Anda di halaman 1dari 206

MAKALAH

KESEHATAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN
Dosen Pengajar : Dr. Oksfriani J. Sumampouw, S.Pi, MKes

Semester 5

KESEHATAN LINGKUNGAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020

1
MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Darell J. N. Mawitjere16111101296
Christina Talumewo 18111101025
Chellcy Y. V, Anes 18111101063
Semester 5

KESEHATAN LINGKUNGAN

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN” ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki
makalah ini dengan lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami
miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca
agar kiranya memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado, September 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
2.1 Pengertian Mikrobiologi............................................................................4
2.2 Sejarah Mikrobiologi.................................................................................4
2.3 Batasan Agen Penyakit (Mikroba) di Perumahan Pemukiman dan
Perkotaan..............................................................................................................6
2.3.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)......................................................6
2.3.2 Diare...................................................................................................9
2.3.3 Malaria...................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata mikroorganisme merupakan istilah yang tidak asing bagi dunia kesehatan.
Mikroorganisme atau mikroba merupakan organisme hidup yang berukuran sangat
kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) dan hanya dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang
tersusun beberapa sel (multiseluler). Organisme yang termasuk ke dalam golongan
mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga mikroskopis, dan virus.
Virus, bakteri dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi,
protozoa, dan alga mikroskopis termasuk golongan eukariota.

Mikrobiologi (dalam Bahasa Yunani mikros = kecil, bios = hidup, dan logos =
ilmu) merupakan suatu ilmu tentang organisme hidup yang berukuran mikroskopis.
Mikrobiologi merupakan ilmu aneka disiplin karena ilmu ini mencakup beberapa
bidang, pembagiannya dapat berdasarkan tipe mikrobiologi (pendekatan taksonomis)
atau berdasarkan aktivitas fungsional. Berdasarkan pendekatan taksonomis,
mikrobiologi dibagi menjadi virologi, bakteriologi, mikologi, fikologi, dan
protozoologi. Sedangkan berdasarkan pendekatan fungsional, mikrobiologi dibagi
atas ekologi mikroba, mikrobiologi industri, mikrobiologi pertanian, mikrobiologi
kedokteran, mikrobiologi pangan, fisiologi mikroba, genetika mikroba, dan
sebagainya.

Kawasan permukiman menurut Undang- undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan permukiman sendiri adalah
bagian dari lingkungan hunian yang terdiri lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan
fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan

Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya pemukiman berasal


dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata
human settlement yang artinya pemukiman. Pemukiman memberikan kesan tentang
pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam
lingkungan, sehingga pemukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat
fisik atau benda mati yaitu manusia (human).

Menurut Amos Rapoport, kota adalah suatu pemukiman yang relative besar, padat
dan permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari segi social. Kota
merupakan tempat bergabungnya berbagai hal dan merupakan kumpulan
keanekaragaman banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung dalam satu
tempat yang dinamakan kota. Begitu juga dengan kegiatan ekonomi saling
melengkapi dan saling bergantung (Zahnd, 2006).

Menurut Amos Rapoport dalam Zahnd (2006), ada beberapa kriteria yang secara
lebih spesifik untuk merumuskan kota, yaitu sebagai berikut:

1. Ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap massa dan tempat.
2. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.
3. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
4. Fungsi perkotaan minimum yang terperinci, yang meliputi sebuah pasar,
sebuah pusat administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah
pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan
kelembagaan yang sama.
5. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian
ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.

ii
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksud dengan Mikrobiologi?
3. Bagaimana sejarah Mikrobiologi?
4. Apa saja batasan agen penyakit (mikroba) di perumahan pemukiman dan
perkotaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan Mikrobiologi
2. Untuk menjelaskan bagaimana sejarah Mikrobiologi
3. Untuk menjelaskan apa saja batasan agen penyakit (mikroba) di perumahan
pemukiman dan perkotaan

1.4 Manfaat Penulisan


1. Agar pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan dapat menambah wawasan
tentang konsep dasar serta batasan agen penyakit (mikroba) di perumahan
pemukiaman dan perkotaan
2. Agar penulis dapat memperoleh wawasan lebih luas tentang konsep dasar
serta batasan agen penyakit (mikroba) di perumahan pemukiaman dan
perkotaan

iii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mikrobiologi


Mikrobiologi (dalam Bahasa Yunani mikros = kecil, bios = hidup, dan logos =
ilmu) merupakan suatu ilmu tentang organisme hidup yang berukuran mikroskopis.
Mikrobiologi merupakan ilmu aneka disiplin karena ilmu ini mencakup beberapa
bidang, pembagiannya dapat berdasarkan tipe mikrobiologi (pendekatan taksonomis)
atau berdasarkan aktivitas fungsional. Berdasarkan pendekatan taksonomis,
mikrobiologi dibagi menjadi virologi, bakteriologi, mikologi, fikologi, dan
protozoologi. Sedangkan berdasarkan pendekatan fungsional, mikrobiologi dibagi
atas ekologi mikroba, mikrobiologi industri, mikrobiologi pertanian, mikrobiologi
kedokteran, mikrobiologi pangan, fisiologi mikroba, genetika mikroba, dan
sebagainya. Mikrobiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang makhluk yang
terlalu kecil untuk di lihat secara jelas dengan mata telanjang.

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang berukuran sangat


kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang melainkan harus
menggunakan bantuan mikroskop. Organisme yang sangat kecil ini disebut sebagai
mikroorganisme, atau sering disebut mikroba ataupun jasad renik. Saat ini,
mikrobiologi sangat berkembang luas pada berbagai bidang ilmu pengetahuan,
misalnya pertanian, industri, kesehatan, lingkungan hidup, bidang pangan, bahkan
bidang antariksa (Waluyo, 2009).

2.2 Sejarah Mikrobiologi


Awal terungkapnya dunia mikroba adalah dengan ditemukannya mikroskop oleh
Leeuwenhoek (1633-1723). Mikroskop temuan tersebut masih sangat sederhana,
dilengkapi satu lensa dengan jarak fokus yang sangat pendek, tetapi dapat

iv
menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara 50-300 kali. Leeuwenhoek
melakukan pengamatan tentang struktur mikroskopis biji, jaringan tumbuhan dan
invertebrata kecil, tetapi penemuan yang terbesar adalah diketahuinya dunia mikroba
yang disebut sebagai “animalculus” atau hewan kecil. Animalculus adalah jenis-jenis
mikroba yang sekarang diketahui sebagai protozoa, algae, khamir, dan bakteri.

Penemuan animalculus di alam, menimbulkan rasa ingin tahu mengenai asal


usulnya. Menurut teori abiogenesis, animalculus timbul dengan sendirinya dari
bahanbahan mati. Doktrin abiogenesis dianut sampai jaman Renaissance, seiring
dengan kemajuan pengetahuan mengenai mikroba, semakin lama doktrin tersebut
menjadi tidak terbukti. Sebagian ahli menganut teori biogenesis, dengan pendapat
bahwa animalculus terbentuk dari “benih” animalculus yang selalu berada di udara.
Untuk mempertahankan pendapat tersebut maka penganut teori ini mencoba
membuktikan dengan berbagai percobaan. Fransisco Redi (1665), memperoleh hasil
dari percobaannya bahwa ulat yang berkembang biak di dalam daging busuk, tidak
akan terjadi apabila daging tersebut disimpan di dalam suatu tempat tertutup yang
tidak dapat disentuh oleh lalat. Jadi dapat disimpulkan bahwa ulat tidak secara
spontan berkembang dari daging. Percobaan lain yang dilakukan oleh Lazzaro
Spalanzani memberi bukti yang menguatkan bahwa mikroba tidak muncul dengan
sendirinya, pada percobaan menggunakan kaldu ternyata pemanasan dapat
menyebabkan animalculus tidak tumbuh. Percobaan ini juga dapat menunjukkan
bahwa perkembangan mikrobia di dalam suatu bahan, dalam arti terbatas
menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi pada bahan tersebut. 8 Percobaan yang
dilakukan oleh Louis Pasteur juga banyak membuktikan bahwa teori abiogenesis
tidak mungkin, tetapi tetap tidak dapat menjawab asal usul animalculus. Penemuan
Louis Pasteur yang penting adalah (1) Udara mengandung mikrobia yang
pembagiannya tidak merata, (2) Cara pembebasan cairan dan bahanbahan dari
mikrobia, yang sekarang dikenal sebagai pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi
adalah cara untuk mematikan beberapa jenis mikroba tertentu dengan menggunakan

v
uap air panas, suhunya kurang lebih 62oC. Sterilisasi adalah cara untuk mematikan
mikroba dengan pemanasan dan tekanan tinggi, cara ini merupakan penemuan
bersama ahli yang lain (TEORI ABIOGENESIS DAN BIOGENESIS).

2.3 Batasan Agen Penyakit (Mikroba) di Perumahan Pemukiman dan


Perkotaan

2.3.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dalam bahasa asing
dinamakan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthro podborn virus) dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes
Aegepty). Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue
Haemoragic Fever (DHF). DHF/DBD adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
betina (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah penyakit yang terdapat
pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama
terinfeksi virus (Arif Mansjur : 2001).

Faktor Resiko Lingkungan yang berpengaruh Timbulnya suatu


penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologi.
Faktor tersebut adalah agent (agen), host (manusia), Environment
(lingkungan). Timbulnya penyakit DBD bisa disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara faktor host (manusia) dengan segala
sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis), adanya agent
sebagai penyebab dan environment (lingkungan) yang mendukung.

1. Pembawa Penyakit (Agent) Agent adalah sesuatu yang bila ada


atau tidak ada akan menimbulkan penyakit. Agent yang menyebabkan
demam berdarah dengue tentunya adalah nyamuk Aedes aegypti.

vi
Hanya nyamuk betina yang dapat menggigit dan menularkan virus
dengue. Nyamuk ini umumnya menggigit di siang hari (09.00-10.00)
dan sore hari (16.00- 17.00). Nyamuk ini membutuhkan darah karena
darah merupakan sarana untuk mematangkan telurnya.1,5 Virus
Dengue yang ditularkan oleh nyamuk ini sendiri bersifat labil terhadap
panas (termolabil) ada 4 tipe virus yang menyebabkan DBD, yaitu :
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing virus dapat
dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium. Infeksi oleh salah satu
tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap
infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun, hanya
memberikan imunitas sementara dan parsial pada infeksi tipe virus
lainnya. Bahkan beberapa penelitian mengatakan jika seseorang
pernah terinfeksi oleh salah satu virus, kemudian terinfeksi lagi oleh
tipe virus lainnya, gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat dan
seringkali fatal. Kondisi ini yang menyulitkan pembuatan vaksin
terhadap DBD.

2. Pejamu (host) Pejamu (host) artinya adalah kelompok yang


dapat terserang penyakit ini. Dalam kasus penyakit yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk ini, tentu ada beberapa hal yang
mempengaruhi pejamu (host) ini mudah terserang penyakit DBD ini,
diantaranya.

a. Pengetahuan Pengetahuan yang kurang menyebabkan tindak


lanjut yang terkadang salah dan lambat. Masyarakat perlu diberikan
penyuluhan khusus mengenai sosok penyakit DBD itu sendiri lebih
dini. Ada kriteria klinis yang perlu diketahui oleh masyarakat terlebih
di daerah endemik. Sehingga diharapakan masyarakat dapat menindak
lanjuti kasus DBD ini lebih dini dan prevalensi penderita dapat
ditekan.

vii
b. Sikap dan Perilaku

Perilaku manusia yang menyebabkan terjangkitnya dan


menyebarnya DBD khususnya diantaranya adalah mobilitas dan
kebiasaan masyarakat itu sendiri. Mobilitas, saat ini dengan semakin
tingginya kegiatan manusia membuat masyarakat untuk melakukan
mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain. Dan hal ini yang
mempercepat penularan DBD. Kebiasaan, kebiasaan yang dimaksud
adalah sebagaimana masyarakat di Indonesia cenderung memiliki
kebiasaan menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti
menampung air hujan, menampung air di bak mandi dan keperluan
lainnya, yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti. Kebiasaan lainnya adalah mengumpulkan barang-barang
bekas dan kurang melaksanakan kebersian dan 3M PLUS.

3. Lingkungan (Environment)

Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang


memudahkan terjadinya kontak dengan agent.

a. Lingkungan fisik

1) Jarak antara rumah Jarak rumah mempengaruhi penyebaran


nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar
rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah
menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna
dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan
rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.

2) Ketingian tempat Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh


terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit
Di Indonesia nyamuk Ae. aegypti dan Aedes albopictus dapat hidup
pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut

viii
b. Lingkungan Sosial

Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang


memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung
baju, kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan
membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat
khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan
menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di
dalam masyarakat.

2.3.2 Diare
Diare adalah salah satu penyakit yang menjadi penyebab
kematian di dunia, tercatat sekitar 2,5 juta orang meninggal tiap tahun.
Penyakit ini memiliki angka kejadian yang tinggi di negara
berkembang. Agen yang dapat menyababkan diare antara lain bisa
melalui tiga jalur, yaitu: pada makanan, dalam air, atau penularan dari
satu orang ke orang lain. Perbedaan cara penularan melalui ketiganya
tergantung pada potensi ketersediaannya di lingkungan tempat tinggal
kita dan reflek yang diperlukan agen tersebut untuk memunculkan
infeksi.

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor Infeksi

1. Infeksi enteral

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan


penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:

(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,


Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,


Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c)

ix
Infestasi parasite :

Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa


(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(candida albicans).

2. Infeksi parenteral

Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat


pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

a. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap


makanan

b. Faktor lingkungan Penyakit diare merupakan merupakan salah


satu penyakit yang berbasisi lingkungan. Dua faktor yang dominan
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian
penyakit diare.

2.3.3 Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
(protozoa) dari genus Plasmodium, yang dapat ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari dua kata
bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk
karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk (Prabowo, 2008).

Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh

x
protozoa terdiri dari empat jenis spesies yaitu Plasmodium vivax
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae menyebabkan
malaria quartana, Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
tropika dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Malaria Faktor geografis di Indonesia sangat menguntungkan
terjadinya transmisi malaria, seperti:

- Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik merupakan faktor yang berpengaruh pada


perkembangbiakan dan kemampuan hidup vektor malaria,
lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap nyamuk
Anopheles antara lain:

a. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk.


Suhu yang optimum berkisar antara 20-300C. Makin tinggi
suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi
ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu
makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini
berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,70C masa inkubasi
ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium falciparum
dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.

b. Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk,


meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk
memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang
lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

xi
c. Ketinggian Secara umum malaria berkurang pada
ketinggian yang semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan
menurunya suhu rata-rata. Nyamuk malaria tidak bisa hidup
pada ketinggian lebih dari 2.500 meter diatas permukaan laut.
Karena ketinggian disuatu daerah berhubungan dengan
temperatur, kelembaban dan tekanan udara.

- Upaya Pencegahan Malaria

1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria


yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau
petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi
utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan
malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting
pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan
tempat perindukan.

2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan


memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara
pencegahan malaria.

3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari


gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap,
tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak
nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang
rawan malaria.

4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas diluar


rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk
anopheles umumnya menggigit
BAB III

xii
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Organisme yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga mikroskopis, dan virus. Virus, bakteri
dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi,
protozoa, dan alga mikroskopis termasuk golongan eukariota. Banyak
penyakit yang berbasis lingkungan timbul dan disebabkan karena adanya
berbagai macam mikroorganisme ini, penyakit berbasis lingkungan tersebut
berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan
oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki
potensi penyakit.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya penyakit berbasis lingkungan, diantaranya Penyehatan Sumber Air
Bersih (SAB), Penyehatan Lingkungan Pemukiman dengan melakukan
pemantauan jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL),
dan tempat pengelolaan sampah (TPS), serta pemantauan jentik nyamuk.

3.2 Saran

Untuk itu dalam upaya menjaga lingkungan agar tetap sehat, kita sebagai masyarakat
harus sering melakukan cara berikut agar terhindar dari penyakit yang disebabkan
oleh mikroba, Mencuci tangan dengan teratur. terutama sebelum makan, sebelum dan
sesudah menyiapkan makanan, setelah batuk/bersin, mengganti popok, dan setelah
menggunakan toilet. Jaga keamanan makanan. bersihkan tangan dan permukaan
dapur secara teratur, pisahkan antara makanan mentah dan matang dan masaklah
makanan hingga mendidih untuk membunuh bakteri. Vaksinasi atau imunisasi adalah
cara yang tepat untuk melindungi diri dari infeksi serius, pastikan seluruh anggota
sudah mendapatkan vaksinasi yang diperlukan. Bersihkan dan basmi kuman pada
permukaan benda-benda di rumah, khususnya yang bersinggungan dengan makanan
dan benda umum lainnya seperti kran air, gagang pintu dan tombol telepon.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

Tingkat Kualitas Permukiman - Jurnal UNS - Universitas Sebelas Maret


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnal.uns.ac.id/region/article/download/
15922/17166&ved=2ahUKEwjKgP37tYTsAhWe_XMBHZj4BF4QFjAKegQ
IBRAB&usg=AOvVaw1-O01FJYF1HS00RyCEN6kD

Mikrobiologi. bppsdmk.kemkes.go.id
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/mikrobiologi_bab1-
9.pdf&ved=2ahUKEwjxo5fUtYTsAhUyheYKHculDDoQFjAAegQIAxAB&
usg=AOvVaw0gf53s6LV2ATYR9NCRRYI3

Mikrobiologi Dan Parasitologi. bppsdmk.kemkes.go.id


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Mikrobiologi-dan-Parasitologi-
Komprehensif.pdf&ved=2ahUKEwjsrJSspYTsAhVFg-YKHf-
eDsUQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw3pUd1CmrmLJB5YSRObTKBr

Purnama. S. Gede. 2016. Penyakit Berbasis Lingkungan Buku Ajar

xiv
MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN : MASALAH
KESEHATAN LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN AGEN
PENYAKIT (MIKROBA) DI PERUMAHAN, PEMUKIMAN DAN
PERKOTAAN

Disusun oleh :

Kelompok 2

Josefien Rolita Tiwow 18111101011

Syutrika Chandra 18111101040

Anastasya Erniwiyati Dasari 18111101044

Semester 5 Kesehatan Lingkungan

xv
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Mikrobiologi
Pemukiman dan Perkotaan : Masalah Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan
dengan Agen Penyakit (Mikroba) di Perumahan, Pemukiman dan Perkotaan ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki
makalah ini dengan lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami
miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca
agar kiranya memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado, 27 September 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perumahan, Pemukiman dan Perkotaan................................................................. 3
2.2 Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Agen di Perumahan,
Pemukiman dan Perkotaan.................................................................................... 4
2.2.1 ISPA ............................................................................................................. 4
2.2.2 Tuberkulosis................................................................................................. 7
2.2.3 Diare............................................................................................................11
2.2.4 Demam Berdarah Dengue...........................................................................14
2.2.5Malaria…………………………………………………………..….17
2.2.6 Filariasis…………………………………………………………....21
2.2.7 Amubiasis……………………………………………………….....22
2.2.8 Demam Tifoid……………………………………………………..24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................28
3.2 Saran.......................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................29

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari
Pada Berbagai Warna Kaca Terhadap Kuman Tuberkulosis Paru………… 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia rendahnya kesejahteraan masyarakat serta rendahnya kualitas
lingkungan merupakan permasalahan yang sama bagi semua pemukiman.
Kualitas kesejahteraan yang rendah tercermin dari kondisi lingkungan dan
rumah. Lingkungan yang buruk dapat diidentifikasi dengan dilihat dari aspek-
aspek yang berpengaruh pada kualitas hunian tersebut seperti jaringan air
bersih, drainase, persampahan , fasilitas Mandi Cuci Kakus, tingkat kepadatan
dan kemiskinan.
Masalah rumah dan permukiman di Indonesia bukan hanya terletak
pada kurangnya jumlah rumah di daerah perkotaan, tetapi menyangkut aspek
kualitas rumah dan aspek non fisik yaitu perilaku yang sangat mempengaruhi
kesehatan rumah. Rumah dan lingkungan permukiman yang sehat merupakan
salah satu kebutuhan dasar bagi keluarga untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin., bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan
kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perumahan, pemukiman dan perkotaan ?
2. Apa saja yang menjadi masalah kesehatan lingkungan yang berhubungan
dengan agen di perumahan, pemukiman dan perkotaan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan tentang perumahan, pemukiman dan perkotaan.
2. Untuk menjelaskan apa saja yang menjadi masalah kesehatan lingkungan
yang berhubungan dengan agen di perumahan, pemukiman dan perkotaan.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Agar pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan dapat menambah
wawasan tentang masalah kesehatan lingkungan yang berhubungan
dengan agen di perumahan, pemukiman dan perkotaan.
2. Agar penulis mendapatkan pengetahuan yang lebih luas tentang masalah
kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan agen di perumahan,
pemukiman dan perkotaan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perumahan, Pemukiman dan Perkotaan


Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan
pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan (UU No.1 tahun 2011dalam Nursyahbani R dan Pigawati B, 2015).
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No 1 Tahun 2011 dalam
Saputri ET 2016). Pada peraturan yang sama disebutkan definisi dari permukiman
ialah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan.
Permukiman merupakan suatu keadaan atau tempat dimana manusia dapat
menetap/tinggal pada kedudukan yang tetap sehingga keluarga dapat berkembang

6
secara harmonis dalam kondisi yang menguntungkan (Kasjono, 2011 dalam
Bramanta B, 2018).
Kota yang mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan
penduduk dapat menimbulkan perubahan sosial ekonomi, dan budaya serta
interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Sebagian besar
pertumbuhan kota-kota di Indonesia tidak diimbangi dengan pembangunan sarana
dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan yang mendukung
perubahan tersebut, sehingga perkembangan yang terjadi di kawasan perkotaan
dianggap mengalami degradasi lingkungan yang berpotensi menciptakan
permukiman kumuh (Nursyahbani R dan Pigawati B, 2015).

2.2 Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Agen di Perumahan,


Pemukiman dan Perkotaan
Masalah kesehatan lingkungan yang buruk merupakan masalah lingkungan yang
kompleks. Tingkat kemiskinan merupakan salah satu faktor yang berperan
penting dalam mempengaruhi kualitas lingkungan. Tingginyaangka kemiskinan
menimbulkan pesatnya arus urbanisasi masyarakat ke kota-kota besar sehingga
menimbulkan kekumuhan-kekumuhan baru di daerah sudut kota. Persyaratan
kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat diperlukan karena
pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Sanitasi lingkungan pemukiman
meliputi: pengelolaan sampah, air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan
jamban (Yuniati, 2011 dalam Bramanta B, 2016).

2.2.1 ISPA
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan anak yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA

7
setiap tahunnya. 40% - 60% dari kunjungan di puskesmas adalah penyakit ISPA.
Dari seluruh kematian yang di sebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat
masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang
untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan
kurang gizi. Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan
insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%
pertahun pada golongan usia balita. Pada data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia pertahun berkisar antara 10-20% dari populasi balita pertahunnya.
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut,
dimana pengertiannya sebagai berikut : Infeksi, adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan, adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Infeksi akut, adalah infeksi yang langsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.

1. Agen Penyakit ISPA


Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada peyakit
common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan

8
atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama
beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi
pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan
melalui bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh
orang sehat kesaluran pernapasannya.

2. Penularan ISPA
ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering
terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti tetesan
cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang. Bila
penyebabnya virus atau bakteri, cairan digunakan oleh organisme penyerang
untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing, cairan memberi
tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada dalam paru- paru atau
sistem pernapasan, Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung
dari seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada waktu
batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat terhirup oleh orang
yang berdekatan dengan penderita.

3. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Penyakit ISPA


a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani
dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO,
2007 dalam Purnama SG, 2016). Anak-anak yang tinggal di apartemen
memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak

9
yang tinggal di rumah culster di Denmark. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak.
b. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian
oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded)
mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status Sosio-Ekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosio-ekonomi
yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi
status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan
insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara
kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosio-ekonomi
(Darmawan,1995 dalam Purnama SG, 2016).
d. Kebiasaan Merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003 dalam Purnama SG, 2016)
e. Polusi Udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.

2.2.2 Tuberkulosis

10
Indonesia sebagai negara berkembang dengan kasus Tuberkulosis Paru yang
mengakibatkan kematian ke-2 setelah Kardiovaskuler. Setiap tahunnya di
Indonesia terdapat 450.000 kasus Tuberkulosis Paru semua usia dengan 64.000
jiwa mengalami kematian (Dinkes Jawa Timur, 2012). Kasus tertinggi di
Indonesia pada tahun 2012 yaitu di Provinsi Jawa Barat sebesar 34.301 kasus
dengan kasus Tuberkulosis Paru anak sebesar 267 pada usia 0-14 tahun dan
diikuti oleh Provinsi Jawa Timur sebesar 26.062 kasus dengan 234 kasus.
Tuberkulosis Paru anak usia 0-14 tahun.

1. Agen Penyebab Penyakit Tuberkulosis


Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium africanum dan Mycobacterium
bovis. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu
anggota dari family dan termasuk ke dalam ordo Actinomycetales.
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada
manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering. Basil–basil tuberkel
di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan
panjang berfariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3 – 0,6 mikron.
Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik – manik atau
bersegmen.

2. Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan, kuman TB Paru tersebut dapat

11
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya.

3. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh


Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk
akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor
lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan
rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu
faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan
penghuninya. Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara
fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :
a. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian
tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru
Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian
tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak
memenuhi syarat pada luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah
akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami
pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan
berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga
kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di
udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan
berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan
demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah
melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas

12
lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah
perkotaan 6 m² per orang daerah pedesaan 10 m² per orang.
b. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan
yang ideal antara 180C – 300C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal,
misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja
dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu
dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang- orang tertentu dapat
menimbulkan alergi. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam
rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara
lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi
dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga
kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk Bakteri-Baktri
termasuk bakteri tuberkulosis.20) Kelembaban di dalam rumah menurut
Depatemen Pekerjaan Umum (1986) dapat disebabkan oleh tiga faktor,
yaitu:
 Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
 Merembes melalui dinding ( percolating damp )
 Bocor melalui atap ( roof leaks )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau
saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi
dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi
yang cukup.
c. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara
juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam

13
rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas
ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah
dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai
(tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang
bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya
proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan
yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan
berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis.
Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin
membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut
terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau
berbagai zat kimia organik atau anorganik. Ventilasi berfungsi juga untuk
membebaskan uadar ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen
seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu,
luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah
tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
d. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai
daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch
(1843-1910). Dari hasil penelitian dengan melewatkan cahaya matahari
pada berbagai warna kaca terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis
didapatkan data sebagaimana pada tabel berikut (Azwar, 1995 dalam
Purnama SG, 2016)

14
Tabel 1 Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari Pada Berbagai
Warna Kaca Terhadap Kuman Tuberkulosis Paru

Warna Kaca Waktu mematikan (menit)


Hijau 45
Merah 20-30
Biru 10-20
Tak Berwarna 5-10
Sumber : Azwar, 1995 dalam Purnama SG, 2016

Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit


tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke
dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau
genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet
yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994). Kuman tuberkulosis dapat
bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari ,
sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari
mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan
rumah yang dimasuki sinar matahari.
e. Lantai Rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan
tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian
Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah
cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi
kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya.
f. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun
angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta

15
menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat
dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan
sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah
pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar
dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.

2.2.3 Diare
Diare adalah salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian di dunia,
tercatat sekitar 2,5 juta orang meninggal tiap tahun. Penyakit ini memiliki angka
kejadian yang tinggi di negara berkembang. Diare didefinisikan sebagai buang air
besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang
encer.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah.

1. Agen Penyebab Penyakit Diare


Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang disebabkan
oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor makanan.
Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman e.colli,
salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya
berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi lemah)
pseudomonas.

2. Penularan Diare
Penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama
karena:

16
a. Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air).
b. Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut :
 Tidak memadainya penyediaan air bersih
 kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja.
 penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.
Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan
(food borne
disease), dan susu (milk borne disease). Secara umum faktor resiko diare pada
dewasa
yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan
(tersedianya
air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah),
perilaku
hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi,
malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Pada balita
faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat
dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena balita masih belum
bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya.
Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa
mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak
dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak
berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan,
keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya, serta faktor lainnya. Untuk
terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan
terhadap air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri.
Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi,
perumahan padat dan kemiskinan.

17
3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
a. Faktor Infeksi
 Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama
diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio,
E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c)
Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans).
 Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah
2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan
anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi protein
c. Faktor Makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

18
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
f. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab
diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga
besar dengan
daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai
penyediaan air
bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

2.2.4 Demam Berdarah Dengue


Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia diperkirakan
berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di
daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50
juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk
Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus
DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah
anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit

19
DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO,
2012). Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever
(DHF). DHF/DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang betina (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah
penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam,
nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi
virus (Arif Mansjur : 2001 dalam Purnama SG, 2016).

1. Agen Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue


Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dalam bahasa asing dinamakan Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthro podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
Albopictus dan Aedes Aegepty).

2. Penularan Demam Berdarah Dengue


a. Fase Suseptibel (rentan)
Fase suseptibel adalah tahap awal perjalanan penyakit dimulai dari
terpaparnya
individu yang rentan (suseptibel). Fase suseptibel dari demam berdarah
dengue adalah pada saat nyamuk Aedes aegypti yang tidak infektif
kemudian menjadi infektif setelah menggigit manusia yang sakit atau
dalam keadaan viremia (masa virus bereplikasi cepat dalam tubuh
manusia).
b. Fase Subklinis (asismtomatis)
Fase sublinis adalah waktu yang diperlukan dari mulai paparan agen
kausal hingga
timbulnya manifestasi klinis disebut dengan masa inkubasi (penyakit
infeksi) atau masa laten (penyakit kronis). Pada fase ini penyakit belum

20
menampakkan tanda dan gejala klinis, atau disebut dengan fase subklinis
(asimtomatis). Masa inkubasi ini dapat berlangsung dalam hitungan detik
pada reaksi toksik atau hipersensitivitas.
c. Fase klinis (proses ekspresi)
Tahap selanjutnya adalah fase klinis yang merupakan tahap ekspresi dari
penyakit
tersebut. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan gejala (symptom)
penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi klinis.
d. Fase penyembuhan, kecacatan, atau kematian
Setelah terinfeksi virus dengue maka penderita akan kebal menyeluruh
(seumur
hidup) terhadap virus dengue yang menyerangya saat itu (misalnya,
serotipe 1). Namun hanya mempunyai kekebalan sebagian (selama 6
bulan) terhadap virus dengue lain (serotipe 2, 3, dan 4). Demikian
seterusnya sampai akhirnya penderita akan mengalami kekebalan terhadap
seluruh serotipe tersebut (Satari, 2004). Tahap pemulihan bergantung pada
penderita dalam melewati fase kritisnya. Tahap pemulihan dapat
dilakukan dengan pemberian infus atau transfer trombosit. Bila
penderita dapat melewati masa kritisnya maka pada hari keenam dan
ketujuh penderita akan berangsur membaik dan kembali normal pada hari
ketujuh dan kedelapan, namun apabila penderita tidak dapat melewati
masa kritisnya maka akan menimbulkan kematian (Lestari, 2007 dalam
Purnama SG, 2016)

3. Faktor Resiko Lingkungan yang berpengaruh


Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang memudahkan terjadinya
kontak dengan agent.
a. Lingkungan Fisik

21
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis
kontainer,
ketinggian tempat dan iklim.
 Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke
rumah lain,
semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar
kerumah
sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah,
warna
dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan
rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.
 Macam kontainer
Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak
kontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi
nyamuk dalam
pemilihan tempat bertelur.
 Ketinggian Tempat
Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat
ekologis yang
diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae. aegypti dan
Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000
meter diatas permukaan laut
 Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri
dari: suhu
udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.

22
a) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya
menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai dibawah
suhu kritis.
Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25ºC -
27ºC.
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang
10ºC atau
lebih dari 40ºC.
b) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
keadaan rumah
menjadi basah dan lembab yang memungkinkan
berkembangbiaknya kuman
atau bakteri penyebab penyakit.
c) Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan tempat
perindukan
nyamuk juga bertambah banyak.
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada
kelembaban dan
suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah
penerbangan
nyamuk.
b. Lingkungan Sosial
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang
memperhatikan

23
kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan
tidur siang,
kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah,
dan juga
partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang
nyamuk, maka
akan menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di
dalam
masyarakat.

2.2.5 Malaria
Malaria merupakan masalah global, sehingga WHO menetapkan komitmen
global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk pelaksanaan
eliminasi malaria tersebut telah dirumuskan WHO dalam Global Malaria
Programme. Pada tahun 2008, sebanyak 247 ribu kasus malaria dilaporkan dari
seluruh dunia dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal, terutama anak-anak
di Afrika. Setiap 45 detik anak di Afrika meninggal karena malaria.
Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam
roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura
dan paludisme (Prabowo, 2008 dalam Purnama SG, 2016)

1. Agen Penyebab Malaria


Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
genus
Plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri
dari empat jenis spesies yaitu Plasmodium vivax menyebabkan malaria

24
tertiana, Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana, Plasmodium
falciparum menyebabkan malaria tropika dan Plasmodium ovale
menyebabkan malaria ovale (Purnama SG, 2016).

2. Penularan Malaria
Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara, yaitu alamiah dan non alamiah.
Penularan
secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung
parasit malaria, sedangkan non alamiah penularan yang tidak melalui gigitan
nyamuk Anopheles.

3. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh


Faktor geografis di Indonesia sangat menguntungkan terjadinya transmisi
malaria, seperti:
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik merupakan faktor yang berpengaruh pada
perkembangbiakan dan
kemampuan hidup vektor malaria, lingkungan fisik yang berpengaruh
terhadap nyamuk Anopheles antara lain:
 Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar antara 20-300C. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi
ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu
26,70C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium
falciparum dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.

25
 Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan
batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
 Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada
jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Curah
hujan yang tidak teratur akan menyebabkan terbentuknya tempat
perindukan nyamuk dan hujan yang diselingi panas akan memperbesar
kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles. Bila curah
hujan yang normal pada suatu waktu maka permukaan air akan
meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi penularan malaria dan
apabila curah hujan tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau
saluran air sehingga larva akan terbawa arus air.
 Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah, hal ini
berkaitan dengan menurunya suhu rata-rata. Nyamuk malaria tidak
bisa hidup pada ketinggian lebih dari 2.500 meter diatas permukaan
laut. Karena ketinggian disuatu daerah berhubungan dengan
temperatur, kelembaban dan tekanan udara.
 Angin
Hembusan angin dapat membawa (mendukung) jarak terbang nyamuk
dari tempat

26
perindukannya ke daerah pemukiman penduduk. Sebaliknya hembusan
dan arah angin dapat juga menghambat jarak terbang nyamuk malaria
apabila arah angin berlawanan. Kecepatan angin saat matahari terbit
dan terbenam merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau
keluar rumah yang ikut menentukan dan menyebabkan kontak antara
nyamuk dengan manusia.
 Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan jentik (larva) nyamuk
malaria berbedabeda. Ada Anopheles yang menyukai tempat terbuka
(kena sinar matahari langsung), misalnya An. hyrcanus spp dan An.
pinctutatus spp dan ada pula yang menyukai tempat teduh An.
Sundaicus sedangkan yang dapat hidup baik di tempat teduh maupun
kena sinar matahari adalah An. Barbirostis.
 Arus air
Ada nyamuk malaria yang menyukai air tenang (tergenang) seperti
Anopheles Letifer dan ada juga nyamuk yang menyukai air mengalir
lambat seperti Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang
airnya statis atau mengalir lambat serta ada pula yang menyukai air
yang berarus deras seperti Anopheles Minimus.
 Kawat kasa
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan menyebabkan semakin
kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni
rumah, dimana nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah.
Penggunaan kasa pada ventilasi dapat mengurangi kontak antara
nyamuk Anopheles dan manusia.
 Keadaan dinding
Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan
kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena

27
insektisida yang disemprotkan ke dinding akan menyerap ke dinding
rumah sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan
insektisida tersebut. Dinding rumah yang terbuat dari kayu
memungkinkan lebih banyak lagi lubang untuk masuknya nyamuk.
 Langit-langit rumah
Langit-langit merupakan pembatas ruangan dinding bagian atas
dengan atap yang terbuat dari kayu, asbes, maupun anyaman bambu
halus. Jika tidak ada langit-langit berarti ada lobang atau celah antara
dinding dengan atap sehingga nyamuk lebih leluasa masuk ke dalam
rumah. Dengan demikian risiko untuk kontak antara penghuni rumah
dengan nyamuk Anopheles lebih besar dibanding dengan rumah yang
ada langit-langitnya
b. Lingkungan Biologi
Lingkugan biologi yang dimaksud adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan
yang berpengaruh pada perkembangbiakan nyamuk malaria. Adanya
tumbuhan bakau, lumut, ganggang ditepi rawa yang dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk malaria karena menghalangi sinar matahari
langsung sehingga tempat perindukan nyamuk menjadi teduh dan juga
melindungi serangan dari mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis
ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia,
nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu
daerah. Begitu pula dengan keberadaan hewan peliharaan disekitar rumah
seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, sebab nyamuk akan banyak menggigit hewan tersebut.
c. Lingkungan Sosial Budaya
Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti:
kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat
eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.

28
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti
penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa
pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan (aktivitas)
manusia seperti pembukaan hutan, pembuatan bendungan, pembuatan
jalan, pertambangan, perkebunan dan pembangunan pemukiman
penduduk mengakibatkan perubahan lingkungan yang mendukung
terjadinya transmisi malaria. Selain itu, perpindahan penduduk dan
pariwisata juga menyokong terjadinya transmisi malaria dari satu daerah
ke daerah lain.

2.2.6 Filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang mengenai
saluran dan kelenjar limfe yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh
nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan
dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita
tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain.

1. Agen Penyebab Filariasis


Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
penyakit
menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang
ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor
penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari
genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ
kelamin.

29
2. Penularan Filariasis
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif atau
larva stadium III (L3).

3. Faktor risiko lingkungan yang berpengaruh


a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, struktur
geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan
kehidupan vector sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-
sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat
perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembapan
berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup, dan keberadaan nyamuk.
Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan
reservoir (kera, lutung dan kucing) berpengaruh terhadap penyebaran
Brugia malayi sub periodik nokturna dan nonperiodik.
b. Lingkungan Biologis
Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Misalnya
adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansoia sp.
Daerah endemis
Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai atau
badan air
yang ditumbuhi tanaman air.
c. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
Lingkungan sosial, ekonomi dan budaya adalah lingkungan yang timbul
sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk perilaku, adat
istiadat, budaya, kebiasaan dan perilaku penduduk kebiasaan bekerja di
kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasan tidur
berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada laki-laki

30
lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak
dengan vektor pada saat bekerja.

2.2.7 Amubiasis
Penyakit Amubiasis disebut juga penyakit infeksi yang disebabkan oleh
protozoa yang dikenal sebaia penyakit disentri amuba. Penyakit ini merupakan
penyakit infeksi saluran pencernaan akibat tertelannya kista Entamoeba
Histolytica yang merupakan mikroorganisme an-aerob bersel tunggal dan bersifat
pathogen.
Di Indonesia amubiasis kolon banyak ditemukan didaerah endemi.
Prevalensi E. Histolytica berkisar antara 10-18%. Dalam hal mortalitas penyebab
kematian yang dikarenakan oleh diare baik itu disebabkan oleh virus, bakteri dan
protozoa adalah sebesar 13,2% jika dilihat berdasarkan kelompok penyakit
menular.

1. Agen Penyebab Amubiasis


Penyakit Amubiasis karena amoeba adalah penyakit infeksi saluran
pencernaan yang
disebabkan oleh protozoa akibat tertelannya kista Entamoeba Histolytica yang
merupakan mikroorganisme an-aerob bersel tunggal dan bersifat pathogen.

2. Penularan Amubiasis
Penularan penyakit infeksi amubiasis oleh karena amoeba dapat melalui :
a. Carier yakni penderita amubiasis yang terlihat tanpa gejala klinis dan
dapat bertahan lama untuk mengeluarkan kista dengan jumlah ratusan ribu
perhari. Carier ini akan menyebarkan penyakit amubiasis apabila dalam
penyajian makanan tangan yang terkontaminasi dengan tinja menyajikan
makanan secara langsung.

31
b. Vektor serangga seperti lalat dan kecoa yang hinggap pada tempat yang
terkontaminasi dengan kista E. Histolytica menyebarkan penyakit
amubiasis jika vektor serangga (lalat dan kecoa) menghinggapi makanan
yang tersedia.
c. Sanitasi lingkungan yang buruk seperti :
 Sumber air dan penyediaan air bersih yang tercemar dengan kista E.
Histolytica
 Pengelolaan dan pembuangan sampah yang buruk sehingga menjadi
tempat perkembangbiakan lalat dan kecoa yang merupakan vektor
serangga penyebar kista E. Histolytica
 Jamban yang tidak tersedia di masing – masing rumah penduduk
sehingga defikasi dilakukan di sembarangan tempat yang dapat
merupakan tempat pembiakan lalat dan kecoa.

3. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh


Di Indonesia amubiasis banyak dijumpai secara endemis dengan angka
insiden yang
cukup tinggi. Banyak faktor yang dapat meningkatkan kejadian amubiasis
antara lain
keadaan kurang gizi, kondisi iklim tropis, turunnya daya tahan tubuh, stres,
adanya
perubahan flora bakteri dan infeksi bakteri di colon dan pecandu alkohol.
Jika dilihat dari keadaan sosial ekonomi terutama pada sosial ekonomi
yang rendah, faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya untuk terjadinya
penyebaran penyakit infeksi amubiasis seperti keadaan :
a. penyediaan air bersih dan sumber air bersih yang tercemar
b. tidak tersedianya jamban sehingga defikasi dilakukan disembarang tempat
yang memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kecoa

32
c. pembuangan sampah yang jelek dan tidak sesuai yang merupakan tempat
pembiakan lalat atau kecoa yang berperan sebagai vektor mekanik

2.2.8 Demam Tifoid


Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan yang memiliki gejala demam lebih dari satu minggu,
menyebabkan gangguan saluran pencernaan hingga penurunan kesadaran.
Demam tifoid merupakan
penyakit tropik sistemik, bersifat endemis, dan masih merupakan problem
kesehatan
masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia (Rakhman, et.al., 2009) Data WHO (World Health
Organisation) menyebutkan angka insidensi di seluruh dunia terdapat
sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena demam
tifoid dan 70% kematiannya terjadi di Asia (Depkes RI, 2013 dalam
Purnama SG, 2016).

1. Agen Penyebab Demam Tifoid


Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang
disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda kedua
penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih
ringan. Kedua penyakit di atas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering
digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus
abdominalis atau demam enteric (Widoyono, 2008 dalam Purnama SG, 2016).

2. Penularan Demam Tifoid


Penularan tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5F
yaitu Food

33
(makanan), Fingers (jari tangan/ kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
Feses. Feses dan muntah dari penderita typhoid dapat menularkan Salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui minuman
terkontaminasi dan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di
makanan yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut, selanjutnya orang sehat akan menjadi sakit (Zulkoni,
2010 dalam Purnama SG, 2016)

3. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian demam tifoid adalah:
a. Kebiasaan jajan
Kebiasaan makan diluar rumah (jajan) mempunyai risiko yang lebih besar
untuk
terkena penyakit demam tifoid. Penularan terjadi melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi yang berasal
dari tinja penderita/carrier. Demam Tifoid dapat menyerang semua
kelompok umur. Akan tetapi kelompok usia produktif mempunyai risiko
yang lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif. Hal ini terjadi
karena pada usia produktif banyak melakukan aktivitas yang berisiko
untuk tertular penyakit demam tifoid. Insiden pada kelompok anak dan
orang tua relative kecil, bahkan pada umur diatas 70 tahun sangat jarang.
b. Cara makan
Kebiasaan menggunakan alat makan dalam mengkonsumsi makanan
berpengaruh
terhadap kejadian demam tifoid. Di kalangan pondok pesantren tradisional
banyak

34
ditemui pola makan bersama-sama dalam satu tempat tanpa menggunakan
sendok.
c. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko yang
lebih besar
untuk terkena demam tifoid dibandingkan dengan kebiasaan mencuci
tangan sebelum
makan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan
akan banyak menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan. Tangan
yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus
pathogen dari tubuh, tinja atau
sumber lain ke makanan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai
pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel
kotoran yang banyak
mengandung mikroba.
d. Kebiasaan makan sayuran mentah
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak
daripada yang
telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan beberapa
hal untuk
menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan sayuran
tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran
tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak
segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air
untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas. Dibeberapa negara
penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal
dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk
dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi.
e. Kebiasaan minum air isi ulang

35
Menurut World Health Organization kebutuhan rata-rata adalah 60 liter
per hari
meliputi: 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum
dan sisanya
untuk keperluan lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya bakteri
dalam air
minum isi ulang. Mengingat air minum isi ulang ini dikonsumsi tanpa
melalui proses
pemasakan maka syarat yang harus dipenuhi adalah bebas dari
kontaminasi bakteri
sebagaimana yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan.
f. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu cara untuk hidup sehat
yang paling
sederhana dan murah tetapi sayang belum membudaya. Padahal bila
dilakukan dengan baik dapat mencegah berbagai penyakit menular seperti
demam tifoid. Berdasarkan Hasil survei Health service Program tahun
2006 didapatkan hanya 12 dari 100 orang Indonesia yang melakukan cuci
tangan pakai sabun setelah buang air besar. Tidak mengherankan jika
banyak penduduk Indonesia yang masih menderita penyakit seperti diare
dan demam tifoid karena kebiasaan hidup yang tidak bersih.
g. Riwayat demam tifoid
Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)
demam typhoid, tanpa menunjukkan tanda gejala, tetapi mampu menulari
orang lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut.
Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan
pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Feses
penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan demam tifoid.

36
Kebiasaan memakai jamban yang tidak saniter termasuk faktor risiko
kejadian demam tifoid.
h. Pengetahuan
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang
mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi
kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan demam tifoid bila terdapat
demam terus
menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam
dan diperkuat dengan kesan berbaring pasif, nampak pucat, sakit perut,
tidak buang air besar atau diare beberapa hari.

BAB III

37
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masalah kesehatan lingkungan yang ada di perumahan, permukiman dan
perkotaan perlu diperhatikan agar supaya masyarakat yang tinggal dapat
merasakan keadaan lingkungan permukiman yang sehat baik fisik, kimia,
biologis maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggitingginya.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga
bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah
di jelaskan dan sangat di harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di
kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

38
Aditianata. 2015. Dampak Pembangunan Kota pada Kesehatan dan
Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Kesehatan Perkotaan. Jurnal
Planesa. 6(2).
Adrianto, H. 2020. Buku Ajar Parasitologi. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Amalia, D. Farina, N.A & Chaniago, R.Y. 2015. Masalah Kesehatan
Lingkungan Perkotaan dan Permukiman. Teknik Lingkungan.
Aryati. 2017. Buku Ajar Demam Berdarah Dengue Edisi 2 Tinjauan
Laboratoris. Surabaya: Airlangga University Press.
Bramanta, B. 2018. Masalah Kesehatan Lingkungan di Permukiman dan
Perkotaan. (Online).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/764/2/3%20BAB%201%20oke.pdf
diakses 18 September 2020.
Dinata, A. 2018. Bersahabat dengan Nyamuk Jurus Jitu Atasi Penyakit
Bersumber Nyamuk. Pangandaran: Arda Publishing.
Fitri, L.E. 2017. Imunologi Malaria : Misteri Interaksi Inang dan Parasit.
Malang: UB:Press.
Irianto, Koes. 2015. Memahami berbagai macam penyakit penyebab, gejala,
penularan,
pengobatan, pemulihan dan pencegahan. Bandung : Penerbit Alfabeta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Data dan Informasi Tahun
2014 (Profil Kesehatan Indonesia). Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Latif, I. 2016. Analisis Deskriptif Masalah Kesehatan Masyarakat Pesisir
Desa Karangsong-Indramayu. Jurnal Kesehatan Indra Husada. 4(2).
Magdoff, F & Foster, J. B. 2018. Lingkungan Hidup dan Kapitalisme: Sebuah
Pengantar. Tanggerang Selatan: CV. Marjin Kiri.
Nafiah, F. 2018. Kenali Demam Tifoid dan Mekanismenya. Yogyakarta:
DEEPUBLISH (Grup penerbitan CV Budi Utama).

39
Nursyahbani, R dan Pigawati B. 2015. Kajian Karakteristik Kawasan
Pemukiman Kumuh Di Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung
Gandekan Semarang). Jurnal Teknik PWK. Vol. 4 No. 2.
Purnama, SG. 2018. Diktat Dasar Kesehatan Lingkungan. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir diakses 18
September 2020.
Purnama, SG. 2016. Penyakit Berbasis Lingkungan. Buku Ajar.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan diakses 18
September 2020.
Pusat Data & Analisa Tempo. 2019. Penyakit Malaria dan Sejumlah Temuan
Pembasmi dan Pembawa Wabah. Jakarta: TEMPO Publishing.
Risnah, R. 2018. Pengaruh Pelatihan Terhadap Pengetahuan Tentang Gizi
Buruk dan Inter-Professional Collaboration Petugas Puskesmas. Jurnal
Kesehatan. 11(1).
Saputri, ET. 2016. Kajian Sanitasi Lingkungan Dan Riwayat Penyakit Pada
Permukiman Kumuh Di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan UNES.
Sembiring, S. 2019. Indonesia Bebas Tuberkulosis. Jawa Barat: CV. Jejak.
Yamin, R.A. 2019. Determinan Filariasis. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia.

MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN (UPAYA


PENGENDALIAN AGEN PENYAKIT MIKROBA DI PERUMAHAN,
PEMUKIMAN, DAN PERKOTAAN)

40
Disusun Oleh

Kelompok 3 :

YOLANDA P. WAWORUNTU 18111101190


PRISKILLA A. ESAU 18111101143
SYALOM D. MONGKAU 18111101185

Semester V Kesehatan Lingkungan

KATA PENGANTAR

41
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Karena,atas rahmat yang diberikan oleh-NYA penulis dapat menyelesaikan makalah
yang merupakan tugas kelompok. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kelompok dalam mata kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan
dengan Materi Mikrobiologi Pemukiman dan Perkotaan (Upaya Agen Penyakit
Mikroba di Perumahan, Pemukiman, dan Perkotaan).
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pengajar Dr. Oksfriani Jufri Sumampouw, S.Pi Mkes. Selaku dosen pengajar
atas waktu yangdiberikan dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan
selama proses pembelajaran yang niscaya bermanfaat bagi penulis di masa yang akan
datang.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun akan diterima oleh
penulis demi perbaikan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Manado, September 2020

Kelompok

DAFTAR ISI

42
KATA
PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR
ISI .....................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Mikrobiologi, Perumahan, Pemukiman, dan
Perkotaan…………………3

2.2 Upaya Pengendalian Agen Penyakit Mikroba ……………..


…….................................5

BAB III. PENUTUP


3.1
Kesimpulan.............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA
.......................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN

43
1.1 Latar Belakang

Mikroorganisme atau mikroba merupakan organisme hidup yang berukuran


sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) dan hanya dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel
(uniseluler) dan ada yang tersusun beberapa sel (multiseluler). Kesehatan lingkungan
adalah suatu kondsi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh
positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup
kesehatan tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotoran atau limbah dan
sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu
usaha memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar
merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi
manusia yang hidup didalamnya. Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan
tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk
melepaskan lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota
keluarga, tempat berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga
merupakan status lambang sosial (6; 21). Menurut UU RI No. 1 Tahun 2011
menyatakan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Menurut WHO penyehatan lingkungan
tempat pemukiman adalah segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan tempat pemukiman beserta lingkungannya dan pengaruhnya terhadap
manusia.

Hubungan pemukiman dan kesehatan adalah kondisi-kondisi ekonomi, social,


pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, geografi dan kondisi local sangat terkait dengan
pemukiman/perumahan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi atau yang dapat
menentukan kualitas lingkungan perumahan/pemukiman, antara lain: fasilitas
pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselengaranya keadaan
fisik, kesehatan mental, kesejahteraan social bagi individu
dan keluarganya.Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga,
industry, dan tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan.
Permasalahan perkotaan yang tidak tertata menyebabkan masalah – masalah seperti
Sanitasi yang buruk, drainase yang tidak tertata, polusi udara yang mempengaruhi
kualitas udara di perkotaan, ketersedian air bersih dan minum dan berbagai gangguan
kesehatan lainnya. Sanitasi adalah prilaku manusia yang berupaya untuk hidup bersih
dengan maksud tidak langsung bersentuhan dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Namun masyarakat perkotaan yang berasal dari

44
desa belum paham betul upaya hidup bersih sehingga sanitasi tidak tercapai dengan
maksimal 

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Perumahan, Pemukiman, dan Perkotaan?
2. Upaya Pengendalian Agen Penyakit Mikroba?

1.3 Tujuan Penulisan


1.Untuk Mengetahui Pengertian Perumahan, Pemukiman, dan Perkotaan
2. Untuk Mengetahui Upaya Pengendalian Agen Penyakit Mikroba

BAB II
PEMBAHASAN

45
2.1 Pengertian Mikrobiologi, Perumahan, Pemukiman, dan Perkotaan
a. Pengertian Mikrobiologi
Mikrobiologi merupakan studi tentang organisme mikroskopis seperti bakteri,
virus, archaea, jamur dan protozoa. Mikrobiologi termasuk penelitian dasar pada
biokimia, fisiologi, biologi sel, ekologi, evolusi dan aspek klinis mikroorganisme,
termasuk tanggapan host (penjamu) terhadap agen-agen ini. Mikrobiologi
merupakan ilmu tentang kehidupan kalau organisme antara lain morfologi,
fisiologi, reproduksiz dan penyebaran mikroorganisme (Anonim 2018)
Mikrobiologi adalah studi mikroorganisme yaitu, uniseluler (sel tunggal),
multiseluler (koloni sel) atau aseluler (sel yang tidak ada). Mikrobiologi
mencakup banyak subdisiplin termasuk virologi parasitologi mikologi dan
bakteriologi (Madigan and Martinko, 2006).
Mikrobiologi, studi mikroorganisme/mikroba, beragam kelompok umumnya
bentuk kehidupan yang sederhana, termasuk bakteri, archaea, alga, jamur,
protozoa, dan virus. Bidang ini berkaitan dengan struktur, fungsi, dan klasifikasi
organisme tersebut dan dengan cara mengeksploitasi dan mengendalikan kegiatan
mereka (Pelczar and Pelczar, 2018).
b. Pengertian Perumahan
Perumahan adalah sekelompok rumah atau bangunan lainnya yang dibangun
bersamaan sebagai sebuah pengembangan tunggal. Bentuknya bervariasi di
negara-negara manapun. Perumahan biasanya dibangun oleh seorang kontraktor
tinggal dengan hanya beberapa gaya rancangan rumah atau bangunan, sehingga
penampilannya menjadi seragam. perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Rumah adalah tempat
berlindung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya (misalnya hujan, matahari, dan
lain-lain) serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Dari pengertian tersebut sanitasi rumah adalah usaha

46
pengawasan terhadap suatu tempat.  Menurut UU RI No.4 Tahun 1992 bahwa
rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Pemukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan atau pedesaan.
c. Pengertian Pemukiman
Menurut WHO, pemukiman merupakan suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur
tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rokhani dan keadaan
sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Sedangkan lingkungan
pemukiman adalah meliputi semua keadaan yang terdapat di sekitar pemukiman
yang secara totalitas membentuk kesatuan utuh yang saling mengikat dengan
pemukiman tersebut, membentuk korelasi yang saling mengkait satu dengan yang
lainnya. Pengertian dasar pemukiman dalam UU No.1 Tahun 2011 adalah bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu perumahan yang
mempunyai sarana, prasarana,utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. Perumahan
yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga
penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan
prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi
pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan social. Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup diluar Kawasan lindung, baik yang berupa
Kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
prikehidupan dan penghidupan (UU No4/1992).

d. Pengertian Perkotaan
Perkotaan merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh sebagian besar umat
manusia di muka bumi ini. Kebereradaan perkotaan dipengaruhi kemajuan suatu

47
Negara apabila Negara tersebut maju dan berada pada tahap berkembang
kebanyakan perkotaan sangat padat oleh penduduk yang kebanyakan berpindah
dari daerah asal menuju perkotaan atau yang biasa disebut Urbanisasi. Setiap
tahun kepadatan penduduk terus meningkat hal ini menyebabkan beberapa
perkotaan yang ada di Indonesia tidak teratur dan semerawut.Permasalahan
perkotaan yang tidak tertata menyebabkan masalah – masalah seperti Sanitasi
yang buruk, drainase yang tidak tertata, polusi udara yang mempengaruhi kualitas
udara di perkotaan, ketersedian air bersih dan minum dan berbagai gangguan
kesehatan lainnya. dalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasansebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan yang besar dengan
jumlah penduduk di atas satu juta orang dan berdekatan dengan kota
satelit disebut sebagai metropolitan.

2.1 Upaya Pengendalian Agen Penyakit Mikroba


Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil kerugiannya.
Mikroba selain memberikan keuntungan juga dapat member kerugian pada
manusia berupa penyakit atau racun. Pengendalian mikroba bertujuan mencegah
penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang
terinfeksi dan mencegah pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba.
Cara pengendalian mikroba dapat dilakukan secara aseptik, desinfeksi dan steril.
Teknik aseptik merupakan langkah-langkah yang diambil untuk memperoleh hasil
yang akurat dalam suatu percobaan yaitu dengan menghindarkan percobaan dari
mikroorganisme yang dapat mengontaminasi produk menjadi produk yang tidak
diinginkan. Teknik aseptik dapat dilakukan dengan menyemprot alkohol pada
tangan dan mengelap meja percobaan sebelum memulai kegiatan mikrobiologi
(Hadioetomo 1993). Desinfektan merupakan bahan yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan steril merupakan kondisi
mutlak akibat penghancuran dan penghilangan mikroorganisme hidup
(Dwidjoyoseputro 1989).

Aktivitas antibakteri dalam pengendalian mikroba dapat dibagi menjadi dua


macam, yaitu aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan tetapi tidak
membunuh mikroba) dan aktivitas bakterisidal (dapat membunuh mikroba dalam
jumlah banyak). Sifat aktivitas antibakteri suatu zat ditentukan berdasarkan
jumlah konsentrasinya dan mekanisme kerja antibakteri. Beberapa zat yang dapat

48
memberi efek bakteriostatik ialah sulfonamide, trimetoprim dan sulfon,
sedangkan zat bakterisidal diantaranya penisilin, sefalosporin dan vankomisin
(Supriadi 2006).

Pengendalian mikroba adalah upaya untuk menggunakan mikroorganisme


agar mengoptimalkan keuntungan mikroorganisme dan meminimalkan
kerugiannya. Selain menyediakan mikroorganisme, itu juga dapat menyebabkan
kerugian bagi anggota dalam bentuk penyakit atau racun. Tujuan dari kontrol
mikroba adalah untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, untuk
memberantas mikroba di host yang terinfeksi dan mencegah mikroba dari
menghancurkan dan menghancurkan bahan, untuk menghambat pertumbuhan
bakteri dan untuk mencegah kontaminasi bakteri yang tidak diinginkan dalam
media kultur. Tujuan mengendalikan mikroorganisme adalah untuk mencegah
infeksi pada manusia, hewan peliharaan dan tanaman. Mencegah kerusakan pada
makanan dan komoditas lainnya. Untuk mencegah kontaminasi mikroba yang
mengganggu industri, dan untuk mencegah kontaminasi bahan yang digunakan
dalam proses budidaya murni di laboratorium (diagnostik, penelitian, industri),
untuk mengamati pertumbuhan dan organisme dalam media kultur khusus.

Pengendalian Mikroorganisme secara Fisika

1. SUHU
 Suhu Tinggi
 Pemanasan Basah

–Uap Bertekanan

- Sterilisasi bertahap

Sterilisasi bertahap dilakukan dengan mendidihkan pada suhu 100 C selama 20


menit, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam untuk menumbuhkan
spora mikroba yang tahan panas. Hari kedua dilakukan pendidihan kembali lalu
diinkubasi kembali. Pada hari ketiga dilakukan pendidihan lagi untuk memastikan
semua spora mikroba telah tumbuh dan mati akibat pendidihan yang akhirnya
bahan menjadi STERIL

-Air mendidih

49
Sel-sel vegetatif mikroba akan mati pada air mendidih (100 °C selama 10 menit),
tetapi beberapa spora bakteri dapat bertahan berjam-jam pada air mendidih. Oleh
sebab itu air mendidih tidak bisa diandalkan sebagai langkah sterilisasi. -

-Pasteurisasi

Pasteurisasi efektif untuk membunuh mikroba patogen dan bagian sel vegetatif.
Pasteurisasi tidak efektif untuk membunuh mikroba yang menghasilkan spora.
Suhu pasteurisasi a.l : Suhu 65 °C selama 30 menit Suhu 71.7 °C selama selama
15 detik Suhu 88.3 °C selama 1 detik atau Suhu 90 °C selama 0.5 detik

 Pemanasan Kering

-Sterilisasi panas lembab

menggunakan alat yang disebut AUTOCLAVE atau PANCI


BERTEKANAN/PRESTO. Cara ini paling efektif untuk membunuh semua
bentuk sel mikroba baik sel vegetative maupun spora mikroba. Dalam istilah
seteril tidak ada kata setengah steril atau agak seteril.

-Pembakaran

Cara ini digunakan untuk alat-alat yang segera digunakan yaitu dengan membakar
sampai merah bata. Alat yang biasa dibakar : jarum ose, pinset, batang kaca
penyebar dll atau alat-alat yang tidak efisien diseterilkan dengan oven atau
autoclave.

-Suhu Rendah

4 – 7 °C

0 °C

SUHU DI BAWAH NOL (-20 °C, -70 °C DAN -195 °C)

Pada suhu rendah aktifitas metabolisme mikroba tidak berjalan tetapi dorman.
Dengan pembekuan, sel-sel vegetatif akan rusak/mati sedangkan spora mikroba
masih mampu bertahan hidup dan akan tumbuh berkembang pada suhu kamar.

2. Pengeringan
3. Tekanan Osmotik dan Plasmolisis
4. Radiasi –

50
- Sinar X : Daya penetrasi baik namun perlu energi besar. –
- Sinar alfa :Memiliki sifat bakterisidal tetapi tidak memiliki daya penetrasi.
- Sinar beta : Daya penetrasinya sedikit lebih besar daripada sinar X.
- Sinar gamma : K ekuatan radiasinya besar dan efektif untuk sterilisasi bahan
makanan
5. Tegangan Permukaan
6. Penyaringan

Seterilisasi dengan cara ini dilakukan untuk bahan yang berupa cairan yang tidak
tahan terhadap panas seperti enzim, vitamin, antibiotik dll. Filter dengan ukuran
0.45 μm atau 0.22 μm

Istilah Pengendalian Mikroorganisme secara Kimia

1.STERILISASI

suatu kegiatan untuk membebaskan suatu benda atau subtansi dari segala bentuk
kehidupan mikrobabaik vegetatif maupun generatif.

2.DISINFEKSI

Suatu usaha untuk mematikan, menyingkirkan atau menghapuskan


mikroorganisme penyebab infeksi.

3.DISINFEKTAN

adalah bahan kimia yang digunakan untuk melaksanakan disinfeksi. Disinfektan


ditujukan terhadap benda-benda mati, lantai, piring, pakaian dll.

4.ANTISEPTIK

adalah bahan kimia yang digunakan untuk mematikan, menyingkirkan atau


menghambat mikroba, khusus digunakan untuk makhluk hidup, seperti manusia
atau hewan.

5.BAKTERIOSTATIKA

menghambat multiplikasi, akan tetapibila zat penghambat itu dihilangkan, maka


multiplikasi mikroba berjalan kembali.

6.BAKTERISIDA

51
adalah bahan kimia yang berfungsi untuk membunuh atau memusnahkan khusus
bakteri, seperti antibiotika, antiseptika, disinfektan maupun bahan pengawet.

7.BAKTERIN

vaksin yang dibuat dari bakteri yang mati, dandapat menimbulkan kekebalan pada
tubuh terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri jenis itu.

8.BAKTERIOSILIN

anti bodi yang terbentuk dalam darah dan dapat menghancurkan bakteri.

9.BAKTERIOLISIS

suatu proses pembasmian bakteri dengan memecahkannya sel-sel bakteri.

10.BAKTERIOSTASIS pencegahan atau penghentian pertumbuhan bakteri.

11.BAKTERIOSTAT

adalah substansi atau agen atau bahan yang menghambat pertumbuhan atau
perkembangbiakan bakteri, misal golongan sulfonamida.

12.BAKTERISIDAL berkemampuan untuk membunuh atau memusnahkan


bakteri.

13.BAKTERIURIA

terdapatnya bakteri dalam urin

14. SEPTIKEMIA

52
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengendalian mikroorganisme yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat,
membasmi atau menyingkirkan mikroorganisme.
Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil kerugiannya. Mikroba
selain memberikan keuntungan juga dapat member kerugian pada manusia berupa
penyakit atau racun. Pengendalian mikroba bertujuan mencegah penyebaran penyakit
dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah
pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba
Tujuan mengendalikan mikroorganisme adalah untuk mencegah infeksi pada
manusia, hewan peliharaan dan tanaman. Mencegah kerusakan pada makanan dan
komoditas lainnya. Untuk mencegah kontaminasi mikroba yang mengganggu
industri, dan untuk mencegah kontaminasi bahan yang digunakan dalam proses
budidaya murni di laboratorium (diagnostik, penelitian, industri), untuk mengamati
pertumbuhan dan organisme dalam media kultur khusus.

53
DAFTAR PUSTAKA

Soedjajadi Keman . KESEHATAN PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN


PEMUKIMAN
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-04.pdf

Sumampouw, Oksfriani J. 2019. Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta : Deepublish.

Kesehatan Lingkungan Perkotaan dan Pemukiman


https://tekniklingkunganunlam2015.wordpress.com/2015/06/12/makalah-kesehatan-
lingkungan-perkotaan-dan-pemukiman-di-susun-oleh-dini-amaliah1e114005-nur-
aisyah-farinah1e114023-rian-yaitsar-chaniagoh1e114027-siti-azizahh1e114055-
universitas-lambung/

Ellyani, Reta. 2019. Pengendalian Mikroorganisme.


https://www.academia.edu/39663640/Pengendalian_mikroorganisme diakses 26
September 2020

54
“Entomologi Pemukiman dan Perkotaan”

KELOMPOK 4

1. Firmansyah Mokoagow 18111101149 (tidak aktif)


2. Christiana J. Sumangkut 18111101148
3. Enjela J. Lonteng 18111101172

SEMESTER V

KESEHATAN LINGKUNGAN

55
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkah
dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada makalah ini
kami mengangkat judul mengenai “Entomologi Pemukiman dan
Perkotaan”.Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan.

Akhir kata, kami selaku penulis sangat mengharapkan segala kritikan serta
saran positif yang mengarah pada perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Manado, September 2020

56
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................................

Daftar Isi.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................
1.4 Metode Penulisan…………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Entomologi...........................................................................................
2.2 Konsep Dasar..........................................................................................................
2.3 Batasan Vektor Penyakit Perumahan.....................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

57
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1. Permukiman

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kaw asan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Kawasan pemukiman
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama seb agai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi
pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbaga i bentuk dan 32 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 1,
JULI 2005 : 29 -42 ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana
lingkungan terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.
Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Prasarana utama meliputi jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan
sampah, jaringan pematusan air hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik,
telepon, gas, dan sebagainya.

Klasifikasi dan Tipe Permukiman Perumahan dan kawasan permukiman


adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat. Kawasan permukiman dapat dilihat dari klasifikasi permukiman dan tipe
permukiman. Berikut merupakan penjelasan dari klasifikasi dan tipe permukiman.

 Klasifikasi Fungsi Permukiman Menurut Lewis Mumford (The Culture Of


Cities, 1938) dalam Wesnawa, 2015:27) mengemukakan 6 jenis Kota
berdasarkan tahap perkembangan permukiman penduduk kota. Jenis tersebut
diantaranya:
1. Eopolis dalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan
masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa ke arah
kehidupan kota.

58
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih
mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh
penduduknya sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari
beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur
perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya
kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas
tinggi
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan
penduduknya.
 Tipe Permukiman Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe
permukiman dapat dibedakan menjadi 2 tipe permukiman.
a. Tipe Permukiman berdasarkan waktu hunian Ditinjau dari waktu hunian
permukiman dapat dibedakan menjadi permukiman sementara dan
permukiman bersifat permanen. Tipe sementara dapat dihuni hanya
bebeerapa hari (rumah tenda penduduk pengembara), dihuni hanya untuk
beberapa bulan (kasus perumahan peladang berpindah secara musiman),
dan hunian hanya untuk beberapa tahun (kasus perumahan peladang
berpisah yang tergantung kesuburan tanah). Tipe permanen, umumnya
dibangun dan dihuni untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Berdasarrkan tipe ini, sifat permukiman lebih banyak bersifat permanen.
Bangunan fisik rumah dibangun sedemikian rupa agar penghuninya dape
menyelenggarakan kehidupannya dengan nyaman.
b. Tipe permukiman menurut karakteristik fisik dan nonfisik. Pada
hakekatnya permukiman memiliki struktur yang dinamis, setiap saat dapat
berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan memiliki
perbedaan tanggapan. Hal ini terjadi dalam kasus permukiman yang besar,
karena perubahan disertai oleh pertumbuhan. Sebagai suatu permukiman
yang menjadi semakin besar, secara mendasar dapat berubah sifat,
ukuran , bentuk, rencana, gaya bangunan, fungsi dan kepentingannya. Jadi
jika tempat terisolasi sepanjang tahun kondisinya relatif tetap sebagai
organisme statis suatu kota besar maupun kecil akan menghindari
kemandegan, kota akan berkembang baik kearah vertikal maupun
horizontal, fungsi baru berkembang dan fungsi lama menghilang,
pengalaman sosial dan transformasi ekonomi mengalami perkembangan

59
pula. Pada akhirnya terpenting untuk dipertimbangkan bahwa semua
permukiman memiliki jatidiri masing-masing secara khas. Baik tanpa
fisik, peranan dan fungsi, sejarah, arsitektur dan perencanaan jalan pada
setiap permukiman memiliki keunikan sendiri.

Jaringan primer prasarana lingkungan adalah jaringan utama yang


menghubungkan a ntara kawasan pemukiman atau antara kawasan pemukiman
dengan kawasan lainnya. Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah jaringan
cabang dari jaringan primer yang melayani kebutuhan di dal am satu satuan
lingkungan pemukiman. Sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas penunjang
yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial
dan budaya. Contoh sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas pusat
perbelanjaan, pelayanan umum, pendidikan dan kesehatan, tempat peribadatan,
rekreasi dan ola h raga, pertamanan, pemakaman. Selanjutnya istilah utilitas umum
mengacu pada sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan pemukiman, meliputi
jar ingan air bersih, listrik, telepon, gas, transportasi, dan pemadam kebakaran.
Utilitas umum membutuhkan pengelolaan profesional dan berkelanjutan oleh suatu
badan usaha.
Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan
permukiman, yaitu permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri
atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan. Sedangkan perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian
dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni. Permukiman Menurut Hadi Sabari Yunus (1987) dalam Wesnawa
(2015:2) dapat diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan
segala kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok
untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka
menyelenggarakan kehidupannya. Sedangkan Perumahan dikenal dengan istilah
housing. Housing berasal dari bahasa inggris yang memiliki arti kelompok rumah.
Perumahan adalah kumpulan rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal. Sebagai lingkungan tempat tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan. (menurut Sadana 2014:19). Menurut Budiharjo (1998:148)
perumahan adalah suatu bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan
kehidupanya, disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsungnya

60
proses sosialisasi pada seorang individu diperkenalkan norma dan adat kebiasaan
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Sebagai wadah kehidupan manusia bukan
menyangkut aspek teknis dan fisik saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya
dari penghuninya. Menurut Sadana (2014:20) Perbedaan nyata antara permukiman
dan perumahan terletak pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan
tersebut memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat
mencari nafkah bagi sebagian penghuniannya. Pada perumahan, lingkungan tersebut
hanya berupa sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para
penghuninya. Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak merangkap
sebagai tempat mencari nafkah.

2. perkotaan

Pengertian mengenai kota (city) yang kemudian lebih sering dijadikan acuan di
Indonesia adalah tempat di mana konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah
sekitarnya karena terjadinya pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan
kegiatan atau aktivitas penduduknya. Dengan ungkapan yang berbeda, definisi kota
yang lain adalah permukiman yang berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas,
pada umumnya bersifat nonagraris, kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat
sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal dalam suatu
wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan
individualistis (Kamus Tata Ruang). Perencanaan Kota  Secara khusus, terhadap
pengertian dan karakteristik kota akan dilakukan pembahasan tersendiri yang lebih
lengkap dengan meninjaunya dari berbagai aspek : fisik, sosial, dan ekonomi.

pengertian kota (city), dikenal pula perkotaan (urban) yang pengertiannya lebih
luas menunjukkan ciri/karakteristik/sifat kekotaan. Dalam hal ini perkotaan atau
kawasan perkotaan adalah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah
pengaruh di luar batas administratifnya yang berupa daerah pinggiran
sekitarnya/kawasan suburban. UU No. 24/1992 mendefinisikan kawasan perkotaan
adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Sebagai lawan dari kawasan perkotaan adalah kawasan perdesaan (rural), yakni:
Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan

61
kegiatan ekonomi. Mengacu pengertian di atas, Kawasan Perkotaan boleh jadi
merupakan aglomerasi kota (otonom) dengan kota-kota fungsional di wilayah
sekitarnya yang memiliki sifat kekotaan, dapat melebihi batas wilayah administrasi
dari kota yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah kawasan perkotaan metropolitan
Bandung mencakup Kota Bandung, Kota Cimahi, serta kawasan sekitarnya yang
mempunyai ciri/karakteristik perkotaan yang sebenarnya termasuk dalam batas
administrasi Kabupaten Bandung. Demikian pula kawasan perkotaan Jabodetabek
yang mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Dengan uraian tentang berbagai pengertian yang terkait kota, maka dapat
dibedakan antara pengertian kota fungsional dan kota sebagai daerah otonom.
Pengertian kota yang pertama lebih mengacu pada pengertian fungsional yang terkait
dengan pemenuhan ciri-ciri perkotaan secara fisik, sosialdemografis, dan ekonomi,
sehingga sering dipergunakan atau dipertukarkan dengan istilah yang lebih luas
pengertiannya yakni kawasan perkotaan. Pengertian yang kedua, lebih terkait dengan
salah satu bentuk daerah otonom yang ada dalam sistem pemerintahan daerah di
negara kota yakni Daerah Kota, (selain Daerah Kabupaten), yang dahulu disebut
sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II.

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan


pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2008). Sebagai pusat perkembangan,
kawasan perkotaan akan menarik dan meningkatkan rasio kependudukan di suatu
wilayah. Pertumbuhan penduduk yang meningkat akan berdampak kembali kepada
peningkatan pembangunan untuk permukiman di kawasan perkotaan. Perkembangan
pembangunan kota saat ini menunjukkan kecenderungan terjadinya aktivitas
pembangunan yang tidak seimbang (Rushayati, dkk, 2011). Pembangunan yang tidak
seimbang mengakibatkan penggunaan lahan yang tidak diimbangi dengan pemenuhan
dan penyediaan ruang. Penggunaan lahan sebagai ruang terbangun (solid) salah
satunya disebabkan oleh tingginya nilai ekonomis lahan perkotaan. Sedangkan lahan
atau tanah merupakan sumber daya yang terbatas, sementara pertumbuhan penduduk
dan kebutuhan akan perumahan dan permukiman di perkotaan terus meningkat.

Hal ini lah yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan lahan perkotaan sebagai
ruang terbuka (hijau). Ruang terbuka hijau kota memiliki peran yang cukup penting
bagi kehidupan perkotaan, salah satunya adalah sebagai paru-paru kawasan. Banyak
peranan yang dapat di berikan oleh ketersediaan dan keberadaan ruang terbuka hijau,

62
seperti sumber Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan yang memberikan peranan RTH bagi
pengembangan kota adalah sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi
ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan,
kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai
pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di
darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian danpendidikan serta
penyuiuhan bagi ma syarakat untuk membentuk kesadaran Iingkungan; sebagai
tempat perlindungan plasma nuftah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan
memperbaildiklim mikro; dan sebagai pengatur tata air. Lokasi penelitian yang
berada.

Pusat kota terus tumbuh tiap harinya, satu per satu gedung kantor dibangun.
Hitachi mendukung pembangunan perkotaan yang menarik, yang termotivasi atas
keinginan untuk menjadikan kota ramah dan untuk menciptakan lingkungan yang
ideal bagi orang-orang yang tinggal dan bekerja di sana. Contohnya termasuk
pengembangan dan pembuatan lift, yang memindahkan orang dengan nyaman antar
bangunan dan ruang perkotaan, serta peralatan konstruksi. Hitachi juga mendukung
prakarsa dalam manajemen bangunan yang komprehensif, pemeliharaan fasilitas,
sistem keamanan, dan area lain guna membantu menjadikan masyarakat perkotaan
lebih fungsional. Menjadikan Ruang Perkotaan Lebih Aman, Nyaman, dan
Menyenangkan.
Dewasa ini, seiring dengan gedung-gedung yang semakin menjulang dan besar,
lift dan eskalator menjadi bagian penting dari lanskap perkotaan. Hitachi membuat
elevator super cepat yang aman, nyaman, dan hemat energi untuk pasar global,
termasuk Jepang, wilayah Asia, dan Timur Tengah. Dengan memadukan para ahli
teknologi informasi canggih (IT) dan infrastruktur layanan perkotaan, kami
berkontribusi terhadap pengembangan masyarakat perkotaan yang aman, nyaman,
dan menyenangkan.

63
1.2 Rumusan Masalah
Entomologi permukinan perkotaan
- Konsep dasar
- Batasan vector penyakit perumahan
- Pemukiman dan perkotaan

1.3 Tujuan Penulisan


- Menjelaskan tentang entomologi permukiman dan perkotaan
- Menjelaskan batasan vector penyakit perumahan
- Menjelaskan tentang pemukiman dan perkotaan

1.4 Metode Penulisan


Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini adalah studi pustaka,
yaitu teknik pengumpulan informasi melalui buku buku maupun media internet (e
– journal) yang menyajikan materi yang berhubungan dengan masalah gizi
obesitas.

64
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Entomologi

Entomologi (dari bahasa Yunani Kuno ἔντομον (entomon), yang berarti


'serangga' dan -λογία ( -logia ), yang berarti 'studi') adalah ilmu yang mempelajari
tentang serangga. Entomologi merupakan cabang ilmu dari zoologi, dan mencakup
ilmu yang mempelajari artropoda (hewan beruas-ruas) lainnya, khususnya laba-
laba dan kerabatnya (Arachnida atau Arachnoidea), serta luwing dan kerabatnya
(Millepoda dan Centipoda).
Seperti beberapa ilmu bidang lain yang dikategorikan dalam zoologi,
entomologi juga termasuk dalam kategori berbasis takson. Entomologi juga
mencakup segala bentuk studi ilmiah dengan fokus pada penyelidikan terkait
serangga. Oleh karena itu, entomologi tumpang tindih dengan berbagai topik yang
beragam seperti genetika
molekuler, perilaku, biomekanik, biokimia, sistematika, fisiologi, biologi
perkembangan, ekologi, morfologi, dan paleontologi.

 Cabang Entomologi
Beberapa cabang ilmu atau subbidang entomologi, diantaranya sebagai berikut.

 Coleopterology - kumbang
 Dipterologi - lalat
 Hemiptera - kepik sejati
 Isopterologi - rayap
 Lepidopterologi - ngengat dan kupu-kupu
 Melittology - lebah
 Mirmekologi – semut
  Entomologi adalah cabang sains yang mengkaji mengenai serangga. Berasal
dari bahasa Latin entomon bermakna serangga dan logos bermakna ilmu
pengetahuan. Serangga merupakan kelompok hewan yang terbesar jumlah spesiesnya
dibanding hewan yang lain . Saat ini terdapat sekitar 1 juta spesies serangga yang
telah dikenali. Bilangan spesies yang sebenarnya tidak diketahui kerana masih banyak
yang belum teridentifikasi. Kepentingan pengetahuan entomologi dapat dilihat dari
peranan serangga secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan manusia
di bumi ini. Melimpahnya jumlah serangga membuat kelompok ini menempati
hampir seluruh jenis habitat yang ada, bahkan pada habitat yang tidak wajar untuk
dihuni hewan seperti di dalam jaringan tumbuhan atau jaringan tubuh hewan lain.

65
Serangga menduduki berbagai macam relung kehidupan dan memiliki fungsi yang
beragam di dalam ekosistem sehingga mempelajari mereka merupakan usaha yang
sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Karena memilki peran yang bermacam-
macam tadi-lah, studi mengenai serangga tidak cukup hanya dari satu disiplin ilmu.
Keberadaan mereka dapat dipelajari dari bebagai sudut pandang yang berbeda untuk
mendapatkan data mengenai pemanfaatannya. Entomologi merupakan ilmu yang
menjadi dasar bagi ilmu-ilmu lain yang memberikan data awal mengenai
karakteristik, bentuk kehidupan, dan bermacam pengetahuan lain mengenai serangga
yang selanjutnya dapat digunakan untuk menunjang ilmu lain dalam memanfaatkan
keberadaan serangga.
Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam Kingdom
Animalia, Filum Arthropoda merupakan hewan dikelompokkan dalam kelas Insecta.
telah ada di muka bumi ini lama sebelum manusia muncul. Hal ini dibuktikan dari
penemuan fosil serangga yang telah berumur sekitar 350 juta tahun sementara
manusia baru ada diduga sejak 2 juta tahun yang lalu. Dalam modul ini terutama pada
Kegiatan Belajar 1 akan dijelaskan beberapa karakter unik dari serangga yang
menjadikan hewan ini menarik banyak orang untuk mempelajari hingga lahirnya
entomologi (ilmu serangga) sebagai salah satu cabang ilmu. Kegiatan Belajar 2
menjelaskan tentang hubungan antara serangga dan manusia. Dengan manusia,
serangga mengembangkan suatu bentuk hubungan yang unik di mana kedua makhluk
hidup ini dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, baik dalam hal
serangga yang merugikan bagi manusia dalam bentuk sebagai hama tanaman maupun
sebagai makhluk hidup yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan manusia.
serangga adalah salah satu kelompok hewan yang paling dominan di muka bumi.
Ratusan ribu jenis telah berhasil diidentifikasi, berjumlah sekitar tiga kali dari jumlah
seluruh hewan yang telah diketahui. Serangga dapat ditemukan di tanah, air (tawar,
payau, dan sejumlah kecil di laut), serta udara. Beberapa serangga yang hidup
memakan daun, mengebor batang tanaman, dan hidup di dalam tubuh hewan lain.
Boror dkk. (1992), menduga jumlah total jenis serangga dapat mencapai tiga puluh
juta jenis. Manusia sudah sejak lama berjuang melawan serangga yang sering kali
bertindak sebagai pengganggu, penular penyakit, maupun pemakan tanaman
pertanian, kehutanan dan perkebunan
Walaupun demikian, hingga saat ini manusia tidak mampu melenyapkan satu
jenis serangga. Dengan segala daya upayanya, manusia hanya mampu mengendalikan
serangga sampai batas yang tidak merugikan. Masyarakat sering kali beranggapan
bahwa semua serangga adalah perusak yang harus diberantas, walaupun jenis
serangga yang menguntungkan jauh lebih banyak. Sebagai contoh, banyak hasil
pertanian yang terbantu oleh aktivitas serangga penyerbuk, ada pula serangga yang
menghasilkan sutera, madu, lak, lilin, obat-obatan, serta berperan besar proses daur
ulang sampah organik. Manusia juga memanfaatkan serangga dari kelompok
parasitoid dan predator untuk mengatasi serangga hama. Serangga yang memiliki
masa hidup singkat, jumlah keturunan besar, serta struktur tubuh dan fisiologi yang

66
unik, menjadikannya sebagai obyek penting dalam penelitian pada bidang biologi,
kedokteran, mekanik, bahkan robot. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan modern yang dimiliki oleh manusia sedikit banyak berhutang pada
serangga.
Dibandingkan dengan manusia, serangga merupakan hewan yang sangat khusus.
Dapat dikatakan bahwa serangga adalah hewan berbentuk terbalik, karena kerangka
tubuhnya berada di bagian luar, susunan sarafnya memanjang di bagian bawah
tubuhnya, dan organ hatinya terletak di sebelah atas saluran pencernaan. Serangga
tidak memiliki paru-paru, tetapi dapat bernafas melalui sejumlah lubang kecil di
dinding tubuhnya dan di samping kepala, yang dikenal dengan istilah trakea. Pada
saat bernapas, udara (oksigen) masuk melalui lubang-lubang tersebut, kemudian
disalurkan ke seluruh tubuh langsung ke jaringan-jaringan melalui tumpukan
tabungtabung tipis yang bercabang sehingga darahnya tidak terlalu penting dalam
transpor oksigen ke jaringan. Darah serangga sendiri hanya berfungsi sebagai media
untuk mengantarkan nutrisi, sistem pertahanan tubuh, dan sistem ekskresi serangga.
Serangga juga dapat mencium dengan bantuan antena, beberapa rasa dapat dilakukan
melalui bagian tungkai, sebagian bunyi dapat didengarnya dengan organ khusus di
perut, tungkai depan atau antena.
Sebagaimana hewan-hewan yang kerangka tubuhnya berada di luar tubuhnya,
serangga memiliki ukuran yang relatif kecil. Lebih dari 3/4 kelompok serangga
memiliki panjang kurang dari 6 mm. Tubuh yang kecil ini memberikan keuntungan
bagi serangga karena mereka dapat menempati habitat yang tidak dapat ditempati
oleh hewan-hewan besar. Secara umum, ukuran panjang tubuh serangga berkisar dari
sekitar 0,25-330 mm dengan rentangan sayap antara 0,5-300 mm. Serangga
terpanjang adalah dari anggota Familia Phasmatidae, yang ditemukan di Kalimantan
dengan panjang 330 mm, sementara serangga dengan rentang sayap terbesar adalah
sejenis ngengat yang ditemukan di Amerika Utara yang memiliki rentangan sayap
150 mm (sementara catatan fosil mencatat satu fosil capung memiliki panjang sayap
760 mm).
Serangga adalah satu-satunya hewan avertebrata (tidak bertulang belakang) yang
memiliki sayap. Proses terbentuknya sayap ini secara evolusi berbeda dengan sayap
hewan vertebrata (burung, kelelawar, dan lain-lain). Sayap hewan vertebrata
merupakan modifikasi dari tungkai depan, sedangkan pada serangga merupakan
penambahan sepasang tungkai. Warna dari serangga sangat bervariasi dari abu-abu
lusuh hingga sangat terang, tidak ada seekor hewan di dunia ini yang memiliki warna
secerah serangga. Beberapa serangga terlihat sangat gemerlap berwarna-warni,
seperti perhiasan. Warna dan bentuk serangga sering kali digunakan sebagai inspirasi
para seniman. Salah satu kupu-kupu yang sangat indah dan hampir punah hidup di
Pegunungan Arfak, Papua, yaitu kupu-kupu sayap burung, Ornitopthoras spp.
Beberapa jenis dari kupu-kupu ini, yaitu Ornitophoras paradisea dan Ornitophoras
goliath merupakan serangga yang dilindungi dan telah masuk ke dalam daftar CITES
(Convention on International Trade in Endongered Spesies of Wild Fauna and Flora).

67
Kupu-kupu sayap burung ini telah berhasil dikembangkan secara alamiah di habitat
aslinya.

2.2 Konsep Dasar

 Entomologi perkotaan
Entomologi perkotaan (urban entomology) secara khusus mengkaji serangga-
serangga yang menjadi masalah di kawasan perkotaan. Disini lebih di fokuskan
kepada serangga-serangga yang bersosialisasi dengan manusia (fasilitas manusia)
yang masih hidup seperti kecoak, lalat, nyamuk, dan rayap di perumahan, hotel,
apartemen, gudang perkantoran, kapal laut, pesawat udara.
Indonesia, seperti halnya negaranegara lain merupakan daerah endemik
Demam Berdarah Dengue (DBD), cenderung mengalami peningkatan insiden dan
menyebar luas terutama di perkotaan. Kejadian Luar Biasa (KLB) atau epidemi
DBD hampir terjadi setiap tahun di daerah yang berbeda dan seringkali berulang
di wilayah yang sama. Secara nasional berulang setiap 5 tahun (Suroso; 2004).
Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue disebabkan oleh virus dengue dari
kelompok Flavivirus. Berdasarkan perbedaan sifat antigen dan karakteristik
biologinya terdapat empat macam serotipe virus dengue yaitu Dengue 1, 2, 3 dan
4 (WHO, 2011). Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti yang
berkembangbiak di tempat penampungan air (TPA) terutama di daerah perkotaan
dengan curah hujan berkala. Di daerah tropik dan subtropik, virus tersebut
endemik dan penyebab wabah/ KLB periodik atau tahunan (Vincent, 1998).
Masalah yang dihadapi dalam penanggulangan DBD adalah :
1) Keterlambatan pengiriman data dari provinsi/kabupaten/kota ke Pusat.
2) Tingginya pergantian petugas di daerah yang menangani program.
3) Kurangnya SDM pengelola data dan informasi di pusat dan daerah.
4) Luasnya breeding places/ tempat perindukan nyamuk vektor.
5) Peran serta dan kepedulian masyarakat relatif rendah dan
6) Kurangnya efektivitas pengendalian vector
Upaya-upaya yang telah dilakukan adalah :
1) Mereview buku-buku pedoman DBD.
2) Melakukan review pengendalian DBD regional Jawa-Bali.
3) Melakukan evaluasi penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) DBD.
4) Melakukan monitoring kewaspadaan dini KLB dan penanggulangan
KLB DBD.

68
5) Melaksanakan lomba sekolah sehat di tingkat SD/MI dengan
mengutamakan penilaian angka bebas jentik (ABJ).
6) Melaksanakan koordinasi lintas program maupun lintas sektor untuk
membahas program DBD.
7) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring pengendalian kasus DBD
di beberapa provinsi yang tinggi jumlah kasusnya.
 Entomologi pemukiman
Entomologi permukiman merupakan serangga-serangga yang berbuat masalah
di daerah pemukiman/tempat tinggal orang-orang contohnya seperti semut, lalat,
kecoak, dan lainnya. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai sarana prasarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotan atau kawasan perdesaan.

Semut-semut di permukiman adalah kelompok serangga pengganggu yang


dijumpai di sekitar tempat tinggal manusia di berbagai belahan dunia. Sebagian
besar orang tidak begitu perhatian dengan peranan semut, tetapi tidak bagi orang
yang bergerak dalam industri makanan seperti katering, restoran, warung makan
dan lain-lainnya. Semut jelas sangat mengganggu bagi mereka, oleh karena itu
dengan berbagai upaya merekapun berusaha untuk mengendalikannya agar bebas
dari gangguan semut.

Beberapa jenis semut selain sebagai pengganggu, juga dilaporkan berpotensi


sebagai vektor mekanik berbagai macam penyakit manusia seperti TBC. Bahkan,
semut juga dapat menembus perban luka dan peralatan steril lain yang terdapat di
rumah sakit (Beatson, 1972). Hasil kuisoner yang dilakukan di 814 rumah tangga
di Penang Malaysia, menyatakan bahwa semut merupakan pengganggu utama
setelah nyamuk dan kecoa (Lee et al. 1999).
Kelurahan Baros terletak di bagian selatan Kota Sukabumi. Terdapat
perumahan dengan penduduk padat serta potensial untuk perkembangan nyamuk
Aedes spp. yang merupakan vektor DBD. Ae. aegypti merupakan jenis vektor
yang berada di lingkungan permukiman urban dengan karakteristik cenderung
bersifat lokal spesifik, dengan kata lain karakteristik nyamuk Ae. aegypti. di
setiap daerah berbeda antara satu dengan yang lainnya.3 Spesies Ae. aegypti
merupakan nyamuk yang habitatnya di pemukiman dan habitat stadium

69
pradewasanya pada bejana buatan yang berada di dalam ataupun di luar rumah
yang airnya relatif jernih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Ae. aegypti meletakkan telurnya
antara lain jenis dan warna penampungan air, airnya sendiri, suhu kelembaban
dan kondisi lingkungan setempat. Tempat air yang tertutup longgar lebih disukai
sebagai tempat bertelur dibanding tempat yang terbuka.4 Upaya-upaya
pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit arthropod-born viral
disease telah banyak dilakukan.
Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik, pengendalian biologi,
pengendalian kimiawi, pengendalian genetik maupun pengendalian terpadu.
Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan
lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk, pengendalian biologi
dilakukan dengan memanfaatkan organisme hidup seperti predator dan patogen,
pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida sintetis untuk
membunuh nyamuk, pengendalian genetik dilakukan dengan menyebarkan
pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan
menggabungkan berbagai teknik pengendalian yang ada.5 Keberadaan vektor di
rumah dan lingkungan sekitar rumah masyarakat di daerah endemis menunjukkan
adanya potensi penularan infeksi virus dengue. Untuk mengetahui tingkat risiko
penularan infeksi virus dengue maka perlu data entomologi di lingkungan Rukun
Warga (RW) 11 Kelurahan Baros serta mengetahui upaya pengendalian DBD
yang dilakukan masyarakat di daerah tersebut.
Pengetahuan akan serangga yang dimiliki oleh petani umumnya sangatlah
minim, kebanyakan petani hanya menggunakan pestisida sebagai solusi
pengendalian hama dan penyakit (Thamrin dan Asikin, 2002). Dewasa ini
manusia lebih menyukai hal – hal yang instan tanpa memikirkan efek yang
ditimbulkan. Demikian pula dalam hal pertanian, para petani Indonesia cenderung
lebih memilih cara pembudidayaan yang praktis nan murah. Hal ini dikarenakan
usia petani Indonesia yang kebanyakan berada di atas 40 tahun (Sensus BPS
2013), dan keterampilan dalam bercocok tanam hanya diperoleh secara turun
temurun sedangkan permasalahan serangan hama dari tahun ke tahun selalu
berubah. Dinamika serangga hama tersebut tentunya tidak dapat diatasi oleh
pengalaman saja yang belum tentu apa yang dialami sama. Hal ini ditambah
dengan realita bahwa petani Indonesia rata – rata berpendidikan rendah. Dampak
dari ketimpangan masalah ini tentunya pada tindakan yang dilakukan ketika ada

70
serangan hama. Petani seakan tidak punya pilihan lain selain menggunakan
pestisida kimiawi.

Pengetahuan tentang serangga menjadi penting karena dengan mempelajari


sumber masalah, kita dapat mengetahui solusi yang tepat. Akar masalah dalam hal
ini serangga perlu dikenali spesies apa saja yang potensial menjadi hama tanaman
budidaya. Misal di Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik hama
yang sering menyerang adalah belalang (Dissosteira carolina). Sedangkan di
Kecamatan Cerme hama yang menyerang adalah wereng coklat (Nilaparvata
lugens). Tentunya pengendalian yang akan diterapkan pun berbeda. Konsep
pengenalan serangga selanjutnya akan dipakai dalam sistem pengendalian hama
terpadu (PHT). Sistem PHT tidak akan dapat diterapkan secara maksimal apabila
pengetahuan tentang penyebabnya (serangga) sendiri kurang dipahami.

2.3 Batasan Vektor Penyakit Perumahan

Perilaku hidup bersih dan sehat sangat diperlukan guna mencegah penyakit,
tidak hanya dari individu saja, tapi juga faktor lingkungan sekitar yang berpotensi
dalam mendatangkan penyakit. Faktanya, meskipun perilaku positif ini sudah
dijalankan, tapi ada faktor lain yang memungkinkan seseorang bisa jatuh sakit.
Salah satunya dikarenakan oleh vektor penyakit, yang merupakan penyumbang
terbesar tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Vektor
yang dimaksud di sini ialah organisme yang menularkan patogen dan parasit, dari
satu manusia atau hewan yang terinfeksi kepada manusia lain. Beberapa vektor
yang dikenal menjadi penyebab penularan penyakit ialah seperti
nyamuk Anopheles (malaria), Aedes Aegypti (demam berdarah dengue
atau Dengue Hemorrhagic Fever) dan Culex (kaki gajah atau filariasis dan
enchepalitis). Kasus-kasus yang diakibatkan oleh vektor seperti demam berdarah,
malaria, dan kaki gajah masih menjadi masalah terbesar bagi negara kita.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengurangi vektor penyebab penyakit ini.
Mulai dari pembasmian nyamuk malaria melalui foging, melakukan pemeriksaan
darah masal dan membagikan kelambu berinsektisida kepada masyarakat, sampai
membagikan obat anti filariasis untuk mengatisipasi penyebaran filariasis di
daerah tropis.
Akan tetapi masalah tersebut juga tak kunjung usai, karena masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam mengupayakan diri untuk mengurangi vektor

71
penyakit. Perilaku masyarakat yang masih jauh dari “Prilaku Hidup Bersih dan
Sehat”, seperti yang dicanangkan pemerintah sejauh ini terlihat belumlah
maksimal dilakukan, karena masih kurangnya informasi kepada masyarakat.
Seharusnya tindakan preventif atau pencegahan merupakan hal yang utama
dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi terjadinya penyakit.

Penyakit yang disebabkan oleh vektor dapat diatangani dengan meminimalkan


atau menghilangkan vektor tersebut. Misalnya penyebab penyakit malaria disebabkan
oleh vektor nyamuk Anopheles. Nyamuk inilah yang menjadi perantara dalam
penyebaran penyakit malaria, untuk mengatasi perkembangbiakan nyamuk ini,
tentunya kita harus mengetahui di mana saja tempat yang memiliki potensi untuk
perindukan nyamuk tersebut. Tempat perindukan nyamuk atau yang disebut
dengan breeding place pada nyamuk malaria biasanya pada genangan air terbuka.
Ada beberapa tempat yang berpotensi sebagai perindukan nyamuk malaria,
seperti muara sungai yang mendangkal pada musim kemarau, parit-parit yang berisi
genangan air, pada tanah berlumpur yang berisi air, rawa-rawa dan tempat-tempat air
tergenag. Di sinilah telur-telurnya akan diletakkan dan dikembangbiakan hingga siap
menjadi nyamuk dewasa yang dapat menginfeksi manusia. Untuk mengatasi masalah
penyebaran penyakit ini, tentunya kita harus menangani vektor penyebabnya dengan
memutuskan rantai perindukan dan membasmi atau menghilangkan tempat
pegembangbiakannya.
Penanganan dilakukan dengan cara mengelola lingkungan, yaitu memodifikasi
atau membenahi lingkungan, sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok untuk
perindukan dan perkembangan nyamuk malaria. Pengelolaan lingkungan ini tentunya
melibatkan masyarakat dalam pembentukan lingkungan sehat. Fokus utama di sini
ialah mengubah perilaku masyarakat untuk sadar akan pentingnya menjaga
lingkungan sehat agar terbebas dari vektor penyabab penyakit.
Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat
menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat. Akan tetapi untuk
mengubah perilaku seseorang sangatlah susah dilakukan, kerena ini terkait dengan
pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu atau masyarkat untuk berubah. Oleh
karena itu, diperlukan upaya khusus untuk bisa mengubah perilaku hidup sehat di
masyarakat.
Terkadang banyak mayarakat yang kurang peduli terhadap risiko penyakit, karena
mereka tidak mengetahui faktor yang dapat menyababkan penyakit tersebut. Salah
satunya penyebaran penyakit melalui vektor nyamuk. Mereka tidak tahu tempat-
tempat yang berpotensi untuk pengembangbiakan nyamuk dan mengelola lingkungan
yang sehat. Tindakan yang perlu dilakukan di sini ialah memberitahukan dan
menyosialisasikan cara memodifikasi lingkungan yang tidak sesuai dengan tempat
perindukan nyamuk.
Secara biologi telah diketahui bahwa ada beberapa macam organisme hidup,
terutama dari golongan yang sederhana, memerlukan tubuh mahluk hidup lainnya,

72
untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Organisme hidup yang ditumpangi ini
disebut host (pejamu) yang dapat berupa hewan ataupun manusia atau kombinasi
antara hewan dan manusia. ]ika peiamu tersebut lebih dari sahl maka tubuh
organisme hidup yang dipakai sebagai tempat hidup yang utama disebut primary host,
Dan yang kedua disebut secondary host, demikian seterusnya. Pengaturan alam
seperti ini, yang maksudnya untuk menjamin kelangsungan hidup suatu organism,
temyata tidak menguntungkan manusia. Karena dengan dipakainya tubuh manusia
sebaga.i tempat untuk melangsungkan sebagian dari siklus kehidupan tersebut, dapat
timbuJ penyakit.

Telah sejak Iama manusia bemsaha menjaga diri sehingga tubuhnya tidak
sampai dipergunakan organism lairu Dalam upayanya untuk menjaga diri, maka
manusia berusaha menyelidiki bagaimana caranya organism lain tersebut (bibit
penyakit atau agen) dapat masuk ke dalam tubulr_ Diharapkan dengan telah
diketahuinya cara masuk bibit penyakit tersebut, cara untuk menghindarinya dapat
dilakukan dengan mudah. Berkat penelitian dan kerja keras, akhimya diketahui
bahwa bibit penyakit dapat masuk ke dalam tubuh, antara Iain karena di bawa oleh
beberapa jenis hewan. Secara kesehatan, hewan pembawa bibit penyakit tersebut
dinamakan vektor. Demikianlah karena iimu pengetahuan manusia pada mulanya
masih terbatas, maka sebelurn tahun 1938 vang dianggap vektor hanyalah serangga.
Vektor pada waktu itu hanya diartikan serangga yang menggigit dan menghisap darah
manusia saja (true vector) sedangkan jenis penyakit yang di tularkan oleh true vector
ini dinamakan insect borne disease.

Telah selak lama diketahui bahwa beberapa arthrryda (dalam bahasa latin,
arthrn = tuas, buku, segnen; podu = kaki) merupakan hewan yang memiliki ciri kaki
bemas, berbuku, atau bersegrnerl Segmen tersebut juga terdapat pada hrbuhnya
Tubuh arthropila merupakan sirneki bilateral dan te.rgolong tripcblastik selcmata.
Ciri tubuh arthropoda meliputi ukuran, bentuk, stmktur, dan frmgsi tubuh. Ukuran
tubuh artlropada sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang lebih dari
60 cm. namun kebanyakan berukuran kecil. Begitu pula dengan bentuk arthropoda
pun beragam. Tubuh arthropoda bersegmen dengan iumlah segmen yang bervariasi.
Pada tiap segmen tubuh tersebut terdapat sepasang kaki yang beruas. Segmen
bergabung membentuk bagian tubufu yaitu kaput ftepala), toraks (dada), dan
abdomen (perut). Ciri lain dari arthropoda adalah adanya kutikula keras yang
membentuk rangka luar (eksoskleton).

73
Eksoskeleton tersusun dari kitin yang di sekresikan oleh sel kulit. Eksosl*l*on
melekat pada ku[t membentuk perlindungan tubuh yang kuat. eksoskeleton terdiri
dari lempengan-lempengan yang dihubungkan oleh ligamen yang fleksibel dan lunak
Eksoskeleton tidak dapt membesar mengikuti pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu,
tahap pertumbuhan arthropoda selalu diikuti dengan penplupasan eksmkekton lama
dan pembentukan eksoskeleton baru. Arthropoda bemapas dengan insang, trakeo atau
Fru-paru buku. Sisa metabolisme berupa caban dikeluarkan oieh organ ekskresi yang
disebut saluran/tubula malpighi, keleniar elcskresi atau keduanya. Sistem sirkulasi
arthropoila bersifat terbuka. $stem sirkulasi terdiri dari jantunp pembuluh damh
pendek, dan ruang disekitar organ tubuh yang disebut sinus atau hemosol. Darah
arthropoda disebut iaga hetttolimfa. Cara hidup artbqda sangat beragam, ada yang
hidup bebas, parasit, komensal, atau simbiotik. Dilingl,ungan kita, sering dijumpai
ke}ompok hewan ini, misalnya nyamuk,lalat, semut, kupu-kupu, capungi belalanp;
dan lebah.

74
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perilaku hidup bersih dan sehat sangat diperlukan guna mencegah penyakit,
tidak hanya dari individu saja, tapi juga faktor lingkungan sekitar yang berpotensi
dalam mendatangkan penyakit. Faktanya, meskipun perilaku positif ini sudah
dijalankan, tapi ada faktor lain yang memungkinkan seseorang bisa jatuh sakit. Salah
satunya dikarenakan oleh vektor penyakit, yang merupakan penyumbang terbesar
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Kondisi sehat dapat
dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan lingkungan sehat.

di Wilayah Perkotaan yang memberikan peranan RTH bagi pengembangan kota


adalah sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga
kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan
kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup
perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun
udara; sebagai sarana penelitian danpendidikan serta penyuiuhan bagi ma syarakat
untuk membentuk kesadaran Iingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma
nuftah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaildiklim mikro; dan
sebagai pengatur tata air.

Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam Kingdom


Animalia, Filum Arthropoda merupakan hewan dikelompokkan dalam kelas Insecta.
telah ada di muka bumi ini lama sebelum manusia muncul. Hal ini dibuktikan dari
penemuan fosil serangga yang telah berumur sekitar 350 juta tahun sementara
manusia baru ada diduga sejak 2 juta tahun yang lalu. Dalam modul ini terutama pada
Kegiatan Belajar 1 akan dijelaskan beberapa karakter unik dari serangga yang
menjadikan hewan ini menarik banyak orang untuk mempelajari hingga lahirnya
entomologi (ilmu serangga) sebagai salah satu cabang ilmu. Kegiatan Belajar 2
menjelaskan tentang hubungan antara serangga dan manusia. Dengan manusia,
serangga mengembangkan suatu bentuk hubungan yang unik di mana kedua makhluk
hidup ini dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, baik dalam hal
serangga yang merugikan bagi manusia dalam bentuk sebagai hama tanaman maupun
sebagai makhluk hidup yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan manusia.

75
3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung jawabkan. Untuk
saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan dan sangat di
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.

76
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9081295/Ruanglingkup_Entomologi

 Hadi, Mochamad H., dkk. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta. Graha
Ilmu. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Yelli Sustarina. 2016. Pencegahan Vektor Penyakit. Aceh tribunnews.com. Diakses


24 september 2020

Dinas Kesehatan Kota Bogor (ID). Data Kasus Demam Berdarah Dengue Januari-
Desember 2015. Kota Bogor : Dinkes Kota Bogor; 2015.

Fadilla Z, Hadi UK, Setiyaningsih S. Bioekologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)
serta Deteksi Virus Dengue pada Aedes aegypti (Linnaeus) dan Ae. albopictus (Skuse)
(Diptera: Culicidae) di Kelurahan Endemik DBD Bantarjati, Kota Bogor. JEI. 2015;12(1): 1–
38. DOI: 10.5994/jei.12.1.31.

Sunaryo, Pramestuti N. Surveilans Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah


Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2014; 8(8) : 423-429.

Riandi MU, Ipa M, Hendri J. Sebaran Larva Nyamuk Aedes Spp. di Kecamatan Tawang
Kota Tasikmalaya. Prosiding Seminar Nasional Politeknik Banjarnegara Rumusan Strategi
Kesehatan dan Pertanian dalam Percepatan Pengentasan Kemiskinan Menuju
Tercapainya Target MDGS 2015. 2012; 141-15

Widiastuti D, Isnani T, Sunaryo, Wijayanti SPM. Effectiveness of household


insecticides to reduce Aedes aegypti mosquitoes infestation : a community survey in
Yogyakarta, Indonesia. Indian J Public Heal Res Dev. 2018;9(6).

Anonim. Rumah tangga dikepung pestisida [internet]. Diakses tanggal 26 Juni 2020.
Diunduh dari: https://majalah.tempo.co/read/kesehatan/6186/rumah-tangga-dikepung-
pestisida.

. Sunaryo. Pemetaan status kerentanan Aedes aegypti di Indonesia [laporan


penelitian]. Banjarnegara: Balai Litbangkes Banjarnegara; 2015.

 Widawati M, Kusumastuti NH. Insektisida rumah tangga dan keberadaan larva


Aedes aegypti di Jakarta Selatan. Aspirator. 2017;9 (1):35-42.

77
Hogarh JN, Antwi-Agyei P, Obiri-Danso K. Application of mosquito repellent coils
and associated self-reported health issues in Ghana. Malar J. 2016;15(61). doi:
10.1186/s12936-016-1126-8.

Pengendalian Vektor dan Rodent. R Yudhastuti - 2011 -


repository.unair.ac.id

 Sulistyawati, Astuti DA, Umniyati SR, Satoto TBT, Lazuardi L, Nilsson M. Dengue
vector control through community empowerment: lessons learned from a community-
based study in Yogyakarta, Indonesia. Int J Environ Res Public Heal.
2019;16(6):1013. doi: 10.3390/ijerph16061013.

Beberapa Aspek Entomologi Pendukung Meningkatnya Kasus Demam


Berdarah Dengue Di Daerah Endemis Di Jawa Tengah. Widiarti Widiarti
• Lasmiati Lasmiati. Journal article  Indonesian Journal of Health
Ecology • 2015

Kondisi Entomologi Dan Upaya Pengendalian Demam Berdarah Dengue Oleh


Masyarakat Di Daerah Endemis Kelurahan Baros Kota Sukabumi. Heni
Prasetyowati • Nurul Hidayati Kusumastuti • Dewi Nur Hodijah. Journal
article  Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases • June 2014.

78
” Entomologi Pemukiman Dan Perkotaan : Masalah Vektor Penyakit
Perumahan, Pemukiman Dan Perkotaan ”

DISUSUN OLEH:

SEMESTER 5
KELOMPOK 5

Enda Fadilla Mokodompit 18111101021


Angelica M. Polii 18111101023

79
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ” Entomologi
Pemukiman Dan Perkotaan : Masalah Vektor Penyakit Perumahan, Pemukiman Dan
Perkotaan ” yang diberikan.

Makalah ini disusun dengan maksimal oleh kami dan memperoleh dukungan
serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman Dan Perkotaan dan berbagai pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dari para pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun tulisan ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang dapat membangun sangat
dibutuhkan oleh penulis agar dapat berkarya dengan lebih baik lagi.

Kotamobagu, September 2020

Tim
Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulis .................................................................................................... 2
1.5. Metode Penulisan……………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1.Definisi Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan.................................................... 3
2.2.Macam-Macam Vektor Di Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan...................... 6
2.3 .Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor Penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan...................................................................................... 8
2.4 Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan Pemukiman…………………………13
2.5 Pengendalian Vektor Penyakit
Di Perumahan, Pemukiman DanPekotaan…………………………………………16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
..................................................................................................................................21
3.2 Saran.......................................................................................................................
..................................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 23

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.................................................................................................................................Lat
ar Belakang
Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Rumah atau tempat tinggal,
dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia
bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah di
hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah
membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba
modern. Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh
tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana
orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat
tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna
mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Munif Arifin, 2009).
Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit
berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat akhir-akhir ini.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian
di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis
lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan
balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas
intervensi kesehatan lingkungan (Munif Arifin, 2009).
1.2.................................................................................................................................Ru
musan Masalah
1. Apa Saja Definisi Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
2. Apa Saja Macam-Macam Vektor Di Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
3. Apa Saja Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor Penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
4. Apa Saja Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan Pemukiman

ii
5. Bagaimana Pengendalian Vektor Penyakit Di Perumahan, Pemukiman Dan
Pekotaan
1.3.................................................................................................................................Tuj
uan Penulis
1. Untuk menjelaskan apa saja Definisi Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
2. Untuk menjelaskan Apa saja Macam-Macam Vektor Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
3. Untuk menjelaskan Apa Saja Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor
Penyakit Di Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
4. Untuk menjelaskan apa saja Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan
Pemukiman
5. Untuk menjelaskan bagaimana Pengendalian Vektor Penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
1.4.................................................................................................................................Ma
nfaat Penulis
1. Agar pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan dapat menambah wawasan
tentang penyakit anemia.
2. Agar pembaca dapat menerapkan dan mengaplikasikan bagaimana cara untuk
menghindar/mengendalikan diri dari vektor penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan

1.5................................................................................................................................. M
etode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yakni metode studi pustaka.
Metode studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan menggali informasi
dari buku maupun media internet seperti jurnal online, website terpercaya, maupun
e-book.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Perumahan,Pemukiman,dan Perkotaan


Pengertian perumahan menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Pemukiman Pasal 1ayat 2,Perumahan adalah kumpulan
rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Secara fisik perumahan
merupakan sebuah lingkungan yang terdiri dari kumpulan unit-unit rumah
tinggal dimana dimungkinkan terjadinya interaksi sosial diantara
penghuninya, serta dilengkapi prasarana sosial, ekonomi, budaya, dan
pelayanan yang merupakan subsistem dari kota secara keseluruhan.
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
perumahan berada dan merupakan bagian dari permukiman, perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan (pasal 1 ayat 2)

Menurut Doxiadis(1946) Perumahan (housing) adalah kelompok


rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang belum dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan.

Pengertian Pemukiman Menurut Undang-Undang No 4 Tahun


1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana
dan sarana lingkungan yang terstruktur.

iv
Sedangkan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa penataan perumahan
dan permukiman bertujuan untuk :

1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,


dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang
rasional;
4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-
bidang lain

Permukiman (settlement) adalah bagian dari lingkungan hidup di luar


kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarananya.

Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima


elemen :

Nature (unsur alami), yang mencakup sumber-sumber daya alam seperti


geologi, topografi, hidrologi, tanah, iklim maupun unsur hayati yaitu vegetasi
dan fauna.

a) Man (manusia sebagai individu), dengan segala kebutuhannya


(biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan dan persepsinya).
b) Society (masyarakat), yaitu adanya manusia sebagai kelompok
masyarakat.
c) Shells (tempat) di mana manusia sebagai individu maupun kelompok
masyarakat melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupannya.
d) Network (jaringan), yang merupakan sistem alami maupun buatan
manusia, yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut
seperti jalan, air bersih, listrik dan sebagainya.

v
Sementara itu, Silas (1993) merumuskan permukiman yang sesuai di
Indonesia yaitu sebagai teritorial habitat dimana penduduknya masih dapat
melaksanakan kegiatan:

1. Biologis,
2. Sosial,
3. Ekonomis,
4. Politis,
5. Penjaminan kelangsungan lingkungan yang seimbang dan serasi

Pengertian Perkotaan, Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan


penduduk yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam
peraturan perundangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak
dan ciri kehidupan perkotaan.(Pemen Dagri No.2 Tahun 1987 tentang
Penyusunan Rencana Kota).
Sementara menurut Max Weber,kota adalah suatu tempat yang
penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar
lokal.
Definisi Perkotaan tercantum pada UU No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yang mana kawasan Perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintah,pelayanan sosial,dan kegiatan ekonomi

2.2. Macam-Macam Vektor Di Perumahan, Pemukiman Dan


Pekotaan
Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang
mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu
phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh

vi
jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis vektor yang dapat
menularkan penyakit:
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas,yaitu salah satunya adalah
kelas hexapoda(berkaki 6) misalnya nyamuk. Dari kelas hexapoda dibagi
menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian,terlebih khusus pengendalian vector di
Perumahan,Pemukiman dan Perkotaan adalah
2.2.1. Ordo Dipthera
yaitu nyamuk dan lalat
1. Nyamuk anopheles
Anopheles (nyamuk malaria) merupakan salah
satu genus nyamuk. Terdapat 400 spesies nyamuk Anopheles,
tetapi hanya 30-40 menyebarkan malaria (contoh, merupakan
"vektor") secara alami. Anopheles gambiae adalah paling terkenal
akibat peranannya sebagai penyebar
parasit malaria (contoh. Plasmodium falciparum) dalam
kawasan endemik di Afrika, sedangkan Anopheles
sundaicus adalah penyebar malaria di Asia.
sebagai vektor malaria
2. Nyamuk aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa
virus dengue penyebab penyakit demam berdarah.
Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam
kuning (yellow fever), chikungunya, dan demam Zika yang
disebabkan oleh virus Zika. Penyebaran jenis ini sangat luas,
meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai
pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama
(primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa dan kota.
sebagai vektor penyakit demam berdarah
3. Lalat tse-tse

vii
lalat Tsetse memiliki beberapa perbedaan dengan lalat pada
umumnya. Selain kelopak matanya yang besar, lalat ini juga
memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki lalat lain, yaitu moncong
(proboscis) yang panjang seperti jarum pada bagian kepalanya.
Itulah sebabnya, lalat ini bisa “menggigit” seperti nyamuk Lalat
Tsetse adalah salah satu serangga yang bertanggung jawab atas
penyebaran penyakit tidur. Lalat ini dikenal sebagai inang dari
beragam parasit, termasuk Trypanosoma brucei yang menjadi
penyebab penyakit tidur. Ketika lalat Tsetse mengisap darah
seseorang, parasit T. brucei tersebut akan masuk ke dalam aliran
darah orang tersebut dan menyebabkan penyakit tidur
sebagai vektor penyakit tidur

2.2.2. Ordo Siphonaptera


Pinjal tikus
Kutu pinjal (flea) adalah sebutan untuk sejenis serangga yang
berukuran amat kecil. Biarpun kecil, pinjal bukanlah hewan yang bisa
diabaikan karena hewan ini kerap hinggap pada tubuh manusia &
hewan yang berukuran lebih besar untuk menghisap darahnya.
sebagai vektor penyakit pes
2.2.3. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
1. Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan
typhus exantyematicus. Selain vektor diatas, terdapat ordo dari
kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu
antara lain:
2.2.4. Ordo hemiptera, contoh kutu busuk.
2.2.5. Ordo isoptera, contoh rayap.
2.2.6. Ordo orthoptera, contoh belalang
2.2.7. Ordo coleoptera, contoh kecoak Sedangkan dari phylum chordata yaitu
tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi
menjadi 2 golongan :
1. Tikus besar, (Rat) Contoh :

viii
a) Rattus norvigicus (tikus riol )
b) Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
c) Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
2. Tikus kecil (mice) Contoh: Mussculus (tikus rumah).

2.3. Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor Penyakit Di Perumahan,


Pemukiman Dan Pekotaan
2.3.1. Demam Bedarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue atau biasa dikenal dengan DBD
adalah salah satu jenis penyakit menular yang menimbulkan keresahan
di masyarakat, karena penularan penyakit demam berdarah berjalan
dengan cepat dan juga dapat mengakibatkan kematian dalam waktu
yang singkat (WHO, 2009). Angka kasus kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue mengalami peningkatan secara drastis dalam waktu
beberapa tahun terakhir. Penyebaran kasus DBD ini hampir menyebar
di seluruh dunia. Lebih dari 2,5 milyar penduduk dunia 40% nya
mengalami resiko DBD (Badrah & Hidayah, 2011) Penyakit DBD ini
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu lingkungan
dan perilaku manusia, karena masih rendahnya kesadaran masyarakat
untuk melaksanakan kegiatan PSN sehingga membuat tempat
perindukan nyamuk semakin banyak. Dengan kondisi cuaca yang tidak
selalu stabil dan curah hujan yang tinggi pada musim penghujan
merupakan sarana untuk tempat perkembangbiakannya nyamuk Aedes
aegypti yang cukup mendukung.
Kejadian DBD dipengaruhi oleh kepadatan populasi jentik
Aedes aegypti. Keberadaan jentik vektor DBD sangat tergantung dari
keberadaan tempat perindukan nyamuk (breeding place) Aedes
aegypti. Tempat yang bagus untuk perindukan nyamuk Aedes aegypti
adalah natural container (tempat perindukan alami), seperti lubang di
pohon, batok kelapa, dan pada jenis perindukan pohon pisang atau
lubang brudding di batu artificial container (tempat perindukan buatan)
seperti bak mandi, ember, kaleng bekas, botol, drum, atau toples dan

ix
pelepah pohon pisang (Kusuma dan Sukendra, 2016). Diketahui bahwa
sumur (natural container) dan gentong (artificial container) merupakan
tempat yang paling bagus biasanya dalam perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti (WHO, 2009)
2.3.2. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan ditemukan hampir
diseluruh dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan
subtropis. penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan dunia
dan disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp. Diseluruh dunia ditemukan 2.000 spesies
Anopheles dan 60 diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di
Indonesia ada sekitar 80 spesies dengan 24 diantaranya terbukti
menularkan malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda
tergantung dari faktor seperti iklim, geografis, dan tempat
perindukannya. Malaria hidup sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat, misalnya nyamuk yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), disawah (Anopheles aconitus)
dan air bersih pegunungan (Anopheles maculatus).3 Kehidupan
nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada seperti
suhu, kelembapan, curah hujan, salinitas, derajat keasaman, oksigen
terlarut, tumbuhan air dan hewan air lainnya.
2.3.3. Filariasis(Kaki Gajah)
Filariasis adalah salah satu penyakit parasitik yang terabaikan
(neglected tropical diseases) yang disebabkan oleh cacing filarial
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang
menyerang saluran getah bening dan ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk. Filariasis merupakan masalah utama di bidang kesehatan
masyarakat (Sudomo, 2012). Kecacatan berupa pembesaran anggota
gerak seperti tungkai, tangan, kaki, grandula mammae dan skrotum
merupakan dampak dari penyakit filariasis, yang menyebabkan stigma
sosial serta penurunan produktivitas ekonomi bagi penderita, keluarga

x
dan masyarakat.(Hadayani, 2017; Ipa, 2017). Terdapat beberapa faktor
komplek yang mendukung dalam penularan filariasis yaitu agen
penyakit berupa cacing filaria, manusia sebagai host, lingkungan yang
merupakan faktor pendukung dalam perkembangbiakan vektor dan
nyamuk dewasa sebagai vektor utama penularan penyakit. Nyamuk
sebagai vektor penularan filariasis berperan penting dalam penyebaran
filariasis. Kepadatan nyamuk yang tinggi dan kebiasaan nyamuk betina
menghisap darah untuk mematangkan telur mendukung dalam
terjadinya infeksi mikrofilaria pada nyamuk (Santoso dan Hapsari,
2015)
2.3.4. Cikungunya
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk.
Nama penyakit berasal dari bahasa Swahili yang berarti “yang berubah
bentuk atau bungkuk”, mengacu pada postur penderita yang
membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat. Chikungunya tergolong
arthropod-borne disease, yaitu penyakit yang disebarkan oleh
arthropoda khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Nyamuk ini memiliki kebiasaan menggigit pada siang hari, sehingga
kejadian penyakit ini lebih banyak terjadi pada wanita dan anak-anak
dengan alasan mereka lebih banyak berada di rumah siang hari.
Penyakit ini ditandai dengan demam, myalgia, arthralgia, ruam kulit,
leukopenia, limfadenopati dan penderita mengalami kelumpuhan
motorik yang tidak permanen.1-3 Penderita Chikungunya umumnya
sembuh secara spontan dan diikuti dengan imunitas homolog yang
berlangsung lama, terjadinya serangan kedua oleh penyakit ini belum
diketahui. Infeksi yang tidak jelas sering terjadi, terutama pada anak-
anak. Pada saat terjadi wabah, poliartritis dan arthritis lebih sering
terjadi pada wanita dewasa dan pada orang-orang yang secara genetis
memiliki fenotip HLA (human leucocyte antigen) DR7 Gm a+x+b+.4
2.3.5. Pes

xi
Penyakit Pes atau Plague merupakan salah satu penyakit yang
tercatat dalam International Health Regulations (IHR) sebagai re-
emerging disease atau penyakit lama yang berpotensi muncul kembali
serta dapat menyebabkan wabah atau kejadian luar biasa. Di Indonesia
penyakit Pes menjadi salah satu penyakit yang tercantum dalam
Undangundang RI. No. 2 Tahun 1962 atau Undangundang Karantina
dan Epidemi. Hal tersebut disebabkan penyakit pes dapat
menimbulkan wabah yang serius dan berbahaya yang dapat
menimbulkan Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC) atau dalam istilah lain kedaruratan kesehatan masyarakat
yang meresahkan dunia internasional (Depkes RI, 2011)
Penyakit Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang
endemik pada rodent yang hidup di alam liar yang disebarkan oleh
gigitan pinjal. Penyakit pes secara alamiah bisa bertahan dan
terpelihara dalam rodent. Pinjal tikus adalah vektor utama penyebab
penyakit pes. Pes pada tikus serta rodent lain dapat menyebabkan
penularan pada manusia. Pinjal sebagai vektor utama penyakit pes
berperan menularkan bakteri Yersinia pestis yang terdapat di dalam
darah tikus yang terjangkit kepada hewan lain atau manusia melalui
gigitannya. Pinjal selain menjadi vektor utama pes juga bisa menjadi
vektor penyakit serius lain pada manusia yaitu penyakit murine typhus
yang dapat ditularkan dari tikus ke manusia (Mulyono, dkk, 2014
2.3.6. Rabies
Rabies atau yang dikenal juga dengan istilah “anjing gila”
adalah infeksi virus pada otak dan sistem saraf. Penyakit ini tergolong
sangat berbahaya karena berpotensi besar menyebabkan kematian.
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
a) Agent : virus rabies
b) Vektor : anjing, kucing dan kera (melalui gigitan)
Suatu virus mematikan yang menyebar ke manusia dari air liur hewan
yang terinfeksi.Rabies biasanya menyebar melalui gigitan hewan.
Binatang yang paling mungkin menyebarkan rabies antara lain anjing,

xii
kelelawar, anjing hutan, rubah, sigung, dan rakun. Gejalanya meliputi
demam, sakit kepala, kelebihan air liur, kejang otot, kelumpuhan, dan
kebingungan mental. Virus penyebab rabies ditularkan oleh anjing
melalui gigitan, cakaran, atau air liur. Namun, terdapat pula hewan lain
yang dapat membawa virus rabies dan menularkannya ke manusia,
seperti kucing, kera, musang, bahkan kelinci. Pada kasus yang
tergolong sangat jarang, penularan virus rabies juga dapat terjadi dari
manusia ke manusia, melalui transplantasi organ.

2.4. Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan Pemukiman


Kesehatan perumahandan lingkungan pemukiman adalah kondisi
fisif, kimia, dan biologic di dalam rumah, di lingkungan dan perumahan,
sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang
optimal. Persyaratan kesehatan perumahandan lingkungan pemukiman
adalah adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam
rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan dan atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan
kesehatan.

Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan


lingkungan perumahan dan pemukiman serta persyaratan rumah itu
sendiri, sangat di perlukan karena pembangunan perumahan berpwngaruh
sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat.

Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman


menurut keputusan Mentri Kesehatan (Kepmenkes)
No.829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut :

xiii
2.4.1. Lokasi
a) Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti benturan
sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah
gempah, dan sebagainya.
b) Tidak terletak pada daerah bekas rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti alur pendaratan penerbangan
2.4.2. Kualitas undara
kualitas udara ambien di lakukan di lingkungan perumahan
harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku
mutu lingkungan sebagai berikut :
a) Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdekteksi
b) Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maksimum 150 ug/m3
c) Gas SO2maksimum o,10 ppm
d) Debu maksimum 350 mm3/m2 perhari
e) Kebisingan dianjurkan 45 dB.A maksimum 55dB.A
f) Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik
2.4.3. Kualitas tahan di daerah perumahan dan pemukiman
a) Kandungan timah hitam (pb) maksimum 300 mg/kg
b) Kandungan arsenic (As) total maksimum
c) Kandungan cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d) Kandungan benzopyrene maksimum 1 mg/kg
2.4.4. Prasarana dan sarana lingkungan
a) Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga
dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b) Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan
vektor penyakit;
c) Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi
jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak
membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus
memiliki pagar pengaman, lampu penerangan, jalan tidak
menyilaukan mata;

xiv
d) Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air
yang memenuhi persyaratan kesehatan;
e) Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus
memenuhi persyaratan kesehatan
f) Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi
syarat kesehatan;
g) Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi,
tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan
lain sebagainya;
h) Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan
penghuninya;
i) Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
2.4.5. Vektor penyakit
a) Indeks lalat harus memenuhi syarat;
b) Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
2.4.6. Penghijauan P
epohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman
merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan
dan kelestarian alam. Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah
tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah
sebagai berikut :
2.4.7. Bahan bangunan
a) Tidak terbuat dari bahan dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, anatara lain : debu total kurang dari 150
mg/m2 asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per24 jam plimbum (pb)
kurang dari 300 mg/kg bahan
b) Tidak terbuat dari bahan yang dapt menjadi tumbuh dan
berkembanganya mikroorganisme patogen.
2.4.8. Komponen dan penataan ruangan
a) Lantai kedap air dan mudah di bersihkan

xv
b) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan
c) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
d) Berhubungan rumah 10 m da nada pangkalan petir
e) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dari peruntukanya
f) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
2.4.9. Pencahayaan
Penyahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas
penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
2.4.10. Kualitas udara
a) Suhu udara nyaman anatara 18-30 oC
b) Kelembapan udara 40-70%
c) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
d) Pertukarana udara 5 kaki 3/menit/penghuni
e) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam
f) Gas formaklehid kurang dari 120 mg/m3
g) Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal
10% luas lantai
h) Vector penyakit n : tidak ada lalat, nyamuk ataupun yang berserang
di dalam rumah
2.4.11. Penyediaan air
a) Tersedia sarana penyediaan air besih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang /hari
b) Kualitas air harus memenuhi persayaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum menurut permenkes 416 tahun 1990 dan
kepmenkes 907
3. Pembuangan limbah
a) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan
tahan.

xvi
b) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
bau, tidak mencemari permukiman tanah dan air tanah.

2.5. Pengendalian Vektor Penyakit Di Perumahan, Pemukiman Dan


Pekotaan
Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian
vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan
populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko
untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh
vektor dapat di cegah (MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor
maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku
masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal
sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka
kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,
keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat
meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya
adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang
belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara
lain kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman
vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di
semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida
dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor
terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik
maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian
vektor.
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan
pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha
mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak

xvii
membahayakan kehidupan manusia. Ada beberapa cara pengendalian vektor
penyakit yaitu:
1. Pengendalian Vektor Terpadu(PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis
dan social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung
jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sektor dan
program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas
pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan
kesinambungannya.Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT):
a) Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau
cara pengendalian
b) Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari
satu penyakit tular vector
c) Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal
dan saling menguntungkan.
2. Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor
menggunakan
prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan
dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan
melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya
yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
Prinsip-prinsip PVT :
1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi
vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan
prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence
based)
2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif
berbagai sector dan program terkait, LSM, Organisasi profesi,
dunia usaha /swasta serta masyarakat.

xviii
3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan
penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida
secara rasional serta bijaksana
4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi
dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya
untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat
perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan
mekanik.
Contohnya:
a) modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat
perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman
bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
b) Pemasangan kelambu
c) Memakai baju lengan panjang
d) Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk
(cattle barrier)
a. Pemasangan kawat
2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
a) predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
b) Bakteri, virus, fungi
c) Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll).
3. Metode pengendalian secara kimia
a) Surface spray (IRS)
b) Kelambu berinsektisida
c) larvasida
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan
sebagai pegangan sebagai berikut :

xix
1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara
pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak
merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan
ekologi terhadap tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001).
Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan
memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector.
Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama.Pengendalian terapan
(applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi kesehatan
manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
1. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation
improvement)
2. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu
dengan modifikasi/manipulasi lingkungan
3. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan
memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
4. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan
karantina
5. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
(Afrizal, 2010)

xx
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
perumahan berada dan merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
(pasal 1 ayat 2)
Menurut Doxiadis(1946) Perumahan (housing) adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang belum dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Pengertian Pemukiman Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal
3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk
Kesehatan perumahandan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisif, kimia,
dan biologic di dalam rumah, di lingkungan dan perumahan, sehingga
memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Persyaratan kesehatan perumahandan lingkungan pemukiman adalah adalah
ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi
penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan atau masyarakat
sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor
maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku
masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal
sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka
kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,
keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat
meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya

xxi
adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang
belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.

3.2. Saran
1. Di sarankan agar masyarakat lebih mentaati peraturan yang sudah di
tetapkan oleh pemerintah mengenai kesehatn lingkungan serta bisa
menghidari maslah-masalah vector penyakit di perumahan pemukiman
dan perkotaan.

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Id.wikipedia Bahasa Indonesia: Anopheles.


(https://id.wikipedia.org/wiki/Anopheles#:~:text=Anopheles%20(nyamuk
%20malaria)%20merupakan%20salah,sebagai%20penyebar%20parasit
%20malaria%20(contoh).di Akses 25 September2020

Nurpiena D.S.(2015).Perencanaan Kota.


(https://www.academia.edu/11741579/_Perencanaan_Kota_Pengertian_Kota_Per
kotaan_Bagian_Wilayah_Kota_Kawasan_Fungsional).di Akses 25 September
2020

Yosita,L. (2015).Strategi Perencanaan Dan Perancangan Perumahan Pada Era


Kontemporer.Yogyakarta:Dee.

Jamaludin B.A. 2017 Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota dengan


Problematikanya, CV. Pustaka Setia, Bandung.

Kazwaini M.2015. Jenis Dan Status Anopheles Spp. Sebagai Vektor Potensial
Malaria Di Pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur,(
https://media.neliti.com/media/publications/81742-ID-jenis-dan-status-anopheles-
spp-sebagai-v.pdf) di Akses 26 September 2020

Id.wikipedia Bahasa Indonesia: Anopheles.


(https://id.wikipedia.org/wiki/Anopheles#:~:text=Anopheles%20(nyamuk
%20malaria)%20merupakan%20salah,sebagai%20penyebar%20parasit
%20malaria%20(contoh).di Akses 25 September2020

Id.wikipedia Bahasa Indonesia: Aedes Aegpyti


(https://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti) .di Akses 25 September 2020

Susanti S.2017.Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan Jentik Aedes


Pada Area Bervegetasi
Pohon(https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/15236/9371).di
Akses 26 September 2020

xxiii
Pratama G.Y.,2015.Nyamuk Anopheles Sp Dan Faktor Yang Mempengaruhi Di
Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan.
(https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/496/497)
.di Akses 26 September 2020

Hestiningsih R., Puspitasari E.G.,Martini,Mawarni A.,Purwantisari


S.2019,Populasi Culex Sp Sebagai Vektor
Filariasis(http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/download/476/
278) .di Akses 27 September 2020

Ramadhani T., Hasmiwati,Yenita.2017, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan


Sikap dengan Tindakan Masyarakat Terhadap Pencegahan Penyakit Chikungunya
dan Vektornya di Nagari Saniang Baka, Kabupaten
Solok(http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/686/542) .di
Akses 27 September 2020

Riyanto S.,2019. Eksistensi Pijal Dalam Rodent Di Wilayah Pengamatan Kejadian


Pes Di Nongkojajar Kabupaten Pasuruan,(https://e-
journal.unair.ac.id/JKL/article/download/10771/7876). Di Akses 27 September
2020

https://www.alodokter.com/rabies. Di Akses 27 September 2020

Anggraini TS, Cahyati WH. Perkembangan Aedes Aegypti pada Berbagai PH Air
dan Salinitas Air. Higeia Journal of Public Health Research and Development. 1
(3), 2017: hlm 1-10.

Arduino MB, Mucci LF, Serpa LLN. Effect of Salinity on the Behaviour of Aedes
Aegypti populations from Coast and Plateau of Southheasternn Brazil. Journal
Vector Borne Disease. 52, 2015: hlm 79-87.

Achmadi UF. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah. Buletin Jendela


Epidemiologi, 2, 2010:15-20.

Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor


Risiko Penularan. Aspirator 2(2), 2010: 110-119

xxiv
Jata D, Putra NA, Pujastawa IGB. Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Demem
Berdarah Dengue di Wilayah Puskesmas I Denpasar Selatan dan Puskesmas I
Denpasar Timur. Ecotrophic. 10(1), 2016.

Depkes RI (2017) ‘Standar Baku Mutu dan Binatang Penyakit Serta


Pengendaliannya’, in. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes N0. 50 tahun 2017 (2017) ‘Standar dan Baku Mutu Kesehatan dan
Binatang Penyakit Serta Pengendaliannya’, Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Purnama (2015) Buku Ajar Pengendalian Vektor. Bali: Universitas Udayana

xxv
“Upaya pengendalian masalah vektor penyakit perumahan,
pemukiman & perkotaan”

Disusun oleh :

Kelompok 6
Virginia Pontoh 18111101127
Syahraena Hemeto 18111101184
Victoria Terok 18111101189

SEMESTER V BIDANG MINAT KESEHATAN LINGKUNGAN

xxvi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa. Karena atas rahmat yang diberikan oleh-NYA penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Upaya pengendalian masalah vektor penyakit perumahan,
pemukiman & perkotaan” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah KESEHATAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN & PERKOTAAN

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


Dr. Oksfriani J. Sumampouw, S.Pi, M.Kes selaku dosen pengajar atas waktu yang
diberikan dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan selama
proses pembelajaran yang niscaya bermanfaat bagi penulis di masa yang akan
datang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun akan diterima
oleh penulis demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Manado, 18 September 2020

Kelompok 6

xxvii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Upaya pengendalian vektor DBD……………………………..
2.2 Upaya pengendalian kecoa…………………………………….
2.3 Upaya pengendalian malaria………………………………….
2.4 Upaya pengendalian filiriasis………………………………….

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

xxviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari
dinamika hubungan interaktif antara sekolompok manusia atau masyarakat
dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari
upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya (Chandra,2007).
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau
menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. vektor yang berperan
sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropoda borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector borne diseases yang merupakan penyakit
yang penting dan seringkali bersifat endemis dan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan sampai kematian (Permenkes R.I No. 374, 2010).
Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis
yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya
pengendalian atas penyebaran vektor” (Permenkes R.I No. 374, 2010). Upaya
pemberantasan dan pengendalian penyakit menular seringkali mengalami
kesulitan karena banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit
menular tersebut. Lingkungan hidup di daerah tropis yang lembab dan bersuhu
hangat menjadi tempat hidup idealbagi serangga yang berkembangbiak. Selain
dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan vektor pembawa penyakit,
keberadaan serangga juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa
aman bagi masyarakat (Soedarto, 2009)
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat
dari segi kesehatannya tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit”.

xxix
1.2 Rumusan masalah

Bagaiman upaya pengendalian vektor DBD, Kecoa, Malaria, dan Filiriasis.

1.3 Tujuan penulisan


Dapat mengetahui bagaimana Upaya pengendalian masalah vektor penyakit
perumahan, pemukiman & perkotaan?

xxx
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengendalian vektor Bemam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue atau disingkat DBD disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegipty berkelamin betina.
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis,
dan menjangkit luas di banyak Negara di Asia Tenggara.
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada
tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya
meninggal dunia dengan angka kematian 41,3% dan sejak saat, penyakit ini
menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Melihat dari banyaknya kasus DBD yang terjadi, program pencegahan dan
pengendalian penyakit ini pun terus digalakkan dengan tujuan menekan rantai
penularan virus dengue tersebut. Beberapa program yang sedang barjalan yaitu
Juru Pemantau Jentik (Jumantik), pemberantasan sarang nyamuk (PSN) program
3M Plus, fogging dan kegiatan lainnya.
Upaya pengendalian penanggulangan DBD di Indonesia diperlukan
strategi pengendalian DBD. Berdasarkan visi, misi kebijakan dan tujuan
pengendalian DBD, maka strategi yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upya
pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif
masyarakat, maka berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya
dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagi media
massa maupun secara berkelompok atau individual atau dengan
memperhatikan aspek social budaya yang lokal spesifik.
2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja,
peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh
sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun

xxxi
pelaku potensional merupakan langkah awal dalam menggalang,
meningkatkan, dan mewujudkan kemitraan. Jeajring kemitraan
diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai
sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala
sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan
penilaian melalui wadah kelompok kerja oprasioanal di berbagai tingkatan
administrasi.
3) Peningkatkan profesionalisme pengelola program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan program pengendalian DBD.
4) Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kagiatan pengendalian
DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui bidang kesehatan
5) Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko
penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan akibat infeksi dengue/DBD.

Kebijakan nasioanal pengendalian DBD


Kebijakan nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No
581/MENKES/SK/VII/1992 (lempiran 2) tentang pemberantasan penyakit
Demam Berdarah Dengue, adalah sebagai berikut :
1.) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian
terhadappengendalian DBD
2.) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap
penyakitDBD.
3.) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program
pengendalianDBD.
4.) Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program.
5.) Pembangunan berwawasan lingkungan.

xxxii
Penanggulangan DBD di Indonesia juga dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengendalian vector. Pengendalian Vektor adalah upaya
menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat
perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,
mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai
penularan penyakit Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,
permukiman,habitat perkembangbiakan) lingkungan sosial-budaya
(Pengetahuan Sikap danPerilaku) dan aspek vektor.Pada dasarnya metode
pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalahdengan melibatkan peran
serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metodepengendalian vektor cara
lainmerupakan upaya pelengkap untuk secara cepatmemutus rantai penularan.
Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)IVM
merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHOuntuk
mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor olehberbagai
institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebihdifokuskan pada
peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatanPokjanal DBD, Kegiatan
PSN anak sekolah, dll.Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBDPada
saat KLB, maka pengendalian vektor harus dilakukan secara cepat,tepat dan
sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnyapenularan.
Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan dataKLB, dengan
tiga intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan denganfogging/ULV,
PSN dengan 3 M plus, larvasidasi dan penyuluhanpenggerakan masyarakat
untuk meningkatkan peran serta.

2.2 Pendendalian Kecoa


Lingkungan memiliki pengaruh serta kepentingan yang relative
besar dalam hal peranannya sebagai salah satu yangmempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, lingkungan sendiri tidak dapat terpisahkan dari
berbagai hewan disekitarnya berbagai hewan tersebut diantaranya
merupakan vector pembawa penyakit salah satunya adalah kecoa.
Serangga ini merupakan serangga hama yang cukup mengganggu bagi

xxxiii
manusia karena selain dapat mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap.
Kecoa adalah salah satu insekta yang termasuk ordo Orthoptera (bersayap
dua) dengan sayap yang di depan menutupi sayap yang di belakang dan
melipat seperti kipas. Kecoa terdiri dari beberapa genus yailu Blatella.
Periplaneta. B/alta. Supella.dan Blaberus. Beberapa spesies dari kecoa
adalah Blatelta Germanica, Periplaneta Americana,Periplaneta
Australasiae, Periplaneta Fuliginosa, Blatta Orientalis, dan Supella
Longipalpa. Kecoa merupakan salah satu insect yang menjadi vector
penular penyakit. Penularan penyakit dapatterjadi saat mikroorganisme
palogen tersebut terbawa oleh kaki alau bagian lubuh lainnya darikecoa,
kemudian melalui organ tubuh kecoa, mikroorganisme sebagai bibit
penyakil tersebut mengkontaminasi makanan. Selain itu pula kecoa dapat
menimbulkan reaksi-reaksi alergi sepertidermatitis, gatal-gatal, dan
pembengkakan kelopak mata. Habitat hidup kecoa biasanya dalam retak-
retak atau lubang-lubang pada dinding atau lantai rumah, dalam got-got
dan riool-riool, kecoa biasanya aktif pada malam hari di dapur di tempat
sampah di saluran air yang dimana pada umumnya menghindari cahaya
matahari dan berada di tempat yang bersuhu rendah (Devi, 2004).Dilihat
dari kehidupannya kecoa sangatlah merugikan bagi kesehatan masyarakat
karena banyaknya penyakit dan masalah yang di timbulkan. Untuk
mengurangi populasi kecoa yang adadan mengurangi kejadian penyakit
yang diakibatkan oleh adanya kecoa maka perlu diadakannya tindakan
pengendalian kecoa yang dapat mengendalikan vector ini agar tidak
menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh Kecoa


Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kecoa adalah :
 Tifus
Tifus atau typhoid fever adalah suatu penyakit infeksi bakterial
akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Di Indonesia
penderita tifus atau disebut juga demam tifoid cukup banyak,
nyaris tersebar di mana-mana, ditemukan hampir sepanjang tahun,

xxxiv
dan paling sering diderita oleh anak berumur 5 sampai 9 tahun.
Penyakit ini dihantarkan oleh kecoa melalui makanan yang
dihinggapinya, buruknya lingkungan dan kurangnya rasa
peduliakan kebersihan akan membuat penyakit ini sulit untuk di
deteksi
 Diare
Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami
rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses
yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3,
diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan
juga membunuh lebihdari 1,5 juta orang per tahun.
 Kolera
Kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di
saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium Vibrio
cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuhmelalui air
minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau
dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar,terutama kerang.
Gejalanya termasuk diare, perutkeram, mual, muntah, dan
dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi.
Kalaudibiarkan tak terawat kolera memiliki tingkat kematian
tinggi. Perawatan biasanya denganrehidrasi agresif “regimen”
biasanya diantar secara intravenous, yang berlanjut sampaidiare
berhenti.
 Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin (racun), seperti
kimia atau obat ataupunagen penyebab infeksi. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut“hepatitisakut”, hepatitis
yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis kronis
 Asma
Kecoa pun sangat berbahaya bagi penderita asma disebabkan oleh
kotoran dari kecoa dapatmenyebabkan dan memperparah penyakit
asma.

xxxv
UPAYA PENGENDALIAN
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul
telur dankecoa :
1. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :Mekanis yaitu
mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-
celahalmari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan
membakar/dihancurkan
2. Pemberantasan Kecoa
3. Menutup celah- celah dnding
4. Sanitasi, cara ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal
kecoa antara lain,membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di
lantai atau rak, segera mencuciperalatan makan setelah dipakai,
membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadipersembunyian
kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture,
dantempat tersembunyi lainnya
5. Pengendalian dengan insektisida

2.3 Pengendalian vector Malaria


Malaria termasuk penyakit yang ikut bertanggung-jawab terhadap
tingginyaangka kematian di banyak ector di dunia. Diperkirakan, sekitar
1,5-2,7 jutajiwa melayang setiap tahunnya akibat penyakit ini. Walau sejak
1950 malariatelah berhasil dibasmi di ector seluruh benua Eropa,
Amerika Tengah danSelatan, tetapi di beberapa bagian benua Afrika dan
Asia Tenggara, penyakit inimasih menjadi masalah besar. Sekitar seratus
juta kasus penyakit malaria terjadisetiaptahunnya, satu persen diantaranya
berakibat fatal. Seperti kebanyakanpenyakit tropis lainnya, malaria
merupakan penyebab utama kematian di negaraberkembang. Penyebaran
malaria juga cukup luas di banyak ector, termasuk Indonesia
Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Malaria dapat menyebabkan kematian
terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil,

xxxvi
selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia.Angka kesakitan penyakit ini pun masih
cukup tinggi, terutama didaerah Indonesia bagian timur

Masalah Kesehatan Akibat Nyamuk Anopheles


Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh ector e
protozoa genus plasmodium yang menginfeksi sel darah merah. Parasit
tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Jenis penyakit malaria yang terjadi pada manusia
ditentukan oleh jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia melalui
ector nyamuk Anopheles. Berdasarkan jenisnya, spesies plasmodium
yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Jenis penyakit
malaria yang ditimbulkan ector nyamuk Anophelesmeliputi (Zupriwidani,
2013).

Upaya pengendalian

Upaya pengendalian nyamuk Anopheles

Pengendalian vector malaria dapat dilakukan dengan cara pengendalian fisik,


biologi, mapun kimia, pada pengendalian vector malaria tindakan yang harus
diamabil adalah menunrukan jumlah populasi nyamuk penyebab malaria. Untuk
dapat melakukan langka-langkah kegiatan pengendalian nyamuk anopheles
berikut beberapa langkah yang harsu dilakukan (purnama, 2015).
1. Pengendalian wilayah (Geographical Reconnsisance)
Kegiatan ini meliputi pemetaan langsung penduduk dan survey tambahan untuk
menentukan situasi tempat tinggal dari suatu daerah yang dicakup oleh program
pengendalian malaria. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan situasi
tempat tinggi adalah sebagai berikut
 Letak bangunan dan akses menuju tempat tersebut.
 Jarak satu tempat dengan tempat lainnya.

xxxvii
 Memperhatikan sifat topografi (daerah datar, daerah bergunung, sumber
air seperti sungai, danau, rawa-rawa, dan sumur, tempat perindukan
vector)
2. Pementaan tempat perindukan
Hal yang dapat harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah sifat dan
perilaku vector malaria yang menyukai tempat peristirahatan yang dingin,
gelap, dan basah, setelah mengigit penjamu. Dengan begitu pada tahapan
kegiatan ini, pengendalian vector akan mampu menyebar tempat-tempat
perindukan vektormalaria disetiap wilayah/desa. Berikut lokasi-lokasi yang
menjadi tempat sasaran dalam mengendalian vector malaria.
 Letak tempat perindukan yang positif jentik dan yang potensial
 Jumlah tempat perindukan
 Tipe tempat perindukan
 Luas tempat perindukan

Aplikasi/penerapa metode intervensi : (Kusnoputranto H., Susanna D., 2002)

 Pengendalian secara fisik


Pengelolaan lingkungan berupa penimbunan kolam, pengangkatan tumbuhan air,
pengeringan sawah berkala setidaknya setiap dia minggu sekali, dan pemasangan
kawat pada jendela.
 Pengendalian secara fisik
Penyebaran ikan pemakan larva nyamuk, penyebaran Bacillus thurigiensis,
penyebaran ikan pemakan larva nyamuk Bacillus thuringiensis dapat pada anak
sungai, rawa-rawa dan bendungan atau pergairan sawah.
 Pengendalian secara kimia
A. Penyemprotan rumah dengan insektisida
B. Penggunaan kelambu
Kelambu yang digunakan dapat kelambu celup ataupun kelambu
berinsektisida (LLITN=Long Lasting Inseciticide Treated Net)
C. Larviciding
Larviciding adalah aplikasi larvasida pada tempat perindukan potensial
vector guna membunuh/memberantas larva nyamuk dan menggunakan bahan
kimia seperti Diflubenzuron (Andalin/ Dimilin) atau agen biologi Bacillus
Thuringiensis H-14(Bti H-14).
D. Pelatihan SDM

xxxviii
Pelatihan bertujuan agar SDM (sumber daya manusia) khususnya masyarakat
setempat akan mampu melakukan pengendalian vector dengan baik dab
benar.

Upaya pengendalian penyakit malaria

1. Meningkatan pengetahuan tentang gejala malaria


a. Malaria penyebabkan kematian jika pengobatannya terlambat. Pencarian
pertolongan medis harus segera dilakukan jika yang bersangkutan dicurigai
menderita malaria. Pemeriksaan parasite malaria pada darah harus dilakukan
lebih dari satu kali dengan selang seling waktu beberapa jam.
b. Gejala malaria dapat ringan ; seseorang harus dicurigai menderita malaria
jika 1 minggu setelah berkunjung ke daerah endemis yang bersngkutan
menunjukkan gejala panas, lemah, sakit kepala, sakit otot dan tulang.
2. Mengindari gigitan nyamuk dengan beberapa hal berikut :
a. Mengenakan celana panjang dan baju lenga panjangn yang berwarnateratur
saat bepergian antara senja dan malam hari dank arena pada saat itu
umumnya nyamuk mengigit dan nyamuk sangat suka dengan pakaian yang
berwarna gelap.
b. Menggunakan kawat kasat anti nyamuk pada ointu dan jendela, jika tidak ada
makatutup jendela dan pintu pada malam hari.
c. Menggunakan kawat kasa anti nyamuk pada pintu dan jendela, jika tidak ada
maka tutup jendela dan pintu pada malam hari.
3. Pengobatan siaga malaria
Semua orang yang belum lebal terhadap malaria jika terpajam atau terinfeksi
malaria maka orang tersebut harus segera mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan yang tepat jika diduga menderita malaria. Namun apabila akses
terhadap pelayanan kesehatan jauh maka WHO menganjurkan agar orang-orang
tersebut dibelikan obat anti malaria agar dapat melakukan pengobatan sendiri.
Kemudian diberikan penjelasan tentang gejalaa-gejala malaria, dosis dan cara
pemakain obat, gejala-gejala efek samping obat dan apa yang harus dilakukan
jika pengobatan gagal. Merekan juga diberikan penjelasan bahwa pengobatan
sendiri mereka lakukan bersifat sementara, selanjutnya mereka harus pergi ke
dokter.
4. Upaya pencegahan dengan meningkatkan imunitas

xxxix
a. Untuk daerah yang masih bersifat sensitive terhadap klorokuin makan untuk
menekan agar tidak timbul malaria pada orang-orang yang imun yang
tertinggi atau berkunjung ke daerah endemis malaria diberikan pengobatan
sebagai berikut: klorokuin (Aralen, 5 mg basa/kg bb, 300 basa atau 500mg
klorokuin fosfat untuk orang dewasa) diberikan seminggu sekali atau
hidroksi klorokuin (praquenil 5 mg basa/kg bb-dosis dewasa 310 mg basa
atau 400 mg dalam bentuk garam). Obat ini harus diteruskan dengan dosis
dan jadwal yang sama sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan tempat
endemis.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah dimana P. falciparum sudah terhadap klorokuin (Asia
Tenggara, Afrika bagian sub Saharaa, didaerah hutan hujan di Amerika
bagian selatan dan pulau pasifik barat) direkomendasikan untuk memberikan
meflokuin (5mg/kg/bb/minggu). Untuk mencegah malaria pemberian obat
dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum
mengadakan perjalanan ke tempat tersebut dan dilanjutkan setiap minggu
selama dalam perjalanan atau tinggal didaerah endemis malaria dan selama 4
minggu kembali didaerah tersebut.

2.4 Pengendalian Filariasis


Seiring dengan terjadinya perubahan pola penyebaran penyakit di negara-
negara berkembang, penyakit menular masih merupakan penyebab
pertama kesakitan dan kematian khususnya Indonesia, salah satunya yaitu
filariasis. Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gaah
merupakan salah satu penyakit yang endemis di Indonesia penyakit ini
disebabkaan oleh infeksi parasite mematoda dan nyamuk sebagai vector
penyakit yang kini tersebat di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh
cacing filarial, didalam tubuh manusia cacing filarial hidup disaluran
kelenjar gentah bening dan dapat menyebabkan gejala klinis akut dan
gejala kronis, penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk, akibat yang
ditimbulkan pun dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup pembesar
seperti kaki gajah dan juga terjadi pembesaran dibagian tubuh lainnya

xl
seperti lengan, payudarah dan alat kelamin wanita akibatnya penderitaan
tidak dapat bekerja secara optimal.
Badan kesehatan dunia (WHO) mengumumkan bahwa beberapa negara
berkembang seperti India, Nigeria, Bangladesh dan di Indonesia masih
rawan terhadap perkembangan penyakit filariasis atau kaki gajah. WHO
mencermati penyakit kaki gajah ini masih harus diwaspadai karena
diperkirakan sekitar 120 juta orang yang berada dinegara tropis dan
subtropics terinfeksi penyakit tersebut, sedangkan menurut Widoyono
penyakit kaki gajah terdapat hampir diseluruh dunia terutama didaerah
tropis, telah terinfeksi 120 juta penduduk di 83 negara, sedangkan di Asia
filariasis menjadi penyakit endemil di Indonesia. Myanmar, India dan
Srilangka. Di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun
2000-2004 terdapat lebih dari 8000 penderita klinis kronis filariasis yang
tersebar di selurun provinsi, secara epidemiologi data ini mengindikasikan
lebih dari 60 juta penduduk Indonesia berada di daerah yang berisiko
tinggi tertular filariasis dengan 6 juta penduduk diantarannya telah
terinfeksi

Upaya pengendalian penyakit filariasis

Upaya pengendalian vector filariasis dapat dilakukan dengan beberapa


program berikut yakni:
1. Pelaksanaaan kegiatan promosi
Meningkatkan pengetahuan sikap, dan perilaku masyarakat melalui
pendidikan pelatihan sosialisasi, distribusi informasi dan
penyelenggaraan eliminasi filariasi. Kegiatan promosi dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyebab cara
penularan pencegahan pemerantasan filariasis. Kegiatan ini berupa
penyluhan. Penyluhan dilakukan pada saat akan melakukan survey darah
jari dan pengobatn massal (Depkes RI, 2005).
2. Kebijakan program pemberantasan filariasis serta program eliminasi
filariasis 2010-2014
Kebijakan yang diterapkan dalam program pemberantasan filariasis
adalah :

xli
1. Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam
program pemberantasan penyakit menular.
2. Melakukan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan
program eliminasi filariasis limfatik global dari WHO yaitu
memutuskan rantai penularan filariasis dan mencegah (implementasi
unit) eliminasi filariasis adalah kabupaten/kota
3. Satuan lokasi pelaksanaa (implementasi unit) eliminasi filariasis
4. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, provinsi dan negara

Sedangkan menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan


pemberantasan filariasis yang juga dilakukan dengan lebih sederhana
yakni:

1. Melaporkan ke puskesmas bila menemukan warga dengan pembesar


kaki, tangan, kantong buanh zakar, atau peyudara.
2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam
hari oleh petugas kesehatan.
 Survey darah jari yang dimaksud adalah :
Survey darah jari adalah identifikasi mikrofilaria dalam
darah tepi pada suatu populasi yang bertujuan menentukan
endemisitas daerah tersebut dan intensitas infeksinya. Survey
darah jari dilakukan didesa yang mempunyai kasus kronis
terbanyak. Jumlah sampel yang diambil disetiap desa lokasi
survey adalah 500 orang. Apabila jumlah sampel tidak
mencukupi maka sampel diambil dari desa yang
bersebelahan. Cara pengambilan sampel adalah
mengumpulkan penduduk sasaran survey yang tinggal
disekita kasus kronis yang ada diseda lokasi survey.
Pengambilan darah dilakukan pada pukul 20.00 malam
(Depkes RI, 2005).
3. Minum obat dari anti filariasis yang diberikan oleh petigas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebasa dari nyamuk
penular.

BAB III

xlii
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seperti program kesehatan lainnya, aspek kesehatan perumahan dan


lingkungan pemukiman dihubungkan dengan definisi sehat menurut WHO, yaitu
sehat adalah suatu keadaan yang lengkap dari fisik, mental, dan kesejahteraan
sosial tidak hanya sekedar bebas dan sakit dan cacat, yang memungkinkan
seseorang dapat bekerja secara produktif. Kita setuju bahwa rumah merupakan
prasyarat yang jelas untuk kesehatan mental, malaupun sulit untuk membuktikan
adanya hubungan yang jelas antara penyakit kejiwaan dengan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukiman. Penelitian menunjukkan bahwa
penduduk yang tinggal di daerah pemukiman kumuh mempunyai kejadian
penyakit menular dan kecelakaan dalam rumah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mereka yang tinggal dilingkungan pemukiman yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga.2010.Rencana Nasional Program Alselerasi Eliminasi Filariasis


di Indonesia. Jakarta : Subdi Filariasis & Schistomiasis Dorektor P2B2, Ditjen PP&LP
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada tanggal 19 Mein 2015.

Depkes RI. 2005.Buku Pencegahan Dan Pemberantasan DBD; SubditArbovirosis,


Dit PPBB, Ditjen PP&PL.Jakarta.
Depkes RI. 2004. BukuModul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor.Jakarta.
Depkes RI. 2003.Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication
SEARONo.29).Jakarta.
Kemenkes. 2010.Permenkes nomor : 374/Menkes/Per/III/2010
tentangPengendalian Vektor. Jakarta

xliii
Rencana Strategis 2005-2009. 2005.Program Pencegahan danPemberantasan
Demam Berdarah Dengue. Direktorat Pengendalian Penyakit danPenyehatan
Lingkungan, Kemenkes RI.
Achmadi, U.F. 2010. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah.Buletin
Jendela Epidemiologi.2 Agustus. Jakarta
Dwita,diah.2008.Bab II Tinjauan Pustaka. Retrieved
fromhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-diahdwitap-
488-3-bab2.pdf.Diakses pada tanggal 17 Mei 2015USU.(n.d).Bab I Pendahuluan.
Retrieved fromhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34085/5/Chapter
%20I. Retrieved fromhttp://digilib.unila.ac.id/3807/13/BAB%20I.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2017Nuraini,Devi. 2004.
PEMBERANTASAN ARTHOPODA YANG PENTING DALAM
HUBUNGANDENGAN KESEHATAN MASAYRAKAT.
Retrievedfromhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3674/1/fkm-
devi.pdf.Diakses pada tanggal 17Mei 2015Sembel,
Dantje T. 2008. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta : Andi

xliv
“Sanitasi pemukiman dan perkotaan:rumah dan
pemukiman sehat ”

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Evangeline Warouw 17111101071
Lingkan R.H. Boimau 18111101007
Diqna Dwi Noventi 18111101010
Putri G.Wongkar 18111101037

SEMESTER V BIDANG MINAT KESEHATAN LINGKUNGAN


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa. Karena,atas rahmat yang diberikan oleh-NYA penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Sanitasi pemukiman dan perkotaan:rumah dan
pemukiman sehat” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas kelompok dalam mata kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan
Perkotaan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr.Oksfriani J.Sumampouw,SPi,M.Kes dan dr.Finny Warouw,M.Kes,Sp.S selaku
dosen pengajar atas waktu yang diberikan dalam membimbing, mengarahkan, dan
memberi masukan selama proses pembelajaran yang niscaya bermanfaat bagi
penulis di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun akan diterima
oleh penulis demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Manado,September 2020

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Pengertian rumah sehat………………………………………3
2.2 Fungsi Rumah ……………………………………………….4
2.3 Manfaat rumah sehat………………………………………....5
2.4 Syarat-syarat Pengelolaan Rumah Sehat……………………..5
2.5 Prinsip rumah sehat………………………………………….11
2.6 Prinsip lingkungan sehat…………………………………….16
2.7 Penilaian rumah sehat……………………………………….19
2.8 Faktor - Faktor yang mempengaruhi Keadaan Perumahan….20
2.9 Hubungan rumah dan kesehatan……………………………..21
2.10 Hubungan rumah terlalu sempit dan kejadian penyakit……21
2.11 Artikel Penelititan rumah sehat…………………………….22

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan 27
3.2 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi
kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah
setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai
tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera.
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan
higiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh WHO, bahwa
perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya
kejadian penyakit dalam masyarakat. Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia,
biologi didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau
masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Rumah yang sehat dan
layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang
sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni.
Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf
kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan
mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang.
Masalah perumahan telah diatur dalam UU Pemerintahan tentang perumahan dan
pemukiman No.4/l992 Bab III pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara
mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah
yang layak dan lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan
tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang
menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh
anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan
perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan
kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.

1.1 Rumusan Masalah


1. Apa itu rumah sehat?
2. Apa fungsi rumah sehat?
3. Apa manfaat rumah sehat?
4. Apa syarat-syarat pengelolaan rumah sehat?
5. Apa prinsip rumah sehat?

6
6. Apa saja prinsip lingkungan sehat?
7. Bagaiman cara menentukan penilaian rumah sehat?
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi keadaan perumahan?
9. Apa saja hubungan rumah dan kesehatan?
10. Apa saja hubungan antara rumah yang terlalu sempit dan kejadian
penyakit?

1.2 Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui pengertian rumah sehat
2. Dapat mengetahui fungsi rumah sehat
3. Dapat mengetahui manfaat rumah sehat
4. Dapat mengetahui syarat-syarat pengelolaan rumah sehat
5. Dapat mengetahui prinsip rumah sehat
6. Dapat mengetahui prinsip lingkungan sehat
7. Dapat mengetahui cara menetukan penilaian rumah sehat
8. Dapat mengetahui faktor yang memengaruhi keadaan perumahan
9. Dapat mengetahui hubungan rumah dan kesehatan
10. Dapat mengetahui hubungan antara rumah yang terlalu sempit dan kejadian
penyakit

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rumah Sehat

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman:

a. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal


yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

b. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,


baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni.

c. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang


memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.

d. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk


mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi.

Dalam pengertian diatas makan dapat dikatakan rumah sehat adalah rumah yang
memungkinkan para penghuninya dapat mengembangkan dan membina fisik mental
maupun sosial keluarga.

Menurut WHO :
-    Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial
budaya, bukan hanya keadaan yang bebas penyakit dan kelemahan (kecacatan).
·     Menurut UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman :
- Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan.
-   Rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia.Rumah  dapat

menjadi  :
1.    Tempat  berlindung  dari  cuaca  dan  kondisi lingkungan sekitar
2.    Menyatukan sebuah keluarga
3.    Meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia
8
4.    Menjadi bagian dari gaya hidup manusia. 
      
Rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk
beristrahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun
social (Hermawan, 2010).
Prasarana lingkungan meliputi:

a Jalan-jalan dan jembatan,


.

Air bersih, listrik,


b
.
c Telepon,
.

d Jaringan air kotor,


.

e Drainase,
.

f Persampahan, dll.
.

Sarana ingkungan meliputi:

a. Pelayanan sosial, yang terdiri dari sekolah,

puskesmas/rumah sakit dan pemerintahan.

b. Fasilitas sosial, yang terdiri dari tempat peribadatan, tempat pertemuan, lapangan
olahraga/ruang terbuka/tempat bermain, dan perbelanjaan.

2.2 Fungsi Rumah

Fungsi rumah bagi manusia yang diposkan oleh Suhadi (2007) yang dikutip dari  Azwar
adalah:

1. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melasanakan kewajiban
sehari-hari.
2. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi
segenap anggota keluarga yang ada.
3.  Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
9
4.  Sebagai lambang status sosial yang dimiliki yang masih dirasakan hingga saat ini.
5.  Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki,
yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.

2.3. Manfaat Rumah Sehat

Memberi perlindungan dari penyakit menular, mencakup pelayanan air bersih, sanitasi,
persampahan, drainase, hygiene perseorangan dan pemukiman, kemanan makanan,
bangunan yang aman terhadap tranmisi penyakit
a. Meningkatkan perlindungan terhadap kecelakaan dan penyakit kronis dengan
memperbaiki kontruksi dan bahan bangunan rumah, pencemaran di dalam rumah,
penggunaan rumah sebagai tempat kerja.
b. Memberi perlindungan terhadap penyakit kejiwaan dengan mengurangi tekanan
jiwa dan sosial akibat rumah.
c. Meningkatkan kesehatan dalam lingkungan perumahan dengan memperhatikan
ketersediaan pelayanan keperluan sehari-hari dan pekerjaan dekat rumah.
d. Meningkatkan pemanfaatan rumah sehingga dapat meningkatkan kesehatan, yaitu
pemanfaatan rumah dapat memberi dampak kesehatan yang maksimum pada
penghuninya.
e. Memberi perlindungan terhadap populasi yang menyandang resiko tinggi, yakni
anak-anak dan wanita, masyarakat dengan rumah substandard, masyarakat yang
tersisih dan mobil, manula, penderita penyakit kronis dan yang cacat.
f. Penyebarluasan pentingnya aspek kesehatan rumah sehingga yang berwenang
dapat memasukkan aspek-aspek kesehatan tersebut ke dalam kebijakan
pembangunan pemukiman.
g. Meningkatkan kebijakan sosial ekonomi yang menunjang tata guna tanah dan
pemukiman sehingga kesehatan fisik, mental dan sosial dicapai secara maksimal.
h. Meningkatkan proses pembangunan sosial ekonomi; mulai dari perencanaan,
pengelolaan, pengaturan tata guna tanah derah urban, peraturan pemukiman,
desain dan kotruksi rumah, pelayanan terhadap masyarakat dan pemantauan yang
kontinu.
i. Meningkatan penyuluhan serta kualitas profesi kesehatan masyarakat dan profesi
yang membangun pemukiman; penyediaan perumahan dan penggunaan rumah
untuk meningkatkan kesehatan.
j. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pemukiman
secara swadaya, gotong royong dan koperatif (Slamet, 2011).

2.4. Syarat-syarat Pengelolaan Rumah Sehat


2.4.1 Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan terhadap suhu dalam rumah yang optimal,
pencahayaan yang optimal, ventilasi yang memenuhi persyaratan dan tersedianya ruang
yang optimal untuk bermain anak. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal yaitu berkisar
antara 18-20°C, dan suhu tersebut sangat dipengaruhi oleh udara luar, pergerakan udara,
dan kelembaban udara dalam ruangan. Pencahayaan harus cukup pada waktu siang
maupun malam hari. Pada malam hari pencahayaan yang ideal adalah cahaya yang
bersumber dari listrik atau lampu sedangkan pada waktu pagi hari pencahayaan yang
ideal adalah cahaya yang bersumber dari sinar matahari.
10
2.4.2 Dinding

Dinding rumah yang terbuat dari tembok adalah baik. Pada dasarnya dinding yang terbuat
dari tembok untuk kondisi geografis beriklim tropis khususnya kurang cocok karena
selain mahal dari segi ekonomi juga kurang mendapatkan penerangan alamiah yang cukup
apalagi bila ventilasinya tidak optimal.

2.4.3 Atap
Atap rumah yang terbuat dari genteng umumnya dipakai untuk daerah perkotaan maupun
pedesaan. Atap dari genteng sangat cocok untuk daerah beriklim tropis seperti di
Indonesia ini karena dapat menciptakan suhu yang sejuk dalam rumah. Atap dari seng
dan asbes sebaiknya tidak digunakan, karena selain mahal juga menimbulkan suhu panas
didalam rumah (Mukono, 2000).

2.4.4 Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
pertukaran aliran udara dalam rumah tersebut agar tetap segar dan optimal. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan untuk penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi dalam rumah akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang
berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Fungsi kedua adalah untuk
membebaskan udara dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen. Ada dua macam
ventilasi yakni ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.

Ventilasi alamiah adalah di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara
alamiah melalui jendela, lubang angin maupun lubang yang berasal dari dinding dan
sebagainya. Ventilasi buatan adalah ventilasi yang menggunakan alat khusus untuk
mengalirkan udara, misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara (AC). Ventilasi
yang baik berukuran 10% sampai 20% dari luas lantai. Ventilasi yang baik akan
memberikan udara segar dari luar, suhu optimum 22-24°C dan kelembapan 60%
(Kusnoputranto dan Suzanna, 2000).
2.4.5 Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan pencahayaan dari cahaya yang cukup dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk dalam rumah akan menyebabkan berkembangnya
beberapa bakteri, karena dalam hal ini pencahayaan yang kurang akan menjadi media
yang sangat baik untuk berkembang biaknya bakteri-bakteri tersebut khususnya bakteri
patogen. Serta akan menimbulkan beberapa masalah kesehatan atau penyakit.

Cahaya dapat digolongkan menjadi dua yakni: cahaya alamiah yang bersumber dari sinar
matahari dan cahaya buatan yang bersumber dari lampu. Cahaya matahari sangat penting
karena dapat membunuh bakteri patogen dalam rumah. Perlu diperhatikan ketika
membuat jendela sebaiknya diusakahan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam
ruangan secara langsung atau tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela selain
sebagai jalan pertukaran udara dalam rumah juga sebagai jalan masuknya cahaya. Cahaya
bbuatan menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu, minyak tanah,
listrik, api dan sebagainya.

11
Minimal cahaya yang masuk adalah lebih dari 60 lux dan tidak menyilaukan sehingga
cahaya matahari dapat membunuh bakter-bakteri patogen (Kusnoputranto dan Suzanna,
2000).
2.4.6 Sarana Penyediaan Air
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian besar
terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk
anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter
per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Untuk keperluan air minum dan masak air harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
(Notoatmodjo, 2003).

Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,
jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air
tercemar (Depkes RI, 2000).

Macam-macam sumber air minum antara lain : (1). Air permukaan adalah air yang
terdapat pada permukaan tanah. Misalnya air sungai, air rawa dan danau; (2). Air tanah
yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam.
Air dalam tanah adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang
dalam. Misalnya air sumur, air dari mata air; (3). Air angkasa yaitu air yang berasal dari
atmosfir, seperti hujan dan salju (Slamet, 2002). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah: (1). mengambil air dari sumber air yang bersih; (2).
mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan
gayung khusus untuk mengambil air; (3). memelihara atau menjaga sumber air dari
pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air
minum dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan sampah dan air
limbah harus lebih dari 10 meter; (4). mengunakan air yang direbus;

(5). mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup

(Depkes RI, 2000).


2.4.7 Sarana Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran
penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah : (1). tidak mengotori
permukaan tanah di sekitarnya; (2). tidak mengotori air permukaan di sekitarnya; (3).
tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya; (4). kotoran tidak boleh terbuka sehingga
dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit
12
lainnya; (5). tidak menimbulkan bau; (6). pembuatannya murah; (7). mudah digunakan
dan dipelihara (Notoatmodjo, 2003).

Macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain: (1).Jamban cemplung : Jamban


cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan
membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 ± 120 cm sedalam 2,5 sampai 8
meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah
dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter; (2). Jamban air :
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat
pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali;
(3). Jamban leher angsa: Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air.
Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai,
tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun
untuk masuk ke tempat penampungannya; (4). Jamban bor : Tipe ini sama dengan
jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak
lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak
mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap); (5). Jamban keranjang : Tinja
ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya
untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang
biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi disepanjang
perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya
menimbulkan bau; (6). Jamban parit : Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm
untuk tempat defeacite. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan
jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang
berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan
pencegahan pencapaian tinja oleh hewan; (7). Jamban empang / gantung : Jamban ini
semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya.
Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya
dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah; (8). Jamban
kimia : Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga
dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum
misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah. Tempat pembuangan
tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare
berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Entjang,
2000)

Anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi
dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan
keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota
dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan
sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa (Entjang,
2000).

13
2.4.8 Jenis Lantai Rumah
Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu,
dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2003).

Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai
harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik
kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Depkes, 2002). Jenis lantai
rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan kejadian diare pada
anak balita, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah, dinilai
dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab
bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit
pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen,
dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah
untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah (Sanropie, 1989).

2.4.9 Sampah
Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak terpakai lagi oleh manusia
atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan
dibuang. Pengelolaan sampah yang baik adalah dengan cara dikumpulkan dan kemudian
dilakukan pengangkutan. Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing
rumah tangga yang dalam hal ini menghasilkan sampah. Selanjutnya untuk kemudian
dilakukan pemusnahan. Hal ini dilakukan untuk sampah yang berbentuk sampah padat,
yakni bisa dilakukan pembakaran dalam tungku pembakaran, ditimbun dalam tanah,
maupun dibuat pupuk. Dengan demikian akan tercipta lingkungan dalam rumah yang
bersih dan menyehatkan (Evierni dkk,

2010).
2.4.10 Air Limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari limbah rumah
tangga. Pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan manusia serta mencemari lingkungan hidup. Cara pengelolaan
air limbah dapat dilakukan dengan cara yang sederhana yakni dengan melakukan
pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran ini dilakukan untuk menurunkan konsentrasi
dari air limbah itu sendiri, kemudian baru dibuang.

Cara lain adalah dengan membuat kolam oksidasi. Pada umumnya cara ini adalah
memanfaaatkan cahaya langsung dari sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen
dalam pembersihan secara alamiah. Cara selanjutnya adalah dengan membuat saluran
irigasi yakni dengan membuat parit terbuka untuk saluran pembuangan air limbah. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar air limbah meresap terlebih dahulu kedalam parit-parit
terbuka yang dalam hal ini terbuat dari galian tanah sehingga lingkungan sekitar tidak
akan tercemar (Evierni, 2010).

14
2.4.11 Kepadatan Hunian Tempat Tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang
tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun (Depkes RI,

1999).

2.4.12 Kelembaban
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh
seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban
dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari
70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar
akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban
udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan
adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis
penyakit pernafasan (Vita Oktaviani, 2005).

2.4.13 Memberikan Kebutuhan Psikologis


Kebutuhan psikologis berfungsi untuk menjamin privacy bagi penghuni rumah. Perlu
adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut secara
normal. Penataan ruang dalam rumah sebaiknya diatur agar memenuhi rasa keindahan
dan kenyamanan. Selain itu diperlukan adab sopan santun dalam lingkungan perumahan
agar tercipta keharmonisan dalam pergaulan (Kusnoputranto dan Suzanna, 2000).

2.4.14 Memberi Perlindungan/Pencegahan terhadap Bahaya Kecelakaan Dalam

Rumah

Konstruksi rumah yang kuat sebaiknya tidak menggunakan asbes, hal ini bertujuan untuk
menghindari bahaya kebakaran dan pencegahan kemungkinan kecelakaan misalnya jatuh
atau kecelakaan mekanik lainnya. Tiga indikator rumah rumah sehat yang dinilai yakni
meliputi, higiene rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni dengan rician sebagai
berikut: (1). Kelompok higiene rumah meliputi: langit-langit, dinding, lantai, jendela
kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap
dapur dan pencahayaan; (2). Kelompok sarana sanitasi meliputi: sarana air bersih, sarana
pembuangan kotoran, sarana pembuangan sampah, dan sarana pembuangan air limbah;
(3). Kelompok perilaku penghuni meliputi: membuka jendela kamar tidur, membuka
jendela keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke
jamban dan membuang sampah pada tempat samapah (Evierni, 2010).

15
2.5 Prinsip Rumah Sehat

A. Cukup memenuhi syarat kesehatan, yaitu:

1. Lantai dan dinding harus kering (tidak lembab) dan mudah dibersihkan. Agar
tetap kering, maka lantai harus:
a) Terbuat dari bahan bangunan yang tidak menghantar air tanah ke permukaan
lantai (kedap air).

b) Berada lebih tinggi dari halaman luar dengan ketinggian lantai minimal sebagai
berikut:

- 10 cm dari pekarangan
- 25 cm dari permukaan jalan

Gambar 1.5 Lantai Rumah

16
Gambar 1.6 Lantai Rumah Panggung

2. Ventilasi/jendela yang cukup agar udara dalam ruangan dapat selalu mengalir.
Luas bukaan jendela minima 1/9 luas ruang lantai.

Gambar 1.7 Alur Udara

3. Lubang bukaan/jendela harus dapat ditembus sinar matahari.

Gambar 1.8 Alur Sinar Matahari

4. Letak rumah yang baik adalah sesuai dengan arah matahari (timur-barat) agar
penyinaran sinar matahari dapat merata dari jam 08.00 – 16.00.

17
Gambar 1.9 Letak dan Arah Rumah

Gambar 1.10 Letak dan Arah Rumah


5. Rumah harus memenuhi rasa nyaman.

B. Pengaturan ruang-ruang:
18
a) Penyediaan macam ruangan dalam rumah harus mencukupi, sesuai dengan kebutuhan.
Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan sebagai berikut:

- Ruang tidur
- Ruang makan
- Ruang tamu
- Dapur
- Kamar mandi dan kakus
b) Ruang-ruang diatur sesuai dengan fungsinya. Ruang dengan fungsi yang berhubungan
erat diletakan berdekatan agar pencapaiannya lebih mudah dan kegiatan dapat berjalan
lancar

Jika ruangan terbatas, suatu ruangan dapat dimanfaatkan untuk beberapa fungsi. Misalnya
ruang makan dapat juga dimanfaatkan sebagai ruang keluarga dan ruang belajar.

C. Penataan ruang
1) Kamar tidur

Sinar matahari pagi bisa masuk, maka luas jendela minimal 1/9 luas ruangan.
Jangan terlalu banyak perabot dalam ruangan tidur, agar udara dapat mengalir
dengan baik. Cukup sebuah lemari, tempat tidur, dan meja bila diperlukan atau
mengefisiensikan dinding menjadi bagian elemen perabot rumah tangga, seperti
lemari pakaian yang disatukan fungsinya dengan meja belajar dan lain-lain.

2) Ruang makan

Selain digunakan untuk kegiatan makan, biasanya juga berfungsi sebagai tempat
dan ruang keluarga. Harus mempunyai penerangan alami dan penerangan buatan
yang cukup dengan memberi bukaan jendela yang menghadap ke arah luar.

3) Dapur
Dapur berhubungan dengan api, maka harus:
- Mempunyai lubang bukaan/jendeka yang cukup.
- Dinding sekitar kompor/tungku dilapisi seng atau bahan tahan api, terutama untuk
dinding kay atau bambu.
19
- Sediakan karung yang mudah dibasahi dan ember berisi air didekat kompor/tungku
sebagai salah satu upaya penanggulangan pertama bila kompor/tungku terbakar.

4) Kamar mandi, cuci dan kakus.


- Harus mempunyai lubang angin dan penerangan yang cukup, agar sinar matahari dapat
masuk dan peredaran udara dapat terjadi dengan baik.
- Dinding kamar mandi/kakus harus apat kedap air agar percikan air tidak merusak
komponen bangunan.
- Letak sumur pengotor (cubluk, sumur resapan dan lain-lain) minimal berjarak horisontal
11 meter dari sumber air bersih.
- Contoh lubang untuk menampung dan meresapkan limbah dari kakus adalah tangki
septic. Tangki septic adalah ruangan kedap air yang berfungsi untuk menampung dan
mengolah air limbah dari kakus

2.6 Prinsip Lingkungan Sehat


 Pengaturan luas bangunan dan luas lahan adalah 40% luas bangunan berbanding
minimal 60% luas lahan.
 Pengaturan sanitasi
1) Air bersih

Harus tersedia sumber air bersih yang menjadi sumber air minum bagi masyarakat di
lingkungan permukiman. Jika sumber air di sekitar lingkungan permukiman tidak
memenuhi syarat untuk diminum, harus dilakukan penjernihan air terlebih dahulu.

Salah satu contoh penjernihan air, yaitu penjernihan air dengan menggunakan biji
kelordengan tahapan sebagai berikut:

a) Air baku dimasukan ke dalam tong sebanyak 25 liter;


b) Biji kelor yang telah tua dan kering di pohon sebanyak 10-25 butir kemudian
digerus sampai halus seta dilarutkan kedalam sedikit air dan dikocok-kocok;

c) Masukan larutan tepung biji kelor tadi ke dalam tong pengaduk/pengendap, yang
telah diisi air baku, kemudian diaduk dengan memutar batang pengaduk selama 5-10
menit bertahap mulai cepat kemudian perlahan-lahan;

d) Biarkan air tersebut selama 1-2 jam.

2) Air kotor

20
Saluran untuk air buangan dibedakan menjadi:

a) Saluran air hujan


b) Terbuka, terletak dibawah saluran atap dan harus dapat mengalirkan air hujan ke
saluran air hujan lingkungan dengan kemiringan minimal 2%

c) Saluran air bekas mandi dan cuci Terbuka dan dialirkan menuju ke saluran
lingkungan
d) Saluran air koto dari kakus Tertutup, disalurkan menuju cubluk atau tangki septic
untuk kemudian cairannya dialirkan ke sumur peresapan atau penyaringan yang
selanjutnya dapat dibuang ke badan air yang ada (sungai dan lain-lain)
e) Penanganan Sampah
Sampah harus dibuang pada tempatnya karena jika dibuang sembarangan dapat
merusak lingkungan,menyumbat saluran air yang dapat menyebabkan banjir.

21
.

Sampah dimasukan ke dalam lubang

Jika sampah kering seperti daun, ranting, kertas


dapat dibakar

Setelah lubang hamper penuh, timbun


an deng
tanah

Gambar 23
1. Penanganan Sampah

Contoh pengolahan sampah dapur adalah Komposter. Komposter


rumah tangga adalah alat yang digunakan untuk pengomposan sampah
dapur menjadi kompos. Komposter rumah tangga ini merupakan
teknologi pengolahan sampah rumah tangga dengan sistem daur ulang
sampah dapur yang ditanam dalam tanah, dengan dasar tabung
diletakan minimal 30 cm dari muka air tanah.

22
3) Manfaat Pekarangan
Halaman rumah sebaiknya ditanami tanaman yang bermanfaat, seperti
sayursayuran, tanaman untuk obat-obatan (apotik hidup), pohon
rindang sebagai peneduh, dan lain-lain.

2.7 Penilaian Rumah Sehat


Menurut Munif Arifin (2010), kriteria rumah sehat didasarkan pada pedoman
teknis penilaian rumah sehat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Depkes RI tahun 2007. Pedoman teknis ini disusun berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan Kesehatan
Perumahan. Sedangkan pembobotan terhadap kelompok komponen rumah, kelompok
sarana sanitasi, dan kelompok perilaku didasarkan pada teori Blum, yang diinterpetasikan
terhadap Lingkungan (45%), Perilaku (35%), Pelayanan Kesehatan (15%), Keturunan
(5%).

Dalam hal rumah sehat, persentase pelayanan kesehatan dan keturunan diabaikan,
sedangkan untuk penilaian lingkungan dan perilaku ditentulan sebagai berikut :
1. Bobot komponen rumah ( 25/80 x 100%)      : 31
2. Bobot sarana sanitasi (20/80 x 100%)            : 25
3. Bobot perilaku (35/80 x 100%)                      : 44
Penentuan kriteria rumah berdasarkan pada hasil penilaian rumah yang merupakan
hasil perkalian antara nilai dengan bobot, dengan criteria sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat : 80 -100 % dari total skor.
2. Tidak memenuhi syarat : < 80 % dari total skor.

Kelompok Komponen Rumah yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat


menggunakan Indikator komponen sebagai berikut :
1.  Langit - langit
2.  Dinding
3.  Lantai
4.  Jendela kamar tidur
5.  Jendela ruang keluarga
6.  Ventilasi
7.  Lubang asap dapur
8.  Pencahayaan
9.   Kandang
10.  Pemanfaatan Pekarangan
11.  Kepadatan penghuni.

Indikator sarana sanitasi yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat menggunakan


Indikator sarana sebagai berikut :
1. Sarana air bersih
2. Jamban
3. Sarana pembuangan air limbah
4. Sarana pembuangan sampah.
Indikator penilaian perilaku penghuni rumah meliputi bebrapa parameter sebagai
berikut :
1. Kebiasaan mencuci tangan.
2. Keberadaan tikus dan jentik nyamuk.
23
2.8. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Keadaan Perumahan
Ada perbedaan corak, bentuk atau keadaan perumahan antara satu masyarakat
dengan masyarakat lainnya, umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni:
1. Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan yang menyangkut tata guna tanah,
program perumahan yang dimiliki dan lain sebagainya.                   
                       
2. Status sosial ekonomi masyarakat
Ditandai dengan pendapatan masyarakat, tersedianya bahan bangunan yang dapat
dimanfaatkan masyarakat. Masyarakat yang lebih makmur, secara relative akan
mempunyai perumahan yang lebih baik, dibandingkan dengan masyarakat yang miskin.

3. Faktor lingkungan dimana masyarakat itu berada, baik lingkunagn fisik, biologis
ataupun sosial.
Suatu daerah dengan lingkungan fisik berupa pegunungan, tentu saja
perumahannya berbeda dengan perumahan di daerah pantai, demikian pula perumahan di
daerah beriklim panas, berbeda dengan perumahan di daerah beriklim dingin. Demikian
pula lingkungan sosial, seperti adat istiadat, kepercayaan dan lain sebagainya banyak
memberikan pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan.
4. Kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama teknologi pembangunan.
  Masyarakat yang telah maju teknologinya, mampu membangun perumahan yang
lebih komplek dibandingkan dengan masyakat yang masih sederhana.

5. Kebudayaan
 Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka ragam kebudayaan
sehingga menyebabkan corak model rumah dari tiap daerah berbeda sesuai dengan adat -
istiadatnya.

2.9. Hubungan rumah dengan kesehatan


            Perumahan yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu usaha untuk
memperbaiki kesehatan. Di Indonesia terutama di pedesaan, soal perumahan masih belum
memenuhi syarat syarat perumahan sehat. Tetapi di kota besar hal ini sudah ada
kemajuan, walaupun di berbagai tempat masih terdapat pula perumahan yang sama sekali
tidak memenuhi syarat, yang lazimnya disebut slum (gubug - gubug).
          Pada umumnya di kota - kota besar terdapat masalah-masalah perumahan yang sulit
dipecahkan yaitu:
1. Kepadatan Penghuni (overcrowding)
Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk berkembang lebih pesat daripada
jumlah rumah.
2. Perumahan Liar (wild occupancy)
24
              Terjadinya rumah - rumah liar ini menimbulkan aspek yang sangat merugikan, baik
dari segi keindahan kota, maupun dari segi timbulnya penyakit menular, sebab pada
umumnya rumah - rumah liar ini dibuat sembarangan. Hal inilah yang menyebabkan
daerah perumahan liar menjadi sumber penyakit.

2.10 Hubungan rumah yang terlalu sempit dan kejadian penyakit


a) Kebersihan udara
Karena rumah yang terlalu sempit, maka ruangan akan kekurangan oksigen
sehingga menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit.
b) Fasilitas dalam rumah untuk tiap orang akan berkurang
Fasilitas dalam rumah untuk tiap orang akan berkurang karena harus dibagi dalam
jumlah yang banyak.
c) Memudahkan terjadinya penularan penyakit
d) Privasi dari tiap anggota keluarga terganggu
Karena rumah yang terlalu sempit, maka tidak semua anggota keluarga mempunyai
kamar sendiri, sehingga privasinya akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan anggota
keluarga, terutama anak muda tidak suka tinggal di rumah, sehingga akan menimbulkan
kejahatan dan kenakalan remaja, serta kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis.

Upaya Agar Rumah Menjadi Sehat :


1.      Membuka jendela kamar setiap pagi dan siang.
2.      Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.
3.      Kamar mandi dijaga kebersihannya setiap hari.
4.      Membuang sampah pada tempatnya.
5.      Mendapat penerangan yang cukup.
6.      Dinding diusahakan terang.
7.      Menata rapi barang di rumah.
8.      Melakukan penghijauan pada halaman.
9.      Menguras bak mandi.
10.  Mengubur barang bekas.

Cara Rumah Sehat Bebas Nyamuk :


1) Beri pencahayaan alami yang cukup pada rumah. Upayakan agar desain rumah
memiliki pencahayaan alami yang dibuat cukup besar sehingga mampu memberi akses
sinar matahari ke dalam ruangan.
2) Hilangkan genangan air yang bisa jadi tempat berkembang biak. Buanglah sampah dan
barang-barang bekas seperti kaleng, tong, pot, baskom, ember yang bisa menjadi tempat
berkembang biak nyamuk.
3) Ubah kebiasaan menggantung baju dalam jangka waktu lama.
4) Pasang tirai/kasa nyamuk.
5) Pangkas tanaman yang terlalu rimbun.
6) Pasang perangkap nyamuk.

25
7) Gunakan obat anti nyamuk yang aman

2.11 ARTIKEL PENELITIAN RUMAH SEHAT

1. HUBUNGAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA DENGAN


RUMAH SEHAT DI DESA DUWET KECAMATAN BAKI KABUPATEN
SUKOHARJO

1. Keadaan rumah di Desa Duwet menunjukkan bahwa sebagian besar responden


memiliki rumah tidak sehat sebesar 80 orang (74,1%), sedangkan responden yang
memiliki rumah sehat sebesar 28 orang (25,9%).
2. Ada hubungan antara pendidikan dengan rumah sehat di Desa Duwet Kecamatan
Baki Kabupaten Sukoharjo dengan nilai P-value (0,000), hasil uji menunjukkan p ≤
0,05 maka Ha diterima.
3. Ada hubungan antara pekerjaan dengan rumah sehat di Desa Duwet Kecamatan
Baki
Kabupaten Sukoharjo dengan nilai P-value (0,016), hasil uji menunjukkan p ≤ 0,05
maka Ha diterima.

4. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan rumah sehat di Desa Duwet
Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo dengan nilai P-value (0,099), hasil uji
menunjukkan p > 0,05 maka Ha ditolak.

2. Penilaian Rumah Sehat Kabupaten Pringsewu Dengan Menggunakan


Metode Simple Additive Weighting
Metode Simple Additive Weighting sering juga dikenal dengan istilah metode
penjumlahan berbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot
dari rating kinerja pada setiap alternatif dari semua atribut (Fishburn, 1967). Metode
SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (x) ke suatu skala yang dapat
diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada[12]. Metode ini merupakan
metode yang paling sering dan banyak digunakan dalam menghadapi situasi Multiple
Decision Making (MADM). MADM itu sendiri merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mencari altenatif optimal dari sejumlah alternatif tertentu. Metode SAW ini
mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot setiap atribute. skor total untuk
alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating dan bobot
setiap atribut[13]. Langkah penyelesaian metode Simple Additive Weighting (SAW):

1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengembilan


keputusan, yaitu Ci.
2. Menentukan rating kecocokan setiap alternative pada setiap kriteria.
3. Membuat matrik keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan
normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut

26
(atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matrik
ternormalisasi R.
Hasil akhir diperoleh dari hasil perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks
ternormalisasi R dengan vector bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih
sebagai alternative terbaik (Ai) sebagai solusi .

Dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) lebih efektif dan efesian
untuk digunakan dalam penilaian rumah sehat dikabupaten pringsewu

3. Analisis Determinan Rumah Sehat Dalam Mendukung Pembangunan


Berwawasan Lingkungan Di Kelurahan Kebun Handil Kota Jambi

Suwita, Muhammad Syafri dan Sukmal Fahri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40% rumah sehat di Kelurahan Kebun


Handil dan belum mencapai target kota Jambi 62%. Pendapatan keluarga, pengetahuan,
ketersediaan tanah, dan kelembaban rumah mempengaruhi rumah sehat di Kelurahan
Kebun Handil. Strategi dalam mengelola rumah sehat di Kelurahan Kebun Handil dapat
dilakukan dengan membina masyarakat melalui program-program yang diluncurkan oleh
pemerintah seperti STBM dan PHBS yang dapat mendukung terciptanya rumah sehat,
meningkatkan perencanaan, implementasi dan pengawasan program perbaikan rumah,
meningkatkan koordinasi lintas dan sektor kolaborasi dan program lintas, meningkatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola rumah sehat.

4.HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN RUMAH SEHAT DAN STATUS


SOSIAL EKONOMI DENGAN KUALITAS RUMAH TINGGAL PENDUDUK DI
DESA ROWOLAKU KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN
Indah Dwi Kusumawati Sunarko, Tjaturahono Budi Sanjoto

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, pengetahuan rumah
sehat teramasuk kriteria tinggi, status sosial ekonomi termasuk kriteria rendah,
dan kualitas rumah tinggal termasuk kurang baik. Kedua, uji korelasi antara
pengetahuan rumah sehat dengan kualitas rumah tinggal yang menunjukkan r
hitung sebesar 0,582 dengan taraf signifikansi 5%, N=92, diperoleh α 0,207.
Karena r hitung (0,582) > r tabel (0,207) maka ada hubungan dan jika dilihat
interpretasi korelasinya berada pada rentang (0,40-0,599) sehingga termasuk
dalam kategori sedang. Ketiga, uji korelasi antara status sosial ekonomi dengan
kualitas rumah tinggal yang menunjukkan nilai r hitung sebesar 0,609 dengan
taraf signifikansi 5%, N=92, diperoleh α 0,207. Karena r hitung (0,609) > r tabel
(0,207) jika dilihat interpretasi korelasinya berada pada kategori (0,60-0,799)
sehingga termasuk dalam kategori kuat. Keempat, uji korelasi antara pengetahuan
rumah sehat dan status sosial ekonomi dengan kualitas rumah tinggal yang
menjukkan r hitung sebesar 0,714 dengan taraf signifikansi 5%, N=92, diperoleh
α 0,207. Karena r hitung (0,714) > r tabel (0,207) maka ada hubungan dan jika

27
dilihat interpretasi korelasinya berada pada kategori (0,60-0,799) sehingga
termasuk dalam kategori kuat. Kelima, pengetahuan rumah sehat penduduk
semakin tinggi maka kualitas rumah tinggalnya belum tentu semakin baik, tetapi
jika status sosial ekonomi penduduk semakin tinggi maka kualitas rumahnya
semakin baik. Sehingga jika ingin meningkatkan kualitas rumah tinggal maka
status sosial ekonomi penduduk harus ditingkatkan.

5.Sanitasi Perumahan dan Rumah sehat


Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang  menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1996).

Kesehatan lingkungan merupakan aspek  kesehatan masyarakat yang terkait


dengan cara hidup, bahan kimia, dan tekanan yang ada di sekeliling manusia
yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraannya termasuk orang lain di
sekelilingnya yang berperan dalam menentukan kualitas kesehatan
lingkungan (Purdon, 1971).

6. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Keluarga dalam Pemanfaatan Jamban di


Pemukiman Desa Air Pinang, Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue
Tahun 2018
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan, sikap, status
ekonomi dan peran petugas kesehatan terhadap perilaku kepala keluarga dalam
pemanfaatan jamban pada masyarakat, sedangkan ketersediaan jamban tidak memiliki
pengaruh terhadap perilaku kepala keluarga dalam pemanfaatan jamban pada masyarakat
Desa Air Pinang Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue tahun 2018.

7. PENERAPAN NILAI-NILAI PHBS DALAM RUMAH TANGGA DI


KELURAHAN SUNGAI BANGKONG KOTA PONTIANAK

Berdasarkan hasil penyajian data dan pembahasan yang telah peneliti lakukan, dapat
disimpulkan bahwa Penerapan Nilai-Nilai PHBS Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan
Sungai Bangkong Kota Pontianak dari ketiga informan tersebut dapat dikategorikan baik
namun penerapannya masih belum maksimal. Dengan indikasi yang peneliti dapatkan
bahwa ke nilai-nilai PHBS tersebut ada yang telah diterapkan dengan baik dan berjalan
dengan baik dan ada pula yang masih diterapkan dengan belum maksimal oleh tiap
keluarga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan nilai tersebut berjalan
dengan baik sesuai cara pandang informan masing-masing. Hanya saja masih kurangnya
pengetahuan ketiga informan tentang apa dan bagaimana penerapan PHBS yang sesuai,
seperti penerapan terhadap rumah bebas asap rokok serta penerapan memberantas jentik
nyamuk sesering mungkin dan juga pentingnya mengkonsumsi buah-buahan setiap
harinya. Disini maka perlu adanya peningkatan peningkatan kerja dari tenaga kesehatan
untuk mensosialisasikan pentingnya PHBS tatanan rumah tangga sehingga mereka yaitu
28
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilainilai dan
Indikator PHBS Pada Tatanan Rumah Tangga agar tercipta keluarga yang ber-PHBS
sesuai dengan sasaran pemerintah.

8. PELAKSANAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DALAM


TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COT IE
JUE KABUPATEN BIREUEN

Berdasarkan analisis data dan temuan di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara sikap, ketersediaan sarana dan prasarana, dukungan keluarga terhadap
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga dimana variabel
yang paling berpengaruh adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Sedangkan tidak ada
pengaruh antara pengetahuan, pendapatan keluarga, aksesibilitas, penyuluhan kesehatan
terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan Rumah Tangga.

9. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN BERBASIS LINGKUNGAN DI


WILAYAH PESISIR
DESA WAWATU KECAMATAN MORAMO UTARA KABUPATEN KONAWE
SELATAN TAHUN 2017

Hasil penelitian dan pembahasan mengenai identifikasi faktor risiko masalah kesehatan
berbasis lingkungan di wilayah Pesisir Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan tahun 2017, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Gambaran masalah tempat pembuangan sampah, yang memiliki tempat
pembuangan sampah lebih banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak
113 responden (97,4%) sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 3 responden
(2,6%). Gambaran masalah sumber air bersih, sumber air yang digunakan
responden lebih banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 131
2. responden (97,4%) sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 3 responden
(2,6%).
Gambaran masalah jamban keluarga, berdasarkan kepemilikan jamban keluarga
lebih banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 101 responden (87,1%)
3. sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 15 responden (12,9%).
Gambaran rumah sehat, berdasarkan kepemilikan rumah yang memenuhi syarat
sebanyak 10 (8,6%) responden, sedangakan sebanyak 106 responden (91,4%)
tidak memenuhi syarat.
4.
Gambaran rumah sehat, berdasarkan kepemilikan rumah yang memenuhi syarat
sebanyak 10 (8,6%) responden, sedangakan sebanyak 106 responden (91,4%)
tidak memenuhi syarat

29
10. UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN RUMAH SEHAT BAGI
KELUARGA

Pentingnya pemahaman peningkatan pengetahuan rumah sehat yang layak huni di RW 02


Dusun Deles, Desa Jogonayan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, sehingga
masyarakat setempat memahami dan mengerti bahwa rumah sehat sederhana yang layak
huni yang setidaknya memiliki syarat minimal rumah sehat adalah sehat secara fisiologis
dan psikologis. Sehingga akan meningkatkan standar kesehatan penghuninya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan sarana pembinaan
keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup baik kawasan
perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang mendukung perikehidupan. Untuk
menciptakan satuan lingkungan pemukiman diperlukan kawasan
perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan lahan dan
ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi kesehatan.

3.2 Saran
Adapun saran dalam pembuatan makalah ini yaitu makalah yang kami buat belum
sempurna sesuai yang diharapkan, karena, kami hanya manusia biasa yang tidak
luput dari kesalahan, kelebihan itu hanya milik Tuhan semata. untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak atau pembaca demi perbaikan
di masa mendatang

30
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkugan. Jakarta : EGC

Depkes RI – Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.

 Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 ttg Persyaratan Kesehatan


Perumahan

 Mahfoedz, Irham.2008.Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai


Penyakit.  Jogyakarta.

Munif Arifin, 2009. Rumah Sehat dan Lingkunganya. diakses dari


environmentalsanitation.wordpress.com November 2011.

 Notoatmodjo,  S.  2003.  Ilmu  Kesehatan  Masyarakat,  Prinsip – prinsip Dasar.


Jakarta: Rineka Cipta.

Suhadi, 2007. Penyakit Tuberkolosis Paru.  Diakses dari


www.clubpenakita.blogspot.com/2009/06/penyakit-tuberkulosis-paru.html, November 2011.

 Sanropie,  D.  1991.  Pengawasan  Penyeharan  LingkunganPemukiman. 


Jakarta:Dirjen PPM dan PLP.

Soedjajadi Keman, Kesehatan Lingkungan Pemukiman


http://library.unair.ac.id/download/fkm/fkm-soedjajadikeman.ppt.
Universitas Air Langga, 2006.

http://eprints.umm.ac.id/35046/3/jiptummpp-gdl-aditiahuda-47406-3-babii.pdf

UU RI No.4 Tahun 1992  ttg Perumahan dan Pemukiman.

31
Pusat pendidikan tenaga kesehatan. 1991. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan untuk SPK.
Jakarta : Depkes RI.

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti

RAHMAH,U.D.2015.HUBUNGAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA


DENGAN RUMAH SEHAT DI DESA DUWET KECAMATAN BAKI
KABUPATEN SUKOHARJO.
http://eprints.ums.ac.id/34793/1/Naskah%20Publikasi.PDF.(online).Surakarta

Sartika dkk.2018. Penilaian Rumah Sehat Kabupaten Pringsewu Dengan


Menggunakan Metode Simple Additive Weighting.
http://jurnal.atmaluhur.ac.id/index.php/knsi2018/article/download/421/346. (Online).
Pangkal Pinang:journal.unnes

Suwita,dkk.2019.Analisis Determinan Rumah Sehat Dalam Mendukung Pembangunan


Berwawasan Lingkungan Di Kelurahan Kebun Handil Kota Jambi.http://online-
journal.unja.ac.id/JPB/article/download/6438/4110 .(Online).Jambi:journal.unnes

Kusumawati,dkk.2015. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN RUMAH SEHAT DAN


STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN KUALITAS RUMAH TINGGAL PENDUDUK DI
DESA ROWOLAKU KECAMATAN KAJEN KABUPATEN
PEKALONGAN.https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo/article/view/4579/4223
. (online).Semarang:journal.unnes

http://www.indonesian-publichealth.com/perumahan-dan-rumah-sehat/

Heranita,dkk.2018.Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keluarga dalam Pemanfaatan


Jamban di Pemukiman Desa Air Pinang , Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten
Simeulue.http://www.jkc.puskadokesa.com/jkc/article/download/27/11.
(online).Medan:Jurnal Kesehatan Cehadum

Anggriani,G.D.2018.Penerapan nilai-nilai PHBS dalam Rumah tangga di kelurahan Sungai


Bakong Kota Pontianak.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/download/28309/75676578352.
(Online).Pontianak:journal.unnes

Wardani,dkk.2019. PELAKSANAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DALAM


TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COT IE JUE
KABUPATEN
BIREUEN.https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/PJKM/article/viewFile/586/479 .
(online).Medan:Jurnal Kesehatan Masyarakat

Muslikhah,dkk.2017. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN BERBASIS LINGKUNGAN


DI WILAYAH PESISIR DESA WAWATU KECAMATAN MORAMO UTARA KABUPATEN
KONAWE SELATAN.http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=538720&val=9109&title=IDENTIFIKASI%20MASALAH%20KESEHATAN
%20BERBASIS%20LINGKUNGAN%20DI%20WILAYAH%20PESISIR%20DESA
32
%20WAWATU%20KECAMATAN%20MORAMO%20UTARA%20KABUPATEN
%20KONAWE%20SELATAN%20TAHUN%202017 .(online).Kendari:JIMKESMAS

“Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan : Kota Sehat”

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Tiurma M.S. Kefi 17111101003


Enxi Tahulending 18111101165
Gracia Sitanggang 18111101137
Christoffel Memah 16111101101

Semester 5 Kesehatan Lingkungan

33
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................5
1.3 Manfaat..............................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemukiman Sehat..............................................................................................7
2.2 Kota Sehat..........................................................................................................8
2.3 Sanitasi.............................................................................................................11
2.4 Persayaratan Pemukiman dan Kota Sehat....................................................... 12
2.5 Masalah Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan...................................................14
2.6 Upaya Pengendalian Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan.............................. 17

BAB III PENUTUPAN


Kesimpulan........................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 19

34
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas Cinta dan Kasih Tuhan Yang Maha Esa berkat bimbingannya
kami kelompok 8 dapat menyelesaikan Makalah dengan Topik “Sanitasi Pemukiman dan
Perkotaan : Kota Sehat” dengan tepat waktu. Makalah ini kami dapat dari berbagai
sumber yang ada. Kami juga berterima kasih kepada semua dosen pengajar dalam mata
kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan yang sudah memberikan ilmu
dan baik yang akan memberikan ilmu pada kami dipertemuan berkutnya. Maafkan jika
banyak kesalahan akibat kurangnya ilmu, tapi yang pasti kami mendapatkan informasi
dari artikel, jurnal dan portal berita yang terpercaya, kiranya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Manado, 18 September 2020

Kelompok 8

BAB I
35
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Kawasan pemukiman didominasi
oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi pelayanan dan
kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran
dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan terstuktur yang
memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. (Keman, S. 2005)

Permukiman sehat adalah suatu tempat untuk tinggal secara permanen, berfungsi sebagai
tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi dan sebagai tempat berlindung dari
pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, bebas dari
penularan Q1penyakit dan kecelakaan (Kasjono, 2011).

Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah
administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang
telahmemperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. Perkotaan adalah satuan
kumpulan pusat-pusat pemukiman yang berperan di dalam satuan wilayah pengembangan
dan atau wilayah Nasional sebagai simpul jasa. (PERATURAN BERSAMA MENTERI
DALAM NEGERI DAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 34 TAHUN 2005
NOMOR: 1138/MENKES/PB/VIII/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN
KABUPATEN/KOTA SEHAT)

Kota sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni
penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan beberapa tatanan dengan
kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah. (Mulasari,
SA, 2018)

Penyelenggaraan Kota Sehat adalah berbagai kegiatan untuk mewujudkan Kota Sehat,
melalui pemberdayaan masyarakat, dan forum yang difasilitasi oleh pemerintah kota.
Forum adalah wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi.
36
Forum Kota Sehat berperan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan pembagunan
wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah
yag bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh wargaya. (Mulasari, SA, 2018)

Sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha
individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup
eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta dapat mengancam kelangsungan hidup
manusia (Budiman, 2012).

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan


terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa, sehingga munculnya penyakit
dapat dihindari. Sanitasi berusaha untuk mengendalikan faktor-faktor lingkungan juga
mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularannya yang disebabkan oleh faktor
lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal (Depkes RI,
2002).

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu pemukiman sehat


2. Untuk mengetahui apa itu kota sehat
3. Untuk mengetahui apa itu sanitasi
4. Untuk mengetahui persyaratan pemukiman dan kota sehat
5. Untuk mengetahui masalah sanitasi pemukiman dan perkotaan
6. Untuk mengetahui upaya pengendalian masalah sanitasi pemukiman dan
perkotaan

1.3 MANFAAT

1. Agar dapat mengetahui tentang sanitasi pemukiman dan perkotaan : kota sehat
2. Agar dapat menambah wawasan bagaimana cara mengendalikan masalah sanitasi
pemukiman dan perkotaan : kota sehat

37
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PEMUKIMAN SEHAT

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan.Pemukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992).

38
Kawasan pemukiman didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai
tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja
yang memberi pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan.

Satuan lingkungan pemukiman yang sehat adalah kawasan perumahan dalam berbagai
bentuk ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan
terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan serta kondisi fisik, kimia, dan
biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, memungkinkan penghuni
mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.

Prasarana Lingkungan Pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang


memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfunsi sebagaimana mestinya. Prasarana
utama meliputi jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan sampah, jaringan
pematusan air hujan, jaringan pegadaan air bersih, jaringan listrik, telepon, gas, dan
sebaginya.

Jaringan Primer lingkungan adalah jaringan utama yang menghubungkan antara


kawasan pemukiman pemukiman atau antara kawasan pemukiman dengan kawasan
lainnya. Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan
primer yang melayani kebutuhan di dalam satu satuan lingkungan pemukiman. Sarana
lingkungan pemukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggara
dan pengembangan kehidupan ekonomi sosial dan budaya.

Contoh sarana lingkungan pemukiman adalah fsilitas pusat perbelanjaan, pelayanan


umum, pendidikan dan kesehatan, tempat peribadatan, rekreasi dan olahraga, pertemanan,
pemakaman. Selanjutnya istilah utilitas umum mengacu pada sarana penunjang untuk
pelayanan lingkungan pemukiman, meliputi jaringan air bersih, listrik, telepon, gas,
transportasi dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan
profesional dan berkelanjutan oleh suatu badan usaha.

2.2 KOTA SEHAT

Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk
dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan
kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
(Pemerintah Kabupaten Bone, 2016).
39
Perkotaan Sehat adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman, perkotaan, pemusatan, dan distribusi
pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (Pemerintah
Kabupaten Bone, 2016).
 Dasar Penyelenggaran Kab / Kota Sehat
1. UU Nomor : 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah
2. UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. UU Nomor: 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
4. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor : 34
Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang
 Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
1. Dasar hukum pembentukan Tim Pembina Teknis Kab./Kota Sehat adalah :
2. KepMendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
3. KepMendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
 Ciri-Ciri Kota Sehat

1. Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi


2. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan
pemerintah sebagai fasilitator
3. Mengutamakan pendekatan proses daripada target, tidak mempunyai batas waktu,
berkembang sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat yang dicapai secara
bertahap.
4. Penyelenggaraan kegiatan didasarkan kesepakatan dari masyarakat (Toma, LSM
setempat) bersama Pemkab
5. Pendekatannya juga merupakan master plan Kota.
6. Pemkab merupakan partner kunci yang melaksanakan kegiatan
7. Kegiatan tersebut dicapai melalui proses dan komitmen pimpinan daerah, kegiatan
inovatif dari berbagai sektor yang dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan
kerjasama
8. Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik, ekonomi, dan budaya
setempat
40
 Kebijakan
1. Penyelenggaraan Kab./Kota Sehat diwujudkan dengan menyelenggarakan semua
program yang menjadi permasalahan di daerah, secara bertahap, dimulai kegiatan
prioritas bagi masyarakat di sejumlah kecamatan pada sejumlah desa/kelurahan
atau bidang usaha yang bersifat sosial ekonomi dan budaya di kawasan tertentu.
2. Pelaksanaan Kab./Kota sehat dilaksanakan dengann menempatkan masyarakat
sebagai pelaku pembangunan dengan melelui pembentukan Forum yang
disepakati masy. Dengan dukungan pemerintah daerah dan mendapatkan fasilitasi
dari sektor terkait melalui program yang telah direncakan
3. Setiap kabupaten/kota menetapkan kawasan potensial sebagai entry point“ yang
dimulai dengann kegiatan sederhana yang disepakati masyarakat”, kemudian
berkembang dalam suatu kawasan atau aspek yang lebih luas, menuju
kabupaten/kota sehat 2010.
4. Penyelenggaraan Kab./kota sehat lebih mengutama kan proses dari pada target,
berjalan terus-menerus dimulai dengan kegiatan prioritas dalam suatu tatanan
kawasan dan dicapai dalam waktu yang sesuai dengan kemampuan masyarakat
dan semua stakeholder yang mendukung.
5. Kesepakatan tentang pilihan tatanan kabupaten/kota sehat dengan kegiatan yang
menjadi pilihan serta jenis dan besaran indikatornya ditetapkan oleh forum
bersama-sama dengan pemerintah daerah.
6. Program-program yang belum menjadi pilihan masyarakat. diselenggarakan
secara rutin oleh masing-masing sektor dan secara bertahap program-program tsb
disosialisasikan secara intensif kepada masy. dan sektor terkait melalui
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh forum kabupaten/kota sehat.
7. Pelaksanaan kegiatan kabupaten/kota sehat sepenuhnya dibiayai dan dilaksanakan
oleh daerah yang bersangkutan dan masyarakat dengan menggunakan mekanisme
pendekatan konsep pemberdayaan ma-syarakat dari, oleh dan untuk masyarakat.
8. Evaluasi kegiatan kabupaten/kota sehat dilakukan oleh forum dan pokja kota sehat
bersama-sama pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, media massa selaku
pelaku pembangunan.
 Strategi
1. Melibatkan semua potensi yang ada di masy. dalam forum & pokja, sebagai
penggerak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

41
2. Forum didampingi oleh sektor tehnis sesuai dengan potensi kawasan sehat
melakukan advokasi kpd penentu kebijakan
3. Mengembangkan kegiatan kab./kota sehat yang sesuai dengann visi dan misi
potensi daerah dengann berbagai simbol/moto, semboyan yang dipahami &
memberikan rasa kebanggaan bagi warganya.
4. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan kondisi
setempat baik berupa media cetak, elektronik termasuk melalui internet, media
tradisional.
5. Meningkatkan potensi ekonomi daerah/wilayah dengan kegiatan yang menjadi
kesepakatan masyarakat.
6. Menjalin kerjasama antara forum kab./kota yang melaksanakan program
kabupaten/kota sehat.
 Tatanan Kab./Kota sehat
1. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum
2. Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi
3. Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat
4. Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat
5. Kawasan Pertambangan Sehat
6. Kawasan Hutan Sehat
7. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri
8. Ketahanan Pangan dan Gizi
9. Kehidupan Sosial yang Sehat.

2.3 SANITASI

Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama
terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (Huda, 2016).

Sedangkan menurut Notoatmodjo, sanitasi itu sendiri merupakan perilaku


disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk
pengertian dari sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu

42
lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan
sebagainya (Huda, 2016).

Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia
atau biologi dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatan, sisa bahan buangan padat, ai bahan
buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan
industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan
menggunakan solusi teknis (contohnya membasuh tangan pakai sabun).

Definisi lain dari sanitasi adalah sengala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi
lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya
dan pengendalian lingkungan. Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan
lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk
mencegah manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Dalam
penerapannya dimasyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah, vektor kontrol, pencegahan dan pengontrolan penemaran tanah,
sanitasi makanan, sertapencemarn udara.

2.4 PERSYARATAN PEMUKIMAN DAN KOTA SEHAT

Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia,


dan biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga
memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan
kesehatan perumahan dan lingkungan pemukinan adalah ketentuan teknis kesehatan yang
wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.

Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan


pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan
perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992).

Lokasi :

43
 Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
 Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang;
 Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti alur
pendaratan penerbangan.

Kualitas Udara :

e. Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
f. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
g. Debu dengan diameter kurang dari 10 mg maksimum 150 mg/m3 ;
h. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
i. Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
j. Kebisingan dan getaran
k. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
l. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.

Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman :

 Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg


 Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
 Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
 Kandungan Benzopyrene maksimum 1 mg/kg
Prasarana dan Sarana Lingkungan :

 Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi
yang aman dari kecelakaan;
 Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
 Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan
penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan,
jalan tidak menyilaukan mata;

44
 Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
 Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan
 Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
 Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,
tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
 Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
 Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makananyang dapat menimbulkan keracunan.

2.5 MASALAH SANITASI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN

Permasalahan permukiman merupakan permasalahan yang terus muncul, salah


satunya adalah permukiman kumuh. Kawasan kumuh sering dijumpai di kota-kota
besar di dunia. Secara umum, kawasan kumuh merupakan suatu kawasan dengan
tingkat kepadatan populasi yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin.
Lingkungan atau kawasan permukiman kumuh tidak selalu berada di pinggiran kota,
namun juga berada di dekat pusat kota. Kehidupan masyarakat yang hidup di
lingkungan permukiman kumuh umumnya tidak tersentuh oleh pembangunan
fasilitas kota. Hal ini terjadi karena mereka tinggal di wilayah kota yang
terpinggirkan (Sadana, 2014).

Menurut Sadyhutomo dalam (Sadana, 2014) faktor-faktor utama penyebab


tumbuhnya permukiman kumuh adalah :

1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang
cukup.

2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana


kota, terutama jalan, pada daerah perkembangan permukiman baru.

Masalah Sanitasi dan akses air bersih masih menjadi permasalahan yang
ditemui di Indonesia, baik daerah perkotaan ataupun pedesaan, namun karakteristik
serta penanganannya sangat berbeda. Essy Asiah, penanggung jawab Sanitasi
45
Masyarakat dari Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
(PPLP) Kementerian Pekerjaan Umum, mengatakan bahwa secara garis besar,
masalah sanitasi yang ada di desa masih tingkat individual (rumah tangga) misalnya
rumah warga belum tersedia jamban pribadi atau rumah warga tidak ada septic tank.
Sementara di perkotaan masalah sanitasi menyangkut tingkat orang banyak atau
komunal bukan hanya menyangkut satu warga tapi keseluruhan lingkungan warga.

Kebutuhan soal sarana dan fasilitas sanitasi juga menjadi masalah tersendiri.
Direktur Penyehatan Lingkungan mengatakan bahwa di Desa masalah terletak pada
kurangnya sarana dan fasilitas sanitasi serta air bersih sehingga fokus pengerjaan
terletak pada penyediaan sarana dan prasarana seperti jamban, pipa-pipa dan septic
tank. Sementara itu di perkotaan sudah hampir seluruh warga mempunyai jamban
sendiri. Hanya saja, permasalahannya terletak pada kemauan masayarakat untuk
memelihara dan mengelola sarana dan prasarana yang sifatnya umum dan boleh
digunakan siapa saja. Masalah lain di perkotaan adalah lahan kurang luas akibat
kepadatan penduduk dan bangunan-bangunan besar.
Sanitasi Lingkungan pemukiman meliputi : pengelolaan sampah, air bersih,
sarana pembuangan air limbah, dan jamban Permukiman Kumuh adalah
permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat (UU No 1/2011) Kondisi Sanitasi di
Kawasan Kumuh :
1. Minimnya/tidak tersedianya fasilitas air limbah yang layak
2. Terjadinya genangan setiap hujan
3. Sampah tidak terkelola dengan baik

Terbatasnya dana yang dimiliki pemerintah untuk penataan dan


pengelolaan kota dalam menghadapi masalah kependudukan tersebut di atas juga
telah menyebabkan fasilitas perumahan dan permukiman menjadi terbatas dan
mahal pembiayaannya. Di daerah perkotaan, warga yang paling tidak terpenuhi
kebutuhan fasilitas perumahan dan permukimannya secara memadai adalah
mereka yang tergolong berpenghasilan rendah dan atau dengan kata lain orang
miskin. Abrams (1964) misalnya mengatakan bahwa pada waktu seseorang
dihadapkan pada sebuah masalah mengenai pengeluaran yang harus dilakukan

46
untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, makan, berpakaian, dan
pengobatan untuk kesehatan, maka yang pertama dikorbankan adalah pengeluaran
untuk rumah dan tempat tinggalnya.

Masalahnya, bagi mereka masyarakat miskin yang berpenghasilan rendah, tidak


dapat mengabaikan begitu saja kebutuhan akan rumah dan tempat tinggal karena
masalah ini penting dalam dan bagi kehidupan mereka, tetapi di satu sisi mereka
juga tidak mampu untuk mengeluarkan biaya prioritas bagi pengembangan dan
pemeliharaan rumah dan lingkungan permukimannya agar layak untuk dihuni.
Semakin kecil bagian dari penghasilan yang dapat disisihkan guna pembiayaan
pemeliharaan rumah dan fasilitas permukiman, semakin kumuh pula kondisi
permukimannya.

Jika pertumbuhan lingkunan permukiman kumuh ini dibiarkan, derajat kualitas


hidup masyarakat miskin akan tetap rendah. Akan mudah menyebabkan
kebakaran, memberi peluang tindakan kriminalitas, terganggunya norma tata
susila, tidak teraturnya tata guna tanah dan sering menimbulkan banjir yang
akhirnya menimbulkan degradasi lingkungan yang semakin parah. Penggusuran
pada permukiman kampung kota yang kumuh oleh pihak-pihak terkait tidak
sepenuhnya menyelesaikan masalah, selain cara ini tidak manusiawi, para
pemukim kembali menyerobot tanah terbuka lainnya sehingga hilang satu akan
tumbuh dua atau lebih permukiman kumuh yang baru lagi.

2.6 UPAYA PENGENDALIAN SANITASI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN

Sanitasi Pemukiman Menurut pedoman penentuan Standar Pelayanan


Minimal (SPM) (Lampiran Kepmen Kimpraswil No.534/KPTS/M/2001) bahwa
dalam pengelolaan prasarana sanitasi lingkungan permukiman harus ada antara
lain :

47
a. Cangkupan pelayanan minimal dapat melayani 50 s/d 70% dari jumlah
penduduk di permukiman tersebut 80 s/d 90% dari jumlah penduduk untuk
kepadatan >300 jiwa/Ha
b. Untuk sarana sanitasi individual dan komunal minimal dalam bentuk MCK
dan tenki septic yang disesuaikan oleh masyarakat.

Ruang Lingkup Sanitasi Kota meli puti keamanan pangan, rumah sehat,
sanitasi darurat, tempat umum, air bersih dan limbah rumah tangga. Perlu
kerjasama lintas sektor untuk mengendalikan dan menyehatkan lingkungan.
Tantangan sanitasi kota yang harus dihadapi antara lain lemahnya komitmen
pemerintah terkait pembangunan sanitasi, padatnya penduduk, rendahnya
partisipasi masyarakat, kawasan kumuh dan ubanisasi.

 Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih


dan sehat (PHBS)
 Peningkatan infrastruktur sanitasi di kawasan kumuh
 Diperlukan kejelasan dan kepastian lokasi (tanah) untuk pembangunan
infrastruktur sanitasi di kawasan kumuh (terutama air limbah & persampahan)
-> readiness criteria
 Diperlukan pendampingan kepada masyarakat di kawasan kumuh

BAB III
PENUTUPAN

KESIMPULAN

Pemukiman sehat adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk ukuran


dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan terstuktur yang
48
memungkinkan pelayanan dan pengelolaan serta kondisi fisik, kimia, dan biologik di
dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, memungkinkan penghuni
mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat
untuk dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa
tatanan dan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah
daerah.
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha
yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia
terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik,
kesehatan, dan kelangsungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof Dr.Ir.Odi Pinontoan,MS,


Dr.Oksfrriani.J.Sumampouw,S.Pi.,M.Kes.2018.Dasar Kesehatan
Lingkungan.Yogyakarta:Deepublish
2. Dra.Mundiatun,M.Si, Drs.Daryanto 2018. Sanitasi
Lingkungan.Yogyakarta:GavaMedia
49
3. Dra.Mundiatun,M.Si, Drs.Daryanto.2015.Pengelolaan Kesehatan
Lingkungan.Yogyakarta:Gava Media.
4. Mohammad.D.Rizani.2019.Pengelolaan Sanitasi : Permukiman Wilayah
Perkotaan dengan Pendekatan Tekonokratik dan Partisipatif
(Teknoparti).Surabaya:Media Sahabat Cendekia
5. Ir.Tati Atiningrum,M.T dan Citra Artifiani Havianto, S.T.,M.T.
6. Adnani, Hariza.2011.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Yoyagkarta:Nuha Medika
7. Santoso,Imam.2015.Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan.
Yoyagkarta:Goysen Publishing
8. Soemirat,Juli.2018.Kesehatan Lingkungan (Revisi).Yogyakarta:UGM Gajah
Mada University Press
9. Notoatmodjo,Soekidjo.2011.Kesehatan Masyarakat.Yogyakarta: Rineka Cipta
10. Said,Nusa.2017.Teknologi Pengolahan Air Limbah Teori dan
Aplikasi.Yogyakarta:Erlangga
11. Chandra, B. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : ECG Depkes RI,
2002
12. Harry Dinatha.2015.Kajian Hubungan Tingkat Kualitas Permukiman Dengan
Kondisi Kesehatan Masyarakat Di Kecamatan Gondokusuman,Kota Yogyakarta.
http://eprints.ums.ac.id/41477/ . Diakses : Sabtu,26 September 2020
13. PemerintahKabupaten Bone.2016. PengertianKabupaten/Kota Sehat.Bone
:SitusResmiKabupaten Bone
https://bone.go.id/2016/05/12/pengertian-kabupaten-kota-sehat/ (website resmi
pemerintah Bone) Diakses : pada 18 september

14. Huda, N. 2016. Sanitasi MTS Nuris Antrigo. diakses di


http://megaayup.web.unej.ac.id/. diakses pada 18 september
http://www.indonesian-publichealth.com/syarat-pemukiman-sehat/ diakses pada
18 september
15. Magfira A.Hernayati,Tri Joko.H.L.Dagiran.2018.Hubungan Kebisingan di
Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Timur terhadap Gangguan Non-
Audiotori Permukiman Penduduk Wilayah Buffer.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/22179 . Diakses pada 26
September 2020

50
16. Luthfi, Rofiana.2017.Hubungan Sanitasi Dasar dengan Keluhan diare pada
Balita di Permukiman Pesisir kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/37342. Diakses pada 26
September 2020
17. Veronika Asyani.2018.Hubungan Kualitas Permukiman dan Tingkat Kesehatan
Masyarakat di Permukiman Kumuh Bantara Sungai Winogo Kota Yogyakarta.
http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/162994. Diakses pada 26
September 220
18. Kurnia Dwi Jayanti dan Agus Anggoro Sigit.2019.Kajian Agihan Tingkat
Kualitas Permukiman dan Agihan Kondisi Kesehatan Masyarakat Di Kecamatan
Jebres Kota Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/79553/. Di akses : 26 September
2020
19. Taufik Akbar.2018.Kampung Tematik Sebagai Bentuk Partisipasi Masyarakat
Dalam Permasalahan Permukiman Kumuh Di Kota Malang.
http://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/whn/article/view/1741
20. Eka.T.Saputri.2016.Kajian Sanitasi Lingkungan dan Riwayat Penyakit pada
Permukiman Kumuh di Kelurahan Bandaharjo Kota Semarang.
https://lib.unnes.ac.id/28151/
21. Mulasari, SA. 2018. MEMBANGUN KOTA SEHAT (HEALTHY CITY) MENUJU
INDONESIA SEHAT BERKEMAJUAN. Jurnal Pemberdayaan Publikasi Hasil
Pengabdian kepada Masyarakat. Vol. 2(2)
22. Keman, S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman.
23. PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 34 TAHUN 2005 NOMOR:
1138/MENKES/PB/VIII/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN
KABUPATEN/KOTA SEHAT
24. Kasjono, HS. 2011. Penyehat Pemukiman. Yogyakarta : Gosyen Publishing
25. Keman, S. 2005. KESEHATAN PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol.2(1)
26. Chandra, B. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : ECG Depkes RI,
2002
27. BAB II Tinjauan Pustaka Pemukiman Kumuh. Di akses pada 19 september 2020

51
SANITASI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN:

MASALAH SANITASI PERUMAHAN PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN SERTA


UPAYA PENGENDEALIANNYA

Nama-Nama
Kelompok : 9
Linda Tangimanu 18111101141
Putri N. Lenda 17111101215
Syalom Pomantow 18111101186

52
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaanNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi kami penulis. Untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Manado, 17 September 2020

Penulis

53
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….1
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sanitasi Pemukiman dan perkotaan


2.2 Masalah Sanitasi Perumahan dan Upaya Pengendalian
2.3 Masalah Sanitasi Pemukiman dan Upaya Pengendalian
2.4 Masalah Sanitasi Perkotaan dan Upaya Pengendalian

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Daftar Putaka

54
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan
usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup
eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta dapat mengancam kelangsungan hidup
manusia (Budiman, 2012).

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada


pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa, sehingga munculnya
penyakit dapat dihindari. Sanitasi berusaha untuk mengendalikan faktor-faktor
lingkungan juga mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularannya yang disebabkan
oleh faktor lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal
(Depkes RI,2002). Menurut Slamet (2004), sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan manusia.

Menurut WHO dalam (Kasjono, 2011) permukiman adalah suatu struktur fisik
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, juga lingkungan dari struktur
tersebut termasuk semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang
berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu.

1.1 RUMUSAN MASALAH


 Pengertian Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan
 Masalah Sanitasi Perumahan serta upaya pengendalian
 Masalah Sanitasi Pemukiman serta upaya pengendalian
 Masalah Sanitasi Perkotaan serta Upaya Pengendalian
1.2 TUJUAN
 Menjelaskan Pengertian Sanitasi pemukiman dan perkotaan
 Menjelaskan Masalah Sanitasi Pemukiman Serta upayapengendalian
55
 Menjelaskan Masalah sanitasi Perumahan serta upaya pengendalian
 Menjelaskan Masalah sanitasi Perkotaan serta upaya penge

BAB II PEMBAHASAN

2.2.1 Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan

Terkait dengan sanitasi, misalnya pada tahun 2010 pemerintah kota manado
melakukan pembenahan dengan melakukan upaya-upaya perubahan perilaku
masyarakat khususnya dib dang pengelolaan sampah dan air limbah, membangun
sarana dan prasarana IPAL untuk kawasan komersial Boulevard, penanganan air
limbah rumah tangga dengan membangun sarana seperti tank komunal dan sanimas
yang di harapkan dapat mengantikan jamban dengan tipe cubluk dengan prioritas
lokasi sekitar bantaran dan sungai.

Sanitasi Permukiman adalah segala upaya yang dilakukan untuk dapat melindunhi
keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidk sehat .

Sanitasi Adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaanyang baik di
bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.

Sanitasi juga adalah usaha kesehatan masyarkat yang menitik beratkan kepada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia.

56
2.2.2 Masalah Sanitasi Pemukiman

SANITASI PEEMUKIMAN

Sanitasi Permukiman adalah segala upaya yang dilakukan untuk dapat melindunhi
keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidk sehat .

Sanitasi Adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaanyang baik di
bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.

Sanitasi jug adlah isaha kesehatan masyarkat yang menitik beratkan kepada pengawasan
terhadap berbagai faktpr lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi
derajat kesehatan manusia.

Pada dasarnya sanitasi perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan
maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia.

Perumahan dan Pemukiman

Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

Tujuan dilaksanakan Kesehatan Lingkungan di Tempat Permukiman

 Penataan dan permukiman tang memenuhi syarat kesehatan


 Terwujudnya suatu kondisi perumahan yang layak huni dalam lingkungan
yang sehat
 Mengurangi resiko kebakaran, kecelakaan, penularan penyakit

57
Gambaran Aktivitas Untuk Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik

 Mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat


 Membersihkan ruangan dan halaman rumah secara rutin
 Membersihkan kamar mandi dan toilet secara rutin
 Menguras, menutup dan menimbun (3)
 Tidak membiarkan adnya air yang tergenang
 Membersihkan saluran pembuangan air

2.2.3 Masalah Sanitasi Perumahan

Sanitasi perumahan adalah upaya menyehatkan sebuah rumah dan


lingkungannya. Rumah yang sanitasinya buruk, selain mempengaruhi estetika
juga akan mempermudah terjangkitnya penyakit saluran pernapasan dan saluran
pencernaan. Menurut WHO rumah adalah salah satu struktur fisik yang
digunakan atau dipakai orang atau manusia untuk tempat berlindung, dimana
lingkungan dan struktur tersebut termasuk juga fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan.Perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani
serta keadaan social yang baik untuk keluarga dan individu.

Dalam undang undang RI No. 1 Tahun 2011 rumah adalah suatu bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni , sarana
pembinaan keluarga cerminaan harkat dan martabat bagi pemiliknya . Factor
yang mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar rumah (Azwar, 1996) :

1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik lingkungan biologis maupun


lingkungan social

2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat rumah dibangun berdasarkan


kemampuan penghuninya.

3. Tekhnologi yang dipakai oleh masyarakat pedesaan seadanya yang


digunakan turun menurun sehingga dalam rangka penerapan tekhnologi
tepat guna dimodifikasi.

4. Kebijakan ( peraturan- peraturan ) pemerintah yang menyangkut


tata guna tanah.

58
Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, berjarak
lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah, dekat dengan sarana
pembersih, serta berada di tempat dimana air hujan dan air kotor tidak tergenang
atau disebut juga banjir (Wahid dan Chayatin 2009). Rumah sehat juga
merupakan suatu tempat untuk tempat berlindung atau disebut juga bertempat
tinggal perlindungan dari pengaruh lingkungan yang memenuhi syarat fisiologis,
psikologis dan bebas dari penularan penyakit (Winslou dan Chandra

2007).Menurut (DEPKES RI 2005) Rumah sehat adalah rumah yang memiliki


proporsi yang memenuhi criteria sehat minimum seperti komponen rumah,
sarana anitasi dan prilaku di suatu wilayah dan kurun waktu tertentu, minimum

yang memenuhi criteria sehat pada masing masing parameter sehat adalah
sebagai berikut :

1. Kelompok komponen rumah adalah langit langit , dinding, lantai


jendela kamar tidur, jendela ruang tamu ruang keluarga, ventilasi, sarana
pembuangan asap dapur dan pencahayaan.

2. Kelompok Prilaku, sanitasi rumah adalah suatu usaha kesehatan


masyarakat untuk menitik beratkan pada pengawasan terhadap struktur
fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia (Azwar , 1986)

3. Kelompok dalam pendukung rumah sehat adalah sarana air bersih,


jamban dan sarana pembuangan air limbah ( SPAL).

Menurut APHA ( American Public Healt Association ) harus memiliki


syarat antara lain:

1. Memeuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan pengawasan (


Ventilasi ), ruang gerak yang cukup , terhindar dari kebisingan
atau suara yang mengganggu.

2. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni


rumah dengan penyediaan air bersih, pengolahan tinja dan air limbah
rumah tanga, bebas dari vector dan binatang pengganggu , kepadatan

59
hunian yang berlebihan, cukup pencahayaan dari sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang


timbul terjadinya oleh pencemaran udara, keadaan luar maupun dalam
rumah. Termasuk dalam persyaratan ini adalah bangunan yang kokoh.

4. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan


nyaman bagi masing masing penghuni rumah, privasi yang cukup,
komunikasi yang sehat antara penghuni rumah, lingkungan tempat
tinggal yang memiliki tingkat ekonomi yang relative sama.

Dalam persysratan penyehatan rumah yang tertera dalam keputusan menteri


kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 menjelaskan:

1. Prasarana kesehatan lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik


lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya

2. Sarana kesehatan lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi


untuk penyelenggaraan dan pembangunan kehidupan ekonomis ,sosial dan
budaya

3. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau


hunian dan sarana pembinaan keluarga

4. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan


tempat tinggal dan lingkungan huni yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana lingkungan

5. Kesehatan Perumahan adalah Kondisi fisik, Kimia, dan biologi didalam


rumah dilingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan
masyarakat atau penghuni memperoleh derajat kesehatan yang maksimal.

Menurut Kasjono (2011) rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan


sebagai berikut:

1. Pencegahan Penularan Penyakit

60
Pembangunan rumah rumah harus memperhatikan faktor yang dapat
menjadi sumber datangnya penyakit faktor tersebut meliputi penyediaan
air bersih, bebas dari serangga dan tikus, pengelolaan sampah yang benar,
pengelolaan limbah dan tinja yang benar.

2. Mencegah terjadinya kecelakaan

Rumah sehat harus dapat mencegah atau mengurangi resiko tarjadinya


kecelakaan, seperti terpeleset, jatuh karena lantai licin, terkena benda
tajam, bahaya kebakaran, keracunan dan sebagainya.

3. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis terdiri dari kecukupan cahaya yang masuk


kedalam ruangan, ventilasi ataupenghwaan yang baik tidak adanya suara
kebisingan yang berlebihan dan terdapat ruang bermain yang cukup bagi
anak-anak.

4. Memenuhi kebutuhan Psikologis

Kebutuhan Psikologis didalam rumah yaitu rasa nyaman dan aman dari
penghuni rumah.

61
2.2.4 Sanitasi Perkotaan

Perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan


telah berlangsung sejak lama. Mula -mula terjadi sebagai akibat gangguan
keamanan, kemudian disebabkan oleh kondisi yang kurang mendukung
perkembangan di daerah perdesaan, antara lain keterbatasan lapangan kerja,
keterbatasan lahan usaha, serta kurangnya sarana dan prasarana pelayanan dasar.
Proses urbanisasi ini membawa berbagai dampak, baik bagi daerah perkotaan
maupun bagi daerah perdesaan.

Terkait dengan sanitasi, misalnya pada tahun 2010 pemerintah kota manado
melakukan pembenahan dengan melakukan upaya-upaya perubahan perilaku
masyarakat khususnya dib dang pengelolaan sampah dan air limbah, membangun
sarana dan prasarana IPAL untuk kawasan komersial Boulevard, penanganan air
limbah rumah tangga dengan membangun sarana seperti tank komunal dan sanimas
yang di harapkan dapat mengantikan jamban dengan tipe cubluk dengan prioritas
lokasi sekitar bantaran dan sungai.
3.1 Kesimpulan

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada


pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa, sehingga munculnya
penyakit dapat dihindari. Sanitasi berusaha untuk mengendalikan faktor-faktor
lingkungan juga mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularannya yang disebabkan
oleh faktor lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal
(Depkes RI,2002). Menurut Slamet (2004), sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Daftar Pustaka

Azwar A 2017. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber


widya

Chandra, Budiman, 2016. Persyaratan Rumah Sehat. Jakarta

Depkes RI, 2018, Persyaratan Rumah Sehat, Jakarta: Depkes RI

Kasjono, Heru Subaris, 2017. Persyaratan pemukiman. Yogyakarta Gosyen.

Poltekes-medan,ac.id

Environment Services Program (ESP),2017

Anda mungkin juga menyukai