Anda di halaman 1dari 9

Makalah

KEWARGANEGARAAN
BIAYA KESEHATAN

Dosen Pengampu : Dwi Nur Cahyani

Disusun oleh :
1. Miftahus Syifa’
2. Ana Milatul Fairuzah
3. Santi Firdatul Islamiyah
4. Qurrota A’yunin Laily

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA


UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
TAHUN PELAJARAN 2016-2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’alaa atas Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.

Shalawat serta salam, semoga tetap terlimpahkan keharibaan Nabi Muhammad


shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menyelamatkan kita dari dunia kebodohan,
menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dengan tulus-ikhlas, memberi dorongan dan arahan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Semoga Allah membalas lebih dari apa yang
mereka korbankan untuk penulis.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca, meski
sebenarnya makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, sudikah kiranya
pembaca untuk memberi kritik dan saran kepada penulis, agar makalah ini menjadi
lebih baik.

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika sedang dilanda sakit, kebanyakan orang pasti akan menyadari
bahwa kesehatan adalah hal yang begitu mahal. Padahal seharusnya, ketika
mereka sedang sehatpun juga harus mempertahankan sehat itu sendiri, karena
kesehatan sangatlah berperan penting dalam kehidupan. Apa arti dari kekayaan
yang kita punya jika kita tidak bisa menikmati kekayaan tersebut karena sakit?
Maka hal itu akan bersifat percuma. Masalahnya, di Indonesia masih banyak
masyarakat yang belum mendapatkan hak untuk menjaga kesehatan mereka.
Salah satu penyebabnya adalah biaya yang tergolong sangat malah.
Ditinjau dari definisi sehat, bagaimana yang telah dimaksud oleh WHO,
maka pembiayaan pembangunan perumahan dan atau pembiayaan pengadaan
pangan, yang karena juga memiliki dampak terhadap derajat kesehatan,
seharusnya turut pula diperhitungkan. Saat ini sudah menjadi hal yang sangat
umum bahwa untuk berobat ke dokter, entah itu masyarakat, guru, pemerintah
sekalipun, membutuhkan uang yang terbilang sangat banyak. Oleh karena itu,
kita perlu mengetahui penyebab biaya kesehatan di Indonesia sangatlah mahal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian biaya kesehatan?
2. Apa saja penyebab biaya kesehatan di Indonesia sangat mahal?
3. Berapa seharusnya biaya kesehatan yang layak?
4. Bagaimana dengan asuransi kesehatan bagi seluruh masyarakat?
5. Adakah korelasi antara biaya pendidikan dokter yang sangat tinggi pada saat
ini?
BAB II

A. Pengertian Biaya kesehatan


Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagi upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Dari sumber WHO merilis dalam satu dasawarsa 2000-2010 terjadi
kenaikan biaya kesehatan di Indonesia hingga 364%, artinya secara rata-rata
pertahun inflasi biaya kesehatan dalam satu dasawarsa itu mencapai 36%.
Padalah angka rata-data inflasi ekonomi yang dirilis oleh pemerintah biasanya
tidak lebih dari 1 digit. Namun khusus untuk biaya kesehatan peningkatannya
begitu signifikan.
Dalam lima tahun terakhir, kenaikan biaya tersebut semakin terasa.
Belum ada data lengkap namun hasil Survei Global Medical Trends Report dari
Towers Watson pada 2012 menunjukkan kenaikan biaya kesehatan dan rumah
sakit di Tanah Air jauh lebih besar dari kenaikan pendapatan masyarakat
Indonesia. Artinya inflasi biaya kesehatan ini masih cukup tinggi.
B. Faktor penyebab mahalnya biaya kesehatan
Beberapa faktor yang ditengarai sebagai penyebab tingginya biaya
kesehatan ini antara lain:
1. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
sebelum sakit datang. Sehingga ketika sudah terdeteksi penyakit-penyakit
yang berat sudah dalam stadium lanjut yang membutuhkan biaya pengobatan
yang lebih lama dan biaya tidak sedikit.
2. Perkembangan gaya hidup terutama di perkotaan juga turut menyumbangkan
penyebab tinggi nya angka penyakit-penyakit seperti diabetes, jantung,
kanker, gagal ginjal, hipertensi yang sekaligus menempatkan penyakit ini
sebagai pembunuh terbesar di Indonesia.
3. Perubahan trend meningkatnya penyakit regeneratif, penyakit tidak menular
lebih tinggi dibanding penyakit menular. rendahnya kesadaran akan gaya
hidup sehat menjadi pemicu perubahan trend ini.
4. Dokter yang terlalu banyak menuntut. Para ahli mengatakan ini biasa disebut
dengan pertahanan kedokteran, dalam hal ini dokter sering memberikan
pemeriksaan diagnosis, prosedur dan terapi lain yang sebenarnya tidak
diperlukan oleh pasien. Jadi, sebaiknya tanyakan terlebih dahulu kepada
dokter yang bersangkutan mengapa pasien harus melakukan pemeriksaan
tersebut.
C. Biaya kesehatan bagi masyarakat
Berbicara mengenai dana kesehatan, hal yang sulit dihindari, yakni
akibat inflasi biaya pelayanan kesehatan terutama biaya obat yang jauh melebihi
komoditas umum lainnya. Terkait dengan program pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam bidang kesehatan
terutama pendanaan biaya kesehatan untuk masyarakat miskin, pada tahun 2009
pemerintah pusat telah menganggarkan biaya kesehatan sebesar Rp 5,8 trilyun.
Anggaraan kesehatan ini meningkat dari tahun ke tahun sejak tahun 2005 hingga
tahun 2009. Selama 4 tahun tersebut, anggaran negara untuk kesehatan
masyarakat miskin telah dinaikkan sebesar 257 persen.
Dengan pembiayaan yang cukup besar itu, pemerintah berusaha
melindungi masayrakat miskin dan tidak mampu sebesar 19,1 juta Rumah
Tangga Miskin atau sekitar 76,4 juta jiwa. Pemanfaatan Jamkesmas oleh
masyarakat miskin terus meningkat dari tahun ke tahun. Kunjungan rawat jalan
dari tahun 2005 hingga 2007 meningkat sebesar 410 persen. Sedangkan
kunjungan rawat inap dari tahun 2005 hingga 2007 sebesar 364 persen.
Seharusnya dengan melihat angka-angka tersebut, Mantan Meteri Kesehatan
tidak boleh bangga dengan programnya (Jamkesmas). Karena secara sekilas saja
kita dapat melihat adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan
Jamkesmas. Hal ini akan menjadi masalah besar dari tahun ke tahun akibat
peningkatan pemanfaatan tidak seiring laju peningkatan kemampuan pemerintah
membiayai orang miskin.
Di sisi lain, masih banyak masyrakat Indonesia yang berstatus sebagai
setengah miskin atau menengah yang sakit sedikit dapat jatuh miskin. Oleh
karena itu, berdasarkan survey atas hak kepemilikan Surat Keterangan Tidak
Mampu (SKTM) terhadap 1.300 responden, 80% menyatakan berhak
mendapatkannya. Hal ini menunjukkan betapa takutnya masyarakat untuk jatuh
dalam jurang kemiskinan akibat permasalahan kesehatan yang dihadapinya. Jadi
tidak heran jika masyarakat berlomba-lomba menjadi peserta Jamkesmas atau
berusaha memiskinkan diri. Hal ini tentu saja berdampak pada pemanfaatan
program jamkesmas yang tidak optimal oleh masayrakat miskin.
D. Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat
Dengan meningkatnya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tidak
diiringi oleh pendanaan yang memadai, kualitas pelayanan kesehatan menjadi
taruhannya. Hal ini memicu ketidakadilan dimana kualitas pelayanan kesehatan
yang buruk bagi penduduk golongan bawah. Hal yang paling mengerikan yang
bisa terjadi di kemudian hari adalah adanya diskriminasi pelayanan kesehatan
terhadap orang miskin. Selain itu, hal ini dapat menjadi lingkaran setan ketika
semakin banyak orang yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan akibat
permasalahan kesehatan oleh karena masih banyaknya penduduk yang tidak
terlindungi oleh jaminan kesehatan saat ini (Jamkesmas).
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus memprioritaskan
pembangunan kesehatan untuk seluruh lapisan masyarakat dengan
mempertimbangkan keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah.
Jamkesmas sebagai salah satu program sebagai jawaban atas segala
permasalahan pembiayaan kesehatan merupakan program yang sangat ideal.
Namun, dengan kondisi keterbatasan yang dihadapi bangsa ini hal tersebut
rasanya kurang tepat dan sebenarnya program tersebut telah menjauhi dan tidak
sesuai dengan Undang-Undang no.40/2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang menjamin pembiayaan kesehatan masyarakat berdasarkan
sistem asuransi sosial.
Berdasarkan Sistem Jaminan Sosial yang diatur dalam UU No. 40 tahun
2004, seluruh warga negara akan mendapatkan jaminan sosial dalam bentuk
asuransi. Bagi masyarakat kurang mampu, premi asuransinya tentu saja
ditanggung oleh negara. Dengan sistem seperti ini, setiap warga negara dan
pemerintah tidak akan lagi dipusingkan dengan biaya kesehatan yang cukup
tinggi. Sehingga layanan kesehatan yang layak tidak hanya jadi monopoli
kalangan masyarakat kelas atas.
Yang diperlukan bangsa ini adalah perlindungan kesehatan kepada
seluruh penduduk. Batasan-batasan dan kendali biaya yang terjadi ketika
asuransi sosial dijalankan merupakan hal yang musti dibayar dengan kondisi saat
ini. Anda bisa bayangkan, biaya orang gila atau operasi jantung pada usia lanjut
untuk orang miskin yang ditanggung Jamkesmas sebenarnya sangat lebih
dibutuhkan untuk anak-anak yang sedang menghadapi ujung maut akibat demam
berdarah di ruang gawat darurat. Memang tidak mudah untuk menentukan
batasan terhadap suatu kondisi. Semuanya perlu dipandang dari sudut religi,
teknis, operasional dan probabilitas. Hal ini bisa tidak menjadi permasalahan
lagi ketika Pemerintah masih memiliki dana yang dapat dialokasikan setelah
seluruh biaya atas Standar Pelayanan Minimal (SPM) terpenuhi.
Bayangkan jika kita bersama-sama seluruh Indonesia bersatu
mengumpulkan dana untuk asuransi kesehatan sosial. Berdasarkan data BPS
tahun 2007, kemampuan membayar kesehatan (Ability to pay) masyarakat rata-
rata Rp. 18.421. Dan kemudian dengan asumsi premi yang ditetapkan
pemerintah rata-rata di seluruh Indonesia adalah Rp. 18.000,-/ bulan dan jumlah
rumah tangga Indonesia kurang lebih 58 juta jiwa. Maka jumlah dana
masayrakat yang akan diperoleh oleh pemerintah untuk biaya kesehatan adalah
Rp. 1,04 trilyun/ bulan. Dengan kata lain sebesar Rp. 12,52 trilyun /tahun.
Sekarang anda bisa bayangkan program pemerintah sekarang yang hanya
menganggarkan 5,8 triliyun rupiah. Sebenarnya asumsi ini pun dirasa masih
lebih rendah, karena belum diperhitungkan potongan gaji PNS yang akan jauh
lebih besar, donasi, dan sumber dana lainnya.
Tidak beralasan jika Mantan Menteri Kesehatan mengatakan bahwa
masyarakat miskin akan terbebani. Untuk mengurus kartu SKTM saja mereka
sudah banyak mengeluarkan biaya, baik dari sisi transportasi, uang adminstrasi
seperti fotokopi, komunikasi dan lain-lain. Menurut survey rata-rata pengeluaran
rumah tangga per bulan, untuk rokok saja masyarakat mampu mengeluarkan
uang sebesar Rp 87.569 yang notabene merusak kesehatan. Kenapa meluangkan
uang kebutuhan dasar sebesar Rp 18.000 tidak mampu? Maka dari itu, kita harus
optimis bahwa sebenarya masyarakat ini mampu untuk bergotong royong untuk
kepentingan bersama.
E. Korelasi antara pendidikan dokter dan biaya kesehatan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan
berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, yang untuk peleyanan kesehatan ditandai
dengan makin banyaknya penggunaan teknologi modern. Ditambah lagi dengan
pendidikan-pendidikan tentang ilmu lesehatan sangatlah mahal harganya, contoh
kecil saja, seminar-seminar yang mengangkat tema kesehatan tidak pernah lebih
dari Rp500,000 bahkan bisa saja sampai Rp1.000,000. Hal ini membuktikan
bahwa adanya korelasi pendidikan dokter dengan biaya kesehatan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai