Anda di halaman 1dari 29

MOBILISASI TERHADAP PASIEN

Keperawatan klinik menghendaki perawatan untuk menggabungkan ilmu pengetahuan dan


keterampilan ke dalam praktik. Salah satu komponen dari ilmu pengetahuan dan keterampilan
adalah mekanika tubuh, suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan usaha dalam
mengoordinasikan system musculoskeletal dan saraf.
Mekanika tubuh meliputi pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa kelompok otot tertentu
digunakan untuk menghasilkan dan mempertahankan gerakan secara aman. Dalam menggunakan
mekanika tubuh yang tepat perawat perlu mengerti pengetahuan tentang pergerakan, termasuk
bagaimana mengoordinasikan gerakan tubuh yang meliputi integrasi dari system skeletal, otot
skelet, dan system saraf.
Mekanika tubuh adalah suatu usaha mengoordinasikan system musculoskeletal dan system saraf
dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran tubuh selama mengangkat,
membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari. Penggunaan mekanika tubuh yang
tepat dapat mengurangi resiko cedera system musculoskeletal. Mekanika yang tepat juga
memfasilitasi pergerakan tubuh, yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi ketegangan
otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan.
Mobilisasi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.
Jenis Mobilitas
Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.

Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara.
Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap.

Faktor yang Memengaruhi Mobilitas


Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi mobilitas seseorang karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
Proses penyakit/cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi mobilitas seseorang karena dapat
memengaruhi fungsi system tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bawah.
Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai
contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang
kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya
tertentu dilarang untuk beraktivitas.
Tingkat energi. Energy adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar sesorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energy yang cukup.
Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia
yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.

Upaya Pencegahan Terjadinya Mobilisasi


Upaya pencegahan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain:
Perbaikan status gizi.
Memperbaiki kemampuan mobilisasi.
Melaksanakan latihan pasif dan aktif.
Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan body aligment (Struktur Tubuh).

Toleransi Aktifitas
Penilaian toleransi aktivitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler
seperti Angina pectoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan imobilisasi yang lama akibat
kelumpuhan. Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisasi, saat
mobilisasi dan setelah mobilisasi.
Tanda-tanda yang dapat dikaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976):
Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur.
Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi orthostatic.
Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.
Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.
Kecepatan dan posisi tubuh, disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidakstabilan posisi
tubuh.
Status emosi labil.

Imobilisasi
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebeas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Jenis Imobilitas
Imobilitas Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
Imobilitas Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir,
seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
Imobilitas Emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Imobilitas Sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi social
karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas


Dampak dari imobilitas tubuh dapat memengaruhi system tubuh seperti perubahan pada
metabolism tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi,
gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan system pernapasan, perubahan kardiovaskular,
perubahan system musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
buang air kecil), dan perubahan perilaku.
Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat menganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas
dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai
pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energy untuk
perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
4

meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi uriene dan peningkatan nitrogen.
Beberapa dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah
metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan
dari intravascular ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat
menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorpsi kalium.

Gangguan Pengubahan Zat Gizi


Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori
dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, di mana sel tidak
lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
melaksanakan aktivitas metabolisme.

Gangguan Fungsi Gastrointestinal


Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini disebabkan karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan
yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang
dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
5

Perubahan Sistem Eliminasi


Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan system pernapasan. Akibat imobilitas, kadar
haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat
menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat
menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan
anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan
paru.

Perubahan Kardiovaskular
Perubahan system kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa gipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan thrombus. Terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap
dan lama, refleks neurovascular akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian
darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke system sirkulasi pusat
terhambat.

Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Perubahan yang terjadi dalam system musculoskeletal sebagai dampak imobilitas adalah sebagai
berikut:
Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan
turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya dungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya masa otot dapat menyebabkan atropi pada otot.
Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan
lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.

Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang
abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya
otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi karena reabsorpsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan
jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine
semakin besar.

Perubahan Sistem Integumen


Perubahan system integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya
sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan
adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulitr yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan.

Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan oleh
kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehungga aliran darah renal dan urine berkurang.

Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasa, dan lain-lain.

Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan
pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif.
Range of Motion (ROM)
Range of motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang
bersangkutan (Suratun, dkk, 2008). Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus
otot.
Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak
dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total.
Selain berfungsi sebagai pertahanan atau dapat memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal, lengkap, dan untuk meningkatkan massa otot serta tonus
otot, ROM juga memiliki klasifikasi ROM, jenis ROM, indikasi serta kontraindikasi
dilaksanakan ROM dan juga prinsip dasar dilakukan ROM.
Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang
bersangkutan.
Latihan range of motion (ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan
gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk
menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal.
Klasifikasi Latihan Range of Motion (ROM)
ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat pada
setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar,
pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
8

latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk
menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara
pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas
yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah
sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.

Prinsip Dasar Latihan Range of Motion (ROM)

ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-

tanda vital dan lamanya tirah baring.


Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku,

bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.


ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di

curigai mengalami proses penyakit.


Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah dilakukan.

Tujuan Range of Motion (ROM)

Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot


Memelihara mobilitas persendian
Merangsang sirkulasi darah
Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan

Indikasi Range of Motion (ROM)

Stroke atau penurunan tingkat kesadaran


Kelemahan otot
Fase rehabilitasi fisik
Klien dengan tirah baring lama

Manfaat Range of Motion (ROM)

Memperbaiki tonus otot


Meningkatkan mobilisasi sendi
Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
Meningkatkan massa otot
Mengurangi kehilangan tulang

Kontra Indikasi
Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
Kelainan sendi atau tulang
Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
Nyeri berat
Sendi kaku atau tidak dapat bergerak

Jenis Range of Motion (ROM)


Leher, Spinal, Serfikal
Tipe Sendi: Pivotal (putar)
Fleksi: Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45

10

Ekstensi: Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45


Hiperektasi: Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45
Fleksi lateral: Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap bahu, rentang
40-45
Rotasi:Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler, rentang 180

Gambar 1.1 Leher

Bahu
Tipe Sendi: Ball and Socket
Fleksi: Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala, rentang
180
11

Ekstensi: Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang 180


Hiperektensi: Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60
Abduksi: Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari
kepala, rentang 180
Adduksi: Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin, rentang 320
Rotasi dalam: Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke belakang, rentang 90
Rotasi luar

: Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping

kepala, rentang 90
Sirkumduksi: Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360

12

Gambar 1.2. Bahu


Siku
Tipe Sendi: Hinge
Fleksi: Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan
sejajar bahu, rentang 150.
Ektensi: Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150.

Gambar 1.3. Siku

Lengan Bawah
Tipe Sendi: Pivotal (Putar)

13

Supinasi: Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas,
rentang 70-90.
Pronasi: Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah, rentang 70-90.

Pergelangan Tangan
Tipe Sendi: Kondiloid
Fleksi: Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, rentang 80-90
Ekstensi: Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam
arah yang sama, rentang 80-90
Hiperekstensi: Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin, rentang 89-90
Abduksi: Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30
Adduksi: Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50

Gambar 1.4 Pergelangan tangan

14

Jari-jari Tangan
Tipe Sendi: Condyloid hinge
Fleksi: Membuat genggaman, rentang 90
Ekstensi: Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90
Hiperekstensi: Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang 30-60
Abduksi: Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, rentang 30
Adduksi: Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30

Ibu Jari
Tipe Sendi: Pelana
Fleksi: Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, rentang 90
Ekstensi: Menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90
Abduksi: Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30
Adduksi: Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30
Oposisi: Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama

Pinggul
Tipe Sendi: Ball and Socket

15

Fleksi: Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120


Ekstensi: Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain, rentang 90-120
Hiperekstensi: Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50
Abduksi: Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang 30-50
Adduksi: Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika mungkin, rentang 3050
Rotasi dalam: Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain, rentang 90
Rotasi luar

: Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain, rentang 90

Sirkumduksi: Menggerakan tungkai melingkar

Gambar 1.5. Pinggul

16

Lutut
Tipe Sendi: Hinge
Fleksi: Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130
Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130

Gambar 1.6 Lutut

Mata Kaki
Tipe Sendi: Hinge
Dorsifleksi

: Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas, rentang 20-30

Plantarfleksi: Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah, rentang 45-50

17

Gambar 1.7 Mata kaki

Kaki
Tipe Sendi: Gliding
Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10
Eversi: Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10

Gambar 1. 8. Kaki
Jari-jari Kaki
Tipe Sendi: Condyloid
Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60

18

Ekstensi: Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60


Abduksi: Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15
Adduksi: Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15

Alat Pengukur Range of Motion (ROM)

Gambar 1. 9. Goniometer (Alat Pengukur ROM)

19

Pengaturan Posisi
Pengaturan posisi yang dapat dilakukan pada pasien ketika mendapatkan perawatan, dengan
tujuan untuk kenyamanan pasien, pemudahan perawatan dan pemberian obat, menghindari
terjadinya pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh tertentu.
Pengaturan posisi antara lain, adalah:
Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi duduk atau setengah duduk (semifowler), di mana bagian kepala
tempat tidr lebih tinggi dinaikkan. Posisi ini dulakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien. Masalah umum yang terjadi pada klien dengan posisi
Fowler:
Meningkatnya fleksi servikal karena bantal di kepala terlalu tebal dan kepala terdorong ke depan.
Ekstensi lutut memungkinkan klien meluncur ke bagian kaki tempat tidur.
Tekanan lutut bagian posterior, menurunkan sirkulasi ke kaki.
Rotasi luar pada pinggul
Lengan menggantung di sisi klien tanpa disokong.
Kaki yang tidak tersokong.
Titik penekanan di sacrum maupun di tumit yang tidak terlindungi.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Dudukkan pasien.
Berikan sandaran/bantl pada tempat tidur paisn atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler
( 30 450 ) dan untuk fowler ( 900).
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
20

Tujuan:
Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
Meningkatkan rasa nyaman.
Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi dada dan ventilasi
paru.
Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap.
Indikasi:
Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
Pada pasien yang mengalami gangguan imobilisasi

Posisi Sims
Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi kenyamanan dan untuk
mempermudah tindakan pemeriksaan rectum atau pemberian huknah atau obat-obatan lain
melalui anus (suposutoria). Masalah umum pada posisi Sims adalah sebagai berikut:
Fleksi lateral pada leher
Rotasi dalam, adduksi, atau kurang sokongan di bahu dan pinggul.
Kurang sokongan di kaki.
Kurang perlindungan dari titik penekanan di tulang ilium, humerus, klavikula, lutut, dan
pergelangan kaki.
Cara pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengah
telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
21

Tangan kiri di atas kepla atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat tidur.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaku kanan lurus, lutu
dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakan punggung dan tangan kiri di atas tempat tidur.
Tujuan:
Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot pinggang
Memasukkan obat supositoria
Mencegah dekubitus
Indikasi:
Pasien dengan pemeriksaan dan pengobatan daerah perineal
Pasien yang tidak sadarkan diri
Pasien paralisis
Pasien yang akan dienema
Untuk tidur pada wanita hamil.

Posisi Trendelenburg
Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak, dan pada pasien shock dan pada pasien
yang dipasang skintraksi pada kakinya.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
22

Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal di antara kepala dan ujung tempat
tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kakai tempat tidur atau atur tempat tidur khusus dengan
meninggikan bagian kaki pasien.
Tujuan:
Supaya darah lebih banyak mengalir kedaerah kepala
Memudahkan operasi di daerah perut
Indikasi:
Pada pasien syok
Tekanan darah rendah
Pasien dengan pemeriksaan tertentu misal broncoscopy

Posisi Dorsal Recumbent


Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) diatas tempat
tidur. Dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta proses persalinan. Masalah umum
yang terjadi pada posisi Dorsal Recumbent:
Bantal di kepala terlalu tebal dapat meningkatkan fleksi pada servikal.
Kepala datar pada matras.
Bahu tidak disokong dan berotasi dalam.
Siku melebar.
Ibu jari tidak berlawanan dengan jari-jari lain.

23

Pinggul berotasi luar.


Tidak tersokongnya pinggul.
Titik penekanan di bagian oksiput kepala, vertebra lumbal, siku dan tumit yang tidak terlindungi.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, pakaian bawah dibuka.
Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur, dan renggangkan kedua
kaki.
Pasang selimut.
Tujuan:
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan punggung belakang.
Indikasi:
Pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina dan anus.
Pasien dengan ketegangan punggung belakang.

Posisi Lithotomi
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Dilakukan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.

24

Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, kemudian angkat kedua pahanya dan tarik kea rah
perut.
Tungkai bawah membentuk sudut 900 terhadap paha.
Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi.
Pasang selimut.
Tujuan:
Memudahkan pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vagina taucher, pemeriksaan rektum,
dan sistoscopy
Memudahkan pelaksanaan proses persalinan, operasi ambeien, pemasangan alat intra uterine
devices (IUD), dan lain-lain.
Indikasi:
Pada pemeriksaan genekologis
Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada uretra,
rektum, vagina dan kandung kemih.

Posisi Genu Pectoral


Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat
tidur. Dilakukan untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid dan untuk membantu merubah
letak kepala janin pada bayi yang sungsang.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada
kasur tempat tidur.

25

Pasang selimut pada pasien.

Tujuan:
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.
Indikasi:
Pasien hemorrhoid
Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.

Posisi Orthopenic
Posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang yang sejajar dada, seperti
pada meja.

Tujuan:
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang ekstrim dan tidak bisa
tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi sedang.

Indikasi:
Pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur terlentang.

Posisi Supinasi

26

Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik.
Tujuan:
Meningkatkan kenyamanan pasien
Memfasilitasi penyembuhan terutama pada pasien pembedahan atau dalam proses anestesi
tertentu.
Indikasi:
Paien dengan tindakan post anestesi atau pembedahan tertentu.
Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma.

Posisi Pronasi
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal. Masalah
yang terjadi pada posisi Pronasi (telungkup) adalah berikut ini:
Hiperekstensi leher.
Hiperekstensi spinal lumbal.
Plantarfleksi pergelangan kaki.
Titik penekanan di dagu, siku, pinggul, lutu, dan jari-jari kaki tidak terlindungi.
Tujuan:
Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang.
Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
Indikasi:
27

Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan.


Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung.

Posisi Lateral
Posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada
pada pinggul dan bahu. Masalah umum yang terjadi pada posisi Lateral (miring) adalah berikut
ini:
Fleksi lateral pada leher.
Lengkung tulang belakang keluar dari kesejajaran normal.
Persendian bahu dan pinggul berotasi dalam, adduksi, atau tidak disokong.
Kurangnya sokongan kaki.
Titik penekanan di telinga, tulang ilium, lutut, dan pergelangan kaki kurang terlindungi.
Tujuan:
Mempertahankan body aligment.
Mengurangi komplikasi akibat imobilisasi.
Menengkatkan rasa nyaman.
Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap.
Indikasi:
Pasien yang ingin beristirahat.
Pasien yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegic maupun para plegi.
Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama.
Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi.
28

Penderita yang mengalami penurunan kesadaran

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz A, 2009, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi
4, Vol 2, Jakarta: EGC.
www.referensionline.info/.../jurnal-tentang-pengaruh-latihan-range-of-motion.
http://www.scribd.com/doc/59935123/ROM-Range-Of-Motion.
http://www.scribd.com/doc/57173759/Mobilisasi-Dan-Posisi.

29

Anda mungkin juga menyukai