Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH INDIVIDU

"Inflasi Biaya Kesehatan"

Disusun Oleh

Alya Hafizhah

(1913201076)

Semester III

3C FKM

Dosen Pengampu Mata Kuliah Pembiayaan Penganggaran Kesehatan

Nordianiwati, SKM, M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS WIDYAGAMA MAHAKAM SAMARINDA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Inflasi Biaya Kesehatan ini sesuai
dengan waktu yang telah ditetukan. Saya pun mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Nordianiwati, SKM, M.Kes selaku dosen yang telah memberi ilmu, maupun pengarahan dan
kesempatan untuk menyusun tulisan ini.

Selain itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada sumber yang dikutip sebagai
bahan rujukan sehingga dapat terealisasikannya makalah ini.

Dan kepada pihak-pihak yang terkait, Saya menyadari bahwa makalah ini belum lah
sempurna. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan guna
kesempurnaan penulisan makalah di masa yang akan datang. Demikian yang dapat saya
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

September ,2020

Alya Hafizhah
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................................5
D. Manfaat...................................................................................................................................5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Inflasi Biaya Kesehatan........................................................................................6
B. Penyebab Inflasi Biaya Kesehatan..........................................................................................6
C. Dampak Inflasi Biaya Kesehatan............................................................................................8
D. Upaya Mengatasi Inflasi Biaya Kesehatan.............................................................................9
E. Indikator SDG’s.....................................................................................................................10
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pendistribusian Biaya Kesehatan..........................................................................................24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................................26
B. Saran......................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembiayaan Kesehatan yaitu suatu proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan
dengan pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan
untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan
oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.(Setyawan, 2010).

Organisasi kesehatan se-dunia (WHO) sendiri memberi fokus strategi pembiayaan


kesehatan yang memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi
itu pada umumnya adalah dalam area sebagai berikut:

1) Meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan

2) Mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan

kesehatan masyarakat miskin

3) Pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi kesehatan

sosial

4) Penggalian dukungan nasional dan internasional

5) Penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional

6) Pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan fakta
ilmiah

7) Pemantauan dan evaluasi.

Biaya pelayanan rumah sakit di Indonesia, baik rawat jalan maupun rawat inap,
merupakan biaya yang paling tinggi tingkat ketidakpastiannya. Tingginya tingkat
ketidakpastian biaya pelayanan kesehatan tersebut, serta terbatasnya kemampuan
ekonomi seseorang sering kali menjadi alasan sulitnya memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan yang disediakan. Kondisi tersebut menjadikan pelayanan kesehatan di
Indonesia seolah kurang adil dan merata, baik secara geografis maupun ekonomis.
(Olowu et al., 2014)

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional, dalam


pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat
kesehatan masyarakat masih rendah khususnya pada masyarakat miskin. Hal ini dapat
digambarkan bahwa derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi,
yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 307 per 100.000
kelahiran hidup. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan
sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Asuransi kesehatan
adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketidakmampuan terhadap pembiayaan
pelayanan kesehatan. (Setyawan, 2010)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Inflasi Biaya Kesehatan ?
2. Apa penyebab Inflasi Biaya Kesehatan ?
3. Bagaimana dampak inflasi Biaya Kesehatan ?
4. Bagaimana upaya mengatasi Inflasi Biaya Kesehatan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu Inflasi Biaya Kesehatan
2. Mengetahui penyebab Inflasi Biaya Kesehatan
3. Mengetahui dampak inflasi Biaya Kesehatan
4. Mengetahui upaya untuk mengatasi Inflasi Biaya Kesehatan

D. Manfaat
Agar lebih memahami mengenai Inflasi Biaya Kesehatan di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Inflasi Biaya Kesehatan

Inflasi Biaya Kesehatan merupakan suatu kondisi ekonomi dan kesehatan yg ditandai
dengan meningkatnya biaya kesehatan atau yankes yang semakin tinggi dan menyebabkan daya
beli masyarakat untuk membeli pelayanan kesehatan menurun. (Suryawati, 2005)

Tingkat inflasi ekonomi mencapai 5% - 8%/ tahun

Tingkat inflasi biaya kesehatan mencapai 12% / tahun

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Perekonomian dan tingkat
penjualan yang tidak stabil dalam sebuah Negara rentan menimbulkan inflasi.

B. Penyebab Inflasi Biaya Kesehatan

Penyebab Inflasi / Tingginya biaya kesehatan disebabkan oleh beberapa hal, beberapa
yang terpenting diantaranya sebagai berikut:

1. Tingkat inflasi

Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya investasi dan
juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula, yang tentu saja akan
dibebankan kepada pengguna jasa.

2. Tingkat permintaan

Pada bidang kesehatan, tingkat permintaan dipengaruhi sedikitnya oleh dua faktor, yaitu
meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena
jumlahnya lebih atau bertambah banyak, maka biaya yang harus disediakan meningkat pula.
Faktor kedua adalah meningkatnya kualitas penduduk. Dengan tingkat pendidikan dan
penghasilan yang lebih baik, mereka akan menuntut penyediaan layanan kesehatan yang baik
pula dan hal ini membutuhkan biaya pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih besar.

3. Kemajuan ilmu dan teknologi

Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang modern dan canggih) memberikan
konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam berinvestasi. Hal ini
membawa akibat dibebankannya biaya investasi dan operasional tersebut pada pemakai jasa
pelayanan kesehatan.

4. Perubahan Pola Penyakit

Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya perubahan pola penyakit, yang bergeser
dari penyakit yang sifatnya akut menjadi penyakit yang bersifat kronis. Dibandingkan dengan
berbagai penyakit akut, perawatan berbagai penyakit kronis ternyata lebih lama. Akibatnya biaya
yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan penyakit ini akan lebih besar. Hal ini akan
sangat mempengaruhi tingginya biaya kesehatan.

5. Perubahan pola pelayanan kesehatan

Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi akibat perkembangan keilmuan dalam
bidang kedokteran sehingga terbentuk spesialisasi dan subspesialisasi yang menyebabkan
pelayanan kesehatan menjadi terkotak- kotak (fragmented health service) dan satu sama lain
seolah tidak berhubungan. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih atau pengulangan metoda
pemeriksaan yang sama dan pemberian obat-obatan yang dilakukan pada seorang pasien, yang
tentu berdampak pada semakin meningkatnya beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien
selaku pengguna jasa layanan kesehatan ini. Selain itu, dengan adanya pembagian spesialisasi
dan subspesialisasi tenaga pelayanan kesehatan, menyebabkan hari perawatan juga akan
meningkat.

6. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien

Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari hubungan dokter-pasien seakan sirna. Dengan
adanya perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi serta penggunaan berbagai peralatan yang
ditunjang dengan kemajuan ilmu dan teknologi, mengakibatkan meningkatnya biaya yang harus
dikeluarkan oleh pasien, hal ini tentu saja membuat pasien menuntut adanya kepastian
pengobatan dan penyembuhan dari penyakitnya. Hal ini diperberat dengan semakin tingginya
tingkat pendidikan pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan, yang mendorong semakin
kritisnya pemikiran dan pengetahuan mereka tentang masalah kesehatan. Hal tersebut diatas
mendorong para dokter sering melakukan pemeriksaan yang berlebihan (over utilization), demi
kepastian akan tindakan mereka dalam melakukan pengobatan dan perawatan, dan juga dengan
tujuan mengurangi kemungkinan kesalahan yang dilakukan dalam mendiagnosa penyakit yang
diderita pasiennya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya biaya yang dibutuhkan
oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

7. Lemahnya mekanisme pengendalian biaya

Kurangnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan untuk mengatur dan


membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan menyebabkan pemakaiannya sering tidak
terkendali, yang akhirnya akan membebani penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara
keseluruhan.

8. Penyalahgunaan asuransi kesehatan

Asuransi kesehatan (health insurance) sebenamya merupakan salah satu mekanisme


pengendalian biaya kesehatan, sesuai dengan anjuran yang diterapkan oleh pemerintah. Tetapi
jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk yang
konvensional (third party sistem) dengan sistem mengganti biaya (reimbursement) justru akan
mendorong naiknya biaya kesehatan. (Setyawan, 2010)

C. Dampak Inflasi Biaya Kesehatan


Akibat inflasi dalam bidang kesehatan secara umum adalah menurunnya daya beli
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, karena secara real tingkat pendapatannya juga
menururn. Bila harga barang dan jasa dalam pelayanan kesehatan akan naik melebihi
pendapatan perkapita , maka masyarakat akan panic, dan semakin sedikit masyarakat
yang dapat merasakan pelayanan kesehatan yang optimal, hal ini berdampak pada
perekonomian. Produsen obat dan penyedia pelayanan kesehatan cenderung
memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara
mempermainkan harga , sehingga harga akan terus menerus naik. Distrubusi pelayanan
kesehatan tidak adil dan merata karena hanya yang mampu yang dapat merasakan
pelayanan kesehatan. Bila inflasi berkepanjangan , maka produsen pelayanan kesehatan
banyak yang bangkrut jarena produknya relative akan semakin mahal sehingga tidak ada
yang mampu membeli.

D. Upaya Mengatasi Inflasi Biaya Kesehatan

Dalam melakukan kebijakan untuk mengatasi tingginya biaya kesehatan bukanlah


masalahyang hanya dialami oleh negara-negara berkembang, tetapi negara maju pun isu inflasi
biaya kesehatan selalu menjadi topik diskusi yang hangat terutama disaat situasi ekonomi dunia
yang belum sepenuh- nya pulih. Ada dua pilihan untuk mengatasinya, yaitu:

1) menambah alokasi anggaran kesehatan

Negara Filipina baru saja berhasil meloloskan kebijakan sin-tax dari tembakau untuk
menambah anggaran kesehatan. Tambahan anggaran ini khususnya diperuntukkan bagi
perluasan pela- yanan Phil Health dan renovasi/modernisasi fasilitas kesehatan. Kebijakan
yang sama juga telah diterap- kan Negara Thailand sejak bulan Agustus 2012, dimana cukai
dari tembakau dan alkohol dialokasi- kan untuk kesehatan. Bagaimana dengan Negara
Indonesia? Prospek untuk mendapatkan tambahan anggaran kesehatan melalui sin-tax atau
realokasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) nampaknya masih dalam wacana perdebatan.
Pilihan kebijakan berikutnya adalah efisiensi

2) menekan biaya

Pilihan kebijakan berikutnya yaitu efisiensi biaya, di negara-negara OECD


misalnya, inflasi biaya kesehatan selama dekade terakhir rata-rata hanya 4% per tahun
(OECD Health at a glance, 2011). Kebanyakan dari Negara OECD memilih kebijakan
‘price control’ untuk melakukan efisiensi biaya, yaitu menetapkan rate tertentu yang
dapat dikenakan oleh dokter kepada pasien untuk berbagai jasa pelayanan yang
diterimanya.
Salah satu best practice dari kebijakan ini adalah Luxembourg. Negara ini berhasil
menekan laju inflasi biaya kesehatan menjadi hanya 0.7% per tahun. Sistem kesehatan di
Luxembourg memung- kinkan pasien memilih dokter di rumah sakit peme- rintah atau
swasta. Seluruh medical fees di Luxembourg ditetapkan oleh Caisse de Maladie. Fees ini
ditinjau dan direvisi jika perlu setiap tahun dengan melibatkan asosiasi profesi.
Pemerintah menetapkan sanksi yang berat bagi dokter yang melanggar, contoh lain
adalah Negara Israel. Inflasi biaya kesehatan di Negara Israel hanya 1.5% per tahun. Apa
resepnya? Negara Israel menetapkan kebijakan ‘cap’ (ambang atas) terhadap pendapatan
rumah sakit dan kebijakan kontrak dengan dokter pemerintah. Dengan demikian, bukan
hanya jasa dokter yang diatur, melainkan juga reimbursement yang diterima rumah sakit.
Di Amerika Serikat satu-satunya negara bagian yang mencoba melakukan
kebijakan sejenis adalah Maryland. Selama empat dekade terakhir, pemerintah Negara
bagian telah menjalankan kebijakan “rate-seting” dimana ditetapkan berapa besar rumah
sakit boleh mencharge pasien untuk prosedur dan layanan yang mereka terima. Hasilnya
Maryland mengalami pertumbuhan biaya kesehatan secara kumulatif terendah per admisi
dibandingkan negara bagian lain. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan
‘ratesetting’ bukanlah kebijakan yang popular. Sekitar 30 negara bagian lain telah
mencoba melakukan kebijakan yang sama namun akhirnya kembali ke sistem managed
care. Namun yang cukup mengejutkan adalah temuan RAND corporation
mengindikasikan bahwa dokter-dokter di Massachusetts (AS) dengan pengalaman kurang
dari 10 tahun justru memiliki biaya pelayanan 13.2% lebih mahal dibanding dokter yang
lebih senior, walau pun berada di dalam sistem managed care. Fenomena ini terjadi
diberbagai pelayanan untuk berbagai tipe penyakit maupun berbagai spesialisasi. (Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2012)

E. Indikator SDG’s
Tujuan pembangunan berklanjutan 2030 atau Sustanaible Development Goals
( SDG’s) yang disebut juga dengan Global Goals, terdiri dari 17 goals atau tujuan, 169
target , kurang lebih 220-300 indikator (sedang dalam proses perumusan, akan ditetapkan
Maret 2016). Secara garis besar, 17 tujuan SDGs dapat dikelompokkan dalam empat
pilar, yakni pembangunan manusia, pembangunan ekonomi,pembangunan lingkungan
hidup, dan governance. Seluruh tujuan SDGs adalah sebuah kesatuan sistem
pembangunan, tidak mementingkan satu isu tertentu. (Anung, 2015).

 Strategi pencapaian target dan Indikator Sustanaible Development Goals ( SDG’s)

1. Menghapus segala bentuk kemiskinan


Strategi :
a. Memperluas dan menyempurnakan pelaksanaan sistem jaminan sosial terutama
jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan
b. Meningkatkan ketersediaan penyediaan pelayanan dasar yang disertai dengan
peningkatan kualitas pelayanannya dan jangkauannya bagi masyarakat miskin dan
rentan berupa pelayanan administrasi kependudukan, pelayanan kesehatan,
pendidikan, perlindungan sosial dan infrastruktur dasar
c. Meningkatkan kemampuan penduduk miskin dalam mengembangkan
penghidupan yang berkelanjutan melalui penguatan asset sosial penduduk miskin,
peningkatan kemampuan berusaha dan bekerja penduduk miskin, dan peningkatan
dan perluasan akses penduduk miskin terhadap modal.

Indikator:
a. Persentase penduduk dengan daya beli di bawah $1,25 per kapita per hari (PPP)
b. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, dibedakan
c. Persentase penduduk yang tercakup dalam program perlindungan sosial
d. Jumlah bidang tanah yang bersertifikat di perdesaan
e. Persentase realisasi terhadap target sertifikasi tanah di perdesaan
f. Jumlah korban bencana alam yang meninggal dunia
g. Kerugian akibat bencana alam dalam rupiah dan $US

2. Mengakhiri Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Peningkatan Gizi, dan


Mencanangkan Pertanian Berkelanjutan

Strategi:
a. Peningkatan produksi padi dan sumber pangan protein dari dalam negeri; 
b. Peningkatan kelancaran distribusi dan penguatan stok pangan dalam negeri; 
c. Perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; dan 
d. Mitigasi gangguan iklim terhadap produksi pangan.

Indikator:

a. Persentase produksi yang dicapai terhadap target produksi pertanian tanaman


pangan
b. Jumlah penyuluh pertanian per 1000 petani
c. Persentase petani yang mendapatkan penyuluhan
d. Perubahan tahunan luas lahan kritis

3. Menjamin Kehidupan Yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Penduduk Di segala


Usia
Strategi:
a. Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut
usia yang berkualitas
b. Mempercepat perbaikan gizi masyarakat
c. Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
d. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas
e. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan
alat kesehatan
f. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan
g. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia
kesehatan
h. Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
i. Menguatkan manajemen, penelitian pengembangan dan sistem informasi
j. Memantapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) bidang
kesehatan
k. Mengembangkan dan meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan.
Indikator:
a. Angka kematian neonatal, bayi dan balita
b. Angka Kematian Ibu
c. Prevalensi HIV/AIDS, jumlah kasus baru dan kasus kumulatif
d. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan
ARV
e. Angka kematian akibat HIV yang dilaporkan (CFR)
f. Angka kejadian tuberkolosis (semua kasus/100.000 penduduk/tahun)
g. Tingkat prevalensi tuberkolosis (per 100.000 penduduk)
h. Tingkat kematian karena tuberkolosis (per 100.000 penduduk)
i. Insiden malaria
j. Jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk
k. Rata-rata polusi udara perkotaan (PM10)
l. Persentase balita yang menerima imunisasi lengkap
m. Tingkat prevalensi kontrasepsi (CPR)
n. Fasilitas program kesehatan jiwa di RS dan Puskesmas
o. Skor pola pangan harapan (PPH)
p. Prevalensi gemuk dan sangat gemuk
q. Prevalensi perokok saat ini penduduk usia 15 tahun ke atas
r. Prevalensi peminum alkohol 12 bulan dan 1 bulan terakhir

4. Menjamin Kualitas Pendidikan Yang Adil dan Inklusif Serta Meningkatkan Kesempatan
Belajar Seumur Hidup Untuk Manusia
Strategi:
a. Melaksanakan wajib belajar 12 tahun; 
b. Meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan dan pelatihan keterampilan
melalui peningkatan kualitas lembaga pendidikan formal
c. Memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan pendidikan
d. Memperkuat kurikulum dan pelaksanaannya
e. Memperkuat sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan kredibel
f. Meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru
g. Meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi
h. Meningkatkan kualitas pendidikan tinggi
i. Meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi; (10) meningkatkan tata
kelola kelembagaan perguruan tinggi.

Indikator:
a. Persentase anak yang mengikuti pendidikan prasekolah.
b. Angka Kelulusan SD
c. Angka Kelulusan SMP dan SMA
d. APK Pendidikan Tinggi

5. Tujuan Mencapai Kesetaraan Gender dan Memeberdayakan Semua Perempuan dan Anak
Perempuan
Strategi:
a. Peningkatan pemahaman dan komitmen tentang pentingnya pengintegrasian
perspektif gender dalam berbagai tahapan, proses, dan bidang pembangunan, di
tingkat nasional maupun di daerah
b. Penerapan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (pprg) di dalam
berbagai bidang pembangunan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, politik, ekonomi, dan hukum.

Indikator:
a. Prevalensi wanita 15-49 tahun yang mengalami kekerasan fisik dan seksual oleh
pasangan intimnya dalam 12 bulan terakhir.
b. Persentase kasus kekerasan seksual dan berbasis gender terhadap perempuan dan
anak yang dilaporkan, diselidiki dan dijatuhi hukuman.
c. Persentase wanita berusia 20-24 tahun yang telah menikah atau menikah sebelum
berusia 18 tahun.
d. Prevalensi praktek tradisional yang berbahaya.
e. Jumlah rata-rata jam yang dihabiskan untuk pekerjaan dibayar dan tidak dibayar
(beban kerja total), berdasarkan jenis kelamin.
f. Persentase kursi yang diduduki perempuan dan minoritas di parlemen nasional
dan/atau daerah
g. Tingkat kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi.
h. Angka kelahiran total.

6. Menjamin Ketersediaan dan Manajemen Air dan Sanitasi Secara Berkelanjutan


Strategi:
a. Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan
perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi
b. Penyediaan infrastruktur produktif dan manajemen layanan melalui penerapan
manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi
c. Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat
d. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan
sanitasi.

Indikator:
a. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses air minum layak
b. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak,
c. Persentase total sumber air yang digunakan.

7. Menjamin Akses Terhadap Energi Yang Terjangkau, Dapat Diandalkan, Berkelanjutan,


dan Modern
Strategi:
a. Meningkatkan produksi energi primer terutama minyak dan gas dari lapangan
yang mengalami penurunan tingkat produksinya
b. Meningkatkan cadangan penyangga dan operasional energi
c. Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi;
meningkatkan aksesibilitas energi
d. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi dan listrik
e. Meningkatkan pengelolaan subsidi BBM yang lebih transparan dan tepat sasaran
f. Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA.

Indikator:
a. Persentase rumah tangga yang menggunakan bahan bakar (listrik, gas/ elpiji, gas
kota, dan minyak tanah ) untuk memasak
b. Persentase rumah tangga dengan sumber penerangan utama listrik PLN dan listrik
non PLN
c. Tingkat intensitas energi primer
8. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Yang Merata dan Berkelanjutan, Tenaga Kerja
Yang Optimal dan Produktif, Serta Pekerjaan yang layak untuk semua.
Strategi:
a. Mengoptimalkan kerjasama global dengan memperhatikan dimensi sosial dan
budaya
b. Memperluas lapangan kerja
c. Meningkatkan iklim investasi dan promosi ekspor
d. Meningkatkan sinergi arah kebijakan industri 
e. Meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja serta pengembangan sistem kerja
yang layak
f. Pendalaman kapital dan pendidikan tenaga kerja
g. Peningkatan partisipasi perempuan dalam tenaga kerja.

Indikator:
a. PNB per kapita (PPP, current US$ Atlas method)
b. Laporan dan implementasi Sistem Neraca Ekonomi dan Lingkungan
c. Persentase angkatan kerja usia 15-24 tahun yang bekerja, menurut sektor formal
dan informal
d. Ratifikasi dan implementasi standar kerja fundamental ILO dan kepatuhan dalam
hukum dan praktek

9. Membangun Infrastruktur Tangguh, Mempromosikan Industrialisasiinklusif dan


Berkelanjutan dan Mendorong Inovasi
Strategi:
a. Mempercepat pembangunan sistem transportasi multimoda
b. Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri
nasional untuk mendukung sistem logistik nasional dan penguatan konektivitas
nasional dalam kerangka mendukung kerjasama regional dan global
c. Membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung
investasi pada koridor ekonomi, kawasan industri khusus, kompleks industri, dan
pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor ekonomi
d. Meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan transportasi
serta pertolongan dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi
e. Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan
mempertimbangkan daya dukung lingkungan
f. Mentransformasi kewajiban pelayanan universal (universal service
obligation/USO) menjadi broadband-ready dengan cara reformulasi kebijakan
penggunaan dana USO yang lebih berorientasi kepada ekosistem broadband
(tidak hanya untuk penyediaan infrastruktur dan daerah perdesaan) dan
memperkuat kelembagaan pengelola dana USO
g. Mengoptimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagai
sumber daya terbatas
h. Mendorong pembangunan fixed/wireline broadband termasuk di daerah
perbatasan negara 
i. mempercepat implementasi e-government dengan mengutamakan prinsip
keamanan, interoperabilitas dan cost effective
j. Mendorong tingkat literasi dan inovasi TIK

Indikator:
a. Akses terhadap jalan untuk segala musim/all season road
b. Langganan broadband telepon genggam per 100 penduduk, menurut perkotaan/
pedesaan
c. Persentase rumahtangga dengan akses internet di perdesaan
d. Nilai tambah sektor manufaktur (MVA) sebagai persentase terhadap PDB
e. Jumlah emisi gas rumah kaca
f. Persentase jumlah pekerja sektor industri terhadap total tenaga kerja

10. Mengurangi Ketimpangan Dalam dan antar Negara


Strategi:
a. Peningkatan penyerapan tenaga kerja miskin dan rentan produkif ke dalam sektor
industri pengolahan unggulan
b. Pengembangan aktivitas ranta pengolahan yang bersifat penambahan nilai (value
added) untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal dan komoditas unggulan
berbasiskan agro industri
c. Perbaikan rantai distribusi komoditas unggulan yang berpihak kepada petani kecil
d. Pengembangan ekonomi lokal di pulau‐pulau terluar berbasis potensi alam daerah
setempat.

Indikator:
a. Persentase rumahtangga dengan pendapatan di bawah 50% dari median
pendapatan (“kemiskinan relatif”)
b. Koefisien Gini
c. Persentase BPR terhadap Pendapatan Nasional Bruto

11. Mebuat Kota dan Pemukiman Penduduk Yang Inklusif, Aman, Tangguh, dan
Berkelanjutan
Strategi:
a. Perwujudan sistem perkotaan nasional (SPN)
b. percepatan pemenuhan standar pelayanan perkotaan (SPP) untuk mewujudkan
kota aman, nyaman, dan layak huni
c. Pembangunan kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana
d. Pengembangan kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi dan budaya
lokal
e. Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan,
Indikator:
a. Persentase penduduk perkotaan tinggal di daerah kumuh
b. Persentase rumah tangga di perkotaan menurut perlakuan terhadap sampah
c. Ruang terbuka hijau di perkotaan

12. Menjamin Pola Produksi Dan Konsumsi Yang Berkelanjutan


Strategi:
a. Inventarisasi dan sinkronisasi kebijakan sektor-sektor prioritas terkait dengan pola
konsumsi dan produksi berkelanjutan
b. Menggalakkan penggunaan teknologi bersih untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan sumberdaya dan mengurangi limbah
c. Penyebaran informasi ketersediaan produk ramah lingkungan bagi konsumen/
masyarakat mengenai manfaat produk tersebut
d. Pengembangan standar produk ramah lingkungan yang terukur
e. Pengembangan peraturan dan standar pelayanan publik dalam penerapan pola
konsumsi berkelanjutan.

Indikator:
a. Kerugian pascapanen (susut hasil panen padi)
b. Konsumsi bahan perusak ozon
c. Kedalaman optik aerosol (AOD)

13. Mengambil Tindakan Segera Untuk Memerangi Perubahan Iklim dan Dampaknya
Strategi:
a. Peningkatan pelibatan sektor baik di pusat maupun di daerah untuk melaksanakan
kegiatan penurunan emisi dan pengalokasian pendanaannya; 
b. Standarisasi kegiatan penurunan emisi di setiap sektor., 
c. Meningkatkan kontribusi swasta dan masyarakat dalam penurunan emisi GRK; 
d. Pengembangan dan penerapan insentif fiskal; 
e. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan RAN/RAD-GRK dan adaptasi; 
f. Pelaksanaan kegiatan dan rencana aksi terkait dengan REDD+, baik yang
berdampak langsung, maupun tidak langsung pada penurunan emisi GRK; 
g. Pengembangan indeks dan indikator kerentanan, serta penguatan sistem informasi
iklim dan cuaca; 
h. Pelaksanaan kajian kerentanan dan peningkatan ketahanan (resiliensi) pada sektor
yang sensitive serta pelaksanaan pilot adaptasi; 
i. Sosialisasi RAN-API dan peningkatan kapasitas daerah dalam upaya adaptasi.

Indikator:
a. Intensitas CO2 dari sektor listrik (gCO2 per KWh)
b. Intensitas CO2 dari sektor transportasi (gCO2/vkm)

14. Melestarikan Samudera, Laut dan Sumber Daya Kelautan Secara Berkelanjutan Untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Strategi:
a. Peningkatan sarana dan prasarana dalam mendukung konektivitas laut; 
b. Peningkatan sdm, iptek, wawasan dan budaya bahari; 
c. Peningkatan tata kelola dan pengamanan wilayah juridiksi dan batas laut
Indonesia; 
d. Peningkatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan pengendalian
kegiatan illegal; 
e. Pengelolaan pulau-pulau kecil, terutama pulau-pulau terluar. pemenuhan
kebutuhan infrastruktur dasar; (6) peningkatan pengamanan pesisir dan konservasi
perairan

Indikator:
a. Ocean Health Index
b. Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman

15. Melindungi, Memulihkan, dan Meningkatkan Pemanfaatan Secara Berkelanjutan


Terhadap Ekosistem Darat, Mengelola Hutan Secara Berkelanjutan, Memerangi
Desertifikasi, dan Menghentikan dan Memulihkan Degradasi Lahan dan menghentikan
Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Strategi:
a. Peningkatan instrumen penegakan hukum;
b. peningkatan efektivitas penegakan hukum;
c. peningkatan efektivitas dan kualitas pengelolaan hutan

Indikator:
a. Perubahan tahunan kawasan hutan dan lahan budidaya
b. Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman
hayati terhadap total luas kawasan hutan
c. Red List Index

16. Meningkatkan Masyarakat Yang Inklusif dan Damai Untuk Pembangunan Berkelanjutan,
Menyediakan Akses Terhadap Keadilan Bagi Semua, dan membangun institusi Yang
Efektif, Akuntabel dan Inklusif Di Seluruh Tingkatan
Strategi:
a. Mempromosikan proses pembangunan yang inklusif; 
b. Menghormati hak-hak semua kelompok sosial-budaya, minoritas, masyarakat
adat, agama; 
c. Melestarikan seluruh budaya warisan dan sumber daya alam dan 
d. Menghormati hak mereka untuk menentukan dan mewujudkan aspirasi
pembangunannya.

Indikator:
a. Jumlah desa menurut adanya korban perkelahian massal (meninggal dan luka-
luka), indikator proksi
b. Pengungsi dan pengungsian internal akibat konflik dan kekerasan
c. Corruption Perception Index (CPI), IPK Kota di Indonesia
d. Persentase balita yang memiliki akta kelahiran
e. Kepatuhan terhadap rekomendasi dari UPR dan perjanjian PBB
f. Indikator dari variabel kebebasan berkumpul dan berserikat

17. Memperkuat Sarana pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan Global Untuk


Pembangunan Berkelanjutan
Strategi:
a. Meningkatkan peran Indonesia di tingkat global; 
b. Meningkatkan kesiapan publik domestik dan meningkatnya peran (kontribusi)
dan kepemimpinan Indonesia di ASEAN; 
c. Menguatkan diplomasi ekonomi Indonesia dalam forum bilateral, multilateral,
regional dan global; 
d. Meningkatkan peran Indonesia dalam kerja sama selatan selatan dan
triangular; 
e. Meningkatkan promosi dan pemajuan demokrasi dan HAM; 
f. Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional di tingkat multilateral,
regional, dan bilateral dengan prinsip mengedepankan kepentingan nasional,
saling menguntungkan, serta memberikan keuntungan yang maksimal bagi
pembangunan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

Indikator:
a. Indeks Kebahagiaan

 Target Capaian Untuk Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Yang Baik

3.1 Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per
100.000 kelahiran hidup.

3.2 Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah,
dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya
hingga 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Balita 25 per 1000.

3.3 Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit
tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit
menular lainnya.
3.4 Pada tahun 2030, mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit
tidak menular, melalui pencegahan dan pengobatan, serta meningkatkan kesehatan
mental dan kesejahteraan.

3.5 Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk


penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan.

3.6 Pada tahun 2020, mengurangi hingga setengah jumlah kematian global dan cedera
dari kecelakaan lalu lintas.

3.7 Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan
reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, dan integrasi
kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional.

3.8 Mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan risiko keuangan,


akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses terhadap obat- obatan dan
vaksin dasar yang aman, efektif, berkualitas, dan terjangkau bagi semua orang.

3.9 Pada tahun 2030, secara signifikan mengurangi jumlah kematian dan kesakitan akibat
bahan kimia berbahaya, serta  polusi dan kontaminasi udara, air, dan tanah.

3.a Memperkuat pelaksanaan the Framework Convention on Tobacco Control WHO di


seluruh negara sebagai langkah yang tepat.

3.b Mendukung penelitian dan pengembangan vaksin dan obat penyakit menular dan
tidak menular yang terutama  berpengaruh terhadap negara berkembang, menyediakan
akses terhadap obat dan vaksin dasar yang terjangkau, sesuai the Doha
Declaration tentang the TRIPS Agreement and Public Health, yang menegaskan hak
negara berkembang untuk menggunakan secara penuh ketentuan dalam Kesepakatan atas
Aspek-Aspek Perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual terkait keleluasaan untuk
melindungi kesehatan masyarakat, dan khususnya, menyediakan akses obat bagi semua.

3.c Meningkatkan secara signifikan pembiayaan kesehatan dan rekrutmen,


pengembangan, pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara berkembang, khususnya
negara kurang berkembang, dan negara berkembang pulau kecil.

3.d Memperkuat kapasitas semua negara, khususnya negara berkembang tentang


peringatan dini, pengurangan risiko dan manajemen risiko kesehatan nasional dan global.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pendistribusian Biaya Kesehatan

Tingkat pengeluaran kesehatan masyarakat memiliki variasi cukup besar antar


daerah- daerah di Indonesia, dan hal ini belum tentu dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam
penghasilan atau status kesehatan. Sebagian dari transfer fiskal antar pemerintah belum tentu
sejalan dengan kemiskinan atau keluaran-keluaran (persalinan yang dibantu oleh tenaga
persalinan terampil). Sebagimana diperkirakan, pengeluaran pemerintah kabupaten/kota
untuk sektor kesehatan lebih tinggi untuk kabupaten yang mempunyai anggaran lebih besar
dan pendapatan per kapita lebih tinggi. Mengingat pendapatan asli daerah terbatas, maka
pengeluaran-pengeluaran pemerintah di tingkat kabupaten/kota sebagian besar
mencerminkan perbedaan-perbedaan yang terkait dengan besarnya dana yang berasal dari
pemerintah pusat. (Bank Dunia, 2008)

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 132,2 triliun untuk anggaran kesehatan


di tahun 2020. Angka ini naik hampir dua kali lipat dari realisasi anggaran kesehatan di tahun
2015 sebesar Rp 69,3 triliun. Pada tahun 2020, kita terus melanjutkan program prioritas di
bidang kesehatan, dengan memperkuat layanan dan akses kesehatan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama, diikuti ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas. Jokowi menjelaskan,
sesuai dengan amanat UU Kesehatan tahun 2009, sejak tahun 2016 Pemerintah konsisten
menjaga anggaran kesehatan, setidaknya 5 persen dari belanja negara.

Berbagai program kesehatan yang dilakukan Pemerintah selama ini, dianggap telah
mampu meningkatkan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.Seperti
ketersediaan dan penyebaran obat serta tenaga kesehatan di daerah, maupun akses rumah
tangga terhadap sanitasi dan air bersih.

Pada 2020 pemerintah akan terus melanjutkan program prioritas di bidang kesehatan,
dengan memperkuat layanan dan akses kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama,
diikuti ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas.bPenguatan program promotif dan
preventif juga dilakukan, melalui pemenuhan gizi dan imunisasi balita, serta edukasi publik
tentang pentingnya pola hidup sehat untuk menekan angka penyakit tidak
menular.Konvergensi program dan kegiatan percepatan penurunan stunting pada tahun 2020
juga diperluas mencakup 260 kabupaten/kota. Program dukungan bagi kesehatan dan
keselamatan ibu hamil dan melahirkan juga menjadi prioritas.
BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan

Inflasi Biaya Kesehatan merupakan suatu kondisi ekonomi dan kesehatan yg ditandai dengan
meningkatnya biaya kesehatan atau yankes yang semakin tinggi dan menyebabkan daya beli
masyarakat untuk membeli pelayanan kesehatan menurun. Tingkat inflasi ekonomi mencapai
5% - 8%/ tahun. Tingkat inflasi biaya kesehatan mencapai 12% / tahun. Perekonomian dan
tingkat penjualan yang tidak stabil dalam sebuah Negara rentan menimbulkan inflasi.

Dalam pendistribusian biaya kesehatan, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 132,2


triliun untuk anggaran kesehatan di tahun 2020. Angka ini naik hampir dua kali lipat dari
realisasi anggaran kesehatan di tahun 2015 sebesar Rp 69,3 triliun. Pada tahun 2020, kita terus
melanjutkan program prioritas di bidang kesehatan, dengan memperkuat layanan dan akses
kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama, diikuti ketersediaan tenaga kesehatan yang
berkualitas.

b. Saran
Sebagai calon seorang tenaga kesehatan, baiknya untuk memahami mengenai
pembiayaan kesehatan yang terjadi dIindonesia sehingga dapat memberikan pelayanan
secara professional tanpa menguntungkan atau merugikan salah satu pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Anung. (2015). Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). Rakorpop
Kementerian Kesehatan RI, 97, 24. Diakses dari
http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/pusat2_v1/wp-content/uploads/2015/12/SDGs-
Ditjen-BGKIA.pdf

Bank Dunia. (2008). Kajian Pengeluaran Publik Indonesia untuk Sektor Kesehatan 2008. 1–160.
Diakses dari
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-
1200376036925/HPER_bhs_execsum2008.pdf

Jurnal kebijakan kesehatan indonesia. (2012). 01(04), 2463.

Olowu, T. O., Sundararajan, A., Moghaddami, M., Sarwat, A. I., Unigwe, O., Okekunle, D.,
Kiprakis, A., Latif, A., Gawlik, W., & Palensky, P. P. (2014). Table of Contents Table of
Contents ‫ ﯽ ﻧ ﺮ ﺸ ﻧ‬- ‫ﺎ ﻣ ﺎ ﺑ س ﺎ ﻤ ﺗ‬. CIRED - Open Access Proceedings Journal, 2017(July), 1–
67. Diakses dari https://doi.org/10.1049/oap-cired.2017.1227

Setyawan, F. E. B. (2010). Sistem pembiayaan kesehatan.

Suryawati, C. (2005). Inflasi biaya kesehatan. E -Journal UNDIP.

Anda mungkin juga menyukai