Anda di halaman 1dari 136

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONIA PADA AN. A


DENGAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI DADA DAN BATUK
EFEKTIF UNTUK MEMBANTU MENGURANGI PENUMPUKAN
SEKRET DI RUANGAN PAV. SUBI KECIL RSAL Dr. MIDIYATO
SURATANI TANJUNGPINANG TAHUN 2023

Peminatan Keperawatan Anak

YESSY ERFINA, S.Kep

112214016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONIA PADA AN. A


DENGAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI DADA DAN BATUK
EFEKTIF UNTUK MEMBANTU MENGURANGI PENUMPUKAN
SEKRET DI RUANGAN PAV. SUBI KECIL RSAL Dr. MIDIYATO
SURATANI TANJUNGPINANG TAHUN 2023

Peminatan Keperawatan Anak

YESSY ERFINA, S.Kep

112214016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023

i
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONIA PADA AN. A


DENGAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI DADA DAN BATUK
EFEKTIF UNTUK MEMBANTU MENGURANGI PENUMPUKAN
SEKRET DI RUANGAN PAV. SUBI KECIL RSAL Dr. MIDIYATO
SURATANI TANJUNGPINANG TAHUN 2023

Peminatan Keperawatan Anak

LAPORAN ILMIAH AKHIR

Untuk Memperoleh Gelar Ners (Ns)


Pada Program Studi Profesi Ners Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

PROGRAM STUDI PROFESI NERS NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023

ii
PERNYATAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Yessy Erfina, S.Kep
Nim : 112214016
Judul : Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An. A
Dengan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada Dan Batuk
Efektif Untuk Membantu Mengurangi Penumpukan Sekret
Di Ruangan Paviliun Subi Kecil RSAL Dr.Midiyato
Suratani Tanjungpinang
Program Studi : Ners
Institusi : Stikes Hangtuah Tanjungpinang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa KIAN yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan dan pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan KIAN ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Mengetahui, Tanjungpinang, Maret 2023


Pembimbing Pembuat Pernyataan

( Tri Arianingsih, S.Kep,Ns,M.Kep ) ( Yessy Erfina, S.Kep )

iii
PERSETUJUAN KARYA ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONIA PADA AN. A
DENGAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI DADA DAN BATUK
EFEKTIF UNTUK MEMBANTU MENGURANGI PENUMPUKAN SEKRET
DI RUANGAN PAV. SUBI KECIL RSAL Dr. MIDIYATO SURATANI
TANJUNGPINANG TAHUN 2023

YESSY ERFINA, S.Kep


112214016

Karya Ilmiah Akhir ini telah disetujui


Tanggal 11 Januari 2023

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

( Tri Arianingsih, S.Kep,Ns,M.Kep.) ( E.R Nina Trisnawati,S.Kep,Ns)


NIK : 11093 NIP : 198509022009122003

Mengetahui :
Kepala Program Studi Profesi Ners
Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

( Soni Hendra S, S.Kep,Ns,M.Kep)


NIK : 11069

iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONIA PADA AN. A


DENGAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI DADA DAN BATUK
EFEKTIF UNTUK MEMBANTU MENGURANGI PENUMPUKAN
SEKRET DI RUANGAN PAV. SUBI KECIL RSAL Dr. MIDIYATO
SURATANI TANJUNGPINANG TAHUN 2023

YESSY ERFINA, S.Kep

112214016

Karya Ilmiah ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji pada

program studi profesi ners Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

pada tanggal 30 Maret 2023

Panitia Penguji,

1. Ketua : Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M. Kep (............................)

2. Anggota : Tri Arianingsih, S.Kep,Ns, M. Kep (............................)

3. Anggota : E.R. Nina Trisnawati, S.Kep, N (............................)

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulilah puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah memberikan kekuatan, membekali saya dengan ilmu yang
berlimpah. Atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan akhirnya karya
tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dan tidak lupa juga shalawat dan salam saya
limpahkan kepada nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wassalam. Persembahan
tugas akhir ini dan rasa terima kasih saya ucapkan untuk :
Kedua Orang Tua saya Tercinta Sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terima
kasih yang tiada terhingga karya tulis ini saya persembahkan teruntuk kedua
orang tua, suami dan anak-anak saya yang telah memberikan dukungan, doa serta
motivasi baik secara moril maupun materi. Semoga doa dan semua hal yang
terbaik menjadikan saya orang yang baik pula amin.
Teruntuk dosen pembimbing tugas akhir saya Ibu Tri Arianingssih, S. Kep,
Ns, M. Kep dan Ibu E. R Nina Trisnawati, S. Kep, Ns, Terima kasih saya ucapkan
karena telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu
membimbing saya dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Teruntuk semua dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang, terima
kasih ibu dan bapak telah membimbing saya dengan sabar dalam 1 tahun ini
memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat berharga dan berguna dikemudian
hari.
Teruntuk Teman-teman satu angkatan Alhamdulilah akhirnya kita semua
sudah mencapai apa yang kita usahakan selama ini terima kasih saya ucapkan
dikarenakan selalu ada, selalu memberi semangat dan dukungan satu sama lain
dalam menyelesaikan tugas akhir ini sukses buat kita semua. Terima kasih semua
atas semangat dan kebersamaan selama tiga tahun menuntut ilmu di STIKES ini
semoga allah senantiasa memberikan kemudahan dan kesuksesan kepada kita
semua. Aamiin.
Tanjungpinang, Maret 2023

Penulis

vi
Asuhan Keperawatan Bronchopneumonia Pada An. A Dengan
Penerapan Teknik Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Untuk
Membantu Mengurangi Penumpukan Sekret Di Ruangan
Pav Subi Kecil RSAL Dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas, terutama pada anak di bawah usia lima tahun. ISPA
dapat berkembang menjadi pneumonia. Terjadinya pneumonia pada anak sering
bersamaan dengan perkembangan proses infeksi akut pada bronkus yang disebut
bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan pada dinding bronkiolus
dan jaringan paru-paru di sekitarnya. Selain itu, Bronkopneumonia merupakan
salah satu penyakit dengan angka kematian tertinggi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien anak dengan
bronkopneumonia. Penelitian ini mengambil metode praktik mengunjungi pasien
bronkopneumonia secara langsung. Pengumpulan data terjadi melalui identifikasi,
interpretasi, dan analisis laporan kasus yang direkam. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik wawancara pasien dan keluarga serta observasi. Berdasarkan
analisis data, ditemukan kesamaan antara teori berdasarkan buku SDKI, SLKI dan
SIKI dengan kejadian di lapangan. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada
pasien adalah bersihan jalan nafas, pola nafas tidak efektif, dan hipertermia. Pada
proses perencanaan dan pelaksanaan selalu didukung oleh instansi dan fasilitas
kesehatan pendukung. Hasil penelitian setelah dilakukan implementasi dan
evaluasi keperawatan didapatkan bahwa masalah pasien hipertermia teratasi,
namun masalah bersihan jalan nafas dan pola nafas tidak efektif teratasi sebagian.
Oleh sebab itu, bronkopneumonia pada anak-anak, kondisi lingkungan harus
diperhitungkan, nutrisi dan oksigen dipasok. Diharapkan lebih banyak perhatian
diberikan oleh petugas kesehatan untuk memberikan perawatan yang tepat dan
masyarakat akan dapat menerima pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
perilaku swhat dalam kebiasaan dan kehidupan sehari-hari

Kata Kunci : Anak, Bronkopneumonia, Asuhan Keperawatan

vii
Nursing Care Bronchopneumonia At An. A With The Application Of
Chest Physiotherapy Techniques And Cough Effectively To Help
Reduce The Accumulation Of Secretions In The Room
Pav Subi Kecil RSAL Dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang

ABSTRACT

Acute Respiratory Infection (ARI) is a major cause of morbidity and


mortality, especially in children under five years of age. ARI can develop into
pneumonia. The occurrence of pneumonia in children often coincides with the
development of an acute infectious process in the bronchi called
bronchopneumonia. Bronchopneumonia is an inflammation of the bronchial walls
and surrounding lung tissue. In addition, Bronchopneumonia is one of the diseases
with the highest mortality rate. This study aims to identify and understand nursing
care in pediatric patients with bronchopneumonia. This study took the practical
method of visiting bronchopneumonia patients directly. Data collection occurred
through the identification, interpretation, and analysis of recorded case reports.
Data collection techniques using patient and family interview techniques and
observation. Based on data analysis, similarities were found between theories
based on the SDKI, SLKI and SIKI books and events in the field. Nursing
diagnoses found in patients are airway clearance, ineffective breathing patterns,
and hyperthermia. The planning and implementation process is always supported
by supporting health agencies and facilities. The results of the study after
implementing and evaluating nursing found that the hyperthermia patient's
problem was resolved, but the problem of airway and breathing clearance was not
effectively resolved. Ineffective breathing pattern has been partially resolved.
Therefore, bronchopneumonia in children, environmental conditions must be
taken into account, nutrients and oxygen supplied.

Kata Kunci : Children, Bronchopneumonia, Nursing Care

viii
DAFTAR ISI
KARYA ILMIAH AKHIR

KARYA ILMIAH AKHIR i

Untuk Memperoleh Gelar Ners ii

Lembar Pernyataan Keaslian Tulisan iii

Lembar Persetujuan iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji KIAN v

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penulisan 4

1.4 Manfaat Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2. 1. Konsep Dasar Anak 8

2.1.1 Perkembangan dan Pertumbuhan Anak 8

2.1.2 Batasan Usia Anak 10

2.1.3 Paradigma Keperawatan Anak 11

2.1.4 Prinsip Keperawatan Anak 13

2.1.5 Peran Perawat Anak 15

2. 2. Konsep Dasar Bronkopneumonia 17

2.2.1 Pengertian 17

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi 18

ix
2.2.3 Etiologi 21

2.2.4 Patofisiologi 22

2.2.5 Klasifikasi 24

2.2.6 Manifestasi Klinik 24

2.2.7 Komplikasi 26

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang 27

2.2.9 Penatalaksanaan dan Terapi 28

2.2.10 Pathway Penyakit Bronkopneumonia 30

2.2.11 Masalah pada Penyakit Bronkopneumonia 31

2. 3. Konsep Dasar Fisioterapi Dada dan Batuk Efektif 37

2.3.1 Konsep Dasar Fisioterapi Dada 37

2.3.2 Konsep Dasar Batuk Efektif 42

2. 4. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 44

2.4.1 Pengkajian 44

2.4.2 Diagnosa Keperawatan 48

2.4.3 Intervensi Keperawatan 50

2.4.4 Implementasi Keperawatan 62

2.4.5 Evaluasi Keperawatan62

BAB III ANALISA LAPORAN KASUS 63

3. 1. Pengkajian 63

3. 2. Diagnosa Keperawatan 70

3. 3. Intervensi Keperawatan 72

3. 4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan 77

BAB IV PEMBAHASAN 93

4. 1. Pengkajian 93

4. 2. Diagnosa Keperawatan 95

x
4. 3. Intervensi Keperawatan 100

4. 4. Implementasi Keperawatan 102

4. 5. Evaluasi Keperawatan103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105

5.1 Kesimpulan 105

5.2 Saran 106

DAFTAR PUSTAKA 108

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah organisme yang terdiri dari sel-sel, unit dasar
kehidupan. Setiap organ yang membentuk suatu sistem dalam tubuh
manusia terdiri dari kelompok sel yang berbeda yang disatukan oleh
struktur pendukung antar sel, dengan setiap jenis sel yang secara khusus
disesuaikan untuk melakukan satu atau lebih fungsi spesifik. Meskipun
mereka memiliki jenis dan fungsi yang berbeda, semua sel memiliki sifat
atau perilaku yang sama untuk membantu manusia melakukan aktivitas
setiap hari. Awal mula proses perkembangan dan pertumbuhan manusia
dimulai dari masa anak-anak dan berakhir pada masa lansia.
Secara umum yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau
generasi dari hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan baik dalam ikatan perkawinan maupun diluar perkawinan.
Anak merupakan individu yang akan mengalami berbagai perubahan dan
perkembangan dimulai dari masa bayi (usia 0-1 tahun), usia bermain atau
balita (usia 1-3 tahun), prasekolah (usia 3-5 tahun), dan usia sekolah (usia
5-11 tahun), individu yang berprestasi pada masa remaja (usia 11-18
tahun). Kisaran ini akan bervariasi untuk setiap anak dikarenakan mereka
memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini dapat terlihat
disepanjang perkembangan, anak-anak memiliki karakteristik fisik,
kognitif, konsep diri, koping, dan perilaku sosial yang berbeda. Pada anak
terjadi perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang kisarannya cepat
ataupun lambat tergantung pada prosesnya. Selain itu, anak merupakan
golongan usia yang paling rawan terhadap penyakit, hal ini berkaitan
dengan fungsi protektif atau immunitas anak, salah satu penyakit yang
sering diderita oleh anak golongan usia 3-6 tahun adalah gangguan
pernafasan atau infeksi pernafasan (Wong, 2017).
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk
menggambarkan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan

1
jaringan paru-paru di sekitarnya. Brocopneumonia kadang-kadang disebut
sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang berasal dari
parenkim paru yang terlokalisasi pada bronkiolus dan alveoli sekitarnya
(Muhlisin, 2017). Pada tahun 2015 angka kejadian bronkopneumonia di
negara berkembang termasuk Indonesia hampir 30% sedangkan pada
tahun 2019 angka kejadian bronkopneumonia turun menjadi 20%, terjadi
pada anak di bawah usia 5 tahun, dan berisiko tinggi terhadap kematian
(Kemenkes RI, 2019).
Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar
800.000 hingga 2 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat
bronkopneumonia. Bahkan United Nations Children’s Fund (UNICEF)
dan WHO menyebutkan bronkopneumonia sebagai kematian tertinggi
anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta
Acquired Immunodeficiency 3 Syndrome (AIDS). Pada tahun 2017
bronkopneumonia setidaknya membunuh 808.694 anak di bawah usia 5
tahun (WHO, 2019).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, lima provinsi
yang mempunyai insiden bronkopneumonia balita tertinggi adalah DKI
Jakarta (95,53%), Sulawesi Tengah (71,82%), Kalimantan Utara
(70,91%), Banten (67,60%) dan Nusa Tenggara Barat (63,64%)
Sedangkan prevalensi di Kalimantan Timur (29,02%) (Kemenkes RI,
2018).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
jumlah kasus bronkopneumonia anak balita yang ditemukan dan di tangani
terdapat pada Kota Tanjungpinang mencapai 366 kasus (Profil Dinas
Kesehatan Kepri, 2019) Penemuan kasus bronkopneumonia pada balita
tertinggi di Tanjungpinang tahun 2014 terdapat pada wilayah
Tanjungpinang Timur, pada Puskesmas Batu 10 dengan 194 kasus.
Pada tahun ini, temuan kasus Bronkopneumonia mengalami
penurunan dibanding tahun sebelumnya. Namun walaupun mengalami
penurunan, cakupan penemuan Bronkopneumonia anak balita di Kota
Tanjungpinang masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan semakin baiknya

2
pelayanan kesehatan di Puskesmas khususnya dalam hal diagnosis dan
tatalaksana Bronkopneumonia anak balita di wilayah kerjanya mengikuti
pedoman yang telah digariskan oleh Kementerian Kesehatan RI (Profil
Dinas Kesehatan Kepri, 2019).
Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia
mengarah pada manifestasi klinis yang sudah ada sebelumnya sehingga
muncul beberapa masalah dan salah satunya adalah bersihan jalan napas
tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten. jika masalah bersihan jalan nafas ini tidak
ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih berat
seperti anak akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa menimbulkan
kematian (PPNI, 2017).
Menurut Ridha (2014) menyatakan bahwa upaya yang perlu
dilakukan dalam penanganan bronkopneumonia dengan bersihan jalan
napas tidak efektif meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis.
Terapi farmakologis antara lain pemberian obat antibiotik dan pemberian
terapi nebulisasi sedangkan terapi non farmakologis yaitu fisioterapi dada
seperti clapping dan batuk efektif. Anak yang sudah mendapatkan terapi
inhalasi akan mendapatkan tindakan fisioterapi dada. Fisioterapi dada
dilakukan dengan teknik Tapping dan Clapping. Teknik ini adalah suatu
bentuk terapi dengan menggunakan tangan, dalam posisi telungkup serta
dengan gerakan fleksi dan ekstensi wrist secara ritmis. Teknik ini sering
digunakan dengan dua 5 tangan. Pada anak-anak tapping dan clapping
dapat dilakukan dengan dua atau tiga jari. Teknik dengan satu tangan
dapat digunakan sebagai pilihan pada tapping dan clapping yang dapat
dilakukan sendiri.
Sedangkan menurut Jenkins (2018) batuk efektif merupakan teknik
batuk efektif yang menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari
aspirasi yang bertujuan merangsang terbukanya sistem kolateral,
meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkn volume paru,
memfasilitasi pembersihan saluran nafas. Batuk efektif yang baik dan

3
benar akan dapat mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan
gangguan saluran pernafasan.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Bronchopneumonia
Pada An. A Dengan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada Dan Batuk
Efektif Untuk Membantu Mengurangi Penumpukan Sekret Pada
Anak”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan
Bronchopneumonia Pada An. A Dengan Penerapan Teknik Fisioterapi
Dada Dan Batuk Efektif Untuk Membantu Mengurangi Penumpukan
Sekret Pada Anak Di Ruang Subi kecil RSAL dr. Midiyato Suratani
Tanjungpinang ”?
1.3 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk
Menerapkan Teknik Fisioterapi Dada Dan Batuk efektif
dalam Memberikan Asuhan Keperawatan
Bronchopneumonia pada An. A Di Ruang Subi kecil RSAL
dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang
1.4.2 Tujuan Khusus
 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar teoritis
tentang Penerapan Teknik Fisioterapi Dada Dan
Batuk Efektif An. A dengan Bronchopneumonia Di
Ruang Subi kecil RSAL dr. Midiyato Suratani
Tanjungpinang
 Mahasiswa mampu memahami dan melakukan
pengkajian Penerapan Teknik Fisioterapi Dada Dan
Batuk Efektif An. A dengan Bronchopneumonia Di
Ruang Subi kecil RSAL dr. Midiyato Suratani
Tanjungpinang

4
 Mahasiswa mampu memahami diagnosa
keperawatan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada
Dan Batuk Efektif An. A dengan
Bronchopneumonia Di Ruang Subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.
 Mahasiswa mampu memahami rencana asuhan
keperawatan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada
Dan Batuk Efektif An. A dengan
Bronchopneumonia Di Ruang Subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.
 Mahasiswa mampu melakukan tindakan
keperawatan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada
Dan Batuk Efektif An. A dengan
Bronchopneumonia Di Ruang Subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.
 Mahasiswa mampu memahami evaluasi
keperawatan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada
Dan Batuk Efektif An. A dengan
Bronchopneumonia Di Ruang Subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.
 Mampu melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan pada An. A bronchopneumonia
dengan penerapan teknik fisioterapi dada dan batuk
efektif untuk membantu mengurangi penumpukan
sekret pada anak di ruang subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.
 Menganalisis intervensi penerapan teknik fisioterapi
dada dan batuk efektif An. A dengan
bronchopneumonia di ruang subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.

5
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Hasil Penulisan Kian ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan peneliti dalam melakukan
analisa mengenai Penerapan Teknik fisioterapi dada dan
batuk efektif An. A dengan bronchopneumonia di ruang
subi kecil RSAL dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang, serta
menambah pengetahuan peneliti dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan yang sesuai pada Anak dengan
Bronchopneumonia.
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan
tambahan referensi dan masukan mengenai Penerapan
Teknik fisioterapi dada dan batuk efektif An. A dengan
bronchopneumonia di ruang subi kecil RSAL dr. Midiyato
Suratani Tanjungpinang. Sehingga menambah pengetahuan
dan meningkatkan kualitas pendidikan di Institusi.
1.4.3 Manfaat Bagi Perawat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan
peran serta perawat dalam pemberian Asuhan Keperawatan
Penerapan Teknik fisioterapi dada dan batuk efektif An. A
dengan bronchopneumonia di ruang subi kecil RSAL dr.
Midiyato Suratani Tanjungpinang.
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan yang baik, sehingga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit dan
masyarakat dapat menentukan RSAL dr. Midiyato Suratani
Tanjungpinang sebagai rumah sakit pilihan.
1.4.5 Manfaat Bagi Masyarakat
Penulisan kian ini diharapkan dapat dijadikan sumber
informasi dan pengetahuan bagi keluarga dan masyarakat

6
dalam merawat anggota keluarga khususnya pada Anak
Broncopneumonia dengan menerapkan teknik fisioterapi
dan batuk efektif untuk membantu mengurangi
penumpukan sekret pada anak.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar Anak
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1. Pengertian
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan
dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ
maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat
(gram, kilogram) ukuran panjang (cm, meter), umur tulang
dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen
tubuh). Dalam pengertian lain dikatakan bahwa pertumbuhan
merupakan bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur
tubuh baik sebagian maupun seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga
karena bertambah besarnya sel.
Sedangkan perkembangan (development) adalah
bertambahnya kemampuan serta struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses
diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ
yang terorganisasi dan berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Dalam hal ini
perkembangan juga termasuk perkembangan emosi,
intelektual dan perilaku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik
(kuantitas), sedangkan perkembangan berkaitan dengan
pematangan fungsi organ/individu yang merupakan hasil
interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang
dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem
neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi

8
(kualitas). Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam
kehidupan manusia secara utuh (Yuliastati & Arnis, 2016)
2. Ciri-ciri pertumbuhan
1) Perubahan proporsi tubuh yang dapat diamati pada
masa bayi dan dewasa.
2) Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru.
Perubahan ini ditandai dengan tanggalnya gigi susu dan
timbulnya gigi permanen, hilangnya refleks primitif
pada masa bayi, timbulnya tanda seks sekunder dan
perubahan lainnya.
3) Kecepatan pertumbuhan tidak teratur. Hal ini ditandai
dengan adanya masa-masa tertentu dimana
pertumbuhan berlangsung cepat yang terjadi pada masa
prenatal, bayi dan remaja (adolesen). Pertumbuhan
berlangsung lambat pada masa pra sekolah dan masa
sekolah.
3. Ciri-ciri perkembangan

1) Menurut Yuliastati & Arnis (2016) proses


pertumbuhan dan perkembangan anak bersifat
individual. Namun demikian pola perkembangan setiap
anak mempunyai ciri-ciri yang sama, yaitu :
Perkembangan menimbulkan perubahan.
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan.
Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.
Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang
anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut
saraf.
2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal
menentukan perkembangan selanjutnya. Seorang anak
tidak bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum
ia melewati tahapan sebelumnya.
3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai

9
kecepatan yang berbeda. Sebagaimana pertumbuhan,
perkembangan juga mempunyai kecepatan yang
berbeda- beda baik dalam pertumbuhan fisik maupun
perkembangan fungsi organ. Kecepatan pertumbuhan
dan perkembangan setiap anak juga berbeda-beda.
4) Pertumbuhan berkorelasi dengan perkembangan. Pada
saat pertumbuhan berlangsung, maka
perkembanganpun mengikuti. Terjadi peningkatan
kemampuan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan
lain-lain pada anak, sehingga pada anak sehat seiring
bertambahnya umur maka bertambah pula tinggi dan
berat badannya begitupun kepandaiannya.
5) Perkembangan mempunyai pola yang tetap.
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut
hukum yang tetap, yaitu:
a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah
kepala, kemudian menuju ke arah
kaudal/anggota tubuh.
b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah
proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke
bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai
kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).
6) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola
yang teratur dan berurutan. Tahap- tahap tersebut tidak
bisa terjadi terbalik, misalnya anak mampu berjalan
dahulu sebelum bisa berdiri
2. Batasan Usia Anak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut

10
definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam
kandungan sampai usia 19 tahun (Soediono, 2014).
3. Paradigma Keperawatan Anak
Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan
berpikir dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan
berpikir tersebut terdiri dari empat komponen, di antaranya
manusia dalam hal ini anak, keperawatan, sehat-sakit dan
lingkungan yang dapat digambarkan berikut :

Gambar 1.1
Empat Komponen Landasan Berpikir Paradigma Keperawatan
Anak
a. Manusia (Anak)
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien)
adalah anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang
dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang,
dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial
dan spiritual. 
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.
Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif,
konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua
anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula
pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat.
Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum
terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring
bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak
bayi  di mana bayi akan menangis saat lapar.

11
Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang
terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain.
Sedangkan respons emosi terhadap penyakit bervariasi tergantung
pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak, seperti pada
bayi saat perpisahan dengan orang tua maka responsnya akan
menangis, berteriak, menarik diri dan menyerah pada situasi yaitu
diam.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu
diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah
masih dalam proses kematangan yang berbeda dibanding orang
dewasa karena struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari
besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis
anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh
dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan.
Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi
otak dewasa sudah matang sedangkan anak masih dalam proses
perkembangan. Demikian pula dalam hal   tanggapan terhadap
pengalaman masa lalu berbeda,  pada anak cenderung kepada
dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka akan
berdampak pada tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa
cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan
matang.
b. Sehat-sakit
Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat
diberikan bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu
kondisi anak berada dalam status kesehatan yang meliputi
sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal.
Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang
bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama dalam batas rentang
tersebut anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung
maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam rentang sehat
maka upaya perawat untuk meningkatkan derajat kesehatan sampai

12
mencapai taraf kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual.
Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis atau
meninggal maka perawat selalu memberikan bantuan dan
dukungan pada keluarga. Jadi batasan sehat secara umum dapat
diartikan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan
sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
c. Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang
dimaksud  adalah lingkungan eksternal maupun internal yang
berperan dalam perubahan status kesehatan anak. Lingkungan
internal seperti anak lahir dengan kelainan bawaan maka di
kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang
cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk,
peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan
mempengaruhi status kesehatan anak.
d. Keperawatan
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal dengan melibatkan keluarga. Upaya
tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga
mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya
dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam
menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping
keluarga mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan
anak dan mempunyai peran memenuhi kebutuhan anak. Peran
lainnya adalah mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan
keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak
untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi
tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak (Wong, 2009).
4. Prinsip Keperawatan Anak
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu
berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-

13
perbedaan yang diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan
usia anak serta pertumbuhan dan perkembangan karena perawatan
yang tidak optimal akan berdampak tidak baik secara fisiologis
maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus memahami dan
mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan
keperawatan anak, dimana prinsip tersebut terdiri dari:
a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai
individu yang unik, artinya bahwa tidak boleh
memandang anak dari segi fisiknya saja melainkan
sebagai individu yang unik yang mempunyai pola
pertumbuhan dan perkembangan menuju proses
kematangan.
b. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai
kebutuhan sesuai tahap perkembangannya. Sebagai
individu yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan
yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh
kembang. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan,
aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang akan
terlihat sesuai tumbuh kembangnya.
c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan
yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian pada anak mengingat anak adalah penerus
generasi bangsa.
d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan
yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat
bertanggung jawab secara komprehensif dalam
memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam
mensejahterakan anak maka keperawatan selalu
mengutamakan kepentingan anak dan upayanya tidak

14
terlepas dari peran keluarga sehingga selalu melibatkan
keluarga.
e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan
anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji,
mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup,
dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai
dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
f. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk
meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat bagi
anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan
spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Upaya
kematangan anak adalah dengan selalu memperhatikan
lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal
dimana kematangan anak ditentukan oleh lingkungan
yang baik.
g. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan
anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini
yang akan mempelajari aspek kehidupan anak (Yuliastati
& Arnis, 2016).
5. Peran Perawat Anak
Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan
keperawatan anak dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam
berbagai aspek dalam memberikan pelayanan kesehatan dan
bekerjasama dengan anggota tim lain, dengan keluarga terutama
dalam membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan
perawatan anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim
kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran
penting seorang perawat, meliputi (Yuliastati & Arnis, 2016) :
a. Sebagai pendidik
Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara
langsung dengan memberi penyuluhan/pendidikan
kesehatan pada orang tua maupun secara tidak langsung

15
dengan menolong orang tua/anak memahami
pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang
tua terhadap pendidikan kesehatan dapat mencakup
pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak
selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut
untuk persiapan pulang ke rumah.
b. Sebagai konselor
Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai
kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan
mental. Sebagai konselor, perawat dapat memberikan
konseling keperawatan ketika anak dan keluarganya
membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan
konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara
mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan
hadir secara fisik maka perawat dapat saling bertukar
pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang masalah
anak dan keluarganya dan membantu mencarikan
alternatif pemecahannya.
c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi
Dengan pendekatan interdisiplin, perawat
melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan anggota
tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan
yang holistik dan komprehensif.
d. Sebagai pembuat keputusan etik
Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai
pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai
normal yang diyakini dengan penekanan pada hak
pasien untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal
yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan
keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien.

16
e. Sebagai peneliti
Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan
keterlibatan penuh dalam upaya menemukan masalah-
masalah keperawatan anak yang harus diteliti,
melaksanakan penelitian langsung dan menggunakan
hasil penelitian kesehatan/keperawatan anak dengan
tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan
keperawatan pada anak.
B. Konsep Dasar medis Bronkopneumonia
1. Pengertian Bronkopneumonia
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia
yang memiliki pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau
lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke parenkim
paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2002 ). Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi jamur dan seperti
bakteri, virus, dan benda asing ( Ngastiyah,2005).
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang
terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung
melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus.(Riyadi sujono&Sukarmin,2009)
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan
untuk menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding
bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya. Bronkopeumonia dapat
disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang
terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus
berserta alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017).
Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-
paru, juga disebut sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia
lobular. Peradangan dimulai dalam tabung bronkial kecil

17
bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar
dan saluran alveolar.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi

Gambar Anatomi Sistem Pernafasan (Adam, 2010)

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung,


faring, laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
(Nursing Students, 2015)

1. Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di
dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus
dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga
hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang
dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung
pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini.
Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan
disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum
(bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta
dilembabkan.
2. Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang
mulai dari dasar tengkorak sampai dengan esofagus
yang terletak di belakang naso faring (di belakang

18
hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di
belakang laring (laringo faring).
3. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah
faring yang terdiri atas bagian tulang rawan yang diikat
bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas dua
lamina yang bersambung di garis tengah.
4. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi
membantu menutup laring ketika orang sedang
menelan

Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea,


tandan bronkhus, segmen bronkhus, dan bronkhiolus, yang
berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.

1. Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok
yang memiliki panjang kurang lebih 9 cm dimulai
dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis
kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas
sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa
cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan
debu atau benda asing.
2. Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea
yang terdiri atas dua percabangan yaitu kanan dan kiri.
Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada
bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan
bawah; sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari
bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan

19
bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah
bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
3. Paru
Merupakan organ utama dalam sistem
pernapasan. Letak paru itu sendiri di dalam rongga
thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan
diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura
viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas
dua bagian (paru kanan dan paru kiri) dan bagian
tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut,
dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki
fungsi pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
b. Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara
dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta
menghembuskann udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu
bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke
alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar,
alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung
dan dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membran alveoli dankapiler darah di keluarkan

20
melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
(Saputro. R, 2013).
3. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum
bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan
sehat memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas reflek glotis dan batuk, adanya lapisan
mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ
dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus
dan jamur, antara lain :
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae,
Klebsiella
2. Virus : Legionella Pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi
lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke
saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan
alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif,
ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,
fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas,
sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan
penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai
pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura.
Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru)

21
adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan
peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas.
4. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme
masuk melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk
kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari
tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi
peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala
demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin
lama sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus
menjadi semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak
hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke
alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat
menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini
dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen
sehingga timbul masalah pencernaan.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan adanya
mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri didalam paru
menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di
nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-
tempat lain, penyebaran secara hematogen (Nurarif & Kusuma,
2015).

22
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang
pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Bradley, 2011):
• Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium
kongesti).
Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.
• Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena
terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga orang dewasa akan bertambah sesak, stadium
ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
• Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi
sewaktu sel- sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

23
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.

• Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)


Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel
fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
5. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi
dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian
pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan
memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley, 2011). Berikut ini
klasifikasi pneumonia sebagai berikut :
• Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu pneumonia
lobaris, pneumonia interstitialis, bronkopneumonia
• Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat
dari masyarakat (community acquired pneumonia =
CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit
(hospital-based pneumonia).
• Berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu
pneumonia bakteri, pneumonia virus, pneumonia
mikoplasma, dan pneumonia jamur
• Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia
tipikal dan pneumonia atipikal
• Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan
Pneumonia persisten

24
6. Manifestasi Klinik
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
traktusrespiratoris bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh
naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering
kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas
dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil
pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena,
pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
(Ngastiyah, 2005).
1. Pneumonia bakteri
Gejala :
1. Anoreksi
2. Rinitis ringan
3. Gelisah
Berlanjut sampai :
1. Nafas cepat dan dangkal
2. Demam
3. Malaise  (tidak nyaman)
4. Ekspirasi berbunyi
5. Leukositosis
6. Foto thorak pneumonia lebar
7. Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan

25
8. Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan

2. Pnemonia Virus
Gejala awal  :
1. Rhinitis
2. Batuk
Berkembang sampai :
1. Ronkhi basah
2. Emfisema obstruktif
3. Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai
demam tinggi batuk hebat dan lesu
3. Pneumonia mikroplasma
Gejala :
1. Anoreksia
2. Menggigil
3. Sakit kepala
4. Demam
Berkembang sampai :
1. Rhinitis alergi
2. Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
3. Area konsolidasi pada penatalaksanaan pemeriksa
thorak
7. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada
anak-anak, orang dewasa yang lebih tua (usia 65 tahun atau lebih),
dan orang-orang dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti
diabetes (Akbar Asfihan, 2019). Beberapa komplikasi
bronkopneumonia yang mungkin terjadi, termasuk :
1. Infeksi Darah
Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran
darah dan menginfeksi organ lain. Infeksi darah atau sepsis
dapat menyebabkan kegagalan organ.

26
2. Abses Paru-paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah
terbentuk di rongga paru- paru. Kondisi ini biasanya dapat
diobati dengan antibiotik. Tetapi kadang-kadang diperlukan
pembedahan untuk menyingkirkannya.
3. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan
mengisi ruang di sekitar paru-paru dan rongga dada. Cairan
yang terinfeksi biasanya dikeringkan dengan jarum atau
tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang parah
memerlukan intervensi bedah untuk membantu
mengeluarkan cairan.
4. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada
paru-paru, sehingga tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen karena gangguan fungsi pernapasan. Jika tidak
segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan organ tubuh
berhenti berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali.
Dalam hal ini, orang yang terkena harus menerima bantuan
pernapasan melalui mesin (respirator).
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan
diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan
terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil)
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari
batuk yang spontan dan dalam digunakan untuk

27
kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen
infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status
oksigenasi dan status asam basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes
imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba

2. Pemeriksaan radiologi
1) Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali
dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella.
Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus
2) Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat
oleh benda padat
9. Penatalaksanaan dan terapi
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan
bronkopneumonia yaitu:
1. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan
kloramfenikol atau diberikan antibiotic yang memiliki
spectrum luas seperti ampisilin, pengobatan ini diberikan
sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti
kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid
atau sefalosporin generasi ketiga (Ridha, 2014)
2. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi
O2, terapi cairan dan, antipiretik. Agen antipiretik yang
diberikan kepada pasien adalah paracetamol. Paracetamol
dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau
dengan peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol

28
adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk
menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.
3. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol. Terapi
nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat
penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat
hipersekresi mukus. Salbutamol merupakan suatu obat
agonis beta- 2 adrenegik yang selektif terutama pada otot
bronkus. Salbutamol menghambat pelepas mediator dari
pulmonary mast cell 9,11 Namun terapi nebulisasi bukan
menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumonia.
Gold standar pengobatan bronkopneumonia adalah
penggunaan 2 antibiotik (Alexander & Anggraeni, 2017).

29
10. Pathway Penyakit Bronkopneumonia

Koping Keluarga Tidak Efektif Proses Sakit pada Anak

Jamur, virus, bakteri, protozoa


 Penderita yang dirawat di RS
 Penderita yang mengalami supresi
system pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan RS
Saluran pernapasan atas
Ansietas (D.0080)
Infeksi saluran pernapasan bawah

Proses peradangan Kuman berlebih dibronkus Kuman terbawa


disaluran cerna

Bersihan jalan nafas tidak


Akumulasi secret dibronkus
efektif (D.0001) Infeksi Saluran
Percernaan
Mucus bronkus meningkat Peningkatan peristaltic usus
malabsorbsi
Peningkatan
Bau mulut tidak sedap flora normal
dalam usus
Diare
Anoreksia Resiko ketidakseimbangan
Gangguan Tumbuh elektrolit (D.0037)
Intake kurang Kembang (D.0106)

Defisit nutrisi (D.0019) Eksplorasi meningkat

Hipertermia (D.0130) Peningkatan metabolisme

Dilatasi pembuluh darah Peningkatan suhu Septikimia

Eksudat plasma masuk Gangguan difusi dalam Bersihan jalan nafas tidak
alveoli plasma efektif (D.0001)

Edema antara kapiler dan alveoli Iritan PMN eritrosit pecah Edama Paru

Suplai Oksigen menurun Pergeseran dinding paru Pergeseran dinding

30
Hipoksia Orang tua bertanya tentang penyakit Hiperventilasi Dispneu
anaknya

Retraksi dada/nafas cuping hidung


Defisit Pengetahuan (D.0111)
Metabolic anaerob
meningkat Akumulasi asam laktat Gangguan Pola nafas tidak
pertukaran gas efektif (D.0005)
(D.0003)
Intoleransi aktivitas
fatique
(D.0056)

Diadopsi dari Sumber : Buku PPNI (2017)

11. Masalah Keperawatan Pada Brokopneumonia


Konsep masalah keperawatan meliputi definisi, kriteria
masalah, dan faktor yang berhubungan, berikut ini merupakan
penjelasan dari masalah - masalah keperawatan pada penyakit
bronkopneumonia :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
1) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret
atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten.
2) Penyebab :
Fisiologis :
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Benda asing dalam jalan nafas
4. Sekresi yang tertahan
3) Proses infeksi
Situasional :
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan

31
4) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : -
2. Objektif : batuk tidak efektif atau tidak
mampu batuk, sputum berlebih/obstruksi
dijalan napas/mekonium dijalan napas
(pada neonatus), mengi,wheezing dan /atau
ronkhi kering.
5) Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : Dyspnea, Sulit bicara
2. Objektif : Gelisah, Sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
1) Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat.
2) Penyebab
1. Depresi pusat pernafasan
2. Hambatan upaya nafas
3. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi
paru
4. Kecemasan
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : Dispnea
2. Objektif : Penggunaan otot bantu
pernapasan, fase ekspansi memanjang, pola
nafas abnormal
4) Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : Ortopnea
2. Objektif : Pernapasan pursed-lip,
pernapasan cuping hidung, diameter

32
thoraks anterior-posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada
berubah
3. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
1) Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi
atau eliminasi karbondioksida pada membrane
alveolus-kapiler.
2) Penyebab
1. Perubahan membran alveolus kapiler
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : dispneu
2. Objektif : Po2 menurun, Takikardia, Bunyi
napas tambahan
4) Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : pusing,penglihatan kabur
2. Objektif : Sianosis, gelisah, napas cuping
hidung, pola napas abnormal
4. Hipertermia (D.0130)
1) Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang
normal tubuh.
2) Penyebab : Proses penyakit (mis. infeksi)
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subyektif : -
2. Obyektif : Suhu tubuh diatas nilai normal
4) Gejala dan Tanda Minor
1. Subyektif : -
2. Obyektif : Kulit merah, Kejang, Takikardi,
Takipnea, Kulit terasa hangat

33
5. Defisit nutrisi (D.0019)
1) Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme
2) Penyebab
1. Kurangnya asupan makanan
2. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : -
2. Objektif : Berat badan menurun minimal
10% dibawah rentang ideal
4) Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : Cepat kenyang setelah makan,
Kram /nyeri abdomen, Nafsu makan
menurun
2. Objektif : Bising usus hiperaktif, Otak
pengunyah lemah, Otot menelan lemah,
Membran mukosa pucat, Sariawan, Serum
albumin turun, Rambut rontok berlebihan,
Diare
6. Intoleransi aktifitas (D.0056)
1) Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
2) Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
2. Kelemahan
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : Mengubah lelah
2. Objektif : Frekuensi jantung meningkat

34
>20% dari kondisi istirahat

4) Gejala dan Tanda Minor


1. Subjektif : Dyspnea saat/setelah aktivitas,
Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas,
Merasa lemah
2. Objektif : Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat, Gambaran EKG
menunjukkan aritmia saat/setelah
aktivitas, Gambaran EKG menunjukkan
iskemia, Sianosis
7. Ansietas (D.0080)
1) Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif
individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman

2) Penyebab

1. Krisis situasional

2. Hubungan orang tua-anak tidak


memuaskan
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subyektif : Merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat dan kondisi
yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
2. Obyektif : Tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
1. Subyektif : Mengeluh pusing, merasa
tidak berdaya

35
2. Obyektif : Frekuensi napas meningkat,
frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, diaforesis, muka
tampak pucat
8. Defisit pengetahuan (D.0111)
1) Definisi : Ketiadaan atau kurangnya informasi
kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu
2) Penyebab
1. Keterbatasan kognitif
2. Kekeliruan mengikuti anjuran
3. Kurang terpapar informasi
4. Kurang minat dalam belajar
5. Kurang mampu mengingat
6. Ketidaktahuan menemukan sumber
informasi
3) Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : Menanyakan masalah yang
dihadapi
2. Objektif : Menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran, menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap masalah
4) Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : -
2. Objektif : Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat, menunjukkan perilaku
berlebihan
9. Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037)
1) Definisi : Berisiko mengalami perubahan kadar
serum elektrolit
2) Faktor resiko
1. Ketidakseimbangan cairan
2. Kelebihan volume cairan

36
3. Diare
4. Muntah

10. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)


1) Definisi : Kondisi individu mengalami gangguan
kemampuan bertumbuh dan berkembang sesuai
dengan kelompok usia.
2) Gejala dan tanda Mayor
1. Subjektif : (tidak tersedia)
2. Objektif : Tidak mampu melakukan
keterampilan atau perilaku khas sesuai usia
(fisik, bahasa, motorik, psikososial),
Pertumbuhan fisik terganggu

3) Gejala dan tanda Minor

1. Subjektif : (tidak tersedia)

2. Objektif : Tidak mampu melakukan


perawatan diri sesuai usia, Afek datar,
Respon sosial lambat, Kontak mata
terbatas, Nafsu makan menurun, Lesu,
Mudah marah, Regresi, Pola tidur
terganggu (pada bayi) (PPNI, 2017)
C. Konsep Dasar Penerapan Fisioterapi dada dan Batuk Efektif
3. 1. Konsep Dasar Fisioterapi Dada
3. 2. 1 Definisi Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada (Munaya, 2014) adalah sejumlah terapi
yang digunakan dalam kombinasi. Berguna dalam kombinasi
mobilisasi sekresi pulmonaria. Fisioterapi dada harus diikuti
batuk efektif dan muscustion klien/pasien mangalami penurunan
kemampuan untuk batuk. Fisioterapi dada merupakan tindakan
yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan
gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk
mengencerkan atau mengeluarkan sekresi (Prasetyawati, 2019).

37
3. 2. 2 Efektifitas Fisioterapi Dada
Efektifitas Fisioterapi Dada adalah tindakan terapi fisioterapi
dada yang dilakukan dengan cara memberikan atau
menempatkan posisi sesuai dengan posisi postural drainage
untuk mengalirkan secret pada saluran pernapasan. Lalu setelah
postural darainage, lakukan clapping. Clapping atau Chest
Percussion adalah fisioterapi dada yang dilakukan dengan cara
menepuk dengan pergelangan membentuk seperti cup pada
bagian tulang dada anterior (depan) dan posterior (belakang)
dengan tujuan mengeluarkan secret. Perkusi dada merupakan
energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas
paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk kedua tangan
deperti mangkok. Setelah dilakukan clapping, lakukan vibrasi
pada klien. Vibrasi adalah fisioterapi dada yang dilakukan
dengan cara menggetarkan tangan pada bagian dada anterior
(depan) yang bertujuan untuk melonggarkan jalan napas.
Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada
dinding dada dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan napas
yang besar. Vibrasi dilakukan hanya pada waktu klien ekspirasi.
Dengan cara meletakkan tangan, telapak tangan menghadap ke
bawah di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang
lain lalu instruksikan klien untuk napas lambat dan dalam
melalui hidung hembuskan melalui mulut dengan bibir
dimonyongkan selama proses vibrasi, tujuannya memperpanjang
fase ekspirasi. Ketika klien menghembuskan napas getarkan
telapak tangan, hentikan saat klien inspirasi. Lakukan vibrasi 5
kali ekspirasi. Setelah vibrasi, anjurkan klien untuk batuk efektif
dan nafas dalam.
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk
efektif menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari
ekspirasi. Bertujuan untuk merangsang terbukanya system
kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkan

38
volume paru dan memfasilitasi pembersihan saluran napas.
Fisioterapi dada merupakan salah satu cara bagi penderita
penyakit respirasi karena terapi ini merupakan upaya
pengeluaran secret dan memperbaiki ventilasi pada pasien
dengan fungsi paru yang terganggu dengan memelihara fungsi
otot-otot pernafasan dan untuk mencegah penumpukan secret.
(Prasetyawati, 2019).
3. 2. 3 Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi Fisioterapi Dada
Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi fisioterapi dada
terdapat penumpukan secret pada saluran nafas yang dibuktikan
dengan pengkajian fisik dan data klinis, sulit mengeluarkan atau
membatukkan sekresi yang terdapat pada saluran nafas.
Fisioterapi dada ini dapat dilakukan pada semua orang, tanpa
memandang umur, dari bayi hingga dewasa. Sedangkan
kontraindikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti
gagal jantung, status asmatikus, renjantan dan perdarahan
(Prasetyawati, 2019)
3. 2. 4 Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar operasional prosedur pada tindakan fisioterapi dada
yaitu, mencuci tangan, lakukan auskultasi dada, atur posisi
drainage klien, melakukan perkusi/clapping pada dinding dada
selama 1-2 menit, menganjurkan klien untuk tarik nafas dalam
perlahan, lakukan vibrasi sambil klien menghembuskan nafas
perlahan (lakukan 3-4 kali), menganjurkan pasien untuk batuk,
auskultasi adanya perubahan suara nafas, mengulangi
perkusi/clapping dan vibrasi sesuai kondisi klien selama 15-20
menit, cuci tangan (Prasetyawati, 2019) .
Berikut posisi postural drainage pada anak anak
a) Untuk paru kanan dan kiri bagian atas sisi depan.

39
Gambar. 2.1
Anak diposisikan tidur terlentang dan bersandar
(45 derajat) pada bantal/ dengan posisi seperti pada
gambar 2.1.
b) Untuk paru paru kanan dan kiri bagian atas sisi
belakang

Gambar. 2.2
Anak diposisikan duduk dengan memeluk guling/
bantal membentuk sudut 45 derajat seperti pada
contoh gambar
c) Paru kanan dan kiri bagian tengah sisi depan

Gambar. 2.3
Pada posisi ini anak cukup dengan tidur terlentang
d) Paru bagian tengah sisi belakang

40
Gambar. 2.4
Anak diposisikan tidur tengkurap beralaskan bantal
atau guling seperti gambar diatas.
e) Paru bagian atas sisi kanan belakang

Gambar. 2.5
Anak diposisikan tidur tengkura dengan sedikit
dimiringkan kerah kanan atau kiri dimana paru yang
ada dahaknya diposisikan diatas.
Percusion/Vibrasi/Tapotemen

Gambar. 2.6
Merupakan tepukan yang ritmis dan cepat pada area
dada yang ditujukan untuk menggetarkan dahak yang ada
didalam paru agar dahak lebih cepat mengalir ke saluran
paru yang lebih besar.

41
Gambar. 27
Dalam memberikan teknik ini tidak boleh terlalu keras,
ritmik, lembut dan tidak menyakitkan bahkan anak bisa
tertidur saat di lakukan tepukan ini, telapak tangan
diposisikan seperti mangkuk agar tidak sakit/panas dikulit(
seperti tampak pada gamabar),jumlah tepukan yang
disarankan adalah 25 kali tiap 10 detik. Dilakukan selama 3
sampai 5 menit perbagian paru yang akan dikeluarkan
dahaknya.Tepukan diberikan pada punggung anak atau dada
depan bersamaan dengan posisi postural drainage.
Setelah diberikan tepukan ditambahkan vibrasi/getaran
pada rongga dada dengan, dimanan vibrasi diberikan saaat
ekspirasi. Membantu mengeluarkan dahak pada anak bisa
dilakukan sendiri oleh orang tua sehingga dapat dilakukan
sehari dua kali pagi setelah bangun tidur dan sore hari
menjelang tidur bahkan bisa dilakukan sewaktu waktu
bila mana perlu (Dinkes Yogyakarta, 2019).
3. 2. Konsep Dasar Batuk Efektif
3. 2. 1 Pengertian Batuk Efektif
Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting
untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka (paten) dengan cara
menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan
nafas. Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dalam
saluran pernafasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat
timbul dari suatu proses infeksi atau iritan yang dibawa oleh
udara seperti debu, asap, gas, dan kabut. Batuk adalah proteksi

42
utama pasien terhadap akumulasi sekret dalam bronkhi dan
bronkhiolus (Pranowo, 2012).
Batuk efektif merupakan salah satu tindakan non
farmakologi untuk pasien dengan gangguan pernafasan akut dan
kronik. Peran perawat dalam hal ini sangatlah penting yaitu
melatih pasien untuk melakukan batuk efektif yang bertujuan
untuk menambah pengetahuan pasien tentang pentingnya
pengeluaran dahak. Batuk efektif dapat diberikan pada pasien
dengan cara mengatur posisi yang benar agar dahak dapat keluar
dengan lancar (Sudoyo, 2006).
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah
lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk
efektif dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspansi
paru, memobilisasi sekret, dan mencegah efek samping dari
penumpukan sekret. Batuk yang tidak efektif akan dapat
menyebabkan efek yang merugikan pada klien dengan penyakit
paru-paru kronis berat (Pranowo, 2012).
3. 2. 2 Tujuan Batuk Efektif
Batuk efektif merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi,
yang bertujuan :
a) Merangsang terbukanya sistem kolateral
b) Meningkatkan distribusi ventilasi
c) Meningkatkan volume paru
d) Memfasilitasi pembersihan saluran napas
3. 2. 3 Manfaat Batuk Efektif
Memahami pengertian batuk efektif beserta tekhnik
melakukannya akan memberikan manfaat. Diantaranya, untuk
melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun
mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi
saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum)

43
maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada
saluran pernapasan maupun karena sejumlah penyakit yang di
derita seseorang salah satu contohnya seperti penyakit ISPA
(Utami, 2012).
3. 2. 4 Indikasi Batuk Efektif
a) Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara
disaluran nafas yang bersifat progresif non reversible
atau reversible parsial. Ppok terdiri dari bronkitis kronik
dan emfisema atau gabungan keduanya.

b) Emphysema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dining alveoli.
c) Penyakit infeksi pernafasan
d) Asma
Merupakan gangguan inflamasi pada jalan nafas
yang ditandai oleh opstruksi aliran udara nafas dqan
respon jalan nafas yang berlebihan terhadap berbagai
bentuk rangsangan.
e) Pasien bedrest atau post operasi
3. 2. 5 Langkah-Langkah Batuk Efektif
Menurut Nugroho (2011) langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam melakukan batuk efektif yaitu :
a) Pasien diberikan posisi duduk tegak di tempat tidurnya.
b) Kemudian tarik nafas dalam secara maksimal dan
perlahan dengan menggunakan pernafasan diafragma
sambil meletakkan 2 jari tepat di bawah procesus
xipoideus.

44
c) Pasien disuruh menahan nafas selama 3-5 detik lalu
hembuskan secara perlahan melalui mulut.
d) Ambil nafas kedua dan tahan, kemudian suruh pasien
untuk membatukkan dengan kuat dari dada.
e) Setelah itu istirahatkan pasien selama 2-3 menit.
f) Lakukan batuk efektif secara berulang.
Batuk efektif sangat penting untuk menghilangkan
gangguan pernafasan dan menjaga paru-paru agar tetap bersih.
Batuk efektif dapat dilakukan pada pasien infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) dengan cara memberikan posisi yang
sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang
respons kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian dapat
mendukung untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
dengan baik dan tepat. Tujuan dari dokumentasi pada intinya untuk
mendapatkan data yang cukup untuk menentukan strategi
perawatan. Dikenal dua jenis data pada pengkajian yaitu data
objektif dan subjektif. Perawat perlu memahami metode
memperoleh data. Dalam memperoleh data tidak jarang terdapat
masalah yang perlu diantisipasi oleh perawat. Data hasil
pengkajiian perlu didokumentasikan dengan baik (Yustiana &
Ghofur, 2016)
a. Usia : Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus
terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun.
b. Keluhan utama : Saat dikaji biasanya penderita
bronkopneumonia mengeluh sesak nafas.

45
c. Riwayat penyakit sekarang : Pada penderita
bronkopneumonia biasanya merasakan sulit untuk bernafas,
dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu
pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya
juga lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.
d. Riwayat penyakit dahulu : Anak sering menderita penyakit
saluran pernafasan bagian atas, memiliki riwayat penyakit
campak atau pertussis serta memiliki faktor pemicu
bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap rokok,
debu atau polusi dalam jangka panjang.

e. Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi
Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu,
pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada saat menarik nafas.
Batasan takipnea pada anak 2 bulan-12 bulan adalah
50 kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia
12 bulan-5 tahun adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan
dinding dada ke dalam akan tampak jelas.
2) Palpasi
Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian
yang terdapat cairan atau secret, getaran hanya teraba
pada sisi yang tidak terdapat secret.
3) Perkusi

46
Normalnya perkusi pada paru adalah sonor, namun
untuk kasus bronkopneumonia biasanya saat diperkusi
terdengar bunyi redup.
4) AuskultasiAuskultasi sederhana dapat dilakukan
dengan cara mendekatkan telinga ke hidung atau mulut
bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar stridor,
ronkhi atau wheezing. Sementara dengan stetoskop,
akan terdengar suara nafas akan berkurang, ronkhi
halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada
masa resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi,
bronkoponi, kadang- kadang terdengar bising gesek
pleura.
f. Penegakan diagnosis
Pemeriksaan laboratorium : Leukosit meningkat dan LED
meningkat, X-foto dada : Terdapat bercak-bercak infiltrate
yang tersebar (bronkopneumonia) atau yang meliputi satu
atau sebagian besar lobus.
g. Riwayat kehamilan dan persalinan:
 Riwayat kehamilan: penyakit injeksi yang pernah diderita
ibu selama hamil, perawatan ANC, imunisasi TT.
 Riwayat persalinan: apakah usia kehamilan cukup, lahir
prematur, bayi kembar, penyakit persalinan, apgar score.
h. Riwayat sosial
Siapa pengasuh klien, interaksi social, kawan bermain,
peran ibu, keyakinan agama/budaya.
i. Kebutuhan dasar
1. Makan dan minum
Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan
BB, mual dan muntah
2. Aktifitas dan istirahat
Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak berbaring
3. BAK

47
Tidak begitu terganggu
4. Kenyamanan
Malgia, sakit kepala
5. Higiene
Penampilan kusut, kurang tenaga
j. Pemeriksaan tingkat perkembangan
1. Motorik kasar: setiap anak berbeda, bersifat familiar, dan
dapat dilihat dari kemampuan anak menggerakkan
anggota tubuh.
2. Motorik halus: gerakkan tangan dan jari untuk
mengambil benda, menggengggam, mengambil dengan
jari, menggambar, menulis dihubungkan dengan usia.

k. Data psikologis
1. Anak
Krisis hospitalisasi, mekanisme koping yang terbatas
dipengaruhi oleh: usia, pengalaman sakit, perpisahan,
adanya support, keseriusan penyakit.
2. Orang tua
Reaksi orang tua terhadap penyakit anaknya dipengaruhi
oleh :
a. Keseriusan ancaman terhadap anaknya
b. Pengalaman sebelumnya
c. Prosedur medis yang akan dilakukan pada anaknya
d. Adanya suportif dukungan
e. Agama, kepercayaan dan adat
f. Pola komunikasi dalam keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau risiko

48
perubahan pola) dari individu atau kelompok, dimana perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. Diagnosa
keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan
baik (Yustiana & Ghofur, 2016)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolus-kapiler
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
8. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
9. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan diare
10. Resiko gangguan tumbuh kembang dibuktika dengan
ketidakmampuan fisik (PPNI, 2017)

49
3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2019). Adapun intervensi
yang sesuai dengan penyakit bronkopneumonia adalah sebagai berikut :

TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN (HASIL YANG DIHARAPKAN &
KEPERAWATAN
KRITERIA EVALUASI)
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
berhubungan dengan spasme jalan maka diharapkan bersihan jalan napas a) Identifikasi kemampuan batuk
napas (L.01001) meningkat. Dengan kriteria b) Monitor adanya retensi sputum
hasil : c) Monitor tanda dan gejala infeksi
a) Batuk efektif saluran napas
b) Produksi sputum menurun d) Monitor pola napas (frekuensi,
c) Mengi menurun kedalaman, usaha napas)
d) Wheezing menurun e) Auskultasi bunyi napas
e) Dispnea menurun Terapeutik
f) Ortopnea menurun a) Atur posisi semi fowler atau fowler
g) Gelisah menurun b) Berikan minum hangat

50
h) Frekuensi napas membaik c) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
i) Pola napas membaik d) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
b) Ajarkan teknik batuk efektif
c) Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
2 Pola napas tidak efektif Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
berhubungan dengan hambatan maka diharapkan pola napas (L.01004) a) Monitor bunyi napas
upaya napas membaik. Dengan kriteria hasil : b) Monitor sputum
a) Tekanan ekspirasi meningkat c) Monitor frekuensi, irama, kedalaman
b) Tekanan inspirasi meningkat dan upaya napas
c) Dispnea menurun d) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Penggunaan otot bantu napas e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
menurun f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

51
e) Frekuensi napas membaik g) Monitor saturasi oksigen
f) Kedalaman napas membaik Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontrain dikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif
3 Gangguan pertukaran gas Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
berhubungan dengan perubahan maka diharapkan pertukaran gas a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman
membrane alveolus-kapiler (L.01003) meningkat. Dengan kriteria dan upaya napas
hasil : b) Monitor pola napas (seperti bradipnea,
a) Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
b) Bunyi napas tambahan menurun cheyne-stokes, biot, ataksik)
c) Napas cuping hidung menurun c) Monitor adanya sumbatan jalan napas
d) PCO2 membaik d) Auskultasi bunyi napas
e) PO2 membaik e) Monitor saturasi oksigen
f) Takikardi membaik f) Monitor nilai AGD
g) Ph arteri membaik g) Monitor hasil x-ray thoraks
h) Monitor kecepatan aliran oksigen
i) Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen

52
Terapeutik
a) Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b) Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
4 Hipertermia berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Observasi :
proses penyakit keperawatan, maka termoregulasi a) Identifikasi penyebab hipertermia
(L.14134) membaik dengan kriteria hasil b) Monitor tanda-tanda vital
: c) Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam,
a) Menggigil menurun jika perlu
b) Kulit merah menurun d) Monitor intake dan output cairan
c) Kejang menurun e) Monitor warna dan suhu kulit
d) Pucat menurun f) Monitor komplikasi akibat hipertermia
e) Takikardi menurun Terapeutik
f) Takipnea menurun a) Sediakan lingkungan yang dingin
g) Bradikardi menurun b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
h) Hipoksia menurun c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

53
i) Suhu tubuh membaik d) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
j) Suhu kulit membaik yang adekuat
k) Tekanan darah membaik e) Berikan cairan oral
f) Ganti linen setiap hari jika mengalami
keringat berlebih
g) Lakukan pendinginan eksternal (mis.
kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan memperbanyak minum
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu
b) Kolaborasi pemberisn antibiotik, jika
perlu
5 Defisit nutrisi berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
peningkatan kebutuhan metabolisme maka diharapkan status nutrisi a) Identifikasi status nutrisi
(L.03030) membaik. Dengan kriteria b) Monitor asupan makanan

54
hasil: c) Monitor berat badan
a) Porsi makanan yang dihabiskan Terapeutik
meningkat a) Berikan makanan tinggi serat untuk
b) Diare menurun mencegah konstipasi
c) Berat badan membaik b) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
d) Indeks Massa Tubuh (IMT) protein
membaik c) Berikan suplemen makanan, jika perlu
e) Nafsu makan membaik d) Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
e) Berikan makanan sesuai keinginan, jika
memungkinkan
Edukasi
a) Anjurkan orang tua atau keluarga
membantu memberi makan kepada
pasien
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis

55
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian antiemetil
sebelum makan, jika perlu
6 Intoleransi aktifitas berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
dengan ketidakseimbangan antara maka diharapkan toleransi aktivitas a) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
suplai dan kebutuhan oksigen (L.05047) meningkat. Dengan kriteria selama melakukan aktivitas
hasil : b) Monitor saturasi oksigen
a) Frekuensi nadi meningkat c) Monitor tekanan darah, nadi dan
b) Keluhan lelah menurun pernapasan setelah melakukan aktivitas
c) Dispnea saat aktivitas menurun Terapeutik
d) Dispnea setelah aktivitas menurun a) Libatkan keluarga dalam aktivitas
e) Perasaan lemah menurun b) Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
c) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap

56
c) Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
7 Ansietas berhubungan dengan krisis Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
situasional maka diharapkan tingkat ansietas a) Monitor tanda-tanda ansietas
(L.09093) menurun. Dengan kriteria b) Identifikasi penurunan tingkat energi,
hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi
a) Perilaku gelisah menurun c) Monitor respons terhadap terapi
b) Perilaku tegang menurun relaksasi
c) Diaforesis menurun Teraupetik
d) Konsentrasi membaik a) Ciptakan suasana teraupetik untuk
e) Pola tidur membaik menumbuhkan kepercayaan
f) Frekuensi pernapasan dan nadi b) Pahami situasi yang membuat ansietas
membaik c) Dengarkan dengan penuh perhatian
g) Tekanan darah membaik d) Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
e) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan
f) Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama

57
Edukasi
a) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien
b) Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
8 Defisit pengetahuan berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
dengan kurang terpapar informasi maka diharapkan tingkat pengetahuan a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
(L.12111) meningkat. Dengan kriteria menerima informasi
hasil : b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat
a) Perilaku sesuai anjuran meningkat meningkatkan dan menurunkan
b) Verbalisasi minat dalam belajar motivasi perilaku hidup bersih dan
meningkat sehat
c) Kemampuan menjelaskan Teraupetik
pengetahuan tentang suatu topik a) Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat kesehatan
d) Kemampuan menggambarkan b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
pengalaman sebelumnya yang kesepakatan
sesuai dengan topik meningkat c) Berikan kesempatan untuk bertanya
e) Perilaku sesuai dengan pengetahuan Edukasi

58
meningkat a) Jelaskan faktor risiko yang dapat
f) Pertanyaan tentang masalah yang mempengaruhi kesehatan
dihadapi menurun
g) Persepsi yang keliru terhadap
masalah menurun
9 Resiko ketidakseimbangan elektrolit Tujuan : Setelah dilakukan intervensi, Observasi
dibuktikan dengan diare maka diharapkan keseimbangan a) Identifikasi penyebab diare (mis.
elektrolit (L.03021) meningkat. Dengan inflamasi gastrointestinal)
kriteria hasil : b) Monitor mual, muntah, dan diare
a) Serum natrium membaik c) Monitor status hidrasi
b) Serum kalium membaik Terapeutik
c) Serum klorida membaik a) Catat intake-output dan hitung balance
cairan 24 jam
b) Berikan asupan cairan oral (mis.
larutan garam gula, oralit)
c) Berikan cairan intravena, jika perlu
Edukasi
a) Anjurkan makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap

59
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas (mis. loperamide,
difenoksilat)
10 Resiko gangguan tumbuh kembang Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Observasi
dibuktikan dengan ketidakmampuan keperawatan diharapkan status 4. 1. Identifikasi pencapaian tugas
fisik perkembangan membaik (L.10101) perkembangan anak
Kriteria hasil : Terapeutik
a) Keterampilan/ prilaku sesuai dengan a) Minimalkan kebisingan ruangan
usia b) Pertahankan lingkungan yang
b) Respon social meningkat mendukung perkembangan optimal
c) Kontak mata meningkat c) Motivasi anak berinteraksi dengan
d) Afek Membaik anak lain
d) Dukung anak mengekspresikan diri
melalui penghargaan positif atau
umpan balik atas usahanya
e) Mempertahankan kenyamanan anak
f) Bernyanyi bersama anak lagu-lagu
yang disukai

60
Edukasi
a) Jelaskan orang tua/pengasuh tentang
milestone perkembangan anak dan
perilaku anak
b) Anjurkan orang tua berinteraksi
dengan anak

61
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien- keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari
(Yustiana & Ghofur, 2016).
Contoh pengimplementasian pada salah satu diagnosa
keperawatan bronkopneumonia yaitu bersihan jalan napas tidak
efektif.

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan

1 Bersihan jalan napas 1. Membina hubungan


tidak efektif terapeutik dengan klien
dan orang tua
2. Mengobservasi tanda-
tanda vital dan pola
nafas
3. Mengauskultasi bunyi
nafas tambahan (ronchi
dan wheezing)
4. Mengajarkan dan
lakukan postural
drainage
5. Melanjutkan tindakan
kolaborasi dengan dokter
:
5.1 Pemberian
nebulizer

62
combivent
5.2 Pemberian
dexamethasone.
5.3 Lasal expectorant
5.4 Pemberian
cefotaxime dan
glybotic
6. Menganjurkan ibu klien
untuk memberikan klien
air hangat dan
pemberian madu 30
menit sebelum tidur.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan
dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah
tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif,
psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik
(Yustiana & Ghofur, 2016). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif
dan evaluasi somatif :
1. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervnesi dengan respon segera yang dicatat
dalam format implementasi.

63
2. Evaluasi Somatif
Evaluasi somatif adalah rekapitulasi hasil observasi dan
analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan
tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Evaluasi
sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria
tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak
tercapai atau tercapai sebagian. Menurut Rohmah & Walid
(2013) untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau
memantau perkembangan klien, digunakan komponen
SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
S : Data Subjektif
Data keluhan pasien yang dirasakan setelah dilakukan
tindakan keperawatan berupa fisioterapi dada dan batuk
efektif.
O : Data Objektif
Data berdasarkan hasil observasi langsung kepada klien
yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan berupa fisioterapi dada dan batuk efektif.
A : Assesment
Masalah yang masih terjadi atau masalah baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifikasi melalui data subjektif dan data objektif.
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sesuai dengan
masalah yang terjadi.
I : Implementasi
Tindakan keperawatan misalnya berupa fisioterapi dada dan
batuk efektif yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang
telah teridentifikasi dalam komponen planning.

64
E : Evaluasi
Respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
R : Reassesment
Pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan
setelah diketahui dari hasil evaluasi, apakah rencana
keperawatan harus dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan

65
BAB III
ANALISA LAPORAN KASUS

Pada bab ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian yang


telah diteliti tentang Asuhan Keperawatan Pada An. X
Bronchopneumonia Dengan Penerapan Teknik Fisioterapi Dada Dan
Batuk Efektif Untuk Membantu Mengurangi Penumpukan Sekret dalam
bentuk laporan kasus. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil
hasil laporan askep dengan jumlah sampel 1 klien. Sampel klien
diambil dari salah satu pasien yang berada di ruangan Pav Subi Kecil
RSAL Dr. Midiyanto Tanjungpinang. Berikut ini hasil penelitian yang
telah peneliti susun sebagai berikut :

3. 1. Pengkajian
Tabel 3.1 Hasil Anamnesis Identitas Pasien Anak dengan
Bronchopneumonia

Identitas Pasien Pasien Anak yang dikaji


Nama An. A
Tempat, Tanggal Lahir Tanjungpinang,09 Oktober 2020
Nomor Registrasi MR. 230212
Alamat Jalan Abadi no.6 Kp. Mekar jaya
Nama
 Ayah  Tn. A
 Ibu  Ny. E
Pendidikan
 Ayah  SLTA
 Ibu  SLTA
Pekerjaan
 Ayah  Swasta
 Ibu  IRT
Agama Islam
Suku/Bangsa Bugis/Indonesia

66
Masuk RS Tanggal 01 September 2022
Tanggal Pengkajian 02 September 2022
Di rawat di ruangan Ruangan Pav Subi Kecil
Ibu pasien mengatakan pasien
badannya panas, sesak nafas, batuk
Keluhan Utama
berdahak tapi susah di keluarkan
dan juga pilek
Pasien datang di bawa orangtuanya
dengan keluhan sesak nafas yang
sudah dialami 3 hari ini, memberat
sore ini. Awalnya pasien sejak 5
hari yang lalu mengalami demam
Riwayat Penyakit Sekarang
naik turun, selain itu pasien juga
batuk berdahak dan pilek di alami 4
hari yang lalu. Pasien sudah
berobat ke praktik dokter anak tapi
tidak ada perubahan
Ibu mengatakan saat hamil 7 bulan,
Masa Prenatal di anjurkan bedrest karena
pendarahan selama 3 hari.
Ibu mengatakan saat intra natal, ibu
mengalami komplikasi persalinan
Intra Natal yaitu plasenta previa, lama
persalinan 1,5 jam dengan tindakan
SC.
Ibu mengatakan saat post natal
usaha nafas tergolong spontan,
Post Natal
Apgar score berjumlah 8 dan tidak
ada trauma lahir.
Masa Neonatal Tidak ada data
Riwayat Masa Ibu pasien mengatakan pasien
Lampau
pernah di rawat di RSAL dengan

67
muntah diare pada umur 1,8 bulan,
pasien tidak ada riwayat operasi
dan ibu pasien mengatakan pasien
pernah di beri obat batuk
pilek,pereda panas dalam bentuk
syrup dan puyer, serta imunisasi
lengkap.
Ibu pasien mengatakan pasien dan
anggota keluarga yang lainnya
tidak ada mengalami riwayat
Riwayat Kesehatan
Keluarga penyakit keturunan seperti
hipertensi, penyakit jantung, asma,
DM
Ibu pasien mengatakan pasien
memiliki pembawaan yang baik,
Riwayat Sosial
mudah bergaul dan aktif bermain
bersama teman sebayanya.
Pasien sudah menunjukkan

Pemeriksaan DDST pertumbuhan dan perkembangan


(Pemeriksaan tumbuh sesuai usianya yaitu 2 tahun seperti
kembang tidak dapat
dilakukan karena anak mulai bisa berbicara dengan lebih
sedang sakit. lancar, berlari, memanjat dan
Informasi yang diberikan
diperoleh dari orangtua) melompat, mulai bisa makan
sendiri
Lain-lain Tidak ada data
Berdasarkan hasil tabel pengkajian 3.1 diatas didapatkan
beberapa data kesenjangan pada pengkajian yaitu pasien An. A saat
dilakukan pengambilan data berusia 2 tahun memiliki keluhan utama
demam, sesak nafas, dan batuk berdahak serta pilek. Pada riwayat
penyakit keluarga, pasien tidak memiliki penyakit keturunan.

68
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien An. A dengan
Bronkopneumonia

Pemeriksaan Umum Pasien An. A


Pasien tampak lemah, bedrest,
Keadaan Umum sesak, batuk berdahak, filek,
demam
Kes: Composmentis (GCS:
Kesadaran
E4M6V5)
S : 39℃
TD : 100/60 mmHg
Tanda-tanda vital
N : 145x/menit.
RR : 44x/menit
Ibu pasien mengatakan
pasien makan 3x sehari
Status Gizi dengan porsi nasi lauk pauk
dan sayuran, terkadang
makan buah.
Pemeriksaan Fisik
1) Kepala Kepala :
Kepala bulat, Muka
Simetris, rambut berwarna
hitam
Telinga :
Telinga tidak terdapat
serumen, bersih dan
Tidak ada gangguan
pendengaran
Mata:
Simetris, Kelopak mata Normal,
Bola mata Berwarna hitam, Pupil
Normal, dan Alis mata Sejajar

69
Hidung :
Bentuk Tidak telalu
mancung, Tidak terdapat
rinorea, tidak terdapat
gangguan penciuman, dan
terdapat pernafasan cuping
hidung (Cepat)
Rongga Mulut dan Lidah
: Mukosa bibir kering,
tidak sianosis, Lidah
normal, gigi tidak
mengalami caries, ukuran
tonsil normal
Tidak terdapat
2) Leher
pembengkakan kelenjar.
3) Dada Keluhan :
An. A mengalami sesak nafas,
dan batuk berdahak
Inspeksi :
Bentuk dada simetris, frekuensi
nafas 44 kali/menit, irama nafas
tidak teratur/cepat dan dangkal,
terdapat cuping hidung saat
bernafas, terdapat penggunaan
otot bantu nafas, dan terdapat
retraksi intercosta
Palpasi :
Vocal vremitus sama kanan dan
kiri pada kedua paru
Perkusi :
Sonor pada kedua paru

70
Auskultasi :
Suara nafas ronki kering
Inspeksi
- Tidak terlihat adanya
pulsasi iktus kordis
Palpasi
- Ictus Kordis teraba di ICS
kiri 5
Auskultasi
- BJ II Aorta : Dub, reguler
dan intensitas kuat
4) Jantung
- BJ II Pulmonal : Dub,
reguler dan intensitas kuat
- BJ I Trikuspid : Lub,
reguler dan intensitas kuat
- BJ I Mitral : Lub, reguler
dan intensitas kuat
- Tidak ada bunyi jantung
tambahan
- Tidak ada kelainan
5) Punggung Tidak ada kelainan
Inspeksi :
Tidak ada distensi abdomen
Auskultasi
6) Perut Bising usus 15 x/menit
Palpasi :
Nyeri tekan tidak ada dan
kembung tidak ada
An. A kebersihan genetalia bersih,
7) Genetalia tidak mengalami kelainan pada alat
kelamin

71
8) Anus dan Rektum Tidak ada data
An. A pergerakan sendi bebas,
9) Ekstermitas tidak ada kelainan ekstermitas,
Akral hangat dan CRT ≤ 2 detik

Berdasarkan hasil tabel 3.2 pengkajian 02 September keadaan


umum ditemukan data bahwa pada An. A respirasi 44x/menit(sesak)
dan suhu 39oC(febris). Terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat
penggunaan otot bantu pernafasan dan terdengar suara ronchi kering
pada saat auskultasi thoraks pada klien.

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Penunjang Pasien An. A dengan


Bronkopneumonia

Pemeriksaan Penunjang Pasien An. A


Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium
tanggal 01 September 2022
1. Hemoglobin 9,1 g/dl
2. Leukosit 16900 10³/ul
3. Erotrosit 4300000 mm3
4. Eosinofil 4%
5. Basophil 0%
6. Seg 69%
7. Limphosit 20%
8. Monosit 4%
9. Trombosit 733000 mm3
10. Hematokrit 32%
Thorax Photo Foto Rontgen Thorax tanggal 01
September 2022 Kesan :
Bronchopneumonia bilateral,
Sugestif konkomitan proses
spesifik, dan Jantung dalam batas

72
normal

Berdasarkan tabel 3.3 diatas hasil pemeriksaan penunjang

laboratorium pada pasien An. A hemoglobin : 9,1 gr/dl (tidak normal),

leukosit: 16900 10³/ul, hematokrit: 32%. Hasil rontgen foto thoraks

pasien An. A terdapat kesan bronkopneumonia.

3. 2. Diagnosa Keperawatan
Tabel 3.4 Daftar Diagnosa Keperawatan Pasien Anak dengan
Bronkopneumonia

NO Tanggal Diagnosa Keperawatan


Ditemukan
1 02 September 2022 Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang
tertahan

DS :
 Ibu pasien mengatakan pasien
batuk berdahak
 Ibu pasien mengatakan pasien
nafas nya berbunyi
 Ibu pasien mengatakan pasien
gelisah
DO :
 Pasien tampak sesak
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak batuk berdahak
 Di aukultasi ada suara nafas
tambahan ronkhi
 Ortopnea
 Frekuensi nafas cepat 44 x/menit
2 02 September 2022 Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan hambatan upaya nafas

DS :
 Ibu pasien mengatakan pasien
sesak
 Ibu pasien mengatakan pasien

73
tidak nyaman saat bernafas
 Ibu pasien mengatakan pasien
bernafas lewat mulut
DO :
 Ortopnea
 Tampak frekuensi nafas cepat 44
x/menit
 Pernafasan pursed lip
 Tampak penggunaan otot bantu
pernafasan
 Tampak ekskursi dada
3 02 September 2022 Hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit

DS :
 Ibu pasien mengatakan pasien
menggigil
 Ibu pasien mengatakan pasien
demam sudah 3 hari
 Ibu pasien mengatakan Kulit
pasien memerah
 Ibu pasien mengatakan denyut
jantung pasien cepat
DO :
 Suhu tubuh diatas normal
39℃
 Kulit tampak merah
 Kulit terasa hangat
 Takikardi
 Menggigil
 Leukosit 16900 mm3
 TTV
 TD :100/60mmHg
 Nadi : 140 x/menit
 RR : 40 x/menit
 Suhu : 39°C

Berdasarkan hasil tabel 3.4 diatas maka pada pasien An. A


ditegakkan 3 diagnosa. Adapun diagnosa yang ditegakkan pada An.
A yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

74
sekresi yang tertahan di buktikan dengan batuk tidak efektif, sputum
tertahan, ronkhi, sesak nafas, ortopnea, gelisah. Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas di buktikan
dengan sesak meningkat, batuk tidak efektif, sputum tertahan,
pernafasan pursed lip, menggunakan otot bantu pernafasan.
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit di buktikan
dengan wajah merah, demam, takikardi, menggigil, Leukosit
meningkat.

75
3. 3. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan Pada Pasien An. A dengan Bronkopneumonia

TGL DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI TINDAKAN RASIONALTINDAKAN


KEPERAWATAN (HASIL YANG KEPERAWATAN
(DS & DO) DIHARAPKAN & Meliputi : Tindakan Observatif,
KRITERIA Tindakan Keperawatan Mandiri,
EVALUASI) Pendidikan Kesehatan,
Kolaborasi, atau Pelaksanaan
Program Dokter
02/09/ Bersihan jalan nafas tidak Setelah 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui
2022 efektif berhubungan dengan dilakukan 2. Monitor bunyi nafas keefektifan pola nafas
sekresi yang tertahan tindakan tambahan pasien
keperawatan 3. Monitor sputum 2. Bersihan jalan nafas
DS : 2x 24 jam 4. Identifikasi kemampuan yang tidak efektif dapat
 Ibu pasien mengatakan Bersihan jalan batuk dimanifestasikan
pasien batuk berdahak nafas 5. Posisikan semi fowler/fowler dengan adanya bunyi
 Ibu pasien mengatakan Ekspektasi 6. Berikan minum hangat nafas tambahan
pasien nafas nya meningkat 7. Lakukan fisioterapi dada 3. Mengetahui
berbunyi dengan kriteria 8. Ajarkan batuk efektif dan karakteristik sputum
 Ibu pasien mengatakan hasil : nafas dalam pasien dan bahan
 Batuk efektif 9. Kolaborasi pemberian

76
pasien gelisah meningkat bronchodilator, ekspektoran, evaluasi
DO :  Produksi sputum mukolitik 4. Batuk merupakan
 Pasien tampak sesak menurun mekanisme alamiah
 Pasien tampak gelisah  Ronkhi menurun untuk mengeluarkan

 Pasien tampak batuk  Frekuensi nafas benda asing dari

berdahak membaik saluran nafas dengan

 Di aukultasi ada suara  Pola nafas membaik baik dan benar

nafas tambahan ronkhi 5. Mempertahankan

 Ortopnea kenyamanan,meningka
tkan ekspansi paru dan
 Frekuensi nafas cepat 40
memaksimalkan
x/menit
oksigenisasi pasien
6. Hidrasi menurunkan
kekentalan sekret dan
mempermudah
pengeluaran
7. Getaran dan pemijatan
membantu melepaskan
sekret yang menempel

77
pada dinding saluran
nafas
8. Agar pasien bisa
mengeluarkan sekret
secara maksimal tanpa
menggunakan tenaga
lebih
9. Pelebaran saluran
nafas,sekret yang
mudah keluar akan
memudahkan pasien
bernafas

1. Monitor frekuensi, irama,


02/09/ Pola nafas tidak efektif kedalaman dan upaya nafas 1. Untuk mengetahui
2022 berhubungan dengan 2. Monitor pola nafas frekuensi, irama,
hambatan upaya nafas 3. Monitor kemampuan batuk kedalaman dan upaya
DS : efektif nafas karena kecepatan

78
 Ibu pasien mengatakan Setelah di lakukan 4. Monitor adanya produksi biasanya
pasien sesak asuhan keperawatan sputum meningkat,sesak nafas
 Ibu pasien mengatakan 3x24 jam Pola nafas 5. Monitor adanya sumbatan serta terjadi
pasien tidak nyaman saat Ekspektasi : membaik jalan nafas peningkatan kerja nafas
bernafas Dengan kriteria hasil : 6. Palpasi kesimetrisan ,kedalaman bervariasi
 Ibu pasien mengatakan  Ventilasi semenit ekspansi paru 2. Mengetahui
pasien bernafas lewat meningkat 7. Auskultasi bunyi nafas keefektifan pola nafas
mulut  Sesak nafas 8. Monitor saturasi oksigen pasien
DO : menurun 9. Monitor hasil X-Ray thorak 3. Batuk merupakan

 Sesak nafas,ortopnea  Ortopnea menurun 10. Atur posisi untuk mekanisme alamiah

 Tampak frekuensi nafas  Pernafasan pursed mengurangi sesak untuk mengeluarkan

cepat 40 x/menit lip menurun 11. Kolaborasi pemberian benda asing dari

 Pernafasan pursed lip  Frekuensi nafas oksigen, inhalasi saluran nafas dengan

membaik baik dan benar


 Tampak penggunaan otot
 Ekskursi dada 4. Karakteristik sputum
bantu pernafasan
membaik dapat berubah sesuai
 Tampak ekskursi dada
penyebab
5. Mengetahui adanya
sumbatan jalan nafas

79
ditandai adanya bunyi
nafas tambahan
6. Mengetahui
kesimetrisan ekpansi
paru
7. Mengetahui adanya
bunyi nafas tambahan
apabila terjadi
sumbatan
8. Sputum yang kental
dan berlebihan akan
menyebabkan
terjadinya sumbatan
jalan nafas dapat
menyebabkan saturasi
oksigen menurun
akibat dari
penghantaran oksigen
yang tidak tercukupi

80
9. Mengetahui kondisi
dari paru untuk
mendiagnosis suatu
penyakit dan
mengetahui
perkembangan
penyakit yang telah
didiagnosis
10. Posisi yang kepala
lebih tinggi dari badab
akan memungkinkan
ekpansi paru yang
maksimal dan
memudahkan
pernafasan
11. Pemberian oksigen
dapat memasimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja

81
nafas,dengan inhalasi
memberikan obat
langsung kesaluran
pernafasan untuk
mengeluarkan sputun
dan
mengurangikesulitan
mengeluarkan sekret
yang kental dan
lengket

1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui faktor


02/09/ Hipertermia berhubungan hipertermia yang memperberat
2022 dengan proses penyakit 2. Monitor suhu tubuh atau memperingan
3. Monitor haluaran urine demam
DS : 4. Sediakan lingkungan yang 2. Mengetahui dan
 Ibu pasien mengatakan Setelah dingin memantau kenaikan
pasien menggigil dilakukan 5. Longgarkan /berikan pakaian suhu secara tiba-tiba

82
 Ibu pasien mengatakan tindakan tipis yang menyerap keringat 3. Memantau perubahan
pasien demam sudah 3 keperawatan 3 6. Basahi dan kipasi permukaan status cairan pasien
hari x 24 jam tubuh 4. Lingkungan yang
 Ibu pasien mengatakan Termoregulasi 7. Berikan cairan oral dingin dapat
Kulit pasien memerah Ekpektasi : 8. Ganti linen setiap hari memberikan
 Ibu pasien mengatakan membaik 9. Lakukan pendinginan kenyamanan
denyut jantung pasien dengan kriteria eksternal(kompres hangat) 5. Memudahkan
cepat hasil : 10. Anjurkan tirah baring terjadinya pelepasan
DO :  Menggigil 11. Kolaborasi dengan dokter panas ke udara

 Suhu tubuh diatas menurun pemberian antipiretik dan sehingga dapat

normal 39℃  Suhu kulit cairan infus menurunkan suhu

 Kulit tampak merah membaik tubuh

 Kulit terasa hangat  Kulit merah 6. Menurunkan suhu


menurun tubuh
 Takikardi
 Takikardi menurun 7. Peningkatan suhu
 Menggigil
 Suhu tubuh tubuh mengakibatkan
 Leukosit 16900 mm3
membaik penguapan tubuh
 TTV
meningkat sehingga
 TD : 100/60mmHg
terjadi dehidrasi perlu

83
 Nadi : 140 x/menit diimbangi dengan
 RR : 40 x/menit asupan oral

 Suhu : 39°C 8. Memberi kenyaman


akibat keringat berlebih
9. Kompres hangat dapat
menghindarkan
kekacauan
termoregulasi karena
pembuluh darah
mengalami vasodilatasi
10. Istirahat yang lebih
dan mengurangi
aktivitas dapat
memulihkan tubuh
11. Antipiretik dan
pemberian cairan IV
dapat mempercepat
menurunkan panas
tubuh dipusat

84
hipotalamus

Hasil tabel 3.5 diatas menjelaskan mengenai intervensi keperawatan yang akan diberikan pada pasien An. A

selama masa perawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan.

3. 4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

85
Tabel 3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Pada Pasien An. A dengan Bronchopneumonia

NO HARI/TGL JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN (RESPON KLIEN / DS DO) ( SOAP)
1 Jumat 08.00 Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor pola nafas Jumat, 02-09-2022
02 wib efektif berhubungan dengan Hasil : Pola nafas cepat Jam : 12.00 wib :
September - sekresi yang tertahan 2. Memonitor bunyi nafas S:
2022 11.00 tambahan - Ibu pasien mengatakan pasien
Wib Hasil : Nafas ronkhi batuk 3 hari, demam dan Sesak
3. Memonitor sputum nafas
Hasil : produksi sputum kental - Ibu mengatakan pasien ada
4. Mengidentifikasi kemampuan sputum tapi susah dikeluarkan
batuk O:
Hasil: Kurang mampu - Terdengar suara ronkhi
5. Memposisikan semi - RR : 40 x/menit
fowler/fowler - Dilakukan nebulizer farbivent
Hasil : nyaman dengan posisi - Minum air hangat
semifawler - Posisi semi fowler
6. Memberikan minum hangat - Tampak di lakukan fisioterapi
Hasil : pasien mau minum air dada dan batuk efektif

86
hangat - Terdapat penggunaan otot-otot
7. Melakukan fisioterapi dada pernafasan
Hasil : di lakukan fisioterapi - Napas purced-lip
dada A : Bersihan jalan nafas tidak
8. Mengajari batuk efektif dan efektif belum teratasi
nafas dalam P : Intervensi di lanjutkan :
Hasil : pasien kurang mampu  Monitor pola nafas
melakukan batuk efektif  Monitor bunyi nafas tambahan
9. Melakukan Kolaborasi  Monitor sputum
pemberian bronchodilator,  Identifikasi kemampuan batuk
ekspektoran, mukolitik
 Posisikan semi fowler/fowler
Hasil : terapi nebulizer
 Berikan minum hangat
farbivent 3x1
 Lakukan fisioterapi dada
 Ajarkan batuk efektif dan nafas
dalam

S:
Pola nafas tidak efektif 1. Memonitor frekuensi, irama,

87
berhubungan dengan kedalaman dan upaya nafas  Ibu pasien mengatakan pasien
hambatan upaya nafas Hasil : 40 x/menit sesak
menggunakan otot bantu  Ibu pasien mengatakan pasien
pernafasan tidak nyaman saat bernafas
2. Memonitor pola nafas  Ibu pasien mengatakan pasien
Hasil : pola nafas cepat bernafas lewat mulut
3. Memonitor kemampuan batuk
O:
efektif
Hasil : belum mampu batuk  Pernafasan cepat,ortopnea
efektif  Posisi tidur semi fowler
4. Memonitor adanya produksi  Tampak frekuensi nafas cepat 44
sputum x/menit, spo2 97%
Hasil : sputum kental
 Pernafasan pursed lip
5. Memonitor adanya sumbatan
 Tampak penggunaan otot bantu
jalan nafas
pernafasan
Hasil : tidak ada sumbatan
 Tampak ekskursi dada
jalan nafas
 Terpasang O2 2 l/menit via canul
6. Melakukan Palpasi
kesimetrisan ekspansi paru A : Pola nafas tidak efektif belum

88
Hasil : simetris teratasi
7. Melakukan Auskultasi bunyi
P : Intervensi di lanjutkan :
nafas
Hasil : ronkhi  Monitor frekuensi,irama,upaya
8. Memonitor saturasi oksigen dan kedalaman nafas
Hasil : spo2 96%  Monitor pola nafas
9. Memonitor hasil X-Ray thorak  Monitor kemampuan batuk
Hasil : bronchopneumonia efektif
10. Atur posisi untuk mengurangi  Monitor adanya produksi
sesak sputum
Hasil : nyaman dengan posisi  Monitor adanya sumbatan jalan
semi fowler nafas
11. Melakukan Kolaborasi  Palpasi kesimetrisan ekspansi
pemberian oksigen inhalasi paru
Hasil : 02 2l/menit, farbivent  Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Atur posisi untuk mengurangi
sesak

89
 Kolaborasi pemberian oksigen
inhalasi

S:

Hipertermia berhubungan 1. Mengidentifikasi penyebab  Ibu pasien mengatakan pasien


dengan proses penyakit hipertermia menggigil
Hasil : Bronchopneumonia  Ibu pasien mengatakan pasien
2. Memonitor suhu tubuh demam sudah 3 hari
Hasil : suhu 39℃  Ibu pasien mengatakan Kulit
3. Memonitor haluaran urine pasien memerah
Hasil : setiap 6 jam ganti  Ibu pasien mengatakan denyut
pampers jantung pasien cepat
4. Menyediakan lingkungan yang
O:
dingin
Hasil : pasien nyaman dengan  Suhu tubuh 39℃
suhu kamar pakai AC  Kulit tampak merah
5. Melonggarkan /memakai
 Kulit terasa hangat
pakaian tipis

90
Hasil : pasien memakai  Takikardi
pakaian yang tipis dan  Menggigil
menyerap keringat  Leukosit 16900 mm3
6. Membasahi dan mengipasi  Kompres hangat pada leher,
permukaan tubuh kedua ketiak, kedua sela paha
Hasil : diaporesis berkurang  TTV
7. Memberikan cairan oral
 TD : 100/60mmHg
Hasil : minum air putih 200
 Nadi : 140x/menit
cc/4jam
 RR : 40x/menit
8. Mengganti linen setiap hari
 Suhu : 39°C
Hasil : linen diganti setiap
A : Hipertermia belum teratasi
basah keringat
P : Intervensi di lanjutkan :
9. Melakukan pendinginan
 Identifikasi penyebab hipertermia
eksternal(kompres hangat)
 Monitor suhu tubuh
Hasil : melakukan kompres
hangat pada leher kedua ketiak  Monitor haluaran urine

dan kedua sela paha  Sediakan lingkungan yang dingin

10. Menganjurkan tirah baring  Longgarkan /lepaskan pakaian


Hasil : Pasien tirah baring  Basahi dan kipasi permukaan

91
11. Kolaborasi dengan dokter tubuh
pemberian antipiretik  Berikan cairan oral
Hasil : terapi pct 3x1 puyer  Lakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin)
 Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi dengan dokter
pemberian antipiretik

Sabtu,03-09-2022
2 Sabtu 07.00 Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor pola nafas Jam : 11.00 wib :
03 wib efektif berhubungan dengan Hasil : Pola nafas cepat S:
September - sekresi yang tertahan 2. Memonitor bunyi nafas - Ibu pasien mengatakan pasien
2022 10.00 tambahan batuk semakin kuat, demam
Wib Hasil : Nafas ronkhi berkurang dan Sesak nafas
3. Memonitor sputum berkurang
Hasil ; produksi sputum kental - Ibu mengatakan pasien ada
4. Mengidentifikasi kemampuan sputum tapi susah dikeluarkan
batuk

92
Hasil: Kurang mampu O:
5. Memposisikan semi - Terdengar suara ronkhi
fowler/fowler berkurang
Hasil : nyaman dengan posisi - RR : 30 x/menit
semi fawler - Dilakukan nebulizer farbivent
6. Memberikan minum hangat - Minum air hangat
Hasil : pasien mau minum air - Posisi semi fowler
hangat - Tampak di lakukan fisioterapi
7. Melakukan fisioterapi dada dada dan batuk efektif
Hasil : di lakukan fisioterapi - Tampak menggunakan otot bantu
dada pernafasan
8. Mengajari batuk efektif dan - Napas cuping hidung
nafas dalam A : Bersihan jalan nafas tidak
Hasil : pasien sudah mulai efektif teratasi sebagian
mampu melakukan batuk
efektif P : Intervensi di lanjutkan :
 Monitor pola nafas
 Monitor bunyi nafas tambahan

93
 Monitor sputum
 Identifikasi kemampuan batuk
 Posisikan semi fowler/fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Ajarkan batuk efektif dan nafas
dalam

Pola nafas tidak efektif 1. Memonitor frekuensi, irama,


S:
berhubungan dengan kedalaman dan upaya nafas
hambatan upaya nafas Hasil : 30 x/menit  Ibu pasien mengatakan pasien
menggunakan otot bantu sesak berkurang
pernafasan  Ibu pasien mengatakan pasien
2. Memonitor pola nafas tidak nyaman saat bernafas
Hasil : pola nafas cepat  Ibu pasien mengatakan pasien
3. Memonitor kemampuan batuk bernafas lewat mulut
efektif
O:
Hasil : belum mampu batuk
efektif

94
4. Memonitor adanya produksi  Sesak nafas
sputum  Posisi tidur semi fowler
Hasil : sputum kental  Tampak frekuensi nafas cepat 30
5. Memonitor adanya sumbatan x/menit,spo2 97%
jalan nafas  Pernafasan pursed lip
Hasil : tidak ada sumbatan  Tampak penggunaan otot bantu
jalan nafas pernafasan
6. Melakukan Palpasi
 Tampak ekskursi dada
kesimetrisan ekspansi paru
 Terpasang O2 2 l/menit via canul
Hasil : simetris
7. Melakukan Auskultasi bunyi A : Pola nafas tidak efektif teratasi
nafas sebagian
Hasil : ronkhi
P : Intervensi di lanjutkan :
8. Memonitor saturasi oksigen
Hasil : spo2 96%  Monitor frekuensi,irama,upaya
9. Atur posisi untuk mengurangi dan kedalaman nafas
sesak  Monitor pola nafas
Hasil : semi fowler  Monitor kemampuan batuk
10. Melakukan Kolaborasi efektif

95
pemberian oksigen, inhalasi  Monitor adanya produksi sputum
Hasil : 02 2l/menit,farbivent  Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksige
 Atur posisi untuk mengurangi
sesak

Hipertermia berhubungan 1. Memonitor suhu tubuh


dengan proses penyakit Hasil : suhu 38℃
S:
2. Memonitor haluaran urine
Hasil : setiap 6 jam ganti  Ibu pasien mengatakan pasien
pampers menggigil sudah tidak ada
3. Menyediakan lingkungan  Ibu pasien mengatakan pasien
yang dingin demam berkurang
Hasil : pasien nyaman dengan  Ibu pasien mengatakan Kulit
suhu kamar pakai AC

96
4. Melonggarka/memakai pasien memerah berkurang
pakaian tipis
O:
Hasil : pasien memakai pakain
tipis dan menyerap keringat  Suhu tubuh 38℃
5. Membasahi dan mengipasi  Kulit tampak merah
permukaan tubuh  Kulit terasa hangat
Hasil : diaporesis berkurang  Takikardi
6. Memberikan cairan oral  Leukosit 16900 mm3
Hasil : minum air putih 200
 Kompres dingin pada leher,
cc/4jam
kedua ketiak, kedua sela paha
7. Mengganti linen setiap hari
 TTV
Hasil : linen diganti setiap
 TD : 100/60mmHg
basah oleh keringat
 Nadi : 128x/menit
8. Melakukan pendinginan
 RR : 30x/menit
eksternal (kompres hangat)
 Suhu : 37,9°C
Hasil : melakukan kompres
A : Hipertermia belum teratasi
hangat pada leher kedua
P : Intervensi di lanjutkan :
ketiak dan kedua sela paha
 Identifikasi penyebab hipertermia
9. Menganjurkan tirah baring

97
Hasil : Pasien tirah baring  Monitor suhu tubuh
10. Kolaborasi dengan dokter  Monitor haluaran urine
pemberian antipiretik  Sediakan lingkungan yang dingin
Hasil : terapi pct 3x1 puyer  Longgarkan /memakai pakaian
tipis
 Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Lakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin)
 Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi dengan dokter
pemberian antipiretik
3 Minggu 08.00 Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor pola nafas
04 wib efektif berhubungan dengan Hasil : Pola nafas cepat
Minggu,04 -09-2022
September - sekresi yang tertahan 2. Memonitor bunyi nafas
Jam : 12.00 wib :
2022 11.00 tambahan
S:
Hasil : tidak ada
 Ibu pasien mengatakan pasien
3. Memonitor sputum

98
Hasil : produksi sputum kental batuk berkurang, demam
4. Mengidentifikasi kemampuan berkurang dan Sesak nafas
batuk berkurang
Hasil: mampu melakukan  Ibu mengatakan pasien ada
batuk efektif sputum sudah bisa dikeluarkan
5. Memposisikan semi O:
fowler/fowler  RR : 22 x/menit
Hasil : nyaman dengan posisi  Minum air hangat
semi fawler  Posisi semi fowler
6. Memberikan minum hangat  Tampak di lakukan fisioterapi
Hasil : pasien mau minum air dada dan batuk efektif
hangat A : Bersihan jalan nafas tidak
7. Melakukan fisioterapi dada efektif teratasi sebagian
Hasil : di lakukan fisioterapi
dada P : Intervensi di lanjutkan :
8. Mengajari batuk efektif dan
 Monitor pola nafas
nafas dalam
 Monitor sputum
Hasil : Mampu melakukan
 Posisikan semi fowler/fowler
batuk efektif

99
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Ajarkan batuk efektif dan nafas
dalam
Pola nafas tidak efektif 1. Memonitor frekuensi, irama,
berhubungan dengan kedalaman dan upaya nafas S:
hambatan upaya nafas Hasil : 22 x/menit
 Ibu pasien mengatakan pasien
2. Memonitor pola nafas
sesak berkurang
Hasil : pola nafas cepat
3. Memonitor kemampuan batuk  Ibu pasien mengatakan pasien

efektif tidak nyaman saat bernafas

Hasil : mampu batuk efektif O:


4. Memonitor adanya produksi
sputum  Ortopnea

Hasil : sputum kental  Posisi tidur semi fowler

5. Memonitor adanya sumbatan  Tampak frekuensi nafas cepat 22


jalan nafas x/menit,spo2 98%
Hasil : tidak ada sumbatan
A : Pola nafas tidak efektif teratasi
jalan nafas

100
6. Melakukan Palpasi sebagian
kesimetrisan ekspansi paru
P : Intervensi di lanjutkan :
Hasil : simetris
7. Melakukan Auskultasi bunyi  Monitor frekuensi, irama, upaya
nafas dan kedalaman nafas
Hasil : tidak ada ronkhi  Monitor pola nafas
8. Memonitor saturasi oksigen  Monitor adanya produksi sputum
Hasil : spo2 98%  Monitor saturasi oksigen
9. Atur posisi untuk mengurangi  Atur posisi untuk mengurangi
sesak sesak
Hasil : semi fowler

Hipertermia berhubungan 1. Memonitor suhu tubuh


dengan proses penyakit Hasil : suhu 37℃ S:
2. Memonitor haluaran urine
Hasil : setiap 6 jam ganti  Ibu pasien mengatakan pasien

pampers menggigil sudah tidak ada

3. Menyediakan lingkungan yang  Ibu pasien mengatakan pasien

101
dingin demam tidak ada
Hasil : pasien nyaman dengan  Ibu pasien mengatakan Kulit
suhu kamar pakai AC pasien sudah tidak memerah
4. Memberikan cairan oral
O:
Hasil : minum air putih 200
cc/4jam  Suhu tubuh 37℃
5. Menganjurkan tirah baring  TTV
Hasil : Pasien tirah baring  TD : 100/60mmHg
 Nadi : 128x/menit
 RR : 20x/menit
 Suhu : 37°C
A : Hipertermia teratasi
P : Intervensi di lanjutkan :
dilanjutkan perawat ruangan
Berdasarkan tabel 3.6 diatas bahwa Implementasi dan evaluasi keperawatan yang dilakukan berdasarkan dari rencana atau
intervensi yang telah dibuat, tujuan melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan agar kriteria hasil dapat
tercapai. Implementasi pada pasien An. A dilakukan selama 3 hari dirumah sakit pada tanggal 02 September 2022 - 04 September 2022.
Sedangkan evaluasi pada pasien An. A menunjukan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif telah teratasi sebagian
dan Pola nafas tidak efektif teratasi sebagian dihari ke 3.

102
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan peneliti akan membahas tentang adanya


kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan
keperawatan pada pasien An. A dengan kasus Bronkopneumonia yang
telah dilakukan sejak tanggal 02 September 2022 - 04 September 2022
pada pasien An. A di RSAL Dr. Midiyato Suratani Tanjungpinang.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.

4. 1. Pengkajian
Pengkajian terdiri dari data atau catatan hasil pengkajian
yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
menghasilkan data dasar tentang klien, dan mencatat respons
kesehatan klien. Dengan demikian, hasil pengkajian dapat
membantu mengidentifikasi masalah kesehatan klien secara akurat
dan tepat. Tujuan dari dokumentasi pada dasarnya adalah untuk
mendapatkan data yang cukup untuk menentukan strategi
pengobatan. Data evaluasi harus didokumentasikan secara lengkap
(Yustiana & Ghofur, 2016).
Pengkajian pada pasien An. A dilakukan pada hari Jum’at,
02 September 2022, An. A berusia 2 tahun, terdapat keluhan
utama yaitu batuk berdahak dan sesak. Hal ini sesuai dengan teori
Nurarif dan Kusuma (2015) bahwa timbulnya inflamasi dari proses
penyakit bronkopneumonia menyebabkan manifestasi klinis salah
satunya adalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika masalah
bersihan jalan nafas tidak ditangani dengan cepat, dapat
menyebabkan masalah yang lebih serius seperti kesulitan bernafas
yang parah bahkan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan
hasil pengkajian pada pasien An. A dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital pada An. A yaitu Tekanan darah 100/60

103
mmHg, nadi 145 x/menit, respirasi 44 x/menit, suhu 39oC. Pada
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien An. A suara
pernafasan ronchi kering, dispnea, tampak penggunaan otot
bantu pernafasan, suara sonor (redup). Hal ini menurut teori
Nurarif dan Kusuma (2015) peradangan ditandai dengan adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk berdahak,
ronchi kering positif dan mual.
Menurut analisa peneliti terdapat kesamaan serta kesenjangan
teori dan kasus yaitu pada An. A mengalami demam pada awal
sebelum masuk rumah sakit, kemudian mengalami batuk
produktif, dispnea, pernafasan cepat, bunyi pernafasan ronki,
gelisah. Pada riwayat penyakit keluarga, pasien An. A tidak
memiliki penyakit keturunan seperti asma, DM, hipertensi dan
lainnya. Adapun terdapat kesenjangan antara kasus dan teori
pada pasien An. A yaitu saat pengkajian tidak di temukan
adanya sianosis sekitar hidung, mulut dan anoreksia. Hal ini
menurut teori Nurarif dan Kusuma (2015) pada penderita
bronkopneumonia biasanya merasakan sulit untuk bernafas, dan
disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu pernafasan,
adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga lemah dan
tidak nafsu makan, kadang disertai diare, sianosis, dan
anoreksia.
Pengkajian riwayat penyakit sekarang pada pasien An. A
ibu mengatakan bahwa anak mengalami sesak nafas selama 3
hari yang lalu, mengalami demam selama 5 hari dan batuk
berdahak serta pilek selama 4 hari. Pada riwayat imunisasi
pasien An. A, ibu mengatakan riwayat imunisasi pasien
lengkap. Hal ini sesuai dengan teori Sunarti (2012) bahwa
imunisasi adalah kekebalan pada anak dengan memasukkan
vaksin kedalam tubuh membuat zat untuk mencegah penyakit
tertentu. Imunisasi merupakan kekebalan aktif yang dibuat tubuh
sendiri akibat terpajan dengan antigen.

104
Hal ini sesuai dengan teori pada kasus bronkopneumonia
karena penyebab bronchopneumonia yaitu jenis kelamin, usia anak,
status gizi, imunisasi, berat lahir balita, pendidikan ibu, pendapatan
keluarga, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap
bronkopneumonia (Kholisah et al, 2015).
Pada pasien An. A ibu mengatakan mengatakan selama
dirumah sakit pasien sedikit susah tidur dan terkadang menangis.
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak
maupun keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat
berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kontrol,
lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan.
Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak,
pengalaman terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan
dan koping terhadap cemas (Nursalam, 2013).
Dalam melakukan pengkajian hendaknya memastikan
bahwasan data yang kita teliti lengkap, akurat, faktual, dan benar
karena hal tersebut sangat penting untuk perumusan diagnosa
keperawatan dan pemberian asuhan keperawatan. Semua data
status pasien harus dimasukkan. Bahkan informasi yang tampaknya
menunjukkan abnormal harus dicatat. Informasi tersebut mungkin
relevan kemudian dan berfungsi sebagai referensi untuk perubahan
keadaan. Dalam studi pasien An. A terdapat data yang tidak
lengkap sehingga banyak data yang tidak mendukung diagnosis.
4. 2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang
individu, keluarga, atau komunitas sebagai akibat dari masalah
kesehatan aktual atau potensial atau proses kehidupan. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dari rencana tindakan keperawatan,
yang harus didokumentasikan dengan baik. (Yustiana & Ghofur,
2016).
Dalam penegakkan diagnosa keperawatan, tanda dan gejala
mayor harus ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi

105
diagnosis. Sedangkan tanda dan gejala minor tidak harus
ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung
penegakkan diagnosis (PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan
yang sering muncul pada klien Bronkopneumonia menurut
SDKI adalah Bersihan jalan napas tidak efektif, Pola nafas tidak
efektif, Gangguan pertukaran gas, Hipertermia, Defisit nutrisi,
Intoleransi aktifitas, Ansietas, Defisit pengetahuan, Resiko
ketidakseimbangan elektrolit (PPNI, 2017).
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data terdapat 3
diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada pasien An. A yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif dan
hipertemia. Berikut ini pembahasan diagnosa yang muncul
sesuai dengan teori pada kasus pasien An. A yaitu :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah
ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
(PPNI, 2017). Peneliti menegakkan diagnosa bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
di buktikan dengan batuk tidak efektif, sputum tertahan,
ronkhi, dispnea, ortopnea, gelisah menggunakan buku SDKI
sebagai pedoman penegakan diagnosa tersebut.
Berdasarkan buku SDKI, gejala dan tanda mayor yang
muncul yaitu batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan
adanya suara nafas tambahan. Gejala dan tanda minornya
yaitu dyspnea, sulit bicara, gelisah, sianosis, bunyi nafas
menurun, frekuensi nafas berubah dan pola nafas berubah.
Dari hasil pengkajian ditemukan tanda dan gejala
mayor dan minor pada klien yaitu batuk tidak efektif,
sputum berlebih, ronkhi kering, dispnea, frekuensi nafas
berubah dan gelisah. Orangtua pasien An. A mengatakan
membawa anak ke rumah sakit karena ketika di rumah

106
anaknya batuk-batuk ± 4 hari, demam dan sesak napas lalu
dibawa ke klinik, tidak ada perubahan. Pada pasien An. A
keadaan umum tampak lemah, bedrest, sesak, batuk
berdahak, filek, dan demam, kesadaran compos mentis. Pada
pasien sebelumnya diberikan antibiotik dengan hasil
pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah : 100/60
mmHg, nadi : 145 x/menit (Takikardia), suhu : 39ºC
(Febris) dan pernafasan : 44 x/menit (Takipnea).
Alasan peneliti menegakkan diagnosa tersebut yaitu
kasus ini sesuai dengan teori tentang tanda dan gejala
penyakit Bronkopneumonia dimana tidak dijumpai batuk
pada awal mula munculnya penyakit tersebut, seorang
anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
berdahak.
b. Pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI,
2017). Peneliti menegakkan diagnosa pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas di
buktikan dengan sesak meningkat,batuk tidak efektif, sputum
tertahan, pernafasan pursed lip dan cuping hidung,
menggunakan otot bantu pernafasan pada pasien An. A
berdasarkan buku SDKI. Dimana diagnosa keperawatan
pola nafas tidak efektif tanda/gejala mayornya ialah
dyspnea, penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang dan pola nafas abnormal, sedangkan gejala
dan tanda minornya yaitu adanya pernafasan cuping
hidung.
Pada pasien An. A dibuktikan dengan ibu pasien
mengatakan pasien kesulitan bernafas, saat posisi tidur
telentang anak semakin merasa sesak nafas, terdapat otot

107
bantu pernafasan dada, pola nafas cepat dan dangkal, dan
frekuensi pernafasan 44 x/menit. Berdasarkan data
tersebut, peneliti dapat menegakkan diagnosa pola nafas
tidak efektif karena 3 dari 4 tanda mayor sudah terkaji pada
klien tersebut.
Menurut Price (2012), sesak napas pada
bronchopneumonia disebabkan oleh berbagai penyebab,
antara lain obstruksi jalan napas dan adanya beberapa faktor
(akibat penyebaran bakteri, virus, dan jamur), menyebabkan
gagal paru atau alveolus, untuk pelebaran yang tepat (tidak
menular), surfaktan atau rongga perut/tekanan jantung).
Sesak napas pada paru-paru dapat disertai dengan suara
pernapasan lain, seperti ronkhi (basah/kering) atau whezzing.
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Hipertermia adalah keadaan suhu tubuh meningkat di
atas rentang normal tubuh (PPNI, 2017). Peneliti
menegakkan diagnosa keperawatan hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit di buktikan dengan
wajah merah, demam, takikardi, menggigil, Leukosit
meningkat pada pasien An. A yang berdasarkan buku
SDKI dikarenakan tanda dan gejala mayornya ialah Suhu
tubuh diatas nilai normal, sedangkan gejala dan tanda
minornya yaitu Kulit merah, Kejang, Takikardi, Takipnea,
Kulit terasa hangat telah dimiliki oleh pasien dengan
dibuktikan oleh Ibu pasien yang mengatakan anaknya
rewel dan badan teraba hangat. Suhu tubuh pasien ialah
39°C (Febris).
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia
ialah mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya
mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet)
invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan
menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini

108
menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi
peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah
gejala demam pada penderita (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. 3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018), Intervensi keperawatan adalah semua
tindakan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan pengetahuan
klinis dan penilaian untuk mencapai luaran yang diharapkan (PPNI,
2019). Tahap perencanaan dapat dikatakan sebagai jantung atau
prinsip dari proses keperawatan karena perencanaan merupakan
keputusan awal yang memberikan arah tujuan yang akan dicapai,
apa yang akan dilakukan, termasuk didalamnya bagaimana, kapan
dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Dalam
penyusunan rencana tindakan keperawatan klien, keluarga, dan
orang terdekatnya harus dilibatkan semaksimal mungkin (Asmadi,
2008). Peneliti melakukan intervensi keperawatan sesuai dengan
Buku Standar Indonesia Intervensi Keperawatan (SIKI). Menurut
buku SIKI terdapat empat tindakan dalam intervensi keperawatan
yaitu observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.
Intervensi asuhan keperawatan yang akan dilakukan oleh
peneliti pada pasien An. A dengan diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan di buktikan dengan batuk tidak efektif, sputum tertahan,
ronkhi, dispnea, ortopnea, gelisah yaitu observasi : Observasi
respirasi rate dan heart rate, Monitor status oksigen pasien,
Monitor status respirasi (frekuensi,irama nafas), teraupetik :
Latih nafas dalam dengan cara tiup balon, Auskultasi suara nafas
catat jika ada suara nafas tambahan, Atur poisi pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, Lakukan fisioterapi dada jika perlu,
edukasi : Motivasi pasien banyak minum, edukasi keluarga untuk
melatih nafas dalam, Ajarkan teknik batuk efektif untuk
mengeluarkan secret, kolaborasi : kolaborasi pemberian terapi

109
nebulizer, kolaborasi pemberian O2, dan kolaborasi pemberian
antibiotik.
Intervensi asuhan keperawatan pada pasien yang mengacu
pada intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang telah dipilih sesuai
kebutuhan pasien anak dengan Bronkopneumonia dengan
masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan menggunakan SIKI
dan SLKI yaitu setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan
bersihan jalan napas (L.01001) meningkat. Dengan kriteria hasil :
Batuk efektif, Produksi sputum menurun, Mengi menurun, Ronkhi
menurun, Frekuensi napas membaik, Pola napas membaik.
Rencana tindakan dalam diagnose bersihan jalan nafas tidak
efektif meliputi observasi : identifikasi kemampuan batuk, Monitor
adanya retensi sputum, Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
napas, Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas),
Auskultasi bunyi napas, terapeutik : Atur posisi semi fowler
atau fowler, Berikan minum hangat, Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu, Berikan oksigen, jika perlu, edukasi : Jelaskan tujuan
dan prosedur batuk efektif, Ajarkan teknik batuk efektif,
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3 dan kolaborasi : Kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
Intervensi asuhan keperawatan selanjutnya yang akan
dilakukan oleh peneliti pada pasien An. A dengan diagnosa Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
yaitu observasi : Observasi Tanda tanda vital anak (nadi,
repirasi, suhu), Kaji frekuensi pernapasan, teraupetik
Memberikan posisi semi fowler, kolaborasi : Kolaborasi
pemberian Oksigen. Intervensi asuhan keperawatan pada
pasien yang mengacu pada intervensi yang telah disusun

110
peneliti berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang
telah dipilah sesuai kebutuhan klien anak dengan
Bronkopneumonia dengan pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan hambatan upaya nafas menggunakan SIKI dan SLKI.
Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan pola napas
(L.01004) membaik. Dengan kriteria hasil : Ventilasi semenit
meningkat, Dispnea menurun, Ortopnea menurun, pernafasan
pursed lips menurun, pernafasan cuping hidung menurun,
Frekuensi napas membaik, Ekskursi dada membaik. Rencana
tindakan dalam diagnosa hipertermia meliputi Observasi :
Monitor bunyi napas, Monitor sputum, Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan upaya napas, Monitor kemampuan batuk
efektif, Monitor adanya sumbatan jalan napas, Palpasi
kesimetrisan ekspansi paru, Monitor saturasi oksigen, Edukasi :
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi,
Ajarkan teknik batuk efektif.
Intervensi asuhan keperawatan ketiga yang akan dilakukan
oleh peneliti pada pasien An. A dengan diagnosa Hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit yaitu observasi : monitor
suhu tubuh sesering mungkin, monitor warna kulit, nadi dan RR,
teraupetik : berikan kompres pada lipat paha dan aksila, selimuti
pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh,
kolaborasi : kolaborasi pemberian obat antipiretik untuk
menurunkan panas.
Intervensi asuhan keperawatan pada pasien An. A yang
mengacu pada intervensi yang telah disusun peneliti
berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang telah
dipilih sesuai kebutuhan pasien An. A dengan
Bronkopneumonia dengan hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit menggunakan SIKI dan SLKI yaitu setelah

111
dilakukan intervensi keperawatan, maka termoregulasi
(L.14134) membaik dengan kriteria hasil : Menggigil menurun,
Kulit merah menurun, Kejang menurun, Takikardi menurun,
Suhu tubuh membaik, Suhu kulit membaik. Rencana tindakan
dalam diagnosa hipertermia meliputi Observasi : Identifikasi
penyebab hipertermia, Monitor tanda-tanda vital, Monitor suhu
tubuh anak tiap dua jam, jika perlu, Monitor intake dan output
cairan, Monitor warna dan suhu kulit, Monitor komplikasi
akibat hipertermia, Terapeutik : Sediakan lingkungan yang
dingin, Longgarkan atau lepaskan pakaian, Basahi dan kipasi
permukaan tubuh, Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat, Berikan cairan oral, Ganti linen setiap hari jika
mengalami keringat berlebih, Lakukan pendinginan eksternal
(mis. kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila,
Edukasi : Anjurkan tirah baring, Anjurkan memperbanyak
minum, Kolaborasi : Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu, Kolaborasi pemberisn antibiotik, jika perlu.
4. 4. Implementasi Keperawatan
Menurut Yustiana dan Ghofur (2016) Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik serta
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi
keperawatan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk pasien dan keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dimasa yang akan
datang. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien An A
dilakukan pada tanggal 02 September s/d 04 September 2022.
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat
dan di sesuaikan dengan masalah keperawatan yang ditemukan
pada klien.

112
Berdasarkan perencanaan yang dibuat peneliti melakukan
tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya untuk
mengatasi masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien
An. A yaitu monitor pola nafas, bunyi nafas tambahan, dan
sputum, mengidentifikasi kemampuan batuk, Memposisikan
semi fowler/fowler, Memberikan minum hangat, Melakukan
fisioterapi dada, Mengajari batuk efektif dan nafas dalam,
Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik
Sedangkan tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah pola nafas tidak efektif pada pasien An. A yaitu
memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas,
memonitor pola nafas, memonitor kemampuan batuk efektif,
memonitor adanya produksi sputum, memonitor adanya sumbatan
jalan nafas, melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi paru,
melakukan auskultasi bunyi nafas, memonitor saturasi oksigen,
memonitor hasil x-ray thorak, atur posisi untuk mengurangi sesak,
dan melakukan kolaborasi pemberian oksigen inhalasi.
Selanjutnya tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah hipertermia pada pasien yaitu mengidentifikasi
penyebab hipertermi, memonitor suhu tubuh, memonitor haluaran
urine, menyediakan lingkungan yang dingin, melonggarkan atau
melepaskan pakaian, membasahi dan mengipasi permukaan tubuh,
memberikan cairan oral, mengganti linen setiap hari, melakukan
pendinginan eksternal(kompres dingin), menganjurkan tirah baring,
kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik.
4. 5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah akhir dalam
rangkaian proses keperawatan yang bermanfaat apakah tujuan
dari kegiatan keperawatan yang dilakukan telah tercapai atau
memerlukan pendekatan yang berbeda. Pengkajian keperawatan
mengukur keberhasilan rencana dan implementasi tindakan
yang telah dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien.

113
Evaluasi merupakan langkah yang menentukan apakah tujuan
telah tercapai. Penilaian selalu dikaitkan dengan tujuan, yaitu
komponen kognitif, afektif, psikologis, perubahan fungsi, dan
tanda dan gejala tertentu (Yustiana & Ghofur, 2016).
Hasil evaluasi yang sudah didapatkan setelah perawatan
selama 3 hari pada pasien An. A yaitu masalah bersihan jalan
nafas telah teratasi sebagian pada hari ke 3 tanggal 04
September 2022 dengan hasil ibu mengatakan anak sudah tidak
sesak lagi dan batuk sudah berkurang, sputum, dan RR : 22
x/menit. Sedangkan Evaluasi untuk masalah pola nafas tidak
efektif telah teratasi sebagian pada hari ke 3 dengan hasil ibu
mengatakan sesak An. A sudah berkurang tetapi saat bernafas
masih terasa tidak nyaman, RR: 22 x/menit dan SpO2 : 98%.
Ketiga evaluasi untuk masalah hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit pada pasien An. A sudah teratasi pada hari ke 3
tanggal 04 September 2022 dengan hasil ibu pasien mengatakan
badan anaknya sudah tidak demam lagi, tidak mengigil lagi,
tidak ada tanda kemerahan pada kulit, T : 37 0C, TD : 100/60
mmHg, N : 128 x/menit, RR : 22 x/menit, dan tidak ada tanda-
tanda sianosis.

114
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian kasus penerapan asuhan keperawatan pada An.


A dengan Penyakit Bronkopneumonia. Pengambilan data pada pasien An. A
dilakukan di Ruangan Pav Subi Kecil RSAL Dr. Midiyato Suratani
Tanjungpinang. Peneliti dapat mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:
5. 1. Kesimpulan
5.2.1 Pengkajian
Hasil pengkajian telah ditemukan adanya data pada
kasus pasien An. A bahwa pasien mengalami keluhan utama
sesuai dengan teori yaitu klien batuk produktif (berdahak),
dispnea, pernafasan cepat dan bunyi pernafasan ronchi.
5.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori terdapat pada bab
dua ditegakkan 3 diagnosa dari laporan kasus yang didapat
pada pasien dengan Bronkopneumonia. Ketiga diagnosa
keperawatan tersebut ditegakkan berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh para ahli dan telah sesuai dengan Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) dan Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Pada diagnosa
keperawatan tidak ada perbedaan antara diagnosa secara
teori dengan kasus yang ditemukan, tetapi pada saat
melakukan pengkajian pada An. A ditegakkan 3 diagnosa
dikarenakan ketiga diagnosa tampak lebih menonjol
dibandingkan dengan diagnosa lainnya.
5.2.3 Intervensi Keperawatan

115
Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada pasien
An. A disesuaikan dengan masalah keperawatan yang
ditegakkan berdasarkan kondisi pasien An. A. Untuk
intervensi yang digunakan pada pasien An. A juga telah
menggunakan standar intervensi dan standar luaran
keperawatan indonesia.
5.2.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan yang telah penulis susun. Tindakan keperawatan
yang dilakukan pada pasien An. A sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah direncanakan berdasarkan teori
yang ada dan disesuai dengan kebutuhan anak dengan
Bronkopneumonia.
5.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi pada pasien An. A berdasarkan kriteria yang
peneliti susun dari tiga diagnosa keperawatan yang
ditegakkan, dua diagnosa keperawatan dapat baru teratasi
sebagian sesuai dengan rencana tindakan keperawatan, yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektif dan pola nafas tidak
efektif. Terdapat satu diagnosa yang sudah teratasi yaitu
diagnosa hipertemia.
5. 2. Saran
5.2.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan, dan pengalaman serta
menambah wawasan peneliti sendiri dalam melakukan
penelitian ilmiah khususnya dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan Bronkopneumonia. Hasil
penelitian yang peneliti dapatkan bisa menjadi acuan dan
menjadi bahan pembandingan dalam melakukan penelitian
bronkopneumonia pada anak dengan teknik fisioterapi dada
dan batuk efektif.

116
5.2.2 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini menjadi acuan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan bronkopneumonia
pada anak dengan teknik fisioterapi dada dan batuk efektif
secara professional dan komperhensif.
5.2.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan menambah keluasan
ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan bronkopneumonia
pada anak dengan teknik fisioterapi dada dan batuk efektif
sebagai acuan dalam melakukan penelitian pada anak
dengan bronkopneumonia.
5.2.4 Bagi klien dan orang tua klien
Diharapkan dapat mengetahui bagaimana proses dan
tanda gejala serta factor penyebab terjadinya
bronkopneumonia sehingga untuk kedepannya dapat
memutuskan mata rantai penyakit bronkopneumonia. Selain
itu, orang tua dapat melakukan teknik fisioterapi dada dan
batuk efektif demi meringankan keluhan pada anak dengan
bronkopneumonia.

117
DAFTAR PUSTAKA
Akbar Asfihan (2019) Bronchopneumonia. Available at:
https://adalah.co.id/bronchopneumonia/.
Alexander & Anggraeni (2017) ‘Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada
Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek’, Jurnal Kedokteran.
Anggraeni, Alfiana Dini & Endang Zulaicha Susilaningsih. 2022. “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK PNEUMONIA DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI”. Jurnal University of Kusuma Husada
Surakarta.
Asmadi (2008) Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Astuti. 2020. “Penerapan Fisioterapi Dada Terhadap Status Respirasi Pada An. A
Dengan Bronkopneumonia”. Jurnal Kesehatan.  Vol 9, No 1
Bradley J.S., B. . (2011) ‘The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older than 3 Months of Age’, Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infections Diseases Society and the Infections
Disease Society of America.
Budi Soediono (2014) ‘INFO DATIN KEMENKES RI Kondisi Pencapaian Program
Kesehatan Anak Indonesia’, Journal of Chemical Information and Modeling.
Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
Chairunisa, Y. (2019) ‘Karya tulis ilmiah asuhan keperawatan anak dengan
bronkopneumonia di rumah sakit samarinda medika citra’.
Dinas Kesehatan Kepri. (2019) Profil Kesehatan. Kepulauan Riau.
Doenges, M. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Dwi Hadya Jayani (2018) ‘10 Penyebab Utama Kematian Bayi di Dunia’, in Hari
Widowati (ed.). Jakarta: Katadata. Available at: ourworlddindata.org.
Eva Yuliani, Nani Nurhaeni, F. T. W. (2016) ‘Perencanaan Pulang Efektif
Meningkatkan Kemampuan Ibu Merawat Anak Dengan Pneumonia Di
Rumah’, Jurmal Keperawatan Indonesia, 19.

118
Fida & Maya (2012) Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jogjakarta: D-Medika.
Kemenkes RI (2015) Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Hernanda. 2020. “PENGARUH PELAKSANAAN FISIOTERAPI DADA
(CLAPPING) TERHADAP BERSIHAN JALAN NAPAS PADA ANAK
DENGAN BRONKOPNEUMONIA”.  VOL. 5 NO. 1 (2020). JOURNAL
OF NURSING AND HEALTH
Hidayatin, Titin. 2019. “Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Dan Pursed Lips
Breathing (Tiupan Lidah) Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Balita
Dengan Pneumonia”. Journal Surya.  Vol 11, No 01
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018) Health Statistics. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI, 2020 ISPA diaksespada :
https://www.kemkes.go.id/article/view/20071500002/kemenkes-kenalkan-
istilah-probable-suspect-kontak-erat-dan-terkonfirmasi-covid-19.html
Kementrian Republik Indonesi , 2017. Tumbuh kembang anak
Kholisah Nasution, M. Azharry Rully Sjahrullah, Kartika Erida Brohet, Krishna
Adi Wibisana, M. Ramdhani Yassien, Lenora Mohd. Ishak, Liza Pratiwi,
Mulyani, P. (2018) ‘Penerapan Teknik Nafas Dalam Pada Anak Balita
Dengan Bronkopneumonia Di RSUD Wonosari Kabupaten Gunungkidul’,
pp. 1–71.
Kusuma, Erik, Ayu Dewi Nastiti & R.A. Helda Puspitasari. 2022. “The Effect Of
Chest Physiotherapy On The Effectiveness Of The Airway Among
Pneumonia Patients At The Children's Room Of Bangil Regional General
Hospital”. Jurnal UNEJ E-PROCEEDING.
Melati. Rosa, Nani Nurhaeni & Siti Chodidjah. 2018. “Ampak Fisioterapi Dada
Terhadap Status Pernapasan Anak Balita Pneumonia Di Rsud Koja Dan
Rsud Pasar Rebo Jakarta”. Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik. Volume
1 / Nomor 1
Muliasari, Yunita & Iin Indrawati. 2018. “Efektifitas Pemberian Terapi Pursed
Lips Breathing Terhadap Status Oksigenasi Anak Dengan Pneumonia”.
NERS Jurnal Keperawatan.  Vol 14, No 2.

119
Nurarif & Kusuma (2015) APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediaAction.
Nursalam (2013) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
PDPI Lampung & Bengkulu (2017) Penyakit Bronkopneumonia.
Available at: http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=7896.
Pangesti, Nova Ari & Riski Setyaningrum. 2020. “Penerapan Teknik Fisioterapi
Dada Terhadap Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Dengan
Penyakit Sistem Pernafasan”. Jurnal Ilmu Kesehatan.  Vol 15 No 2
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
----------- (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
----------- (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Prasetyawati, R. Y. (2019). Inovasi Keperawatan Fisioterapi Dada Untuk
Mempertahankan Bersihan Jalan Napas Pada Anak Dengan Ispa Di
Kabupaten Magelang (Doctoral Dissertation, Tugas Akhir, Universitas
Muhammadiyah Magelang).
Pusdatin. 2019.”profil kesehatan indonesia”. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Dapat diakses:
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf
Price, S. (2012) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Bronchopneumonia. Jakarta:
EGC.
Ridha, N. (2014) Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riskesdas. 2018. “Hasil utama Riskesdas 2018”. Jakarta. Kementerian Kesehatan
RI. Dapat diakses :
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/
Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf
Rohmah, N., & Walid, S. (2016). proses keperawatan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

120
Sugiyono (2015) Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: Penerbit CV. Alfabeta.
Syaifuddin (2016) Anatomi Fisiologi. Edited by Monica Ester. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Wijayaningsih, T. W., Indarwati, I., & Imamah, N. I. (2019). Penerapan Tindakan
Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Pasien Ispa Di
Puskesmas Musuk, Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Health and
Sport Journal, 4(5), 9-11.
WHO (2019) Pneumonia. Available at: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/pneumonia.
World Health Organization, 2017 Peningkatan Penyakit Ispa Di Dunia
Yuliastati & Amelia Arnis (2016) Keperawatan Anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Yustiana Olfah & Abdul Ghofur (2016) Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

121
DOKUMENTASI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

122
123
124

Anda mungkin juga menyukai