Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK

SELAMA TINDAKAN PROSEDUR INVASIF : LITERATURE REVIEW


Yofa Amanda
*Mahasiswa Progam Studi Ilmu Keperawatan Akper Bina Insani Sakti*
Jl.

ABSTRAK
Latar belakang: Rawat Inap seperti pelaksanaan prosedur invasive dapat mengganggu kehidupan anak
dan dapat menimbulkan perasaan seperti kecemasan, ketakutan dan perilaku tidak kooperatif. Bermain
adalah bagian dari kehidupan anakanak.
Tujuan: Untuk mengetahui adanya pengaruh terapi bermain terhadap perilaku koperatif anak selama
tindakan invasif.
Metode: Rancangan yang digunakan adalah Literature review. Studi Literature review ini berdasarkan
PRISMA checklist. Pencarian artikel melalui 6 database. PubMed, SciELO, Science Direct, DOAJ,
Portal Garuda, dan Wiley Online Library. Pertanyaan penelitian terstruktur dengan memakai metode
PICO (patient, intervention, comparasion, dan outcome). Studi ini menggunakan kata kunci pencarian
berdasarkan database MeSH Term. Ada 12.102 artikel yang diidentifikasi tetapi hanya 11 artikel yang
memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Dari 12.102 artikel dari tahun 2010-2020 yang diindentifikasi didapatkan sebanyak tigabelas artikel
yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian yang menyelidi pengaruh terapi bermain
terhadap perilaku kooperatif anak selama tindakan prosedur invasif. Ada 9 studi ekperimen, 2 studi
quantitative. Studi dilakukan di beberapa negera di dunia: 9 studi dilakukan di Indonesia, 2 studi
dilakukan di Brazil. Populasi yang diteliti adalah anak yang berumur 3-6 tahun. Namun yang paling
banyak ditemui dalam literature review ini adalah anak dengan jenis kelamin perempuan dan usia 4
tahun. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa intervensi dengan terapi bermain dapat
meningkatkan perilaku kooperatif dan penerimaan prosedur invasif.
Kesimpulan: Terapi bermain memiliki dampak yang menfaat pada perawatan anakanak yang dirawat di
rumah sakit dan sangat berpengaruh terhadap perilaku kooperatif anak selama tindakan invasif.
Kata kunci: Terapi bermain, perilaku kooperatif anak, tindakan invasif
Pendahuluan
Menjalani perawatan di rumah sakit Selandia Baru juga mengalami stress selama
(hospitalisasi) merupakan pengalaman yang dihospitalisasi (WHO, 2012) Anak-anak yang
tidak menyenangkan dan mengancam bagi setiap pertama kali dirawat di rumah sakit akan
orang, terutama bagi anak yang masih dalam cenderung lebih sensitif terhadap krisis penyakit
tahap proses pertumbuhan dan perkembangan. dan hospitalisasi karena status kesehatan
Peralatan medis yang menyeramkan bagi anak- maupun pola aktivitas sehari-hari dalam
anak, begitu juga dengan pakaian baju putih- lingkungannya, keterbatasan dalam mekanisme
putih yang terkesan angker yang dilihat oleh koping untuk mengendalikan stressor sehingga
anakanak merupakan beberapa alasan anak dapat mengakibatkan anak menjadi stress (Wong
merasa takut terhadap perawat atau tindakan et al., 2009). Stress dalam menjalani
keperawatan yang akan dilakukan (Melaaryuni, hospitalisasi ditunjukkan anak dengan reaksi
2008) Hospitalisasi merupakan suatu rencana tidak kooperatif dengan tindakan perawatan
yang mengharuskan anak untuktinggal di rumah yang diberikan. Perilaku kooperatif anak sangat
sakit agar menjalani terapi dan perawatan. diperlukan selama menjalani perawatan di
Selama proses tersebut anak dapat mengalami rumah sakit untuk mencapai proses
traumatic dan penuh dengan stress penyembuhan yang optimal. Perilaku kooperatif
(Supartini,2010). Hospitalisasi akan anak merupakan reaksi anak untuk bekerjasama
menyebabkan anak merasakan trauma jangka dalam mencapai tujuan bersama seperti dalam
pendek ataupun jangka panjang (Hockenberry & pemasangan infus (Santoso, 2013). Sebagian
Wilson, 2007). Masa hospitalisasi ini anak besar anak yang mengalami hospitalisasi
merupakan tahap yang paling menentukan menunjukkan perilaku tidak kooperatif terhadap
terhadap proses penyembuhan selama perawatan petugas kesehatan yang ditunjukkan dengan
dan pengobatan di rumah sakit.Angka kesakitan reaksi menangis, menunjukkan rasa takut, serta
anak di Indonesia berdasarkan Survei Sosial tidak mau menerima perawatan (Muthu &
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2015 Sivakumar, 2009). Hasil penelitian Handayani &
adalah 15,26%. Angka kesakitan anak di daerah Puspitasari (2010) perilaku tidak kooperatif anak
perdesaan sebesar 15,75%, smentara angka yang dirawat di rumah sakit dapat diatasi dengan
kesakitan di daerah perkotaan sebesar 14,74%. bermain. Bermain adalah unsur yang penting
Angka kesakitan anak di Indonesia yang dirawat untuk perkembangan anak, baik, fisik, emosi
di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 35 per mental, intelektual, kreativitas maupun sosial
100 anak, yang ditunjukkan dengan selalu (Soetjiningsih, 2014). Dengan melakukan
penuhnya ruangan anak baik rumah sakit permainan anak akan terlepas dari ketegangan
pemerintah maupun rumah sakit swasta. Tidak dan stress yang dialaminya karena dengan
terdapat perbedaan yang signifikan antara angka melakukan permainan, anak akan dapat
kesakitan anak laki-laki 15,39% dan anak mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
perempuan 15,13% (Terri & Susan, 2015). dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
Berdasarkan Bucholz et al (2019) jumlah pasien permainan. Menurut Hidayat (2009) beberapa
anak yang dirawat di Amerika mencapai 1 juta permainan anak usia prasekolah misalnya
pada tahun 2016 menurun 21.3% dari 1.3 juta mewarnai gambar, menggambar, menyusun
pasien pada tahun 2010 akan tetapi 3-10% puzzle, dan menyusun balok. Bermain juga
pasien anak yang dirawat di Amerika Serikat menjadi terapi yang baik bagi anak-anak
mengalami stres selama hospitalisasi. Sekitar 3- bermasalah selain berguna untuk
7% dari anak usia sekolah yang dirawat di mengembangkan potensi anak bisa juga
Jerman juga mengalami hal yang serupa, 5-10% menurunkan kecemasan pada anak. Penelitian
anak yang dihospitalisasi di Kanada dan yang dilakukan oleh Katinawati (2011) tentang
kecemasan anak usia prasekolah yang bahwa anak usia prasekolah yang menjalani
mengalami hospitalisasi menunjukkan adanya tindakan invasive akan mendorong mereka
perbedaan kecemasan anak sebelum dan sesudah mengeluarkan respon negative dalam bentuk
dilakukan terapi bermain, dimana sebelum antagonis, dengan responden 30 anak: 93,3%
diberikan terapi bermain 80% anak mengalami cemas terhadap penyakitnya; 66,7% sering
kecemasan sedang dan 20% anak mengalami meresa pusing, lemah, letih, lesu, lunglai; 63,3%
kecemasan berat dan setelah diberikan terapi mengalami ketakutan; 76,7% mudah marah;
bermain 68,7%. Tujuan utama bermain adalah 64,4% merasa tidak sabar/jenuh dengan tindakan
merangsang perkembangan sensoris-motorik, pengobatan.
perkembangan sosial, perkembangan moral,
Metode Penelitian
perkembangan kesadaran diri, perkembangan
intelektual dan bermain sebagai terapi (Whaley METODOLOGI PENELITIAN
& Wong, 2009) . Anak usia prasekolah 3-6
tahun kemampuan motorik halusnya mulai Desain Penelitian Pada penelitian ini
berkembang dimana anak mulai dapat menggunakan desain penelitian Deskriptif
menggambar dan menulis. Proses tahapan Analitik dengan pendekatan Cross Sectional
perkembangan anak sama yaitu merupakan hasil Study. Suatu penelitian untuk mempelajari
dari proses pematangan. Tetapi dalam dinamika korelasi antara faktor resiko dengan
pencapaiannya setiap anak memiliki kecepatan efek dengan cara pendekatan, observasi atau
yang berbeda (Soetjiningsih, 2013). Hasil pengumpulan data sekaligus pada satu saat itu
penelitian sebelumnya yang dilakukan Luci juga (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini,
(2010) tentang pengaruh terapi bermain terhadap peneliti mencari hubungan antara gaya
perilaku kooperatif anak selama menjalani kepemimpinan kepala ruangan dengan motivasi
perawatan di Ruang Kenangan RSUD Deli kerja perawat di ruang perawatan Rumah Sakit
Serdang Lubuk Pakam, dari hasil penelitiannya Umum Daerah Syekh Yusuf Gowa dengan cara
menemukan bahwa adanya perbedaan yang menyebarkan kuesioner yang dilakukan satu
signifikan antara perilaku kooperatif anak waktu yang bersamaan.
selama menjalani perawatan sebelum dan Hasil Penelitian
sesudah dilakukan terapi bermain. Perilaku
kooperatif muncul pada anak dapat dikurangi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013
dengan terapi bermain pada saat perawatan di di ruang perawatan bedah, interna dan anak
Rumah Sakit. Terapi bermain yang diberikan RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa. Jumlah
pada anak usia prasekolah harus menyesuaikan responden dalam penelitian ini adalah 52 orang,
dengan tahapan perkembangan sesuai usianya. yaitu semua perawat pelaksana di ruang rawat
Permainan anak usia prasekolah biasanya inap bedah, interna dan anak RSUD Syekh
bersifat asosiatif dapat mengembangkan Yusuf Kab. Gowa. Hasil penelitian ini dibagi
koordinasi motorik dan memerlukan hubungan atas empat bagian yaitu, karakteristik responden,
dengan teman sebayanya (Pramono, 2012) . gaya kepemimpinan kepala ruangan, motivasi
Menurut Agustin (2013), respon anak usia kerja perawat dan hubungan gaya kepemimpinan
prasekolah yang menjalani perawatan di rumah kepala ruangan dengan motivasi kerja perawat.
sakit adalah menolak untuk dirawat, menangis Hasil penelitian ini diperoleh dari lembar
karena berhadapan dengan lingkungan baru, dan kuesioner yang merupakan data primer. Data
melihat alat-alat medis, takut terhadap tenaga yang telah dikumpulkan diolah dengan komputer
medis (perawat atau dokter), tidak mau ditinggal dengan menggunakan program SPSS sesuai
oleh orang tua, memberontak, tidak mau makan, dengan tujuan penelitian. Berikut ini, peneliti
tidak kooperatif, serta rewel. Menurut Miller, J. akan menyajikan analisa univariat pada tiap
Edward & Miller, Jim (2011) , menunjukkan variabel dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
serta analisa bivariat untuk mengetahui kriteria uji Chi-square akan digunakan uji
hubungan antara variabel independen (gaya alternatif lain yaitu uji Fisher Exact Test .
kepemimpinan) dan dependen (motivasi kerja
perawat) dengan menggunakan uji Chi-Square
dengan nilai . Namun, jika tidak memenuhi

Distribusi Tingkat Pendidikan Terakhir Responden

Tingkat pendidikan frekuensi Persentase(%)


DIII 31 59,6
Sarjana 8 15,4
Profesi Ners 13 25,0
Total 52 100,0

DAFTRA PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Departemen Illioni: WB Saunders Company,
Agama RI. (2009). Bandung:
Joomla, 2008. Motivasi dan Kepemimpinan,
Sygma Exanmedia Arkanleema, dibuka dari webside
Alimul, H Aziz. 2011. Riset Keperawatan dan www://gudif.com tanggal 28 Agustus 2008,
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Kaelany, 2000. Islam dan Aspek-aspek
Sasemba Medika, Kemasyarakatan. Pendidikan Agama
Arwani, AKN, BN, M.Nurs dan Heru Supriyato. Islam.AM. MD,
2005. Manajemen Bangsal
Moekijat, 2002. Pokok – Pokok Pengertian
Keperawatan. Jakarta: EGC, Komunikasi, Manajemen dan
Caroline, R. A (2007). Hubungan antara Kepemimpinan. Bandung: Banjar Maju,
Persepsi Karyawan terhadap Gaya
Monica. (2004). Kepemimpinan Dan
Kepemimpinan Partisipatif Atasan dengan Manajemen Keperawatan. Jakarta:
Integritas Kerja pada
EGC,
Karyawan pada PT. "X". Diunduh pada tanggal
Monica, Elaine L La. 1998. Kepemimpinan dan
4 Agustus 2012 dari
Manajemen Keperawatan:
http://lib.atmajaya.ac.id,
Pendidikan Berdasrkan Pengalaman. Jakarta:
Fahmi Irham. 2010. Manajemen Kinerja Teori EGC,
Dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta,
Nawawi, H., & Hadari, M. (2004).
Gibson, L. et al. 1997. Organisasi, perilaku, Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta :
struktur, proses. Editor: Agus
Gajah Mada University Press,
Dharma. Jakarta: Binarupa Aksara,
Gillies, DA. 1985. Manajemen Keperawatan:
Suatu Pendekatan Sistem Ed.2.

Anda mungkin juga menyukai