Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN TBC

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1:


Anisa
Fifin Hartiwi
Hermin Wiratwati
Rifa Mustika
Tuti Ningsih
Wahyu Edy Yuwangga
Yudi Nugroho Pratama
Yuni Dwi Sartika

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan sykur kami haturkan ke Hadirat Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “ Asuhan keperawatan Ibu Hamil Dengan TBC”.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah


maternitas II.Kami menyadari keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya dari tenaga kesehatan lainnya.

Balikpapan, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan umum dan khusus.............................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Sistem pernapasan pada ibu hamil...................................................................
B. Pengertia tuberculosis paru..............................................................................
C. Etiologi.............................................................................................................
D. Patofisiologi.....................................................................................................
E. Manifestasi klinis.............................................................................................
F. Pemeriksaan diagnostik....................................................................................
G. Asuhan keperawatan........................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Gambaran kasus...........................................................................................
B. Analisa data..................................................................................................
C. Diagnosa keperawatan.................................................................................
D. Intervensi keperawatan................................................................................
E. Implementasi keperawatan...........................................................................
F. Evaluasi keerawatan.....................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkolusis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke
dalam jaringan paru melalui airbone infection.
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia,
demikian juga tuberkulosis pada kehamilan. Insidens TBC pada kehamilan
adalah 1/10.000 kehamilan.Penelitian pada tahun 1985-1990 di New York,
memperlihatkan insidens TBC pada kehamilan adalah 12 kasus per 100.000
kelahiran dan pada tahun 1991-1992 insidens meningkat menjadi 95 kasus per
100.000 kelahiran. Penelitian di London tahun 1997-2001, menunjukkan 32
wanita hamil menderita TBC, dengan insidens 252/100.000 kelahiran. Lima
puluh tiga persen didiagnosis sebagai TBC ekstrapulmonal, 38% TBC
pulmonal dan 9% TBC ekstra dan intra pulmonal.
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di
dunia setelah cina dan india berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985
dan survei kesehatan nasional 2001 TB menempati rangking no 3 sebagai
penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan data tersebut, banyak diantanya yang terserang adalah
wanita yang berpotensi hamil. Sehingga menimbulkan banyak pertanyaan
akan perkembangan serta keselamatan janin yang dikandungnya.Faktor lain
yang berperan adalah pemberian regimen terapi yang tepat. Risiko yang
dihadapi oleh ibu dan janin lebih besar bila tidak mendapatkan pengobatan
TBC dibandingkan risiko pengobatan itu sendiri. Pemberian regimen
kemoterapi yang tepat dan adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu,
mengurangi efek samping obat anti tuberculosis (OAT) terhadap janin dan
mencegah infeksi yang terjadi pada bayi yang baru lahir.

1
Maka dari itu, sesuai kasus yang diberikan oleh dosen pembimbing,
penulis berusaha menguraikan tentang kaitan antara penyakit TB paru dengan
kondisi ibu yang sedang hamil (antenatal).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil
dengan TB paru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perubahan pernapasan pada kehamilan

b. Menjelaskan pengertian dari tuberculosis paru

c. Mengetahui etiologi dari tuberkolosis

d. Mengetahui manifestasi klinis daru tuberkolosis

e. Mengetahui patofisiologi dari tuberkolosis pada antenatal

f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari tuberculosis paru

g. Mengetahui efek tuberculosis pada ibu hamil

h. Mengetahui asuhan keperawatan tuberkolosis pada masa antenatal

i. Mengetahui pencegahan tuberculosis paru pada ibu hamil.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Sistem Pernapasan Pada Kehamilan


1. Fungsi Paru
Wanita hamil bernapas lebih dalam (meningkatkan volume tidal,
volume gas bergerak masuk atau keluar traktus respiratorius padasetiap
tarikan napas), tetapi frekuensi napasnya hanya sedikit meningkat (kira-kira
dua kali bernapas dalam satu menit). Peningkatan volume tidal pernapasan,
yang berhubungan dengan frekuensi napas normal, menyebabkan peningkatan
volume napas satu menit sekitar 26%. Peningkatan volume napas satu menit
disebut hiperventilasi kehamilan, yang menyebabkan konsentrasi karbon
dioksida di alveoli menurun. Peningkatan kadar progesteron tampaknya
menyebabkan hiperventilasi kehamilan karena hiperventilasi terjadi pada pria
yang diberi progesteron (Scott, dkk., 1990).

Selama masa hamil, perubahan pada pusat pernapasan menyebabkan


penurunan ambang karbon dioksida. Progesteron dan estrogen diduga
menyebabkan peningkatan sensitivitas pusat pernapasan terhadap karbon
dioksida. Selain itu, kesadaran wanita hamil akan kebutuhan napas meningkat.
Beberapa wanita mengeluh mengalami dispnea saat istirahat.

Walaupun fungsi paru tidak terganggu oleh kehamilan, penyakit


traktus pernapasan dapat menjadi lebih berat selama masa hamil
(Cunningham, dkk., 1993). Salah satu faktor yang penting ialah peningkatan
kebutuhan oksigen.

Pada awal kehamilan dan dengan demikian bukan di sebabkan oleh


uterus, diafragma terdorong keatas sebanyak 4 cm. Gerakan respirasi
diafragma meningkat dan terjadi peningkatan iga bagian bawah sternal dari
68° pada awal kehamilan menjadi 103° pada akhir kehamilan. Peningkatan

3
kompensatorik garis tengah toraks sebesar 2 cm ini berarti volume rongga
toraks hampir sama dengan keadaan sebelum hamil. Diafragma melakukan
sebagian besar kerja respirasi, bernafas lebih bersifat torakalis daripada
abdominalis. Pengaruh hormon menyebabkan otot dan tulang rawan di regio
toraks melemas sehingga toraks melebar. Penurunan compliance dinding
toraks menyebabkan dinding toraks dapat bergerak semakin kedalam sehingga
udara yang terperangkap lebih sedikit dan volume residua menurun.
Progesteron menurunkan kepekaan kemoreseptor periver dan sentral untuk
karbon dioksida. Hal ini berarti dorongan pernafasan terpicu pada kadar
karbondioksida yang lebih rendah sehingga wanita hamil bernafas lebih
dalam. Seiring dengan peningkatan kadar progesterone selama kehamilan,
peningkatan responsivitas terhadap PCO2 menyebabkan tidal volume dan
dengan demikian, volume permenit meningkat. Oleh karena itu, hiperventilasi
peningkatan volume alun merupakan hal normal pada kehamilan. Konsumsi
oksigen meningkat,tetapi tekanan oksigen arteri tidak berubah.

Pada kehamilan,frekuensi pernapasan tidak berubah tetapi ventilasi per


menit meningkat 40 % karena volume alun nafas meningkat. Hal ini sudah
mulai tampak disini kehamilan 7 minggu. Hiperventilasi ini melebihi
peningkatan konsumsi oksigen. Efisiensi pertukaran gas di alviolus sangat
meningkat apabilaa yang meningkat volume alun napas dibandingkan dengan
frekuensi pernapasan.Ventialis alviolus semakin ditingkatkan oleh
berkurangnya volume residual.Sekitar 150 ml udara inspirasi tetap berada
disaluran napas atas dan tidak terjadi pertukaran gas.Walaupun pada
kehamilan ruang mati meningkat sebwsar sekitar 60 ml karena dilatasi
bronkiolus halus,ventilasi alviolus netto meningkat.Peningkatan volume alun
napas berati kapasitas resudual fungsional berkurang sehingga lebih banyak
udara segar yang bercampur dengan volume udara sisa yang jumlah semakin
berkurang yang tertinggal di paru.Dengan demikian,ventilasi alveolus pada
kehamilan meningkat sekitar 70% yang menyebabkan peningkatan efesiensi

4
pencampuran gas sehingga pertukaran gas menjadi lebih mudah
karenagradien difusi meningkat. Peningkatan gradien konsentrasi karbon
dioksida antara darah ibu dan janin membantu penyaluran karbon dioksida
menembus plasenta dan mungkin penting pada keadaan yang merugikan.
Progesteron meningkatkan kadar karbonat anhidrase di sel darah merah
sehingga efisiensi pemindahan karbon dioksida semakin tinggi .Tekanan
parsial oksigen pada ibu sedikit meningkat dari 90-100 menjadi 101-106
mmHg dan kadar karbon dioksida menurun dari 35-40 mmHg menjadi 26-34
mmHg.peningkatan ringan PO2 tidak banyak berefek pada saturasi
hemoglobin.Namun,postur memengaruhi kadar oksigen alveolus posisi
terlentang pada akhir kehamilan menyebabkan tekanan oksigen alveolus
menurun dibandingakan dengan posisi duduk. Perubahan oksigenasi alveolus
ini mungkin kurang bermakna bagi janin walaupun mungkin dapat menjasi
kompensasi apabila ibu berada di tempat tinggi. Perjalanan udara dikaitkan
dengan peningkatan dispnea dan frekuensi pernapasa. Penurunan kadar
karbon dioksida pada kehamilan menyebabkan alkalosis respiratorik ringan.
Perubahan pH memengaruhi kadar kation dalam darah, misalnya natrium,
kalium, dan kalsium, yang membantu pemindahan melalui plasenta dan
meningkatkan pnyediaan bagi prtumbuhan janin. Terjadi kompensasi
metabolik berupa peningkatan ekskresi ion bikarbonat oleh ginjal. Penurunan
bikarbonat serum menyebabkan pH ibu meningkat ke batas atas rentang
fisiologis dari 7,40 menjadi 7,45. Dengan demikian kemampuan ibu untuk
mengompensasi asidosis metabolik menurun, yang mungkin menimbulkan
masalah pada persalinan lama atau apabila terjadi penurunan perfusi
jaringan.Progesteron memiliki efek lokal pada tonus otot polos jalan napas
dan pembuluh darah paru. Kapasitas difusi adalah tingkat kemudahan gas
menembus membran paru. Pada awal kehamilan, kapasitas difusi menurun
mungkin karena efek estrogen pada komposisi mukopolisakarida dinding
kapiler, yang meningkatkan jarak temouh difusi (de swiet, 1998b). Efek ini
mungkin berlangsung selama beberapa bulan setelah persalinan. Peningkatan

5
retensi air di jaringan paru juga mengakibatkan penurunan kapasitas difusi.
Terjadi peningkatan closing volume yang mengisyaratkan diameter saluran
napas kecil berkurang; hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan cairan
paru. Penurunan efisiensi pemindahan gas di paru dikompensasi secara parsial
oleh relaksasi otot polos bronkiolus yang dipicu oleh progesteron, yang
menurunkan resistensi saluran napas. Penurunan resistensi saluran napas
berarti aliran udara meningkat. Prostaglandin juga memengaruhi otot polos
bronkiolus. Prostaglandin F2α , yang meningkat sepanjang kehamilan, adalah
konstriktor otot polos; prostaglandin E1 dan E2, yang meningkat pada
trimester ketiga, merupakan dilator otot polos. Bagaimana mereka
memengaruhi efisiensi pernapasan pada kehamilan masih belumlah jelas,
walaupun apabila digunakan untuk menginduksi abortus terapetik
prostaglandin F2α dapat menyebabkan asma pada Wanita yang rentan
(kreisman, van de weil, & mitchell, 1975). Usaha/kerja bernapas mungkin
tidak berubah karna penurunan resissistensi jalan napas mengompensasi
kongesti di kapiler dinding bronkus.

Banyak wanita hamil mengalami dispnea, yang menimbulkan rasa


tidak nyaman dan kecemasan, sering pada awal kehamilan sebelum terjadi
perubahan dalam tekanan intraabdomen. Hal ini berkaitan berat dengan PCO2
dan mungkin disebabkan oleh hiperventilasi (de swiet, 1998b).

Kapiler disaluran napas atas mengalami pembengkakan, yang dapat


menimbulkan kesulitan bernapas melalui hidung dan memperparah infeksi
saluran napas. Perubahan laring dan edema pita suara yang disebabkan oleh
dilatasi vaskular dapat menyebabkan suara serak dan lebih berat, serta batuk
menetap. Pada kasus yang berat, perubahan berupa penebalan laring dapat
menyebabkan penyulit apabila akan dilakukan intubasi, misalnya pada
anestesia. Pada kehamilan, volume ekspirasi paksa pada 1 detik dan laju arus
puncak biasanya tidak terpengruh.

6
2. Volume dan kapasitas paru

Parameter Definisi Rentang normal Perubahan pada kehamilan :

a. Volume alun napas (tidal volume, TV) Volume bernapas normal saat istirahat
500 ml Meningkat sampai 150-200 ml (25-40%) 75 % meningkat pada
trimester pertama

b. Frekuensi pernapasan (respiratory rate, RR) Jumlah pernapasan permenit 12


kali/menit Tidak berubah/sedikit meningkat menjadi 15 kali/menit
Volume per menit (minute volume, MV) Udara total yang dihirup dalam satu
menit pernapasa (= TV x RR) 6000 ml/menit 6,5 l/menit Meningkat sekitar
40% 10 l/menit

c. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV) Volume udara


yang dapat diinspirasi di atas volume alun napas 3100 ml Tidak berubah

d. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume, ERV) Volume gas


yang dapat di ekspirasi selain volume alun napas 1200 ml Menurun secara
progresif dari awal kehamilan menjadi sekitar 1100 ml

e. Volume residual (residual volume, RV) Voleme gas yang tertinggal di paru
setelah ekspirasi maksimum 1200 ml Menurun secara prgresif

f. Kapasitas paru total (total lung capacity. TLC) Volume maksimum paru
(=TV +IRV+ ERV+ruang mati) 6000 ml Tidak berubah
Kapasitas vital (vital capacity, VC) Volume total gas yang dapat masuk-keluar
paru (= TLC – volume volume residual) 4800 ml Meningkat 100-200 ml pada
akhir kehamilan tidak jelas pada wanita gemuktidak berubah
Kapasitas inspirasi Kemampuan inspirasi total paru (= IRC+TV) 2200 ml
Meningkat menjadi sekitar 2500 ml pada aterm

7
g. Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity, FRC) Volume gas
yang tertinggal di paru setelah bernapas biasa (=ERV+RV) 2800 ml Menurun
secara progresif menjadi 2300 ml – meningkatkan efisiensi pencampuran

h. Volume residual (residual volume, RV) Volume gas yang tertinggal setelah
ekspirasi maksimum (= FRC-ERV) 2400 ml Ruang mati fisiologis Meningkat
sekitar 60 ml Ventilasi alveolus Perbedaan antara TV dan volume ruang mati
fisiologis Meningkat

3. Perubahan Sistem Pernapasan Pada Masa Kehamilan


a) Trimester I

Kebutuhan oksigen meningkat sampai 20%, selain itu diafragma


juga terdorong terjadi hiperventilasi dangkal (20-24x/menit) akibat
kompliansi dada (chest compliance) menurun. Volume tidal meningkat.
Volume residu paru (functional residual capacity) menurun. Kapasitas
vital menurun
Adaptasi ventilasi dan structural selama masa hamil bertujuan
menyediakan kebutuhan ibu dan janin. Kebutuhan oksigen ibu meningkat
sebagai respon terhadap percepatan laju metabolic dan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Janin membutuhkan
oksigen dan suatu cara untuk memebuang karbondioksida.
Peningkatan kadar estrogen menyebabkan ligamentum pada
kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada meningkat.

b) Trisemester II
Selama periode kehamilan, sistem respirasi berubah, hal ini terjadi
karena kebutuhan O2 semakin meningkat. Disamping itu terjadi pula
desakan diafragma karena dorongan rahim. Ibu hamil bernapas lebih
dalam sekitar 20-25% dari biasanya. Ibu hamil dapat merasa lelah karena
kerja jantung dan paru-paru menjadi lebih berat. Penurunan adanya

8
penekanan CO2 seorang wanita hamil sering mengeluarkan sesak nafas
sehingga meningkatkan usaha bernafas.

 16 minggu : serabut-serabut elastik terbentuk di paru-paru, terlihat


brochiolus terminal dan respiratorius.
 18 minggu : gerakan pernafasan dapat terdeteksi namun perkembangan
struktur alveolus paru belum mencukupi bagi kemungkinan hidup
janin sebelum minggu ke 27-28.
 20 minggu : lubang hidung terbuka kembali.
 22 minggu : gerakan nafas yang diikuti oleh bunyi suara yang lemah.
 24 minggu : sakus dan duktus alveolus terbentuk, gerakan seperti
pernafasan mulai terlihat, terlihat lesitin dalam cairan amnion.
 28 minggu : terbentuk surfaktan di permukaan alveolar.

c) Trisemester III

Pernafasan masih diafragmatik selama kehamilan, tetapi karena


pergerakan diafragma terbatas setelah minggu ke-30, wanita hamil
bernafas lebih dalam, dengan meningkatkan volume tidal dan kecepatan
ventilasi, sehingga memungkinkan pencampuran gas meningkat dan
konsumsi oksigen meningkat 20%. Diperkirakan efek ini disebabkan oleh
meningkatnya sekresi progesteron. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
pernafasan berlebih .Ph kehamilan 32 mg, menyebabkan ibu hamil sulit
bernafas (sesak nafas & pendek nafas) sbg kompensasi tjdnya desakan
rahim & keb O2 ä, ibu hamil akan bernafas lbh dlm sktr 20 s/d 35% dr
biasanya.
Pada 32 minggu keatas karena usus-usus tertekan uterus yang
membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak
mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami derajat kesulitan
bernafas.

9
Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang
mengeluh tentang rasa sesak dan pendek nafas. Hal ini ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas oleh karena usus-usus yang tertekan oleh
uterus yang membesar kea rah difragma, sehingga diafragma kurang
leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat ±
20%, seorang wanita hamilselalu bernafas lebih dalam, dan bagian bawah
toraksnya juga melebar ke sisi, yang sesudah partus kadang-kadang
menetap jika tidak dirawat dengan baik. Hal ini berpengaruh pada jumlah
sel darah merah. Produksi sel darah merah akan meningkat sebagai akibat
dari akselererasi kebutuhan oksigen ekstra untuk maternal dan jaringan
plasenta.peningkatan kebutuhan oksigen dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil adalah sebesar 1400-1650 ml yang dapat ditingkatkan
lagi sampai 30 % bila diberikan suplemen zat besi. Selama masa hamil,
perubahan pada pusat pernafasan menyebabkan penurunan ambang
karbondioksida.progesteron dan estrogen diduga menyebabkan
peingkatan sensitivitas pusat pernafasan terhadap karbondioksida

10
11
2.1.2 WOC

Pernapasan pada masa


kehamilan

TRISEMESTER I TRISEMESTER II TRISEMESTER III

Hormon estrogen Hormon progesteron Pernapasan diafragmatik

Perubahan fisiologis pernapasan Perubahan takanan abdomen


Ekspansi tulang iga
perbesaran uterus
Desakan diafragma oleh rahim Diafragma terangkat hingga terdesak
Pelebaran toraks akibat
hormone estrogen
lingkar dada meningkat akibat hormon
Kebutuhan O2 meningkat
estrogen
Progesterone menurunkan Napas dalam
kemoreseptor CO2 perubahan otot, v.residu ,
kapasitas inspirasi
PCO2 menurun Kerja jantung dan paru meningkat
Estrogen, menyebabkan
kelelahan Sesak perubahan mukosa
hiperventilasi

Obstruksi jalan napas


Mk: gangguan pertukaran MK : intoleransi MK : pola napas
gas aktivitas tidak efektif
Sesak/sulit napas

12
B. Tuberculosis paru
1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TBC) adalah  penyakit akibat kuman


Mycobakterium  tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua
organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).

Tuberkolosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan


oleh Mycobacterium Tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang
diperantarai-sel (Cell-Mediated-Hypersensitivity). Penyakit biasanya
terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya
pengobatan yang efektif untuk penyakit yang efektif, biasa terjadi
perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian .

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan


oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu
penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)

Tuberkulosis  paru adalah penyakit infeksius yang terutama


menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suzanne dan Brenda, 2001).

2. Etiologi

Penyebab tubercolosis adalah Microbakterium Tubercolosis sejenis


kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 -4/ um dan tebal 0,3-
0,6/um. Sebagian dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam(BTA). Ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman

13
dapat tahan hidup pada udara kering maupaun dalam keadaan dingin
(dapat bertahan tahun tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. Didalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni salam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositosi malah disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menujukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigenny. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical
lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempata
predileksi penyakit tuberculosis. Bakteri ini sangat lambat
pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam.

 Ibu
Sumber penularan penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA
positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman
keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh
manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh
lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

14
 Janin
Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam
rahim, menghirup atau menelan cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau
menghirup udara yang mengandung kuman TBC setelah lahir.

3. Patofisiologi dan WOC

Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui


inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi
bronkiolus atau alveolus. Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang
bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan
berhasil menempati saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan
respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respons yang hebat ini,
akibat diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan
basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Penderita TBC yang bersifat
menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberculosis
aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.

Basil mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila


telah mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respons imun
adalah lebih untuk mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk
mematikannya. Respons selular melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag
mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus
kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi
dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x
toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami perlunakan
(perkijuan). Mikro-organisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem
trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun
telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel.
Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru

15
akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya


diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.
Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di salurang hidung dan
cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan.Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil
serta reaksi imun dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan
pembentukan jaringan parut permanen di alveolus meningkatkan jarak
untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun.
(Corwin, 2001: 414).

Pada ibu hamil mycobacterium tuberkolosis ini menular pada janin


melaui plasenta.Selama kehamilan terjadi transmisi basil ke janin.Transmisi
ini biasanya terjadi secara limfatik, hematogen atau secara langsung.Janin
dapat terinfeksi melalui darah yang berasal dari infeksi plasenta melalui
vena umbilikalis atau aspirasi cairan amnion.

16
17
4. Manifestasi Klinis

 Ibu

a) Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Serangan demam


pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Begitulah seterusnya, hilang timbulnya demam influenza ini. Sehingga klien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
b) Batuk/batuk berdarah, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang pada jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh hdarah yang pecah. Kebanyakan bentuk darah
pada tuberculosis terjadi pada kavitas tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
c) Sesak nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d) Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

 Bayi

Abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan


terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut
TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu
ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan

18
rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih
belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

5. Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menguji seseorang


positif terkena TB Paru:

a) Uji Serologi

Mendiagnosis tuberkulosis yang berdasarkan pengenalan antibodi


Ig serum terhadap antigen mikrobacterium tertentu dan menggunakan teknik 
ELIZA (Enzim Linket Imunoserbent). Penerapan ini paling besar kemungkinan
pada anak dan klien tuberkulosis ekstra pulmunal yaitu pada kasus sputumnya
tidak ada.

b) Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TB yang masih


aktif, bila didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian tas paru,
gambaran kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi
oleh bayangan opak (putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier
(berbintik-bintik putih seukuran jarum pentul) yang berupa gambaran nodul-
nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan paru, dan gambaran
berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru).  

Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif, bila


didapatkan gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih
yang halus) pada bagian atas paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak
putih), atelektasis (jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax dan atau
penebalan pleura (selaput pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis dapat
terjadi pneumothoraks (timbulnya udara yang mendesak jaringan paru-
paru)dengan atau tanpa efusi (cairan), yang secara radiologis memberikan
gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru)

19
menghilang pada pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau desakan
jantung.

c) Pemeriksaan Dahak

Spesimen dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang bermulut


lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor, pot ini harus selalu tersedia di Unit pelayanan kesehatan. Diagnosa
tubercolosis ditegakkan dengan pemeriksaan spesimen dahak sewaktu pagi
sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan
yang berurutan ( Depkes RI, 2002 ).

Adapun  waktu pelaksanaan pengumpulan dahak sebagai berikut: Sewaktu


yaitu Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC paru datang berkunjung pertama
kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak hari kedua. Pagi yaitu dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua,
segera setelah bangun tidur pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
Unit pelayanan kesehatan. Sewaktu yaitu dahak dikumpulkan di Unit pelayanan
kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi ( Depkes RI, 2002).

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman


BTA. Diagnosis tuberkolusis dapat ditegakkan. Kriteria BTA sputum positif
adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu
sedian dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum .

d) Pemeriksaan Darah

Pemeriksaaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-


kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkolusis mulai aktif, akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah perlahan
turun sampai normal. Hasil pemeriksaan darah didapatkan, anemia ringan dengan

20
gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium
dan darah menurun (Zulkifli, 2007).  

e) Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc
tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1)      Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
2)      Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
3)      Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positive
4)      Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg
positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG
atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan
daripada positif palsu .
6. Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada


penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
b. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
7. Tuberkulosis Pada Kehamilan

a) Efek tuberculosis terhadap kehamilan

21
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain
tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Usia
kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa
merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam
kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan


diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah
mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20,
induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB. Selain paru-
paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput
otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ
reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas)
seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan
kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang
pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah
menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami
kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.

Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun


aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari.
Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan
kesuburan.

b) Efek tuberculosis terhadap janin

Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan


ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya
diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH
dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di
luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di

22
rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana,
KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999  tentang efek TB
ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha
tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka
dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis
selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi
dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir
rendah (<2500 ).

Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus,


terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan
TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).
Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3
kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah,
hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

8. Penatalaksanaan

Dalam perawatan klien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan


pendidikan pada klien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya,
tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi
jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Klien dan keluarga harus
tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga klien tidak mengalami drop out selama
pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi klien.
Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan
anemia sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan
efek yang timbul terhadap janin.Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga
dan klien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

Pengobatan farmakologik yang dapat diberikan kepada ibu hamil dengan TB


paru adalah:

23
1. Isoniazid 5mg/Kg, jangan melebihi 300mg/hari. Bersama dengan peridoksin
50mg/hari
2. Rifampin 10mg/Kg/hari, jangan melebihu 500mg/hari
3. Etambutol 5-25mg/kg/hari, jangan melebihi 2,5gr/hari

9. Asuhan keperawatan

a.  Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan,
pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa
keperawatan (Lismidar, 1990).
1)    Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a)  Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah
dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996)
b) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
 Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
 Riwayat psikososial

24
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
(Hendrawan Nodesul, 1996).
 Pola fungsi kesehatan
1)    Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)
2)    Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3)    Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4)    Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999).
5)    Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn.
E. Doenges, 1999).
6)    Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular (Marilyn. E. Doenges, 1999).
7)    Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8)    Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
9)    Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).

25
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
2)    Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
 Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
 Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
 Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c)  Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman,
1998).
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap
perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana
keperawatan sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan kesatu : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan secret kental atau secret darah.
 Tujuan : jalan nafas efektif

26
  Kriteria hasil :
-    Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
-    Klien dapat mempertahankan jalan nafas
-    Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
 Rencana tindakan :
a)   Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kedalaman penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi
menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja penafasan
b)    Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental
diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan
evaluasi lanjut
c)    Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam
jalan napas bebas untuk dilakukan
d)    Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak
mampu mengeluaran sekret
e)    Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada
kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan
f)    Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
g)    Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran
kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas
dengan hipoksemia
2)   Diagnosa keperawatan kedua : gungguan pertukaran gas berhubungan dengan
kerusakan membrane alveolar-kalpiler secret kental.
 Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
  Kreteria hasil :

27
-    Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
-     Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
-     Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal
 Rencana tindakan dan rasional
a)    Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya
pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia
sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai
dispnea berat sampai distress pernapasan
b)    Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan
warna kulit, termasuk membran mukosa
Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ
vital dan jarigan
c)    Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan
napas pendek
d)    Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan
dapat menurunkan beratnya gejala
e)    Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f)    Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru
3)    Diagnosa keperawatan ketiga : hipetermi berhubungan dengan proses inflamasi.
 Tujuan : Suhu tubuh normal (36 °C - 37°C)
 Kriteria hasil :
·   Klien mengatakan badannya sudah tidak panas
·   Suhu tubuh pasien 36°C
 Rencana tindakan dan rasional
a)    Observasi TTV
b)    Anjurkan klien untuk minum  sedikit tapi sering
c)    Libatkan keluarga untuk menyediakan minuman kesukaan pasien
d)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik : paracetamol

28
4)    Diagnosa keperawatan keempat : pola napas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
 Tujuan : Pola nafas efektif
 Kriteria hasil :
·   Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
·    Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
·    Dispneu berkurang
 Rencana tindakan dan rasional
a)   Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan : catat setiap perubahan
b)   Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret
Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan
selanjutnya
c)   Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d)   Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler
tinggi
Membantu mengembangkan secara maksimal
e)   Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2
jam sampai 4 jam
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f)   Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret
dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
5)   Diagnosa keperawatan kelima : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
 Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
 Kriteria hasil
-  Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
-  Berat badan stabil dalam batas yang normal
 Rencana tindakan dan rasional
a)    Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa
oral, riwayat mual/muntah atau diare
Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan
indervensi yang tepat
b)    Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak

29
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
c)    Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d)    Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
e)    Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f)    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolik dan diet
6)   Diagnosa keperawatan keenam : Resiko infeksi yang sehubungan dengan
penurunan/ penekanan proses inflamasi.
 Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit
seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes
kulit positif.
 Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
  Rencana tindakan dan rasional
a)   Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah
penyebaran infeksi
b)   Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c)   Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang
stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d)   Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang
tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola
hidup dan menghindari insiden eksaserbasi
e)   Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

30
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi
pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan
f)   Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan
lokal
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkan penyebaran infeksi

BAB III

TINJAUAN KASUS

31
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tingginya penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya
adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar
tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan
dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan
perawatan dirumah. Kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para
pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi
bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil
menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (2004), frekuensi wanita
hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk tiap tahunnya, dapat diperkiraan penyakit ini juga mengalami peningkatan
berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pada umumnya, penyakit paru- paru tidak mempengaruhi kehamilan dan
persalinan nifas, kecuali penyakit tidak terkontrol, berat dan luas yang disertai sesak
nafas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sitem
pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafraga dan paru- par
uke atas serta sisa udara dalam paru- paru kurang, namun penyakit tersebut tidak
selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang
memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedag hamil,
karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena

32
penyakit paru- paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah nagi ibu,
bayi dan orang- orang disekitarnya.
B. SARAN
Dari pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca agar lebih
memahami apa itu tuberculosis paru khususnya pada ibu hamil. Saran bagi calon ibu
agar sering meriksakan kesehatan ibu dan janin agar terhindar dari risiko penularan
penyakit dari ibu ke anak .

DAFTAR PUSTAKA

Bobak &Lowdermilk, J. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta :


EGC.

Chapman, L.& Durham, R. (2010). Maternal–Newborn Nursing: The Critical of


Nursing Care. Philadelphia: FA Davis Company.

Depkes RI Badan PPSDM Kesehatan. (2009). Pedoman Penyusunan Kurikulum


Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI Badan PPSDM Kesehatan. (2007). Panduan Pembelajaran Praktik Klinik


Pendidikan D III Keperawatan. Jakarta: Depkes RI.

Reeder, S., Martin, L.& Griffin, D. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan


Wanita, Bayi, dan Keluarga. Vol 1. Alih Bahasa Afiyanti, dkk. Jakarta: EGC.

Smith, S., Emily, M., & McKinney, S. (2006). Foundations of Material–Newborn


Nursing. 4th

33

Anda mungkin juga menyukai