Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH Inkontinensia Urine

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inkontinensia urine atau yang dikenal dalam bahasa awam sebagai beser adalah
ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga
disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di
Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan
ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan
meningkat dengan bertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih
didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi
meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara
didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan
meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya
keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang
ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi
mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar
kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena
gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan
anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan
inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara
bersamaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi beser/ inkontinensia urin?
2. Jelaskan etiologi inkontinensia urin!
3. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin?
4. Apa saja manifestasi klinis inkontinensia urin?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik inkontinensia urin?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik inkontinensia urin?
7. Sebutkan penatalaksanaan inkontinensia urin!
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan tugas makalah ini adalah, mahasiswa/i dapat :

1. Mendeskripsikan definisi beser/ inkontinensia urin


2. Menjelaskan etiologi inkontinensia urin
3. Menjelaskan patofisiologi inkontinensia urin
4. Menyebutkan manifestasi klinis inkontinensia urin
5. Menjelaskan pemeriksaan fisik inkontinensia urin
6. Menyebutkan pemeriksaan diagnostik inkontinensia urin
7. Menyebutkan penatalaksanaan inkontinensia urin

1.4 Manfaat
Setelah membaca makalah ini mahasiswa/i dapat :
1. Menambah pengetahuan baru mengenai inkontinensia urin
2. Menjelaskan/memahami definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan , penatalaksaan
pada inkontinensia urin
3. Membuat asuhan keperawatan terhadap pasien inkontinensia urin
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan
atau social higine dan ekonomi
2.2 Etiologi inkontinensia
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan
berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)
abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi
sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran
kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah
bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah
terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan
tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani
prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya
dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu
penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin
berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes
melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan
yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti
kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke
toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk
mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien
lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya.
Obat-obatan ini bisa sebagai biang keladi mengompol pada orang-orang tua. Jika
kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika memungkinkan,
penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat yang
berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis
adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik.
Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga
memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya
mengompol.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan
berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar
panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat
membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang
serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia
urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause
(50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran
kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine.
Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi
kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua
seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi
perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
2.3 Patofisiologi inkontinensia urin
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan
abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal
cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul
yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia
urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari
merupakan masalah bagi lanjut usia.
2.4 Manifestasi klinis
1. Urgensi
2. Retensi
3. Kebocoran urine
4. Frekuensi

2.5 Pemeriksaan fisik inkontinensia


Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi pemeriksaan abdomen, vaginal, pelvis,
rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa didapatkan distensi
kandung kemih, yang menunjukkan suatu inkontinensia luapan, dan dikonfirmasi
dengan kateterisasi. Inspekulo bisa tampak prolaps genital, sistokel dan rektokel.
Adanya urine dalam vagina terutama pasca histerektomi mungkin mengetahui adanya
massa pelvis.
Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip (the cotton swab test),
merupakan test sederhana untuk menunjukan adanya inkontinensia stres sejati.
Penderita disuruh mengosongkan kandung kemihnya, urine ditampung. Kemudian
spesimen urine diambil dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter
merupakan volume kandung kemih. Volume residual menguatkan diagnosis
inkontinensia luapan. Spesimen urine dikirim ke laboratorium.
Test diagnostik lanjut yaitu sistourethroskopi dan diagnostik imaging.
Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi, dapat
dilihat keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum. Test
urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang
paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif,
normal maupun hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang
digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan
anatomi (ureter ektopik). Test tambahan yang diperlukan untuk evaluasi diagnostik
yaitu Pessary Pad Test. Penderita minum 500 ml air selama 15 menit untuk mengisi
kandung kemih. Setelah jam, penderita melakukan latihan selama 45 menit dengan
cara : berdiri dari duduk (10 kali), batuk (10 kali), joging di tempat (11 kali), mengambil
benda dari lantai (5 kali), dan mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit. Test
positif bila berat Pad sama atau lebih besar dari 1g. Test ini dapat menunjukan adanya
inkontinesia stres hanya bila tidak didapatkan kandung kemih yang tidak stabil.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengkajian fungsi otot destrusor
2. Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan / kelainan dasar
panggul )
3. Cystometrogram dan elektromyogram

2.7 Penatalaksanaan inkontinensia


1. Penanganan konservatif
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi
pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan
otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga
dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.
2. Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis. Fisioterapi
meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu penutupan urethra
pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk.
Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikal kedalam daerah yang ditransmisi
tekanan abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan
intraabdominal, perubahan posisi dan pengisian kandug kemih.
Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal
pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot
lurik uretra dan periuretra.
Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah
menunjukan hasil yang efektif.Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung
kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut
kembali normal dari keadaannya yang abnormal.
3. Obat-obatan
a. Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang
menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan urethra obat
aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stmulasi ini dengan efek samping
relatif ringan..
b. Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga melepaskan
noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif pada inkotinensia
stres.Efek samping menigkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia oleh
karena stimulasi SSP

c. Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan efedrin, akan
tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen utama obat influensa
dalam kombinasi dengan antihistamin dan anthikholinergik. Dosis 50 mg dua kali
sehari. Efek samping minimal. Didapatkan 59 % penderita inkontinensia stres
mengalami perbaikan.
d. Estrogen
Penggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan efek
meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan estrogen dosis
tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada
inkontinensia dengan tujuan untuk memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan
jaringan urogential, walaupun belum ada data yang akurat.
1. Stimulasi Elektrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan
selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik
uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal)
elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan
rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 64 %
perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode ini tidak populer karena sering
terjadi efek mekanis dan morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant
terdiri dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam
pakaian penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal.
2. Penanganan Operatif
Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan dengan
beberapa cara meliputi :
1. Kolporafi anterior
2. Uretropeksi retropubik
3. Prosedur jarum
4. Prosedur sling pubovaginal
5. Periuretral bulking agent 6. Tension vaginal tape (TVT)
BAB III
KASUS
Tn. Z.A, 68 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan Kencing tak
tertahankan/beser. Keluhan ini pasien rasa sejak 2 bulan yang lalu setelah menjalani
operasi prostat. Dirumah pasien selalu tidak bisa melakukan kencing dikamar mandi
sehingga pasien menggunakan pempers. Saat ini pasien terpasang condom kateter.
Jumlah urin tertampung pada kantung urin 800cc/8jam. Konsistensi urin keruh,
bewarna kuning pekat. Hasil laboratorium menunjukan Hb 15,1 gr/dl, Ht 43 % leukosit
10,6 rb/ul urem darah 23 mg/dl, kreatinin darah 0,6 mg/dl.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas klien
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia
(usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup
kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini.
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah
ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah
terjadi ketidakmampuan.
b. Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya,
riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera
genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat
dirumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari
terjadinya inkontinensia

b. Pemeriksaan Sistem :
1) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen
menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
2) B2(blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
4) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena
adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai
keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi
pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria
akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar
di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
5) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen,
adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
6) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain,
adakah nyeri pada persendian.
Data penunjang
a. Urinalisis
a) Hematuria.
b) Poliuria
c) Bakteriuria.
b. Pemeriksaan Radiografi
1) IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
2) VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU,
melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding
Residual).
3) Kultur Urine
1) Steril.
2) Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
3) Organisme.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai berikut :
1. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis. (00017)
2. Inkontinensia Urine : Refleks berhubungan dengan ganggguan neurologis diatas
lokasi pusat mikturisi pontine/sakral. (00018)
3. Inkontinensia Urine : Dorongan yang berhubungan dengan hiperaktifitas detrusor
dengan gangguan kontraktilitas kandung kemih. (00019)
INTERVENSI
N Tang DiagnosaKepe Noc Dan Indikator Serta Uraian Aktivitas Nama
o gal rawatan Awal Dan Skor Target Rencana Dan
Ditegakkan / Tindakan (NIC) TTD
Kode Diagnosa Pera
Keperawatan wat
1. Inkonteninsia Tujuan: Bantuan
stress Setelah dilakukan asuhan Perawatan Diri
berhubungan keperawatan selama 2x24 Eliminasi (1804)
dengan jam, Inkonteninsia stress
1. Tentukan pola
kelemahan otot dapat teratasi berkemih normal
pelvis. (00017) Kriteria Hasil: pasien dan
1. Penuaan Fisik (0113) tentukan variasi
Kode indikator S. S. 2. Dorong
A T meningkatkan
0113 Tekanan pemasukan
05 Darah cairan
0113 Kekuata 3. Selidiki keluhan
07 n Otot kandung kemih
0113 Pergera penuh, dengan
20 kan palpasi daerah
sendi suprapubik
0113 Tonus 4. Ajari pasien
22 otot promted voiding
kandung dan bladder
kemih training
0113 Resisten 5. Kolaborasi :
23 si ambil urine
terhada untuk kultur dan
p infeksi sensitivitas

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


No Diagnosa Tanggal Implementasi Evaluasi
1 Inkonteninsia 1. Menentukan S ; pasien mengatakan mulai
stress pola merasakan ketika ingin BAK tetapi
berhubungan berkemih terkadang masih tidak bisa
dengan normal menahan BAK, pasien dapat
kelemahan pasien dan melakukan bladder training
otot pelvis. tentukan O : pasien mulai mampu mengatur
(00017) variasi BAK, dan tahu kapan BAK tetapi
2. Mendorong terkadang masih BAK dicelana
peningkatkan
pemasukan A:
cairan Kode indikator S.A S.T
3. Menyelidiki 011305 Tekanan
keluhan Darah
kandung 011307 Kekuatan
kemih penuh, Otot
dengan 011320 Pergerakan
palpasi sendi
daerah 011322 Tonus otot
suprapubik kandung
4. Mengajari kemih
pasien
promted Masalah belum teratasi
voiding dan P : lanjutkan intervensi
bladder
training
5. Berkolaborasi
ambil urine
untuk kultur
dan
sensitivitas
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan kencing. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik, dengan beberapa prosedur diagnostik yang diperlukan
mempunyai hasil yang baik untuk menegakkan diagnosis gangguan ini. Jenis
inkontinensia urine yang utama yaitu inkontinensia stres, desakan, luapan dan fistula
urine. Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada kasus inkompetem sfingter uretra
sebelum terapi bedah. Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental maka
pengobatan disesuaikan dengan faktor penyebab.
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto P. Urologi Untuk Praktek Umum. EGC. Jakarta, 1991 : 175-186.


Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi I. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta, 1991 : 392-
404.
3Burnnet LS. Relaxations, Malpositions, Fistulas, and Incontinence. In : Jones HW,
Wentz AC,
Burnnet LS. Novaks Texbook of Gynecology. Eleventh Ed. William & Wilkins, 1988 ;
467-478.
.Marchant DJ. Urinary Incontinence. Obsterics and Gynecology Annual, 19809 ; 9 :
261-2
Richardson AC, Edmonds PB, Williams NL. Treatment of Stress Incontinence due to
Paravaginal
Procedure With Polytetrafluoroethylene for the Treatment of Genuine Stress
Incontinence in Patients With Low Urethral Closure Pressure. Obstet Gynecol 1988 ;
71 : 648-652.
Morgan JE, Farrow GA, Stewart FE. The Marlex Sling Operation for the Treatment of
Recurrent Stress Urinary Incontinence : A 16-years review. Am J Obstet Gynecol 1985
; 151 : 224-226.
Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi. FK.UI. Jakarta, 2002 ; 90-96.
Josoprawiro. Inkontinensia Urin dan Gejala Uroginetal Terkait Pada Wanita Usi a
Lanjut. PIT X, Padang. 30Juni-3Juli 1997
http://doraariyantiosman.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai