Anda di halaman 1dari 61

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES


MELLITUS DENGAN INTERVENSI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT:
LITERATURE REVIEW

M. HUSAINI
NIM. P07220419074

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SAMARINDA
2020
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES


MELLITUS DENGAN INTERVENSI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT:
LITERATURE REVIEW

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar


Profesi Ners

Di susun dan diajukan oleh:

M. HUSAINI
NIM. P07220419074

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SAMARINDA
2020

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : M. Husaini
NIM : P07220419074
Program Studi : Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Kaltim
Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Mellitus
Dengan Intervensi Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Judul KIAN : Penurunan Kadar Gula Darah Di Ruang Instalasi Gawat
Darurat : Literature Review

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa KIAN yang saya tulis ini benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah KIAN ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber
kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah
KIAN ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiat, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.

Samarinda, 20 November 2020


Yang membuat pernyataan,

M. Husaini

iii
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES


MELLITUS DENGAN INTERVENSI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT:
LITERATURE REVIEW

Disusun dan diajukan oleh:

M. HUSAINI
NIM. P07220419074

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Samarinda, 14 Desember 2020

Pembimbing Utama

Ns. Lukman Nulhakim, S. Kep., M. Kep


NIDN. 4020047801

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., M. H


NIP. 197512152002121004
iv
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES


MELLITUS DENGAN INTERVENSI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT:
LITERATURE REVIEW

Disusun dan diajukan oleh


M. HUSAINI
NIM. P07220419074

Telah dipertahankan dalam sidang seminar hasil


pada tanggal 19 Desember 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui,
Penguji I Penguji II

Ns. Wiyadi, S.Kep., M.Sc Ns. Lukman Nulhakim, S. Kep., M. Kep


NIDN. 4015036802 NIDN. 4020047801

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., M. H


NIP. 197512152002121004
v
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES
MELLITUS DENGAN INTERVENSI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT:
LITERATURE REVIEW

M.Husaini 1), Lukman Nulhakim 2)


1)
Mahasiswa Prodi Profesi Ners, Poltekkes Kaltim
2)
Dosen Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kaltim

INTISARI

Latar belakang: Relaksasi Otot Progresif merupakan suatu bentuk terapi mind-
body therapy (terapi pikiran dan otot tubuh) untuk mengatur seluruh tubuh
sehingga menjadi rileks. Tujuan literature review ini untuk mengetahui pengaruh
Relaksasi otot progresif dalam menurunkan kadar gula darah..
Metode: Penelitian ini diperoleh dari database online seperti Google Scholar,
Science Direct, Pubmed dan lain-lain. Dengan keyword, “Relaksasi Otot
Progresif”, “Diabetes Melitus (DM)” dan “Penurunan Kadar Gula Darah”. Jurnal
yang diperoleh dengan kisaran tahun 2017-2019.
Hasil Penelitian: Berdasarkan jurnal yang telah diperoleh bahwa Relaksasi Otot
Progresif efektif dalam menurunkan kadar gula darah pada pasien DM dengan alat
pengukuran kadar gula darah yang terkalibrasi.
Kesimpulan: Intervensi Relaksasi Otot Progresif dapat dilakukan secara rutin
pada pasien DM untuk memperoleh hasil yang optimal dalam penurunan kadar
gula darah.

Kata Kunci: Diabetes Melitus, Relaksasi Otot Progresif, Penurunan Gula Darah

vi
ANALYSIS OF NURSING CARE IN DIABETES MELLITUS WITH
INTERVENTION MUSCLE RELAXATION PROGRESSIVE
FOR DECREASE BLOOD SUGAR IN
EMERGENCY DEPARTEMENT:
LITERATURE REVIEW
M.Husaini 1), Lukman Nulhakim 2)
1)
Students of the Nurse Professional, Health Polytechnics East Borneo
2)
Lecturer in the Department of Nursing, Health Polytechnics East Borneo

ABSTRACT

Backgrounds: Progressive Muscle Relaxation is a form of mind-body therapy to


regulate the body becomes relaxed. The purpose of this research literature is to
determine the effect of progressive muscle relaxation on decreasing blood sugar
levels.
Methods: This study was obtained from online databases such as Google Scholar,
Science Direct, Pubmed and others. With the keywords, "Progressive Muscle
Relaxation", "Diabetes Mellitus (DM)" and "Decreased Blood Sugar Levels".
Journals obtained with a range of 2017-2019
Results: Based on the journals that have been obtained, Progressive Muscle
Relaxation is effective in decreasing blood sugar levels in DM patients, using a
calibrated blood sugar level measurement tool.
Conclusion: Progressive Muscle Relaxation Interventions can be done routinely
in DM patients to obtain optimal results in decreasing blood sugar levels..

Keywords: Diabetes Mellitus, Progressive Muscle Relaxation, Decreasing Blood


Sugar

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan KIAN dengan

judul ”Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Mellitus Dengan Intervensi

Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Di Ruang

Instalasi Gawat Darurat: Literature Review”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan KIAN ini dapat diselesaikan

karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. M. H. Supriadi, S. Kp., M. Kep selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Kaltim

2. Hj. Umi Kalsum, M. Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Kaltim

3. Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., M. H selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Kaltim

4. Ns. Wiyadi, S. Kep., M. Sc selaku Dosen Penguji

5. Ns. Lukman Nulhakim, S. Kep., M. Kep selaku Dosen Pembimbing

6. Kedua orang tua dan istri yang telah memberikan semangat kepada saya

serta anak-anak yang saya cintai

7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Profesi Ners angkatan II Poltekkes

Kemenkes Kaltim
viii
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIAN ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Samarinda, 20 November 2020

Mahasiswa

M. Husaini

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN........................................................ iii
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN........................................................... iv
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN............................................................. v
INTISARI.............................................................................................................. vi
ABSTRACT..........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN.............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. TujuanLiterature Review................................................................................. 4
C. Sumber Penelitian............................................................................................ 4
D. Prosedur dalam Manajemen Literatur............................................................. 5
BAB II LITERATURE REVIEW........................................................................ 6
A. Telaah Pustaka Penyakit Diabetes Melitus......................................................6
B. Telaah Pustaka Kadar Gula Darah.................................................................15
C. Telaah Pustaka Relaksasi Otot Progresif....................................................... 20
D. Kerangka Teori.............................................................................................. 26
E. Jurnal Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Kadar Gula. 27
F. Pembahasan Literature Review Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap
Penurunan Kadar Gula..................................................................................34

x
BAB III KESIMPULAN......................................................................................38
A. Kesimpulan....................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 : Kadar Gula Darah Normal Menurut PERKENI 2015 18

Tabel 2.2 : Jurnal Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap 27


Penurunan Kadar Gula Darah

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

Bagan 2.1 : Kerangka Teori 26

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Standar Prosedur Operasional Relaksasi Otot Progresif

Lampiran 2 Standar Prosedur Operasional Pemeriksaan Gula Darah

Lampiran 3 Riwayat Hidup Peneliti

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular atau biasa yang disebut dengan PTM

merupakan penyakit yang tidak bisa ditularkan dari satu individu ke

individu lainnya. Menurut World Health Organization (2018), sebesar 71%

penyebab kematian di dunia adalah PTM, sedangkan menurut Kementerian

Kesehatan RI (2019) presentase penyakit tidak menular di Indonesia saat ini

sebesar 69,91%.

Menurut World Health Organization (2016), Diabetes melitus adalah

suatu penyakit kronis dimana organ pankreas tidak memproduksi cukup

insulin atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunakannya. gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya

kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid

dan protein sebagai akibat dari insulfisiensi fungsi insulin.

Menurut PERKENI (2015), Diabetes Melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Seseorang dapat didiagnosa DM apabila mempunyai gejala klasik seperti

poliuria, polidpsi, polfagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya.

Data yang diperoleh dari International Diabetes Federation (IDF)

pada ( 2017), Indonesia menempati peringkat keenam di dunia setelah China,

1
2

India, United States, Brazil dan Mexico dengan prevalensi penderita

sebanyak 10,3 juta jiwa. Pada tahun 2017, sekitar 425 juta orang dewasa

(usia 20-70 tahun) hidup dengan DM, diperkirakan pada tahun 2045 ini

akan meningkat menjadi 629 juta jiwa.

Prevelensi DM di Indonesia mengalami peningkatan dari (6,9%)

menjadi (8,5%) dimana provinsi Kalimantan Timur menempati urutan

kedua yang menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM). Prevalensi DM ini

berdasarkan pemeriksaan darah pada penduduk umur >15 tahun (Riskesdas,

2018).

Hiperglikemi pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontol dan

terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan defisit neurologik yang

berat yang sebelumnya ditandai dengan iskemik dan hipoksia otak. Keadaan

hiperglikemia yang berkelanjutan tersebut, dapat menimbulkan komplikasi

diabetes (Wahyuningsih, 2019).

Menurut Moyad & Hawks (2011), Terapi komplementer adalah

pengobatan tradisional dan non-konvensional yang bukan dari negara yang

bersangkutan yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping

terapi konvensional/ medis. Banyak cara yang dapat digunakan dalam

penanganan stres diantaranya teknik relaksasi nafas dalam, teknik relaksasi

otot progresif, terapi musik, terapi respon emosirasional, yoga, dan

pendekatan agamis (Wade & Tavns, 2007).

Tingginya tingkat stres pada seseorang akan memperburuk kadar gula

darahnya karena stres yang tinggi akan mempengaruhi kadar gula darah dan
3

metabolisme insulin, melalui pelepasan hormon stres atau kortisol

(Zainuddin, 2015). Stres menyebabkan produksi berlebihan pada hormon

glukagon dan kortisol. Hormon ini meningkatkan produksi glukosa oleh hati

dan menganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak

dengan cara melawan kerja insulin (Tandra, 2009).

Salah satu contoh terapi komplemeter adalah relaksasi, karena

relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi

komplementer dan alternatif Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan

dengan terapi medis (dalam jurnal Siswanti, 2019).

Terapi relaksasi otot progresif yang merupakan salah satu bentuk

mind-body therapy (terapi pikiran dan otot tubuh) dalam terapi

komplementer. Dalam relaksasi otot individu akan diberikan kesempatan

untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan sekelompok otot tertentu

kemudian melepaskan ketegangan itu (Widyawati & Yulianti, 2004). Terapi

yang diberikan dengan cara management stress sehingga dengan cara

tersebut akan membantu seseorang tersebut menjadi rileks sehingga dapat

menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus (Zainuddin,

2015).

Dari pembahasan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

tinjauan studi literature review tentang analisis asuhan keperawatan pasien

diabetes mellitus dengan intervensi relaksasi otot progresif terhadap

penurunan kadar gula darah di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).


4

B. Tujuan Literature Review

Tujuan dari literature review ini adalah untuk mengidentifikasi dan

mendeskripsikan bukti-bukti berdasarkan pengetahuan terkini terkait dengan

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada

pasien diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, literature

review akan disusun sebagai berikut:

1. Telaah Pustaka dari Penyakit Diabetes Mellitus (menjelaskan

mengenai definisi, anatomi fisiologi, tanda dan gejala, klasifikasi dan

etiologi, patofisiologi, faktor risiko, komplikasi dan penatalaksanaan).

2. Telaah Pustaka konsep dari Kadar Gula Darah (glukosa darah)

3. Telaah Pustaka dari Relaksasi Otot Progresif (menjelaskan definisi,

tujuan, manfaat dan standar prosedur operasional).

4. Jurnal Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar

Gula Darah.

5. Pembahasan Literature Review Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah.

C. Sumber Literatur

Sumber literatur dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari jurnal

database online yang menyediakan jurnal artikel dalam format PDF, seperti:

Google scholar, EBSCO, Science Direct dan Prequest. Sumber lain seperti

buku ajar secara online, skripsi, KIAN, Tesis, Disertasi juga dimanfaatkan.

Tidak ada batasan tanggal publikasi selama literatur tersebut relevan dengan
5

topik penelitian. Akan tetapi, untuk menjaga agar informasi tetap mutakhir,

informasi yang digunakan terutama dari literatur yang dikumpulkan dari

sepuluh tahun terakhir.

D. Prosedur dalam Manajemen Literatur

Untuk menyusun literature review ini, telah dilakukan prosedur

sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi dari beberapa sumber yang berkaitan dengan

topik studi, kemudian membuat laporan/proposal dan

mendokumentasikannya menggunakan perangkat Microsoft Word.

2. Menyusun data dan menggabungkan informasi mengenai relaksasi otot

progresif untuk menurunkan kadar gula darah

3. Literature Review

Untuk memastikan bahwa prosedur pengelolaan literatur yang

disebutkan di atas sesuai, metode lain seperti diskusi intensif dengan

pembimbing akademik.
BAB II

LITERATURE REVIEW

A. Telaah Pustaka Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Seseorang

dapat didiagnosa DM apabila mempunyai gejala klasik seperti poliuria

(sering kencing), polidipsi (mudah haus), polifagi (mudah lapar) dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

(PERKENI, 2015).

Menurut American Diabetes Association (2010), Diabetes Melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau kedua-duanya. Disertai gejala klasik seperti poliuria

(sering kencing), polidipsi (mudah haus), dan polifagi (mudah lapar)

2. Anatomi Fisiologi

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandam, strukturnya sangat

mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya kurang lebih 15 cm, mulai

6
7

dari duodenum sampai limfa, terletak melintang dibagian atas abdomen

di belakang gaster didalam ruang retroperitonial dan terdiri dari tiga

bagian, yaitu:

a. Kepala pankreas, yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga

abdomen dan di dalam lekukan duodenum.

b. Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ tersebut dan

letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra lumbalis

pertama.

c. Ekor pankreas adalah bagian runcing disebelah kiri dan menentuh

limfa.

Jaringan pankreas terdiri atas lobua daripada sel sektretori yang

tersusun mengitari saluran-saluran halus. Saluran ini dimulai dari

persambungan saluran kecil dari lobula yang terletak didalam ekor

pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran

kecil itu menerima saluran dari lobula lain dan kemudian bersatu.

Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri dari dua bagian,

yaitu bagian eksokrin dan endokrin. Dimana eksokrin dilaksanakan oleh

sel sekretori lobula yang membentuk cairan getah pankreas dan yang

berisi ensim dan eletrolit untuk pencernaan sebanyak 1500 sampai 2500

ml sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Cairan ini dikeluarkan akibat

rangsangan hormon sekretin dan pankreoenzimin. Sedangkan endokrin

twrdapat di alveoli pakreas berupa masa pulau kecil yang tersebar

seluruh pankreas dan disebut pulau langerhans yang hormon pankreas


8

(insulin). Setiap pulau berdiameter 75 sampai 150 mikron yang terdiri

sel Beta 75%, sel Alfa 20%, sel Delta 5% dan beberapa sel C. sel Alfa

menghasilkan glokogen dan sel Beta merupakan sumber insulin

sedangkan sel delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida

pankreas.

3. Tanda dan Gejala

Beberapa tanda dan gejala umum menurut PERKENI (2015) yang

dapat ditimbulkan atau ditemukan pada penderita DM, diantaranya:

a. Pengeluaran Urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24

jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai

gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi

sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha

untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini

lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan

mengandung glukosa.

b. Timbul Rasa Haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena

kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan.


9

c. Timbul Rasa Lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi.

d. Penurunan Berat Badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena

tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai

cadangan energi

4. Klasifikasi dan Etiologi

Klasifikasi DM menurut PERKENI (2015), adalah sebagai berikut:

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut seperti autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin.

c. Diabetes Gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang

didiagnosis selama kehamilan trimester kedua dan ketiga. Wanita

dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko

komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki

risiko DM tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan.


10

d. Tipe Diabetes Lainnya

1) Defek genetik fungsi sel beta

2) Defek genetik kerja insulin

3) Penyakit eksokrin pankreas

4) Endokrinopati

5) Karena obat atau zat kimia

6) Infeksi

7) Sebab imunologi yang jarang

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

5. Patofisiologi

DM tipe 2 juga sering disebut dengan Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM). Patofisiologi DM tipe 2 adalah adanya

keadaan hiperinsulinemia dimana meningkatnya jumlah hormon insulin

di dalam darah tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke

dalam sel karena terjadi resistensi insulin, yaitu menurunnya sensitivitas

reseptor insulin sehingga insulin tidak bisa berikatan dengan reseptornya

(ADA, 2018).

Selain itu, pada DM tipe 2 juga terjadi karena adanya gangguan

sekresi insulin akibat tubuh memberi sinyal kepada sel beta pankreas

seakan tubuh kekurangan hormon insulin tersebut, maka dari itu dalam

hal ini disebut dengan defisiensi insulin relatif, yaitu sel beta pankreas

mampu memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup namun kerja

insulin tidak efektif (ADA, 2018).


11

Pada DM type II jumlah insulin normal, malah mungkin lebih

banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel

yang kurang. Reseptor insulin ini dapat di ibaratkan sebagai lubang

kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi lubang kuncinya

yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi

karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel

akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan

glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2004).

6. Faktor Risiko

Faktor risiko pada penyakit DM menurut PERKENI (2015) terbagi

menjadi dua, yaitu:

a. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Berat badan lebih (IMT ≥ 23kg/m2 )

2) Kurangnya aktivitas fisik

3) Hipertensi (> 140/90 mmHg)

4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)

5) Diet tidak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan

meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa

dan DM tipe 2.

b. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Usia, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat

seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus

dilakukan pemeriksaan DM
12

2) Ras dan etnik

3) Riwayat keluarga dengan DM

4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau

riwayat pernah menderita diabetes gestasional.

5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.

Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih

tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

7. Komplikasi

DM yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan

komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI (2015) komplikasi DM

dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

a. Komplikasi Akut

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah

nlai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada

penderita DM tipe I yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, kadar

gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak

mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat

mengalami kerusakan.

Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat

secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme

yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma

Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.


13

b. Komplikasi Kronis

Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada

penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada

sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal

jantung kongestif, dan stroke. Komplikasi mikrovaskuler terutama

terjadi pada penderita DM tipe I seperti nefropati, diabetik

retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi.

Komplikasi mikrovaskuler Mikroangiopati berhubungan

dengan perubahan pada kapiler mata dan ginjal. Pada mata dapat

terjadi retinopati diabetik, pandangan kabur dan katarak. Pada

ginjal dapat terjadi nefropati, neuropati adalah komplikasi DM

yang paling umum.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar

penatalaksanaan DM (PERKENI, 2015), yaitu:

a. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku

sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga

pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komprehensif dan berupaya

meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.

Tujuan dari edukasi adalah mendukung usaha pasien

penyandang DM untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan

pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang


14

mungkin timbul secara dini/saat masih reversible. Ketaatan perilaku

pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri dan perubahan

perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.

Edukasi pada penyandang DM meliputi pemantauan glukosa

mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti

merokok, meningkatkan aktifitas fisik dan mengurangi asupan kalori

serta diet tinggi lemak.

b. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM yaitu

makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-

masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan

terdiri dari karbohidrat 45-65%, lemak 20-25%, protein 10-20%,

natrium kurang dari 3 g dan diet cukup serat sekitar 25 g/hari.

c. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-

masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan

yang bersifat aerobic seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan

berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Latihan jasmani disesuaikan dengan umur dan status kebugaran

jasmani.
15

d. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan

pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

Terapi non farmakologis menurut menurut Smeltzer & Bare

(2008) :

 Terapi relaksasi, diketahui bahwa terapi ini dapat membantu

menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes karena dapat

menekan pengeluaran hormon-hormon yang dapat meningkatkan

kadar gula darah, yaitu epinefrin, kortisol, glukagon,

adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid, dan tiroid.

B. Telaah Pustaka Kadar Gula Darah

1. Pengertian

Glukosa merupakan bentuk karbohidrat paling sederhana yang

diabsorbsi ke dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Kadar

glukosa darah meningkat setelah makan dan turun level terendah pada

bagi hari sebelum makan ( Prince & Wilson, 2006 dalam Bare, 2008).

Glukosa merupakan bentuk paling sederhana dari molekul gula,

yang merupakan produk akhir dari pencernaan karbohidrat dan bentuk

dimana karbohidrat diserap dari usus ke dalam aliran darah. Terkadang

orang menyebutnya gula anggur ataupun dekstrosa. Banyak dijumpai di

alam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran, madu, sirup jagung


16

dan tetes tebu. Di dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir

pencemaan amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa (Erliensty, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas, Glukosa adalah bentuk karbohidrat

paling sederhana yang diabsorbsi ke dalam cairan darah melalui sistem

pencernaan, di dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir pencemaan

amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa.

2. Mekanisme

Fungsi insulin dan glukagon sama pentingnya dengan sistem

pengatur umpan balik untuk mempertahankan konsentrasi gula darah

normal. Bila konsentrasi gula darah meningkat sangat tinggi, maka

timbul sekresi insulin, insulin selanjutnya akan mengurangi konsentrasi

gula darah kembali ke nilai normalnya. Sebaliknya, penurunan kadar

gula darah akan merangsang timbulnya sekresi glukagon, selanjutnya

glukagon ini akan berfungsi berlawanan, yakni akan meningkatkan

kadar gula darah agar kembali ke nilai normalnya (Guyton and John,

2008).

Glukosa tercipta dari karbohidrat dalam santapan dan ditaruh

sebagai glikogen dalam hati dan otot rangka. Hormon somatostatin

adalah hormon peptida yang mengendalikan sistem endokrin dan

berpengaruh terhadap transmisi sinyal syaraf serta perkembangan tubuh

dihasilkan oleh sel-sel ∆ (Delta), membatasi sekresi glukagon dan

insulin, hormon somatostatin membatasi hormon perkembangan dan


17

hormon-hormon hipofisis yang mendesak sekresi tiroid dan adrenal

(Marks, dll, 2000).

Kemudian hormon epinefrin adalah hormon fight or flight yang

dikeluarkan dari medula adrenal sebagai respon terhadap sinyal saraf

yang mencerminkan peningkatan kebutuhan akan glukosa. Untuk

menyelematkan diri dari situasi bahaya, otot rangka menggunakan

glukosa darah dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi.

Akibatnya, glikogenolisis hati harus dirangsang melalui reseptor agonis-

α dan reseptor agonis-β (Marks, dll, 2000)

3. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan kadar glukosa darah terbagi menjadi 2 jenis. Pertama,

darah diambil setelah puasa selama 8 jam atau gula darah puasa. Pada

pemeriksaan gula darah puasa, kadar normalnya adalah 80-100 mg/dl.

Kedua, darah diambil 2 jam setelah makan. Kadar normalnya pada 2 jam

setelah makan adalah 80-140 mg/dl (Siagian, 2016).

Kriteria diagnostik DM menurut PERKENI atau yang dianjurkan

ADA (American Diabetes Association) yaitu bila terdapat salah satu

atau lebih hasil pemeriksaan gula darah dibawah ini:

a. Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) lebih atau sama dengan

200 mg/dl 2).

b. Kadar gula darah puasa (plasma vena) lebih atau sama dengan 126

mg/dl 3).
18

c. Kadar glukosa plasma lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2

jam sesudah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral

(TTGO).

Tabel 2.1 Kadar Gula Darah

Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam


HbA1c (%)
puasa (mg/dL) setelah TTGO (mg/dL
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140
Sumber:(PERKENI, 2015)

Langkah-langkah Pemeriksaan GDS / GDP / GD 2 jam PP:

a. Cek order dokter.

b. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih.

c. Lakukan kontrak / persetujuan dengan pasien.

d. Bawa alat ke dekat pasien.

e. Pasang sampiran atau privasi.

f. Papan perlak dan pengalas pada bawah jari yang akan ditusuk.

g. Nyalakan mesin Gluco Test dan pastikan sudah menyala dengan

baik, kemudian pasang strip stick GDS nya secara benar dan

pastikan sudah bergambar darah pada layar.

h. Lakukan pemilihan jari untuk pemeriksaan GDS yaitu: jari telunjuk,

jari tengah dan jari manis.

i. Berikan / oleskan swab alkohol pada jari yang akan ditusuk.

j. Tusuk ujung jari pasien secara hati-hati.

k. Tekan daerah sekitar tusukan dengan jari kita agar darah keluar,

pastikan darah keluar secukupnya.


19

l. Tempelkan ujung stick GDS pada mesin Gluco test ke darah pasien.

m. Setelah cukup tunggulah beberapa detik untuk melihat hasilnya

pada layar.

n. Setelah hasil keluar catatlah pada lembar cetatan perawat / petugas

laboratorium,

o. Tahap Terminasi:

p. Cuci tangan dengan prinsip bersih.

q. Berpamitan dengan pasien.

r. Laporkan hasil pemeriksaan pada dokter yang meminta.

4. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah

Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa darah. Ketika aktivitas

tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat.

Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar

glukosa darah tetap seimbang. Pada keadaan normal, keadaan

homeostatis ini dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem

hormonal, saraf, dan regulasi glukosa (Kronenberg et. al., 2008).

Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan glukosa yang

tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar glukosa darah

melebihi kemampuan tubuh untuk menyimpannya disertai dengan

aktivitas fisik yang kurang, maka kadar glukosa darah menjadi lebih

tinggi dari normal (hiperglikemia) (ADA, 2010).


20

C. Telaah Pustaka Relaksasi Otot Progresif

1. Pengertian

Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah suatu teknik dengan

mengendurkan otot-otot oleh ketegangan otot untuk mengatur seluruh

tubuh ( Ghezeljeh et al., 2017). Lalu PMR menurut Carver & O’Malley

(2015) adalah suatu pilihan atau altenatif dengan melibatkan ketegangan

dan relaksasi pada kelompok otot tubuh dan mudah untuk mengajari,

murah, aman dan efektif.

Terapi Relaksasi Otot Progresif yang merupakan salah satu bentuk

mind-body therapy (terapi pikiran dan otot tubuh) dalam terapi

komplementer. Dalam relaksasi otot individu akan diberikan

kesempatan untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan

sekelompok otot tertentu kemudian melepaskan ketegangan itu

(Widyawati & Yulianti, 2004).

Terapi Relaksasi Otot Progresif merupakan terapi yang diberikan

dengan cara management stress sehingga dengan cara tersebut akan

membantu seseorang tersebut menjadi rileks sehingga dapat

menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus

(Zainuddin, 2015).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

relaksasi otot progresif merupakan suatu bentuk terapi mind-body

therapy (terapi pikiran dan otot tubuh) dengan teknik dengan


21

mengendurkan otot-otot oleh ketegangan otot untuk mengatur seluruh

tubuh sehingga menjadi rileks.

2. Tujuan

Menurut Kushariyadi, S (2011) bahwa tujuan dari relaksasi progresif

adalah :

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju metabolik.

b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

dan tidak memfokus perhatian seperti relaks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

f. Mengatasi insomnia

3. Manfaat

Menurut Davis (2008) relaksasi progresif memberikan hasil yang

memuaskan dalam program terapi terhadap ketegangan otot,

menurunkan ansietas, memfalisitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan,

kram otot, nyeri pada leher dan punggung, menurunkan tekanan darah

tinggi, fobia ringan serta meningkatkan konsentrasi. Target yang tepat

dan jelas dalam memberikan relaksasi progresif pada keaadaan yang

memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat tidak

nyaman sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari.


22

4. Mekanisme Relaksasi Otot Progresif pada Gula Darah

Menurut Smeltzer & Bare (2002) PMR dapat menurukan gula

darah pada pasien DM. Dengan memunculkan kondisi rileks. Pada

kondisi ini terjadi perubahan impuls saraf pada jalur aferen ke otak

dimana aktivasi menjadi inhibisi. Perubahan impuls saraf ini

menyebabkan perasaan tenang baik fisik maupun mental seperti

berkurangnya denyut jantung, menurunkan kecepatan metabolisme

tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan gula darah.

Hipofisis anterior juga inhibisi sehingga ACTH yang menyebabkan

sekresi kortisol menurun sehingga proses gluconeogenesis, katabolisme

protein dan lemak yang berperan meningkatkan gula darah akan

menurun (Herlambang, 2019).

5. Langkah-langkah Relaksasi Otot Progresif

Menurut Kushariyadi (2011) & Herlambang (2019)¸Langkah-langkah

dalam melakukan relaksasi otot preogresif yaitu:

a. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan

yang terjadi.

3) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami.


23

5) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

b. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

1) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan

sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang.

2) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

c. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar

padabagian atas pangkal lengan).

1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

2) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.

d. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

2) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas, dan leher.

e. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).

1) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai

otot terasa kulitnya keriput.

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di

sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.


24

f. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit

gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

g. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar

mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut.

h. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan

maupun belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher

dan punggung atas.

i. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

1) Gerakan membawa kepala ke muka.

2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan

di daerah leher bagian muka.

j. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung

1) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

2) Punggung dilengkungkan

3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.
25

4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan

otot menjadi lurus.

k. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di

bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

3) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks.

l. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

1) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

m. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha

dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.


26

D. Kerangka Teori

Faktor yang dapat diubah: Faktor yang tidak diubah:


a. Berat badan lebih a. Usia
b. Kurangnya aktivitas b. Ras dan etnik
fisik c. Riwayat keluarga dengan DM
c. Hipertensi d. Riwayat melahirkan bayi dengan BB
d. Dislipidemia lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
e. Diet tidak sehat pernah menderita diabetes
gestasional.
e. Riwayat lahir dengan berat badan
rendah, kurang dari 2,5 kg.

Berikan
Terapi Non Diabetes Mellitus Manifestasi Klinis:
Farmakologis a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polifagia
d. Penurunan
Terapi Relaksasi Berat Badan
Dapat menekan
pengeluaran hormon-
hormon yang dapat
meningkatkan kadar Terjadi kerusakan sekresi
gula darah insulin, kinerja insulin, atau
keduanya

Relaksasi Otot Berikan Intervensi


Progresif Hiperglikemia

Tujuan :
Menurunkan ketegangan otot,
kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi,
frekuensi jantung, dan laju
metabolik.

Menurunkan Kadar Gula Darah

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : PERKENI (2015), Kushariyadi, S (2011), Smeltzer & Bare (2008)
E. Jurnal Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Pasien DM

Tabel 2.2 Jurnal Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pasien DM

Penulis, Tahun Sampel Desain Lama Durasi Analisa Hasil Penelitian Antropometri
Negara Penelitian Pelaksanaan Bivariat
Wahyuningsih 2019 Sampel yang Quasi Latihan otot Uji Paired Terdapat pengaruh terapi lembar
Safitri digunakan sebanyak eksperimental progresif Sample t Test relaksasi progresif terhadap observasi kadar
18 Responden dengan dilakukan kadar gula darah pasien gula darah
Indonesia Dengan Kriteria rancangan selama 15-20 Diabetes Mellitus. puasa, kadar
hasil : penelitian menit sebanyak gula darah
a. Pasien DM tipe 2one-group 2 kali sehari Hal ini dapat dilihat dari diukur dengan
dengan kadar pretest- selama satu kadar gula darah sebelum glukometer yang
posttest
gula darah lebih minggu. intervensi Mean nya 173,07
design.
dari normal atau setelah intervensi menjadi
lebih dari 145 161,68.
mg/dl
b. Pasien DM tanpa
komplikasi
c. Bersedia
menjadi
responden
Heni Siswanti 2019 Sampel yang Quasy Tidak Uji Paired Ada pengaruh progresife Tidak
digunakan sebanyak eksperimen disebutkan Sample t Test muscle relaxation (PMR) disebutkan
Indonesia 32 Responden dengan dengan dalam jurnal terhadap kadar glukosa darah dalam jurnal
DM rancangan pada klien DM di Puskesmas

27
penelitian pre Hal ini dapat dilihat dari
experimental kadar gula darah sebelum
one group intervensi Mean nya 178,77
pretest- setelah intervensi menjadi
posttest. 157,59.
Junaidin 2018 Sampel yang Kuasi 15 menit Uji Paired Terdapat pengaruh relaksasi Tidak
digunakan sebanyak eksperimen selama 3 kali Sample t Test otot progresif terhadap disebutkan
Indonesia 9 Responden dengan pre sehari penurunan gula darah pada dalam jurnal
Intervensi and post pasien diabetes mellitus (DM)
control di lingkungan Puskesmas
Group Woha
Winda Yunita 2019 30 Responden yaitu Quasy Kelompok Uji Paired Ada perbedaan bermakna Stopwatch dan
Miftahul semua pasien eksperimen relaksasi otot Sample t Test antara Brisk Walk Exercise glucometer.
Jannah diabetes mellitus tipe dengan progresif setiap dan Relaksasi Otot Progresif
2 di RSUD dr R. rancangan 2 kali/ hari terhadap penurunan kadar
Indonesia Soedarsono, Pasuruan penelitian selama 3 hari, gula darah, dimana Relaksasi
dimana 15 Pre-test and (dengan durasi otot progresif lebih efektif
daripada brisk walk exercise
Responden Kontrol Post-test pertemuan 15
dalam penurunan kadar gula
dan 15 Responden Group Design menit)
darah
Intervensi
Hal ini dapat dlihat dari pada
brisk walk exercise selisih
antara sebelum dan sesudah
yaitu 11,47 mg/dL, sedangkan
pada relaksasi otot progresif
selisih antara sebelum dan
sesudah yaitu 36,13 mg/dL

28
Arilina Dhian 2018 Sampel penelitian ini Quasy Latihan otot Uji Paired Terdapat pengaruh teknik Pengukuran
Sulistyowati sebanyak 19 experiment progresif Sample t Test relaksasi otot progresif kadar gula darah
responden one group dilakukan terhadap penurunan kadar dilakukan
Indonesia dengan kriteria pretest-postest selama 15 gula darah pada lansia dengan Tes strip
inklusi : design. menit penderita DM di Desa (Gluco
a. pasien berusia sebanyak 3 kali Ngemplak, Karangnongko, Dr/Blood
60-74 tahun, dalam 3 hari Kabupaten Klaten Glucose Test
b. kadar gula darah berturut-turut. Meter) yang
>200 mg/dl, Hal ini dapat dilihat dari sudah
c. menderita kadar gula darah sebelum terkalibrasi.
Diabetes Melitus intervensi Mean nya 252,26
tipe 1 dan 2. setelah intervensi menjadi
180,00.
Galvani 2017 Sampel penelitian ini quasy Latihan otot Uji Paired Relaksasi otot progresif Pengukuran
Sontak sebanyak 30 eksperiment progresif Sample t Test efektif dalam menurunkan kadar gula darah
Simanjutak responden. dengan dilakukan kadar gula darah, dilakukan
Dengan kriteria pendekatan selama 15-20 namun tidak dapat dengan
Indonesia inklusi : one group menit sebanyak meningkatkan nilai ABI. glukometer yang
a. pasien yang pre-post test. 3 kali sehari sudah
sudah terdiagnosa selama satu Hal ini dapat dilihat dari terkalibrasi.
diabetes melitus minggu. kadar gula darah sebelum
tipe 2 ≥ 10 tahun intervensi Mean nya 213,43
yang menjalani setelah intervensi menjadi
terapi obat 180,43.
b. ABI < 0,91
c. tidak memiliki

29
penyakit penyerta
seperti gagal
ginjal, penyakit
jantung.

Tati Murni 2019 Sampel yang Quasi Tidak Uji Paired Ada pengaruh teknik relaksasi Tidak
Karo-karo digunakan dalam experiment, disebutkan Sample t Test otot progresif terhadap disebutkan
penelitian ini dalam jurnal penurunan kadar gula darah dalam jurnal
Indonesia sebanyak 10 pada pasien diabets mellitus
responden. tipe 2.

Hal ini dapat dilihat dari


kadar gula darah sebelum
intervensi Mean nya 243,90
setelah intervensi menjadi
200,80
Nengke 2020 Sampel penelitian Quasi Latihan otot Uji t-dependent Teknik relaksasi otot Pengukuran
Puspita Sari ini sebanyak 10 eksperiment progresif progresif efektif dalam kadar gula darah
responden dengan pre dilakukan menurunkan kadar gula darah, dilakukan
Indonesia and post test selama 15-20 dengan
menit sebanyak glukometer yang
3 kali sehari sudah
selama satu terkalibrasi.
minggu.

30
Rini Meilani 2020 Sampel pada Quasi Tidak Uji t-dependent Teknik relaksasi otot Alat pengecekan
penelitian ini experiment disebutkan sample t-test progresif efektif dalam kadar gula darah
Indonesia sebanyak 24 pre test and dalam jurnal menurunkan kadar gula darah, sewaktu, lembar
responden yang post test with observasi gula
dibagi menjadi dua control group Hal ini dapat dilihat dari darah sebelum
kelompok (12 design. kadar gula darah sebelum dan setelah
intervensi yang intervensi Mean nya 240,5 terapi.
diberikan terapi setelah intervensi menjadi
relaksasi otot 195,0
progresif dan 12
kontrol).

Dengan kriteria
inklusi yaitu
a. pasien diabetes
melitus tipe 2
usia produktif
(15-64 tahun),
b. tidak terdapat
komplikasi
seperti gangguan
penglihatan,
penyakit jantung,
penyakit gagal
ginjal, hipertensi,
atau penyakit
ulkus diabetikum

31
dan
c. tidak
mengkonsumsi
obat-obatan
sebelum
menjalani terapi.

Hotma 2016 Sampel yang Quasy Relaksasi otot Uji Wilcoxon Relaksasi otot progresif Pengukuran
Rumahorbo digunakan berjumlah Experimental Progresif Signed Rank Test efektif untuk menurunkan glukosa dengan
48 responden dimana with pre and dengan durasi dan Mann- gula darah tingkat pasien accu check
International kelompok intervensi post test 25 - 30 menit Whitney Test diabetes tipe 2
24 responden dan randomized dalam satu kali
kelompok kontrol 24 control group latihan Hal ini dapat dilihat dari
responden design kadar gula darah sebelum
Dengan kriteria intervensi Mean nya 262,00
inklusi: setelah intervensi menjadi
a. Pasien yang 183,87
dirawat pertama
kali
b. Pasien dengan
kadar glukosa
darah> 160 mg /
dl;
c. Pasiensaat ini
tidak diobati
dengan anti
depresan

32
d. Pasien tanpa
masalah
pernapasan dan
muskuloskeletal
e. Pasien yang
mampu membaca
dan menulis
f. Pasien yang tidak
memiliki
gangguan
pendengaran; dan
pasien yang tidak
pernah diberikan
relaksasi
progresif
ssebelumnya
g. Serta mereka
yang bersedia
mengikuti
pelatihan atau
latihan.

33
34

F. Pembahasan Literature Review Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pasien DM

Menurut Smeltzer & Bare (2012), Progressive Muscle Relaxation (PMR)

merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada

pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri.

Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan

tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari,

meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup

meningkat.

Mekanisme PMR dalam menurunkan Kadar Gula Darah pada pasien

Diabetes Melitus (DM) Type 2 erat kaitannya dengan stres yang dialami

pasien baik fisik maupun psikologis. Selama stres, hormon yang mengarah

pada peningkatan KGD seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH,

kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu peristiwa kehidupan yang

penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada penderita

diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan.

Manfaat latihan relaksasi otot progresif adalah meningkatkan sirkulasi

darah. Meningkatkan sirkulasi darah akan membantu proses penyerapan dan

pembuangan sisa-sisa metabolisme dari dalam jaringan serta memperlancar

distribusi nutrisi. Peningkatan sirkulasi memungkinkan penyerapan lebih

efisien insulin oleh sel-sel karena sirkulasi darah penderita DM sering

terganggu oleh efek dari peningkatan kadar gula darah pada sel-sel tubuh.
35

Teknik relaksasi otot progresif mengaktifkan sitem saraf parasimpatis

dan menghentikan kerja saraf simpatis sehingga hormon kortisol menurun

yang pada akhirnya glukosa darah menurun. Penelitian Pawlow (2005)

mengatakan relaksasi otot berpengaruh terhadap kadar salivary cortisol dan

bila dilakukan teratur akan menurunkan risiko komplikasi diabetes mellitus.

Hal ini sejalan dengan penelitian Jannah, Winda Y (2019) Terdapat

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Ruang Interna 2 RSUD Dr. R Soedarsono Pasuruan

tahun 2018 sejumlah 15 responden diberi perlakuan relaksasi otot progresif.

Berdasarkan penelitian Jannah, Winda Y (2019) tersebut, teknik relaksasi

otot progresif mampu menurunkan angka kecemasan, sehingga mampu

mengurangi kadar gula darah. Stress tidak hanya dapat meningkatkan kadar

gula darah secara fisiologis. Pasien dalam keadaan stress juga dapat mengubah

pola kebiaasaan yang baik, terutama dalam pola makan, latihan dan

pengobatan.

Hal ini dikarenakan mampu memunculkan kondisi rileks pada jalur

eferen ke otak dimana aktivitas menjadi inhibisi sehingga terjadi penurunan

impuls saraf. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik

fisik maupun mental seperti berkurangnya denyut jantung, menurunnya

kecepatan metabolism dalam hal ini mencegah peningkatan kadar gula darah

Hal ini didukung dengan penelitian Safitri, Wahyuningsih (2019) bahwa

ada pengaruh signifikan terapi relaksasi progresif terhadap kadar gula darah

penderita diabetes mellitus tipe 2 (pvalue = 0,001). Hasil penelitian


36

menunjukkan rata-rata nilai kadar gula darah pada post test sebesar 161,68,

nilai standar deviasi sebesar 39,60 dengan nilai kadar gula darah diberikan

terapi relaksasi progresif sebesar 86 mg/dL dan nilai kadar gula darah puasa

tertinggi sebesar 230 mg/dL.

Relaksasi Otot Progresif dapat menurunkan kadar glukosa darah pada

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan meningkatkan ambilan glukosa

(glucose uptake) pada otot rangka melalui translokasi glucose transporter 4

(GLUT 4) ke permukaan sel.

Latihan relaksasi otot progresif dilakukan secara teratur (2 kali sehari),

dengan durasi satu kali selama 30 menit dapat meningkatkan aktivitas tubuh

dan dapat meningkatkan serapan gula darah oleh sel atau sel tubuh. Hal ini

diperkuat oleh Soewondo (2012) dimana relaksasi otot progresif berpengaruh

terhadap respon fisiologis dan perubahan mental secara bersamaan, relaksasi

otot progresif secara fisiologis juga dapat menurunkan tekanan darah,

mengurangi frekuensi jantung, mengurangi kebutuhan oksigen, otak akan

menerima suplai oksigen yang optimal

Hal ini didukung oleh penelitian Rumahorbo dkk (2016), dimana

Relaksasi otot Progresif dilakukan dengan durasi 25 - 30 menit dalam satu kali

latihan, dan berdasarkan penelitiannya relaksasi otot progresif efektif dalam

menurunkan kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus.

Menurut asumsi penulis bahwa relaksasi otot progresif dapat

menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus karena dapat

memberikan relaksasi terhadap otot-otot, mengurangi stres serta


37

memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat menurunkan kecepatan

metabolism yang berpengaruh terhadap penurunan kadar gula darah.


BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau kedua-duanya. Dimana karakteristik gejalanya yaitu

terdapat peningkatan kadar gula darah.

2. Intervensi Relaksasi otot progresif efektif dalam menurunkan kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus.

38
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2010). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus Diabetes Care


USA. 27 : 55

American Diabetes Association. (2018). Standards Of. Medical Care In


Diabetes—2018. https://diabetesed.net.

Bare and Smeltzer (2008). Keperawatan Medikal Bedah’, in Keperawatan


Medikal Bedah.

Carver, M. L. and O’Malley, M. (2015) ‘Progressive muscle relaxation to


decrease anxiety in clinical simulations’, Teaching and Learning in Nursing.
Organization for Associate Degree Nursing, 10(2), pp. 57–62. doi:
10.1016/j.teln.2015.01.002.

Davis, M. (2008). Panduan Relaksasi dan Reduksi Stress. Jakarta: EGC.

Guyton and John (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, in Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 11th edn. Jakarta: EGC.

Herlambang, Ungkas. (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap


Stres Dan Penurunan Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.

Jannah, Winda Y. (2019). Efektivitas Antara Brisk Walk Exercise Dan Relaksasi
Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2.

Junaidin. (2018). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kadar


Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Puskesmas Woha –
Bima. Jurnal Ilmiah Mandala Education.

Karokaro, Tati M. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam.

Kementerian Kesehatan R1. (2019). Penyakit Menular Masih Jadi Perhatian


Pemerintah. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/19042500004/penyakit-menular-masih-
jadi-perhatian-pemerintah.html

Kronenberg(2008)‘ObesityIn :WilliamsText book of Endocrinology’,in Obesity


In :WilliamsText book of Endocrinology.Philadelphia:Saunders Elservier
Publishing.
Kushariyadi, Setyoadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien.
Psikogeriatrik. Penerbit: Salemba Medika. Jakarta.

Marks, D., Marks, A. and Smith, C. (2000) ‘Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah
Pendekatan Klinis’, in U. Pendit (ed.) Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.

Meilani, Rini. (2020). Efektivitas Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar Gula
Darah: Penelitian Quasi Eksperimen Pada Penderita Diabetes Militus Tipe
2Usia Produktif.

Pawlow, L.A & Jones, G.E. (2005). The impact of abbreviated progressive muscle
relaxation on salivary cortisol and salivary immunoglobulin A. Applied
Psycho-physiology and biofeedback. 30(4): 375-387

PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia. Retrieved from https://doi.org/10.1177/1090198174002

Putriani, Devi. (2018). Relaksasi Otot Progresif terhadap Kadar Gula Darah pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Riset Kesehatan Dasar, 58.

Rumahorbo, Hotma. (2016). Progressive Muscle Relaxation Effectiveness of the


Blood Sugar Patients with Type 2 Diabetes. Retreived From
http://dx.doi.org/10.4236/ojn.2016.63025

Safitri, Wahyuningsih. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap


Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Sari, Nengke Puspita. (2020). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Kadar Glukosa Darah Dan Ankle Brachial Index Diabetes Melitus Ii.

Siagian, E. (2016) ‘Pengaruh Penerapan Modifikasi Perilaku Sehat Terhadap


Faktor Resiko DM Tipe II’, SKOLASTIK Keperawatan, 2(1), pp. 86–96.

Simanjuntak, Galvani. (2017). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif


Terhadap Kadar Gula Darah Dan Ankle Brachial Index Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe Ii

Siswanti, Henny. (2019). Progresive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap


Perubahan Kadar Glukosa Darah (KGD) Pada Pasien Diabetes Melitus
(Dm). Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan.
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.

Sulistyowati, Arlina D. (2018). Pengaruh Latihan Teknik Relaksasi Otot Progresif


Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Lansia Penderita Diabetes
Melitus.

Soewondo, S. (2012). Managemen Stres dan Relaksasi Progresif. LPSP3UI.

Tandra, H. (2009). Kiss diabetes goodbye. Surabaya: Jaring Pena

Wahyuningsih, Safitri. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap


Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal PROFESI
(Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian

Widyawati, Palupi dan Yulianti, Devi. (2004). Manajemen Stres National Safety
Council. Jakarta: EGC

WHO. (2016). Diabetic Mellitus. Retrieved from http://www.who.int/diabetes/


globalreport/en

WHO. (2018). Noncommunicable Diseases Country Profiles. Retrieved from


https://doi.org/16/j.jad.201009007

Zainuddin, M. (2015). Hubungan stres dengan kualitas hidup penderita diabetes


mellitus type 2. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Keperawatan,
2(1), 891-898
Lampiran 1 Standar Prosedur Operasional (SPO) Relaksasi Otot Progresif

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

POLITEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF


KESEHATAN No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur
KEMENKES
KALTIM Dokumen 1/3 Poltekkes Kemenkes Kaltim

Jl. Wolter
Monginsidi No. 38
Samarinda
Relaksasi Otot Progresif merupakan suatu bentuk terapi
mind-body therapy (terapi pikiran dan otot tubuh) dengan
Pengertian
teknik dengan mengendurkan otot-otot oleh ketegangan otot
untuk mengatur seluruh tubuh sehingga menjadi rileks.
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher
dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung,
dan laju metabolik.
b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika
Tujuan
klien sadar dan tidak memfokus perhatian seperti relaks.
d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
f. Mengatasi insomnia

Persiapan alat dan lingkungan :


1. Kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang.
2. Pahami tujuan dan prosedur.
3. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan
mata tertutu menggunakan bantal di bawah kepala dan
lutut atau duduk di kursi dengan kepala ditopang,
Persiapan
hindari posisi berdiri.
4. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata,
jam, dan sepatu.
5. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain
sifatnya mengikat

1. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.


Prosedur a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
c. Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi
selama 10 detik.
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali
sehingga dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
e. Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian
belakang.
a. Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan
tangan sehingga otot di tangan bagian belakang dan
lengan bawah menegang.
b. Jari-jari menghadap ke langit-langit.
3. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot
besar padabagian atas pangkal lengan).
a. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b. Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak
sehingga otot biseps akan menjadi tegang.
4. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya
mengendur.
a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan
hingga menyentuh kedua telinga.
b. Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan
yang terjadi di bahu punggung atas, dan leher.
5. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot
wajah (seperti dahi, mata, rahang dan mulut).
a. Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan
alis sampai otot terasa kulitnya keriput.
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.
6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti
dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di
sekitar otot rahang.
7. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di
sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya
sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
8. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher
bagian depan maupun belakang.
a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang
baru kemudian otot leher bagian depan.
b. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga dapat merasakan
ketegangan di bagian belakang leher dan punggung
atas.
9. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian
depan.
a. Gerakan membawa kepala ke muka.
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
10. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
a. Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b. Punggung dilengkungkan
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10
detik, kemudian relaks.
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lurus.
11. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyakbanyaknya.
b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan
ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,
kemudian dilepas.
c. Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan
lega. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan
perbedaan antara kondisi tegang dan relaks.
12. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut
a. Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10
detik, lalu dilepaskan bebas.
c. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.
13. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki
(seperti paha dan betis).
a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang.
b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot betis.
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.
Lampiran 2 Standar Prosedur Operasional Pemeriksaan Gula Darah

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

POLITEKNIK PEMERIKSAAN GULA DARAH


KESEHATAN No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur
KEMENKES
KALTIM Dokumen 1/2 Poltekkes Kemenkes Kaltim

Jl. Wolter
Monginsidi No. 38
Samarinda
Pemeriksaan GDS adalah Suatu tindakan untuk mengetahui
Pengertian
hasil atau nilai gula darah pada pasien
a. Pemeriksaan laboratorium harian
b. Acuan tidakan medis
c. Pengobatan yang tepat
Tujuan
d. Pemilihan diit yang tepat
e. Pencegahan resiko hiperglikemi

Alat dan bahan:


a. Mesin gluco test
b. Strip stick GDS
Persiapan
c. Jarum / lancet GDS
d. Alkohol swab
e. Perlak dan pengalas
Prosedure Tindakan Pemeriksaan GDS / GDP / GD 2 jam PP:
1. Cek order dokter.
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih.
3. Lakukan kontrak / persetujuan dengan pasien.
4. Bawa alat ke dekat pasien.
5. Pasang sampiran atau privasi.
6. Papan perlak dan pengalas pada bawah jari yang akan
Prosedur
ditusuk.
7. Nyalakan mesin Gluco Test dan pastikan sudah menyala
dengan baik, kemudian pasang strip stick GDS nya secara
benar dan pastikan sudah bergambar darah pada layar.
8. Lakukan pemilihan jari untuk pemeriksaan GDS yaitu:
jari telunjuk, jari tengah dan jari manis.
9. Berikan / oleskan swab alkohol pada jari yang akan
ditusuk.
10. Tusuk ujung jari pasien secara hati-hati.
11. Tekan daerah sekitar tusukan dengan jari kita agar darah
keluar, pastikan darah keluar secukupnya.
12. Tempelkan ujung stick GDS pada mesin Gluco test ke
darah pasien.
13. Setelah cukup tunggulah beberapa detik untuk melihat
hasilnya pada layar.
14. Setelah hasil keluar catatlah pada lembar cetatan perawat /
petugas laboratorium,

Tahap Terminasi:
1. Cuci tangan dengan prinsip bersih.
2. Berpamitan dengan pasien.
3. Laporkan hasil pemeriksaan pada dokter yang meminta.
Lampiran 3 Riwayat Hidup Peneliti

RIWAYAT HIDUP PENELITI

M. Husaini, lahir di Samarinda pada tanggal 11 Juni 1979.

Merupakan anak pertama dari lima bersaudara yang lahir

dari pasangan suami istri H. Hayim A.R dan Hj. Halimah.

Memiliki empat adil, dua adik laki-laki dan dua adik

perempuan, adik pertama bernama Isnaniah, adik kedua

bernama Ismail, adik ketiga bernama M. Ramadhani, dan yang terakhir bernama

Siti Nur Asiyah. Peneliti tinggal di Jalan Gaya Baru RT 03, Kelurahan Rawa

Makmur, Kecamatan Palaran, Kalimantan Timur. Pendidikan yang telah ditempuh

oleh peneliti yaitu SDN 003 Palaran, lulus pada tahun 1991. Kemudia dilanjutkan

dengan menempuh pendidikan di MTS N Samarinda, lulus pada tahun 1995.

Setelah itu dilanjutkan menempuh pendidikan di MAN 2 Samarinda, lulus pada

tahun 1998. Kemudian menempuh Program Studi pendidikan DIV Keperawatan

di Poltekkes Kemenkes Kaltim, lulus pada tahun 2017. Pada tahun 2019 peneliti

melanjutkan pendidikan Program Studi Profesi Ners. Pada bulan November 2020

peneliti melakukan penelitian Literature Review dengan judul:

“ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELLITUS


DENGAN INTERVENSI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
PENURUNAN KADAR GULA DARAH DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT: LITERATURE REVIEW”.

Anda mungkin juga menyukai