
memulai tidur. kuat.
b. Menjelaskan pentingnya b. Ny A mengatakan sudah
tidur mulai dari efeknya, cukup waktu untuk
durasi, frekuensi, hal yang istirahat.
dapat mempermudah untuk c. Ny A mengatakan sudah
memulai tidurnya. membatasi minum 2 jam
c. Pantau pola tidur dan sebelum tidur.
catatan fisik d. Ny A mengatakan
(ketidaknyamanan dan badannya sudah tidak
frekuensi BAK) atau terasa lemah.
keadaan psikologis yang O:
dapat mengganggu pola a. Ny A tidak tampak letih
tidur. b. Ny A tidak tampak
d. Membantu menghilangkan sering menguap.
situasi stres sebelumtidur c. TD: 120/100mmHg
dengan teknik relaksasi d. Nadi: 63x/menit
nafas dalam. A: masalah belum teratasi

Poltekkes Kemenkes
9

e. Jelaskan pentingnya tidur P: intervesi dilanjutkan.


yang adekuat yaitu 6-7 jam
perhari.
f. Memotivasi untuk
melakukan teknik relaksasi
sebelum tidur.
Jumat , Inkontinensi a. Meminta klien untuk S:
8 a urine mencatat eliminasi a. Ny A mengatakan
februari berhubungan urine,termasuk frekuensi, frekuensi BAK 11-
2019 dengan konsistensi vulome, dan 15x/hari.
10:00- gangguan warna urine. b. Ny A mengatakan setiap
10:30 kontrol b. Memberitahu agar Ny A BAK ±100-150cc urine
sfingter membersihkan area keluar, warnanya bening.
uretra genetalia secara teratur. c. Ny A mengatakan masih
c. Memberitahu agar selalu belum bisa menahan
menjaga area genetalia BAKnya.
tetap kering.. d. Ny A mengatakan sudah
d. Menyarankan Ny A untuk melakukan latihan tahan
minum minimal 1500cc kontraksi selama 5-10
perhari. detiknya.
e. Menyarankan Ny A untuk e. Ny A mengatakan masih
mencatat urine output dan mengalami kebocoran
pola berkemih. urine dalam interval 2
f. Memeberikan pujian positif jam.
setiap pengurangan f. Ny A mengatakan masih
inkontinensia urine. sering terbangun malam
g. Meminta klien untuk hari karena desakan
membatasi asupan cairan 2- BAK.
3 jam sebelum tidur. O:
h. Menentukan kemampuan a. Ny A tampak tergesa-
Ny A dalam menyadari gesa saat ada desakan
desakan berkemih. BAK.
i. Menjelaskan cara latihan b. Lingkungan Ny A berbau
menahan BAK sebelum pesing.
mencapai toilet. A: masalah belum teratasi
j. Mengajarkan klien latihan P: intervensi dilanjutkan.
tahan kontraksi BAK 5-10
detiknya sebelum ke toilet.
k. Mengajarkan secara
bertahap untuk menahan
BAK klien.
10:30- Gangguan S:
11:00 rasa nyaman a. Menentukan tujuan klien a. Ny A mengatakan
dalam mengelola lingkunganya berbau
lingkungan dan pesing karna
kenyamanan yang optimal. BAKnya sendiri.
b. Menghindari gangguan b. Ny A mengatakan
yang tidak perlu dan terganggu karna
merasa

Poltekkes Kemenkes
9

berikan waktu untuk tidak nyaman di


istirahat. lingkungan wismanya.
c. Menciptakan lingkungan c. Ny A mengatakan
yang tenang dan baju yang ia pakai
mendukung. tidak nyaman di
d. Meminta klien untuk badan.
mengganti baju 2x dalam d. Ny A mengatakan sudah
sehari. menjaga dan
e. Menjelaskan pentingnya membersihkan area
dalam mengganti baju agar genetalianya setiap
badan tidak berbau. selesai BAK.
f. Meminta klien agar sehabis
terkena BAK langsung
mandi dan ganti pakaian. O:
g. Meminta klien mengganti a. Ny A tidak tampak
celana dalam agar terasa gelisah
nyaman. b. Ny A tampak tenang saat
berada di sekitar teman
wismanya
c. Ny A tidak terlihat
menggaruk-garuk badan
nya.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan
11:00- Gangguan a. Meminta klien untuk S:
11:30 pola tidur menyebutkan kebiasaan a. Ny A mengatakan
tidur meliputi durasi, tidurnya masih serung
waktu, dan hal-hal yang terbangun karena adanya
memudahkannya untuk dorongan BAK yang
memulai tidur. kuat.
b. Menjelaskan pentingnya b. Ny A mengatkan sudah
tidur mulai dari efeknya, cukup waktu untuk
durasi, frekuensi, hal yang istirahat.
dapat mempermudah untuk c. Ny A mengatakan sudah
memulai tidurnya. membatasi minum 2 jam
c. Pantau pola tidur dan sebelum tidur.
catatan fisik d. Ny A mengatakan
(ketidaknyamanan dan badannya sudah tidak
frekuensi BAK) atau terasa lemah.
keadaan psikologis yang O:
dapat mengganggu pola a. Ny A tidak tampak letih
tidur. c. Ny A tidak tampak
d. Membantu menghilangkan sering menguap.
situasi stres sebelumtidur d. TD: 120/100mmHg
dengan teknik relaksasi e. Nadi: 63x/menit
nafas dalam. A: masalah belum teratasi
e. Jelaskan pentingnya tidur P: intervesi dilanjutkan.
yang adekuat yaitu 6-7 jam
perhari.

Poltekkes Kemenkes
9

f. Memotivasi untuk
melakukan teknik relaksasi
sebelum tidur.

Poltekkes Kemenkes

Anda mungkin juga menyukai