Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL EBN

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT NYERI PASIEN POST OPERASI APPENDIKTOMY DI RSUD Dr. H.
SOEWONDO KENDAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas :

Oleh :

Dewi Nawang Wulan Dari 21118110

Eka Septianti 21118111

Ella Rosiana Chamami 21118112

Sarah Nurul Putri 211182

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiksitis adalah peradangan dari apendik vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010). Apendik
vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu,
merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa oerawatan, tetapi banyak kasus memerlukan tindakan bedah kedaruratan.
Apabila tidak ditangani dengan benar, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal
(Kowalak, 2011).

Berdasarkan World Health Organisation (2010), ditemukan angka kejadian apendiksitis


yang cukup tinggi di dunia. Angka kematian akibat apendiksitis mencapai 21.000 jiwa,
populasi laki-laki 11.000 jiwa dan 10.000 jiwa pada perempuan. Data dari departemen
kesehatan republik Indonesia pada tahun 2008 jumlah penderita penyakit apendiksitis di
Indonesia mencapai 591.819 orang dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 596.132
orang. Insiden laki-laki lebih sering daripada perempuan, pada usia 20-30 tahun.

Salah satu penatalaksanaan pasien dengan apendik akut adalah dengan cara pembedaha
appendiktomy. Pembedahan Appendiktomy merupakan suatu tindakan invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, pada pembedahan
appendiktomy terbuka, insisi pada bagian Mcburney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah (Potter & Perry, 2014). Keluhan yang sering timbul pasca pembedahan (pasca
operasi) adalah nyeri yang hebat.

Nyeri setelah operasi merupakan nyeri akut yang secara serius mengancam proses
penyembuhan. Pada pasca pembedahan (pasca operasi) pasien akan merasakan nyeri
yang hebat dan mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat nyeri yang
tidak adekuat (Novariski, 2009). Nyeri yang dialami pasien setelah pembedahan
menghambat kemampuan pasien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi
akibat immobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika nyeri
akut tidak bisa dikontrol . kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri
akut masih dirasakan karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk
mengatasi nyeri (Potter & perry, 2014).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan penusunan makalah telaah jurnal evidence based nursing dengan tema
pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post
operasi appendiktomy di RSUD dr. H. Soewondo Kendal, menambah referensi
tindakan mandiri perawat berdasarkan ilmu dan fakta (evidense based nursing) yang
dapat dilakukan pada lahan praktek untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada
pasien post operasi.

2. Tujuan Khusus
a. Perawat mampu memahami manfaat pengaruh teknik relaksasi genggam jari
terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post operasi appendiktomy
b. Perawat mampu menilai aplikabilitas penatalaksanaan teknik relaksasi genggam
jari terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post operasi appendiktomy
c. Perawat mampu membuat rencana penatalaksanaan teknik relaksasi genggam jari
terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post operasi appendiktomy.
BAB II
ANALISA JURNAL

A. Jurnal Umum
1. Judul Jurnal
Jurnal ini berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Appendiktomy di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal”
2. Peneliti
Jurnal ini di teliti oleh Dwi Nur Aini, Tamrin, dan Rilasadi.
3. Populasi
Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 83 orang yang
mengalami apendiksitis dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang.
4. Desain Penelitian
Jenis penelitian menggunakan desain penelitian kuantitatif desain quasi –
eksperimen pre and post test without control. Dengan teknik pengambilan
sampling menggunakan Consecutive Sampling, yaitu dengan pengambilan
responden yang ada di lokasi tersebut secara kebetulan.
5. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrument berupa lembar observasi yaitu:
Menggunakan pengukuran tingkat nyeri VAS (Visual Analog Scale) pada pasien
post operasi appendiktomy.
6. Uji Statistik Penelitian
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon
menunjukkan adanya penurunan tingkat nyeri dengan hasil Z Hitung -4,597 dan p-
value 0,000 (p-value < 0,05). Ada pengaruh teknik relaksasi genggam jari
terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post operasi Appenditomy di RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal.

B. Jurnal Pendukung
1. Judul Jurnal
2. Pada jurnal yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Appendiktomy di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal”, jumlah sampel sebanyak 30 orang. Jenis penelitian
menggunakan desain penelitian kuantitatif desain quasi – eksperimen pre and post
test without control. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian tersebut
menggunakan Uji Wilcoxon menunjukkan adanya penurunan tingkat nyeri dengan
hasil Z Hitung -4,597 dan p-value 0,000 (p-value < 0,05). Hasil penelitian
menunjukan sebelum dilakukan teknik relaksasi tingkat nyeri pasien terdiri dari
sedang, berat dan hebat, setelah dilakukan teknik relaksasi genggam jari tingkat
nyeri pasien menjadi terdiri dari ringan, sedang, dan berat.
Jurnal ini berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi”

3. Peneliti
Jurnal ini diteliti oleh Iin Pinandita, Ery Purwanti, dan Bambang Utoyo.
4. Populasi
Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 168 orang pasien
laparatomi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 34 orang. Jadi
peneliti akan menggunakan 17 responden kelompok eksperimen dan 17 responden
kelompok kontrol dalam 3 bulan.
5. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Quasi-Experiment dengan rancangan pre test-
post test with control group design. Teknik pengambilan sampel penelitian ini
menggunakan Purposive Sampling.
6. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrument berupa lembar observasi yaitu:
Menggunakan pengukuran tingkat nyeri VAS (Visual Analog Scale) pada pasien
post operasi laparatomi.
7. Uji Statistik Penelitian
Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji statistik
independen t-test, didapatkan hasil bahwa intensitas nyeri kelompok eksperimen
setelah dilakukan relaksasi genggam jari menunjukkan mean = 4.88 pada
kelompok kontrol menunjukkan mean = 6.47. Sedangkan beda mean kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol adalah -1.588 dengan p-value = 0.000. Oleh
karena p-value (0.000 < 0,05) artinya ada pengaruh teknik relaksasi genggam jari
terhadap penurunan intensitas nyeri pada kelompok eksperimen.
C. Analisa PICO
1. Problem
Dalam post operasi appendictomy dapat menimbulkan masalah, salah satunya
adalah nyeri. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat dapat melakukan
berbagai tindakan mandiri untuk mengurangi rasa nyeri tersebut, salah satunya
dengan melakukan teknik relaksasi genggam jari. Maka dari itu, perlu adanya
bukti apakah teknik genggam jari dapat mengurangi nyeri.
2. Intervention
Jenis tindakan yang dilakukan pada jurnal tersebut adalah teknik genggam jari
yang masuk dalam teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri. Teknik
genggam jari ini dapat dilakukan kapan saja saat pasien merasakan nyeri. Teknik
ini bisa dilakukan selama 2-3 menit dengan cara menggenggam tiap-tiap jari
tangan yang bertujuan untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien.
3. Comparison
Pada jurnal yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Appendiktomy di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal”, jumlah sampel sebanyak 30 orang. Jenis penelitian
menggunakan desain penelitian kuantitatif desain quasi – eksperimen pre and post
test without control. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian tersebut
menggunakan Uji Wilcoxon menunjukkan adanya penurunan tingkat nyeri dengan
hasil Z Hitung -4,597 dan p-value 0,000 (p-value < 0,05). Hasil penelitian
menunjukan sebelum dilakukan teknik relaksasi tingkat nyeri pasien terdiri dari
sedang, berat dan hebat, setelah dilakukan teknik relaksasi genggam jari tingkat
nyeri pasien menjadi terdiri dari ringan, sedang, dan berat.

Sedangkan pada jurnal yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operatif Appendikstomy di Ruang Nyi
Ageng Serang RSUD Sekar Wangi”, jumlah sampel yang digunakan sebanyak 17
responden. Penelitian tersebut menggunakan metode Quasi-Experiment. Uji
statistik yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan Uji Wilcoxon,
menunjukkan p-value = 0.000. Oleh karena p-value (0.000 < 0,05) artinya ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada
kelompok eksperimen. Hasil penelitian didapatkan bahwa 17 orang sebelum
dilakukan relaksasi nafas dalam skala nyeri 5 dan sesudah diberikan menjadi 3.
4. Outcome
Tabel 2.1 Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Tingkat
Nyeri Pasien Post Operasi Appendiktomy di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

Tingkat Nyeri Pre Post


Ringan 0 7
Sedang 12 19
Berat 15 4
Hebat 3 0

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebelum dilakuakan teknik relaksasi genggam
jari pasien dengan nyeri hebat terdapat 3 orang, dan tidak ada pasien dengan nyeri
ringan. Setelah dilakukan teknik relaksasi genggam jari pasien dengan nyeri hebat
berkurang menjadi 0 dan pasien dengan nyeri ringan terdapat 7 orang.

BAB III
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Apendicsitis

1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
2. Etiologi
Menurut Amin Huda (2015) , Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan
oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya
penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,
tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan
bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah
awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari
sumbatan lumen.
Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan. Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum dibedakan
menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, ras
sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi
bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan juga menjadi resiko apendisitis baik
dilihat dari pelayan keshatan yang diberikan oleh layanan kesehatan baik dari
fasilitas maupun non-fasilitas, selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku
seperti asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang
menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih
tinggi.
3. Klasifikasi Apendisitis
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik
Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :

1) Apendisitis Akut Sederhana Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan


sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam
lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam
lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan
ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney,
defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum (Rukmono, 2011).
3) Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah,
aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren.
Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren
pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau 10 keabuan
atau merah kehhitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat
mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen (Rukmono,
2011).
4) Apendisitis Infiltrat Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks
yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,
kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon
yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
5) Apendisitis Abses Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang
terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari
sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
6) Apendisitis Perforasi Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang
sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut
sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis
kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan
adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut
apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya
pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
4. Patofisiologi

5. Manifestasi klinis
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi
kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztsova’s sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul
nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan
batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
sign kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s
sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba

6. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang,
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
7. Data Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika.
2) Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada
apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi
lagi.
3) Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat
pada keadaan apendisitis infiltrat.
4) Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Apendikogram Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras
BaS04 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk
anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh
dokter spesialis radiologi.
2) Ultrasonografi (USG) USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong
nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati,
pneumonia basal, atau efusi pleura
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca
appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan
lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

9. Konsep genggam jari


Menurut Tamsuri (2007) dalam Zees (2012), relaksasi adalah tindakan relaksasi
otot rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Menurut Liana (2008) dalam
Pinandita (2011), teknik relaksasi genggam jari (finger hold) merupakan teknik
relaksasi dengan jari tangan serta aliran energi didalam tubuh.
Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf
aferen non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor mengakibatkan “gerbang”
tertutup sehingga stimulus pada kortek serebri dihambat atau dikurangi akibat
counter stimulasi relaksasi dan mengenggam jari. Sehingga intensitas nyeri akan
berubah atau mengalami modulasi akibat stimulasi relaksasi genggam jari yang
lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak (Pinandita, 2012). Relaksasi
genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang akan
membuat tubuh menjadi rileks. Adanya stimulasi pada luka bedah menyebabkan
keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi transmisi impuls disepanjang
serabut aferen nosiseptor ke substansi gelatinosa (pintu gerbang) di medula
spinalis untuk selanjutnya melewati thalamus kemudian disampaikan ke kortek
serebri dan di interpretasikan sebagai nyeri (Pinandita, 2012).
Penelitian Sofiyah (2014) mengenai pengaruh teknik relaksasi genggam jari
terhadap perubahan skala nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea,
menunjukkan hasil nilai p value 0.000, ada perbedaan yang signifikan skala nyeri
sesudah diberikan teknik relaksasi genggam jari antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Menurut Wong (2011), prosedur penatalaksanaan teknik relaksasi genggam jari
dilakukan selama 15 menit dengan tahapan antara lain:
a. Duduk atau baring dengan tenang.
b. Genggam ibu jari tangan dengan telapak tangan sebelahnya apabila merasa
khawatir yang berlebihan, genggam jari telunjuk dengan telapak tangan
sebelahnya apabila merasa takut yang berlebihan, dan genggam jari kelingking
dengan telapak tangan sebelahnya apabila merasa stress berlebihan.
c. Tutup mata, fokus, dan tarik nafas perlahan dari hidung, hembuskan perlahan
dengan mulut. Lakukan berkali-kali.
d. Katakan, “semakin rileks, semakin rileks, semakin rileks, semakin rileks”, dan
seterusnya sampai benar-benar rileks.
e. Apabila sudah dalam keadaan rileks, lakukan hipnopuntur yang diinginkan
seperti, “ saya ingin sakit saya segera hilang”. Gunakan perintah sebaliknya
untuk menormalkan pikiran bawah sadar. Contohnya, “ saya akan terbangun
dalam keadaan lebih baik “, “ mata saya perintah untuk normal kembali dan
dapat dengan mudah untuk dibuka “.
f. Lepas genggaman jari dan usahakan rileks.

BAB IV
ANALISA PENERAPAN EBN

A. Analisa Ruangan
1. Pasien
Sebagian besar di ruang merak dalam 1 bulan terakhir antara lain masalah terkait
nyeri post operasi, nyeri karena infeksi, colic abdomen, febris/dbd, gangguan
neuromuscular, dan gea. Jumlah klien diruangan merak adalah 21 klien. Kasus
yang dominan di ruang merak adalah diagnosa keperawatan masalah nyeri (≥ 20
pasien). Dari kasus diatas, ada yang diberikan terapi farmakologi pemberian obat
nyeri dosis rendah/sedang/tinggi dan teknik relaksasi nafas dalam.

2. Perawat
Jumlah perawat diruangan merak ada 16 orang yang terdiri dari 1 kepala ruangan,
3 kepala shift, dan 12 perawat pelaksana. Dengan latar belakang pendidikan S1
keperawatan 7 orang, D3 keperawatan 6 orang orang dan D1 3 orang.

B. Analisa SWOT
1. Strength
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan diruang merak rumah
sakit premier bintaro tangrang selatan antara lain :
a. Di Rumah Sakit Premier Bintaro pendidikan perawat minimal D3 keperawatan
b. Rumah sakit premier bintaro mendukung kegiatan EBN
c. Rumah sakit premier bintaro memberikan kesempatan bagi mahasiswa Ners
Stikes Pertamedika untuk melakukan pemaparan terhadap ilmu-ilmu yang
dapat diterapkan di rumah sakit.
2. Weakness
Penggunaan teknik relaksasi genggam jari hanya dpat dilakukan pada tingkat
nyeri rendah/sedang.
3. Opportunities
a. Menambah ilmu bagi perawat ruangan
b. Mahasiswi ners diberikan kesempatan untuk menyampaikan infromasi tentang
teknik relaksasi genggam jari di ruang merak
c. Belum pernah dilaksanakan teknik relaksasi genggam jari
4. Treats
a. Klien menolak karena tidak mampu melakukan
b. Keluarga menolak karena kondisi klien tidak memungkinkan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intervensi ini dapat dijadikan rekomendasi kepada perawat di ruang keperawatan
merak untuk penatalaksanaan perawatan non farmakologi teknik relaksasi genggam
jari pada pasien dengan post operasi appendiktomy/ post operasi lainnya.

B. Saran
1. Intervensi ini dapat dijadikan metode alternative atau terapi tambahan dalam
memberikan terapi pada pasien post operasi untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirawat di RS maupun di rumah.
2. Rumah sakit dapat memfasilitasi dalam pengadaan brosur serta membuat program
penyegaran kepada perawat tentang penanganan untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien post operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis dan
nanda NIC-NOC. Yogyakart: MediaAction

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan, 112-113, Jakarta: EGC

Rukmono, 2011. Bagian Patologik Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta

Aini, D. N, Tamrin, dan Rilasadi. 2017. Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Appendictomy Di
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Pada http://eprints.uns.ac.id/44712/

Pinandita, I, Ery P, Bambang U. 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari


Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi
Di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Pada
http://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/article/view/66

Anda mungkin juga menyukai