Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMERIKSAAN REPRODUKSI IVA


(Inspeksi Visual Asam Asetat)
Disusun untuk memenuhi tugas Sistem Reproduksi I yang diampu oleh
Wahyu Fuji Hariyani, SST, M. Kes

Disusun oleh:
Ahmad Taufik ()
Ardika Pramana Citra ()
Bayu Adi Prayogi ()
Dicky Zulkifli A. ()
Fia Herayanto ()
Koni Konsantia ()
Mufida ()
Muzayyinatul Azizah ()
Neni Nur Ruvaidhah ()
Rima Ambarwati (2016.02.072)
Sintia Taubatul Fitri ()
Siti Nur Indah Sari ()
Trendi Selly Setyo C. ()

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemeriksaan Reproduksi Iva (Inspeksi
Visual Asam Asetat)” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
supaya kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Banyuwangi, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu hal yang penting bagi manusia, tanpa kesehatan
manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan sehat menurut
World Helath Organization (WHO) merupakan suatu keadaan sejahtera meliputi
fisik, mental, dan sosial yang bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan
merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
secara sosial dan ekonomi (Maulana & Heri, 2009).
Hasil sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah
mencapai sekitar 237,6 juta jiwa (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional, 2011). Jumlah penduduk yang cukup besar tersebut harus diimbangi
pula dengan upaya peningkatan kualitas hidup penduduk. Penyebaran penduduk
yang belum merata, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang belum memadai,
menyebabkan masyarakat kurang mampu menjangkau tingkat kesehatan tertentu.
Salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian dalam masyarakat adalah
kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi menurut International Conference on
Population and Development (ICPD) (1994) dalam (Effendi & Makhfudli, 2009)
merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial dalam berbagai hal
yang berkaitan dengan fungsi, peran, dan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi
yang cukup mendapatkan perhatian yaitu kesehatan reproduksi pada wanita.
Banyak permasalahan yang menyangkut tentang kesehatan reproduksi, salah
satunya adalah kanker serviks yang merupakan jenis kanker pembunuh nomor dua
setelah kanker payudara pada wanita (Irianto, 2014).
Menurut (Sukaca, 2009), kanker serviks merupakan suatu jenis kanker yang
terjadi pada daerah leher rahim, yaitu bagian rahim yang terletak di bawah yang
membuka ke arah lubang vagina. Kanker ini disebabkan oleh infeksi Human
Papilloma Virus (HPV). Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian
kanker leher rahim tersebut antara lain paritas tinggi dengan jarak persalinan
pendek, melakukan hubungan seksual pada usia muda atau menikah di usia muda,
berganti-ganti pasangan seksual, perokok pasif dan aktif, penggunaan kontrasepsi
oral dalam jangka waktu yang lama lebih dari 5 tahun, penyakit menular seksual,
dan status ekonomi yang rendah (Irianto, 2014).
Salah satu faktor penyebab tingginya angka kejadian kanker serviks pada
wanita akibat rendahnya cakupan deteksi secara dini akibat kurangnya informasi
pada masyarakat. Deteksi dini pada kanker serviks ini merupakan sebuah
terobosan yang inovatif dalam kesehatan untuk mengurangi angka kematian dan
kesakitan akibat kanker tersebut (Departemen Kesehatan, 2008). Sebagian besar
wanita yang didiagnosis kanker leher rahim tidak melakukan skrinning test atau
menindak lanjuti setelah ditemukan hasil yang abnormal, selain itu biaya untuk
pemeriksaan dini kanker serviks tersebut tidak murah, sehingga keterlambatan
pemeriksaanpun terjadi akibat kurangnya pengetahuan pada masyarakat tentang
kanker serviks, sehingga kesadaran untuk melakukan deteksi dini kanker serviks
tidak dilaksanakan (Hananta, 2010).
Deteksi dini kanker pada leher rahim tersebut sangat penting dilakukan,
karena potensi kesembuhan akan sangat tinggi jika masih ditemukan pada tahap
prakanker (Mansjoer, 2007). Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan
program deteksi dini (skrinning) dan pemberian vaksinasi. Adanya program
deteksi dini di negara maju, angka kejadian kanker serviks dapat menurun
(Rasjidi, 2009). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut Rasjidi
(2009) antara lain dengan Pap Smear (mengambil lendir serviks untuk dilakukan
pemeriksaan di laboratorium), kolposkopi (pemeriksaan yang dilakukan dengan
menggunakan teropong), biopsy (pemeriksaan dengan mengambil sedikit jaringan
serviks yang dicurigai), dan IVA Test (Inspeksi Visual Asam Asetat).
Tes IVA adalah sebuah pemeriksaan skrinning pada kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo dan dapat dilihat dengan
pengamatan secara langsung (Nugroho, 2010). Berdasarkan hasil uji diagnostik,
pemeriksaan IVA memiliki sensitifitas 84%, spesifisitas 89%, nilai duga positif
87%, dan nilai duga negatif 88%, sedangkan pemeriksaan pap smear memiliki
sensitifitas 55%, spesifisitas 90%, nilai duga positif 84%, dan nilai duga negatif
69%, sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan IVA
lebih cepat memberikan hasil sensitivitas yang tinggi. Metode IVA ini merupakan
sebuah metode skrinning yang praktis dan murah, sehingga diharapkan temuan
kanker serviks dapat diketahui secara dini (Rasjidi, 2012). Penyebab yang menjadi
kendala pada wanita dalam melakukan deteksi dini kanker serviks adalah
keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurang pengetahuan, dan takut akan rasa
sakit serta keengganan karena malu saat dilakukannya pemeriksaan (Maharsie &
Indrawati, 2012). Kesadaran yang rendah pada masyarakat tersebut menjadi salah
satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian kanker leher
rahim di Indonesia.
Berdasarkan analisis paparan data di atas, pemeriksaan reproduksi IVA
menarik untuk dipelajari. Oleh karena itu, penyusun akan membahas pemeriksaan
reproduksi IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita?
1.2.2 Bagaimana pemeriksaan reproduksi IVA pada wanita?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.3.1 Mengetahui anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita
1.3.2 Mengetahui pemeriksaan reproduksi IVA pada wanita
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita

Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu:


alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.

1. Alat genitalia wanita bagian luar


Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

a. Mons veneris / Mons pubis


Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian
depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia
mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir
ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar
Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons
veneris.
2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar
sebasea(lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam
bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris
dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan
mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh
darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-
laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan
meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri
dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas,
dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan
mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan
mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di
keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di
bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di
antara fourchette dan himen.
2. Alat genitalia wanita bagian dalam
Gambar 2.2 Organ Interna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )
9

a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior
11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina
merupakan saluran muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani
dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina
terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah.
Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik
yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak
vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra,
fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan
lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan
tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor di
antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri
bila ditekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus
uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi,
corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang,
dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya
berhubungan dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus
disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus
tergantung dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm,
nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan
yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju
ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri
internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk lapisan
tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah
arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan sehingga saat
terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan demikian perdarahan dapat
terhenti.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya
bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum
yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri
histologikum (dimana terjadiperubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput
lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim
dan meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim
sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul,
ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum
rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii)
ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum
uterinum.
a) Ligamentum latum
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke
dinding panggul
(2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan
mengandung pembuluh darah limfe dan ureter
(3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)
(5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis
dan mencapai labia mayus
(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
(1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding
panggul
(2) Menggantung uterus ke dinding panggul
(3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii
proprium
c) Ligamentum kardinale machenrod
(1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul
(2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri
(3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus
d) Ligamentum sacro uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod
menuju os sacrum
e) Ligamentum vesika uterinum
(1) Dari uterus menuju ke kandung kemih
(2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan
5) Pembuluh darah uterus
a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding
lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar
endometrium membentuk arteri spinalis uteri
b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba
fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
6) Susunan saraf uterus
Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf simpatis
dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang terletak pada
pertemuan ligamentum sakro uterinum.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari
osteum tubae internum pada dinding rahim.
Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga
lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.
 Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari
osteum internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan
merupakan bagian yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang
disebut fimbriae tubae.
 Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Letak: Ovarium ke
arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe
b) Terdapat serat saraf
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar
ligamentum latum. Batasan parametrium:
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii
(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001)

2.2 Prosedur Pemeriksaan IVA

IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah suatu metode deteksi dini
terhadap lesi pra kanker dengan mengaplikasikan asam asetat 3-5 % pada daerah
sambungan skuamo kolumnar (SSK).
Manfaat dari IVA antara lain : memenuhi kriteria tes penapisan yang
baik, penilaian ganda untuk sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini
sebanding dengan Pap smear dan HPV atau kolposkopi. (FK.UI.,dll., 2007)

Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di


Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan diberbagai negara ,
agaknya metode IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) layak dipilih sebagai
metode pemeriksaan alternatif untuk kanker leher rahim. IVA (Inspeksi Visual
Asam Aseetat) mempunyai keunggulan diantaranya :

1. Mudah, praktis dan sangat mampu dilaksanakan.


2. Dapat dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan bukan Dokter Ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu.
3. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana.
4. Metode skrining IVA sesuai untuk pelayanan sederhana.

2.2.1 Prosedur Diagnosis IVA

A. Sasaran Tes IVA

Menjalani tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita


berusia 30 dan 45 tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara
wanita berusia antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia
dimana lesi pra-kanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun
lebih awal.

Sejumlah faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker


leher rahim, diantaranya sebagai berikut:

1. Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20)


2. Memiliki banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)
3. Riwayat pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), seperti Chlamydia
atau gonorrhea, dan khususnya HIV/AIDS
4. Ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim
5. Hasil Pap Smear sebelumnya yang tak normal
6. Merokok

Selain itu, ibu yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh


(misalnya, HIV/AIDS) atau mengunakan costicosteroid secara kronis
(mis.,pengobatan asma atau lupus) berisiko lebih tinggi terjadinya kanker leher
rahim jika mereka memiliki HPV. (FK.UI.,dll., 2007)

B. Waktu harus dilakukannya Tes IVA

Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk
saat menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska
keguguran. Tes tersebut dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau
diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk tiap hasil
tes, termasuk ketika konseling dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan
diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu tersebut (mis.,
kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun secara berkala atau 3/5 tahun paling
lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas seperti kapan dan dimana
pengobatan dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan
perlu merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.

C. Penilaian Klien

Pada saat melakukan pemeriksaan IVA tenaga kesehatan harus


menanyakan riwayat singkat kesehatan reproduksi klien, antara lain:

1. Riwayat menstruasi
2. Pola pendarahan (mis.; paska coitus atau mens tak teratur)
3. Paritas
4. Usia pertama kali berhubungan seksual
5. Penggunaan alat kontrasepsi

D. Peralatan dan Bahan Lain

IVA dapat dilakukan di klinik manapun yang mempunyai sarana sebagai


berikut ini:

1. Meja periksa
2. Sumber cahaya/lampu
3. Spekulum Bivalved (Cusco or Graves)
4. Rak atau wadah peralatan

Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di


tempat:

1. Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan


keputihan dari serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam
asetat ke leher rahim.
2. Sarung tangan periksa harus baru
3. Spatula kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina
jika menonjol melalui bilah spekulum.
4. Asam asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat (3-5%).

Untuk melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada


leher rahim. Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi
leher rahim (sel-sel epithel) dengan menghasilkan reaksi “acetowhite”. Pertama-
tama petugas melakukan menggunakan spekulum untuk memeriksa leher rahim,
lalu dibersihkan untuk menghilangkan keputihan, kemudian asam asetat dioleskan
secara merata pada serviks. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK
(sambungan skuamokolumner), sebagai sambungan antara epitel skuamous dan
epitel glanduler diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan acetowhite.
hasil tes (positif atau negatif) harus dibahas bersama ibu, dan pengobatan harus
diberikan setelah konseling, jika diperlukan dan tersedia.

Tabel 1. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis

KLASIFIKASINYA IVA TEMUAN KLINIS


Hasil test-positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite ,
biasanya dekat SSK (sambungan skuamokolumner)
Hasil tes negatif Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu,
ectopion, polyp, cervicitis, imflammation, nabothian
cyst
Kanker Massa mirip kembang kol atau bisul

2.2.2 SOP IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) menurut (Wijaya, 2010).

a. Persiapan Alat
1. Lampu yang terang untuk melihat serviks
2. Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
3. Handscoon
4. Meja genokologi
5. Lidi kapas
6. Asam asetat 3-5% / anggur putih (white vinegar)

Cara membuat asam asetat menurut Rasjidi (2010) :

a) Cuka dapur / asam asetat/ asam etanoat (mengandung asam


asetat 20%)
b) Asam asetat untuk IVA 3-5%
c) Membuat asam asetat 5% dengan cara mengambil 1 bagian
cuka dapur + 4 bagian air
d) Untuk membuat asam asetat 3% dengan cara mengambil 2
bagian cuka dapur + 11 bagian air
7. Larutan iodin lugol
8. Larutan klorin 0,5% untuk dekomentasi instrument
b. Tindakan
1. Menyambut ibu dan mengucapkan salam
2. Mempersilahkan ibu masuk dan duduk
3. Menanyakan nama ibu dan memperkenalkan diri
4. Menanyakan alasan ibu datang (keluhan ibu)
5. Memberitahu ibu akan dilakukan pemeriksaan IVA untuk
menindaklanjuti keluhan ibu
6. Menanyakan syarat untuk pemeriksaan IVA
a) Tidak melakukan hubungan seksual satu hari sebelumnya
b) Tidak menggunakan obat yang dimasukkan dalam vagina
c) Tidak sedang haid
7. Menjelaskan tujuan prosedur pelaksanaan IVA
8. Meminta persetujuan dari ibu untuk dilakukan tindakan
pemeriksaan
9. Mempersilahkan ibu untuk masuk dalam ruangan pemeriksaan
10. Tutup tirai untuk menjaga privasi ibu
11. Meminta ibu untuk mengosongkan kandung kemih
12. Meminta ibu untuk membuka pakaian bawah
13. Membantu ibu untuk tidur dalam posisi litotomi pada meja
genekologi
14. Memcuci tangan
15. Persiapan alat, buka tutup bak instrumen
16. Hidupkan lampu seret dan atur hingga cahaya tepat jatuh di vagina
ibu
17. Memakai handscoon
18. Lakukan vulva hygiene
19. Memasang spekulum dengan benar (tangan kanan memegang
spekulum, tangan kiri membuka labia minora, masukkan secara
miring dalam keadaan tertutup kemudian putar kembali 45 derajat
kearah bawah hingga menjadi melintang)
20. Buka spekulum pada tangkainya secara perlahan dan atur sampai
portio terlihat dengan jelas. (kunci spekulum dengan
mengencangkan bautnya kemudian tangan kiri memegang bagian
bawah spekulum)
21. Bersihkan portio ibu dengan kasa memakai tampon tam
22. Buang kasa pada bengkok, tampon tam dimasukkan pada larutan
klorin
23. Ambil lidi woten celupkan ke dalam asam asetat (3-5%)
24. Masukkan lidi woten kedalam vagina ibu sampai menyentuh portio
25. Oleskan lidi woten keseluruh portio (oleskan secara memutar 360
derajat searah jarum jam)
26. Buang lidi woten pada bengkok
27. Tunggu 30 detik hingga satu menit, lihat perubahan pada portio
28. Tutup kembali spekulum dengan mengendurkan bautnya, putar 45
derajat kearah kanan, tarik spekulum secara perlahan dan
masukkan pada larutan klorin
29. Memberitahu ibu bahwa pemeriksaan telah selesai
30. Lakukan evaluasi, dokumentasi
31. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
a) Jika terjadi perubahan warna pada portio, minta ibu untuk
datang lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut
b) Jika tidak ada perubahan, menganjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan alat kelaminnya

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan IVA


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mengetahui atau mendeteksi secara dini terhadap terjadinya kanker leher
rahim (kanker serviks) sangat penting dilakukan. Hal itu untuk meminimalisir
atau mencegah terjadinya perkembangan kanker serviks yang semakin parah
karena kanker serviks yang masih stadium awal biasanya tidak menunjukkan
gejala apapun. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam asetet) dan PAP SMEAR
merupakan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks, dimana kedua metode ini
bukan untuk menentukan diagnosis suatu penyakit, tetapi untuk mendeteksi
kelainan pada serviks sebelum kanker yang sesungguhnya tampak atau disebut
sebagai lesi pra kanker. Metode IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) layak
dipilih sebagai metode pemeriksaan alternatif untuk kanker leher rahim karena
mempunyai beberapa keunggulan diantaranya mudah, praktis dan sangat mampu
dilaksanakan; alat yang dibutuhkan sangat sederhana; dapat dilaksanakan oleh
Tenaga Kesehatan bukan Dokter Ginekologi, dan dapat dilakukan oleh bidan
disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu dll. Diharapkan dengan adanya
beberapa pemeriksaan deteksi dini kanker serviks tersebut dapat menekan dari
jumlah penderita kanker serviks karena dengan diketahui secara dini proses
pengobatannya akan semakin mudah dilakukan.

3.2 Saran

Untuk tenaga kesehatan, perlu dilakukan program penyuluhan atau health


education tentang kanker serviks pada masyarakat, tidak hanya bagi penderitanya
saja tetapi juga bagi yang tidak menderita kanker serviks, terutama di daerah
terpencil yang akses informasinya sulit terjangkau. Dengan begitu masyarakat
dapat mengetahui tentang bahaya dari kanker serviks dan masyarakat juga dapat
mencegah hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2011). Profil Hasil
Pendataan Keluarga Tahun 2010. Jakarta: BKKBN Direktorat Pelaporan
dan Statistik.
Departemen Kesehatan, R. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta:
Depkes RI Jakarta.
Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hananta, I. (2010). Epidemiologi Pencegahan Kanker Serviks dan Deteksi Dini.
Yogyakarta: Liberty.
Irianto, K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung: Alfabeta.
Maharsie, L., & Indrawati. (2012). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kanker
Serviks Dengan Keikutsertaan Ibu Melakukan IVA di Kelurahan Jebres
Surakarta. GASTER, Vol. 9(2), 46–54.
Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Maulana, & Heri. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Nugroho, T. (2010). Kasus Emergency Kebidanan. Yogyakarta: Medika.
Rasjidi, I. (2009). Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta:
Sagung Seto.
Rasjidi, I. (2012). Kanker Serviks dan Penanganannya. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sukaca, B. . (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Yogyakarta:
Genius Publisher.
Wijaya, D. S. (2010, JANUARI 10). STANDAR OPERASIOANL PROSEDUR
PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL
ASAM ASETAT). Retrieved Maret 26, 2019, from academia.edu:
https://www.academia.edu/31511474/STANDART_OPERASIONAL_PR
OSEDUR_PENATALAKSANAAN_PEMERIKSAAN_IVA_INSPEKSI_
VISUAL_ASAM_ASETAT_

Anda mungkin juga menyukai