APENDEKTOMI TERBUKA
ABSTRAK
Latar Belakang: Apendektomi terbuka aman dan efektif untuk apendisitis akut
selama lebih dari satu abad terakhir. Baru-baru ini, beberapa penulis mengusulkan
bahwa teknik laparoskopi apendektomi menjadi pengobatan baru untuk
apendisitis akut. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi dan membandingkan laparoskopi apendektomi dengan apendektomi
terbuka dalam praktek bedah umum.
Metode: Penelitian prospective randomized controlled dilakukan selama periode
Oktober 2012 hingga Oktober 2015 di departemen bedah umum Rumah sakit dan
Fakultas kedokteran K.P.C, Kolkata. Pasien dengan usia rentang 18 tahun hingga
60 tahun yang akan dilakukan pengacakan sampel nantinya. Total kelompok
populasi 144 pasien dengan usia rata-rata 39 tahun.
Hasil: Penelitian perbandingan laparoskopi apendektomi dan apendektomi
terbuka menunjukkan bahwa angka lama perawatan di Rumah sakit dan infeksi
luka setelah operasi signifikan lebih rendah setelah dilakukan laparoskopi
apendektomi. Dibandingkan dengan laparoskopi apendektomi angka prevalensi
abses intra-abdominal lebih rendah pada apendektomi terbuka. Demikian pula,
waktu operasi lebih singkat pada pasien secara acak dengan apendektomi terbuka
dibandingkan dengan laparoskopi apendektomi. Waktu penyembuhan dan fungsi
kosmetik setelah diamati lebih baik pada kelompok laparoskopi appendektomi.
Namun, tidak ada kasus pneumonia dilaporkan dalam periode pasca-operasi di
kedua teknik apendektomi.
Kesimpulan: Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa laparoskopi
apendektomi telah terbukti baik, layak dan aman dibandingkan dengan
apendektomi terbuka. Namun, karena persaingan laparoskopi apendektomi dan
tetap menjadi
pertanyaan.
Kata kunci: apendektomi terbuka, Laparoskopi apendektomi, penelitian
perbandingan.
PENDAHULUAN
Apendiks umbai cacing manusia biasanya disebut sebagai "Sebuah organ vestigial
dengan fungsi tidak diketahui". Saat ini bukti yang ada menunjukkan bahwa
apendiks merupakan bagian yang sangat khusus dari saluran pencernaan. jaringan
limfoid pertama kali muncul dalam apendiks manusia sekitar 2 minggu setelah
kelahiran.
Laparoskopi apendektomi telah terbukti baik, layak dan aman di bandingkan
secara acak dari pada apendektomi terbuka, selain untuk meningkatkan akurasi
diagnostik. Hal Ini memberikan keuntungan untuk pasien dalam hal seperti infeksi
luka yang lebih sedikit, nyeri yang minimal, pemulihan lebih cepat dan kembali
untuk beraktivitas atau bekerja.
Apendektomi terbuka didasarkan pada hipotesis bahwa laparoskopi apendektomi
akan membuktikan keunggulannya terhadap apendektomi pada penelitian di
rumah sakit, morbiditas pasca operasi seperti rasa nyeri, komplikasi seperti infeksi
luka operasi, abses intra-abdominal, ileus, fungsi kosmetik, waktu operasi,
pemulihan lebih cepat ke aktivitas normal dan bekerja.
Apendisitis akut adalah penyebab paling sering nyeri perut yang menetap di
segala usia. Konsep apendisitis berulang secara bertahap dapat diterima oleh
pasien dan pasien sering menggambarkan episode sebelumnya nyeri yang sama
muncul di semua bagian dan lebih kuat. Namun, tidak ada cara untuk mencegah
perkembangan apendisitis, satu-satunya cara untuk mengurangi morbiditas dan
untuk
mencegah
perkembangan
apendisitis,
adalah
dengan
melakukan
efektif untuk apendisitis akut selama lebih dari satu abad. Baru-baru ini, beberapa
penulis mengusulkan bahwa teknik baru laparoskopi apendektomi telah menjadi
pengobatan untuk apendisitis akut. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan laparoskopi apendektomi dengan
apendektomi terbuka dalam praktek bedah umum.
METODE
Penelitian prospektif acak terkontrol ini dilakukan dari bulan Oktober 2012
sampai Oktober 2015 di Departemen Bedah Umum Rumah sakit dan Fakultas
kedokteran K.P.C. Kolkata.
Pasien
Pasien dengan rentang usia 18 tahun hingga 60 tahun yang merupakan calon
sampel. Total kelompok populasi 144 pasien dengan usia rata-rata 39 tahun.
Desain
Penelitian ini dilakukan sebagai penelitian satu pusat.
Setiap tanggal 3 pasien direncanakan untuk apendektomi terbuka dan setiap
tanggal 4 direncanakan untuk laparoskopi apendektomi. Para pasien mendapat
penjelasan secara rinci tentang modalitas operasi laparoskopi apendektomi dan
apendektomi terbuka. Pasien tidak diberi kesempatan untuk secara sukarela
memilih prosedur operatif yang ingin mereka jalani dan hal ini mungkin Penyebab
utama dalam kriteria eksklusi.
Dari total 144 pasien jumlah pasien setelah dilakukan pengacakan didapatkan 73
sampel. Dari ini, 33 pasien menjalani laparoskopi apendektomi dan 40 pasien
menjalani apendektomi terbuka. Kedua kelompok mendapatakan penatalaksaan
yang baik sesuai dengan umur, jenis kelamin tetapi tidak untuk mengetahui
patologi apendiks. Pemeriksaan histologi dilakukan pada semua apendiks yang
diangkat.
Setiap pasien didata berdasarkan anamnesis klinis dan pemeriksaan fisik. Dalam
riwayat penyakit seperti onset, durasi, paparan dan beratnya nyeri, mual, muntah
dan demam dicatat. Pada anak perempuan dengan usia (18-44 tahun) dicatat
secara jelas riwayat menstruasi untuk mengecualikan penyakit radang panggul.
Semua pasien laki-laki dengan nyeri fosa iliaka kanan, riwayat sensasi terbakar
pada saat berkemih dan atau hematuria dicatat untuk mengecualikan diagnosis
kolik ureter. Survei umum dilakukan dengan penekanan khusus pada pencatatan
nadi, suhu dan tekanan darah.
Pemeriksaan abdomen dicatat seperti tes titik McBurney, uji psoas, uji obturator,
tanda batuk, nyeri pada kaki saat lurus dan ditinggikan, kekakuan lokal dari fosa
iliaka kanan dan nyeri lepas. Pemeriksaan wajib dilakukan pada semua pasien.
Pemeriksaan vagina dilakukan pada wanita setelah persetujuan yang tepat. Setelah
didiagnosis sementara pasien sebagai kasus apendisitis pemeriksaan lebih lanjut
untuk mengkonfirmasi diagnosis dilakukan hitung leukositosis. Pemeriksaan
biokimia yang dilakukan seperi cek gula darah, ureum dan kreatinin, foto polos
abdomen dan USG. profil koagulasi setiap individu dilakukan untuk mengetahui
adanya koagulapati.
Kasus diskor berdasarkan Alvarado score ketika masuk dan kemudian di skor
ulang setelah 6-8 jam ketika hitung leukosit, neutrofil persentase dan Tingkat CRP
yang bersamaan normal. Keputusan akhir mengenai intervensi operasi dibuat
untuk semua kasus apendisitis. Para pasien dijelaskan secara rinci tentang
modalitas operasi dan informed consent dilakukan untuk laparoskopi apendektomi
dan apendektomi terbuka. Semua pasien menjalani pemeriksaan pre-anestesi
untuk anestesi umum. Semua pasien dijelaskan secara menyeluruh sebelum
operasi kemungkinan pasca-operasi rasa sakit dan metode analgesia yang tersedia.
Temuan histopatologi apendisitis akut berdasarkan penampilan luar dan
pemeriksaan mikroskopi dilakukan di departemen patologi lembaga kami
R.M.S.P. VIMS.
Kriteria Eksklusi
Pasien dengan penyakit cardiopulmonal berat, kehamilan, dan peritonitis umum
dikeluarkan dari penelitian. Selanjutnya, pasien yang dipilih untuk menjalani
laparoskopi apendektomi tetapi memiliki kontraindikasi yaitu ASA IV dan secara
fisiologis lemah terhadap karbon dioksida juga dikeluarkan dari penelitian.
Beberapa pasien menolak untuk menjalani operasi karena masalah pribadi dan
masalah keuangan dan pasien yang menolak untuk memberikan persetujuan juga
dikeluarkan dari penelitian.
Analisis Statistik
Data akhir dianalisis berdasarkan prinsip pengobatan. Uji 2 (Chi-square test)
digunakan untuk membandingkan data kategoris seperti morbiditas pasca operasi,
infeksi luka, abses intra-abdominal, kebocoran sekum, perlengketan ileus,
pneumonia. Mann-Whitney U test digunakan untuk membandingkan Data ordinal
seperti waktu operasi, perawatan di rumah sakit, waktu yang diperlukan untuk
kembali ke aktivitas normal dan pekerjaan berat, VAS skor untuk kosmetik dan
nyeri pada 12 pertama dan 24 jam.
HASIL
Kelompok penelitian (n = 73) termasuk 50,6% dari populasi kelompok. Dari 73
pasien, 33 pasien diacak untuk pasien laparoskopi apendektomi dan 40 diacak
untuk apendektomi terbuka. profil demografi pasien pada Tabel 1.
Tabel 2. Profil demografi pasien
Kosmestik
Hal itu dinilai pada skala visual bahwa kedua kelompok tampak baik, tetapi pasien
acak untuk laparoskopi yang lebih puas dengan hasil kosmetik. (Tabel 2).
Rasa sakit
Dari skor VAS, minimal perbedaan yang signifikan secara klinis pada skala analog
visual tidak berbeda jauh setelah 12 jam. Nilai rata-rata setelah operasi (MCSD)
untuk laparoskopi apendektomi adalah 12 dan nilai rata-rata (MCSD) untuk
apendektomi terbuka adalah 11 (P <0,05). Namun, ada Perbedaan kesakitan
ditemukan 24 jam setelah operasi. Jumlah petidin (1 mg / kg) yang diperlukan
dalam periode pasca operasi tidak berbeda antara kedua kelompok tetapi jumlah
dosis analgesik oral diperlukan lebih sedikit pada pasien yang menjalani
laparoskopi Apendektomi setelah 24 jam (Tabel 2).
DISKUSI
Apendisitis akut adalah salah satu penyebab paling sering kegawatdaruratan
abdomen hampir pada semua kelompok umur dan sering merangsang kondisi
lainnya. Kebanyakan penelitian melaporkan perawatan di rumah sakit rata-rata 25 hari pada laparoskopi apendektomi atau apendektomi terbuka. Meskipun, barubaru ini pada sebuah penelitian retrospektif kohort atau beberapa ulasan
ditemukan laparoskopi apendektomi terkait dengan perawatan di rumah sakit lebih
singkat. Investigasi retrospektif lainnya melaporkan perbedaan yang tidak
bermakna. Namun, laporan lain tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara
laparoskopi apendektomi dan apendektomi terbuka.
Saurnland dan asosiasi meringkas hasil 28 penelitian acak terkontrol hampir 3000
pasien melaporkan secara signifikan lebih berkurang waktu perawatan di rumah
sakit. Meta-analisis lain gagal menunjukkan statistik perbedaan yang signifikan
antara laparoskopi apendektomi dan apendektomi terbuka. Penelitian ini
mengungkapkan perawatan rumah sakit secara signifikan lebih singkat pada
pasien yang menjalani laparoskopi apendektomi (P <0,1).
Dalam penelitian ini waktu operasi lebih lama pada laparoskopi apendektomi (P
<0,001). Perbedaan signifikan waktu operasi tercatat dalam berbagai penelitian
terkontrol. Perbedaan rata-rata (atau median) waktu operasi berkisar 8,3-29 menit
dan lebih lama laparoskopi apendektomi di semua penelitian. Lima dari tujuh
penelitian berbeda statistik signifikan. Beberapa penelitian mengungkapkan tidak
ada perbedaan dalam waktu operasi.
Sesuai dengan penelitian tentang konversi laparoskopi apendektomi dengan
apendektomi terbuka oleh Hellberg A, hasil yang sama ditemukan pada penelitian
ini dari tingkat konversi. Alasan utama untuk konversi adalah anatomi yang sulit
karena perlengketan parietal karena operasi perut bagian bawah sebelumnya.
Dalam satu kasus ada hubungan perforasi sekum sehingga hemikolektomi
dilakukan. Di tangan berpengalaman, tingkat konversi yang mendekati 5 persen
telah diakui.
Sesuai dengan penelitian lain secara signifikan infeksi luka lebih sedikit pada
kelompok laparoskopi apendektomi (P <0,05). Secara teoritis, penurunan infeksi
luka dapat dicapai dengan ekstraksi spesimen melalui port atau meninggalkan sisa
appendiks yang tidak meradang atau dengan penggunaan endobag. Hal ini telah
dibuktikan secara analisis dapat mengobati sejumlah besar pasien, menunjukkan
infeksi luka yang lebih rendah pada kasus laparoskopi apendektomi.
Prevalensi abses intra-abdominal pada laparoskopi apendektomi ditemukan lebih
tinggi dibandingkan dengan apendektomi terbuka yang lebih tinggi dari
pembentukan abses terlihat setelah pengangkattan apendisitis perforasi. Hubungan
dengan Penelitian ini di mana secara signifikan abses intra-abdominal lebih
banyak pada pasien acak laparoskopi apendektomi. Sebagian besar terkait dengan
gangren dan perforasi appendiks daripada dengan akut appendisk.
Pemberian analgesik secara signifikan lebih sedikit setelah laparoskopi
apendektomi dalam tiga penelitian. Sedangkan sebaliknya ditemukan tidak ada
nyeri setelah operasi. Dalam Penelitian oleh Ortega et al skor nyeri linear analog,
tercatat dalam subkelompok 135 pasien. skor nyeri secara signifikan lebih rendah
setelah 24 jam dan 48 jam. Sebuah penelitian retrospektif yang sama menilai nyeri
pasca operasi dengan skala analog visual tidak menunjukkan perbedaan skor nyeri
yang signifikan pada apendektomi terbuka maupun laparoskopi apendektomi.
Dalam penelitian retrospektif lain menunjukkan jumlah dosis petidin (1 mg perkg
berat badan) yang dibutuhkan segera dalam periode pasca operasi tidak berbeda
antara kedua kelompok tetapi rata-rata jumlah dosis oral analgesik yang
diperlukan lebih sedikit pada pasien yang menjalani laparoskopi apendektomi (P
<0,05). Dalam penelitian ini, rasa sakit pasca operasi dinilai setelah 12 jam dan 24
jam. Periode pasca operasi pengaruh analgesik yang digunakan dalam kedua
teknik. Skala analog visual digunakan untuk menilai nyeri pasca operasi,
ditemukan lebih rendah pada kelompok laparoskopi dengan dosis yang sama dari
analgesik parenteral per kg berat badan dibandingkan dengan apppendisektomi.
Dalam uji coba terkontrol dilaporkan di mana pemulihan pasca operasi yang
dinilai, didapatkan lebih singkat pasien dirawat pada laparoskopi apendektomi.
Dalam Penelitian retrospektif, oleh Call pasca-operasi masa pemulihan sama pada
kedua kelompok. Dalam penelitian ini pasien tidak ditutupi mengenai teknik
operasi yang digunakan tetapi diberitahu untuk melanjutkan aktivitas normal dan
bekerja secepatnya atas kebijaksanaan mereka. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa waktu untuk kembali ke pekerjaan berat secara signifikan lebih cepat
dengan laparoskopi apendektomi, kurangnya rasa nyeri pada periode pasca
operasi adalah faktor utama.
Sesuai dengan penelitian retrospektif obstruksi usus halus secara statistik lebih
jarang
terjadi
setelah
laparoskopi
apendektomi
dibandingkan
dengan
apendektomi terbuka. Menurut Jalujan Mompean awal obstruksi usus terjadi pada
4 kasus setelah laparoskopi apendektomi dan 5 kasus setelah apendektomi
terbuka, obstruksi usus tidak berbeda antara laparoskopi apendektomi dan
apendektomi terbuka.
Dalam penelitian ini, perlengketan ileus setelah laparoskopi apendektomi
ditemukan lebih dari apendektomi terbuka (P <0,05). Penyebab utama ditemukan
Komplikasi