SKRIPSI
Elderly (60-80 year) experiences in caring high blood pressure in social house of tresna
werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Year 2017
vi + 6 CHAPTER, 92 pages, 4 skema, 9 attachments
ABSTRACT
In Indonesia suffer from hypertension ranked first of the ten most common diseases
of the elderly in 2013 with a proportion of 45.9% in the 55-64 year age group, 57.6% in the
age group of 65-74 years and 63.8% in the age group more than 75 years. The porpose of this
study was to provide deeper understanding of elderly’s experiences in caring for hipertension.
Qualitative research method with phenomenology approach.
The research informants were taken by purposive sampling, which amounted to 6
elderly man in social house of tresna werdha Kasih Sayang Ibu batusangkar. The data were
processed and analyzed using the Colaizzi
Method analysis method, It was identified 7 themes that were : 1) physical
responses; 2) psychological responses; 3) lifestyle adaptation; 4) use medication; 5) positive
thinking; 6) disease recovery; 7) nursing care or health care.
This result shiwed that caring for hypertension was basically based on elderly’s
experiences individually. Participants' knowledge of hypertension is lacking, and needs to be
harmonized with the support of health workers.
ABSTRAK
Di Indonesia menderita hipertensi menduduki peringkat pertama dari sepuluh
penyakit tersering pada lansia tahun 2013 dengan proporsi 45,9 % pada kelompok umur 55-
64 tahun, 57,6% pada kelompok umur 65-74 tahun dan 63,8% pada kelompok umur lebih
dari 75 tahun. Tujuan penelitian untuk memahami secara mendalam arti dan makna
pengalaman lansia dalam melakukan perawatan tekanan darah tinggi.
Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan penelitian
diambil secara purposive sampling, yang berjumlah 6 lansia laki-laki di panti sosial tresna
werdha kasih sayang ibu batusangkar . Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan
metode Collaizi,
Hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan partisipan mengenai penyakit
hipertensi dimana teridentifikasi 4 tema, yaitu : 1) Kurang pengetahuan; 2) respon lansia; 3)
Upaya pola hidup sehat; 4) Terapi farmakologi dan non farmakologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman lansia melakukan perawatan
hipertensi merupakan pengalaman yang bersifat individual .Pengetahuan partisipan mengenai
penyakit hipertensi masih kurang, dan perlu diselaraskan dengan dukungan petugas
kesehatan.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar
Tahun 2017” , shalawat beriringan salam tak lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekrang ini .
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan pada Program
Studi Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittingi. Selama Penyusunan skripsi ini,
penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Terutama Bapak
Ns. Reki Afrino S.Kep, M.Kep sebagai dosen pembimbing I serta Ibu Detty Afriyanti S.ST,
M.Keb sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran yang telah
penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa bangga kepada :
2. Ibu Ns. Fitrinola Rezkiki, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu
3. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittingi
pendidikan.
4. Bapak Herizal, S.E selaku pimpinan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih
Sayang Ibu Batusangkar yang telah memberikan izin peneliti untuk pengambilan data
5. Kepada staf perpustakaan STIKES FORT DE KOCK yang telah memberi bantuan
6. Teristimewa Suami dan anak – anakku tercinta yang pengertian dan memberikan
dorongan baik moril maupun materil, doa serta kasih sayang yang tulus dalam
keberhasilan penulis.
7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang memberikan dorongan baik moril, doa serta kasih
8. Semua teman – teman S1 keperawatan non reguler Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan
Semoga semua amal kebaikan kita bersama diterima di sisi Allah SWT,
Penulisan skripsi ini belumlah sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan
masukan, saran dan kritikan dari berbagai pihak. Akhir kata penulis berharap
penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
keperawatan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN
ABSTRACT
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR SKEMA .................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 8
E. Ruang lingkup .................................................................................... 9
BAB V PEMBAHASAN
A. Tema 1 : Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit hipertensi
............................................................................................................ 77
B. Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi
.................................................................................................... 79
C. Tema 3: Upaya pola hidup sehat yang dilakukan lanjut usia
dengan hipertensi
.................................................................................................... 80
D. Tema 4 : Tetapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut
............................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA
Nomor Skema
4.1 Tema 1 : Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit hipertensi 65
4.2 Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi ...................... 69
4.3 Tema 3: Tindakan yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi .... 73
4.4 Tema 4: Harapan lanjut usia dengan hipertensi terhadap penyakit 74
DAFTAR TABEL
Lampiran :
5. Pedoman Wawancara
A. Latar Belakang
Ageing process atau menua dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar akan dialami semua orang yang karuniai umur panjang., hanya lambat
cepatnya proses tersebut bergantung pada masing masing individu. Secara individu, pada
usia diatas 60 tahun terjadi proses penuaan secara ilmiah. Hal ini akan menimbulkan
masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Dengan bergesernya pola
perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit juga bergeser dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular atau akibat penuaan (Muhith & Siyoto, 2016).
Dewasa ini, penduduk di dunia hidup lebih lama.Untuk pertama kalinya dalam
sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi manusia dengan
usia diatas 60 tahun pada tahun 2015 mencapai 900 juta orang atau 12% dari populasi
dunia dan diperkirakan pada tahun 2050 populasi lansia dunia meningkat dua kali lipat
menjadi 2 miliar orang atau sekitar 22% populasi dunia. Hal ini tidak lepas dari
sehingga meningkat usia harapan hidup (UHH) (WHO, 2015). Hipertensi masih
merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan besar di dunia. Berdasarkan
WHO angka hipertensi pada lansia mencapai 40% dari penduduk dunia dengan
hipertensi yang tidak terkontrol hampir 1 miliar orang. Angka kematian yang disebabkan
oleh hipertensi 7,5 juta jiwa atau 12,8% dari semua kematian (WHO, 2016).
penyakit tersering pada lansia tahun 2013 dengan proporsi 45,9 % pada kelompok umur
55-64 tahun, 57,6% pada kelompok umur 65-74 tahun dan 63,8% pada kelompok umur
lebih dari 75 tahun. Sehingga kasus hipertensi masih cukup banyak ditemukan pada
pelayanan kesehatan primer. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat pada tahun 2013
adalah 22,6%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat tahun 2014,
Padang dengan 10.783 kasus.Kasus hipertensi tertinggi di Kota Padang pada tahun 2014
sampai 2015 berada di wilayah kerja puskesmas Andalas dengan 2.305 kasus pada tahun
2014 dan 2.789 kasus pada tahun 2015 (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2015).
manusia yang membawa dampak pada peningkatan jumlah lansia. Penduduk lanjut usia
(lansia) adalah bagian dari penduduk secara keseluruhan. Seperti halnya kelompok
penduduk lainnya, kelompok lansia juga tetapi ingin mandiri, berkarya, dan
bersosialisasi ditengah masyarakat. Mereka tidak ingin menjadi beban dan tergantung
pada orang lain, termasuk keluarganya. Selainitu, mereka juga selalu ingin dapat bergaul,
Lansia yang tinggal dipanti memiliki latar belakang kehidupan dan alasan yang
berbeda-beda. Latar belakang, alasan, dan kondisi yang saat ini di panti masing-masing
memberikan sumbangan sebagai stresor atau sumber stres dialami para lansia panti.
Tentu sumbangan stres dari masing-masing stresor tersebut akan berbeda bergantung
pada faktor individu itu pula. Besar kecilnya sumbangan stres dari stresor yang
mengelilingi kehidupan lansia panti akan memberikan variasi terhadap tingkat stres yang
dialami Indriana dkk, (2010). Ketika tubuh kita mendapatkan asupan garam yang terus
meningkat, maka volume darah akan meningkat dan dapat meningkatkan beban kerja
pada jantung. Arteriosclerosis, kerusakan pada ginjal, masalah pembuluh darah, serangan
jantung, dan stroke adalah beberapa kondisi dari resiko hipertensi (Yuli, 2014).
bertambahnya umur. Peningkatan tekanan darah kelihatan 50% pada umur diatas 65
pembuluh darah elastis atau lentur dan mudah berdistensi (menerima tekanan).
menurunnya elastisitas terdapat tahanan lebih besar pada aliran darah. Setiap faktor
hemodinamik secara nyata saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Jika elastisitas
arteri turun tahanan vaskuler perifer akan meningkat. Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat
jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
Kurang olahraga akan menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Dalam hal ini,
kurang olahraga pada lansia disebabkan oleh faktor usia. Mungkin lansia lebih banyak
duduk, kurang gerak, dan gaya hidup santai. Ini akan mengakibatkan kurangnya aktifitas
fisik sehingga jantung tidak terlatih, pembuluh darah kaku, sirkulasi darah tidak mengalir
Menurut Rachma (2010) lansia merasa penyakit tekanan darah tinggi yang
ditekankan agar klien dapat secara mandiri melakukan tindakan-tindakan perawatan yang
dilakukan untuk mencegah kenaikan tekanan darah. Salah satu tindakan yang dapat
darah tinggi. Segala bentuk informasi terkait masalah penyakit hipertensi dapat diberikan
melalui kelompok ini. Kelompok ini sendiri nantinya yang akan berbagi informasi
risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi Williams (2007). Faktor genetik
mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi. Dibuktikan oleh Abed dan Haddaf (2013)
yang menemukan hubungan signifikan antara riwayat keluarga dengan hipertensi yaitu
sebesar 85,8% : 71,7% pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masingnya.
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang berjalan secara kronis. Disamping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat - obatan yang efektif banyak
tersedia. Jika dibiarkan, hipertensi yang tidak terkontrol akan menjadi faktor resiko pada
penyakit yang mengancam jiwa seperti stroke dan penyakit kardiovaskuler. Salah satu
komplikasi hipertensi kronik pada kelompok lanjut usia adalah gangguan fungsi kognitif
dan demensia. Hipertensi kronik menyebabkan penyempitan dan sklerosis arteri kecil di
suplai darah keotak, dan pada akhirnya terjadi mikroinfark sehingga terjadi kematian sel
otak dan gangguan fungsi kognitif. Kerusakan sel otak ini dapat mempengaruhi
kemampuan memori, berpikiran tau bahasa seseorang yang nantinya akan menyebabkan
2016).
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang umum diderita oleh lansia. Sebagai
penyakit kronis, hipertensi berdampak besar bagi kehidupan, karena mempengaruhi gaya
hidup dan interaksinya dengan orang lain Meiner & Lueckenotte (2006). Hipertensi
merupakan salah satu faktor resiko utama gangguan jantung selain mengakibatkan
karena alas an penyakit tertentu, sehingga sering disebut “silent killer”. Tanpa disadari
penderita mengalami komplikasi pada organ – organ vital seperti jantung, otak ataupun
ginjal. Menurut Depkes (2006) hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskuler (stroke, penyakit arteri koroner, gagal ginjal, demensia dan atrial
fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor – faktor resiko kardiovaskular lain,
tersebut.
Penelitian lain yang dilakukan di panti sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin dari 63 lansia yang menjadi responden pada penelitian tersebut didapatkan 25
orang hipertensi dan 38 orang tidak hipertensi. Dari 25 orang lansia hipertensi terdapat
19 orang lansia (92%) mengalami gangguan kognitif sedangkan dari 38 tidak hipertensi
Fenomena yang peneliti temukan di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang
Ibu Batusangkar bahwa 8 lansia dari 10 lansia yang peneliti wawancarai mereka kurang
kemudian di beri obat penurun tensi terkadang lansia lupa meminumnya . Dalam
jalan keliling panti dalam beberapa menit, senam lansia yang dilakukan setiap minggu
serta ada juga lansia meminum air rebusan daun pokat untuk menurunkan tekanan darah
lansia tersebut.
Berdasarkan data awal yang peneliti dapat dari Panti Sosial Tresna Werdha Kasih
Sayang Ibu Batusangkar lansia tahun 2017 memiliki kasus Hipertensi (80,5%)
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah gastritis (70%) dan terbanyak ketiga
rematik (50,5%), pada kasus hipertensi lansia laki-laki sebanyak 17 orang, sedangkan
dan hipertensi penulis tertarik ingin mengamati Pengalaman Lanjut Usia (60-80 tahun)
Dalam Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih
B. RUMUSAN MASALAH
Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun
2017”
C. TUJUAN PENELITIAN
Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan bagi petugas Panti Sosial Tresna Werdha Kasih
hipertensi dan perawatan hipertensi secara mandiri pada lanjut usia yang menderita
hipertensi.
Pada penelitian ini diharapkan pasien lanjut usia mampu melakukan perawatan
secara mandiri baik dari segi penjagaan makanan dan aktifitas fisik yang berat serta
manajemen konsep diri terhadap penyakit darah. Sehingga untuk kedepannya para
4. Bagi Institusi
kepustakaan bagi institusi serta dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
perawatan hipertensi.
lanjut usia melakukan perawatan hipertensi serta dapat menjadi sumber referensi bagi
Ruang lingkup keilmuan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu untuk
perawatan hipertensi yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih
Sayang Ibu Batusangkar tahun 2017. Yang akan dilakukan pada bulan februari 2018.
Adapun tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana pengalaman lanjut usia (60-80
tahun) dalam melakukan perawatan hipertensi yang dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar tahun 2017. Partisipan dalam penelitian
ini adalah lansia laki-laki yang menderita hipertensi di (PSTW) Kasih Sayang Ibu
Batusangkar. Cara pengumpulan data yaitu diperoleh dari data primer dimana peneliti
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengalaman
1. Defenisi
memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang
terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai
Pengalaman merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi
juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia,
persepsi itu tidak hanya di tentukan oleh stimulus (ransangan) secara objektif, tetapi
juga di pengaruhi oleh keadaan diri sang perseptor (Carol wade dan Carol Tavris,
2008).
hasil persepsi yang berbeda. Pendapat ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat
tekanan dalam persepsi pada umumnya adalah objek-objek yang memenuhi tujuan
individu yang melakukan persepsi, persepsi yang sering kita alami (konsisten) secara
berulang-ulang maka dengan sendirinya akan terekam didalam memori kita dan
menjadi sebuah pengalaman atau persepsi yang akan di recall kembali apabila kita
mengalami sensasi yang sama dilain waktu (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachwati,
2014).
tinggi. Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Carol
melakukan suatu kegiatan maupun prinsip aktifitas yang dialaminya adalah faktor
yang mempengaruhi adanya suatu hal yang dapat menciptakan adanya pengalaman
sehingga individu tersebut dapat menuangkannya kedalam suatu informasi baik secara
B. LANSIA
1. Defensi
Menua atau lansia adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua.Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa 60 tahun adalah usia permulaan tua.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakanproses yangberangsur-angsur
tahantubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir
2. Klasifikasi Lansia
3. Karateristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam Padila (2013) karakteristik lansia
sebagai berikut :
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kondisi maladaptif.
Menurut Stieglitz (1954) dalam nugroho (2008) ada empat penyakit yang
1) Peningkatan kesehatan
C. Pengetahuan
1. Defenisi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan imi terjadi setelah orang melakukan
manusia, yakni indra pengihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap positif, maka prilaku
tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila prilaku tersebut tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmojo, 2012).
2. Tingkat pengetahuan
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
2012).
2) Memahami (comprehension)
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan
(Notoatmojo, 2012)
3) Analisis (anaysis)
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
4) Aplikasi (Application)
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip (Notoatmojo,
2012).
5) Sinetesis (Synthesis)
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formukasi- formulasi yang ada.
menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada (Notoatmojo, 2012).
6) Evaluasi (Evaluation)
penilaian terhadap sesuatu materi atau ojek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendir, atau menggunakan kriteria yang ada (Notoatmojo, 2012)
seperangkat alat tes/kuesioner tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-
tentang hipertensi dengan upaya pencegahan kekambuhan hipertensi pada lansia bahwa
yang baik sebanyak 21 (26,9%), dan responden yang tingkat pengetahuanya cukup 19
(24.4%).
D. Perawatan Hipertensi
1. Defenisi
batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami
(Tambayong, 2010).
140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh seperti otak,
jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina. Akibatnya dapat
arteri .Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaaan tanpa gejala, dimana
terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada
pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh
pada saat jantung relaksasi (diastolik).Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik
garis miring tekanan diastolik, misalnya, 120/80 mmhg dibaca seratus dua puluh per
delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan darah
sistolik 140 mmhg atau lebih, tekanan darah diastolik mencapai 90 mmhg atau
lebih,atau keduanya .Pada tekanan darah tinggi biasanya terjadi kenaikan tekanan
2. Klasifikasi Hipertensi
3. Etiologi Hipertensi
a. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui dengan pasti atau
idiopatik. Selain itu hipertensi ini dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup
b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh kondisi medis lain.
1) Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau transport
Na
2) Obesitas: terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat
perubahan elastisitas dinding aorta menurun, latup jantung menebal dan menjadi
ditemulan para pensiunan yang sudah tak bekerja lagi menghadapi perubahan
diposisikan sebagai orang yang tak mampu lagi melakukan beberapa pekerjaan
memunculkan stress. Adanya peningkatan volume cairan dan tekanan darah ang
kembali pada keadaan yang normal. Pada hipertensi esensial kondisi inilah yang
terganggu.
Pola makan dan aktivitas tak seimbang juga memiliki kontribusi yang
badan berlebih apalagi penderita obesitas akan mengalami tekanan darah yang
kebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai berat badan normal.
Peningkatan tekanan darah ini ditemukan sepanjang hari, termasuk juga
dimalam hari.
dengan di siang hari pada mereka yang mempunyai berat badan berlebih hingga
penurunan, bila tekanan darah tetap tinggi, keadaan ini dapat menyebakan
besar , yaitu primer dan skunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang
sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang
hormone yang merupakan faktor yang pengatur tekanan darah (Martha, 2012).
Faktor–faktor hipertensi ada yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol :
berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor tersebut antara lain :
a) Obesitas (kegemukan)
mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun
yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami
hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah . Keadaan ini akan
darah.
Mengkonsumsi alkohol juga membahayakan kesehatan karena
d) Stres
meningkat. Tetapi pada umunya, begitu kita sudah kembali rileks maka
tekanan darah tingi. Hal tersebut belum terbukti secara pasti namun pada
hipertensi.
f) Faktor Obat-obatan
darah. Efek ini tergantung jenis dan dosis hormon dalam kontrasepsi oral
bila estrogen maka berefek lebih baik karena karena menaikan HDL
dari pada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita
(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak
b) Jenis kelamin
2007).
c) Faktor usia
penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko
hipertensi pada usia tua. Pada umunya hipertensi pada pria terjadi diatas
4. Gejala Hipertensi
sakit kepala, cemas, epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan pada penderita
1) Sakit kepala
2) Jantung berdebar-debar
4) Mudah lelah
5) Penglihatan kabur
6) Hidung berdarah
8) Telinga berdenging
penglihatan, gagal saraf, gagal jantung, gejala serebral (otak) yang dapat
2003).
ini merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai
Perubahan fisik dan psikologis pada lansia terjadi secara alami.Salah satu
perubahan yang terjadi pada lansia adalah kejadian penyakit kronis (Miller, 1999). Lansia
yang mengalami penyakit kronis akan mempersepsikan dirinya sebagai beban, dan
ide-ide individu dan perasaan tentang dirinya; peran sosial individu. Gangguan yang
dialami lansia pada salah satu komponen tersebut tidak terjadi dengan sendirinya. Artinya,
gangguan pada salah satu komponen akan mempengaruhi dua komponen lainnya.
Misalnya seorang lansia yang mengalami gangguan fisiologis berupa peningkatan tekanan
darah, maka sebagai akibat lanjutnya terjadi perubahan fungsi psikologisnya. Selain itu,
lansia juga diharuskan untuk merubah atau terganggu peran sosialnya. Perasaan
2004).
Respon berduka yang dialami lansia disebabkan karena hipertensi berdampak pada
aspek fisik, psikososial, spiritual, ekonomi, dan individu lansia itu sendiri berupa stres
berdampak terhadap penurunan kualitas hidup lansia. Kubler & Ross (1969, dalam Kozier
et al, 2004) menggambarkan lima tahap proses berduka sebagai respon klien yang
mengalami kehilangan.
skehilangan. Lansia tidak percaya mengalami tekanan darah tinggi, yang harus
kehilangan kebebasan. Perubahan fisik yang dapat terjadi pada tahap ini adalah letih,
lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
dengan tidak mau lagi datang ke fasilitas kesehatan atau tetap mempertahankan
kebiasaan hidupnya.
kesehatan, atau Tuhan. Reaksi fisik yang ditunjukkan diantaranya muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal (Potter & Perry, 2005).
Lansia akan cenderung lebih sensitif sehingga mudah tersinggung dan marah,
untuk menutupi rasa kecewa dan manifestasi kecemasannya terhadap akibat lanjut
dari penyakit hipertensi. segala instruksi atau anjuran yang diberikan. Dalam hal
kepatuhan dan kepatuhan dan ketidakpatuhan lansia dalam mematuhi apa yang
dianjurkan petugas kesehatan untuk merawat tekanan darah tinggi, dipengaruhi oleh
faktor interaksi nilai, pengalaman hidup lansia, dukungan keluarga, kemampuan dari
tenaga kesehatan, dan kompleksitas cara atau aturan hidup yang diterapkan lansia
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang umum diderita oleh lansia. Sebagai
penyakit kronis, hipertensi berdampak besar bagi kehidupan, karena mempengaruhi gaya
hidup dan interaksinya dengan orang lain (Meiner & Lueckenotte, 2006).
Kondisi ini menyebabkan individu berada dalam situasi krisis, yang akan
mempengaruhi individu dengan stres yang berkelanjutan atau berulang (Charles et al.,
2001). Hal ini dikarenakan sakit fisik yang dirasakan, ketidakmampuan, harga diri rendah,
finansial.Hal ini selaras dengan temuan Asniar (2007) yang dalam penelitiannya
menyatakan bahwa suatu penyakit dapat menimbulkan gangguan pada level organ,
Webb dan Gonzales (2006) melakukan penelitian kualitatif tentang beban karena
hipertensi terkait gambaran mental pada wanita Amerika keturunan Afrika.Hasil penelitian
hubungan sebab akibat dengan faktor resiko dalam konteks stres psikologis.Stres
psikologis merupakan kondisi yang umum dialami individu yang menderita penyakit
kronis.
peningkatan tekanan darah yang dilakukan, hal ini akan mengurangi beban pribadinya
sehingga secara efektif dapat melakukan perawatan hipertensi. Selain itu dalam perawatan
penyakit kardiovaskuler, modifikasi gaya hidup, termasuk managemen stres, lebih penting
Untuk lebih jelasnya, semua aspek tersebut akan dijelaskan berikut ini :
a. Fisik
hipertensi pada usia dewasa muda. Pada lansia tekanan darah sistolik dan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
terjadi di jantung, otak, mata, atau ginjal.Dalam jangka lama, hipertensi yang
tidak dirawat dapat merusak organ target. Kerusakan organ target lebih lanjut
2006).
vertigo, dan palpitasi. Pada hipertensi yang parah penderita bisa mengalami
lansia yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma
Aspek fisik dari penyakit kronis yang telah diderita dalam jangka waktu
harus diatasi secara komprehensif agar dapat membuat program yang sesuai
Perubahan fisik dan psikologis pada lansia terjadi secara alami dan
terhadap perubahan (Depkes RI, 2007). Gangguan fisik, karena penyakit atau
proses menua, dapat diintegrasikan ke dalam konsep diri, baik positif maupun
Thomas, 2003) :
1) Ketidakpastian
terkait munculnya gejala yang tidak dapat diprediksi dan tidak konsisten,
memilih untuk selalu berada di dalam rumah dan enggan melakukan berbagai
tekanan darah tidak dapat diprediksi atau klien tidak merasakan gejala, membuat
lansia enggan melakukan berbagai aktifitas atau tidak mengubah gaya hidup untuk
penyakit hipertensi (Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003). Strategi yang perlu
dilakukan oleh klien meliputi lebih banyak mencari tahu tentang penyakit
stres, dan mencari dukungan dari yang lain seperti keluarga,teman, sesama
2) Tidak berkekuatan
(Miller, 2000 dalam Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003). Perasaan tidak
muncul ketika penderita kelelahan. Akibat lanjut dari perasaan ini adalah lansia
akan merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, dan kehilangan kontrol, yang dapat
3) Biographical Disruption
sesuai dengan yang direncanakan (Connor, 2004). Hasil penelitian oleh Connor
berhubungan dengan orang lain, dan hidupnya dibatasi oleh aturan-aturan terkait
perawatan tekanan darah tinggi (Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003). Dalam
kondisi ini, perawat harus dapat membantu klien menerima kondisinya, dan
c. Spiritual
hipertensi yang diderita dalam jangka waktu lama dan membantu lansia
penyakit kronis yang dideritanya melalui agama dan keimanan.Hal ini sesuai dengan
pernyataan Miller (2000 dalam Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003) menguraikan
koping untuk penyakit kronis.Dalam penelitian ini ditemukan korelasi positif yang
yang tinggi. Spiritualitas yang tinggi juga membuat individu menjadi lebih kuat dan
mempunyai gaya koping yang lebih bervariasi, serta cenderung mempu menggunakan
tekanan darah pada lansia melaporkan, subyek yang melakukan kegiatan religius
sekali seminggu atau lebih, dan berdoa serta mempelajari alkitab sehari sekali atau
lebih, berpotensi tekanan darah diastoliknya lebih rendah 40% daripada yang lebih
sedikit melakukan ibadah dan berdoa, setelah dikontrol dengan umur, jenis kelamin,
menjadi semakin kuat atau malah menurun. Akibat lanjut dari penurunan spiritualitas
adalah akan terjadi spiritual distress(Hymovich & Hagopian, 1992 dalam Hitchcook,
Schubert & Thomas, 2003). Spiritual distressdapat menyebabkan mimpi buruk dan
gangguan tidur atau gangguan perilaku dan suasana hati ditandai dengan menangis,
d. Ekonomi
Sebagai penyakit kronis yang diderita dalam jangka waktu lama, hipertensi
untuk perawatan penyakit, misalnya biaya periksa dokter dan rumah sakit. Selain itu
ada pula biaya yang secara tidak langsung dibayarkan, seperti bila timbul
bekerja, biaya perjalanan untuk berobat, biaya panggilan telpon, dan asuransi
Thomas, 2003).
tinggi pada daerah urban daripada rural.Status pendidikan juga berhubungan dengan
prevalensi hipertensi. Dari hasil penelitian ini juga disimpulkan dampak pada faktor
mengkonsumsi obat, persepsi bahwa peningkatan tekanan darah hal yang biasa,
konsep antara penyakit akut dan kronis. Kondisi akan mempengaruhi perilaku
e. Promosi kesehatan
Pada lanjut usia dengan Penyakit hipertensi yang banyak diderita oleh lansia
pada populasi lansia merupakan kebutuhan vital untuk mencegah komplikasi dan
kesehatan pada lansia masih merupakan konsep yang banyak diperdebatkan, tetapi
1. Pencegahan primer
tentang efek samping pengobatan, aturan diet, olahraga, dan teknik mengurangi stres
untuk mengurangi faktor resiko tekanan darah tinggi seperti menghindari tembakau,
mengurangi konsumsi sodium, mengurangi berat badan bagi yang kegemukan, olah
2. Pencegahan sekunder
awal.Aktifitas yang juga dilakukan dalam pencegahan sekunder adalah deteksi dini
penyakit dalam keadaan tanpa gejala, misalnya saja pemeriksaan tekanan darah pada
populasi lansia yang beresiko mengalami hipertensi (Lueckenotte & Meiner, 2006).
Selanjutnya, manfaat dari kegiatan deteksi dini harus lebih bersar daripada
kerugiannya.Dan yang tidak kalah penting adalah penanganan selanjutnya jika lansia
3. Pencegahan tersier
hipertensi, yang dihubungkan dengan faktor resiko, kerusakan organ target, serta
non farmakologi dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah.Tetapi obat hanya
membuat tekanan darah kembali normal tetapi tidak menjamin tekanan darah naik
lagi.Apalagi lansia kerja obat dalam tubuh dan interaksinya dengan jaringan tubuh
menjadi fokus saatmembuat rencana perawatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
proporsi penduduk dengan modifikasi gaya hidup tidak berbeda antara pasien
hipertensi dan yang tekanan darahnya normal. Meskipun tidak ada data mengenai
konsumsi sodium dan alkohol pada populasi lansia, penelitian ini melaporkan bahwa
8. Perawatan Hipertensi
Gizi seimbang dan pembatasan gula, gula garam dan lemak. Modifikasi
diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Prinsip diet
yang dianjurkan adalah gizi seimbang : mebatasi gula, garam, cukup buah,
Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup
mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darah. Kalium klorida 60-
100 mm0l/hari akan menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan
5g (satu sendok teh kecil) garam dapur, cara ini berhasil menurunkan TDS 3,7
mmHg dan TDD 2mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih
rendah lagi menjadi 1,5 g/hari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif
Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5 –
Populasi Asia Pasifik tahun 2000 dan dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini
Tabel 2.5 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
18,50-22,9 Normal
23,00-24,9 Beresiko
≥ 30 Obesitas derajat 2
minggu setelah latihan dimulai secara teratur. Penurunan tekanan darah bisa
berlanjut bila latihan-latihan olah raga terus dilakukan secara teratur selama lebih
Jenis olah raga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah olah raga
dengan intensitas sedang. Salah satunya jalan kaki cepat, jogging. Frekuensi
latihannya 3-5 kali seminggu, dengan lama latihannya 30-60 menit sekali latihan.
berat/hambatan untuk melakukan aktivitas fisik persis sam dengan latihan jasmani
secara umum yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : jenis, frekuensi, durasi, dan
intensitas. Menurut Humes 2007 prinsip latihan jasmani bagi penderita hipertensi
adalah
(1) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan
(2) Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-
5x/minggu
Metode yang sering digunakan untuk mengukur aktifitas fisik seseorang dalam
sering digunakan karena murah dan cepat . Namun dalam metode tersebut
dapat terjadi bias data karena seseorang cenderung melebih aktifvitas fisiknya
(Agustin, 2008).
d) Berhenti merokok
Tidak ada cara yang benar – benar efektif untuk menghentikan kebiasaan
merokok.
(2) Menganjurkan keras semua perokok untuk tidak merokok dan membantu
(3) Individu yang menggunakan bentuk lain dari tembakau sarankan berhenti
pertolongan pihak luar. Metode banyak menarik para perokok karena hal-
hal berikut :
(b) Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal yang sesuai kemauan
dilarang merokok
yang biasa minum alkohol akan menurun TDS 3,8 mmHg . Dalam memberikan
berikut:
kesehatan
(3) Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2unit per hari dan
komplikasi
hipertensi
hidup
e) Pada kasus hipertensi emergensi atau urgensi tekanan darah tidak dapat
A. Jenis Penelitian
penelitian (Mertens, 1998) atau pendekatan penelitian (Creswell, 2007). Penelitian ini
berkaitan dengan pengalaman, pendapat, dan perasaan individu terhadap stigma dan
eksplorasi secara lansung, analisis, dan gambaran dari suatu fenomena yang mana
bebas dari kemungkinan dugaannya tidak dapat di uji. Wojnar & Swanson (2007),
1. Tahap bracketing
Pada tahapan ini peneliti berupaya untuk mencapai penilaian yang subjektif
tentang fenomena yang berkaitan dengan pengalaman hidup seorang lanjut usia
Pada tahapan ini peneliti terlibat dalam fenomenologi yang diteliti dan mulai
memiliki pengalaman hidup yang sama dengan partisipan dan peneliti bertindak
3. Tahap analizing
Pada tahapan ini peneliti melakukan identifikasi terhapap esensi atau itisari
dari fenomena berdasarkan data dan cara tersebut ditampilkan. Analisa mengacu pada
jurnal, catatan lapangan, dan mendiskusikan temuan dengan rekan sejawat yang ahli
4. Tahapan describing
fenomenologi deskriptif. Tahapan ini peneliti menuliskan hasil dari fenomena yang
pengalaman hidup lanjut usia melakukan perawatan hipertensi (Wojnar & Swanson,
2007)
penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk mengahasilkan pemahaman yang lebih baik
dan pengertian yang lebih mendalam tentang fenomena yang diteliti. Peneliti akan
deskriptif.
B. Partisipan
1. Pemilihan Partisipan
Partisipan merupakan orang yang terlibat dalam suatu penelitian yang dapat
(Moeleong, 2012). Pada penelitian ini pemilihan partisipan sebagai sumber data
secara berantai dari satu partisipan kepada partisipan lainya. Sampel jenis ini
2. Jumlah Partisipan
karena setelah partisipan saturasi data sudah tercapai atau tidak ditemukan lagi
data baru. Hal ini sesuai dengan jumlah partisipan yang direkomenadsikan oleh
Riemen (1986, dalam Creswel, 2002) yaitu 3-10 orang partisipan, bila saturasi
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di di Panti Tresna Werdha Kasih sayang Ibu
tersebut.
2. Waktu Penelitian
D. Etika Penelitian
Masalah etik dan dilema etik dapat saja muncul selama proses penelitian
prinsip etika penelitian. Permasalahan etika dalam penelitian kualitatif dapat terjadi
karena bertemunya dua atau lebih kepentingan peneliti untuk memperoleh hasil
penelitian ilmiah dan penghormatan terhadap hak partisipan atau pihak lain yang
hak partisipan. Maunthner, Birch, Jessop, dan Miller (2005 dalam Afriyanti &
kesepakatan sesuai kaidah penelitian antara peneliti dan partisipan, etika peneliti
penelitian, biodata, hasil rekaman, dan transkrip wawancara dalam tempat khusus
yang hanya bisa diakses oleh peneliti. Hasil rekaman diberi kode partisipan tanpa
nama (anonymity), untuk selanjutnya disimpan dalam file khusus dengan kode
partisipan yang sama. Semua bentuk data hanya digunakan untuk keperluan
dari bahaya (free from harm), ekploitasi (free from exploitasi), dan ketidaknyamanan
Dalam penelitian ini, peneliti harus memberikan kemanfaatan yang lebih besar
dari pada risiko atau bahaya yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian yang
dilakukan. Disini peneliti tidak hanya mementingkan kepentingan peneliti sendiri,
tetapi juga memastikan tidak menimbulkan risiko bahaya apapun terhadap partisipan
bertahap tentang penelitian yang akan dilakukan, tujuan penelitian, manfaat yang
diperoleh, dan memastikan tidak adanya bahaya yang dapat dialami partisipan akibat
penelitian ini. Partisipan juga diberi informasi bahwa jika dalam kegiatan penelitian
partisipan harus dipastikan bahwa informasi yang telah mereka berikan tidak
dilakukan. Peneliti harus memberikan perlakuan dan penghargaan yang sama dalam
hal apa pun selama kegiatan penelitian dilakukan tanpa memandang suku, agama,
a) Pedoman wawancara
tidak sama pada tiap partisipan tergantung proses wawancara dan jawaban tiap
b) Handpone
Handpone digunakan untuk merekam pembicaraan selama proses
wawancara berlangsung antara peneliti dan partisipan sehingga tidak ada informasi
yang terlewatkan dan akan menjadi bukti dari keabsahan penelitian akan terjamin,
c) Buku catatan
Buku dan alat tulis digunakan berupa pena dan catatan lapangan (field note)
berlangsung dan mencatat suatu kondisi hasil observasi peneliti (Sugiyono, 2014).
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar ide dan informasi melalui tanya
jawab sehingga menghasilkan makna dalam topik tertentu (Estberg, 2002 dalam
menanyakan lebih dalam pada subjek tertentu karena jenis ini iramanya jauh lebih
bebas.
Wawancara dilakukan 30-60 menit (Bungin, 2011). Namun, jika target telah
masalah yang ingin digali dalam penelitian dan mulai dengan pertanyaan terbuka,
tidak bersifat kaku, karena pertanyaan bisa saja berkembang sesuai dengan proses
1) Tahap persiapan
Tahap ini dimulai dari pengurusan surat izin pengambilan data atau pra
kepihak Kepala Panti Tresna Werdha Kasih sayang Ibu Batusangkar. Setelah
Ibu Batusangkar peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang
kriteria penelitian dan meminta bantuan dalam memilih calon partisipan yang sesuai
dengan kriteria penelitian. Pada tahap ini peneliti akan mendatangi calon partisipan
dalam penelitian ini. Setelah calon partisipan bersedia, selanjutnya peneliti akan
menjelaskan mengenai hak-hak dan kewajiban partisipan. Hak partisipan antara lain
partisipan memahami dan setuju dengan yang dijelaskan oleh peneliti, partisipan
dengan baik dan tenang. Peneliti juga menjelaskan bahwa wawancara yang
dilaksanakan direkam oleh peneliti dan dipastikan bahwa alat perekam dapat
catatan lapangan (field note), alat tulis dan kesiapan peneliti sebagai instrumen.
b. Saat wawancara
penelitian.
c. Akhir wawancara
cara menyimpulkan hasil wawancara dan membuat kontrak tempat serta waktu
melakukan validasi data. Pada tahap ini tidak ada perubahan data baik
yang dirasakan atau dialami sesuai dengan verbatim yang dibuat peneliti, maka
(Creswell, 2007).
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh
analisis Colaizi (Susilo, H.W, dkk, 2010). Alasan pemilihan metode analisa ini
fenomena hanya akan ada bila ada subyek yang mengalami fenomena (informan),
sehingga sesuai untuk memahami arti dan makna suatu fenomena Pengalaman lansia
Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji
validitas dan reliabilitas. Menurut Sugiyono, (2014) terdapat empat istilah yang pada
1. Credibility (kepercayaan)
analisis data dan teori yang ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan
nyata mereka. Suatu hasil penelitian dikatakan memiliki kredibilitas yang tinggi
atau baik ketika hasil-hasil temuan pada penelitian tersebut dapat dikenali dengan
2. Transferability (Keteralihan)
hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan konteks
lain atau kelompok atau partisipan lainnya. Dalam penelitian ini, meneliti
membuat data hasil observasi nonverbal setiap partisipan dalam bentuk transkrip
sesuai dengan tema-tema sementara yang peneliti tentukan berdasarkan jurnal dan
dengan jurnal dan literatur terkait. Peneliti meminta kesediaan partisipan untuk
membaca transkrip data observasi dan transkrip verbatim hasil wawancara sambil
3. Dependendability (Ketergantungan)
penelitian secara terus menerus sebagai kriteria keabsahan data hasil penelitian.
Dalam hal ini dilakukan oleh orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses
4. Confirmability (Kepastian)
proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Partisipan
Karakteristik demografi partisipan dalam penelitian ini, disajikan dalam tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1
Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah para lanjut usia laki - laki yang berumur 60 – 80 tahun
yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar minimal 1 tahun
terakhir. Pembatasan partisipan pada penelitian yang berjumlah 6 orang ini disebabkan sudah
tercapainya kelengkapan informasi atau data yang diperlukan peneliti, atau dengan kata lain
telah tercapai kejenuhan (saturasi), dimana pada pengumpulan data tidak terdapat informasi
Skema 4.1
Tema 1: Kurangnya pengetahuan lanjut usia tentang penyakit hipertensi
penyebab, klasifikasi hipertensi, tanda dan gejala, cara mencegah hipertensi dan frekuensi
beberapa kategori, kategori pertama yaitu mengenai pengertian penyakit hipertensi. Pendapat
“Itukan suatu keadaan dimana seorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas batas
normal..sausia ambo ko normalnyo 140/90...” (P1)
“Oo..kapalo barek, mato berkunang-kunang, itu ajo yang tau” (P2)
“a... yo... ndak tau pak doh...” (P3)
“Kapalo pak pusiang ...” (P4)
“mm...Kapalo sakik, kuduak pak barek bana, jantuang badabok-dabok.” (P5,6)
Berdasarkan pernyataan tersebut, diketahui bahwa hanya 3 orang partisipan yang mengetahui
betul tentang pengertian penyakit hipertensi, sementara 1 orang tidak tahu dan 2 orang
partisipan mengenai penyebab penyakit hipertensi, dapat diketahui dari pernyataan berikut :
“O.. yang patamo faktor genetik atau keturunan, suko makan yang asin-asin, suko marokok,
suko makan gajeboh, stress banyak pikiran habis tu suko duduak – duduak atau kurang
baolahraga tu ndak....” (P1)
“suko makan yang asin-asin..” (P2)
“yo..marokok ,banyak pikiran...”(P,3)
“mmm..kurang tau”(P4)
“suko makanan yang bagaram... suko makan gajeboh“(P5)
“mm..kalau tu suko marokok...” (P6)
Dapat diketahui bahwa partisipan sudah mengetahui tentang penyebab penyakit hipertensi.
Penyebabnya yaitu faktor genetik atau keturunan, konsumsi garam yang tinggi, merokok,
konsumsi makanan yang berlemak tinggi , stress atau banyak pikiran, dan kurang berlahraga.
“O... tabagi 3 kategori ...patamo kategori berat, sedang dan rendah...” (P1)
“Ooo.. berat samo ringan...” (P2)
“Ndak tau pak do...” (P3)
“ooo...barek jo sedang,” (P4)
“mmm...kurang ta apak...” (P5)
“Ado.. barek samo ringan..” (P6)
Partisipan mengetahui bahwa klasifikasi hipertensi adalah pertama kategori berat, sedang dan
rendah. Kategori selanjutnya adalah pengetahuan tentang tanda dan gejala hipertensi.
“Mmm ..., kepala taraso pusing badan mudah lelah, tengkuk terasa berat, mato
berkunang-kunang, dado berdebar-debar dan susah lalok .. itu tando e nyo buk.” (P1)
“Satahu apak yo,, kepala pusing, kuduak barek, dao sasak..” (P2)
“Oo..kapalo pak pusiang, badan latiah ..” (P3)
“Oo... kuduak barek, kapalo sakik, mato bakunang-kunang” (P4)
“Badan latiah, kapalo sakik bana, dibawok lalok baru hilang” (P6)
Kategori berikutnya adalah pengetahuan tentang akibat penyakit hipertensi. Pada kategori ini,
hampir semua partisipan menyatakan akibat penyakit hipertensi adalah struk, serangan
jantung, gagal ginjal serta kematian dan hanya 1 orang yang menyatakan tidak tahu, sesuai
partisipan tentang penyakit hipertensi masih kurang, hanya 2 orang yang memperoleh
pengetahuan tentang hipertensi dari sumber informasi berupa iklan di TV atau brosur di
terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar sebagai respon fisik dan psikologis.
2. Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar
sebagai respon fisik dan psikologis
Skema 4.2
Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar
sebagai respon fisik dan psikologis
1. Respon fisiologis
a. Sub tema gangguan sirkulasi teridentifikasi pada kategori pusing, kaku di tengkuk,
dan lemas. Kategori pusing tergambar pada pernyataan partisipan yang merasakan
Kategori sesak nafas digambarkan oleh keluhan satu orang partisipan, sesuai
2. Respon psikologis
Tema kedua teridentifikasi pada sub tema denial, tawar menawar, depresi, dan penerimaan.
a. Sub tema denial teridentifikasi pada kategori pengingkaran atau tidak percaya
pada penyakit tekanan darah tinggi yang dialami, yang tergambar pada pernyataan
”.. Ntah lah buk, kok bisa tinggi, biaso nyo urang yang suko makan lamak-lamak yang tinggi
tensinyo..” (P2)
”..Pak heran kok bisa darah tinggi, biasonyo kan pak darah rendah”(P3)
“Kok bisa tinggi darah pak, pak jarang makan dagiang nyo..”(P4)
c. Sub tema depresi teridentifikasi pada kategori sedih karena menderita darah tinggi
“...Sabananyo yo ibo hati pak kalau alah diagiah antimun atau aie rebusan daun pokat, kok
tapi masih pusiang kapalo...” (P1)
“Yo sabananyo sadiah. susahnyo itu kok bisa darah tinggi, padahal dulunyo itu pak kurang
darah.....” (P2)
“Sadiah lah buk , Soalny baa yo,, minum se taruih bisuak kambuah liak..” ” (P5)
“mm...Kadang pak capek tasingguang samo kawan disiko...”(P1)
“Berang sajo bawaan nyo kalau kapalo sakik...”(P4)
d. Sub tema penerimaan teridentifikasi pada kategori optimis dan pasrah. Kategori
”Perasaan pak penyakik ko pasti sembuh . Jadi kan ndak ragu-ragu” (P4)
Kategori pasrah teridentifikasi dari pernyataan dua orang partisipan:
“Pasrah sajo samo Allah, ndak usah banyak pikiran...” (P1)
“Kalau emang takdir pak umurnyo hanyo sagitu yo sudah lah..jan sampai sakit lamo-lamo”
(P2).
“Pak ndak do pak pikian bana do.. kalau lah tibo mati pak pasrah se lai..”(P3)
nyamuk perantara belum optimal. Kategori pertama yang muncul dari respon fisik yang
dialami pada para lansia tersebut adalah kepala sakit, tengkuk berat, mata berkunang-
kunang, badan terasa letih, jantung berdebar-debar, nafas sesak, susah tidur, dan nafsu
makan berkurang. Kategori kedua yang muncul dari respon psikologis yang terjadi para
lansia tersebut adalah marah, mudah tersinggung, takut terkena stroke, sedih, pasrah dengan
3. Tema 3: Perubahan gaya hidup sehat yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi
Skema 4.3
Tema 3: Perubahan gaya hidup sehat yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi
untuk mencegah kenaikan tekanan darah
Kata Kunci Kategori Tema
Tema ketiga yang timbul setelah peneliti melakukan wawancara mengenai pengalaman
tindakan yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi untuk mencegah kenaikan tekanan
Tema ini teridentifikasi pada sub tema upaya hidup sehat, yang teridentifikasi pada kategori
perubahan pola makan, perubahan aktifitas, dan mengurangi stres. Kategori perubahan pola
makan tergambar pada pernyataan partisipan untuk mengurangi asin, tidak makan kacang-
”pak satiok hari senin ikuik olah raga senam di aula panti, selasa gotong royong, rabu
pemeriksaan kesehatan, kamis acara kesenian. Jumat ceramah mesjid, pak aktif taruih ikuik
acara ...” (P1,2,4)
”yo ndak buliah...kacapek an do...beko sasak angok apak,,” (P3)
”Olah raga, pak ikuk senam lansia dan senam otak di aula, itu harus ya tiap pagi senin..”
(P6)
“ Mm.. Pak jalan-jalan sajo di sekitar panti..”(P4,5)
Sedangkan kategori mengurangi stres tergambar pada pernyataan tiga orang partisipan :
”Yo pikiran tu harus tanang, pasrah sajo samo Allah, ndak usah banyak mikie” (P1,2)
”Ya ndak buliah banyak pikiran...” (P3,4)
”Kalau pak ndak mikie yang barek tu ,lah mulai sakik kapalo...” (P2,3,5)
4. Tema 4 : Terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut
Skema 4. 4
Tema 4 : Terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut usia
dengan hipertensi terhadap penyakitnya
a. Sub tema jenis obat teridentifikasi pada kategori obat anti hipertensi dan obat
seperti ketimun, seledri, dan rebusan daun alpukat untuk mencegah kenaikan atau
menurunkan tekanan darah. Lima orang partisipan menyatakan menggunakan timun yang di
” Pengalaman pak kadang-kadang ado di agiah menu antimun kadang indak..ndak tiap hari
minum...timun” (P1)
”Lae ado di agiah antimun pas makan, tapi Sakali-sakali....” (P2)”
Timun atau makanan yang ado buah-buahan itu memang bisa mengurangi katonyo gitu...”
(P5)
”.....di blender, habis tu disariang samo urang dapur, habis tu diminum ... (antimun)” (P4)
“...Ndak ado pak makan do...”(P6)
”Labiah capek antimun lai dari pado minum aie daun pokat...”(P1, 3)
”Mm..Ado saladari tu dimasuak an dalam makan seperti sup dagiang ...itu pun sakali-sakali
nyo..” (P1,2)
”Minum aie saladari disiko jarang ado sakali pas praktek anak mahasiswa disiko..”(P2,3,5)
“Ndak ado pak minum aie rebusan daun saladari do...disiko jarang ado...”(P4)
Namun ada juga partisipan yang menggunakan air rebusan daun alpukat untuk menurunkan
tekanan darah :
”A.. yo minum itu .....saya minum aie rebusan daun pokaik, itu bisa turun”(P2,5)
”Pak minum apo yang orang-orang kecek an yo pak minum. Misalnya, 'pak ini makan daun
pokaik..”(P4)
“...Lai ado pak minum aie daun pokaik, tapi ndak mempan do...panek-panek mameras sajo
pak nyo...”(P1)
b. Sub tema tempat berobat teridentifikasi pada kategori klinik atau pelayanan
partisipan :
”Biasonyo setiap hari rabu pak di panggil ke klinik panti untuak pariso kesehatan atau cek
tensi...” (P1,2,3)
” O..lae di tampek pariso, kalau tinggi di agiah captopril dek ibuk dokter..”(P1,2,3,4,5,)
“mm..Kalau ndak talok pak jalan ibuk perawat tu yang pai ka wisma kami mamariso
pak...”(P6)
Dari uraian keseluruhan tema diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan umum dari penelitian
ini, yaitu mendapatkan pemahaman mendalam tentang arti dan makna pengalaman lanjut usia
PEMBAHASAN
hipertensi 6 dari para lanjut usia 4 orang diantaranya kurang memahani tentang penyakit
hipertensi, baik dari segi pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala, dampak
hipertensi, respon fisiologis dan respon psikologis penyakit hipertensi serta perawatan
hipertensi yang dilakukan para lansia di panti dengan frekuensi yang berbeda-beda, sesuai
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, yang tingginya tergantung
umur individu penderita. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung
posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami (Tambayong, 2010). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu genetik, obesitas, stress, hilangnya
elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah (
Menurut Parsudi (2015), gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan
hampir sama dengan gejala penyakit lainnya seperti : sakit kepala, jantung berdebar-debar,
sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan
kabur, hidung berdarah, sering buang kecil terutama pada malam hari, telinga berdenging,
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti R et al, (2013) tentang Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Lansia Dengan Kejadian Hipertensi bahwa partisipan memiliki
pengetahuan yang kurang tentang penyakit hipertensi lebih dominan yaitu sebanyak 45 orang
(54,2%) dibanding dengan lansia dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 38 orang
(45,8%). Penelitian ini menunjukan pengetuan yang kurang akan mempengaruhi kejadian
disebabkan mereka kurang terpapar informasi tentang penyakit hipertensi. Dalam hal ini
partisipan jarang mendengar informasi dari televisi atau media cetak dan elektronik lainnya,
serta tidak pernah mendapatkan brosur tentang penyakit hipertensi dari Puskesmas.
pengalaman dan analisa mereka tentang penyakit hipertensi yang terjadi pada orang-orang
disekitarnya, ataupun informasi yang didengar dari orang lain tentang penyakit hipertensi.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tersebut, diperlukan peran aktif
petugas kesehatan khususnya perawat panti dalam memberikan penyuluhan pada lansia pada
B. Tema 2 : Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon lansia terhadap penyakit darah
tinggi yang diderita tergambar sebagi respon fisik dan psikologis belum dilakukan dengan
optimal. Respon fisik yang sering dialami partisipan diantaranya badan mudah letih ,
tengkuk terasa berat, pucat, mual, kepala sakit, mata berkunang, nafas sesak dan jantung
berdebar, sedangkan respon psikologis yang dialami yaitu partisipan menginkari atau tidak
percaya kalau mereka menderita penyakit hipertensi yang diderita sekarang. Kondisi ini
rendah. Sedangkan pengingkaran atau rasa tidak percaya yang dialami partisipan dalam
jangka waktu yang lama, disebabkan anggpan bahwa penyakitnya hanya penyakit biasa.
berupa rasa letih, lemah, mual, diare, gangguan pernapasan, pucat, detak jantung cepat,
menangis, dan gelisah. Tetapi partisipan tidak mengalami keluhan tersebut dan merasa tidak
Menurut Smith (2010) menyatakan dalam artikelnya, penyebab atau faktor resiko terjadinya
depresi pada lansia adalah masalah kesehatan, pengobatan, ketakutan akan kematian, cemas
tentang isu-isu terkait penyakit yang dialaminya. Rasa sedih yang dinyatakan partisipan
karena hipertensi yang dialaminya membutuhkan perawatan atau pengobatan secara terus
menerus. Rasa sedih yang dirasakan partisipan dikarenakan keluhan penyakit dirasakan
sangat berat dan muncul kekhawatiran akan komplikasi yang mungkin membuat dirinya
susah.
Menurut analisa peneliti, respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita
tergambar sebagai respon fisik dan psikologis. Petugas kesehatan seharusnya dapat
mengidentifikasi respon ini, sehingga dapat membantu lansia untuk mengatasi masalah yang
muncul dan beradaptasi dengan kondisi fisiknya yang kadang terpengaruh dengan munculnya
C. Tema 3: Perubahan gaya hidup sehat yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi
Tujuan khusus yang ketiga tergambarkan dalam dua tema, yaitu penyesuaian pola hidup dan
mengatasi dengan obat. Partisipan menyesuaikan pola hidup dengan berupaya hidup sehat.
Partisipan juga mengatasi dengan obat, yaitu dengan menggunakan obat dan herbal.
Upaya hidup sehat yang dilakukan partisipan untuk mencegah kenaikan tekanan darah berupa
sodium untuk mencegah kenaikan tekanan darah, seperti mengurangi konsumsi garam dan
penyedap masakan. Christensen (2006) menyatakan, konsumsi sodium yang berlebihan dapat
Oleh karena itu, penderita hipertensi disarankan untuk mengurangi konsumsi makanan yang
tinggi sodiumnya. Hasil penelitian juga menyatakan partisipan tidak mengkonsumsi ikan laut
Padahal ikan laut banyak mengandung omega-3, yang dapat melindungi kesehatan jantung
dan menurunkan kadar kolesterol darah (Linna, 2010), yang pada akhirnya ikan dapat
menurunkan tekanan darah. Namun hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan yang telah
dilakukan oleh Dewailly (2009), yang menyatakan 10% peningkatan kadar merkuri dalam
Penelitian ini didasari oleh adanya kandungan merkuri dalam ikan laut atau seafood. Hal
tersebut yang menjadi alasan partisipan disarankan untuk tidak mengkonsumsi ikan laut oleh
tekanan darah. Daging kambing dapat menyebabkan darah tinggi bila dikonsumsi berlebihan
Kandungan kolesterol daging kambing ditakutkan menyebabkan intake kolesterol tubuh yang
ini yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kenyataannya kandungan kolesterol dan
lemak pada daging kambing lebih rendah daripada daging sapi, sehingga sebenarnya tidak
ada masalah mengkonsumsi daging kambing asal tidak berlebihan. Hal ini perlu mendapat
perhatian dari petugas kesehatan, untuk memberikan informasi kesehatan yang terstruktur
dan jelas kepada klien terutama lansia yang mempunyai keterbatasan kognitif.
b. Perubahan aktifitas
Hasil penelitian menunjukkan partisipan juga mengubah pola aktifitasnya untuk mencegah
kenaikan tekanan darah. Perubahan aktifitas yang dilakukan dengan cara olahraga dan
mencegah agar tidak terlalu lelah. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Reaven et al.(1991), yang meneliti hubungan antara aktifitas fisik dan waktu luang
terhadap tekanan darah pada lanjut usia laki-laki. Hasil penelitian tersebut melaporkan, rata-
rata hipertensi sistolik dan diastolik mengalami penurunan secara signifikan pada wanita
yang mengikuti aktifitas fisik ringan, sedang, atau berat daripada wanita yang hanya duduk.
Tekanan darah tersebut menurun dengan peningkatan intensitas aktifitas dengan tekanan
darah sistolik lebih rendah kurang lebih 120 mmHg pada kelompok yang beraktifitas lebih
berat, daripada tekanan darah sistolik pada wanita yang hanya duduk saja.
Hal tersebut membuktikan aktifitas fisik, misalnya olah raga, menjadi hal yang penting untuk
penderita hipertensi. Aktifitas fisik secara rutin ternyata dapat menurunkan tekanan darah.
Yang penting diperhatikan adalah jangan dilakukan secara berlebihan sehingga menyebabkan
kelelahan.
c. Mengurangi stres
Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa upaya hidup sehat yang dilakukan partisipan juga
dilakukan dengan mengurangi stres dengan cara mengurangi beban pikiran dan tidak berpikir
yang berat-berat agar tekanan darah tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Paterniti et al.(1999) pada kelompok lansia di Perancis yang melaporkan
Oleh karena itu lansia penderita darah tinggi harus mempunyai strategi koping yang
fungsional agar dapat beradaptasi terhadap stressor yang muncul dikehidupannya. Kecemasan
yang muncul dapat membuat lansia stres, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan
darah. Koenig, dkk (1998) melakukan penelitian prospektif tentang hubungan antara aktifitas
religius dan tekanan darah pada 400 lansia. penelitian menunjukkan tekanan diastolik lebih
rendah 40% pada subyek yang melakukan kegiatan religius sekali seminggu atau lebih, serta
berdoa dan mempelajari alkitab seminggu sekali atau lebih. Hasil ini telah dikontrol dengan
umur, jenis kelamin, ras, kebiasaan merokok, penyakit kronis yang diderita, dan BMI (Body
Mass Index). Berbagai cara dapat dilakukan lansia agar dapat untuk menurunkan stres dan
beradaptasi dengan kondisinya. Salah satu strategi koping yang dilakukan adalah dengan
menurunkan tekanan darah karena lansia menjadi lebih tenang, yang pada akhirnya akan
D. Tema 4 : Terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut usia
Pengobatan yang dilakukan partisipan untuk darah tinggi adalah dengan menggunakan obat
antihipertensi dan obat herbal. Semua partisipan menyatakan menggunakan obat anti
hipertensi yang dikonsumsi terus-menerus, maupun hanya bila kambuh. Robbin et al. (1994)
melakukan penelitian pada 315 wanita usia 60–80 tahun yang mengalami hipertensi ringan
insiden gejala fisik dan tingginya tingkat gangguan tidur pada semua sampel, baik saat
membuktikan bahwa penggunaan obat-obatan untuk lansia dengan hipertensi ringan sampai
sedang kurang efektif. Yang penting adalah bagaimana lansia dapat melakukan penyesuaian
pola hidup dengan menghindari faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Sedangkan obat herbal yang digunakan oleh partisipan adalah ketimun, seledri, dan daun
alpukat.
Ketimun paling banyak digunakan oleh partisipan, karena yang paling banyak disarankan
untuk mengatasi darah tinggi, mudah didapat dan harganya relatif murah. Partisipan juga
sudah merasakan khasiatnya. Menurut artikel oleh Forum UPI tentang manfaat ketimun,
ternyata ketimun banyak mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin
A, B1, C, dan E (Forum UPI, 2010). Kandungan seratnya yang tinggi dapat menurunkan
hipersensitivitas terhadap natrium, seperti garam dapur, vetsin, dan soda kue. Ketimun juga
memperlancar buang air kecil sehingga dapat mengurangi beban jantung dan menurunkan
tekanan darah. Adanya juga partisipan yang menggunakan seledri dengan cara diblender atau
langsung dimasukkan dalam masakan. Seledri memang berkhasiat menurunkan tekanan darah
dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa sedikit,
dan akhirnya tekanan darah menurun. Kandungan manitol dan apin merupakan diuretik,
sehingga membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, yang
Partisipan dalam penelitian ini juga menyampaikan menggunakan rebusan daun alpukat
untuk menurunkan tekanan darah. Alpukat kaya mineral kalium, yang akan mengontrol debar
jantung, dan menjaga kesehatan sistem saraf (Herba, 2009). Untuk hipertensi karena
(Hermadin,2010). Karena daun alpukat akan menurunkan kadar kolesterol, sehingga tekanan
darah menurun.
Jenis obat herbal yang teridentifikasi digunakan oleh partisipan dalam penelitian ini adalah
yang biasa digunakan oleh masyarakat, meskipun masih banyak obat herbal lain yang juga
berfungsi untuk menurunkan tekanan darah. Namun karena partisipan sudah merasakan
khasiatnya, mudah didapatkan, murah, dan partisipan menyukai rasanya, membuat mereka
memilih tetap menggunakan obat-obat herbal tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah efek
jangka panjang obat herbal pada organ tubuh klien dan bagaimana klien mengantisipasinya,
Cara mengatasi dengan obat juga dilakukan partisipan dengan pergi ke tempat pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan atau terapi darah tinggi. National Heart, Lung, and
Cardiovaskuler (2008) menyatakan dalam artikelnya bahwa penderita darah tinggi harus
terus-menerus mendapatkan perawatan medis dan mengikuti anjuran dari petugas kesehatan.
Perawatan darah tinggi memang harus tetap dilakukan meskipun kondisi klien sedang sehat,
Menurut asumsi peneliti, partisipan belum berupaya maksimal untuk melakukan tindakan
atau perawatan penyakit darah tinggi terhadap diri sendiri, karena upaya yang banyak
dilakukan hanya mengikuti anjuran dari dokter atu petugas panti yaitu dengan meminum obat
penurun tekanan darah mengkonsumsi makanan kurang garam itu sudah di atur kadarnya
oleh orang dapur, mengikuti senam lansia setiap satu kali seminggu, memakan mentimun
serta ada juga meminum air rebusan daun pokat itu pun jarang dilakukan karena lansia
merasa bosan. Namun demikian, masih banyak upaya lainnya yang belum dilakukan
partisipan, sehingga mereka bisa beresiko terkena penyakit tekanan darah tinggi. Upaya yang
kurang tersebut seperti kurang mengkonsumsi pengobatan herbal, kebanyakan lansia suka
duduk-duduk dan kurang mengontrol atau mengecek tensi nya setiap hari. Partisipan kurang
mengkonsumsi obat herbal dengan alasan bahwa mereka merasa bosan meremas atau
merebus daun pokat tapi kenyataannya tekanan darah partisipan tidak turun. Partisipan juga
memiliki kebiasaan suka duduk- dudk di wisma dan malas bergerak, sehingga tekanan darah
cenderung sering naik. Kebiasaan suka duduk- dudk di wisma dan malas bergerak tersebut
merupakan kebiasaan yang kurang baik karena jantung tidak terlatih untuk memopakan
darah. Apabila kebiasaan ini terus berlanjut maka akan menurunkan derajat kesehatan lansia
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang arti dan makna
pengalaman lansia dalam melakukan perawatan tekanan darah tinggi. Tema-tema yang
darah tinggi merupakan pengalaman individual yang sangat kompleks, dan memerlukan
dukungan baik dari keluarga maupun petugas kesehatan agar lansia mampu melakukan
perawatan tekanan darah tinggi di panti dan kontrol rutin ke pelayanan kesehatan. Pada bab
ini akan dijelaskan simpulan yang menggambarkan hasil temuan penelitian serta saran - saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengetahuan partisipan mengenai penyakit hipertensi masih kurang, baik dari segi
hipertensi, respon psikologi lansia dari penyakit hipertensi, serta perawatan hipertensi
yang dilakukan partisipan dengan frekuensi yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi
2. Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar sebagai respon
Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikasi respon ini, sehingga dapat membantu
lansia untuk mengatasi masalah yang muncul dan beradaptasi dengan kondisi fisiknya yang
3. Perubahan gaya hidup sehat yang di lakukan lansia untuk mencegah kenaikan
tekanan darah tergambar dengan penyesuaian pola hidup dan mengatasi dengan
pengobatan. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia ditekankan pada perubahan pola
atau motivasi pada lansia dan keluarganya untuk melakukan perawatan pada lansia
4. Terapi farmakologi yang dilakukan lanjut usia menderita hipertensi dengan meminum
obat anti hipertensi bila kambuh sedangkan terapi non farmakologi yang dilakukan
mentimun, daun seledri yang dimasukan dalam makanan, serta air rebusan daun pokat
B. Saran
a. Pada lansia diharapkan dapat secara mandiri melakukan perawatan tekanan darah
tinggi di panti, dengan bantuan atau dukungan dari lansia yang ada di panti
tersebut. Lansia diharapkan dapat secara aktif mencari informasi terkait penyakit
b. Lansia sebaiknya dapat mengenali respon fisik dan psikologis yang terjadi karena
peningkatan tekanan darah. Jika deteksi dini telah dilakukan maka penanggulangan
penyakitnya, dengan membentuk self help group lansia yang akan menjadi sarana
bagi sesama lansia untuk saling memberikan dukungan dalam hal perawatan
serta cara meminimalkan efek samping obat menjadi salah satu topik yang
lansia di panti.
perawatan hipertensi pada lanjut usia yang telah dilakukan lansia di panti serta faktor-
a. Berbagai jenis obat herbal yang digunakan oleh lansia dapat menjadi masukan
KepadaYth :
Dengan hormat,
NIM : 1614201120
kesempatan kali ini saya akan melakukan penelitian dengan tujuan untuk megetahui
Pengalaman lanjut Usia (60-80 Tahun) Dalam Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2017. Besar harapan
saya agar Bapak/ Ibu / Saudari berkenan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan
mengisi lembar kuisioner dan wawancara sesuai dengan kondisi Bapak/ Ibu / Saudari yang
sebenarnya.
Demikian permohonan ini saya sampaikan. Atas kesediaan dan kerjasamanya saya
ucapkan terimakasih.
Peneliti
INFORMED CONCENT
Nama : ............................................................................
Umur : ............................................................................
Alamat :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Setelah membaca dan memahami maksud dari penelitian , maka saya bersedia dan tidak
merasa keberatan menjadi responden dandalam proses saya berhak menghentikan atau tidak
melanjutkan wawancara sesuai dengan keinginan saya sebagai responden dalam penelitian
yang akan dilakukan Mahasiswa S1 ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi
Oleh Nila Permata Sari dengan judul “Pengalaman lanjt Usia (60-80 Tahun) Dalam
Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu
Demikian surat persetujuan ini saya tanda tangani dengan sejujurnya dan tidak ada paksaan
Bukittinggi. ....................................2017
Partisipan
(........................................................)
Lampiran 4
Pendidikan :............................................
Pekerjaan :............................................
Alamat :............................................
Lampiran 5
PEDOMAN WAWANCARA
A. Petunjuk Umum
1. Disampaikan ucapan terima kasih karena bersedia meluangkan waktu untuk
diwawancarai. Hal ini penting untuk merangkai persahabatan dan hubungan baik.
2. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara.
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
1. Pembukaan wawancara mendalam
a. Ucapan terima kasih atas kesediaan untuk diwawancarai dan ketengan yang
diberikan sangat bermanfaat.
b. Memperkenalkan diri pewawancara.
c. Menjelaskan tujuan wawancara mendalam untuk menggali informasi atau
tanggapan.
2. Prosedur wawancara mendalam
a. Wawancara dilakukan oleh peneliti dan didampingi oleh seorang pencatat atau
alat rekam.
b. Partisipan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
komentar.
c. Pendapat,pengalaman, saran dan komentar partisipan sangat bernilai.
d. Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk
kepetingan peneliti dan tidak ada penilaian.
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar partisipan akan dijamin
kerahasiaannya.
f. Wawancara ini akan direkam dengan alat perekam untuk membantu
pencatatan.
3. Penutup
a. Memberikan bahwa wawancara telah selesai.
b. Mengucapkan terima kasih atas kesediaannya memberikan informasi yang
dibutuhkan.
c. Menyatakan maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan,
d. Bila kemudian hari terdapat informasi yang kurang mohon kesediaan
partisipan untuk diwawancarai lagi.
Lampiran 6
PEDOMAN WAWANCARA
Pertanyaan Pembuka
Saya sangat tertarik dengan pengalaman Lanjut Usia (60-80 Tahun) Dalam
melakukan perawatan hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu
Sangkar Tahun 2017 . Mohon Saudara mau menjelaskan kepada saya apa saja yang terkait
dengan pengalaman tersebut, termasuk semua perasaan, peristiwa, pendapat dan pikiran yang
5. Apa saja respon fisiologis yang terjadi dengan tekanan darah tinggi menurut saudara ?
6. Apa saja respon psikologis yang terjadi dengan tekanan darah tinggi menurut saudara ?
7. Bagaimana dampak hipertensi menurut saudara ?
8. Apa yang saudara lakukan supaya gizi seimbang dapat terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan tubuh ?
12. Menurut saudara apakah makanan yang bersantan dan berlemak bisa menyebabkan
hipertensi?
13. Apakah saudara mengikuti instruksi dokter minum obat anti hipertensi saat hipertensi
naik ?
Lampiran 7
CATATAN LAPANGAN
Afiyanti, Y & Rachmawati, I.N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset
Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
______. John.W. (2012). Qualitatif Inquiry & Research Design : Chossing Among Five
Approaches (Second Edition ed). Thousand Oaks : Sage Publication Ltd
______, John.W. (2013). Qualitatif Inquiry & Research Design : Chossing Among Five
Approaches (Second Edition ed). Thousand Oaks : Sage Publication Ltd
Duffy.K.G. (2009). Psychology For Living: Adjustmen, growt and behavior today. New
Jersey:prentice Hall
Streubert. H,J,. & Carpenter, D,R,. 2003.Qualitative research in nursing; Addvancing the
humanistic imperative. thirdedition.Lippincott William &Wilkins.Philadelphia.
Siti .R. (2013).Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia Dengan Kejadian Hipertensi Di
Puskesmas Kec. Pondok Gede Kota Bekasi Tahun 2013
Valenta BA. (2015).Hubungan gangguan kognitif dengan penyakit hipertensi pada lansia
dilakukan di panti social TresnaWreda Sabai Nan Aluih Sicincin skripsi
Afiyanti dan Rachmawati. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan.
Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Booroto. 2013. Hubungan Antara Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes sp. di Lingkungan I Kelurahan Teling Atas,
Kecamatan Wanea Kota Manado. Jurnal FKM-Universitas Sam Ratulangi
Bungin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Candra,A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
Depkes RI. 2008. Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku
(Communication For Behavioral Impact). Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
Dinkes Sumbar. 2013. Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2012.
Kemenkes RI. 2012. Petunuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN-DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta. Dirjen PP& PL
______. 2014. Panduan Peningkatan Peran Sera Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang
Nyamuk DBD di Kabupaten/ Kota. Jakara. Dirjen PP&PL
______. 2016. Petunjuk Teknis Implementasi 3M-Plus dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
Jakarta. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
______. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta. Kemenkes RI
Merdawati, dkk. 2010. Pemberantasan Jentik dan Sarang Nyamuk Aedes Dalam
RangkaPenanggulangan Penyakit Demam Berdarah di RW 08. Kelurahan Pasar
Ambacang Kecamatan Kuranji Padang. Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian pada
Masyarakat. Lembata Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas. 2010
Misnadiarly. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta. Pustaka Populer Obor
Pratamawati, Dian A. 2012. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.
6, No. 6, Juni 2012
Pujiyanti, A. 2011. Pengetahuan Dan Pengalaman Ibu Rumah Tangga Atas Nyamuk Demam
Berdarah Dengue. Makara, Kesehatan, Vol. 15, NO. 1, Juni 2011: 6-14
Puskesmas Koto Baru Simalanggang. 2016. Laporan Kejadian DBD
Rahmawati, F. 2016. Analisis Pengendalian Penyakit DBD Sesuai Peraturan Daerah Kota
Semarang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah
Dengue Di Kecamatan Tembalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume
4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346
Suyasa. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan
Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
Selatan. Ecotrophic ♦ 3 (1) : 1 - 6 ISSN: 1907-5626
Yudhastuti dan Vidiyani. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di daerah Endemis
DBD Surayaba. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 1 No. 2, Januari 2005