Anda di halaman 1dari 116

HUBUNGAN LAMA OPERASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PADA

PASIEN PASCA SPINAL ANESTESI DI RUANG PULIH SADAR


RSUD DR R GOETENG TAROENADIBRATA

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan


Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan di
Universitas Harapan Bangsa

Oleh:

YAZID MUHAMMAD FARDAN


NIM. 190106159

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN LAMA OPERASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PADA


PASIEN PASCA SPINAL ANESTESI DI RUANG PULIH SADAR
RSUD DR R GOETENG TAROENADIBRATA

Disusun Oleh:

YAZID MUHAMMAD FARDAN


NIM. 190106159

Purwokerto, 8 September 2023

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr.Ns. Rahmaya Nova Handayani., S.Kep., Sp.Kep.MB., M.Sc Eza Kemal Firdaus, S.Kep., Ns., Sp.Kep.MB., M.Kep
NIK. 105201061179 NIK. 118408220993

ii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI

HUBUNGAN LAMA OPERASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PADA


PASIEN PASCA SPINAL ANESTESI DI RUANG PULIH SADAR
RSUD DR R GOETENG TAROENADIBRATA

Disusun oleh:

YAZID MUHAMMAD FARDAN


NIM.190106159

Telah dipertahankan di depan dewan penguji seminar hasil skripsi pada


Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan
Fakultas Kesehatan Universitas Harapan Bangsa

Pada Hari:
Tanggal :
Dewan Penguji:

Penguji 1 Asmat Burhan, S.kep., Ns., M.Kep ………………....

Penguji 2 Dr.Ns. Rahmaya Nova Handayani., S.Kep., Sp.Kep.MB., M.Sc ………………....

Penguji 3 Eza Kemal Firdaus, S.Kep., Ns., Sp.Kep.MB., M.Kep …………………

Mengesahkan,
Ka.Prodi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Wilis Sukmaningtyas,SST.,S.Kep,Ns.,M.Kes
NIK. 109204120188

iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa:

Nama : Yazid Muhammad Fardan

NIM : 190106159

Program Studi : D4 Keperawatan Anestesiologi

Fakultas : Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan

hasil karya saya, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang

lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil plagiasi, maka saya bersedia

menerima sanksi berupa pencabutan gelar sarjana terapan yang saya peroleh

terkait dengan skripsi ini.

Purwokerto, 8 September 2023


Yang membuat pernyataan

Yazid Muhammad Fardan


NIM.190106159

iv
HUBUNGAN LAMA OPERASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PADA
PASIEN PASCA SPINAL ANESTESI DI RUANG PULIH SADAR
RSUD DR R GOETENG TAROENADIBRATA

Yazid Muhammad Fardana, Rahmaya Nova Handayanib, Eza Kemal


Firdausc
abc
Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan
Universitas Harapan Bangsa

ABSTRAK

Latar Belakang: Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang
meliputi nyeri,rabaan, suhu, dan posisi. Anestesi spinal menurunkan batas pemicu
vasokontriksi dan menggigil sekitar 0,6°C. Oleh karena itu,dampak yang timbul
paska tindakan regional anestesi yang sering terjadi adalah shivering. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi Shivering salah satunya lama operasi. Pos
Anastesic Shivering (PAS) adalah salah satu komplikasi potensial anestesi yang
bisa menyebabkan berbagai efek samping seperti peningkatan proses metabolisme
(dapat mencapai 400%) dan memperberat nyeri pasca operasi. Tujuan:
Menganalisis hubungan lama operasi terhadap kejadian shivering pada pasien
pasca spinal anestesi di ruangan recovery room RSUD Dr R goeteng
taroenadibrata. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dengan jenis penelitian observasional analitik dan desain menggunakan cross
sectional. Teknik Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling yang
berjumlah 82 responden pada penelitin ini analisis data menggunakan uji
spearman rank. Hasil : Penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara lama
operasi dengan kejadian shivering dengan hasil uji spearman rank probabilitas
0.000 < 0.05. Kesimpulan: Adanya hubungan antara lama operasi dengan
kejadian shivering pasca spinal anestesi di ruang pulih sadar RSUD Dr.R Goeteng
Taroenadibrata

Kata Kunci: Lama Operasi, Shivering, Spinal Anestesi

v
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE LENGTH OF SURGERY AND THE
INCIDENCE OF SHIVERING IN POST-SPINAL ANESTHESIA PATIENTS
IN THE CONSCIOUS RECOVERY ROOM
RSUD DR R GOETENG TAROENADIBRATA

Yazid Muhammad Fardana, Rahmaya Nova Handayanib, Eza Kemal


Firdausc
abc
Applied Bachelor Program Anesthesiology Nursing Study Program
Harapan Bangsa University

ABSTRACT

Background: Anesthesia is the loss of all modalities of sensation including pain,


touch, temperature, and position. Spinal anesthesia lowers the trigger limit of
vasoconstriction and shivering by about 0.6°C. Therefore, the impact that arises
after regional anesthesia that often occurs is shivering. There are several factors
that affect shivering, one of which is the length of surgery. Post Anesthetic
Shivering (PAS) is one of the potential complications of anesthesia that can cause
various side effects such as increased metabolic processes (can reach 400%) and
aggravate postoperative pain. Objective: To analyze the relationship between the
length of surgery and the incidence of shivering in post-spinal anesthesia patients
in the recovery room of Dr. R Goeteng Taroenadibrata Hospital. Methods: This
study used quantitative research methods with analytic observational research
and cross sectional design. Sampling technique using consecutive sampling
which amounted to 82 respondents in this research data analysis using the
spearman rank test. Results: This study showed a relationship between the length
of surgery and the incidence of shivering with the results of the spearman rank
test probability 0.000 <0.05. Conclusion: There is a relationship between the
length of surgery and the incidence of shivering after spinal anesthesia in the
conscious recovery room of Dr.R Goeteng Taroenadibrata Hospital.

Keywords: Length of Operation, Shivering, Spinal Anesthesia

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,

yang telah memberikan segala nikmat, kemudahan, kekuatan dan segala karunia

yang telah engkau berikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Dengan penuh rasa bangga penulis mempersembahkan skripsi ini kepada:

1. Ibuku tercinta Kurniasih terimakasih telah memperjuangkan hidup putramu

dari putramu di lahirkan hingga saat nantinya putramu memperjuangkan

kesejahteraan kehidupanmu di masa tua nanti. Semua jerih payahmu untuk

membesarkan, mendidik, menyayangi, mendoakan selama ini sampai putramu

ini bisa menyelesaikan skripsi. Putramu ini mengucapkan banyak terimakasih

karena sudah memberikan yang terbaik kepada putramu ini. Putramu berharap

agar engkau tetap dalam kondisi sehat dan saya bangga engkau menjadi ibuku.

2. Bapaku tercinta Suherman Dudung terimakasih telah memperjuangkan dan

mendidik putramu ini agar dapat menjadi laki-laki yang bertanggung jawab,

sabar dan pembelajaran lainnya dalam hidup. Semua jerih payahmu untuk

membesarkan, mendidik, menyayangi selama ini sampai putramu ini bisa

menyelesaikan skripsi. Putramu ini mengucapkan banyak terimakasih karena

sudah memberikan yang terbaik kepada putramu ini. Putramu berharap agar

engkau tetap dalam kondisi sehat dan saya bangga engkau menjadi ayahku.

3. Kakaku tersayang Eka Suhartini terimakasih atas rasa sayang yang telah

engkau berikan kepada adikmu ini. Terimakasih atas segala bantuannya selama

vii
adikmu ini berada di tanah rantau sampai adikmu menyelesaikan skripsi ini.

Adikmu berharap agar engkau bisa terus dalah kondisi sehat dan bahagia

bersama suamimu serta keponakanku dan juga kita bisa menjaga persaudaraan

ini seperti pesan ibu.

4. Kakaku tersayang Miftah Parid Maulana terimakasih atas segala rasa sayang,

pelajaran nya, masa kecil yang sangat menyenangkan bersamamu dan

terimakasih juga atas bantuan kepada adikmu ini selama di tanah rantau sampai

adikmu menyelesaikan skripsi ini. Adikmu berharap agar engkau diberikan

kesehatan dan kebahagian bersama istri dan keponakan ku juga kita bisa

menjaga persaudaraan ini seperti pesan ibu.

5. Enin, Aki dan keluarga terimakasih saya ucapkan atas kasih sayang yang telah

diberikan kepada saya serta terimakasih telah menjaga saya semasa kecil,

kalian telah saya anggap keluarga sendiri dan juga rumah kedua bagi saya.

Terimakasih atas doa dan dukungan sampai saya bisa menyelesaikan skripsi

ini.

6. Seluruh keluarga besar saya yang selalu memberi saya semangat dan doa

sampai saya menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Nova dan pak Eza terimakasih banyak saya ucapkan atas waktu dan

kebaikannya pada proses bimbingan sampai saya dapat bisa menyelesaikan

skripsi ini. Kepada pak Burhan saya ucapkan terimakasih atas saran sehingga

skripsi ini bisa terselesikan.

viii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb puji dan Syukur Penulis Panjatkan

Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi Yang Berjudul “Hubungan

Lama Operasi Dengan Kejadian Shivering pada Pasien pasca Spinal Anestesi di

RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata” yang merupakan salah satu persyaratan

penyelesaikan Pendidikan Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan

di Universitas Harapan Bangsa.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Untuk kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesarnya kepada:

1. Iis Setiawan Mangkunegara., S.Kom., MTI selaku Ketua Yayasan Pendidikan

Dwi Puspita

2. Dr. Pramesti Dewi, M.Kes selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa

Purwokerto

3. Dwi Novitasari, S.Kep., Ns., M.Sc selaku Dekan Fakultas Kesehatan

4. Wilis Sukmaningtyas, S.ST., S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ketua Program Studi

D4 Keperawatan Anestesiologi

5. RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata yang yang telah membantu penulis

dalam memperoleh data pra survei yang penulis butuhkan.

ix
6. Dr.Ns. Rahmaya Nova Handayani, S.Kep., M.sc selaku dosen pembimbing I

atas segala masukan, saran, pengarahan, dan telah membimbing dengan sabar

yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini.

7. Eza Kemal Firdaus, S.Kep., Ns., M.kep selaku dosen pembimbing II atas

segala masukan, saran, pengarahan, dan telah membimbing dengan sabar yang

sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini.

8. Asmat Burhan, S.kep., Ns., M.Kep., Selaku penguji I dalam penyusunan

penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan sampai

skripsi ini selesai.

9. Salman Al Farizi, S.Hum selaku admin pada ujian skripsi yang telah

membantu kelancaran ujian.

10. Dosen prodi Diploma IV Keperawatan Anestesiologi yang telah memberikan

pembelajaran, serta motivasi sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

11. Kedua orang tua saya yang telah mendidik dan membesarkan saya hingga

sampai pada titik ini.

12. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini

yang tidak bisa saya sebutkan semuanya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan bagi proses

penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Purwokerto, 3 Februari 2023

x
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................................... iv
ABSTRAK....................................................................................................... v
ABSTRACT..................................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... vii
KATA PENGANTAR.................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv
DATAR LAMPIRAN..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan................................................................................................... 6
1. Tujuan Umum................................................................................ 6
2. Tujuan Khusus............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6
1. Manfaat Teoritis............................................................................. 6
2. Manfaat praktis.............................................................................. 7
E. Keaslian Penelitian............................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 10
A. Tinjauan Teori...................................................................................... 10
1. Shivering........................................................................................ 10
2. Anestesi Spinal.............................................................................. 20

xi
B. Kerangka Teori..................................................................................... 30
C. Kerangka Konsep.................................................................................. 31
D. Hipotesis............................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................ 32
B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 32
C. Populasi dan Sampel............................................................................. 33
1. Populasi.......................................................................................... 33
2. Sampel........................................................................................... 33
D. Variabel Penelitian................................................................................ 36
1. Variabel Bebas............................................................................... 36
2. Variabel Terikat............................................................................. 36
E. Definisi Oprasional Variabel................................................................ 37
F. Instrumen Penelitian............................................................................. 38
G. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data.................................................... 39
a) Jenis Data....................................................................................... 39
b) Teknik Pengumpulan Data............................................................. 39
H. Analisis Data......................................................................................... 45
I. Jadwal Penelitian.................................................................................. 46
J. Etika Penelitian..................................................................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 49
A. Hasil penelitian..................................................................................... 49
1. Hasil Uji Univariat......................................................................... 49
2. Hasil Uji Bivariat........................................................................... 51
B. Pembahasan........................................................................................... 52
1. Karakteristik Responden................................................................ 52
2. Lama Operasi................................................................................. 54
3. Kejadian Shivering......................................................................... 55
4. Hubungan Lama Operasi Dengan Shivering ................................ 57
C. Keterbatasan Penelitian......................................................................... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 61

xii
A. Kesimpulan .......................................................................................... 61
B. Saran .................................................................................................... 62
1. Bagi RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata.................................... 62
2. Bagi Universitas Harapan Bangsa................................................. 62
3. Bagi penata Anestesi...................................................................... 62
4. Bagi peneliti Selanjutnya............................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 64
LAMPIRAN.................................................................................................... 68

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 8

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT................................................................................. 13

Tabel 2.2 Skala Penilaian Shivering di Samping Tempat Tidur....................... 19

Tabel 3.1 Definisi Operasional......................................................................... 37

Tabel 3.2 Coding IMT...................................................................................... 43

Tabel 3.3 Coding Usia...................................................................................... 43

Tabel 3.4 Coding Jenis Kelamin....................................................................... 44

Tabel 3.5 Coding Lama Operasi....................................................................... 44

Tabel 3.5 Coding Derajat Shivering................................................................. 44

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik............................... 49

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Lama Operasi....... 50

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Shivering..................... 51

Tabel 4.4 Analisis Hubungan Lama Operasi dengan Kejadian Shivering........ 51

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................................. 28

Gambar 2.2 Kerangka Konsep.......................................................................... 29

xv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Menjadi Responden

2. Surat Persetujuan Responden

3. Lembar Observasi

4. Surat Pernyataan Keaslian Tugas Akhir

5. Surat Permohonan Pra Survei

6. Surat Ijin Pra Survei

7. Lembar Persetujuan Proposal

8. Lembar bimbingan Proposal Pembimbing 1

9. Lembar bimbingan Proposal Pembimbing 2

10. Lampiran Pengesahan seminar proposal

11. Lampiran Ethical Approval

12. Lampiran surat pengajuan penelitian ke RS

13. Lampiran surat pengajuan penelitian ke KESBANGPOL

14. Lampiran balasan perizinan penelitian ke RSUD

15. Lampiran balasan perizinan penelitian ke BaplitBangda

16. Lampiran balasan perizinan penelitian ke KESBANGPOL

17. Lampiran SPSS Univariat

18. Lampiran SPSS Bivariat

19. Lampiran Dokumentasi

xvi
20. Lampiran Master Tabel

21. Lampiran Lembar Bimbingan Pembimbing 1

22. Lampiran Lembar Bimbingan Pembimbing 2

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Post Anesthetic Shivering (PAS) adalah salah satu komplikasi

potensial anestesi yang dapat meningkatkan morbiditas pasien. Post

Anesthetic Shivering (PAS) dapat menyebabkan pasien mengalami

berbagai efek samping. Ketidaknyamanan pasien karena sensasi dingin

atau peningkatan rasa nyeri yang disebabkan oleh kontraksi otot di daerah

dilakukannya operasi, merupakan konsekuensi klinis pertama dari PAS.

Terjadinya PAS juga menimbulkan risiko lainnya yaitu peningkatan proses

metabolisme (dapat mencapai 400%) dan memperberat nyeri pasca operasi


(Millizia et al., 2020)
.`

Menurut World Health Organization (WHO) jumlah pasien dengan

tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang signifikan dari tahun

ke tahun. Tercatat di tahun 2017 terdapat 140 juta pasien diseluruh rumah

sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2019 data mengalami peningkatan

sebesar 148 juta jiwa, sedangkan untuk di Indonesia pada tahun 2019

mencapai 1,2 juta jiwa. Adapun data Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2019 memperlihatkan bahwa tindakan

pembedahan menempati urutan yang ke 11 dari 50 penyakit di rumah sakit


(Krismanto & Jenie, 2021)
Indonesia dengan persentase 12,8%

Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang

meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, dan posisi/proprioseptif.

1
2

Anestesi terbagi menjadi 3 yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan

anestesi lokal. Anestesi regional terbagi lagi menjadi 3 yaitu anestesi

spinal, anestesi epidural, dan anestesi blok saraf regional. Anestesia spinal

adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid


(Millizia et al., 2020)
.

Penggunaan teknik spinal anestesi masih menjadi pilihan untuk

bedah sesar, operasi daerah abdomen, dan ekstermitas bagian bawah

karena teknik ini membuat pasien tetap dalam keadaan sadar sehingga

masa pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat. Regional

anestesi menghasilkan blok simpatis, relaksasi otot, dan blok sensoris

terhadap reseptor suhu perifer sehingga menghambat respon kompensasi

terhadap suhu. Anestesi epidural dan spinal menurunkan batas pemicu

vasokonstriksi dan menggigil sekitar 0,6°C. Oleh karena itu, dampak yang

timbul pasca tindakan general anestesi maupun regional anestesi yang


(Masithoh et al., 2018)
sering terjadi adalah shivering .

Shivering adalah keadaan yang ditandai dengan adanya

peningkatan aktifitas muskular yang sering terjadi setelah tindakan

anastesi, khususnya anastesi spinal pada pasien yang menjalani operasi.

Proses ini merupakan suatu respon normal termoregulasi yang terjadi

terhadap hipotermia, akan tetapi proses ini juga dapat diakibatkan oleh

karena rangsangan nyeri dan juga obat anastesi tertentu. Kombinasi dari

tindakan anestesi dan tindakan operasi dapat menyebabkan gangguan

fungsi dari pengaturan suhu tubuh yang akan menyebabkan penurunan


3

suhu inti tubuh (core temperatur) sehingga menyebabkan hipotermi


(Prasetyo et al., 2017)
.

Kejadian shivering pasca anestesi bisa terjadi karena beberapa

faktor, diantaranya adalah terpapar dengan suhu lingkungan yang dingin,

status fisik ASA, umur, status gizi dan indeks massa tubuh yang rendah,

Risiko terjadinya shivering akan semakin tinggi jika durasi pembedahan

semakin lama, karena akan menambah waktu terpaparnya tubuh dengan

suhu dingin serta menimbulkan akumulasi efek samping anestesi spinal

tersebut. Kombinasi dari tindakan anestesi spinal dan lamanya tindakan

operasi dapat menyebabkan gangguan fungsi dari pengaturan suhu tubuh

yang akan menyebabkan penurunan temperatur inti tubuh, sehingga

menyebabkan terjadinya shivering

Presentase kejaidan shivering antara general anestesi dan regional

anestesi berdasarkan laporan bulanan Instalasi Anestesi Terapi Intensif

(IATI) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari sampai

dengan Juli 2016, shivering pasca anestesi umum dilaporkan antara 5-

35%. Sedangkan pada spinal anestesi berkisar 30-40 %, sedang rata-rata

kejadian shivering paska spinal anestesi terdapat 31 kasus, dari rata-rata


(Prasetyo et al., 2017)
100 pasien dengan regional anestesi perbulan. .

Penelitian yang di lakukan oleh (Hidayah et al., 2021) yang

membandingkan kejadian shivering pada pasien pasca general dan spinal

anestesi didapati hasil pada pasien pasca general anestesi sebanyak 16 dari

48 pasien dengan presentase 33,34% lebih sedikit di bandingkan pada


4

pasien pasca spinal anestesi yaitu sebanyak 10 dari 21 dengan presentase

47,48 kejadian shivering.

Angka kejadian shivering dari penelitian yang dilakukan oleh


(Masithoh et al., 2018)
tentang shivering yang berhubungan dengan lama

operasi dilaporkan sekitar 62,5% atau sebanyak 25 responden yang

menjalankan spinal anestesi dengan operasi ringan yaitu kurang dari 60

menit di dapati angka kejadian shivering sebanyak 22,5% atau 9

responden. Sedangkan pada operasi besar yang waktu operasi nya lebih

dari 60 menit dengan jumlah responden 37,5% atau 15 responden di

dapati angka 30% atau 12 responden dengan kejadian shivering.

Shivering dapat terlihat berbeda derajatnya secara klinis. Kontraksi

halus dapat terlihat pada otot – otot wajah khususnya otot masester dan

meluas keleher, badan dan ekstrimitas. Kontraksi ini halus dan cepat,
(Nurullah afifah, 2015)
tetapi tidak akan berkembang menjadi kejang .

Berdasarkan data pra survei yang dilakukan penulis pada tanggal

25 november 2022 di RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata yang

mengambil data operasi spinal pada 3 bulan terakhir didapati jumlah

operasi yang menggunakan spinal dengan usia antara 17-65 tahun serta

operasi elektif. Pada bulan agustus berjumlah 115 orang kemudian pada

bulan september berjumlah 139 orang dan pada bulan oktober berjumlah

104 orang. Hasil pra survei yang telah di lakukan di ruang recovery room

didapati sebanyak 3 dari 6 responden mengalami shivering pasca spinal

anestesi.
5

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan lama operasi dengan kejadian shivering pada

pasien pasca spinal anestesi di ruangan recovery room RSUD Dr R

goeteng taroenadibrata .

B. Rumusan Masalah

Post Anesthetic Shivering (PAS) adalah salah satu komplikasi

potensial anestesi, khususnya anastesi spinal pada pasien yang menjalani

operasi. Proses ini merupakan suatu respon normal termoregulasi yang

terjadi terhadap hipotermia, Shivering menyebabkan ketidaknyamanan

pasien karena sensasi dingin atau peningkatan rasa nyeri yang disebabkan

oleh kontraksi otot di daerah dilakukannya operasi, Kejadian shivering

pasca anestesi bisa terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah

terpapar dengan suhu lingkungan yang dingin, status fisik ASA, umur,

status gizi dan indeks massa tubuh yang rendah, Risiko terjadinya

shivering akan semakin tinggi jika durasi pembedahan semakin lama,

karena akan menambah waktu terpaparnya tubuh dengan suhu dingin serta

menimbulkan akumulasi efek samping anestesi spinal tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan sebelumnya, peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada penngaruh lama

operasi dengan kejadian shivering pada pasien pasca spinal anestesi di

ruang pulih sadar RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata”


6

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan lama operasi terhadap kejadian shivering

pada pasien pasca spinal anestesi di ruangan recovery room RSUD Dr

R goeteng taroenadibrata.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan pada IMT,

usia dan jenis kelamin.

b. Mengidentifikasi lama operasi di RSUD dr R goeteng

taroenadibrata.

c. Mengidentifikasi kejadian shivering pada pasien pasca spinal

anestesi di ruangan pulih sadar RSUD dr R goeteng

taroenadibrata.

d. Menganalisis hubungan antara lama operasi dengan kejadian

shivering pasca spinal anestesi di ruangan pulih sadar RSUD dr R

goeteng taroenadibrata.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat di manfaatkan menjadi sumber

informasi dan referensi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

hubungan lama operasi dengan kejadian shivering pada pasien pasca

anestesi.
7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penata anestesi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan

pertimbangan terhadap kejadian shivering pasca spinal yang

berhubungan dengan lama operasi.

b. Bagi peneliti

Sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian mengenai

shivering dan juga menambah pengetahuan dan wawasan tentang

hubungan lama operasi dengan kejadian shivering pada pasien

pasca anestesi.

c. Bagi responden

Menambah pengetahuan terhadap kejadian shivering pasca spinal

anestesi.
8

E. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama Dan Judul Metode Dan Hasil Persamaan
Tahun Penelitian Penelitian Dan
penelitian Perbedaan
Dewi Lama Operasi Penelitian ini Persamaan nya
Masithoh, Dan Kejadian merupakan penelitian ada pada
Ni Ketut Shivering Pada kuantitatif dengan variabel lama
Mendri, Pasien Pasca jenis penelitian operasi dan
Abdul Spinal Anestesi observasional analitik kejadian
Majid dan desain shivering serta
(2018) menggunakan studi metode
potong lintang (cross penelitian
sectional). Dengan sedangkan
Hasil Penelitian yang untuk
cukup tinggi dimana perbedaan ada
jumlah responden 40 pada
didapati pasien yang karakteristik
mengalami shivering responden ,tah
paska anestesi un penelitian
sebanyak 21 dan tempat
responden dan 19 penelitian
lainnya tidak
mengalami shivering
Anna Faktor-Faktor Penelitian ini Persamaannya
Millizia, Yang menggunakan jenis ada pada
Julia Berhubungan rancangan penelitian variabel
Fitriany, Dengan Post analitik observasional kejadian
Dita Anesthesic prospektif dengan shivering dan
Adhyaksa Shivering Pada pendekatan cross metode
Siregar Pasien Anestesi sectional. Dengan penelitian
(2020) Spinal Di hasil dari responden untuk
Instalasi Bedah yang telah dilakukan perbedaan ada
Sentral Ppk dari 119 responden pada responden
Blud RSUD Cut yang menjalani ,tahun
Meutia Aceh operasi dengan penelitian,
Utara anestesi spinal tempat
didapatkan bahwa penelitian dan
pasien yang penelitian ini
9

mengalami post tidak berfokus


Nama Dan anesthetic shivering pada lama
Tahun Judul Metode Dan Hasil Persamaan
penelitian Penelitian Penelitian Dan
Perbedaan
yaitu sebanyak 31 operasi
responden (26,1%).
Nur Akbar Gambaran Rancangan penelitian Persamaan nya
Fauzi, Kejadian ini adalah deskriptif ada pada
Santun Menggigil dengan pendekatan variabel
Bhekti (Shivering) cross sectional. kejadian
Rahimah, pada Pasien Dengan hasil yang shivering
Arief Budi dengan ditemukan kejadian sedangkan
Yulianti. Tindakan menggigil pada 19 untuk
(2014) Operasi yang orang pasien atau perbedaan ada
Menggunakan sekitar 29% dari pada metode
Anastesi Spinal banyaknya subjek penelitian,
di RSUD penelitian yaitu 65 responden ,tah
Karawang orang pasien. un penelitian,
Periode Juni tempat
2014 penelitian dan
penelitian ini
tidak berfokus
pada lama
operasi
Elsa Syafira Perbandingan Penelitian ini Persamaannya
Hidayah, Insiden menggunakan metode ada pada
M. Rizqan Shivering Pasca analitik observasional variabel
Khalidi, Operasi dengan dengan pendekatan kejadian
Hary Anestesi Umum cross-sectional shivering dan
Nugroho dan Anestesi Dengan hasil pasien metode
(2021) Spinal di pasca general penelitian
RSUD Abdul anestesi sebanyak 16 untuk
Wahab dari 48 pasien dengan perbedaan ada
Sjahranie presentase 33,34% pada responden
Samarinda lebih sedikit di yang
RSUD Abdul bandingkan pada diteliti ,tahun
Wahab penelitian,
Sjahranie tempat
penelitian dan
penelitian ini
tidak spesifik
terhadap pasien
10

spinal anestesi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Shivering

a. Definisi

Post anesthesia shivering adalah pergerakan otot berulang

dan involunter yang bertujuan untuk mengkompensasi hipotermia

yang diakibatkan oleh penurunan suhu tubuh yang berlebih.


(Hidayah et al., 2021)

Shivering merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya

peningkatan aktifitas muskular yang sering terjadi setelah tindakan

anastesi, khususnya anastesi spinal pada pasien yang menjalani

operasi. Proses ini merupakan suatu respon normal termoregulasi

yang terjadi terhadap hipotermia, akan tetapi proses ini juga dapat

diakibatkan oleh karena rangsangan nyeri dan juga obat anastesi

tertentu. Kombinasi dari tindakan anestesi dan tindakan operasi

dapat menyebabkan gangguan fungsi dari pengaturan suhu tubuh

yang akan menyebabkan penurunan suhu inti tubuh (core


(Fauzi et al., 2015)
temperatur) sehingga menyebabkan hipotermi.

Post anesthesia shivering menyebabkan ketidaknyamanan

dan meningkatkan rasa nyeri akibat tarikan pada luka operasi.

Pergerakan otot berulang ini juga dapat meningkatkan produksi

panas metabolik sampai 500-600% dari nilai basal, meningkatkan

10
12

konsumsi oksigen serta produksi karbon dioksida, menimbulkan

asidosis laktat, meningkatkan denyut jantung, dan memicu

vasokonstriksi yang menyebabkan meningkatnya resistensi


(Hidayah et al., 2021)
vaskuler.

b. Etiologi

Kombinasi dari gangguan pengaturan suhu yang diinduksi

anestesi dan paparan terhadap lingkungan yang dingin membuat

sebagian besar pasien bedah yang tidak mendapatkan

penghangatan mengalami hipotermia. Shivering biasanya dipicu

oleh hipotermia. Namun, hal itu terjadi bahkan pada pasien

normotermik selama periode perioperatif. Etiologi menggigil


(Lopez, 2018)
belum dipahami dengan baik .

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian shivering antara

lain:

1) Lama Operasi

Lama operasi pada pasien yang menjalani operasi

dengan spinal anestesi Durasi operasi dalam penelitian ini

dihitung sejak dibuatnya sayatan pertama sampai pasien


(Masithoh et al., 2018a)
dipindahkan ke ruang pemulihan .

Lama operasi diklasifikasikan menjadi operasi cepat

dengan lama operasi kurang dari 1 jam, operasi sedang dengan

lama operasi 1-2 jam dan operasi lama lebih dari 2 jam
(Burhan et al., 2021; Connelly et al., 2017)
13

Risiko terjadinya shivering akan semakin tinggi jika

durasi waktu operasi atau pembedahan semakin lama, karena

akan menambah waktu terpaparnya tubuh dengan suhu dingin

serta menimbulkan akumulasi efek samping anestesi spinal

tersebut. Hal ini umumnya terjadi pada jenis operasi sedang

atau besar yang memakan waktu lebih dari 1 jam (60 menit).

Efek samping anestesi spinal pasca anestesi, yaitu terjadinya

gangguan fungsi termoregulator berupa menurunnya ambang

vasokontriksi yang disebabkan karena anestesi spinal

menghasilkan blok simpatis, relaksasi otot, dan blok sensoris

terhadap reseptor suhu perifer sehingga menghambat respon

kompensasi terhadap suhu. Dampak yang muncul dari kondisi

tersebut adalah terjadinya reaksi menggigil (shivering).


(Syauqi et al., 2020)

2) Ideks Masa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat atau cara

yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa

digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan.

Cara ini digunakan untuk mengetahui status gizi orang dewasa

berusia 18 tahun keatas. Dalam proses metabolisme, nutrien

mengambil bagian pada banyak reaksi transformasi yang


14

menghasilkan pembebasan energi, pembentukan jaringan dan

stimulasi serta berbagai faal tubuh untuk mempertahankan

kehidupan. Setiap kelebihan energi yang tidak diperlukan untuk

metabolisme akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam

jaringan adiposa. Tubuh menghasilkan sedikit atau banyak

panas bergantung pada laju reaksi-reaksi metaboliknya.


(Nurmansah et al., 2021)
.

Perhitungan Indeks Massa Tubuh dilakukan dengan

memasukan data berat badan dalam satuan kilogram, dibagi

dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat. Berikut ini

adalah rumus perhitungan IMT:

Berat badan (kg)


IMT =
[Tinggi badan (m2)]

Klasifikasi IMT yang dipakai pada penelitian ini

berdasarkan klasifikasi IMT dari Depkes RI, yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)


Kurus IMT < 18,5
Normal IMT ≥18,5 - <24.9
Berat Badan Lebih IMT ≥25,0 -<27
Obesitas IMT ≥27,0
Sumber (Kemenkes,2013)

Metabolisme seseorang berbeda-beda salah satu

diantaranya dipengaruhi oleh ukuran tubuh yaitu tinggi badan

dan berat badan yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh

yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi metabolisme


15

dan berdampak pada sistem termogulasi. Fungsi tubuh yang

optimal dapat tercapai apabila suhu tubuh dipertahankan dalam

keadaan konstan sebagai hasil dari proses metabolisme yang


(Nurmansah et al., 2021)
signifikan .

3) Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian shivering karena berkaitan dengan

anatomi, fisiologi serta kemampuan termoregulasi yang

berbeda pada setiap kelompok usia. Pada kelompok usia anak

dan lansia memiliki resiko yang lebih tinggi untuk shivering

dibandingkan pada kelompok usia dewasa yang memiliki


(Syauqi et al., 2020)
resiko shivering lebih rendah . Hal ini

disebabkan karena respons termoregulasi tubuh terhadap panas

dan dingin yang mulai menurun pada usia lansia, ambang batas

vasokontriksi tubuh terhadap perubahan suhu akan ikut turun

diusia tua sebesar 1℃ apabila diberikan anestesia


(Tantarto et al., 2016)
.

Usia merupakan salah satu faktor penyebab shivering

pada post anestesi. Menurut


(Burhan et al., 2021; Li et al., 2021)
:

a) Masa balita (0-5 tahun)

b) Masa kanak-kanak (5-11 tahun)

c) Masa remaja awal (12-16 tahun)


16

d) Masa remaja akhir (17-25 tahun)

e) Masa dewasa awal (26-35 tahun)

f) Masa dewasa akhir (36-45 tahun)

g) Masa lansia awal (46-55 tahun)

h) Masa lansia akhir (56-65 tahun)

i) Masa manula (65 sampai ke atas)

4) Jenis Kelamin

Kejadian post anesthetic shivering erat kaitannya

dengan hipotermi. Tingkat toleransi termoregulasi pada

perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Suhu

kulit perempuan lebih rendah 1-2⁰C dibandingkan dengan pria.

Hal ini berkaitan dengan vasokonstriksi yang lebih jelas terlihat

pada wanita sehingga menurunkan aliran darah arteri ke

ekstremitas seperti tangan dan kaki sehingga wanita lebih

rentan terhadap cedera dingin. Distribusi lemak tubuh yang

berbeda antara perempuan dan laki-laki juga merupakan salah

satu penyebab yang dapat meningkatkan risiko terjadinya post

anesthetic shivering pada wanita. Laki-laki cenderung

mengalami penumpukan lemak abdominal dibandingkan


(Millizia et al., 2020)
dengan perempuan. .

5) Suhu tubuh

Menggigil kemungkinan disebabkan karena hampir

seluruh pasien yang menjalani operasi berada dalam keadaan


17

hipotermi. kejadian hipotermi di ruang operasi adalah suhu

kamar operasi yang dingin. Setelah induksi anestesi terjadi

vasodilatasi perifer yang menyebabkan peningkatan dari

kompartemen sentral, menyebabkan pendistribusian panas ke

volume yang lebih besar. Selain itu, anestesi juga menyebabkan

penurunan pada panas yang dihasilkan metabolisme karena

jumlah energi yang dipakai untuk mengkompensasi

pembesaran kompartemen ini. Induksi anestesi menyebabkan

temperatur inti akan menurun secara cepat kurang lebih 0,5°C

sampai 1,5°C selama 30-45 menit pertama.


(Millizia et al., 2020)
.

6) Jenis Operasi

Jenis dan lama prosedur pembedahan di ruang operasi

sangat berpengaruh dengan kejadian shivering. Shivering

merupakan reaksi tubuh akibat dari hipotermi selama

pembedahan antara suhu darah dan kulit terhadap suhu inti

tubuh. Kejadian shivering dapat di pengaruhi dari jenis

tindakan operasi yang dilakukan oleh pasien. Menurut


(Masithoh et al., 2018)
Menurut faktor resikonya, pembedahan

diklasifikasikan menjadi bedah minor dan bedah mayor,

tergantung pada keparahan penyakit, bagian tubuh yang

terkena, tingkat kerumitan pembedahan, dan lamanya waktu

pemulihan.
18

a) Bedah minor

Bedah minor atau operasi kecil merupakan operasi

yang paling sering dilakukan dirawat jalan, dan pasien

yang dilakukan tindakan bedah minor dapat dipulangkan


(Virginia, 2019)
pada hari yang sama .

b) Bedah mayor

Bedah mayor atau operasi besar adalah operasi yang

penetrates dan exposes semua rongga badan, termasuk

tengkorak, pembedahan tulang, atau kerusakan signifikan

dari anatomis atau fungsi faal. Operasi besar meliputi

pembedahan kepala, leher, dada dan perut. Pemulihan

memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan

perawatan intensif dalam beberapa hari di rumah sakit.

Pembedahan ini memiliki komplikasi yang lebih tinggi

setelah pembedahan. Operasi besar sering melibatkan

salah satu badan utama di perut cavities (laparotomy), di

dada (thoracotomy), atau tengkorak (craniotomy) dan

dapat juga pada organ vital. Operasi yang biasanya

dilakukan dengan mengggunakan anestesi umum di rumah

sakit tuang operasi oleh tim dokter. Setidaknya pasien

menjalani perawatan satu malam di rumah sakit setelah

operasi. Operasi besar biasanya membawa beberapa

derajat resiko bagi pasien hidup, atau pasien potensi cacat


19

parah jika terjadi suatu kesalahan dalam operasi


(Virginia, 2019)
.

7) Suhu Kamar Operasi

Paparan suhu ruangan operasi yang rendah juga dapat

mengakibatkan pasien menjadi hipotermi, hal ini terjadi akibat

dari perambatan antara suhu permukaan kulit dan suhu

lingkungan. Suhu kamar operasi selalu dipertahankan dingin

(20℃–24℃) untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri.

c. Patofisiologi

Menggigil timbul ketika daerah preoptik hipotalamus

didinginkan. Sinyal eferen yang memediasi menggigil turun di

berkas otak depan medial. Neuron motorik alfa tulang belakang

dan aksonnya adalah jalur umum terakhir untuk gerakan

terkoordinasi dan menggigil. Tremor dingin yang khas memiliki

ritme spesifik dalam bentuk pelepasan yang dikelompokkan dalam

elektromiografi. Selama stimulasi dingin yang berkelanjutan pada

kulit atau sumsum tulang belakang, neuron motorik direkrut dalam

urutan yang semakin besar, dimulai dengan neuron motorik gamma

kecil yang diikuti oleh neuron motorik alfa tonik kecil, dan
(Lopez, 2018)
akhirnya, motor alfa fasik yang lebih besar .

d. Derajat Shivering

Biasanya ada berbagai tingkat menggigil yang disebabkan

oleh berbeda perangkat, dengan modulasi suhu inti menawarkan


20

lebih sedikit menggigil dari permukaan karena reseptor permukaan

kulit diketahui memainkan peran penting dalam inisiasi

gemetaran.Derajat berat ringannya menggigil secara klinis dapat

dinilai dengan skor 0 – 3 yaitu :

Tabel 2.2 Skala penilaian Shivering di samping tempat tidur

Skor Menggigil Karakteristik

0 Tidak ada Tidak ada menggigil


1 Ringan Menggigil terlokalisasi di
leher/toraks, dapat terlihat hanya
sebagai artefak pada EKG atau
dirasakan dengan palpasi
2 Sedang Keterlibatan intermiten dari
toraks ± ekstremitas atas
3 Berat Menggigil secara umum atau
menggigil ekstremitas
atas/bawah yang berkelanjutan
Sumber : (Badjatia et al., 2008)
e. Penatalaksanaan shivering

Efek samping penggunaan teknik anestesi spinal adalah

terjadinya gangguan fungsi termoregulator yaitu menurunnya

ambang vasokontriksi yang disebabkan karena anestesi spinal

menghasilkan blok simpatis, relaksasi otot, dan blok sensoris

terhadap reseptor suhu perifer sehingga menghambat respon


21

kompensasi terhadap suhu. Dampak yang muncul dari kondisi

tersebut adalah terjadinya reaksi shivering. Walaupun terjadinya

shivering merupakan respon normal termoregulasi tubuh, namun

perlu diwaspadai dampaknya berupa ketidaknyamanan pasien serta

bahaya terjadinya kenaikan kebutuhan oksigen akibat peningkatan


(Syauqi et al., 2020)
aktivitas otot .

Shivering pasca anastesi dapat diobati atau dicegah dengan


(Fauzi et al., 2015)
berbagai cara menurut

1) Non farmakologis

Meminimalkan kehilangan panas selama operasi

diantaranya dengan berbagai intervensi mekanik seperti alat

pemanas cairan infus, suhu lingkungan yang ditingkatkan,

lampu penghangat dan selimut penghangat

2) Farmakologis

Terdapat 3 jenis obat yang digunakan sebagai terapi

menggigil diantaranya ialah ketamin, petidin, dan tramadol.

Ketiga jenis obat itu termasuk obat- obatan yang sering

digunakan sebagai obat anesthesia, tetapi dapat juga digunakan

untuk terapi menggigil dengan menggunakan dosis yang kecil.

Diharapkan obat – obatan tersebut dapat menekan aktifitas otot

yang terjadi saat menggigil. Dari ketiga jenis obat tersebut

petidine adalah obat yang paling sering digunakan untuk terapi

ini.
22

2. Anestesi Spinal

a. Definisi

Anestesi spninal merupakan bagian dari anestesi regional

yaitu merupakan suatu metode yang lebih bersifat analgesik karena

menghilangkan nyeri dan pasien dapat tetap sadar. Oleh sebab itu,

teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya

menghilangkan persepsi nyeri saja. Dengan cara blokade nyeri


(Pramono, 2016)
sesuai ketinggian penyuntikan

Spinal anestesia merupakan salah satu teknik anestesi

dengan menyuntikan sejumlah obat lokal anestesi ke dalam ruang

subarachnoid. Spinal anestesi telah digunakan lebih dari seabad

dan dipertimbangkan sebagai teknik yang relative simple dan

aman, meskipun demikian tidak jarang ditemui komplikasi akibat

efek samping fisiologis yang berlebihan, penempatan jarum atau

kateter dan toksisitas dari anestesi local. Komplikasi yang terjadi

dapat bersifat ringan hingga terjadinya komplikasi yang fatal dan


(Perdatin, 2017)
mengancam jiwa

b. Indikasi anestesi spinal

Menurut (Pramono, 2016) indikasi anestesi spinal antara

lain:

1) Bedah ekstremitas bawah

2) Bedah panggul tindakan sekitar rektum-perineum

3) Bedah obsterti-ginekologi
23

4) Bedah urologi

5) Bedah abdomen bawah

6) Bedah abdomen atas tapi jarang di gunakan karena level blok

yang adekuat sulit tercapai

c. Kontraindiksai anestesi spinal

Menurut (Rehatta et al., 2019) kontraindikasi anestesi spinal

terbagi menjadi 2 yaitu:

1) Kontraindikasi absolut

Kontra indikasi absolut anestesi spinal meliputi:

a) Penolakan pasien, infeksi pada lokasi penyuntikan

b) Peningkatan tekanan intracranial

c) Hipovolemia berat

d) Koagulopati baik endogen maupun akibat antikoagulan atau

kelainan perdarahan lain

2) Kontraindikasi relative

Kontra indikasi relatife meliputi:

a) Infeksi sistemik

b) Pasien tidak kooperatif

c) Defisit neurologis

d) Deformitas tulang belakang


24

e) Kelainan stenosis katup jantung

f) Obstruksi aliran keluar dari ventrikel kiri (kardiomiopati

hipertrofi obstruktif)

g) Kelainan psikis dan deformitas spinal berat

d. Posisi pasien anestesi spinal

Menurut (Rehatta et al., 2019) membagi posisi pasien pada

saat penyuntikan menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

1) Posisi duduk

Dalam menentukan landmark, pasien dapat di posisikan

duduk karena pada posisi duduk garis tengah lebih mudah

teridentifikasi terutama pada pasien obesitas, kekurangan dari

posisi duduk adalah menggunakan obat hiperbarik dapat

menyebabkan distribusi obat ke arah cadual sehingga menjadi

blok saddle. posisi duduk dilakukan dengan cara memeluk

bantal atau meletakan siku di paha, sambal fleksi tulang

belakang. Tujuannya adalah untuk membuat posisi tulang

belakang lebih dekat dengan kulit.

2) Posisi lateral dekubitus

Posisi ini lebih nyaman di lakukan pada pasien yang

kesakitan jika di posisikan duduk, kekurangan pada posisi ini

adalah lebih sulit untuk dilakukan karena pasien di tidurkan

miring dengan lutut fleksi selanjutnya paha di tarik ke arah


25

abdomen atau dada seperti fetal, pada posisi ini sangatdi

butuhkan asisiten yaitu untuk mempertahankan posisi pasien.

3) Posisi prone

Posisi ini biasa di gunakan pada operasi anorektal dengan

menggunakan obat isobarik atau hipobarik, keuntungan posisi

ini adalah posisi penyuntikan sama dengan posisi beberapa

operasi, namun kesulitannya fleksi menyebabkan celah kurang

terbuka.

e. Lokasi penyuntikkan spinal anestesi

Setelah pasien diposisikan, yang harus dilakukan adalah

mencari celah interspace dengan meraba processus spinosus.

Processus spinosus biasanya teraba dan menjadi tanda garis

tengah tubuh. Lokasinya bisa di antara vertebrata lumbal 2 dan 3,

lumbal 3 dan 4 atau lumbal 4 dan 5 sesuai dengan ketinggian blok


(Rehatta et al., 2019)
yang di inginkan .

f. Teknik spinal anestesi

Menurut (Rehatta et al., 2019) setelah processus spinosus

teraba, penusukan jarum blok neuraksial dapat digunakan dengan

dua pendekatan yaitu dengan midline dan paramedian.

1) Tehnik midline

Penyuntikkan dengan menggunakan jarum 25 gauge.

Introducer diinsersikan pada garis tengah dengan arah sedikit

cephalad. Saat menembus subkutis, akan terasa sedikit


26

resistensi dan penusukan lebih lanjut akan membuat ujung

jarum memasuki ligamentum supraspinosus dan interspinosus

dimana resistensi akan lebih meningkat. Jika ujung jarum

terkena tulang yang masih di daerah superfisisal, jarum

mengenai processus spinosus atas atau bila insersi lateral dari

midline, jarum mengenai lamina, maka jarum harus diarahkan

ulang dengan menariknya ke subkutis. Untuk mengkonfirmasi

letak ujung jarum blok neuraksia di ruang subaraknoid atau

epidural.

2) Teknik paramedian

Jarum diposisikan 1-2 cm lateral dari bagian inferior

processus spinosus superior. Jarum diarahkan 10 hingga 25

derajat ke arah midline. Jika terkena tulang dangkal,

kemungkinan jarum terkena bagian medial dari lamina bawah

dan harus diarahkan sefalad dan sedikit ke arah lateral.

g. Komplikasi Anestesi Spinal

Komplikasi tehnik anestesi spinal disebabkan oleh efek

fisiologis terhadap obat yang di suntikkan. Berikut beberapa

komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi :

1) High spinal

High spinal adalah keadaan dimana blok neuraksial yang

menyebar jauh melebihi ketinggian dermatome yang

diinginkan. Hal ini dapat di sebabakan oleh pemberian anestesi


27

lokal dalam dosis besar atau juga lokasi penyuntikan yang

terlalu tinggi. Manifestasi klinisnya dapat berupa sesak nafas,

baal, atau kelemahan pada ekstremitas atas


(Rehatta et al., 2019)
.

2) Henti jantung

Henti jantung selama spinal anesthesia adalah komplikasi

mengancam jiwa dan di definisikan sebagai instabilitas

hemodinamik (hipotensi dan bradikadia berat atau keduanya)

yang menyebabkan henti jantung, kehilangan kesadaran

sehingga memerlukan resusitasi dengan kompresi dada,


(Perdatin, 2017)
defibilasi dan atau vasopressor .

3) Hipotensi

Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan

insidens 16-33%. Factor resiko ini bertambah pada blok diatas

T5, operasi emergensi, usia diatas 40 tahun, hipertensi lama,

Teknik combine spinal-general anesthesia, dan injeksi spinal


(Perdatin, 2017)
diatas L2-L3 .

4) Bradikardi

Bradikardi merupakan hasil dari blok spinal yang tinggi atau

dikarenakan vagal reflek. Factor lain yang juga mempengaruhi

terjadinya komplikasi ini adalah usia muda, status ASA I,

penggunaan beta bloker sebagai pengobatan pada preoperative


(Perdatin, 2017)
dan jenis kelamin laki-laki. .
28

5) Mual muntah

Komplikasi ini bisa terjadi pada kondisi hipotensi, blok

neurasikal disebabkan oleh aktivitas dari chemoreseptor

trigger zone (CTZ) dan peningkatan peristaltic usus. Faktor

yang meningkatkan kejadian mual muntah pada blok neuraksial

adalah pengguaan ajuvan epinefrin dan opioid pada obat

anestesi lokal, ketinggian blok pada T5 ke atas dan hipotensi


(Rehatta et al., 2019)
saat anestesi neuraksial .

6) Trauma jaringan ikat dan nyeri tulang punggung

Tindakan puncture yang berulang akan mengakibatkan trauma

pada jaringan pengikat dan ligamen. Dan hal ini akan sangat

mempengaruhi terjadinya nyeri punggung yang persisten.


(Perdatin, 2017)
.

7) Shivering

Shivering adalah aktivitas otot tidak sadar berupa gerakan

osilasi yang berfungsi untuk menghasilkan panas tubuh.

Shivering akibat blok neuraksial disebabkan oleh distibusi

panas dari core ke perifer. Shivering dapat mengakibatkan

peningkatan konsumsi oksigen sampai 500 persen diikuti

peningkatan ventilasi semenit dan curah jantung dalam usaha

meningkatkan metabolisme aerobik. Keadaan ini juga dapat


29

membahayakan kondisi pasien. Shivering juga membuat proses

pemantauan selama anestesi menjadi terganggu


(Rehatta et al., 2019)
.

8) Trauma saraf

Trauma saraf ini meliputi trauma langsung jarum spinal,

neurotoksisitas, sindrom translent neurological, dan sindrom


(Perdatin, 2017)
cauda equine .

9) Infeksi

Infeksi seperti pada kulit yang dilalui, spinal abses meskipun


(Perdatin, 2017)
jarang bisa terjadi pada spinal anestesi. .

10) Spinal hematom

Meskipun terbilang jarang, komplikasi ini yang paling

ditakutkan pada tindakan neuroaksial blok. Jika spinal

hematom ini terjadi bisa mengakibatkan hilangnya sensori

motoric pada level dibawah kompresi. Secara klinis bisa

dikenali dengan kelemahan sensori dan motoric yang tidak


(Rehatta et al., 2019)
wajar berupa durasinya yang memanjang .

11) Meningitis dan Arachnoiditis

Infeksi infeksi ruang subaraknoid dapat terjadi setelah tindakan

spinal anestesi sebagai akibat dari kontaminasi peralatan atau

larutan yang di suntikan, atau pada organisme yang terdapat

pada pasien (darah atau kulit) kateter spinal dapat menjadi jalur
(Rehatta et al., 2019)
kontaminasi organisme kulit .
30

12) Post dural puncture headache (PDPH)

PDPH adalah nyeri kepala yang timbul dalam lima hari fungsi

lumbal yang di sebabkan kebocoral CSF melalui tempat fungsi

lembal, seringkali disertai dengan kekakuan leher dan atau

kehilangan fungsi pendengaran. Awitan nyeri kepala

umumnya 12-72 jam setelah dilakukan prosedur spinal anestesi

tetapi bisa juga dalam waktu segera. Insiden PDPH juga sangat

terkait dengan ukuran dan jenis jarum, semakin besar jarum

maka semakin besar juga kemungkinan terjadi PDPH.

Kemudian pada jarum yang memiliki ujung yang tajam di

kaitkan dengan insiden PDPH yang lebih tinggi daripada jarum

ujung tumpul dengan ukuran gauge yang sama


(Rehatta et al., 2019)
.
31

B. Kerangka Teori
Kerangka teori ini disusun dengan modifikasi konsep-konsep yang
diuraikan di atas. Adapun kerangka teori penelitiannya sebagai berikut:

Anestesi

Blok sensoris Spinal anestesi Post anestesi


Komplikasi anestesi
Reseptor suhu
spinal
perifer

Shivering/Menggigil
Menghambat respon
kompensasi
terhadap suhu
Faktor–faktor yang
mendukung kejadian
Peningkatan shivering:
aktifitas metabolik 1. Lama Operasi
2. IMT
3. Usia
4. Jenis kelamin
5. Suhu Tubuh
6. Jenis Operasi
32

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber (Fauzi et al., 2015; Hidayah et al., 2021; Lopez, 2018; Masithoh et al.,
2018b; Millizia et al., 2020; Nurmansah et al., 2021; Perdatin, 2017; Rehatta et
al., 2019; Syauqi et al., 2020; Virginia, 2019)

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Lama operasi Shivering pasca


anestesi

1. IMT
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Suhu tubuh
5. Jenis Operasi
6. Suhu Kamar Operasi

Keterangan :

Yang Diteliti :

Yang Tidak Diteliti :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


33

D. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan lama operasi dengan


kejadian shivering pada pasien
pasca spinal anestesi.
2. Hipotesis Alternative (Ha) : Ada hubungan lama operasi dengan
kejadian shivering pada pasien pasca spinal anestesi
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yaitu upaya

seorang peneliti menemukan pengetahuan dengan memberi data berupa

angka atau statistik. satu fungsi statistik adalah menyederhanakan data

penelitian yang berjumlah sangat besar menjadi informasi yang sederhana

dan mudah dipahami oleh pembaca. Disamping itu, uji statistik dapat

membuktikan hubungan, perbedaan, atau pengaruh hasil yang diperoleh

pada variabel-variabel yang diteliti. Dengan jenis penelitian observasional

analitik Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara

variabel, dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul sehingga

perlu dibuat hipotesis. Desain penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan cross-sectional adalah jenis penelitian yang menekankan

waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen

hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan

dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak
(Nursalam, 2020)
lanjut.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian dilakukan di RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2023

32
35

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapka, kemudian populasi

dibagi menjadi dua yaitu populasi target dan terjangkau. Pada

penelitian ini mengunakan Populasi terjangkau adalah populasi yang

memenuhi kriteria penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh

peneliti dari kelompoknya, populasi dari penelitian ini adalah tindakan

spinal anestesi di rumah sakit yang akan di teliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien spinal anestesi di

Instalasi Bedah Sentral RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata

didapatkan data terakhir pada tanggal 1-30 November 2022, yaitu

jumlah operasi sebanyak 104 tindakan operasi dengan spinal anestesi.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat


(Nursalam, 2020)
mewakili populasi yang ada

a. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel dengan consecutive (berurutan) adalah

pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi

kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun


36

waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi


(Nursalam, 2020)

Sampel diambil dari populasi menggunakan rumus Isaac

And Michael.

2
λ . N .P.Q
s=
d ²(N −1)+ λ ² . P . Q

2,706.104 .0 ,5.0 ,5
s= 2
5 % ( 104−1 ) +3,841.0 , 5.0 , 5

99,866
s=
0,0025.103+ 0,96025

99,866
s=
0,2575+ 0,96025

99,866
s=
1,21775
s=¿82

Keterangan:: λ² = eror 5% (3,841)


N = Besar populasi
P = 0,5
Q = 0,5
d² = Derajat kebebasan
s = Besar sampel
b. Kriteria Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk

mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-

variabel kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel


37

yang kita teliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua


(Nursalam, 2020)
bagian, yaitu: inklusi dan eksklusi

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian

dari suatu popolusi target yang terjangkau dan akan diteliti.

Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman saat menentukan

kriteria inklusi. Pada penelitian ini kriteria inklusi meliputi:

a) Pasien bersedia menjadi responden

b) Usia responden antara 17-65 tahun

c) Pasien spinal anestesi

d) Pasien elektif

2) Kriteria eklusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi. Pada

penelitian ini kriteria eklusi adalah:

a) Pasien menolak menjadi responden

b) Pasien Emergency

c) Pasien yang tidak masuk ke recovery room pasca spinal

anestesi
38

D. Variabel Penelitian

Jenis variabel diklasifikasikan menjadi bermacam-macam tipe untuk

menjelaskan penggunaannya dalam penelitian. Beberapa variabel

dimanipulasi, yang lainnya sebagai kontrol. Beberapa variabel

diidentifikasi tetapi tidak diukur dan yang lainnya diukur dengan

pengukuran sebagian.

1. Variabel Bebas

Variabel yang memengaruhi atau nilainya menentukan variabel

lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Variabel bebas

biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui

hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain Dalam

penelitian ini yang menjadi variable bebas adalah lama operasi pada

pasien spinal

2. Variabel Terikat

Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain.

Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-

variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek

tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai stimulus.

Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor yang diamati dan

diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari

variabel bebas Dalam penelitian ini yang menjadi variable terikat

adalah shivering.
39

E. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Hasil Pengukuran Skala
oprasional ukur
1 IMT Indeks massa tubuh Rekam 1. Kurus IMT < 18,5 Ordinal
pasien yang di Medis 2. Normal IMT
hitung dari pasien ≥18,5 - <24.9
masuk rumah sakit 3. Berat Badan
sampai saat data di Lebih IMT ≥25,0 -
ambil. <27
4. Obesitas IMT
≥27,0
2 Usia Umur hidup Rekam 1. Remaja akhir (17- Ordinal
responden yang medis 25 tahun)
dihitung dari 2. Dewasa awal (26-
tanggal lahir 35 tahun)
sampai saat data di 3. Dewasa akhir (36-
ambil 45 tahun)
4. Lansia awal (46-
55 tahun)
5. Lansia akhir (56-
65 tahun)
3 Jenis Karakteristik Rekam 1. Laki-laki Nominal
Kelamin biologis yang medis 2. Perempuan
dilihat dari
penampilan luar
4 Lama Waktu sejak Rekam 1. Operasi ringan Ordinal
Operasi dibuatnya sayatan Medik (< 1 jam),
pertama sampai 2. Operasi sedang
pasien (1 -2 jam),
3. Operasi besar
dipindahkan ke
( > 2 jam)
ruang pemulihan
5 Shiverin Mekanisme Lembar Derajat shivering Ordinal
g pertahanan tubuh observas 0 : Tidak ada
untuk i menggigil.
mempertahankan 1 : Menggigil
40

atau menaikan teralokasi di


suhu tubuh leher/toraks, dapat
dengan terlihat hanya pada
pergerakan otot artefak pada EKG
atau di sarankan
dengan palpasi

No Definisi Hasil Pengukuran Skala


Variabel oprasional Alat
ukur
2 : Keterlibatan
intermiten dari
toraks ± ekstremitas
atas
3 : Menggigil secara
umum atau
menggigil
ekstremitas
atas/bawah yang
berkelanjutan

F. Instrumen Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2017) menyatakan bahwa instrumen penelitian

adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial

yang diamati. Instrumen penelitian digunakan sebagai alat pengumpulan

data, dan instrumen yang lazim digunakan dalam penelitian adalah

beberapa daftar pertanyaan serta kuesioner yang disampaikan dan

diberikan kepada masing-masing responden yang menjadi sampel dalam

penelitian pada saat observasi. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini alat dan bahan yang diperlukan adalah:

Instrumen yang di gunakan adalah:

1. Lembar obsevasi yang di gunakan untuk mencatat data yang di peroleh

yang terdiri dari lama operasi dan kejadian shivering.


41

G. Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data

a) Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah jenis data yang dikumpulkan secara

langsung dari sumber utamanya. Dalam penelitian ini data primer

didapatkan melalui observasi terhadap kejadian shivering beserta

derajat shivering nya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari sumber lain

oleh peneliti. Dalam penelitian ini data sekunder di dapatkan dari

rekan medik pasien untuk melihat lama operasi.

b) Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data

bergantung pada rancangan penelitian dan teknik instrumen yang

digunakan. penulis menggunakan metode-metode antara lain sebagai

berikut:

a. Metode Observasi
42

Pada penelitian ini menggunakan observasi , observasi yang

dilakukan pada lingkungan alamiah subjek, tanpa adanya upaya

untuk melakukan kontrol atau direncanakan manipulasi terhadap

perilaku subjek. Karakter observasi natural observer

mendapatkan data yang representatif dari perilaku yang terjadi

secara alamiah, sehingga validitas eksternalnya baik. Dikatakan

baik karena perilaku yang dimunculkan subyek tidak dibuat-buat

atau terjadi secara alamiah; kurang dapat menjelaskan tentang

hubungan sebab akibat dari perilaku yang muncul, bahkan

bersifat spekulatif dari observer. Hal ini disebabkan munculnya

perilaku hasil manipulasi atau kontrol yang dilakukan peneliti.


(Hasanah, 2017)

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dengan

melakukan observasi intensitas kejadian shivering pada pasien

dengan tindakan operasi yang menggunakan anestesi spinal.

Observasi faktor-faktor yang mempengaruhi shivering yaitu lama

operasi.

b. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan

kepada subjek dan juga proses pengumpulan informasi terkait

subjek dan karakteristik yang akan diteliti langah-langkah

pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1) Tahap persiapan
43

a) Penulis melakukan Ethical clearance di universitas

harapan bangsa.

b) Penulis mengurus surat pengantar perijinan penelitian di

universitas harapan bangsa untuk kepala kesbangpol

kabupaten Purbalingga dan direktur RSUD dr.R. Goeteng

Taroenadibrata purbalingga.

c) Penulis mendapatkan surat rekomendasi untuk melakukan

penlitian dari kesbangpol untuk baplitbangda Purbalingga.

d) Penulis mendapatkan surat perizinan penelitian yang akan

di berikan ke pihak RSUD dr.R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga.

e) Penyerahan surat perizinan dari baplitbangda, surat

pengantar dari universitas harapan bangsa dan proposal

yang sudah di setujui oleh dosen pembimbing dan penguji

kepada pihak RSUD dr.R.Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga untuk di riview.

f) Penulis mendapatkan perizinan dari pihak RSUD

dr.R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

g) Penulis mengidentifikasi responden sesuai kriteria

penelitian yang telah ditetapkan,usia,lama operasi, jenis

anestesi dan mengukur suhu pasca anestesi di ruang

recovery room.

2) Tahap Pelaksanaan
44

a) Penulis memilih pasien yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi penelitian.

b) Penulis melakukan kontrak dengan pasien sesuai dengan

protokol kesehatan, dengan menyampaikan penjelasan

mengenai tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan

penelitian sebelum penandatanganan persetujuan sebagai

responden (informed consent).

c) Di ruang persiapan, mencatat inisial pasien, nomor CM

usia,jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan

responden. Hasil dicatat pada lembar observasi.

d) Di ruang recovery room penulis mengamati responden

setelah di pindah ke I sampai pindah ke ruangan rawat

inap apakah mengalami shivering atau tidak.

e) Penulis mencatat lama operasi pada lembar observasi

yang di lihat dari rekam medik dalam satuan jam.

c. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah

mengelolah data untuk dianalisis dan diambil kesimpulannya.

Pengelolaan data dilakukan secara komputerisasi dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012).

1) Editing

Meneliti kembali data jawaban pada lembar

kuesioner apakah telah terisi dengan baik atau belum


45

apabila ada kekurangan atau kesalahan dapat segera

dilengkapi atau diambil sehimgga dapat diproses.

2) Coding

Merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan

memberi kode numerik (angka) untuk masing-masing

sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data. Data terbentuk

huruf dirubah menjadi data.

a) Indeks Massa Tubuh

Tabel 3.2 Coding IMT

IMT Coding
Kurus IMT < 18,5 1
Normal IMT ≥18,5 - <24.9 2
Berat Badan Lebih IMT 3
≥25,0 -<27
Obesitas IMT ≥27,0 4

b) Usia

Tabel 3.3 Coding Usia

Usia Coding
Remaja akhir (17-25 tahun) 1
Dewasa awal (26-35 tahun) 2
Dewasa akhir (36-45 tahun) 3
Lansia awal (46-55 tahun) 4
Lansia akhir (56-65 tahun) 5
46

c) Jenis Kelamin

Tabel 3.4 Coding Jenis kelamin

Jenis Kelamin Coding


Laki-laki 1
Perempuan 2

d) Lama Operasi Operasi

Tabel 3.5 Coding Lama Operasi


Lama Operasi Coding
Cepat < 1jam 1
Sedang 1- 2 jam 2
Lama > 2jam 3

e) Derajat Shivering
Tabel 3.6 Coding Derajat Shivering
Derajat Shivering Coding

0 : Tidak ada menggigil 1

1 : Menggigil teralokasi di leher/toraks, 2


dapat terlihat hanya pada artefak pada
EKG atau di sarankan dengan palpasi
2 : Keterlibatan intermiten dari toraks ± 3
ekstremitas atas
3 : Menggigil secara umum atau 4
47

menggigil ekstremitas atas/bawah yang


berkelanjutan

3) Entry

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan

bener juga telah melewati pengkodingan, maka langkah

selanjutnya adalah memproses data agar dapat di analisis.

4) Cleaning

Pada tahap ini data yang telah dimasukkan dalam

tabel diperiksa kembali sehingga benar-benar bebas dari

kesalahan atau kekeliruan.

H. Analisis Data

Metode Analisa data yang di gunakan pada penelitian ini adalah :

1. Analisis univariat

Adalah menganalisis kualitas satu variabel pada suatu waktu.

Hanya tes deskriptif yang dapat digunakan dalam jenis analisis ini.

2. Analisis bivariat

Analisa yang yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi yaitu antara variabel bebas yaitu

lama operasi dengan variabel terikat yaitu kejadian shivering pasca

anestesi.
48

a. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor

lama operasi dengan kejadian shivering, menggunakan uji sparman

rank karena kedua data berkategori ordinal.

I. Jadwal Penelitian

Jadwal Bulan
Kegiatan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
Pengajuan
Judul
Penyusunan
Proposal
Pendaftaran
Ujian
Proposal
Seminar
Proposal
Pengambila
n Data
penelitian
Bimbingan
Skripsi
Ujian
Skripsi
Revisi
Skripsi

J. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komite etik

penelitian Kesehatan Universitas Harapan Bangsa dan dinyatakan layak

etik sesuai dengan surat No. B.LPPM-UHB/2131/07/2023.

Etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya tindakan

yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-

prinsip sebagai berikut


49

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian

yang dilakukan, tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang

diperoleh responden, dan resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan

dalam lembar persetujuan jelas dan mudah dipahami sehingga

responden tahu bagaimana penelitian ini dijalankan. Untuk

responden yang bersedia maka mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan secara sukarela kemudian penulis menjamin kerahasiaan

terhadap informasi pribadi respoden dan pada responden yang

menolak menjadi responden tidak menandatangan lembar inform

consent serta tidak ada ada paksaan.

2. Anonimitas

Untuk menjaga kerahasiaan identitas pribadi responden

peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar

tersebut hanya diberi kode atau inisial.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan

hasil penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan

berdasarkan kelompok dan juga data yang berhasil di peroleh dari

responden tidak akan disebarkan kepada pihak lain di luar

kepentingan penelitian.

4. Sukarela
50

Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau

tekanan secara langsung maupun tidak langsung dari peneliti kepada

calon responden yang akan diteliti jadi semua keputusan tergantung

pada calon reponden itu sendiri.

5. Kemanfaatan

Penulis mempertimbangkan manfaat serta kerugian yang

ditimbulkan dari penelitian ini. Penulis akan meminimalisasi

dampak yang merugikan dengan menjelaskan tujuan serta manfaat

dilakukan penelitian ini kepada pada responden .

6. Keadilan

Penulis memegang teguh prinsip keadilan, penulis

memperlakukan responden secara adil jadi tidak ada perbedaan

perlakuan terhadap responden tertentu.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Univariat

Berikut merupakan tabel distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan pada IMT, usia, jenis kelamin, lama operasi dan kejadian

shivering di RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata, dengan jumlah kamar

operasi 8 (tetapi yang dipakai 5), jumlah Dr.Sp.An sebanyak 3 orang, dan

penata anestesi sebanyak 5 orang.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik pada indeks massa


tubuh (IMT), usia dan jenis kelamin dengan derajat shivering (n=82).

No Karakteristik Derajat Shivering Total


0 1 2 3
1 IMT
Kurus 0 2 4 11 17
Normal 29 8 7 10 54
Berat Badan Lebih 7 0 0 0 7
Obesitas 4 0 0 0 4
Total 40 10 11 21 82
2 Usia
Remaja akhir (17-25 tahun) 6 0 1 0 7
Dewasa awal (26-35 tahun) 6 1 3 1 11
Dewasa akhir (36-45 tahun) 4 2 1 2 9
Lansia awal (46-55 tahun) 6 0 3 5 14
Lansia akhir (56-65 tahun) 18 7 3 13 41
Total 40 10 11 21 82
3 Jenis Kelamin
Laki-laki 24 5 4 15 48
Perempuan 16 5 7 6 34
Total 40 10 11 21 82

49
52

Data pada tabel 4.1 menunjukan dari 82 responden yang diamati

bahwa IMT kategori normal mendominasi pada penelitian ini yaitu

sebanyak 54 responden (65%) sedangkan yang paling sedikit adalah

IMT kategori obesitas sebanyak 4 responden (4.9%) dengan kejadian

shivering paling banyak dialami oleh IMT kategori kurus sebanyak 11

responden dengan shivering derajat 3, selanjutnya untuk kategori usia

berada pada usia lansia akhir yaitu 56-65 tahun mendominasi pada

penelitian ini yaitu sebanyak 41 responden (50%) sedangkan yang paling

sedikit adalah usia kategori remaja akhir yaitu 17-25 tahun sebanyak 7

responden (8.5%) dengan kejadian shivering paling banyak dialami oleh

kategori lansia akhir sebanyak 13 responden dengan shivering derajat 3,

dan Jenis kelamin laki-laki mendominasi pada penelitian ini yaitu

sebanyak 48 responden (58.5%) sedangkan pada jenis kelamin

perempuan sebanyak 34 responden (41.5%) dengan kejadian shivering

paling banyak di alami oleh laki-laki dengan shivering derajat 3.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik pada lama


operasi (n=82).
Variabel f (%)
Lama Operasi
Cepat (≤1jam) 48 58.5
Sedang (1-2 jam) 29 35.4
Lama (≥ 2 jam) 5 6.1
Total 82 100

Data pada tabel 4.2 menunjukan dari 82 responden yang diamati

bahwa lama operasi kategori cepat mendominasi pada penelitian ini


53

yaitu sebanyak 48 responden (58.5%) sedangkan yang paling sedikit

adalah lama operasi kategori lama sebanyak 5 responden (6.1%).

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian shivering (n=82).


Variabel f (%)
Shivering
Derajat 0 : Tidak ada 40 48.8
Derajat 1 : Ringan 10 12.2
Derajat 2 : Sedang 11 13.4
Derajat 3 : Berat 21 25.6
Total 82 100

Data pada tabel 4.3 menunjukan dari 82 responden yang diamati

bahwa kejadian shivering mendominasi pada penelitian ini dengan total

42 responden (51.2%) yaitu pada derajat 1 sebanyak 10 responden

(12.2%) kemudian derajat 2 sebanyak 11 responden (13.4) dan pada

derajat 3 sebanyak 21 responden (25.6%). Sedangkan yang tidak

mengalami shivering atau berada pada derajat 0 sebanyak 40 responden

(48.8).

2. Hasil Uji Bivariat

Berikut merupakan tabel tentang analisis hubungan lama operasi

dengan kejadian shivering pada pasien pasca spinal anestesi di RSUD

Dr R Goeteng Taroenadibrata.

Tabel 4.4 analisis hubungan antara lama operasi dengan kejadian


shivering.
Variabel Tidak Shivering Shivering Shivering
Shivering Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total % P
Lama f % f % f % f % value
Operasi
≤1 jam 36 43.9 8 9.8 2 2.4 2 2.4 48 58.5
1-2 jam 4 4.9 2 2.4 8 9.8 15 18.3 29 35.4
54

≥2 jam 0 0 0 0 1 1.2 4 4.9 5 6.1 0.000


Total 40 48.8 10 12.2 11 13.4 21 25.6 82 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui responden yang mengalami shivering

sebanyak 42 responden (51.2%) proporsi paling banyak yang mengalami

shivering yaitu shivering derajat 3 sebanyak 21 responden (25.6%)

dengan hasil uji spearman rank dengan nilai probabilitas 0.000 (p value

<0.05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara lama operasi dengan kejadian shivering

pada pasien pasca spinal anestesi di RSUD Dr.R.Goeteng

Taroenadibrata.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), Usia

dan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.1 data yang diperoleh, responden yang

memliki IMT normal adalah yang paling banyak. Penelitian ini juga
(Riskesdas, 2018).
sejalan dengan data dari Menyebutkan bahwa

prevalensi indeks massa tubuh (IMT) pada penduduk dewasa indonesia

umur >18 tahun terbanyak pada IMT normal dengan jumlah 55.3% dan

untuk wilayah jawa tengah sendiri sama di dominasi oleh IMT normal

sebanyak 56.3%. Tetepi untuk kejadian shivering berdasarkan IMT

diperoleh data bahwa responden yang memliki IMT rendah lebih

berisiko mengalami penurunan suhu tubuh selama operasi yang dapat

memicu kejadian shivering. Menurut Alsandra (2014) bahwa kejadian


55

shivering lebih tinggi pada Indeks Massa Tubuh kurus dibandingkan

Indeks Massa Tubuh normal dan Indeks Massa Tubuh gemuk.


(Susilowati et al., 2017)

Karakteristik pada usia diperoleh hasil bahwa dari 82 responden

didominasi oleh usia lansia akhir. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
(Millizia et al., 2020)
tentang faktor-faktor yang berhubunan dengan post

anesthetic shivering pada pasien anestesi spinal, yang menyatakan bahwa

dari 119 responden bedasarkan tingkat usia sebagian besar usianya

berada pada tingkat lansia yang berjumlah 53 responden. Hal ini di


(Friska & Kemenkes Riau, 2020)
dukung dengan teori dari lansia

merupakan kelompok umur yang mengalami penuaan, menua adalah

suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap

lesion atau luka (infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Hal

ini dikarenakan fisik lansia dapat menghambat atau memperlambat

kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya umur.

Kemunduran fungsi tubuh tersebut dapat menyebabkan kehilangan daya

tahan tubuh terhadap infeksi salah satunya adalah penurunan masa otot

dan susunan syaraf. Hal ini yang bisa mempengaruhi banyaknya tindakan

pembedahan yang di lakukan pada lansia akhir. Pada penelitian ini di

dapati bahwa kejadian shivering paling banyak terjadi pada usia lansia

akhir dengan kejadian 13 responden dengan shivering derajat 3.


56

Karakteristik pada jenis kelamin, shivering banyak terjadi pada

laki-laki, hal ini disebabkan karena mayoritas responden penelitian ini

adalah laki-laki. Hal ini di dukung oleh data dari


(Badan Pusat Statistik, 2022)
yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk indonesia tahun 2022

sebanyak 274,20 jiwa yang di dominasi oleh laki-laki yang berjumlah

138,45 jiwa sedangkan pada perempuan berjumlah 135,75 jiwa. Dari

kedua data tersebut rasio jenis kelamin penduduk indonesia setiap 100

orang perempuan terdapat sekitar 101 sampai 102 orang laki-laki. Pada

penelitian ini di dapati bahwa kejadian shivering paling banyak terjadi

pada Laki-laki dengan kejadian 15 responden dengan shivering derajat 3

2. Lama Operasi Pada Pasien Spinal Anestesi di RSUD Dr.R Goeteng

Taroenadibrata

Berdasarkan tabel 4.2 tentang distribusi frekuensi karakteristik

pada lama operasi di dapati bahwa dari 82 responden yang menjalani

operasi menggunakan spinal anestesi di dominasi oleh operasi cepat

dengan waktu ≤ 1 jam dengan jumlah 48 responden (58.5%), dan yang

paling sedikit adalah operasi lama dengan durasi lama dengan waktu ≥ 2

jam dengan jumlah 5 responden (6.1%). Hal ini sejalan dengan dengan
(Zulfakhrizal et al., 2023)
penelitian yang dilakukan tentang Hubungan

Lama Operasi Dengan Kejadian Shivering Pada Pasien Pasca Spinal

Anestesi di RSUD Meuredu Kabupaten Pidie Jaya Aceh berdasarkan

penelitian tersebut di dapatkan 65 responden dengan proporsi terbesar

yaitu responden dengan durasi operasi cepat atau ≤ 1 jam sebanyak 29


57

responden (44.6%) dan yang paling sedikit berjumlah 14 responden

(21.5).

Penelitian lainnya juga tentang hubungan antara usia dan lama

operasi dengan hipotermi pada pasien paska anestesi spinal di instalasi

bedah sentral didapati bahwa dari 53 responden yang menjalani operasi

dengan spinal anestesi didominasi oleh durasi cepat ≤ 1 jam dengan

jumlah 33 responden (62.3%) dan yang paling sedikit adalah operasi

dengan durasi lama ≥ 2 jam dengan jumlah 1 responden (1.9%). Hal ini

dikarenakan oleh peneliti yang mengambil data responden dalam satu

waktu dan didapatkan hasil proporsi terbesar yaitu responden dengan

durasi operasi ≤ 1 jam sebanyak 48 responden (58.5%).

3. Kejadian Shivering Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi di RSUD Dr.R

Goeteng Taroenadibrata

Berdasarkan tabel 4.3 data yang di peroleh tentang distribusi

frekuensi karakteristik pada kejadian shivering di dapati bahwa dari 82

responden yang diamati pasca spinal anestesi didapati 42 responden

mengalami shivering dan 40 responden (48.8%) tidak mengalami


(Gunanto et al., 2022)
shivering. tentang hubungan lama operasi dengan

kejadian post anesthetic shivering (PAS) pada pasien pasca spinal

anestesi di RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara yang menyatakan

bahwa dari 88 responden sebagian besar mengalami shivering sebanyak

45 responden (51.1%) dan yang tidak mengalami shivering sebanyak 43


(Susilowati et al., 2017)
responden (48.9%). Dalam penelitian , faktor
58

yang menyebabkan kejadian shivering diantaranya adalah usia, berat

badan, IMT, suhu tubuh pre operasi, teknik anestesi, jenis pembedahan,

cairan irigasi, lama operasi, suhu ruang operasi.

Hal ini didukung oleh teori dari (Masithoh et al., 2018) yang

menyebutkan bahwa Efek samping penggunaan teknik anestesi spinal

adalah terjadinya gangguan fungsi termoregulator yaitu menurunnya

ambang vasokontriksi yang disebabkan karena anestesi spinal

menghasilkan blok simpatis, relaksasi otot, dan blok sensoris terhadap

reseptor suhu perifer sehingga menghambat respon kompensasi terhadap

suhu. Dampak yang muncul dari kondisi tersebut adalah terjadinya reaksi

shivering. Selain karna efek spinal anestesi ada beberapa faktor lain yang

mempengaruhi kejadian shivering

Tabel 4.1 menunjukan bahwa responden yang paling banyak

mengalami kejadian shivering yaitu pada responden lansia akhir yang

berumur 56-65 dengan jumlah 13 responden pada derajat 3. Hal ini

disebabkan karena respons termoregulasi tubuh terhadap panas dan

dingin yang mulai menurun pada usia lansia, ambang batas vasokontriksi

tubuh terhadap perubahan suhu akan ikut turun diusia tua sebesar 1℃
(Tantarto et al., 2016)
apabila diberikan anestesia . Sejalan dengan
(Syauqi et al., 2020)
pernyataan yang menyatakan bahwa pasien anak

dan lansia memiliki risiko lebih tinggi terjadinya shivering dibandingkan

pada pasien dewasa yang memiliki risiko shivering lebih rendah, selain

pada usia faktor yang mempengaruhi lainnya adalah IMT, pada tabel 4.1
59

menunjukan bahwa responden yang paling banyak mengalami shivering

adalah responden dengan IMT kurus dengan jumlah 11 responden pada


(Amin Trisetyo et al., 2022)
derajat 3, hal ini sejalan dengan pernyataan

yang menyatakan bahwa hal ini dapat diakibatkan karena manusia yang

memiliki IMT yang rendah memiliki simpanan lemak yang lebih tipis,

sehingga salah satu fungsi lemak sebagai pelindung dari kehilangan

panasmenjadi tidak sebaik dengan yang memiliki IMT lebih tinggi,

sehingga lebih mudah kehilangan panas dan mudah mengalami shivering.

4. Hubungan Lama Operasi Dengan Kejadian shivering Pasca Spinal

Anestesi di RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata

Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji spearman rank pada penelitian ini

di dapatkan hasil yang signifikan p value 0.000. diketahui bahwa (0.000

≤ 0.005) maka Ha diterima sedangkan Ho ditolak, sehingga dapat di

katakan bahwa ada hubungan antara lama operasi dengankejadian

shivering pada pasien pasca spinal anestesi di ruang pemuliah RSUD

Dr.R Goeteng Taroenadibrata. Shivering bisa terjadi karena beberapa hal

yaitu lama operasi, IMT, usia, jenis kelamin, suhu tubuh, jenis operasi

dan suhu kamar operasi. Salah satu penyebab shivering, hal ini

dikarenakan responden dengan operasi yang lama akan terpapar dengan

lingkungan dingin lebih lama dibanding dengan responden dengan

operasi cepat atau sedang yang di hitung sejak sayatan pertama sampai

dengan pasien di pindah ke ruang pemulihan.


60

Hal ini di dukung oleh Penelitian ini di dukung oleh


(Nasrun & Aisyah, 2022)
yang menyatakan bahwa lama operasi dihitung sejak di

buatnya sayatan pertama sampai responden dipindahkan ke ruang pulih

sadar. Lama operasi tersebut mengkibatkan tubuh responden kehilangan

lebih banyak panas tubuh dikarenakan permukaan tubuh pasien yang

basah atau lembab,seperti perut yang terbuka dan juga luasnya paparan

permukaan kulit terhadap suhu yang dingin. Dampak yang muncul dari

kondisi tersebut adalah kejadian shivering. Hasil tersebut sejalan dengan


(Harnita et al., 2022)
pendapat yang menyebutkan bahwa pada

responden dengan operasi yang lama akan menambah waktu terpaparnya

responden yang berada dilingkungan kamar operasi yang dingin, dan

menjalani operasi lama juga berpengaruh terhadap fisiologi pasien yaitu

efek vasodilatasi dari pemakaian obat anestesi akan semakin habis

efeknya sehingga akan digantikan perlahan oleh pertahanan

vasokontriksi, salah satunya terjadi efek menggigil sebagai pertahanan

suhu tubuh dalam batas normal. Sejalan dengan pernyataan tersebut


(Mahdi Nugroho et al., 2016)
menurut anestesi spinal juga menghambat

pelepasan hormon katekolamin sehingga akan menekan produksi panas

akibat metabolisme. Makin lama suatu operasi dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya hipotermia intraoperatif, sehingga meningkatkan

kemungkinan terjadinya Post Anesthetic Shivering (PAS).

Shivering adalah reaksi terhadap hipotermia selama operasi antara

suhu darah, kulit dan suhu inti tubuh. Operasi dengan anestesi spinal
61

yang berkepanjangan meningkatkan paparan tubuh terhadap suhu dingin,

menyebabkan perubahan suhu tubuh. Selain itu anestesi spinal juga

membendung proses lepasnya hormon katekolamin sehingga menekan

produksi panas akibat metabolisme. Semakin lama operasi dapat

meningkatkan kemungkinan hipotermia yang menyebabkan menggigil

(Nugroho et al., 2016). Shivering lebih sering terjadi pada pasien yang

menjalani operasi yang berlangsung lebih dari 60 menit. Keadaan ini

menyebabkan tubuh menjadi dingin karena permukaan tubuh pasien yang

lembab, perut yang terbuka saat operasi dan juga karena terlalu lama

terpapar suhu dingin di permukaan kulit. Selain itu, suhu ruang operasi

yang dingin memudahkan pasien kehilangan panas tubuh. Pasien terus

menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan suhu tubuh


(Zulfakhrizal et al., 2023)
.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

berjudul hubungan lama operasi dengan kejadian shivering pada pasien

post operasi dengan teknik regional anestesi di rsud dr. r.m. pratomo.

Penelitian tersebut mengatakan bahwa pasien dengan lama operasi > 60

menit merupakan pasien yang rentan mengalami shivering pasca spinal

anestesi di buktikan dengan hasil uji statistik Chi–Square (Person Chi

Square) pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05) diperoleh nilai p-value =

0,000 (p<0,05) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak sehingga dapat di

simpulkan bahwa ada hubungan lama operasi dengan kejadian shivering


62

pada pasien post operasi dengan teknik regional anestesi


(Def et al., 2022).

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu ada beberapa faktor yang tidak

bisa dikendalikan oleh peneliti yang mempengaruhi hasil yaitu lama operasi

yang kurang bervariasi yang didominasi oleh operasi dengan durasi cepat.

Kemudian hal lainnya juga cepatnya waktu pemindahan dari ruang persiapan

ke ruang operasi sehingga peneliti kesulitan dalam meminta persetujuan dan

juga keterbatasan dalam berkomunikasi karena perbedaan bahasa peneliti dan

responden.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, adapun kesimpulan yang dapat di

ambil dalam penelitian ini adalah:

1. Karakteristik IMT responden pada penelitian ini yang paling

mendomonasi adalah IMT normal dengan 54 responden (65.9%) dan

yang paling sedikit adalah IMT obesitas dengan 4 responden (4.9%).

Selanjutnya karakteristik usia responden pada penelitian ini didominasi

usia lansia akhir (56-65 tahun) sebanyak 41 responden (50%) dan yang

paling sedikit adalah usia remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 7

responden (8.5%). Karakteristik yang terakhir adalah jenis kelamin yang

didominasi oleh laki-laki sebanyak 48 responden (58.5%) dan perempuan

sebanyak 34 responden (41.5).

2. Lama operasi yang menggunakan spinal anestesi di RSUD Dr.R Goeteng

Taroenadibrata di dominasi oleh operasi dengan durasi cepat yaitu

sebanyak 48 operasi (58.5%).

3. Kejadian shivering pada pasien post spinal anestesi dimana dari 82

reponden yang diteliti 42 responden (51.2) mengalami shivering dengan

derajat yang paling banyak adalah derajat 3 sebanyak 21 responden

(25.6%).

61
62

4. Ada hubungan antara lama operasi dengan kejadian shivering pada

pasien pasca spinal anestesi di RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata

dengan nilai p value yaitu ( p = 0.000 < 0,05)

B. Saran

1. Bagi RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata

Dalam meningkatkan pelayanan tentang SOP di ruang IBS

sebaiknya pihak rumah memperhatikan alur pasien pada ruang persiapan

menuju ruang operasi yang mungkin lebih bisa di maksimalkan lagi

tentang persiapan pasien.

2. Bagi Universitas Harapan Bangsa

Sebaiknya pihak universitas lebih menambahkan materi atau

referensi tentang shivering sebagai komplikasi anestesi khususnya spinal

anestesi karena masih ada beberapa materi tentang shivering yang masih

berbeda-beda.

3. Bagi Penata Anestesi

Penata anestesi harus lebih memahami dan memperhatikan

prakiraan lama operasi agar nantinya lebih siap lagi mencegah kejadian

shivering contohnya dengan mengunakan selimut pada inta operasi pada

pasien..

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Kepada penelitian lain agar melakukan penelitian yang lebih

spesifik seperti memperluas sampel penelitian agar lama operasi lebih

berimbang dan menambah variabel lainnya yang berhubungan dengan


63

kejadian shivering pada pasien pasca anestesi spinal seperti IMT, usia,

jenis kelamin, jenis operasi, dosis obat anestesi dan suhu tubuh, ini dapat

berguna dalam pengembangan penelitian bagi penata anestesi


DAFTAR PUSTAKA

Amin Trisetyo, K., Suandika, M., Lintang Suryani, R., Studi, P. D., Anestesiologi, K., Kesehatan,
F., & Harapan Bangsa Jl Raden Patah No, U. (2022). Profil Pasien yang Mengalami
Kejadian Shivering Intraoperative Urologic Endoscopy Pasca Anestesispinal di Rumah
Sakit Jatiwinangun Purwokerto. Seminar Nasional Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat (SNPPKM), 1–7.

Badan Pusat Statistik. (2022). Perempuan dan Laki-laki di Indonesia 2022.

Badjatia, N., Strongilis, E., Gordon, E., Prescutti, M., Fernandez, L., Fernandez, A.,
Buitrago, M., Schmidt, J. M., Ostapkovich, N. D., & Mayer, S. A. (2008).
Metabolic impact of shivering during therapeutic temperature modulation: The
bedside shivering assessment scale. Stroke, 39(12), 3242–3247.
https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.108.523654

Burhan, A., Studi Keperawatan Anastesi, P., Kesehatan, F., & Harapan Bangsa, U.
(2021). Efek Hypotermia Pasca General Anestesi: A Scoping Review. Seminar
Nasional Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 547–557.

Connelly, L., Cramer, E., DeMott, Q., Piperno, J., Coyne, B., Winfield, C., &
Swanberg, M. (2017). The Optimal Time and Method for Surgical Prewarming: A
Comprehensive Review of the Literature. Journal of Perianesthesia Nursing,
32(3), 199–209. https://doi.org/10.1016/j.jopan.2015.11.010

Def, M., Sukmaningtyas, W., Utami, T., Kesehatan Universitas Harapan Bangsa, F., &
Jl Raden Patah No, P. (2022). Hubungan Lama Operasi dengan Kejadian
Shivering pada Pasien Post Operasi dengan Teknik Regional Anestesi di RSUD
dr. R.M. Pratomo.

Syauqi, D., Henny, P., & Didik, P. (2020). Hubungan Lama Operasi dengan Terjadinya
Shivering Pada Pasien Operasi Dengan Anestesi Spinal di Kamar Operasi RSUD
Nganjuk. JURNAL SABHANGA, 1(1), 55–63. https://doi.org/10.53835/vol-
1.no.1.thn.2019.hal-55-63

Fauzi, N. A., Rahimah, S. B., & Yulianti, A. B. (2015). Gambaran Kejadian Menggigil
(Shivering) pada pasien dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anestesi
Spinal di RSUD Karawang Periode Juni 2014. Prosiding Pendidikan Dokter,
694–699.

Friska, B., & Kemenkes Riau, P. (2020). The Relationship Of Family Support With
The Quality Of Elderly Living In Sidomulyo Health Center Work Area In
Pekanbaru Road. Jurnal Proteksi Kesehatan, 9(1), 1–8.

64
Gunanto, A., Tri Yudono, D., Adriani, P., Studi Sarjana Keperawatan Anestesiologi,
P., Kesehatan, F., Harapan Bangsa, U., & Studi Diploma Tiga Keperawatan, P.
(2022). Hubungan Lama Operasi dengan Kejadian Post Anesthetic Shivering
(PAS) pada Pasien Pasca Spinal Anestesi Di RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara.

Harnita, Tri Yudono, D., & Heri Wibowo, T. (2022). Hubungan Lama Operasi dengan
Terjadinya Shivering pada Pasien Post Spinal Anestesi di Ruang Pemulihan
Rumah Sakit Emanuel Klampok.

Hasanah, H. (2017). Teknik-teknik observasi (Sebuah Alternatif Metode Pengumpulan


Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial). At-Taqaddum, 8(1), 21.
https://doi.org/10.21580/at.v8i1.1163

Hidayah, E. S., Khalidi, M. R., & Nugroho, H. (2021). Perbandingan Insiden Shivering
Pasca Operasi dengan Anestesi Umum dan Anestesi Spinal di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(4), 525–530.
https://doi.org/10.25026/jsk.v3i4.447

Krismanto, J., & Jenie, I. M. (2021). Evaluasi Penggunaan Surgical Safety Checklist
Terhadap Kematian Pasien Setelah Laparotomi Darurat Di Kamar Operasi.
Journal of Telenursing (JOTING), 3(Vol 3 No 2 (2021): Journal of Telenursing
(JOTING)), 390–400.
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOTING/article/view/2556/1586

Li, C., Zhao, B., Li, L., Na, G., & Lin, C. (2021). Analysis of the Risk Factors for the
Onset of Postoperative Hypothermia in the Postanesthesia Care Unit. Journal of
Perianesthesia Nursing, 36(3), 238–242.
https://doi.org/10.1016/j.jopan.2020.09.003

Lopez, M. B. (2018). Menggigil pasca anestesi – dari patofisiologi hingga


pencegahan. 25(1), 73–81.

Mahdi Nugroho, A., Harijanto, E., & Fahdika, A. (2016). Keefektifan Pencegahan Post
Anesthesia Shivering (PAS) pada ras Melayu: Perbandingan Antara Pemberian
Ondansetron 4 mg Intravena Dengan Meperidin 0.35 mg/kgBB Intravena. In
Anesthesia & Critical Caree (Vol. 34, Issue 1).

Masithoh, D., Ketut Mendri, N., Majid, A. (2018). Lama Operasi dan Kejadian
Shivering Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi Long Duration of Surgery and the
Incidents of Shivering. Maret, 4(1), 14–20.

Millizia, A., Fitriany, J., & Siregar, D. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Post Anesthetic Shivering Pada Pasien Anestesi Spinal Di Instalasi Bedah

65
Sentral Ppk Blud Rsud Cut Meutia Aceh Utara. Jurnal Ilmiah Sains, Teknologi,
Ekonomi, Sosial Dan Budaya, 4(1), 1–6.

Nasrun, S. A., & Aisyah, A. N. (2022). Hubungan Lama Operasi Dengan Kejadian
Shivering Pada Pasien Post Spinal Anestesi Di Recovery room RSUD Dr.
Soedirman Kebumen.

Nurmansah, H., Widodo, D., & Milwati, S. (2021). Body Mass Index, Duration of
Operation and Dose of Inhalation Anesthesia with Body Temperature in
Postoperative Patients with General Anesthesia in the Recovery room of Bangil
Hospital. Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), 7(2), 2442–6873.

Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis


( peni puji Lestari, Ed.; edisi 5). Salemba medika.

Nurullah afifah, F. dkk. (2015). Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X. 694–
699.

Perdatin, pp. (2017). Komplikasi Anestesi Regional (Sudadi & I. Artika, Eds.;
pertama). perhimpunan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif indonesia.

Pramono, A. (2016). Buku Kuliah Anestesi ( derian sukma widjaja, Ed.). EGC.

Prasetyo, U. S., Sugeng, & Ratnawati, A. (2017). Hubungan Oksigenasi dengan


Kejadian Shivering Pasien Spinal Anestesi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Jurnal Teknologi Kesehatan, 13(1), 1–4.

Rehatta, Margarita. N., Hanindito, E., Tantri, aida R., Redjeksi, ike S., Soenarto, R. F.,
Birsi, D. yulianti, Musha, A. M. T., & Lestari, mayang I. (2019). Anestesiologi
dan Terapi Intensif (A. Christina, Ed.; pertama). PT GRAMEDI PUSTAKA
UTAMA.

Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas 2018 Nasional. Laporan Riskesdas 2018


Nasional.

Susilowati, A., Hendarsih, S., & Donsu, T. (2017). The Correlation Of Body Mass
Index With Shivering Of Spinal Anesthesic Patients In RS Pku Muhammadiyah
Yogyakarta.

Tantarto, T., Fuadi, I., & Setiawan. (2016). Angka Kejadian dan Karakteristik
Menggigil Pascaoperasi di Ruang Pemulihan COT RSHS Periode Bulan Agustus
– Oktober 2015 Prevalence and Characteristics of Post-anesthetic Shivering in
Recovery room COT RSHS from August to October 2015. Anesthesia & Critical
Care, 34(Iv), 161–166.

66
Zulfakhrizal, Sumarni, T., & Haniyah, S. (2023). Hubungan Usia dengan Kejadian
Hipotensi Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi di Kamar Operasi Rumah Sakit
Umum Tgk. Chik Ditiro Sigli Kabupaten Pidie Aceh.
https://doi.org/10.35960/vm.v16i2.908

67
LAMPIRAN

68
1. Lampiran Surat Permohonan Responden
2. Lampiran Surat Persetujuan Responden
3. Lampiran Lembar Observasi
4. Lampiran Surat Pernyataan Keaslian Tugas Akhir
5. Lampiran Surat Permohonan Pra Survei
6. Lampiran Surat Ijin Pra Survei
7. Lampiran Lembar Persetujuan Proposal Skripsi
8. Lampiran Bimbingan Seminar Proposal Pembimbing 1
9. Lampiran Bimbingan Seminar Proposal Pembimbing 2
10. Lampiran Pegesahan Seminar Proposal
11. Lampiran Ethical Approval
12. Lampiran Surat Pengajuan Penelitian ke RS
13. Lampiran Surat Pengajuan Penelitian ke KESBANGPOL
14. Lampiran Balasan Perizinan Penelitian RSUD
15. Lampiran Balasan Perizinan Penelitian Baplitbangda
16. Lampiran Balasan Perizinan Penelitian Kesbangpol
17. Lampiran SPSS Univariat

Indeks Massa Tubuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurus 17 20.7 20.7 20.7

Normal 54 65.9 65.9 86.6

Berat Badan Lebih 7 8.5 8.5 95.1

Obesitas 4 4.9 4.9 100.0

Total 82 100.0 100.0

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Remaja Akhir 7 8.5 8.5 8.5

Dewasa Awal 11 13.4 13.4 22.0

Dewasa Akhir 9 11.0 11.0 32.9

Lansia Awal 14 17.1 17.1 50.0

Lansia Akhir 41 50.0 50.0 100.0

Total 82 100.0 100.0


Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 48 58.5 58.5 58.5

Perempuan 34 41.5 41.5 100.0

Total 82 100.0 100.0

Lama Operasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Cepat 48 58.5 58.5 58.5

Sedang 29 35.4 35.4 93.9

Lama 5 6.1 6.1 100.0

Total 82 100.0 100.0

Kejadian Shivering

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Derajat 0 40 50.0 50.0 50.0

Derajat 1 10 12.2 12.2 62.2

Derajat 2 11 12.2 12.2 74.4

Derajat 3 21 25.6 25.6 100.0

Total 82 100.0 100.0


IMT * Shivering Crosstabulation

Shivering

Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total

IMT Kurus Count 0 2 4 11 17

% of Total 0.0% 2.4% 4.9% 13.4% 20.7%

Normal Count 30 8 6 10 54

% of Total 36.6% 9.8% 7.3% 12.2% 65.9%

Berat Badan Berlebih Count 7 0 0 0 7

% of Total 8.5% 0.0% 0.0% 0.0% 8.5%

Obesitas Count 3 0 1 0 4

% of Total 3.7% 0.0% 1.2% 0.0% 4.9%

Total Count 40 10 11 21 82

% of Total 48.8% 12.2% 13.4% 25.6% 100.0%

JK * Shivering Crosstabulation

Shivering

Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total

JK Laki-laki Count 24 5 4 15 48

% of Total 29.3% 6.1% 4.9% 18.3% 58.5%

Perempuan Count 16 5 7 6 34

% of Total 19.5% 6.1% 8.5% 7.3% 41.5%

Total Count 40 10 11 21 82

% of Total 48.8% 12.2% 13.4% 25.6% 100.0%


Usia * Shivering Crosstabulation

Shivering

Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total

Usia Remaja Akhir Count 7 0 0 0 7

% of Total 8.5% 0.0% 0.0% 0.0% 8.5%

Dewasa Awal Count 5 1 4 1 11

% of Total 6.1% 1.2% 4.9% 1.2% 13.4%

Dewasa Akhir Count 4 2 1 2 9

% of Total 4.9% 2.4% 1.2% 2.4% 11.0%

Lansia Awal Count 6 0 3 5 14

% of Total 7.3% 0.0% 3.7% 6.1% 17.1%

Lansia Akhir Count 18 7 3 13 41

% of Total 22.0% 8.5% 3.7% 15.9% 50.0%

Total Count 40 10 11 21 82

% of Total 48.8% 12.2% 13.4% 25.6% 100.0%


18. Lampiran SPSS Bivariat

Lama Operasi * Kejadian Shivering Crosstabulation

Count

Kejadian Shivering

Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total

Lama Operasi Cepat <1 jam 36 8 2 2 48

1-2 jam 4 2 8 15 29

>2 jam 0 0 1 4 5

Total 40 10 11 21 82

Correlations

Kejadian
Lama Operasi Shivering

Spearman's rho Lama Operasi Correlation Coefficient 1.000 .721**

Sig. (2-tailed) . .000

N 82 82

Kejadian Shivering Correlation Coefficient .721** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 82 82
19. Lampiran dokumentasi
20. Lampiran Master Tabel
N Inisial Jenis Kelamin Tinggi Berat IMT Usia Lama Operasi Kejadian Derajat Shivering
o Responden Badan Badan Shivering
1 Tn. S Laki-Laki 158 45 18 60 1-2 jam ya 3
2 Tn. S Laki-Laki 165 51 18.3 60 1- 2 jam ya 3
3 Ny. K Perempuan 157 67 27.2 29 1-2 jam Tidak 0
4 Ny. P Perempuan 160 47 18.4 62 >2 jam Ya 3
5 Ny. A Perempuan 154 42 17.7 26 < 1 jam ya 3
6 Ny. w Perempuan 163 52 19.6 63 >2 jam ya 2
7 Ny. K Laki-Laki 167 56 20.1 60 1-2 jam ya 3
8 Ny. S Perempuan 155 55 22.9 60 <1 jam ya 1
9 Tn. T Laki-Laki 165 51 18,7 46 <1 jam Tidak 0
10 Tn. N Laki-Laki 165 82 30.1 55 <1 jam Tidak 0
11 Ny. S Perempuan 156 65 26.7 39 1-2 jam Tidak 0
12 Tn. Y Laki-Laki 157 52 21.1 51 1-2 jam ya 3
13 Ny. S Perempuan 153` 53 22.6 65 <1 jam ya 1
14 Tn. D Laki-Laki 152 42 18.2 64 1-2 jam ya 3
15 Tn. D Laki-Laki 167 65 23.3 33 <1 jam Tidak 0
16 Tn. S Laki-Laki 163 60 22.6 60 <1 jam Tidak 0
17 Tn. K Laki-Laki 170 63 21.8 59 <1 jam ya 3
18 Tn. A Laki-Laki 162 56 21.3 64 <1 jam ya 1
19 Ny. N Perempuan 169 128 44,8 31 <1 jam Tidak 0
20 Ny. J Perempuan 168 65 23 31 1-2 jam ya 2
21 Ny. I Perempuan 160 55 21.5 41 <1 jam Tidak 0
22 Tn. M Laki-Laki 165 62 22.8 59 <1 jam Tidak 0
23 Tn. Y Laki-Laki 170 74 25.6 59 <1 jam Tidak 0
24 Ny. M Perempuan 158 60 24 22 <1 jam Tidak 0
25 Ny. N Perempuan 157 52 21,1 38 1-2 jam ya 3
26 Ny. A Perempuan 154 50 21.1 40 1-2 jam ya 3
27 Tn. S Laki-Laki 162 55 21 58 <1 jam Tidak 0
28 Tn. D Laki-Laki 162 62 23.6 60 <1 jam Tidak 0
29 Tn. N Laki-Laki 174 59 19.5 39 1-2 jam ya 1
30 Tn. T Laki-Laki 167 56 20.1 44 <1 jam Tidak 0
31 Tn. S Laki-Laki 165 63 23.1 58 <1 jam Tidak 0
32 Tn. S Laki-Laki 163 54 20.3 60 1-2 jam ya 1
33 Tn. A Laki-Laki 153 42 17.9 48 1-2 jam ya 2
34 Ny. I Perempuan 167 60 21.5 40 <1 jam ya 1
35 Ny. R Perempuan 162 57 21.7 26 <1 jam Tidak 0
36 Tn. S Laki-Laki 167 68 24.4 64 <1 jam Tidak 0
37 Tn. D Laki-Laki 163 55 20.7 59 <1 jam Tidak 0
38 Ny. R Perempuan 157 50 20.3 57 <1 jam Tidak 0
39 Tn. S Laki-Laki 173 50 16.7 60 1-2 jam ya 2
40 Ny. S Perempuan 168 67 23.7 35 <1 jam ya 2
41 Tn. S Laki-Laki 165 54 19.8 56 <1 jam ya 1
42 Ny. Y Perempuan 167 50 19.3 50 >2 jam ya 3
43 Ny. S Perempuan 156 46 18.9 64 <1 jam ya 1
44 Ny. S Perempuan 150 60 24 54 <1 jam Tidak 0
45 Ny. A Perempuan 149 43 19.4 32 <1 jam ya 1
46 Tn. M Laki-Laki 170 72 24.9 50 1-2 jam Tidak 0
47 Ny.A Perempuan 167 60 21.5 19 <1 jam Tidak 0
48 Ny. K Perempuan 160 60 23.4 25 <1 jam Tidak 0
49 Ny. S Perempuan 160 62 24.2 18 <1 jam Tidak 0
50 Ny. S Perempuan 152 48 19.9 63 >2 jam ya 3
51 Ny. S Perempuan 167 70 25.1 24 <1 jam Tidak 0
52 Ny. I Perempuan 165 52 19.1 23 1-2 jam Ya 2
53 Tn.Y Laki-Laki 164 50 18.6 65 1-2 jam ya 3
54 Tn. M Laki-Laki 158 46 18.4 61 1-2 jam ya 3
55 Tn. D Laki-Laki 154 61 25.1 46 <1 jam Tidak 0
56 Tn. M Laki-Laki 168 54 19.1 63 >2 jam ya 3
57 Tn. K Laki-Laki 167 50 17.9 64 1-2 jam ya 3
58 Ny. A Laki-Laki 160 53 20.7 59 <1 jam Tidak 0
59 Tn. A Laki-Laki 158 52 20.8 64 <1 jam Tidak 0
60 Tn. W Laki-Laki 163 55 20.7 60 <1 jam Tidak 0
61 Tn. T Laki-Laki 168 52 18.4 65 <1 jam ya 1
62 Tn. R Laki-Laki 167 75 26.9 32 <1 jam Tidak 0
63 Tn. R Laki-Laki 170 65 22.5 62 <1 jam Tidak 0
64 Tn. S Laki-Laki 165 50 18.4 51 1-2 jam ya 3
65 Ny. K Perempuan 153 50 21.4 65 <1 jam Tidak 0
66 Tn. A Laki-Laki 162 50 19.1 63 1-2 jam ya 3
67 Ny. D Perempuan 157 60 24.3 58 <1 jam Tidak 0
68 Tn. D Laki-Laki 165 62 23.8 52 <1 jam Tidak 0
69 Tn. w Laki-Laki 158 57 22,8 65 <1 jam Tidak 0
70 Tn. T Laki-Laki 164 55 20.4 51 < 1 jam ya 2
71 Tn.W Laki-Laki 158 48 19.2 43 <1 jam Tidak 0
72 Tn. S Laki-Laki 167 78 28 65 1-2 jam Tidak 0
73 Ny. N Perempuan 158 65 26 19 <1 jam Tidak 0
74 Ny. K Perempuan 157 45 18.3 52 1-2 jam ya 2
75 Tn. S Laki-Laki 165 48 17.6 60 <1 jam ya 1
76 Ny. N Perempuan 162 70 26.7 34 <1 jam Tidak 0
77 Tn. R Laki-Laki 168 46 16.3 50 1-2 jam ya 3
78 Ny. A Perempuan 168 42 14.9 39 1-2 jam ya 2
79 Ny. I Perempuan 164 50 18.6 28 1-2 jam ya 2
80 Tn. E Laki-Laki 162 43 18.3 54 1-2 jam ya 3
81 Tn. S Laki-Laki 163 57 21.5 62 1-2 jam ya 2
82 Tn. K Laki-Laki 162 45 17.1 61 1-2 jam ya 3
21. Lampiran Lembar Bimbingan Pembimbing 1
22. Lampiran Lembar Bimbingan Pembimbing 2

Anda mungkin juga menyukai