PENDAHULUAN
(Susenas) tahun 2010, di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar
25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, umur 13-15 tahun sebesar 9,1%, usia 16-21
tahun sebesar 8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari
keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44% (Apriany, 2013). Angka ini didapat
dari jumlah kunjungan anak pada pelayanan kesehatan seperti klinik, puskesmas, atau
rumah sakit.Bila dilihat dari status rawat yaitu rawat jalan atau rawat inap. Anak yang
Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan dimana anak harus tinggal
di rumah sakit untuk mendapatkan terapi atau perawatan tertentu selama beberapa
waktu dikarenakan suatu perencanaan atau keadaan darurat (Supartini, 2004). Selama
proses inilah anak sering mendapatkan pengalaman yang traumatik dan penuh stress.
Penyebab stres yang utama pada hospitalisasi adalah perpisahan dengan orang tua,
tidak bisa mengendalikan diri, adanya cedera pada tubuh, serta nyeri (Wong 2009).
Keadaan tersebut dapat meningkatkan status kecemasan anak seperti lingkungan yang
tidak familiar, prosedur perawatan kesehatan, terutama penggunaan jarum suntik atau
nyeri sehubungan dengan istilah-istilah asing, perlengkapan yang tidak biasa, suara
bising, dan bau familiar (Kyle & Carman, 2014). Selain itu pengalaman yang terbatas
dari penyakit juga dapat meningkatkan kecemasan. Ketakutan selama masa kanak-
1
kanak normal terjadi mencakup ketakutan berpisah dari orang tua, ketakutan
kehilangan kontrol, dan ketakutan akan mengalami cidera tubuh atau bahaya (Kyle &
Carman, 2014).
Sebuah penelitian menemukan bahwa anak usia prasekolah rentan untuk terjadinya
ketakutan, dan juga nyeri (Noel et al, 2010).Pada prosedur berikutnya, anak akan
meningkat.
maupun emosional (Wong, 2009). Nyeri tidak akan dirasakan sama persis antara satu
orang dengan yang lainnya karena etiologi pemicu terjadinya nyeri pada setiap orang
diantaranya usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, dukungan keluarga (Potter &
Perry, 2005).
gelisah terutama saat jarum suntik dicabut.Penolakan secara fisik dan verbal
terkadang juga terjadi seperti anak lari atau mengurung diri dan anak mengatakan
benci bahkan membujuk petugas untuk tidak melakukannya (Wong, 2011). Reaksi
terhadap nyeri anak prasekolah cenderung sama dengan usia balita. Walaupun
demikian anak prasekolah lebih mudah diberi penjelasan dan mudah mengalihkan
perhatiannya dibandingkan usia yang lebih kecil (Hockenbberry & Wilson, 2007).
Nyeri dan perlukaan pada tubuh, pemikiran tentang penyakit dimulai pada
periode prasekolah yang diikuti oleh kemampuan kognitif dari tahap preoperasional.
Anak pada usia tersebut mengartikan penyakit yang diderita karena akibat dari
diderita merupakan kontaminasi dari orang lain (Potter & Perry, 2005). Penelitian
yang dilakukan oleh Mediani et al (2005) tentang respon nyeri infant dan anak saat
prosedur pemasangan infus menemukan bahwa infant, balita, dan usia sekolah
menunjukkan respon nyeri yang beragam seperti menangis, verbal dan pergerakan
badan. Sedangkan pada remaja hanya menunjukkan respon fasial saja seperti
didapatkan bahwa tenaga medis tidak melakukan pengkajian nyeri dengan optimal
dan cenderung untuk mengabaikannya saja dengan asumsi bahwa anak tidak
keperawatan.Hal ini menjadi masalah kala anak yang berusia masih kecil belum
memiliki perbendaharaan kata yang cukup.Oleh karena itu perawat harus memilki
keterampilan yang cukup dalam melakukan pengkajian nyeri pada anak dan
menganggap bahwa nyeri pada anak adalah nyata (Potter & Perry, 2005).
walaupun belum efektif dalam penerapannya (Srouji et al, 2010) Prosedural yang
jelas telah menjadi acuan tenaga medis untuk memilih penanganan nyeri yang tepat.
Terutama pada anak yang memiliki keterbatasan dalam menjelaskan tipe, derajat dan
penurunan intensitas nyeri sehingga anak merasa aman dan nyaman.Secara umum
penanganan nyeri dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penanganan farmakologis
dan non farmakologis. Disinilah perawat dapat mengambil peran besar dalam
(Brunner & Suddarth, 2002).Obat yang paling umum untuk menghilangkan nyeri
adalah EMLA (Eutetic Mixture of Local Anasthetics (Weibe, 2015) atau vapocoolant
spray. Tetapi obat ini sangat jarang digunakan pada pengambilan darah karena efek
nyeri yang dihasilkan saat obat ini diberikan terkadang lebih besar daripada proses
relaksasi (Weiner, 2001). Walaupun efektif tetapi kedua teknik ini membutuhkan
tingkat konsentrasi yang tinggi (Breivik et al, 2008).Guided imaginary dan relakasasi
dilakukan dengan mengikuti instruksi perawat dan dalam keadaan tenang.Anak juga
dianggap belum memahami istilah “rileks” (Breivik et al, 2008).Hal ini dirasa kurang
sesuai dengan status perkembangan anak prasekolah yang aktif dan mudah
terdistraksi (James et al, 2012).Anak prasekolah memiliki imajinasi yang aktif dan
dan kecemasan (Schechter et al, 2007). Salah satu yang efektif adalah penggunanan
teknik distraksi yang beragam ( He et al, 2005). Anak usia prasekolah berespon baik
terhadap distraksi (Iyer & Appelbaum, 2003). Pada distraksi, penurunan nyeri dapat
optimal apabila jumlah sensori yang terlibat semakin banyak dan ketertarikan anak
terhadap stimuli. Oleh karena itu stimuli yang melibatkan penglihatan, pendengaran,
dan sentuhan lebih efektif daripada hanya satu stimuli saja ( Paul& Williams, 2009).
Distraksi adalah salah satu strategi yang digunakan oleh tenaga kesehatan
profesional untuk mengalihkan perhatian anak dari nyeri akibat prosedur klinikal
seperti pengambilan sampel darah kepada hal yang menyenangkan (Yoo et al,
2011).Anak prasekolah rentan untuk merasa takut atau phobia sehingga cocok
mengalihkan perhatian anak dan membuat anak tetap tenang.Mereka juga senang
menikmati musik atau lagu favorit. Selain itu menonton TV juga bisa membuat anak
fokus kepada hal lain disamping pengalaman nyeri ( Iyer& Appelbum, 2003). Anak
yang berumur 4-6 tahun teknik distraksi yang digunakan adalah bernapas, bercerita,
bermain boneka, berbicara tentang tempat favorit, acara TV, dan aktifitas (Coyne, et
al, 2010).
animasi efektif dalam menurunkan nyeri, serum kortisol dan kadar glukosa pada anak
presekolah di Seoul, Korea. James et al (2012) melakukan penelitian yang serupa
pada anak umur tiga sampai enam tahun untuk mengetahui persepsi nyeri saat
penelitian kuasi eksperimen dilakukan oleh Kaur et al (2014) dengan anak umur 4
sampai 12 tahun untuk mengetahui intensitas nyeri dan strees pada anak yang
dilakukan pengambilan darah dengan menggunakan video kartun “Tom and Jerry
Tales”.
tetapi ini menjadi kajian menarik perihal latarbelakang budaya yang berbeda antara
Indonesia dan luar negeri. Hal ini berkaitan dengan tingkat kemandirian anak yang
ujungnya mempengaruhi tingkah laku anak.Di luar negeri, orang tua mendidik
anaknya agar mandiri dan berani bisa dilihat anak sedari kecil telah dibiasakan untuk
tidur sendiri dengan mematikan lampu kamar.Di Indonesia anak dibiasakan untuk
selalu dekat dengan orang tua. Masih banyak anak usia sekolah tidur satu kamar
dengan orang tua akibat takut dan berbagai hal. Kebiasaan ini menjadikan anak
tingkah laku. Anak di luar negeri diperbolehkan untuk mengakses informasi seluas-
luasnya dengan pantauan orang tua sedangkan di Indonesia anak-anak dianggap tabu
untuk mengetahui beberapa hal yang semestinya dapat diberikan dengan bimbingan
orang tua.
Distraksi kartun ini sangat membantu tugas perawat dalam memberikan
prasekolah karena kartun menayangkan hal yang lucu, ceria sesuai dengan
anak mengeluh nyeri. Dari data yang dikumpulkan dari tahun 1992 sampai 2004 dari
American Pain Society Reveals 70% anak yang dihospitaliasasi mengeluh nyeri,
sebanyak 30% mengeluh nyeri sedang, dan 15% mengeluh nyeri sedikit. Injeksi
intravena merupakan prosedur yang paling banyak dialami oleh anak dan sebanyak
50% anak mengalami tingkat nyeri yang cukup signifikan selama proses penyuntikan
dilakukan karena perawat yang sering berada di dekat anak.Dalam setiap asuhan
keperawatannya, perawat harus bisa menciptakan kondisi yang nyaman bagi anak dan
cenderung tidak mau untuk didekati oleh perawat, hal ini berkaitan dengan
penilaian nyeri dan intervensi sangat penting guna manajemen nyeri yang efektif dan
prosedur ini luput dari tanggung jawab perawat yaitu meminimalisir nyeri.
Sebuah studi terhadap anak yang dihospitalisasi, Crole dan Smith (2002)
menemukan asuhan keperawatan untuk anak yang dihospitalisasi terjadi dalam empat
keputusan, dan memberikan kenyamanan serta penanganan. Semua fase ini saling
berkaitan, jika fase perkenalan tidak terbentuk maka fase-fase berikutnya tidak akan
terjadi (Kyle & Carman, 2014). Pendekatan perawat sering kali terjadi penolakkan
oleh anak.Ujungnya adalah anak menolak untuk diberikan tindakan. Oleh karena itu
penting bagi perawat untuk mengetahui prinsip atraumatic care yaitu menurunkan
tua dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera dan nyeri,
2005).
RSUD Cibabat merupakan rumah sakit negeri kelas B. Sebagai rumah sakit
rujukan tren rawat inap dan rujukan selalu meningkat. Oleh karena itu RSUD Cibabat
melalui visi “RSUD Cibabat tedepan dan kreatif dalam pelayanan kesehatan” dengan
kualitas pelayanan baik dari tingkat kenyamanan maupun kepegawaian. Dari hasil
observasi yang telah dilakukan peneliti sebelumnya didapatkan hasil bahwa anak
pada saat dilakukan pengambilan darah oleh tenaga medis terutama perawat
was dan susah untuk didekati guna pemberian asuhan keperawatan. Selain itu juga
dari hasil wawancara dengan beberapa anak di ruang anak RSUD Cibabat didapatkan
hasil 4 dari 10 anak prasekolah mengalami nyeri hebat dan 1 orang anak mengalami
teknik sentuhan dalam prosedur pengambilan darah.Selain itu perawat juga meminta
mengatakan tidak ada teknik khusus untuk meminimalisir nyeri pada anak.
menonton kartun terhadap penurunan nyeri pada anak prasekolah saat pengambilan
darah.
1.3.2 Tujuan Khusus
distraksi menonton kartun pada kelompok kontrol dan intervensi pada saat
pengambilan darah.
distraksi menonton kartun pada kelompok kontrol dan intervensi pada saat
pengambilan darah.
teknik distraksi menonton kartun terhadap penurunan tingkat nyeri pada anak
b. Pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu evidane
based dalam menurunkan tingkat nyeri pada anak prasekolah saat pengambilan darah.
c. Peneliti selanjutnya
pengaruh teknik distraksi menonton kartun pada anak prasekolah yang dilakukan
maupun emotional (Wong 2009).Nyeri pada anak tidak hanya berupa sensasi yang
menyakitkan tetapi juga membingungkan karena nyeri pada anak tidak dapat diatasi,
tidak dapat menjelaskan mengapa nyeri timbul, atau tidak dapat memahami penyebab
nyeri. Usia anak juga mempengaruhi persepsi nyeri, terutama pada anak kecil yang
mengekspresikan dan mengungkapkan nyeri secara verbal (Whaley & Wong, 2003).
diantaranya usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, dukungan keluarga (Potter &
Perry, 2005).
Pengambilan darah merupakan prosedur yang sering dilakukan pada saat anak
anak prasekolah yang telah mengerti apabila diberikan penjelasan lebih mudah untuk
dilakukan secara optimal, tujuannya agar terjadi penurunan intensitas nyeri sehingga
anak merasa aman dan nyaman.Secara umum penanganan nyeri dapat dilakukan
ditimbulkan dapat ditolerir, cemas menurun, dan efektifitas pereda nyeri meningkat
distraksi adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan mengalihkan
perhatian pasien pada hal lain sehingga tingkat toleransi terhadap nyeri meningkat
(Potter & Perry, 2005). Stimuli yang melibatkan penglihatan, suara dan sentuhan
paling efektif untuk diguanakan, salah satu diantaranya adalah distraksi visual yaitu
dengan menonton kartun dibandingkan hanya dengan salah satu stimuli saja (Paul &
ditraski mengatasi nyeri yaitu dengan menghambat stimulus sehingga nyeri yang
video animasi efektif dalam menurunkan nyeri, serum kortisol dan kadar glukosa
pada anak presekolah di Seoul, Korea. James et al (2012) melakukan penelitian yang
serupa pada anak umur tiga sampai enam tahun untuk mengetahui persepsi nyeri saat
penelitian kuasi eksperimen dilakukan oleh Kaur et al (2014) dengan anak umur
empat sampai 12 tahun untuk mengetahui intensitas nyeri dan strees pada anak yang
dilakukan pengambilan darah dengan menggunakan video kartun “Tom and Jerry
Tales”. Penelitian lain dilakukan oleh Downey & Zun (2012) menggunakan video
ini menemukan bahwa penggunaan video kartun efektif dalam penurunan nyeri.
Gambar1. Kerangka pemikiran pengaruh teknik distraksi menonton kartun terhadap penurunan nyeri anak prasekolah saat
pengambilan darah.
Tindakan invasif
(pengambilan darah)
Relaksasi
Manajemen Nyeri non
Respon nyeri farmakologi
Guided Imaginary
Psikologis
Fisiologis
Perilaku
-Secara vocal: terengah-engah. Kelompok Kelompok
-Ekpresi wajah: meringis, kontrol intervensi
mengatupkan gigi, dll
-Gerakan tubuh: gelisah,
imobilasai, ketegangan otot
Tidak diberikan Distraksi visual serabut saraf besar menghambat
perlakuan (menonton kartun) impuls serabut kecil mencapai otak
Variabel yang diteliti
Sumber:
Potter & Perry, 2009; Murphy, 2009 Nyeri berkurang Gerbang tertutup
14