Anda di halaman 1dari 110

PENGALAMAN LANJUT USIA (60 - 80 TAHUN) DALAM

MELAKUKAN PERAWATAN HIPERTENSI DI PANTI


SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) KASIH
SAYANG IBU BATUSANGKAR
TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

NILA PERMATA SARI


NIM : 1614201120

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FORT DE KOCKBUKITTINGGI
TAHUN 2018
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
FORT DE KOCK COLLEGE HEALTH SCIENCE
Research, February 2018

Nila Permata Sari

Elderly (60-80 year) experiences in caring high blood pressure in social house of tresna
werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Year 2017
vi + 6 CHAPTER, 92 pages, 4 skema, 9 attachments

ABSTRACT

In Indonesia suffer from hypertension ranked first of the ten most common diseases
of the elderly in 2013 with a proportion of 45.9% in the 55-64 year age group, 57.6% in the
age group of 65-74 years and 63.8% in the age group more than 75 years. The porpose of this
study was to provide deeper understanding of elderly’s experiences in caring for hipertension.
Qualitative research method with phenomenology approach.
The research informants were taken by purposive sampling, which amounted to 6
elderly man in social house of tresna werdha Kasih Sayang Ibu batusangkar. The data were
processed and analyzed using the Colaizzi
Method analysis method, It was identified 7 themes that were : 1) physical
responses; 2) psychological responses; 3) lifestyle adaptation; 4) use medication; 5) positive
thinking; 6) disease recovery; 7) nursing care or health care.
This result shiwed that caring for hypertension was basically based on elderly’s
experiences individually. Participants' knowledge of hypertension is lacking, and needs to be
harmonized with the support of health workers.

Reading List: 35 (2005-2017)


Keywords: High blood pressure
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FORT DE KOCK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Februari 2018

Nila Permata Sari

Pengalaman Lanjut Usia (60-80 Tahun) Dalam Melakukan Perawatan Hipertensi Di


Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2017
vi + 6 BAB, 92 halaman, 4 skema, 9 lampiran

ABSTRAK
Di Indonesia menderita hipertensi menduduki peringkat pertama dari sepuluh
penyakit tersering pada lansia tahun 2013 dengan proporsi 45,9 % pada kelompok umur 55-
64 tahun, 57,6% pada kelompok umur 65-74 tahun dan 63,8% pada kelompok umur lebih
dari 75 tahun. Tujuan penelitian untuk memahami secara mendalam arti dan makna
pengalaman lansia dalam melakukan perawatan tekanan darah tinggi.
Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan penelitian
diambil secara purposive sampling, yang berjumlah 6 lansia laki-laki di panti sosial tresna
werdha kasih sayang ibu batusangkar . Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan
metode Collaizi,
Hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan partisipan mengenai penyakit
hipertensi dimana teridentifikasi 4 tema, yaitu : 1) Kurang pengetahuan; 2) respon lansia; 3)
Upaya pola hidup sehat; 4) Terapi farmakologi dan non farmakologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman lansia melakukan perawatan
hipertensi merupakan pengalaman yang bersifat individual .Pengetahuan partisipan mengenai
penyakit hipertensi masih kurang, dan perlu diselaraskan dengan dukungan petugas
kesehatan.

Kata Kunci : Perawatan hipertensi


Daftar pustaka : 35 (2005-2017)
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayatNya sehingga penulis dapat penyelesaikan pembuatan skripsi yang berjudul

“Pengalaman Lanjut Usia (60-80 Tahun) Dalam Melakukan Perawatan

Hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar

Tahun 2017” , shalawat beriringan salam tak lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekrang ini .

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan pada Program

Studi Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittingi. Selama Penyusunan skripsi ini,

penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Terutama Bapak

Ns. Reki Afrino S.Kep, M.Kep sebagai dosen pembimbing I serta Ibu Detty Afriyanti S.ST,

M.Keb sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran yang telah

mengarahkan dan memberikan bimbingan pemikiran, dan dorongan semangat kepada

penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa bangga kepada :

1. Ibu sebagai Ketua STIKes Fort De Kock Bukittinggi.

2. Ibu Ns. Fitrinola Rezkiki, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi

3. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittingi

yang banyak memberikan pengetahuan, bimbingan pengalaman dan nasehat selama

pendidikan.
4. Bapak Herizal, S.E selaku pimpinan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih

Sayang Ibu Batusangkar yang telah memberikan izin peneliti untuk pengambilan data

dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kepada staf perpustakaan STIKES FORT DE KOCK yang telah memberi bantuan

dalam peminjaman buku kepada penulis.

6. Teristimewa Suami dan anak – anakku tercinta yang pengertian dan memberikan

dorongan baik moril maupun materil, doa serta kasih sayang yang tulus dalam

keberhasilan penulis.

7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang memberikan dorongan baik moril, doa serta kasih

sayang yang tulus dalam keberhasilan penulis

8. Semua teman – teman S1 keperawatan non reguler Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Fort De Kock Bukittinggi.

Semoga semua amal kebaikan kita bersama diterima di sisi Allah SWT,

Penulisan skripsi ini belumlah sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan

masukan, saran dan kritikan dari berbagai pihak. Akhir kata penulis berharap

penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

keperawatan.

Bukittinggi, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN
ABSTRACT
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR SKEMA .................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 8
E. Ruang lingkup .................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengalaman................................................................ ................. 10
B. Lansia ................................................................................................ 12
C. Pengetahuan……………………………………………………… .... 14
D. Perawatan Hipertensi....................................................................... 17
E. Kerangka Teori................................................................................. 48

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ......................................................... 49
B. Partisipan ............................................................................................ 51
C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 52
D. Etika Penelitian ................................................................................ 52
E. AlatPengumpulan Data ................................................................... 55
F. MetodePengumpulan Data ............................................................. 56
G. Pengolahan DatadanAnalisa Data ................................................. 60
H. KeabsahanData ................................................................................. 61

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Karakteristik Partisipan ...................................................................... 64
B. Analisis Tema ..................................................................................... 65

BAB V PEMBAHASAN
A. Tema 1 : Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit hipertensi
............................................................................................................ 77
B. Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi
.................................................................................................... 79
C. Tema 3: Upaya pola hidup sehat yang dilakukan lanjut usia
dengan hipertensi
.................................................................................................... 80
D. Tema 4 : Tetapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut

usia dengan hipertensi terhadap penyakitnya

............................................................................................................ 84

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .......................................................................................... 89
B. Saran .................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA

Nomor Skema
4.1 Tema 1 : Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit hipertensi 65
4.2 Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi ...................... 69
4.3 Tema 3: Tindakan yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi .... 73
4.4 Tema 4: Harapan lanjut usia dengan hipertensi terhadap penyakit 74
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman


2. 1 Klasifikasi hipertensi........................................................ 18
2.5 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)............................ 43

3. 1 Langkah –langkah proses analisa data............................. 60


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran :

1. Surat Izin Survei Awal

2. Permohonan Menjadi Responden

3. Format Persetujuan (Inform Consent)

4. Data Demografi Partisipan

5. Pedoman Wawancara

6. Pertanyaan Wawancara Mendalam

7. Matriks Analisa Data

8. Lembar Konsultasi Pembimbing I

9. Lembar Konsultasi Pembimbing II


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ageing process atau menua dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal

yang wajar akan dialami semua orang yang karuniai umur panjang., hanya lambat

cepatnya proses tersebut bergantung pada masing masing individu. Secara individu, pada

usia diatas 60 tahun terjadi proses penuaan secara ilmiah. Hal ini akan menimbulkan

masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Dengan bergesernya pola

perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit juga bergeser dari penyakit

menular menjadi penyakit tidak menular atau akibat penuaan (Muhith & Siyoto, 2016).

Dewasa ini, penduduk di dunia hidup lebih lama.Untuk pertama kalinya dalam

sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi manusia dengan

usia diatas 60 tahun pada tahun 2015 mencapai 900 juta orang atau 12% dari populasi

dunia dan diperkirakan pada tahun 2050 populasi lansia dunia meningkat dua kali lipat

menjadi 2 miliar orang atau sekitar 22% populasi dunia. Hal ini tidak lepas dari

keberhasilan dalam pembangunan, khususnya pembangunan dalam dunia kesehatan

sehingga meningkat usia harapan hidup (UHH) (WHO, 2015). Hipertensi masih

merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan besar di dunia. Berdasarkan

WHO angka hipertensi pada lansia mencapai 40% dari penduduk dunia dengan

hipertensi yang tidak terkontrol hampir 1 miliar orang. Angka kematian yang disebabkan

oleh hipertensi 7,5 juta jiwa atau 12,8% dari semua kematian (WHO, 2016).

Di Indonesia menderita hipertensi menduduki peringkat pertama dari sepuluh

penyakit tersering pada lansia tahun 2013 dengan proporsi 45,9 % pada kelompok umur

55-64 tahun, 57,6% pada kelompok umur 65-74 tahun dan 63,8% pada kelompok umur

lebih dari 75 tahun. Sehingga kasus hipertensi masih cukup banyak ditemukan pada
pelayanan kesehatan primer. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat pada tahun 2013

adalah 22,6%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat tahun 2014,

hipertensi menduduki peringkat kelima dari sepuluh penyakit terbanyak di Sumatera

Barat dengan 84.345 kasus (Dinas Kesehatan Sumatera Barat, 2014).

Hipertensi menduduki peringkat ketujuh dari sepuluh penyakit terbanyak di Kota

Padang dengan 10.783 kasus.Kasus hipertensi tertinggi di Kota Padang pada tahun 2014

sampai 2015 berada di wilayah kerja puskesmas Andalas dengan 2.305 kasus pada tahun

2014 dan 2.789 kasus pada tahun 2015 (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2015).

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang termasuk ilmu

pengetahuan dalam bidang kesehatan, mengakibatkan peningkatan umur harapan hidup

manusia yang membawa dampak pada peningkatan jumlah lansia. Penduduk lanjut usia

(lansia) adalah bagian dari penduduk secara keseluruhan. Seperti halnya kelompok

penduduk lainnya, kelompok lansia juga tetapi ingin mandiri, berkarya, dan

bersosialisasi ditengah masyarakat. Mereka tidak ingin menjadi beban dan tergantung

pada orang lain, termasuk keluarganya. Selainitu, mereka juga selalu ingin dapat bergaul,

dihargai dan bukan disisihkan di lingkungannya (Departemen Sosial ,2007).

Lansia yang tinggal dipanti memiliki latar belakang kehidupan dan alasan yang

berbeda-beda. Latar belakang, alasan, dan kondisi yang saat ini di panti masing-masing

memberikan sumbangan sebagai stresor atau sumber stres dialami para lansia panti.

Tentu sumbangan stres dari masing-masing stresor tersebut akan berbeda bergantung

pada faktor individu itu pula. Besar kecilnya sumbangan stres dari stresor yang

mengelilingi kehidupan lansia panti akan memberikan variasi terhadap tingkat stres yang

dialami Indriana dkk, (2010). Ketika tubuh kita mendapatkan asupan garam yang terus

meningkat, maka volume darah akan meningkat dan dapat meningkatkan beban kerja
pada jantung. Arteriosclerosis, kerusakan pada ginjal, masalah pembuluh darah, serangan

jantung, dan stroke adalah beberapa kondisi dari resiko hipertensi (Yuli, 2014).

Menurut Kamaludin, ( 2010) Tekanan darah secara progresif meningkat dengan

bertambahnya umur. Peningkatan tekanan darah kelihatan 50% pada umur diatas 65

tahun. Dengan semakin bertambahnya umur akan menurunkan elastisitas pembuluh

darah. Elastisitas dinding pembuluh darah mempengaruhi tekanan darah. Normalnya,

pembuluh darah elastis atau lentur dan mudah berdistensi (menerima tekanan).

Kemampuan distensi arteri mencegah pelebaran fluktuasi tekanan darah. Dengan

menurunnya elastisitas terdapat tahanan lebih besar pada aliran darah. Setiap faktor

hemodinamik secara nyata saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Jika elastisitas

arteri turun tahanan vaskuler perifer akan meningkat. Arteri besar kehilangan

kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat

jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut

jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan

menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding

arterinya telah menebal dan kaku karena arterisklerosis

Kurang olahraga akan menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Dalam hal ini,

kurang olahraga pada lansia disebabkan oleh faktor usia. Mungkin lansia lebih banyak

duduk, kurang gerak, dan gaya hidup santai. Ini akan mengakibatkan kurangnya aktifitas

fisik sehingga jantung tidak terlatih, pembuluh darah kaku, sirkulasi darah tidak mengalir

dengan lancer, dan menyebabkan kegemukan. Faktor inilah yang menyebabkan

terjadinya hipertensi (Hanif &Yahya, 2014)

Menurut Rachma (2010) lansia merasa penyakit tekanan darah tinggi yang

diderita memerlukan perawatan. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus

ditekankan agar klien dapat secara mandiri melakukan tindakan-tindakan perawatan yang
dilakukan untuk mencegah kenaikan tekanan darah. Salah satu tindakan yang dapat

dilakukan adalah membentuk kelompok penolong yang beranggotakan lansia penderita

darah tinggi. Segala bentuk informasi terkait masalah penyakit hipertensi dapat diberikan

melalui kelompok ini. Kelompok ini sendiri nantinya yang akan berbagi informasi

dengan anggota-anggota kelompoknya tentang tekanan darah tinggi, serta mencari

pemecahan masalah bersama-sama.

Hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Perempuan mempunyai

risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi Williams (2007). Faktor genetik

mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi. Dibuktikan oleh Abed dan Haddaf (2013)

yang menemukan hubungan signifikan antara riwayat keluarga dengan hipertensi yaitu

sebesar 85,8% : 71,7% pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masingnya.

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang berjalan secara kronis. Disamping itu,

pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat - obatan yang efektif banyak

tersedia. Jika dibiarkan, hipertensi yang tidak terkontrol akan menjadi faktor resiko pada

penyakit yang mengancam jiwa seperti stroke dan penyakit kardiovaskuler. Salah satu

komplikasi hipertensi kronik pada kelompok lanjut usia adalah gangguan fungsi kognitif

dan demensia. Hipertensi kronik menyebabkan penyempitan dan sklerosis arteri kecil di

daerah subkortikal sehingga terjadi hipoperfusi, kehilangan autoregulasi, penurunan

suplai darah keotak, dan pada akhirnya terjadi mikroinfark sehingga terjadi kematian sel

otak dan gangguan fungsi kognitif. Kerusakan sel otak ini dapat mempengaruhi

kemampuan memori, berpikiran tau bahasa seseorang yang nantinya akan menyebabkan

terjadinya demensia vaskular (Riskesdas, 2013; Suhardjono,2006; Blood Pressure UK,

2016).

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang umum diderita oleh lansia. Sebagai

penyakit kronis, hipertensi berdampak besar bagi kehidupan, karena mempengaruhi gaya
hidup dan interaksinya dengan orang lain Meiner & Lueckenotte (2006). Hipertensi

merupakan salah satu faktor resiko utama gangguan jantung selain mengakibatkan

gangguan jantung, hipertensi dapat berakibat gagal ginjal maupun penyakit

serebrovaskuler. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi pada pemeriksaan fisik

karena alas an penyakit tertentu, sehingga sering disebut “silent killer”. Tanpa disadari

penderita mengalami komplikasi pada organ – organ vital seperti jantung, otak ataupun

ginjal. Menurut Depkes (2006) hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit

serebrovaskuler (stroke, penyakit arteri koroner, gagal ginjal, demensia dan atrial

fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor – faktor resiko kardiovaskular lain,

maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya

tersebut.

Penelitian lain yang dilakukan di panti sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih

Sicincin dari 63 lansia yang menjadi responden pada penelitian tersebut didapatkan 25

orang hipertensi dan 38 orang tidak hipertensi. Dari 25 orang lansia hipertensi terdapat

19 orang lansia (92%) mengalami gangguan kognitif sedangkan dari 38 tidak hipertensi

hanya 29 (65,8%) yang mengalami gangguan kognitif (Valenta BA, 2015).

Fenomena yang peneliti temukan di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang

Ibu Batusangkar bahwa 8 lansia dari 10 lansia yang peneliti wawancarai mereka kurang

memperhatikan kesehatannya khusus penyakit hipertensi, walaupun sudah diperiksa dan

kemudian di beri obat penurun tensi terkadang lansia lupa meminumnya . Dalam

perawatan hipertensinya lansia mengatakan mengurangi garam dalam makanannya,

jalan keliling panti dalam beberapa menit, senam lansia yang dilakukan setiap minggu

serta ada juga lansia meminum air rebusan daun pokat untuk menurunkan tekanan darah

lansia tersebut.
Berdasarkan data awal yang peneliti dapat dari Panti Sosial Tresna Werdha Kasih

Sayang Ibu Batusangkar lansia tahun 2017 memiliki kasus Hipertensi (80,5%)

merupakan penyakit terbanyak kedua setelah gastritis (70%) dan terbanyak ketiga

rematik (50,5%), pada kasus hipertensi lansia laki-laki sebanyak 17 orang, sedangkan

lansia wanita 6 orang dari 70 orang lansia.

Berdasarkan latar belakang di atas melihat semakin meningkatnya jumlah lansia

dan hipertensi penulis tertarik ingin mengamati Pengalaman Lanjut Usia (60-80 tahun)

Dalam Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih

Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2017.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti bermaksud untuk mengeksplorasi

bagaimana “Pengalaman Lanjut Usia (60–80 tahun) Dalam Melakukan Perawatan

Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun

2017”

C. TUJUAN PENELITIAN

Mengeksplorasi Bagaimana Pengalaman Lanjut Usia (60 – 80 tahun) Dalam

Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu

Batusangkar Tahun 2017”

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengalaman lanjut usia

melakukan perawatan yang menderita hipertensi sehingga dapat mengetahui


permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para lanjut usia laki-laki tersebut

selama berada di panti.

2. Bagi Petugas Panti

Sebagai bahan masukan bagi petugas Panti Sosial Tresna Werdha Kasih

Sayang Ibu Batusangkar dalam memberikan penyuluhan tentang penanggulangan

hipertensi dan perawatan hipertensi secara mandiri pada lanjut usia yang menderita

hipertensi.

3. Manfaat Bagi Pasien

Pada penelitian ini diharapkan pasien lanjut usia mampu melakukan perawatan

secara mandiri baik dari segi penjagaan makanan dan aktifitas fisik yang berat serta

manajemen konsep diri terhadap penyakit darah. Sehingga untuk kedepannya para

lanjut usia bisa menjaga pola hidup sehat secara baik.

4. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi

kepustakaan bagi institusi serta dapat digunakan untuk menambah wawasan dan

masukan bagi mahasiswa keperawatan mengenai pengalaman lanjut usia melakukan

perawatan hipertensi.

5. Bagi Peneliti lain

Peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih lanjut terkait pengalaman

lanjut usia melakukan perawatan hipertensi serta dapat menjadi sumber referensi bagi

peneliti selanjutnya tentang penyakit hipertensi.


E. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup keilmuan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu untuk

mengetahui bagaimana pengalaman lanjut usia (60-80 tahun) dalam melakukan

perawatan hipertensi yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih

Sayang Ibu Batusangkar tahun 2017. Yang akan dilakukan pada bulan februari 2018.

Adapun tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana pengalaman lanjut usia (60-80

tahun) dalam melakukan perawatan hipertensi yang dilakukan di Panti Sosial Tresna

Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar tahun 2017. Partisipan dalam penelitian

ini adalah lansia laki-laki yang menderita hipertensi di (PSTW) Kasih Sayang Ibu

Batusangkar. Cara pengumpulan data yaitu diperoleh dari data primer dimana peneliti

langsung mendapatkan dari lansia laki-laki melalui wawancara mendalam (indepth

interview), kemudian di analisa dengan menggunakan metode kualitatif.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengalaman

1. Defenisi

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,

dirasakan, ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai

memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang

terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai

referensi otobiografi (Alwisol, 2012).

Pengalaman merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia

sehari-harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan

pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi

pedoman serta pembelajaran manusia (Daru Purnomo, 2014).

Pengalaman akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang

mempersepsikan sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan dan dipersepsikan)

juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia,

persepsi itu tidak hanya di tentukan oleh stimulus (ransangan) secara objektif, tetapi

juga di pengaruhi oleh keadaan diri sang perseptor (Carol wade dan Carol Tavris,

2008).

Aktivitas di dalam diri atau pengalaman dari seseorang akan menghasilkan

hasil persepsi yang berbeda. Pendapat ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat

tekanan dalam persepsi pada umumnya adalah objek-objek yang memenuhi tujuan

individu yang melakukan persepsi, persepsi yang sering kita alami (konsisten) secara

berulang-ulang maka dengan sendirinya akan terekam didalam memori kita dan
menjadi sebuah pengalaman atau persepsi yang akan di recall kembali apabila kita

mengalami sensasi yang sama dilain waktu (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachwati,

2014).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengalaman

Faktor yang membuat seorang memiliki pengalaman adalah adanya suatu

pengetahuan yang didapatkannya secara kontinu, pengetahuan seorang ahli diperoleh

melalui pengalaman selama bertahun-tahun.Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa

dalam rangka pencapaian keahlian, seorang harus mempunyai pengetahuan yang

tinggi. Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Carol

Wade dan Carol Tavris, 2008).

Adanya keterlibatan langsung yang dilakukan seorang individu dalam

melakukan suatu kegiatan maupun prinsip aktifitas yang dialaminya adalah faktor

yang mempengaruhi adanya suatu hal yang dapat menciptakan adanya pengalaman

sehingga individu tersebut dapat menuangkannya kedalam suatu informasi baik secara

persepsi maupun ketrampilan yang dimilikinya (Sardiman, 2007).

B. LANSIA

1. Defensi

Menua atau lansia adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, Proses menua merupakan

proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai

sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua.Usia lanjut

dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Badan

Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa 60 tahun adalah usia permulaan tua.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakanproses yangberangsur-angsur

mengakibatkanperubahan yang komulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahantubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir

dengan kematian (Nugroho, 2008).

2. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut WHO dalam Padila (2013) :

a. Middle age (usia pertengahan) usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) = 60 dan 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) = 75 dan 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

3. Karateristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam Padila (2013) karakteristik lansia

sebagai berikut :

a. Berusia lebih dari 60 tahun

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga

kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Penyakit Umum Pada Lansia

Menurut Stieglitz (1954) dalam nugroho (2008) ada empat penyakit yang

sangat erat hubungannya dengan proses menua :

1) Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pembuluh darah di otak (koroner), ginjal dan lain-lain.


2) Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus, klimakterium,

dan ketidakseimbangan tiroid.

3) Gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis ataupun

penyakit kolagen lainnya.

4) Berbagai macam neoplasma.

5. Fokus Asuhan Keperawatan Lansia

Fokus ksesehatan keperawatan lansia menurut Nugroho (2008)

1) Peningkatan kesehatan

2) Pencegahan penyakit (preventif)

3) Mengoptimalkan fungsi mental

4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum

C. Pengetahuan

1. Defenisi

Pengetahuan adalah hasil tahu dan imi terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi memulai pancaindra

manusia, yakni indra pengihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2012).

Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap positif, maka prilaku

tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila prilaku tersebut tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmojo, 2012).

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yakni sebagai berikut :

1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan (Notoatmojo,

2012).

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan

menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan, dan sebaganya terhadap objek

yang dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus datang ke posyandu

(Notoatmojo, 2012)

3) Analisis (anaysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kat kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan (Notoatmojo, 2012)

4) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip (Notoatmojo,

2012).

5) Sinetesis (Synthesis)

Sintesis menujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formukasi- formulasi yang ada.

Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada (Notoatmojo, 2012).

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap sesuatu materi atau ojek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendir, atau menggunakan kriteria yang ada (Notoatmojo, 2012)

3. Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau memberikan

seperangkat alat tes/kuesioner tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-

tingkatan di atas (Notoatmojo, 2012).

Menurut Prasetiyo T (2013) yang meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan

tentang hipertensi dengan upaya pencegahan kekambuhan hipertensi pada lansia bahwa

pada pengetahuan responden diketahui bahwa mayoritas pengetahuan responden tentang

hipertensi masih kurang, yaitu sebanyak 38 responden (48,7%), Pengetahuan responden

yang baik sebanyak 21 (26,9%), dan responden yang tingkat pengetahuanya cukup 19

(24.4%).
D. Perawatan Hipertensi

1. Defenisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, yang

tingginya tergantung umur individu penderita. Tekanan darah berfluktuasi dalam

batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami

(Tambayong, 2010).

Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, ≥

140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh seperti otak,

jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina. Akibatnya dapat

menyebabkan peningkatan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pada

gangguan kardiovaskuler dan stroke (Martin, 2013).

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan darah didalam

arteri .Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaaan tanpa gejala, dimana

tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko

terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada

pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi

diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh

pada saat jantung relaksasi (diastolik).Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik

garis miring tekanan diastolik, misalnya, 120/80 mmhg dibaca seratus dua puluh per

delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan darah

sistolik 140 mmhg atau lebih, tekanan darah diastolik mencapai 90 mmhg atau

lebih,atau keduanya .Pada tekanan darah tinggi biasanya terjadi kenaikan tekanan

sitolik dan diastolic (Mansjoer, 2000)

2. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah pada dewasa yang dikemukakanoleh Susilo 2011


Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan ketetapan JNC VII (The seventh Report of
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 mmhg < 80 mmhg

Pre-hipertensi 120-139 mmhg 80 –89 mmhg

Hipertensi stadium 1 140 -159 mmhg 90 –99 mmhg

Hipertensi stadium 2 160-179 mmhg 100-109 mmhg

Sumber : Susilo 2011

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui dengan pasti atau

idiopatik. Selain itu hipertensi ini dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup

seperti kurang bergerak (inaktifitas) dan pola makan.

b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh kondisi medis lain.

Seperti penyakit ginjal, endokrin, dan akibat pemakaian obat-obatan tertentu

misalnya pil KB (Wiliams, 2007).

Faktor resiko hipertensi adalah sebagai berikut :

1) Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau transport

Na

2) Obesitas: terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan

darah meningkat

3) Stress karena lingkungan


4) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran

pembuluh darah ( Aspiani R.Y. 2015)

Pada orang lanjut usia, penyebab hipertensi disebabkan terjadi

perubahan elastisitas dinding aorta menurun, latup jantung menebal dan menjadi

kaku, kemampuan jantung memompa darah , kehilangan elastisitas pembukuh

darah dan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Setelah usia 20

tahun kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % tiap tahun sehingga

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume. Elastisitas pembuluh darah

menghilang karena terjadi kurangnya efektifitas pembukuh darah perifer untuk

oksigenasi. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang

menderita hipertensi semakin besar (Aspiani R.Y. 2015)

Pengaruh usia terhadap kemunculan stress sering terjadi juga. Banyak

ditemulan para pensiunan yang sudah tak bekerja lagi menghadapi perubahan

lingkungan ekstren. Menghadapi kondisi dirumah yang tanpa aktivitas dan

diposisikan sebagai orang yang tak mampu lagi melakukan beberapa pekerjaan

memunculkan stress. Adanya peningkatan volume cairan dan tekanan darah ang

akan diikuti oleh peningkatan pengeluaran kelebihan zat garam sehingga

kembali pada keadaan yang normal. Pada hipertensi esensial kondisi inilah yang

terganggu.

Pola makan dan aktivitas tak seimbang juga memiliki kontribusi yang

besar penyebab hipertensi. Kebiasaan merokok, minuman-minumanalcohol dan

kurang olahraga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Berat

badan berlebih apalagi penderita obesitas akan mengalami tekanan darah yang

kebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai berat badan normal.
Peningkatan tekanan darah ini ditemukan sepanjang hari, termasuk juga

dimalam hari.

Apalagi ditambah, tekanan darah selama malam hari sama tingginya

dengan di siang hari pada mereka yang mempunyai berat badan berlebih hingga

kegemukan. Seharusnya, dimalam hari, tekanan darah dimalam hari mengalami

penurunan, bila tekanan darah tetap tinggi, keadaan ini dapat menyebakan

gangguan pada jantung. Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori

besar , yaitu primer dan skunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang

belum diketahui penyebanya dengan jelas. Golongan kedua adalah hipertensi

sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang

tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan

hormone yang merupakan faktor yang pengatur tekanan darah (Martha, 2012).

Faktor–faktor hipertensi ada yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol :

1) Faktor yang dapat dikontrol

Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada umumnya

berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor tersebut antara lain :

a) Obesitas (kegemukan)

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang yang kegemukan

mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun

memounyai resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibanding dengan

wanita langsing pada usia yang sama.

Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi

yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami

obesitas. Meskipun belum diketahui belum secara pasti hubungan antara

hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi

dibanding penderita hipertensi dengan berat badan normal.

b) Konsumsi garam yang tinggi

Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara konsumsi

garan yang berlebih dengan kemungkinan mengidap hipertensi.Garam

merupan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi.

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi nadalah melalu peningkatan

volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah . Keadaan ini akan

diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garanm

sehingga kembali pada kondisi keadaan system primer (esensial)

mekanisme tersebut terganggu, disamping kemungkinan adanya faktor

kain yang mempengaruhi.

Tetapi banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tidak

mengkonsumsi garam, tetapi masih menderita hipertensi .Ternyata setelah

ditelusuri, banyak orang yang mengartikan konsumsi garam adalah garam

meja atau garam yang sengaja ditamabhkan kedalam makanan saja.

Pendapat ini sebenarnya kurang tepat karena hamper semua makanan

mengandung garam natrium termasuk didalamnya bahan-bahan pengawet

makanan yang digunakan.

c) Merokok dan mengkonsumsi alcohol

Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan

kesehatan selain dapat meningkatkan pengumpalan darah dalam pembuluh

darah, nikotin dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh

darah.
Mengkonsumsi alkohol juga membahayakan kesehatan karena

dapat meningkatkan sintesis katekholamin. Adanya katekholamin memicu

kenaikan tekanan darah. Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat

mengganggu dan merusak fungsi beberapa organ salah satu diantaranya

fungsi hati. Fungsi hati akan terganggu sehingga mempengaruhi kinerja

atau fungsi jantungini pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Alkohol

juga dapat merangsang dilepaskannya epinefrin dan adrenalin, yang

membuat arteri menciutdan menyebabkan penimbunan air dan natrium.

d) Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika

ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka tekanan darah kita

meningkat. Tetapi pada umunya, begitu kita sudah kembali rileks maka

tekanan darah akan turun kembali.

Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-sel saraf yang

mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium.

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis (saraf yang bekerja ketika beraktivitas) yang dapat meningkatkan

tekanan darah secara bertahap. Stres berkepanjangan dapat mengakibatkan

tekanan darah tingi. Hal tersebut belum terbukti secara pasti namun pada

binatang percobaanyang diberikan stres memicu binatang tersebut menjadi

hipertensi.

e) Kurang Olah raga

Kurang olah raga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah

dalam tubuh menjadi meningkat. Olah raga bertujuan untuk memperlancar


peredaran darah dan mempercepat penyebaran impuls urat saraf kebagian

tubuh atau sebaliknya sehingga tubuh senantiasa bugar.

f) Faktor Obat-obatan

Faktor terjadinya hipertensi karena pengaruh obat-obatan pada

dasarnya lebih potensial dialami oleh kaum perempuan, terutama mereka

yang mengkonsumsi obat-obatan kontrasepsi oral. Konsumsi kontrasepsi

oral (pil) dapat beresiko terjadinya perubahan metabolisme lemak (lipid)

darah. Efek ini tergantung jenis dan dosis hormon dalam kontrasepsi oral

bila estrogen maka berefek lebih baik karena karena menaikan HDL

(kolesterol baik) dan bila menurunkan kolesterol LDL (kolesterol buruk).

Progestinnya mempunyai efek berlawanan dengan estrogen sehingga

kejadian tekanan darah tinggi (Kaplan N.M, 2002).

2) Faktor yang tidak dapat dikontrol

a) Faktor Keturunan (Genetik)

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa jika seseorang

mempunyai orang tua yang salah satunya menderita hipertensi maka

orang tersebut mempunyai resiko lebih besar untuk terkena hipertensi

dari pada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita

hipertensi) namun demikian, bukan berarti bahwa semua yang

mempunyai keturunan hipertensi pasti akan menderita hipertensi.

Faktor keturunan memeng memiliki peran yang besar terhadap

munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan

ditemukannyakejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada

kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot

(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak

melakukan penanganan atau pengobatan maka ada kemungkinan

lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam

waktu tiga puluhan tahunakan mulai muncul tanda-tanda dan gejala

hipertensi dengan berbagai komplikasinya.

b) Jenis kelamin

Hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Perempuan

mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi (Williams,

2007).

c) Faktor usia

Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang

menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan

penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko

terhadap timbulnya hipertensi. Hilangnya elastisitas jaringan dan

arterisklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab

hipertensi pada usia tua. Pada umunya hipertensi pada pria terjadi diatas

31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah berumur 45 tahun

(Kaplan N.M, 2002).

4. Gejala Hipertensi

Gejala-gejala hipertensi tidak mempunyai spesifikasi tertentu, gejala nya seperti

sakit kepala, cemas, epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan pada penderita

hipertensi, kadang sama sekali tidak terjadi (Fatimah, 2009).

Menurut Parsudi (2015), gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu

dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya seperti :

1) Sakit kepala
2) Jantung berdebar-debar

3) Sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat

4) Mudah lelah

5) Penglihatan kabur

6) Hidung berdarah

7) Sering buang kecil terutama pada malam hari

8) Telinga berdenging

9) Bumi terasa berputar

Gejala lain akibat dari komplikasi hipertensi seperti gangguan

penglihatan, gagal saraf, gagal jantung, gejala serebral (otak) yang dapat

mengakibatkan kejang oleh pendarahan pada pembuluh darah otak yang

mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Budiarto,

2003).

Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari banyak

kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka

pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan

jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Hipertensi menimbulkan angka

morbiditas (kesakitan) dan angka mortalitas (kematian) yang tinggi. Penyakit

ini merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai

faktor risiko yang dimiliki seseorang (Parsudi, 2015).

5. Respon individu terhadap penyakit hipertensi

Perubahan fisik dan psikologis pada lansia terjadi secara alami.Salah satu

perubahan yang terjadi pada lansia adalah kejadian penyakit kronis (Miller, 1999). Lansia

yang mengalami penyakit kronis akan mempersepsikan dirinya sebagai beban, dan

keluarga sering mengalami caregiver stress (Lueckenotte & Meiner, 2006).


Bentuk kehilangan ini terdiri dari 3 komponen, yaitu : kondisi fisiologis individu;

ide-ide individu dan perasaan tentang dirinya; peran sosial individu. Gangguan yang

dialami lansia pada salah satu komponen tersebut tidak terjadi dengan sendirinya. Artinya,

gangguan pada salah satu komponen akan mempengaruhi dua komponen lainnya.

Misalnya seorang lansia yang mengalami gangguan fisiologis berupa peningkatan tekanan

darah, maka sebagai akibat lanjutnya terjadi perubahan fungsi psikologisnya. Selain itu,

lansia juga diharuskan untuk merubah atau terganggu peran sosialnya. Perasaan

kehilangan fisik-psikososial lansia ditunjukkan dengan respon berduka. Berduka adalah

keseluruhan respon terhadap pengalaman emosional karena kehilangan (Kozier et al.,

2004).

Respon berduka yang dialami lansia disebabkan karena hipertensi berdampak pada

aspek fisik, psikososial, spiritual, ekonomi, dan individu lansia itu sendiri berupa stres

yang berkelanjutan (Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003).

Kondisi ini mengakibatkan lansia kehilangan status fungsionalnya, yang

berdampak terhadap penurunan kualitas hidup lansia. Kubler & Ross (1969, dalam Kozier

et al, 2004) menggambarkan lima tahap proses berduka sebagai respon klien yang

mengalami kehilangan.

Kelima tahap tersebut digambarkan pada penjelasan berikut ini :

a. Tahap pengingkaran (Denial)

Pengingkaran merupakan reaksi awal pada seseorang yang mengalami

skehilangan. Lansia tidak percaya mengalami tekanan darah tinggi, yang harus

dikontrol setiap saat dengan modifikasi gaya hidup, sehingga menyebabkan

kehilangan kebebasan. Perubahan fisik yang dapat terjadi pada tahap ini adalah letih,

lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,

gelisah (Potter & Perry, 2005).


Pada tahapini, lansia dapat menolak untuk melakukan perawatan hipertensi

dengan tidak mau lagi datang ke fasilitas kesehatan atau tetap mempertahankan

kebiasaan hidupnya.

b. Tahap marah (Anger)

Reaksi marah menunjukkan bahwa seseorang sudah mulai menyadari

terjadinya kehilangan.Perasaan marah dapat diproyeksikan kepada keluarga petugas

kesehatan, atau Tuhan. Reaksi fisik yang ditunjukkan diantaranya muka merah, nadi

cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal (Potter & Perry, 2005).

Lansia akan cenderung lebih sensitif sehingga mudah tersinggung dan marah,

untuk menutupi rasa kecewa dan manifestasi kecemasannya terhadap akibat lanjut

dari penyakit hipertensi. segala instruksi atau anjuran yang diberikan. Dalam hal

kepatuhan dan kepatuhan dan ketidakpatuhan lansia dalam mematuhi apa yang

dianjurkan petugas kesehatan untuk merawat tekanan darah tinggi, dipengaruhi oleh

faktor interaksi nilai, pengalaman hidup lansia, dukungan keluarga, kemampuan dari

tenaga kesehatan, dan kompleksitas cara atau aturan hidup yang diterapkan lansia

(Stanley, Blair, dan Beare, 2005).

6. Dampak hipertensi pada lansia

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang umum diderita oleh lansia. Sebagai

penyakit kronis, hipertensi berdampak besar bagi kehidupan, karena mempengaruhi gaya

hidup dan interaksinya dengan orang lain (Meiner & Lueckenotte, 2006).

Kondisi ini menyebabkan individu berada dalam situasi krisis, yang akan

mempengaruhi individu dengan stres yang berkelanjutan atau berulang (Charles et al.,

2001). Hal ini dikarenakan sakit fisik yang dirasakan, ketidakmampuan, harga diri rendah,

gangguan dalam kehidupan berkeluarga dan sosial, serta penurunan sumber-sumber

finansial.Hal ini selaras dengan temuan Asniar (2007) yang dalam penelitiannya
menyatakan bahwa suatu penyakit dapat menimbulkan gangguan pada level organ,

personal dan sosial.

Webb dan Gonzales (2006) melakukan penelitian kualitatif tentang beban karena

hipertensi terkait gambaran mental pada wanita Amerika keturunan Afrika.Hasil penelitian

melaporkan hipertensi sebagai ancaman penyakit yang signifikan, yang mempunyai

hubungan sebab akibat dengan faktor resiko dalam konteks stres psikologis.Stres

psikologis merupakan kondisi yang umum dialami individu yang menderita penyakit

kronis.

Menurut Kaplan (2004) jika seseorang merasa diuntungkan dengan pencegahan

peningkatan tekanan darah yang dilakukan, hal ini akan mengurangi beban pribadinya

sehingga secara efektif dapat melakukan perawatan hipertensi. Selain itu dalam perawatan

penyakit kardiovaskuler, modifikasi gaya hidup, termasuk managemen stres, lebih penting

untuk mengontrol tekanan darah.

Untuk lebih jelasnya, semua aspek tersebut akan dijelaskan berikut ini :

a. Fisik

Hipertensi pada lansia sangat penting untuk diketahui karena patogenesis,

perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan

hipertensi pada usia dewasa muda. Pada lansia tekanan darah sistolik dan

diastolik meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena perubahan struktur

dan fungsi pada pembuluh darah perifer. Perubahan tersebut meliputi

aterisklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa


oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2002).

Hipertensi pada lansia biasanya tanpa gejala sampai perubahan vaskular

terjadi di jantung, otak, mata, atau ginjal.Dalam jangka lama, hipertensi yang

tidak dirawat dapat merusak organ target. Kerusakan organ target lebih lanjut

mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris, infark miokard, gagal

jantung, stroke, nefropathy, penyakit arteri perifer, atau retinopathy (Christensen,

2006).

Tanda dan gejala biasanya muncul bila hipertensi makin parah.Dampak

penyakit menyebabkan penderita mengalami kelemahan, pusing, sakit kepala,

vertigo, dan palpitasi. Pada hipertensi yang parah penderita bisa mengalami

kepala berdenyut-denyut, kebingungan, kehilangan penglihatan, epitaksis, dan

koma (Lueckenotte, 2000).

Sherina, Rampal & Mustaqim (2004) melakukan penelitian terhadap

lansia yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma

bronkial, dan penyakit jantung iskemik di komunitas rural wilayah Selangor

Malaysia. Hasil penelitian ini menunjukkan penyakit kronis berhubungan secara

signifikan dengan ketergantungan fungsi pada lansia.

Aspek fisik dari penyakit kronis yang telah diderita dalam jangka waktu

laa dapat mengganggu kemandirian lansia, dan keterbatasan ini akan

mempengaruhi konsep diri dan kepuasaan hidup lansia secara keseluruhan

(Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003).

Oleh karena itumasalah ketergantungan fungsi akibat penyakit kronis

harus diatasi secara komprehensif agar dapat membuat program yang sesuai

untuk perawatan lansia.


b. Psikososial

Perubahan fisik dan psikologis pada lansia terjadi secara alami dan

berpotensi timbulnya masalah psikososial apabila lansia tidak dapat beradaptasi

terhadap perubahan (Depkes RI, 2007). Gangguan fisik, karena penyakit atau

proses menua, dapat diintegrasikan ke dalam konsep diri, baik positif maupun

negatif (Meiner & Lueckenotte, 2006).

Berikut ini akan dijelaskan tiga dampak psikososial akibat penyakit

hipertensi, yang mempengaruhi konsep diri lansia (Hitchcook, Schubert &

Thomas, 2003) :

1) Ketidakpastian

Ketidakpastian adalah suatu pengalaman konstan pada penyakit kronis

terkait munculnya gejala yang tidak dapat diprediksi dan tidak konsisten,

pertanyaan terus-menerus tentang kekambuhan atau bertambah buruk, dan tidak

mengetahui akibat kedepan terkait hidup dengan kondisi lemah.Pengalaman

hidup sehari-hari dengan hipertensi dapat menyebabkan ketidakpastian.Hal ini

dikarenakan keluhan akibat peningkatan tekanan darah yang tidak dapat

diprediksi kapan munculnya oleh lansia.Bila perasaan ketidakpastian berlangsung

secara terus-menerus, dapat menyebabkan lansia mengisolasi dirinya. Lansia

memilih untuk selalu berada di dalam rumah dan enggan melakukan berbagai

aktifitas di luar rumah karena kekhawatiran tekanan darahnya akan meningkat.

Pada kasus penyakit hipertensi pada lansia, Terjadinya peningkatan

tekanan darah tidak dapat diprediksi atau klien tidak merasakan gejala, membuat

lansia enggan melakukan berbagai aktifitas atau tidak mengubah gaya hidup untuk

mengurangi faktor resiko hipertensi. Untuk itu petugas kesehatan khususnya

perawat komunitas perlu mengkaji pengalaman klien dan keluarga, dan


membantunya mengembangkan strategi untuk hidup dalam ketidakpastian

penyakit hipertensi (Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003). Strategi yang perlu

dilakukan oleh klien meliputi lebih banyak mencari tahu tentang penyakit

hipertensi, mencari jenis perawatan lainnya, melakukan teknik-teknik mengurangi

stres, dan mencari dukungan dari yang lain seperti keluarga,teman, sesama

penderita hipertensi, dan petugas kesehatan profesional.

2) Tidak berkekuatan

Tidak berkekuatan adalah persepsi seseorang kehilangan kekuatan dan

kewenangannya untuk melakukan sesuatu yang akan mempengaruhi suatu akibat

(Miller, 2000 dalam Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003). Perasaan tidak

berkekuatan dapat muncul, karena lansia merasa hipertensi yang diderita

mengakibatkan berkurangnya kemampuan fisiknya. Lansia tidak lagi leluasa

melakukan berbagai aktifitas karena keluhan peningkatan tekanan darah akan

muncul ketika penderita kelelahan. Akibat lanjut dari perasaan ini adalah lansia

akan merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, dan kehilangan kontrol, yang dapat

menyebabkan lansia pasif atau tidak berpartisipasi dalam program perawatan

tekanan darah tinggi secara mandiri.

3) Biographical Disruption

Biographical disruptionterjadi ketika proyeksi yang terjadi kedepan tidak

sesuai dengan yang direncanakan (Connor, 2004). Hasil penelitian oleh Connor

(2004) melaporkan, penyakit kronis, ketidakmampuan fisik atau penyakit lainnya

dapat menyebabkan biographical disruption.Dalam penelitian ini juga disebutkan

biographical disruptionmengakibatkan penderitaan, harapan, kondisi kronis dan

terbentuknya koping.Keluhan penyakit hipertensi beserta dengan perawatannya

yang dialami oleh lansia bertahun-tahun dapat mengakibatkan biographical


disruption. Misalnya saja terjadi gangguan persepsi lansia tentang dirinya, yaitu

merasa tubuhnyatidak berfungsi sebagaimana mestinya serta merasa hidupnya

hanya untuk merawat penyakit yang diderita. Ketika lansia merasakan

biographical disruption, mereka akan mengalami isolasi sosial, hambatan

berhubungan dengan orang lain, dan hidupnya dibatasi oleh aturan-aturan terkait

perawatan tekanan darah tinggi (Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003). Dalam

kondisi ini, perawat harus dapat membantu klien menerima kondisinya, dan

bertanggung jawab pada hidup dan tubuhnya.

c. Spiritual

Kepercayaan spiritual dapat mempengaruhi perasaan lansia tentang penyakit

hipertensi yang diderita dalam jangka waktu lama dan membantu lansia

menyesuaikan diri dengan penyakitnya.Beberapa individu mendapatkan makna dari

penyakit kronis yang dideritanya melalui agama dan keimanan.Hal ini sesuai dengan

pernyataan Miller (2000 dalam Hitchcook, Schubert & Thomas, 2003) menguraikan

dalam sistem kepercayaan klien melibatkan spiritualitas sebagai sumber.

Rowe dan Allen (2004) melakukan penelitian tentang spiritualitas sebagai

koping untuk penyakit kronis.Dalam penelitian ini ditemukan korelasi positif yang

signifikan antara spiritualitas dan kemampuan koping individu dengan spiritualitas

yang tinggi. Spiritualitas yang tinggi juga membuat individu menjadi lebih kuat dan

mempunyai gaya koping yang lebih bervariasi, serta cenderung mempu menggunakan

koping yang lebih positif.

Penelitian Koenig (1998) tentang hubungan antara aktivitas religius dan

tekanan darah pada lansia melaporkan, subyek yang melakukan kegiatan religius

sekali seminggu atau lebih, dan berdoa serta mempelajari alkitab sehari sekali atau

lebih, berpotensi tekanan darah diastoliknya lebih rendah 40% daripada yang lebih
sedikit melakukan ibadah dan berdoa, setelah dikontrol dengan umur, jenis kelamin,

ras, merokok, penyakit kronis, dan Body Mass Index.

Tingkat keparahan dari penyakit akan menguji spiritualias lansia, apakah

menjadi semakin kuat atau malah menurun. Akibat lanjut dari penurunan spiritualitas

adalah akan terjadi spiritual distress(Hymovich & Hagopian, 1992 dalam Hitchcook,

Schubert & Thomas, 2003). Spiritual distressdapat menyebabkan mimpi buruk dan

gangguan tidur atau gangguan perilaku dan suasana hati ditandai dengan menangis,

marah, menarik diri, cemas, permusuhan, atau apatis.

d. Ekonomi

Sebagai penyakit kronis yang diderita dalam jangka waktu lama, hipertensi

berdampak pada aspek ekonomi penderitanya.Banyak biaya yang harus dibayarkan

untuk perawatan penyakit, misalnya biaya periksa dokter dan rumah sakit. Selain itu

ada pula biaya yang secara tidak langsung dibayarkan, seperti bila timbul

ketergantungan dan memerlukan rehabilitasi khusus, waktu yang hilang untuk

bekerja, biaya perjalanan untuk berobat, biaya panggilan telpon, dan asuransi

kesehatan (Hymovich & Hagopian, 1992 dalam dalam Hitchcook, Schubert&

Thomas, 2003).

Hypertension Study Group (2001) melakukan penelitian multicentre

studitentang prevalensi, kesadaran, perawatan dan mengontrol hipertensi pada lansia

di India dan Bangladesh.Hasil penelitian menyebutkan prevalensi hipertensi lebih

tinggi pada daerah urban daripada rural.Status pendidikan juga berhubungan dengan

prevalensi hipertensi. Dari hasil penelitian ini juga disimpulkan dampak pada faktor

sosial ekonomi meningkat seiring dengan meningkatnya ketergantungan, beban biaya

obat, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pendidikan kesehatan, perilaku

mengkonsumsi obat, persepsi bahwa peningkatan tekanan darah hal yang biasa,
konsep antara penyakit akut dan kronis. Kondisi akan mempengaruhi perilaku

mencari kesehatan pada lansia.

e. Promosi kesehatan

Pada lanjut usia dengan Penyakit hipertensi yang banyak diderita oleh lansia

memerlukan upaya promosi kesehatan dengan memperhatikan faktor-faktor resiko

yang mempengaruhi terjadinya penyakit. Menurut Pender (2002), promosi kesehatan

pada populasi lansia merupakan kebutuhan vital untuk mencegah komplikasi dan

mengurangi resiko yang mempengaruhi kualitas hidup lansia.Program-program

promosi kesehatan dikembangkan berdasarkan faktor-faktor resiko yang telah

diidentifikasi berkaitan dengan penyakit yang diderita oleh lansia.Isu-isu tentang

ketidakmampuan dan ketergantungan pada lansia masih banyak diperdebatkan

penentu kebijakan tentang bagaimana memenuhi kebutuhan lansia. Sehingga promosi

kesehatan pada lansia masih merupakan konsep yang banyak diperdebatkan, tetapi

biasanya dipertimbangkan untuk proteksi, preventif, dan edukasi kesehatan

(Tannahill, 1985 dalam Bernard, 2000).

Selanjutnya hal ini dapat dihubungkan dengan isu-isu kebijakan yang

diperlukan untuk mengembangkan kebijakan kesehatan masyarakat, khususnya

lansia.Dalam perencanaan program promosi kesehatan untuk kelompok lansiayang

menderita hipertensi, harus dimasukkan program pencegahan dan penanggulangan

penyakit-penyakit degeneratif.Program pencegahan untuk penanganan hipertensi pada

lansia menggunakan tiga level pencegahan, yaitu : primer, sekunder, tersier

(Anderson & McFarlane, 2004).


7. Pencegahan Hipertensi

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya menghindari penyakit atau tindakan promosi

kesehatan dan preventif.Bagi lansia hipertensi, tindakan promosi kesehatan dapat

dilakukan melalui pendidikan kesehatan pada penderita tentang hipertensi, faktor

resiko, dan terapiobat.Pengetahuan pasien ditingkatkan dengan pemberian informasi

tentang efek samping pengobatan, aturan diet, olahraga, dan teknik mengurangi stres

(Christensen, 2006). Tindakan pencegahan dilakukan melalui modifikasi gaya hidup

untuk mengurangi faktor resiko tekanan darah tinggi seperti menghindari tembakau,

mengurangi konsumsi sodium, mengurangi berat badan bagi yang kegemukan, olah

raga yang teratur, dan mengurangi konsumsi alkohol (Miller, 1999).

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan saat penyakit telah terdeteksi dalam stadium

awal.Aktifitas yang juga dilakukan dalam pencegahan sekunder adalah deteksi dini

penyakit dalam keadaan tanpa gejala, misalnya saja pemeriksaan tekanan darah pada

populasi lansia yang beresiko mengalami hipertensi (Lueckenotte & Meiner, 2006).

Selanjutnya, manfaat dari kegiatan deteksi dini harus lebih bersar daripada

kerugiannya.Dan yang tidak kalah penting adalah penanganan selanjutnya jika lansia

terdeteksi menderita tekanan darah tinggi.

3. Pencegahan tersier

Pencegahan tersierdilakukan jika penyakit telah menyebabkan kerusakan pada

individu yang menderita.Tujuan aktifitas pencegahan tersier adalah mencegah

berkembangnya gejala-gejala agar dampak penyakit tidak menjadi lebih

parah.Penyakit hipertensi merupakan kelompok penyakit tidak menular.Sehingga

program promosi kesehatan penyakit hipertensi pada lansia yang dikembangkan di


puskesmas termasuk dalam program pemberantasan penyakit tidak menular.Program

yang dilakukan meliputi pencegahan primer dan sekunder (Gondodiputro, 2007).

Tujuan program penanganan hipertensi ditujukan untuk mengontrol tekanan

darah dan mencegah komplikasi, serta mempertahankan tekanan darah maksimal

140/90 mmHg (Smeltzer, 2002). Perawatan didasarkan pada tingkat keparahan

hipertensi, yang dihubungkan dengan faktor resiko, kerusakan organ target, serta

biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Christensen,

2006;Smeltzer, 2002). Terapi obat-obatan anti hipertensi bersamaan dengan terapi

non farmakologi dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah.Tetapi obat hanya

membuat tekanan darah kembali normal tetapi tidak menjamin tekanan darah naik

lagi.Apalagi lansia kerja obat dalam tubuh dan interaksinya dengan jaringan tubuh

(farmakodinamik) berubah secara signifikan (Stockslager & Schaeffer, 2003).

Modifikasi gaya hidup sebagai langkah pertama perawatan hipertensi, harus

menjadi fokus saatmembuat rencana perawatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Prencipe et al. (2000), dari Department of Neurological Sciences and Department of

Experimental Medicine, La Sapienza, University, Rome, Italy, memperlihatkan

proporsi penduduk dengan modifikasi gaya hidup tidak berbeda antara pasien

hipertensi dan yang tekanan darahnya normal. Meskipun tidak ada data mengenai

konsumsi sodium dan alkohol pada populasi lansia, penelitian ini melaporkan bahwa

kegemukan dan merokok membuktikan bahwa mereka tidakcukup peduli dengan

manfaat perlunya memodifikasi gaya hidup.

8. Perawatan Hipertensi

a) Makan Gizi Seimbang

Gizi seimbang dan pembatasan gula, gula garam dan lemak. Modifikasi

diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Prinsip diet
yang dianjurkan adalah gizi seimbang : mebatasi gula, garam, cukup buah,

sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, makanan rendah lemak jenuh mengganti

dengan ikan dan unggas yang berminyak.

Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup

mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darah. Kalium klorida 60-

100 mm0l/hari akan menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan

tekanan darah diastolik (TDD) 2,4 mmHg.

Asupan natrium hendaknya dibatasi < 100 mm01(2g)/hari setara dengan

5g (satu sendok teh kecil) garam dapur, cara ini berhasil menurunkan TDS 3,7

mmHg dan TDD 2mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih

rendah lagi menjadi 1,5 g/hari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif

terhadap natrium, namun pembatasan asupan natrium dapat membantu terapi

farmakologi menurunkan tekanan darah dan menurunkan resiko penyakit

kardioserebrovaskuler. Asupan natrium dapat dari berbagai sumber antara lain:

garam yang ditambahkan pada produk olahan/industri (diasinkan, diasap,

diawetkan), berbagai makanan sehari-hari, dan penambahan garam pada waktu

masak atau saat masak.

b) Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal

Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi banyak dilaporkan.

Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5 –

22,9kg/m³. Lingkar pinggang < 90 cm untuk laki-laki, 80 cm untuk perempuan.

Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi WHO pada

Populasi Asia Pasifik tahun 2000 dan dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini
Tabel 2.5 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Populasi Asia Menurut WHO

Indeks Massa Tubuh (kg/cm2) Kategori

˂ 18 Berat badan kurang

18,50-22,9 Normal

≥23 Berat badan lebih

23,00-24,9 Beresiko

25,00-29,9 Obesitas derajat 1

≥ 30 Obesitas derajat 2

Sumber : The Asia Pasifik Perspectif, 2000

c) Gaya hidup aktif/ olah raga teratur

Latihan-latihan olah raga secara teratur memang cepat memperbaiki

tekanan darah penderita hipertensi. Kebanyakan hasil telah tampak beberapa

minggu setelah latihan dimulai secara teratur. Penurunan tekanan darah bisa

berlanjut bila latihan-latihan olah raga terus dilakukan secara teratur selama lebih

dari tiga bulan.

Jenis olah raga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah olah raga

dengan intensitas sedang. Salah satunya jalan kaki cepat, jogging. Frekuensi

latihannya 3-5 kali seminggu, dengan lama latihannya 30-60 menit sekali latihan.

Prinsip latihan jasmani bagi hipertensi yang tidak memiliki komplikasi

berat/hambatan untuk melakukan aktivitas fisik persis sam dengan latihan jasmani

secara umum yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : jenis, frekuensi, durasi, dan

intensitas. Menurut Humes 2007 prinsip latihan jasmani bagi penderita hipertensi

adalah
(1) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi seperti jlan, jogging, berenang, bersepeda, dan lain-lain.

(2) Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-

5x/minggu

(3) Durasi : 30-60 menit

(4) Intensitas : sedang

Dalam mengukur aktivitas fisik, terdapat beberapa metode pengukuran.

Metode yang sering digunakan untuk mengukur aktifitas fisik seseorang dalam

penelitian instrumen adalah recall dan pemberian kuesioner. Metode tersebut

sering digunakan karena murah dan cepat . Namun dalam metode tersebut

dapat terjadi bias data karena seseorang cenderung melebih aktifvitas fisiknya

(Agustin, 2008).

d) Berhenti merokok

Tidak ada cara yang benar – benar efektif untuk menghentikan kebiasaan

merokok tapi dengan cara memberikan pendidikan dan konseling berhenti

merokok.

Konseling bertujuan untuk :

(1) Mendorong semua bukan perokok untuk tidak meroko

(2) Menganjurkan keras semua perokok untuk tidak merokok dan membantu

upaya mereka untuk berhenti merokok

(3) Individu yang menggunakan bentuk lain dari tembakau sarankan berhenti

Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut :

(1) Inisiatif sendiri


Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif sendiri, tanpa

pertolongan pihak luar. Metode banyak menarik para perokok karena hal-

hal berikut :

(a) Dapat dilakukan secara diam diam

(b) Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal yang sesuai kemauan

(c) Tidak perlu menghadiri rapat penyuluhan

(d) Tidak memakai ongkos

(2) Menggunakan permen yang mengandung nikotin

Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan rokok. Permen

nikotin dapat mengurangi penggunaan rokok. Ada jangka waktu tertentu

menggunakan permen ini dan selama menggunakan permen penderita

dilarang merokok

(3) Kelompok program

Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukunngan kelompok berhenti

merokok. Para perokok dapat saling memberi nasehat dan dukungan.

Program ini banya berhasil, tetapi bnyak memerlukan biaya.

(4) Konsultasi/ konseling ke klinik berhenti merokok

e) Membatasi konsumsi alkohol

Satu studi meta-analisis menunjukan bahwa kadar alkohol seberapapun ,

akan meningkatkan tekanan darah . Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi

yang biasa minum alkohol akan menurun TDS 3,8 mmHg . Dalam memberikan

edukasi kepada pasien tentang alkohol, hendaknya dikemukan hal-hal sebagai

berikut:

(1) Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum alkohol)


(2) Jangan menganjurkan untuk mulai mengkonsumsi alkohol dengan alasan

kesehatan

(3) Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2unit per hari dan

perempuan i unit per hari, jangan lebih 5 hari perminggu.

1 unit = ½ gelas air (5 % alkohol) 100 ml anggur (10% alkohol)

f) Minum obat secara teratur sesuai instruksi dokter

Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi perlu diingat yaitu:

a) Pengobatan hipertensi sekunder mengutamakan pengobatan penyebabnya

b) Pengobatan hipertensi esensial lebih ditujukan untuk menurunkan tekanan

darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya

komplikasi

c) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti

hipertensi

d) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan seumur

hidup

e) Pada kasus hipertensi emergensi atau urgensi tekanan darah tidak dapat

dikontrol setelah pemberian obat pertema langsung diberikan terapi

farmakologi kombinasi , bila tidak dapat dilakukan rujukan.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Strategi-strategi penelitian merupakan jenis rancangan penelitian kualitatif,

kuantitatif, dan metode campuran yang menetapkan prosedur-prosedur khusus

penelitian. Beberapa orang menyebut strategi penelitian dengan istilah metodologi

penelitian (Mertens, 1998) atau pendekatan penelitian (Creswell, 2007). Penelitian ini

berkaitan dengan pengalaman, pendapat, dan perasaan individu terhadap stigma dan

deskriminasi oleh masyarakat di lingkungan sosial, oleh karena itu peneliti

menggunakan metode kualitatif yang menggambarkan dan memahami fenomena dari

sudut pandang individu yang memiliki pengalaman (Dharma, 2011). Strategi

penelitian yang dilakukan untuk mempelajari fenomena yang muncul sehingga

peneliti dapat mengidentifikasi hakikat pengalaman hidup seorang lanjut usia

melakukan perawatan hipertensi.

Penelitian kualitatif pada penelitian ini menggunakan pendekatan

fenomenologi. Pendekatan fenomenologi yang digunakan pada penelitian ini adalah

fenomenologi deskriptif. Studi fenomenologi deskriptif ini menggunakan proses

eksplorasi secara lansung, analisis, dan gambaran dari suatu fenomena yang mana

bebas dari kemungkinan dugaannya tidak dapat di uji. Wojnar & Swanson (2007),

menjelaskan tahap studi fenomenologi deskriptif yang digunakana yaitu bracketing,

intuition, analizing, dan describing.

1. Tahap bracketing

Pada tahapan ini peneliti berupaya untuk mencapai penilaian yang subjektif

tentang fenomena yang berkaitan dengan pengalaman hidup seorang lanjut usia

melakukan perawatan hipertensi


2. Tahap intuition

Pada tahapan ini peneliti terlibat dalam fenomenologi yang diteliti dan mulai

mengenal gambaran fenomena yang diberikan partisipan. Peneliti seolah – olah

memiliki pengalaman hidup yang sama dengan partisipan dan peneliti bertindak

sebagai instrument utama dalam pengumpulan data.

3. Tahap analizing

Pada tahapan ini peneliti melakukan identifikasi terhapap esensi atau itisari

dari fenomena berdasarkan data dan cara tersebut ditampilkan. Analisa mengacu pada

jurnal, catatan lapangan, dan mendiskusikan temuan dengan rekan sejawat yang ahli

dalam pendekatan fenomenologi serta menguasai topik yang akan diteliti

4. Tahapan describing

Merupakan tahapan akhir dari penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi deskriptif. Tahapan ini peneliti menuliskan hasil dari fenomena yang

diteliti dalam bentuk narasi untuk mendeskripsikan dan mengkomunikasikan

pengalaman hidup lanjut usia melakukan perawatan hipertensi (Wojnar & Swanson,

2007)

Tahapan tersebut merupakan proses yang dilakukan peneliti selama proses

penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk mengahasilkan pemahaman yang lebih baik

dan pengertian yang lebih mendalam tentang fenomena yang diteliti. Peneliti akan

mengungkapakan secara mendalam dan menyeluruh serta memahami respon yang di

berikan partisipan terkait pengalaman hidup lanjut usia melakukan perawaatan

hipertensi, sehingga desain penelitain yang digunakan peneliti adalah fenomenologi

deskriptif.
B. Partisipan

1. Pemilihan Partisipan

Partisipan merupakan orang yang terlibat dalam suatu penelitian yang dapat

memberikan informasi kredibel terkait situasi dan kondisi topik penelitian

(Moeleong, 2012). Pada penelitian ini pemilihan partisipan sebagai sumber data

dengan cara pemilihan sampel Snowball, pengambilan sampel yang dilakukan

secara berantai dari satu partisipan kepada partisipan lainya. Sampel jenis ini

merupakan variasi dari sampling purposif. Calon partisipan berikutnya di pilih

berdasarkan informasi oleh partisipan sebelumnya yang telah di wawancara

(Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Kriteria pemilihan partisipan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Lansia laki-laki dengan hipertensi kategori berat

b. Lansia laki-laki umur (60-80 tahun)

c. Lansia laki-laki yang kooperatif (bisa berkomunikasi dengan baik dan

menyatakan bersedia untuk menjadi partisipan

2. Jumlah Partisipan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan partisipan sampai saturasi,

karena setelah partisipan saturasi data sudah tercapai atau tidak ditemukan lagi

data baru. Hal ini sesuai dengan jumlah partisipan yang direkomenadsikan oleh

Riemen (1986, dalam Creswel, 2002) yaitu 3-10 orang partisipan, bila saturasi

sudah tercapai, maka jumlah partisipan tidak perlu ditambah.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di di Panti Tresna Werdha Kasih sayang Ibu

Batusangkar. Untuk pemilihan lokasi penelitian disepakati dengan partisiapan yang


mana partisipan tersebut sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan oleh

peneliti serta mempermudah peneliti dan memberi kenyamanan terhadap partisipan

tersebut.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018.

D. Etika Penelitian

Masalah etik dan dilema etik dapat saja muncul selama proses penelitian

dilakukan, untuk mengantisipasi masalah tersebut peneliti berusaha memenuhi

prinsip etika penelitian. Permasalahan etika dalam penelitian kualitatif dapat terjadi

karena bertemunya dua atau lebih kepentingan peneliti untuk memperoleh hasil

penelitian ilmiah dan penghormatan terhadap hak partisipan atau pihak lain yang

terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan (Poerwandari, 2009).

Pertimbangan etik dalam studi kualitatif berkenaan dengan pemenuhan hak-

hak partisipan. Maunthner, Birch, Jessop, dan Miller (2005 dalam Afriyanti &

Rachmawati, 2014) menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak tersebut minimal

memiliki prinsip-prinsip etika dalam penelitian kualitatif bertujuan untuk mencapai

kesepakatan sesuai kaidah penelitian antara peneliti dan partisipan, etika peneliti

tersebut terdiri dari :

1. Prinsip menghargai harkat dan martabat partisipan

Persiapan prinsip ini dapat dilakukan untuk memenuhi hak-hak partisipan

dengan cara menjaga rahasia identitas partisipan (anonymity), kerahasiaan data

(confidentiality), menghargai privacy dan dignity, dan menghormati otonomi

(respect for autonomy).

Memenuhi hak tersebut, sebelum melakukan penelitian, peneliti telah

memberikan penjelasan kepada calon partisipan tentang tujuan dan prosedur


penelitian. Pada penelitian ini hanya melakukan proses wawancara, dimana waktu

dan tempat pelaksanaan sesuai dengan kesepakatan bersama partisipan.

Dalam penelitian ini peneliti memenuhi hak-hak partisipan tersebut dengan

memberikan informed consent yang memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi

kesediaan partisipan untuk berpartisipasi terhadap penelitian yang dilakukan

(Speziale & Carpenter, 2007). Sebelum melakukan wawancara peneliti

menanyakan kesediaan partisipan penelitian untuk direkam menggunakan alat

perekam. Peneliti menghormati otonomi partisipan dimana partisipan memiliki

hak menentukan dengan bebas, tanpa paksaan untuk berpartisipasi dalam

penelitian yang dilakukan.

Dalam menjamin kerahasiaan (confidentiality), peneliti menyimpan

seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti

penelitian, biodata, hasil rekaman, dan transkrip wawancara dalam tempat khusus

yang hanya bisa diakses oleh peneliti. Hasil rekaman diberi kode partisipan tanpa

nama (anonymity), untuk selanjutnya disimpan dalam file khusus dengan kode

partisipan yang sama. Semua bentuk data hanya digunakan untuk keperluan

proses analisa data sampai penyusunan laporan penelitian

2. Memperhatikan kesejahteraan partisipan

Penerapan prinsip ini dilakukan dengan memenuhi hak-hak partisipan dengan

cara memperhatikan kemanfaatan (benefience) dan meminimalkan risiko

(nonmaleficience) dari penelitian yang dilakukan dengan memperhatikan kebebasan

dari bahaya (free from harm), ekploitasi (free from exploitasi), dan ketidaknyamanan

(free from discomfort).

Dalam penelitian ini, peneliti harus memberikan kemanfaatan yang lebih besar

dari pada risiko atau bahaya yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian yang
dilakukan. Disini peneliti tidak hanya mementingkan kepentingan peneliti sendiri,

tetapi juga memastikan tidak menimbulkan risiko bahaya apapun terhadap partisipan

penelitian. Oleh karena itu, sebelumnya peneliti memberikan penjelasan secara

bertahap tentang penelitian yang akan dilakukan, tujuan penelitian, manfaat yang

diperoleh, dan memastikan tidak adanya bahaya yang dapat dialami partisipan akibat

penelitian ini. Partisipan juga diberi informasi bahwa jika dalam kegiatan penelitian

yang dilakukan menyebabkan ketidaknyamanan, maka partisipan memiliki hak untuk

tidak melanjutkan partisipasinya dalam kegiatan riset yang dilakukan. Selanjutnya,

partisipan harus dipastikan bahwa informasi yang telah mereka berikan tidak

digunakan untuk balik menentangnya

3. Keadilan (justice) untuk semua partisipan

Prinsip ini menyatakan setiap partisipan penelitian memiliki hak untuk

diperlakukan secara adil dan tidak dibeda-bedakan selama kegiatan penelitian

dilakukan. Peneliti harus memberikan perlakuan dan penghargaan yang sama dalam

hal apa pun selama kegiatan penelitian dilakukan tanpa memandang suku, agama,

etnis, dan kelas sosial.

E. Alat Pengumpulan Data

Alat dalam pengumpulan data sebagai berikut :

a) Pedoman wawancara

Pedoman wawancara dalam penelitian ini berupa urutan pertanyaan yang

tidak sama pada tiap partisipan tergantung proses wawancara dan jawaban tiap

individu (Afiyanti & Racmawati, 2014). Peneliti akan melakukan wawancara

berhadap-hadapan dengan pertanyaan tidak berstruktur dan bersifat terbuka.

b) Handpone
Handpone digunakan untuk merekam pembicaraan selama proses

wawancara berlangsung antara peneliti dan partisipan sehingga tidak ada informasi

yang terlewatkan dan akan menjadi bukti dari keabsahan penelitian akan terjamin,

karena peneliti betul-betul melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2014).

c) Buku catatan

Buku dan alat tulis digunakan berupa pena dan catatan lapangan (field note)

untuk mencatat respon-respon nonverbal partisipan ketika wawancara sedang

berlangsung dan mencatat suatu kondisi hasil observasi peneliti (Sugiyono, 2014).

F. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode wawancara. Menurut Afiyanti dan Racmawati, (2014), wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar ide dan informasi melalui tanya

jawab sehingga menghasilkan makna dalam topik tertentu (Estberg, 2002 dalam

Creswell, 2013). Jenis wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara

mendalam, karena wawancara mendalam memudahkan peneliti apabila ingin

menanyakan lebih dalam pada subjek tertentu karena jenis ini iramanya jauh lebih

bebas.

Wawancara dilakukan 30-60 menit (Bungin, 2011). Namun, jika target telah

tercapai sebelum 30 menit, wawancara dapat dihentikan. Peneliti membuat

rancangan berupa pedoman wawancara sebelum penelitian dilakukan. Pedoman

wawancara mendalam disusun berdasarkan pada teori-teori yang relevan dengan

masalah yang ingin digali dalam penelitian dan mulai dengan pertanyaan terbuka,

tidak bersifat kaku, karena pertanyaan bisa saja berkembang sesuai dengan proses

yang berlangsung selama wawancara, tanpa meninggalkan teori yang telah

ditetapkan (Anggraeni, 2009).


Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melakukan

pengumpulan data dengan prosedur sebagai berikut :

1) Tahap persiapan

Tahap ini dimulai dari pengurusan surat izin pengambilan data atau pra

penelitian di STIKes Fort De Kock Bukittinggi. Setelah mendapatkan surat dari

STIKes Fort De Kock Bukittinggi, peneliti meneruskan pengurusan surat perizinan

kepihak Kepala Panti Tresna Werdha Kasih sayang Ibu Batusangkar. Setelah

mendapatkan persetujuan perizinan dariKepala Panti Tresna Werdha Kasih sayang

Ibu Batusangkar peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang

akan dilakukan. Peneliti juga menjelaskan karakteristik partisipan yang termasuk

kriteria penelitian dan meminta bantuan dalam memilih calon partisipan yang sesuai

dengan kriteria penelitian. Pada tahap ini peneliti akan mendatangi calon partisipan

dan membina hubungan saling percaya dengan cara memperkenalkan dan

menjelaskan tujuan kedatangan peneliti. Proses ini dilakukan selama 30 menit.

Hubungan saling percaya ini dibuktikan dengan kesediaan calon partisipan

dalam penelitian ini. Setelah calon partisipan bersedia, selanjutnya peneliti akan

menjelaskan mengenai hak-hak dan kewajiban partisipan. Hak partisipan antara lain

mendapatkan kenyamanan baik fisik maupun psikologis, melakukan dengan

sukarela, dan menentukan waktu dan tempat wawancara. Kewajiban partisipan

adalah memberikan informasi tentang melakukan perawatan hipertensi. Setelah

partisipan memahami dan setuju dengan yang dijelaskan oleh peneliti, partisipan

mengisi informed consent sebagai pernyataan tertulis tentang kesediaan partisipan

untuk terlibat dalam penelitian yang dilakukan.


2) Tahap pelaksanaan

Peneliti melakukan wawancara kepada partisipan. Pada pengumpulan data

dengan wawancara terbuka (open-ended questions) Peneliti melakukan wawancara

dengan memperhatikan tiga hal, yaitu persiapan sebelum wawancara, saat

wawancara, dan akhir wawancara.

a. Persiapan sebelum wawancara

Sebelum melakukan wawancara, peneliti mempersiapkan lingkungan

tempat dilangsungkannya wawancara sehingga wawancara dapat laksanakan

dengan baik dan tenang. Peneliti juga menjelaskan bahwa wawancara yang

dilaksanakan direkam oleh peneliti dan dipastikan bahwa alat perekam dapat

digunakan sebagaimana mestinya. Alat perekam yang digunakan adalah voice

recorder. Selain itu, peneliti juga membawa pedoman wawancara, lembar

catatan lapangan (field note), alat tulis dan kesiapan peneliti sebagai instrumen.

Kontrak waktu disampaikan saat persiapan ini.

b. Saat wawancara

Wawancara dilakukan kepada partisipan menggunakan pedoman

wawancara yang telah disiapkan. Pedoman wawancara berisi pertanyaan terbuka

dimana peneliti memberikan pertanyaan mengikuti arah jawaban yang diberikan

partisipan kemudian mempersilahkan partisipan untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

c. Akhir wawancara

Apabila hasil wawancara telah mencapai saturasi, maka proses

wawancara dapat dihentikan. Proses mengakhiri wawancara dilakukan dengan

cara menyimpulkan hasil wawancara dan membuat kontrak tempat serta waktu

untuk pertemuan atau wawancara berikutnya.


d. Tahap akhir

Tahapan akhir dalam penelitian ini dilakukan pada saat peneliti

melakukan validasi data. Pada tahap ini tidak ada perubahan data baik

penambahan maupun pengurangan informasi. Partisipan setuju dan merasa apa

yang dirasakan atau dialami sesuai dengan verbatim yang dibuat peneliti, maka

proses pengumpulan data selesai. Peneliti mengakhiri pertemuan dengan

ungkapan terima kasih kepada partisipan yang telah meluangkan waktu

(Creswell, 2007).

G. Pengolahan Data dan Analisa Data

Analisa data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh

data (Saryono & Anggraeni, 2010). Pada pendekatan fenomenologi menggunakan

analisis Colaizi (Susilo, H.W, dkk, 2010). Alasan pemilihan metode analisa ini

didasarkan pada kesesuaian dengan filosofi Hussserl, yaitu suatu penampakan

fenomena hanya akan ada bila ada subyek yang mengalami fenomena (informan),

sehingga sesuai untuk memahami arti dan makna suatu fenomena Pengalaman lansia

melakukan pperaawataan hipertensi.


Tabel 3.1
Langkah-langkah proses analisa data pada metode fenomenologi dengan metode
Colaizzi dapat dijelaskan tabel dibawah ini :

No Analisis data Kegiatan Peneliti


1 Transkrip hasil wawancara Peneliti akan mengidentifikasi
dan field note pernyataan-pernyataan bermakna
dari partisipan dengan cara
mendengarkan hasil wawancara
dengan seksama dan mencatatnya.
Dengan menggambarkan fenomena
yang diteliti tentang pengalaman
lansia melakukan perawatan
hipertensi dengan cara menelaah
literatur tentang teori dan hasil
penelitian terkait
2 Membaca transkrip Peneliti akan mengumpulkan
keseluruhan dan berulang- gambaran subyektif dari partisipan
ulang dengan tidak melibatkan asumsi
partisipan

3 Membuat kategorisasi Peneliti akan menyatukan


pernyataan dan saling pernyataan-pernyataan yang
berhubungan dengan mempunyai makna sama dari
deskripsi asli yang terdapat masing-masing partisipan
pada masing-masing transkrip
4 Kelompokan pernyataan- Peneliti akan mengumpulkan hasil
pernyataan yang signifikan pernyataan bermakna dari masing-
menjadi kata kunci kata kunci masing partisipan dikelompokan
kemudian menjadi kategori menjadi kategori
5 Kelompokan kategori- Peneliti akan mengorganisasikan
kategori menjadi kelompok kelompok dalam kelompok sub-sub
tema tema, sub tema dan tema. Pada tahap
ini dibuat tabel kisi-kisi tema
6 Menulis deskripsi yang telah Peneliti akan melakukan kunjungan
sempurna, klarifikasi data kedua kepada partisipan, kemudian
yang belum jelas dan membacakan dan memperlihat hasil
mendapat tambahan data deskripsi tersebut dengan meminta
apakah ada ynag tidak setuju atau
salah untuk dihapus atau ada
penambahan data
7 Menyatukan data baru Peneliti akan menambahkannya dan
kedalam kelompok tema dari memperbaiki deskripsi yang
hasil klarifikasi kepada sempurna
partisispan
8 Membuat deskripsi final Peneliti akan mendeskripsikan dalam
bentuk naratif
H. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji

validitas dan reliabilitas. Menurut Sugiyono, (2014) terdapat empat istilah yang pada

umumnya digunakan untuk menyatakan keabsahan data hasil penelitian kualitatif,

yaitu : kredibilitas (kepercayaan), transferabilitas (keteralihan), dependabilitas

(ketergantungan), dan konfirmabilitas (kepastian).

1. Credibility (kepercayaan)

Credibility (kepercayaan), untuk mencapai derajat kepercayaan

(credibility) peneliti memverifikasi dan klasifikasi hasil-hasil temuan (transkrip)

kepada partisipan penelitian. Partisipan diberikan kesempatan untuk mengkoreksi

transkrip wawancara serta menyatakan persetujuan atau ketidakpersetujuan hasil

analisis data dan teori yang ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan

untuk melihat apakah partisipan mengenal hasil penelitian sebagai pengalaman

nyata mereka. Suatu hasil penelitian dikatakan memiliki kredibilitas yang tinggi

atau baik ketika hasil-hasil temuan pada penelitian tersebut dapat dikenali dengan

baik oleh para partisipannya dalam konteks sosial mereka.

2. Transferability (Keteralihan)

Transferability (Keteralihan), keteralihan menilai seberapa mampu sebuah

hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan konteks

lain atau kelompok atau partisipan lainnya. Dalam penelitian ini, meneliti

melakukan penguraian secara rinci hasil temuan yang didapatkan. Peneliti

membuat data hasil observasi nonverbal setiap partisipan dalam bentuk transkrip

sesuai dengan tema-tema sementara yang peneliti tentukan berdasarkan jurnal dan

literatur yang mendukung. Hasil wawancara peneliti sajikan dalam bentuk


transkrip verbatim berdasarkan tema-tema sementara yang peneliti hubungkan

dengan jurnal dan literatur terkait. Peneliti meminta kesediaan partisipan untuk

membaca transkrip data observasi dan transkrip verbatim hasil wawancara sambil

memutar kembali hasil rekaman wawancara.

3. Dependendability (Ketergantungan)

Dependendability (Ketergantungan), ketergantungan merupakan proses

penelitian secara terus menerus sebagai kriteria keabsahan data hasil penelitian.

Dalam hal ini dilakukan oleh orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses

penelitian tersebut uji dependendabiliti dilakukan dengan cara audit terhadap

keseluruhn proses penelitian.

4. Confirmability (Kepastian)

Confirmability (Kepastian), kepastian adalah suatu proses pengujiannya

dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji hasil penelitian dikaitkan dengan

proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses

penelitian yang dilakukan, maka penelitian, maka penelitian terebut telah

memenuhi standar konfirmability


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Partisipan

Karakteristik demografi partisipan dalam penelitian ini, disajikan dalam tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1
Karakteristik Partisipan

Kode Inisial Umur Pendidikan Pekerjaan Tekanan darah


P1 Tn.U 72 tahun SD Penghuni Panti 170/90 Mmhg
P2 Tn. S 80 tahun SLTA Penghuni Panti 160/80 Mmhg
P3 Tn. A 63 tahun MAN Penghuni Panti 180/90 Mmhg
P4 Tn. A 71 tahun SD Penghuni Panti 160/90 Mmhg
P5 Tn. S 79 tahun SD Penghuni Panti 180/100 Mmhg
P6 Tn. D 79 tahun - Penghuni Panti 170/90 Mmhg

Partisipan dalam penelitian ini adalah para lanjut usia laki - laki yang berumur 60 – 80 tahun

yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar minimal 1 tahun

terakhir. Pembatasan partisipan pada penelitian yang berjumlah 6 orang ini disebabkan sudah

tercapainya kelengkapan informasi atau data yang diperlukan peneliti, atau dengan kata lain

telah tercapai kejenuhan (saturasi), dimana pada pengumpulan data tidak terdapat informasi

baru tentang perawatan hipertensi yang mereka lakukan.


B. Analisis Tema

1. Tema 1 : Kurangnya pengetahuan lanjut usia tentang hipertensi

Skema 4.1
Tema 1: Kurangnya pengetahuan lanjut usia tentang penyakit hipertensi

Kata Kunci Kategori Tema


1. Peningkatan tekanan darah diatas batas
normal (P1,2)
2. Tekanan darah tinggi (P3) Pengertian Hipertensi
3. Tidak tahu (P4)
4. Peningkatan tekanan darah (P5,6)

1. Suka makan yang asin,stres,merokok (P1)


2. Merokok (P1,3)
3. Merokok, stres (P1,3) Penyebab Hipertensi
4. Tidak tahu (P2,4)
5. Merokok, stres, suka makan yang asin
(P3,4,5)

1. Berat,sedang dan ringan (P1)


2. Berat dan ringan (P2,3,4) Klasifikasi Hipertensi
3. Tidak tahu (P3)
4. Berat dan sedang (P5)
5. Berat dan ringan (P4,6)

1. Tengkuk berat, kepala pusing, mata


berkunang, mudah lelah, dada berdebar-
debar ((P1,2)
2. Tengkuk berat (P3,4) Tanda dan gejala
Kurangnya
3. Kepala sakit,badan lemah (P5) pengetahuan
4. Tidak ada menunjukkan gejala (P6)
tentang penyakit
Hipertensi
1. Kematian,stroke, jantung (P1,2,3,4,)
2. Tidak tahu (P5,6) Akibat Hipertensi

1. Iklan TV tidak ada ((P1,2)


2. Brosur dari Puskesmas tidak ada (P1,4) Sumber informasi
3. Mahasiswa (P3,4)
4. Ada (P5,6)

1. Mudah tersinggung (P1,2,3) Respon Psikologis


2. Sedih (P2,4)
3. Biasa saja (P5)
penyakit hipertensi
4. Marah (P1,6)

1. Kurangi merokok dan makanan asin (P4)


2. Melakukan aktivitas fisik (P1,2,3,4)
3. Makan obat katopril sesuai anjuran dokter
(P1,2,3,4,5) Perawatan hipertensi
4. Makan antimun (P1,2,3)
5. Minum rebusan daun pokat (P1,2,5)
6. Istirahat (P6)
Berdasark
Tidak semua lansia mengetahui tentang penyakit hipertensi, baik dari segi pengertian,

penyebab, klasifikasi hipertensi, tanda dan gejala, cara mencegah hipertensi dan frekuensi

pelaksanaanya. Pengetahuan partisipan mengenai penyakit hipertensi dapat dibagi menjadi

beberapa kategori, kategori pertama yaitu mengenai pengertian penyakit hipertensi. Pendapat

partisipan mengenai pengertian penyakit hipertensi adalah:

“Itukan suatu keadaan dimana seorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas batas
normal..sausia ambo ko normalnyo 140/90...” (P1)
“Oo..kapalo barek, mato berkunang-kunang, itu ajo yang tau” (P2)
“a... yo... ndak tau pak doh...” (P3)
“Kapalo pak pusiang ...” (P4)
“mm...Kapalo sakik, kuduak pak barek bana, jantuang badabok-dabok.” (P5,6)
Berdasarkan pernyataan tersebut, diketahui bahwa hanya 3 orang partisipan yang mengetahui

betul tentang pengertian penyakit hipertensi, sementara 1 orang tidak tahu dan 2 orang

mengetahui berdasarkan tanda dan gejala hipertensi. Kategori berikutnya pengetahuan

partisipan mengenai penyebab penyakit hipertensi, dapat diketahui dari pernyataan berikut :

“O.. yang patamo faktor genetik atau keturunan, suko makan yang asin-asin, suko marokok,
suko makan gajeboh, stress banyak pikiran habis tu suko duduak – duduak atau kurang
baolahraga tu ndak....” (P1)
“suko makan yang asin-asin..” (P2)
“yo..marokok ,banyak pikiran...”(P,3)
“mmm..kurang tau”(P4)
“suko makanan yang bagaram... suko makan gajeboh“(P5)
“mm..kalau tu suko marokok...” (P6)
Dapat diketahui bahwa partisipan sudah mengetahui tentang penyebab penyakit hipertensi.

Penyebabnya yaitu faktor genetik atau keturunan, konsumsi garam yang tinggi, merokok,

konsumsi makanan yang berlemak tinggi , stress atau banyak pikiran, dan kurang berlahraga.

Kategori pengetahuan tentang hipertensi selanjutnya adalah klasifikasi hipertensi. Pendapat

partisipan mengenai klasifikasi hipertensi adalah :

“O... tabagi 3 kategori ...patamo kategori berat, sedang dan rendah...” (P1)
“Ooo.. berat samo ringan...” (P2)
“Ndak tau pak do...” (P3)
“ooo...barek jo sedang,” (P4)
“mmm...kurang ta apak...” (P5)
“Ado.. barek samo ringan..” (P6)

Partisipan mengetahui bahwa klasifikasi hipertensi adalah pertama kategori berat, sedang dan

rendah. Kategori selanjutnya adalah pengetahuan tentang tanda dan gejala hipertensi.

Pernyataan partisipan mengenai tanda dan gejala hipertensi adalah :

“Mmm ..., kepala taraso pusing badan mudah lelah, tengkuk terasa berat, mato
berkunang-kunang, dado berdebar-debar dan susah lalok .. itu tando e nyo buk.” (P1)
“Satahu apak yo,, kepala pusing, kuduak barek, dao sasak..” (P2)
“Oo..kapalo pak pusiang, badan latiah ..” (P3)
“Oo... kuduak barek, kapalo sakik, mato bakunang-kunang” (P4)
“Badan latiah, kapalo sakik bana, dibawok lalok baru hilang” (P6)
Kategori berikutnya adalah pengetahuan tentang akibat penyakit hipertensi. Pada kategori ini,

hampir semua partisipan menyatakan akibat penyakit hipertensi adalah struk, serangan

jantung, gagal ginjal serta kematian dan hanya 1 orang yang menyatakan tidak tahu, sesuai

dengan pernyataan berikut :

“Struk, serangan jantung samo ginjal...” (P1)


“Struk dan serangan jantung” (P2)
“Contohnyo yo di bawok ke rumah sakik, kalau talambek ndak bisa ditoloang,
.. akhirnyo meningga” (P3)
“Mangakibatkan struk dan gagal ginjal..” (P4)
“Struk, ginjal dan mungkin bisa manyebabkan kamatian mungkin” (P5)
“ndak tau do..” (P6)
Selanjutnya kategori sumber informasi tentang penyakit hipertensi. Sumber informasi

partisipan tentang penyakit hipertensi masih kurang, hanya 2 orang yang memperoleh

pengetahuan tentang hipertensi dari sumber informasi berupa iklan di TV atau brosur di

puskesmas, sesuai pernyataan berikut :

“Ndak ado doh, jarang nengok tu nyo kito..” (P1)


“Ndak tau..” (P2)
“A... ye... ndak tau wak doh... , jarang nonton .. “(P3)
“Wak jarang nontonnyo buk...” (P4)
“Rasonyo ado ditempel di puskesmas tentang hipertensi (P5)
“Ndak ado..” (P6)
Kategori selanjutnya mengenai pengetahuan tentang penyakit hipertensi adalah respon lansia

terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar sebagai respon fisik dan psikologis.

2. Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar
sebagai respon fisik dan psikologis

Skema 4.2
Tema 2: Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar
sebagai respon fisik dan psikologis

Kata Kunci Kategori Tema


1. Kepala sakit (P1,2,3,4,5)
2. Tengkuk berat (P1,2,6)
3. Mata berkunang-kunang (P1,2,4)
4. Badan terasa letih (P1,2)
5. Jantung berdebar-debar (P1,3)
Respon fisiologis
6. Nafas sesak (P3,4)
7. Susah tidur (P2,3,4,5) Respon lansia
8. Nafsu makan kurang (P2,4) terhadap penyakit
darah tinggi

1. Mudah marah (P1) Respon psikologis


2. Mudah tersinggung (P1)
3. Takut terkena stroke (P1,3,6)
4. Cemas (P1,6)
5. Optimis terhadap kesembuhan (P
6. Biasa saja (P5)
7. Sedih (P1,2,5)
8. Pasrah dengan keadaan (P1)

1. Respon fisiologis

a. Sub tema gangguan sirkulasi teridentifikasi pada kategori pusing, kaku di tengkuk,

dan lemas. Kategori pusing tergambar pada pernyataan partisipan yang merasakan

pusing karena tekanan darah meningkat. Seperti terlihat dalam pernyataan

partisipan berikut ini :


“Apak umua lah samakin tuo, badan samaki lamah, oo...darah kadang-kadang naiak, kadang
normal, kapalo acok sakik, kuduak barek, kalau lah taraso barek kapalo ndk talok manga-
manga lae.. tu bawok lalok se lai... “ (P1)
“Kalau apak yang dirasoan yo ndak ado ciek alah jo do, biaso- biaso c nyo.. paliang kapalo
yang sakik nyo,,aa di bawok lah hilang sakik tu...” (P2)
“Yo, kalau apak yang taraso kuduak barek, kapalo sakik, badan latiah se rasonyo..” (P3)
“oo..kapalo lae ndak sakik biaso se nyo..” (P4)
“Kapalo apak sakik, badan latiah, oo kalau bajalan samakin sakik di bawok istirahat baru
hilang sakiknyo.” (P5)
“yo.. kadang- kadang mato bakunang-kunang, kapalo sakik, angok sasak, dado badabok-
dabok ,, tu sajo nyo..” (P6)
b. Sub tema gangguan oksigenasi teridentifikasi dari satu kategori yaitu sesak nafas.

Kategori sesak nafas digambarkan oleh keluhan satu orang partisipan, sesuai

pernyataannya berikut ini :

“Angok sasak dek e..”(P1,2)


“Ndak ado angok pak sasak do..” (P3,5)
“Angok pak lai ndk sasak do..”(P4)
“O..lai ndk sasak do...”(P6)

2. Respon psikologis

Tema kedua teridentifikasi pada sub tema denial, tawar menawar, depresi, dan penerimaan.

a. Sub tema denial teridentifikasi pada kategori pengingkaran atau tidak percaya

pada penyakit tekanan darah tinggi yang dialami, yang tergambar pada pernyataan

partisipan berikut ini:

”.. Ntah lah buk, kok bisa tinggi, biaso nyo urang yang suko makan lamak-lamak yang tinggi
tensinyo..” (P2)
”..Pak heran kok bisa darah tinggi, biasonyo kan pak darah rendah”(P3)
“Kok bisa tinggi darah pak, pak jarang makan dagiang nyo..”(P4)

b. Sub tema tawar-menawar teridentifikasi pada kategori takut dan cemas.

Kategori takut tergambar dari pernyataan partisipan sebagai berikut:

”....takuik, beko kalau beko sampai kanai struk” (P1)


”Takuik. Pak takuik darah tinggi beko jatuah. Takuik manjadi struk” (P3)
”Takuik pak kalau beko jadi strue....pak sampai marindiang kanai darah tinggi” (P3)
”Mm...pak kan takuik...kalau sampai jatuh taruih kanai struk...” (P6)

Kategori cemas tergambar dari pernyataan partisipan berikut ini :


”.....yo jadi cameh itu kalau tajadi apo-apo....” (P1)
“Rasonyo yo agak barek. Cameh pak kalau ado apo-apo apak susah sorang...” (P6)
“O.. Cameh pak kalau lumpuah beko..”(P2,3)

c. Sub tema depresi teridentifikasi pada kategori sedih karena menderita darah tinggi

dinyatakan oleh tigaorang partisipan :

“...Sabananyo yo ibo hati pak kalau alah diagiah antimun atau aie rebusan daun pokat, kok
tapi masih pusiang kapalo...” (P1)
“Yo sabananyo sadiah. susahnyo itu kok bisa darah tinggi, padahal dulunyo itu pak kurang
darah.....” (P2)
“Sadiah lah buk , Soalny baa yo,, minum se taruih bisuak kambuah liak..” ” (P5)
“mm...Kadang pak capek tasingguang samo kawan disiko...”(P1)
“Berang sajo bawaan nyo kalau kapalo sakik...”(P4)

d. Sub tema penerimaan teridentifikasi pada kategori optimis dan pasrah. Kategori

optimis tergambar pada pernyataan satu orang partisipan, yaitu :

”Perasaan pak penyakik ko pasti sembuh . Jadi kan ndak ragu-ragu” (P4)
Kategori pasrah teridentifikasi dari pernyataan dua orang partisipan:
“Pasrah sajo samo Allah, ndak usah banyak pikiran...” (P1)
“Kalau emang takdir pak umurnyo hanyo sagitu yo sudah lah..jan sampai sakit lamo-lamo”
(P2).
“Pak ndak do pak pikian bana do.. kalau lah tibo mati pak pasrah se lai..”(P3)

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa upaya pencegahan terhadap

nyamuk perantara belum optimal. Kategori pertama yang muncul dari respon fisik yang

dialami pada para lansia tersebut adalah kepala sakit, tengkuk berat, mata berkunang-

kunang, badan terasa letih, jantung berdebar-debar, nafas sesak, susah tidur, dan nafsu

makan berkurang. Kategori kedua yang muncul dari respon psikologis yang terjadi para

lansia tersebut adalah marah, mudah tersinggung, takut terkena stroke, sedih, pasrah dengan

keadaan , cemas, dan optimis bisa sembuh.

3. Tema 3: Perubahan gaya hidup sehat yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi

untuk mencegah kenaikan tekanan darah

Skema 4.3
Tema 3: Perubahan gaya hidup sehat yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi
untuk mencegah kenaikan tekanan darah
Kata Kunci Kategori Tema

1. Kurangi makan yang asin(P1)


2. Kurangi makan ikan asin (P2,3)
3. Makanan di panti kuarang garam (P4,5) Mengurangi garam
4. Rasanya makanan tawar (P6)

1. Senam lansia setiap hari senin (P1) Perubahan gaya hidup


2. Gtotong royong (P2,3) sehat yang dilakukan
3. Jalan di sekitar panti (P4,5) Perubahan aktivitas lanjut usia dengan
4. Ikut acara kesenian (P1,2) hipertensi

1. Pikiran tenang (P1,2)


2. Tidak terlalu banyak pikir (P3,4)
3. Berpikir banyak kepala sakit (P2,3,5) Mengurangi stres

Tema ketiga yang timbul setelah peneliti melakukan wawancara mengenai pengalaman

tindakan yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi untuk mencegah kenaikan tekanan

darah adalah sebagaimana terlihat pada skema berikut :

1. Perubahan gaya hidup

Tema ini teridentifikasi pada sub tema upaya hidup sehat, yang teridentifikasi pada kategori

perubahan pola makan, perubahan aktifitas, dan mengurangi stres. Kategori perubahan pola

makan tergambar pada pernyataan partisipan untuk mengurangi asin, tidak makan kacang-

kacangan, ikan kering, dan daging kambing:

”Makanan dikurangi tu yang asin-asin...” (P1)


”Yo mengurangi garam ...” (P2)
”.....makan harus dijago. Kalau makan talalu asin capek itu darahnyo, capek naiak” (P4)
”Makan asin apak kurangi....” (P6)
” Ikan kariang apak ndak makan do....menu kadang ado lauk sapek samo lauk balah ..” (P1)
”...ndak buliah makan makanan yang mampangaruhi, kan kacang-kacangan itu.....” (P3)
”...ndak buliah makan...ikan asin...” (P3)
”...ndak buliah makan dagiang kambiang...(P3)
Kategori perubahan aktifitas tergambar pada pernyataan partisipan yang dilakukan dengan

cara olah raga dan tidak boleh kecapekan :

”pak satiok hari senin ikuik olah raga senam di aula panti, selasa gotong royong, rabu
pemeriksaan kesehatan, kamis acara kesenian. Jumat ceramah mesjid, pak aktif taruih ikuik
acara ...” (P1,2,4)
”yo ndak buliah...kacapek an do...beko sasak angok apak,,” (P3)
”Olah raga, pak ikuk senam lansia dan senam otak di aula, itu harus ya tiap pagi senin..”
(P6)
“ Mm.. Pak jalan-jalan sajo di sekitar panti..”(P4,5)

Sedangkan kategori mengurangi stres tergambar pada pernyataan tiga orang partisipan :

”Yo pikiran tu harus tanang, pasrah sajo samo Allah, ndak usah banyak mikie” (P1,2)
”Ya ndak buliah banyak pikiran...” (P3,4)
”Kalau pak ndak mikie yang barek tu ,lah mulai sakik kapalo...” (P2,3,5)

4. Tema 4 : Terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut

usia dengan hipertensi terhadap penyakitnya

Skema 4. 4
Tema 4 : Terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut usia
dengan hipertensi terhadap penyakitnya

Kata Kunci Kategori Tema

1. Minum obat captopril (P1,3,5,6)


2. Ada minum obat penurun tensi
Makan obat anti Farmakologi
5. (P1,2,3) hipertensi
3. Ada di kasi tapi lupa minumnya
(P6)
6.
Tetapi farmakologi
dan terapi non
farmakologi yang
1. Minum jus mentimun (P1,2,3) dilakukan lanjut usia
2. Kadang – kadang ada (P1,3,5) Makan mentimun
dengan hipertensi
3. Tidak ada (P6)

1. Dimasukan dalam makanan (P1,2)


Makan saledri Non
2. Kadang- kadang (P2,3,5)
3. Tidak ada di minum (P4) Farmakologi

1. Kadang-kadang ada (P1,2)


2. Ada (P4,5) Minum air rebusan
3. Tidak ada (P6) daun pokat
Tema ini teridentifikasi pada sub tema jenis obat dan tempat berobat

a. Sub tema jenis obat teridentifikasi pada kategori obat anti hipertensi dan obat

herbal. Kategori menggunakan obat anti hipertensi tergambar pada pernyataan

empat orang partisipan:

“pak sakik kapalo tu pak minum se captopril...” (P1)


“minum se captopril yang di agiah buk dokter....” (P3)
“mm..taruih disuruah minum captopril....pokoknyo seusia apak harus minum ubek taruih,
kalau pak ndak terasa minum ciek sajo ndak apo-apo, tapi kalau teraso pagi minum lo
baliak...'(P5)
“...beko kalau diparikso ditensi, terus beko diagiah ubek panurun tensi (captopril)” (P6)
Kategori obat herbal tergambar pada pernyataan seluruh partisipan yang menggunakannya

seperti ketimun, seledri, dan rebusan daun alpukat untuk mencegah kenaikan atau

menurunkan tekanan darah. Lima orang partisipan menyatakan menggunakan timun yang di

parut kemudian diambil airnya, diblender ataupun dimakan lansung :

” Pengalaman pak kadang-kadang ado di agiah menu antimun kadang indak..ndak tiap hari
minum...timun” (P1)
”Lae ado di agiah antimun pas makan, tapi Sakali-sakali....” (P2)”
Timun atau makanan yang ado buah-buahan itu memang bisa mengurangi katonyo gitu...”
(P5)
”.....di blender, habis tu disariang samo urang dapur, habis tu diminum ... (antimun)” (P4)
“...Ndak ado pak makan do...”(P6)
”Labiah capek antimun lai dari pado minum aie daun pokat...”(P1, 3)

Sedangkan dua orang partisipan menggunakan seledri dengan cara langsung

dimasukkan dalam masakan dan diblender kemudian diambil airnya :

”Mm..Ado saladari tu dimasuak an dalam makan seperti sup dagiang ...itu pun sakali-sakali
nyo..” (P1,2)
”Minum aie saladari disiko jarang ado sakali pas praktek anak mahasiswa disiko..”(P2,3,5)
“Ndak ado pak minum aie rebusan daun saladari do...disiko jarang ado...”(P4)
Namun ada juga partisipan yang menggunakan air rebusan daun alpukat untuk menurunkan

tekanan darah :

”A.. yo minum itu .....saya minum aie rebusan daun pokaik, itu bisa turun”(P2,5)
”Pak minum apo yang orang-orang kecek an yo pak minum. Misalnya, 'pak ini makan daun
pokaik..”(P4)
“...Lai ado pak minum aie daun pokaik, tapi ndak mempan do...panek-panek mameras sajo
pak nyo...”(P1)

b. Sub tema tempat berobat teridentifikasi pada kategori klinik atau pelayanan

kesehatan di Panti. Kategori klinik tergambar dari pernyataan satu orang

partisipan :

”Biasonyo setiap hari rabu pak di panggil ke klinik panti untuak pariso kesehatan atau cek
tensi...” (P1,2,3)
” O..lae di tampek pariso, kalau tinggi di agiah captopril dek ibuk dokter..”(P1,2,3,4,5,)
“mm..Kalau ndak talok pak jalan ibuk perawat tu yang pai ka wisma kami mamariso
pak...”(P6)

Dari uraian keseluruhan tema diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan umum dari penelitian

ini, yaitu mendapatkan pemahaman mendalam tentang arti dan makna pengalaman lanjut usia

dalam melakukan perawatan tekanan darah tinggi, dapat terjawab.


BAB V

PEMBAHASAN

A. Tema 1 : Kurangnya pengetahuan lanjut usia tentang hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan partisipan mengenai penyakit

hipertensi 6 dari para lanjut usia 4 orang diantaranya kurang memahani tentang penyakit

hipertensi, baik dari segi pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala, dampak

hipertensi, respon fisiologis dan respon psikologis penyakit hipertensi serta perawatan

hipertensi yang dilakukan para lansia di panti dengan frekuensi yang berbeda-beda, sesuai

dengan situasi dan lingkungan masing-masing.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, yang tingginya tergantung

umur individu penderita. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung

posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami (Tambayong, 2010). Berdasarkan

penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu genetik, obesitas, stress, hilangnya

elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah (

Aspiani R.Y. 2015)

Menurut Parsudi (2015), gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan

hampir sama dengan gejala penyakit lainnya seperti : sakit kepala, jantung berdebar-debar,

sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan

kabur, hidung berdarah, sering buang kecil terutama pada malam hari, telinga berdenging,

umi terasa berputar .

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti R et al, (2013) tentang Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Lansia Dengan Kejadian Hipertensi bahwa partisipan memiliki

pengetahuan yang kurang tentang penyakit hipertensi lebih dominan yaitu sebanyak 45 orang

(54,2%) dibanding dengan lansia dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 38 orang
(45,8%). Penelitian ini menunjukan pengetuan yang kurang akan mempengaruhi kejadian

hipertensi pada lanjut usia.

Menurut analisa peneliti, kurangnya pengetahuan partisipan tentang penyakit hipertensi

disebabkan mereka kurang terpapar informasi tentang penyakit hipertensi. Dalam hal ini

partisipan jarang mendengar informasi dari televisi atau media cetak dan elektronik lainnya,

serta tidak pernah mendapatkan brosur tentang penyakit hipertensi dari Puskesmas.

Pengetahuan yang dimiliki partisipan tersebut dapat diperoleh partisipan berdasarkan

pengalaman dan analisa mereka tentang penyakit hipertensi yang terjadi pada orang-orang

disekitarnya, ataupun informasi yang didengar dari orang lain tentang penyakit hipertensi.

Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tersebut, diperlukan peran aktif

petugas kesehatan khususnya perawat panti dalam memberikan penyuluhan pada lansia pada

saat melakukan pemeriksaan kesehatan

B. Tema 2 : Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar

sebagi respon fisik dan psikologis

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon lansia terhadap penyakit darah

tinggi yang diderita tergambar sebagi respon fisik dan psikologis belum dilakukan dengan

optimal. Respon fisik yang sering dialami partisipan diantaranya badan mudah letih ,

tengkuk terasa berat, pucat, mual, kepala sakit, mata berkunang, nafas sesak dan jantung

berdebar, sedangkan respon psikologis yang dialami yaitu partisipan menginkari atau tidak

percaya kalau mereka menderita penyakit hipertensi yang diderita sekarang. Kondisi ini

menyebabkan partisipan mengkonsumsi makanan yang membuat tekanan darah menjadi

rendah. Sedangkan pengingkaran atau rasa tidak percaya yang dialami partisipan dalam

jangka waktu yang lama, disebabkan anggpan bahwa penyakitnya hanya penyakit biasa.

Partisipan mengalihkan dengan melakuan aktivitas untuk melupakan penyakitnya.


Menurut Potter & Perry (2005) pada tahap ini seseorang dapat mengalami perubahan fisik

berupa rasa letih, lemah, mual, diare, gangguan pernapasan, pucat, detak jantung cepat,

menangis, dan gelisah. Tetapi partisipan tidak mengalami keluhan tersebut dan merasa tidak

percaya menderita hipertensi karena tekanan darahnya selalu rendah.

Menurut Smith (2010) menyatakan dalam artikelnya, penyebab atau faktor resiko terjadinya

depresi pada lansia adalah masalah kesehatan, pengobatan, ketakutan akan kematian, cemas

tentang isu-isu terkait penyakit yang dialaminya. Rasa sedih yang dinyatakan partisipan

karena hipertensi yang dialaminya membutuhkan perawatan atau pengobatan secara terus

menerus. Rasa sedih yang dirasakan partisipan dikarenakan keluhan penyakit dirasakan

sangat berat dan muncul kekhawatiran akan komplikasi yang mungkin membuat dirinya

susah.

Menurut analisa peneliti, respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita

tergambar sebagai respon fisik dan psikologis. Petugas kesehatan seharusnya dapat

mengidentifikasi respon ini, sehingga dapat membantu lansia untuk mengatasi masalah yang

muncul dan beradaptasi dengan kondisi fisiknya yang kadang terpengaruh dengan munculnya

keluhan peningkatan tekanan darah.

C. Tema 3: Perubahan gaya hidup sehat yang dilakukan lanjut usia dengan hipertensi

Tujuan khusus yang ketiga tergambarkan dalam dua tema, yaitu penyesuaian pola hidup dan

mengatasi dengan obat. Partisipan menyesuaikan pola hidup dengan berupaya hidup sehat.

Partisipan juga mengatasi dengan obat, yaitu dengan menggunakan obat dan herbal.

1. Penyesuaian pola hidup

Upaya hidup sehat yang dilakukan partisipan untuk mencegah kenaikan tekanan darah berupa

perubahan pola makan, perubahan aktifitas, dan mengurangi stres.

a. Perubahan pola makan


Sebagian besar partisipan dalam penelitian melakukan diit rendah

sodium untuk mencegah kenaikan tekanan darah, seperti mengurangi konsumsi garam dan

penyedap masakan. Christensen (2006) menyatakan, konsumsi sodium yang berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah, karena meningkatkan retensi cairan dalam tubuh.

Oleh karena itu, penderita hipertensi disarankan untuk mengurangi konsumsi makanan yang

tinggi sodiumnya. Hasil penelitian juga menyatakan partisipan tidak mengkonsumsi ikan laut

untuk mencegah kenaikan tekanan darah.

Padahal ikan laut banyak mengandung omega-3, yang dapat melindungi kesehatan jantung

dan menurunkan kadar kolesterol darah (Linna, 2010), yang pada akhirnya ikan dapat

menurunkan tekanan darah. Namun hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan yang telah

dilakukan oleh Dewailly (2009), yang menyatakan 10% peningkatan kadar merkuri dalam

darah menyebabkan peningkatan 0,2 mmHg tekanan darah sistolik.

Penelitian ini didasari oleh adanya kandungan merkuri dalam ikan laut atau seafood. Hal

tersebut yang menjadi alasan partisipan disarankan untuk tidak mengkonsumsi ikan laut oleh

petugas kesehatan. Partisipan menyatakan juga menghindari mengkonsumsi daging kambing.

Sebagian besar masyarakat berpendapat mengkonsumsi daging kambing dapat meningkatkan

tekanan darah. Daging kambing dapat menyebabkan darah tinggi bila dikonsumsi berlebihan

pada penderita dislipidemia atau gangguan metabolisme (Kusuma, 2009).

Kandungan kolesterol daging kambing ditakutkan menyebabkan intake kolesterol tubuh yang

berlebihan.Jerohan kambing mengandung lemak jenuh tinggi (Kurniawan, 2002). Kandungan

ini yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kenyataannya kandungan kolesterol dan

lemak pada daging kambing lebih rendah daripada daging sapi, sehingga sebenarnya tidak

ada masalah mengkonsumsi daging kambing asal tidak berlebihan. Hal ini perlu mendapat

perhatian dari petugas kesehatan, untuk memberikan informasi kesehatan yang terstruktur

dan jelas kepada klien terutama lansia yang mempunyai keterbatasan kognitif.
b. Perubahan aktifitas

Hasil penelitian menunjukkan partisipan juga mengubah pola aktifitasnya untuk mencegah

kenaikan tekanan darah. Perubahan aktifitas yang dilakukan dengan cara olahraga dan

mencegah agar tidak terlalu lelah. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Reaven et al.(1991), yang meneliti hubungan antara aktifitas fisik dan waktu luang

terhadap tekanan darah pada lanjut usia laki-laki. Hasil penelitian tersebut melaporkan, rata-

rata hipertensi sistolik dan diastolik mengalami penurunan secara signifikan pada wanita

yang mengikuti aktifitas fisik ringan, sedang, atau berat daripada wanita yang hanya duduk.

Tekanan darah tersebut menurun dengan peningkatan intensitas aktifitas dengan tekanan

darah sistolik lebih rendah kurang lebih 120 mmHg pada kelompok yang beraktifitas lebih

berat, daripada tekanan darah sistolik pada wanita yang hanya duduk saja.

Hal tersebut membuktikan aktifitas fisik, misalnya olah raga, menjadi hal yang penting untuk

penderita hipertensi. Aktifitas fisik secara rutin ternyata dapat menurunkan tekanan darah.

Yang penting diperhatikan adalah jangan dilakukan secara berlebihan sehingga menyebabkan

kelelahan.

c. Mengurangi stres

Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa upaya hidup sehat yang dilakukan partisipan juga

dilakukan dengan mengurangi stres dengan cara mengurangi beban pikiran dan tidak berpikir

yang berat-berat agar tekanan darah tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Paterniti et al.(1999) pada kelompok lansia di Perancis yang melaporkan

bahwa kecemasan meskipun tidak mengalami depresi secara independen berhubungan

dengan peningkatan resiko tekanan darah tinggi.

Oleh karena itu lansia penderita darah tinggi harus mempunyai strategi koping yang

fungsional agar dapat beradaptasi terhadap stressor yang muncul dikehidupannya. Kecemasan

yang muncul dapat membuat lansia stres, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan
darah. Koenig, dkk (1998) melakukan penelitian prospektif tentang hubungan antara aktifitas

religius dan tekanan darah pada 400 lansia. penelitian menunjukkan tekanan diastolik lebih

rendah 40% pada subyek yang melakukan kegiatan religius sekali seminggu atau lebih, serta

berdoa dan mempelajari alkitab seminggu sekali atau lebih. Hasil ini telah dikontrol dengan

umur, jenis kelamin, ras, kebiasaan merokok, penyakit kronis yang diderita, dan BMI (Body

Mass Index). Berbagai cara dapat dilakukan lansia agar dapat untuk menurunkan stres dan

beradaptasi dengan kondisinya. Salah satu strategi koping yang dilakukan adalah dengan

meningkatkan spiritualitas. Hasil penelitian diatas membuktikan kegiatan religius dapat

menurunkan tekanan darah karena lansia menjadi lebih tenang, yang pada akhirnya akan

menurunkan tekanan darah.

D. Tema 4 : Terapi farmakologi dan terapi non farmakologi yang dilakukan lanjut usia

dengan hipertensi terhadap penyakitnya

Pengobatan yang dilakukan partisipan untuk darah tinggi adalah dengan menggunakan obat

antihipertensi dan obat herbal. Semua partisipan menyatakan menggunakan obat anti

hipertensi yang dikonsumsi terus-menerus, maupun hanya bila kambuh. Robbin et al. (1994)

melakukan penelitian pada 315 wanita usia 60–80 tahun yang mengalami hipertensi ringan

sampai dengan sedang, tanpa mengkonsumsi obat anti hipertensi.

Hasil penelitian menunjukkan, lamanya menderita hipertensi berhubungan dengan besarnya

insiden gejala fisik dan tingginya tingkat gangguan tidur pada semua sampel, baik saat

menggunakan obat maupun setelah tidak menggunakan obat. Penelitian tersebut

membuktikan bahwa penggunaan obat-obatan untuk lansia dengan hipertensi ringan sampai

sedang kurang efektif. Yang penting adalah bagaimana lansia dapat melakukan penyesuaian

pola hidup dengan menghindari faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Sedangkan obat herbal yang digunakan oleh partisipan adalah ketimun, seledri, dan daun

alpukat.
Ketimun paling banyak digunakan oleh partisipan, karena yang paling banyak disarankan

untuk mengatasi darah tinggi, mudah didapat dan harganya relatif murah. Partisipan juga

sudah merasakan khasiatnya. Menurut artikel oleh Forum UPI tentang manfaat ketimun,

ternyata ketimun banyak mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin

A, B1, C, dan E (Forum UPI, 2010). Kandungan seratnya yang tinggi dapat menurunkan

kadar kolesterol. Kandungan kaliumnya meringankan penyakit hipertensi, terutama akibat

hipersensitivitas terhadap natrium, seperti garam dapur, vetsin, dan soda kue. Ketimun juga

memperlancar buang air kecil sehingga dapat mengurangi beban jantung dan menurunkan

tekanan darah. Adanya juga partisipan yang menggunakan seledri dengan cara diblender atau

langsung dimasukkan dalam masakan. Seledri memang berkhasiat menurunkan tekanan darah

tinggi dan menstabilkannya

Kandungan epigenin dalam seledri merupakan betablockeryang memperlambat detak jantung

dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa sedikit,

dan akhirnya tekanan darah menurun. Kandungan manitol dan apin merupakan diuretik,

sehingga membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, yang

membuat tekanan darah menurun.

Partisipan dalam penelitian ini juga menyampaikan menggunakan rebusan daun alpukat

untuk menurunkan tekanan darah. Alpukat kaya mineral kalium, yang akan mengontrol debar

jantung, dan menjaga kesehatan sistem saraf (Herba, 2009). Untuk hipertensi karena

penyempitan pembuluh darah oleh kolesterol, dapat menggunakan daun alpukat

(Hermadin,2010). Karena daun alpukat akan menurunkan kadar kolesterol, sehingga tekanan

darah menurun.

Jenis obat herbal yang teridentifikasi digunakan oleh partisipan dalam penelitian ini adalah

yang biasa digunakan oleh masyarakat, meskipun masih banyak obat herbal lain yang juga

berfungsi untuk menurunkan tekanan darah. Namun karena partisipan sudah merasakan
khasiatnya, mudah didapatkan, murah, dan partisipan menyukai rasanya, membuat mereka

memilih tetap menggunakan obat-obat herbal tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah efek

jangka panjang obat herbal pada organ tubuh klien dan bagaimana klien mengantisipasinya,

serta cara penyajian dan penyimpanan obat herbal tersebut.

Cara mengatasi dengan obat juga dilakukan partisipan dengan pergi ke tempat pelayanan

kesehatan untuk mendapatkan pengobatan atau terapi darah tinggi. National Heart, Lung, and

Cardiovaskuler (2008) menyatakan dalam artikelnya bahwa penderita darah tinggi harus

terus-menerus mendapatkan perawatan medis dan mengikuti anjuran dari petugas kesehatan.

Perawatan darah tinggi memang harus tetap dilakukan meskipun kondisi klien sedang sehat,

sehingga tekanan darah tetap bisa terkontrol.

Menurut asumsi peneliti, partisipan belum berupaya maksimal untuk melakukan tindakan

atau perawatan penyakit darah tinggi terhadap diri sendiri, karena upaya yang banyak

dilakukan hanya mengikuti anjuran dari dokter atu petugas panti yaitu dengan meminum obat

penurun tekanan darah mengkonsumsi makanan kurang garam itu sudah di atur kadarnya

oleh orang dapur, mengikuti senam lansia setiap satu kali seminggu, memakan mentimun

serta ada juga meminum air rebusan daun pokat itu pun jarang dilakukan karena lansia

merasa bosan. Namun demikian, masih banyak upaya lainnya yang belum dilakukan

partisipan, sehingga mereka bisa beresiko terkena penyakit tekanan darah tinggi. Upaya yang

kurang tersebut seperti kurang mengkonsumsi pengobatan herbal, kebanyakan lansia suka

duduk-duduk dan kurang mengontrol atau mengecek tensi nya setiap hari. Partisipan kurang

mengkonsumsi obat herbal dengan alasan bahwa mereka merasa bosan meremas atau

merebus daun pokat tapi kenyataannya tekanan darah partisipan tidak turun. Partisipan juga

memiliki kebiasaan suka duduk- dudk di wisma dan malas bergerak, sehingga tekanan darah

cenderung sering naik. Kebiasaan suka duduk- dudk di wisma dan malas bergerak tersebut

merupakan kebiasaan yang kurang baik karena jantung tidak terlatih untuk memopakan
darah. Apabila kebiasaan ini terus berlanjut maka akan menurunkan derajat kesehatan lansia

dan dampaknya bisa terkena penyakit stroke dan gagal ginjal.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang arti dan makna

pengalaman lansia dalam melakukan perawatan tekanan darah tinggi. Tema-tema yang

teridentifikasi menggambarkan bahwa pengalaman lansia melakukan perawatan tekanan

darah tinggi merupakan pengalaman individual yang sangat kompleks, dan memerlukan

dukungan baik dari keluarga maupun petugas kesehatan agar lansia mampu melakukan

perawatan tekanan darah tinggi di panti dan kontrol rutin ke pelayanan kesehatan. Pada bab

ini akan dijelaskan simpulan yang menggambarkan hasil temuan penelitian serta saran - saran

yang merupakan tindak lanjut dari penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengetahuan partisipan mengenai penyakit hipertensi masih kurang, baik dari segi

pengertian, penyebab, klasifikasi hipertensi, tanda dan gejala, dampak penyakit

hipertensi, respon psikologi lansia dari penyakit hipertensi, serta perawatan hipertensi

yang dilakukan partisipan dengan frekuensi yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi

dan lingkungan masing-masing.

2. Respon lansia terhadap penyakit darah tinggi yang diderita tergambar sebagai respon

fisik dan psikologis.

Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikasi respon ini, sehingga dapat membantu

lansia untuk mengatasi masalah yang muncul dan beradaptasi dengan kondisi fisiknya yang

kadang terpengaruh dengan munculnya keluhan peningkatan tekanan darah.

3. Perubahan gaya hidup sehat yang di lakukan lansia untuk mencegah kenaikan

tekanan darah tergambar dengan penyesuaian pola hidup dan mengatasi dengan
pengobatan. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia ditekankan pada perubahan pola

hidup, sehingga diperlukan peran petugas kesehatan dalam memberikan dukungan

atau motivasi pada lansia dan keluarganya untuk melakukan perawatan pada lansia

hipertensi khususnya dalam penyesuaian pola hidup.

4. Terapi farmakologi yang dilakukan lanjut usia menderita hipertensi dengan meminum

obat anti hipertensi bila kambuh sedangkan terapi non farmakologi yang dilakukan

lanjut usia dengan hipertensi terhadap penyakitnya dengan cara mengkonsumsi

mentimun, daun seledri yang dimasukan dalam makanan, serta air rebusan daun pokat

yang berkhasiat membuat tekanan darah menurun.

B. Saran

1. Bagi Lanjut Usia

a. Pada lansia diharapkan dapat secara mandiri melakukan perawatan tekanan darah

tinggi di panti, dengan bantuan atau dukungan dari lansia yang ada di panti

tersebut. Lansia diharapkan dapat secara aktif mencari informasi terkait penyakit

tekanan darah tinggi dan perawatannya.

b. Lansia sebaiknya dapat mengenali respon fisik dan psikologis yang terjadi karena

peningkatan tekanan darah. Jika deteksi dini telah dilakukan maka penanggulangan

dapat segera dilakukan.

2. Bagi Profesi Keperawatan

a. Memandirikan lansia yang menderita hipertensi dalam hal perawatan

penyakitnya, dengan membentuk self help group lansia yang akan menjadi sarana

bagi sesama lansia untuk saling memberikan dukungan dalam hal perawatan

tekanan darah tinggi.

b. Mengembangkan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan bagi keluarga (caregiver) tentang perawatan tekanan darah tinggi.


Ketrampilan menyiapkan obat dan obat herbal untuk menurunkan tekanan darah,

serta cara meminimalkan efek samping obat menjadi salah satu topik yang

penting bagi keluarga.

c. Mengembangkan panduan pelaksanaan perawatan tekanan darah tinggi untuk

lansia di panti.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Agar dapat mengarahkan mahasiswa untuk melakukan penelitian observasi

perawatan hipertensi pada lanjut usia yang telah dilakukan lansia di panti serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Berbagai jenis obat herbal yang digunakan oleh lansia dapat menjadi masukan

bagi perawat untuk melakukan penelitian secara kuantitatif tentang efektifitas

pengobatan herbal terhadap penurunan tekanan darah pada lansia.

b. Peran perawat dalam memberikan perawatan nonfarmakologi pada lansia

penderita hipertensi, juga dapat menjadi masukan untuk melakukan penelitian

secara kuantitatif tentang pengaruh peran perawat dalam melakukan perawatan

nonfarmakologi terhadap tekanan darah lansia yang menderita hipertensi


Lampiran 2
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth :

Ibu / Saudari ...................................

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nila Permata Sari

NIM : 1614201120

Adalah mahasiswa S1 ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi pada

kesempatan kali ini saya akan melakukan penelitian dengan tujuan untuk megetahui

Pengalaman lanjut Usia (60-80 Tahun) Dalam Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti

Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2017. Besar harapan

saya agar Bapak/ Ibu / Saudari berkenan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan

mengisi lembar kuisioner dan wawancara sesuai dengan kondisi Bapak/ Ibu / Saudari yang

sebenarnya.

Demikian permohonan ini saya sampaikan. Atas kesediaan dan kerjasamanya saya

ucapkan terimakasih.

Bukittinggi, Desember 2017

Peneliti

Nila Permata Sari


Lampiran 3

INFORMED CONCENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : ............................................................................

Umur : ............................................................................

Alamat :

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Setelah membaca dan memahami maksud dari penelitian , maka saya bersedia dan tidak

merasa keberatan menjadi responden dandalam proses saya berhak menghentikan atau tidak

melanjutkan wawancara sesuai dengan keinginan saya sebagai responden dalam penelitian

yang akan dilakukan Mahasiswa S1 ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi

Oleh Nila Permata Sari dengan judul “Pengalaman lanjt Usia (60-80 Tahun) Dalam

Melakukan Perawatan Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu

Batusangkar Tahun 2017”.

Demikian surat persetujuan ini saya tanda tangani dengan sejujurnya dan tidak ada paksaan

dari pihak manapun.

Bukittinggi. ....................................2017

Partisipan

(........................................................)
Lampiran 4

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Pewawancara : Nila Permata Sari

Usia partisipan :............................................

Agama partisipan :............................................

Suku bangsa :............................................

Pendidikan :............................................

Pekerjaan :............................................

No. Tlp/ HP :............................................

Alamat :............................................
Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA

A. Petunjuk Umum
1. Disampaikan ucapan terima kasih karena bersedia meluangkan waktu untuk
diwawancarai. Hal ini penting untuk merangkai persahabatan dan hubungan baik.
2. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara.
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
1. Pembukaan wawancara mendalam
a. Ucapan terima kasih atas kesediaan untuk diwawancarai dan ketengan yang
diberikan sangat bermanfaat.
b. Memperkenalkan diri pewawancara.
c. Menjelaskan tujuan wawancara mendalam untuk menggali informasi atau
tanggapan.
2. Prosedur wawancara mendalam
a. Wawancara dilakukan oleh peneliti dan didampingi oleh seorang pencatat atau
alat rekam.
b. Partisipan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
komentar.
c. Pendapat,pengalaman, saran dan komentar partisipan sangat bernilai.
d. Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk
kepetingan peneliti dan tidak ada penilaian.
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar partisipan akan dijamin
kerahasiaannya.
f. Wawancara ini akan direkam dengan alat perekam untuk membantu
pencatatan.
3. Penutup
a. Memberikan bahwa wawancara telah selesai.
b. Mengucapkan terima kasih atas kesediaannya memberikan informasi yang
dibutuhkan.
c. Menyatakan maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan,
d. Bila kemudian hari terdapat informasi yang kurang mohon kesediaan
partisipan untuk diwawancarai lagi.
Lampiran 6

PEDOMAN WAWANCARA
Pertanyaan Pembuka

Saya sangat tertarik dengan pengalaman Lanjut Usia (60-80 Tahun) Dalam

melakukan perawatan hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu

Sangkar Tahun 2017 . Mohon Saudara mau menjelaskan kepada saya apa saja yang terkait

dengan pengalaman tersebut, termasuk semua perasaan, peristiwa, pendapat dan pikiran yang

di alami para lansia laki-laki.

Pertanyaan untuk memandu wawancara adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian hipertensi menurut saudara ?

2. Apakah saudara tahu tingkatan hipertensi ?

3. Apakah saudara tahu penyebab hipertensi ?

4. Apakah saudara tahu gejala hipertensi ?

5. Apa saja respon fisiologis yang terjadi dengan tekanan darah tinggi menurut saudara ?
6. Apa saja respon psikologis yang terjadi dengan tekanan darah tinggi menurut saudara ?
7. Bagaimana dampak hipertensi menurut saudara ?

8. Apa yang saudara lakukan supaya gizi seimbang dapat terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan tubuh ?

9. Apa yang saudara lakukan untuk mempertahan berat badan normal ?

10. Aktivitas fisik apa yang saudara lakukan sehari – hari ?

11. Apakah saudara merokok saat ini ?

12. Menurut saudara apakah makanan yang bersantan dan berlemak bisa menyebabkan

hipertensi?

13. Apakah saudara mengikuti instruksi dokter minum obat anti hipertensi saat hipertensi

naik ?
Lampiran 7

CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Tn. U Kode partisipan : 01


Tempat wawancara : Wisma pepaya Waktu wawancara : Jam 13.15 wib
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Lingkungan tempat saat akan dilakukan wawancara tenang
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan sangat antusias saat akan dilakukan wawancara dan mau menyepakati
ketentuan wawancara
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berhadap-hadapanan didalam wisma partisipan
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan terlihat ada kontak mata dengan peneliti didalam menjawab
pertanyaan
- Saat menjawab pertanyaan partisipan ada menggerakkan tangan,
menunjukkan tempat kegiatan atau aktivitas fisik yang dilakukan
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
Situasi saat wawancara awal berlangsung tenang dan kondusif, kemudian
terdengar suara bayi menangis anak dari perawat panti
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan bersedia untuk diminta kembali waktunya untuk wawancara jika ada
hal-hal yang harus diklarifikasi
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Tn. S Kode partisipan : 02


Tempat wawancara : Wisma Apel Waktu wawancara :14.03 WIB
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Suasana tenang dan kondusif
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan terlihat tersenyum dan mau diminta waktunya untuk dilakukan
wawancara
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berhadapan didalam rumah partisipan
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan ada menatap wajah peneliti saat wawancara
- Partisipan sekali-sekali tersenyum saat menjawab pertanyaan
- Saat menjawab pertanyaan partisipan mengekspresikan sambil
mengangkat tangan, menunjuk ke arah luar waktu ditanya tentang
lingkungan
- Waktu ditanya tentang tanda dan gejala partisipan menunjukkan ke arah
tangannya
- Sekali-sekali partisipan melihat ke atas
- Partisipan menganggukkan wajahnya kala jawabannya ada dilakukannya
- Saat menjawab pertanyaan yang jawabannya tidak, partisipan
mengekspresikannya sambil menggeleng
- Sekali-sekali partisipan menggaruk kepalanya
- Di wajah partisipan mengekspresikan keputusasaan terhadap penyakitnya
ini
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
Ditengah-tengah wawancara berlangsung, para lansia lali-laki yang berada di
wisma apel tersebut ikut mendengar pertanyaan –pertanyaan yang sya berikan
dan ikut menceritakan penyakit yang dia alami
Respon partisipan saat terminasi :
Saat terminasi, partisipan dan peneliti bersalaman, partisipan terlihat tersenyum
dan mengangguk serta mau diajak wawancara kembali jika dibutuhkan klarifikasi
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Tn. S Kode partisipan : 03


Tempat wawancara : Wisma Pepaya Waktu wawancara : 09.00 WIB
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Suasana tenang dan kondusif
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan mau berpartisipasi dan mau diajak untuk berwawancara
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berdampingan
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan mau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, dan
antusias dalam menjawab, seperti mengangkat tangan, menatap wajah
peneliti saat bicara,menunjuk ke arah tempat menggantung pakaian
- Lingkungan partisipan banyak sampah yang berserakan, karena ananya
belum menyapu, rumah partisipan ada pakaian yang tergantung
- Waktu partisipan ditanya tentang tanda dan gejala demam berdarah,
partisipan menunjuk ke tangannya
- partisipan menjawab pertanyaan yang tidak tahu sambil ekspresi wajahnya
tersenyum
- Sekali-kali partisipan menggaruk badannya dan wajahnya
- partisipan baik dalam menjawab pertanyaan
- Kalau peneliti bertanya tentang aktivitas apa yang dilakukan di lingkungan
panti , partisipan menjawab sambil menunjuk dan melihat ke luar wisma
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
Suasana tenang, ditengah-tengah wawancara ada suara anak bayi menangis anak
dari perawat panti.
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan terlihat mau diakhiri wawancaranya dan bersalaman saat akhir
wawancara dan bersedia diwawancara lagi setelah wawancara pertama dilakukan.
Partisipan terlihat tersenyum saat bersalaman
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Tn. A Kode partisipan : 04


Tempat wawancara : Wisma Nenas Waktu wawancara : 11.00 WIB
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Suasana tenang, namun sekali-sekali ada lansia laki-laki yang ada diwisma
tersebut bertanya dan bercerita
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan menyambut peneliti dengan senang, terlihat partisipan tersenyum saat
bersalaman
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berhadapan di kursi ruang tamu wisma nenas
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan terlihat antusias saat menjawab pertanyaan, terlihat dari tangan
partisipan yang digerakkan, wajahnya tersenyum, mengganggukkan wajah
sekali-sekali, mata partisipan ada menatap mata peneliti
- Partisipan sekali-sekali menggeser duduknya dari bersandar ke tidak
bersandar
- Partisipan memegang jilbabnya sambil menjawab pertanyaan
- Partisipan memegang tangannya menunjukkan tanda-tanda bintik-bintik di
kulit
- Partisipan memegang kakinya yang lagi sakit
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
- Sekali-sekali terdengar suara lansia laki-laki yang sedang bercerita
- Sekali-sekali terdengar suara ayam berkokok
- Suasana kondusif
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan terlihat senang dengan wawancara yang telah dilakukan dan mau
diminta waktunya untuk dilakukan wawancara lagi jika dibutuhkan
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Tn. A Kode partisipan : 05


Tempat wawancara : Wisma Anggur Waktu wawancara : 10.30 WIB
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Suasana di rumah partisipan tenang dan partisipan sedang menyusui anaknya,
namun saat akan wawancara, anak partisipan dibawa pergi bermain keluar oleh
ayahnya
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan mau meluangkan waktunya untuk dilakukan wawancara dan partisipan
terlihat senang dengan wawancara yang akan dilakukan
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berhadapan
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan sekali-sekali berubah / menggeser posisi duduknya
- Sekali-sekali partisipan tersenyum saat menawab pertanyaan
- partisipan ada menatap wajah peneliti
- Sekali-sekali partisipan menjawab pertanyaan yang tidak diiringi dengan
menggelengkan wajah
- Partisipan menggaruk wajah, memegang tangan
- Partisipan menunjuk ke arah pakaian yang digantung
- Lingkungan depan/ halaman rumah partisipan bersih, namun di belakang
rumahnya terdapat kumpulan barang-barang bekas tanpa dilindungi dari
air hujan
-
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
Suasana aman, tenang dan kondusif, tidak ada suara motor lewat karena rumah
partisipan jauh dari jalan

Respon partisipan saat terminasi :


- Partisipan bersalaman dengan peneliti
- Partisipan senang dan tersenyum saat bersalaman
- Partisipan mau meluangkan waktunya jika nantinya diminta untuk
wawancara lagi
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Tn. D Kode partisipan : 06


Tempat wawancara : Wisma Anggur Waktu wawancara : 13.30 WIBSS
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Suasana aman, tenang dan kondusif, TV hidup karena anak-anak partisipan
sedang menonton dan saat akan wawancara partisipan mematikan TV-nya
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan menyambut penyeliti dengan baik dan mau diminta waktunya untuk
dilakukan wawancara dengan mengganggukkan wajahnya dan sambil tersenyum
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berhadapan di rumah tamu rumah partisipan
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan menjawab pertanyaan dengan baik, ekspresi wajah partisipan
menjawab pertanyaan sangat antusias, sekali-sekali partisipan tersenyum
- Partisipan menggunakan gerakan tangannya saat menjawab pertanyaan
- Partisipan menunjukkan tangannya, waktu menjawab bintik-bintik di kulit
- Partisipan menunjuk ke baju yang dipakainya waktu menjawab tentang
penggunaan pakaian tertutup
- Partisipan melihat ke arah belakang rumah waktu menunjukkan tempat
pembuangan limbah dan tempat menguburkan barang bekas
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
Sekali-sekali terdengar suara motor lewat
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan tersenyum dan mau memberikan waktunya jika anti dibutuhkan
Partisipan bersalaman dengan peneliti
CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Ny. NC Kode partisipan : 06


Tempat wawancara : Rumah partisipan Waktu wawancara : 13.30
Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :
Suasana aman, tenang dan kondusif, TV hidup karena anak-anak partisipan
sedang menonton dan saat akan wawancara partisipan mematikan TV-nya
Gambaran partisipan saat akan dilakukan wawancara :
Partisipan menyambut penyeliti dengan baik dan mau diminta waktunya untuk
dilakukan wawancara dengan mengganggukkan wajahnya dan sambil tersenyum
Posisi partisipan dengan peneliti :
Duduk berhadapan di rumah tamu rumah partisipan
Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :
- Partisipan menjawab pertanyaan dengan baik, ekspresi wajah partisipan
menjawab pertanyaan sangat antusias, sekali-sekali partisipan tersenyum
- Partisipan menggunakan gerakan tangannya saat menjawab pertanyaan
- Partisipan menunjukkan tangannya, waktu menjawab bintik-bintik di kulit
- Partisipan menunjuk ke baju yang dipakainya waktu menjawab tentang
penggunaan pakaian tertutup
- Partisipan melihat ke arah belakang rumah waktu menunjukkan tempat
pembuangan limbah dan tempat menguburkan barang bekas
Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :
Sekali-sekali terdengar suara motor lewat
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan tersenyum dan mau memberikan waktunya jika anti dibutuhkan
Partisipan bersalaman dengan peneliti
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y & Rachmawati, I.N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset
Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang: Ummi Press


_ text diakses 10 november 2017
Aziza.L,.2007. Hipertensi the silent killer.Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Budiarto, 2003.Metodologi Penelitian Kedokteran.EGC. Jakarta.

Bungin, B.(2008). Penelitian Kualitatif: Kominikasi, Ekonomi. Kebijakan

Creswell, John.W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed


:PustakaPelajar

______. John.W. (2012). Qualitatif Inquiry & Research Design : Chossing Among Five
Approaches (Second Edition ed). Thousand Oaks : Sage Publication Ltd
______, John.W. (2013). Qualitatif Inquiry & Research Design : Chossing Among Five
Approaches (Second Edition ed). Thousand Oaks : Sage Publication Ltd
Duffy.K.G. (2009). Psychology For Living: Adjustmen, growt and behavior today. New
Jersey:prentice Hall

Dinas provinsi sumatera barat(2014).Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun


(2014).Padang. Dinkes Provinsi Sumatera Barat

Hanif dkk.(2014). Faktor-Faktor Penyebab terjadinya hipertensi pada lansia di UPT


Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak Dan Balita Binjai Dan Medan Tahun2014
Komplementer Bekam DiKabupaten Banyumas Tesis FIK UI

Kamaludin .(2010).Pengalaman Pasien Hipertensi Yang Menjalani Terapi Alternatif


Komplementer Bekam DiKabupaten Banyumas Tesis FIK UI
Kemenkes RI (2015). Profilkesehatan Indonesia tahun (2015).Jakarta :Pusdatin
Moeleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi revisi ed). Bandung : PT
Remaja Rosdakarya Muhit

Mansjoer A.,(2000) .Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi III) .CetakanII.Jakarta:Media


Aeusculapius.

Nugroho,W. (2008). keperawatan gerontik &geriatrik.Jakarta : EGC


Parsudi, 2015.Hipertensi.GramediaPustakaUtama. Jakarta.

Purnomo, D. (2014). StatistikSosial&Aplikom.Edisi II .Salatiga :Widya Sari

Rachma.N,.2010.Pemahaman mendalam tentang arti dan makna pengalaman lansia dalam


melakukan perawatan tekanan darah tinggi di Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik,
Kota Semarang JawaTengah.Tesis FIK UI.

Streubert. H,J,. & Carpenter, D,R,. 2003.Qualitative research in nursing; Addvancing the
humanistic imperative. thirdedition.Lippincott William &Wilkins.Philadelphia.

Sharif La ode .2012.asuhan keperawatan gerontik berstandar nanda ,nic,


noc,Nuhamedika.Yogyakarta: Nuha Medika

Sugiyono. (2011). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:


Alfabeta

Siti .R. (2013).Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia Dengan Kejadian Hipertensi Di
Puskesmas Kec. Pondok Gede Kota Bekasi Tahun 2013

Smeltzer,S.C,& Bare,B.6.(2000).Brunnerr and Suddarth textbook of medical surgical nursing


(9th ed.). Philadelphia:Lippincott William &wilkins

Tambayong, 2010.PatofisiologiUntuk Keperawatan.EGC. Jakarta.

Wojnar, D. M., & Swanson, K. M. (2007). Phenomenologi : An Explorating. Journal of


Holistic NursingWorld Federation for Mental Health. (2008). Making a mental health a
global priority. Geneva: WHO

Wahyudi, N, (2009). Perawatan Gerontik Dan Geriatrik. Jakarta : EGC


The Seventh Report of the Joint National Comittee on Prevention, Detection,Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (2003); Ignatavicius & Workman, (2006); Lemone &
Burke, (2008)

Valenta BA. (2015).Hubungan gangguan kognitif dengan penyakit hipertensi pada lansia
dilakukan di panti social TresnaWreda Sabai Nan Aluih Sicincin skripsi

Afiyanti dan Rachmawati. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan.
Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Ariani, AP. 2016. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta. Nuha Medika


Bhatia,R. 2013. Changing epidemiology of dengue in South‑East Asia Changing
epidemiology of dengue in South‑East Asia. WHO South-East Asia Journal of Public
Health | January-March 2013 | 2(1)

Booroto. 2013. Hubungan Antara Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes sp. di Lingkungan I Kelurahan Teling Atas,
Kecamatan Wanea Kota Manado. Jurnal FKM-Universitas Sam Ratulangi

Bungin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Candra,A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119

Depkes RI. 2008. Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku
(Communication For Behavioral Impact). Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan

______. 2009. Memberantas Jentik di Rumah. Pusat Promkes Depkes RI.

Dinkes Sumbar. 2013. Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2012.

Kemenkes RI. 2012. Petunuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN-DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta. Dirjen PP& PL

______. 2014. Panduan Peningkatan Peran Sera Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang
Nyamuk DBD di Kabupaten/ Kota. Jakara. Dirjen PP&PL

______. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014

______. 2016. Petunjuk Teknis Implementasi 3M-Plus dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
Jakarta. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

______. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta. Kemenkes RI

Masriadi. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta. Rajawali Pres

Merdawati, dkk. 2010. Pemberantasan Jentik dan Sarang Nyamuk Aedes Dalam
RangkaPenanggulangan Penyakit Demam Berdarah di RW 08. Kelurahan Pasar
Ambacang Kecamatan Kuranji Padang. Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian pada
Masyarakat. Lembata Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas. 2010

Misnadiarly. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta. Pustaka Populer Obor

Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta. Trans Info Media

Pratamawati, Dian A. 2012. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.
6, No. 6, Juni 2012

Pujiyanti, A. 2011. Pengetahuan Dan Pengalaman Ibu Rumah Tangga Atas Nyamuk Demam
Berdarah Dengue. Makara, Kesehatan, Vol. 15, NO. 1, Juni 2011: 6-14
Puskesmas Koto Baru Simalanggang. 2016. Laporan Kejadian DBD

Rahmawati, F. 2016. Analisis Pengendalian Penyakit DBD Sesuai Peraturan Daerah Kota
Semarang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah
Dengue Di Kecamatan Tembalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume
4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: 2356-3346

Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-dasar Medode Penelitian Klinis. Jakarta. Sagung Seto

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue. Jakarta. Sagung Seto

Surbagus, A. 2008. Analisis terhadap Kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


dalam Upaya Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. akses dari
http;//www.skripsistikes.wordpress.com

Suyasa. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan
Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
Selatan. Ecotrophic ♦ 3 (1) : 1 - 6 ISSN: 1907-5626

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis; Epidemiologi, Penularan, pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga

Yudhastuti dan Vidiyani. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di daerah Endemis
DBD Surayaba. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 1 No. 2, Januari 2005

Anda mungkin juga menyukai