Anda di halaman 1dari 49

i

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN FAKTOR IMT


DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA KARYAWAN
BAGIAN MARINE DI PT X TAHUN 2020

OLEH:
FATHORRAHMAN
NIM. 191030100454

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020

i
ii

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN FAKTOR IMT


DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA KARYAWAN
BAGIAN MARINE DI PT X TAHUN 2020

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:
FATHORRAHMAN
NIM. 191030100454

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020

ii
iii

LEMBARAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN FAKTOR IMT DENGAN


KEJADIAN HIPERTENSI PADA KARYAWAN BAGIAN MARINE DI PT X
TAHUN 2020

Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Studi
S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Pamulang, November 2020


Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Dewi Fitriani, S.Kep.,M.Kep Ns. Betty,S.Kep, MPH


NIDN : 0317107603 NIDN : 0407097604

Mengetahui,
Kepala Jurusan Prodi S.1 Keperawatan

Ns. Dewi Fitriani, S.Kep.,M.Kep


NIDN : 0317107603

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala kuasa dan karunia

yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi yang

berjudul “Hubungan Kebiasaan Merokok Dan Faktor IMT Dengan Kejadian

Hipertensi Pada Karyawan Bagian Marine Di PT X Tahun 2020”. Proposal skripsi

ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

Keperawatan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Widya Dharma

Husada Tangerang.

Dalam menyelesaikan Proposal Skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak

mendapat bantuan berupa bimbingan, arahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk

itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Dr (HC) Drs. H. Darsono selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang

2. Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang

3. Muhammad Zulfikar Adha, SKM., M.KL, selaku Wakil Ketua 1 Bidang Aka

demik STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

4. Siti Novy Romlah, SST., M. Epid, selaku Wakil Ketua 2 Bidang Administrasi

Kepegawaian dan Keuangan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

5. Ida Listiana, SST., M.Kes selaku Wakil Ketua 3 Bidang Kemahasiswaan STI

Kes Widya Dharma Husada Tangerang..

6. Ns. Dewi Fitriani, S.Kep, M. Kep, selaku Kepala Jurusan Prodi S1 Keperawat

andan Pendidikan Profesi Ners STIKes Widya Dharma Husada Tangerang se

kaligus selaku Pembimbing 1 Penyusunan Proposal penelitian

iv
v

7. Ns. Betty, S.Kep, MPH selaku pembimbing II penyusunan proposal

penelitian

8. Seluruh dosen dan staf tata usaha STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan serta fasilitas dalam

mengikuti pendidikan hingga penyelesaian Proposal Skripsi ini.

9. Istri dan anak saya yang telah mendukung saya.

Dengan berbagai keterbatasan dalam pembuatan Skripsi ini, penulis

menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan laporan

penelitian ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan profesi keperawatan

khususnya

Pamulang, 30 November 2020

Fathorrahman

v
DAFTAR ISI

COVER DEPAN i
COVER DALAM ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTARGAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LatarBelakang 1
B. PerumusanMasalah 4
C. PertanyaanPenelitian 4
D. TujuanPenelitian 5
E. ManfaatPenelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. KonsepTeori 7
B. PenelitianTerkait 21
C. KerangkaTeoriPenelitian 23
BAB III METODE PENELITIAN 24
A. Kerangka Konsep24
B. Definisi Operasional 25
C. Hipotesis Penelitian 25
BAB IV METODE PENELITIAN 27
A. Jenis Penelitian 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian 27
C. Populasi dan Sampel 27
D. Pengumpulan Data 29
E. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 29
F. Pengolahan dan Analisis data 30
G. Etika Penelitian 34

vi
vii

DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 37
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII 7


Tabel 2.2.Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Usia Dewasa (Usia ≥18 tahun) Kriteria
Asia Pasifik 21
Tabel 3.1 Definisi Operasional 25

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Kerangka Teori Penelitian 23


Gambar3.1.Kerangka Konsep Penelitian 24

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 mengatakan bahwa setiap
bidang pekerjaan selalu mempunyai risiko bahaya bagi para pekerja, adapun
masalah kesehatan potensial pada pekerja yang mungkin terjadi seperti
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), penyakit tidak menular (PTM)
dan penyakit menular (PM). Dari beberapa masalah kesehatan pada pekerja
tersebut, penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan yang
memiliki prevalensi tinggi.

Berdasarkan data Depkes tahun 2014 menyebutkan bahwa penyakit tidak


menular (PTM) seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, diabetes
melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik
lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan
membunuh 36 juta jiwa per tahun. Di Indonesia sendiri, penyakit menular
masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan
morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut menjadi
beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang harus
dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan
PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan
PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa
jenis PTM merupakan penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat
mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu
dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.
Secara global, regional, dan nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi
transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular.

Hipertensi merupakan suatu kejadian terjadinya peningkatan tekanan darah


yang apabila terjadi berkelanjutan maka akan menimbulkan berbagai
komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari hipertensi diantaranya
2

yaitu penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongesif, stroke, penyakit
ginjal. Hipertensi tidak hanya menjadi masalah yang serius dalam kesehatan,
tetapi juga berdampak pada masalah sosial dan ekonomi (Bieclecka dkk,
2011)

Secara global, trend peningkatan hipertensi hampir terjadi di semua negara.


Namun, trend peningkatan tersebut lebih banyak terjadi di negara-
negaraberkembang. Data dari beberapa studi dan survei di negara-negara
berkembang menunjukan peningkatan kejadian hipertensi disebabkan oleh
rendahnya tingkat kesadaran, penanganan, dan kontrol teradap hipertensi
(Poulter et al., 2015).

World Health Organization tahun 2015 memperkirakan 1 milyar penduduk di


dunia menderita penyakit hipertensi dan diprediksi pada tahun 2025 ada
sekitar 29% jiwa di dunia yang akan menderita penyakit hipertensi. Hipertensi
menjadi penyebab sekitar 45% kematian karena penyakit jantung dan 51%
karena stroke. Prevalensi hipertensi saat ini yaitu lebih dari 1 hingga 5 orang
dewasa di seluruh dunia telah mengalami kenaikan tekanan darah, dari
beberapa yang telah terkena penyakit hipertensi ini sebagian mengalami
komplikasi seperti, stroke, penyakit jantung, hingga menyebabkan kematian.
Terjadinya komplikasi dari hipertensi ini mencapai 9,4 juta kematian di
seluruh dunia setiap tahunnya. Prevalensi hipertensi di Afrika, yaitu (≥40%
-50%), terjadi pada orang dewasa yang mengalami kenaikaan tekanan darah
tinggi namun ada sebagian besar orang tidak terdiagnosis. Komplikasi akibat
hipertensi menyebabkan 9,4 milyar kematian di seluruh dunia setiap tahun.
Dampak terburuk dari hipertensi adalah kematian dimana saat ini hipertensi
diperkirakan dapat menyebabkan 7,5 milyar kematian atau 12,8% dari seluruh
kematian. Di Asia Tenggara, hipertensi menyebabkan 1,5 milyar kematian
setiap tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah dalam Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk 18 tahun ke atas
3

tahun 2013 di Indonesia adalah sebesar 25,8%. Berdasarkan hasil Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi hipertensi pada penduduk
DKI Jakarta yaitusebesar 20,0% dari total jumlah penduduk yaitu sebesar
10.135.030 jiwa yang didapat hasil absolut hipertensinya yaitu sebesar
2.027.006 jiwa.

Prevalensi hipertensi pada umur ≥ 18 tahun berdasarkan wawancara yang


tertinggi pada tahun 2013 ialah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian
disusul Provinsi Kalimantan Selatan (13,3%), dan DI Yogyakarta (12,9%).
Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Papua (3,3%), kemudian
disusul oleh Papua Barat (5,2%), dan Riau (6,1%). Kenaikan prevalensi
tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Barat, yakni dari (4,7%) pada tahun
2007 menjadi (9,6%) pada 2013. Sedangkan penurunan prevalensi terbanyak
terdapat di Provinsi Riau, yaitu dari (8,2%) pada 2007 menjadi (6,1%) pada
2013 (Depkes, 2013)

Penghasilan rendah dan pekerjaan yang penuh stres berhubungan dengan


insidens hipertensi yang lebih tinggi, obesitas dipandang sebagai faktor resiko
utama terjadinya hipertensi. Bila berat badannya turun, tekanan darahnya
sering menjadi normal. Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi
hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia
adalah faktor-faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang
berhubungan erat dengan hipertensi (Tambayong, 2000).

Menurut Depkes tahun 2014, ada berbagai faktor risiko penyakit hipertensi
ialah: merokok atau keterpaparan terhadap asap rokok, minum minuman
beralkohol, diet/pola makan, gaya hidup, kegemukan, obat- obatan, dan
riwayat keluarga (keturunan).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rehanun tahun 2015, di


kabupaten Semarang mengenai hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada pengemudi angkot di wilayah Ungaran hasilnya yaitu, ada
4

hubungan yang signifikan antara responden yang merokok dengan terjadinya


hipertensi.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Klinik PT. X hipertensi


merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit terbesar pada karyawan di PT
X. Berdasarkan data surveilans PTM dari bagian Occupational Health
Program PT X Hipertensi menempati urutan ke-1 dengan prevalensi yang
terus meningkat setiap tahunnya yaitu pada tahun 2018 pekerja dengan
hipertensi sebesar 285 jiwa, tahun 2019 hipertensi masih menempati urutan
ke-1 dan meningkat dari tahun sebelumnya yaitu di peroleh data absolut
penderita hipertensi sebesar 346 jiwa.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Desember


2020 terhadap 5 karyawan bagian produksi yang menderita penyakit
hipertensi, didapatkan 2 karyawan penderita hipertensi mempunyai kebiasaan
merokok dan memiliki IMT diatas 25, dan 2 karyawan penderita hipertensi
mempunyai kebiasaan merokok dan memiliki IMT bawah 25, dan 1 karyawan
penderita hipertensi mempunyai tidak memiliki kebiasaan merokok namun
memiliki IMT diatas 25.

Berdasarkan fenomena uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian mengenai “Hubungan Merokok dan IMT dengan Kejadian
Hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang penulis dapatkan kunjungan pasien dengan hipertensi
di klinik PT. X tiap tahunnya terus meningkat dan masuk ke dalam 10
penyakit terbesar pada karyawan di PT X dan berdasarkan data surveilans
PTM dari bagian Occupational Health Program, hipertensi masih tetap
menempati urutan pertama dari 10 penyakit tidak menular tahun 2018 dan
tahun 2019. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
5

mengenai “Hubungan Merokok dan IMT dengan Kejadian Hipertensi pada


Karyawan bagian Marine di PT. X Tahun 2020”

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana karakteristik responden (berdasarkan umur, jenis kelamin,
status gizi, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan) Merokok pada
Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
2. Bagaimana gambaran kebiasaan Merokok pada Karyawan bagian Marine
di PT X Tahun 2020?
3. Bagaimana gambaran faktor IMT pada Karyawan bagian Marine di PT X
Tahun 2020?
4. Apakah ada hubungan antara fakor IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan
kejadian hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020?
5. Apakah ada hubungan antara Kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan kebiasaan Merokok dan faktor IMT dengan
Kejadian Hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (berdasarkan umur, jenis
kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, dan kebiasaan merokok pada
Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
b. Mengidentifikasi gambaran kebiasaan Merokok pada Karyawan
bagian Marine di PT X Tahun 2020.
c. Mengidentifikasi gambaran faktor IMT pada Karyawan bagian Marine
di PT X Tahun 2020.
d. Mengidentifikasi hubungan kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
e. Mengidentifikasi hubungan faktor IMT dengan Kejadian Hipertensi
pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
6

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai faktor faktor yang
berhubungan dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga dapat
dilakukan penelitian yang lebih kompleks.
2. Bagi Tempat Penelitian
Memberikan gambaran proporsi hipertensi serta faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi sehingga dapat menjadi masukan
bagi instansi terkait dalam program pencegahan dan pengendalian
hipertensi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan
melalui upaya untuk mengkaji, menerapkan, menguji, menjelaskan, dalam
bentuk teori-teori, konsep, ataupun hipotesis-hipotesis tertentu. Penelitian
ini juga dapat dijadikan referensi tambahan yang bermanfaat dan juga
sebagai masukan bagi universitas, dan juga menjadi sumber informasi bagi
peneliti selanjutnya dalam melakukan riset penelitian sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik yang menetap
di atas atau sama dengan 140 mm Hg atau tekanan darah diastolik
yang menetap di atas atau sama dengan 90 mm Hg. Tekanan darah
seorang dewasa muda yang sehat yang telah duduk selama lima menit
tidak lebih dari 120/80 mmHg. Umumnya seseorang dikatakan
menderita tekanan darah tinggi jika tekanan darahnya terus menerus
lebih tinggi dari 140/90 mmHg, setelah tiga kali pengukuran dalam
berbagai kesempatan terpisah, bahkan saat istirahat (Stoppard, 2010).

b. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan
derajat 2 dan hipertensi derajat 3
Tabel : 2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pra Hipertensi 120- 139 atau 80-89
Hipertensi Derajat 1 140- 159 atau 90- 99
Hipertensi Derajat 2 > 160 atau > 100
Hipertensi Derajat 3 > 180 atau> 110
Sumber : Yogiantoro, 2006

Masih ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi


lain dari World Health Organization (WHO) dan International Society
of Hypertension (ISH), dari European Society of Hypertension
(ESH.bersama European Society of Cardiology), British Hypertension
8

Society (BSH) serta Canadian Hypertension Education Program


(CHEP). tetapi umumnya digunakan JNC 7 (Yogiantoro, 2006).

Secara umum hipertensi menurut patofisiologi hipertensi dibagi


menjadi dua golongan yaitu :
1) Hipetensi Essensial (Primer) Penyebab tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatik. sistem renin angiotensin,
efek dari sekresi Na, obesitas. merokok. dan stres. Higga saat ini,
penyebab hipertensi primer belum diketahui.
2) Hipertensi Sekunder disebabkan adanya penyakit lain, misalnya
pada gangguan ginjal. penyempitan pembuluh darah terutama
ginjal, tumor tertentu, atau gangguan hormon. Gangguan tersebut
mengakibatkan gangguan aliran darah sehingga jantung harus
bekerja lebih keras sehingga tekanan darah meningkat. Hingga
saat ini, jumlah penderita hipertensi sekunder mencapai lebih dari
90 persen dari seluruh hipertensi (Sutanto, 2010).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala di bedakan menjadi dua yaitu


hipertensi benigna dan hipertensi maligna. Hipertensi benigna adalah
keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya
ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi maligna adalah
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan
keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ
seperti otak, jantung, dan ginjal (Wardoyo, 1996).

c. Patogenesis Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan resistensi
perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang
tinggi, faktor genetik, stres, obesitas dan faktor endotel. Dalam tubuh
terdapat sistem yang berfungsi mencegah penambahan tekanan darah
9

secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha


untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka
panjang. Sistem pengendalian tekanan darah itu sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat
misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks
kemoreseptor, refleks iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis otot polos.

Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh


sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang
dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem yang paten dan berlangsung dalam jangka panjang
misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang
dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang
melibatkan berbagai organ. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi
primer dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan
perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis dan
renin angiotensin yang mempengaruhi keadaaan hemodinamik,
asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas
dan faktor endotel yang dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala
hipertensi (Beevers, dkk., 2002).

Perjalanan penyakit hipertensi berkembang dari hipertensi yang


kadang-kadang muncul sebagai hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimptomatik yang lama hipertensi persisten berkembang
menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target
diaorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari pra hipertensi pada pasien umur
10 -30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi
hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (tahanan perifer
10

meningkat) kemudian menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia


40-60 tahun (Chung, 1995).

d. Faktor-Faktor resiko yang Mempengaruhi Hipertensi


1) Faktor Keturunan atau Gen (Herediter)
Faktor genetik telah lama disimpulkan mempunyai peranan
penting dalam terjadinya hipertensi. Apabila riwayat hipertensi
didapat pada kedua orang tua maka dugaan terjadinya hipertensi
primer pada diri seseorang akan cukup besar. Hal ini terjadi
karena pewarisan sifat melalui gen. Faktor keturunan memiliki
peran yang besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut
terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih
banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel telur)
dibanding heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda)
(Sutanto, 2010).

2) Faktor Berat Badan ( Obesitas atau Kegemukan)


Obesitas atau kegemukan juga merupakan salah satu faktor resiko
timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan salah satu ciri dari
populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita yang obesitas lebih tinggi dari penderita
hipertensi yang tidak mengalami obesitas. Pada orang yang terlalu
gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ
dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang
lebih besar jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan
lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi sehingga
tekanan darah menjadi tinggi (Suparto, 2000).

Penelitian klinis dan penelitian pada binatang telah memastikan


adanya hubungan kuat antara obesitas dan hipertensi. Studi kohort
Framingham menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan
78% hipertensi pada laki-laki dan 65% hipertensi pada
11

perempuan. Resiko kejadian hipertensi meningkat 2,6 kali pada


subyek laki-laki obesitas dan 2,2 kali pada subyek perempuan
obesitas dibandingkan dengan berat badan normal. Fakta lain
menunjukkan bahwa, setiap peningkatan 10 kilogram (kg) berat
badan (BB) berhubungan dengan peningkatan TD sistolik 3
MmHg dan peningkatan TD diastolik 2-3 MmHg (Librantoro,
2007).

3) Stres Pekerjaan
Saat tubuh dalam keadaan stres maka terjadi respons sel-sel saraf
yang mengakibatkan kelainan pengeluaran dan pengangkutan
Natrium. Hubungan antara stres dan hipertensi telah lama
dievaluasi secara luas. Stres secara mendadak menunjukkan
peningkatan tekanan darah melalui peningkatan cardiac output
dan denyut jantung tanpa pengaruh resistensi perifer total. Pada
keadaan stres didapatkan peningkatan kadar katekolamine,
kortisol, vasopresin, endorphin dan aldosteron, yang mungkin
sebagian menjelaskan mekanisme peningkatan tekanan darah.
Meskipun faktor utama yang berperan karena aktivasi sistem saraf
simpatis telah didukung oleh beberapa penelitian.

Penelitian-penelitian pada tikus merupakan awal dari penelitian


untuk menentukan jalur-jalur khusus sistem saraf pusat, yang
mengubah rangsangan yang penuh stres menjadi tanda-tanda
pencetus suatu respon kardiovaskuler tanpa partisipasi kortikal.
Selanjutnya, stres akan mengurangi ekskresi natrium ginjal, yang
berkontribusi meningkatkan tekanan darah. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa stres yang berkepanjangan mungkin
mempengaruhi orang-orang atau hewan-hewan untuk
memperpanjang periode hipertensi dan pada populasi tertentu
merupakan faktor resiko perkembangan stres penginduksi
hipertensi. Kemungkinan stres yang berkepanjangan
12

menyebabkan hipertensi merupakan akibat dari faktor tropik dari


neurohormonal yang menyebabkan hipertropi atau aterosklerosis
vaskuler. Karena stres juga dapat mempengaruhi pengukuran
tekanan darah (Sutanto, 2010).

4) Faktor Jenis Kelamin (Gender)


Kaum laki-laki diperkotaan lebih banyak mengalami
kemungkinan menderita hipertensi dibanding kaum perempuan.
Namun bila ditinjau dari segi perbandingan antara perempuan dan
laki-laki, secara umum kaum perempuan masih lebih banyak
menderita hipertensi dibanding laki-laki. Hipertensi berdasarkan
gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Wanita
seringkali meengadopsi perilaku tidak sehat seperti merokok dan
poia makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan
kelebihan berat badan. depresi dan rendahn\a status pekerjaan.
Sedangkan kaum pria, hipertensi lebih berkaitan erat dengan
pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan
pengangguran (Sutanto, 2010).

5) Faktor Usia
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi
merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai
penelitian telah menemukan hubungan antara berbagai faktor
resiko terhadap timbulnya hipertensi. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan, ternyata prevalensi (angka kejadian) hipertensi
meningkat dengan bertambahnya usia. Hilangnya elastisitas
jaringan dan arteriosklerosis serta pelebaran pembuluh darah
adalah faktor penyebab hipertensi pada usia tua. Dari penelitian di
Indonesia menunjukkan penduduk yang berusia diatas 20 tahun
sudah memiliki faktor resiko penderita hipertensi (Sutanto, 2010).
13

6) Faktor Asupan Garam


Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah
asupan garam. Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen
dari populasi hipertensi esensial dengan tekanan darah hanya
kurang lebih 60 persen penderita hipertensi khususnya responsif
terhadap kadar asupan garam. Natrium memegang peranan
penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida
adalah ion utama cairan ekstraselular. Konsumsi natrium yang
berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraselular meningkat. Untuk menormalkan kembali, cairan
intraselular harus ditarik keluar sehingga volume cairan
ekstraselular meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraselular tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).

7) Faktor Kebiasaan Merokok


Kebiasaan merokok merupakan salah satu perilaku yang
berdampak negatif kepada kesehatan. Dampak langsung
kebiasaan merokok terhadap gangguan kesehatan telah banyak
diketahui. Didalam sebatang rokok terdapat lebih 4000 zat kimia
yang berbahaya bagi kesehatan. Seperti diketahui, bahan didalam
rokok mengandung banyak bahan berbahaya bagi tubuh, salah
satu diantaranya adalah nikotin, yang merangsang pelepasan
adrenalin, sehingga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan
tekanan darah. Merokok merupakan faktor resiko yang potensial
untuk ditiadakan dalam upaya melawan arus peningkatan
hipertensi khususnya dan penyakit kardiovaskuler secara umum
di Indonesia (Hendrati dan Martini, 2006).

2. Kebiasaan Merokok
14

Menurut PDPersi (Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit


Seluruh Indonesia) tahun 2003 seseorang dikatakan perokok jika telah
menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok mengganggu kesehatan.
banyak penyakit yang telah terbukti sebagai akibat buruk merokok baik
secara langsung maupun tidak langsung.
a. Kategori Perokok
1) Perokok Pasif
Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang
yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan
polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok
lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif.
Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap
mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap
rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh
perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon
monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin
(Wardoyo, 1996).

2) Perokok Aktif
Perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok
atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari
pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif
adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta
bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun
lingkungan sekitar (Bustan, 2007).

b. Jumlah Rokok yang Dihisap


Jika ditinjau dari jumlah rokok yang dihisap dalam sehari. Jenis rokok
dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
1) Perokok Ringan bila menghisap rokok 10 batang perhari dengan
selang waktu merokok 60 menit setelah bangun tidur pada pagi
hari.
15

2) Perokok Sedang bila menghisap rokok 21-30 batang perhari


dengan selang waktu merokok 6-30 menit setelah bangun tidur
pada pagi hari.
3) Menurut Aula tahun 2010 menyatakan bahwa perokok Berat bila
menghisap rokok lebih dari 31 batang rokok setiap hari dengan
selang waktu lima menit setelah bangun pada pagi hari. Bila
sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok
maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang
(satu bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap
rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi
kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya
akan mencapai titik toksik sehingga akan mulai kelihatan gejala
yang ditimbulkan.

c. Lama Menghisap Rokok


Menurut Bustan Tahun 2007 menyebutkan lamanya seseorang
merokok dapat diklasifikasikan menjadi kurang dari 10 tahun dan
lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit
untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect,
artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar
pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja,
merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis.
Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok
dan umur awal merokok yang lebih dini.

d. Jenis Rokok yang Dihisap


Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu
tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan
lain dicampur untuk dibuat rokok. Berdasarkan bahan pembungkus
rokok dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Kawung adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun
aren.
16

2) Sigaret adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.


3) Cerutu adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun
tembakau.
Berdasarkan bahan baku atau isi rokok juga dibedakan menjadi tiga :
1) Rokok putih yaitu rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun
tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
aroma tertentu.
2) Rokok kretek yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa
daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan
efek rasa dan aroma tertentu.
3) Rokok klembak yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa
daun tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Sedangkan berdasarkan penggunaan filter rokok dibagi menjadi dua


yaitu;
1) Rokok filter (RF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya
terdapat penyaring.
2) Rokok nonfilter (RNF) adalah rokok yang pada bagian
pangkalnya tidak terdapat penyaring (Aula, 2010).

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang


pengamanan rokok bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan
kandungan kadar nikotin sebesar 1,5 mg dan kandungan kadar tar
serbesar 20 mg pada rokok kretek. Dan rokok kretek menggunakan
tembakau rakyat. Tetapi menurut Direktur Agro Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman
menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5
mg yaitu 2.5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi
20 mg yaitu 40 mg. Rokok kretek mengandung 60-70% tembakau.
sisanya 30%-40% cengkeh dan ramuan lain. Cengkeh mengandung
eugenol yang dianggap berpotensi menjadi penyebab kanker pada
17

manusia dan terkait dengan zat kimia satrol yang menjadi salah satu
penyebab kanker ringan (Pdpersi, 2003).

e. Bahan - Bahan Yang Terkandung Dalam Rokok


Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi
komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan
menjadi asap bersama- sama dengan komponen lainnya terkondensasi.
Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok
terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel. Asap rokok terdiri
dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya bersifat racun antara lain
Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic Aromatic hydrokarbon yang
mengandung zat - zat pemicu terjadinya kanker (seperti tar,
byntopyrenes, vinylchlorida dan nitrosonornicotine) (Pdpersi, 2003).

Diantara sekian banyak zat berbahaya yang terkandung didalam


rokok, ada tiga yang paling penting yakni tar. nikotin dan karbon
monoksida. Tar mengandung ratusan zat kimiawi yang kebanyakan
bersifat karsinogenik. Nikotin merangsang pelepasan katekolamin
yang bisa meningkatkan denyut jantung. Karbon monoksida (CO),
merupakan 15% dari asap rokok. Zat ini mengusung oksigen dalam
darah (eritrosit) dan membentuk karboksihemoglobin. Seorang akan
perokok mempunyai karboksihemoglobin lebih tinggi dari orang
normal, sekitar 0,5-2%. Selain itu CO merusak dinding arteri yang
akhirya dapat menyebabkan arterosklerosis dan penyakit jantung
koroner (Bustan, 2007)

3. Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi


Tekanan darah dipengaruhi oleh curah Jantung dan tahanan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer
akan mempengaruhi tekanan darah. Salah satunya adalah kebiasaan hidup
yang tidak baik seperti merokok. Hipertensi adalah penyakit tekanan darah
tinggi sebenamya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
18

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah


terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,
2004).

Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar


terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan
karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan
pembuluh darah "kramp" sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh
darah menjadi robek, adapun mekanisme yang mendasari hubungan
merokok dengan tekanan darah adalah proses inflamasi terjadinya
peningkatan jumlah protein C-reaktif dan agen-agen inflamasi alami yang
dapat mengakibatkan disfungsi endotelium, kerusakan pembuluh darah.
ataupun terjadinya pembentukan plak dan kekakuan pada dinding arteri
yang berujung pada kenaikan tekanan darah (Suparto, 2000).

Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan


langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk
miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu
pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau
penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian CO menurunkan
kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah sehingga
mempermudah penggumpalan darah. Selain zat CO asap rokok juga
mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan
akibat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan
ketagihan merokok. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin,
meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan
oksigen jantung serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga
menggangu kerja otak. saraf dan bagian tubuh yang lain. Nikotin
mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombo
(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin. CO dan bahan
lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding endotel (dinding dalam
pembuluh darah), dan mempermudah penggumpalan darah. Akibat
19

penggumpalan (trombus) akan merusak pembuluh darah perifer. Walaupun


nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastol secara akut, namun
tidak tampak lebih sering di antara perokok. dan tekanan diastol sedikit
berubah bila orang berhenti merokok.

Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-20
pon lebih ringan dari pada bukan perokok yang sama umumya, tinggi nya,
jenis kelaminnya. Bila mereka berhenti merokok, sering berat naik. Dua
kekuatan, turunnya tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya
tekanan diastole karena peningkatan berat , tampaknya mengimbangi satu
sama lain pada kebanyakan orang, sehingga tekanan diastol sedikit
berubah bila mereka berhenti merokok. Selain itu juga mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer maupun pembuluh darah di ginjal
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari
akan mengakibatkan tekanan darah sistol 10-25 MmHg dan menambah
detak jantung 5-20 kali persatu menit (Sitoepoe, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian Yashinta Octavian Gita Setyanda mengenai


Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada laki-laki Usia 35-65
Tahun di Kota Padang didapatkan hasil ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan hipertensi (p=0,003) yaitu dipengaruhi oleh lama
merokok (p=0,017) dan jenis rokok (p=0,017), tetapi tidak terdapat
hubungan antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi (p=0,412). Oleh
karena kebiasaan merokok meningkatkan resiko hipertensi, penyuluhan
kesehatan tentang risiko peningkatan tekanan darah terhadap penderita
hipertensi yang memiliki kebiasaan merokok harus dilakukan. Hal ini
diperlukan agar terjadi penurunan angka kejadian hipertensi.

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran yang
membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan
“indeks”, IMT sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan
20

sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan
(dalam meter) (Markenson, 2004).
Rumus penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah:

be ratbadan (kg)
Indeks Massa Tubuh (IMT) =
tinggibadan ( m ) xtinggibadan( m)

Dengan menggunakan IMT dapat diketahui apakah berat badan seseorang


dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk
orang dewasa berumur diatas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu pula IMT
tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti
edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa, 2002).

Pada remaja dan anak-anak tidak digunakan rumus Indeks Massa Tubuh
(IMT) yang digunakan oleh orang dewasa. Pengukuran dianjurkan untuk
mengukur berat badan berdasarkan nilai presentil yang dibedakan atas
jenis kelamin dan usia anak karena kecepatan pertumbuhan tinggi badan
serta berat badan tidak berlangsung dengan kecepatan yang sama, jumlah
lemak tubuh yang masih sering berubah seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak dan perbedaan jumlah lemak tubuh untuk anak laki-
laki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan berlangsung
(Dinsdale H, Ridler C, Ells L, 2011).

Olahragawan mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang cukup tinggi


dikarenakan peningkatan massa otot yang akan menunjukan kategori
obesitas dalam pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) namun memiliki
kadar lemak tubuh yang rendah (Maqsood S, 2011).

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Usia Dewasa (Usia ≥18 tahun)
Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang <18,5
21

Berat Badan Normal 18,5-22,9


Berat Badan Berlebih 23-24,9
Obes I 25-29,9
Obes II ≥30
Sumber: WHO technical series, 2000

5. Hubungan Hipertensi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)


Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat kaitannya dengan penyakit
hipertensi baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat
badan (BB) sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian
hipertensi pada 18 orang yang obesitas akan tetapi mekanisme terjadinya
hal tersebut belum dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang
obesitas terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan
meningkatkan tekanan darah. Angka kejadian hipertensi pada pasien yang
menderita obesitas menurut Sweedish Obese Study didapatkan sebesar
13,5% dan angka tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan
IMT dan Waist Hip Ratio (WHR) (Sihombing, 2010).

B. Penelitian Terkait
1. Penelitian Lasian Jayani pada tahun 2014 dengan judul hubungan antara
obesitas dan perilaku merokok terhadap kejadian hipertensi di Kota
Padang menunjukan hasil yaitu pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun, adanya
hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian hipertensi (p =
0,014) dengan kuat hubungan sebesar 0,299.Sedangkan berdasarkan
penelitian Chandra Eka Pratiwi Pada Laki-laki Pasien Rawat Jalan di
Puskesmas “X”, Indeks masa tubuh kategori berat badan lebih (IMT ≥25
kg/m2) merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi (OR 1,246;
CI95% 0,496-3,129 )tetapi hubungannya tidak signifikan (ρ > 0,05).

2. Penelitian Purbayanto dengan judul hubungan kebiasaan merokok dan


indeks massa tubuh dengan tekanan darah anggota korem 074
warastratama surakarta tahun 2019 dengan hasil uji chi square
menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dan tekanan darah (p= 0,602). Ada hubungan antara indeks
22

massa tubuh dengan tekanan darah menunjukan hasil yang signifikan (p=
0,001).

3. Penelitian Dien dengan judul hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan
tekanan darah pada penderita hipertensi di poliklinik hipertensi dan
nefrologi BLU RSUP prof. dr. R. D. kandou manado tahun 2014
menunjukan hasil ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan
tekanan darah sistolik p = 0,009 (p<0,05) dan indeks massa tubuh dengan
tekanan darah diastolik p = 0,001 (p<0,05). Hasil uji korelasi Spearman
menunjukkan ada hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah
pada penderita hipertensi.

4. Penelitian Armyn dengan judul hubungan merokok terhadap kejadian


hipertensi pada tahun 2017 menunjukan hasil responden yang
berpartisipasi paling banyak ditemukan pada kelompok umur 41 – 50
tahun yaitu sebanyak 32 orang (31,37%). Responden yang merokok
sebanyak 34 orang (33,3%) dengan tekanan darah normal sebanyak 39
orang (38,2%) dan hipertensi 63 orang (61,8%). Hasil penelitian
didapatkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi (p=0,387) yang dipengaruhi oleh jenis rokok (p=0,43) dan
derajat merokok (p=0,761).
23

C. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor faktor yang


mempengaruhi1.1Hipertensi:

Usia
Jenis kelamin Hipertensi
Keturunan
IMT
Asupan Garam
Stres
Kebiasaan Merokok

(Sutanto, 2010; Suparto, 2000; Williams, 2000; Hendrati dan Martini,


2006)
BAB III
KERANGKA KONSEP
DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep merupakan gambaran dan arahan asumsi mengenai
variabel-variabel yang akan diteliti, atau memiliki arti hasil sebuah sintesis
dari proses berpikir deduktif maupun induktif, kemudian dengan kemampuan
kreatif dan inovatif diakhiri konsep atau ide baru (Hidayat,2017).

Menurut Sugiyono tahun 2011 mengatakan Variabel penelitian adalah suatu


atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini telah ditentukan 2 variabel, yaitu
variabel bebas atau variabel independen dan variabel terikat atau dependen.

Menurut Sugiyono tahun 2011 menyatakan,variabel Independent atau bebas


adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas
pada penelitian ini yaitu kebiasaan merokok dan IMT. Variabel terikat atau
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu
hipertensi.Maka dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai
berikut:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kebiasaan Merokok
IMT Hipertensi

B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk
25

melakukan observasi atau mengukur secara cermat suatu objek atau


fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang
dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan
cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat,
2017)

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Indikat Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional or Ukur
Variabel Independen
1 Kebiasaan Konsumsi Apakah Lembar 0 = Ordin
Merokok rokok yang responden checklist Bukan al
dihisap setiap mengonsumsi perokok
hari oleh (menghisap) 1= Perokok
responden rokok secara (Nurkhalida,
rutin setiap 2013)
hari.

2 Indeks Hasil Tinggi badan Lembar 0 = Tidak Ordin


Masa pengukuran diukur dengan Observasi, Obesitas al
Tubuh berat badan meteran tinggi meteran jika jika
(dalam badan, Berar dan IMT < 25
kilogram) badan diukur timbangan 1 = Obesitas
dibagi dengan dengan injak jika IMT
kuadrattinggi timbangan injak ≥ 25
badan (dalam (WHO, 2000)
meter)
responden.
Variabel Dependen
3 Hipertensi Suatu keadaan Pengukuran Lembar 0 = Ordinal
peningkatan tekanan darah Observasi Tidak
tekanan darah menggunakan dan Hipertensi jika
sistolik yang tensi meter atau Spygmoma tekanan darah
menetap di Spygmomanom nometer sistolik < 140
atas atau sama eter yang mm Hg atau
dengan 140 dilakukan tekanan darah
mm Hg atau setelah diastolik
tekanan darah responden dibawah 90
diastolik yang isirahat 5 menit mm Hg
menetap diatas dalam 3 kali
atau sama pengukuran 1 = Hipertensi
dengan 90 mm jika tekanan
Hg setelah tiga darah sistolik
kali ≥ 140 mm Hg
pengukuran atau tekanan
26

dalam berbagai darah diastolik


kesempatan di atas atau
terpisah, sama dengan
bahkan saat 90 mm Hg
istirahat yang
dialami oleh (Stoppard,
responden. 2010)

C. Hipotesis Penelitian
Menurut Nursalam tahu 2016, mengatakan hipotesis adalah jawaban
sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian.Berdasarkan
kerangka pikir dan kerangka konsep penelitian, maka selanjutnya dapat
disusun hipotesis penelitian. Adapun hipotesis penelitian ini berupa:
Ho: Tidak ada hubungan antara fakor Kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020
Ha: Ada hubungan antara fakor Kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
Ho: Tidak ada hubungan antara Kebiasaan IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan
kejadian hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020
Ha: Ada hubungan antara Kebiasaan IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan
kejadian hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan
desain Cross sectional (potong lintang) yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran dan korelasi secara bersamaan antara variabel independen dan
variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
Kebiasaan merokok dan IMT (Indeks Masa Tubuh) sedangkan variabel
dependen adalah hipertensi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Adapun penelitian ini dilakukan di PT X yang beralamat di Anyer, Cilegon,
Banten dari bulan September tahun 2020 – Februari tahun 2021.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sujarweni pada tahun 2015 menyatakan bahwa populasi
adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
pada penelitian ini adalah Semua karyawan PT. X yang bekerja
dibagian Marine dengan jumlah 127 orang.

2. Sampel
Menurut Nursalam pada tahun 2017, sampel merupakan bagian dari
populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian
melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi
dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Besar sampel
ditentukan dengan rumus Slovin, yaitu:
N
n=
1+ N × e2
Keterangan :
N adalah Besar Sampel
28

n adalah jumlah sampel


e adalah batas toleransi kesalahan (error tolerance)
127
n= =55,94 ≈ 56
1+127 × 0,12

Dengan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel minimal 56 orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple
random sampling. Teknik simple random sampling memungkinkan
setiap unit sampling sebagai unsur populasi memperoleh peluang yang
sama untuk menjadi sampel. Penulis menggunakan teknik simple
random sampling karena yang menjadi populasi dalam penelitian ini
tidak terlalu besar. Penulis akan memilih 56 responden secara undi
dengan cara mengocok nomor karyawan. Pada penelitian ini ditetapkan
beberapa kriteria untuk memilih responden yaitu sebagai berikut:
a) Kriteria Inklusi yaitu responden
1) Penderita Hipertensi yang tidak sedang mengonsumsi obat anti
hipertensi.
2) Penderita Hipertensi yang masuk dalam program CIMP
(Chronic Illness Monitoring Program).
3) Penderita Hipertensi atau bukan penderita hipertensi yang
bersedia menjadi responden.
4) Responden yang tidak menderita penyakit diabetes mellitus,

Hipertiroid, rematik, dan asam urat.


29

b) Kriteria Eksklusi yaitu responden


1) Penderita Hipertensi yang sedang mengonsumsi obat anti
hipertensi.
2) Responden yang menderita penyakit diabetes mellitus.
3) Responden yang menderita penyakit Hipertiroid.
4) Responden yang menderita penyakit rematik.
5) Responden yang menderita penyakit asam urat.
6) karyawan yang tidak bersedia menjadi responden.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam proses pengumpulan data dalam
penelitian ini berdasarkan variable independen adalah kebiasaan merokok dan
IMT, sedangkan variabel dependen adalah hipertensi.
1. Hipertensi
Tekanan darah responden yang diukur oleh peneliti menggunakan tensi
meter atau Spygmomanometer yang dilakukan dengan istirahat 5 menit
dalam 3 kali pengukuran. Variabel ini dikategorikan menjadi:
1 = Hipertensi jika Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
0 = Tidak Hipertensi jika Tekanan darah < 140/90 mmHg

2. Kebiasaan merokok
Variabel terkait Kebiasaan merokok adalah status responden dalam
mengonsumsi rokok atau produk tembakau lainnya.
Variabel ini dikategorikan menjadi:
0 = Bukan Perokok
1 = Perokok
(Nurkhalida, 2013)

3. Indeks Masa Tubuh (IMT)


Variabel terkait Riwayat Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah Hasil
pengukuran berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi
badan (dalam meter) responden.
30

Variabel ini dikategorikan menjadi:


0 = Tidak Obesitas jika IMT <25
1 = Obesitas jika IMT ≥ 25
(WHO, 2000)

E. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Nursalam tahun 2011 mengatakan bahwa Pengumpulan data
sebagai proses pendekatan kepada subjek dan pengumpulan karakteristik
subjek dalam penelitian. Prosedur terkait pengumpulan data dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Prosedur Administrasi
Prosedur administrasi dilakukan sebelum melakukan penelitian, yaitu
dimulai dari mengajukan Surat izin penelitian ke Program Studi
Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang. Selanjutnya
peneliti mendatangi bagian administrasi PT. X Cilegon untuk
menyerahkan surat permohonan izin penelitian tersebut dengan
membawa proposal sederhana.Setelah izin penelitian disetujui oleh
Direktur PT. X, selanjutnya peneliti mulai melakukan sosialisasi
penelitian kepada Supervisor bagian Marine tentang tujuan penelitian,
manfaat dan prosedur penelitian.

2. Prosedur Pelaksanaan
a. Peneliti mengidentifikasi calon responden sesuai yang memenuhi
kriteria sampel yang ditetapkan.
b. Peneliti kemudian mendatangi calon responden dan menjelaskan
tentang tujuan dan prosedur penelitian, kemungkinan resiko dan
ketidaknyamanan, manfaat penelitian, hak menolak untuk
berpartisipasi serta jaminan kerahasiaan atau privacy.
c. Peneliti memberikan kesempatan calon responden untuk bertanya
tentang hal-hal yang belum jelas mengenai penelitian yang akan
dilakukan.
31

d. Peneliti kemudian menawarkan calon responden untuk menjadi


responden penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden (informed consent). Apabila setuju, selanjutnya
peneliti mulai melakukan pengumpulan data

F. Pengolahan dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting dalam
penelitian karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih
mentah dan belum memberikan informasi jelas, sehingga belum siap
untuk disajikan. Pengolahan data yang dilakukan pada penelitan ini
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan, kesalahan, dan
konsistensi jawaban responden. Kegiatan ini dilakukan pertama kali
oleh peneliti pada saat menerima pengembalian instrumen, sehingga
bila terjadi kesalahan dalam menjawab dan kekurangan dalam
mengisi jawaban dapat langsung dilakukan koreksi oleh peneliti.
Selanjutnya peneliti memeriksa kembali seluruh kuesioner yang
terkumpul dan memberi nomor urut responden.

b. Coding
Coding dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah proses
pengolahan data, yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka dengan diberi kode (Notoatmodjo,
2012).
Pemberian kode setiap variabel pada penelitian ini dilakukan sebagai
berikut:
1) Hipertensi, yaitu:
a) Bila hasil pengukuran tekanan darah responden ≥ 140/90
mmHg selama 3 kali pengukuran maka dikategorikan
hipertensi dan diberi kode 1.
32

b) Bila hasil pengukuran tekanan darah responden < 140/90


mmHg selama 3 kali pengukuran maka dikategorikan tidak
hipertensi dan diberi kode 0.

2) Kebiasaan Merokok yaitu:


a) Bila hasil wawancara responden adalah mengkonsumsi
rokok setiap hari maka dikategorikan Perokok dan diberi
kode 1.
b) Bila hasil wawancara responden adalah tidak
mengkonsumsi rokok setiap hari maka dikategorikan bukan
Perokok dan diberi kode 0.

3) Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu


a) Bila hasil pengukuran IMT responden ≥ 25 maka
dikategorikan Obesitas dan diberi kode 1.
b) Bila hasil pengukuran IMT responden < 25 maka
dikategorikan Obesitas dan diberi kode 0.

c. Entry
Entry adalah proses memasukkan jawaban yang telah dikode ke dalam
tabel melalui pengolahan komputer guna menghitung frekuensi data
dan dianalisis dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS
22 for Windows.

d. Cleaning
Cleaning adalah kegiatan pemeriksaan kembali data yang telah
dimasukkan ke dalam komputer untuk mengetahui adanya kesalahan
kode dan melakukan koreksi. Data-data yang tidak sesuai dengan
kebutuhan akan dihapus. Peneliti dapat mengetahui missing data dengan
melakukan pengecekan atau distribusi frekuensi pada setiap variabel
penelitian. Peneliti mengetahui variasi data melalui deteksi dengan
mengeluarkan distribusi frekuensi setiap variabel penelitian.
33

Konsistensi data dapat diketahui dengan cara menghubungkan kedua


variabel penelitian tersebut.

2. Analisis Data
Menurut Notoatmojo tahun 2012 mengatakan bahwa Analisa data
digunakan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan, yaitu
mempelajari hubungan antara dua variabel. Analisis data berisi
tentang penjelasan data pada masing-masing variabel yang diteliti
yang kemudian didiskripsikan. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan dua cara dalam menganalisis data, yaitu:
a. Analisis Univariat
Menurut Misbahuddin dan Hasan pada tahun 2014, mengatakan
bahwa analisis Univariat merupakan penyederhanaan atau
peringkasan kumpulan data hasil penelitian (hasil pengukuran)
sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna. Peringkasan data tersebut berupa ukuran-ukuran statistik,
tabel-tabel dan juga grafik. Analisa univariat dalam penelitian ini
adalah variabel dependen yaitu kejadian hipertensi, dan variabel
independen yaitu kebiasaan merokok dan IMT. Selanjutnya data
ditabulasi, kemudian diproses dengan menggunakan rumus :

Keterangan:
F = Frekuensi tiap kategori
X = Jumlah yang di dapat
N = Jumlah Sampel
Dan interpretasi data menggunakan keterangan prosentase
berdasarkan tabel dibawah ini :
Tabel 4.1 : Tabel Interpretasi Data

NO % KETERANGAN
1 0% Tak seorang responden
2 1-5 % Hampir tidak ada responden
3 6-25 % Sebagian kecil responden
34

4 26-49 % Hampir setengah responden


5 50 % Sebagian responden
6 51-75 % Lebih dari setengah responden
7 76-95 % Hampir seluruh responden
8 96-99 % Sebagian besar responden
9 100 % Seluruh responden
(Sumber: Hasan, 2012 dalam Sihabudin, 2020)

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan antara
variabel independen yaitu Kebiasaan merokok dan IMT dengan
variabel dependen adalah Hipertensi, dengan melakukan uji
hipotesis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dua
variabel. Analisis statistik yang akan dilakukan yaitu menggunakan
uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Dengan
interprestasi bila nilai P-value ≤ α (P-value ≤ 0,05) maka Ho
ditolak dan Ha diterima berarti ada hubungan yang bermakna. Bila
nilai P- value > α (P-value > 0,05) maka Ho diterima dan Ha
ditolak berarti tidak ada hubungan yang bermakna.

Syarat digunakannya uji Chi Square adalah variabel yang diteliti


mempunyai data berbentuk kategorik dengan kategorik, dengan
syarat bila pada tabel 2 x 2 dan tidak ada nilai E yang kurang dari
5, maka nilai yang dipakai sebaiknya Continuity Correction.

Pada penelitian cross sectional nilai asosiasi yang digunakan


adalah nilai Prevalens Ratio (PR) untuk mengetahui kelompok
mana yang memiliki risiko lebih besar dibandingkan kelompok lain
antara masing-masing variabel independen yang diteliti terhadap
variabel dependen.
a. PR dipakai jika prevalensi kasus besar >10% Nilai
prevelance ratio (PR) = 1 maka tidak ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
35

b. Nilai prevalence ratio (PR) < 1 maka variabel independen


merupakan mengurangi kejadian terhadap variabel dependen.
c. Nilai prevelance ratio (PR) > 1 maka variabel independen
merupakan faktor risiko terhadap variabel dependen.
[ CITATION Sug16 \l 1033 ].

G. Etika Penelitian
Menurut Notoatmodjo tahun 2012, Peneliti menguraikan masalah etik pada
penelitian ini berdasarkan ketiga prinsip etik, yaitu:
1. Informed consent
Merupakan lembar persetujuan antara peneliti dengan responden.
Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden terlebih dahulu peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diperoleh
dari penelitian yang dilakukan. Apabila responden yang dipilih tidak
bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak
responden.
2. Anonymity
Peneliti menjaga kerahasian dan keterlibatan responden dalam
penelitian yang dilakukan. Semua kuesioner yang telah terisi hanya
diberi nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi
identitas responden. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak
ada satu identifikasi yang berkaitan dengan responden ditampilkan
dalam publikasi tersebut. Siapapun yang bertanya tentang keterlibatan
responden dan apapun yang responden jawab pada penelitian ini, maka
responden berhak untuk tidak menjawabnya.
3. Confidentiality
Peneliti dapat menjamin kerahasiaan responden. Semua data dalam
penelitian yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian dan dihapus apabila sudah tidak
dipergunakan kembali.
36
DAFTAR PUSTAKA

Bieclecka-Dabrowa A; Aronow WS; Rysz J dan Banach M. (2011). The rise and
fall of hyperension: lessons learned from Easten Eurpoe. Current
Cardiovaskular Risk Reports, 5(2), 174-179

Budiharto (2010) Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan


Gigi. Jakarta: EGC.

Depkes. (2013). Jakarta: Riset Kesehatan Dasar


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf

Depkes. (2014). Jakarta: Profile Kesehatan Indonesia Tahun 2013.


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatanindone
sia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Info Datin Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Situasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi kementrian Kesehatan
RIhttp://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatink
erja.pdf

Mannan, Hasrin., Wahiduddin., Rismayanti (2013). Faktor Risiko Kejadian


Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto
tahun 2012. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5745. Diakses
pada 24 Februari 2017

Margono, S. (2010) Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Rehanun. (2014). Hubungan Kebiasan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi


Pada Sopir Angkutan Di Wilayah Ungaran Kabupaten Semarang. (Skripsi).
Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluuo Ungaran.
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3870.pdf

Suprihatin, Anggun. (2016). Hubungan Antara Kebiasaan Merokok, Aktivitas


Fisik, Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Nguter. [Skripsi]. : Surakarta : Universitas Muhammadiyah

Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Kedokteran


EGC

Walyani, E. S. (2015) Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan (1st ed.). Yogyakarta:


Pustaka Barupess.
36

World Health Organization (WHO). (2015). New data highlight increases in


hypertension,diabetes,incidencen.www.who.int/entity/cardiovascular_disease
s/publicati ons/global_brief_hypertension/en
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/...hipe
rtensi.pdf

Yogaswara, Y. M. (2018). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi di RT 11 Desa Pantai Hurip Kabupaten Bekasi Tahun 2018.
Universitas Esa Unggul
37

INFORMED CONSENT
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Selamat Pagi/Siang,

Perkenalkan, nama saya Fathorrahman, mahasiswa S1 Keperawatan STIKes


Widya Dharma Husada Tangerang. Saya bermaksud melakukan penelitian
mengenai, “Hubungan kebiasaan Merokok dan faktor IMT dengan Kejadian
Hipertensi pada Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020”. Penelitian ini
dilakukan sebagai tahapan akhir dalam penyelesaian studi di STIKes Widya
Dharma Husada Tangerang.

Saya berharap Saudara/Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian


ini, dimana kaan dilakukan wawancara terkait dengan penelitian. Semua informasi
yang saudara berikan terjamin kerahasiannya.

Setelah Saudara/Bapak/Ibu membaca maksud dari kegiatan penelitian diatas,


maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini.

Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini.

Nama :

Tanda Tangan :

Terimakasih atas kesediaan Sudara/Bapak/Ibu untuk ikut serta dalam penelitian


ini
38

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan kebiasaan Merokok dan faktor IMT dengan Kejadian Hipertensi pada
Karyawan bagian Marine di PT X Tahun 2020

Tanggal :
No. Responden :
Jawablah daftar pertanyaan dibawah ini dengan sebenar-benarnya dan berilah
tanda (x) pada jawaban yang Anda anggap sesuai.

Nama : ……………………………………………………
Umur : …………………………………………..... tahun
Alamat (Domisili) : ……………………………………………………
Jenis Kelamin : Perempuan
Laki – laki
Tingkat Pendidikan : Tamat SD Tamat SMA
Tamat SMP Tamat PT
Tekanan Darah : ………………………………………………... mmHg
Berat Badan :…………………………………………………….kg
Tinggi Badan : …………………………………………………….cm
Apakah anda mengidap penyakit seperti yang disebutkan dibawah ini :
Diabetes mellitus Hipertiroid
Rematik Asam urat.
Tidak Ada
Apakah Anda merokok ? Ya Tidak

Anda mungkin juga menyukai