Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No.

1 Januari 2015

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM


BERDARAH DI INDONESIA
Oleh :
Siti Nurmawan Sinaga, SKM, M.Kes.
Dosen AKBID Mitra Husada, Medan

Abstrak
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan penanggulangan penyakit
DBD di Indonesia. Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan (library
research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa kegagalan antisipasi KLB DBD karena under-
estimate risk estimation harus dicegah dengan pengawasan pelaksanaan tugas pejabat kesehatan yang
berwenang mengawasi upaya pemberantasan wabah penyakit menular di daerahnya. Dalam
kebijakan penetapan status wabah dan kejadian luar biasa, perlu diwaspadai kesalahan
memperkirakan risiko terlalu kecil (under-estimate risk perception) apalagi mengingat keterbatasan
kemampuan dan sikap mental pejabat kesehatan di daerah dengan kewenangan otonomi daerah.
Sikap mental di sini mengacu pada antisipasi kecenderungan Oleh karena itu direkomendasikan agar
sistem peringatan dini wabah dan kejadian luar biasa seharusnya dilaksanakan dengan pengawasan
pelaksanaan tugas dan wewenang pejabat kesehatan di tingkat pemerintah pusat dan daerah untuk
memantau sedini mungkin dan setransparan mungkin kemungkinan berjangkitnya wabah demam
berdarah. Agar kewaspadaan dini wabah penyakit menular para pejabat kesehatan terkait dapat
diandalkan, bagi mereka perlu ada program pengembangan kapasitas (capacity building) di bidang
persepsi dan penilaian risiko (risk perception & risk assessment) wabah penyakit.

Kata kunci : kebijakan dan penyakit demam berdarah

1. Pendahuluan pencegahan dan pemberantasan dalam Tujuan


1.1. Latar Belakang Pembangunan Millenium (Millenium
Lingkungan yang sehat termasuk di Development Goals) adalah HIV/AIDS, malaria
dalamnya bebas dari wabah penyakit menular. dan tuberkulosis (Bappenas 2004b), namun di
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Indonesia penyakit demam berdarah dengue
Menengah (RPJM) 2004-2009, salah satu (DBD) saat ini juga mendesak untuk
program di bidang kesehatan adalah diberantas, karena telah menjadi wabah
pencegahan dan pemberantasan penyakit, tahunan yang memakan korban jiwa ratusan
termasuk wabah penyakit menular (Bappenas orang setiap tahunnya (Bappenas 2005b),
2004c). Penanganan secara cepat terhadap (Ditjen PPM&PL 2004), (WHO 2004).
wabah penyakit juga merupakan bagian dari Menurut Nadesul (2004), akibat dari
peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang penyakit demam berdarah dengue juga bisa
menjadi satu dari tiga prioritas program 100 lebih dahsyat dari kasus AIDS karena dapat
hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu 2004- langsung menghilangkan nyawa manusia, juga
2009 di bidang kesehatan (Bappenas 2004a; karena gejala dan tandanya tidak selalu tampil
Depkes 2005a). nyata sehingga sulit dikenali sehingga
Penyakit menular yang menjadi seringkali terlambat diobati dan akibatnya
prioritas pembangunan nasional jangka fatal.
panjang 2005-2025 adalah malaria, demam
berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, 1.2. Tujuan Penulisan
tuberkulosis paru, HIV/AIDS, penumonia, Penulisan karya ilmiah ini bertujuan
dan penyakit lain yang dapat dicegah dengan untuk mengetahui kebijakan penanggulangan
imunisasi (Bappenas 2005). Walaupun penyakit DBD di Indonesia.
penyakit menular yang menjadi prioritas target
Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No. 1 Januari 2015

1.3. Metode Penulisan entry point yang baik bagi kita untuk mengkaji
Penulisan makalah ini menggunakan kebijakan pemberantasan wabah penyakit
metode tinjauan kepustakaan (library research). menular karena wabah penyakit ini setiap
tahun masih mewabah. Masalah penanganan
2. Uraian Teoritis wabah demam berdarah dapat menjadi salah
2.1. Pemberantasan Wabah Penyakit Menular satu potret gambaran penanganan wabah
di Indonesia penyakit menular.
Upaya pemberantasan wabah penyakit
menular di Indonesia saat ini perlu mendapat 2.2. Wabah Demam Berdarah Dengue di
perhatian apalagi mengingat beberapa jenis Indonesia dan Asia Tenggara
penyakit kembali mewabah. Kenyataannya Indonesia dalam peta wabah demam
adalah hingga saat ini Indonesia masih berdarah dengue ada di posisi yang
terancam wabah penyakit menular klasik, memprihatinkan. Dalam jumlah angka
seperti diare, TBC, malaria, tetanus, dan polio kesakitan (morbidity rate) dan kematian
(Lubis 2005). (mortality rate) demam berdarah dengue di
Pola umum pemberantasan penyakit kawasan Asia Tenggara, selama kurun waktu
menular. Secara umum, pemberantasan 1985-2004, Indonesia berada di urutan kedua
penyakit menular di Indonesia dilakukan terbesar setelah Thailand (WHO 2004). Selama
melalui upaya-upaya: kewaspadaan dini, tahun 1985-2004, di Indonesia tercatat angka
penemuan penderita, penanganan penderita, penderita demam berdarah dengue terendah
pemberantasan sumber penyakit, upaya 10.362 pada tahun 1989 dan tertinggi 72.133
kekebalan (imunisasi), dan penyuluhan orang pada tahun 1998, dengan angka
masyarakat. Upaya-upaya secara sistematis kematian terendah 422 orang pada tahun 1999
yang dilakukan antara lain dengan dan tertinggi 1.527 pada tahun 1988. Di negara-
pencanangan gerakan nasional pemberantasan negara di wilayah tropis, demam berdarah
penyakit dan kesepakatankesepakatan regional dengue umumnya meningkat pada musim
maupun internasional. Gerakan nasional penghujan di mana banyak terdapat genangan
pemberantasan penyakit menular di Indonesia air bersih yang menjadi tempat berkembang
antara lain: Gerakan Berantas Kembali Malaria biak nyamuk Aedes aegypty (Suroso 1983),
(Gebrak Malaria), Gerakan Nasional Terpadu (Suroso & Umar 1999). Di daerah perkotaan,
Pemberantasan Tuberkulosis (Gerdunas), umumnya wabah demam berdarah kembali
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang salah meningkat menjelang awal musim kemarau
satunya untuk imunisasio polio, dan Gerakan (Suroso & Umar 1999), (Kompas 11 Mei 2005).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk Pada tahun 2005, jumlah kasus demam
demam berdarah dengue. berdarah dengue di seluruh Indonesia sampai
Merebaknya kembali wabah penyakit dengan Februari 2005 sebanyak 5.064 kasus
polio lumpuh layuh (Acute Flaccid Paralysis) dengan 113 kematian. Di 6 provinsi yaitu DKI
pada awal Mei 2005, menjadi peringatan keras Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
bagi lemahnya pengawasan pemberantasan Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan
wabah penyakit menular di Indonesia. Hal itu Nusa Tenggara Timur dilaporkan terjadi
mengingat Indonesia pada tahun 2003 hampir peningkatan kasus yang diwaspadai sebagai
mendapat sertifikat bebas polio dari WHO Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah
(Kompas 14 Mei 2005). Oleh karena itu, Dengue. Artinya, jumlah kasusnya sudah dua
menjadi penting bagi kita untuk melihat kali lipat atau lebih dari bulan yang sama pada
kebijakan pemberantasan wabah penyakit tahun lalu dan atau angka kematiannya lebih
menular di Indonesia. dari 1% (Depkes 2005b).
Pelajaran pemberantasan penyakit Pada tanggal 6 Juni 2005, tercatat
menular dapat kita pelajari dari kasus-kasus jumlah penderita demam berdarah dengue di
merebaknya kembali wabah penyakit menular. seluruh Indonesia selama bulan Januari-Mei
Demam berdarah dengue, adalah salah satu 2005 sejumlah 28.330 orang dengan jumlah
Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No. 1 Januari 2015

kematian 330 orang (Subdirektorat Arbovirosis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Ditjen P2M&PL 2005). Dalam upaya aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis
pengendalian wabah demam berdarah dengue, nyamuk ini ada hampir di seluruh daerah di
dibandingkan negara lainnya di Asia Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian
Tenggara, Indonesia termasuk salah satu lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut
negara yang masih mengalami masalah. (Wahono et al. 2004a). Penyakit ini telah
Indonesia memang sangat jauh tertinggal bila berkembang sejak lama di dunia, pertama kali
dibandingkan Singapura, yang sejak awal dikenali pada tahun 1779 di Kairo, dan pada
dekade 1980an dapat dikatakan telah berhasil tahun yang sama juga didapati terjadi di Asia
memberantas wabah penyakit demam yaitu di Jakarta yang dahulu masih bernama
berdarah dengue (Bang & Tonn 1993), (Ooi Batavia (David Bylon dalam Thongcharoen &
2001). Jatanasen 1993).
Penanganan secara cepat wabah Wabah demam berdarah dengue di
penyakit demam berdarah dengue di Indonesia yang menyebabkan banyak
Indonesia setiap tahunnya selalu menjadi kematian terjadi untuk pertama kalinya pada
masalah karena pemerintah dinilai oleh tahun 1968 di kota Jakarta dan Surabaya. Pada
masyarakat lamban menanganinya (Wahono tahun-tahun selanjutnya penyakit ini
et. al 2004a), (Tempointeraktif 2004). menyebar ke berbagai daerah di Indonesia
Pemberantasannya dari tahun ke tahun belum (Suroso 1983).
berhasil secara keseluruhan (Ditjen PPM&PL Penyebaran penyakit demam berdarah
2004), (Nadesul 2004) (Soedarmo 1990), (Febia dengue secara pesat sejak tahun 1968 di
2005). Indonesia dikarenakan virus semakin mudah
Seperti dikemukakan dalam Laporan penyebarannya menulari lebih banyak
Kesehatan WHO Tahun 2002, di setiap negara, manusia karena didukung oleh: (1)
pemerintahnya dapat memegang peranan meningkatnya mobilitas penduduk karena
signifikan dalam mengurangi risiko kesehatan semakin baiknya sarana transportasi di dalam
dan mempromosikan hidup sehat. Pemerintah kota maupun antar daerah, (2) kebiasaan
dapat mendorong upaya kesehatan masyarakat menampung air bersih untuk
masyarakat melalui kebijakan dan perundang- keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan air
undangan (WHO 2002). bersih belum mencukupi kebutuhan atau
Kajian ini ingin melihat bagaimana sumber yang terbatas atau letaknya jauh dari
kebijakan pemerintah Indonesia dalam pemukiman mendorong masyarakat
pemberantasan penyakit menular, khususnya menampung air di rumah masing-masing
pada pemberantasan wabah penyakit demam (karena nyamuk Aedes aegypti hidup di air
berdarah dengue, dalam mencegah dan bersih), (3) sikap dan pengetahuan masyarakat
menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB) tentang pencegahan penyakit yang masih
Demam Berdarah Dengue. kurang (Sudarmo 1990), (Suroso 1983).
Kajian spesifik tentang kebijakan Daerah yang terjangkit demam
pencegahan dan penanggulangan demam berdarah dengue pada umumnya adalah
berdarah dengue ini diharapkan dapat kota/wilayah yang padat penduduk. Rumah-
memberi sumbangan kepada kajian kebijakan rumah yang saling berdekatan memudahkan
pemberantasan wabah penyakit secara umum penularan penyakit ini, mengingat nyamuk
yang telah diberlakukan di Indonesia. Aedes aegypti jarak terbangnya maksimal 100
meter. Hubungan transportasi yang baik antar
2.3. Penyebaran Kejadian Luar Biasa dan daerah memudahkan penyebaran penyakit ini
Wabah Demam Berdarah Dengue di ke daerah lain (Suroso 1983). Mengingat
Indonesia bahwa di Indonesia daerah yang padat
Penyakit demam berdarah dengue penduduknya makin bertambah dan
atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah transportasi semakin baik serta perilaku
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue masyarakat dalam penampungan air sangat
Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No. 1 Januari 2015

rawan berkembangnya jentik nyamuk Aedes lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk
aegypti dan virus dengue, maka masalah penular penyakit demam berdarah dengue di
penyakit demam berdarah dengue akan rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah
semakin besar bila tidak dilakukan upaya sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya
pemberantasan secara intensif. Pencegahan 100 meter, serta tempat umum yang
berkembangnya nyamuk Aedes aegypti sebagai diperkirakan menjadi sumber penyebaran
penular demam berdarah dengue menjadi penyakit lebih lanjut.” Sedangkan
mutlak dilakukan (Bang & Tonn 1993), penanggulangan seperlunya adalah
(Nadesul 2004), (Soedarmo 1990), (Suroso ”penyemprotan insektisida dan/atau
1983). pemberantasan sarang nyamuk yang
Obat dan vaksin demam berdarah dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan
dengue sampai saat ini belum tersedia. epidemiologi”.
Pengobatan yang dilakukan hanya untuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
mengurangi gejala sakit dan mengurangi risiko 581/Menkes/SK/VII/ 1992 juga menetapkan
kematian (Nadesul 2004), (Suroso & Umar bahwa pelaksanaan kegiatan pemberantasan
1999). Penanggulangan demam berdarah penyakit demam berdarah dengue dilakukan
dengue secara umum ditujukan pada oleh Pemerintah dan masyarakat di bawah
pemberantasan rantai penularan dengan koordinasi Kepala Wilayah/Daerah. Dengan
memusnahkan pembawa virusnya perkembangan kebijakan desentralisasi
(vektornya) yaitu nyamuk Aedes aegypti kesehatan, pelaksanaan pemberantasan
dengan memberantas sarang penyakit demam berdarah dengue saat ini di
perkembangbiakannya yang umumnya ada di Daerah Tingkat II menjadi tugas dan
air bersih yang tergenang di permukaan tanah wewenang Pemerintah Daerah, sebagaimana
maupun di tempat-tempat penampungan air diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun
(Bang & Tonn 1993), (Ditjen PPM & PLP 1987), 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
(Nadesul 2004), (Suroso & Umar 1999), (WHO 2000 Pasal 2 ayat 10.
2004). Pemberantasan vektor merupakan
upaya yang mutlak untuk memutuskan rantai
3. Pembahasan penularan (WHO 2004), (Suroso 1983), (Suroso
Upaya penanggulangan KLB DBD & Umar 1999), (Nadesul 2004), (Bang & Tonn
meliputi: (1) pengobatan dan perawatan 1993). Strategi yang dilakukan di Indonesia
penderita, (2) penyelidikan epidemiologi dan adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
sarang nyamuk penular DBD, (3) pengasapan (fogging), dan larvasiding, yaitu
pemberantasan vektor (yaitu nyamuk memusnahkan jentik nyamuk dengan
penularnya), (4) penyuluhan kepada menaburkan bubuk abate ke air yang
masyarakat, (5) evaluasi penanggulangan KLB tergenang di dalam tampungan-tampungan
(Ditjen PPM & PLP 1987). Keputusan Menteri air.
Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 Program yang dilakukan adalah
tentang Pemberantasan Penyakit Demam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Berdarah Dengue menyebutkan bahwa ”upaya secara massal dan nasional. PSN dilakukan
pemberantasan penyakit demam berdarah dengan menerapkan 3M (Menutup wadah-
dengue dilakukan melalui kegiatan wadah tampungan air, Mengubur atau
pencegahan, penemuan, pelaporan, penderita, membakar barang-barang bekas yang dapat
pengamatan penyakit dan penyelidikan menjadi sarang nyamuk, dan Menguras atau
epidiomologi, penanggulangan seperlunya, mengganti air di tempat tampungan air).
penanggulangan lain dan penyuluhan kepada Kegiatan 3M dihimbau untuk dilakukan oleh
masyarakat.” masyarakat satu minggu sekali. Gerakan ini
Dalam Bab Pengertian dijelaskan dicanangkan oleh Pemerintah setiap tahunnya
bahwa, ”Penyelidikan epidemiologi adalah pada saat musim penghujan di mana wabah
kegiatan pelacakan penderita/tersangka demam berdarah dengue biasa terjadi. Pada
Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No. 1 Januari 2015

program pembangunan 2004-2005, Luar Biasa DBD dapat terbuka kecenderungan


pencanangan Gerakan PSN dimulai sejak melalaikan atau menutupi kasus ledakan
November 2004 dan ditegaskan kembali oleh kejadian penyakit demam berdarah di suatu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada wilayah. Terkait sistem desentralisasi
tanggal 11 Februari 2005. pemerintahan, karena Pemerintah Daerah juga
Dalam program Indonesia Sehat 2010, bertanggung jawab pada Pemerintah Pusat,
salah satu indikator kesehatan masyarakat dapat terjadi bahwa Pemerintah Daerah
adalah terbebasnya masyarakat dari kejadian cenderung berusaha melaporkan situasi yang
luar biasa demam berdarah dengue. Untuk itu ’baik-baik saja’ dari wilayahnya (Siagian 2002)
ditetapkan target bahwa pada tahun 2010, sehingga menutupi adanya wabah penyakit di
diharapkan angka kematian karena demam wilayahnya dengan sengaja atau dengan
berdarah dengue, tidak lebih dari 1% dari kelalaian yang dapat berakibat fatal.
jumlah penderita demam berdarah. Data pada Penegakan hukum dan keberpihakan
tahun 2000 menunjukkan angka kematian pada masyarakat miskin. Penegakan hukum
demam berdarah dengue masih sebesar 22,1% juga diperlukan untuk mengawal dengan ketat
(Depkes 2002). pelaksanaan kebijakan penanganan wabah
Kebijakan lainnya dalam upaya penyakit yang berpihak pada masyarakat yang
penanganan KLB-DBD: tidak mampu (option for the poor). Ketika
• Pemerintah menginstruksikan semua kebijakan pembebasan beaya pengobatan bagi
rumah sakit baik negeri maupun swasta penderita yang dirawat di ruang perawatan
untuk tidak menolak pasien penderita kelas III ditetapkan, namun tidak didukung
DBD. oleh penegakan hukumnya, pihak rumah sakit
• Pemerintah merekomendasikan sejumlah dapat tetap memungut beaya, yang akhirnya
rumah sakit milik pemerintah untuk menghambat upaya perawatan pasien
memberikan pengobatan gratis kepada penderita demam berdarah. Kejadian seperti
penderita DBD yang dirawat di ruang ini banyak dilaporkan terjadi di rumah sakit di
perawatan kelas III. Jakarta (Jaringan Miskin Kota 2004).
• Pemerintah merekrut juru pemantau jentik Kejadian Luar Biasa: Persepsi Risiko
(”jumantik”) untuk memeriksa jentik- Kesehatan. Pemerintah menetapkan status
jentik nyamuk Aedes aegypti di setiap wilayah yang terjangkit wabah penyakit
rumah tangga. berdasarkan perhitungan angka kesakitan
• Pemerintah melakukan penyuluhan (morbidity) dan kematian (mortalitas). Bila di
masyarakat melalui iklan layanan suatu wilayah ditemukan jumlah penderita
masyarakat di media massa, brosur dan demam berdarah melebihi jumlah penderita di
penyuluhan melalui tenaga kesehatan. bulan yang sama pada tahun lalu di wilayah
• Pemerintah melakukan penyelidikan itu, atau angka kematiannya sudah melebihi
epidemiologi untuk mengetahui 1%, status wilayah itu dinyatakan telah terjadi
perkembangan virus dengue. Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah (KLB
• Pemerintah menerapkan sistem peringatan DBD). Di sini dibutuhkan ketepatan (akurasi)
dini dan menetapkan status Kejadian Luar dan kecepatan (up to date) data surveilans
Biasa pada wilayah yang mengalami (menemukan penderita). Sayangnya, data
ledakan kejadian demam berdarah angka penderita dan angka kematian
dengue. seringkali terlambat ditemukan ataupun
• Pemerintah memberikan perlakuan seperti dilaporkan.
pada penanganan Kejadian Luar Biasa, Status Kejadian Luar Biasa ditetapkan
walaupun kejadiannya belum sampai pada berdasarkan angka yang dilaporkan. Namun
kriteria Kejadian Luar Biasa (Depkes angka yang tercatat bisa jadi hanya
2005b). menunjukkan fenomena gunung es, yaitu
Bila tidak ada penegakan hukum angka yang terlapor hanya sejumlah kecil dari
dalam sistem peringatan dini, dalam Kejadian jumlah penderita sesungguhnya. Seperti
Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No. 1 Januari 2015

disebutkan dalam laporan pencapaian kesehatan yang berwenang mengawasi upaya


Indonesia Sehat (Depkes 2004), angka pemberantasan wabah penyakit menular di
penderita penyakit yang tertera dalam laporan daerahnya. Dalam kebijakan penetapan status
adalah angka yang diperoleh ”dari data yang wabah dan kejadian luar biasa, perlu
berasal dari masyarakat (community based data) diwaspadai kesalahan memperkirakan risiko
yang diperoleh melalui studi morbiditas dan terlalu kecil (under-estimate risk perception)
berasal dari sarana pelayanan kesehatan apalagi mengingat keterbatasan kemampuan
(facility based data) yang diperoleh melalui dan sikap mental pejabat kesehatan di daerah
sistem pencatatan dan pelaporan” (Depkes dengan kewenangan otonomi daerah. Sikap
2004 hal. 31). Padahal, Biro Pusat Statistik mental di sini mengacu pada antisipasi
(2004) menunjukkan bahwa penduduk kecenderungan Oleh karena itu
Indonesia masih banyak yang tidak pergi direkomendasikan agar sistem peringatan dini
berobat ke tempat pelayanan kesehatan ketika wabah dan kejadian luar biasa seharusnya
mengalami gejala sakit fisik, sehingga tidak dilaksanakan dengan pengawasan
terdata ketika sakit. Data Susenas 2004 pelaksanaan tugas dan wewenang pejabat
menunjukkan hanya 38,21% dari penduduk kesehatan di tingkat pemerintah pusat dan
yang disensus yang pergi berobat ke tempat daerah untuk memantau sedini mungkin dan
pelayanan kesehatan sehingga dikuatirkan setransparan mungkin kemungkinan
angka laporan kasus penderita demam berjangkitnya wabah demam berdarah. Agar
kewaspadaan dini wabah penyakit menular
berdarah hanya mencakup sejumlah kecil
para pejabat kesehatan terkait dapat
jumlah penderita yang sesungguhnya.
diandalkan, bagi mereka perlu ada program
Kurangnya data seperti itu dapat
pengembangan kapasitas (capacity building) di
menyebabkan kekeliruan persepsi risiko
bidang persepsi dan penilaian risiko (risk
(Fischoff 1995), (Slovic & Weber 2002).
perception & risk assessment) wabah penyakit.
Dalam kebijakan publik yang
Kegagalan karena kurangnya
berkaitan dengan risiko kesehatan masyarakat,
kesiagaan dan kepedulian akan situasi genting
peran pemerintah menjadi signifikan karena
(sense of crisis) terhadap KLB DBD harus diatasi
kewenangan menyatakan status wabah atau
dengan meningkatkan kepedulian pemerintah
kejadian luar biasa (KLB) ada di pemerintah.
dan masyarakat terhadap kasus berjangkitnya
Sesuai pemberlakuan sistem desentralisasi dan
DBD walaupun belum masuk kategori KLB
otonomi daerah, pelaporan dan penanganan
DBD. Oleh karena itu, untuk kesiagaan
wabah penyakit di tingkat daerah menjadi
masyarakat dan kepedulian pada penderita
tugas dan wewenang pemerintah daerah
khususnya dan juga masyarakat umumnya,
(Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000
salah satu kebijakan yang telah dilaksanakan
Pasal 2 ayat 10). Kebijakan penetapan status
pada tahun 2005 ini yaitu penanganan kasus
”kejadian biasa” (”jumlah kecil, belum lebih
DBD di suatu wilayah secara kasus KLB
dari kejadian yang lalu”) dan ”kejadian luar
walaupun belum terhitung status KLB, perlu
biasa”, berpotensi terjadinya kesalahan
didukung.
memperkirakan risiko terlalu kecil (under-
estimate risk perception) karena laporan data
Daftar Pustaka
tidak akurat atau tidak transparan (menutupi,
membantah, dan mereduksi temuan). Dalam
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
hal ini, manajemen risiko dan
(Bappenas). 2004a. Agenda 100 Hari
pengkomunikasian risiko (risk communication) Pertama: Mewujudkan Indonesia yang
haruslah sungguh-sungguh menjadi perhatian. Sejahtera. Jakarta: Bappenas.
http://www.bappenas.go.id/pnData/
4. Penutup ContentExpress/15/isi_100_hari.htm
Kegagalan antisipasi KLB DBD karena
under-estimate risk estimation harus dicegah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
dengan pengawasan pelaksanaan tugas pejabat
(Bappenas). 2004b. Laporan Perkembangan
Jurnal Ilmiah “RESEARCH SAINIS” Vol. 1 No. 1 Januari 2015

Pencapaian Tujuan Pembangunan Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2004.


Millenium Millenium Development Goals. Profil Kesehatan 2002. Jakarta:
Pebruari 2004. Jakarta: Bappenas. Departemen Kesehatan RI.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2005a.


(Bappenas). 2004c. Rencana Pembangunan Peningkatan Akses Masyarakat
Jangka Menengah 2004-2009. Jakarta: terhadapLayanan Kesehatan yang
Bappenas. Berkualitas. Press release. 29 Januari.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2005b.


(Bappenas). 2005a. Rencana Pembangunan Presiden Ajak Masyarakat Lakukan Gerakan
Jangka Panjang 2005-2025. Jakarta: Pemberantasan Sarang Nyamuk. Press
Bappenas. release. 11 Februari.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit


(Bappenas). 2005b. Peraturan Presiden RI Menular dan Penyehatan Lingkungan
No. 39 Tahun 2005 tentang Rencana Kerja (Ditjen PPM&PL) Departemen
Pemerintah Tahun 2006. Jakarta: Kesehatan RI. 2004. Modul Latihan Juru
Bappenas. Pemantau Jentik dalam Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue.
Bang, Yong H. and Robert J. Tonn. 1993. Vector Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Control and Intervention. Dalam Prasert
Thongcharoen ed.. Monograph On Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Menular dan Penyehatan Lingkungan
WHO Regional Publication SEARO, 22: (Ditjen PPM&PL) Departemen
121-138. New Delhi: WHO Regional Kesehatan RI. 2004. Panduan Program
Office for South-East Asia. Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Biro Pusat Statistik (BPS). 2004. Statistik Berdarah Dengue di Kabupaten/Kota.
Kesejahteraan Rakyat 2004. Jakarta: Biro Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Pusat Statistik.
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Bramono, Sandhi Eko. 2005. Pasca Tsunami: Menular dan Penyehatan Lingkungan
Waspadai Ancaman Penyakit Bawaan Air (Ditjen PPM&PL) Departemen
Water Borne Diseases. Bandung: Kesehatan RI. 1987. Petunjuk Pelaksanaan
Departemen Teknik Insititut Teknologi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa KLB
Bandung. dan Wabah Demam Berdarah Dengue DBD.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2002.
Profil Kesehatan 2001. Jakarta: Suroso, Thomas. 1983. Tinjauan Keadaan dan
Departemen Kesehatan RI. Dasar-Dasar Pemikiran dalam
Pemberantasan Demam Berdarah di
Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2003. Indonesia Periode 1968-1981. Jakarta:
Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Direktorat Jenderal P3M Depkes RI.
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi
Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Wahono, Tri .Djoko. ed., Kristina, Isminah,
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. Leny Wulandari. 2004a. Demam Berdarah.
1202/Menkes/SK/VIII/2003. Jakarta: Jakarta: Badan Penelitian dan
Departemen Kesehatan RI. Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Kajian Masalah
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai