Pembimbing :
dr. Teguh Manulima, Sp. BS
Disusun Oleh:
Ainul Mardliyah
G4A015021
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Pembimbing,
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan presentasi kasus dengan judul
Hidrocephalus Non Komunikan e.c Intracerebral Hemorrhage dengan
Hipertensi. Tujuan penulisan laporan presentasi kasus ini ialah untuk materi
pembelajaran dan memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di
bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Teguh Manulima, Sp.BS selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan pada laporan presentasi kasus ini.
2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan presentasi kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan
presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat
kekurangan. Penulis berharap semoga laporan presentasi kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kedokteran.
Penyusun
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Tn. S
No.CM : 00267525
Usia : 77 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : tidak bekerja
Alamat : Bumireja 01/03
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal/Jam Masuk : Rabu, 5 Oktober 2016/ Pukul 11.00 WIB
Tanggal/Jam Anamnesa : Senin, 10 Oktober 2016/ Pukul 14.00WIB
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pusing
2. Keluhan Tambahan
Muntah, lemah, dan pelo.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto pada hari Rabu, 5 Oktober 2016 pukul 11.00 WIB. Pasien
merupakan pasien rujukan dari RS. DKT dengan keluhan pusing, muntah,
lemah, dan pelo.
Pada awalnya pasien merasa pusing dan lemah sehingga dibawa ke
puskesmas, dirawat selama 4 hari akan tetapi keluhan tidak membaik
sehingga dirujuk ke RS DKT. Selama 3 hari dirawat di RS DKT keluhan
juga tidak membaik sehingga dirujuk ke RS Margono Soekarjo.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit jantung : disangkal
2. Alergi : makanan (+) tongkol, obat (-)
3. Penyakit diabetes melitus : disangkal
4. Penyakit hipertensi : (+) rutin minum obat
5. Riwayat trauma kepala : disangkal
6. Riwayat batuk lama : disangkal
7. Riwayat stroke : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Penyakit jantung : disangkal
2. Penyakit diabetes melitus : disangkal
3. Penyakit ginjal : disangkal
4. Penyakit hipertensi : disangkal
5. Penyakit bronkhitis : disangkal
6. Penyakit stroke : disangkal
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)
5. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+), kekuatan
motorik (5/5)
Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+), kekuatan
motorik (5/5)
6. Pemeriksaan neurologis
Mulut : merot (-), pelo (+)
Sistem Motorik
Trofi : eutrofi
Tonus : normotonus
Reflek Fisiologi : Superior +/+, inferior +/+
Reflek Patologi : Superior -/-, inferior -/-
D. Diagnosis Banding
1. Stroke Hemoragi
2. Stroke Non-Hemoragi
3. Space occupying lesion (SOL)
4. Hipertensi
E. Pemeriksaan Tambahan
1. CT Scan Kepala
F. Diagnosis Kerja
Hidrocephalus Non Komunikan e.c Intracerebral Hemorrhage dengan
Hipertensi
G. Terapi
Instruksi tanggal 5 Oktober 2016
1. Edukasi keluarga untuk pro-operasi
2. IVFD NaCl 2lt/hari
3. IVFD Manitol 6x 100
4. PCT 3x500 tab
5. Glaukon 3x250 mg
6. Lab lengkap persiapan operasi
H. Follow up Pasien
Tabel 1. Follow Up Pasien
Waktu Keluhan dan Pemeriksaan fisik
S : Pusing, lemah, pelo, muntah (-)
O: GCS E3M6V4
TD: 170/100mmHg, N: 80x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,4oC
Kepala : mesocephal, simetris, jejas (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek
cahaya +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : deformitas os nasal (-), rhinorhea (-/-)
Telinga : othorhea (-/-)
Mulut : merot (-), pelo (+)
10 Oktober
Kekuatan motorik :
2016
Superior: 5/5, Inferior : 5/5
A: Hidrocephalus Non Komunikan e.c Intracerebral
Hemorrhage dengan Hipertensi
P: NaCl 2000 cc / 24 jam
Manitol 6x100
Glaukon 4x500
Metoklopramide 2x1 mg
Bed rest
Head up 30o
S : Pusing, lemah, pelo, muntah (-)
O: GCS E3M6V4
TD: 150/100cmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,7oC
Kepala : mesocephal, simetris, jejas (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek
cahaya +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : deformitas os nasal (-), rhinorhea (-/-)
Telinga : othorhea (-/-)
Mulut : merot (-), pelo (+)
Kekuatan motorik :
11 Oktober
Superior: 5/5, Inferior : 5/5
2016
A: Hidrocephalus Non Komunikan e.c Intracerebral
Hemorrhage dengan Hipertensi
P: NaCl 1500 cc / 24 jam
Manitol 2x100
Glaukon 4x500
Metoklopramide 2x1 mg
Bed rest
Head up 30o
Talak cardio: Amlodipine 1x5 mg, Valsartan 1x80 mg
A. Definisi
Stroke merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak, ditandai dengan adanya defisinsi neurologis fokal maupun global
yang berlangsung >24jam yang hanya disebabkan gangguan vascular (WHO,
2013).
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh intracerebral hemorrhage
merupakan adanya gejala klinis disfungsi neurologis yang berhubungan
dengan adanya focal darah didalam parenkim atau sistem ventricular yang
tidak disebabkan oleh trauma (ASA, 2013)
B. Epidemiologi
C. Faktor Risiko
D. Klasifikasi
1. Anamnesis
b. Pemeriksaan generalis
1) kepala : +/-jejas
2) mata : +/- hematom; +/- palpebra hematom; reflex cahaya
3) maxilla: +/- krepitasi maxilla; +/- floating maxilla
4) mandibula: +/- unstable mandibula
5) nasal : +/- deformitas os nasal.
6) pemeriksaan leher dan thorax : +/- jejas
7) pemeriksaan abdomen
8) pemeriksaan ekstremitas superior & inferior : kekuatan motorik
9) pemeriksaan neurologis : reflex fisiologis maupun patologis
Status Pemeriksaan Bedah Saraf
a. GCS
b. Reflek cahaya, pupil isokor/anisokor
c. Bloody Rhinorhea
d. Bloody Othorhea
e. Brill Hematoma
f. Battle Sign
3. Pemeriksaan Penunjang (PERDOSSI, 2006)
a. Pemeriksaan Laboratorium
di fossa posterior atau batang otak. Namun, MRI tidak sensitif seperti
1) Mata hanya membuka bila ada rangsang sakit (nilai GCS 12).
penetrasi.
defsit neurologis.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ICH terdiri dari beberapa hal, yaitu (Sahni, R et al,
2007):
1. Manajemen akut
ICH merupakan keadaan darurat neurologis dan manajemen awal harus
fokus pada penilaian jalan napas pasien, bernapas kapasitas, tekanan
darah dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Pasien harus
diintubasi tergantung pada risiko aspirasi, ventilasi kegagalan (PaO2<60
mmHg atau pCO2>50 mmHg), dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). langkah-langkah darurat untuk mengontrol TIK yang
tepat untuk pasien stupor atau koma, atau dengan tanda-tanda klinis dari
batang otak herniasi yaitu elevasi kepala 30 derajat, berikan manitol 20%
1,0-1,5 g / kg dengan infus cepat, dan pasien harus hiperventilasi dengan
target pCO2 30-35 mm Hg. Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk
mengurangi TIK sesegera mungkin sebelum dilakukan tindakan
pembedahan. Pasien dengan riwayat trauma perhatikan adanya laserasi,
fraktur tulang, stabilisasi tulang cervical.
2. Stabilisasi tekanan darah
Tekanan darah tinggi terlihat pada 46 -56% dari pasien dengan ICH.
Tidak diketahui jika tekanan darah tinggi secara langsung menyebabkan
perluasan hematoma, namun penelitian telah menunjukkan sistolik,
diastolik, dan berarti tekanan arteri berhubungan dengan prognosis yang
buruk di ICH (Vemmos et al, 2004).
Namun, pengobatan hipertensi pada pasien dengan ICH yang terlalu
agresif dapat menurunkan tekanan perfusi otak dan secara teoritis
memperburuk cedera otak. Pedoman untuk pengelolaan perdarahan
intraserebral dianjurkan untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata
kurang dari 130 mmHg pada pasien dengan riwayat hipertensi. Pada
pasien dengan peningkatan TIK yang memiliki monitor TIK, tekanan
perfusi serebral (MAP-TIK) harus dipertahankan pada 70 mm Hg.
4. Management TIK
Peningkatan TIK yaitu TIK >20 mmHg selama lebih dari 5 menit. volume
besar ICH sering dikaitkan dengan perubahan TIK. Masalah ini dapat
diperburuk oleh perdarahan intraventrikular, yang mengarah ke
hidrosefalus obstruktif akut. Tujuan terapi pengobatan TIK adalah untuk
mempertahankan TIK 20 mmHg dengan mempertahankan tekanan perfusi
serebral 70 mmHg. Ketika TIK dipantau, gunakan standar dari hasil
algoritma manajemen untuk kontrol yang lebih baik, kurang gangguan,
dan durasi terpendek terapi. Awalnya, peningkatan akut dan berkelanjutan
dalam peningkatanTIK harus segera dilakukan CT ulang untuk menilai
kebutuhan pembedahan. Obat penenang intravena : propofol (0,6-6,0 mg /
kg / h) atau fentanil (0,5-3,0 g / kg / h) harus diberikan kepada pasien
gelisah untuk mencapai keadaan stasioner. Selanjutnya, pengobatan harus
diarahkan untuk mengendalikan tekanan darah dengan vasopressor seperti
dopamin dan phenylephrine jika CPP <70 mmHg atau agen antihipertensi
jika CPP adalah >70 mmHg. Jika TIK tidak memberi respon terhadap obat
sedasi dan pengelolaan perfusi serebral, pertimbangkan agen osmotik dan
hiperventilasi. Agen osmotik yang sering digunakan: manitol, gliserol dan
sorbitol, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan karakteristik.
Sorbitol dan gliserol dimetabolisme oleh hati dan mengganggu
metabolisme glukosa. Namun, sorbitol jarang digunakan karena waktu
paruh pendek dan penetrasi rendah ke cairan serebrospinal (CSF). Gliserol
memiliki paruh kurang dari satu jam, tetapi memasuki cairan serebrospinal
paling baik. Manitol umumnya digunakan karena dimetabolisme oleh
ginjal, memiliki waktu paruh hingga 4 jam, dan mencapai konsentrasi
dalam CSF.
Ventrikel drain digunakan pada pasien dengan atau berisiko hidrosefalus.
Volume IVH sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada 30 hari
pertama. Studi awal dengan urokinase, menyarankan penggunaan
trombolisis secara intraventrikular dalam waktu 72 jam dapat membantu
mengalirkan darah yang mengisi ventrikel, mempercepat resolusi
gumpalan dan mengurangi mortalitas dalam 30 hari akan tetapi hal ini
masih dalam masa percobaan.
5. Antikonvulsan
Risiko kejang dalam 30 hari pada pasien ICH adalah 8%. Kejang terjadi
paling sering pada awal perdarahan dan bahkan mungkin merupakan
gejala yang paling mencolok. Meskipun belum terdapat uji coba
antiepilepsi profilaksis pada pasien ICH, ASA menyarankan terapi
antiepilepsi profilaksis dapat dipertimbangkan untuk 1 bulan pada pasien
dengan perdarahan intraserebral dan berhenti jika tidak ada kejang. Dapat
digunakan lorazepam intravena (0,05-0,10 mg / kg) diikuti dengan dosis
intravena fenitoin atau fosphenytoin (15-20 mg / kg), asam valproik (15-45
mg / kg), atau fenobarbital (15 - 20 mg / kg) pada manajemen awal.
6. kontrol demam
Demam setelah ICH adalah umum dan harus ditangani secara agresif
karena secara berkaitan dengan prognosis yang buruk. Demam
berkepanjangan lebih dari 38,3 C (101,0 F) harus diberikan
acetaminophen dan pendinginan selimut. Pasien harus diperiksa secara
fisik dan harus menjalani laboratorium atau tes imaging untuk menentukan
sumber infeksi. demam neurogenik adalah diagnosis eksklusi dan dapat
dilihat ketika darah meluas ke subarachnoid atau intraventrikular. pasien
perdarahan intraserebral dengan demam persisten yang refrakter terhadap
asetaminofen dan tidak ada penyebab infeksi mungkin memerlukan
perangkat pendinginan untuk menjadi Normothermic. sistem pendinginan
permukaan perekat dan kateter endovascular thermal lebih baik dalam
menjaga normothermia dari pengobatan konvensional. Namun, masih
belum jelas apakah pemeliharaan normothermia akan meningkatkan hasil
klinis.
7. Profilaksis trombosis vena
keadaan immobile karena paresis merupakan faktor predisposisi pasien
ICH mengalami trombosis vena dan emboli paru Heparin dosis rendah
pada hari ke-2 dapat mencegah komplikasi pada pasien ICH tsecara
signifikan mengurangi kejadian emboli paru.
8. Pembedahan
a. Indikasi Operasi
Indikasi operasi antara lain :
1) Lesi dengan efek desak ruang yang jelas, edema, atau midline
shifting pada radiologis dengan ancaman terjadinya herniasi.
2) Lesi Intracerebral dengan gejala deficit neurologis seperti penurunan
kesadaran, hemiparese, afasia, yang disebabkan peningkatan tekanan
intracerebral khususnya oleh hematom intraserebral.
3) Volume hematom :
< 10cc tidak significan untuk dilakukan operasi
>30cc kandidat operasi dengan deficit neurologis yang
menyertai
>85cc memiliki outcome yang buruk meski di operasi
4) Lokasi dipermukaan akan memiliki prognosa yang lebih baik
dibandingkan lokasi yang dalam. Pada lobar hematom perdarahan
berada pada tepi jaringan otak sehingga merupakan kandidat yang
baik untuk dilakukan operasi. Perdarahan dengan lokasi di
cerebellum memiliki beberapa catatan khusus yaitu :
GCS 14 dan diameter hematom 2 cm : konservatif
GCS 13 atau diameter hematom >2 cm perlu dilakukan
evakuasi hematom
Pasien dengan penekanan batang otak : konservatif
5) Usia pasien muda memiliki prognosa yang lebih baik dibandingkan
usia lanjut. Ada beberapa perbedaan parameter usia yang dapat
dijadikan patokan. Factor usia ini memiliki kontribusi karena otak
pada usia muda memiliki daya akomodasi yang lebih baik terhadap
adanya masa bekuan darah dibandingkan usia tua atau dengan atrofi
serebri.
b. Tindakan Operasi
1) Craniotomy Decompresi
Operasi dilakukan dengan membuka tulang kepala secara lebar sebagai
upaya memberikan space bagi jaringan otak yang bengkak dan tekanan
intracerebral yang tinggi. Tindakan ini biasanya dilanjutkan dengan
duraplasty yaitu membuka durameter sebagai selaput yang membatasi otak
dan memberikan penutup tambahan sebagai cadangan bila otak
membengkak beberapa hari pasca onset.
Pada operasi ini dilakukan juga evakuasi hematom dengan teknik micro.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop khusus
sehingga perlukaan pada jaringan otak dapat dibatasi seminimal mungkin
tetapi evakuasi hematom tetap dapat optimal. Penggunaan tehnik micro ini
juga mengurangi resiko deficit neurologis pasca operasi akibat tindakan
operasi.
Pada operasi kraniotomy tulang tengkorak tidak langsung dikembalikan ke
posisi semula akan tetapi disimpan cara khusus dan steril. Tujuannya
adalah untuk memberikan cadangan ruang bagi otak yang akan
membengkak pada beberapa hari pertama pasca serangan stroke.
Selanjutnya 1-3 bulan kemudian dapat dilakukan kembali pengembalian
tulang melalui operasi kranioplasty.
2) Eksternal Ventrikular drainage
Operasi ini adalah mengeluarkan hematom yang berada pada
intraventrikel. Pada kasus intracerebral hemoragik sering kali disertai
adanya intraventrikular hemorragik yang berakibat terjadinya sumbatan
aliran liquor ke spinal. Efek sekundernya adalah hidrosefalus obstruktif
dan mengancam jiwa pasien. Pada kondisi seperti ini operasi external
ventricular drainage sangat membantu mengurangi efek hidrosefalus
sekaligus mengeluarkan hematom yang ada didalam ventrikel.
3) Clipping Aneurisma
Tindakan clipping dilakukan pada kasus intracerebral hemorrhage yang
telah ditangani dengan DSA dan embolisasi akan tetapi masih belum
optimal misalnya pada giant aneurisma. Sebagai upaya tambahan
mencegah terjadinya rebleeding perlu dilakukan clipping dan evakuasi
hematom.
H. Prognosis
Angka mortalitas ICH yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah gejala
awal mencapai angka 50% pada semua kasus mortalitas ICH. Angka
mortalitas mendekati 50% pada 30 hari kemudian. Faktor yang terkait dengan
prognosis yang buruk meliputi volume ukuran hematoma (> 30 ml), lokasi
fossa posterior, usia lanjut, mean arterial pressure (MAP)> 130 mmHg dan
skor GCS 3 pada saat pertama mendapat fasilitas kesehatan. Faktor yang
sama juga merupakan prediktor paling kuat dari mortalitas 30 hari kemudian.
Perluasan hematoma juga terbukti menjadi prediktor independen dari
penurunan fungsional neurologis dan mortalitas. ICH dan skor FUNC adalah
dua skala penilaian klinis yang digunakan untuk memprediksi prognosis
pasien dengan stroke hemoragik.
Skor FUNC menilai risiko cacat fungsional pada 90 hari pasca stroke.
Skor FUNC berkisar dari nol sampai sebelas oleh volume, usia, ICH, letak
ICH, skor GCS dan gangguan kognitif pra-ICH. Skor yang lebih besar
memiliki prognosis fungsional yang lebih baik. Menurut Rost et al. (2008),
tidak ada pasien dengan skor 4 FUNC memiliki prognosis fungsional baik
dan lebih dari 80% dengan skor FUNC maksimal 11 dapat memiliki
prognosis yang baik dalam 90 hari. Akan tetapi skor FUNC memiliki batasan
yaitu bahwa hanya skor yang benar-benar rendah/tinggi yang berguna secara
klinis, pada mid-range skor prediktif valuenya rendah.
Meskipun skor prediksi sementara nilai prognostik adalah alat penting di
rumah sakit, AHA merekomendasikan perawatan yang komprehensif yang
cepat dan agresif saat onset ICH terjadi (Magistris, F et al, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Sutherland GR, Auer RN. 2006. Primary intracerebal hemorrhage. Review article.
J Clin Neuroscience
Canhoe P, Ferro JM. 2005. Causes And Predictors of Death in Cerebral Venous
Thrombosis. Clinical review. Stroke