Anda di halaman 1dari 181

LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN CEDERA KEPALA


DENGAN APLIKASI DRESSING CUTIMED SORBACT GEL
PADA ULKUS DEKUBITUS DI RUANGAN TRAUMA
CENTRE RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Keperawatan Medikal Bedah II

FITRANI DWINA, S.Kep


1641314051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN CEDERA KEPALA


DENGAN APLIKASI DRESSING CUTIMED SORBACT GEL
PADA ULKUS DEKUBITUS DI RUANGAN TRAUMA
CENTRE RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Keperawatan Medikal Bedah II

FITRANI DWINA, S.Kep


1641314051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017

i
LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN CEDERA KEPALA


DENGAN APLIKASI DRESSING CUTIMED SORBACT GEL
PADA ULKUS DEKUBITUS DI RUANGAN TRAUMA
CENTRE RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Keperawatan Medikal Bedah II

Untuk Memperoleh Gelar Ners (Ns)


Pada Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

FITRANI DWINA, S.Kep


1641314051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017

ii
iii
iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ilmiah akhir ini yang

berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Cedera Kepala dengan

Aplikasi Dressing Cutimed Sorbact Gel pada Ulkus Dekubitus di Ruangan

Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang”. Laporan ilmiah akhir ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Ns. Leni

Merdawati, M.Kep dan Ibu Ns. Rika Fatmadona, M.Kep, SpKep. MB, dengan

telaten dan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyusun karya tulis

ilmiah ini. Terimakasih tak terhingga juga kepada penulis sampaikan kepada

pembimbing klinik Ns. Yuhelmi, S. Kep, Ns. Elli Firdamilla, S. Kep dan Mulyati,

S. Kp yang telah memberikan motivasi, nasehat dan bimbingan selama penulis

mengikuti praktek profesi peminatan di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil

Padang. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Rizanda Machmud, M. Kes selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas Padang.

2. Ibu Ns.Rika Fatmadona, M.Kep., Sp. Kep. MB selaku Koordinator

Bidang Profesi Keperawatan yang telah menyetujui karya tulis ilmiah ini.

3. Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang beserta jajarannya yang telah

memberi izin untuk melakukan praktek di RSUP Dr. M.Djamil Padang.

v
4. Bagian Irna Trauma Center yang telah membantu, menerima, dan

membimbing penulis selama melakukan praktek.

5. Seluruh Bapak/Ibu dosen yang mengajar di Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas Padang.

6. Kepada kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh anggota keluarga yang

telah memberikan segala bentuk dukungan yang tidak dapat diungkapkan

dengan kata-kata.

7. Seluruh mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah

menjadi penyemangat selama empat tahun kuliah, kelompok G 2016 dan

kelompok peminatan Keperawatan Medikal Bedah II yang telah

memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan laporan ilmiah

akhir ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah akhir ini masih banyak

kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis perlu masukan,

bimbingan, kritikserta saran demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah akhir ini

bermanfaat bagi kita semua. Penulis mendo’akan semoga budi baik Bapak/Ibu,

Saudara/i dalam memberikan bantuan akan dibalas Allah SWT, Amin.

Padang, Oktober 2017

Penulis,

vi
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
Laporan Ilmiah Akhir, Oktober 2017
Nama : Fitrani Dwina, S.Kep
BP 1641314051

Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Cedera Kepala dengan Aplikasi


Dressing Cutimed Sorbact Gel pada Ulkus Dekubitus di Ruangan
Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang

ABSTRAK
Cedera kepala berat dengan penanganan yang tepat dapat meningkatkan
kondisi pasien menjadi cedera kepala sedang. Pasien yang mengalami cedera
kepala harus melakukan tirah baring sampai kondisi membaik. Tirah baring yang
lama tanpa adanya mobilisasi dapan memicu timbulnya ulkus dekubitus. Ulkus
dekubitus merupakan komplikasi paling sering terjadi pada pasien yang
mengalami gangguan mobilisasi. Salah satu penanganan yang dilakukan dengan
memberikan dressing pada luka. Jenis modern dressing terbukti lebih efektif
menangani luka yang memiliki eksudat daripada standard dressing. Manajemen
asuhan keperawatan dengan aplikasi dressing Cutimed Sorbact Gel mengurangi
permasalahan tersebut pada pasien cedera kepala yang mengalami ulkus
dekubitus berdasarkan Evidence Based Nursing Practice (EBNP). Tujuan
penulisan ini untuk memaparkan asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala
yang mengalami ulkus dekubitus dengan aplikasi menggunakan dressing Cutimed
Sorbact Gel di ruangan Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang. Prosedur
yang dilakukan dimulai dari pengkajian, analisa data, menetapkan diagnosis
keperawatan, menyusun intervensi, melakukan implementasi dan evaluasi.
Berdasarkan pengkajian, ditemukan masalah keperawatan konfusi akut, gangguan
integritas kulit, dan gangguan mobilitas fisik. Implementasi dilakukan selama 9
hari. Hasil implementasi menunjukkan bahwa masalah keperawatan konfusi akut
teratasi dengan baik sedangkan masalah keperawatan gangguan integritas kulit
dan gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian. Pemberian dressing Cutimed
Sorbact Gel dapat mengatasi gangguan integritas kulit pasien. Luka dikaji
sebelum dilakukan dressing dan sesudah dilakukan dressing 3 hari berikutnya
dengan menggunakan Bates-Jensen Wound Assessment Tool. Hasil pelaksanaan
didapatkan adanya perbaikan dari kondisi luka yang signifikan. Disarankan
kepada rumah sakit untuk pengadaan dressing Cutimed Sorbact Gel dan
penerapan pada pasien untuk mempercepat penyembuhan luka.

Kata kunci : Cedera kepala, dressing, Cutimed Sorbact Gel, Ulkus dekubitus,
mobilisasi, penyembuhan luka.

Referensi : 64 (1996-2016)

vii
FACULTY OF NURSING
ANDALAS UNIVERSITY
Final Scientific Report, October 2017
Name : Fitrani Dwina, S.Kep
Serial Number : 1641314051

Nursing Care in Tn.A with Head Injuries Using Dressing Cutimed Sorbact Gel to
Decubitus Ulcers in Trauma Centre Room General Hospital Central
Dr. M. Djamil Padang

ABSTRACT
Severe head injuries with appropriate treatment can improve the patient's
condition to moderate head injury. Patients with head injury should have bed rest
until the condition improves. Duration of bed rest in the absence of mobilization
can lead to decubitus ulcers. Decubitus ulcers is the most common complication
in patients with impaired mobilization. One of the wound management with the
dressing. The modern type of dressing has been shown to be more effective in
treating wound that have exudates than standard dressings. Management of
nursing care with the application of dressing Cutimed Sorbact Gel reduces the
problem in head injury patients with decubitus ulcers based on Evidence Based
Nursing Practice (EBNP). The purpose of this paper to describe nursing care in
head injury patients with decubitus ulcers with applications using dressing
Cutimed Sorbact Gel in Trauma Center Room RSUP Dr.M. Djamil Padang. The
procedures undertaken start from assessment, data analysis, establishing nursing
diagnoses, preparing interventions, implementing and evaluating. Based on the
assessment, found problems nursing acute confusion, impaired skin integrity, and
impaired physical mobility. Implementation carried out for 9 days. The
implementation results show that acute confusion nursing problems are well
resolved while nursing problems of impaired skin integrity and impaired physical
mobility are partially resolved. Dressing Cutimed Sorbact Gel can overcome the
patient's impaired skin integrity. The wound is assessed prior to dressing and
after the next 3 days of dressing using the Bates-Jensen Wound Assessment Tool.
The results of the implementation obtained an improvement of the wound
conditions are significant. Recommended to hospital for the procurement of
Cutimed Sorbact Gel dressings and application to patients to accelerate wound
healing in patients.

Keywords: Head injury, dressing, Cutimed Sorbact Gel, Decubitus ulcer,


Mobilization, Wound healing.

References: 64 (1996-2016)

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM..............................................................................................i
PRASYARAT GELAR......................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH..............................................................................v
ABSTRAK........................................................................................................vii
ABSTRACT......................................................................................................viii
DAFTAR ISI......................................................................................................ix
DAFTAR TABEL............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xiii
DAFTAR GRAFIK.........................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................6
D. Manfaat Penelitian...................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Cedera Kepala
1. Definisi.............................................................................................9
2. Etiologi.............................................................................................10
3. Klasifikasi.........................................................................................10
4. Manifestasi.......................................................................................14
5. Patofisiologi.....................................................................................18
6. Komplikasi.......................................................................................20
7. Penatalaksanaan...............................................................................22
8. Pemeriksaan Penunjang....................................................................31
B. Perawatan Luka Dekubitus
1. Konsep Dasar Perawatan Luka
a. Definisi......................................................................................33
b. Etiologi......................................................................................34
c. Manifestasi................................................................................34
d. Faktor Resiko............................................................................38
e. Posisi.........................................................................................39
f. Komplikasi................................................................................40
2. Cutimed Sorbact Gel
a. Definisi......................................................................................41
b. Indikasi......................................................................................41
c. Manfaat.....................................................................................41
ix
d. Cara Kerja.................................................................................42
C. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian........................................................................................43
2. Diagnosa...........................................................................................49
D. Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Aplikasi Dressing
Cutimed Sorbact Gel
1. Latar Belakang.................................................................................54
2. Identifikasi Masalah.........................................................................58
3. Critical Appraisal Topic...................................................................59
4. Prosedur Pelaksanaan.......................................................................60

BAB III LAPORAN KASUS


A. Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera Kepala
1. Pengkajian
a. Data Klinis................................................................................64
b. Keluhan Utama.........................................................................64
c. Riwayat Kesehatan....................................................................65
d. Pengkajian Fungsional Gordon.................................................67
e. Pemeriksaan Fisik.....................................................................71
f. Pemeriksaan Laboratorium.......................................................74
g. Terapi........................................................................................74
h. Pemeriksaan Diagnostik............................................................75
i. Analisa Data..............................................................................75
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................76
3. Implementasi Keperawatan..............................................................79
4. Evaluasi Keperawatan......................................................................80
B. Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Aplikasi Dressing
Cutimed Sorbact Gel
1. Persiapan..........................................................................................127
2. Pelaksanaan......................................................................................127
3. Evaluasi............................................................................................128

BAB IV PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
1. Pengkajian........................................................................................130
2. Diagnosa - Evaluasi Keperawatan....................................................133
B. Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Aplikasi Dressing
Cutimed Sorbact Gel...............................................................................144

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Manajemen Asuhan Keperawatan....................................................147
x

2. Evidence Based Nursing Practice (EBNP)......................................147


B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan.................................................................148
2. Bagi Rumah Sakit.............................................................................148
3. Bagi Ruangan...................................................................................148

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................149

LAMPIRAN
Lampiran 1 Permohonan menjadi responden
Lampiran 2 Persetujuan menjadi responden (Inform Consent)
Lampiran 3 WOC Kasus
Lampiran 4 Data Pasien
Lampiran 5 Bates-Jensen Wound Assessment Tool
Lampiran 6 Wound Status Continuum
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Penulisan Laporan Ilmiah Akhir
Lampiran 8 Dokumentasi
Lampiran 9 Curiculum Vitae
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale.......................................................................11


Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis...........................................49
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik...................................................................61
Tabel 3.2 Hasil Laboratorium..........................................................................63
Tabel 3.3 Analisa Data.....................................................................................64
Tabel 3.4 Rencana Asuhan Keperawatan Kasus..............................................76
Tabel 3.5 Catatan Perkembangan Pasien.........................................................82
Tabel 3.6 Hasil perkembangan pengkajian luka..............................................129

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Stadium luka...................................................................................35


Gambar 2.2 Pressure Ulcer Unsteageable.........................................................37
Gambar 2.3 Deep tissue injury pada tumit.........................................................38
Gambar 2.4 Cutimed Sorbact gel.......................................................................62
Gambar 3.1 Genogram Keluarga........................................................................66
Gambar 3.2 Luka pada hari pertama sebelum pemberian balutan dan
Luka pada hari ke-10 setelah 3 kali pemberian balutan...............128

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Skor Bates-Jensen pada Pasien Intervensi dan Pasien Kontrol.........129

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa

diikuti terputusnya kontinuitas otak. Penyebab terjadinya cedera kepala salah

satunya karena adanya benturan atau kecelakaan. Cedera kepala

mengakibatkan pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun

psikologis dan akibat paling fatal adalah kematian. Asuhan keperawatan pada

penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam

pencegahan komplikasi (Muttaqin, 2008).

Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi dan perdarahan. Hampir

separuh dari seluruh kematian akibat trauma disebabkan oleh cedera kepala.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan

dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan

mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat

menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya

pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan

kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram,

2007). Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan

kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera

1
2

kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang

selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

Ada 1,25 juta kematian lalu lintas di seluruh dunia setiap tahunnya,

dengan jutaan lainnya menderita luka serius dan hidup dengan konsekuensi

kesehatan jangka panjang yang merugikan. Secara global, kecelakaan lalu

lintas merupakan penyebab utama kematian di kalangan anak muda, dan

penyebab utama kematian di antara mereka yang berusia 15-29 tahun. Hampir

setengah dari semua kematian di jalan-jalan di dunia termasuk di antara mereka

yang paling tidak memiliki pengaman pada pengendara sepeda motor,

pengendara sepeda dan pejalan kaki. Persentase jenis kelamin laki-laki lebih

tinggi mengalami cedera kepala dibanding dengan perempuan (Awaloei dkk,

2016; WHO, 2015).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,

jumlah data yang dianalisis seluruhnya 1.027.758 orang untuk semua umur.

Adapun responden yang tidak pernah mengalami cedera 942.984 orang dan

yang pernah mengalami cedera 84.774 orang. Sebanyak 34.409 kasus cedera

disebabkan karena transportasi sepeda motor, yang menjadi penyebab cedera

kedua tertinggi (40,6%) setelah jatuh (40,9%). Prevalensi cedera secara

nasional adalah 8,2% dan prevalensi angka cedera yang disebabkan oleh

sepeda motor di Sumatera Barat sebesar 49,5%. Prevalensi cedera tertinggi

berdasarkan karakteristik responden yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun

(11,7%), dan pada laki-laki (10,1%), (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).


3

Pasien cedera kepala mengalami ketidakmampuan untuk beraktivitas

sehingga mengalami gangguan mobilisasi dan memungkinkan terjadinya

perubahan bahkan kerusakan neurologi berat. Ketidakmampuan pasien cedera

kepala dengan gangguan mobilisasi membuat pasien hanya berbaring saja

tanpa mampu untuk mengubah posisi. Efek dari gangguan mobilisasi akan

mempengaruhi pada kondisi psikologis dan fisiologis pasien. Salah satu

pengaruh secara fisiologis adalah perubahan sistem integument seperti

terjadinya ulkus dekubitus (Hidayat & Uliyah, 2013).

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah

kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan

pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan

sirkulasi darah setempat. Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus

merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami

gangguan mobilitas (Rendy & Margareth, 2012). Gangguan mobilitas adalah

faktor yang paling signifikan untuk perkembangan ulkus dekubitus. Tindakan

pencegahan ulkus dekubitus harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus,

sebab pada pasien dengan gangguan mobilisasi yang mengalami tirah baring di

tempat tidur dalam waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk merubah posisi

akan beresiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus (Ginsberg, 2008).

Pengaruh tekanan ekstrinsik, gesekan, perobekan jaringan (shear) dan

kelembaban yang berlebihan berkontribusi terhadap hipoksia jaringan dan

penyembuhan luka yang buruk diikuti oleh nekrosis jaringan. Ulkus dekubitus

dapat menyebabkan kesusahan pada pasien, kualitas hidup yang buruk dan

infeksi parah berulang; hal ini sering memperpanjang masa rawatan di rumah
4

sakit, tingkat kematian, dan kebutuhan akan perawatan kesehatan jangka

panjang (Chou et al, 2015).

Kerusakan kulit yang disebabkan oleh gesekan dapat dikurangi dengan

penggunaan balutan. Penggunaan balutan merupakan komponen utama dalam

menjaga lingkungan luka yang lembab. Saat ini ada lebih dari 3500 jenis

balutan di dunia. Macam-macam jenis balutan dan topical terapi adalah kasa

(Gauze), transparant film, hidrogels, calsium alginate, hydrocellulosa,

hidrokoloid, polyurethane foam, dan silver. Beberapa penelitian terkontrol

acak telah dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan pembalut dalam

klasifikasi tertentu. Meskipun banyak jenis balutan luka modern, tidak ada satu

kategori balutan luka (selain dari kasa) yang mungkin lebih baik dari kategori

lain. Sebagian besar penelitian yang mengevaluasi efek pembalutan biasanya

membandingkan kasa (standar) pada pembalut luka modern (Lyder&Ayello,

2008; Nur A, 2013).

Salah satu bentuk balutan luka modern yaitu Cutimed Sorbact Gel.

Cutimed Sorbact Gel adalah jenis balutan luka modern yang mengandung

hidrogel mengurangi beban bakteri dengan metode Sorbact yang diuji dan

terbukti sambil memberikan kondisi luka lembab. Balutan ini menbuat bakteri

dan jamur pada luka terikat dengan cepat dan tanpa menggunakan zat kimia

yang aktif. Cutimed Sorbact Gel membersihkan luka dari jaringan slough dan

nekrotik dan meningkatkan penyembuhan luka (BSN Medical, 2013).

Penelitian yang membahas tentang penggunaan balutan luka modern yang

mengandung hidrogel salah satunya adalah penelitian Pangesti (2013) terhadap

satu orang pasien dengan ulkus diabetik yang dilakukan di Ruang Rawat IPD
5

Lantai 7 Zona A RS Cipto Mangunkusumo. Pada penelitian tersebut peneliti

menggunakan Cutimed Sorbact dipadu dengan Cutimed Gel. Setelah dilakukan

pengamatan selama 17 hari sebanyak 4 kali perawatan luka yang diamati,

tampak komposisi biofilm dan eksudat tidak berkurang, hilang saat nekrotomi

dan muncul kembali saat balutan diganti dalam 2-3 hari, ukuran dan

kedalaman luka tidak berkurang. Sedangkan setelah 3 kali menggunakan

balutan luka Cutimed Sorbact gel, tampak ulkus lebih mudah mengalami

autolisis pada jaringan biofilm, luka tampak kemerahan, lebih lembab, dan

eksudat minimal sehingga tidak perlu nekrotomi yang luas.

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit

tipe A rujukan untuk pulau Sumatera sehingga dituntut memberikan asuhan

keperawatan yang prima dan komprehensif pada setiap pasien yang dirawat.

Salah satu ruangan yang merawat pasien dengan cedera kepala adalah Trauma

Centre yang merupakan bagian dari irna bedah. Pasien cedera kepala yang

dirawat pada ruangan ini adalah pasien dengan cedera kepala sedang sampai

ringan. Pasien yang dirawat pun ada yang pernah dirawat ruang rawatan lain

sebelumnya, seperti ICU dan HCU bedah.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun

laporan ilmiah akhir tentang “Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Cedera

Kepala dengan Aplikasi Dressing Cutimed Sorbact Gel pada Ulkus Dekubitus

di Ruangan Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang”

B. Rumusan Masalah

Pasien cedera kepala berat sampai dengan sedang pada umumnya

mengalami penurunan kesadaran dan dianjurkan untuk tirah baring. Pasien


6

dengan tirah baring lama harus dimobilisasi untuk mencegah timbulnya

gangguan integumen. Tidak adanya mobilisasi yang dilakukan pada pasien

akan memicu terjadinya ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus yang dibiarkan terus

menerus tanpa adanya penanganan mengakibatkan bertambah buruknya

kondisi luka serta memperbesar ukuran luka. Tindakan penatalaksanaan pada

ulkus dekubitus adalah dengan memposisikan pasien untuk miring dan

melakukan dressing pada luka secara rutin. Terlambatnya penanganan yang

dilakukan pada terbukti memiliki dampak yang lebih merugikan bagi pasien,

seperti kondisi luka yang telah dilapisi oleh eksudat serta adanya nekrosis.

Oleh karena itu dibutuhkan ketersediaan fasilitas balutan luka modern yang

dapat mengurangi eksudat, dapat menumbuhkan jaringan baru dan

mempercepat penyembuhan luka pasien. Salah satunya dengan penggunaan

dressing Cutimed Sorbact Gel.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Memaparkan asuhan keperawatan cedera kepala dengan aplikasi

dressing Cutimed Sorbact gel pada ulkus dekubitus di ruangan Trauma

Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Tujuan Khusus

a. Manajemen Asuhan Keperawatan

Memaparkan asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala

yang mengalami luka tekan yang meliputi:


7

1) Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien cedera

kepala yang mengalami ulkus dekubitus di ruangan Trauma

Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2) Mendeskripsikan pengkajian pada pasien cedera kepala

yang mengalami ulkus dekubitus di ruangan Trauma Centre

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3) Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien cedera

kepala yang mengalami ulkus dekubitus di ruangan Trauma

Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

4) Mendeskripsikan perencanaan keperawatan pada pasien

cedera kepala yang mengalami ulkus dekubitus di ruangan

Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

5) Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada pasien

cedera kepala yang mengalami ulkus dekubitus di ruangan

Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang

6) Melakukan dokumentasi evaluasi keperawatan pada pasien

cedera kepala yang mengalami ulkus dekubitus di ruangan

Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

b. Evidence Based Nursing (EBN)

Memaparkan penerapan EBN aplikasi Dressing Cutimed Sorbact

Gel pada pasien cedera kepala yang mengalami ulkus dekubitus untuk

mempercepat penyembuhan luka di ruangan Trauma Centre RSUP Dr.

M. Djamil Padang.
8

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan menjadi referensi dan masukan dalam

menyusun asuhan keperawatan penerapan EBN aplikasi Dressing Cutimed

Sorbact gel pada pasien cedera kepala yang mengalami ulkus dekubitus

untuk mempercepat penyembuhan luka dan sebagai data dasar penelitian

terkait di ruangan Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Bagi Rumah Sakit

Penulisan ini diharapkan dapat bahan referensi bagi rumah sakit

untuk pengadaan balutan luka modern untuk mempercepat penyembuhan

luka yang memiliki eksudat khususnya pada pasien ulkus dekubitus.

3. Bagi Perawat

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam upaya

meningkatkan manajemen asuhan keperawatan dengan penerapan EBN

aplikasi Dressing Cutimed Sorbact Gel pada pasien yang mengalami ulkus

dekubitus untuk mempercepat penyembuhan luka di ruangan Trauma

Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cedera Kepala

1. Definisi

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk

atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan adan

perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk

dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan

penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan

juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

(Rendy & Margareth, 2012). Cedera kepala adalah gangguan traumatik

dari fungsi otak tanpa terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala

merupakan suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak

dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional,

sosial, dan pekerjaan (Krisanty dkk, 2014).

Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara

penyakit neurologik yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60 %

kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera

kepala) (Ginsberg, 2005). Risiko utama pasien yang mengalami cedera

kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak

sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK

(Smetlzer & Bare, 2008).

9
1

2. Etiologi

Menurut Wijaya & Putri, (2013a) cedera kepala terjadi karena 2 hal

yaitu :

a. Trauma tajam

Trauma oleh benda tajam menyebabkan cedera setempat &

menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio

serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan

perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia..

b. Trauma tumpul

Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera

menyeluruh atau difusi yaitu kerusakannya menyebar secara luas dan

terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia,

pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak

koma terjadi karena cedera menyebarpada hemisfer serebral, batang

otak atau keduanya.

3. Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Menurut

Kelly et al (1996) secara praktis cedera kepala diklasifikasikan

berdasarkan:

a. Mekanisme Cedera Kepala

1) Cedera kepala tumpul, dapat terjadi pada kecepatan tinggi seperti

kecelakaan mobil atau motor dan pada kecepatan rendah seperti

terjatuh dari ketinggian atau dipukul dengan benda tumpul.


1

2) Cedera kepala tembus, disebabkan oleh cedera peluru atau cedera

tusukan.

Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera

termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

b. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara

kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam

deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Penilaian GCS terdiri atas

3 komponen diantaranya respon membuka mata, respon motorik, dan

respon verbal.

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale

Respon Membuka Mata Skor


Membuka mata spontan 4
Buka mata bila ada rangsangan suara atau sentuhan 3
Membuka mata bila ada rangsangan nyeri 2
Tidak ada respon 1

Respon Verbal
Orientasi baik 5
Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat 4
Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak nyambung dengan 3
pertanyaan
Suara tidak dapat dimengerti, rintihan 2
Tidak ada respon 1

Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Mampu melokalisasi nyeri 5
Menarik area nyeri/reaksi menghindari nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

Sumber: (Wijaya & Putri, 2013b)


1

Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala dibagi atas (Muttaqin,

2008):

1) Cedera kepala ringan : 13-15

2) Cedera kepala sedang : 9-12

3) Cedera kepala berat : ≤ 8

Menurut Widagdo, dkk (2013), tipe cedera kepala dapat meliputi:

a. Fraktur tengkorak

Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan saraf-

saraf dari otak, merobek duramater yang mengakibatkan perembesan

cairan serebrospinal, dimana dapat membuka suatu jalan untuk

terjadinya infeksi intrakranial. Adapun macam-macam dari fraktur

tengkorak adalah:

1) Linear fraktur

Adalah retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah

hubungan dari kedua fragmen.

2) Comminuted fraktur

Adalah patah tulang dengan multipel fragmen dengan fraktur

yang multilinear.

3) Depressed fraktur

Fragmen tulang melekuk ke dalam.

4) Coumpound fraktur

Fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepala,

membran mukosa, sinus paranasal, mata, dan telinga atau

membran timpani.
1

5) Fraktur dasar tengkorak

Fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak, khususnya pada

fossa anterior dan tengah. Fraktur dapat dalam bentuk salah satu:

linear, comminuted, atau depressed. Sering menyebabkan

rhinorrhea atau otorrhea.

b. Cedera Serebral

1) Komosio serebri (Gegar otak)

Adalah suatu kerusakan sementara fungsi neurologi yang

disebabkan oleh benturan pada kepala. Biasanya tidak merusak

struktur tetapi menyebabkan hilangnya ingatan sebelum dan

sesudah cedera, lesu, mual, dan muntah. Biasanya dapat kembali

dalam fungsi normal. Setelah komosio akan timbul sindroma

berupa sakit kepala, pusing, ketidakmampuan untuk konsentrasi

beberapa minggu setelah kejadian.

2) Kontusio serebri (Memar otak)

Cedera memar pada jaringan kulit kepala, dengan

kemungkinan efusi darah kedalam ruang subkutan tanpa

ditemukannya robekan kulit. Benturan dapat menyebabkan

perubahan dari struktur permukaan otak yang mengakibatkan

perdarahan kecil lokal/difus dan kematian jaringan dengan/tanpa

edema. Kentusio dapat berupa coup atau contracoup injury.

Defisit neurologi serius dapat terjadi. Gejala-gejala tergantung

pada luasnya kerusakan.


1

3) Hematoma Epidural

Adalah perdarahan yang menuju ruang antara tengkorak dan

duramater yang terjadi karena laserasi dari arteri meningea media.

4) Hematoma Subdural

Adalah perdarahan arteri atau vena duramater dan arachnoid.

Hematoma subdural dapat timbul dalam waktu 48 jam.

5) Hematoma intraserebral

Adalah perdarahan yang menuju ke jaringan serebral.

Biasanya terjadi akibat cedera langsung dan sering didapat pada

lobus frontal atau temporal. Gejala-gejalanya meliputi sakit

kepala, menurunnya kesadaran, hemiplegia kontralateral dan

dilatasi pupil.

6) Hematoma subarachnoid

Hematoma yang terjadi akibat trauma, meskipun

pembentukan hematoma jarang.

4. Manifestasi Klinik

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan

distribusi cedera otak:

a. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)

1) Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap

setelah cedera.

2) Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan

cemas.
1

3) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah

tingkah laku.

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari,

beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat

trauma ringan.

b. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)

1) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan

kebingungan atau bahkan koma.

2) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba

defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan

pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala,

vertigo dan gangguan pergerakan.

c. Cedera kepala berat, Diane C (2002)

1) Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan

sesudah terjadinya penurunan kesehatan.

2) Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya

cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

3) Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

4) Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada

area tersebut.

Tanda dan gejala lainnya pada cedera otak diantaranya (Rendy &

Margareth, 2012):

a. Trauma kepala terbuka

Gejala pada fraktur basis:


1

1) Battle sign

2) Hemotympanum

3) Periorbital ekimosis

4) Rhinorrhoe

5) Orthorrhoe

6) Brill hematom

b. Trauma kepala tertutup

1) Komosio/ gegar otak

a) Cedera kepala ringan

b) Disfungsi neurologis sementara, kurang dari 10-20 menit

c) Tanpa kerusakan otak permanen

d) Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah

e) Disorientasi sementara

f) Tidak ada gejala sisa

2) Kontusio/memar otak

a) Gangguan kesadaran lebih lama

b) Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif,

lumpuh, konvulsi

c) Gejala TIK meningkat

d) Amnesia retrograd lebih nyata

e) Gangguan kemampuan berbicara

f) Gangguan sensorik dan motorik

3) Hematom epidural

a) Penurunan kesadaran ringan saat kejadian


1

b) Terjadi periode lucid (beberapa menit-beberapa jam)

c) Penurunan kesadaran hebat

d) Koma, deserebrasi, dekortisasi

e) Pupil anisokor

f) Nyeri kepala hebat

g) Reflek patologik positif

4) Hematom subdural

a) Akut

i. Gejala 24-48 jam

ii. Sering berhubungan dengan cedera kepala dan medulla

oblongata

iii. PTIK meningkat

iv. Sakit kepala, mengantuk, reflek melambat, bingung,

reflek pupil lambat

b) Subakut

i. Berkembang 7-10 hari

ii. Kontusio agak berat

iii. Ada gejala peningkatan TIK

iv. Kesadaran menurun

c) Kronis

i. Terjadi 2 minggu sampai 3-4 bulan

ii. Perdarahan kecil terkumpul pelan dan meluas

iii. Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia


1

5) Hematom intrakranial

i. Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih

ii. Selalu diikuti kontusio

iii. disebabkan karena fraktur depresi, penetrasi peluru,

gerakan akselerasi-deselerasi mendadak.

5. Patofisiologi

Patologi kerusakan otak akibat cedera kepala dapat dikelompokan

atas cedera primer dan cedera sekunder. Cedera kepala primer terjadi pada

saat kejadian, sedangkan cedera sekunder terjadi setelahnya. Mekanisme

cedera kepala primer adalah akibat kontak dan proses akselerasi/deselerasi.

Lesi karena kontak merupakan akibat dari obyek yang mengenai kepala

atau sebaliknya dan menyebabkan efek lokal seperti laserasi skalp, fraktur

tulang tengkorak, perdarahan epidural, kontusio, dan perdarahan

intraserebral (Narayan et al, 1996).

Sedangkan, kerusakan akibat gaya akselerasi yang terjadi

bergantung pada tipe, kwantitas, dan lamanya akselerasi dan arah dari

gerakan kepala. Akselerasi ada 3 tipe yaitu : (a) Akselerasi translasional,

yang terjadi bila pusat gravitasi otak (sekitar glandula pineal) bergerak

sesuai garis lurus. (b) Akselerasi rotasional, terjadi bila ada gerakan

disekitar pusat gravitasi, tanpa pusat gravitasi itu sendiri bergerak. (c)

Akselerasi angular, merupakan kombinasi akselerasi translasional dan

akselerasi rotasional. Studi eksperimental terhadap subhuman primate

menunjukkan gaya akselerasi tanpa benturan dapat menimbulkan kontusio


1

ringan hingga hematoma subdural tergantung lama dan besarnya gaya

(Mark, 2004).

Kontusio adalah tipe dari kerusakan otak fokal yang terjadi oleh

karena kontak antara permukaan dari otak dengan tulang protuberansia

pada dasar tengkorak. Berdasarkan adanya kerusakan otak akibat cedera

kepala, memiliki distribusi karateristik yang dapat mengenai lobus frontal,

girus orbital, korteks di atas dan di bawah fissura silvii, lobus temporal

dan aspek lateral dan inferior dari lobus temporal. Permukaan inferior dari

hemisfer serebral juga dapat terkena tapi frekuensinya lebih jarang.

Kontusio yang berat dapat merusak girus dan dapat meluas sampai ke

substansia putih (Mark, 2004). Kontusio memiliki beberapa variasi.

Fraktur kontusio terjadi pada lokasi fraktur dan paling berat jika terjadi

pada lobus frontal yang berhubungan pada fossa anterior; coup kontusio

terjadi terjadi pada sisi benturan tanpa adanya fraktur; countercoup

kontusio terjadi pada sisi yang berlawanan dari benturan; herniasi kontusio

terjadi pada area medial dari lobus temporal yang berkontak dengan ujung

bebas dari tentorium atau tonsil serebelar yang berkontak dengan foramen

magnum pada saat terjadinya injury; intermediary coup kontusio adalah

lesi tunggal atau multipel pada struktur yang lebih dalam dari otak

termasuk korpus kalosum, basal ganglia, hipotalamus, dan batang otak.

Gliding kontusio adalah perdarahan fokal pada korteks dan struktur yang

berdekatan dengan substansia putih dan disebabkan oleh rotasi. Gliding

kontusio seringkali tidak simetris dan biasanya merupakan bagian dari


2

cedera difus baik pada cedera akut vaskuler maupun diffuse axonal injury

(DAI) (McIntosh, 1999).

Perdarahan intraserebral biasanya terjadi secara multipel dan lebih

sering terjadi pada lobus temporal dan frontal, walaupun mungkin dapat

terjadi juga pada struktur yang lebih dalam dari hemisfer,dan lebih jarang

terjadi pada serebelum. Patogenesisnya masih belum jelas, tetapi diduga

akibat langsung dari pecahnya pembuluh darah pada saat terjadi trauma.

Pada CT scan kepala, dapat dilihat adanya perdarahan pada

struktur yang lebih dalam dari otak. Pada CT scan tampak lesi berdensitas

tinggi dengan minimal atau tidak adanya edema disekelilingnya pada fase

akut (Soertidewi et al, 2006). Pasien dengan tipe perdarahan seperti ini

memiliki insiden yang tinggi akibat gliding kontusio dan DAI. Perdarahan

intraserebral pada trauma kepala juga dapat terjadi akibat adanya gaya

akselerasi atau deselerasi, terutama jika perdarahan terjadi pada lobus

frontal inferior atau lobus temporal atau terjadi akibat adanya penetrasi

langsung pada kepala dan pada kasus ini lokasi perdarahan tergantung

pada lokasi penetrasi yang melibatkan pembuluh darah besar (Kossman,

2002).

6. Komplikasi

Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari

perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi

otak, komplikasi dari cedera kepala adalah:


2

a. Edema pulmonal

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi

mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom

distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks

cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan

perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat

tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan

aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun

bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah

semakin meningkat. Hipotensi akan memperburuk keadaan, harus

dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang

membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.

Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih

banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembuluh

darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus.

Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan

menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

b. Peningkatan TIK

Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan

hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25

mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai

tekan perfusi cerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan

akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta

kematian.
2

c. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut

selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap

kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi

bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga

peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan

pada upaya mempertahankan jalan nafas paten dan mencegah cedera

lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah

pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak

digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati

terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian

diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.

d. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal

atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulang

temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area

drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi

bantalan steril di bawah hidung atau telinga.

7. Penatalaksanaan

Menurut Japardi (2002) Penatalaksanaan penderita cedera kepala

ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan menurut urutan

prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari

paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf, radiologi, anestesi dan

rehabilitasi medik. Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan


2

dipantau terus sejak tempat kecelakaan, selama perjalanan dari tempat

kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar radiologi,

sampai ke ruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu

bisa memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya. Macam

dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya

penurunan kesadaran pada saat diperiksa:

a. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)

Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:

1) Simple head injury (SHI)

Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan

kesadaran, dari anamnesa maupun gejala serebral lain. Pasien ini

hanya dilakukan perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas

indikasi. Keluarga dilibatkan untuk mengobservasi kesadaran.

2) Kesadaran terganggu sesaat

Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera

kepala dan pada saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan

radiologik dibuat dan penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.

b. Pasien dengan kesadaran menurun

1) Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15)

Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai

defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan

perawatanluka, dibuat foto kepala. CT Scan kepala, jika curiga

adanya hematom intrakranial, misalnya ada riwayat lucid interval,

pada follow up kesadaran semakinmenurun atau timbul lateralisasi.


2

Observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-

tanda vital.

2) Cedera kepala sedang (GCS=9-12)

Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan

kardiopulmoner, oleh karena itu urutan tindakannya sebagai berikut:

a) Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi

b) Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan

cedera organ lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas

c) Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain

d) CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intrakranial

e) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral

3) Cedera kepala berat (CGS=3-8)

Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh

karena itu disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut:

a) Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC)

Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi

hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan

kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah:

i. Jalan nafas (Airway)

Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke

belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang

pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa

muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung


2

dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan

aspirasi muntahan.

ii. Pernafasan (Breathing)

Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan

sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi

pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne

stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation.

Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru,

DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan

dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan

pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab

dan kalau perlu memakai ventilator.

iii. Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat

mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi

disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh

faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat

perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai

tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik.

Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan,

perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang

dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah.


2

b) Pemeriksaan fisik

Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat

meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra

kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data

dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu

komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan

sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi

penyebabnya.

c) Pemeriksaan radiologi

Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota

gerak, dada danabdomen dibuat atas indikasi. CT scan kepala

dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis

diduga ada hematom intrakranial.

d) Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)

Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi,

hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun

naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal

adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus

diturunkan dengan urutan sebagai berikut:

1) Hiperventilasi

Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi

dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan

CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi

yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral.


2

Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg

dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas

dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi

hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK

tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan

lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom.

2) Drainase

Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak

berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan drainase

ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang

ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi

hidrosefalus.

3) Terapi diuretik

i. Diuretik osmotik (manitol 20%)

Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air

dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang

masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak

terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara

pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit

dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama

24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310

mOSm.
2

ii. Loop diuretik (Furosemid)

Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek

menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan

menarik cairan interstitial pada edema sebri.

Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek

sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh

manitol. Dosis 40 mg/hari/iv

4) Terapi barbiturat (Fenobarbital)

Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak

responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas.

Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam

dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu

pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis

sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg

selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.

5) Streroid

Berguna untuk mengurangi edema serebri pada

tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala

tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi

pada kasus cedera kepala.

6) Posisi Tidur

Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi

posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30,

dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi


2

fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher

tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

e) Keseimbangan cairan elektrolit

Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk

mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan

1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan

koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai

cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan

diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi

keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan

cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan

takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam.

Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa

nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan

keseimbangan cairan eletrolit, pemasukan cairan harus

disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes

insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormon

(SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar eletrolit, gula

darah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah.

f) Nutrisi

Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme

sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme

protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya

kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah danakan bertambah


3

bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenterai

pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa

dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari

g) Komplikasi Sistemik

1) Infeksi

Pasien dengan cedera kepala berisiko untuk

terjadinya infeksi. Profilaksis antibiotik diberikan bila ada

resiko tinggi infeksi seperti pada fraktur tulang terbuka,

luka luar dan fraktur basis kranii.

2) Demam

Kenaikan suhu tubuh meningkatkan metabolisme

otak dan menambah kerusakan sekunder, sehingga

memperburuk prognosa. Oleh karena itu setiap kenaikan

suhu harus diatasi dengan menghilangkan penyebabnya,

disamping tindakan menurunkan suhu dengan kompres

3) Gastrointestinal

Pada penderita sering ditemukan gastritis erosi dan

lesi gastroduodenal lain, 10-14% diantaranya akan

berdarah. Keadan ini dapat dicegah dengan pemberian

antasida atau bersamaan dengan H2 reseptor bloker.

4) Kelainan hematologi

Kelainan bisa berupa anemia, trombosiopenia, hipo

hiperagregasi trombosit, hiperkoagilasi, DIC. Kelainan


3

tersebut walaupun ada yang bersifat sementara perlu cepat

ditanggulangi agar tidak memperparah kondisi pasien.

Tujuan utama dari pengobatan pada cedera kepala adalah

menghilangkan atau meninimalkan kelainan sekunder, karena itu

pengendalian klinis dan penanggulannya sangat penting. Adanya jarak

walaupun singkat antara proses primer dan sekunder harus digunakan

sebaik mungkin, waktu tersebut dinamakan jendela terapi.

8. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada pasien cedera kepala

diantaranya (Rendy & Margareth, 2012):

a. CT-scan

CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif

dalam mendiagnosa perdarahan epidural akut. Pemeriksaan CT-

scan mengidentifikasi luasnya lesi,perdarahan, determinan

ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya

infark jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injury.

Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh

perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada

garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks.

Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan

epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan

menghambat ventrikel keempat.

Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan

parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut


3

memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan).

Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu

menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah

hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitas-

rendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang

berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah.

b. MRI

Perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan

cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma

akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas.

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras

radioaktif. Cerebral angiography menunjukkan anomali sirkulasi

serebral, seperti: perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema,

perdarahan dan trauma.

c. EEG

Dapat melihat gelombang yang patologis

d. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan atau edema), fragmen tulang.

e. BAER

Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.

f. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.


3

g. CSF, lumbal pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdaraha subarachnoid.

h. ABGs

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan TIK.

i. Kadar Elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.

j. Screen Toxicologi

Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan kesadaran.

B. Perawatan Luka Dekubitus

1. Konsep Dasar Perawatan Luka

a. Definisi

Ulkus dekubitus didefinisikan oleh European Pressure Ulcer

Advisory Panel (EPUAP) dan National Pressure Ulcer Advisory Panel

(NPUAP) sebagai luka lokal pada kulit dan / atau jaringan di bawahnya

yang biasanya terlalu menonjol, akibat tekanan, atau kombinasi antara

tekanan dan gesekan (EPUAP-NPUAP, 2009). Meskipun saat ini

tekanan etiologi ulkus, patologi, perlindungan, diagnosis dini, dan

metode pengobatan sudah diketahui dengan baik dan ada banyak

panduan referensi internasional mengenai masalah ini, masih dapat

diobservasi sebagai masalah yang sangat serius (Köse et al, 2016).


3

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang

terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang

lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya

tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan

akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang

tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan

insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat

mengakibatkan kematian sel (Rendy & Margareth, 2012).

b. Etiologi

a. Faktor Intrinsik

Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang

menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight, overweight,

anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan

penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi

atau cairan tubuh.

b. Faktor Ekstrinsik

Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut, peralatan

medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap

tertantu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, dan perubahan

posisi yang kurang (Rendy & Margareth, 2012).

c. Manifestasi

Manifestasi pada ulkus dekubitus untuk pertama kali ditandai

dengan kulit eritema atau kemerahan, terdapat ciri khas dimana bila

ditekan dengan jari, tanda eritema akan lama kembali lagi atau
3

persisten. Kemudian diikuti dengan kulit mengalami edema, dan

temperatur di area tersebut meningkat atau bila diraba akan terasa

hangat. Tanda pada ulkus dekubitus ini akan dapat berkembang

hingga sampai ke jaringan otot dan tulang (NPUAP, 2009).

Gambar 2.1 Stadium luka (NPUAP, 2009)

Menurut NPUAP (2009), ulkus dekubitus dibagi menjadi 4

stadium:

1) Stadium I

Kulit utuh dengan tidak pucat kemerahan pada area lokal

biasanya tulang lebih menonjol. Kulit gelap berpigmen mungkin tidak

tampak pucat; warna mungkin berbeda dari daerah sekitarnya. Daerah

ini mungkin terasa sakit, tegas, lembut, hangat atau lebih dingin

dibandingkan dengan daerah sekitarnya (NPUAP, 2009). Tahap I

mungkin sulit untuk dideteksi pada individu dengan warna kulit gelap,

karena mungkin menunjukkan beresiko terjadi perubahan warna kulit

yang tidak nampak (Mary, 2007).


3

2) Stadium II

Hilangnya ketebalan sebagian dermis memperlihatkan ulkus

terbuka dangkal dengan dasar luka merah muda, tanpa terkelupas.

Selain itu dapat pula nampak sebagai lepuhan serum dengan atau utuh

atau terbuka atau pecah. Tampak sebagai ulkus dangkal mengkilap

atau kering tanpa mengelupaskan atau memar. Biasanya terdapat

gambaran dermatitis perineal, maserasi atau memar dan menunjukkan

cidera jaringan yang dicurigai dalam (NPUAP, 2009).

3) Stadium III

Kehilangan ketebalan jaringan penuh.Lemak subkutan dapat

terlihat tetapi tulang, tendon atau otot tidak terkena.Slough mungkin

ada tapi tidak mengaburkan kedalaman kehilangan jaringan. Mungkin

terdapat kerusakan jaringan seperti terowongan.Kedalaman ulkus

tekanan stadium III bervariasi menurut lokasi anatomi (Mary, 2007).

Hidung, telinga, tengkuk dan maleolus tidak memiliki jaringan

subkutan dan luka tahap III bisa dangkal. Sebaliknya, bidang

adipositas signifikan dapat meningkatkan derajat luka hingga sangat

dalam tingkat III luka tekan.Tulang / tendon tidak terlihat atau

langsung teraba (NPUAP, 2009).

4) Stadium IV

Kehilangan ketebalan penuh jaringan dengan terbuka, tendon

tulang atau otot. Slough atau eschar mungkin ada pada beberapa

bagian dari dasar luka. Sering termasuk kerusakan jaringan dan

terowongan. Kedalaman ulkus tekanan stadium IV bervariasi menurut


3

lokasi anatomi.Hidung, telinga, tengkuk dan maleolus tidak memiliki

jaringan subkutan dan ini bisa menjadi dangkal. Luka Tahap IV dapat

memperpanjang ke dalam struktur otot dan atau atau pendukung

(misalnya, fasia, tendon atau kapsul sendi) membuat osteomielitis

mungkin terjadi.Tulang terkena atau tendon terlihat atau langsung

teraba (NPUAP, 2009).

NPUAP juga memberikan pengelompokan tersendiri pada

beberapa kondisi ulkus dekubitus yang tidak dapat masuk ke

pengelompokan pada 4 stadium diatas, yaitu (Mary, 2007):

1) Ulcer Unsteageable

Gambar 2.2 Pressure Ulcer Unsteageable

Ketebalan kehilangan jaringan penuh di mana dasar ulkus

ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan

atau eschar (cokelat, cokelat atau hitam) pada dasar luka. Sampai

cukup slough dan atau eschar dapat di ambil untuk mengetahui dasar

luka, kedalaman dengan benar, sehingga dapat diketahui derajat luka

yang sebenarnya, tidak dapat ditentukan. Stabil (kering, patah, utuh

tanpa eritema atau fluctuance) eschar pada tumit berfungsi alami

sebagai penutup tubuh dan tidak boleh dibuang (Mary, 2007).


3

2) Deep tissue injury

Gambar 2.3 Deep tissue injury pada tumit

Ungu atau merah marun lokal daerah kulit utuh berubah warna

atau darah yang penuh lecet akibat kerusakan mendasari jaringan

lunak dari tekanan dan / atau geser. Daerah ini dapat didahului oleh

jaringan yang terasa sakit, lembek, hangat atau lebih dingin

dibandingkan dengan jaringan yang berdekatan. Cedera jaringan

dalam mungkin sulit untuk mendeteksi pada individu dengan warna

kulit gelap. Dapat pula berupa lecet tipis di atas tempat tidur, luka

nampak gelap. Luka lebih lanjut dapat berkembang dan menjadi

eschar tipis. Perubahan dapat terjadi dengan cepat sehingga perlu

mengkaji dengan lebih cermat lapisan tambahan dari jaringan bahkan

dengan pengobatan optimal (NPUAP, 2009).

d. Faktor Resiko

Faktor resiko menurut Rendy & Margareth (2012), adalah:

1) Mobilitas dan aktivitas

2) Penurunan sensori persepsi

3) Kelembapan
3

4) Tenaga yang merobek (shear)

5) Pergesekan (friction)

6) Nutrisi

7) Usia

8) Tekanan arteriolar yang rendah

9) Stress emosional

10) Merokok

11) Temperatur kulit

Sedangkan menurut Tayyib (2013) ada 28 faktor resiko terjadinya

ulkus dekubitus pada pasien yang terdiri dari faktor intrinsik dan faktor

ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya umur, BMI rendah, merokok,

suhu tubuh, penerimaan ICU/HCU darurat, perawatan lama di ICU,

nutrisi harian, status imobilisasi, koma/tidak responsif/paralisis&sedasi,

anemia, diabetes, spinal cord injury, insufisiensi ginjal, penyakit

kardiovaskular, APACHE II, pengobatan norepinephrine, pengobatan

dobutamin atau dopamin, sedasi, inkontinensia fekal, tekanan interface,

dan kelembapan kulit. Faktor ekstrinsik meliputi gesekan

(friction)/perobekan jaringan (shear), ventilasi mekanik, hemodialisis,

infrequent turning, floating heels, pergantian kasur dan pencegahan yang

memadai.

e. Posisi

National Pressure Ulcers Advisory Panel (NPUAP-EPUAP) 2009

menetapkan menetapkan pengaturan posisi merupakan dimensi

pencegahan dan penatalaksanaan ulkus dekubitus. Pengaturan posisi


4

merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan dan ditetapkan

untuk pencegahan terhadap ulkus dekubitus khususnya pada pasien

dengan imobilisasi. Pengaturan posisi dilakukan bukan hanya merubah

posisi pasien berbeda dari posisi sebelumnya, tetapi dibutuhkan teknik-

teknik tertentu agar tidak menimbulkan masalah ulkus dekubitus yang

baru (Tarihoran, 2010).

Menurut NPUAP (1996) dalam Tarihoran(2010) dalam “rule of 30”

dimana posisi kepala tempat tidur ditinggikan sampai dengan 30 derajat

dan posisi badan pasien dimiringkan sebesar 30 derajat dapat disangga

dengan bantal busa. Posisi ini terbukti menjaga pasien terbebas dari

penekanan pada area trokanter dan sakral.

f. Komplikasi

Komplikasi ulkus dekubitus antara lain, yaitu terjadinya infeksi

baik yang bersifat multibakterial, maupun yang aerobic dan anaerobic,

selain itu dapat menyebar ke tulang mengingat keterlibatan jaringan

tulang dan sendi, seperti: periostitis, osteoitis, osteomielitis,

arthritisseptic. Sehingga pasien dapat jatuh dalam kondisi septicemia,

anemia, hipoalbuminemia, hiperbilirubin hingga ke kematian (Andika,

2011). Komplikasi ulkus dekubitus yang dapat terjadi antara lain infeksi

yang bersifat multibakterial baik yang aerobil ataupun yang anaerobik,

keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis,

osteomielitis, artritis septik, septikemia, anemia, hipoalbunemia, bahkan

kematian (Huda, 2012). Terjadinya ulkus dekubitus berisiko semakin

membatasi aktifitas dan mobilitas pasien sehingga luka dapat


4

berkembang menjadi derajat selanjutnya yang semakin memperburuk

kondisi pasien (Martini,dkk, 2016).

2. Cutimed Sorbact Gel

a. Definisi

Cutimed Sorbact gel adalah teknologi Sorbact yang dilapisi dressing

hidrogel. Balutan Cutimed Sorbact gel mengurangi beban bakteri dalam

luka dengan menggabungkan Cutimed Sorbact dengan hidrogel untuk

mendukung penyembuhan luka dan memberikan kondisi lembab pada

luka yang memiliki sedikit eksudat atau luka dengan slough. Bakteri dan

jamur luka terikat dengan cepat oleh balutan. Cutimed Sorbact gel tidak

menggunakan zat kimia yang aktif dan dapat membersihkan luka dari

jaringan slough dan nekrotik dan meningkatkan penyembuhan pada luka

(BSN Medical, 2013).

b. Indikasi

Beberapa indikasi dalam penggunaan Cutimed Sorbact gel

diantaranya (BSN Medical, 2013):

1) Luka kronis seperti ulkus diabetes dan ulkus dekubitus

2) Luka post operatif dan luka dehisced

3) Luka traumatis

4) Luka setelah eksisi fistula dan abses

c. Manfaat

Manfaat dari balutan Cutimed Sorbact gel adalah (BSN Medical,

2013):
4

1) Tidak ada perkembangan resistensi bakteri atau jamur karena

interaksi hidrofobik sangat penting bagi bakteri dan jamur untuk

bertahan hidup

2) Tidak ada risiko alergi

3) Tidak ada sitoksisitas seperti pada antiseptik lainnya

4) Tidak ada pelepasan endotoksin bakteri karena mikroba secara

efektif terikat namun tidak terbunuh

5) Kelembaban tambahan dari hidrogel juga mendorong debridemen

autolitik pada luka slough atau sebagian nekrotik.

6) Tidak ada kontraindikasi dan dapat digunakan selama kehamilan,

menyusui dan pada anak-anak.

d. Cara Kerja

Interaksi hidrofobik adalah prinsip fisik dasar. Zat dan organisme

hidrofobik menarik dan mengikat satu sama lain dalam lingkungan

berair dan disatukan oleh kekuatan molekul air di sekitarnya. Balutan

Cutimed Sorbact dilapisi dengan teknologi Sorbact, yang merupakan

turunan asam lemak hidrofobik yang memberi sifat hidrofobiknya yang

tinggi. Di lingkungan yang lembab dari luka yang terinfeksi, bakteri

tertarik pada balutan dan terikat secara ireversibel. Bakteri dan jamur

luka patogen juga menampilkan sifat hidrofobik sehingga mudah

menempel pada balutan. Ketika balutan dibuka bakteri yang terikat pada

balutan tidak bisa berkembang biak atau terlepas setelah terikat pada

balutan. Cutimed Sorbact juga bisa mengikat racun berbahaya yang

dikeluarkan oleh bakteri (BSN, 2013).


4

C. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

upaya untuk mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis mulai dari

pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan pasien (Nursalam,

2011).

Pengkajian identitas pasien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi

pada usia muda), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis

(Muttaqin, 2008).

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala

disertai penurunan tingkat kesadaran.

a. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari

kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung

ke kepala. Pengkajian yang didapat meliput tingkat kesadaran

menurun (GCS < 15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala,

wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralisis,

akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari

hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam

intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai


4

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan

koma.

Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar

klien (bila klien tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan

adiktif dan penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa

klien yang suka ngebut-ngebutan.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat

hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,

aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang

menderita hipertensi dan diabetes melitus (Muttaqin, 2008).

b. Pengkajian 11 fungsional Gordon

1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit

akan mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawatn

diri, yang dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar

perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi

dalam pemeliharaan kesehatan.

2) Pola Nutrisi dan Metabolik

Pola nutrisi metabolik pada pasien yang mengalami

cedera kepala akan menjadi terganggu. Akibat dari proses


4

penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan

anoreksia sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin

meningkat.

3) Pola Eliminasi

Pola ini menggambarkan karakteristik dan masalah saat

BAK/ BAB sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan

alat bantu eliminasi saat pasien di rawat di RS. Pada pasien

cedera kepala karena mengalami kelemahan, nyeri bahkan

penurunan kesadaran, cara eliminasi yang biasanya dapat

dilakukan sendiri akan mengalami perubahan dengan

menggunakan alat atau terpasang kateter.

4) Pola Aktivitas dan Latihan.

Sehubungan adanya kelemahan fisik, nyeri, serta

penurunan kesadaran, akan menyebabkan aktivitas fisik pasien

terbatas dan berkurangnya kemampuan dalam melakukan

aktivitas fisik tersebut.

5) Pola Tidur dan Istirahat.

Adanya nyeri pada kepala dan perubahan lingkungan atau

dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam

pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

6) Pola Kognitif dan Perseptual

Pada beberapa pasien cedera kepala terjadi gangguan

seperti mengalami kebutaan, atau perubahan cara pikir.

7) Pola Persepsi dan Konsep diri.


4

Pada pola ini emosi pasien biasanya tidak stabil, konsep

dirinya terganggu karena penyakit yang dialaminya.

8) Pola Peran dan Hubungan.

Pasien akan mengalami perubahan dalam peran dan

tanggung jawabnya karena pasien tidak dapat melakukan

aktivitas seperti biasanya baik dalam keluarga maupun

masyarakat. Hal tersebut berdampak pada hubungan

interpersonal.

9) Pola Seksualitas dan Reproduksi.

Biasanya pada pasien cedera kepala pola ini akan

mengalami gangguan.

10) Pola Koping dan Toleransi Stress

Pasien yang belum mengerti penyakitnya akan merasa

stress dan akan sering bertanya tentang penyakitnya.

11) Pola Nilai dan Kepercayaan

Pasien akan mengalami gangguan dalam beribadah,

namun pasien bisa melakukan kegiatan ibadahnya dengan cara-

cara yang di anjurkan oleh agama yang dianutnya.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Biasanya keadaan pasien lemah atau buruk.

2) Tanda-tanda vital
4

Terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, suhu, pernafasan

dan nadi. Biasanya tanda vital pasien cedera kepala cenderung

meningkat.

3) Head to Toe

a) Kepala

Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit

kepala, kekuatan rambut, lesi, dan hematoma

Palpasi: ada edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.

b) Mata

Inspeksi: Kesimetrisan mata, pemeriksaan konjungtiva,

sklera, refleks cahaya, ukuran pupil

Palpasi: Pemeriksaan edema di palpebra.

c) Hidung

Inspeksi: kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, terpasang

NGT atau tidak

Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan atau massa di dalam

hidung.

d) Telinga

Inspeksi: Kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, ada atau

tidaknya pengeluaran darah atau cairan dari telinga

Palpasi: Pemeriksaan adanya edema dibagian telinga


4

e) Mulut

Inspeksi: Kesimetrisan, pemeriksaan mukosa bibir, lidah,

adanya gigi berlubang atau tidak, caries atau tidak,

pemeriksaan tonsil, kesulitan menelan atau tidak.

f) Leher

Pemeriksaan adanya pembesaran kelenjar getah

bening atau kelenjar thyroid, biasanya ada kaku kuduk

g) Paru-paru

Inspeksi: menilai kesimetrisan dinding dada

Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh”

Perkusi: menilai paruparu dengan cara mengetuk

Auskultasi: mendengarkan suara paru-paru, apakah ada

bunyi tambahan.

h) Jantung

Inspeksi: melihat denyut ictus kordis terlihat atau tidak

Palpasi: meraba denyut ictus kordis terlihat atau tidak

Perkusi: menentukan batas jantung

Auskultasi: mendengarkan suara jantung, apakah ada bunyi

tambahan.

i) Abdomen

Inspeksi: melihat keadaan perut

Palpasi: meraba hepat dan linfe apakah mengalami

pembesaran atau tidak

Perkusi: mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen


4

Auskultasi: mendengarkan bising usus pasien.

j) Ekstremitas

Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan

bawah. Menilai kekuatan otot, gangguan pada ekstremitas,

adanya lesi atau luka, dan alat yang terpasang pada

ekstremitas

k) Kulit

Mengobservasi keadaan kulit seperti turgor, adanya

luka, lecet dan kerusakan yang terjadi pada kulit. Penilaian

pengisian kapilar refil.

l) Genitalia

Kaji apakah pasien terpasang kateter atau tidak dan

gangguan lain yang dirasakan pasien

2. Diagnosa

Diagnosa yang diangkatkan berdasarkan data dan pengkajian yang

didapatkan sehingga ada kemungkinan diagnosa yang diangkatkan pada

pasien cedera kepala adalah kecemasan, nyeri, gangguan mobilitas fisik,

dan kurangnya pengetahuan.

Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis

No NANDA NOC NIC


1. Resiko Perusi Serebral Tidak a. Perfusi jaringan a. Perawatan jantung
Efektif b. Perfusi jaringan: b. Perawatan jantung:
serebral akut
Definisi: c. Managemen resiko
Beresiko untuk penurunan jantung
sirkulasi jaringan otak yang dapat d. Perawatan embolus:
membahayakan kesehatan perifer
e. Perawatan embolus:
5

Faktor Resiko: pulmonal


 Abnormal waktu f. Pemcegahan embolus
tromboplastin parsial g. Monitoring tekanan
 Abnormal waktu protrombin intrakranial
 Segmen ventrikel kiri h. Managemen
rigiditas pengobatan
 Aterosklerosis aorta i. Monitoring neurologi
 Diseksi arteri j. Pencegahan
 Fibrilasi atrium pendarahan
 Miksoma atrium subaraknoid
 Tumor otak k. Identifikasi resiko
 Karotis stenosis l. Managemen terapi
 Kneurisma serebral trombolitik
 Koagulopati (mis. anemia sel
sabit)
 Dilatasi cardiomyopathy
 Koagulasi intravaskular
diseminata
 Emboli
 Trauma kepala
 Hiperkolesterolemi
 Hipertensi
 Endokarditis tidak efektif
 Katup buatan mekanik
 Stenosis mitral
 Neoplasma otak
 Infark miokard
 Penyalahgunaan zat
 Terapi trombolitik
 Efek samping pengobatan
terkait (cardiopulmonary
bypass, agen farmasi)

2. Konfusi Akut a. Tingkat a. Monitoring


kebingungan neurologi
Definisi : gangguan kesadaran, akut b. Manajemen edema
perhatian, kognisi, dan persepsi b. Tingkat agitasi serebral
reversibel secara tiba-tiba yang c. Orientasi c. Peningkatan perfusi
berkembang dalam waktu singkat. kognitif serebral
d. Proses informasi
Batasan Karakteristik e. Status neurologi:
 Agitasi kesadaran
 Perubahan dalam fungsi c. Perfusi jaringan:
kognitif serebral
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan dalam fungsi
psikomotor
 Halusinasi
5

 Ketidakmampuan untuk
memulai perilaku yang tidak
diketahui
 Ketidakmampuan untuk
memulai perilaku yang
terarah
 Kurangnya tindak lanjut
dengan perilaku yang
diarahkan pada tujuan
 Kurangnya tindak lanjut
dengan perilaku yang
bertujuan
 Salah persepsi
 Kegelisahan

Kondisi Klinis Terkait


 Cedera kepala
 Stroke
 Penyakit alzheimer
 Penyalahgunaan zat
 Demensia
 Delirium

3. Nyeri Akut a. Kontrol nyeri a. Managemen Nyeri


b. Tingkatan nyeri b. Manajemen
Definisi : Pengalaman emosional c. Nyeri : efek pengobatan
dan sensori yang tidak yang c. Pemberian analgetik
menyenangkan yang muncul dari mengganggu d. Accupresure
kerusakan jaringan secara aktual d. Tanda tanda vital e. Terapi relaksasi
dan potensial, serangan mendadak f. Pemberian obat
atau perlahan dari intensitas g. Pemberian obat: via
ringan sampai berat yang oral
diantisipasi dengan durasi nyeri h. Penentuan pengobatan
kurang dari 6 bulan i. Pengurangan
kecemasan
Batasan Karakteristik j. Manajemen
 Perilaku melindungi lingkungan:
 Perubahan nafsu makan kenyamanan
 Wajah meringis
 Kegelisahan, depresi, mudah
marah
 Perubahan pernafasan,
denyut jantung, tekanan
darah
 Perubahan pola tidur
 Melaporkan nyeri secara
verbal
 Posisi menghindari nyeri
5

 Dilatasi pupil

Faktor yang berhubungan:


Agen cedera (biologi, kimia,
fisik, psikologis)

4. Pola Napas Tidak Efektif a. Respon a. Manajemen jalan nafas


penyapihan b. Penyedotan jalan nafas
Definisi: ventilasi mekanik c. Managemen anapilatik
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak dewasa d. Managemen jalan nafas
menyediakan ventilasi yang b. Status respirasi buatan
adekuat c. Ventilasi respirasi e. Managemen asma
f. Managemen ventilasi
Batasan Karakteristik: mekanik: invasif
 Napas dalam g. Managemen ventilasi
 Perubahan gerakan dada mekanik: noninvasif
 Mengambil posisi tiga titik h. Penyapihan ventilator
 Bradipnea mekanik
 Penurunan tekanan ekspirasi i. Terapi oksigen
 Penurunan tekanan inspiras j. Monitoring respirasi
 Penurunan ventilasi semenit k. Pengawasan
 Penurunan kapasitas vital l. Bantuan ventilasi
 Dispneu m. Monitoring tanda-tanda
 Peningkatan diameter vital
anterior-posterior
 Napas cuping hidung
 Ortopneu
 Fase ekspirasi yang lama
 Pernapasan pursed-lip
 Takipnea
 Penggunaan otot-otot bantu
untuk bernapas

Faktor yang berhubungan:


 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Kerusakan kognitif
 Kelelahan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Kerusakan muskuloskeletal
 Imaturitas neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Kerusakan persepsi
5

 Kelelahan otot-otot respirasi


 Cedera tulang belakang

5. Gangguan Integritas a. Integritas a. Monitor Elektrolit


Kulit/Jaringan Jaringan: Kulit b. Manajemen Cairan
& Membran c. Monitor Cairan
Definisi: Mukosa d. Perawatan Daerah
Kerusakan kulit Insisi
(dermis/epidermis) atau jaringan e. Proteksi Infeksi
(membran mukosa, kornea, fasia, f. Manajemen Nutrisi
otot, tendon, tulang, kartilago, g. Terapi Nutrisi
kapsul sendi dan atau ligamen) h. Pemeliharaan
Kesehatan Mulut
Batasan Karakteristik: i. Pengaturan Posisi
 Perubahan dalam integritas j. Pencegahan Luka Pada
kulit Daerah Yang Tertekan
 Materi asing menusuk kulit k. Perawatan Kulit: Graft
Site
Faktor yang berhubungan: l. Perawatan Kulit:
 Perubahan dalam Pengobatan Topikal
metabolisme m. Pengawasan Kulit
 Perubahan dalam sensasi n. Pembidaian
 Agen cedera kimia (mis., o. Suturing
Bakar, capsaicin, methylene p. Perawatan Traksi/
chloride, mustard agent) Imobilisasi
 Volume cairan yang q. Perawatan Luka
berlebihan r. Perawatan Luka: Bakar
 Usia ekstrim s. Irigasi Luka
 Suhu udara yang ekstrim
 Tegangan tinggi
 Kelembaban
 Keadaan gizi tidak seimbang
(mis., Obesitas, kurang gizi)
 Gangguan sirkulasi
 Gangguan mobilitas
 Volume cairan tidak
mencukupi
 Kurang pengetahuan tentang
menjaga integritas jaringan
 Kurang pengetahuan tentang
melindungi integritas
jaringan
 Faktor mekanis
 Neuropati perifer
 Agen farmasi
 Radiasi
 Prosedur bedah
5

6. Gangguan Mobilitas Fisik a. Ambulasi a. Promosi latihan


b. Mobilisasi b. Terapi latihan:
Definisi: c. Kemampuan mobilitas sendi
Pembatasan dalam kemandirian, berpindah c. Promosi mekanika
yang bertujuan untuk membatasi tubuh
gerakan fisik tubuh atau satu d. Manajemen energy
ekstermitas maupun lebih e. Pengelolaan
lingkungan
Batasan Karakteristik: f. Promosi latihan: latihan
 Penurunan waktu merespon kekuatan
 Kesusahan dalam berbalik g. Terapi latihan:
 Pembatasan penggantian ambulasi
gerakan (misalnya, h. Batuan perawatan diri
meningkatnya perhatian i. Terapi latihan: control
terhadap aktivitas lain, otot
mengontrol kebiasaan, fokus j. Edukasi kesehatan
pada ketidakmampuan /
aktivitas saat masa pra-
penyakit).
 Kehabisan tenaga karena
dyspnea
 Gaya berjalan berubah
 Gerakan tersentak – sentak
 Keterbatasan dalam
melakukan keterampilan
motorik halus
 Keterbatasan dalam
melakukan keterampilan
motorik kasar
 Rentang gerak yang terbatas
 Tremor jika memaksakan
bergerak
 Ketidakseimbangan postur
tubuh
 Gerakan yang tidak
terkoordinasi
Sumber: (Herdman, T.H. & Kamitsuru, S, 2014), (Bulechek G, dkk, 2008),
(Moorhead, S., et al., 2008)

D. Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Aplikasi Dressing Cutimed


Sorbact Gel

1. Latar Belakang

Evidence based nursing practice (EBNP) adalah sebuah pendekatan

untuk membuat keputusan yang berkualitas dan memberikan asuhan


5

keperawatan berdasarkan keahlian klinis perorangan dalam

mengkombinasikan penemuan terbaru, penelitian relevan yang tersedia

pada topik. EBNP menerapkan metode paling mutakhir dalam memberikan

perawatan, yang telah terbukti melalui penilaian dari studi berkualitas

tinggi dan temuan penelitian yang signifikan secara statistik.

Pemberian asuhan keperawatan berbasis Evidence Based Nursing

(EBN) pada kasus ini adalah penggunaan Cutimed Sorbact Gel untuk

penanganan luka yang memiliki eksudat pada pasien cedera kepala. Cedera

kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan adan perlambatan

(accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi

oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan

kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh

otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy &

Margareth, 2012). Cedera kepala pada pengguna kendaraan bermotor

terjadi karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk

menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007).

Pasien cedera kepala memungkinkan terjadinya ketidakmampuan

dalam beraktivitas sehingga mengalami gangguan mobilisasi dan terjadinya

perubahan bahkan kerusakan neurologi berat. Ketidakmampuan pasien

cedera kepala dengan gangguan mobilisasi membuat pasien hanya

berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi. Efek dari gangguan

mobilisasi akan mempengaruhi pada kondisi psikologis dan fisiologis


5

pasien. Salah satu pengaruh secara fisiologis adalah perubahan sistem

integument seperti terjadinya ulkus dekubitus (Hidayat & Uliyah, 2013).

Ulkus dekubitus didefinisikan sebagai luka lokal pada kulit dan / atau

jaringan di bawahnya yang biasanya terlalu menonjol, akibat tekanan, atau

kombinasi antara tekanan dan gesekan (EPUAP-NPUAP, 2009). Dekubitus

adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit,

bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan

pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan

sirkulasi darah setempat. Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus

merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami

gangguan mobilitas (Rendy & Margareth, 2012).

Faktor risiko meliputi usia lanjut, gangguan kognitif, gangguan fisik,

dan kondisi komorbid yang mempengaruhi integritas dan penyembuhan

jaringan lunak (seperti inkontinensia urin, edema, gangguan mikrosirkulasi,

hipoalbuminemia, dan malnutrisi). Ulkus tekanan mempengaruhi 1,3 juta

sampai 3 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan dikaitkan dengan

penurunan kualitas hidup; gangguan fungsi; komplikasi, seperti infeksi;

prognosis yang lebih buruk; dan peningkatan biaya perawatan (Chou et al,

2013).

Tujuan dari EBNP adalah memberikan perawatan secara efektif

dengan menggunakan hasil penelitian yang terbaik, menyelesaikan masalah

yang ada pada pasien, dan untuk memicu adanya inovasi. EBNP adalah

proses yang didirikan dalam pengumpulan, interpretasi, penilaian dan

integrasi penelitian yang valid secara klinis, signifikan dan dapat diterapkan.
5

EBNP yang digunakan untuk mengubah praktek atau membuat keputusan

klinis dapat dibagi menjadi 7 tingkat EBNP yang berbeda dalam jenis studi

dan tingkat kualitas. Untuk menerapkan EBNP dengan benar, pengetahuan

perawat, preferensi pasien dan beberapa studi EBNP semua harus

dikombinasikan dan dimanfaatkan untuk menghasilkan solusi yang tepat

untuk tugas dihadapi. Keterampilan ini diajarkan dalam pendidikan

keperawatan modern dan juga sebagai bagian dari pelatihan profesional

(Melynk, 2011).

Kerusakan kulit yang disebabkan oleh gesekan dapat dikurangi

dengan balutan luka modern. Saat ini ada lebih dari 3500 jenis balutan di

dunia. Macam-macam jenis balutan dan topical terapi adalah kasa (Gauze),

transparant film, hidrogels, calsium alginate, hydrocellulosa, hidrokoloid,

polyurethane foam, dan silver (Nur A, 2013). Oleh karena itu untuk

mempercepat penyembuhan luka pada pasien asuhan keperawatan yang

diterapkan pada kasus ini dengan berbasis EBNP adalah penggunaan

balutan luka modern Cutimed Sorbact gel. Meskipun intervensi dalam

penanganan luka telah dilakukan dengan menggunakan cairan natrium

klorida 0,9% namun intervensi menggunakan cairan ini membutuhkan

waktu yang lama untuk menyembuhkan luka yang memiliki eksudat,

sementara penggunaan balutan luka modern Cutimed Sorbact Gel membuat

luka lebih mudah mengalami autolisis pada jaringan biofilm (Pangesti,

2013). Pada kasus penerapan EBN penggunaan balutan luka modern

Cutimed Sorbact gel dilakukan 3 kali dalam 9 hari.


5

2. Identifikasi Masalah

Dari fenomena yang didapat pada pasien cedera kepala dengan

imobilisasi lama yang mengalami luka tekan, maka pertanyaan klinis yang

muncul adalah apakah penggunaan balutan luka modern Cutimed Sorbact

gel dapat mempercepat penyembuhan luka pada pasien?

Untuk mengidentikasi masalah suatu evidance based, maka

diidentifikasi melalui analisa PICO (Population, Intervention,Comparative,

and Outcome):

a. P atau Population, adalah pasien dengan tirah baring lama yang

mengalami ulkus dekubitus dengan infeksi

b. I atau Intervention, adalah penggunaan dressing Cutimed Sorbact

gel.

c. C atau Comparative, adalah penerapan balutan luka tradisional

d. O atau Outcome, adalah penggunaan balutan luka modern Cutimed

Sorbact gel pada pasien ulkus dekubitus lebih mampu mengurangi

infeksi dan jumlah eksudat pada luka.

Dari penjabaran berdasarkan konsep PICO diatas, maka kata

kuncinya adalah: long bed rest, ulkus dekubitus, infection, dressing,

dan Cutimed Sorbact Gel. Dari pencarian, didapatkanlah laporan ilmiah

Effectiveness of the use of Cutimed Sorbact versus standard dressing

by nurses in diabetic foot ulcer oleh Hanan Said Ali (2013). Dengan

penggunaan balutan luka modern Cutimed Sorbact gel masalah luka

tekan pada pasien cedera kepala yang telah lama imobilisasi dapat

diatasi.
5

3. Critical Appraisal Topic

Critical appraisal topic adalah suatu proses yang secara diteliti dan

sistematis untuk mengevaluasi penelitian untuk memutuskan tingkat

kepercayaan, nilai serta revelansinya dalam suatu konteks tertentu. Dengan

kata lain, critical appraisal menginterpretasikan suatu evidence based

secara sistematis dengan mempertimbangkan validitas, hasil dan

relevansinya. Critical appraisal topic yang digunakan merujuk pada jurnal

RCT.

EBN ini diambil dari jurnal Ali (2013) dengan judul Effectiveness of

the use of Cutimed Sorbact versus standard dressing by nurses in diabetic

foot ulcer. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan penggunaan

dressing Cutimed Sorbact dengan standard dressing. Hasil penelitian ini

didapatkan bahwa keadaan luka pada kelompok studi menunjukkan derajat

luka yang lebih rendah, lebih banyak jaringan yang bergranulasi, terdapat

penurunan ukuran dan jumlah eksudat berkurang.

Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yang berbeda untuk

penilaian untuk hasil pasien. Alat ukur pertama adalah "University of Texas

Wound Classification System of Diabetic Foot Ulcers” yang digunakan

untuk mengklasifikasikan ulkus kaki diabetik menurut 3 grade (I to III) dari

kedalaman ulkus. Alat kedua adalah untuk penilaian luka, diadopsi dari

Development of a new wound assessment form ” dan dimodifikasi oleh

peneliti.

Penelitian ini menjelaskan mengenai prosedur penggunaan dressing

Cutimed Sorbact dan pada kelompok kontrol menggunakan standard


6

dressing. Langkah-langkah yang dilakukan juga dijelaskan dalam penelitian

ini. Namun frekuensi dilkakukannya dressing Cutimed Sorbact hanya

digambarkan secara umum yaitu 3 kali seminggu. Sehingga tidak jelas

dressing Cutimed Sorbact dilakukan dalam sekali berapa hari.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan yang

steril seperti cairan saline sterile. Untuk pelaksaan dressing Cutimed

Sorbact dilakukan pengangkatan balutan kotor terlebih dahulu, irigasi

dengan salin sterile, aplikasikan Cutimed Sorbact dan tutup area luka.

Sedangkan pada kelompok kontrol luka dibersihkan dengan normal salin

lalu ditutup dengan kassa yang telah direndam dengan povidone. Prosedur

dilakukan selama 20-30 menit baik pada kelompok studi maupun kontrol.

Penggunaan Cutimed Sorbact lebih efektif dibandingkan dengan

standard dressing. Keadaan luka pada kelompok studi menunjukkan

penurunan derajat luka, lebih banyak jaringan yang bergranulasi, penurunan

ukuran dan jumlah eksudat berkurang.Cutimed Sorbact ini terbukti efektif

dalam penanganan luka yang memiliki eksudat. Balutan ini membuat

proses penyembuhan pada luka pasien lebih cepat. Selain itu penggunaan

balutan ini juga dapat mempersingkat masa rawatan pasien.

4. Prosedur Pelaksanaan

Pelaksanaan EBN ini dilakukan inovasi dengan menggabungkan

penelitian Ali (2013) dengan Pangesti (2013). Pelaksaan EBN

menggunakan dressing Cutimed Sorbact Gel. Pasien yang diberikan

intervensi adalah pasien yang mengalami ulkus dekubitus. Pada pasien

yang diberi intervensi, balutan luka diganti satu kali dalam 3 hari selama 9
6

hari. Pasien dari kedua kelompok diSebelum luka pasien dibersihkan, luka

tersebut diukur dengan menggunakan Bates-Jensen Wound Assessment

Tool.

Prosedur pemberian balutan luka modern Cutimed Sorbact gel pada

pasien dilakukan dengan cara antara lain :

1. Persiapan

a. Mencuci tangan dengan sabun

b. Mempertahankan privasi klien

Alat :

1) Set dressing steril

2) Handscoon steril

3) Handscoon bersih

4) Kassa Steril

5) Cairan NaCl 0,9%

6) Cutimed Sorbact Gel

7) Nierbeken

8) Perlak atau underpad

9) Hypafix

10) Gunting

11) Plastik hitam dan kuning

2. Menginformasikan pada klien tentang prosedur, tujuan, dan manfaat

perawatan luka (informed consent), mengatur posisi klien dan perawat

yang nyaman dan aman

3. Menempatkan peralatan pada sisi dominan


6

4. Menggunakan sarung tangan bersih

5. Melepaskan balutan lama dan membuang pada plastik kuning

(infeksius).

6. Mengkaji luka menggunakan instrument pengkajian Bates-Jensen

Wound Assessment Tool. Menilai skor luka dan mendokumentasikan

pada form pencatatan.

7. Melepas sarung tangan

8. Memakai sarung tangan steril

9. Membersihkan luka dengan menggunakan kasa yang telah

dilembabkan NaCl 0.9%. Gunakan 1 kasa untuk 1 kali usapan,

bersihkan luka dari arah bersih ke kotor, bersihkan eksudat atau pus

hingga bersih

10. Melakukan nekrotomi untuk membuang biofilm/nekrotik, tekan bila

terjadi perdarahan, bersihkan kembali dengan kasa lembab

11. Keringkan luka dengan kasa kering

12. Menggunakan bahan perawatan luka modern, Cutimed Sorbact Gel

Gambar 2.4 Cutimed Sorbact gel


6

13. Menutup luka dengan balutan kasa kering, plester agar posisi balutan

tidak berpindah. Tutup balutan dengan perban elastis yang tidak

terlalu ketat

14. Melepas sarung tangan, merapikan alat-alat, dan mencuci tangan

15. Mendokumentasikan hasil pengkajian, bahan-bahan yang digunakan

dan jumlah yang digunakan.

16. Perawatan luka dan evaluasi proses penyembuhan dilakukan setiap 3

hari.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cedera Kepala

1. Pengkajian

a. Data Klinis

Nama : Tn. A
No. Rek. Medis : 98.81.53
Usia : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pesisir Selatan
Pekerjaan : Pelajar
Status Perkawinan : Belum Kawin
Penanggung jawab : Tn. I (Ayah)
Riwayat Alergi
Makanan : Tidak ada
Obat-obatan : Tidak ada
TB/ BB : 165 cm/ 53 kg
Tanggal masuk : 25 Agustus 2017
Tanggal Pengkajian : 15 September 2017
Waktu kedatangan : 03.40 WIB
Cara Masuk : IGD
Diagnosa Medis : Cedera kepala GCS 6 + ICH + Kontusio serebri

b. Keluhan Utama (Alasan dirawat di Rumah Sakit)

Tn. A (15 Tahun) masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil

Padang pada tanggal 25 Agustus 2017 pukul 03.40 WIB. Pasien

merupakan rujukan dari RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. Menurut

keluarga, pasien sedang mengendarai sepeda motor, kemudian

bertabrakan dengan sepeda motor lain di Painan pada tanggal 24

64
6

Agustus 2017 pukul 20.00 WIB. Pasien tidak menggunakan helm dan

mekanisme jatuh tidak diketahui. Keadaan umum pasien buruk

dengan GCS 6. Pada pasien ditemukan luka terbuka dan luka lecet

pada tungkai bawah kiri.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 15 September 2017

pada hari rawatan ke-22, Tn. A sudah dirawat di ruang trauma centre

dengan keadaan umum sedang, kesadaran somnolen dengan GCS 11.

Pasien masih dalam keadaan gelisah. Keluarga mengatakan pasien

mengalami trauma kepala 1 bulan yang lalu. Keluarga mengatakan

pasien mengalami penurunan kesadaran sejak masuk rumah sakit.

Pasien tampak bedrest dan tidak banyak bergerak di tempat

tidur. Keluarga mengatakan terdapat luka pada punggung bawah

pasien dan luka tersebut tidak ada pasca terjadinya kecelakaan pada

pasien. Keluarga mengatakan bahwa luka pada punggung bawah

pasien ada setelah perawatan di ROI. Luka dekubitus pada punggung

bawah pasien berukuran 8.5x4 cm, kedalaman stage 2, tepi luka jelas

dan tidak menyatu dengan dasar luka, undermining tidak ada. Jaringan

nekrotik lengket, lembut, dan ada jaringan parut palsu berwarna hitam.

Keadaan luka pasien sudah 50% mengalami nekrotik. Tipe eksudat

purulent dengan jumlah eksudat sedang. Warna kulit disekitar luka

abu-abu. Tidak ada daerah yang edema disekitar luka. Pengerasan


6

jaringan tepi tidak ada. Tidak ada jaringan granulasi dan epitelisasi

<25% pada luka.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Keluarga mengatakan sebelumnya pasien telah dirawat di ROI

dan HCU bedah. Pasien juga memiliki riwayat ICH dari hasil CT

Scan pada saat dirawat di ROI. Keluarga menyatakan bahwa pasien

telah dirawat di ROI selama 2 minggu dan dirawat di ruang HCU

bedah selama 6 hari. Keluarga Tn.A mengatakan sebelumnya pasien

tidak pernah dirawat dan tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya.

Tn.A juga tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, Diabetes

Mellitus (DM), atau penyakit kronis lainnya.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga Tn.A mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak

ada yang memiliki penyakit hipertensi, Diabetes Mellitus (DM) atau

penyakit kronis atau penyakit keturunan lainnya.

Gambar 3.1 Genogram Keluarga


Keterangan
: Laki-laki : Perempuan
: Meninggal : Identifikasi Pasien
6

d. Pengkajian Fungsional Gordon

1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Keluarga mengatakan sakit yang dialami anaknya saat ini

adalah cobaan dari Allah SWT. Keluarga ikhlas dan tabah

menerima keadaan anaknya saat ini. Tn.A yang sebelum sakit

dapat melakukan aktivitas sebagai mana biasanya dengan mandiri

tanpa bantuan orang lain kini hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Keluarga berharap agar Tn.A cepat pulih dari sakitnya dan dapat

beraktivitas seperti biasanya. Keluarga mengatakan tidak

memahami penyakit yang dialami Tn.A saat ini. Keluarga hanya

mengetahui bahwa Tn.A mengalami benturan pada kepala yang

menyebabkan Tn.A mengalami penurunan kesadaran. Keluarga

tidak mengetahui apa tindakan yang akan dilakukan pada Tn.A

selanjutnya.

Keluarga menyadari bahwa penyakit yang dialami anaknya

saat ini karena kelalaiannya dalam berkendara tidak menggunakan

helm sehingga mengalami cedera pada kepala. Keluarga

mengatakan apabila ada anggota keluarga yang sakit biasanya

hanya membeli obat-obatan yang dijual di warung. Apabila tidak

kunjung sembuh keluarga akan berobat ke bidan atau puskesmas

terdekat.

2) Pola Nutrisi-Metabolisme

Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki diit khusus atau

alergi makanan. Pasien sehari-harinya makan nasi 2-3x sehari


6

dengan porsi 1 piring nasi, sayur, dan juga lauk tetapi pasien jarang

mengonsumsi buah-buahan.

Saat dilakukan pengkajian di rumah sakit pasien mendapat

makanan lunak. Keluarga mengatakan pasien menghabiskan

makanannya. Keluarga mengatakan tidak ada masalah dengan nafsu

makan Tn.A dan kesulitan menelan tidak ada selama dirawat di

Rumah Sakit. Keluarga mengatakan tidak ada perubahan yang

berarti pada berat badan.

3) Pola Eliminasi

Sebelum sakit, keluarga kurang mengetahui kebiasaan

defekasi pasien. Saat dilakukan pengkajian di rumah sakit keluarga

mengatakan pasien BAB kadang sekali dalam 2-3 hari dengan

konsistensi lunak. Untuk BAK tidak ada gangguan, lancar setiap

hari. Frekuensi tidak dapat dipastikan karena pasien terpasang

pampers. Keluarga mengatakan tidak ada kelainan pada urin seperti

hematuria.

4) Pola Aktivitas-Latihan

Sebelum dirawat di rumah sakit pasien mengatakan dapat

melakukan semua aktivitas secara mandiri seperti melakukan

aktivitas sehari-hari dengan mandiri seperti: makan/minum, mandi,

berpakaian, toileting, berpindah, berbelanja, memasak,

pemeliharaan rumah dan aktitas sehari-hari lainnya. Namun,

semenjak pasien sakit dan dirawat dirumah sakit pasien tidak bisa

melakukan aktivitas seperti biasa, pasien membutuhkan bantuan dari


6

keluarga untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti

bantuan dalam berpakaian, makan dan minum, serta toileting

dikarenakan pasien masih mengalami penurunan kesadaran.

5) Pola Istirahat - Tidur

Keluarga mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien

terbiasa tidur malam 6-7 jam dan pasien mengatakan tidak ada

memiliki kebiasaan tidur siang karena kesehariannya sebagai pelajar.

Selama sakit pasien lebih banyak tidur dikarenakan pasien masih

mengalami penurunan kesadaran.

6) Pola Kognitif-Persepsi

Pasien dalam keadaan umum sedang dengan tingkat kesadaran

somnolen GCS 11. Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik

dan mampu mengerang. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah

bahasa minang. Pasien sebelum sakit mampu memahami isi

percakapan dan dapat memiliki kontak mata dengan baik. Tingkat

ansietas, keterampilan interaksi, pendengaran, penglihatan serta

nyeri tidak dapat dikaji.

7) Pola Persepsi Diri – Konsep Diri

Keluarga mengatakan sedih dengan penyakit yang dialami

pasien saat ini. Keluarga pasrah dan berharap kondisi anaknya dapat

segera membaik dengan pengobatan yang diberikan di rumah sakit.

8) Pola Peran dan Hubungan

Pasien adalah seorang pelajar. Hubungan pasien dengan

keluarganya baik, terlihat dari keluarga yang selalu menjaga pasien


7

di rumah sakit. Masalah yang dialami oleh keluarga terkait rumah

sakit adalah keluarga mengatakan jarak antara rumah dan rumah

sakit sangat jauh sehingga kakak dan adik Tn.A tidak bisa

seluruhnya datang untuk melihat kondisi Tn.A. Keluarga juga

mengalami kesulitan dalam memenuhi beberapa kebutuhan tertentu.

Biaya perawatan selama Tn.A di rumah sakit ditanggung oleh pihak

asuransi. Ayah pasien bekerja sebagai petani dan ibu mengurus

rumah tangga.

9) Pola Seksualitas - Reproduksi

Pasien belum menikah

10) Pola Koping-Toleransi Stres

Keluarga saat ini hanya memikirkan biaya perawatan rumah

sakit dan penyakit yang dialami oleh Tn.A. Keluarga mengatakan

Tn.A tidak ada mengalami kehilangan atau perubahan besar dimasa

lalu. Sebelum sakit keadaan emosi Tn.A sehari-hari stabil.

11) Pola Keyakinan Agama dan Nilai

Pasien beragama Islam. Tn.A tidak pernah melakukan ibadah

dikarenakan kondisinya yang masih mengalami penurunan

kesadaran. Keluarga berserah diri kepada Allah SWT dan selalu

berdo’a agar anaknya diberi kesembuhan dan dapat beraktivitas

seperti biasanya. Keluarga menyadari penyakit yang dialami

anaknya saat ini adalah ujian yang datangnya dari Tuhan dan Tuhan

jugalah yang akan menyembuhkan.


7

e. Pemeriksaan Fisik

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik

No. Pemeriksaan Hasil


1. Tanda-tanda vital Blood Pressure : 130/80 mmHg
Pulse Rate : 96x/menit
Respiratory Rate : 20x/menit
Temperature : 36,7ºC

2. Kesadaran Somnolen
GCS GCS 11 (E3V4M4)

3. Kepala Inspeksi
Bentuk bulat, kulit kepala bersih, distribusi rambut
merata, rambut berwarna hitam, lurus, tidak ada
ketombe, lesi (-)

Palpasi
Nyeri tidak terkaji, rambut tidak mudah dicabut

4. Mata Inspeksi
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil (+/+),
ukuran pupil (2mm/2mm), pupil isokor.

Palpasi
Palpebra tidak edema

5. Telinga Inspeksi
Daun telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan
cukup, bekas luka (-), darah/sekret (-),

6. Hidung Inspeksi
Lubang Hidung simetris kiri dan kanan,
kebersihan baik, sekret tidak ada, tidak ada
massa/polip, sumbatan jalan nafas (-)

Palpasi
Pembengkakan tidak ada

7. Gigi dan mulut Inspeksi


Mulut bersih, lipatan nasolabial terlatak ditengah,
jumlah gigi tidak lengkap, gigi berwarna putih
kekuningan, caries ada, membran mukosa lembab,
stomatitis (-), peradangan tonsil (-)
7

8. Leher Inspeksi
Leher simetris, Tidak ada lesi,

Palpasi
Pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi
trakea (-)

9. Dada & paru Inspeksi


Pergerakan dinding dada simetris, bekas luka (-),
retraksi (-), penggunaan otot bantu nafas (-),
kelainan dinding dada (-)

Palpasi
Pengembangan dinding dada simetris

Perkusi
Sonor

Auskultasi
Vesikuler, bunyi nafas tambahan (-)

10. Jantung Inspeksi


Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi
Ictus cordis teraba LMCS RIC V

Perkusi
Pekak

Auskultasi
Irama jantung regular

11. Abdomen Inspeksi


Tidak tampak membuncit, asites (-), umbilikus
tidak menonjol

Auskultasi
Bising usus (+)

Perkusi
Timpani

Palpasi
Tidak teraba massa

12. Kulit Terdapat luka pada punggung bagan bawah


ɷ Ukuran luka 8,5x4 cm
7

ɷ Kedalaman stage 2
ɷ Tepi luka jelas dan tidak menyatu dengan
dasar luka
ɷ Undermining tidak ada
ɷ Jaringan nekrotik lengket, lembut, dan ada
jaringan parut palsu berwarna hitam
ɷ Keadaan luka pasien sudah 50% mengalami
nekrotik
ɷ Tipe eksudat purulent dengan jumlah eksudat
sedang
ɷ Warna kulit disekitar luka abu-abu
ɷ Tidak ada daerah yang edema disekitar luka
ɷ Pengerasan jaringan tepi tidak ada
ɷ Tidak ada jaringan granulasi
ɷ Epitelisasi <25% pada luka.
13. Genitalia Tidak ada keluhan

14. Anus Inspeksi


Tidak ada kelainan

15. Ekstremitas Atas Kanan


Atropi otot (-), Edema (-), akral hangat, CRT <2
detik, turgor kulit baik

Atas Kiri
Tangan kiri terpasang infuse pump, Atropi otot (-
), Edema (-), akral hangat, CRT <2 detik, turgor
kulit baik

Bawah Kanan
Atropi otot (-), Edema (-), akral hangat, CRT <2
detik, turgor kulit baik

Bawah Kiri
Atropi otot (-), Edema (-), akral hangat, CRT <2
detik, turgor kulit baik
7

f. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 3.2 Hasil Laboratorium

Jenis
No. Hasil Nilai Normal Ket.
Pemeriksaan
06 September 2017
Pemeriksaan
Hematologi
1. Hemoglobin 9,7 g/dl 14-18 g/dl Menurun
2. Leukosit 16.250/mm3 5.000-10.000/ mm3 Meningkat
3. Trombosit 394.000/mm3 150.000 – Normal
400.000/mm3
4. Hematokrit 32% 37- 43% Menurun

Pemeriksaan
Kimia Klinik
1. Glukosa sewaktu 119 mg/dl <200 mg/dl Normal
2. Ureum 56 mg/dl 10-50 mg/dl Meningkat
3. Kreatinin 0,6 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl Normal
4. Kalsium 8,4 mg/dl 8,1-10,4 mg/dl Normal
5. Natrium 145 Mmol/L 136-145 Mmol/L Normal
6. Kalium 3,9 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L Normal
7. Klorida serum 107 Mmol/L 97-111Mmol/L Normal
8. pH 7,39 7,35-7,45 Normal
9. PCO2 42 mmHg 35-45 mmHg Normal
10. PO2 161 mmHg 80-100 mmHg Meningkat
11. HCO3- 25,4 mmol/L 22-26 mmol/L Normal
12. BE 0.4 mmol/L -2,5 - +2,5 mmol/L Normal
13. SO2 99% 95-100% Normal
07 September 2017
Pemeriksaan
Kimia Klinik
1 pH 7,50 7,35-7,45 Meningkat
2. PCO2 39 mmHg 35-45 mmHg Normal
3. PO2 268 mmHg 80-100 mmHg Meningkat
4. HCO3- 30,4 mmol/L 22-26 mmol/L Meningkat
5. BE 7,2 mmol/L -2,5 - +2,5 mmol/L Meningkat
6. SO2 100% 95-100% Normal

g. Terapi

Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

Ranitidin 2 x 1 ampul IV
7

h. Pemeriksaan Diagnostik

CT Scan : Tampak intraserebral hematom (25 Agustus 2017)

i. Analisa Data

Tabel 3.3 Analisa Data

Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. Data Subjektif: Cedera kepala Konfusi akut
 Keluarga mengatakan pasien
mengalami trauma kepala 1
bulan yang lalu
 Keluarga mengatakan pasien
mengalami penurunan
kesadaran sejak masuk RS

Data Objektif:
 GCS 11
 Kesadaran somnolen
 TD 130/80 mmHg
 Pasien tampak gelisah
2. Data Subjektif: Faktor Gangguan
 Keluarga mengatakan terdapat mekanis integritas
luka pada punggung bawah (penekanan kulit
pasien pada tonjolan
 Keluarga mengatakan bahwa tulang)
luka pada punggung bawah
pasien ada setelah perawatan di
ROI.

Data Objektif:
 Pasien bedrest
 Terdapat luka pada punggung
bawah
ɷ Ukuran luka 8,5x4 cm
ɷ Kedalaman stage 2
ɷ Tepi luka jelas dan tidak
menyatu dengan dasar luka
ɷ Undermining tidak ada
ɷ Jaringan nekrotik lengket,
lembut, dan ada jaringan parut
palsu berwarna hitam
ɷ Keadaan luka pasien sudah
50% mengalami nekrotik
ɷ Tipe eksudat purulent dengan
7

jumlah eksudat sedang


ɷ Warna kulit disekitar luka
abu-abu
ɷ Tidak ada daerah yang edema
disekitar luka
ɷ Pengerasan jaringan tepi tidak
ada
ɷ Tidak ada jaringan granulasi
ɷ Epitelisasi <25% pada luka.

3. Data Subjektif: Program Gangguan


 Keluarga mengatakan pasien pembatasan mobilitas fisik
hanya dapat berbaring di tempat gerak
tidur

Data Objektif:
 Pasien bedrest
 Pasien mengalami riwayat
trauma kepala
 Seluruh aktivitas dibantu oleh
keluarga dan perawat (mandi,
makan dan minum, berpakaian,
toileting)

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian terhadap Tn.A maka diagnosa yang

diangkat terlampir dalam rencana asuhan keperawatan kasus.

Tabel 3.4 Rencana Asuhan Keperawatan Kasus

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Konfusi akut Perfusi jaringan: Monitor Neurologi
b.d cedera serebral Aktivitas :
kepala Indikator :  Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan reaksi pupil
 Tekanan intrakranial  Monitor tingkat kesadaran
 Tekanan darah  Monitor tingkat orientasi
sistolik  Monitor GCS
 Tekanan darah  Monitor ingatan terbaru, rentang perhatian, ingatan
diastolik masa lalu, suasana hati, affect dan perilaku
 Kegelisahan  Monitor tanda-tanda vital, suhu, tekanan darah, nadi
 Agitasi dan pernafasan
 Muntah  Monitor status respirasi : tingkat ABG, osimetri nadi,
 Kehilangan kedalaman, pola, kecepatan dan usaha
kesadaran  Monitor batuk dan reflek muntah
Status neurologi:  Monitor kekuatan otot
kesadaran  Monitor untuk kegemetaran
Indikator:  Monitor kesemetrisan wajah
7

 Membuka mata  Monitor gangguan visual: diplopia, nystagmus, lapang


terhadap stimulus pandang, penglihatan kabur, dan ketajaman
eksternal penglihatan
 Orientasi kognitif  Monitor cara berbicara : lancar, mampu memahami
 Komunikasi sesuai kata kata atau menemukan kata kata sulit
terhadap situasi  Monitor respon stimulasi : verbal, taktil dan
 Respon motorik berbahaya
terhadap stimulus  Monitor parestesia : mati rasa atau rasa geli
bahaya  Monitor respon pengobatan
 Mematuhi perintah
 Perhatian terhadap
stimulus lingkungan

2. Gangguan Integritas jaringan: Perawatan Pressure Ulcer


integritas kulit dan membran Aktivitas:
kulit b.d mukosa  Deskripsikan karakteristik ulkus, termasuk ukuran
faktor Indikator: (Panjang x lebar x kedalaman), stage (I-IV), lokasi,
mekanis  Temperatur kulit eksudat, granulasi atau jaringan nekrotis dan epitelisasi
 Sensasi  Monitor warna, suhu, edema, kelembaban dan tampilan
 Elastisitas disekitar kulit
 Hidrasi  Jaga kelembaban ulkus untuk membantu penyembuhan
 Tekstur  Bersihkan ulkus dengan solusi nontoksik yang tepat,
 Penebalan kerjakan dengan gerakan sirkular dari tengah
 Perfusi Jaringan  Menerapkan kompres saline dengan tepat
 Pigmentasi  Menggunakan balutan dengan tepat
abnormal  Monitor tanda dan gejala infeksi dari luka
 Lesi Kulit
 Pengubahan posisi setiap 1 sampai 2 jam ntuk
 Eritema
menghindari tekanan yang berkepanjangan
 Nekrosis
 Gunakan alat untuk melindungi individu
 Induration
 Pastikan asupan diet yang memadai
 Monitor status nutrisi
 Memeriksa kalori yang memadai dan asupan protein
tinggi
 Instuksikan anggota keluarga/pengasuh tentang tanda
kerusakan kulit dengan tepat
 Ajarkan individu atau anggota keluarga prosedur
perawatan luka

Manajemen Nutrisi
Aktivitas:
 Identifikasi alergi makanan pada pasien atau intoleransi
 Anjurkan pasien tentang kebutuhan nutrisi (yaitu,
membahas pedoman diet dan piramida makanan)
 Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
 Atur pola makan , yang diperlukan ( yaitu ,
menyediakan makanan berprotein tinggi, menyarankan
menggunakan bumbu dan rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam, menyediakan pengganti gula,
meningkatkan atau menurunkan kalori, menambah atau
mengurangi vitamin, mineral, atau suplemen)
 Sediakan lingkungan yang optimal untuk konsumsi
makanan (misalnya, bersih, berventilasi baik, santai,
dan bebas dari bau yang menyengat)
 Dorong pasien untuk duduk dalam posisi tegak di
kursi , jika mungkin
7

 Pastikan makanan disajikan dengan tampilan yang


menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi optimal
 Dorong keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien selama di rumah sakit atau perawatan fasilitas,
jika perlu
 Anjurkan pasien pada kebutuhan diet untuk keadaan
penyakit (misalnya, untuk pasien dengan penyakit
ginjal, membatasi natrium, kalium, protein, dan cairan)
 Tawarkan makanan ringan padat nutrisi
 Pastikan diet yang menyertakan makanan tinggi
kandungan serat untuk mencegah konstipasi
 Anjurkan persiapan makanan yang aman

Pengendalian Infeksi
Aktivitas:
 Ajarkan peningkatan cuci tangan untuk petugas
kesehatan
 Instruksikan pasien untuk teknik mencuci tangan yang
tepat
 Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat
memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
 Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan ,
yang sesuai
 Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap kegiatan
perawatan pasien
 Institusi kewaspadaan universal
 Gunakan sarung tangan sebagaimana diamanatkan
oleh kebijakan pencegahan yang universal
 Kenakan pakaian atau gaun scrub saat menangani
bahan infeksius
 Pakailah sarung tangan steril , yang sesuai
 Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
 Tingkatkan asupan nutrisi yang tepat
 Berikan terapi antibiotik , yang sesuai
 Anjurkan pasien untuk minum antibiotik , seperti yang
ditentukan
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
penyedia layanan kesehatan
 Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana
menghindari infeksi

3. Gangguan Ambulasi Promosi Latihan


mobilitas Indikator: Aktivitas :
fisik  Berjalan secara  Menilai keyakinan kesehatan individu tentang latihan
b.d program normal fisik
pembatasan  Berjalan  Mengeksplorasi pengalaman periode latihan
gerak dengan lambat  Menentukan motivasi individu untuk memulai /
 Berjalan disekitar melanjutkan program latihan
ruangan  Mengeksplorasi hambatan untuk latihan
 Berjalan  Mendorong individu untuk memulai atau melanjutkan
sampai tujuan latihan
 Membantu individu untuk mengembangkan suatu
Mobilitas program latihan yang tepat untuk memenuhi
Indikator: kebutuhan
7

 Gerakan Otot  Membantu individu untuk menetapkan tujuan jangka


 Gerakan Sendi pendek dan jangka panjang untuk program latihan
 Tampilan Posisi  Membantu individu untuk menjadwalkan periode
Tubuh program latihan reguler ke dalam rutinitas mingguan
 Kemampuan Untuk  Melakukan kegiatan olahraga yang sesuai dengan
Berpindah Posisi individu
 Berjalan  Menginformasikan individu tentang manfaat
 Leluasa Bergerak kesehatan dan efek fisiologis
 Menginstruksikan individu tentang jenis latihan yang
Joint movement sesuai untuk tingkat kesehatan , bekerja sama
Indikator: dengan dokter dan / atau ahli fisiologi.
 Klien dapat  Menginstruksikan individu tentang frekuensi yang
menggerakan jari diinginkan, durasi, dan intensitas program latihan
kaki  Memantau kepatuhan individu untuk melaksanakan
 Klien dapat program / kegiatan
menggerakan tangan  Membantu individu untuk mempersiapkan dan
 Klien dapat mempertahankan kemajuan grafik / tabel untuk
menggerakan leher memotivasi kepatuhan dengan program latihan
 Klien dapat  Menginstruksikan individu tentang kondisi yang
menggerakan bahu menunjukkan penghentian atau perubahan dalam
 Klien dapat program latihan
menggerakan lutut  Memberikan jadwal untuk penguatan motivasi,
 Klien dapat membantu menyelesaikan masalah, dan memonitor
menggerakan perkembangan
pinggang  Memantau respon individu untuk melaksanakan
 Klien dapat program
menggerakan siku  Memberikan umpan balik positif bagi upaya yang
 Klien dapat dilakukan individu
menggerakan
pergelangan tangan Exercise Therapy: Joint Movement
Aktivitas :
 Tentukan batasan gerakan
 Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana
latihan
 Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama
gerakan atau aktivitas
 Lindungi pasien dari trauma selama latihan
 Bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh
untuk gerakan pasif atau aktif
 Dorong ROM aktif
 Instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM
pasif dan aktif
 Bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan
ROM aktif

3. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 15 - 23 September

2017. Pada diagnosa pertama yaitu konfusi akut dilakukan intervensi

monitoring neurologis dan monitoring tanda-tanda vital. Pada intervensi ini

dilakukan monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan reaksi pupil, monitor


8

tingkat kesadaran, monitor tingkat orientasi, monitor GCS, monitor tanda-

tanda vital, suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan, monitor batuk dan

reflek muntah, monitor kekuatan otot, pergerakan motorik, monitor

kesemetrisan wajah dan monitor cara berbicara : lancar, mampu memahami

kata kata atau menemukan kata kata sulit.

Pada diagnosa kedua gangguan integritas kulit dilakukan intervensi

perawatan luka tekan, manajemen nutrisi, dan pengendalian infeksi.

Penggunaan balutan luka modern Cutimed Sorbact gel ini akan melunakkan

slough yang telah melekat dan mengangkat biofilm pada luka. Balutan akan

diganti setelah 3 hari dari pemasangan pertama. Kemudian pada hari ke-4

akan dilihat perkembangan dari luka pasien untuk melihat adanya proses

penyembuhan pada luka.

Pada diagnosa ketiga gangguan mobilitas fisik, intervensi

peningkatan gerak tubuh dan peningkatan latihan. Pada peningkatan gerak

tubuh dan peningkatan latihan dilakukan latihan rom pasif pada pasien yaitu

pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Sebelumnya keluarga pasien

diberikan edukasi mengenai tindakan yang akan dilakukan. Kemudian

keluarga pasien dimotivasi untuk melakukan latihan setiap hari.

4. Evaluasi Keperawatan (terlampir dalam catatan perkembangan)

Diagnosa pertama yaitu konfusi akut, pada tanggal 15 September

2017 setelah implementasi hari keempat pasien tampak mengalami

peningkatan kesadaran. Peningkatan kesadaran yang dialami pasien masih

secara bertahap. Dari hari ke hari kesadaran pasien semakin meningkat tanpa

diiringi dengan mual, muntah dan kondisi yang memberatkan lainnya.


8

Diagnosa keperawatan kedua yaitu gangguan integritas kulit. Pada

saat dilakukan penerapan EBN pada tanggal 15 September 2017 keluarga

pasien dapat memahami penjelasan dari tindakan yang akan dilakukan.

Kondisi pada luka pasien juga tampak adanya perbaikan dari sebelumnya.

Pada diagnosa ke tiga yaitu gangguan mobilitas fisik pada tanggal 15

September 2017 dilakukan latihan ROM pasif pada ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah. Masalah gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian

dengan terlihat adanya pengurangan kekakuan pada jari-jari serta sendi-sendi

pasien.
8

Tabel 3.5 Catatan Perkembangan Pasien


Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 15 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran somnolen, GCS 11
tekanan darah, nadi dan pernafasan  TD :130/80 mmHg
 Mengobservasi adanya reflek  Nadi : 96x/menit
muntah  RR : 20x/menit
 Suhu : 36,7°C
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Reflek muntah (-)
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Kesimetrisan wajah (+)
 Cara bicara masih seperti
mengerang

A:
Masalah konfusi akut belum
teratasi
8

P:
Intervensi monitor neurologi
dilanjutkan

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis Aktivitas:  Keluarga mengatakan bahwa
 Menilai karakteristik ulkus, balutan luka yang diberikan sering
termasuk ukuran (Panjang x lebar x terbuka
kedalaman), stage (I-IV), lokasi,  Keluarga mengatakan pasien
eksudat, granulasi atau jaringan selalu menghabiskan makanan
nekrotis dan epitelisasi yang disediakan oleh rumah sakit
 Mengkaji warna, suhu, edema,
kelembaban dan tampilan disekitar O:
kulit  Pasien bedrest
 Membersihkan luka dengan  Terdapat luka pada punggung
menggunakan cairan NaCl bawah
 Mengeringkan luka yang telah ɷ Ukuran luka 8,5x4 cm tanpa

dibersihkan dengan kassa steril undermining


ɷ Kedalaman stage 2
 Memberikan balutan luka modern
ɷ Tepi luka jelas dan tidak
Cutimed Sorbact gel pada luka
sesuai dengan ukuran luka. menyatu dengan dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis lengket,
 Menutup balutan dengan kassa
lembut dan adajaringan parut
steril kering dan diberi hypafix
palsu berwarna hitam (black
 Menganjurkan pada keluarga untuk
escar)
merubah posisi setiap 1 sampai 2
ɷ Luka mengalami nekrosis
jam untuk menghindari tekanan
(50%)
yang berkepanjangan
ɷ Luka memiliki eksudat purulent
8

Manajemen Nutrisi jumlah sedang


 Mengidentifikasi alergi makanan ɷWarna kulit disekitar luka abu-
pada pasien atau intoleransi abu
 Menganjurkan pada keluarga ɷ Jaringan edema (-)
tentang pemenuhan kebutuhan ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
nutrisi ɷ Tidak ada jaringan granulasi
 Menginstruksikan pada keluarga pada luka
untuk menghabiskan makanan yang ɷ Epitelisasi < 25%
diberikan rumah sakit untuk pasien  Skor Bates-Jensen 43
 Menganjurkan keluarga untuk  Tidak ada tanda-tanda infeksi
menyediakan diit yang
menyertakan makanan tinggi A:
kandungan serat untuk mencegah Masalah gangguan integritas kulit
konstipasi belum teratasi

Pengendalian Infeksi P:
 Mencuci tangan sebelum Intervensi dilanjutkan
melakukan tindakan pada pasien  Perawatan ulkus dekubitus
 Mengajarkan keluarga cara  Manajemen nutrisi
mencuci tangan dengan teknik yang  Pengendalian infeksi
tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
8

mencuci tangan sebelum dan


sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menginformasikan pada keluarga
tentang tanda-tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia
layanan kesehatan
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Menilai keyakinan kesehatan  Keluarga mengatakan bahwa
individu tentang latihan fisik pasien hanya sering melakukan
 Mengkaji pengalaman pasien miring kanan
kepada keluarga terhadap  Keluarga mengatakan pasien
pelaksanaan latihan jarang menggerakkan ekstremitas
 Mengobservasi hambatan pasien bawah
untuk latihan  Keluarga mengatakan belum
8

 Menjelaskan kepada keluarga pernah diajarkan tentang latihan


tujuan jangka pendek dan jangka ROM
panjangdari program latihan
 Menginformasikan kepada keluarga O:
tentang manfaat kesehatan dan efek  Tanda vital sesudah latihan
fisiologis ɷ TD :130/80 mmHg
 Menginformasikan kepada keluarga ɷ Nadi : 96x/menit
tentang jenis latihan yang akan ɷ RR : 20x/menit ɷ
diajarkan Suhu : 36,7°C
 Menginstruksikan keluarga tentang
frekuensi, durasi, dan intensitas  Tanda vital sebelum latihan
program latihan ɷ TD :130/80 mmHg
 Memantau kepatuhan keluarga ɷ Nadi : 96x/menit
dalam melatih pasien ɷ RR : 22x/menit ɷ
 Menjelaskankan kepada keluarga Suhu : 36,7°C
tentang kondisi yang menunjukkan
penghentian atau perubahan dalam  Anggota tubuh pasien masih sulit
program latihan digerakkan
 Memantau respon individu saat  Pasien gelisah ketika diberikan
melaksanakan latihan latihan ROM pasif
 Latihan ROM yang dilakukan
Exercise Therapy: Joint Movement belum optimal
 Mengukur vital sign sebelum dan
sesudah latihan A:
 Mengkaji kemampuan pasien dalam Masalah gangguan mobilitas fisik
mobilisasi belum teratasi
 Mengkaji gerakan yang dapat
dilakukan pasien
8

 Membantu pemenuhan kebutuhan P:


ADL Intervensi dilanjutkan
 Menginstruksikan pada keluarga  Terapi aktifitas
untuk membantu pasien dalam  Exercise Therapy: Joint
pemenuhan kebutuhan ADL movement
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan
atau nyeri selama gerakan atau
aktivitas
 Menjaga pasien dari trauma selama
latihan
 Melatih pasien melakukan ROM
pasif pada ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah
8

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 16 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran somnolen, GCS 11
tekanan darah, nadi dan pernafasan  TD :130/70 mmHg
 Mengobservasi adanya reflek  Nadi : 80x/menit
muntah  RR : 20x/menit
 Suhu : 36,7°C
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Reflek muntah (-)
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Kesimetrisan wajah (+)
 Cara bicara masih seperti
mengerang

A:
Masalah konfusi akut belum
teratasi

P:
Intervensi monitor neurologi
8

dilanjutkan

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis  Mengkaji keadaan balutan luka  Keluarga mengatakan bahwa
 Melakukan fiksasi pada balutan balutan luka yang diberikan agak
yang terbuka terbuka karena pasien gelisah
 Keluarga mengatakan pasien
Manajemen Nutrisi menghabiskan makanan yang
 Mengkaji asupan nutrisi yang disediakan oleh rumah sakit
dihabiskan pasien dalam sehari
 Mengkaji porsi diit rumah sakit O:
yang dihabiskan pasien  Pasien bedrest
 Menganjurkan pada keluarga  Balutan terbuka sedikit
tentang pemenuhan kebutuhan  Tidak ada tanda-tanda infeksi
nutrisi
 Menginstruksikan pada keluarga A:
untuk menjaga asupan nutrisi yang Masalah gangguan integritas kulit
diberikan pada pasien belum teratasi
 Menyediakan diit yang
P:
menyertakan makanan tinggi
Intervensi dilanjutkan
kandungan serat untuk mencegah
 Perawatan ulkus dekubitus
konstipasi
 Manajemen nutrisi
 Pengendalian infeksi
Pengendalian Infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
9

tangan dengan teknik yang tepat


 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan bahwa
9

untuk latihan pasien hanya sering melakukan


 Memantau kepatuhan keluarga miring kanan
dalam melatih pasien  Keluarga mengatakan pasien
 Mengajarkan kembali pada masih susah menggerakkan
keluarga langkah-langkah ekstremitas atas dan bawah
melakukan latihan  Keluarga mengatakan belum
 Memantau respon individu saat melakukan ROM pasif pada Tn.A
melaksanakan latihan
 Menginstruksikan keluarga untuk O:
melatih pasien minimal 3 kali  Tanda vital sesudah latihan
sehari ɷ TD :130/70 mmHg
ɷ Nadi : 80x/menit
Exercise Therapy: Joint Movement ɷ RR : 20x/menit ɷ
 Mengkaji gerakan yang dapat Suhu : 36,7°C
dilakukan pasien
 Menjelaskan pada keluarga tujuan  Tanda vital sebelum latihan
dan rencana latihan ɷ TD :130/70 mmHg
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan ɷ Nadi : 82x/menit
atau nyeri selama gerakan atau ɷ RR : 22x/menit ɷ
aktivitas Suhu : 36,7°C
 Menjaga pasien dari trauma selama
latihan  Anggota tubuh pasien masih sulit
 Melatih pasien melakukan ROM digerakkan
pasif pada ekstremitas atas dan  Pasien gelisah ketika diberikan
ekstremitas bawah latihan ROM pasif
 Latihan ROM yang dilakukan
belum optimal
9

A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
93

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 18 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran apatis, GCS 12
tekanan darah, nadi dan pernafasan  TD :120/80 mmHg
 Mengobservasi adanya reflek  Nadi : 86x/menit
muntah  RR : 20x/menit
 Suhu : 36,8°C
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Reflek muntah (-)
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Kesimetrisan wajah (+)
 Menganjurkan keluarga untuk  Cara bicara masih seperti
mengajak pasien berkomunikasi mengerang
untuk meningkatkan kesadaran
A:
Masalah konfusi akut belum
teratasi

P:
Intervensi monitor neurologi
dilanjutkan
94

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis Aktivitas:  Keluarga mengatakan pasien
 Menilai karakteristik ulkus, selalu menghabiskan makanan
termasuk ukuran (Panjang x lebar x yang disediakan oleh rumah sakit
kedalaman), stage (I-IV), lokasi,  Keluarga mengatakan tidak ada
eksudat, granulasi atau jaringan tanda gejala infeksi pada pasien
nekrotis dan epitelisasi
 Mengkaji warna, suhu, edema, O:
kelembaban dan tampilan disekitar  Pasien bedrest
kulit  Terdapat luka pada punggung
 Membersihkan luka dengan bawah
menggunakan cairan NaCl ɷ Ukuran luka 7,5x4 cm tanpa
 Mengeringkan luka yang telah undermining
dibersihkan dengan kassa steril ɷ Kedalaman stage 2
ɷ Tepi luka jelas dan tidak
 Memberikan balutan luka modern
Cutimed Sorbact gel pada luka menyatu dengan dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis lengket,
sesuai dengan ukuran luka.
 Menutup balutan dengan kassa lembut, dana ada jaringan parut
steril kering dan diberi hypafix palsu berwarna hitam (black
escar)
 Menganjurkan pada keluarga untuk
ɷ Luka mengalami nekrosis
merubah posisi setiap 1 sampai 2
(<25%)
jam untuk menghindari tekanan
ɷ Luka memiliki eksudat purulent
yang berkepanjangan
dengan jumlah sedang
ɷ Warna kulit disekitar luka pucat
Manajemen Nutrisi
ɷ 25% jaringan granulasi pada
 Mengkaji asupan nutrisi yang luka
dihabiskan pasien dalam sehari ɷ Edema (-)
 Mengkaji porsi diit rumah sakit ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
yang dihabiskan pasien ɷ Jaringan granulasi 25%
95

 Menganjurkan pada keluarga ɷ Epitelisasi <25%


tentang pemenuhan kebutuhan  Skor Bates-Jensen 39
nutrisi  Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Menginstruksikan pada keluarga
untuk menjaga asupan nutrisi yang A:
diberikan pada pasien Masalah gangguan integritas kulit
 Menyediakan diit yang belum teratasi
menyertakan makanan tinggi
kandungan serat untuk mencegah P:
konstipasi Intervensi dilanjutkan
 Perawatan ulkus dekubitus
Pengendalian Infeksi  Manajemen nutrisi
 Mencuci tangan sebelum  Pengendalian infeksi
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
96

 Menggunakan pakaian atau gaun


saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan bahwa
untuk latihan pasien hanya sering melakukan
 Memantau kepatuhan keluarga miring kanan
dalam melatih pasien  Keluarga mengatakan masih
 Menanyakan kepada keluarga jarang latihan ROM pada pasien
respon pasien saat melakukan karena yang menunggui
latihan bergantian
 Memantau respon individu saat
melaksanakan latihan O:
 Menginstruksikan keluarga untuk  Tanda vital sebelum latihan
melatih pasien minimal 3 kali ɷ TD :120/80 mmHg
sehari ɷ Nadi : 86x/menit
ɷ RR : 20x/menit ɷ
Suhu : 36,8°C
Exercise Therapy: Joint Movement
 Mengkaji gerakan yang dapat  Tanda vital sesudah latihan
97

dilakukan pasien ɷ TD :120/80 mmHg


 Menjelaskan pada keluarga tujuan ɷ Nadi : 89x/menit
dan rencana latihan ɷ RR : 22x/menit ɷ
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan Suhu : 36,8°C
atau nyeri selama gerakan atau
aktivitas  Anggota tubuh pasien masih sulit
 Menjaga pasien dari trauma selama digerakkan
latihan  Pasien sedikit gelisah ketika
 Melatih pasien melakukan ROM diberikan latihan ROM pasif
pasif pada ekstremitas atas dan  Latihan ROM yang dilakukan
ekstremitas bawah belum optimal

A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
98

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 19 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran apatis, GCS 12
tekanan darah, nadi dan pernafasan  TD :120/70 mmHg
 Mengobservasi adanya reflek  Nadi : 76x/menit
muntah  RR : 20x/menit
 Suhu : 36,5°C
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Reflek muntah (-)
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Kesimetrisan wajah (+)
 Menganjurkan keluarga untuk  Cara bicara masih seperti
mengajak pasien berkomunikasi mengerang
untuk meningkatkan kesadaran
A:
Masalah konfusi akut belum
teratasi

P:
Intervensi monitor neurologi
dilanjutkan
99

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis  Mengkaji keadaan balutan luka  Keluarga mengatakan pasien
 Menjaga kepatenan balutan luka menghabiskan makanan yang
pada pasien disediakan oleh rumah sakit
 Keluarga mengatakan tidak ada
Manajemen Nutrisi tanda gejala infeksi pada pasien
 Mengkaji asupan nutrisi yang  Balutan luka masih rapi
dihabiskan pasien dalam sehari
 Mengkaji porsi diit rumah sakit O:
yang dihabiskan pasien  Pasien bedrest
 Menganjurkan pada keluarga  Tidak ada tanda-tanda infeksi
tentang pemenuhan kebutuhan  Nafsu makan baik
nutrisi
 Menginstruksikan pada keluarga A:
untuk menjaga asupan nutrisi yang Masalah gangguan integritas kulit
diberikan pada pasien belum teratasi
 Menyediakan diit yang
P:
menyertakan makanan tinggi
Intervensi dilanjutkan
kandungan serat untuk mencegah
 Perawatan ulkus dekubitus
konstipasi
 Manajemen nutrisi
 Pengendalian infeksi
Pengendalian Infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
10

tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan bahwa
untuk latihan pasien susah dilatih melakukan
 Memantau kepatuhan keluarga miring kiri
dalam melatih pasien  Keluarga mengatakan masih
 Menanyakan kepada keluarga jarang latihan ROM pada pasien
respon pasien saat melakukan karena yang menunggui
10

latihan bergantian
 Memantau respon individu saat
melaksanakan latihan O:
 Menginstruksikan keluarga untuk  Tanda vital sebelum latihan
melatih pasien minimal 3 kali ɷ TD :120/70 mmHg
sehari ɷ Nadi : 76x/menit
ɷ RR : 20x/menit ɷ
Suhu : 36,5°C
Exercise Therapy: Joint Movement  Tanda vital sesudah latihan
 Mengkaji gerakan yang dapat ɷ TD :120/70 mmHg
dilakukan pasien ɷ Nadi : 80x/menit
 Menjelaskan pada keluarga tujuan ɷ RR : 22x/menit ɷ
dan rencana latihan Suhu : 36,5°C
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan  Anggota tubuh pasien masih
atau nyeri selama gerakan atau sedikit sulit digerakkan
aktivitas  Pasien sedikit gelisah ketika
 Menjaga pasien dari trauma selama diberikan latihan ROM pasif
latihan  Latihan ROM yang dilakukan
 Melatih pasien melakukan ROM belum optimal
pasif pada ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
10

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 20 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran apatis, GCS 13
tekanan darah, nadi dan pernafasan  TD :120/80 mmHg
 Mengobservasi adanya reflek  Nadi : 70x/menit
muntah  RR : 20x/menit
 Suhu : 36,6°C
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Reflek muntah (-)
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Kesimetrisan wajah (+)
 Menganjurkan keluarga untuk  Cara bicara masih seperti
mengajak pasien berkomunikasi mengerang
untuk meningkatkan kesadaran
A:
Masalah konfusi akut belum
teratasi

P:
Intervensi monitor neurologi
dilanjutkan
10

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis  Mengkaji keadaan balutan luka  Keluarga mengatakan pasien
 Menjaga kepatenan balutan luka menghabiskan makanan yang
pada pasien disediakan oleh rumah sakit
 Keluarga mengatakan tidak ada
Manajemen Nutrisi tanda gejala infeksi pada pasien
 Mengkaji asupan nutrisi yang  Keluarga mengatakan kondisi
dihabiskan pasien dalam sehari balutan luka tidak terbuka
 Mengkaji porsi diit rumah sakit
yang dihabiskan pasien O:
 Menganjurkan pada keluarga  Pasien bedrest
tentang pemenuhan kebutuhan  Balutan tampak sedikit kotor
nutrisi  Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Menginstruksikan pada keluarga
untuk menjaga asupan nutrisi yang A:
diberikan pada pasien Masalah gangguan integritas kulit
belum teratasi
 Menyediakan diit yang
menyertakan makanan tinggi
P:
kandungan serat untuk mencegah
Intervensi dilanjutkan
konstipasi
 Perawatan ulkus dekubitus
 Manajemen nutrisi
Pengendalian Infeksi
 Pengendalian infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
10

tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan bahwa
untuk latihan pasien hanya sering melakukan
 Memantau kepatuhan keluarga miring kanan
dalam melatih pasien  Keluarga mengatakan sudah
 Menanyakan kepada keluarga melatih pasien melakukan ROM
respon pasien saat melakukan pasif
10

latihan  Keluarga mengatakan baru sekali


 Memantau respon individu saat melakukan ROM pada pasien
melaksanakan latihan
 Menginstruksikan keluarga untuk O:
melatih pasien minimal 3 kali  Tanda vital sebelum latihan
sehari ɷ TD :120/80 mmHg
ɷ Nadi : 70x/menit
ɷ RR : 20x/menit ɷ
Exercise Therapy: Joint Movement Suhu : 36,6°C
 Mengkaji gerakan yang dapat
dilakukan pasien  Tanda vital sesudah latihan
 Menjelaskan pada keluarga tujuan ɷ TD :120/80 mmHg
dan rencana latihan ɷ Nadi : 80x/menit
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan ɷ RR : 22x/menit ɷ
atau nyeri selama gerakan atau Suhu : 36,6°C
aktivitas
 Menjaga pasien dari trauma selama  Anggota tubuh pasien mulai
latihan mudah digerakkan
 Melatih pasien melakukan ROM  Pasien kaadang gelisah kadang
pasif pada ekstremitas atas dan tidak ketika diberikan latihan
ekstremitas bawah ROM pasif
 Latihan ROM yang dilakukan
cukup optimal

A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
10

 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
10

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 21 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran composmentis, GCS
tekanan darah, nadi dan pernafasan 14
 Mengobservasi adanya reflek  TD :110/70 mmHg
muntah  Nadi : 72x/menit
 RR : 20x/menit
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Suhu : 36,7°C
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Reflek muntah (-)
 Menganjurkan keluarga untuk  Kesimetrisan wajah (+)
mengajak pasien berkomunikasi  Cara bicara kadang mengerang
untuk meningkatkan kesadaran kadang dapat bicara tidak jelas
kata

A:
Masalah konfusi akut teratasi
sebagian

P:
Intervensi monitor neurologi
10

dilanjutkan

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis Aktivitas:  Keluarga mengatakan pasien
 Menilai karakteristik ulkus, selalu menghabiskan makanan
termasuk ukuran (Panjang x lebar x yang disediakan oleh rumah sakit
kedalaman), stage (I-IV), lokasi,  Keluarga mengatakan tidak ada
eksudat, granulasi atau jaringan tanda gejala infeksi pada pasien
nekrotis dan epitelisasi
 Mengkaji warna, suhu, edema, O:
kelembaban dan tampilan disekitar  Pasien bedrest
kulit  Terdapat luka pada punggung
 Membersihkan luka dengan bawah
menggunakan cairan NaCl ɷ Ukuran luka 7,5x4 cm tanpa
 Mengeringkan luka yang telah undermining
dibersihkan dengan kassa steril ɷ Kedalaman stage 2
ɷ Tepi luka jelas dan tidak
 Memberikan balutan luka modern
Cutimed Sorbact gel pada luka menyatu dengan dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis, slough
sesuai dengan ukuran luka.
 Menutup balutan dengan kassa mudah dihilangkan
ɷ Luka tidak mengalami nekrosis
steril kering dan diberi hypafix
ɷ Luka memiliki eksudat serous
 Menganjurkan pada keluarga untuk
dengan jumlah sedang
merubah posisi setiap 1 sampai 2
ɷ Warna kulit disekitar luka pucat
jam untuk menghindari tekanan
ɷ Edema (-)
yang berkepanjangan
ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
ɷ 50% jaringan granulasi pada
Manajemen Nutrisi
luka
 Mengkaji asupan nutrisi yang ɷ Epitelisasi < 25%
dihabiskan pasien dalam sehari  Skor Bates-Jensen 35
10

 Mengkaji porsi diit rumah sakit  Tidak ada tanda-tanda infeksi


yang dihabiskan pasien
 Menganjurkan pada keluarga A:
tentang pemenuhan kebutuhan Masalah gangguan integritas kulit
nutrisi teratasi sebagian
 Menginstruksikan pada keluarga
untuk menjaga asupan nutrisi yang
diberikan pada pasien P:
 Menyediakan diit yang Intervensi dilanjutkan
menyertakan makanan tinggi  Perawatan ulkus dekubitus
kandungan serat untuk mencegah  Manajemen nutrisi
konstipasi  Pengendalian infeksi
 Menganjurkan keluarga untuk
mengatur pola makan yaitu ,
menyediakan makanan berprotein
tinggi, menyarankan menggunakan
bumbu dan rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam,
menyediakan pengganti gula,
meningkatkan atau menurunkan
kalori, menambah atau mengurangi
vitamin, mineral, atau suplemen

Pengendalian Infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
11

menggunakan handrub yang


tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan sudah
untuk latihan melatih pasien sesuai yang
 Memantau kepatuhan keluarga diinstruksikan
dalam melatih pasien  Keluarga mengatakan bahwa
11

 Menanyakan kepada keluarga pasien sudah mulai bisa


respon pasien saat melakukan menggerakkan anggota tubuhnya
latihan seperti yang dilatih
 Memantau respon individu saat
melaksanakan latihan O:
 Menginstruksikan keluarga untuk  Tanda vital sebelum latihan
melatih pasien minimal 3 kali ɷ TD :110/70 mmHg
sehari ɷ Nadi : 72x/menit
ɷ RR : 20x/menit ɷ
Exercise Therapy: Joint Movement Suhu : 36,7°C
 Mengkaji gerakan yang dapat
dilakukan pasien  Tanda vital sesudah latihan
 Menjelaskan pada keluarga tujuan ɷ TD :110/70 mmHg
dan rencana latihan ɷ Nadi : 75x/menit
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan ɷ RR : 22x/menit ɷ
atau nyeri selama gerakan atau Suhu : 36,7°C
aktivitas
 Menjaga pasien dari trauma selama  Anggota tubuh pasien sudah
latihan mudah digerakkan
 Melatih pasien melakukan ROM  Pasien dapat mengikuti latihan
pasif pada ekstremitas atas dan dengan tenang kadang masih
ekstremitas bawah sedikit gelisah
 Latihan cukup optimal

A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi

P:
11

Intervensi dilanjutkan
 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
11

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 22 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk, -
kesimetrisan dan reaksi pupil
 Mengkaji tingkat kesadaran O:
 Mengkaji tingkat orientasi  Pupil simetris, bentuk dan
 Menilai GCS pasien ukuran pupil normal
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Kesadaran composmentis, GCS
tekanan darah, nadi dan pernafasan 14
 Mengobservasi adanya reflek  TD :120/70 mmHg
muntah  Nadi : 70x/menit
 RR : 20x/menit
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Suhu : 36,7°C
 Mengkaji cara berbicara pasien
 Reflek muntah (-)
 Menganjurkan keluarga untuk  Kesimetrisan wajah (+)
mengajak pasien berkomunikasi  Cara bicara kadang mengerang
untuk meningkatkan kesadaran kadang dapat bicara tidak jelas

A:
Masalah konfusi akut teratasi
sebagian

P:
Intervensi monitor neurologi
dilanjutkan
11

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis  Mengkaji keadaan balutan luka  Keluarga mengatakan pasien
 Menjaga kepatenan balutan luka menghabiskan makanan yang
pada pasien disediakan oleh rumah sakit
 Keluarga mengatakan tidak ada
Manajemen Nutrisi tanda gejala infeksi pada pasien
 Mengkaji asupan nutrisi yang  Keluarga mengatakan kadang
dihabiskan pasien dalam sehari pasien meminta makanan kepada
 Mengkaji porsi diit rumah sakit keluarga dengan membuka
yang dihabiskan pasien mulutnya
 Menganjurkan pada keluarga  Keluarga mengatakan balutan
tentang pemenuhan kebutuhan luka masih rapi
nutrisi
 Menginstruksikan pada keluarga O:
untuk menjaga asupan nutrisi yang  Pasien bedrest
diberikan pada pasien  Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Balutan masih bersih
 Menyediakan diit yang
menyertakan makanan tinggi
A:
kandungan serat untuk mencegah
Masalah gangguan integritas kulit
konstipasi
teratasi sebagian
 Menganjurkan keluarga untuk
mengatur pola makan yaitu ,
menyediakan makanan berprotein
P:
tinggi, menyarankan menggunakan
Intervensi dilanjutkan
bumbu dan rempah-rempah sebagai
 Perawatan ulkus dekubitus
alternatif untuk garam,
 Manajemen nutrisi
menyediakan pengganti gula,
 Pengendalian infeksi
meningkatkan atau menurunkan
kalori, menambah atau mengurangi
vitamin, mineral, atau suplemen
11

Pengendalian Infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
11

keluarga bagaimana menghindari


infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan sudah
untuk latihan melatih pasien sebanyak 3 kali
 Memantau kepatuhan keluarga sehari
dalam melatih pasien  Keluarga mengatakan bahwa
 Menanyakan kepada keluarga pasien sudah mulai bisa
respon pasien saat melakukan menggerakkan anggota tubuhnya
latihan seperti yang dilatih
 Memantau respon individu saat
melaksanakan latihan O:
 Menginstruksikan keluarga untuk  Tanda vital sebelum latihan
melatih pasien minimal 3 kali ɷ TD :120/70 mmHg
sehari ɷ Nadi : 70x/menit
ɷ RR : 20x/menit ɷ
Exercise Therapy: Joint Movement Suhu : 36,7°C
 Mengkaji gerakan yang dapat
dilakukan pasien  Tanda vital sesudah latihan
 Menjelaskan pada keluarga tujuan ɷ TD :120/70 mmHg
dan rencana latihan ɷ Nadi : 75x/menit
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan ɷ RR : 22x/menit ɷ
atau nyeri selama gerakan atau Suhu : 36,7°C
aktivitas
 Menjaga pasien dari trauma selama  Anggota tubuh pasien sudah
latihan mudah digerakkan
 Melatih pasien melakukan ROM  Pasien dapat mengikuti latihan
pasif pada ekstremitas atas dan dengan tenang
11

ekstremitas bawah  Keluarga tampak sudah lebih


paham mengenai gerakan latihan
dari sebelumnya

A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan
 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
11

Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 23 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Konfusi akut b.d cedera kepala Monitor neurologi S:
 Mengkaji ukuran, bentuk,  Keluarga mengatakan pasien
kesimetrisan dan reaksi pupil bicara beberapa kata tetapi
 Mengkaji tingkat kesadaran tidak jelas
 Mengkaji tingkat orientasi
 Menilai GCS pasien O:
 Mengukur tanda-tanda vital: suhu,  Pupil simetris, bentuk dan
tekanan darah, nadi dan pernafasan ukuran pupil normal
 Mengobservasi adanya reflek  Kesadaran composmentis, GCS
muntah 15
 TD :120/70 mmHg
 Mengkaji kesemetrisan wajah
 Nadi : 74x/menit
 Mengkaji cara berbicara pasien
 RR : 20x/menit
 Menganjurkan keluarga untuk  Suhu : 36,8°C
mengajak pasien berkomunikasi  Reflek muntah (-)
untuk meningkatkan kesadaran  Kesimetrisan wajah (+)
 Cara bicara kadang mengerang
kadang dapat bicara beberapa
kata tetapi tidak jelas

A:
Masalah konfusi akut teratasi
sebagian
11

P:
Intervensi monitor neurologi
dilanjutkan

Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:


mekanis  Mengkaji keadaan balutan luka  Keluarga mengatakan pasien
 Menjaga kepatenan balutan luka menghabiskan makanan yang
pada pasien disediakan oleh rumah sakit
 Keluarga mengatakan tidak ada
Manajemen Nutrisi tanda gejala infeksi pada pasien
 Mengkaji asupan nutrisi yang  Keluarga mengatakan kadang
dihabiskan pasien dalam sehari pasien meminta makanan kepada
 Mengkaji porsi diit rumah sakit keluarga dengan membuka
yang dihabiskan pasien mulutnya
 Menganjurkan pada keluarga  Keluarga mengatakan balutan
tentang pemenuhan kebutuhan luka sudah mulai kotor
nutrisi
 Menginstruksikan pada keluarga O:
untuk menjaga asupan nutrisi yang  Pasien bedrest
diberikan pada pasien  Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Balutan luka tampak sedikit kotor
 Menyediakan diit yang
menyertakan makanan tinggi
A:
kandungan serat untuk mencegah
Masalah gangguan integritas kulit
konstipasi
teratasi sebagian
 Menganjurkan keluarga untuk
mengatur pola makan yaitu ,
menyediakan makanan berprotein
P:
tinggi, menyarankan menggunakan
Intervensi dilanjutkan
bumbu dan rempah-rempah sebagai
 Perawatan ulkus dekubitus
alternatif untuk garam,
12

menyediakan pengganti gula,  Manajemen nutrisi


meningkatkan atau menurunkan  Pengendalian infeksi
kalori, menambah atau mengurangi
vitamin, mineral, atau suplemen

Pengendalian Infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
12

 Menanyakan pada keluarga tentang


tanda-tanda dan gejala infeksi yang
ada pada pasien
 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi

Gangguan mobilitas fisik b.d program Promosi Latihan S:


pembatasan gerak  Mengobservasi hambatan pasien  Keluarga mengatakan sudah
untuk latihan melatih pasien 3 kali dalam sehari
 Memantau kepatuhan keluarga  Keluarga mengatakan bahwa
dalam melatih pasien pasien sudah mulai bisa
 Menanyakan kepada keluarga menggerakkan anggota tubuhnya
respon pasien saat melakukan seperti yang dilatih
latihan
 Memantau respon individu saat O:
melaksanakan latihan  Tanda vital sebelum latihan
 Menginstruksikan keluarga untuk ɷ TD :120/70 mmHg
melatih pasien minimal 3 kali ɷ Nadi : 74x/menit
sehari ɷ RR : 20x/menit ɷ
Suhu : 36,8°C
Exercise Therapy: Joint Movement
 Mengkaji gerakan yang dapat  Tanda vital sesudah latihan
dilakukan pasien ɷ TD :120/70 mmHg
 Menjelaskan pada keluarga tujuan ɷ Nadi : 80x/menit
dan rencana latihan ɷ RR : 22x/menit ɷ
 Mengkaji lokasi ketidaknyamanan Suhu : 36,8°C
atau nyeri selama gerakan atau
aktivitas  Anggota tubuh pasien sudah
12

 Menjaga pasien dari trauma selama mudah digerakkan


latihan  Pasien dapat mengikuti latihan
 Melatih pasien melakukan ROM dengan tenang
pasif pada ekstremitas atas dan  Keluarga dapat melakukan latihan
ekstremitas bawah secara mandiri kepada pasien

A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan
 Terapi aktifitas
 Exercise Therapy: Joint
movement
Catatan Perkembangan

Nama : Tn. A Ruang rawat : TC


Diagnisa medis : Cedera Kepala Tanggal : 24 September 2017

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd


Gangguan integritas kulit b.d faktor Perawatan Ulkus Dekubitus S:
mekanis Aktivitas:  Keluarga mengatakan pasien
 Menilai karakteristik ulkus, selalu menghabiskan makanan
termasuk ukuran (Panjang x lebar x yang disediakan oleh rumah sakit
kedalaman), stage (I-IV), lokasi,  Keluarga mengatakan tidak ada
eksudat, granulasi atau jaringan tanda gejala infeksi pada pasien
nekrotis dan epitelisasi
 Mengkaji warna, suhu, edema, O:
kelembaban dan tampilan disekitar  Pasien bedrest
kulit  Terdapat luka pada punggung
 Membersihkan luka dengan bawah
menggunakan cairan NaCl ɷ Ukuran luka 7,5x4 cm tanpa
 Mengeringkan luka yang telah undermining
dibersihkan dengan kassa steril ɷ Kedalaman stage 2
ɷ Tepi luka jelas dan tidak
 Memberikan balutan luka modern
Cutimed Sorbact gel pada luka menyatu dengan dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis, slough
sesuai dengan ukuran luka.
 Menutup balutan dengan kassa mudah dihilangkan
ɷ Luka tidak mengalami nekrosis
steril kering dan diberi hypafix
ɷ Luka memiliki eksudat serous
 Menganjurkan pada keluarga untuk
dengan jumlah sedikit
merubah posisi setiap 1 sampai 2
ɷ Warna kulit disekitar luka pucat

123
12

jam untuk menghindari tekanan ɷ Edema (-)


yang berkepanjangan ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
ɷ 50% jaringan granulasi pada
Manajemen Nutrisi luka
 Mengkaji asupan nutrisi yang ɷ Epitelisasi 25% - 50%
dihabiskan pasien dalam sehari  Skor Bates-Jensen 33
 Mengkaji porsi diit rumah sakit  Tidak ada tanda-tanda infeksi
yang dihabiskan pasien
 Menganjurkan pada keluarga A:
tentang pemenuhan kebutuhan Masalah gangguan integritas kulit
nutrisi teratasi sebagian
 Menginstruksikan pada keluarga
untuk menjaga asupan nutrisi yang
diberikan pada pasien P:
 Menyediakan diit yang Intervensi dilanjutkan
menyertakan makanan tinggi  Perawatan ulkus dekubitus
kandungan serat untuk mencegah  Manajemen nutrisi
konstipasi  Pengendalian infeksi
 Menganjurkan keluarga untuk
mengatur pola makan yaitu ,
menyediakan makanan berprotein
tinggi, menyarankan menggunakan
bumbu dan rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam,
menyediakan pengganti gula,
meningkatkan atau menurunkan
kalori, menambah atau mengurangi
vitamin, mineral, atau suplemen
12

Pengendalian Infeksi
 Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan pada pasien
 Mengkaji kembali pengetahuan
keluarga tentang cara mencuci
tangan dengan teknik yang tepat
 Menginstruksikan keluarga untuk
menggunakan handrub yang
tersedia diruangan
 Mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menganjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan perawatan
pasien
 Menggunakan sarung tangan
sebagai pencegahan yang universal
 Menggunakan pakaian atau gaun
saat membersihkan luka pasien
 Menggunakan sarung tangan steril
pada saat perawatan luka
 Memberikan terapi antibiotik:
ceftriaxone
 Menanyakan pada keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi yang
12

ada pada pasien


 Mengajarkan pada anggota
keluarga bagaimana menghindari
infeksi
B. Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Aplikasi Balutan Luka Modern

Cutimed Sorbact Gel

1. Persiapan

Persiapan penerapan EBN dilakukan dengan menjelaskan EBN aplikasi

balutan luka modern Cutimed Sorbact gel pada keluarga pasien serta kepala

ruangan yang mengalami luka tekan di ruangan trauma centre RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada tanggal 15 September 2017.

Pada persiapan alat yang digunakan adalah lembar penilaian luka, Bates-

Jensen Wound Assessment Tool, alat tulis, set dressing steril, handscoon

steril, handscoon bersih, kassa Steril, cairan NaCl 0,9%, Cutimed Sorbact

Gel, nierbeken, hypafix, gunting serta plastik hitam dan kuning.

Penerapan EBN dilakukan pada pasien cedera kepala yang mengalami

ulkus dekubitus. Sebelum melakukan persiapan pasien, prosedur penerapan

EBN yang dilakukan dijelaskan kepada keluarga.

2. Pelaksanaan

Penerapan EBN dilaksanakan 9 hari dimulai pada tanggal 15 September

2017 sampai 23 September 2017. Keluarga pasien diberi penjelasan

mengenai penyakit yang dialami pasien dan penerapan EBN yang akan

diberikan. Sebelum mengaplikasikan dressing Cutimed Sorbact gel, balutan

luka kotor dibuka terlebih dahulu dan dilakukan pengkajian pada luka

menggunakan Bates-Jensen Wound Assessment Tool. Pengkajian luka

dilakukan dengan mendeskripsikan karakteristik luka, termasuk ukuran

(Panjang x lebar x kedalaman), stage (I-IV), tepi luka, lokasi, undermining,

tipe jaringan nekrotik, jumlah jaringan nekrotik, tipe eksudat, jumlah eksudat,

127
12

warna kulit disekitar luka, jaringan edema, pengerasan jaringan tepi,

granulasi dan epitelisasi (Bates & Sussman, 1998). Setelah pengkajian, luka

dibersihkan dengan kassa lembab menggunakan cairan NaCl 0,9%. Luka

dikeringkan dengan kassa steril dan diberikan balutan luka modern Cutimed

Sorbact gel dan ditutup kembali menggunakan kassa steril dan hypafix.

3. Evaluasi

Setelah pengaplikasian balutan luka modern Cutimed Sorbact gel pada

pasien, luka tekan pada pasien yang awalnya mengalami nekrosis tanpa

adanya granulasi dan epitelisasi setelah diberikan intervensi nekrosis pada

luka sudah tidak ada dan tampak adanya granulasi serta epitelisasi pada luka.

(a) (b)

Gambar 3.2 (a) Luka pada hari pertama sebelum pemberian balutan, (b)

Luka pada hari ke-10 setelah 3 kali pemberian balutan


12

Grafik 3.1 Skor Bates-Jensen pada Pasien Intervensi dan Pasien Kontrol

Pada grafik diatas menunjukkan adanya perbaikan luka dari pasien yang

diberikan balutan Cutimed Sorbact Gel maupun pasien yang menggunakan

kassa lembab dengan cairan NaCl. Namun, pada pasien yang diberikan

balutan Cutimed Sorbact Gel didapatkan perubahan kondisi luka yang lebih

cepat yaitu selama 10 hari intervensi dari skor 43 turun menjadi 33.

Sedangkan pada pasien yang menggunakan kassa lembab dengan cairan

NaCl selama 10 hari observasi dari skor 40 turun menjadi 36.

Pada hasil pengkajian luka juga terdapat penurunan skor akhir yang

berarti luka mulai teratasi.

Tabel 3.6 Hasil perkembangan pengkajian luka

Skor Bates-Jensen

15 Sept 2017 18 Sept 2017 21 Sept 2017 24 Sept 2017

43 39 35 33
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

1. Pengkajian

Seorang pasien laki-laki, Tn.A (15 tahun) masuk melalui IGD RSUP DR.

M. Djamil pada tanggal 25 Agustus 2017 pukul 03.40 WIB. Tn.A adalah

pasien rujukan dari RSUD Muhammad Zein Painan. Menurut keluarga,

pasien sedang mengendarai sepeda motor, kemudian bertabrakan dengan

sepeda motor lain di Painan pada tanggal 24 Agustus 2017 pukul 20.00 WIB.

Pasien tidak menggunakan helm dan mekanisme jatuh tidak diketahui.

Keadaan umum pasien buruk dengan GCS 6. Pada pasien ditemukan luka

terbuka dan luka lecet pada tungkai bawah kiri.

Pasien mengalami cedera kepala dan ICH. Cedera kepala merupakan

penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik yang

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60 % kematian yang disebabkan

kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera kepala) (Ginsberg, 2005).

Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak

akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera

dan menyebabkan peningkatan TIK (Smeltzer & Bare, 2008).

Berdasarkan pengkajian, pasien mengalami cedera kepala disebabkan

karena kecelakaan kendaraan bermotor dan tidak menggunakan helm.

Menurut laporan WHO, ada 1,25 juta kematian lalu lintas di seluruh dunia

setiap tahunnya, dengan jutaan lainnya menderita luka serius dan hidup

130
13

dengan konsekuensi kesehatan jangka panjang yang merugikan. Secara global,

kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama kematian di kalangan anak

muda, dan penyebab utama kematian di antara mereka yang berusia 15-29

tahun. Hampir setengah dari semua kematian di jalan-jalan di dunia termasuk

di antara mereka yang paling tidak memiliki pengaman pada pengendara

sepeda motor, pengendara sepeda dan pejalan kaki. Persentase jenis kelamin

laki-laki lebih tinggi mengalami cedera kepala dibanding dengan perempuan

(Awaloei dkk, 2016; WHO, 2015).

Setelah mendapat perawatan di IGD, Tn.A masuk ke ROI untuk

menerima perawatan lebih lanjut. Selama perawatan di ROI pasien masih

mengalami cedera kepala berat dengan penurunan kesadaran. Berdasarkan

pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15 September 2017 terdapat ulkus

dekubitus pada punggung bawah pasien. Keluarga mengatakan bahwa luka

yang dialami oleh pasien bukan disebabkan karena kecelakaan motor.

Ulkus dekubitus merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi

pasien yang harus dirawat lama di ruang Intesive Care Unit (ICU) dengan

keterbatasan aktifitas. Saat ini ulkus dekubitus telah menjadi fokus perhatian

di dunia kesehatan karena ulkus dekubitus dapat meningkatkan biaya dan

lama perawatan di rumah sakit serta memperlambat program rehabilitasi bagi

pasien (Cooper, 2013).

Ulkus dekubitus yang didapatkan pada pasien berada punggung bawah.

Ulkus dekubitus merupakan luka lokal pada kulit atau jaringan di bawahnya

yang paling sering terjadi pada tulang belakang dan dapat disebabkan oleh
13

kombinasi tekanan, kekuatan geseran atau gesekan. Ulkus dekubitus sering

terjadi pada tulang belakang, dan lokasi rentan terjadinya ulkus dekubitus

yang paling umum termasuk sakrum, tulang ekor, tumit dan telinga.

Kompresi jaringan lunak pada tulang belakang menyebabkan iskemia

jaringan pada kulit, otot dan fasia di daerah terkompresi antara permukaan

kulit dan tulang (NPUAP, 2011).

Keadaan luka pasien berada pada stage 2, telah mengalami nekrosis dan

bereksudat. Menurut NPUAP (2009) stage 2 merupakan hilangnya ketebalan

sebagian dermis memperlihatkan ulkus terbuka dangkal dengan dasar luka

merah muda, tanpa terkelupas. Selain itu dapat pula nampak sebagai lepuhan

serum dengan atau utuh atau terbuka atau pecah. Tampak sebagai ulkus

dangkal mengkilap atau kering tanpa mengelupaskan atau memar. Biasanya

terdapat gambaran dermatitis perineal, maserasi atau memar dan

menunjukkan cidera jaringan yang dicurigai dalam.

Saat ini pasien masih mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 11.

Markam (2009) mengatakan bahwa pada pasien cedera kepala cenderung

mengalami penurunan kesadaran. Benturan akan mengakibatkan getaran yang

terjadi pada kepala sehingga terjadi Galia Aponeurotika dan banyaknya

energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh

darah robek.

Dari hasil pemeriksaan CT Scan juga ditemukan adanya intraserebral

hematom. Perdarahan intraserebral disebabkan oleh perdarahan di dalam

jaringan otak itu sendiri. ICH paling sering disebabkan oleh hipertensi,
13

malformasi arteriovenosa, atau trauma kepala. Pengobatan berfokus pada

menghentikan pendarahan, mengeluarkan bekuan darah (hematoma), dan

mengurangi tekanan pada otak. Arteri kecil membawa darah ke daerah yang

jauh di dalam otak. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan arteri-arteri ini

pecah, melepaskan darah ke jaringan otak. Darah mengumpulkan dan

membentuk bekuan darah, disebut hematoma, yang tumbuh dan

menyebabkan tekanan pada jaringan otak yang melingkupinya. Tekanan

intrakranial yang meningkat membuat seseorang bingung dan lesu. Saat darah

menumpuk ke otak, area yang disuplai oleh arteri sekarang telah kekurangan

darah yang mengandung oksigen. Saat sel darah mengalami pembekuan,

toksin dilepaskan yang selanjutnya merusak sel otak di sekitar daerah

hematoma (Zucarello, 2016).

Pada pasien juga terdiagnosa kontusio cerebri dan ditemukan adanya

gangguan kemampuan berbicara. Menurut Stillwell (2012) kontusio adalah

cedera memar pada kulit kepala dengan kemungkinan efusi darah ke dalam

ruang subkutan tanpa ditemukannya robekan kulit. Memar pada otak disertai

hemoragi perivaskular, penurunan kesadaran, gangguan kemampuan

berbicara, gangguan sensorik atau motorik, yang bergantung pada lokasi yang

terkena.

2. Diagnosa - Evaluasi Keperawatan

Berdasarkan pengumpulan data dalam pengkajian yang dilakukan maka

ada beberapa masalah keperawatan yang dapat diangkatkan pada Tn.A yaitu :

konfusi akut, gangguan integritas kulit, dan gangguan mobilitas fisik. Untuk
13

menyelesaikan permasalahan pada Tn.A dengan cedera kepala telah

dilakukan proses keperawatan berdasarkan setiap tahapannya yaitu,

pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, merencanakan asuhan

keperawatan, implementasi dan evaluasi proses keperawatan. Penetapan

diagnosa keperawatan dilakukan berdasarkan karakteristik NANDA dan

rencana asuhan keperawatan dibuat berdasarkan NOC dan NIC (Herdman &

Kamitsuru, 2014). Intervensi yang direncanakan mengacu pada pengkajian

yang telah didapatkan dan dirumuskan berdasarkan NIC.

a. Konfusi akut berhubungan dengan cedera kepala

Diagnosa keperawatan ini merupakan gangguan kesadaran, perhatian,

kognisi, dan persepsi reversibel secara tiba-tiba yang berkembang dalam

waktu singkat. Hal ini merupakan ditandai adanya agitasi, perubahan dalam

fungsi kognitif, perubahan tingkat kesadaran dan kegelisahan. Kondisi klinis

yang mencakup pada diagnosis ini adalah cedera kepala (Herdman &

Kamitsuru, 2014).

Intervensi yang direncanakan berdasarkan NIC adalah monitor

neurologi dengan tujuannya untuk mengumpulkan dan menganalisa data

pasien untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi saraf (Bulecheck,

2008). Diagnosis ini ditandai sesuai dengan faktor resiko yang menjadi

penyebabnya.

Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak mengalami trauma

kepala. Kesadaran pasien somnolen dengan nilai GCS 11. Bentuk pupil
13

simetris dengan ukuran 2mm/2mm. Tidak ada reflek muntah ditemukan pada

pasien, wajah simetris dan cara bicara masih seperti mengerang.

Implementasi yang dilakukan pada pasien adalah mengkaji ukuran,

bentuk, kesimetrisan dan reaksi pupil, mengkaji tingkat kesadaran, mengkaji

tingkat orientasi, menilai GCS pasien, mengukur tanda-tanda vital: suhu,

tekanan darah, nadi dan pernafasan, mengobservasi adanya reflek muntah,

mengkaji kesemetrisan wajah dan mengkaji cara berbicara pasien.

Pada evaluasi akhir tanggal 23 September 2017 didapatkan bahwa

pupil simetris, bentuk dan ukuran pupil normal, kesadaran composmentis

GCS 15. Hal ini menunjukkan tidak adanya perburukan keadaan pada pasien

yang memiliki riwayat cedera kepala dan ICH. Reflek muntah tidak ada,

wajah simetris, cara bicara kadang mengerang kadang dapat bicara beberapa

kata tetapi tidak jelas. Dan dari pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam

batas normal (TD :120/70 mmHg; Nadi : 74x/menit; RR : 20x/menit; dan

Suhu : 36,8°C)

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis

Diagnosa keperawatan ini merupakan kerusakan pada kulit

(dermis/epidermis). Diagnosis ini ditandai dengan adanya perubahan dalam

integritas kulit dan adanya materi asing yang menusuk kulit (Herdman &

Kamitsuru, 2014).

Gangguan integritas jaringan yang dialami pasien karena tidak

melakukan pasien mengalami gangguan mobilisasi karena penurunan

kesadaran. Keluarga mengatakan sebelum pasien dirawat di ruang trauma


13

centre, pasien mendapat perawatan di ROI (sama dengan perawatan di ICU)

dan ruang HCU Bedah. Keluarga mengatakan luka pada punggung bawah

pasien tidak ada pasca terjadinya kecelakaan. Keluarga mengaku bahwa luka

baru tampak ketika pasien dipindahkan ke ruang HCU Bedah.

Pasien yang dirawat di ICU adalah yang paling tidak beruntung ketika

datang dalam keadaan kulit utuh dan berada di ICU sejak hari pertama

perawatan (Keller et al, 2002; Pokorny et al, 2003). Pasien yang sakit kritis

dapat dibius, menerima ventilasi mekanis, dan berada di tempat tidur dalam

periode yang lama. Tekanan berkepanjangan pada daerah-daerah dimana

adanya tulang yang menonjol menjadi predisposisi pada pasien untuk

terjadinya ulkus dekubitus (Keller et al, 2002). Karena ketidakmampuan

pasien kritis untuk mengubah posisinya secara mandiri, perawat harus

memposisikan pasien di tempat tidur. Jika dilakukan dengan cara yang salah,

reposisi dapat menyebabkan gesekan dan lecet, yang menyebabkan ulkus

dekubitus (Estilo et al, 2012).

Balutan luka adalah komponen utama dalam perawatan ulkus

dekubitus. Pemilihan dressing harus didasarkan pada jaringan ulkus

dekubitus, kondisi kulit di sekitar ulkus dekubitus, dan sasaran orang dengan

ulkus dekubitus. Pada ulkus dekubitus yang bersih dan bergranulasi perlu

dijaga kelembaban pada ulkus untuk meningkatkan penyembuhan atau

penutupan pada luka. Ada beberapa jenis dressing lembab dan retentif.

Namun, jenis dressing bisa berubah seiring waktu karena luka sembuh atau

memburuk. Salah satu jenis dressing yang dapat digunakan adalah balutan
13

hidrogel. Penggunaan balutan ini dapat digunakan pada ulkus dekubitus yang

dangkal dan minimal, perawatan ulkus dekubitus yang kering karena gel

dapat melembabkan luka, ulkus dekubitus tanpa kedalaman atau dengan

kedalaman serta pada ulkus dekubitus yang tidak terinfeksi dan granulasi

(EPUAP-NPUAP, 2009).

Berdasarkan penelitian Pangesti (2013) balutan hidrogel yang

digunakan adalah Cutimed Sorbact Gel dan Cutimed Gel. Awalnya balutan

yang digunakan adalah perpaduan antara Cutimed Sorbact dan Cutimed Gel.

Akan tetapi tidak terdapat perkembangan pada kondisi luka. Kemudian

balutan yang digunakan diganti menjadi Cutimed Sorbact Gel, dan hasilnya

luka tampak menunjukkan perkembangan. Prinsip kerja balutan Cutimed

Sorbact adalah mengikat mikroorganisme hidrofobik sehingga menurunkan

jumlah mikroba berbahaya secara langsung, mengikat toksin bakteri sehingga

mengurangi jumlah kerusakan jaringan pada luka, meninggalkan

mikroorganisme non-hidrofobik untuk meningkatkan penyembuhan luka,

mengikat bakteri secara ireversibel sehingga mencegah bakteri menyebar

pada area luka lain saat balutan bergeser atau diganti, bersifat anti alergi

sehingga aman digunakan pada bayi, anak-anak, dan perawat, memiliki

kemampuan mengikat yang optimal pada lingkungan luka yang lembab dan

tidak menyebabkan resistensi pada bakteri (Powell, 2009).

Pada penelitian Ali (2013) juga dijelaskan bahwa penggunaan balutan

modern lebih efektif dalam menangani luka yang memiliki eksudat daripada

standard dressing. Jenis balutan yang digunakan pada penelitian ini adalah
13

Cutimed Sorbact. Cutimed Sorbact adalah dressing yang efektif untuk

penurunan ukuran luka, pengurangan eksudat, dan perbaikan tanda klinis

infeksi. Pada hasil akhir terdapat peningkatan jumlah granulasi jaringan

dengan penyembuhan luka membaik.

Pada pasien didapatkan dalam keadaan gangguan mobilitas. Terdapat

ulkus dekubitus pada punggung bawah dengan ukuran luka 8,5x4 cm, tepi

luka jelas dan tidak menyatu dengan dasar luka, stage 3, undermining tidak

ada, jaringan nekrosis lengket berbatas tegas, keras dan ada black eschar,

jumlah jaringan nekrosis 25-50%, tipe eksudat purulent, jumlah eksudat

sedang, warna disekitar luka merah gelap atau abu-abu, jaringan edema tidak

ada, pengerasan < 2 cm disebagian kecil sekitar luka, tidak ada jaringan

granulasi dan epitelisasi < 25%.

Intervensi yang direncanakan berdasarkan NIC adalah perawatan

ulkus dekubitus yang bertujuan untuk memfasilitasi dalam penyembuhan

ulkus dekubitus, manajemen nutrisi yang berarti menyediakan dan

mempromosikan asupan gizi yang seimbang, dan pengendalian infeksi,

dengan tujuannya meminimalkan akuisisi dan transmisi agen infeksi

(Bulecheck, 2008).

Perawatan ulkus dekubitus yang dilakukan adalah aplikasi jenis

dressing yang mengandung hidrogel. Salah satu balutan tersebut adalah

Cutimed Sorbact gel. Tindakan yang dilakukan terlebih dahulu adalah

menilai karakteristik ulkus, termasuk ukuran (panjang x lebar x kedalaman),

stage (I-IV), lokasi, eksudat, granulasi atau jaringan nekrotis dan epitelisasi,
13

selanjutnya warna, suhu, edema, kelembaban dan tampilan disekitar kulit.

Setelah pengkajian pada luka selesai, luka dibersihkan dengan menggunakan

cairan NaCl lalu dikeringkan dengan menggunakan kassa steril. Pada luka

tersebut diberikan dressing Cutimed Sorbact gel sesuai dengan ukuran luka

yang nantinya ditutup balutan dengan kassa steril kering dan diberi hypafix

(Pangesti, 2013).

Balutan ini efektif pada penyembuhan luka ini. Cutimed Sorbact Gel

yang mengandung hidrogel mengurangi beban bakteri dengan metode

Sorbact yang diuji dan terbukti sambil memberikan kondisi luka lembab.

Bakteri dan jamur luka terikat dengan cepat oleh balutan. Cutimed Sorbact

Gel membersihkan luka dari jaringan slough dan nekrotik dan meningkatkan

penyembuhan luka (BSN Medical, 2013).

Penggunaan balutan ini selama 9 hari pada pasien menimbulkan

perbaikan pada keadaan luka. Aplikasi pada balutan ini telah dilakukan

perbandingan pada pasien yang menggunakan balutan kassa steril lembab

dengan cairan NaCl. Pada pasien yang diberi balutan Cutimed Sorbact gel

kondisi luka yang sebelumnya mengalami nekrosis dalam 9 hari mengalami

tanda-tanda penyembuhan seperti hilangnya jaringan nekrotik, luka

mengalami granulasi dan epitelisasi. Sedangkan pada pasien yang

menggunakan balutan kassa lembab dengan cairan NaCl selama 9 hari

observasi, eksudat yang telah lengket dan mengeras tidak mengalami

perubahan secara signifikan. Eksudat pada luka melunak ketika dibersihkan


14

setelah beberapa hari, tetapi eksudat masih tetap melekat pada luka. Granulasi

dan epitelisasi tidak tampak pada luka selama observasi 9 hari.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ali (2013) yang

melakukan penelitian penggunaan balutan Cutimed Sorbact pada ulkus kaki

diabetik. Hasil yang didapatkan intervensi yang digunakan dalam studi

tersebut menyebabkan perbaikan signifikan pada kondisi ulkus kaki diabetik

pada kelompok studi dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian ini

kelompok kontrol yang digunakan adalah kelompok yang menggunakan

standard dressing. Pada kelompok studi menerapan dressing Cutimed

Sorbact diawali dengan mengangkat balutan kotor; irigasi dari tempat tidur

dengan sterile saline; dan penerapan dressing Cutimed Sorbact ke permukaan

luka. Dressing diberikan hingga menutupi daerah luka lalu dipotong menurut

berdasarkan ukuran luka. Sedangkan pada kelompok kontrol, luka pertama

kali dibersihkan dengan normal saline lalu ditutup dengan kassa yang telah

direndam dengan povidone. Prosedur kedua kelompok dilakukan selama 20-

30 menit sebanyak 3 hari seminggu.

Pada evaluasi didapatkan pada hari pertama luka tampak memiliki

nekrotik dan tidak ada granulasi serta epitelisasi pada luka. Setelah pemberian

balutan selama 3 hari pertama yaitu pada hari ke-4 ukuran luka berkurang 1

cm, jaringan nekrotik berkurang dan mulai tampak granulasi pada luka. Pada

hari ke-7 jaringan nekrotik menghilang, tampak sebagian eksudat yang

menutupi granulasi pada luka, granulasi semakin meningkat dan epitelisasi

mulai tampak. Pada hari ke-10 dilakukan pemberian balutan terakhir untuk
14

melihat hasil dari pemberian balutan pada hari ke-7, eksudat sudah mulai

berkurang, granulasi semakin meningkat dan mulai terjadi epitelisasi.

Dari hasil evaluasi diatas didapatkan bahwa penyembuhan pada ulkus

dekubitus terjadi secara signifikan pada pasien. Hal ini dapat disebabkan

karena balutan Cutimed Sorbact gel terdiri dari balutan Cutimed Sorbact yang

dilapisi dengan amorphous hydrogel. Balutan Cutimed Sorbact dilapisi

dialkylcarbamoylchloride (DACC), yang memberikan sifat balutan

hidrofobik. Interaksi hidrofobik ini menarik bakteri dan mengikatnya secara

ireversibel ke serat balutan. Formulasi gel dari dressing ini sangat ideal untuk

memberi kelembaban pada luka kering. Lingkungan yang lembab juga

memfasilitasi pergerakan bakteri ke dalam balutan, di mana ia menjadi terikat

secara ireversibel (Pirie et al, 2009).

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan

gerak

Gangguan mobilitas fisik adalah Pembatasan dalam kemandirian, yang

bertujuan untuk membatasi gerakan fisik tubuh atau satu ekstermitas maupun

lebih. Kerusakan mobilitas fisik bisa dikarenakan menurunnya kemampuan

kognitif pada pasien (Herdman & Kamitsuru, 2014).

Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara

penyakit neurologik yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60 %

kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera

kepala) (Ginsberg, 2005). Pasien cedera kepala cenderung mengalami

penurunan kesadaran. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan pasien kritis


14

untuk mobilisasi secara mandiri, perawat harus memposisikan pasien di

tempat tidur (Estilo et al, 2012; Markam, 2009).

Pasien yang bedrest perlu dilakukan latihan pada sendi agar tidak kaku.

Intervensi yang direncanakan berdasarkan NIC adalah promosi latihan

dengan tujuan untuk mempertahankan atau memajukan kebugaran dan

kesehatan ke tingkat yang lebih tinggi dan exercise therapy: joint mobility

dengan tujuan untuk gerakan tubuh aktif atau pasif dalam mempertahankan

atau mengembalikan fleksibilitas sendi (Bulecheck, 2008).

Durstine et al., (2000) dalam Brown (2006), mengatakan ada tiga

tujuan utama latihan, khususnya bagi wanita yang mengalami

ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik, yaitu memulihkan

kondisi dari bedrest atau keterbatasan aktivitas, mengoptimalkan fungsi fisik

dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Implementasi yang dilakukan pada kasus ini adalah promosi latihan

dan exercise therapy: joint mobility dengan teknik ROM. Latihan gerak sendi

dilakukan pada seluruh ekstremitas. Range of Motion (ROM) adalah latihan

yang digunakan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat

kesempurnaan kemampuan untuk menggerakkan persendian secara normal

dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,

2005). Sedangkan ROM pasif yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien

dengan bantuan dari orang lain, perawat, ataupun alat bantu setiap kali

melakukan gerakan (Suratun, 2008).


14

Menurut Guyton (2007), mekanisme kontraksi dapat meningkatkan

otot polos pada ekstremitas. Latihan ROM pasif dapat menimbulkan

rangsangan sehingga meningkatkan aktivasi dari kimiawi neuromuskuler dan

muskuler. Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan

rangsangan pada serat syaraf otot ekstremitas terutama saraf parasimpatis

yang merangsang untuk produksi asetikolin, sehingga mengakibatkan

kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos ekstremitas akan

meningkatkan metabolisme pada metakondria untuk menghasilkan ATP yang

dimanfaatkan oleh otot polos ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan

meningkatkan tonus otot polos ekstremitas.

Pada evaluasi akhir tanggal 23 September 2017 didapatkan bahwa

setelah dilakukan implementasi selama 9 hari, pasien mampu melakukan

beberapa gerakan secara mandiri. Keluarga juga sudah mulai rutin untuk

membantu pasien dalam melaksanakan latihan sesuai dengan yang

diinstruksikan.

Berdasarkan Ananda (2016) bahwa sesorang yang sudah kurang aktif

bergerak, akan terjadi penurunan pada kelenturan kekuatan otot dan daya

tahan tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulliya, dkk (2007) untuk

meningkatkan fleksibilitas sendi lutut yang memiliki keterbatasan gerak,

latihan ROM harus dilakukan 5 kali dalam seminggu minimal selama 3

minggu secara berturut-turut, dengan pengulangan gerakan sebanyak 7 kali

untuk setiap gerakan. ROM menjadi salah satu intervensi keperawatan yang

diberikan pada pasien gangguan mobilisasi fisik baik karena bedrest yang
14

lamaatau adanyagangguan pada saraf pusat (Doenges, Moorhouse, & Geissler,

2002).

B. Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Aplikasi Dressing Cutimed

Sorbact Gel

Asuhan keperawatan yang diterapkan pada kasus ini dengan

menerapkan EBN aplikasi dressing Cutimed Sorbact Gel pada pasien cedera

kepala yang mengalami ulkus dekubitus. Cedera kepala yaitu adanya

deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang

tengkorak, percepatan adan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang

merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada

percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan

pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan

pencegahan (Rendy & Margareth, 2012). Cedera kepala pada pengguna

kendaraan bermotor terjadi karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya

kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007).

Pasien cedera kepala memungkinkan terjadinya ketidakmampuan

dalam beraktivitas sehingga mengalami gangguan mobilisasi dan terjadinya

perubahan bahkan kerusakan neurologi berat. Ketidakmampuan pasien cedera

kepala dengan gangguan mobilisasi membuat pasien hanya berbaring saja

tanpa mampu untuk mengubah posisi. Efek dari gangguan mobilisasi akan

mempengaruhi pada kondisi psikologis dan fisiologis pasien. Salah satu

pengaruh secara fisiologis adalah perubahan sistem integument seperti

terjadinya ulkus dekubitus (Hidayat & Uliyah, 2013).


14

Ulkus dekubitus didefinisikan sebagai luka lokal pada kulit dan / atau

jaringan di bawahnya yang biasanya terlalu menonjol, akibat tekanan, atau

kombinasi antara tekanan dan gesekan (EPUAP-NPUAP, 2009). Dekubitus

adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan

menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu

area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah

setempat. Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah

serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas

(Rendy & Margareth, 2012).

Pemberian asuhan keperawatan berbasis EBNP pada kasus ini adalah

aplikasi dressing Cutimed Sorbact Gel pada pasien cedera kepala yang

memiliki ulkus dekubitus. Prosedur pelaksanaan dilakukan pada pasien yang

mengalami ulkus dekubitus dengan eksudat. Aplikasi balutan ini dilakukan

selama 9 hari sebnayak 3 kali. Sebelum tindakan keluarga pasien sudah

diberitahukan tentang tindakan yang akan dilakukan.

Sebelum aplikasi dressing Cutimed Sorbact Gel yang dilakukan,

keluarga diberi penjelasan mengenai penyakit yang dialami pasien dan

penerapan EBN yang akan diberikan. Setelah edukasi diberikan, pemberian

dressing dimulai dengan membuka balutan luka kotor terlebih dahulu dan

dilakukan pengkajian pada luka menggunakan Bates-Jensen Wound

Assessment Tool. Pengkajian luka dilakukan dengan mendeskripsikan

karakteristik luka, termasuk ukuran (Panjang x lebar x kedalaman), stage (I-

IV), lokasi, eksudat, granulasi atau jaringan nekrotis dan epitelisasi. Setelah
14

pengkajian, luka dibersihkan dengan kassa lembab menggunakan cairan NaCl

0,9%. Luka dikeringkan dengan kassa steril dan diberikan dressing Cutimed

Sorbact gel dan ditutup kembali menggunakan kassa steril dan hypafix.

Evaluasi dilakukan pada hari ke-4 dengan mengkaji kembali keadaan luka pasien menggunakan Ba
Penerapan EBN dengan aplikasi dressing Cutimed Sorbact Gel pada pasien cedera kepala yang me
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Manajemen Asuhan Keperawatan

Setelah 9 hari perawatan, maka disimpulkan masalah

keperawatan pada Tn.A (15 tahun) dengan diagnosa cedera kepala

sedang adalah:

a. Konfusi akut berhubungan dengan cedera kepala, dimana masalah

konfusi akut teratasi sebagian, dimana kesadaran pasien mengalami

peningkatan dari GCS 11 (somnolen) menjadi GCS 15 (composmentis)

tetapi pasien masih mengalami kesulitan dalam berbicara.

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis,

masalah teratasi sebagian dengan keadaan luka yang mengalami

perbaikan secara signifikannya. Pengkajian luka menggunakan Bates-

Jensen Wound Assessment Tool dari skor 43 sampai skor 33

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan

gerak, masalah teratasi sebagian dengan anggota gerak pasien lebih

mudah untuk dilatih dan pasien dapat melakukan terapi latihan

didampingi oleh keluarga.

2. Evidence Based Nursing Practice (EBNP)

Penerapan EBN yang dilakukan dengan aplikasi dressing

Cutimed Sorbact gel pada pasien cedera kepala sedang yang mengalami

ulkus dekubitus yang dilakukan pada tanggal 15-24 September 2017.

147
148

Dari hasil evaluasi terdapat perbaikan keadaan luka pada pengukuran

dengan Bates-Jensen Wound Assessment Tool.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi menjadi referensi bagi

pengembangan keilmuan Keperawatan Medikal Bedah II dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang memiliki ulkus

dekubitus.

2. Bagi Rumah Sakit

Penulisan ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi

rumah sakit dalam pengadaan balutan luka modern untuk mempercepat

penyembuhan luka yang memiliki eksudat khususnya pada pasien ulkus

dekubitus.

3. Bagi Perawat

Diharapkan penulisan ini dapat menjadi acuan bagi ruangan agar

dapat meningkatkan manajemen asuhan keperawatan dengan penerapan

dressing Cutimed Sorbact Gel pada pasien yang mengalami ulkus

dekubitus.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H.S. (2013). Effectiveness of the use of Cutimed Sorbact versus standard dressing
by nurses in diabetic foot ulcer. Life Sci. J 2013;10(2):1083-1091]. (ISSN:
1097-8135).

Ananda, I.P. (2016). Pengaruh Range of Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot
pada Lansia Bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Andika, S. (2011). Upaya Perawat Untuk Mencegah Terjadinya Luka Dekubitus


Dalam Persepsi Pasien Yang Mengalami Trauma Orthopedi Di Ruangan
Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Medan:
Fakultas Keperawatan USU

Awaloei, A.C., Mallo, N.T.S., & Tomuka, D. (2016). Gambaran Cedera Kepala yang
Menyebabkan Kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr.
R. D. Kandou Periode Juni 2015 - Juli 2016. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4,
Nomor 2

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI

Baheram, L. (2007). Cedera Kepala pada Pejalan Kaki dalam Kecelakaan Lalu
Lintas yang Fatal. Majalah Kedokteran Bandung. 26(2): 52-54. Bandung

Bates-Jensen, B.M, dan C. Sussman. (1998). Wound care: a collaborative practice


manual for physical therapists and nurses. Maryland: An Aspen Publication.

Brown, W.R., Langlois, J.A., Thomas, K.E., Xi, Y.L. (2006). Incidence of Traumatic
Brain Injury in United States, 2003. J Head Trauma Rehabil, 21(6):544-8

BSN Medical. (2013). Cutimed sorbact gel. Diakses pada 07 Juli 2017 melalui
http://www.bsnmedical.co.uk/en/products/wound-care-vascular/category-
product-search/advanced-wound-care/infection-management/cutimedr-sorbactr-
gel.html

Bulechek G, dkk. (2008). Nursing Interventions Clarification (NIC) Fifth Edition. St.
Louis, Missouri: Elsevier

149
15

Chou R, Dana T, Bougatsos C, Blazina I, Starmer AJ, Reitel K, et al. (2013). Pressure
ulcer risk assessment and prevention: a systematic comparative effectiveness
review. Ann Intern Med 159: 28–38

Chou C-L, Lee W-R, Yeh C-C, Shih C-C, Chen T-L, Liao C-C. (2015). Adverse
Outcomes after Major Surgery in Patients with Pressure Ulcer: A Nationwide
Population-Based Retrospective Cohort Study. PLoS ONE 10(5): e0127731.
doi:10.1371/ journal.pone.0127731

Cooper, K. L. (2013). Evidence-based prevention of pressure ulcers in the intensive


care unit. Critical Care Nurse, 33(6), 57–66. doi:10.4037/ccn2013985

Diane, C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah,Brunner and Suddarth. Jakarta : EGC

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2002). Nursing Care Plane:
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Philadelphia:
F.A Davis Company

Estilo, M.E.L et al. (2012). Pressure Ulcers in the Intensive Care Unit: New
Perspectives on an Old Problem. Critical Care Nurse Vol 32, No. 3, June
2012;32 65-70 10.4037/ccn2012637

European Pressure Ulcer Advisory Panel and National Pressure Ulcer Advisory Panel.
Prevention and treatment of pressure ulcers: quick reference guide.
Washington DC: National Pressure Ulcer Advisory Panel; 2009

Ginsberg, L. (2005). Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga

Ginsberg, L. (2008). Neurologi edisi ke-8. Jakarta: Erlangga

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:


Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Hidayat, A.A.A & Uliyah, M. (2013). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC

Huda, N. H. (2012). Pengaruh Posisi Miring Untuk Mengurangi Luka Tekan Pada
Pasien Dengan Gangguan Persyarafan. Jurnal Keperawatan STIKes Hang
Tuah Surabaya. Vol.3 No.2. April 2012
15

Japardi, I. (2002). Penatalaksanaan Cedera Kepala Akut. Medan: Fakultas


Kedokteran Bagian Bedah USU

Keller BP, Wille J, van Ramshorst B, van der Werken C. (2002). Pressure ulcers in
intensive care patients: a review of risks and prevention. Intensive Care
Med. ;28:1379-1388.

Kelly DF, Doberstein C, Becker DP. General Principles of Head Injury Management.
In: Narajan RK, Wilberger JE, Povlishok JT, editors. Neurotrauma. New York,
NY: McGraw-Hill; 1996

Köse, Ipek; Yesil, Pinar, PhD; Öztunç, Gürsel, PhD; Eskimez, Zehra, PhD. (2016).
Knowledge of Nurses Working in Intensive Care Units in Relation to
Preventive Interventions for Pressure Ulcer. International Journal of Caring
Sciences, Nicosia: 677-686

Kossman MCM. Inflamatory Response Traumatic Brain Injury: An Overview for The
New Millennium, In: Rothwell N, Lodddick S, Immune and Inflammatory
Responses in the Nervous System, Oxford University Press, 2002; 106-26

Krisanty, P., dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TIM

Lyder C, Ayello E. Pressure Ulcers: A Patient Safety Issue. In: Hughes R, ed. Patient
Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses. AHRQ
publication no. 08-0043. Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and
Quality; 2008:1-33

Mark, A. Principles of Cognitif Rehabilitation: An Integrative approach. In


Traumatic Brain Injury, Rehabilitative Treatment and Case Management.
(2004). P337-57

Markam, S. (2009). Penuntun Neurologi. Tangerang Binatupa Aksara

Mary, A. (2007). New and improved: 2007 pressure ulcer definitions: Long Term
Management Care Long Term Man. Nursing Homes; Jun 2007; 56

Martini, Dian, Asiandi & Handayani. (2016). The Impact Of The Lying Change In
Protecting The Risk Of Dekubitus On The Stroke Patients At RSUD
Banyumas. Medisains, 11 no. 2

McIntosh, T.K, Juhler M, Raghupati R. Secondary Brain Injury: Neurochemical and


Celluler Mediators, In: Marion D W, Traumatic Brain Injury, New York,
1999; 39-55
15

Melnyk, B.M., & Fineout-Overholt, E. (2011). Evidence-based practice in nursing


and healthcare: A guide to best practice. Philadelphia: Lippincott, Williams &
Wilkins

Moorhead, S., et al. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC)Fourth Edition.


St. Louis, Missouri: Elsevier

Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Narayan, R.K., Wilberger, J.E., & Povlishock, J.T. (1996). Neurotrauma, General
Principles of Head Injury Management. New York: McGraw-Hill

National Pressure Ulcer Advisory Panel. Pressure ulcers: avoidable or unavoidable?


Results of the National Pressure Ulcer Advisory Panel Consensus Conference.
Ostomy Wound Manage 2011;57(2):24e37

Nur A, W. (2013). Perawatan Luka Terkini. Surakarta: UMS

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Pangesti, A.D.H. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan pada Pasien Diabetes Melitus dengan Ulkus Kaki Diabetik di
Ruang Rawat IPD Lantai 7 Zona A RS Cipto Mangunkusumo Tahun 2013.
FIK UI: Depok

Pirie,G., Duguld, K., & Timmons, J. (2009). Cutimed Sorbact Gel: A New Infection
Management Dressing. Wound UK, Vol 5, No.2

Pokorny ME, Koldjeski D, Swanson M. (2003). Skin care intervention for patients
having cardiac surgery. Am J Crit Care. 12:535-544.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice 6th Ed. St Louis; Mosby

Powell, G. (2009). Evaluating cutimed sorbact: using a case study approach. British
Journal of Nursing, 1-2.

Rendy, M.C., & Margareth, T.H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Rosjidi, C. H. (2007). Asuhan Keperawatan Klien dengan Cedera Kepala.


Yogyakarta: Ardana Media
15

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2008). Brunner and Suddarth Textbook of Medical
Surgical Nursing. Jakarta: EGC

Soertidewi et al. (2006). Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan


Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI

Suratun, L. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan


Keperawatan. Jakarta: EGC

Stillwell, S.B. (2012). Pedoman Keperawatan Kritis Ed. 3. Jakarta: EGC

Sylvia, A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta:
EGC

Tarihoran, D.E.T. (2010). Tesis Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Terhadap


Kejadian Luka Tekan Grade I (Non Blanchable Erythema) pada Pasien Stroke
di Siloam Hospital. Depok: FIK UI

Tarwoto, W. E. (2007). Keperawatan Medikal Bedah (Gangguan Sistem Persarafan).


Jakarta: CV. Sagung Seto

Tayyib, N., Coyer, V., Lewis, P. (2013). Pressure Ulcers in the Adult Intensive Care
Unit: A literature Review of Patient Risk Factors and Risk Assessment Scales.
Journal of Nursing Education and Practice, 2013, Vol. 3, No. 11

Ulliya, S., Soempeno, B., & Kushartanti, B.M.W. (2007). Pengaruh Latihan Range of
Motion (ROM) terhadap Fleksibilitas SendiI Lutut pada Lansia di Panti
Wreda Wening Wardoyo Ungaran. Media Ners, Volume 1, Nomor 2

Widagdo, W., Suharyanto, T., & Aryani, R. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: TIM

Widiyanto, P. (2007). Penanganan penderita cedera pra rumah sakit oleh masyarakat
awam. Magelang: Universitas Muhammadiyah Magelang

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013 a). KMB 1 Keoerawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013b). KMB 2 Keoerawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika

WHO. (2015). Global Status Report on Road Safety 2015. Geneva: WHO
15

Zuccarello, M. (2016). Intracerebral Hemorrhage (ICH). Mayfield Clinic Brain &


Spine
Lampiran

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada Yth,
Bapak/Ibu Calon Responden
di
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Profesi Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas:
Nama : Fitrani Dwina, S.Kep
No. Bp 1641314051
Akan melakukan penelitian yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Tn.A dengan Cedera Kepala dengan Aplikasi Dressing Cutimed Sorbact Gel
pada Ulkus Dekubitu di Ruangan Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil
Padang”
Penelitian ini tidak akan merugikan Bapak/Ibu, karena kerahasiaan semua
informasi yang diberikan akan dijaga. Apabila Bapak/ibu menyetujui, dengan ini
saya memohon kesediaan Bapak/ibu untuk menandatangani lembar persetujuan
dan menjawab pertanyaan yang diajukan.
Atas perhatian dan kesedian Bapak/Ibu sebagai partisipan, saya ucapkan
terimakasih
Padang, September 2017
Peneliti

Fitrani Dwina, S.Kep


Lampiran

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)

Setelah di jelaskan maksud penelitian, saya bersedia menjadi responden


dalam penelitian yang di lakukan oleh saudari Fitrani Dwina, Mahasiswa Profesi
Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Tn.A dengan Cedera Kepala dengan Aplikasi Dressing
Cutimed Sorbact Gel pada Ulkus Dekubitu di Ruangan Trauma Centre RSUP
Dr. M. Djamil Padang”
Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa
paksaan dari siapapun.

Padang, September 2017


Pemberi Intervensi Yang menyatakan

(Fitrani Dwina, S.Kep) (.........................................)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(Ns. Hermayenti, S.Kep)


Lampiran 3

WOC Cedera Kepala

Trauma Benda Tumpul

Cedera Kepala
Kerusakan Lobus
Robekan dan Distorsi Laserasi/Kontusio Jaringan Otak Fraktur Temporalis
Temporal
Jaringan Sekitar Pembuluh Darah di Gangguan Pemahaman
Tertekan Otak Pecah Bahasa

MK : Nyeri Akut Hematoma Intraserebral Menurunnya kemampuan


Kognitif
Darah masuk ke dalam
Jaringan Otak
MK : Gangguan
Peningkatan TIK Penekanan pada Mobilitas Fisik
Jaringan Otak Massa Hematoma
Intraserebral meluas

Gangguan Gangguan Minimalnya


MK : Risiko Perfusi Mobilisasi
Aliran Darah Hipoksia Penurunan Mobilitas
Serebral Tidak
dan Oksigen ke Jaringan Kesadaran
Efektif
Otak Risiko Luka Tekan
MK : Pola Napas
Merangsang Pernapasan Tidak Efektif
Kerusakan
Inferior Dangkal MK : Gangguan
Pertukaran
Hipofise Gas
Mengeluarkan Steroid Sekresi HCL di Gaster MK : Ketidakseimbangan Nutrisi Integritas Jaringan
dan Adrenal Meningkat Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Lampiran

DATA PASIEN

Nama :
No. Rek. Medis :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Penanggung jawab :
Riwayat Alergi
Makanan :
Obat-obatan :
TB/ BB :
Tanggal masuk :
Tanggal Pengkajian :
Waktu kedatangan :
Cara Masuk :
Diagnosa Medis :
Lampiran
t Date Date Date
Item t Scere Scure Score
2 = Rloody
3 — Sei‘osancuiiieous: thin, svateix, pare r‹xh'pink
4 = Serous: thin, waterv_, clear
5 = Puruleiii: tiiin or thicic opaque. tam’yc1lo-«. with or without iidor
1 — None, dry vound
2 — Scant, x•ound moist but mo obseia'abIe exudate

9. Skitt
1 = Pink or normal tier ethnic group
? — Hright reijd or tiluncnes to touch

Sur- 34 =
—White
Dark red or pumie
or grey pallorforotnon-biancfiah1e
hypopigmenled
i'OU0d
3' Black or hyperpigmentcd

Tissue 2 How-pitting edema m eriJx -:4 cm are.and vound


Ed0tttfl 3 = Non-pitting edema extends >4 cm around
wound
I = Pining edema exteriors < 4 cm around wound
* — Crcp o> ai d‘or pittind c5cma cxucnds >4 vm aroun4 vound
— N‹me present
Peripheral

Indu i‘;qtiOi1 o — In‹lur:iti‹›n *N ctn exInert int' fi00 n ,inuintl wutintl


4— I nduratinn â-4 cm e«tendind ill".n around u'ound
5 — Induration > 4 ciii in aiv area around wound
12. Grann- I ' Skin intact or partiai thickness wound
z— Bright, beefy red; / o- e to 1.00, e ui s*oaiid filied &/ur tissue
’G”isstte p

t3., Epittte- I = 100% wound covered. surface intact


“ """ • 7fi"i to <100*.i› wound covered &.‘or epithelial tissue

extends to <0.5cm intn wound bed


4 = 25ââ to < 5fJ°.i *vound eox•ered
5 — < 23% wourid covered

TOTAL SCORE

M'OEiNO STAWiS CONTmWn.ii¥f

1 5 i0 1315 20 25 30 35 40 45 50 -*5 60
rissiie Wosnd W'ound
Stealth Regeiieration Degeneration

Plot the total score on the \'v ound StatuS C ntincum by putting an "X" on che line and the dato beneath the line. Plot
inuiiipio source 'ill ilicir laths tc sec-at-a-¿laitoc rcyct›cratiu‹1 oi Mgmt\cr•tior› uFthc wcund.

ñ20U1Ba:éamga Jcnm»
Lampiran
Lampiran
KnRTU BIMBINGAN LAPORAN ILMIAH AKHIR

Nama :FinmiUina,S.Sep
No.bF
: 164 1314051

Pembimbing : Ns. Rika Fatmadona, M.Kep., Sp.Sep.MB

Judul : Asuhan Reperawatan pada ’1 n.A dengan Cedera Kepala dengan


Aplikasi Balutail Luke Modern Ciziinse‹f .Sorhcir.I Gel pada
Ulkus Dekubitus di Ruangan Trauma C'enlre RSUP Dr. M.
Djamil Padang ”

No.Hnri/ Tgl Tanda Taogau


Topik

I
Lampiran 8

DOKUMENTASI

Dokumentasi Hasil Evaluasi

Skor Bates Jensen : 42


ɷ Ukuran luka 8,5x4 cm tanpa undermining
ɷ Kedalaman Stage 3
ɷ Tepi luka jelas dan tidak menyatu dengan
dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis lengket, lembut dan
adajaringan parut palsu berwarna hitam
(black escar)
ɷ Luka mengalami nekrosis (50%)
ɷ Luka memiliki eksudat purulent jumlah
sedang
ɷ Warna kulit disekitar luka abu-abu
ɷ Jaringan edema (-)
ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
ɷ Tidak ada jaringan granulasi pada luka
ɷ Epitelisasi < 25%

Skor Bates Jensen : 39


ɷ Ukuran luka 7,5x4 cm tanpa undermining
ɷ Kedalaman stage 3
ɷ Tepi luka jelas dan tidak menyatu dengan
dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis lengket, lembut, dana
ada jaringan parut palsu berwarna hitam
(black escar)
ɷ Luka mengalami nekrosis (<25%)
ɷ Luka memiliki eksudat purulent dengan
jumlah sedang
ɷ Warna kulit disekitar luka pucat
ɷ 25% jaringan granulasi pada luka
ɷ Edema (-)
ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
ɷ Jaringan granulasi 25%
ɷ Epitelisasi <25%
Skor Bates Jensen : 35
ɷ Ukuran luka 7,5x4 cm tanpa undermining
ɷ Kedalaman stage 3
ɷ Tepi luka jelas dan tidak menyatu dengan
dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis, slough mudah
dihilangkan
ɷ Luka tidak mengalami nekrosis
ɷ Luka memiliki eksudat serous dengan jumlah
sedang
ɷ Warna kulit disekitar luka pucat
ɷ Edema (-)
ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
ɷ 50% jaringan granulasi pada luka
ɷ Epitelisasi < 25%
ɷ

Skor Bates-Jensen : 33
ɷ Ukuran luka 7,5x4 cm tanpa undermining
ɷ Kedalaman stage 3
ɷ Tepi luka jelas dan tidak menyatu dengan
dasar luka
ɷ Tipe jaringan nekrosis, slough mudah
dihilangkan
ɷ Luka tidak mengalami nekrosis
ɷ Luka memiliki eksudat serous dengan jumlah
sedikit
ɷ Warna kulit disekitar luka pucat
ɷ Edema (-)
ɷ Pengerasan jaringan tepi (-)
ɷ 50% jaringan granulasi pada luka
ɷ Epitelisasi 25% - 50%
Lampiran 9

CURICULUM VITAE

Nama : Fitrani Dwina

Tempat/Tgl lahir : Jakarta, 06 Januari 1995

Agama : Islam

Negeri Asal : Padang

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Dr. Muhammad Nur, M.S

Nama Ibu : Arnetti, B.B.A

Alamat : Jalan Filsafat Perum. Unand Blok B III 04/7 Ulu Gadut

Riwayat Pendidikan

a. SDN 20 Pagi Cipinang Muara Jakarta tahun 2000-2001

b. SD Dian Andalas Padang tahun 2001-2004

c. SDN 01 Sawahan Padang tahun 2004-2006

d. SMPN 3 Padang tahun 2006-2009

e. SMAN 3 Padang tahun 2009-2012

f. Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas (2012 –

2016)

g. Program Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas (2016-

sekarang)

Anda mungkin juga menyukai