Anda di halaman 1dari 159

KARYA ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

HIPERTENSI YANG MENGALAMI MASALAH ANSIETAS MELALUI


INOVASI PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF
DI PEKON CANGGU LAMPUNG BARAT

Karya Ilmiah Akhir Ners

Oleh :
Hengky Syaputra, S.Kep
NIM. 2021207209100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2022
KARYA ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
HIPERTENSI YANG MENGALAMI MASALAH ANSIETAS MELALUI
INOVASI PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF
DI PEKON CANGGU LAMPUNG BARAT

Karya Ilmiah Akhir Ners

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam Menyelesaikan


Pendidikan Program Studi Profesi Ners

Oleh :
Hengky Syaputra, S.Kep
NIM. 2021207209100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Pembimbing penulisan tugas akhir ners saudari Hengky Syaputra, S.Kep


NIM : 2021207209100, mahasiswa program studi profesi ners Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung, setelah
melakukan analisis kasus tugas akhir ners yang berjudul “Karya Ilmiah
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Hipertensi yang Mengalami
Masalah Cemas Melalui Inovasi Penerapan Teknik Relaksasi Otot
Progresif di Pekon Canggu Lampung Barat Tahun 2022” memandang
bahwa tugas akhir ners tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan
dapat disetujui untuk diseminarkan.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut

Telah disetujui Tanggal, Juni 2022

MENGETAHUI,

Pembimbing

Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp.Kep.J


NBM. 925 246

Kaprodi Profesi Ners

Ns. Rita Sari, M.Kep


NBM. 927 021

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan Lansia


Dengan Hipertensi yang Mengalami Masalah
Cemas Melalui Inovasi Penerapan Teknik
Relaksasi Otot Progresif di Pekon Canggu
Lampung Barat Tahun 2022
Nama Mahasiswa : Hengky Syaputra, S.Kep
NIM : 2021207209100

Dinyatakan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar ners pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Pringsewu , Juni 2022

DEWAN PENGUJI

Ketua : ………………………………………………….. (……………………….…)

Sekretaris : …………………………………………………… (……………………….…)

Pembimbing : Ns. Arena Lestari, M.Kep, Sp. Kep. J (……………………….…)

Diketahui Oleh :
Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Lampung

Elmi Nuryati, M.Epid.


NBM……………………….

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung,


saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Hengky Syaputra, S.Kep
NIM : 2021207209100
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Guna mengembangkan ilmu pengetahuan kesehatan, menyetujui


memberikan kepada Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung tanpa
menuntut ganti rugi berupa materi atas karya ilmiah akhir saya yang
berjudul :

Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi Yang


Mengalami Masalah Ansietas Melalui Penerapan Teknik Relaksasi Otot
Progresif di Pekon Canggu Lampung Barat t

Dengan pernyataan ini Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


berhak menyimpan, mengalih mediakan dalam bentuk format lain, mengelola
dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
pemilik hak atas karya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Pringsewu
Pada Tanggal : , Mei 2022

Yang Menyatakan

Hengky Syaputra, S.Kep

v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Hengky Syaputra, S.Kep


NIM : 2021207209100
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan Lansia dengan
Hipertensi Yang Mengalami Masalah Ansietas Melalui
Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif di Pekon
Canggu Lampung Barat.

Dengan ini menyatakan bahwa :


1. Karya Ilmiah Akhir Ners yang saya buat tidak pernah atau belum pernah
dibuat oleh orang lain dan saya menjamin orisinaloitas karya ilmiah yang
saya buat
2. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah
akhir ners tersebut, kami bersedia menerima sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian surat pernyataan ini
dibuat dengan sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan

Pringsewu, Mei 2022


Penulis

Hengky Syaputra, S.Kep

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena dengan limpahan rahmat,
karunia, dan ridhoNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners
yang berjudul " Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan Lansia Dengan
Hipertensi yang Mengalami Masalah Ansietas Melalui Inovasi
Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif di Pekon Canggu Lampung
Barat Tahun 2022 "
Karya Ilmiah Akhir ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat penulis
untuk memperoieh gelar Ners di Program Studi Profesi Ners Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
Penulis menyadari ketidaksempumaan dan keterbatasan dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan oleh penulis. Dalam hal penyelesaian karya
ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan saran.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kehidupan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan materil maupun
spiritual.
3. Dekan dan staff Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu Lampung
4. Ns. Rita Sari, S.Kep sebagai Kaprodi Profesi Ners Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
5. Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp.Kep.J selaku Pembimbing
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung peneliti dan semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan
keperawatan.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin

Lampung Barat, Juni 2022

Hengky Syaputra

vii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL DEPAN……………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 9
C. Tujuan …………………………………………………………………….. 10
D. Manfaat …………………………………………………………………… 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Lansia…………………………………………………………….. 12
B. Konsep Hipertensi………………………………………………………. 23
C. Konsep Keperawatan……………………………………………………… 36
D. Evidence Based Nursing (EBN)…………………………………………... 62

BAB III LAPORAN KASUS


A. Pengkajian………………………………………………………………… 88
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………… 106
C. Intervensi Keperawatan………………………………………………….. 107
D. Implementasi Keperawatan……………………………………………... 114
E. Evaluasi …………………………………………………………………. 114

BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian…………………………………………….. 126
B. Analisis Asuhan Keperawatan………………………………………….. 126

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………... 135
B. Saran………………………………………………………………………. 135

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. xi

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Hipertensi…………………………………………. 27
Tabel 2.2 Indeks KATZ…………………………………………………………… 40
Tabel 2.3 Short Portable Mental Status Quesioner……………………………….. 40
Tabel 2.4 Skor Norton…………………………………………………………… 42
Tabel 2.5 MMSE…………………………………………………………………. 43

ix
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Latihan Otot Progresif Gerakan 1 dan 2……………………………… 71
Gambar 2.2 Latihan Otot Progresif Gerakan 3……………………………………. 72
Gambar 2.3 Latihan Otot Progresif Gerakan 4…………………………………….. 73
Gambar 2.4 Latihan Otot Progresif Gerakan 5…………………………………….. 75

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun

2004, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun ke atas (InfoDatin Kemenkes RI, 2017). Lansia merupakan kelompok

umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu

proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2012).

Seseorang yang telah mencapai umur lebih dari 60 tahun dimana melewati

proses penuaan yang mengalami perubahan fisik dan melewati tahapan-tahapan

kehidupan.

Dari data yang dirilis perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada akhir

2018 jumlah warga yang berusia 65 tahun melebihi jumlah warga berusia

dibawah lima tahun, ada sekitar 705 juta orang berusia lebih dari 65 tahun dan

yang berusia 0-4 tahun berkisar 680 juta jiwa (SindoNews.com, 2019).

Menurut WHO, dikawasan Asia Tenggara Populasi lansia sebesar 8% atau

sekitar 142 juta jiwa. Diperkirakan pada tahun 2050 diperkirakan populasi

lansia meningkat tiga kali lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah lansia

sekitar 5,3 juta (7,4%) dari populasi, pada tahun 2010 jumlah lansia 24 juta

(9,77%) dari total populasi dan tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia

mencapai 28,8 juta (11,34%) dari total populasi (P2PTM, 2019). Dari data-data
2

menunjukan bahwa jumlah lansia didunia akan terus bertambah seiring waktu

dimana peningkatan populasi lansia yang terus menunjukan peningkatan.

Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta

jiwa (7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta (9,7%) pada tahun 2019 dan

diperkirakan akan terus meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa

(15,77%) (Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, 2019). Tiga provinsi

dengan persentase lansia terbesar adalah Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah

(12,59) dan Jawa Timur (12,25%). Sementara itu, tiga provinsi dengan

persentase lansia terkecil adalah Papua (3,20%), Papua Barat (4,33%) dan

Kepulauan Riau (4,35%) (InfoDatin Kemenkes RI, 2017). Kenaikan jumlah

lansia di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan yang signifikan dan

diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data rikerdas 2018 penyakit terbanyak pada lansia adalah

untuk penyakit tidak menular antara lain hipertensi, masalah gigi, penyakit

sendi, maslah mulut, diabetes militus, penyakit jantung dan stroke dan penyakit

menular antara lain seperti ISPA, diare dan pneumonia (Biro Komunikasi dan

Pelayanan Masyarakat, 2019). Untuk masalah ganguan-gangguan kesehatan

jiwa yaitu depresi, demensia, gangguan cemas dan sulit tidur (P2PTM, 2019).

Pada lansia terdapat beberapa penyakit yang dialami berupa penyakit tidak

menular, penyakit menular serta gangguan kesehatan jiwa.

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi

permasalahan karena merupakan nomor satu kematian di dunia. Hipertensi

pada usia lanjut mempunyai presentase yang tinggi, pada usia diatas 65 tahun
3

didapatkan antara 60-80% (Kumalasari, 2016). Menurut Windharto (2007

dalam Raihan & Dewi, (2014) usia lebih dari 45 tahun mempunyai risiko besar

terkena hipertensi sekitar 40%, hal ini dikarenakan berkurangnya elastisitas

arteri, kekakuan pada pembuluh darah dan adanya pengaruh hormon,

penumpukan zat kolagen pada lapisan otot sehingga pembuluh darah akan

berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Akibat berkurangnya

elastisitas dan terjadinya kekakuan pada pembuluh darah mengakibatkan

tekanan darah sistolik meningkat. Selain itu, tekanan darah diastolik juga akan

meningkat karena dinding pembuluh darah yang tidak lagi fleksibel (Kozier et

al, 2009). Lansia dengan umur 65 lebih didapatkan 60-80% mengalami

hipertensi dimana dikarnakan berkurannya elastisitas/kekakuan pembuluh

darah serta pengaruh hormon.

Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO)

mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari

total penduduk dunia. Dari sejumlah penderita tersebut, hanya kurang dari

seperlima yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang

dimiliki. Berdasarkan data WHO tahun 2019 angka tertinggi penderita

hipertensi terdapat di wilayah Afrika dengan 27%, kedua terdapat di wilayah

mediterania Timur dengan 25 % kemudian Asia Tenggara berada diposisi

ketiga dengan prevalensi sebesar 25% diikuti oleh Eropa 23%, Pasifik Barat

19% kemudian Amerika dengan 16% (InfoDatin Kemenkes RI, 2019).

Indonesia sendiri merupakan urutan dari 10 negara dengan presentase

hipertensi tertinggi di dunia, 4 bersama Myanmar, India, Srilanka, Bhutan,


4

Thailand, Nepal, Maldives. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat, dan

diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di dunia terkena

penyakit hipertensi (Widiyani, 2013). Jadi angka tertinggi penderita hipertensi

terdapat diwilayah Afrika sedangkan Asia tenggara merupakan urutan ketiga

penderita hipertensi sedangkan indonesia merupakan peringkat sepuluh

bersama negara-negara lain.

Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan angka prevalensi hipertensi pada

penduduk > 18 tahun berdasarkan pengukuran secara nasional sebesar 34,11%,

prevalensi hipertensi dialami lansia dengan umur lebih dari 75 tahun dengan

(69,5), untuk umur 65-74 tahun (63,2) serta 55-64 tahun (55,2) (Riskesdas,

2018). Untuk wilayah dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia

adalah wilayah Kalimantan Selatan dengan 44,13%, kemudian Jawa Barat

dengan 39,60% dilanjut wilayah Kalimantan Timur dengan 39,30 % sedangkan

Sumatera Selatan berada pada urut ke 14 tertinggi dengan prevalensi hipertensi

30,44%, Provinsi Papua memiliki prevensi hipertensi terendah sebesar 22,2%

diikuti oleh Maluku Utara sebesar 24,65% dan Sumatera Barat sebesar 25,16%

(Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2019). Kalimantan selatan merupakan

daerah paling tinggi kejadian hipertensi dimana usia 75 tahun merupakan usia

yang paling tinggi mengalami hipertensi.

Secara teori hipertensi adalah kenaikan tekanan darah lebih dari 140/90

mmHg. klasifikasi hipertensi dibagi menjadi dua yaitu, hipertensi esensial

(primer) dan hipertensi sekunder ,Faktor- faktor penyebab hipertensi esensial

(primer) adalah faktor genetik , stress dan psikologis. Sementara penyebab


5

terjadinya hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,

kelainan adrenal , kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas dll.

(Keperawatan Medikal Bedah, 2013)

Secara psikologis penderita hipertensi seringkali mengalami kecemasan.

Angka prevalensi kecemasan di negara-negara asia sekitar 100 juta orang

penderita hipertensi mengalami kecemasan. Para peneliti melaporkan dalam

psychosomatic medicine bahwa secara keseluruhan 16,7 % orang dewasa yang

menderita hipertensi sering mengalami kecemasan. Kecemasan terjadi dua kali

lebih sering pada wanita dari pada laki-laki (Benard. 2008 Dalam Duryanto,

Novendra dkk. 2015)

Kecemasan (Ansietas) adalah merupakan respon emosional terhadap

penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan

tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Ansietas merupakan istilah yang

sering didengar dimasyarakat yang menggambarkan seperti keadaan khawatir,

gelisah, takut, tidak tentram dan bisa disetai dengan gangguan fisik.

Kecemasan pada para lansia bisa diartikan adanya respon emosional yang

penyebabnya belum pasti, dan menyebakan gangguan yang tidak

menyenangkan dalam dirinya. Dapat tercipta ketika lansia tersebut melihat

adanya ketidaksepadanan antara keadaan dan sistem sumber daya biologis,

psikologis, dan juga sosial yang dihadapi pada lanjut usia. Para lansia juga

sangat rentan terhadap kecemasan karena secara alamiah mereka telah

mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup,


6

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, fungsi badan, dan kejiwaan secara

alami.

Berdasarkan penelitian oleh Octavianus Klaudius Laka, dkk (2018)

dimana hasil penelitian dari 36 responden lansia dengan hipertensi menunjukan

sebagian besar responden (50%) mengalami tingkat kecemasan sedang

sebanyak 18 orang sedangkan (36,1%) responden mengalami tingkat

kecemasan ringan 13 orang dan sebagian kecil (13,9%) responden mengalami

tingkat kecemasan berat sebanyak 8 5 orang. Sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ridwan, dkk (2017) sebagian besar lansia dengan hipertensi

(73,4%) kecemasan responden masuk kategori ringan sebanyak 28 orang,

sebagian kecil (5,3%) kecemasan responden masuk kategori berat sebanyak 2

orang dan hampir sebagian (21%) kecemasan responden masuk kategori

sedang sebanyak 8 orang.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Richard Kati (2018) dari 78

responden hipertensi mengalami 29,5% mengalami kecemasan ringan, 26,9%

mengalami kecemasan berat dan 25,6 mengalami kecemasan sedang, dimana

berdasarkan jenis kelamin wanita paling bayak mengalami kecemasan dengan

32,7%, sedangkan pada usia didapatkan kecemasan berat pada umur 70-79

tahun, untuk kecemasan sedang pada umur 60-64 tahun sedangkan kecemasan

riangan pada umur 65-69 tahun. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kumala (2020) dimana tingkat kecemasan pada lansia penderita hipertensi

menunjukan yang paling dominan adalah kecemasan ringan sebanyak 49

responden (51%), sebanyak 38 responden (39,6%) yang masuk dalam kategori


7

tidak cemas, dan sebanyak 9 responden (9,4%) dalam kategori kecemasan

sedang dimana sebagian besar klien lansia dengan hipertensi mengalami

kecemasan ringan sedang dimana dari 96 responden terdapat 49 responden

dengan rentang usia 60-79 tahun mengalami kecemasan ringan. Penyakit

hipertensi dengan usia lebih dari 60 tahun banyak yang mengalami kecemasan

ringan.

Menurut Ana Budi Keliat (dalam Livana PH dkk, 2016) respons dari

ansietas tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan

dan menurunkan tanda dan gejala, dengan meningkatkan kemampuan dan

penurunan tanda gejala tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tindakan

keperawatan yang sesuai dengan kondisi dan situasi klien, dimana ansietas

dapat dicegah dengan mengenali ansietasnya, meningkatkan kemampuan

dalam mengatasi ansietas dengan cara tarik nafas dalam, distraksi, teknik lima

jari dan kegiatan spiritual. Menurut National Center for Complementary and

Alternative Medicine (NCCAM) intervensi yang bisa dilakukan perawat untuk

mengurangi kecemasan salah satunya dengan intervensi Farmakologi dan

nonfarmakologi, dimana perkembangan intervensi non farmakologi saat ini

berkembang ke arah terapi komplementer yang harus dipilih berdasarkan pada

penelitian ilmiah, mempunyai manfaat untuk meningkatkan kesehatan dan

aman atau rendah efek samping terutama pada klien dengan kecemasan. (Weni

Widya Shari, Suryani, 2014).

Dalam mengatasi kecemasan dapat di dilakukan dengan farmakologi dan

nonfarmakologi, non farmakologi dapat diberikan teknik generalis. Berbagai


8

cara non-farmakologi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol

sistem syaraf yang akhirnya dapat menurunkan kecemasan dan salah satu

pengobatan nonfarmakologi sebagai usaha untuk menurunkan kecemasan yang

dialami oleh klien dengan kecemasan dan juga untuk menurunkan tekanan

darah yang tinggi yakni melalui teknik Progressive Muscle Relaxation (PMR)

atau teknik relaksasi otot progresif (Srifianti, 2019).

Teknik otot progresif dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun secara

mandiri, dimana banyak mengatasi masalah kesehatan seperti menurunkan

tensi, mengatasi kecemasan, insomnia serta nyeri (Putra, 2020). Banyak tekni

dalam menurunkan kecemasan pada seseorang, dimana salah satu tindakan

yang dapat diberikan berupa teknik relaksasi otot progresif.

Terapi relaksasi otot progresif adalah teknik yang memfokuskan relaksasi

dan peregangan sekelompok otot dalam keadaan rileks. Teknik ini digunakan

berdasarkan suatu rangsangan pemikiran dalam mengurangi kecemasan dengan

menegangkan sekelompok otot kemudian rileks (A. Pranata, 2014).

Berdasarkan penelitian Gunardi Pome (2019) dengan memberikan terapi

relaksasi progresif pada pagi dan sore hari selama 45 menit dimana evaluasi

dilakukan setelah 7 hari pelaksanaan terapi, agar pencapaian hasil terapi yang

maksimal dilakukan 2 kali sehari secara rutin pagi dan malam hari selama satu

minggu, dimana saat pelaksaaan latihan diperhatikan lingkungan yang tenang,

posisi yang nyaman dan sikap yang baik didapatkan hasil adanya penurunan

tingkat kecemasan pasien hipertensi di Puskesmas Makrayu pada kelompok


9

yang intervensi yang mendapatkan terapi relaksasi otot progresif dari pada

kelompok kontrol.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Endar Sulis Tyani (2015) rata-rata

tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok eksperimen setelah

diberikan relaksasi otot progresif adalah 146,53 mmHg dan 88,20 mmHg,

sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol

adalah 160,87 mmHg dan 98,87 mmHg. Hasil uji statistik diperoleh p value =

0,000 lebih kecil dari pada nilai α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara rata-rata tekanan darah pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Pengaruh teknik relaksasi otot progresif

sangan efektif terhadap penurunan tekanan darah hal ini bisa dilihat dari

penurunan tekanan darah sesudah pemberian terapi relaksasi otot progresif.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Ekaputri & Rochmawati (2018)

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 37 responden skor rata-rata (mean)

kecemasan lansia sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif adalah 2,43,

sedangkan kecemasan lansia sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif

adalah 1,70dapat dilihat adanya nilai p 0,000 (p< 0,05) dimana terdapat

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan. Jadi

berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan bahwa terdapat

pengaruh dari terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan.

Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk membuat suatu karya

ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Ansietas Pada


10

Hipertensi Melalui Inovasi Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif di

Pekon Canggu Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Ansietas Pada Hipertensi

Melalui Inovasi Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif di Pekon Canggu

Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat Tahun 2022?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan cemas pada hipertensi

melalui inovasi penerapan teknik relaksasi otot progresif di Pekon Canggu

kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam karya ilmiah ini adalah agar mahasiswa mampu :

a. Melakukan pengkajian pada pasien ansietas dengan hipertensi dan

penerapan teknik relaksasi otot progresif

b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien ansietas dengan

hipertensi dan penerapan teknik relaksasi otot progresif

c. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien ansietas dengan

hipertensi dan penerapan teknik relaksasi otot progresif

d. Melaksanakan implementasi pada pasien ansietas dengan hipertensi dan

penerapan teknik relaksasi otot progresif


11

e. Melaksanakan evaluasi pada pasien dengan ansietas dan penerapan

teknik relaksasi otot progresif

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam

praktik keperawatan sebagai proses pembelajaran dalam melakukan

praktik asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami ansietas

dengan hipertensi

2. Manfaat Aplikatif

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diharapkan dapat digunakan pada lansia

yang mengalami ansietas dengan hipertensi melalui penerapan teknik

relaksasi otot progresif.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan

akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan

mengalami suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaaan.

(Wahyudi, 2008). Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho,

2006 dalam Kholifah, 2016).

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi tua

akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup manusia

yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami

kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap sehingga tidak dapat

melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan). Penuaan merupakan

perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,

yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan

dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,

pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan

kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai

12
13

penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain

(Kholifah, 2016).

Pada lansia akan mengalami proses hilangnya kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri secara perlahan sehingga tidak dapat

mempertahankan tubuh dari infeksi dan tidak mampu memperbaiki jaringan

yang rusak (Constantinides, 1994 dalam Sunaryo, et.al, 2106).

Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Aziz (1994) (dalam

Linda, 2011) menjadi tiga kelompok yakni:

a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru

memasuki lansia.

b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)

c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70

tahun.

Beberapa pendapat ahli dalam Efendi (2009) (dalam Sunaryo, et.al,

2016) tentang batasan-batasan umur pada lansia sebagai berikut:

a. Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas”.

b. World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi 4 kriteria

yaitu usia pertengahan (middle ege) dari umur 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) dari umur 60-74 tahun, lanjut usia (old) dari umur 75-90 tahun

dan usia sangat tua (very old) ialah umur diatas 90 tahun.
14

c. Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase invenstus

dari umur 25-40 tahun, fase virilities dari umur 40-55 tahun, fase

prasenium dari umur 55-65 tahun dan fase senium dari 65 tahun sampai

kematian.

d. Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age)

dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu young old dari umur 75-75 tahun, old

dari umur 75-80 tahun dan very old 80 tahun keatas.

2. Proses Penuaan

Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah dan

mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi organ

juga mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi

terjadinya penuaan yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor

genetik yang melibatkan perbaikan DNA, respon terhadap stres dan

pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor lingkungan meliputi

pemasukan kalori, berbagai macam penyakit dan stres dari luar, misalnya

radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan

mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi

sehingga terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan (Sunaryo,

et.al, 2016).

Menurut Maryam, dkk. (2008) (dalam Sunaryo, et.al, 2016) terdapat

beberapa teori penuaan (aging process) yaitu:


15

a. Teori Biologis

Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan

seseorang dari lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi

pada tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi.

Proses menua merupakan terjadinya perubahan struktur dan fungsi

tubuh selama fase kehidupan. Teori biologis lebih menekan pada

perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk pengaruh agen

patologis.

b. Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)

Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon

perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan

walaupun seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri dari

teori hierarki kebutuhan manusia maslow (maslow’s hierarchy of human

needs), yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari tingkat yang paling

rendah (kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih saying dan

harga diri) sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi diri). Teori

individualisme jung (jung’s theory of individualisme), yaitu sifat

manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver. Pada lansia

akan cenderung introver, lebih suka menyendiri. Teori delapan tingkat

perkembangan erikson (erikson’s eight stages of life), yaitu tugas

perkembangan terakhir yang harus dicapai seseorang adalah ego

integrity vs disappear. Apabila seseorang mampu mencapai tugas ini

maka dia akan berkembang menjadi orang yang bijaksana (menerima


16

dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang

bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil).

c. Teori Kultural

Teori kultural dikemukakan oleh Blakemore dan Boneham (1992) yang

menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada

budaya yang dianutnya. Budaya merupakan sikap, perasaan, nilai dan

kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah dan dianut oleh kaum

orang tua. Budaya yang dimiliki sejak ia lahir akan selalu dipertahankan

sampai tua.

d. Teori Sosial

Teori social dikemukakan oleh Lemon (1972) yang meliputi teori

aktivitas (lansia yang aktif dan memiliki banyak kegiatan sosial), teori

pembebasan (perubahan usia seseorang mengakibatkan seseorang

menarik diri dari kehidupan sosialnya) dan teori kesinambungan (adanya

kesinambungan pada siklus kehidupan lansia, lansia tidak diperbolehkan

meninggalkan peran dalam proses penuaan).

e. Teori Genetika

Teori genetika dikemukakan oleh Hayflick (1965) bahwa proses

penuaan memiliki komponen genetilk. Dilihat dari pengamatan bahwa

anggota keluarga yang cenderung hidup pada umur yang sama dan

mereka mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikutsertakan

meninggal akibat kecelakaan atau penyakit.


17

f. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun untuk

mengenali dirinya berkurang sehinggal terjadinya kelainan pada sel,

perubahan ini disebut peristiwa autoimun (Hayflick, 1965).

g. Teori Menua

Akibat Metabolisme Pada zaman dahulu disebut lansia adalah seseorang

yang botak, kebingungan, pendengaran yang menurun atau disebut 16

dengan “budeg” bungkuk, dan beser atau inkontinensia urin (Martono,

2006).

h. Teori Kejiwaan Sosial

Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang menyatakan bahwa

lansia adalah orang yang aktif dan memiliki banyak kegitan social.

Continuity theory adalah perubahan yang terjadi pada lansia dipengaruhi

oleh tipe personality yang dimilikinya, dan disengagement theory adalah

akibat bertambahnya usia seseorang mereka mulai menarik diri dari

pergaulan.

3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan

a. Hereditas atau ketuaan genetic

b. Nutrisi atau makanan

c. Status kesehatan

d. Pengalamn hidup

e. Lingkungan

f. Stress
18

4. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin berkembangnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri

manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial

dan seksual (Azizah dan Lilik, 2011 dalam Kholifah, 2016).

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran)

disebabkan karena hilangnya kemampuan (daya) pendegaran pada

telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi

pada usia diatas 60 tahuhn.

2) Sistem Intergumen

Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan

berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan

bercerak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan

glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit

dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung

(kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen

sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan

jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang


19

tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada pesendian menjadi

lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi

rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya

kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang:

berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari

penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan

lebih lanut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:

perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan

jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung

dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;

pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tondon, ligament dan

fasia mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa

jantung bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga

perenggangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena

perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan

llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah

menjadi jaringan ikat.

5) Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas

total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk


20

mengkonvensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru

berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan

perenggangan torak berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan

produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan

gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa

lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tmpat

penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

7) Sistem Perkemihan

Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak

fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,

ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi

yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami

penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas

sehari-hari.

9) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya

ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih dapat
21

memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara

berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif

1) Memory (daya ingat, Ingatan).

2) IQ (Intellegent Quotient).

3) Kemampuan Belajar (Learning).

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension).

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving).

6) Pengambilan Keputusan (Decision Making).

7) Kebijaksanaan (Wisdom).

8) Kinerja (Performance).

9) Motivasi

c. Perubahan Mental Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:

1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

2) Kesehatan umum.

3) Tingkat pendidikan.

4) Keturunan (hereditas).

5) Lingkungan.

6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.

8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

teman dan family.


22

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan kensep diri.

d. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini

terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

e. Perubahan Psikososial

Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,

persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.

Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,

koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan

aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe

kepribadian lansia sebagai berikut:

1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Constuction personality), biasanya tipe

ini tidak banyak mengalami gejolak, ten)ang dan mantap sampai sangat

tua.

2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada

kecenderungan mengalami post powe sindrome, apalagi jika pasa masa


23

lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada

dirinya.

3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini

biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang

ditinggalkan akan merana,apalagi jika tidak segera bangkit dari

kedukaanya.

4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini

setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,

banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara

seksama sehinggal menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-

marit.

B. Konsep Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah peningkatan tekanan

persisten pada pembuluh darah arteri, yang tekanan darah sistolik sama

dengan atau diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sama dengan

atau diatas 90 mmHg (Alhogbi, 2017).

Menurut American Heart Association (AHA) hipertensi merupakan

tekanan darah tinggi yang tekanan sistoliknya 140 mmHg dan tekanan

diastoliknya 90 mmHg (Association, 2017).


24

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang sedikitnya

140 mmHg dan tekanan darah diastolik yang sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi bukan hanya beresiko tinggi untuk penderita penyakit jantung,

tetapi juga menderita penyakit lainnya seperti saraf, ginjal, dan pembuluh

darah, semakin tinggi tekanan darahnya maka semakin besar resikonya,

Menurut Price (Nurarif & Kusuma, 2016).

Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes

(2018) hipertensi merupakan silent killer yang dimana gejalanya sangat

bermacam-macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit

lain. Gejalanya adalah sakit kepala atau tengkuk terasa berat. Vertigo,

jantung berdebar-debar, terasa mudah Lelah, penglihatan kabur, telinga

berdenging (tinnitus) dan mimisan (Nurarif & Kusuma, 2016).

2. Jenis-jenis Hipertensi

Hipertensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu hipertesi primer dan sekunder,

berikut perbedaannya (Basuki, 2019):

a. Hipertensi primer

Hipertensi primer juga disebut dengan hipertensi ideopatik karena

hipertensi ini mempunyai penyebab yang belum diketahui.

Penyebabnya yang belum jelas atau belum diketahui tersebut sering

dikaitkan dengan faktor gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi

primer merupakan jenis hipertensi yang sering terjadi dengan presentase

90% dari kejadian hipertensi (Sumarta, 2020).


25

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan penyakit lain

seperti ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu (Bumi,

2017). Kondisi yang mempengaruhi ginjal, jantung, arteria tau

endokrim menyebabkan 5-10% kasus lain (hipertensi sekunder). Ada

beberapa tanda dan gejala yang bisa menunjukkan hipertensi sekunder

yaitu hipertensi yang penyebabnya jelas seperti penyakit ginjal atau

endokrin. Contohnya yaitu obesitas pada dada dan perut, intoleransi

glukosa, wajah bulat seperti bulan, punuk kerbau. Selain itu, penyakt

tiroid dan akromegali juga dapat menyebabkan hipertensi yang

memiliki tanda dan gejala yang khas. Perut besar memungkinkan

mengidikasikan stenois arteri renalis atau penyempitan arteri yang

mengedarkan darah ke ginjal (Sumarta, 2020).

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 (Nurarif &

Kusuma, 2016) yaitu:

a. Hipertensi primer (essensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi yang 90% tidak diketahui

penyebabnya. Berikut merupakan beberapa faktor yang dikaitkan

dengan berkembaangnya hipertensi primer:

1) Genetik Merupakan individu yang keluarganya memiliki potensi

lebih tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.


26

2) Jenis kelamin dan usia Untuk laki-laki berusia 35-50 tahun dan

untuk wanita yang sudah menopause berisiko tinggi mengalami

hipertensi

3) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak Mengkonsumsi

garam yang tinggi atau mengkonsumsi makanan yang mengandung

lemak yang tinggi secara langsung dapat menyebabkan penyakit

hipertensi.

4) Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan

ideal bisa menyebabkan penyakit hipertensi.

5) Gaya hidup merokok dan mengkonsumsi alcohol Merokok dan

mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan hipertensi karena reaksi

bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya.

Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa faktor peyakit

diantaranya yaitu:

1) Coarctatio aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang terjadi

beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal.

Penyempitan pada aorta dapat menghambat aliran darah sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.

2) Penyakit parenkim dan veskular ginjal. Merupakan penyakit utama

yang menyebabkan penyakit hipertensi sekunder. Hipertensi

renovaskuler berhubungan dengan penyempitan.


27

3) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah

ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan

hipertensi disebabkan aterosklerosis atau fibrous dyplasia

(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal

terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur dan

fungsi ginjal.

4) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen) dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate

volume expantion. Tekanan darah akan Kembali normal setelah

beberapa bulan penghential oral kontrasepsi.

5) Gangguan endokrin. Adrenal mediate hypertension disebabkan

karena kelebihan primer aldosterone, kortisol, dan katekolamin

6) Obesitas dan malas berolahraga

7) Stress dapat menyebabkan hipertensi untuk sementara waktu

8) Kehamilan

9) Luka bakar

10) Peningkatan tekanan vascular

11) Merokok.

4. Klasifikasi Hipertensi

a. Menurut Tambayong (dalam Nurarif H.H., & Kusuma H. 2016),

klasifikasi hipertensi yang berdasarkan tekanan darah sistolik dan

diastolik adalah:
28

Tabel 2.1 Klasifikasi derajat hipertensi secara klinis

No Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
1 Optimal < 120 < 80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
5 Grade 1 (Ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (Sedang) 160-179 100-99
7 Grade 3(Berat) 180-209 100-119
8 Grade 4 (Sedang Berat) ≥210 ≥210
Sumber : Tambayong dalam Nurarif A.H., & Kusuma H (2016)

b. Klasifikasi hipertensi Menurut World Health Organization (dalam

Noorhidayah, S .A. 2016):

1) Tekanan darah yang normal yaitu apabila sistolik kurang atau sama

dengan 140 mmHg dan diastolik kurang dari atau sama dengan 90

mmHg.

2) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu apabila sistolik 141-

149 mmHg dan diastoliknya 91-94 mmHg.

3) Hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu apabila sistolik lebih

besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau

sama dengan 95 mmHg.

5. Manifestasi Klinis

Hipertensi Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H.,

2016), tanda dan gejala hipertensi yaitu:

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan pada tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh


29

dokter yang memeriksa. Hal ini berarti arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan darah yang tidak teratur.

b. Gejala yang lazim

Gejala yang biasanya menyertai hipertensi yaitu nyeri kepala dan

kelelahan. Dalam kenyataannya hal ini merupakan gejala yang lazim

mengenai kebanyakan pasien yang meminta pertolongan medis.

Beberapa tanda dan gejala pasien yang mengalami hipertensi yaitu :

1) Sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epistaktis

8) Kesadaran menurun

6. Faktor resiko hipertensi

Menurut Aulia, R. (2017) faktor resiko hipertensi dibagi menjadi 2

yaitu:

a. Faktor yang tidak dapat diubah

1) Riwayat keluarga

Seseorang yang memiliki keluarga seperti ayah, ibu, saudara

kandung, kakek dan nenek yang menderita hipertensi akan lebih

beresiko terkena hipertensi.


30

2) Usia

Tekanan darah akan cenderung meningkat dengan bertambahnya

usia. Untuk laki-laki akan meningkat pada usia diatas 45 tahun

sedangkan untuk wanita akan meningkat pada saat usia diatas 55

tahun.

3) Jenis kelamin

Hipertensi pada orang dewasa biasanya lebih banyak ditemukan

pada laki-laki dari pada pada wanita.

4) Ras/etnik

Hipertensi dapat menyerang semua orang tanpa memandang ras dan

etnik.

b. Faktor yang dapat diubah

Kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi

antara lain:

1) Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

hipertensi, karena rokok mengandung nikotin. Nikotin terserap

pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Didalam

otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas

epinefrin atau adrenalin yang akan menyempatkan pembuluh darah

dan akan memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah

yang lebih tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y., 2013).


31

2) Kurang aktivitas fisik

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Jika kurang melakukan

aktivitas fisik maka faktor risiko independent untuk penyakit kronis

dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan kematian

secara global (Iswahyuni, S., 2017).

3) Konsumsi Alkohol

Alkohol mempunyai efek yang hampir sama dengan karbon

monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah akan

menjadi lebih kental dan jantung dipaksa mempompa darah lebih kuat

lagi agar sampai ke jaringan mencukupi (Komaling, J.K., Suba, B.,

Wongkar, D., 2013). Maka dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi

alkohol dapat menyebabkan tekanan darah naik. \

4) Kebiasaan minum kopi

Salah satu zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah

adalah kafein. Didalam tubuh manusia kafein bekerja dengan cara

memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa

di dalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah,

setelah mengkonsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan

bertahan hingga 12 jam (Indriyani dalam Bistara D.N., & Kartini Y.,

2018).
32

5) Kebiasaan konsumsi makanan yang banyak mengandung garam

Konsumsi garam secara berlebihan akan mengakibatkan tekanan darah

meningkat. Menurut Sarlina, Palimbong, S., Kurniasari, M.D., Kiha,

R.R. (2018), natrium merupakan kation utama dalam cairan

ekstraseluler tubuh yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan

cairan. Natrium yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan

cairan dalam tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites dan

hipertensi. Kebiasaan konsumsi makanan yang mengandung lemak

Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A., Rattu A.J.M., Punuh M.I.,

2016) lemak yang ada didalam makanan atau hidangan memberikan

kecenderungan untuk meningkatkan kolesterol darah, terutama lemak

hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi

bertalian dengan meningkatkan prevalensi penderita penyakit

hipertensi.

7. Komplikasi hipertensi

Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi hipertensi yaitu:

a. Stroke

Stroke bisa terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan pada pembuluh

darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang

mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan

terbentuknya aneurisma.
33

b. Infark miokardium

Infark miokardium terjadi pada waktu arteri coroner mengalami

arterosklerotik tidak bisa menyuplai oksigen yang cukup ke

miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran

darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik

dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan oksigen miokardium tidak

dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan

infark.

c. Gagal ginjal

Kerusakan ginjal disebabkan karena tingginya tekanan pada kapiler-

kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah akan

mengalir ke inti fungsional ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut

menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan

protein keluar melalui urin dan terjadi tekanan osmotik koloid plasma

berkurang sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.

d. Ensefalopi

Kerusakan otak atau ensefalopi terjadi pada hipertensi maligna

(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekana

yang tinggi disebabkan karena kelainan yang membuat peningkatan

tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium

dieluruh susunan saraf pusat, yang mengakibatkan neuro-neuro

disekitarnya terjadi koma dan kematian.


34

8. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus

yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron pre- ganglion melepaskan asetilkolin, yang

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.

Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat

bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal

menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal

menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.

Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada


35

akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung

menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016)

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim

ginjal dengan gagal ginjal akut.

3) Darah perifer lengkap

4) Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)

b. EKG

1) Hipertrofi ventrikel kiri

2) Iskemia atau infark miocard

3) Peninggian gelombang P

4) Gangguan konduksi

c. Foto Rontgen

1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.

2) Pembendungan, lebar paru

3) Hipertrofi parenkim ginjal

4) Hipertrofi vascular ginjal (Aspiani, 2016).


36

10. Penatalaksanaan

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan

terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140

mmHg dan tekanan distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko.

Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat

antihipertensi (Aspiani, 2016).

Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan setara

non-farmakologis, antara lain:

a. Pengaturan diet Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup

sehat atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan

dapat memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang

dianjurkan:

1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah

pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat

mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat

berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang

dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

2) Diet tinggi kalium , dapat menurunkan tekanan darah tetapi

mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat

menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat

pada dinding vascular.


37

3) Diet kaya buah dan sayur

4) Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

b. Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan berat

badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban

kerja jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan

bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi

ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif

untuk menurunkan tekanan darah.

c. Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari,berenang, bersepeda bermanfaat

untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.

d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk

mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui

menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja

jantung. (Aspiani, 2016)

C. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada lansia merupakan pengkajian yang

dilakukan secara menyeluruh dengan memperhatikan aspek biologis,

psikologis, sosisal, spiritual lansia. Data pengkajian dapat diperoleh baik


38

dari data subyektif (data yang didapatkan/disampaikan langsung oleh lansia)

data obyektif (data yang perawat dapatkan melalui observasi dan hasil

pemeriksaan terhadap klien. (Damanik, 2019).

Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada pengkajian asuhan keperawatan

adalah :

a. Data Demografi : Pada data demografi, akan didapatkan data-data terkait

dengan identitas klien seperti nama, usia, jenis kelamin, agama, dan

alamat klien. Kemudian data jumlah keturunan klien seperti jumlah anak

dan cucu klien. Selanjutnya data terkait nama suami/istri dan umurnya.

b. Riwayat Keluhan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan sindrom

imobility adalah klien mengeluh nyeri pada persendian, adanya

keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas

2) Riwayat penyakit sekarang

Adanya keluhan nyeri dan kekakuan pada tangan atau kaki, perasaan

tidak nyaman dalam beberapa waktu sebelum mengetahui dan

merasakan adanya perubahan pada sendi.

c. Pemeriksaan Fisik

Data yang dapat dikaji melalui wawancara yaitu :

1) Pandangan lanjut usia terkait kesehatannya

2) Kegiatan yang masih mampu dilakukan lanjut usia

3) Kebiasaan lansia dalam melakukan perawatan dirinya


39

4) Kemampuan kekuatan fisik lanjut usia

5) Kebiasaan lanjut usia terkait makan, minum. Istirahat/tidur, buang air

besar/buang air kecil

6) Kebiasaan lanjut usia dalam melakukan gerak badan/olahraga/senam

7) Perubahan-perubahan pada fungsi tubuh yang paling bermakna pada

lanjut usia

8) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatannya serta

kebiasaanya dalam pengguaan obat-obatan

9) Pengkajian masalah seksual lansia

Data yang dapat dikaji melalui pemeriksaan inspeksi, auskultasi,

perkusi, dan palpasi yaitu sebagai berikut

1) Pengkajian system persarafan :

a) Kesimetrisan raut wajah, tingkat kesadaran : apakah lansia

mengalami pikun atau terjadi penurunan data ingat.

b) Mata : pergerakan, penglihatan, dan penyakit penyerta

c) Pupil : kesamaan; isokor/anisokor

d) Ketajaman penglihatan : jangan diuji didepan jendela,

penggunaan gambar dan tangan, cek kondisi kacamata

e) Mengkaji adanya gangguan sensorik

f) Ketajaman pendengaran : apakah menggunakan alat bantu dengar,

tunitus, dan serumen

g) Mengkaji rasa sakit atau nyeri : Palliatif (P), Quality (Q), Regio
40

(R), Symtom (S), Time (T)

2) System kardiovaskuler :

Sirkulasi perifer: warna dan kehangatan, pembengkakan vena

jugularis, pusing, edema, denyut nadi apical, nyeri dada

3) System gastrointestinal :

Status gizi, inkontinensia alvi, diare, konstipasi, keadaan perut, bising

usus, rongga mulut, rahang, keadaan gigi, mengunyah, dan menelan,

mual dan muntah, anoreksia, pemasukan diet

4) Sistem genitourinarius :

Mengkaji warna dan bau urine, pemasukan cairan, pengeluaran cairan,

tekanan/desakan, frekuensi buang air kecil, inkontinensia urine,

distensi kandung kemih, mengkaji seksualitas klien terkait minat

melakukan hubungan seksual, dan berapa kali frekuensinya.

5) Sistem kulit :

Mengkaji keadaan kulit; temperature, pigmen, turgor kulit, kaji ada

tidaknya luka terbuka dan luka robekan, tingkat kelembapan kulit.

Mengkajia keadaan kuku, adanya tidaknya jaringan parut, keadaan

rambut, serta gangguan-gangguan umum yang terjadi

d. Psikologis :

Mengkaji pengenalan masalah-masalah utama lansia, sikapnya

terhadap proses penuaan yang dialami, perasaan dibutuhkan, harapan

saat ini dan harapannya yang akan datang, kegagalan lansia yang

pernah dialami, penyesuaian diri terhadap perubahan yang dialami,


41

koping stressor, pandangan lansia terhadap kehidupan, serta mengkaji

adanya perubahan fungsi kognitif seperti penurunan daya ingat, proses

piker, orientasi waktu, alam perasaan yang dirasakan dan kemampuan

lansia dalam menyelesaikan masalahnya.

e. Sosial Ekonomi :

Mengkaji sumber keuangan, hubungan dengan orang lain

dilingkungan sekitar, pandang terhadap lingkungannya, kegiatan

organisasi, penyaluran hobi/keinginan sesuai fasilitas yang ada,

kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang, mengkaji teman tinggal

lansia,

f. Spiritual :

Mengkaji terkait kegiatan ibadah lansia, agama yang dianut,

kegiatan keagamaan yang dilakukan, cara lanjut usia dalam

penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, serta mengkaji terkait

bagiamana penampilan lansia.

g. Psikososial :

Mengkaji tingkat ketergantungan lansia terhadap orang lain,

bagaimana fokus diri, serta perhatian dan rasa kasih kasih saying yang

dirasakan.

h. Pengkajian status fungsional dengan menggunakan Indeks Katz

adalah Pemeriksaan kemandirian lansia


42

Tabel 2.2 Indeks Katz

SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
kamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-
hari, kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-
hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-
hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-
hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu
fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-
hari,
kecuali mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak dapat


diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.

i. Pengkajian status kognitif dan afektif dengan Short Portable Mental

Status Questionnaire (SPMSQ) adalah penilaian fungsi intelektual

lansia

Benar Salah No Pertanyaan


√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:
1) Salah 0-3: fungsi intelektual utuh

2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan


43

3) Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang

4) Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat

j. Pengkajian skala depresi geriatric (GDS) dengan Short Form

k. Pengkajian skala jatuh morse (Morse Fall Scale/MFS)

l. Pengkajian status social dengan menggunakan APGAR keluarga

m. Pengkajian Barthel Indeks

n. Penilaian potensi dekubitus (Skor Norton)

Tabel 2.3 Skor Norton

Persepsi 1 2 3 4
Sensori Terbatas Sangat Agak Terbatas Tidak terbatas
penuh terbatas
Kelembapan Lembab Sangat Kadang lembab Jarang Lembab
konstan lembab
Aktifitas Di tempat Dikursi Kadang jalan Jalan Keluar
tidur
Mobilisasi Imobil Sangat Kadang Tidak Terbatas
penuh terbatas terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Sempurna
Adekuat
Gerakan/ Masalah Masalah Tidak Ada Sempurna
cubitan Resiko Masalah
Total skor

Keterangan :

Pasien dengan total nilai :

a) <16 mempunyai risiko terkena dekubitus

b) 15/16 risiko rendah

c) 13/14 risiko sedang

d) <13 risiko tinggi


44

o. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan

MMSE (Mini Mental Status Exam)

Tabel 2.4 Mini Mental Status Exam

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun : 2022
b. Musim : Hujan
c. Tanggal : 17
d. Hari : Selasa
e. Bulan : Mei
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara : Indonesia
b. Provinsi : Lampung
c. Kota : Liwa
d. Di : Gunung Kemala
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik dan mengatakan
asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi, Bunga.
*Klien mampu menyebutkan kembali
obyek yang di perintahkan
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka
dan 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5
kalkulasi kali / tingkat:
(93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung pertanyaan
semuanya.
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada no 2 (registrasi) tadi. Bila
benar, 1 point masing-masing obyek.
*Klien mampu mengulang obyek yang
disebutkan
5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan
tanyakan nama pada klien
a. Misal jam tangan
b. Misal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata
berikut: “tidak ada, jika, dan, atau,
tetapi”. Bila benar nilai satu poin
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak
ada, tetapi
Minta klien untuk menuruti perintah
berikut terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua
dan taruh dilantai”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
45

c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut ( bila aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis
satu kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien
bisa mengambil kertas, melipat jadi
dua, dan menaruh di bawah sesuai
perintah. klien dapat menulis satu
kalimat.
Total Nilai 29

p. Pengkajian Keseimbangan

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

alaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(SDKI, 2017).

Adapun Diagnosis Keperawatan yang dapat terjadi pada lansia dengan

Hipertensi, yaitu :

a. Anietas (D.0080)

1) Definisi

Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang

tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan

individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

2) Penyebab :
46

a) Krisis situasional

b) Kebutuhan tidak terpenuhi

c) Krisis maturasional

d) Ancaman terhadap konsep diri

e) Ancaman terhadap kematian

f) Kekhawatiran mengalami kegagalan

g) Disfungsi system keluarga

h) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan

i) Factor keturunan (tempramen mudah teragitasi sejak lahir)

j) Penyalahgunaan zat

k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan lain-lain)

l) Kurang terpapar informasi

3) Gejala dan Tanda Mayor :

Subjektif

a) Merasa binggung

b) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

c) Sulit berkonsentrasi

Objektif

a) Tampak gelisah

b) Tampak tegang

c) Sulit tidur

4) Gejala dan Tanda Minor :

Subjektif
47

a) Mengeluh pusing

b) Anoreksia

c) Palpitasi

d) Merasa tidak berdaya

Objektif

a) Frekuensi napas meningkat

b) Frekuensi nadi meningkat

c) Tekanan darah meningkat

d) Diaphoresis

e) Tremor

f) Muka tampak pucat

g) Suara bergetar

h) Kontak mata buruk

i) Sering berkemih

j) Berorientasi pada masa lalu

5) Kondisi Klinis Terkait :

a) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun)

b) Penyakit akut

c) Hospitalisasi

d) Rencana operasi

e) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas

f) Penyakit neurologis Tahap tumbuh kembang

b. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)


48

1) Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri

2) Penyebab

a) Kerusakan struktur tulang

b) Perubahan metabolisme

c) Ketidakbugaran fisik

d) Penurunan kendali otot

e) Penurunan massa otot

f) Kekakuan sendi

g) Kontraktur

h) Nyeri

i) Kecemasan gangguan sensoripersepsi

3) Gejala dan tanda mayor

Subjektif :

• Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif

• Kekuatan otot menurun

• Rentang gerak (ROM) menurun

4) Gejala dan tanda minor

Subjektif

• Nyeri saat bergerak

• Enggan melakukan pergerakan


49

• Merasa cemas saat bergerak

Objektif

• Sendi kaku

• Gerakan tidak terkoordinasi

• Gerakan terbatas

• Fisik lemah

5) Kondisi klinis terkait

• Cedera medulla spinalis

• Trauma

• Fraktur

• Osteoarthritis

• Keganasan

c. Nyeri Kronik (D.0078)

1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

lebih dari 3 bulan.

2) Penyebab

a) Kondisi musculoskeletal kronik

b) Kerusakan system saraf

c) Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor

d) Gangguan imunitas
50

e) Gangguan fungsi metabolic

f) Kondisi pasca trauma

g) Tekanan emosional

3) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

a) Mengeluh nyeri

b) Merasa depresi (tertekan)

Objektif :

a) Tampak meringis, gelisah

b) Tidak mampu menuntaskan aktivitas

4) Gejala dan tanda minor

Subjektif ;

Merasa takut mengalami mengalami cedera berulang

Objektif :

 Bersifat protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)

 Pola tidur berubah

 Anoreksia

 Berfokus pada diri sendiri

5) Kondisi klinis terkait

a) Kondisi kronik (mis. Arthritis reimatoid)

b) Infeksi

c) Cedera medulla spinalis

d) Kondisi pasca trauma


51

e) Tumor

d. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

1) Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.

2) Penyebab

a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b) Tirah baring

c) Kelemahan

d) Imobilitas

3) Tanda dan Gejala Mayor dan Minor

Subyektif

a) Kelelahan

b) Dispnea sesudah beraktivitas

c) Klien mengeluh tidak nyaman

Obyektif

a) Saat tubuh istirahat frekuensi jantung menjadi meningkat diatas

20%

b) Gambaran EKG Aritmia, iskemia dan sianosis

4) Kondisi klinik

a) Gangguan muskuloskeletal

b) Penyakit katup jantung

c) Aritmia

d) Gangguan metabolic
52

e. Risiko Jatuh (D.0143)

1) Defenisi

Beresiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat

terjatuh

2) Faktor Resiko

a) Umur lebih dari 65 tahun

b) Riwayat jatuh

c) Gangguan penglihatan

d) Gangguan keseimbangan

e) Gangguan pendengaran

f) Kekuatan otot menurun

g) Lingkungan tidak aman

3) Kondisi klinik terkait

a) Osteoporosis

b) Demensia

c) Anemia

d) Imobilisasi

e) Stroke

f. Defisit Perawatan Diri (D.0109)

1) Definisi

Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan

diri.
53

2) Penyebab

 Gangguan musculoskeletal

 Ganguan neuromuskuler

 Kelemahan

 Gangguan psikologis dan/atau psikotik

 Penurunan motivasi/minat

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

Menolak melakukan perawatan diri

Objektif :

Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias

secara mandiri

Minat melakukan perawatan diri kurang

4) Kondisi klinik terkait

a) Depresi

b) Arthritis

c) Demensia

d) Skizofrenia dan gangguan psikotik lain


54

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan

dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas

(SIKI, 2018).

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi


1. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan Redukasi Ansietas :
keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat anxietas menurun dengan 1. Identifikasi saat ansietas berubah (mis.
Kriteria Hasil : Kondisi, waktu, stressor)
1. Verbalisasi Kebingungan 2. Monitor tanda anxietas (verbal dan non
menurun verbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik
kondidi yang dihadapi menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menurun menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
5. Keluhan pusing menurun kecemasan , jika memungkinkan
6. Anoreksia menurun 3. Gunakan pedekatan yang tenang dan
7. Palpitasi menurun meyakinkan
8. Frekuensi pernafasan menurun 4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
20 x/menit memicu kecemasan
9. Frekuensi nadi menururn 100 Edukasi
x/menit 1. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
10. Tekanan darah menurun pasien, jika perlu
120/80 mmHg 2. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
55

11. Diaforesis menurun kompetitif, sesuai kebutuhan


12. Tremor menurun 3. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
13. Pucat menurun persepsi
4. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti anxietas,
jika perlu

Terapi Relaksasi
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang menganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang
56

persiapan dan prosedur teknik relaksasi


3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan
jenis, relaksasi yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
3. Anjurkan mengambil psosisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi
fisik keperwatan 3 x 24 jam maka Observasi
diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau
meningkat dengan kriteria keluhan fisik lainnya
hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik dalam
1. Pergerkan ektremitas atas melakukan pergerakan
dan bawah meningkat 3. Monitor frekuensi dan tekanan darah
2. Rentang gerak ROM meningkat sebelum dan sesudah melakukan
mobilisasi
4. Monitor keadaan umum klien
selama melakukan mobilisasi
57

Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan Prosedur
Tindakan
2. Anjurkan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
dapat dilakukan (mis. Duduk ditempat
tidur, duduk disisi tempat tidur)
3 Nyeri Kronik Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kebutuhan pasien tercukupi frekuensi, kualitas nyeri
dengan ekspektasi Nyeri Akut 2. Identifikasi skala nyeri
menurun dengan kriteria 3. Identifikasi 23actor yang
hasil: memperberat dan memperingan nyeri
1. Keluhan nyeri Terapeutik
menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis
2. Meringis dapat menurun untuk mengurangi rasa nyeri
3. Gelisah menurun Edukasi
4. Tekanan darah membaik 1. Menjelaskan penyebab, periode dan
58

pemicu nyeri
2. Menjelaskan strategi mengatasi nyeri
4. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan 3x24 jam Observasi
Respon fisiologis terhadap 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
aktifitas yang membutuhkan mengakibatkan kelelahan
tenaga dapat meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
dengan kriteria hasil 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Kemudahan dalam melakukan 4. Monitor lokasi dan
aktifitas sehari- hari meningkat ketidaknyamanan selama
2. Kekuatan tubuh bagian atas melakukan aktivitas
meningkat
3. Kekuatan tubuh bagian bawah Terapeutik
meningkat 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
4. Keluhan lelah menurun rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan).
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif (ROM)
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan.
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
59

berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
5 Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh
3x24 jam Risiko jatuh Observasi
menurun dengan kriteria 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
hasil : (mis.usia >65 tahun, gangguan
1. Jatuh dari tempat tidur keseimbangan, gangguan penglihatan,
menurun neuropati, dst)
2. Jatuh saat berdiri menurun 2. Identifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan resiko jatuh
3. Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala
4. Monitor kemampuan berpindah dari
tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruang pada anggota
keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda selalu dalam kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Tempatkan pasien beresiko tinggi jatuh
dekat dengan pantauan
perawat/keluarga
60

5. Gunakan alat bantu berjalan

Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika
dibutuhkan bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
3. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
6 Defisit Setalah dilakukan Perawatan Diri
Perawatan Diri tindakan keperawatan 3x24 Observasi
diharapkan perawatan diri 1. Identifikasi kebutuhan alat bantu
klien membaik, dengan perawatan diri
kriteria hasil : Terapeutik
1. Kemampuan mandi meningkat, 1. Siapkan keperluan pribadi (sabun
2. Mempertahankan kebersihan mandi, sikat gigi, bedak, lotion
diri meningkat 2. Damping melakukan perawatan diri
hingga mandiri

Edukasi
1. Anjurkan klien melakukan perawatan diri
secara rutin dan sesuai dengan
kemampuaan.
61

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada lansia adalah tahap dimana perawat

melakukan tindakan rencana keperawatan untuk mengotimalkan keadaan

lansia agar mampu produktif dan mandiri dengan memperhatikan beberapa

hal seperti bahaya-bahaya fisik yang kemungkinan terjadi dan memberikan

perlindungan kepada lansia, menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang

baik dan benar, memahami standar oprasional procedure yang benar, dan

memperhatikan hak-hak lansia serta mengetahui tingkat perkembangan lanjut

usia (Damanik, 2019).

5. Evaluasi Keperawatan

Adapun evaluasi keperawatan menurut Damanik (2019) terbagi dalam

beberapa tahap yaitu :

1. Evaluasi struktur

Evaluasi struktur adalah evaluasi yang memfokuskan pada kondisi

lingkungan tempat pemberian atau peleyanan keperawatan dengan

memperhatikan tata cara pemberian pelayananan keperawatan karena hal

ini dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam proses keperawatan

2. Evaluasi proses

Evaluasi proses adalah evaluasi yang memfokuskan pada kinerja perawat

dalam melakukan asuhan keperawatan baik pada saat melakukan

wawancara, melakukan pemeriksaan fisik, keakuratan dalam

merumuskan suatu diagnose keperawatan, serta kemampuan perawat


62

dalam melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar

operasional prosedur

3. Evaluasi hasil

Evaluasi hasil adalah evaluasi yang berfokus pada respon klien setelah

diberikan intervensi keperawatan dengan memperhatikan tujuan

pencapaian dan kriteri hasil.

Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi

sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan antara

SOAP (Subjektive-Objektive-Assesment-Planning) dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah ditetapkan.

S : (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia

setelah tindakan diberikan.

O : (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan

dilakukan.

A : (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan

objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan

bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.

P : (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan

berdasarkan hasil analisis.


63

D. Evidence Based Nursing (EBN)

Konsep Ansietas

1. Definisi

Berdasarkan kamus Bahasa Inggris kecemasan yaitu anxiety yang

berasal dari Bahasa Latin angustus yang artinya kaku dan ango / anci yang

berarti mencekik (Trismiati, dalam Yuke Wahyu Widosari, 2010).

Selanjutnya Steven Schwartz, S (2000) mengungkapkan bahwa kecemasan

berasal dari Bahasa Latin yaitu anxius, yang berarti penyempitan atau

pencekikan. Kecemasan merupakan periode emosional buruk yang ditandai

dengan kekhawatiran dan somatik ketengangan, seperti jantung berdebar-

debar, berkeringat dan sesak nafas..

Anasietas merupakan ketidakmampuan sesorang mengalami paksaan

realitas (lingkungan), rasa tidak aman, kesulitan menghadapi tekanan

kehidupan sehari-hari (Yusuf, 2009). Dikuatkan oleh Sarlito Wirawan

Sarwono (2012) bahwa kecemasan merupakan rasa takut seseorang yang

tidak jelas objek dan alasannya. Jeffrey S. Nevid, dkk (2005)

mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan emosional

yang ditandai dengan keterangsangan fisiologis, perasaan tegang dan

perasaan curiga bahwa sesuatu buruk akan terjadi. Senada dengan itu, Gail

W. Stuart (2006) juga mengungkapkan bahwa kecemasan adalah

kekhawatiran yang tidak jelas dan berhubungan dengan perasaan tidak pasti

dan tidak berdaya. Dari bebrapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

ansietas merupakan perasaan emosi yang ditandai dengan rasa tidak


64

nyaman, 22 perasaan khawatir dan perasaan tidak mampu serta tidak pasti

yang ditimbulkan oleh suatu hal yang tidak jelas.

2. Etiologi

Menurut Suliswati, (2005) ada 2 faktor yang mempengaruhi

kecemasan yaitu :

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan yaitu :

1) Peristiwa traumatik berhubungan dengan krisis perkembangan atau

situasional yang terjadi pada individu.

2) Konflik emosional : konflik yang terjadi antara id dan superego atau

antara kemauan dan kenyataan yang tidak diselesaikan dengan baik.

3) Ketidakmampuan individu dalam berfikir secara realitas akibat

terganggunya konsep diri.

4) Frustasi akan menyebabkan ketidakmampuan dalam mengambil

keputusan yang berdampak pada ego.

5) Gangguan fisik merupakan gangguan integritas fisik yang dapat

mengubah konsep diri.

6) Metode koping keluarga dan pola keluarga dalam menghadapi

masalah kecemasan dapat megubah individu dalam merespon konflik.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga.

8) Pengobatan benzodiazepine dapat mempengaruhi kecemasan karena

benzodiazepine dapat mehimpit neurotransmitter gamma amino

butyric acid (GABA) yang mengontrol neuron diotak yang bertugas


65

menghasilkan kecemasa.

b. Faktor Prepitasi

1) Ancaman terhadap integritas fisik, yaitu :

a) Sumber internal, meliputi kegagalam proses fisiologi, sistem imu,

regulasi, suhu tubuh dan perubahan biologis normal.

b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak

adekuatnya tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri, yaitu :

a) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan

interpersonal dirumah dan ditempat kerja. Berbagai ancaman

terhadap integritas fisik.

b) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai,

perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial

budaya.

3. Tanda dan Gejala Ansietas

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk (2005) mengemukakan bahwa ada

beberapaa gejala kecemasan, yaitu sebagai berikut :

a. Gejala Fisik Kecemasan : Kegelisahan atau kegugupan, anggota gerak

tubuh begetar atau gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, sulit

bernafas, jantung berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang

bergetar, tangan yang dingin dan lembab, pening atau pingsan, dan wajah

terasa memerah
66

b. Gejala Behavioral Kecemasan : Perilaku menghindar, perilaku yang

terpaku dan dependen, dan perilaku terguncang

c. Gejala Kognitif Kecemasan : khawatir tentang sesuatu, perasaan terusik

akan kepanikan terhadap sesuatu yang akan terjadi, keyakinan bahwa

sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan

ketidakcakapan dalam menghadapi masalah , pikiran terasa tercampur

aduk atau kebingungan dan sulit berkonsentrasi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) menyebutkan gejala dan

tanda pada ansietas, antara lain sebagai berikut :

a. Gejala dan Tanda Mayor :

1) Subjektif

 Merasa binggung

 Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

 Sulit berkonsentrasi

2) Objektif

 Tampak gelisah

 Tampak tegang

 Sulit tidur

b. Gejala dan Tanda Minor :

1) Subjektif

 Mengeluh pusing

 Anoreksia

 Palpitasi
67

 Merasa tidak berdaya

2) Objektif

 Frekuensi napas meningkat

 Frekuensi nadi meningkat

 Tekanan darah meningkat

 Diaphoresis

 Tremor

 Muka tampak pucat

 Suara bergetar

 Kontak mata buruk

 Sering berkemih

 Berorientasi pada masa lalu

4. Jenis-jenis Ansietas (Kecemasan)

Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra,

2012) menyatakan terdapat dua bentuk kecemasan , yaitu :

a. Trait Anxiety

Trait Anxiety merupakan adanya rasa khawatir dan terancam yang

tertanam pada diri seorang individu terhadap kondisi yang sebenarnya

tidak berbahawa. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian seorang

yang memiliki potensi cemas.

b. State Anxiety

State Anxiety merupakan keadaan emosional dan keadaan kondisional

pada tubuh dengan adanya respon tegang dan khawatir yang dirasakan.
68

Sedangkan menurut Freud (dalam Feist & Feist, 2012) membedakan

kecemasan dalam tiga jenis, yaitu :

a. Kecemasan Neurosis

Kecemasan neurosis adalah perasaan cemas karena sesuatu yang tidak

diketahui. Kecemasan neurosis berada pada ego yang merupakan

ketakitan terhadap hukuman yang mungkin terjadi atas suatu insting yang

dipuaskan.

b. Kecemasan Moral

Kecemasan moral merupakan kecemasan yang berada pada ego dan

superego. Kegagalan bersikap konsisten terhadap apa yang seorang

individu yakini benar secara moral dapat memicu munculnya kecemasan.

Kecemasan moral merupakan rasa takut terhadap suara hati.

c. Kecemasan Realistik

Kecemasan realistik merupakan perasaan takut akan adanya bahaya-

bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

5. Tingkatan Ansietas (Kecemasan)

Gail W. Stuart (2006) mengemukakan bahwa kecemasan (anxiety)

memiliki tingkatan, diantaranya yaitu :

a. Ansietas Ringan

Berkaitan dengan ketengangan dalam aktivitas sehari-hari, ansietas ini

menimbulkan individu menjadi lebih waspada dan ansietas ini dapat

medukung belajar dan mewujudkan pertumbuhan serta kreativitas.


69

b. Ansietas Sedang

Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian,

individu mengalami kurang selektif namun dapat berfokus pada lebih

banyak area.

c. Ansietas Berat

Ansietas ini sangat mempersempit lapang presepsi seorang individu.

Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta

tidak berpikir tentang hal lain.

d. Tingkat Panik

Berkaitan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Seorang individu

yang kehilangan kendali dan mengalami panik tidak akan mampu

menjalankan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup

disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.

Teknik Relaksasi Otot Progresif

1. Pengertian

Teknik relaksasi progresif dapat dilakukan untuk menurunkan

ketegangan otot, mengurangi sakit kepala, insomnia serta dapat dilakukan

untuk mengurangi tingkat kecemasan. Relaksasi otot atau relaksasi progresif

adalah suatu metode yang terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok

otot serta memfokuskan pada perasaan rileks (Solehati dan Kosasih, 2015).
70

Teknik relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi relaksasi yang

diberikan kepada klien dengan menegangkan otot – otot tertentu dan kemudian

relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Setyoadi dan Kushariyadi,

2011). Teknik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan

waktu pelatihan dalam praktik. Setelah klien menjadi terampil dalam

melakukan teknik ini maka ketegangan dapat berkurang dan keadaan

fisiologis berubah (Perry dan Potter, 2006).

2. Tujuan Relaksasi Otot Progresif

Tujuan relaksasi otot (Progresif Muscle Relaxation) adalah sebagai berikut

(Solehati dan Kosasih, 2015) :

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher, dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik,

b. Mengurangi disritmia jantung,

c. Mengurangi kebutuhan oksigen,

d. Meningkatkan rasa kebugaran dan konsentrasi,

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress,

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia

ringan, gagap ringan, dan

g. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

3. Manfaat Relaksasi Otot Progresif

Manfaat relaksasi otot adalah untuk menurunkan ketegangan otot,

mengurangi tingkat kecemasan, mengurangi msaslah-masalah yang

berhubungan dengan stress, menangani hipertensi, mengurangi gejala fisik,


71

mengurangi sakit kepala, dan mengurangi insomnia. Kecemasan bila tidak

diatasi berakibat munculnya emosi negatif baik terhadap permasalahan yang

timbul akibat stress dalam sehari-hari. Relaksai ini bisa digunakan agar

seseorang kembali pada keadaan normal (Solehati dan Kosasih, 2015).

4. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Kegiatan Relaksasi

Berikut adalah hal – hal yamg perlu diperhatikan dalam melakukan

kegiatan terapi relaksasi otot progresif (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011) :

a. Jangan terlalu menegangkan otot berlebih karena dapat melukai diri.

b. Dibutuhkan waktu sekitar 20 menit dengan 1 kali terapi perhari dan

dilaksanakan selama 7 hari untuk membuat relaks.

c. Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup. Hindari

dengan posisi berdiri.

d. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.Memeriksa apakah klien

benar – benar relaks.

e. Terus – menerus memberikan intruksi.

f. Memberikan intruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

5. Mekanisme Kerja Teknik Otot Progresif Terhadap Penurunan Kecemasan

Salah satu pengelolaan diri yang didasari pada sistem syaraf simpatis

dan para simpatis. Pada saat seseorang mengalami kecemasan syaraf yang

bekerja lebih dominan yaitu sistem syaraf simpatis, sedangkan saat keadaan

relaks yang bekerja adalah sistem saraf para simpatis. Dimana saraf simpatis

dan para simpatis yang kerjanya saling berlawanan, ketika otot – otot

dirilekskan dapat menormalkan kembali fungsi – fungsi organ tubuh. Selain itu
72

gerakan relaksasi otot progresif ini menstimulasi pengeluaran hormon

endorphin yang memberikan rasa bahagia dan kenyamanan pada tubuh.

Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi di

otak dan susunan saraf tulang belakang. Endorphin bekerja mengikat reseptor

yang ada di sistem limbik, sistem limbic adalah bagian dari otak yang dikaitkan

dengan suasana hati dan emosi. Setelah seseorang melakukan relaksasi dapat

membantu tubuhnya menjadi relaks, dengan demikian dapat memperbaiki

berbagai aspek kesehatan fisik (Akbar dan Afriyanti, 2014).

6. Teknik Relaksasi Otot Progresif

Teknik relaksasi otot progresif (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011) :

a. Persiapan

1) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk

dikursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

2) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.

3) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya

mengikat ketat.

b. Tahap-tahap gerakan otot progresif

1) Gerakan 1: ditujukan untuk melatih otot tangan.

a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan

yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk

merasakan relaks
73

c) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks

yang dialami.

d) Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

2) Gerakan 2: ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot

di tangan bagian belakan dan lengan bawah menegang, jari-jari

menghadap ke langit-langit.

Gambar 2.1
Latihan otot progresif gerakan 1 dan 2 (otot tangan)

Sumber : Setyoadi dan Kushariyadi (2011)

3) Gerakan 3: ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada


bagian atas pangkal lengan).

a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

b) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biseps

akan menjadi tegang.

Gambar 2.2
74

Latihan otot progresif gerakan 3 (Otot- otot Biseps)

Sumber : Setyoadi dan Kushariyadi (2011)

4) Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya


mengendur.

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyantuh kedua telinga.

b) Fokuskan perhatian gerakan pada kontras ketegangan yang terjadi

di bahu, punggung atas, dan leher

Gambar 2.3
Latihan otot progresif Gerakan 4 (Otot-otot Bahu)

Sumber : Setyoadi dan Kushariyadi (2011)


75

5) Gerakan 5 dan 6: ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah


(seperti otot dahi, mata, rahang, dan mulut).

a) Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai

otot terasa dan kulitnya keriput.

b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar mata

dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

6) Gerakan 7: ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot rahang.

Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi

ketegangan disekitar otot rahang.

7) Gerakan 8: ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar


mulut.

Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut

Gambar 2.4
Latihan Otot progresif Gerakan 5-8 ( Otot wajah, Rahang, dan
Sekitar Mulut)
76

8) Gerakan 9: ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian


depan maupun belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan

punggung atas.

9) Gerakan 10: ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.

a) Gerakan membawa kepala ke muka.

b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di

daerah leher bagian muka.

10) Gerakan 11: ditujukan untuk melatih otot punggung

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan.

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang , sehingga relaks.

d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan

otot menjadi lemas.


77

Gambar 2.5
Latihan Otot Progresif Gerakan 9-12 (Otot Leher, Punggung,
dan Dada)

Sumber : Setyoadi dan Kushariyadi (2011)

11) Gerakan 12: ditujukan untuk melemaskan otot dada.

a) Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di

bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

c) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega

Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks.


78

Gambar 2.6 Latihan Otot progresif Gerakan 13-15 (Otot Perut


dan Kaki)

Sumber : Setyoadi dan Kushariyadi (2011)

12) Gerakan 13: ditujukan untuk melatih otot perut.

a) Tarik dengan kuat perut kedalam.

b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras, lalu dilepaskan bebas.

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.

13) Gerakan 14-15: ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti


paha dan betis).

a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang

b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

c) Tahan posisi tegang, lalu dilepas.

d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali


79

E. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kecemasan Pada


Lansia Hipertensi

Kecemasan adalah salah satu penyakit yang banyak tersebar diantara

manusia. Dalam bahasa Arab dikatakan bahwa bila sesuatu cemas, maka ia

akan bergerak dari tempatnya. Hingga bisa dikatakan bahwa bentuk kecemasan

adalah adanya perubahan atau goncangan yang berseberangan dengan

ketenangan yang Allah gambarkan dalam firman-Nya dalam surah al-Fajr ayat

26-30, 

Terjemahan

“dan tidak ada seorangpun yang mengikat seperti ikatannya, Hai jiwa yang

tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.

Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam

surge-Ku.”

Kecemasan ini pada awalnya hanyalah bisikan akan kekhawatiran.

Kemudian seseorang terlalu mendengar dan fokus pada bisikan-bisikan ini

tanpa diiringi dengan tawakal kepada Allah Swt. Sehingga makin lama

kecemasan makin melingkupi jiwa seseorang sampai bersifat mengganggu dan

patologis. Kita mengenal GAD atau General Anxiety Disorder dimana

penderita terus menerus mengkhawatirkan segala macam hal yang belum tentu

terjadi dan belum tentu ada. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diatas,

kecemasan yang patologis ini terjadi karena jiwa otonom yang mendominasi
80

fungsi psikis seseorang sehingga jiwa sadarnya sulit untuk mengordinasi

impuls-impuls dan dorongan-dorongan. Jiwa otonom ini muncul karena adanya

stressor yang membangkitkan mekanisme pertahanan mental sehingga jiwa

sadar yang mendominasi berubah menjadi jiwa otonom yang isinya berupa

‘peringatan-peringatan’ supaya jiwanya tetap waspada dan supaya jiwa

sadarnya percaya bahwa ancaman (stressor) masih tetap ada, dan mengganggu

keseimbangan psikis secara umum.

Apabila karena sesuatu stressor yang dianggap berat oleh individu itu

maka jiwa otonom muncul berlebihan, sehingga jiwa sadar tidak mampu

mengontrol keseluruhan jiwa otonom, maka aka nada jiwa otonom yang

muncul ke permukaan keasadaran menguasai sebagian kehidupan jiwanya

sehingga dirasakan sebagai suatu keadaan yang tidak nyaman. ‘Jiwa otonom’

ini merupakan unsur jiwa yang ada pada setiap orang, dalam keadaan sehat

‘jiwa otonom’ biasanya muncul hanya dalam situasi darurat bersama-sama

‘mekanisme pertahanan mental’, pada orang sehat jiwa otonom tidak dominan

karena jiwanya didominasi oleh jiwa sadar.

Apabila semua kegiatan yang baik dimulai karena niat yang ikhlas

karena Allah, dilaksanakan dengan benar, tekun, disertai perasaan hati yang

senang serta tawakal menerima nasib takdir ketentuan Allah, maka insya Allah

keseimbangan psikis tidak terganggu kesehatan jiwa pun akan terpelihara.

Kunci supaya setelah mendapatkan stressor, jiwa bisa kembali kepada

keseimbangan psikis yang nyaman adalah dengan ikhlas menerima takdir,


81

sabar, tawakal, dan mensyukuri nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya

apa adanya.

Hasil penelitian Lutfil Karim (2018) menyebutkan bahwa terapi relaksasi

otot progresif dapat menurunkan tingkat kecemasan. Terapi relaksasi otot

progresif merangsang pengeluaran zat-zat kimia endorphin dan ensephalin

serta merangsang signal otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan

aliran darah ke otak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas lansia

sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif mayoritas mengalami tingkat

kecemasan sedang yaitu sebanyak 32 orang (80%).

Penelitian Stanley (2019) tentang pemberian relaksasi otot progresif

berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi

yang efektif diberikan pada kelompok perlakuan. Hasil uji statistik Mann-

Whitney U Test untuk membandingkan selisih tingkat kecemasan pada

kelompok perlakuan dan kontrol dan didapatkan nilai p = 0.002 (p < 0,05)

dimana terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas tingkat kecemasan setelah

diberikan terapi relaksasi otot progresif mayoritas mengalami tingkat

kecemasan ringan yaitu sebanyak 29 orang (72,5%).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harmono Rudi tahun 2020 yang

berjudul “Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer”. Penelitian ini menggunakan desain

quasi experiment dengan tehnik pengambilan sampel consecituve sampling.

Besar sampel adalah 40 responden, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok


82

kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan melakukan terapi

relaksasi otot progresif selam 15 menit setiap latihan, sehari dua kali dan

dilakukan selama 6 hari. Kedua kelompok dilakukan pengukuran tekanan darah

sebelum dan sesudah pada hari ke II, IV, dan VI. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa setelah latihan relaksasi otot progresif ada penurunan tekanan darah

sistolik sebesar 16,65 mmHg dan tekanan darah diastolik mengalami

penurunan sebesar 3,8 mmHg. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan

relaksasi otot progresif secara bermagna dapat menurunkan tekanan darah

sistolik hipertensi primer ( p Value = 0,0075 ; a = 0,05), sedangkan pada

tekanan darah diastolik latihan relaksasi otot progresif ini tidak menurunkan

tekanan darah secara bermakna (p Value = 0,058 ; a = 0,5).

Penelitian Praptini (2016) yang berjudul “Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif Terhadap tingkat Kecemasan Pasien Kemoterapi Di Rumah Singgah

Kanker Denpasar “ Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker

yang berada di rumah singgah sebanyak 22 orang yang dibagi kedalam dua

kelompok yakni kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok

perlakuan diberikan latihan relaksasi otot progresif selama 15 menit yang

dilakukan selama tiga hari pada pagi dan sore hari. Data pada kelompok

perlakuan menunjukkan sebelum diberikan latihan relaksasi otot progresif,

sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 6

responden (55%), dan setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif

sebanyak 6 kali (3 hari setiap pagi dan 9 sore) didapatkan data tidak ada

responden yang mengalami kecemasan berat (0%). Sedangkan pada kelompok


83

kontrol didapatkan hasil tidak ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan

setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan rentang kecemasan ringan

sampai tidak ada kecemasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indriana tahun 2018 yang

berjudul “Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stress Pada

Penderita Asma” Dari hasil penelitian didapatkan bahwa teknik relaksasi otot

progresif yang diberikan dapat membantu mengurangi tingkat stres dan gejala

stres yang dirasakan oleh kedua subjek yang mempunyai penyakit asma.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ernawati 2017 yang berjudul

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Kecemasan Pada

Lanjut Usia Hipertensi Di Desa Gayam Kecamatan Sukoharjo Kabupaten

Sukoharjo “ yaitu penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

terjadinya kecemassan pada lanjut usia Hipertensi di Desa Gayam Kecamatan

Sukoharjo, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor insomnia dan faktor

gaya hidup secara bersama sama mempengaruhi tingkat kecemasan pada lansia

Hipertensi di Desa Gayam Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo sebesar

40%.

Menurut teori Liana, 2015 dalam Sari (2018) mengemukakan salah satu

gerakan relaksasi otot progresif adalah relaksasi genggam jari merupakan

sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan.

Menggenggam jari disertai dengan menarik nafas dalam dapat mengurangi

ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan menghangatkan titik-

titik masuk dan keluarnya energi pada meridian (saluran energi) yang
84

berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh yang terletak pada jari

tangan. Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara refleks

(spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan

semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak kemudian di proses dengan

cepat dan diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami

gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar. Relaksasi

genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang akan

membuat tubuh menjadi rileks. Ketika tubuh dalam keadaan rileks, maka

ketegangan pada otot berkurang yang kemudian akan mengurangi kecemasan

(Yuliastuti, 2015 dalam Sari, 2018),

Teori yang dikemukakan Heroes, 2010 dalam setyoadi dan kushariyadi

(2021) menyebutkan bahwa Teknik relaksasi otot progresif memusatkan

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan melakukan teknik relaksasi untuk

perasaan relaks. Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu cara

teknik relaksasi yang mengkombinasi latihan nafas dalam dan serangkaian

relaksasi otot tertentu. Meregangkan otot agar menjadi rileks adalah sebuah

paradoks yang jitu. Ketika kita stres atau marah, otot-otot kita bersiap untuk

“bertarung atau mundur” dengan menegang berancang-ancang untuk bereaksi.

Dr Edmund Jacobson psikolog di tahun 1920-an menemukan bahwa respon

relaksasi yang mendalam bisa dicapai dengan mengajarkan pasien

membedakan antara ketehangan dengan relaksasi, pendekatannya sangat

sederhana. Selama bertahun-tahun dikembangkan teknik relaksasi otot

progresif, tidak jarang teknik itu digabungkan dengan pernapasan diafragmatis,


85

percakapan-diri/instruksi dan khayalan. Cara ini sederhana dan sangat efektif

bagi klien-klien saya. Robert (2007) Keadaan rileks adalah keadaan saat

seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora

atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak berarti merendahnya gairah untuk

bermain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan. Untuk mencapai keadaan

tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif

maupun pasif.. Prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif.

Sementara itu prosedur pasif berarti seseorang dapat mengendalikan

munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.

Teknik relaksasi pertama kali dikembangkan oleh Edmund Jacobsen pada awal

tahun 1920-an. Jacobsen mengemukakan bahwa 64 seseorang yang sedang

berada dalam keadaan sepenuhnya rileks tidak akan memperlihatkan respon

emosional seperti terkejut terhadap suara keras. Pada tahun 1938, Jacobsen

merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian menjadi cikal bakal

munculnya apa yang disebut sebagai Latihan Relaksasi Progresif (Progressive

Relaxation Training). Dengan latihan relaksasi, Jacobsen percaya bahwa

seseorang dapat diubah menjadi rileks pada otot-ototnya. Sekaligus juga latihan

ini mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat

maupun pada sistem saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan

segar dan sehat. Singgih (2018)

Namun pengobatan yang paling agung dan paling bermanfaat adalah

Alquran al-Karim. Telah ditegaskan dalam banyak nas-nas syar’i bahwa

Alquran merupakan media penyembuhan yang bermanfaat dan efektif untuk


86

mengobati berbagai penyakit ruhani dan jasmani. Tentu saja syaratnya harus

yakin dan tidak tergesa-gesa. Sebagaimana telah terbukti nyata dalam realita

kehidupan manusia semenjak zaman Nabi Saw. hingga hari ini, dimana

banyak umat manusia yang dapat mengambil manfaat melalui pengobatan

dengan Alquran ini. Dalam Alquran kata penyembuhan (syafa dan segala

turunannya) berulang sebanyak 8 kali. Namun yang mengandung pengertian

penyembuhan dan yang berkaitan dengannya disebutkan sebanyak 6 kali

yaitu pada surat alNahl [16]: 69, surat al-Isrâ’ [17]: 82, surat Fushilât [41]:

44, dan surat Yunûs [10]: 57. Firman Allah dalam QS Al-Isra (17) ayat 82,

berbunyi :

Terjemahnya :

“82. Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim

(AlQur’an itu) hanya akan menambah kerugian.”

Pada surat al-Isrâ’ [17]: 82, syifâ’ dimaknakan sebagai penawar. Menurut

al-Razi lafadz min di sini bukan mengandung pengertian li tab’îdh (untuk

sebagian) akan tetapi mengandung makna untuk menyeluruh. Maka makna

dari ayat tersebut adalah “wa nunazzilu min haza al-jins allazi huwa Alquran

ma huwa syifâ”. Maka seluruh ayat-ayat Alquran merupakan penyembuh dan

penawar bagi seluruh orang-orang yang beriman. Dan Alquran menurutnya


87

merupakan penawar bagi seluruh penyakit ruhani maupun jasmani (Ali,

2015).
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Data Kasus Kelolaan


1. Pengkajian
a. Data Demografi :
Nama Lansia : Ny. "S"
Umur : 75 Tahun
Alamat : Pekon Canggu, Lampung Barat
Jenis Kelamin : Perempuan
Jumlah keturunan :
Anak : Klien mengatakan mempunyai anak 5 orang
Cucu : Klien mengatakan memiliki 9 cucu
Nama Suami/Istri : tn "S"
Umur : 76 Tahun

b. Pengkajian
Keluhan Utama : Cemas
Riwayat Keluhan : Klien mengatakan merasa khawatir dengan
Utama kondisi dirinya. Klien mengatakan nyeri
kepala yang semakin sering muncul
membuat dirinya semakin cemas dan stres.
Nyeri yang dirasakan sejak beberapa bulan
yang lalu.
P : Nyeri dirasakan ketika bergerak
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : Nyeri pada pinggang dan bahu
S : Skala nyeri 6 (sedang)
T : Nyeri dirasakan hilang timbul dengan
durasi 1-3 menit Klien juga mengatakan sulit
untuk memulai tidur dan tidak ada nafsu
makan.

1) Fisik
wawancara
 Pandangan lanjut usia : Klien mengatakan mengalami
tentang kesehatannya masalah pada penglihatannya,
pendengaran dan pergerakannya.
 Kegiatan yang mampu : Klien mengatakan masih mampu
dilakukan lanjut usia berpakaian, makan, mandi, dan
BAK/BAB sendiri, walaupun dengan

88
89

cara merangkak menggunakan kursi.


 Kebiasaan lanjut usia : Klien mengatakan mandi 2x sehari
merawat diri sendiri dan mengganti pakaian sendiri.
 Kekuatan fisik lanjut : a. Kekuatan otot
usia: otot, sendi, 4 2
penglihatan dan 4 2
pendengaran Klien kesulitan bergerak pada
ektremitas tubuh kanan dan kiri,
klien hanya mampu berjalan
dengan cara merangkak dengan
bantuan kursi. Saat di uji pada
ektremitas kanan klien tidak bisa
melawan tahanan, dan ekstremitas
kiri klien hanya mampu
mengangkat kaki dan tangannya
b. Penglihatan : Klien mengatakan
penglihatannya sudah kabur .
klien tidak dapat melihat dengan
jelas dari jarak >1 meter
c. Pendengaran : Klien mengatakan
pendengaran sudah menurun,
klien dapat mendengar suara
pelan dengan jelas dari jarak > 1
meter pemeriksa
 Kebiasaan makan, a. Kebiasaan makan : Klien
minum, buang air mengatakan makan 3 x/hari,
besar/kecil dengan menghabiskan ½ porsi
makanan yang disediakan
b. Kebiasaan minum : Klien
mengatakan minum >6 gelas
perhari sehingga sering BAK.
c. Kebiasaan BAB/BAK : Klien
mengatakan BAB 1x sehari dan
BAK >5x/hari
 Perubahan-perubahan Klien mengatakan perubahan pada
fungsi tubuh yang tubuh yang sangat bermakna
sangat bermakna dirasakan yaitu pergerakannya
dirasakan karena sebelum sakit klien suka
beraktivitas di tempat kerjanya
 Kebiasaan lanjut usia Klien mengatakan tidak ada
dalam memelihara kebiasaan khusus karena klien lebih
kesehatan dan sering berbaring Klien mengatakan
kebiasaan dalam sekarang tidak meminum obat
minum oba apapun.
90

Pemeriksaan Fisik
1) Temperatur : 37,0oC.
Tempat Pengukuran : Axilla

2) Pulse (denyut nadi) : 80 x/menit


Kecepatan : Normal
Irama : : Reguler (teratur)
Tempat pengukuran : Radialis

3) Respirasi (Pernafasan) : 22x/menit


Kecepatan : Normal
Irama : Teratur : Teratur
Kedalaman : -
Bunyi : Vesikuler

4) Tekanan darah : 160/80 mmHg


Posisi pengukuran : : Lengan bagian atas kiri diatas arteri
brachialis
5) Berat dan tinggi badan
terakhir
BB : 40 kg
TB : 146 cm

6) Tingkat orientasi
Waktu : Klien lupa tahun dan bulan berapa
karena tidak ada kalender di
kamarnya tetapi klien mengingat
tanggal dan hari apa saat dilakukan
pengkajian.
Tempat : Klien mengetahui tempatnya berada
sekarang Orang : Klien mampu
mengenali orang-orang yang berada
disekitarnya
7) Memori (Ingatan) :
Klien tidak mampu mengingat
memori jangka panjang dengan baik,
namun masih mampu mengingat
memori jangka pendek
8) Tidur
Kuantitas (Lama tidur)
Malam :
Klien mengatakan sejak 5 bulan
terakhir terkadang tidak tidur karena
nyeri yang dirasakan pada lututnya.
Sebelum sakit klien tidur 4-6 jam
Setelah sakit klien tidur 1-2 jam
91

Siang : Klien mengatakan tidur


pernah tidur siang semenjak 5 bulan
terakhir, namun sebelumnya
biasanya klien tidur siang selama ±2
Kualitas : jam
Pola : Kurang
Tidak Teratur
9) Istirahat
Kuantitas (Lama tidur)
Malam :
Klien mengatakan lama tidur
malamnya tidak menentu karena
lebih sering tidak tidur, klien
mengatakan sudah kebiasaan
begadang sejak dulu.
Jam tidur klien : 23.00
Malam Bangun tidur : 05.00
Pagi Lama tidur : 4-6 Jam
Kualitas : Siang : Klien mengatakan tidak
pernah tidur siang
Pola : Klien mengatakan istirahatnya
kurang
10) Penyesuaian Psikososial : Tidak teratur

Klien mengatakan dulu sering cerita


bersama tetangganya, namun
sekarang lebih sering menyendiri
karena kesulitan untuk bergerak
keluar kamar
Sistem Persyarafan
1) Kesemetrisan raut wajah : Simetris kiri dan kanan

2) Tingkat kesadaran : Composmentis, GCS : 15 E 4 : klien


mampu membuka mata secara
spontan V 5 : klien berbicara dengan
baik 46 M 6 : klien melakukan
gerakan sesuai arahan
Snile (Pikun) : Tidak
Daya Ingat : Menurun

3) Mata Pergerakan : Klien dapat mengerakkan bola mata


kiri dan kanan ketika disuruh
Penglihatan : Klien tidak dapat melihat dengan baik
Penyakit penyerta : -
4) Pupil : Isokor : Isokor
5) Ketajaman penglihatan : Klien tidak mampu melihat dengan
92

jelas > 1 meter


6) Ketajaman pendengaran : Pendengaran menurun, klien tidak
dapat mendengar suara pelan dari
jarak >1 meter dari pemeriksa
Apakah menggunakan : Tidak
alat bantu dengar
Tinitus : Tidak ada
Serumen : Serumen tidak ada
7) Rasa sakit atau nyeri : Klien mengatakan terkadang matanya
nyeri dan berair
Sistem Kardiovaskuler
1) Sirkulasi perifer : < 2 : < 2 detik
detik
Warna : Merah muda
Kehangatan : Hangat
2) Pembengkakan vena : Tidak ada
jugularis
3) Pusing : Tidak ada
4) Nyeri dada : Tidak ada
5) Edema : Lutut kanan dan kiri
Sistem Gastrointestinal
Status gizi : Cukup
Pemasukan diet : Tidak ada
Anoreksia : Tidak
Mual : Klien mengatakan tidak mual
Muntah : Klien mengatakan tidak pernah
muntah
Mengunyah dan menelan : Klien mengatakan tidak mampu
: mengunyah dan menelan dengan baik
: karena giginya tidak lengkap
Keadaan gigi : Gigi tidak lengkap
Rahang : Simetris : Simetris
Rongga mulut : Normal dan kurang bersih, klien
: mengatakan jarang menyikat gigi
Bising usus : Tidak terdengar bising usus pada saat
dilakukan auskultasi
Keadaan perut : : Rata, tidak ada massa dan tidak ada
nyeri tekan
Konstipasi (sembelit) : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Inkontinesia alvi : Tidak pernah
Sistem Genitourinarius
Warna dan bau urine : Klien mengatakan urinenya berwarna
kekuning-kuningan
Distensi kandung kemih : Tidak
93

Inkontinensia : Ya, klien mengatakan terkadang tidak


mampu menahan BAK
Frekuensi : >5 kali dalam sehari.
Pemasukan cairan : Klien mengatakan sering minum
dengan menghabiskan >6 gelas air
putih perhari, dan secangkir kopi
susu perhari
Pengeluaran cairan : Klien mengatakan BAK >5x/hari
Disuria : Tidak ada
Seksualitas : Tidak dikaji
a.
Sistem Kulit
1) Kulit Temperatur : 36,4⁰C
Tingkat kelembaban : Lembab
Keadaan luka : Tidak ada luka
Turgor : Keriput : Keriput
Pigmen : : Terdapat pada bagian tubuh klien
2) Jaringan parut : Tidak ada
3) Keadaan kuku : Kotor dan tampak panjang
4) Keadaan rambut : Rambut tampak bersih, panjang dan
5) Gangguan-gangguan beruban
umum : Tidak ada
Sistem Muskuloskeletal
1) Kontraktur : Klien mengalami kontraktur pada
lutut kirinya
Otot : Lemah
Tendon : Normal
Gerakan sendi : Terbatas, klien mengatakan nyeri
ketika bergerak sehingga hanya
mampu mengangkat sedikit kedua
tangan dan kakinya secara perlahan
2) Tingkat mobilisasi
Ambulasi : Klien mengatakan tidak mampu
berdiri, klien merangkak dan
menggunakan kursi ketika ingin ke
Gerakan : : wc atau berpindah tempat
Kesulitan bergerak pada ektremitas
Kekuatan otot : kanan dan kiri
4 2
Kemampuan melangkah : 4 2
Klien tidak mampu berjalan berdiri,
klien berpindah tempat dengan cara
merangkak dan berpegangan pada
3) Gerakan sendi : kursi
4) Paralisis : Terbatas
94

5) Kifosis : Tidak
6) Hemiparesis : Tidak
Klien mengalami kelemahan pada
kedua sisi tubuh namun kelemahan
yang berat pada sisi kiri tubuh
b. Psikologis
 Pengenalan masalah- : Klien mengatakan khawatir dengan
masalah utama penyakitnya yang tidak kunjung
sembuh, klien mengatakan ingin
sehat dan segera kembali ke
rumahnya

 Sikap terhadap proses : Klien mengatakan merasa tidak


penuaan berdaya karena sudah tidak memiliki
keluarga
 Perasaan dibutuhkan : Klien mengatakan kosong karena
telah lama hidup sendiri tanpa
keluarga
 Pandangan terhadap : Klien mengatakan harus tetap
kehidupan menjalani hidupnya walaupun
kondisinya seperti sekarang
 Koping stressor : Klien percaya jika penyakit yang
dialami akibat ilmu gaib yang
dikirimkan orang yang tidak
menyukainya.
 Penyesuaian diri : Klien mengatakan tidak bersosialisasi
dengan tetangga sekitar dan lebih
banyak menghabiskan waktu untuk
berzikir dikamarnya
 Kegagalan : Klien merasa sangat sedih ketika
mengalami keguguran karena telah
lama menanti seorang anak setelah 8
tahun pernikahannya
 Harapan saat ini dan : Klien mengatakan semoga segera
yang akan datang diberi kesembuhan dan kesehatan
oleh Allah swt
 Fungsi kognitif
Daya ingat : Menurun
Proses piker : Klien mampu berbicara dengan jelas
dan sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan
Alam perasaan : Klien merasa sedih karena kondisinya
tidak membaik dan tidak ada
keluarga yang dimiliki.
Orientasi Waktu : Klien lupa bulan dan tahun berapa
95

karena tidak ada jam di kamarnya


tetapi klien mengingat tanggal dan
hari apa saat dilakukan pengkajian
Tempat : Klien mengetahui tempatnya berada
sekarang
Orang : Klien mampu mengenali orang-orang
disekitarnya
Kemampuan dalam : Klien mengatakan hanya bisa shalat,
penyelesaian masalah berdoa, berzikir dan mengaji ketika
sedang ada masalah atau banyak
pikiran
c.Sosial Ekonomi :
 Sumber keuangan : Klien mengatakan biasa diberi uang
oleh tetangganya
 Kesibukan dalam : Klien mengatakan mengisi waktu
mengisi waktu luang luang dengan shalat, berdoa, berzikir
dan membaca Al-Qur’an
 Teman tinggal : Klien sudah lama hidup sendiri
 Kegiatan organisasi : Tidak ada
 Pandangan terhadap : Walau sering merasa kesepian tapi
lingkungannya klien senang tinggal di daerah ini
 Hubungan dengan orang : Klien mengatakan tidak berinteraksi
lain di luar rumah dengan tetangga karena klien
kesulitan bergerak untuk keluar
kamarnya
 Penyalurkan hobi : Klien mengatakan sekarang lebih
suka dikamarnya berzikir
d.Spiritual
 Agama : Klien mengatakan beragama islam
 Kegiatan ibadah : Klien mengatakan rajin sholat 5
waktu dengan cara berbaring
 Kegiatan keagamaan : Klien mengatakan rutin berzikir dan
membaca Al-Qur’an setiap har
 Cara lanjut usia : Dengan shalat dan bertawakkal
menyelesaikan masalah kepada Allah swt
 Penampilan lansia : Pakaian klien tampak bersih namun
berbau pesing karena terkadang ingin
BAK namun kesulitan bergerak, klien
selalu memakai bedak, tetapi kuku
klien tampak kotor dan panjang.
Spreiny berbau pesing, dan klien BAK
dengan cara bungkuk.
e. Psikososial
 Tingkat ketergantungan : Klien melakukan aktivitas secara
mandiri seperti makan, minum,
96

mandi dan berpakaian


 Fokus diri : Klien memahami kondisi yang
dialaminya dan fokus pada
kesembuhannya
 Perhatian : Klien mengatakan tidak mendapat
perhatian dari keluarga

f. Status Fungsional
1) Indeks KATZ
Skore Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, berpakaian, ke kamar
kecil, kontinen, mandi dan berpindah tempat
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-
hari, kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu
fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas dalam hidup sehari-
hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,
berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Analisis hasil :
97

a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK dan BAB),


menggunakan pakaian, pergi ketoilet, berpindah dan mandi
b) Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi diatas
c) Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
d) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang lain
e) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu fungsi
yang lain
f) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungus yang lain
g) Ketergantungan semuafungsi diatas
h) Lain-lain (minimal ada 2 ketergantungan yang sesuai dengan
kategori diatas
Keterangan :
Mandiri berarti pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari orang
lain. Seseorang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

2) Pengkajian Status Kognitif dan Afektif


Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Score No
+ - Pertanyaan Jawab
1 Tanggal berapa hari ini ? 09
1 Hari apa sekarang ini ? (hari, tanggal, tahun) Senin
1 Apa nama tempat ini ? Gunung Kemala
4aBerapa nomor telpon anda ?

1 Dimana alamat anda Pesisir Barat


(tanyakan hanya bila
Mempunyai no. telepon)
1 Berapa umur anda ? Lupa
1 Kapan anda lahir ? Lupa
1 Siapa presiden sekarang ? Jokowi
1 Siapa presiden sebelumnya ? Soekarno
1 Siapa nama kecil ibu anda ? “A”
1 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 17
dari setiap angka baru, semua secara
menurun
Fungsi Intelektual ringan (3)
98

Penilaian :
 Kesalahan 0 – 2 fungsi intelektual utuh
 Kesalahan 3 – 4 fungsi intelektual ringan
 Kesalahan 5 – 7 fungsi intelektual sedang
 Kesalahan 8 – 10 fungsi intelektual berat

3) Skala Depresi Geriatrik


Geriatric Depresion Scale (GDS)

No Pertanyaan Ya T
d
>10 : Depresi k
1 Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda ? 1 0
2 Apakah anda telah banyak meninggalkan kegiatan dan 1 0
Minat/kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kosong dengan kehidupan yang 1 0
dijalani Saat ini?
4 Apakah anda sering bosan ? 1 0
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu ? 0 1
6 Apakah anda takut sesuatu akan terjadi pada anda ? 0 1
7 Apakah anda merasa bahagia di setiap waktu ? 0 1
8 Apakah anda merasa tidak berdaya? 1 0
9 Apakah anda lebih suka tinggal di rumah pada malam 1 0
hari, Daripada pergi dan melakukan sesuatu yang baru ?
10 Apakah anda memiliki banyak masalah dengan daya ingat 1 0
Dibandingkan kebanyakan orang
11 Apakah anda berfikir sangat menyenangkan hidup 1 0
sekarang ini?
12 Apakah anda merasa saya sangat tidak berharga/ berguna? 1 0
13 Apakah anda merasa penuh semangat? 0 1
14 Apakah anda merasa tidak memiliki harapan? 1 0
15 Apakah anda berpikir keadaan orang lain lebih baik 1 0
daripada anda?
Skor : Depresi 11
SKA

Penilaian :
 0 – 5 : Normal
 6 – 10 : Kemungkinan depresi
 >10 : Depresi

4) Skala Jatuh Morse (Morse Fall Scale/ MFS)


99

No. Item Skala Skor

1 Riwayat jatuh Tidak 0 0


Apakah lansia pernah jatuh Y 2 25
dalam 3 bulan terakhir? a 5
2 Diagnosis sekunder Tidak 0
Apakah lansia memiliki lebih dari satu
Ya 15 15
penyakit?
3 Alat bantu pergerakan
Bed rest/ dibantu perawat 0
Walker/kruk/tongkat 15
Berpegangan pada benda sekitar (kursi, 30 30
meja, lemari)
4 Terapi intravena: T 0 0
Apakah saat ini lansia terpasang infus? i
d
a
k
Y 20
a
5 Gaya berjalan/cara berpindah 0
Normal
Lemah 10
Gangguan/ tidak normal 20 20
6 Status mental 0
Lansia menyadari kondisinya
Lansia mengalami keterbatasan 15 15
Daya ingat
Total nilai : Resiko tinggi 90

Keterangan :
Tingkat risiko Nilai mps Tindakan
Tidak berisiko 0 -24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 – 50 Pelaksanaan intervensi
Pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi
Pencegahan jatuh risiko tinggi

5) Pengkajian Status Sosial (APGAR KELUARGA)


H
No Fungsi Uraian SKadang a
e m
l p
a i
l r
u T
i
d
a
k
P
e
100

r
n
a
h
2 1 0
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat √
kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu pada
waktu sesuatu menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga √
(teman-teman) saya membicarakan
sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan
saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman- √
teman) saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktifitas atau arah baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga √
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih atau
mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman- √
teman saya dan saya menyediakan
waktu bersama-sama
Skor : Fungsi sosial baik 4
101

Penilaian :
0–5 : fungsi sosial kurang
6 – 10 : fungsi sosial baik
6) Barthel Indeks

Dengan
No Kriteria Bantuan Mandiri Keterangan
1 Makan 5 √10 Frekuensi : 3x/hari
Jumlah : 1/2 porsi
jenis : ikan, sayur
dan bubur
2 Minum 5 √10 Frekuensi : sering
minum
Jumlah : >6 gelas
jenis :air putih
3 Berpindah dari kursi roda ke √5-10 15 Klien merangkak
Tempat tidur dan sebaliknya dengan berpengangan
pada kursi
4 Personal toilet (cuci muka, 0 √5 Frekuensi : 5x/sehari
menyisir rambut, gosok gigi)
5 Keluar masuk toilet 5 √10 Klien mandiri dalam
(membuka pakaian, menyeka melakukan personal
tubuh, menyiram) hygiene
6 Mandi 5 √15 Frekuensi : 3x/sehari
7 Jalan di permukaan datar 0 √5 Mandiri dengan
menggunakan tongkat
8 Naik turun tangga 5 √10 -
9 Mengenakan pakaian 5 √10 Mandiri
10 Kontrol bowel (bab) 5 √10 Frekuensi : 1x sehari
Konsistensi : -
11 Kontrol bladder (bak) 5 √10 Frekuensi : >5x/hari
Warna : kekuningan
12 Olahraga/latihan 5 10 -
13 Rekreasi/pemanfaatan waktu 5 10 -
Luang

Keterangan :
 130 : Mandiri
 60-125 : Ketergantungan sebagian (95)
 55 : Ketergantungan total
102

7) Penilaian Potensi Dekubitus (Skor Norton)


Kondisi fisik umum :
a) Baik
b) Lumayan
c) Buruk
d) Sangat buruk

Kesadaran :
a) Komposmentis
b) Apatis
c) Sopor
d) Koma

Aktifitas :
a) Ambulan
b) Ambulan dengan bantuan
c) Hanya bisa duduk
d) Tiduran

Mobilitas :
a) Bergerak bebas
b) Sedikit terbatas
c) Sangat terbatas
d) Tidak bisa bergerak

Inkontine
n
a) Tidak
b) Kadang-kadang
c) Sering inkontinesia urine
d) Inkontinensia alvi & urin

Interpretasi :
 15-20 : Kecil sekali/tak terjadi (15)
 12-20 : Kemungkinan kecil terjadi
 <12 : Kemingkinan besar terjadi
103

8) Identifikasi Aspek Kognitif Dan Fungsi Mental Dengan


Menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)
- Orientasi - Registrasi - Mengingat kembali
- Perhatian - Kalkulasi

No. Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maks Klien
1 Orientasi waktu 5 2 Menyebutkan dengan
benar : (nilai 1 untuk tiap
jawaban)
□ Tahun : Lupa
□ Bulan : Lupa
□ Hari : Rabu
□ Musim : Tidak Tahu
□ Tanggal : 2
Orientasi tempat 5 4 Dimana kita sekarang
berada? (nilai 1 untuk
setiap jawaban)
□ Kota : Krui
□ Propinsi/kabupaten/
kecamatan: Kab. Pesisir
Barat
□ Di ruangan mana: di Ruang
Tamu
□ Nama Desa : Tidak tahu
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek/benda
(oleh pemeriksa), 1 detik untuk
menyebutkan masing-masing
obyek. Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga obyek yang
disebutkan tadi.
(nilai 1 untuk setiap jawaban)
□ Obyek: Kursi
□ Obyek: Gelas
□ Obyek : Kasur
3 Perhatian dan 5 1 Minta klien mengeja 5 kata dari
kalkulasi belakang, misal “bapak”
 K
 A
 P
 A
 B
Minta klien hitung
mundur dari 100 ke
bawah dengan
104

pengurangan 5. Berhenti
setelah mendapat nilai
75. (nilai 1 setip jawaban
benar)
4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada no.2
(registrasi) tadi. Bila benar, 1
poin untuk masing- masing
obyek.
 .Kasur
 Gelas
 Kursi
5 Bahasa (9) Tunjukkan pada klien suatu
menamai bendadan tanyakan namanya
pada klien.
□ (misal jam tangan)
2 2 □ (missal pensil)
Klien dapat menyebut nama
benda seperti pulpen dan
kacamata dengan memegang
benda tersebut
Pengulangan Minta klien untuk mengulang
1 1 kata berikut : “tak ada jika, dan,
atau,tetapi.” Bila benar, nilai
satu poin.
□ pernyataan benar 2 buah
(contoh : tak ada, tetapi)
Pemahaman Minta klien untuk mengikuti
3 3 perintah berikut yang tediri
dari 3 langkah : ambil kertas di
tangan anda, lipat dua, dan
taruh di lantai.”
□ Ambil kertas di tangan anda
□ Lipat dua
□ Taruh di lantai
Mem Perintahkan pada klien untuk
baca 1 1 hal berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point)
□ “tutup mata anda”
Menu 1 0 Perintahkan pada klien untuk
lis menulis satu kalimat dan
menyalingambar.
□ tulis satu kalimat
Menggambar 1 1 Perintahkan klien untuk
menggambar, gambar dibawa
ini :

Interprestasi Hasil
105

26-30 : Aspek kognitif dan fungsi mental baik


21-25 : Aspek kognitif dari fungsi mental ringan (21)
11-20 : Kerusakan aspek fungsi mental sedang
0-10 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
9) Pengkajian Keseimbangan

Komponen Utama Langkah-Langkah Kriteria Nilai


Dalam Bergerak
A. Perubahan (Mata terbuka) 1. Tidak bangun dari tempat 1
posisi atau 1. Bangun dari kusi tidur dengan sekali gerakan,
gerakan akan tetapi lansia mendorong
keseimbangan tubuhnya ke atas dengan
tangan atau bergerak
kebagian depan kursi terlebih
dahulu, tidak stabil pada saat
berdiri pertama kali
2. Duduk dari kursi 2. Menjatuhkan diri ke kursi, 1
tidak duduk ditengah kursi
3. Menahan 3. Pemeriksa mendorong 1
dorongan sternum sebanyak 3x dengan
sternum hati-hati. Klien menggerakkan
kaki, memegang objek
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya.
(Mata ditutup) 4. Tidak bangun dari tempat 1
4. Bangun dari kursi duduk dengan satu gerakan,
tetapi mendorong tubuhnya
ke atas dengan tangan atau
bergerakke depan kursi
terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama
kali.
5. Duduk dari kursi 5. Menjatuhkan diri ke kursi, 1
duduk ditengah kursi
6. Menahan 6. Pemeriksa mendorong 1
dorongan pada sternum sebanyak 3x dengan
sternum hati-hati. Klien menggerakkan
kaki, memegang
objek untuk dukungan, kaki
tidak menyentuh sisi-sisinya.
7. (Klien sambil 7. Menggerakkan kaki, 1
berdiri) Perputaran memegang obyek untuk
leher dukungan kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya,
keluhan vertigo, pusing atau
keadaan tidak stabil.
8. Gerakan menggapai 8. Tidak mampu untuk 1
sesuatu menggapai sesuatu dengan
bahu fleksi max, sementara
berdiri pada ujung- ujung jari
kaki tidak stabil, memegang
sesuatu untuk dukungan.
106

9. Membungkuk 9. Tidak mampu membungkuk 1


untuk mengambil objek-objek
kecil dari lantai, memegang
objek untuk bisa berdiri,
memerlukan usaha-usaha
multiple untuk bangun.
B. Gaya berjalan/ Minta pasien untuk Ragu-ragu, tersandung, 1
bergerak berjalan ketempat memegang objek untuk
yang ditentukan bantuan
Ketinggian langkah Kaki tidak naik dari 1
kaki (saat berjalan) lantai secara teratur
(kaki tergeser atau
menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu
tinggi yaitu lebih 5 cm.
Kontinuitas Setelah melakukan 1
langkah kaki langkah awal, langkah
(diobservasi menjadi tidak teratut,
dari bagian mulai mengangkat satu
samping kaki sementara kaki
klien) yang lainnya
menyentuh pada lantai.
Kesimetrisan Tidak berjalan pada garis yang 1
langkah kaki lurus, bergoyang pada sisi ke sisi
(diobservasi
dari
bagian samping)
Penyimpanga Tidak berjalan pada garis yang 1
n jalur pada lurus, bergoyang pada sisi ke sisi
saat berjalan
(diobservasi
dari bagian
belakang)
berbalik Berhenti sebelum 1
berbalik, jalan
sempoyongan/goyah,
bergoyang,
memegang objek untuk bantuan
JUMLAH NILAI 15

Interpretasi hasil
0-5 = resiko jatuh rendah
6-10 = resiko jatuh sedang
11-15 = resiko jatuh tinggi
107

3. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. Faktor Risiko Penyakit yang Kecemasan
1. Perjalanan penyakit yang telah berlangsung lama
berangsung lama
2. Status ekonomi rendah Kurang dukungan
3. Ketidakmampuan mengatasi sosial
masalah
4. Kurang dukungan sosial Anxietas
5. Penyakit yang melemahkan secara
progresif
6. Kurang terpapar informasi
7. Kecemasan
2 DS : Gangguan Nyeri Kronik
1. Klien mengeluh lututnya bengkak Muskuloskeletal
dan nyeri yang dirasakan sejak
Beberapa bulan yang lalu Kekakuan sendi
2. P: Nyeri dirasakan ketika bergerak
Q : Klien mengatakan nyeri seperti
Nyeri lebih dari 3
ditusuk-tusuk
bulan
R : Nyeri pada pinggang dan bahu
S : Skala nyeri 6 (Sedang)
T : Nyeri dirasakan hilang timbul Kondisi
dengan durasi 1-3 menit Muskuloskeletal
DO Kronik
1. Klien terlihat gelisah
2. Klien terlihat meringis saat bergerak Nyeri Kronik
3. Klien tampak memegang lututnya
4. Lutut sebelah kiri klien tampak
bengkak
5. TTV :
TD : 160/80 mmhg N : 84 x/I
108

S : 36,4 ̊C P : 22 x/I
3. DS : Gangguan Gangguan
2. Klien mengatakan nyeri pada lutut, Muskuloskeletal Mobilitas Fisik
pinggang dan bahunya sehingga
kesulitan untuk bergerak. Penurunan
3. Klien juga mengeluh lututnya Kekuatan otot
bengkak dan nyeri.
4. Klien mengatakan tidak mampu
Kekakuan sendi
berjalan berdiri
5. klien merangkak dan berpegangan
pada kursi ketika ingin ke toilet atau Nyeri Kronik
berpindah tempat.
6. Klien mengatakan nyeri ketika Gangguan
bergerak sehingga hanya mampu Mobilitas Fisik
mengangkat sedikit kedua tangan
dan kakinya secara perlahan
DO :
1. Kekuatan otot : 4 2
4 2
2. Lutut sebelah kiri klien tampak
bengkak
3. Klien mengalami kontraktur pada
lutut kirinya
4. Otot lemah
5. Gerakan sendi terbatas
6. Klien nampak ke toilet dengan cara
merangkak dengan pelan-pelan
sambil berpegangan pada kursi
7. TTV :
8. TD : 160/80 mmhg N : 88 x/i S :
36,4 ̊C P : 22 x/i
109

4. DS : Gangguan Defisit
1. Klien mengatakan mandi 2x sehari Muskuloskeletal Perawatan
2. Klien mengatakan mampu mandi, Diri
berpakaian, makan, dan Penurunan
BAB/BAK secara mandiri Kekuatan
3. Klien mengalami kelemahan pada otot
kedua sisi tubuh namun
kelemahan yang berat pada sisi Kekakuan sendi
kiri tubuh
DO : Kelemahan
1. Kuku klien tampak panjang dan
kotor Defisit
2. Pakaian klien berbau pesing Perawatan Diri
3. Sprei klien berbau pesing
4. Klien BAK dengan cara bungkuk
5. Faktor Risiko : Gangguan Risiko Jatuh
1. Usia ≥ 65 tahun Muskuloskelet
2. Riwayat Jatuh al
3. Penggunaan alat bantu jalan
4. Lingkungan lantai licin Kekuatan
dapat membahayakan klien otot
5. Gangguan muskuloskeletal menurun
6. Gangguan penglihatan
Pergerakan
terbatas

Risiko jatuh

4. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan SDKI PPNI (2017) yaitu sebagai berikut :

a. Cemas b/d kurangnya dukungan sosial

b. Nyeri Kronik b/d kondisi muskuluskeletal

c. Gangguan Mobilitas Fisik b/d nyeri, kekakuan sendi, penurunan kekuatan

otot, dan gangguan muskuluskeletal

d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan dan gangguan musculoskeletal

e. Risiko Jatuh b/d kekuatan otot menurun dan pergerakan terbatas


110
111

5. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas

(SIKI, 2018).

No Diagnosa Kriteria Evaluasi Intervensi


Keperawatan
1. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan Redukasi Ansietas :
keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat anxietas menurun dengan 1. Identifikasi saat ansietas berubah (mis.
Kriteria Hasil : Kondisi, waktu, stressor)
1. Verbalisasi Kebingungan 2. Monitor tanda anxietas (verbal dan non
menurun verbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik
kondidi yang dihadapi menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menurun menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
5. Keluhan pusing menurun kecemasan , jika memungkinkan
6. Anoreksia menurun 3. Gunakan pedekatan yang tenang dan
7. Palpitasi menurun meyakinkan
8. Frekuensi pernafasan menurun 4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
20 x/menit memicu kecemasan
9. Frekuensi nadi menururn 100 Edukasi
x/menit 1. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
10. Tekanan darah menurun pasien, jika perlu
112

120/80 mmHg 2. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak


11. Diaforesis menurun kompetitif, sesuai kebutuhan
12. Tremor menurun 3. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
13. Pucat menurun persepsi
4. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

Terapi Relaksasi
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang menganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
113

ruang nyaman, jika memungkinkan


2. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai

Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan
jenis, relaksasi yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
3. Anjurkan mengambil psosisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi
keperwatan 3 x 24 jam maka Observasi
diharapkan mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau
dengan kriteria hasil : keluhan fisik lainnya
1. Pergerkan ektremitas atas 2. Identifikasi toleransi fisik dalam
dan bawah meningkat melakukan pergerakan
2. Rentang gerak ROM meningkat 3. Monitor frekuensi dan tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan
114

mobilisasi
4. Monitor keadaan umum klien
selama melakukan mobilisasi

Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan Prosedur
Tindakan
2. Anjurkan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
dapat dilakukan (mis. Duduk ditempat
tidur, duduk disisi tempat tidur)
3 Nyeri Kronik Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
pemenuhan kebutuhan pasien 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
tercukupi dengan ekspektasi Nyeri frekuensi, kualitas nyeri
Akut menurun dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi 23actor yang
menurun memperberat dan memperingan nyeri
2. Meringis dapat menurun Terapeutik
3. Gelisah menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis
115

4. Tekanan darah membaik untuk mengurangi rasa nyeri


Edukasi
1. Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Menjelaskan strategi mengatasi nyeri
4. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan 3x24 jam Respon Observasi
fisiologis terhadap aktifitas yang 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
membutuhkan tenaga dapat mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan kriteria hasil 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
aktifitas sehari- hari meningkat 4. Monitor lokasi dan
2. Kekuatan tubuh bagian atas ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
3. Kekuatan tubuh bagian bawah
meningkat Terapeutik
4. Keluhan lelah menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan).
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif (ROM)
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan.
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
116

bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
2. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
5 Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Pencegahan Jatuh
Risiko jatuh menurun dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
1. Jatuh dari tempat tidur (mis.usia >65 tahun, gangguan
menurun keseimbangan, gangguan penglihatan,
2. Jatuh saat berdiri menurun neuropati, dst)
2. Identifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan resiko jatuh
3. Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala
4. Monitor kemampuan berpindah dari
tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruang pada anggota
keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda selalu dalam kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
117

3. Tempatkan pasien beresiko tinggi jatuh


dekat dengan pantauan
perawat/keluarga
4. Gunakan alat bantu berjalan

Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika
dibutuhkan bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
3. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
118

6. Implementasi dan Evaluasi

No Dx. Kep Hari/tangal Implementasi Evaluasi


1 Ansietas b.d Jumat,22/04/2022 Reduksi Ansietas Jumat,22/04/2022
Kondisi 08.00 WIB 1. Memonitor TTV S:
kesehatan tak Hasil : TD 160/90 mmHg, - Klien mengatakan merasa senang
kunjung baik 2. Memonitor tanda ansietas verbal dihargai
dan non verbal - Klien merasa sedikit tenang setelah
08.30 WIB Hasil : klien mengeluhkan sedih melakukan teknik relaksasi otot
memikirkan penyakit nya progresi
3. Mengidentifikasi teknik relaksasi
yang pernah digunakan O:
Hasil : klien hanya menonton tv - Wajah klien tampak lebih tenang
11:30 WIB bila merasa cemas - Tekanan Darah : 160/90 mmHg
4. Menjelaskan tujuan dan manfaat Nadi : 92 x/menit
teknik relaksasi otot progresif - klien nampak antusias saat
Hasil : Klien paham dan bersedia melakukan teknik relaksasi otot
melakukan teknik relaksasi progresif
5. Melakukan teknik relaksasi otot
progresif A: Ansietas teratasi sebagian
Hasil ; klien melakukan teknik
relaksasi P : Lanjutkan intervensi
6. Monitor respons terhadap terapi - Latih kegiatan pengalihan untuk
relaksasi mengurangi ketegangan
Hasil : klien merasa tenang setelah - latih tehnik relaksasi otot progresif
terapi relaksasi
2 Ansietas b.d Sabtu, 23/04/2022 Reduksi Ansietas Sabtu, 23/04/2022S:
Kondisi 08.00 WIB 1. Memonitor TTV S:
119

kesehatan tak Hasil : TD 150/90 mmHg, - Klien mengatakan merasa senang


kunjung baik 2. Memonitor tanda ansietas verbal dihargai
dan non verbal - Klien merasa sedikit tenang setelah
08.00 WIB Hasil : klien tampak lebih tenang melakukan teknik relaksasi otot
3. Melakukan teknik relaksasi otot progresi
progresif
Hasil ; klien melakukan teknik O:
08.30 WIB - Wajah klien tampak lebih tenang
relaksasi
4. Monitor respons terhadap terapi - Tekanan Darah : 160/90 mmHg
relaksasi Nadi : 92 x/menit
Hasil : klien merasa tenang setelah - klien nampak antusias saat
08.40 WIB terapi relaksasi melakukan teknik relaksasi otot
progresif

A: Ansietas teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- latih tehnik relaksasi otot progresif
3 Ansietas b.d Minggu,24/04/2022 Reduksi Ansietas Minggu,24/04/2022
Kondisi 08.00 WIB 1. Memonitor TTV S:
kesehatan tak Hasil : TD 140/90 mmHg, - Klien mengatakan merasa senang
kunjung baik 2. Memonitor tanda ansietas verbal dihargai
08.00 WIB dan non verbal - Klien merasa sedikit tenang setelah
Hasil : klien tampak tenang melakukan teknik relaksasi otot
3. Melakukan teknik relaksasi otot progresi
progresif
08.30 WIB
120

Hasil ; klien melakukan teknik O:


relaksasi - Wajah klien tampak tenang
4. Monitor respons terhadap terapi - Tekanan Darah : 150/90 mmHg
08.40 WIB relaksasi - klien nampak antusias saat
Hasil : klien merasa tenang setelah melakukan teknik relaksasi otot
terapi relaksasi progresif

A: Ansietas teratasi

P : pertahankan intervensi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- latih tehnik relaksasi otot progresif
121

No Dx. Kep Hari/tangal Implementasi Evaluasi


4 Gangguan Jumat, 22/04/2022 Jum'at 22/04/2022 (12.00 WIB)
Mobilitas 08.00 WIB a. Mengkaji adanya nyeri atau S:
Fisik b/d keluhan fisik lainnya klien mengatakan bahwa kakinya masih
penurunan Hasil : klien mengatakan pegal- sulit digerakkan dan sendinya kaku serta
fumgsi otot 08.00 WIB pegal pada ekstremitas atas sebelah pergerakan tangannya terbatas,
kanan O:
b. Mengkaji toleransi fisik melakukan Klien nampak mengeluh sambilmemijit-
pergerakan mijit kakinya. Sendi klien masih terbatas.
08.30 WIB Hasil : klien hanya mampu Ekstremitas bawah klien nampak masih di
menggerakkan ekstremitas atas tekuk dan miring kekuatan otot 3,3,1,1
c. Memonitor frekuensi jantung dan
08.40 WIB tekanan darah sebelum memulai A : gangguan mobilitas fisik belum
mobilisasi teratasi
Hasil : TD :140/80 mmHg, N : P : lanjutkan intervensi
64x/i a. Pantau adanya nyeri atau keluhan
d. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi yang berhubungan dengan fisik.
09.40 IB dengan alat bantu b. Kaji aktivitas fisik yang masih bisa
Hasil : klien mobilisasi dilakukan
menggunakan bantuan pegangan c. Pantau pola jantung dan tekanan
bed, handuk dan bantal \ darah sebelum melakukan
e. Menganjurkan mobilisasi mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan d. Berikan aktivitas pemindahan posisi
(ROM Aktif) menggunakan peraga bantu
Hasil : klien mengerti yang
diajarkan dan mempraktikkannya
5 Gangguan Sabtu, 23/04/2022
Mobilitas 08.00 WIB a. Mengkaji adanya nyeri atau S :
122

Fisik b/d keluhan fisik lainnya Klien mengatakan bahwa kakinya masih
penurunan Hasil : klien mengeluh lemah dan sulit digerakkan,
fumgsi otot sulit bergerak
08.00 WIB b. Mengkaji toleransi fisik melakukan O:
pergerakan - Klien nampak mengeluh sambil
Hasil : klien hanya mampu memijit-mijit kakinya.
menggerakkan ekstremitas atas - Ekstremitas bawah klien nampak
08.30 WIB masih di tekuk dan miring serta sulit
c. Memonitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai diluruskan K
mobilisasi - Kekuatan otot 3,3,1,1
Hasil : TD :140/80 mmHg, N :
08.40 WIB 64x/i A:
d. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi - gangguan mobilitas fisik belum teratasi
dengan alat bantu
Hasil : klien mobilisasi P : lanjutkan intervensi
menggunakan bantuan pegangan - Kaji adanya nyeri atau keluhan fisik
bed, handuk dan bantal dengan lainnya
mengeset - Kaji toleransi fisik melakukan
pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu

6 Gangguan Minggu,24/04/2022 Minggu,24/04/2022 (12:30)


Mobilitas 08.00 WIB a. Mengkaji adanya nyeri atau S :
Fisik b/d keluhan fisik lainnya - Klien mengatakan bahwa kakinya
123

penurunan Hasil : klien mengeluh lemah masih sulit digerakkan namun sudah
fumgsi otot 08.00 WIB b. Mengkaji toleransi fisik melakukan dapat melakukan pergerakan dan
pergerakan kegiatan lebih baik
Hasil : klien hanya mampu
menggerakkan ekstremitas atas O:
08.30 WIB c. Memonitor frekuensi jantung dan - Klien nampak mengeluh
tekanan darah sebelum memulai sambilmemijit-mijit kakinya.
mobilisasi - Ekstremitas bawah klien sudah bisa
Hasil : TD :140/80 mmHg, N : diluruskan dengan bantuan perawat
08.40 WIB
64x/i
d. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi A :
dengan alat bantu - Gangguan mobilitas fisik belum
Hasil : klien mobilisasi teratasi
menggunakan bantuan rostur
P : lanjutkan intervensi
- Kaji adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
- Kaji toleransi fisik melakukan
pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu

No Dx. Kep Hari/tangal Implementasi Evaluasi


4 Perfusi Jumat, 22/04/2022 Jum'at 22/04/2022 (12.40 WIB)
perifer tidak 10.00 WIB a. Memonitor status oksigenasi S :
124

efektif b.d sebelum dan setelah mengubah - Klien mengatakan tangannya agak
penurunan posisi mudah digerakkan dari pada
aliran arteri Hasil : status oksigenasi klien baik sebelumnya
dan atau vena dan tidak sesak
10.05 WIB b. Menempatkan objek yang sering O:
digunakan dalam jangkauan - Ekstremitas bawah klien sudah mulai
Hasil : objek yang sering meningkat pergerakannya, kekuatan
digunakan diposisikan di tepi bed otot 4,4,1,1
10.10 WIB c. Imobilisasi dan topang bagian A:
tubuh yang cedera dengan tepat - Perfusi perifer tidak efektif belum
Hasil : bokong klien di topang teratasi
menggunakan handuk dan
ekstremitas bawah P : lanjutkan intervensi
ditopang
10.30 WIB menggunakan bantal - Pengaturan posisi
d. Memotivasi melakukan ROM aktif - Tempatkan objek yang sering
dan pasif digunakan dalam jangkauan
Hasil : klien melakukan rom aktif - Imobilisasi dan topang bagian tubuh
pada ekstremitas atas dan diberikan yang cedera dengan tepat\
rom pasif pada ekstremitas bawah - Motivasi melakukan ROM aktif dan
klien pasif
5 Perfusi Sabtu, 23/04/2022 Sabtu, 23/04/2022 (12: 40)
perifer tidak 10.00 WIB a. Menempatkan objek yang sering S :
efektif b.d digunakan dalam jangkauan - Klien mengatakan kram pada
penurunan Hasil : objek yang sering ekstremitas bawah
aliran arteri digunakan diposisikan di tepi bed
dan atau vena 10.10 WIB b. Imobilisasi dan topang bagian O :
tubuh yang cedera dengan tepat - Ekstremitas bawah klien sudah dapat
Hasil : bokong klien di topang di ubah posisi dan diluruskan namun
125

menggunakan handuk dan masih nampak pucat


ekstremitas bawah ditopang
10.30 WIB menggunakan bantal A:
c. Memotivasi melakukan ROM aktif - Perfusi perifer tidak efektif belum
atau pasif teratasi
Hasil : klien melakukan rom aktif
pada ekstremitas atas dan diberikan P : Lanjutkan intervensi
rom pasif pada ekstremitas bawah Pengaturan posisi
klie - Monitor status oksigenasi sebelum dan
setelah mengubah posisi
- Tempatkan objek yang sering
digunakan dalam jangkauan
- Imobilisasi dan topang bagian tubuh
yang cedera dengan tepat
- Motivasi melakukan ROM aktif atau
pasif
6 Resiko Jatuh Minggu,24/04/2022 Minggu,24/04/2022 (12:40)
09.00 WIB a. Mengkaji faktor risiko jatuh S:
Hasil : klien berisiko jatuh dari bed - Klien mengatakan mampu berpindah
dan rostur dari rostur dan sebaliknya sendiri.
09.15 WIB b. Menghitung risiko jatuh
menggunakan skala O:
Hasil : skala jatuh Morse 80 (resiko - Klien nampak menggunakan rostur
tinggi) secara mandiri.
09.30 WIB c. Memonitor kemampuan berpindah - Perpindahan klien ke rostur berisiko
dari bed ke rostur jatuh. Klien berpindah tempat masih
Hasil : kemampuan klien berpindah lemah dan butuh bantuan.
tempat lambat namun cukup - Kekuatan otot klien 4,4,2,2
126

mandiri
d. Menggunakan alat bantu berjalan A : Risiko jatuh belum teratasi
Hasil : klien berjalan menggunakan
bantuan rostur P : lanjutkan intervensi
e. Menganjurkan memanggil perawat - Pencegahan Jatuh
jika butuh bantuan - Kaji risiko jatuh sekali setiap shift
Hasil : klien selalu memanggil - Monitor kemampuan berpindah dari
bantuan bed ke rostur
f. Menganjurkan konsentrasi untuk - Pastikan roda rostur selalu terkunci
menjaga keseimbangan tubuh - Anjurkan memanggil perawat jika
Hasil : klien mendengarkan dan butuh bantuan
mengerti - Anjurkan konsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
127

B. Data Senjang

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien mengeluh lututnya bengkak 1. Klien terlihat gelisah
dan nyeri yang dirasakan sejak 2. Klien terlihat meringis saat
Beberapa bulan yang lalu bergerak
2. P: Nyeri dirasakan ketika bergerak 3. Klien tampak memegang lututnya
Q : Klien mengatakan nyeri seperti 4. Lututsebelah kiri klien tampak
ditusuk-tusuk bengkak
R : Nyeri pada pinggang dan bahu 5. TTV :
S : Skala nyeri 6 (Sedang) TD : 160/80 mmhg N : 84 x/I S :
T : Nyeri dirasakan hilang timbul 36,4 ̊C P : 22 x/I
dengan durasi 1-3 menit 6. Kekuatan otot :
3. Perjalanan penyakit yang telah 4 2
berangsung lama 4 2
4. Status ekonomi rendah 7. Lutut sebelah kiri klien tampak
5. Ketidakmampuan mengatasi bengkak
masalah 8. Klien mengalami kontraktur
6. Kurang dukungan sosial pada lutut kirinya
7. Penyakit yang melemahkan secara 9. Otot lemah
progresif 10. Gerakan sendi terbatas
8. Kurang terpapar informasi 11. Klien nampak ke toilet dengan
9. Klien mengatakan nyeri pada lutut, cara merangkak dengan pelan-
pinggang dan bahunya sehingga pelan sambil berpegangan pada
kesulitan untuk bergerak. kursi
10. Klien juga mengeluh lututnya 12. Kuku klien tampak panjang
bengkak dan nyeri. dan kotor
11. Klien mengatakan tidak mampu 13. Pakaian klien berbau pesing
berjalan berdiri 14. Sprei klien berbau pesing
12. klien merangkak dan berpegangan 15. Klien BAK dengan cara bungkuk
pada kursi ketika ingin ke toilet 16. Usia ≥ 65 tahun
atau berpindah tempat. 17. Riwayat Jatuh
13. Klien mengatakan nyeri ketika 18. Penggunaan alat bantu jalan
bergerak sehingga hanya mampu 19. Lingkungan lantai licin
mengangkat sedikit kedua tangan dapat membahayakan klien
dan kakinya secara perlahan 20. Gangguan muskuloskeletal
14. Klien mengatakan mandi 2x sehari Gangguan penglihatan
15. Klien mengatakan mampu mandi,
berpakaian, makan, dan
BAB/BAK secara mandiri
16. Klien mengalami kelemahan pada
kedua sisi tubuh namun
kelemahan yang berat pada sisi
kiri tubuh
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Study kasus terhadap lansia Ny. S ini penulis lakukan pada tanggal 22

April sampai 24 April 2022 di Rumah lansia yang beralamatkan di Pekon

Canggu Kabupaten Lampung Barat. Pekon ini masuk dalam Wilayah Kerja

Puskesmas Liwa Kabupaten Lampung Barat. Puskesmas Liwa terdiri dari poli

umum, poli anak, poli KB, poli KIA, poli imunisasi, poli pengobatan dan

tindakan, poli gigi, poli gizi, ruang apotik serta ruang laboratorium. Walaupun

Poli khusus lansia belum ada di Puskesmas Liwa, akan tetapi posyandu lansia

ada di setiap pekon wilayah kerja Puskesmas Liwa.

B. Analisis Asuhan Keperawatan

1. Analisis Pengkajian

Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data klien mengatakan

cemas karena penyakit yang tak kunjung sembuh, TD : 160/90 mmHg, klien

tampak gelisah. Ansietas adalah suatu hal yang membuat anda tegang,

marah, frustasi atau tidak bahagia. Terlalu banyak kecemasan akan

memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan kita salah satunya penyakit

hipertensi. Hubungan antara ansietas dengan hipertensi diduga melalui saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Di

samping itu juga dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon

adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,

126
129

sehingga tekanan darah meningkat. Apabila stres berlangsung lama, dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap dan tubuh akan

berusaha mengadakan penyesuian sehingga timbul kelainan organis atau

perubahan patologis (Sugiyono, 2007 dalam Pramana, 2016).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sulistiyowati tahun

2020. Hasil uji chi kuadrat diperoleh nilai p value = 0,001 (<0,05) yang

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara stres dengan hipertensi.

Nilai OR= 11,09 artinya responden yang terkena stres mempunyai risiko

terkena hipertensi 11,09 kali lebih besar dibandingkan dengan responden

yang tidak terkena stres. Bahkan dalam Islam terdapat anjuran agar kita

senantiasa berdzikir dan selalu bertawakal kepada Allah SWT karena

dengan berdzikir dan bertawakal jiwa kita akan menjadi tenang, aman, dan

tentram sehingga kita dapat terhindar dari berbagai faktor yang dapat

menyebabkan hipertensi salah satunya kecemasan

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Fajr/89: 27-30.

Terjemahnya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu

dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah

hamba-hamba Ku. masuklah ke dalam syurga-Ku” ( Kementerian Agama

RI, 2010). Ayat di atas menggambarkan keadaan manusia yang taat. Ayat

di atas melukiskan sambutan Allah kepada yang taat. Allah berfirman

menyerunya ketika ruhnya akan meninggalkan badannya atau ketika ia


130

bangkit dari kuburnya: hai jiwa yang tenang lagi merasa aman dan tentram

karena banyak berzikir dan mengingat Allah kembalilah, yakni wafat dan

bangkitlah dihari kemudian, kepada Tuhan pemelihara dan pembimbing-mu

dengan hati yang rela, yakni puas dengan ganjaran Ilahi, lagi diridhai oleh

Allah bahkan seluruh makhluk, maka karena itu masuklah ke dalam

kelompok hamba-hamba-Ku yang taat lagi memperoleh kehormatan dari-Ku

dan masuklah ke dalam surga-Ku yang telah kupersiapkan bagi mereka

yang taat (Shihab, 2019).

2. Analisis Diagnosa

Diagnosis keperawatan utama pada kasus ini adalah cemas. Masalah

ini ditemukan penulis sejak hari pertama dilakukan pengkajian. Klien

mengatakan sedih memikirkan penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Klien

tampak gelisah. Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

tahun 2017 dituliskan bahwa cemas yaitu Kondisi emosi dan pengalaman

subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat

antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman. Penyebab a) Krisis situasional b) Kebutuhan tidak

terpenuhi c) Krisis maturasional d) Ancaman terhadap konsep diri e)

Ancaman terhadap kematian f) Kekhawatiran mengalami kegagalan g)

Disfungsi system keluarga sedangkan kondisi klinis terkait : a) Penyakit

kronis progresif (mis. Kanker, Hipertensi) b) Penyakit akut c) Hospitalisasi

d) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas e) Penyakit neurologis Tahap

tumbuh kembang.
131

Sejalan dengan Penelitian Badar dkk (2021) tentang "Efektifitas

Terapi Hipnosis Lima Jari Pada Penurunan Kecemasan Klien Hipertensi Di

IGD RSUD AW Sjahranie Samarinda", dengan diagnose utama adalah

cemas berdasarkan data subjektif : Klien sering merasa sedih memikirkan

penyakitnya yang tak kunjung sembuh, klien merasa lesu, klien mengatakan

sukar masuk tidur, klien mengatakan sukar melakukan konsentrasi

3. Analisis Intervensi

Intervensi yang diberikan pada kasus ini untuk diagnosis utama

ansietas adalah reduksi ansietas dengan pemberian teknik relaksasi otot

progresif (PPNI, 2018). Sejalan dengan hasil penelitian Astuti dan Ruhyana

(2015) dengan judul “pengaruh pemberian terapi relaksasi otot progresif

terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi Di RSU PKU

Muhammadiyah bantul tahun 2015”, dengan hasil terdapat perbedaan

tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan pemberian terapi relaksasi

progresif dengan tingkat signifikansi diperoleh nilai ρ=0,002 (ρ< 0,05).

Menurut teori Liana, 2008 dalam Sari (2015) mengemukakan salah

satu gerakan relaksasi otot progresif adalah relaksasi genggam jari

merupakan sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah

dilakukan. Menggenggam jari disertai dengan menarik nafas dalam dapat

mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan

menghangatkan titik-titik masuk dan keluarnya energi pada meridian

(saluran energi) yang berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh yang

terletak pada jari tangan. Titik-titik refleksi pada tangan memberikan


132

rangsangan secara refleks (spontan) pada saat genggaman. Rangsangan

tersebut akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju

otak kemudian di proses dengan cepat dan diteruskan menuju saraf pada

organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi

menjadi lancar. Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan

mengembalikan emosi yang akan membuat tubuh menjadi rileks. Ketika

tubuh dalam keadaan rileks, maka ketegangan pada otot berkurang yang

kemudian akan mengurangi kecemasan (Yuliastuti, 2015 dalam Sari, 2015).

4. Analisis Implementasi dan Evaluasi

Setelah dilakukan implementasi dan evaluasi keperawatan didapatkan

hasil dari implementasi hari pertama dimana sebelum melakukan terapi

teknik relaksasi otot progresif dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan

hasil tensi klien 160/90 mmHg, kemudian memonitor tanda ansietas dengan

hasil klien mengeluhkan sedih dan khawatir memikirkan penyakitnya yang

tak kunjung sembuh, kemudian penulis menanyakan klien teknik relaksasi

yang pernah digunakan untuk mengurangi cemas dengan hasil klien hanya

melakukan distraksi dengan melakukan hoby menonton tv bila merasa

cemas. Penulis menjelaskan tujuan dan manfaat teknik relaksasi otot

progresif dengan hasil : klien paham dan bersedia melakukan teknik

relaksasi, kemudian penulis bersama klien melakukan teknik relaksasi otot

progresif dengan hasil : klien melakukan teknik relaksasi dan memonitor

respons terhadap terapi relaksasi dengan hasil : klien merasa tenang setelah

melakukan terapi teknik relaksasi otot progresif. Hal ini sesuai dengan teori
133

bahwa teknik relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat kecemasan

pada seseorang karena teknik relaksasi otot progresif memberikan efek yang

menenangkan dan merilekskan tubuh. Sehingga penggunaan teknik

relaksasi otot progresif dapat diterapkan karena mudah dilakukan, relaksasi

ini hanya melibatkan sistem otot tanpa memerlukan alat lain dan dapat

dilakukan ketika dalam keadaan istirahat yaitu saat menonton tv atau duduk

di kursi, sehingga mudah dilakukan kapan saja.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harmono Rudi tahun 2020

yang berjudul “Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer”. Penelitian ini

menggunakan desain quasi experiment dengan tehnik pengambilan sampel

consecituve sampling. Besar sampel adalah 40 responden, dibagi menjadi 2

kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok

perlakuan melakukan terapi relaksasi otot progresif selam 15 menit setiap

latihan, sehari dua kali dan dilakukan selama 6 hari. Kedua kelompok

dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah pada hari ke II,

IV, dan VI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah latihan relaksasi

otot progresif ada penurunan tekanan darah sistolik sebesar 16,65 mmHg

dan tekanan darah diastolik mengalami penurunan sebesar 3,8 mmHg.

Kesimpulan penelitian ini adalah latihan relaksasi otot progresif secara

bermagna dapat menurunkan tekanan darah sistolik hipertensi primer ( p

Value = 0,0075 ; a = 0,05), sedangkan pada tekanan darah diastolik latihan

relaksasi otot progresif ini tidak menurunkan tekanan darah secara


134

bermakna (p Value = 0,058 ; a = 0,5).

5. Analisis Inovasi Produk

Tindakan utama yang diberikan pada diagnosis nyeri berbasis EBN

adalah teknik relaksasi otot progresif. Relaksasi otot atau relaksasi progresif

adalah suatu metode yang terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok

otot serta memfokuskan pada perasaan rileks. Dengan bagitu setelah

melakukan relaksasi otot ini dapat menurunkan ketegangan otot, mengurangi

sakit kepala, insomnia serta dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat

kecemasan (Solehati dan Kosasih, 2015).

Penelitian Praptini (2016) yang berjudul “Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif Terhadap tingkat Kecemasan Pasien Kemoterapi Di Rumah

Singgah Kanker Denpasar “ Populasi dalam penelitian ini adalah semua

pasien kanker yang berada di rumah singgah sebanyak 22 orang yang dibagi

kedalam dua kelompok yakni kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Kelompok perlakuan diberikan latihan relaksasi otot progresif selama 15

menit yang dilakukan selama tiga hari pada pagi dan sore hari. Data pada

kelompok perlakuan menunjukkan sebelum diberikan latihan relaksasi otot

progresif, sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu

sebanyak 6 responden (55%), dan setelah diberikan latihan relaksasi otot

progresif sebanyak 6 kali (3 hari setiap pagi dan 9 sore) didapatkan data

tidak ada responden yang mengalami kecemasan berat (0%). Sedangkan

pada kelompok kontrol didapatkan hasil tidak ada perbedaan tingkat

kecemasan sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan


135

rentang kecemasan ringan sampai tidak ada kecemasan

Salah satu pengelolaan diri yang didasari pada sistem syaraf simpatis

dan para simpatis. Pada saat seseorang mengalami kecemasan syaraf yang

bekerja lebih dominan yaitu sistem syaraf simpatis, sedangkan saat keadaan

relaks yang bekerja adalah sistem saraf para simpatis. Dimana saraf simpatis

dan para simpatis yang kerjanya saling berlawanan, ketika otot – otot

dirilekskan dapat menormalkan kembali fungsi – fungsi organ tubuh. Selain

itu gerakan relaksasi otot progresif ini menstimulasi pengeluaran hormon

endorphin yang memberikan rasa bahagia dan kenyamanan pada tubuh.

Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi di

otak dan susunan saraf tulang belakang. Endorphin bekerja mengikat

reseptor yang ada di sistem limbik, sistem limbic adalah bagian dari otak

yang dikaitkan dengan suasana hati dan emosi. Setelah seseorang melakukan

relaksasi dapat membantu tubuhnya menjadi relaks, dengan demikian dapat

memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik (Akbar dan Afriyanti, 2018).

Satu hal yang dapat memotivasi kita untuk terus berusaha mencari

kesembuhan dari sebuah penyakit adalah adanya jaminan dari Allah Ta’ala

bahwa setiap penyakit yang menimpa hambanya pasti ada obatnya.

Rasulullah Saw bersabda:


136

Terjemahnya:

“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan

menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut” (H.R. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh jenis penyakit, memiliki obat

yang dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan, ataupun untuk

meringankan penyakit tersebut. Hadits ini juga mengandung dorongan untuk

mempelajari pengobatan penyakit-penyakit badan sebagaimana kita

mempelajari obat untuk penyakit-penyakit hati. Karena Allah Ta’ala telah

menjelaskan kepada kita bahwa seluruh jenis penyakit memiliki obat,

sehingga kita hendaknya berusaha mempelajari dan kemudian

mempraktikkannya.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan pada lansia dengan

ansietas pada hipertensi dapat disimpulkan yaitu:

1. Hasil pengkajian ditemukan keluhan utama adalah ansietas

2. Diagnosis keperawatan yang muncul berjumlah 4 yaitu: ansietas, gangguan

mobilitas fisik, resiko jatuh, dan risiko defisit perawatan diri

3. Intervensi dan implementasi yang dilakukan pada lansia dengan hipertensi

yaitu: reduksi ansietas, teknik latihan penguatan, pencegahan jatuh dan

perawatan diri

4. Proses evaluasi keperawatan pada lansia dengan hipertensi yaitu: cemas

menurun, gangguan mobilitas fisik belum teratasi (klien telah menjalani

operasi), defisit perawatan diri teratasi, dan risiko jatuh teratasi.

5. Inovasi pemberian teknik relaksasi otot progresif efektif menurunkan

kecemasan pada lansia hipertensi

B. Saran

1. Bagi Profesi Keperawatan

Karya akhir ini bisa dijadikan sebagai bahan referensi bagi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam pemberian terapi non

farmakologi

135
138

2. Bagi Pelayanan Puskesmas

Karya akhir ini menjadi masukan bagi bidang keperawatan dan para

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia hipertensi

dengan masalah nyeri dan melihat keefektifan teknik relaksasi otot

progresif dalam penurunan ansietas lansia hipertensi

3. Bagi Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam

pemberian asuhan keperawatan pada lansia hipertensi. Perlu dilakukannya

penelitian yang lebih lanjut dengan kasus yang lain


DAFTAR PUSTAKA

Adrianti, Hebert. 2019. Modul Workhsop Biologi Abdimas. Jawa Barat: CV Jejak
Aini,

Lela & Reskita, Reza. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan: Program
Studi Ners, STIK Siti Khadijah Palembang, Indonesia. Volume 9,
Nomor 2. Aji, S. B.,

Armiyati, Y., & Sn, S. A. (2015). Efektifitas Antara Relaksasi Autogenik Dan
Slow Deep Breathing Relaxation Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Post Orif Di Rsud Ambarawa. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan (JIKK), 002.

Asikin, M. dkk., (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: Erlangga

Ayudianingsih, N. G., & Maliya, A. (2015). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas


Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi
Fraktur Femur Di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. 191–199

Cahyanti, E. I., Anugrahanti, W., & Wibowo. (2019). Asuhan Keperawatan Pada
Klien Gastritis Dengan Masalah Nyeri Akut

Dahlan, M. S. (2019). Besar sampel: Cara pengambilan sampel dalam penelitian.


kedokteran dan kesehatan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Profil Kesehatan Indonesia


2018. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Mayasari, C. D. (2016). Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non


Farmakologi bagi Seorang Perawat. Jurnal Wawasan Kesehatan, 1(1).
https://doi.org/10.1016/j.hsag.2015.0 8.002 Mirsane, S. A., Kheirkhah,
D., Shafagh, S.,

Mirbagher-Ajorpaz, N., & Aminpour, J. (2016). The Effect of Listening to


Vaghe’a Surah And Its Translation on the State and Trait Anxiety
Before General Surgeries: A Randomized Controlled Controlled Trial.
Health, Spirituality and Medical Ethics, 3(3), 12–17.
http://jhsme.muq.ac.ir/article-1-117-fa.html

Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem muskuloskeletal Jakarta: Salemba Medika.
Purwati, E. Dkk. (2019). Terapi Murottal Al-Qur’an Menurunkan Intensitas Nyeri
Post Sectio Caesarea. Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 2 No
1, page 35-43

Pratiwi, A., Susanti, E. T., & Astuti, W. T. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi
Genggam Jari Terhadap Skala Nyeri Pada Sdr . D Dengan Paska Open
Reduction Internal Fixation ( ORIF ). Jurnal Keperawatan Karya
Bhakti, 6(1), 1–7

Rejeki, S., Trimuliani, S., Machmudah, M., & Khayati, N. (2020). Therapeutic
effect of Al-Quran murattal (surah yusuf) on blood pressure level in
pregnant women with preeclampsia. South East Asia Nursing
Research, 2(1), 27. https://doi.org/10.26714/seanr.2.1.2020. 27-32

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Yaban, Z. S. (2019). Usage of NonPharmacologic Methods on Postoperative Pain


Management by Nurses : Sample of Turkey. 12(1), 529–
541.https://doi.org/10.4103/2230- 8598.151234

Wahyuningsih, Endah & Khayati, Nikmatul. (2021). Terapi Murottal Menurunkan


Nyeri Pasien Post Sectio Caesaria. Program Studi Pendidikan Profesi
Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan :Universitas
Muhammadiyah Semarang World Health Organization. Global Status
Report on Projections of Mortality and Cause of Death 2018.
L
A
M
P
I
R
A
N
LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN

Nama Mahasiswa: HENGKY SYAPUTRA


NPM : 2021207209100
Program Studi : Profesi Ners
Fakultas : Kesehatan
Pembimbing : Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp.Kep.J

Judul KIA-N : KARYA ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN


HIPERTENSI YANG MENGALAMI MASALAH ANSIETAS
MELALUI INOVASI PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT
PROGRESIF DI PEKON CANGGU KABUPATEN LAMPUNG UTARA
TAHUN 2022

TANGGAL BAB URAIAN BIMBINGAN PARAF


07 April 2022 Acc karya tulis ilmiah
09 April 2022 Penjelasan BAB I
17 April 2022 I 1. Kaitkan antara hipertensi
dengan diagnose kecemasan
2. Latar belakang focus pada
kecemasan .
03 Mei 2022 I, II 1. Gunakan panduan KIA untuk
menyusun urutan laporan
2. Study literature terkait
Inovasi Minimal 10 dan 10
tahun terakhir
3. Tinjaun Islam perlu dibuat
di Akhir BAB
07 Mei 2022 III 1. Acc BAB III
2. Lanjutkan BAB IV
PEMBAHASAN

01 Juni 2022 Sesuaikan buku panduan


15 Juni Lengkapi lampiran
ACC jilid bila lampiran lengkap
Lampiran 2

Standard Operating Procedure (SOP)


Teknik Relaksasi Otot Progresif

No Prosedur Tindakan Keterangan


A. Tahap Persiapan
1. Memberikan salam teraupetik dan
memberikan inform consent
2. Menyediakan lingkungan yang
tenang
3. Memvalidasi kondisi responden
4. Menjaga privasi responden
B. Tahap Kerja
1. Posisikan tubuh klien secara
nyaman yaitu berbaring dengan
mata tertutup menggunakan bantal
di bawah kepala dan lutut atau
duduk di kursi dengan kepala
ditopang, hindari posisi berdiri.

2. Gerakan 1:
1) Genggam tangan kiri sambil
membuat suatu kepalan.
2) Buat kepalan semakin kuat
sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
3) Pada saat kepalan dilepaskan,
klien dipandu untuk merasakan
relaks selama 10 detik.
4) Gerakan pada tangan kiri ini
dilakukan dua kali sehingga
klien dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan
otot dan keadaan relaks yang
dialami.
5) Prosedur serupa juga dilatihkan
pada tangan kanan.

3. Gerakan 2:
Tekuk kedua lengan ke belakang
pada pergelangan tangan sehingga
otot di tangan bagian belakang dan
lengan bawah menegang, jari-jari
menghadap ke langit-langit.

4. Gerakan 3:
1) Genggam kedua tangan sehingga
menjadi kepalan.
2) Kemudian membawa kedua
kepalan ke pundak sehingga otot
biseps akan menjadi tegang.

5. Gerakan 4:
1) Angkat kedua bahu setinggi-
tingginya seakan-akan hingga
menyentuh kedua telinga.
2) Fokuskan perhatian gerakan
pada kontras ketegangan yang
terjadi di bahu, punggung atas
dan leher.

6. Gerakan 5 dan 6:
1) Gerakan otot dahi dengan cara
mengerutkan dahi dan alis
sampai otot terasa dan kulitnya
keriput.
2) Tutup keras-keras mata sehingga
dapat dirasakan ketegangan di
sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.

7. Gerakan 7:
Katupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi sehingga terjadi
ketegangan disekitar otot rahang.

8. Gerakan 8:
Bibir dimoncongkan sekuat-
kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan di sekitar mulut.
9. Gerakan 9:
1) Gerakan diawali dengan otot
leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian
depan.
2) Letakkan kepala sehingga dapat
beristirahat.
3) Tekan kepala pada permukaan
bantalan kursi sedemikian rupa
sehingga dapat merasakan
ketgangan di bagian belakang
leher dan punggung atas.
10. Gerakan 10:
1) Gerakan membawa kepala ke
muka.
2) Benamkan dagu ke dada,
sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher
bagian muka.

11. Gerakan 11:


1) Angkat tubuh dari sandaran
kursi.
2) Punggung dilengkungkan.
3) Busungkan dada, tahan kondisi
tegang selama 10 detik,
kemudian relaks.
4) Saat relaks, letakkan tubuh
kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lemas.

12. Gerakan 12:


1) Tarik nafas panjang untuk
mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya.
2) Ditahan selama beberapa saat,
sambil merasakan ketegangan di
bagian dada sampai turun ke
perut, kemudian dilepas.
3) Saat ketegangan dilepas,
lakukan nafas normal dengan
lega.
4) Ulangi sekali lagi sehingga
dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks.

13. Gerakan 13:


1) Tarik dengan kuat perut ke
dalam.
2) Tahan sampai menjadi kencang
dan keras selama 10 detik, lalu
dilepaskan bebas.
3) Ulangi kembali seperti gerakan
awal untuk perut ini.

14. Gerakan 14 dan 15:


1) Luruskan kedua telapak kaki
sehingga otot paha terasa
tegang.
2) Lanjutkan dengan mengunci
lutut sedemikian rupa sehingga
ketegangan pindah ke otot betis.
3) Tahan posisi tegang selama 10
detik, lalu dilepas.
4) Ulangi setiap gerakan masing-
masing dua kali.

C. Tahap Terminasi
1. Evaluasi perasaan responden
2. Lakukan kontrak pertemuan
selanjutnya
3. Akhiri dengan salam

Anda mungkin juga menyukai