Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

STUDI KASUS RUJUKAN DAN KERJASAMA LINTAS SEKTOR DAN LINTAS


DISIPLIN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 4

1. FAIZAH TAUFIK, A.Md.Keb


2. ROSMANIAR, A.Md.Keb
3. ARFIANITA, A.Md.Keb
4. FITRIANI, A.Md.Keb
5. ISMAWATI ARIF, A.Md.Keb

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS MUHAMMADIYAH

SIDENRENG RAPPANG SIDRAP

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


TAHUN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengucapkan syukur kepada ALLAH SWT karena berkah rahmat dan
Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas atau makalah ini dengan
baik sehingga makalah yang berjudul Studi kasus rujukan dan kerjasama lintas sector
dan lintas disiplin dapat selesai tepat pada waktunya.

Dengan menyelesaikan Makalah ini penulis banyak menerima bantuan dan


bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada selaku dosen mata kuliah atas bimbingannya.

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Penulis
merasa bahagia bila ada pembaca yang ingin memberikan saran dan masukan demi
perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini memberikan manfaat yang baik guna kemajuan
ilmu pengetahuan terutama dalam hal rujukan untuk penurunan angka stunting di
Indonesia,baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Semoga ALLAH SWT menjadikan makalah ini berguna bagi kita semua.AMIN…

Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh…

Sinjai, 10 Januari 2023


DAFTAR ISI
BAB1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalamPermenkes No. 01 Tahun
2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal.Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorangdengan
gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.Salah satu kelemahan pelayanan
kesehatan adalah pelaksanaan rujukanyang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan,
melainkan suatutanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kitaketahui
bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalahkesehatan yang dihadapi oleh
bangsa kita. Masalah 3T (tiga terlambat) merupakansalah satu hal yang melatar belakangi tingginya
kematian ibu dan anak, terutamaterlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.Dengan adanya system
rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan
rujukan ditunjukan padakasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan
dapatmenjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama
dalam mengatasi keterlambatan.

77 Tahun Indonesia merdeka dari penjajahan baru saja kita peringati pada 17 Agustus 2022 yang
lalu, tetapi bangsa ini masih mempunyai 24,4 persen anak-anak yang mengalami stunting. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) stunting adalah gangguan
perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi
psikososial yang tidak memadai. Seorang anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan menurut
usianya lebih dari dua standar deviasi, di bawah ketetapan Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Penyebab stunting menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ada dua, yakni faktor lingkungan
dan genetik. Lingkungan adalah aspek penting yang masih dapat diintervensi sehingga perawakan pendek
atau stunting dapat diatasi. Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek
antara lain status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian
infeksi pada anak. Selain disebabkan oleh lingkungan, stunting dapat disebabkan oleh faktor genetik dan
hormonal. Namun sebagian besar stunting disebabkan oleh kekurangan gizi.
B.Rumusan Masalah

1. Pengertian rujukan

2. Pengertian Stunting

3. Pengertian kerjasama antar lintas sector dan lintas disiplin

4. Studi kasus rujukan dan kerjasama lintas sector dan lintas disiplin

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan tentang pengertian rujukan

2. Menjelaskan tentang pengertian stunting

3. Menjelaskan tentang pengertian kerjasama antar lintas sector dan lintas disiplin

4. Memberikan contoh tentang kasus rujukan dan kerjasama lintas sector dan lintas disiplin

Stunting merupakan istilah para


nutrisi untuk penyebutan anak
yang
tumbuh tidak sesuai dengan
ukuran yang semestinya (bayi
pendek). Stunting
adalah keadaan dimana tinggi
badan berdasarkan umur
rendah, atau keadaan
dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan
anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009).
Stunted adalah tinggi badan
yang kurang menurut umur (<-
2SD), ditandai
dengan terlambatnya
pertumbuhan anak yang
mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan
sehat sesuai usia anak.
Stunting dapat didiagnosis
melalui indeks antropometrik
tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan
pertumbuhan linier yang
dicapai pada pra dan
pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka
panjang, akibat dari
gizi yang tidak memadai
dan atau kesehatan. Stunting
merupakan
pertumbuhan linier yang gagal
untuk mencapai potensi genetik
sebagai akibat
dari pola makan yang buruk dan
penyakit (ACC/SCN, 2000)

KASUS

PENURUNAN ANGKA STUNTING DI INDONESIA

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo
menyebut angka stunting di Indonesia masih mencapai 24,4 persen. Angka ini masih berada di atas
standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20 persen.
Hasto Wardoyo mengatakan berdasar hasil survei, angka stunting di Indonesia mengalami penurunan tapi
masih 24,4 persen dari keseluruhan jumlah balita 23 juta anak.
"Data berdasar survei 24,4 persen. Jumlah balita 23 juta lebih sedikit. Jadi masih 6,1 jutaan. Standar WHO
20 persen," kata Hasto di sela acara Rencana Aksi Nasional percepatan penurunan stunting (Ran Pasti)
"Target sesuai ditetapkan bapak Presiden 14 persen sampai masa jabatan selesai," imbuhnya.

Salah satu langkah yang dilakukan saat ini yaitu terus melakukan sosialisasi ke masyarakat
Program prioritas Presiden Joko Widodo di periode kedua pemerintahannya adalah pembangunan sumber
daya manusia. Komitmen pemerintah untuk mencetak generasi emas yang sehat dan kuat salah satunya
adalah dengan upaya menekan angka stunting di Indonesia.

Prioritas pemerintah dalam penanganan stunting tetap difokuskan pada pelayanan kesehatan dan gizi
pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Strategi nasional yang dilakukan untuk percepatan
pencegahan stunting tahun 2018 – 2024 meliputi 5 pilar, yaitu:

1.       Komitmen dan Visi Kepemimpinan


2.       Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku
3.       Konvergensi Program Pusat, Daerah dan Desa
4.       Ketahanan Pangan dan Gizi
5.       Pemantauan dan Evaluasi

Strategi ini diselenggarakan di semua tingkatan pemerintah dengan melibatkan berbagai  institusi
pemerintah yang terkait dan institusi non-pemerintah, seperti swasta, masyarakat madani, dan komunitas
yang menyasar kelompok prioritas rumah tangga 1.000 HPK dan masyarakat umum di lokasi prioritas.
Intervensi penurunan stunting dilaksanakan terintegrasi baik intervensi spesifik maupun intervensi sensitif
sebagai implementasi standar pelayanan minimal di kabupatan / kota

Strategi penanganan stunting dilakukan secara spesifik dan sensitif. Intervensi secara spesifik dilakukan
dengan pemberian makanan tambahan, suplementasi gizi, PMBA dan pelayanan kesehatan. Sementara
secara sensitif dengan memastikan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu,
kerjasama lintas sektor dengan pemerintah dan pihak swasta juga turut mendukung upaya penanganan
stunting ini,” 
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Rujukan dan Sistem Rujukan


Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang
timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang lebih lengkap / rumah sakit) untuk horizontal (dari
satu bagian lain dalam satu unit). (Muchtar, 1977).

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik
secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi
ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi.

Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke
sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke
tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lain secara horizontal maupun vertical.

2. Tujuan Rujukan

Menurut Mochtar, 1998 Rujukan mempunyai berbagai macam tujuan antara lain :

1. Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya

2. Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit yang
kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya

3. Menjalin perubahan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge & skill) melalui
pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifer.

Sedangkan menurut Hatmoko, 2000 Sistem rujukan mempunyai tujuan umum dan khusus, antara lain :

1. Umum

Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas pelayanan yang optimal
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna.
2. Khusus

a. Menghasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara
berhasil guna dan berdaya guna

b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preveventif secara berhasil guna dan
berdaya guna.

3. Jenis Rujukan

Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit dari unit kesehatan yang
kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan
nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau
kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis.

Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium. Jika penderita telah sembuh dan hasil
laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan
yang lengkap (surat balasan). Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis
penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan menjalin kerja
sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian
maternal dan pranatal.

Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan
perkembangan maupun penelitian. Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal
dan rujukan eksternal.

a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi
tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.

b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan,
baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke
rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan rujukan kesehatan

1. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif)
dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung
koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:

a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif
dan lain-lain.

b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat.

Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui
ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of knowledge). Pengiriman
petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah
sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam
kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).

2. Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke fasilitas yang
lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan
(promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi
gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas
(pos Unit Kesehatan Kerja). Masukkan persiapan-persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana
rujukan :

a. Siapa yang akan menemani ibu dan bayi baru lahir.

b. Tempat –tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga. (Jika ada lebih dari satu
kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan yang paling sesuai berdasarkan jenis asuhan yang
diperlukan
c. Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan mengendarainya. Ingat bahwa
transportasi harus tersedia segera, baik siang maupun malam.

d. Orang yang ditunjuk menjadi donor darah, jika transfusi darah diperlukan.

e. Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan bahan-bahan.

f. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada saat ibu tidak di rumah.

4. Tingkatan Rujukan

Tingkatan rujukan berdasarkan pada bentuk pelayanan :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) Pelayanan kesehatan jenis ini
diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat sehat untuk meningkatkan kesehatan
mereka atau promosi kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar
(kurang lebih 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar
(basib health services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling dan balkesmas.

b. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health services) Pelayanan kesehatan jenis ini
diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat
ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D dan
memerlukan tersedianya tenaga spesialis

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) Pelayanan kesehatan ini diperlukan
oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
sekunder. Pelayanan sudah komplek, dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di
Indonesia: RS tipe A dan B.

5. Langkah-Langkah Rujukan dalam Pelayanan Kebidanan


1. Menentukan kegawatdaruratan penderita

a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri
oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat,
oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.

b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan yang ada
pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus
yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.

2. Menentukan tempat rujukan Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan
yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak
mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan
keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil
penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap
dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka
membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.

4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju

a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.

b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan
ke tempat rujukan

c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin
dikirim

5. Persiapan penderita (BAKSOKUDA) Hal-hal yang penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu
:
a. Bidan

Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten dan
memiliki kemampuan untuk menatalaksana kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke
fasilitas rujukan

b. Alat

Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung
suntik, selang IV, dll) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin
diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.

c. Keluarga

Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu dan/atau bayi
perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota
keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.

d. Surat

Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru
lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu
dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.

e. Obat

Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat-obatan mungkin akan
diperlukan selama perjalanan.

f. Kendaraan
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman.
Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk. mencapai tempat rujukan dalam waktu
yang tepat.

g. Uang

Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang
diperiukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di
fesilitas rujukan

h. Darah

Siapkan darah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.

6. Pengiriman Penderita Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan / sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.

7. Tindak lanjut penderita :

a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)

b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga kesehatan yang
melakukan kunjungan rumah

B.Kerjasama lintas sector dan lintas displin

Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas dan orang- orang di luar sektor kesehatan yang merupakan
usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan
manusia. Kerja sama tidak hanya dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikkut serta mendefinisikan
masalah, prioritas kebutuhan, pengumpulan, dan interpretasi informasi serta mengevaluasi. Lintas sektor
kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari sektor yang
berbeda, dibentuk utnuk mengambil tindakan pada suatu masalah agar hasil yang tercapai dengan cara
yang lebih efektif, berkelanjutan atau efisien disbanding sektor kesehatan bertindak sendiri (WHO 1998).
Prinsip kerja sama lintas sektor melalui pertalian dengan program di dalam dan di luar sektor kesehatan
untuk mencapai kesadaran yang lebih besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan
dan praktek organisasi sektor-sektor yang berbeda.1

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kerjsasama lintas sektor penganggulangan yang meliputi
anggaran, peraturan, komunikasi, komitmen, peran, dan tanggung jawab. Masalah anggaran sering
membuat beberapa institusi membentu kerja sama. Pengendalian melalui manajemen lingkungan
memerlukan kejelasan yang efektif antara sektor klinis, kesehatan lingkungan, perencanaan pemukiman,
institusi akademis, dan masyarakat setempat. 1

Sebagian dari masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari
berbagai kebijakan dari sector lain sehingga upaya ini harus sacara strategis melibatkan sector terkait.
Isu utama tersebut adalah bagaimana upaya meningkatkan kerjasama lintas sector yang lebih efektif
karena kerjasama lintas sector dalam pembangunan kesehatan selama ini sering kurang berhasil, banyak
program nasional yang terkait dengan kesehatan, tetapi pada akhirnya tidak atau kurang berwawasn
kesehatan. Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasilnya belum optimal karena kurangnya
dukungan lintas sector. Beberapa program-program sektoral yang tidak atau kurang berwawasan
kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Sebagian dari masalah
kesehatan terutama lingkungan dan prilaku berkaitan erat dengan berbagai kebijaksanaan maupun
pelaksanaan program disektor lain. Untuk itu diperlukan pendekatan lintas sector yang sangat baik,
agar sector terkait dapat selalu mempertimbangkan kesehatan masyaraka

Dalam rangka pelaksanaan upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa
masyarakat, dilakukan koordinasi dan kerjasama antar Departemen terkait sesuai dengan 31 Surat
Keputusan Menteri Kesehatan serta berbagai disiplin ilmu yeng mempunyai minat dan kepedulian terhadap
masalah kesehatan jiwa seperti edukasi, sosilogi, antropologi, keperawatan dan lain-lain. Di Provinsi,
Kabupaten Kota , koordinasi dan kerjasama dilaksanakan antar perangkat Daerah terkait sesuai dengan
Surat Keputusan Gubernur, Bupati Wali Kota serta berbagai disiplin ilmu yang mempunyai minat dan
kepedulian di wilayah masing-masing.
KASUS

PENURUNAN ANGKA STUNTING DI INDONESIA

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo
menyebut angka stunting di Indonesia masih mencapai 24,4 persen. Angka ini masih berada di atas
standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20 persen.
Hasto Wardoyo mengatakan berdasar hasil survei, angka stunting di Indonesia mengalami penurunan tapi
masih 24,4 persen dari keseluruhan jumlah balita 23 juta anak.
"Data berdasar survei 24,4 persen. Jumlah balita 23 juta lebih sedikit. Jadi masih 6,1 jutaan. Standar WHO
20 persen," kata Hasto di sela acara Rencana Aksi Nasional percepatan penurunan stunting (Ran Pasti)
"Target sesuai ditetapkan bapak Presiden 14 persen sampai masa jabatan selesai," imbuhnya.

Salah satu langkah yang dilakukan saat ini yaitu terus melakukan sosialisasi ke masyarakat
Program prioritas Presiden Joko Widodo di periode kedua pemerintahannya adalah pembangunan sumber
daya manusia. Komitmen pemerintah untuk mencetak generasi emas yang sehat dan kuat salah satunya
adalah dengan upaya menekan angka stunting di Indonesia.

PEMBAHASAN KASUS

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa masa usia anak-anak di bawah lima tahun adalah
masa-masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan anak. Pada masa tersebut anak-anak akan
menyerapkan informasi dari lingkungan sekitarnya dan akan terekam lama dalam memorinya. Hal ini akan
menentukan pola pikir dan perilakunya dimasa yang akan datang. Sehingga pada masa tersebut sangat
penting untuk diberikan asupan nutrisi yang cukup serta stimulus atau rangsangan komunikasi, dan
perilaku yang benar dari lingkungannya terutama orang tua dan keluarganya.

Apabila pemberian gizi dan stimulus komunikasi dan karakter tersebut tidak cukup, maka anak tersebut
bisa mengalami perlambatan pertumbuhan atau stunting, berat badan, tinggi badan, dan kemampuan
motorik dan sensoriknya lebih rendah dari anak-anak lain pada usianya.   

Dampak stunting dibagi menjadi dua, yakni ada dampak jangka panjang dan juga ada jangka pendek.
Jangka pendek kejadian stunting yaitu terganggunya perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan,
dan gangguan metabolisme pada tubuh. Sedangkan untuk jangka panjangnya yaitu mudah sakit,
munculnya penyakit diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, kanker, stroke,
disabilitas pada usia tua, dan kualitas kerja yang kurang baik sehingga membuat produktivitas menjadi
rendah. Artikel tersebut juga mengutip laporan yang dirilis UNICEF pada tahun 2010, menyampaikan
beberapa fakta terkait dengan stunting dan pengaruhnya, yaitu:

1.   Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting
lebih berat menjelang usia dua tahun.

2.   Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan
mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan
tinggi badan normal.

3.   Anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah
dibandingkan anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan
dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.

4.   Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang
menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual.

5.   Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan kognitif yang kurang.

6.   Stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini
berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan
mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

7.   Akibat lainnya kekurangan gizi/ stunting terhadap perkembangan sangat merugikan performa anak. Jika
kondisi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-2 tahun) maka tidak dapat
berkembang dan kondisi ini sulit untuk dapat pulih kembali.

8.   Penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan menghambat prestasi belajar
serta produktivitas menurun sebesar 20-30 persen, yang akan mengakibatkan terjadinya loss
generation, artinya anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang
pendidikan, ekonomi dan lainnya.

Pencegahan Stunting

Tindakan pencegahan stunting tentu lebih bijak dilaksanakan oleh semua orang di lingkungannya,
terutama yang terdapat anak balita dan pasangan usia muda terhadap kemungkinan terjadinya stunting,
daripada harus melakukan upaya penanganan setelah stunting itu terjadi. Biaya pencegahan stunting tentu
lebih murah dan dampaknya tentu akan lebih terkendali, daripada apabila sudah terjadi stunting. Berikut ini
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting:

1.    Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil


Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi
gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan
agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun
suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga
sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.   
2.    Beri Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata
berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh
karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang
buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan
sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3.    Dampingi ASI Eksklusif dengan Makanan Pendaping Air Susu Ibu (MPASI) sehat
Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping
atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan
makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun
merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu
berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter.
4.    Terus memantau tumbuh kembang anak
Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan
anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan
lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
5.    Selalu jaga kebersihan lingkungan
Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan
sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi
yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan
gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang
masuk ke dalam tubuh manusia.

Apabila dilihat dari penyebab dan ciri-ciri terjadinya stunting, maka hal tersebut adalah berkaitan dengan
masalah mendasar yang bisa terjadi pada masyarakat atau negara berkembang. Berkaitan dengan
kecukupan gizi atau nutrisi pada masyarakat, terutama pada ibu hamil dan balita, serta ada kaitannya
dengan pola hidup sehat, seperti tersedianya sanitasi yang layak (sarana mandi, cuci, kakus atau toilet)
dan ketersediaan air bersih. 

Dengan demikian maka tentu ada permasalahan lainnya yang menyebabkan masih tinggi kasus
stunting di Indonesia. Pendidikan atau pengetahuan mengenai cara hidup sehat, sanitasi yang baik,
ataupun mengenai makanan bergizi sudah diajarkan pada pendidikan tingkat dasar yaitu sejak Sekolah
Dasar. Namun sudah menjadi hal yang jamak pada masyarakat bahwa terdapat jarak antara pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh seseorang dengan penerapan dari pengetahuan oleh orang tersebut, belum tentu
sejalan.

Kegiatan Posyandu di desa atau kelurahan yang dilakukan oleh ibu-ibu kader PKK menurut
penulis sebenarnya telah memenuhi sebagian besar usaha yang diperlukan untuk melakukan pencegahan
stunting. Dibawah bimbingan petugas kesehatan dari Puskesmas ibu-ibu kader PKK telah melakukan
pendataan dan perkembangan balita, mencatat berat badan balita memberikan makanan tambahan dan
sebagainya. Sehingga apabila kegiatan Posyandu ini rutin berjalan di setiap desa atau kelurahan,
pencegahan stunting mungkin akan berjalan lebih cepat.  Tetapi apakah kegiatan Posyandu ini telah
berjalan dengan efektif atau tidak hal ini perlu dikaji lagi. Sebagaian masyarakat mungkin justru ada yang
menyepelekan kegiatan Posyandu.

Orang yang mengetahui cara hidup sehat atau mengetahui jenis makanan bergizi yang baik bagi
tubuh belum tentu akan melakukan cara hidup sehat atau akan mengkonkumsi makanan yang sehat.
Sebagian besar orang mengetahui bahaya atau keburukan merokok, namun mereka tetap mengkonsumsi
rokok. Membangun kesadaran dan perubahan perilaku yang sehat memang tidak mudah. Maka diperlukan
semacam gerakan atau kampanye kepada masyarakat untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat
tersebut terkait dengan hidup sehat, pemenuhan kecukupan gizi bagi ibu hamil dan anak-anak, sistem
sanitasi yang baik serta ketersediaan air bersih.

Adapun yang menjadi kendala dalam percepatan pencegahan stunting menurut Strategi Nasional
Percepatan Pencegahan Stunting yang dikeluarkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan adalah:

1.    Belum efektifnya program-program pencegahan stunting.

2.    Belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif di semua tingkatan
terkait dengan perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan, dan pemantauan dan evaluasi.
3.    Belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana.
4.    Keterbatasan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan program.
5.    Masih minimnya advokasi, kampanye, dan diseminasi terkait stunting, dan berbagai upaya
pencegahannya.

Kegiatan atau usaha untuk merubah perilaku masyarakat dari sikap gaya hidup yang tidak sehat
menuju gaya hidup sehat merupakan pekerjaan yang besar. Tidak cukup hanya dengan diberikan ceramah
atau sosialisasi, tetapi juga harus sampai kepada tingkat kesadaran diri untuk menerima dan menjalankan
perilaku hidup sehat. Perlu ada contoh atau keteladanan dari tokoh masyarakat, dan perlu adanya orang
terdekat yang bisa mengingatkan apabila tidak dilaksanakan. Hal ini tentu tidak bisa dilaksanakan dalam
waktu singkat. Maka sudah sewajarnya apabila upaya percepatan pencegahan stunting menjadi program
nasional yang digerakan oleh pimpinan nasional dari Presiden, Pimpinan Daerah hingga pemimpin tingkat
Kepala Desa atau kelurahan. Menurut penulis sendiri, mengingat kegiatan ini menggunakan dana yang
tidak sedikit, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pelaksanaannya, agar dapat
terlaksana secara akuntabel dan tepat guna. Jangan sampai ada penyelewengan atau korupsi terhadap
anggaran pencegahan stunting.

Prioritas pemerintah dalam penanganan stunting tetap difokuskan pada pelayanan kesehatan dan gizi
pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Strategi nasional yang dilakukan untuk percepatan
pencegahan stunting tahun 2018 – 2024 meliputi 5 pilar, yaitu:

1.       Komitmen dan Visi Kepemimpinan


2.       Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku
3.       Konvergensi Program Pusat, Daerah dan Desa
4.       Ketahanan Pangan dan Gizi
5.       Pemantauan dan Evaluasi

Strategi ini diselenggarakan di semua tingkatan pemerintah dengan melibatkan berbagai  institusi
pemerintah yang terkait dan institusi non-pemerintah, seperti swasta, masyarakat madani, dan komunitas
yang menyasar kelompok prioritas rumah tangga 1.000 HPK dan masyarakat umum di lokasi prioritas.
Intervensi penurunan stunting dilaksanakan terintegrasi baik intervensi spesifik maupun intervensi sensitif
sebagai implementasi standar pelayanan minimal di kabupatan / kota

Strategi penanganan stunting dilakukan secara spesifik dan sensitif. Intervensi secara spesifik dilakukan
dengan pemberian makanan tambahan, suplementasi gizi, PMBA dan pelayanan kesehatan. Sementara
secara sensitif dengan memastikan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu,
kerjasama lintas sektor dengan pemerintah dan pihak swasta juga turut mendukung upaya penanganan
stunting ini,” 

Dukungan kebijakan daerah dan kooordinasi lintas sektor diperlukan dalam percepatan
penanganan stunting. Keberhasilan kerjasama lintas sektoral ini terlihat pada  keberhasilan menerapkan
sistem rujukan berjenjang yang melibatkan kerjasama antar fasilitas kesehatan. Penguatan sistem rujukan
berjenjang, diawali dari posyandu, puskesmas hingga rumah sakit. Aksi ini digiatkan agar sedini mungkin
dapat dilakukan 'screening' dan tatalaksana yang tepat pada anak dengan kondisi yang menjurus ke
stunting, yaitu 'faltering growth', gizi kurang dan buruk, pelatihan kapasitas tenaga kesehatan, akses
terhadap pangan olahan, edukasi dan sanitasi.

Melalui sistem rujukan berjenjang tersebut, diharapkan secara teknis dapat memperbaiki sistem
layanan dalam rangka percepatan penurunan stunting di Indonesia.

DAFTAR ISI

Penjelasan Stunting Menurut WHO dan Cara Mengatasinya | Popmama.com

Pengertian Stunting, Penyebab dan Dampaknya (padamu.net)

Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).

Sistem Rujukan 2007


https://rujukan.go.id/p/protokol/paket-panduan-lintas-sektor-tanggap-covid-19-menuju-situasi-normal-yang-
baru

Anda mungkin juga menyukai