KESEHATAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN
Dosen Pengajar : Dr. Oksfriani J. Sumampouw, S.Pi, MKes
Semester 5
KESEHATAN LINGKUNGAN
1
MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Darell J. N. Mawitjere16111101296
Christina Talumewo 18111101025
Chellcy Y. V, Anes 18111101063
Semester 5
KESEHATAN LINGKUNGAN
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN” ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki
makalah ini dengan lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami
miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca
agar kiranya memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
2.1 Pengertian Mikrobiologi............................................................................4
2.2 Sejarah Mikrobiologi.................................................................................4
2.3 Batasan Agen Penyakit (Mikroba) di Perumahan Pemukiman dan
Perkotaan..............................................................................................................6
2.3.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)......................................................6
2.3.2 Diare...................................................................................................9
2.3.3 Malaria...................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata mikroorganisme merupakan istilah yang tidak asing bagi dunia kesehatan.
Mikroorganisme atau mikroba merupakan organisme hidup yang berukuran sangat
kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) dan hanya dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang
tersusun beberapa sel (multiseluler). Organisme yang termasuk ke dalam golongan
mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga mikroskopis, dan virus.
Virus, bakteri dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi,
protozoa, dan alga mikroskopis termasuk golongan eukariota.
Mikrobiologi (dalam Bahasa Yunani mikros = kecil, bios = hidup, dan logos =
ilmu) merupakan suatu ilmu tentang organisme hidup yang berukuran mikroskopis.
Mikrobiologi merupakan ilmu aneka disiplin karena ilmu ini mencakup beberapa
bidang, pembagiannya dapat berdasarkan tipe mikrobiologi (pendekatan taksonomis)
atau berdasarkan aktivitas fungsional. Berdasarkan pendekatan taksonomis,
mikrobiologi dibagi menjadi virologi, bakteriologi, mikologi, fikologi, dan
protozoologi. Sedangkan berdasarkan pendekatan fungsional, mikrobiologi dibagi
atas ekologi mikroba, mikrobiologi industri, mikrobiologi pertanian, mikrobiologi
kedokteran, mikrobiologi pangan, fisiologi mikroba, genetika mikroba, dan
sebagainya.
Menurut Amos Rapoport, kota adalah suatu pemukiman yang relative besar, padat
dan permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari segi social. Kota
merupakan tempat bergabungnya berbagai hal dan merupakan kumpulan
keanekaragaman banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung dalam satu
tempat yang dinamakan kota. Begitu juga dengan kegiatan ekonomi saling
melengkapi dan saling bergantung (Zahnd, 2006).
Menurut Amos Rapoport dalam Zahnd (2006), ada beberapa kriteria yang secara
lebih spesifik untuk merumuskan kota, yaitu sebagai berikut:
1. Ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap massa dan tempat.
2. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.
3. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
4. Fungsi perkotaan minimum yang terperinci, yang meliputi sebuah pasar,
sebuah pusat administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah
pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan
kelembagaan yang sama.
5. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian
ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.
ii
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksud dengan Mikrobiologi?
3. Bagaimana sejarah Mikrobiologi?
4. Apa saja batasan agen penyakit (mikroba) di perumahan pemukiman dan
perkotaan?
iii
BAB II
PEMBAHASAN
iv
menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara 50-300 kali. Leeuwenhoek
melakukan pengamatan tentang struktur mikroskopis biji, jaringan tumbuhan dan
invertebrata kecil, tetapi penemuan yang terbesar adalah diketahuinya dunia mikroba
yang disebut sebagai “animalculus” atau hewan kecil. Animalculus adalah jenis-jenis
mikroba yang sekarang diketahui sebagai protozoa, algae, khamir, dan bakteri.
v
uap air panas, suhunya kurang lebih 62oC. Sterilisasi adalah cara untuk mematikan
mikroba dengan pemanasan dan tekanan tinggi, cara ini merupakan penemuan
bersama ahli yang lain (TEORI ABIOGENESIS DAN BIOGENESIS).
vi
Hanya nyamuk betina yang dapat menggigit dan menularkan virus
dengue. Nyamuk ini umumnya menggigit di siang hari (09.00-10.00)
dan sore hari (16.00- 17.00). Nyamuk ini membutuhkan darah karena
darah merupakan sarana untuk mematangkan telurnya.1,5 Virus
Dengue yang ditularkan oleh nyamuk ini sendiri bersifat labil terhadap
panas (termolabil) ada 4 tipe virus yang menyebabkan DBD, yaitu :
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing virus dapat
dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium. Infeksi oleh salah satu
tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap
infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun, hanya
memberikan imunitas sementara dan parsial pada infeksi tipe virus
lainnya. Bahkan beberapa penelitian mengatakan jika seseorang
pernah terinfeksi oleh salah satu virus, kemudian terinfeksi lagi oleh
tipe virus lainnya, gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat dan
seringkali fatal. Kondisi ini yang menyulitkan pembuatan vaksin
terhadap DBD.
vii
b. Sikap dan Perilaku
3. Lingkungan (Environment)
a. Lingkungan fisik
viii
b. Lingkungan Sosial
2.3.2 Diare
Diare adalah salah satu penyakit yang menjadi penyebab
kematian di dunia, tercatat sekitar 2,5 juta orang meninggal tiap tahun.
Penyakit ini memiliki angka kejadian yang tinggi di negara
berkembang. Agen yang dapat menyababkan diare antara lain bisa
melalui tiga jalur, yaitu: pada makanan, dalam air, atau penularan dari
satu orang ke orang lain. Perbedaan cara penularan melalui ketiganya
tergantung pada potensi ketersediaannya di lingkungan tempat tinggal
kita dan reflek yang diperlukan agen tersebut untuk memunculkan
infeksi.
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral
ix
Infestasi parasite :
2. Infeksi parenteral
2.3.3 Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
(protozoa) dari genus Plasmodium, yang dapat ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari dua kata
bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk
karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk (Prabowo, 2008).
x
protozoa terdiri dari empat jenis spesies yaitu Plasmodium vivax
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae menyebabkan
malaria quartana, Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
tropika dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
- Lingkungan Fisik
xi
c. Ketinggian Secara umum malaria berkurang pada
ketinggian yang semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan
menurunya suhu rata-rata. Nyamuk malaria tidak bisa hidup
pada ketinggian lebih dari 2.500 meter diatas permukaan laut.
Karena ketinggian disuatu daerah berhubungan dengan
temperatur, kelembaban dan tekanan udara.
xii
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Organisme yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga mikroskopis, dan virus. Virus, bakteri
dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi,
protozoa, dan alga mikroskopis termasuk golongan eukariota. Banyak
penyakit yang berbasis lingkungan timbul dan disebabkan karena adanya
berbagai macam mikroorganisme ini, penyakit berbasis lingkungan tersebut
berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan
oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki
potensi penyakit.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya penyakit berbasis lingkungan, diantaranya Penyehatan Sumber Air
Bersih (SAB), Penyehatan Lingkungan Pemukiman dengan melakukan
pemantauan jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL),
dan tempat pengelolaan sampah (TPS), serta pemantauan jentik nyamuk.
3.2 Saran
Untuk itu dalam upaya menjaga lingkungan agar tetap sehat, kita sebagai masyarakat
harus sering melakukan cara berikut agar terhindar dari penyakit yang disebabkan
oleh mikroba, Mencuci tangan dengan teratur. terutama sebelum makan, sebelum dan
sesudah menyiapkan makanan, setelah batuk/bersin, mengganti popok, dan setelah
menggunakan toilet. Jaga keamanan makanan. bersihkan tangan dan permukaan
dapur secara teratur, pisahkan antara makanan mentah dan matang dan masaklah
makanan hingga mendidih untuk membunuh bakteri. Vaksinasi atau imunisasi adalah
cara yang tepat untuk melindungi diri dari infeksi serius, pastikan seluruh anggota
sudah mendapatkan vaksinasi yang diperlukan. Bersihkan dan basmi kuman pada
permukaan benda-benda di rumah, khususnya yang bersinggungan dengan makanan
dan benda umum lainnya seperti kran air, gagang pintu dan tombol telepon.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Mikrobiologi. bppsdmk.kemkes.go.id
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/mikrobiologi_bab1-
9.pdf&ved=2ahUKEwjxo5fUtYTsAhUyheYKHculDDoQFjAAegQIAxAB&
usg=AOvVaw0gf53s6LV2ATYR9NCRRYI3
xiv
MIKROBIOLOGI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN : MASALAH
KESEHATAN LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN AGEN
PENYAKIT (MIKROBA) DI PERUMAHAN, PEMUKIMAN DAN
PERKOTAAN
Disusun oleh :
Kelompok 2
xv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Mikrobiologi
Pemukiman dan Perkotaan : Masalah Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan
dengan Agen Penyakit (Mikroba) di Perumahan, Pemukiman dan Perkotaan ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki
makalah ini dengan lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami
miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca
agar kiranya memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perumahan, Pemukiman dan Perkotaan................................................................. 3
2.2 Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Agen di Perumahan,
Pemukiman dan Perkotaan.................................................................................... 4
2.2.1 ISPA ............................................................................................................. 4
2.2.2 Tuberkulosis................................................................................................. 7
2.2.3 Diare............................................................................................................11
2.2.4 Demam Berdarah Dengue...........................................................................14
2.2.5Malaria…………………………………………………………..….17
2.2.6 Filariasis…………………………………………………………....21
2.2.7 Amubiasis……………………………………………………….....22
2.2.8 Demam Tifoid……………………………………………………..24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................28
3.2 Saran.......................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................29
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari
Pada Berbagai Warna Kaca Terhadap Kuman Tuberkulosis Paru………… 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
secara harmonis dalam kondisi yang menguntungkan (Kasjono, 2011 dalam
Bramanta B, 2018).
Kota yang mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan
penduduk dapat menimbulkan perubahan sosial ekonomi, dan budaya serta
interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Sebagian besar
pertumbuhan kota-kota di Indonesia tidak diimbangi dengan pembangunan sarana
dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan yang mendukung
perubahan tersebut, sehingga perkembangan yang terjadi di kawasan perkotaan
dianggap mengalami degradasi lingkungan yang berpotensi menciptakan
permukiman kumuh (Nursyahbani R dan Pigawati B, 2015).
2.2.1 ISPA
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan anak yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
7
setiap tahunnya. 40% - 60% dari kunjungan di puskesmas adalah penyakit ISPA.
Dari seluruh kematian yang di sebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat
masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang
untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan
kurang gizi. Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan
insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%
pertahun pada golongan usia balita. Pada data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia pertahun berkisar antara 10-20% dari populasi balita pertahunnya.
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut,
dimana pengertiannya sebagai berikut : Infeksi, adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan, adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Infeksi akut, adalah infeksi yang langsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
8
atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama
beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi
pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan
melalui bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh
orang sehat kesaluran pernapasannya.
2. Penularan ISPA
ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering
terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti tetesan
cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang. Bila
penyebabnya virus atau bakteri, cairan digunakan oleh organisme penyerang
untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing, cairan memberi
tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada dalam paru- paru atau
sistem pernapasan, Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung
dari seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada waktu
batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat terhirup oleh orang
yang berdekatan dengan penderita.
9
yang tinggal di rumah culster di Denmark. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak.
b. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian
oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded)
mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status Sosio-Ekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosio-ekonomi
yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi
status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan
insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara
kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosio-ekonomi
(Darmawan,1995 dalam Purnama SG, 2016).
d. Kebiasaan Merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003 dalam Purnama SG, 2016)
e. Polusi Udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
2.2.2 Tuberkulosis
10
Indonesia sebagai negara berkembang dengan kasus Tuberkulosis Paru yang
mengakibatkan kematian ke-2 setelah Kardiovaskuler. Setiap tahunnya di
Indonesia terdapat 450.000 kasus Tuberkulosis Paru semua usia dengan 64.000
jiwa mengalami kematian (Dinkes Jawa Timur, 2012). Kasus tertinggi di
Indonesia pada tahun 2012 yaitu di Provinsi Jawa Barat sebesar 34.301 kasus
dengan kasus Tuberkulosis Paru anak sebesar 267 pada usia 0-14 tahun dan
diikuti oleh Provinsi Jawa Timur sebesar 26.062 kasus dengan 234 kasus.
Tuberkulosis Paru anak usia 0-14 tahun.
2. Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan, kuman TB Paru tersebut dapat
11
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya.
12
lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah
perkotaan 6 m² per orang daerah pedesaan 10 m² per orang.
b. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan
yang ideal antara 180C – 300C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal,
misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja
dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu
dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang- orang tertentu dapat
menimbulkan alergi. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam
rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara
lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi
dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga
kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk Bakteri-Baktri
termasuk bakteri tuberkulosis.20) Kelembaban di dalam rumah menurut
Depatemen Pekerjaan Umum (1986) dapat disebabkan oleh tiga faktor,
yaitu:
Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
Merembes melalui dinding ( percolating damp )
Bocor melalui atap ( roof leaks )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau
saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi
dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi
yang cukup.
c. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara
juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam
13
rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas
ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah
dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai
(tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang
bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya
proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan
yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan
berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis.
Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin
membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut
terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau
berbagai zat kimia organik atau anorganik. Ventilasi berfungsi juga untuk
membebaskan uadar ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen
seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu,
luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah
tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
d. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai
daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch
(1843-1910). Dari hasil penelitian dengan melewatkan cahaya matahari
pada berbagai warna kaca terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis
didapatkan data sebagaimana pada tabel berikut (Azwar, 1995 dalam
Purnama SG, 2016)
14
Tabel 1 Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari Pada Berbagai
Warna Kaca Terhadap Kuman Tuberkulosis Paru
15
menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat
dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan
sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah
pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar
dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.
2.2.3 Diare
Diare adalah salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian di dunia,
tercatat sekitar 2,5 juta orang meninggal tiap tahun. Penyakit ini memiliki angka
kejadian yang tinggi di negara berkembang. Diare didefinisikan sebagai buang air
besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang
encer.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah.
2. Penularan Diare
Penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama
karena:
16
a. Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air).
b. Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut :
Tidak memadainya penyediaan air bersih
kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja.
penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.
Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan
(food borne
disease), dan susu (milk borne disease). Secara umum faktor resiko diare pada
dewasa
yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan
(tersedianya
air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah),
perilaku
hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi,
malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Pada balita
faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat
dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena balita masih belum
bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya.
Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa
mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak
dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak
berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan,
keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya, serta faktor lainnya. Untuk
terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan
terhadap air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri.
Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi,
perumahan padat dan kemiskinan.
17
3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
a. Faktor Infeksi
Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama
diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio,
E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c)
Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans).
Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah
2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan
anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi protein
c. Faktor Makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
18
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
f. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab
diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga
besar dengan
daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai
penyediaan air
bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
19
DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO,
2012). Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever
(DHF). DHF/DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang betina (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah
penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam,
nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi
virus (Arif Mansjur : 2001 dalam Purnama SG, 2016).
20
menampakkan tanda dan gejala klinis, atau disebut dengan fase subklinis
(asimtomatis). Masa inkubasi ini dapat berlangsung dalam hitungan detik
pada reaksi toksik atau hipersensitivitas.
c. Fase klinis (proses ekspresi)
Tahap selanjutnya adalah fase klinis yang merupakan tahap ekspresi dari
penyakit
tersebut. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan gejala (symptom)
penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi klinis.
d. Fase penyembuhan, kecacatan, atau kematian
Setelah terinfeksi virus dengue maka penderita akan kebal menyeluruh
(seumur
hidup) terhadap virus dengue yang menyerangya saat itu (misalnya,
serotipe 1). Namun hanya mempunyai kekebalan sebagian (selama 6
bulan) terhadap virus dengue lain (serotipe 2, 3, dan 4). Demikian
seterusnya sampai akhirnya penderita akan mengalami kekebalan terhadap
seluruh serotipe tersebut (Satari, 2004). Tahap pemulihan bergantung pada
penderita dalam melewati fase kritisnya. Tahap pemulihan dapat
dilakukan dengan pemberian infus atau transfer trombosit. Bila
penderita dapat melewati masa kritisnya maka pada hari keenam dan
ketujuh penderita akan berangsur membaik dan kembali normal pada hari
ketujuh dan kedelapan, namun apabila penderita tidak dapat melewati
masa kritisnya maka akan menimbulkan kematian (Lestari, 2007 dalam
Purnama SG, 2016)
21
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis
kontainer,
ketinggian tempat dan iklim.
Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke
rumah lain,
semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar
kerumah
sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah,
warna
dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan
rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.
Macam kontainer
Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak
kontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi
nyamuk dalam
pemilihan tempat bertelur.
Ketinggian Tempat
Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat
ekologis yang
diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae. aegypti dan
Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000
meter diatas permukaan laut
Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri
dari: suhu
udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.
22
a) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya
menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai dibawah
suhu kritis.
Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25ºC -
27ºC.
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang
10ºC atau
lebih dari 40ºC.
b) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
keadaan rumah
menjadi basah dan lembab yang memungkinkan
berkembangbiaknya kuman
atau bakteri penyebab penyakit.
c) Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan tempat
perindukan
nyamuk juga bertambah banyak.
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada
kelembaban dan
suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah
penerbangan
nyamuk.
b. Lingkungan Sosial
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang
memperhatikan
23
kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan
tidur siang,
kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah,
dan juga
partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang
nyamuk, maka
akan menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di
dalam
masyarakat.
2.2.5 Malaria
Malaria merupakan masalah global, sehingga WHO menetapkan komitmen
global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk pelaksanaan
eliminasi malaria tersebut telah dirumuskan WHO dalam Global Malaria
Programme. Pada tahun 2008, sebanyak 247 ribu kasus malaria dilaporkan dari
seluruh dunia dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal, terutama anak-anak
di Afrika. Setiap 45 detik anak di Afrika meninggal karena malaria.
Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam
roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura
dan paludisme (Prabowo, 2008 dalam Purnama SG, 2016)
24
tertiana, Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana, Plasmodium
falciparum menyebabkan malaria tropika dan Plasmodium ovale
menyebabkan malaria ovale (Purnama SG, 2016).
2. Penularan Malaria
Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara, yaitu alamiah dan non alamiah.
Penularan
secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung
parasit malaria, sedangkan non alamiah penularan yang tidak melalui gigitan
nyamuk Anopheles.
25
Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan
batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada
jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Curah
hujan yang tidak teratur akan menyebabkan terbentuknya tempat
perindukan nyamuk dan hujan yang diselingi panas akan memperbesar
kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles. Bila curah
hujan yang normal pada suatu waktu maka permukaan air akan
meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi penularan malaria dan
apabila curah hujan tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau
saluran air sehingga larva akan terbawa arus air.
Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah, hal ini
berkaitan dengan menurunya suhu rata-rata. Nyamuk malaria tidak
bisa hidup pada ketinggian lebih dari 2.500 meter diatas permukaan
laut. Karena ketinggian disuatu daerah berhubungan dengan
temperatur, kelembaban dan tekanan udara.
Angin
Hembusan angin dapat membawa (mendukung) jarak terbang nyamuk
dari tempat
26
perindukannya ke daerah pemukiman penduduk. Sebaliknya hembusan
dan arah angin dapat juga menghambat jarak terbang nyamuk malaria
apabila arah angin berlawanan. Kecepatan angin saat matahari terbit
dan terbenam merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau
keluar rumah yang ikut menentukan dan menyebabkan kontak antara
nyamuk dengan manusia.
Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan jentik (larva) nyamuk
malaria berbedabeda. Ada Anopheles yang menyukai tempat terbuka
(kena sinar matahari langsung), misalnya An. hyrcanus spp dan An.
pinctutatus spp dan ada pula yang menyukai tempat teduh An.
Sundaicus sedangkan yang dapat hidup baik di tempat teduh maupun
kena sinar matahari adalah An. Barbirostis.
Arus air
Ada nyamuk malaria yang menyukai air tenang (tergenang) seperti
Anopheles Letifer dan ada juga nyamuk yang menyukai air mengalir
lambat seperti Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang
airnya statis atau mengalir lambat serta ada pula yang menyukai air
yang berarus deras seperti Anopheles Minimus.
Kawat kasa
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan menyebabkan semakin
kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni
rumah, dimana nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah.
Penggunaan kasa pada ventilasi dapat mengurangi kontak antara
nyamuk Anopheles dan manusia.
Keadaan dinding
Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan
kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena
27
insektisida yang disemprotkan ke dinding akan menyerap ke dinding
rumah sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan
insektisida tersebut. Dinding rumah yang terbuat dari kayu
memungkinkan lebih banyak lagi lubang untuk masuknya nyamuk.
Langit-langit rumah
Langit-langit merupakan pembatas ruangan dinding bagian atas
dengan atap yang terbuat dari kayu, asbes, maupun anyaman bambu
halus. Jika tidak ada langit-langit berarti ada lobang atau celah antara
dinding dengan atap sehingga nyamuk lebih leluasa masuk ke dalam
rumah. Dengan demikian risiko untuk kontak antara penghuni rumah
dengan nyamuk Anopheles lebih besar dibanding dengan rumah yang
ada langit-langitnya
b. Lingkungan Biologi
Lingkugan biologi yang dimaksud adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan
yang berpengaruh pada perkembangbiakan nyamuk malaria. Adanya
tumbuhan bakau, lumut, ganggang ditepi rawa yang dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk malaria karena menghalangi sinar matahari
langsung sehingga tempat perindukan nyamuk menjadi teduh dan juga
melindungi serangan dari mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis
ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia,
nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu
daerah. Begitu pula dengan keberadaan hewan peliharaan disekitar rumah
seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, sebab nyamuk akan banyak menggigit hewan tersebut.
c. Lingkungan Sosial Budaya
Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti:
kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat
eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.
28
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti
penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa
pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan (aktivitas)
manusia seperti pembukaan hutan, pembuatan bendungan, pembuatan
jalan, pertambangan, perkebunan dan pembangunan pemukiman
penduduk mengakibatkan perubahan lingkungan yang mendukung
terjadinya transmisi malaria. Selain itu, perpindahan penduduk dan
pariwisata juga menyokong terjadinya transmisi malaria dari satu daerah
ke daerah lain.
2.2.6 Filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang mengenai
saluran dan kelenjar limfe yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh
nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan
dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita
tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain.
29
2. Penularan Filariasis
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif atau
larva stadium III (L3).
30
lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak
dengan vektor pada saat bekerja.
2.2.7 Amubiasis
Penyakit Amubiasis disebut juga penyakit infeksi yang disebabkan oleh
protozoa yang dikenal sebaia penyakit disentri amuba. Penyakit ini merupakan
penyakit infeksi saluran pencernaan akibat tertelannya kista Entamoeba
Histolytica yang merupakan mikroorganisme an-aerob bersel tunggal dan bersifat
pathogen.
Di Indonesia amubiasis kolon banyak ditemukan didaerah endemi.
Prevalensi E. Histolytica berkisar antara 10-18%. Dalam hal mortalitas penyebab
kematian yang dikarenakan oleh diare baik itu disebabkan oleh virus, bakteri dan
protozoa adalah sebesar 13,2% jika dilihat berdasarkan kelompok penyakit
menular.
2. Penularan Amubiasis
Penularan penyakit infeksi amubiasis oleh karena amoeba dapat melalui :
a. Carier yakni penderita amubiasis yang terlihat tanpa gejala klinis dan
dapat bertahan lama untuk mengeluarkan kista dengan jumlah ratusan ribu
perhari. Carier ini akan menyebarkan penyakit amubiasis apabila dalam
penyajian makanan tangan yang terkontaminasi dengan tinja menyajikan
makanan secara langsung.
31
b. Vektor serangga seperti lalat dan kecoa yang hinggap pada tempat yang
terkontaminasi dengan kista E. Histolytica menyebarkan penyakit
amubiasis jika vektor serangga (lalat dan kecoa) menghinggapi makanan
yang tersedia.
c. Sanitasi lingkungan yang buruk seperti :
Sumber air dan penyediaan air bersih yang tercemar dengan kista E.
Histolytica
Pengelolaan dan pembuangan sampah yang buruk sehingga menjadi
tempat perkembangbiakan lalat dan kecoa yang merupakan vektor
serangga penyebar kista E. Histolytica
Jamban yang tidak tersedia di masing – masing rumah penduduk
sehingga defikasi dilakukan di sembarangan tempat yang dapat
merupakan tempat pembiakan lalat dan kecoa.
32
c. pembuangan sampah yang jelek dan tidak sesuai yang merupakan tempat
pembiakan lalat atau kecoa yang berperan sebagai vektor mekanik
33
(makanan), Fingers (jari tangan/ kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
Feses. Feses dan muntah dari penderita typhoid dapat menularkan Salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui minuman
terkontaminasi dan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di
makanan yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut, selanjutnya orang sehat akan menjadi sakit (Zulkoni,
2010 dalam Purnama SG, 2016)
34
ditemui pola makan bersama-sama dalam satu tempat tanpa menggunakan
sendok.
c. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko yang
lebih besar
untuk terkena demam tifoid dibandingkan dengan kebiasaan mencuci
tangan sebelum
makan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan
akan banyak menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan. Tangan
yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus
pathogen dari tubuh, tinja atau
sumber lain ke makanan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai
pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel
kotoran yang banyak
mengandung mikroba.
d. Kebiasaan makan sayuran mentah
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak
daripada yang
telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan beberapa
hal untuk
menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan sayuran
tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran
tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak
segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air
untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas. Dibeberapa negara
penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal
dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk
dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi.
e. Kebiasaan minum air isi ulang
35
Menurut World Health Organization kebutuhan rata-rata adalah 60 liter
per hari
meliputi: 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum
dan sisanya
untuk keperluan lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya bakteri
dalam air
minum isi ulang. Mengingat air minum isi ulang ini dikonsumsi tanpa
melalui proses
pemasakan maka syarat yang harus dipenuhi adalah bebas dari
kontaminasi bakteri
sebagaimana yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan.
f. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu cara untuk hidup sehat
yang paling
sederhana dan murah tetapi sayang belum membudaya. Padahal bila
dilakukan dengan baik dapat mencegah berbagai penyakit menular seperti
demam tifoid. Berdasarkan Hasil survei Health service Program tahun
2006 didapatkan hanya 12 dari 100 orang Indonesia yang melakukan cuci
tangan pakai sabun setelah buang air besar. Tidak mengherankan jika
banyak penduduk Indonesia yang masih menderita penyakit seperti diare
dan demam tifoid karena kebiasaan hidup yang tidak bersih.
g. Riwayat demam tifoid
Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)
demam typhoid, tanpa menunjukkan tanda gejala, tetapi mampu menulari
orang lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut.
Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan
pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Feses
penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan demam tifoid.
36
Kebiasaan memakai jamban yang tidak saniter termasuk faktor risiko
kejadian demam tifoid.
h. Pengetahuan
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang
mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi
kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan demam tifoid bila terdapat
demam terus
menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam
dan diperkuat dengan kesan berbaring pasif, nampak pucat, sakit perut,
tidak buang air besar atau diare beberapa hari.
BAB III
37
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kesehatan lingkungan yang ada di perumahan, permukiman dan
perkotaan perlu diperhatikan agar supaya masyarakat yang tinggal dapat
merasakan keadaan lingkungan permukiman yang sehat baik fisik, kimia,
biologis maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggitingginya.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga
bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah
di jelaskan dan sangat di harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di
kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
38
Aditianata. 2015. Dampak Pembangunan Kota pada Kesehatan dan
Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Kesehatan Perkotaan. Jurnal
Planesa. 6(2).
Adrianto, H. 2020. Buku Ajar Parasitologi. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Amalia, D. Farina, N.A & Chaniago, R.Y. 2015. Masalah Kesehatan
Lingkungan Perkotaan dan Permukiman. Teknik Lingkungan.
Aryati. 2017. Buku Ajar Demam Berdarah Dengue Edisi 2 Tinjauan
Laboratoris. Surabaya: Airlangga University Press.
Bramanta, B. 2018. Masalah Kesehatan Lingkungan di Permukiman dan
Perkotaan. (Online).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/764/2/3%20BAB%201%20oke.pdf
diakses 18 September 2020.
Dinata, A. 2018. Bersahabat dengan Nyamuk Jurus Jitu Atasi Penyakit
Bersumber Nyamuk. Pangandaran: Arda Publishing.
Fitri, L.E. 2017. Imunologi Malaria : Misteri Interaksi Inang dan Parasit.
Malang: UB:Press.
Irianto, Koes. 2015. Memahami berbagai macam penyakit penyebab, gejala,
penularan,
pengobatan, pemulihan dan pencegahan. Bandung : Penerbit Alfabeta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Data dan Informasi Tahun
2014 (Profil Kesehatan Indonesia). Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Latif, I. 2016. Analisis Deskriptif Masalah Kesehatan Masyarakat Pesisir
Desa Karangsong-Indramayu. Jurnal Kesehatan Indra Husada. 4(2).
Magdoff, F & Foster, J. B. 2018. Lingkungan Hidup dan Kapitalisme: Sebuah
Pengantar. Tanggerang Selatan: CV. Marjin Kiri.
Nafiah, F. 2018. Kenali Demam Tifoid dan Mekanismenya. Yogyakarta:
DEEPUBLISH (Grup penerbitan CV Budi Utama).
39
Nursyahbani, R dan Pigawati B. 2015. Kajian Karakteristik Kawasan
Pemukiman Kumuh Di Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung
Gandekan Semarang). Jurnal Teknik PWK. Vol. 4 No. 2.
Purnama, SG. 2018. Diktat Dasar Kesehatan Lingkungan. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir diakses 18
September 2020.
Purnama, SG. 2016. Penyakit Berbasis Lingkungan. Buku Ajar.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan diakses 18
September 2020.
Pusat Data & Analisa Tempo. 2019. Penyakit Malaria dan Sejumlah Temuan
Pembasmi dan Pembawa Wabah. Jakarta: TEMPO Publishing.
Risnah, R. 2018. Pengaruh Pelatihan Terhadap Pengetahuan Tentang Gizi
Buruk dan Inter-Professional Collaboration Petugas Puskesmas. Jurnal
Kesehatan. 11(1).
Saputri, ET. 2016. Kajian Sanitasi Lingkungan Dan Riwayat Penyakit Pada
Permukiman Kumuh Di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan UNES.
Sembiring, S. 2019. Indonesia Bebas Tuberkulosis. Jawa Barat: CV. Jejak.
Yamin, R.A. 2019. Determinan Filariasis. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia.
40
Disusun Oleh
Kelompok 3 :
KATA PENGANTAR
41
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Karena,atas rahmat yang diberikan oleh-NYA penulis dapat menyelesaikan makalah
yang merupakan tugas kelompok. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kelompok dalam mata kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan
dengan Materi Mikrobiologi Pemukiman dan Perkotaan (Upaya Agen Penyakit
Mikroba di Perumahan, Pemukiman, dan Perkotaan).
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pengajar Dr. Oksfriani Jufri Sumampouw, S.Pi Mkes. Selaku dosen pengajar
atas waktu yangdiberikan dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan
selama proses pembelajaran yang niscaya bermanfaat bagi penulis di masa yang akan
datang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun akan diterima oleh
penulis demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Kelompok
DAFTAR ISI
42
KATA
PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR
ISI .....................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA
.......................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
43
1.1 Latar Belakang
44
desa belum paham betul upaya hidup bersih sehingga sanitasi tidak tercapai dengan
maksimal
BAB II
PEMBAHASAN
45
2.1 Pengertian Mikrobiologi, Perumahan, Pemukiman, dan Perkotaan
a. Pengertian Mikrobiologi
Mikrobiologi merupakan studi tentang organisme mikroskopis seperti bakteri,
virus, archaea, jamur dan protozoa. Mikrobiologi termasuk penelitian dasar pada
biokimia, fisiologi, biologi sel, ekologi, evolusi dan aspek klinis mikroorganisme,
termasuk tanggapan host (penjamu) terhadap agen-agen ini. Mikrobiologi
merupakan ilmu tentang kehidupan kalau organisme antara lain morfologi,
fisiologi, reproduksiz dan penyebaran mikroorganisme (Anonim 2018)
Mikrobiologi adalah studi mikroorganisme yaitu, uniseluler (sel tunggal),
multiseluler (koloni sel) atau aseluler (sel yang tidak ada). Mikrobiologi
mencakup banyak subdisiplin termasuk virologi parasitologi mikologi dan
bakteriologi (Madigan and Martinko, 2006).
Mikrobiologi, studi mikroorganisme/mikroba, beragam kelompok umumnya
bentuk kehidupan yang sederhana, termasuk bakteri, archaea, alga, jamur,
protozoa, dan virus. Bidang ini berkaitan dengan struktur, fungsi, dan klasifikasi
organisme tersebut dan dengan cara mengeksploitasi dan mengendalikan kegiatan
mereka (Pelczar and Pelczar, 2018).
b. Pengertian Perumahan
Perumahan adalah sekelompok rumah atau bangunan lainnya yang dibangun
bersamaan sebagai sebuah pengembangan tunggal. Bentuknya bervariasi di
negara-negara manapun. Perumahan biasanya dibangun oleh seorang kontraktor
tinggal dengan hanya beberapa gaya rancangan rumah atau bangunan, sehingga
penampilannya menjadi seragam. perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Rumah adalah tempat
berlindung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya (misalnya hujan, matahari, dan
lain-lain) serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Dari pengertian tersebut sanitasi rumah adalah usaha
46
pengawasan terhadap suatu tempat. Menurut UU RI No.4 Tahun 1992 bahwa
rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Pemukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan atau pedesaan.
c. Pengertian Pemukiman
Menurut WHO, pemukiman merupakan suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur
tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rokhani dan keadaan
sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Sedangkan lingkungan
pemukiman adalah meliputi semua keadaan yang terdapat di sekitar pemukiman
yang secara totalitas membentuk kesatuan utuh yang saling mengikat dengan
pemukiman tersebut, membentuk korelasi yang saling mengkait satu dengan yang
lainnya. Pengertian dasar pemukiman dalam UU No.1 Tahun 2011 adalah bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu perumahan yang
mempunyai sarana, prasarana,utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. Perumahan
yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga
penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan
prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi
pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan social. Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup diluar Kawasan lindung, baik yang berupa
Kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
prikehidupan dan penghidupan (UU No4/1992).
d. Pengertian Perkotaan
Perkotaan merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh sebagian besar umat
manusia di muka bumi ini. Kebereradaan perkotaan dipengaruhi kemajuan suatu
47
Negara apabila Negara tersebut maju dan berada pada tahap berkembang
kebanyakan perkotaan sangat padat oleh penduduk yang kebanyakan berpindah
dari daerah asal menuju perkotaan atau yang biasa disebut Urbanisasi. Setiap
tahun kepadatan penduduk terus meningkat hal ini menyebabkan beberapa
perkotaan yang ada di Indonesia tidak teratur dan semerawut.Permasalahan
perkotaan yang tidak tertata menyebabkan masalah – masalah seperti Sanitasi
yang buruk, drainase yang tidak tertata, polusi udara yang mempengaruhi kualitas
udara di perkotaan, ketersedian air bersih dan minum dan berbagai gangguan
kesehatan lainnya. dalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasansebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan yang besar dengan
jumlah penduduk di atas satu juta orang dan berdekatan dengan kota
satelit disebut sebagai metropolitan.
48
memberi efek bakteriostatik ialah sulfonamide, trimetoprim dan sulfon,
sedangkan zat bakterisidal diantaranya penisilin, sefalosporin dan vankomisin
(Supriadi 2006).
1. SUHU
Suhu Tinggi
Pemanasan Basah
–Uap Bertekanan
- Sterilisasi bertahap
-Air mendidih
49
Sel-sel vegetatif mikroba akan mati pada air mendidih (100 °C selama 10 menit),
tetapi beberapa spora bakteri dapat bertahan berjam-jam pada air mendidih. Oleh
sebab itu air mendidih tidak bisa diandalkan sebagai langkah sterilisasi. -
-Pasteurisasi
Pasteurisasi efektif untuk membunuh mikroba patogen dan bagian sel vegetatif.
Pasteurisasi tidak efektif untuk membunuh mikroba yang menghasilkan spora.
Suhu pasteurisasi a.l : Suhu 65 °C selama 30 menit Suhu 71.7 °C selama selama
15 detik Suhu 88.3 °C selama 1 detik atau Suhu 90 °C selama 0.5 detik
Pemanasan Kering
-Pembakaran
Cara ini digunakan untuk alat-alat yang segera digunakan yaitu dengan membakar
sampai merah bata. Alat yang biasa dibakar : jarum ose, pinset, batang kaca
penyebar dll atau alat-alat yang tidak efisien diseterilkan dengan oven atau
autoclave.
-Suhu Rendah
4 – 7 °C
0 °C
Pada suhu rendah aktifitas metabolisme mikroba tidak berjalan tetapi dorman.
Dengan pembekuan, sel-sel vegetatif akan rusak/mati sedangkan spora mikroba
masih mampu bertahan hidup dan akan tumbuh berkembang pada suhu kamar.
2. Pengeringan
3. Tekanan Osmotik dan Plasmolisis
4. Radiasi –
50
- Sinar X : Daya penetrasi baik namun perlu energi besar. –
- Sinar alfa :Memiliki sifat bakterisidal tetapi tidak memiliki daya penetrasi.
- Sinar beta : Daya penetrasinya sedikit lebih besar daripada sinar X.
- Sinar gamma : K ekuatan radiasinya besar dan efektif untuk sterilisasi bahan
makanan
5. Tegangan Permukaan
6. Penyaringan
Seterilisasi dengan cara ini dilakukan untuk bahan yang berupa cairan yang tidak
tahan terhadap panas seperti enzim, vitamin, antibiotik dll. Filter dengan ukuran
0.45 μm atau 0.22 μm
1.STERILISASI
suatu kegiatan untuk membebaskan suatu benda atau subtansi dari segala bentuk
kehidupan mikrobabaik vegetatif maupun generatif.
2.DISINFEKSI
3.DISINFEKTAN
4.ANTISEPTIK
5.BAKTERIOSTATIKA
6.BAKTERISIDA
51
adalah bahan kimia yang berfungsi untuk membunuh atau memusnahkan khusus
bakteri, seperti antibiotika, antiseptika, disinfektan maupun bahan pengawet.
7.BAKTERIN
vaksin yang dibuat dari bakteri yang mati, dandapat menimbulkan kekebalan pada
tubuh terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri jenis itu.
8.BAKTERIOSILIN
anti bodi yang terbentuk dalam darah dan dapat menghancurkan bakteri.
9.BAKTERIOLISIS
11.BAKTERIOSTAT
adalah substansi atau agen atau bahan yang menghambat pertumbuhan atau
perkembangbiakan bakteri, misal golongan sulfonamida.
13.BAKTERIURIA
14. SEPTIKEMIA
52
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengendalian mikroorganisme yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat,
membasmi atau menyingkirkan mikroorganisme.
Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil kerugiannya. Mikroba
selain memberikan keuntungan juga dapat member kerugian pada manusia berupa
penyakit atau racun. Pengendalian mikroba bertujuan mencegah penyebaran penyakit
dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah
pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba
Tujuan mengendalikan mikroorganisme adalah untuk mencegah infeksi pada
manusia, hewan peliharaan dan tanaman. Mencegah kerusakan pada makanan dan
komoditas lainnya. Untuk mencegah kontaminasi mikroba yang mengganggu
industri, dan untuk mencegah kontaminasi bahan yang digunakan dalam proses
budidaya murni di laboratorium (diagnostik, penelitian, industri), untuk mengamati
pertumbuhan dan organisme dalam media kultur khusus.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
“Entomologi Pemukiman dan Perkotaan”
KELOMPOK 4
SEMESTER V
KESEHATAN LINGKUNGAN
55
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkah
dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada makalah ini
kami mengangkat judul mengenai “Entomologi Pemukiman dan
Perkotaan”.Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan.
Akhir kata, kami selaku penulis sangat mengharapkan segala kritikan serta
saran positif yang mengarah pada perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
56
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................
1.4 Metode Penulisan…………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Entomologi...........................................................................................
2.2 Konsep Dasar..........................................................................................................
2.3 Batasan Vektor Penyakit Perumahan.....................................................................
57
BAB I
PENDAHULUAN
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kaw asan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Kawasan pemukiman
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama seb agai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi
pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbaga i bentuk dan 32 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 1,
JULI 2005 : 29 -42 ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana
lingkungan terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.
Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Prasarana utama meliputi jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan
sampah, jaringan pematusan air hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik,
telepon, gas, dan sebagainya.
58
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih
mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh
penduduknya sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari
beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur
perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya
kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas
tinggi
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan
penduduknya.
Tipe Permukiman Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe
permukiman dapat dibedakan menjadi 2 tipe permukiman.
a. Tipe Permukiman berdasarkan waktu hunian Ditinjau dari waktu hunian
permukiman dapat dibedakan menjadi permukiman sementara dan
permukiman bersifat permanen. Tipe sementara dapat dihuni hanya
bebeerapa hari (rumah tenda penduduk pengembara), dihuni hanya untuk
beberapa bulan (kasus perumahan peladang berpindah secara musiman),
dan hunian hanya untuk beberapa tahun (kasus perumahan peladang
berpisah yang tergantung kesuburan tanah). Tipe permanen, umumnya
dibangun dan dihuni untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Berdasarrkan tipe ini, sifat permukiman lebih banyak bersifat permanen.
Bangunan fisik rumah dibangun sedemikian rupa agar penghuninya dape
menyelenggarakan kehidupannya dengan nyaman.
b. Tipe permukiman menurut karakteristik fisik dan nonfisik. Pada
hakekatnya permukiman memiliki struktur yang dinamis, setiap saat dapat
berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan memiliki
perbedaan tanggapan. Hal ini terjadi dalam kasus permukiman yang besar,
karena perubahan disertai oleh pertumbuhan. Sebagai suatu permukiman
yang menjadi semakin besar, secara mendasar dapat berubah sifat,
ukuran , bentuk, rencana, gaya bangunan, fungsi dan kepentingannya. Jadi
jika tempat terisolasi sepanjang tahun kondisinya relatif tetap sebagai
organisme statis suatu kota besar maupun kecil akan menghindari
kemandegan, kota akan berkembang baik kearah vertikal maupun
horizontal, fungsi baru berkembang dan fungsi lama menghilang,
pengalaman sosial dan transformasi ekonomi mengalami perkembangan
59
pula. Pada akhirnya terpenting untuk dipertimbangkan bahwa semua
permukiman memiliki jatidiri masing-masing secara khas. Baik tanpa
fisik, peranan dan fungsi, sejarah, arsitektur dan perencanaan jalan pada
setiap permukiman memiliki keunikan sendiri.
60
proses sosialisasi pada seorang individu diperkenalkan norma dan adat kebiasaan
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Sebagai wadah kehidupan manusia bukan
menyangkut aspek teknis dan fisik saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya
dari penghuninya. Menurut Sadana (2014:20) Perbedaan nyata antara permukiman
dan perumahan terletak pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan
tersebut memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat
mencari nafkah bagi sebagian penghuniannya. Pada perumahan, lingkungan tersebut
hanya berupa sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para
penghuninya. Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak merangkap
sebagai tempat mencari nafkah.
2. perkotaan
Pengertian mengenai kota (city) yang kemudian lebih sering dijadikan acuan di
Indonesia adalah tempat di mana konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah
sekitarnya karena terjadinya pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan
kegiatan atau aktivitas penduduknya. Dengan ungkapan yang berbeda, definisi kota
yang lain adalah permukiman yang berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas,
pada umumnya bersifat nonagraris, kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat
sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal dalam suatu
wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan
individualistis (Kamus Tata Ruang). Perencanaan Kota Secara khusus, terhadap
pengertian dan karakteristik kota akan dilakukan pembahasan tersendiri yang lebih
lengkap dengan meninjaunya dari berbagai aspek : fisik, sosial, dan ekonomi.
pengertian kota (city), dikenal pula perkotaan (urban) yang pengertiannya lebih
luas menunjukkan ciri/karakteristik/sifat kekotaan. Dalam hal ini perkotaan atau
kawasan perkotaan adalah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah
pengaruh di luar batas administratifnya yang berupa daerah pinggiran
sekitarnya/kawasan suburban. UU No. 24/1992 mendefinisikan kawasan perkotaan
adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Sebagai lawan dari kawasan perkotaan adalah kawasan perdesaan (rural), yakni:
Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
61
kegiatan ekonomi. Mengacu pengertian di atas, Kawasan Perkotaan boleh jadi
merupakan aglomerasi kota (otonom) dengan kota-kota fungsional di wilayah
sekitarnya yang memiliki sifat kekotaan, dapat melebihi batas wilayah administrasi
dari kota yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah kawasan perkotaan metropolitan
Bandung mencakup Kota Bandung, Kota Cimahi, serta kawasan sekitarnya yang
mempunyai ciri/karakteristik perkotaan yang sebenarnya termasuk dalam batas
administrasi Kabupaten Bandung. Demikian pula kawasan perkotaan Jabodetabek
yang mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Dengan uraian tentang berbagai pengertian yang terkait kota, maka dapat
dibedakan antara pengertian kota fungsional dan kota sebagai daerah otonom.
Pengertian kota yang pertama lebih mengacu pada pengertian fungsional yang terkait
dengan pemenuhan ciri-ciri perkotaan secara fisik, sosialdemografis, dan ekonomi,
sehingga sering dipergunakan atau dipertukarkan dengan istilah yang lebih luas
pengertiannya yakni kawasan perkotaan. Pengertian yang kedua, lebih terkait dengan
salah satu bentuk daerah otonom yang ada dalam sistem pemerintahan daerah di
negara kota yakni Daerah Kota, (selain Daerah Kabupaten), yang dahulu disebut
sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II.
Hal ini lah yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan lahan perkotaan sebagai
ruang terbuka (hijau). Ruang terbuka hijau kota memiliki peran yang cukup penting
bagi kehidupan perkotaan, salah satunya adalah sebagai paru-paru kawasan. Banyak
peranan yang dapat di berikan oleh ketersediaan dan keberadaan ruang terbuka hijau,
62
seperti sumber Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan yang memberikan peranan RTH bagi
pengembangan kota adalah sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi
ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan,
kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai
pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di
darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian danpendidikan serta
penyuiuhan bagi ma syarakat untuk membentuk kesadaran Iingkungan; sebagai
tempat perlindungan plasma nuftah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan
memperbaildiklim mikro; dan sebagai pengatur tata air. Lokasi penelitian yang
berada.
Pusat kota terus tumbuh tiap harinya, satu per satu gedung kantor dibangun.
Hitachi mendukung pembangunan perkotaan yang menarik, yang termotivasi atas
keinginan untuk menjadikan kota ramah dan untuk menciptakan lingkungan yang
ideal bagi orang-orang yang tinggal dan bekerja di sana. Contohnya termasuk
pengembangan dan pembuatan lift, yang memindahkan orang dengan nyaman antar
bangunan dan ruang perkotaan, serta peralatan konstruksi. Hitachi juga mendukung
prakarsa dalam manajemen bangunan yang komprehensif, pemeliharaan fasilitas,
sistem keamanan, dan area lain guna membantu menjadikan masyarakat perkotaan
lebih fungsional. Menjadikan Ruang Perkotaan Lebih Aman, Nyaman, dan
Menyenangkan.
Dewasa ini, seiring dengan gedung-gedung yang semakin menjulang dan besar,
lift dan eskalator menjadi bagian penting dari lanskap perkotaan. Hitachi membuat
elevator super cepat yang aman, nyaman, dan hemat energi untuk pasar global,
termasuk Jepang, wilayah Asia, dan Timur Tengah. Dengan memadukan para ahli
teknologi informasi canggih (IT) dan infrastruktur layanan perkotaan, kami
berkontribusi terhadap pengembangan masyarakat perkotaan yang aman, nyaman,
dan menyenangkan.
63
1.2 Rumusan Masalah
Entomologi permukinan perkotaan
- Konsep dasar
- Batasan vector penyakit perumahan
- Pemukiman dan perkotaan
64
BAB II
PEMBAHASAN
Cabang Entomologi
Beberapa cabang ilmu atau subbidang entomologi, diantaranya sebagai berikut.
Coleopterology - kumbang
Dipterologi - lalat
Hemiptera - kepik sejati
Isopterologi - rayap
Lepidopterologi - ngengat dan kupu-kupu
Melittology - lebah
Mirmekologi – semut
Entomologi adalah cabang sains yang mengkaji mengenai serangga. Berasal
dari bahasa Latin entomon bermakna serangga dan logos bermakna ilmu
pengetahuan. Serangga merupakan kelompok hewan yang terbesar jumlah spesiesnya
dibanding hewan yang lain . Saat ini terdapat sekitar 1 juta spesies serangga yang
telah dikenali. Bilangan spesies yang sebenarnya tidak diketahui kerana masih banyak
yang belum teridentifikasi. Kepentingan pengetahuan entomologi dapat dilihat dari
peranan serangga secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan manusia
di bumi ini. Melimpahnya jumlah serangga membuat kelompok ini menempati
hampir seluruh jenis habitat yang ada, bahkan pada habitat yang tidak wajar untuk
dihuni hewan seperti di dalam jaringan tumbuhan atau jaringan tubuh hewan lain.
65
Serangga menduduki berbagai macam relung kehidupan dan memiliki fungsi yang
beragam di dalam ekosistem sehingga mempelajari mereka merupakan usaha yang
sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Karena memilki peran yang bermacam-
macam tadi-lah, studi mengenai serangga tidak cukup hanya dari satu disiplin ilmu.
Keberadaan mereka dapat dipelajari dari bebagai sudut pandang yang berbeda untuk
mendapatkan data mengenai pemanfaatannya. Entomologi merupakan ilmu yang
menjadi dasar bagi ilmu-ilmu lain yang memberikan data awal mengenai
karakteristik, bentuk kehidupan, dan bermacam pengetahuan lain mengenai serangga
yang selanjutnya dapat digunakan untuk menunjang ilmu lain dalam memanfaatkan
keberadaan serangga.
Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam Kingdom
Animalia, Filum Arthropoda merupakan hewan dikelompokkan dalam kelas Insecta.
telah ada di muka bumi ini lama sebelum manusia muncul. Hal ini dibuktikan dari
penemuan fosil serangga yang telah berumur sekitar 350 juta tahun sementara
manusia baru ada diduga sejak 2 juta tahun yang lalu. Dalam modul ini terutama pada
Kegiatan Belajar 1 akan dijelaskan beberapa karakter unik dari serangga yang
menjadikan hewan ini menarik banyak orang untuk mempelajari hingga lahirnya
entomologi (ilmu serangga) sebagai salah satu cabang ilmu. Kegiatan Belajar 2
menjelaskan tentang hubungan antara serangga dan manusia. Dengan manusia,
serangga mengembangkan suatu bentuk hubungan yang unik di mana kedua makhluk
hidup ini dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, baik dalam hal
serangga yang merugikan bagi manusia dalam bentuk sebagai hama tanaman maupun
sebagai makhluk hidup yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan manusia.
serangga adalah salah satu kelompok hewan yang paling dominan di muka bumi.
Ratusan ribu jenis telah berhasil diidentifikasi, berjumlah sekitar tiga kali dari jumlah
seluruh hewan yang telah diketahui. Serangga dapat ditemukan di tanah, air (tawar,
payau, dan sejumlah kecil di laut), serta udara. Beberapa serangga yang hidup
memakan daun, mengebor batang tanaman, dan hidup di dalam tubuh hewan lain.
Boror dkk. (1992), menduga jumlah total jenis serangga dapat mencapai tiga puluh
juta jenis. Manusia sudah sejak lama berjuang melawan serangga yang sering kali
bertindak sebagai pengganggu, penular penyakit, maupun pemakan tanaman
pertanian, kehutanan dan perkebunan
Walaupun demikian, hingga saat ini manusia tidak mampu melenyapkan satu
jenis serangga. Dengan segala daya upayanya, manusia hanya mampu mengendalikan
serangga sampai batas yang tidak merugikan. Masyarakat sering kali beranggapan
bahwa semua serangga adalah perusak yang harus diberantas, walaupun jenis
serangga yang menguntungkan jauh lebih banyak. Sebagai contoh, banyak hasil
pertanian yang terbantu oleh aktivitas serangga penyerbuk, ada pula serangga yang
menghasilkan sutera, madu, lak, lilin, obat-obatan, serta berperan besar proses daur
ulang sampah organik. Manusia juga memanfaatkan serangga dari kelompok
parasitoid dan predator untuk mengatasi serangga hama. Serangga yang memiliki
masa hidup singkat, jumlah keturunan besar, serta struktur tubuh dan fisiologi yang
66
unik, menjadikannya sebagai obyek penting dalam penelitian pada bidang biologi,
kedokteran, mekanik, bahkan robot. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan modern yang dimiliki oleh manusia sedikit banyak berhutang pada
serangga.
Dibandingkan dengan manusia, serangga merupakan hewan yang sangat khusus.
Dapat dikatakan bahwa serangga adalah hewan berbentuk terbalik, karena kerangka
tubuhnya berada di bagian luar, susunan sarafnya memanjang di bagian bawah
tubuhnya, dan organ hatinya terletak di sebelah atas saluran pencernaan. Serangga
tidak memiliki paru-paru, tetapi dapat bernafas melalui sejumlah lubang kecil di
dinding tubuhnya dan di samping kepala, yang dikenal dengan istilah trakea. Pada
saat bernapas, udara (oksigen) masuk melalui lubang-lubang tersebut, kemudian
disalurkan ke seluruh tubuh langsung ke jaringan-jaringan melalui tumpukan
tabungtabung tipis yang bercabang sehingga darahnya tidak terlalu penting dalam
transpor oksigen ke jaringan. Darah serangga sendiri hanya berfungsi sebagai media
untuk mengantarkan nutrisi, sistem pertahanan tubuh, dan sistem ekskresi serangga.
Serangga juga dapat mencium dengan bantuan antena, beberapa rasa dapat dilakukan
melalui bagian tungkai, sebagian bunyi dapat didengarnya dengan organ khusus di
perut, tungkai depan atau antena.
Sebagaimana hewan-hewan yang kerangka tubuhnya berada di luar tubuhnya,
serangga memiliki ukuran yang relatif kecil. Lebih dari 3/4 kelompok serangga
memiliki panjang kurang dari 6 mm. Tubuh yang kecil ini memberikan keuntungan
bagi serangga karena mereka dapat menempati habitat yang tidak dapat ditempati
oleh hewan-hewan besar. Secara umum, ukuran panjang tubuh serangga berkisar dari
sekitar 0,25-330 mm dengan rentangan sayap antara 0,5-300 mm. Serangga
terpanjang adalah dari anggota Familia Phasmatidae, yang ditemukan di Kalimantan
dengan panjang 330 mm, sementara serangga dengan rentang sayap terbesar adalah
sejenis ngengat yang ditemukan di Amerika Utara yang memiliki rentangan sayap
150 mm (sementara catatan fosil mencatat satu fosil capung memiliki panjang sayap
760 mm).
Serangga adalah satu-satunya hewan avertebrata (tidak bertulang belakang) yang
memiliki sayap. Proses terbentuknya sayap ini secara evolusi berbeda dengan sayap
hewan vertebrata (burung, kelelawar, dan lain-lain). Sayap hewan vertebrata
merupakan modifikasi dari tungkai depan, sedangkan pada serangga merupakan
penambahan sepasang tungkai. Warna dari serangga sangat bervariasi dari abu-abu
lusuh hingga sangat terang, tidak ada seekor hewan di dunia ini yang memiliki warna
secerah serangga. Beberapa serangga terlihat sangat gemerlap berwarna-warni,
seperti perhiasan. Warna dan bentuk serangga sering kali digunakan sebagai inspirasi
para seniman. Salah satu kupu-kupu yang sangat indah dan hampir punah hidup di
Pegunungan Arfak, Papua, yaitu kupu-kupu sayap burung, Ornitopthoras spp.
Beberapa jenis dari kupu-kupu ini, yaitu Ornitophoras paradisea dan Ornitophoras
goliath merupakan serangga yang dilindungi dan telah masuk ke dalam daftar CITES
(Convention on International Trade in Endongered Spesies of Wild Fauna and Flora).
67
Kupu-kupu sayap burung ini telah berhasil dikembangkan secara alamiah di habitat
aslinya.
Entomologi perkotaan
Entomologi perkotaan (urban entomology) secara khusus mengkaji serangga-
serangga yang menjadi masalah di kawasan perkotaan. Disini lebih di fokuskan
kepada serangga-serangga yang bersosialisasi dengan manusia (fasilitas manusia)
yang masih hidup seperti kecoak, lalat, nyamuk, dan rayap di perumahan, hotel,
apartemen, gudang perkantoran, kapal laut, pesawat udara.
Indonesia, seperti halnya negaranegara lain merupakan daerah endemik
Demam Berdarah Dengue (DBD), cenderung mengalami peningkatan insiden dan
menyebar luas terutama di perkotaan. Kejadian Luar Biasa (KLB) atau epidemi
DBD hampir terjadi setiap tahun di daerah yang berbeda dan seringkali berulang
di wilayah yang sama. Secara nasional berulang setiap 5 tahun (Suroso; 2004).
Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue disebabkan oleh virus dengue dari
kelompok Flavivirus. Berdasarkan perbedaan sifat antigen dan karakteristik
biologinya terdapat empat macam serotipe virus dengue yaitu Dengue 1, 2, 3 dan
4 (WHO, 2011). Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti yang
berkembangbiak di tempat penampungan air (TPA) terutama di daerah perkotaan
dengan curah hujan berkala. Di daerah tropik dan subtropik, virus tersebut
endemik dan penyebab wabah/ KLB periodik atau tahunan (Vincent, 1998).
Masalah yang dihadapi dalam penanggulangan DBD adalah :
1) Keterlambatan pengiriman data dari provinsi/kabupaten/kota ke Pusat.
2) Tingginya pergantian petugas di daerah yang menangani program.
3) Kurangnya SDM pengelola data dan informasi di pusat dan daerah.
4) Luasnya breeding places/ tempat perindukan nyamuk vektor.
5) Peran serta dan kepedulian masyarakat relatif rendah dan
6) Kurangnya efektivitas pengendalian vector
Upaya-upaya yang telah dilakukan adalah :
1) Mereview buku-buku pedoman DBD.
2) Melakukan review pengendalian DBD regional Jawa-Bali.
3) Melakukan evaluasi penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) DBD.
4) Melakukan monitoring kewaspadaan dini KLB dan penanggulangan
KLB DBD.
68
5) Melaksanakan lomba sekolah sehat di tingkat SD/MI dengan
mengutamakan penilaian angka bebas jentik (ABJ).
6) Melaksanakan koordinasi lintas program maupun lintas sektor untuk
membahas program DBD.
7) Melakukan bimbingan teknis dan monitoring pengendalian kasus DBD
di beberapa provinsi yang tinggi jumlah kasusnya.
Entomologi pemukiman
Entomologi permukiman merupakan serangga-serangga yang berbuat masalah
di daerah pemukiman/tempat tinggal orang-orang contohnya seperti semut, lalat,
kecoak, dan lainnya. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai sarana prasarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotan atau kawasan perdesaan.
69
pradewasanya pada bejana buatan yang berada di dalam ataupun di luar rumah
yang airnya relatif jernih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Ae. aegypti meletakkan telurnya
antara lain jenis dan warna penampungan air, airnya sendiri, suhu kelembaban
dan kondisi lingkungan setempat. Tempat air yang tertutup longgar lebih disukai
sebagai tempat bertelur dibanding tempat yang terbuka.4 Upaya-upaya
pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit arthropod-born viral
disease telah banyak dilakukan.
Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik, pengendalian biologi,
pengendalian kimiawi, pengendalian genetik maupun pengendalian terpadu.
Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan
lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk, pengendalian biologi
dilakukan dengan memanfaatkan organisme hidup seperti predator dan patogen,
pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida sintetis untuk
membunuh nyamuk, pengendalian genetik dilakukan dengan menyebarkan
pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan
menggabungkan berbagai teknik pengendalian yang ada.5 Keberadaan vektor di
rumah dan lingkungan sekitar rumah masyarakat di daerah endemis menunjukkan
adanya potensi penularan infeksi virus dengue. Untuk mengetahui tingkat risiko
penularan infeksi virus dengue maka perlu data entomologi di lingkungan Rukun
Warga (RW) 11 Kelurahan Baros serta mengetahui upaya pengendalian DBD
yang dilakukan masyarakat di daerah tersebut.
Pengetahuan akan serangga yang dimiliki oleh petani umumnya sangatlah
minim, kebanyakan petani hanya menggunakan pestisida sebagai solusi
pengendalian hama dan penyakit (Thamrin dan Asikin, 2002). Dewasa ini
manusia lebih menyukai hal – hal yang instan tanpa memikirkan efek yang
ditimbulkan. Demikian pula dalam hal pertanian, para petani Indonesia cenderung
lebih memilih cara pembudidayaan yang praktis nan murah. Hal ini dikarenakan
usia petani Indonesia yang kebanyakan berada di atas 40 tahun (Sensus BPS
2013), dan keterampilan dalam bercocok tanam hanya diperoleh secara turun
temurun sedangkan permasalahan serangan hama dari tahun ke tahun selalu
berubah. Dinamika serangga hama tersebut tentunya tidak dapat diatasi oleh
pengalaman saja yang belum tentu apa yang dialami sama. Hal ini ditambah
dengan realita bahwa petani Indonesia rata – rata berpendidikan rendah. Dampak
dari ketimpangan masalah ini tentunya pada tindakan yang dilakukan ketika ada
70
serangan hama. Petani seakan tidak punya pilihan lain selain menggunakan
pestisida kimiawi.
Perilaku hidup bersih dan sehat sangat diperlukan guna mencegah penyakit,
tidak hanya dari individu saja, tapi juga faktor lingkungan sekitar yang berpotensi
dalam mendatangkan penyakit. Faktanya, meskipun perilaku positif ini sudah
dijalankan, tapi ada faktor lain yang memungkinkan seseorang bisa jatuh sakit.
Salah satunya dikarenakan oleh vektor penyakit, yang merupakan penyumbang
terbesar tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Vektor
yang dimaksud di sini ialah organisme yang menularkan patogen dan parasit, dari
satu manusia atau hewan yang terinfeksi kepada manusia lain. Beberapa vektor
yang dikenal menjadi penyebab penularan penyakit ialah seperti
nyamuk Anopheles (malaria), Aedes Aegypti (demam berdarah dengue
atau Dengue Hemorrhagic Fever) dan Culex (kaki gajah atau filariasis dan
enchepalitis). Kasus-kasus yang diakibatkan oleh vektor seperti demam berdarah,
malaria, dan kaki gajah masih menjadi masalah terbesar bagi negara kita.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengurangi vektor penyebab penyakit ini.
Mulai dari pembasmian nyamuk malaria melalui foging, melakukan pemeriksaan
darah masal dan membagikan kelambu berinsektisida kepada masyarakat, sampai
membagikan obat anti filariasis untuk mengatisipasi penyebaran filariasis di
daerah tropis.
Akan tetapi masalah tersebut juga tak kunjung usai, karena masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam mengupayakan diri untuk mengurangi vektor
71
penyakit. Perilaku masyarakat yang masih jauh dari “Prilaku Hidup Bersih dan
Sehat”, seperti yang dicanangkan pemerintah sejauh ini terlihat belumlah
maksimal dilakukan, karena masih kurangnya informasi kepada masyarakat.
Seharusnya tindakan preventif atau pencegahan merupakan hal yang utama
dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi terjadinya penyakit.
72
untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Organisme hidup yang ditumpangi ini
disebut host (pejamu) yang dapat berupa hewan ataupun manusia atau kombinasi
antara hewan dan manusia. ]ika peiamu tersebut lebih dari sahl maka tubuh
organisme hidup yang dipakai sebagai tempat hidup yang utama disebut primary host,
Dan yang kedua disebut secondary host, demikian seterusnya. Pengaturan alam
seperti ini, yang maksudnya untuk menjamin kelangsungan hidup suatu organism,
temyata tidak menguntungkan manusia. Karena dengan dipakainya tubuh manusia
sebaga.i tempat untuk melangsungkan sebagian dari siklus kehidupan tersebut, dapat
timbuJ penyakit.
Telah sejak Iama manusia bemsaha menjaga diri sehingga tubuhnya tidak
sampai dipergunakan organism lairu Dalam upayanya untuk menjaga diri, maka
manusia berusaha menyelidiki bagaimana caranya organism lain tersebut (bibit
penyakit atau agen) dapat masuk ke dalam tubulr_ Diharapkan dengan telah
diketahuinya cara masuk bibit penyakit tersebut, cara untuk menghindarinya dapat
dilakukan dengan mudah. Berkat penelitian dan kerja keras, akhimya diketahui
bahwa bibit penyakit dapat masuk ke dalam tubuh, antara Iain karena di bawa oleh
beberapa jenis hewan. Secara kesehatan, hewan pembawa bibit penyakit tersebut
dinamakan vektor. Demikianlah karena iimu pengetahuan manusia pada mulanya
masih terbatas, maka sebelurn tahun 1938 vang dianggap vektor hanyalah serangga.
Vektor pada waktu itu hanya diartikan serangga yang menggigit dan menghisap darah
manusia saja (true vector) sedangkan jenis penyakit yang di tularkan oleh true vector
ini dinamakan insect borne disease.
Telah selak lama diketahui bahwa beberapa arthrryda (dalam bahasa latin,
arthrn = tuas, buku, segnen; podu = kaki) merupakan hewan yang memiliki ciri kaki
bemas, berbuku, atau bersegrnerl Segmen tersebut juga terdapat pada hrbuhnya
Tubuh arthropila merupakan sirneki bilateral dan te.rgolong tripcblastik selcmata.
Ciri tubuh arthropoda meliputi ukuran, bentuk, stmktur, dan frmgsi tubuh. Ukuran
tubuh artlropada sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang lebih dari
60 cm. namun kebanyakan berukuran kecil. Begitu pula dengan bentuk arthropoda
pun beragam. Tubuh arthropoda bersegmen dengan iumlah segmen yang bervariasi.
Pada tiap segmen tubuh tersebut terdapat sepasang kaki yang beruas. Segmen
bergabung membentuk bagian tubufu yaitu kaput ftepala), toraks (dada), dan
abdomen (perut). Ciri lain dari arthropoda adalah adanya kutikula keras yang
membentuk rangka luar (eksoskleton).
73
Eksoskeleton tersusun dari kitin yang di sekresikan oleh sel kulit. Eksosl*l*on
melekat pada ku[t membentuk perlindungan tubuh yang kuat. eksoskeleton terdiri
dari lempengan-lempengan yang dihubungkan oleh ligamen yang fleksibel dan lunak
Eksoskeleton tidak dapt membesar mengikuti pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu,
tahap pertumbuhan arthropoda selalu diikuti dengan penplupasan eksmkekton lama
dan pembentukan eksoskeleton baru. Arthropoda bemapas dengan insang, trakeo atau
Fru-paru buku. Sisa metabolisme berupa caban dikeluarkan oieh organ ekskresi yang
disebut saluran/tubula malpighi, keleniar elcskresi atau keduanya. Sistem sirkulasi
arthropoila bersifat terbuka. $stem sirkulasi terdiri dari jantunp pembuluh damh
pendek, dan ruang disekitar organ tubuh yang disebut sinus atau hemosol. Darah
arthropoda disebut iaga hetttolimfa. Cara hidup artbqda sangat beragam, ada yang
hidup bebas, parasit, komensal, atau simbiotik. Dilingl,ungan kita, sering dijumpai
ke}ompok hewan ini, misalnya nyamuk,lalat, semut, kupu-kupu, capungi belalanp;
dan lebah.
74
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku hidup bersih dan sehat sangat diperlukan guna mencegah penyakit,
tidak hanya dari individu saja, tapi juga faktor lingkungan sekitar yang berpotensi
dalam mendatangkan penyakit. Faktanya, meskipun perilaku positif ini sudah
dijalankan, tapi ada faktor lain yang memungkinkan seseorang bisa jatuh sakit. Salah
satunya dikarenakan oleh vektor penyakit, yang merupakan penyumbang terbesar
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Kondisi sehat dapat
dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan lingkungan sehat.
75
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung jawabkan. Untuk
saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan dan sangat di
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.
76
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9081295/Ruanglingkup_Entomologi
Hadi, Mochamad H., dkk. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta. Graha
Ilmu. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Dinas Kesehatan Kota Bogor (ID). Data Kasus Demam Berdarah Dengue Januari-
Desember 2015. Kota Bogor : Dinkes Kota Bogor; 2015.
Fadilla Z, Hadi UK, Setiyaningsih S. Bioekologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)
serta Deteksi Virus Dengue pada Aedes aegypti (Linnaeus) dan Ae. albopictus (Skuse)
(Diptera: Culicidae) di Kelurahan Endemik DBD Bantarjati, Kota Bogor. JEI. 2015;12(1): 1–
38. DOI: 10.5994/jei.12.1.31.
Riandi MU, Ipa M, Hendri J. Sebaran Larva Nyamuk Aedes Spp. di Kecamatan Tawang
Kota Tasikmalaya. Prosiding Seminar Nasional Politeknik Banjarnegara Rumusan Strategi
Kesehatan dan Pertanian dalam Percepatan Pengentasan Kemiskinan Menuju
Tercapainya Target MDGS 2015. 2012; 141-15
Anonim. Rumah tangga dikepung pestisida [internet]. Diakses tanggal 26 Juni 2020.
Diunduh dari: https://majalah.tempo.co/read/kesehatan/6186/rumah-tangga-dikepung-
pestisida.
77
Hogarh JN, Antwi-Agyei P, Obiri-Danso K. Application of mosquito repellent coils
and associated self-reported health issues in Ghana. Malar J. 2016;15(61). doi:
10.1186/s12936-016-1126-8.
Sulistyawati, Astuti DA, Umniyati SR, Satoto TBT, Lazuardi L, Nilsson M. Dengue
vector control through community empowerment: lessons learned from a community-
based study in Yogyakarta, Indonesia. Int J Environ Res Public Heal.
2019;16(6):1013. doi: 10.3390/ijerph16061013.
78
” Entomologi Pemukiman Dan Perkotaan : Masalah Vektor Penyakit
Perumahan, Pemukiman Dan Perkotaan ”
DISUSUN OLEH:
SEMESTER 5
KELOMPOK 5
79
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ” Entomologi
Pemukiman Dan Perkotaan : Masalah Vektor Penyakit Perumahan, Pemukiman Dan
Perkotaan ” yang diberikan.
Makalah ini disusun dengan maksimal oleh kami dan memperoleh dukungan
serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman Dan Perkotaan dan berbagai pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dari para pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun tulisan ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang dapat membangun sangat
dibutuhkan oleh penulis agar dapat berkarya dengan lebih baik lagi.
Tim
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulis .................................................................................................... 2
1.5. Metode Penulisan……………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Definisi Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan.................................................... 3
2.2.Macam-Macam Vektor Di Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan...................... 6
2.3 .Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor Penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan...................................................................................... 8
2.4 Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan Pemukiman…………………………13
2.5 Pengendalian Vektor Penyakit
Di Perumahan, Pemukiman DanPekotaan…………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 23
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.................................................................................................................................Lat
ar Belakang
Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Rumah atau tempat tinggal,
dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia
bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah di
hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah
membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba
modern. Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh
tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana
orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat
tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna
mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Munif Arifin, 2009).
Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit
berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat akhir-akhir ini.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian
di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis
lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan
balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas
intervensi kesehatan lingkungan (Munif Arifin, 2009).
1.2.................................................................................................................................Ru
musan Masalah
1. Apa Saja Definisi Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
2. Apa Saja Macam-Macam Vektor Di Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
3. Apa Saja Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor Penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
4. Apa Saja Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan Pemukiman
ii
5. Bagaimana Pengendalian Vektor Penyakit Di Perumahan, Pemukiman Dan
Pekotaan
1.3.................................................................................................................................Tuj
uan Penulis
1. Untuk menjelaskan apa saja Definisi Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
2. Untuk menjelaskan Apa saja Macam-Macam Vektor Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
3. Untuk menjelaskan Apa Saja Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Vektor
Penyakit Di Perumahan, Pemukiman Dan Pekotaan
4. Untuk menjelaskan apa saja Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan
Pemukiman
5. Untuk menjelaskan bagaimana Pengendalian Vektor Penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
1.4.................................................................................................................................Ma
nfaat Penulis
1. Agar pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan dapat menambah wawasan
tentang penyakit anemia.
2. Agar pembaca dapat menerapkan dan mengaplikasikan bagaimana cara untuk
menghindar/mengendalikan diri dari vektor penyakit Di Perumahan,
Pemukiman Dan Pekotaan
1.5................................................................................................................................. M
etode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yakni metode studi pustaka.
Metode studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan menggali informasi
dari buku maupun media internet seperti jurnal online, website terpercaya, maupun
e-book.
iii
BAB II
PEMBAHASAN
iv
Sedangkan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa penataan perumahan
dan permukiman bertujuan untuk :
v
Sementara itu, Silas (1993) merumuskan permukiman yang sesuai di
Indonesia yaitu sebagai teritorial habitat dimana penduduknya masih dapat
melaksanakan kegiatan:
1. Biologis,
2. Sosial,
3. Ekonomis,
4. Politis,
5. Penjaminan kelangsungan lingkungan yang seimbang dan serasi
vi
jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis vektor yang dapat
menularkan penyakit:
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas,yaitu salah satunya adalah
kelas hexapoda(berkaki 6) misalnya nyamuk. Dari kelas hexapoda dibagi
menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian,terlebih khusus pengendalian vector di
Perumahan,Pemukiman dan Perkotaan adalah
2.2.1. Ordo Dipthera
yaitu nyamuk dan lalat
1. Nyamuk anopheles
Anopheles (nyamuk malaria) merupakan salah
satu genus nyamuk. Terdapat 400 spesies nyamuk Anopheles,
tetapi hanya 30-40 menyebarkan malaria (contoh, merupakan
"vektor") secara alami. Anopheles gambiae adalah paling terkenal
akibat peranannya sebagai penyebar
parasit malaria (contoh. Plasmodium falciparum) dalam
kawasan endemik di Afrika, sedangkan Anopheles
sundaicus adalah penyebar malaria di Asia.
sebagai vektor malaria
2. Nyamuk aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa
virus dengue penyebab penyakit demam berdarah.
Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam
kuning (yellow fever), chikungunya, dan demam Zika yang
disebabkan oleh virus Zika. Penyebaran jenis ini sangat luas,
meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai
pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama
(primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa dan kota.
sebagai vektor penyakit demam berdarah
3. Lalat tse-tse
vii
lalat Tsetse memiliki beberapa perbedaan dengan lalat pada
umumnya. Selain kelopak matanya yang besar, lalat ini juga
memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki lalat lain, yaitu moncong
(proboscis) yang panjang seperti jarum pada bagian kepalanya.
Itulah sebabnya, lalat ini bisa “menggigit” seperti nyamuk Lalat
Tsetse adalah salah satu serangga yang bertanggung jawab atas
penyebaran penyakit tidur. Lalat ini dikenal sebagai inang dari
beragam parasit, termasuk Trypanosoma brucei yang menjadi
penyebab penyakit tidur. Ketika lalat Tsetse mengisap darah
seseorang, parasit T. brucei tersebut akan masuk ke dalam aliran
darah orang tersebut dan menyebabkan penyakit tidur
sebagai vektor penyakit tidur
viii
a) Rattus norvigicus (tikus riol )
b) Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
c) Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
2. Tikus kecil (mice) Contoh: Mussculus (tikus rumah).
ix
pelepah pohon pisang (Kusuma dan Sukendra, 2016). Diketahui bahwa
sumur (natural container) dan gentong (artificial container) merupakan
tempat yang paling bagus biasanya dalam perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti (WHO, 2009)
2.3.2. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan ditemukan hampir
diseluruh dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan
subtropis. penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan dunia
dan disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp. Diseluruh dunia ditemukan 2.000 spesies
Anopheles dan 60 diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di
Indonesia ada sekitar 80 spesies dengan 24 diantaranya terbukti
menularkan malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda
tergantung dari faktor seperti iklim, geografis, dan tempat
perindukannya. Malaria hidup sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat, misalnya nyamuk yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), disawah (Anopheles aconitus)
dan air bersih pegunungan (Anopheles maculatus).3 Kehidupan
nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada seperti
suhu, kelembapan, curah hujan, salinitas, derajat keasaman, oksigen
terlarut, tumbuhan air dan hewan air lainnya.
2.3.3. Filariasis(Kaki Gajah)
Filariasis adalah salah satu penyakit parasitik yang terabaikan
(neglected tropical diseases) yang disebabkan oleh cacing filarial
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang
menyerang saluran getah bening dan ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk. Filariasis merupakan masalah utama di bidang kesehatan
masyarakat (Sudomo, 2012). Kecacatan berupa pembesaran anggota
gerak seperti tungkai, tangan, kaki, grandula mammae dan skrotum
merupakan dampak dari penyakit filariasis, yang menyebabkan stigma
sosial serta penurunan produktivitas ekonomi bagi penderita, keluarga
x
dan masyarakat.(Hadayani, 2017; Ipa, 2017). Terdapat beberapa faktor
komplek yang mendukung dalam penularan filariasis yaitu agen
penyakit berupa cacing filaria, manusia sebagai host, lingkungan yang
merupakan faktor pendukung dalam perkembangbiakan vektor dan
nyamuk dewasa sebagai vektor utama penularan penyakit. Nyamuk
sebagai vektor penularan filariasis berperan penting dalam penyebaran
filariasis. Kepadatan nyamuk yang tinggi dan kebiasaan nyamuk betina
menghisap darah untuk mematangkan telur mendukung dalam
terjadinya infeksi mikrofilaria pada nyamuk (Santoso dan Hapsari,
2015)
2.3.4. Cikungunya
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk.
Nama penyakit berasal dari bahasa Swahili yang berarti “yang berubah
bentuk atau bungkuk”, mengacu pada postur penderita yang
membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat. Chikungunya tergolong
arthropod-borne disease, yaitu penyakit yang disebarkan oleh
arthropoda khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Nyamuk ini memiliki kebiasaan menggigit pada siang hari, sehingga
kejadian penyakit ini lebih banyak terjadi pada wanita dan anak-anak
dengan alasan mereka lebih banyak berada di rumah siang hari.
Penyakit ini ditandai dengan demam, myalgia, arthralgia, ruam kulit,
leukopenia, limfadenopati dan penderita mengalami kelumpuhan
motorik yang tidak permanen.1-3 Penderita Chikungunya umumnya
sembuh secara spontan dan diikuti dengan imunitas homolog yang
berlangsung lama, terjadinya serangan kedua oleh penyakit ini belum
diketahui. Infeksi yang tidak jelas sering terjadi, terutama pada anak-
anak. Pada saat terjadi wabah, poliartritis dan arthritis lebih sering
terjadi pada wanita dewasa dan pada orang-orang yang secara genetis
memiliki fenotip HLA (human leucocyte antigen) DR7 Gm a+x+b+.4
2.3.5. Pes
xi
Penyakit Pes atau Plague merupakan salah satu penyakit yang
tercatat dalam International Health Regulations (IHR) sebagai re-
emerging disease atau penyakit lama yang berpotensi muncul kembali
serta dapat menyebabkan wabah atau kejadian luar biasa. Di Indonesia
penyakit Pes menjadi salah satu penyakit yang tercantum dalam
Undangundang RI. No. 2 Tahun 1962 atau Undangundang Karantina
dan Epidemi. Hal tersebut disebabkan penyakit pes dapat
menimbulkan wabah yang serius dan berbahaya yang dapat
menimbulkan Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC) atau dalam istilah lain kedaruratan kesehatan masyarakat
yang meresahkan dunia internasional (Depkes RI, 2011)
Penyakit Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang
endemik pada rodent yang hidup di alam liar yang disebarkan oleh
gigitan pinjal. Penyakit pes secara alamiah bisa bertahan dan
terpelihara dalam rodent. Pinjal tikus adalah vektor utama penyebab
penyakit pes. Pes pada tikus serta rodent lain dapat menyebabkan
penularan pada manusia. Pinjal sebagai vektor utama penyakit pes
berperan menularkan bakteri Yersinia pestis yang terdapat di dalam
darah tikus yang terjangkit kepada hewan lain atau manusia melalui
gigitannya. Pinjal selain menjadi vektor utama pes juga bisa menjadi
vektor penyakit serius lain pada manusia yaitu penyakit murine typhus
yang dapat ditularkan dari tikus ke manusia (Mulyono, dkk, 2014
2.3.6. Rabies
Rabies atau yang dikenal juga dengan istilah “anjing gila”
adalah infeksi virus pada otak dan sistem saraf. Penyakit ini tergolong
sangat berbahaya karena berpotensi besar menyebabkan kematian.
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
a) Agent : virus rabies
b) Vektor : anjing, kucing dan kera (melalui gigitan)
Suatu virus mematikan yang menyebar ke manusia dari air liur hewan
yang terinfeksi.Rabies biasanya menyebar melalui gigitan hewan.
Binatang yang paling mungkin menyebarkan rabies antara lain anjing,
xii
kelelawar, anjing hutan, rubah, sigung, dan rakun. Gejalanya meliputi
demam, sakit kepala, kelebihan air liur, kejang otot, kelumpuhan, dan
kebingungan mental. Virus penyebab rabies ditularkan oleh anjing
melalui gigitan, cakaran, atau air liur. Namun, terdapat pula hewan lain
yang dapat membawa virus rabies dan menularkannya ke manusia,
seperti kucing, kera, musang, bahkan kelinci. Pada kasus yang
tergolong sangat jarang, penularan virus rabies juga dapat terjadi dari
manusia ke manusia, melalui transplantasi organ.
xiii
2.4.1. Lokasi
a) Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti benturan
sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah
gempah, dan sebagainya.
b) Tidak terletak pada daerah bekas rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti alur pendaratan penerbangan
2.4.2. Kualitas undara
kualitas udara ambien di lakukan di lingkungan perumahan
harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku
mutu lingkungan sebagai berikut :
a) Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdekteksi
b) Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maksimum 150 ug/m3
c) Gas SO2maksimum o,10 ppm
d) Debu maksimum 350 mm3/m2 perhari
e) Kebisingan dianjurkan 45 dB.A maksimum 55dB.A
f) Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik
2.4.3. Kualitas tahan di daerah perumahan dan pemukiman
a) Kandungan timah hitam (pb) maksimum 300 mg/kg
b) Kandungan arsenic (As) total maksimum
c) Kandungan cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d) Kandungan benzopyrene maksimum 1 mg/kg
2.4.4. Prasarana dan sarana lingkungan
a) Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga
dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b) Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan
vektor penyakit;
c) Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi
jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak
membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus
memiliki pagar pengaman, lampu penerangan, jalan tidak
menyilaukan mata;
xiv
d) Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air
yang memenuhi persyaratan kesehatan;
e) Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus
memenuhi persyaratan kesehatan
f) Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi
syarat kesehatan;
g) Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi,
tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan
lain sebagainya;
h) Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan
penghuninya;
i) Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
2.4.5. Vektor penyakit
a) Indeks lalat harus memenuhi syarat;
b) Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
2.4.6. Penghijauan P
epohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman
merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan
dan kelestarian alam. Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah
tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah
sebagai berikut :
2.4.7. Bahan bangunan
a) Tidak terbuat dari bahan dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, anatara lain : debu total kurang dari 150
mg/m2 asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per24 jam plimbum (pb)
kurang dari 300 mg/kg bahan
b) Tidak terbuat dari bahan yang dapt menjadi tumbuh dan
berkembanganya mikroorganisme patogen.
2.4.8. Komponen dan penataan ruangan
a) Lantai kedap air dan mudah di bersihkan
xv
b) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan
c) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
d) Berhubungan rumah 10 m da nada pangkalan petir
e) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dari peruntukanya
f) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
2.4.9. Pencahayaan
Penyahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas
penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
2.4.10. Kualitas udara
a) Suhu udara nyaman anatara 18-30 oC
b) Kelembapan udara 40-70%
c) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
d) Pertukarana udara 5 kaki 3/menit/penghuni
e) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam
f) Gas formaklehid kurang dari 120 mg/m3
g) Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal
10% luas lantai
h) Vector penyakit n : tidak ada lalat, nyamuk ataupun yang berserang
di dalam rumah
2.4.11. Penyediaan air
a) Tersedia sarana penyediaan air besih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang /hari
b) Kualitas air harus memenuhi persayaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum menurut permenkes 416 tahun 1990 dan
kepmenkes 907
3. Pembuangan limbah
a) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan
tahan.
xvi
b) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
bau, tidak mencemari permukiman tanah dan air tanah.
xvii
membahayakan kehidupan manusia. Ada beberapa cara pengendalian vektor
penyakit yaitu:
1. Pengendalian Vektor Terpadu(PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis
dan social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung
jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sektor dan
program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas
pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan
kesinambungannya.Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT):
a) Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau
cara pengendalian
b) Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari
satu penyakit tular vector
c) Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal
dan saling menguntungkan.
2. Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor
menggunakan
prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan
dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan
melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya
yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
Prinsip-prinsip PVT :
1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi
vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan
prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence
based)
2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif
berbagai sector dan program terkait, LSM, Organisasi profesi,
dunia usaha /swasta serta masyarakat.
xviii
3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan
penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida
secara rasional serta bijaksana
4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi
dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya
untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat
perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan
mekanik.
Contohnya:
a) modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat
perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman
bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
b) Pemasangan kelambu
c) Memakai baju lengan panjang
d) Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk
(cattle barrier)
a. Pemasangan kawat
2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
a) predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
b) Bakteri, virus, fungi
c) Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll).
3. Metode pengendalian secara kimia
a) Surface spray (IRS)
b) Kelambu berinsektisida
c) larvasida
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan
sebagai pegangan sebagai berikut :
xix
1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara
pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak
merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan
ekologi terhadap tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001).
Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan
memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector.
Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama.Pengendalian terapan
(applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi kesehatan
manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
1. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation
improvement)
2. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu
dengan modifikasi/manipulasi lingkungan
3. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan
memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
4. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan
karantina
5. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
(Afrizal, 2010)
xx
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
perumahan berada dan merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
(pasal 1 ayat 2)
Menurut Doxiadis(1946) Perumahan (housing) adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang belum dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Pengertian Pemukiman Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal
3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk
Kesehatan perumahandan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisif, kimia,
dan biologic di dalam rumah, di lingkungan dan perumahan, sehingga
memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Persyaratan kesehatan perumahandan lingkungan pemukiman adalah adalah
ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi
penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan atau masyarakat
sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor
maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku
masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal
sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka
kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,
keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat
meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya
xxi
adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang
belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
3.2. Saran
1. Di sarankan agar masyarakat lebih mentaati peraturan yang sudah di
tetapkan oleh pemerintah mengenai kesehatn lingkungan serta bisa
menghidari maslah-masalah vector penyakit di perumahan pemukiman
dan perkotaan.
xxii
DAFTAR PUSTAKA
Kazwaini M.2015. Jenis Dan Status Anopheles Spp. Sebagai Vektor Potensial
Malaria Di Pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur,(
https://media.neliti.com/media/publications/81742-ID-jenis-dan-status-anopheles-
spp-sebagai-v.pdf) di Akses 26 September 2020
xxiii
Pratama G.Y.,2015.Nyamuk Anopheles Sp Dan Faktor Yang Mempengaruhi Di
Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan.
(https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/496/497)
.di Akses 26 September 2020
Anggraini TS, Cahyati WH. Perkembangan Aedes Aegypti pada Berbagai PH Air
dan Salinitas Air. Higeia Journal of Public Health Research and Development. 1
(3), 2017: hlm 1-10.
Arduino MB, Mucci LF, Serpa LLN. Effect of Salinity on the Behaviour of Aedes
Aegypti populations from Coast and Plateau of Southheasternn Brazil. Journal
Vector Borne Disease. 52, 2015: hlm 79-87.
xxiv
Jata D, Putra NA, Pujastawa IGB. Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Demem
Berdarah Dengue di Wilayah Puskesmas I Denpasar Selatan dan Puskesmas I
Denpasar Timur. Ecotrophic. 10(1), 2016.
Permenkes N0. 50 tahun 2017 (2017) ‘Standar dan Baku Mutu Kesehatan dan
Binatang Penyakit Serta Pengendaliannya’, Jakarta: Departemen Kesehatan RI
xxv
“Upaya pengendalian masalah vektor penyakit perumahan,
pemukiman & perkotaan”
Disusun oleh :
Kelompok 6
Virginia Pontoh 18111101127
Syahraena Hemeto 18111101184
Victoria Terok 18111101189
xxvi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa. Karena atas rahmat yang diberikan oleh-NYA penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Upaya pengendalian masalah vektor penyakit perumahan,
pemukiman & perkotaan” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah KESEHATAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN & PERKOTAAN
Kelompok 6
xxvii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
DAFTAR PUSTAKA
xxviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari
dinamika hubungan interaktif antara sekolompok manusia atau masyarakat
dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari
upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya (Chandra,2007).
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau
menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. vektor yang berperan
sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropoda borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector borne diseases yang merupakan penyakit
yang penting dan seringkali bersifat endemis dan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan sampai kematian (Permenkes R.I No. 374, 2010).
Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis
yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya
pengendalian atas penyebaran vektor” (Permenkes R.I No. 374, 2010). Upaya
pemberantasan dan pengendalian penyakit menular seringkali mengalami
kesulitan karena banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit
menular tersebut. Lingkungan hidup di daerah tropis yang lembab dan bersuhu
hangat menjadi tempat hidup idealbagi serangga yang berkembangbiak. Selain
dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan vektor pembawa penyakit,
keberadaan serangga juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa
aman bagi masyarakat (Soedarto, 2009)
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat
dari segi kesehatannya tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit”.
xxix
1.2 Rumusan masalah
xxx
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengendalian vektor Bemam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue atau disingkat DBD disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegipty berkelamin betina.
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis,
dan menjangkit luas di banyak Negara di Asia Tenggara.
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada
tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya
meninggal dunia dengan angka kematian 41,3% dan sejak saat, penyakit ini
menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Melihat dari banyaknya kasus DBD yang terjadi, program pencegahan dan
pengendalian penyakit ini pun terus digalakkan dengan tujuan menekan rantai
penularan virus dengue tersebut. Beberapa program yang sedang barjalan yaitu
Juru Pemantau Jentik (Jumantik), pemberantasan sarang nyamuk (PSN) program
3M Plus, fogging dan kegiatan lainnya.
Upaya pengendalian penanggulangan DBD di Indonesia diperlukan
strategi pengendalian DBD. Berdasarkan visi, misi kebijakan dan tujuan
pengendalian DBD, maka strategi yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upya
pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif
masyarakat, maka berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya
dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagi media
massa maupun secara berkelompok atau individual atau dengan
memperhatikan aspek social budaya yang lokal spesifik.
2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja,
peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh
sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun
xxxi
pelaku potensional merupakan langkah awal dalam menggalang,
meningkatkan, dan mewujudkan kemitraan. Jeajring kemitraan
diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai
sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala
sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan
penilaian melalui wadah kelompok kerja oprasioanal di berbagai tingkatan
administrasi.
3) Peningkatkan profesionalisme pengelola program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan program pengendalian DBD.
4) Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kagiatan pengendalian
DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui bidang kesehatan
5) Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko
penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan akibat infeksi dengue/DBD.
xxxii
Penanggulangan DBD di Indonesia juga dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengendalian vector. Pengendalian Vektor adalah upaya
menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat
perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,
mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai
penularan penyakit Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,
permukiman,habitat perkembangbiakan) lingkungan sosial-budaya
(Pengetahuan Sikap danPerilaku) dan aspek vektor.Pada dasarnya metode
pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalahdengan melibatkan peran
serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metodepengendalian vektor cara
lainmerupakan upaya pelengkap untuk secara cepatmemutus rantai penularan.
Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)IVM
merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHOuntuk
mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor olehberbagai
institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebihdifokuskan pada
peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatanPokjanal DBD, Kegiatan
PSN anak sekolah, dll.Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBDPada
saat KLB, maka pengendalian vektor harus dilakukan secara cepat,tepat dan
sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnyapenularan.
Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan dataKLB, dengan
tiga intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan denganfogging/ULV,
PSN dengan 3 M plus, larvasidasi dan penyuluhanpenggerakan masyarakat
untuk meningkatkan peran serta.
xxxiii
manusia karena selain dapat mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap.
Kecoa adalah salah satu insekta yang termasuk ordo Orthoptera (bersayap
dua) dengan sayap yang di depan menutupi sayap yang di belakang dan
melipat seperti kipas. Kecoa terdiri dari beberapa genus yailu Blatella.
Periplaneta. B/alta. Supella.dan Blaberus. Beberapa spesies dari kecoa
adalah Blatelta Germanica, Periplaneta Americana,Periplaneta
Australasiae, Periplaneta Fuliginosa, Blatta Orientalis, dan Supella
Longipalpa. Kecoa merupakan salah satu insect yang menjadi vector
penular penyakit. Penularan penyakit dapatterjadi saat mikroorganisme
palogen tersebut terbawa oleh kaki alau bagian lubuh lainnya darikecoa,
kemudian melalui organ tubuh kecoa, mikroorganisme sebagai bibit
penyakil tersebut mengkontaminasi makanan. Selain itu pula kecoa dapat
menimbulkan reaksi-reaksi alergi sepertidermatitis, gatal-gatal, dan
pembengkakan kelopak mata. Habitat hidup kecoa biasanya dalam retak-
retak atau lubang-lubang pada dinding atau lantai rumah, dalam got-got
dan riool-riool, kecoa biasanya aktif pada malam hari di dapur di tempat
sampah di saluran air yang dimana pada umumnya menghindari cahaya
matahari dan berada di tempat yang bersuhu rendah (Devi, 2004).Dilihat
dari kehidupannya kecoa sangatlah merugikan bagi kesehatan masyarakat
karena banyaknya penyakit dan masalah yang di timbulkan. Untuk
mengurangi populasi kecoa yang adadan mengurangi kejadian penyakit
yang diakibatkan oleh adanya kecoa maka perlu diadakannya tindakan
pengendalian kecoa yang dapat mengendalikan vector ini agar tidak
menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat
xxxiv
dan paling sering diderita oleh anak berumur 5 sampai 9 tahun.
Penyakit ini dihantarkan oleh kecoa melalui makanan yang
dihinggapinya, buruknya lingkungan dan kurangnya rasa
peduliakan kebersihan akan membuat penyakit ini sulit untuk di
deteksi
Diare
Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami
rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses
yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3,
diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan
juga membunuh lebihdari 1,5 juta orang per tahun.
Kolera
Kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di
saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium Vibrio
cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuhmelalui air
minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau
dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar,terutama kerang.
Gejalanya termasuk diare, perutkeram, mual, muntah, dan
dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi.
Kalaudibiarkan tak terawat kolera memiliki tingkat kematian
tinggi. Perawatan biasanya denganrehidrasi agresif “regimen”
biasanya diantar secara intravenous, yang berlanjut sampaidiare
berhenti.
Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin (racun), seperti
kimia atau obat ataupunagen penyebab infeksi. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut“hepatitisakut”, hepatitis
yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis kronis
Asma
Kecoa pun sangat berbahaya bagi penderita asma disebabkan oleh
kotoran dari kecoa dapatmenyebabkan dan memperparah penyakit
asma.
xxxv
UPAYA PENGENDALIAN
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul
telur dankecoa :
1. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :Mekanis yaitu
mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-
celahalmari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan
membakar/dihancurkan
2. Pemberantasan Kecoa
3. Menutup celah- celah dnding
4. Sanitasi, cara ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal
kecoa antara lain,membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di
lantai atau rak, segera mencuciperalatan makan setelah dipakai,
membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadipersembunyian
kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture,
dantempat tersembunyi lainnya
5. Pengendalian dengan insektisida
xxxvi
selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia.Angka kesakitan penyakit ini pun masih
cukup tinggi, terutama didaerah Indonesia bagian timur
Upaya pengendalian
xxxvii
Memperhatikan sifat topografi (daerah datar, daerah bergunung, sumber
air seperti sungai, danau, rawa-rawa, dan sumur, tempat perindukan
vector)
2. Pementaan tempat perindukan
Hal yang dapat harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah sifat dan
perilaku vector malaria yang menyukai tempat peristirahatan yang dingin,
gelap, dan basah, setelah mengigit penjamu. Dengan begitu pada tahapan
kegiatan ini, pengendalian vector akan mampu menyebar tempat-tempat
perindukan vektormalaria disetiap wilayah/desa. Berikut lokasi-lokasi yang
menjadi tempat sasaran dalam mengendalian vector malaria.
Letak tempat perindukan yang positif jentik dan yang potensial
Jumlah tempat perindukan
Tipe tempat perindukan
Luas tempat perindukan
xxxviii
Pelatihan bertujuan agar SDM (sumber daya manusia) khususnya masyarakat
setempat akan mampu melakukan pengendalian vector dengan baik dab
benar.
xxxix
a. Untuk daerah yang masih bersifat sensitive terhadap klorokuin makan untuk
menekan agar tidak timbul malaria pada orang-orang yang imun yang
tertinggi atau berkunjung ke daerah endemis malaria diberikan pengobatan
sebagai berikut: klorokuin (Aralen, 5 mg basa/kg bb, 300 basa atau 500mg
klorokuin fosfat untuk orang dewasa) diberikan seminggu sekali atau
hidroksi klorokuin (praquenil 5 mg basa/kg bb-dosis dewasa 310 mg basa
atau 400 mg dalam bentuk garam). Obat ini harus diteruskan dengan dosis
dan jadwal yang sama sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan tempat
endemis.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah dimana P. falciparum sudah terhadap klorokuin (Asia
Tenggara, Afrika bagian sub Saharaa, didaerah hutan hujan di Amerika
bagian selatan dan pulau pasifik barat) direkomendasikan untuk memberikan
meflokuin (5mg/kg/bb/minggu). Untuk mencegah malaria pemberian obat
dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum
mengadakan perjalanan ke tempat tersebut dan dilanjutkan setiap minggu
selama dalam perjalanan atau tinggal didaerah endemis malaria dan selama 4
minggu kembali didaerah tersebut.
xl
seperti lengan, payudarah dan alat kelamin wanita akibatnya penderitaan
tidak dapat bekerja secara optimal.
Badan kesehatan dunia (WHO) mengumumkan bahwa beberapa negara
berkembang seperti India, Nigeria, Bangladesh dan di Indonesia masih
rawan terhadap perkembangan penyakit filariasis atau kaki gajah. WHO
mencermati penyakit kaki gajah ini masih harus diwaspadai karena
diperkirakan sekitar 120 juta orang yang berada dinegara tropis dan
subtropics terinfeksi penyakit tersebut, sedangkan menurut Widoyono
penyakit kaki gajah terdapat hampir diseluruh dunia terutama didaerah
tropis, telah terinfeksi 120 juta penduduk di 83 negara, sedangkan di Asia
filariasis menjadi penyakit endemil di Indonesia. Myanmar, India dan
Srilangka. Di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun
2000-2004 terdapat lebih dari 8000 penderita klinis kronis filariasis yang
tersebar di selurun provinsi, secara epidemiologi data ini mengindikasikan
lebih dari 60 juta penduduk Indonesia berada di daerah yang berisiko
tinggi tertular filariasis dengan 6 juta penduduk diantarannya telah
terinfeksi
xli
1. Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam
program pemberantasan penyakit menular.
2. Melakukan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan
program eliminasi filariasis limfatik global dari WHO yaitu
memutuskan rantai penularan filariasis dan mencegah (implementasi
unit) eliminasi filariasis adalah kabupaten/kota
3. Satuan lokasi pelaksanaa (implementasi unit) eliminasi filariasis
4. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, provinsi dan negara
BAB III
xlii
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
xliii
Rencana Strategis 2005-2009. 2005.Program Pencegahan danPemberantasan
Demam Berdarah Dengue. Direktorat Pengendalian Penyakit danPenyehatan
Lingkungan, Kemenkes RI.
Achmadi, U.F. 2010. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah.Buletin
Jendela Epidemiologi.2 Agustus. Jakarta
Dwita,diah.2008.Bab II Tinjauan Pustaka. Retrieved
fromhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-diahdwitap-
488-3-bab2.pdf.Diakses pada tanggal 17 Mei 2015USU.(n.d).Bab I Pendahuluan.
Retrieved fromhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34085/5/Chapter
%20I. Retrieved fromhttp://digilib.unila.ac.id/3807/13/BAB%20I.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2017Nuraini,Devi. 2004.
PEMBERANTASAN ARTHOPODA YANG PENTING DALAM
HUBUNGANDENGAN KESEHATAN MASAYRAKAT.
Retrievedfromhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3674/1/fkm-
devi.pdf.Diakses pada tanggal 17Mei 2015Sembel,
Dantje T. 2008. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta : Andi
xliv
“Sanitasi pemukiman dan perkotaan:rumah dan
pemukiman sehat ”
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Evangeline Warouw 17111101071
Lingkan R.H. Boimau 18111101007
Diqna Dwi Noventi 18111101010
Putri G.Wongkar 18111101037
Manado,September 2020
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
DAFTAR PUSTAKA 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
6
6. Apa saja prinsip lingkungan sehat?
7. Bagaiman cara menentukan penilaian rumah sehat?
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi keadaan perumahan?
9. Apa saja hubungan rumah dan kesehatan?
10. Apa saja hubungan antara rumah yang terlalu sempit dan kejadian
penyakit?
7
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pengertian diatas makan dapat dikatakan rumah sehat adalah rumah yang
memungkinkan para penghuninya dapat mengembangkan dan membina fisik mental
maupun sosial keluarga.
Menurut WHO :
- Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial
budaya, bukan hanya keadaan yang bebas penyakit dan kelemahan (kecacatan).
· Menurut UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman :
- Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan.
- Rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia.Rumah dapat
menjadi :
1. Tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar
2. Menyatukan sebuah keluarga
3. Meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia
8
4. Menjadi bagian dari gaya hidup manusia.
Rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk
beristrahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun
social (Hermawan, 2010).
Prasarana lingkungan meliputi:
e Drainase,
.
f Persampahan, dll.
.
b. Fasilitas sosial, yang terdiri dari tempat peribadatan, tempat pertemuan, lapangan
olahraga/ruang terbuka/tempat bermain, dan perbelanjaan.
Fungsi rumah bagi manusia yang diposkan oleh Suhadi (2007) yang dikutip dari Azwar
adalah:
1. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melasanakan kewajiban
sehari-hari.
2. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi
segenap anggota keluarga yang ada.
3. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
9
4. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki yang masih dirasakan hingga saat ini.
5. Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki,
yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.
Memberi perlindungan dari penyakit menular, mencakup pelayanan air bersih, sanitasi,
persampahan, drainase, hygiene perseorangan dan pemukiman, kemanan makanan,
bangunan yang aman terhadap tranmisi penyakit
a. Meningkatkan perlindungan terhadap kecelakaan dan penyakit kronis dengan
memperbaiki kontruksi dan bahan bangunan rumah, pencemaran di dalam rumah,
penggunaan rumah sebagai tempat kerja.
b. Memberi perlindungan terhadap penyakit kejiwaan dengan mengurangi tekanan
jiwa dan sosial akibat rumah.
c. Meningkatkan kesehatan dalam lingkungan perumahan dengan memperhatikan
ketersediaan pelayanan keperluan sehari-hari dan pekerjaan dekat rumah.
d. Meningkatkan pemanfaatan rumah sehingga dapat meningkatkan kesehatan, yaitu
pemanfaatan rumah dapat memberi dampak kesehatan yang maksimum pada
penghuninya.
e. Memberi perlindungan terhadap populasi yang menyandang resiko tinggi, yakni
anak-anak dan wanita, masyarakat dengan rumah substandard, masyarakat yang
tersisih dan mobil, manula, penderita penyakit kronis dan yang cacat.
f. Penyebarluasan pentingnya aspek kesehatan rumah sehingga yang berwenang
dapat memasukkan aspek-aspek kesehatan tersebut ke dalam kebijakan
pembangunan pemukiman.
g. Meningkatkan kebijakan sosial ekonomi yang menunjang tata guna tanah dan
pemukiman sehingga kesehatan fisik, mental dan sosial dicapai secara maksimal.
h. Meningkatkan proses pembangunan sosial ekonomi; mulai dari perencanaan,
pengelolaan, pengaturan tata guna tanah derah urban, peraturan pemukiman,
desain dan kotruksi rumah, pelayanan terhadap masyarakat dan pemantauan yang
kontinu.
i. Meningkatan penyuluhan serta kualitas profesi kesehatan masyarakat dan profesi
yang membangun pemukiman; penyediaan perumahan dan penggunaan rumah
untuk meningkatkan kesehatan.
j. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pemukiman
secara swadaya, gotong royong dan koperatif (Slamet, 2011).
Dinding rumah yang terbuat dari tembok adalah baik. Pada dasarnya dinding yang terbuat
dari tembok untuk kondisi geografis beriklim tropis khususnya kurang cocok karena
selain mahal dari segi ekonomi juga kurang mendapatkan penerangan alamiah yang cukup
apalagi bila ventilasinya tidak optimal.
2.4.3 Atap
Atap rumah yang terbuat dari genteng umumnya dipakai untuk daerah perkotaan maupun
pedesaan. Atap dari genteng sangat cocok untuk daerah beriklim tropis seperti di
Indonesia ini karena dapat menciptakan suhu yang sejuk dalam rumah. Atap dari seng
dan asbes sebaiknya tidak digunakan, karena selain mahal juga menimbulkan suhu panas
didalam rumah (Mukono, 2000).
2.4.4 Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
pertukaran aliran udara dalam rumah tersebut agar tetap segar dan optimal. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan untuk penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi dalam rumah akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang
berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Fungsi kedua adalah untuk
membebaskan udara dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen. Ada dua macam
ventilasi yakni ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.
Ventilasi alamiah adalah di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara
alamiah melalui jendela, lubang angin maupun lubang yang berasal dari dinding dan
sebagainya. Ventilasi buatan adalah ventilasi yang menggunakan alat khusus untuk
mengalirkan udara, misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara (AC). Ventilasi
yang baik berukuran 10% sampai 20% dari luas lantai. Ventilasi yang baik akan
memberikan udara segar dari luar, suhu optimum 22-24°C dan kelembapan 60%
(Kusnoputranto dan Suzanna, 2000).
2.4.5 Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan pencahayaan dari cahaya yang cukup dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk dalam rumah akan menyebabkan berkembangnya
beberapa bakteri, karena dalam hal ini pencahayaan yang kurang akan menjadi media
yang sangat baik untuk berkembang biaknya bakteri-bakteri tersebut khususnya bakteri
patogen. Serta akan menimbulkan beberapa masalah kesehatan atau penyakit.
Cahaya dapat digolongkan menjadi dua yakni: cahaya alamiah yang bersumber dari sinar
matahari dan cahaya buatan yang bersumber dari lampu. Cahaya matahari sangat penting
karena dapat membunuh bakteri patogen dalam rumah. Perlu diperhatikan ketika
membuat jendela sebaiknya diusakahan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam
ruangan secara langsung atau tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela selain
sebagai jalan pertukaran udara dalam rumah juga sebagai jalan masuknya cahaya. Cahaya
bbuatan menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu, minyak tanah,
listrik, api dan sebagainya.
11
Minimal cahaya yang masuk adalah lebih dari 60 lux dan tidak menyilaukan sehingga
cahaya matahari dapat membunuh bakter-bakteri patogen (Kusnoputranto dan Suzanna,
2000).
2.4.6 Sarana Penyediaan Air
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian besar
terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk
anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter
per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Untuk keperluan air minum dan masak air harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
(Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,
jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air
tercemar (Depkes RI, 2000).
Macam-macam sumber air minum antara lain : (1). Air permukaan adalah air yang
terdapat pada permukaan tanah. Misalnya air sungai, air rawa dan danau; (2). Air tanah
yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam.
Air dalam tanah adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang
dalam. Misalnya air sumur, air dari mata air; (3). Air angkasa yaitu air yang berasal dari
atmosfir, seperti hujan dan salju (Slamet, 2002). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah: (1). mengambil air dari sumber air yang bersih; (2).
mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan
gayung khusus untuk mengambil air; (3). memelihara atau menjaga sumber air dari
pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air
minum dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan sampah dan air
limbah harus lebih dari 10 meter; (4). mengunakan air yang direbus;
(5). mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup
Anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi
dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan
keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota
dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan
sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa (Entjang,
2000).
13
2.4.8 Jenis Lantai Rumah
Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu,
dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2003).
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai
harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik
kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Depkes, 2002). Jenis lantai
rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan kejadian diare pada
anak balita, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah, dinilai
dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab
bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit
pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen,
dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah
untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah (Sanropie, 1989).
2.4.9 Sampah
Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak terpakai lagi oleh manusia
atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan
dibuang. Pengelolaan sampah yang baik adalah dengan cara dikumpulkan dan kemudian
dilakukan pengangkutan. Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing
rumah tangga yang dalam hal ini menghasilkan sampah. Selanjutnya untuk kemudian
dilakukan pemusnahan. Hal ini dilakukan untuk sampah yang berbentuk sampah padat,
yakni bisa dilakukan pembakaran dalam tungku pembakaran, ditimbun dalam tanah,
maupun dibuat pupuk. Dengan demikian akan tercipta lingkungan dalam rumah yang
bersih dan menyehatkan (Evierni dkk,
2010).
2.4.10 Air Limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari limbah rumah
tangga. Pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan manusia serta mencemari lingkungan hidup. Cara pengelolaan
air limbah dapat dilakukan dengan cara yang sederhana yakni dengan melakukan
pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran ini dilakukan untuk menurunkan konsentrasi
dari air limbah itu sendiri, kemudian baru dibuang.
Cara lain adalah dengan membuat kolam oksidasi. Pada umumnya cara ini adalah
memanfaaatkan cahaya langsung dari sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen
dalam pembersihan secara alamiah. Cara selanjutnya adalah dengan membuat saluran
irigasi yakni dengan membuat parit terbuka untuk saluran pembuangan air limbah. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar air limbah meresap terlebih dahulu kedalam parit-parit
terbuka yang dalam hal ini terbuat dari galian tanah sehingga lingkungan sekitar tidak
akan tercemar (Evierni, 2010).
14
2.4.11 Kepadatan Hunian Tempat Tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang
tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun (Depkes RI,
1999).
2.4.12 Kelembaban
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh
seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban
dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari
70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar
akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban
udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan
adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis
penyakit pernafasan (Vita Oktaviani, 2005).
Rumah
Konstruksi rumah yang kuat sebaiknya tidak menggunakan asbes, hal ini bertujuan untuk
menghindari bahaya kebakaran dan pencegahan kemungkinan kecelakaan misalnya jatuh
atau kecelakaan mekanik lainnya. Tiga indikator rumah rumah sehat yang dinilai yakni
meliputi, higiene rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni dengan rician sebagai
berikut: (1). Kelompok higiene rumah meliputi: langit-langit, dinding, lantai, jendela
kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap
dapur dan pencahayaan; (2). Kelompok sarana sanitasi meliputi: sarana air bersih, sarana
pembuangan kotoran, sarana pembuangan sampah, dan sarana pembuangan air limbah;
(3). Kelompok perilaku penghuni meliputi: membuka jendela kamar tidur, membuka
jendela keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke
jamban dan membuang sampah pada tempat samapah (Evierni, 2010).
15
2.5 Prinsip Rumah Sehat
1. Lantai dan dinding harus kering (tidak lembab) dan mudah dibersihkan. Agar
tetap kering, maka lantai harus:
a) Terbuat dari bahan bangunan yang tidak menghantar air tanah ke permukaan
lantai (kedap air).
b) Berada lebih tinggi dari halaman luar dengan ketinggian lantai minimal sebagai
berikut:
- 10 cm dari pekarangan
- 25 cm dari permukaan jalan
16
Gambar 1.6 Lantai Rumah Panggung
2. Ventilasi/jendela yang cukup agar udara dalam ruangan dapat selalu mengalir.
Luas bukaan jendela minima 1/9 luas ruang lantai.
4. Letak rumah yang baik adalah sesuai dengan arah matahari (timur-barat) agar
penyinaran sinar matahari dapat merata dari jam 08.00 – 16.00.
17
Gambar 1.9 Letak dan Arah Rumah
B. Pengaturan ruang-ruang:
18
a) Penyediaan macam ruangan dalam rumah harus mencukupi, sesuai dengan kebutuhan.
Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan sebagai berikut:
- Ruang tidur
- Ruang makan
- Ruang tamu
- Dapur
- Kamar mandi dan kakus
b) Ruang-ruang diatur sesuai dengan fungsinya. Ruang dengan fungsi yang berhubungan
erat diletakan berdekatan agar pencapaiannya lebih mudah dan kegiatan dapat berjalan
lancar
Jika ruangan terbatas, suatu ruangan dapat dimanfaatkan untuk beberapa fungsi. Misalnya
ruang makan dapat juga dimanfaatkan sebagai ruang keluarga dan ruang belajar.
C. Penataan ruang
1) Kamar tidur
Sinar matahari pagi bisa masuk, maka luas jendela minimal 1/9 luas ruangan.
Jangan terlalu banyak perabot dalam ruangan tidur, agar udara dapat mengalir
dengan baik. Cukup sebuah lemari, tempat tidur, dan meja bila diperlukan atau
mengefisiensikan dinding menjadi bagian elemen perabot rumah tangga, seperti
lemari pakaian yang disatukan fungsinya dengan meja belajar dan lain-lain.
2) Ruang makan
Selain digunakan untuk kegiatan makan, biasanya juga berfungsi sebagai tempat
dan ruang keluarga. Harus mempunyai penerangan alami dan penerangan buatan
yang cukup dengan memberi bukaan jendela yang menghadap ke arah luar.
3) Dapur
Dapur berhubungan dengan api, maka harus:
- Mempunyai lubang bukaan/jendeka yang cukup.
- Dinding sekitar kompor/tungku dilapisi seng atau bahan tahan api, terutama untuk
dinding kay atau bambu.
19
- Sediakan karung yang mudah dibasahi dan ember berisi air didekat kompor/tungku
sebagai salah satu upaya penanggulangan pertama bila kompor/tungku terbakar.
Harus tersedia sumber air bersih yang menjadi sumber air minum bagi masyarakat di
lingkungan permukiman. Jika sumber air di sekitar lingkungan permukiman tidak
memenuhi syarat untuk diminum, harus dilakukan penjernihan air terlebih dahulu.
Salah satu contoh penjernihan air, yaitu penjernihan air dengan menggunakan biji
kelordengan tahapan sebagai berikut:
c) Masukan larutan tepung biji kelor tadi ke dalam tong pengaduk/pengendap, yang
telah diisi air baku, kemudian diaduk dengan memutar batang pengaduk selama 5-10
menit bertahap mulai cepat kemudian perlahan-lahan;
2) Air kotor
20
Saluran untuk air buangan dibedakan menjadi:
c) Saluran air bekas mandi dan cuci Terbuka dan dialirkan menuju ke saluran
lingkungan
d) Saluran air koto dari kakus Tertutup, disalurkan menuju cubluk atau tangki septic
untuk kemudian cairannya dialirkan ke sumur peresapan atau penyaringan yang
selanjutnya dapat dibuang ke badan air yang ada (sungai dan lain-lain)
e) Penanganan Sampah
Sampah harus dibuang pada tempatnya karena jika dibuang sembarangan dapat
merusak lingkungan,menyumbat saluran air yang dapat menyebabkan banjir.
21
.
Gambar 23
1. Penanganan Sampah
22
3) Manfaat Pekarangan
Halaman rumah sebaiknya ditanami tanaman yang bermanfaat, seperti
sayursayuran, tanaman untuk obat-obatan (apotik hidup), pohon
rindang sebagai peneduh, dan lain-lain.
Dalam hal rumah sehat, persentase pelayanan kesehatan dan keturunan diabaikan,
sedangkan untuk penilaian lingkungan dan perilaku ditentulan sebagai berikut :
1. Bobot komponen rumah ( 25/80 x 100%) : 31
2. Bobot sarana sanitasi (20/80 x 100%) : 25
3. Bobot perilaku (35/80 x 100%) : 44
Penentuan kriteria rumah berdasarkan pada hasil penilaian rumah yang merupakan
hasil perkalian antara nilai dengan bobot, dengan criteria sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat : 80 -100 % dari total skor.
2. Tidak memenuhi syarat : < 80 % dari total skor.
3. Faktor lingkungan dimana masyarakat itu berada, baik lingkunagn fisik, biologis
ataupun sosial.
Suatu daerah dengan lingkungan fisik berupa pegunungan, tentu saja
perumahannya berbeda dengan perumahan di daerah pantai, demikian pula perumahan di
daerah beriklim panas, berbeda dengan perumahan di daerah beriklim dingin. Demikian
pula lingkungan sosial, seperti adat istiadat, kepercayaan dan lain sebagainya banyak
memberikan pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan.
4. Kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama teknologi pembangunan.
Masyarakat yang telah maju teknologinya, mampu membangun perumahan yang
lebih komplek dibandingkan dengan masyakat yang masih sederhana.
5. Kebudayaan
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka ragam kebudayaan
sehingga menyebabkan corak model rumah dari tiap daerah berbeda sesuai dengan adat -
istiadatnya.
25
7) Gunakan obat anti nyamuk yang aman
4. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan rumah sehat di Desa Duwet
Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo dengan nilai P-value (0,099), hasil uji
menunjukkan p > 0,05 maka Ha ditolak.
26
(atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matrik
ternormalisasi R.
Hasil akhir diperoleh dari hasil perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks
ternormalisasi R dengan vector bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih
sebagai alternative terbaik (Ai) sebagai solusi .
Dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) lebih efektif dan efesian
untuk digunakan dalam penilaian rumah sehat dikabupaten pringsewu
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, pengetahuan rumah
sehat teramasuk kriteria tinggi, status sosial ekonomi termasuk kriteria rendah,
dan kualitas rumah tinggal termasuk kurang baik. Kedua, uji korelasi antara
pengetahuan rumah sehat dengan kualitas rumah tinggal yang menunjukkan r
hitung sebesar 0,582 dengan taraf signifikansi 5%, N=92, diperoleh α 0,207.
Karena r hitung (0,582) > r tabel (0,207) maka ada hubungan dan jika dilihat
interpretasi korelasinya berada pada rentang (0,40-0,599) sehingga termasuk
dalam kategori sedang. Ketiga, uji korelasi antara status sosial ekonomi dengan
kualitas rumah tinggal yang menunjukkan nilai r hitung sebesar 0,609 dengan
taraf signifikansi 5%, N=92, diperoleh α 0,207. Karena r hitung (0,609) > r tabel
(0,207) jika dilihat interpretasi korelasinya berada pada kategori (0,60-0,799)
sehingga termasuk dalam kategori kuat. Keempat, uji korelasi antara pengetahuan
rumah sehat dan status sosial ekonomi dengan kualitas rumah tinggal yang
menjukkan r hitung sebesar 0,714 dengan taraf signifikansi 5%, N=92, diperoleh
α 0,207. Karena r hitung (0,714) > r tabel (0,207) maka ada hubungan dan jika
27
dilihat interpretasi korelasinya berada pada kategori (0,60-0,799) sehingga
termasuk dalam kategori kuat. Kelima, pengetahuan rumah sehat penduduk
semakin tinggi maka kualitas rumah tinggalnya belum tentu semakin baik, tetapi
jika status sosial ekonomi penduduk semakin tinggi maka kualitas rumahnya
semakin baik. Sehingga jika ingin meningkatkan kualitas rumah tinggal maka
status sosial ekonomi penduduk harus ditingkatkan.
Berdasarkan hasil penyajian data dan pembahasan yang telah peneliti lakukan, dapat
disimpulkan bahwa Penerapan Nilai-Nilai PHBS Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan
Sungai Bangkong Kota Pontianak dari ketiga informan tersebut dapat dikategorikan baik
namun penerapannya masih belum maksimal. Dengan indikasi yang peneliti dapatkan
bahwa ke nilai-nilai PHBS tersebut ada yang telah diterapkan dengan baik dan berjalan
dengan baik dan ada pula yang masih diterapkan dengan belum maksimal oleh tiap
keluarga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan nilai tersebut berjalan
dengan baik sesuai cara pandang informan masing-masing. Hanya saja masih kurangnya
pengetahuan ketiga informan tentang apa dan bagaimana penerapan PHBS yang sesuai,
seperti penerapan terhadap rumah bebas asap rokok serta penerapan memberantas jentik
nyamuk sesering mungkin dan juga pentingnya mengkonsumsi buah-buahan setiap
harinya. Disini maka perlu adanya peningkatan peningkatan kerja dari tenaga kesehatan
untuk mensosialisasikan pentingnya PHBS tatanan rumah tangga sehingga mereka yaitu
28
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilainilai dan
Indikator PHBS Pada Tatanan Rumah Tangga agar tercipta keluarga yang ber-PHBS
sesuai dengan sasaran pemerintah.
Berdasarkan analisis data dan temuan di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara sikap, ketersediaan sarana dan prasarana, dukungan keluarga terhadap
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga dimana variabel
yang paling berpengaruh adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Sedangkan tidak ada
pengaruh antara pengetahuan, pendapatan keluarga, aksesibilitas, penyuluhan kesehatan
terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan Rumah Tangga.
Hasil penelitian dan pembahasan mengenai identifikasi faktor risiko masalah kesehatan
berbasis lingkungan di wilayah Pesisir Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan tahun 2017, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Gambaran masalah tempat pembuangan sampah, yang memiliki tempat
pembuangan sampah lebih banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak
113 responden (97,4%) sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 3 responden
(2,6%). Gambaran masalah sumber air bersih, sumber air yang digunakan
responden lebih banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 131
2. responden (97,4%) sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 3 responden
(2,6%).
Gambaran masalah jamban keluarga, berdasarkan kepemilikan jamban keluarga
lebih banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 101 responden (87,1%)
3. sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 15 responden (12,9%).
Gambaran rumah sehat, berdasarkan kepemilikan rumah yang memenuhi syarat
sebanyak 10 (8,6%) responden, sedangakan sebanyak 106 responden (91,4%)
tidak memenuhi syarat.
4.
Gambaran rumah sehat, berdasarkan kepemilikan rumah yang memenuhi syarat
sebanyak 10 (8,6%) responden, sedangakan sebanyak 106 responden (91,4%)
tidak memenuhi syarat
29
10. UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN RUMAH SEHAT BAGI
KELUARGA
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan sarana pembinaan
keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup baik kawasan
perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang mendukung perikehidupan. Untuk
menciptakan satuan lingkungan pemukiman diperlukan kawasan
perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan lahan dan
ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi kesehatan.
3.2 Saran
Adapun saran dalam pembuatan makalah ini yaitu makalah yang kami buat belum
sempurna sesuai yang diharapkan, karena, kami hanya manusia biasa yang tidak
luput dari kesalahan, kelebihan itu hanya milik Tuhan semata. untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak atau pembaca demi perbaikan
di masa mendatang
30
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI – Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.
http://eprints.umm.ac.id/35046/3/jiptummpp-gdl-aditiahuda-47406-3-babii.pdf
31
Pusat pendidikan tenaga kesehatan. 1991. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan untuk SPK.
Jakarta : Depkes RI.
http://www.indonesian-publichealth.com/perumahan-dan-rumah-sehat/
Disusun Oleh :
Kelompok 8
33
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................5
1.3 Manfaat..............................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemukiman Sehat..............................................................................................7
2.2 Kota Sehat..........................................................................................................8
2.3 Sanitasi.............................................................................................................11
2.4 Persayaratan Pemukiman dan Kota Sehat....................................................... 12
2.5 Masalah Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan...................................................14
2.6 Upaya Pengendalian Sanitasi Pemukiman dan Perkotaan.............................. 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 19
34
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas Cinta dan Kasih Tuhan Yang Maha Esa berkat bimbingannya
kami kelompok 8 dapat menyelesaikan Makalah dengan Topik “Sanitasi Pemukiman dan
Perkotaan : Kota Sehat” dengan tepat waktu. Makalah ini kami dapat dari berbagai
sumber yang ada. Kami juga berterima kasih kepada semua dosen pengajar dalam mata
kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan yang sudah memberikan ilmu
dan baik yang akan memberikan ilmu pada kami dipertemuan berkutnya. Maafkan jika
banyak kesalahan akibat kurangnya ilmu, tapi yang pasti kami mendapatkan informasi
dari artikel, jurnal dan portal berita yang terpercaya, kiranya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 8
BAB I
35
PENDAHULUAN
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Kawasan pemukiman didominasi
oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi pelayanan dan
kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran
dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan terstuktur yang
memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. (Keman, S. 2005)
Permukiman sehat adalah suatu tempat untuk tinggal secara permanen, berfungsi sebagai
tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi dan sebagai tempat berlindung dari
pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, bebas dari
penularan Q1penyakit dan kecelakaan (Kasjono, 2011).
Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah
administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang
telahmemperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. Perkotaan adalah satuan
kumpulan pusat-pusat pemukiman yang berperan di dalam satuan wilayah pengembangan
dan atau wilayah Nasional sebagai simpul jasa. (PERATURAN BERSAMA MENTERI
DALAM NEGERI DAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 34 TAHUN 2005
NOMOR: 1138/MENKES/PB/VIII/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN
KABUPATEN/KOTA SEHAT)
Kota sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni
penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan beberapa tatanan dengan
kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah. (Mulasari,
SA, 2018)
Penyelenggaraan Kota Sehat adalah berbagai kegiatan untuk mewujudkan Kota Sehat,
melalui pemberdayaan masyarakat, dan forum yang difasilitasi oleh pemerintah kota.
Forum adalah wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi.
36
Forum Kota Sehat berperan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan pembagunan
wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah
yag bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh wargaya. (Mulasari, SA, 2018)
Sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha
individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup
eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta dapat mengancam kelangsungan hidup
manusia (Budiman, 2012).
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
1. Agar dapat mengetahui tentang sanitasi pemukiman dan perkotaan : kota sehat
2. Agar dapat menambah wawasan bagaimana cara mengendalikan masalah sanitasi
pemukiman dan perkotaan : kota sehat
37
BAB II
PEMBAHASAN
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan.Pemukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992).
38
Kawasan pemukiman didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai
tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja
yang memberi pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan.
Satuan lingkungan pemukiman yang sehat adalah kawasan perumahan dalam berbagai
bentuk ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan
terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan serta kondisi fisik, kimia, dan
biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, memungkinkan penghuni
mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk
dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan
kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
(Pemerintah Kabupaten Bone, 2016).
39
Perkotaan Sehat adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman, perkotaan, pemusatan, dan distribusi
pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (Pemerintah
Kabupaten Bone, 2016).
Dasar Penyelenggaran Kab / Kota Sehat
1. UU Nomor : 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah
2. UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. UU Nomor: 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
4. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor : 34
Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
1. Dasar hukum pembentukan Tim Pembina Teknis Kab./Kota Sehat adalah :
2. KepMendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
3. KepMendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
Ciri-Ciri Kota Sehat
41
2. Forum didampingi oleh sektor tehnis sesuai dengan potensi kawasan sehat
melakukan advokasi kpd penentu kebijakan
3. Mengembangkan kegiatan kab./kota sehat yang sesuai dengann visi dan misi
potensi daerah dengann berbagai simbol/moto, semboyan yang dipahami &
memberikan rasa kebanggaan bagi warganya.
4. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan kondisi
setempat baik berupa media cetak, elektronik termasuk melalui internet, media
tradisional.
5. Meningkatkan potensi ekonomi daerah/wilayah dengan kegiatan yang menjadi
kesepakatan masyarakat.
6. Menjalin kerjasama antara forum kab./kota yang melaksanakan program
kabupaten/kota sehat.
Tatanan Kab./Kota sehat
1. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum
2. Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi
3. Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat
4. Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat
5. Kawasan Pertambangan Sehat
6. Kawasan Hutan Sehat
7. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri
8. Ketahanan Pangan dan Gizi
9. Kehidupan Sosial yang Sehat.
2.3 SANITASI
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama
terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (Huda, 2016).
42
lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan
sebagainya (Huda, 2016).
Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia
atau biologi dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatan, sisa bahan buangan padat, ai bahan
buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan
industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan
menggunakan solusi teknis (contohnya membasuh tangan pakai sabun).
Definisi lain dari sanitasi adalah sengala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi
lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya
dan pengendalian lingkungan. Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan
lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk
mencegah manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Dalam
penerapannya dimasyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah, vektor kontrol, pencegahan dan pengontrolan penemaran tanah,
sanitasi makanan, sertapencemarn udara.
Lokasi :
43
Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang;
Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti alur
pendaratan penerbangan.
Kualitas Udara :
e. Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
f. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
g. Debu dengan diameter kurang dari 10 mg maksimum 150 mg/m3 ;
h. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
i. Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
j. Kebisingan dan getaran
k. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
l. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi
yang aman dari kecelakaan;
Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan
penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan,
jalan tidak menyilaukan mata;
44
Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan
Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,
tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makananyang dapat menimbulkan keracunan.
1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang
cukup.
Masalah Sanitasi dan akses air bersih masih menjadi permasalahan yang
ditemui di Indonesia, baik daerah perkotaan ataupun pedesaan, namun karakteristik
serta penanganannya sangat berbeda. Essy Asiah, penanggung jawab Sanitasi
45
Masyarakat dari Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
(PPLP) Kementerian Pekerjaan Umum, mengatakan bahwa secara garis besar,
masalah sanitasi yang ada di desa masih tingkat individual (rumah tangga) misalnya
rumah warga belum tersedia jamban pribadi atau rumah warga tidak ada septic tank.
Sementara di perkotaan masalah sanitasi menyangkut tingkat orang banyak atau
komunal bukan hanya menyangkut satu warga tapi keseluruhan lingkungan warga.
Kebutuhan soal sarana dan fasilitas sanitasi juga menjadi masalah tersendiri.
Direktur Penyehatan Lingkungan mengatakan bahwa di Desa masalah terletak pada
kurangnya sarana dan fasilitas sanitasi serta air bersih sehingga fokus pengerjaan
terletak pada penyediaan sarana dan prasarana seperti jamban, pipa-pipa dan septic
tank. Sementara itu di perkotaan sudah hampir seluruh warga mempunyai jamban
sendiri. Hanya saja, permasalahannya terletak pada kemauan masayarakat untuk
memelihara dan mengelola sarana dan prasarana yang sifatnya umum dan boleh
digunakan siapa saja. Masalah lain di perkotaan adalah lahan kurang luas akibat
kepadatan penduduk dan bangunan-bangunan besar.
Sanitasi Lingkungan pemukiman meliputi : pengelolaan sampah, air bersih,
sarana pembuangan air limbah, dan jamban Permukiman Kumuh adalah
permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat (UU No 1/2011) Kondisi Sanitasi di
Kawasan Kumuh :
1. Minimnya/tidak tersedianya fasilitas air limbah yang layak
2. Terjadinya genangan setiap hujan
3. Sampah tidak terkelola dengan baik
46
untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, makan, berpakaian, dan
pengobatan untuk kesehatan, maka yang pertama dikorbankan adalah pengeluaran
untuk rumah dan tempat tinggalnya.
47
a. Cangkupan pelayanan minimal dapat melayani 50 s/d 70% dari jumlah
penduduk di permukiman tersebut 80 s/d 90% dari jumlah penduduk untuk
kepadatan >300 jiwa/Ha
b. Untuk sarana sanitasi individual dan komunal minimal dalam bentuk MCK
dan tenki septic yang disesuaikan oleh masyarakat.
Ruang Lingkup Sanitasi Kota meli puti keamanan pangan, rumah sehat,
sanitasi darurat, tempat umum, air bersih dan limbah rumah tangga. Perlu
kerjasama lintas sektor untuk mengendalikan dan menyehatkan lingkungan.
Tantangan sanitasi kota yang harus dihadapi antara lain lemahnya komitmen
pemerintah terkait pembangunan sanitasi, padatnya penduduk, rendahnya
partisipasi masyarakat, kawasan kumuh dan ubanisasi.
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
50
16. Luthfi, Rofiana.2017.Hubungan Sanitasi Dasar dengan Keluhan diare pada
Balita di Permukiman Pesisir kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/37342. Diakses pada 26
September 2020
17. Veronika Asyani.2018.Hubungan Kualitas Permukiman dan Tingkat Kesehatan
Masyarakat di Permukiman Kumuh Bantara Sungai Winogo Kota Yogyakarta.
http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/162994. Diakses pada 26
September 220
18. Kurnia Dwi Jayanti dan Agus Anggoro Sigit.2019.Kajian Agihan Tingkat
Kualitas Permukiman dan Agihan Kondisi Kesehatan Masyarakat Di Kecamatan
Jebres Kota Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/79553/. Di akses : 26 September
2020
19. Taufik Akbar.2018.Kampung Tematik Sebagai Bentuk Partisipasi Masyarakat
Dalam Permasalahan Permukiman Kumuh Di Kota Malang.
http://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/whn/article/view/1741
20. Eka.T.Saputri.2016.Kajian Sanitasi Lingkungan dan Riwayat Penyakit pada
Permukiman Kumuh di Kelurahan Bandaharjo Kota Semarang.
https://lib.unnes.ac.id/28151/
21. Mulasari, SA. 2018. MEMBANGUN KOTA SEHAT (HEALTHY CITY) MENUJU
INDONESIA SEHAT BERKEMAJUAN. Jurnal Pemberdayaan Publikasi Hasil
Pengabdian kepada Masyarakat. Vol. 2(2)
22. Keman, S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman.
23. PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 34 TAHUN 2005 NOMOR:
1138/MENKES/PB/VIII/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN
KABUPATEN/KOTA SEHAT
24. Kasjono, HS. 2011. Penyehat Pemukiman. Yogyakarta : Gosyen Publishing
25. Keman, S. 2005. KESEHATAN PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol.2(1)
26. Chandra, B. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : ECG Depkes RI,
2002
27. BAB II Tinjauan Pustaka Pemukiman Kumuh. Di akses pada 19 september 2020
51
SANITASI PEMUKIMAN DAN PERKOTAAN:
Nama-Nama
Kelompok : 9
Linda Tangimanu 18111101141
Putri N. Lenda 17111101215
Syalom Pomantow 18111101186
52
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaanNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi kami penulis. Untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
53
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….ii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Daftar Putaka
54
BAB I PENDAHULUAN
Sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan
usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup
eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta dapat mengancam kelangsungan hidup
manusia (Budiman, 2012).
Menurut WHO dalam (Kasjono, 2011) permukiman adalah suatu struktur fisik
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, juga lingkungan dari struktur
tersebut termasuk semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang
berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu.
BAB II PEMBAHASAN
Terkait dengan sanitasi, misalnya pada tahun 2010 pemerintah kota manado
melakukan pembenahan dengan melakukan upaya-upaya perubahan perilaku
masyarakat khususnya dib dang pengelolaan sampah dan air limbah, membangun
sarana dan prasarana IPAL untuk kawasan komersial Boulevard, penanganan air
limbah rumah tangga dengan membangun sarana seperti tank komunal dan sanimas
yang di harapkan dapat mengantikan jamban dengan tipe cubluk dengan prioritas
lokasi sekitar bantaran dan sungai.
Sanitasi Permukiman adalah segala upaya yang dilakukan untuk dapat melindunhi
keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidk sehat .
Sanitasi Adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaanyang baik di
bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.
Sanitasi juga adalah usaha kesehatan masyarkat yang menitik beratkan kepada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
56
2.2.2 Masalah Sanitasi Pemukiman
SANITASI PEEMUKIMAN
Sanitasi Permukiman adalah segala upaya yang dilakukan untuk dapat melindunhi
keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidk sehat .
Sanitasi Adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaanyang baik di
bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.
Sanitasi jug adlah isaha kesehatan masyarkat yang menitik beratkan kepada pengawasan
terhadap berbagai faktpr lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi
derajat kesehatan manusia.
Pada dasarnya sanitasi perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan
maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia.
Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.
57
Gambaran Aktivitas Untuk Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik
Dalam undang undang RI No. 1 Tahun 2011 rumah adalah suatu bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni , sarana
pembinaan keluarga cerminaan harkat dan martabat bagi pemiliknya . Factor
yang mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar rumah (Azwar, 1996) :
58
Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, berjarak
lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah, dekat dengan sarana
pembersih, serta berada di tempat dimana air hujan dan air kotor tidak tergenang
atau disebut juga banjir (Wahid dan Chayatin 2009). Rumah sehat juga
merupakan suatu tempat untuk tempat berlindung atau disebut juga bertempat
tinggal perlindungan dari pengaruh lingkungan yang memenuhi syarat fisiologis,
psikologis dan bebas dari penularan penyakit (Winslou dan Chandra
yang memenuhi criteria sehat pada masing masing parameter sehat adalah
sebagai berikut :
59
hunian yang berlebihan, cukup pencahayaan dari sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
60
Pembangunan rumah rumah harus memperhatikan faktor yang dapat
menjadi sumber datangnya penyakit faktor tersebut meliputi penyediaan
air bersih, bebas dari serangga dan tikus, pengelolaan sampah yang benar,
pengelolaan limbah dan tinja yang benar.
Kebutuhan Psikologis didalam rumah yaitu rasa nyaman dan aman dari
penghuni rumah.
61
2.2.4 Sanitasi Perkotaan
Terkait dengan sanitasi, misalnya pada tahun 2010 pemerintah kota manado
melakukan pembenahan dengan melakukan upaya-upaya perubahan perilaku
masyarakat khususnya dib dang pengelolaan sampah dan air limbah, membangun
sarana dan prasarana IPAL untuk kawasan komersial Boulevard, penanganan air
limbah rumah tangga dengan membangun sarana seperti tank komunal dan sanimas
yang di harapkan dapat mengantikan jamban dengan tipe cubluk dengan prioritas
lokasi sekitar bantaran dan sungai.
3.1 Kesimpulan
Poltekes-medan,ac.id