Anda di halaman 1dari 92

SYSTEMATIC REVIEW: PENGARUH BEBERAPA TERAPI MASSAGE

TERHADAP INTENSITAS NYERI BAHU, KETEGANGAN OTOT


DAN KECEMASAN PADA PASIEN STROKE

TESIS

OLEH:
HARUM NURDINAH
BP. 1721312008

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN – UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2021
SYSTEMATIC REVIEW: PENGARUH BEBERAPA TERAPI MASSAGE
TERHADAP INTENSITAS NYERI BAHU, KETEGANGAN OTOT

DAN KECEMASAN PADA PASIEN STROKE

TESIS

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Magister Keperawatan

OLEH:
HARUM NURDINAH
BP. 1721312008

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN – UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2021

ii
PANITIA SIDANG TESIS
PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

Padang, Maret 2021

PEMBIMBING I

(Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes., FISPH., FISCH)

PEMBIMBING II

(Esi Afriyanti, S.Kp., M.Kes)

ANGGOTA

(Hema Malini, S.Kp., MN., Ph.D)

(Ns. Dally Rahman, M.Kep., Sp.Kep.MB)

(Elvi Oktarina, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB)

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:


Nama : Harum Nurdinah
Nim : 1721312008
Program Studi : S2 Keperawatan
Judul Tesis : Systematic Review: Pengaruh Beberapa Terapi Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Bahu, Ketegangan Otot dan
Kecemasan Pada Pasien Stroke

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Keperawatan pada Program Studi S2 Keperawatan, Fakultas Keperawatan,
Universitas Andalas.

DEWAN PENGUJI

Tanda
No Nama Keterangan
Tangan

1 Ketua Penguji

Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes.,


2 Anggota Penguji
FISPH., FISCH

3 Esi Afriyanti, S.Kp., M.Kes Anggota Penguji

4 Hema Malini, S.Kp., MN., Ph.D Anggota Penguji

5 Ns. Dally Rahman, M.Kep., Sp.Kep.MB Anggota Penguji

6 Elvi Oktarina, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB Anggota Penguji

Ditetapkan di : Padang
Tanggal : April 2021

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Systematic Review: Pengaruh Beberapa Terapi Massage


Terhadap Intensitas Nyeri Bahu, Ketegangan Otot dan
Kecemasan Pada Pasien Stroke
Nama Mahasiswa : Harum Nurdinah
No. BP : 1721312008

Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di depan sidang panitia ujian akhir
Magister Keperawatan pada Program Studi S2 Keperawatan, Fakultas
Keperawatan, Universitas Andalas dan dinyatakan lulus pada tanggal ?? April
2021.

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes., FISPH., FISCH) (Esi Afriyanti, S.Kp., M.Kes)

Mengetahui,

Ketua Program Studi S2 Keperawatan Dekan

(Dr. Rika Sabri, S.Kp., M.Kes., Sp.Kep.Kom) (Hema Malini, S.Kp., MN., Ph.D)

v
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini Saya tulis dengan judul “Systematic
Review: Pengaruh Beberapa Terapi Massage Terhadap Intensitas Nyeri Bahu,
Ketegangan Otot dan Kecemasan Pada Pasien Stroke” adalah hasil karya saya
sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain kecuali kutipan
dan sumbernya dicantumkan. Jika dikemudian hari pernyataan yang saya buat ini
tidak benar, maka status kelulusan dan gelar yang saya peroleh menjadi batal
dengan sendirinya.

Padang, April 2021


Yang membuat pernyataan,

Harum Nurdinah

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat, mencurahkan nikmat, dan
menitipkan karunia yang luar biasa di dalam hidup. Sholawat dan Salam tetap
tercurah buat Habibulloh Nabiyyina Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah
Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad wa ala Aali Muhammad.

Di dalam Kitab Lauh Al-Mahfudz, Takdir Setiap Anak Adam sudah di tentukan
oleh Allah SWT. Proses hidup dan kehidupan tidak pernah lepas dari seluk beluk
permasalahan yang selalu ada dan tanpa jeda. Perasaan sedih dan tangis
terstimulasi ketika Ekspetasi tidak sesuai dengan Asa. Allah maha baik selalu
meyemangati “Boleh jadi kamu Membenci sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan
boleh jadi kamu Menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu, Allah lebih
mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” diri ini jadi latah bergelut dengan
duri, tanggul dan palang cita. Terbiasa TERBENTUR…TERBENTUR Lagi…
sehingga TERBENTUKlah karakter Jiwa.

Terima kasih kepada Ayahanda (Drs. H. Amir Badun (alm)) dan Mamanda
(Syarifah Danuri (almh)) didikan keras dan tegas keduanya membuat mentalku
sekuat Baja. Teristimewa kepada Pendamping Hidupku (Suami Tercinta) sampai
akhir hayat (Rendra Febrianto, AMK) kesabaran dan ketulusanmu menjadi
pendengar yang bijaksana selama proses mimpiku bertaut asa. Juga anugerah
terindah, buah cintaku Faiqah Ashilah Syanda (Putriku) dan Shadiq Reha Abwary
(Putraku) yang telah menjadi saksi perjuangan Bunda untuk masa depanmu nak.

Terima kasih juga kepada Pembimbing yang mulia Ibu Prof. Dr. dr. Rizanda
Machmud, M.Kes., FISPH., FISCH dan Ibu Esi Afriyanti, S.Kp., M.Kes. dan
Ketiga Penguji yang berbahagia, Ibu Hema Malini, S.Kp., MN., Ph.D, Bapak Ns.
Dally Rahman, M.Kep., Sp.Kep.MB dan Ibu Elvi Oktarina, M.Kep., Ns.,
Sp.Kep.MB, sumbangsih, dedikasi, pesan moral dan didikan seluruhnya membuat
diri ini bisa menyelesaikan Tesis ini diwaktu yang semestinya.

Dan juga terima kasih kepada semua Malaikat Rahmat berwujud manusia yang
tanpa sadar dan tapa terduga selalu ada membantu dalam penyelesaian progres
Magister Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang penuh
Nawacita.
Tetap Semangat Merubah Takdir Menjadi Lebih Baik
“Allah tidak Akan merubah Nasib Suatu kaum,
sebelum kaum itu sendiri yang Mau merubahnya”

Wassalam
Ns. Harum Nurdinah, M.Kep

vii
PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

Tesis, April 2021


Harum Nurdinah

Systematic Review: Pengaruh Beberapa Terapi Massage Terhadap Intensitas Nyeri


Bahu, Ketegangan Otot dan Kecemasan Pada Pasien Stroke

xvii + 73 hal + 1 Skema + 6 Tabel + ? Lampiran

Abstrak

Latar Belakang : ??. Tujuan : Menganalisis pengaruh beberapa terapi Massage


terhadap intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan kecemasan pada pasien stroke.
Metode : Pencarian dengan media elektronik menggunakan kata kunci yang
spesifik pada 3 database jurnal terpublikasi. Menggunakan pendekatan analisis
Joanna Briggs Institute didapatkan 3 jurnal yang dianalisis. 1 artikel dari Google
Scholar, 1 artikel dari IJNPC, dan 1 artikel dari Mendelay. Hasil : Sebagian besar
artikel menyebutkan pemberian madu sangat efektif untuk kemajuan kesembuhan
luka bakar paska radioterapi. Kesimpulan : Perawatan luka menggunakan madu
terbukti efektif dibandingkan perawatan luka konvensional dengan menggunakan
cairan fisiologis NaCl 0,9% dan Salep Pentoxifyline. Rekomendasi : Rumah Sakit
perlu memfasilitasi bahan madu yang bersih sebagai bahan dalam perawatan luka
bakar.

Kata Kunci : Massage, nyeri bahu, ketegangan otot, kecemasan, stroke


Daftar Pustaka : ?? (2004 - 2020)

viii
STUDY PROGRAM S2 NURSING
MEDICAL SURGICAL NURSING SPECIFICATIONS
FACULTY OF NURSING ANDALAS UNIVERSITY

Thesis, April 2021


Harum Nurdinah

Systematic Review: Effect of Honey on Burns in Cancer Patients with


Radiotherapy

xvii + 73 pages + 1 schematics + 6 tables + 6 attachments

Abstract

Background: Cancer is a cell disorder disease that contributes to high mortality.


The medical treatment that is often done is radiotherapy because of the minimum
limit of complications. The patient's complaint during radiotherapy is burns.
Conventional burn treatment is not yet effective. Objective: To explore research
related to the effect of giving honey on burns in radiotherapy patients. Methods:
Electronic media search using specific keywords in 3 published journal
databases. Analysis of the approach using the Joanna Briggs Institute obtained 3
journals that were analyzed. 1 article from Google Scholar, 1 article from IJNPC,
and 1 article from Mendelay. Results: Most of the articles stated that giving honey
was very effective in improving the healing of post radiotherapy burns.
Conclusion: Conventional wound care proved to be effective compared to wound
care using physiological solution of NaCl 0.9% and Pentoxifyline ointment.
Recommendation: Hospitals to facilitate clean honey as an ingredient in burns
treatment.

Keywords: Burn, Honey, Radiation therapy, Cancer


Bibliography: 65 (2004 - 2020)

ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : HARUM NURDINAH

Tempat dan Tanggal Lahir : Pekanbaru, 18 Agustus 1988

Alamat : Jl. Teuku Umar RT 009 RW 003 Kel. Sekip Hilir

Kec. Rengat Kab. Indragiri Hulu Provinsi Riau

Asal Instansi : UPTD Puskesmas Pangkalan Kasai

Riwayat Pendidikan:

1. SD Kemala Bhayangkari Pekanbaru, lulus tahun 2000

2. MTsN Pekanbaru, lulus tahun 2003

3. SPK Pemprop. Riau di Rengat, lulus tahun 2006

4. Politeknik Kesehatan Riau Jurusan Keperawatan, lulus tahun 2010

5. PSIK Universitas Riau, lulus tahun 2013

Riwayat Pekerjaan:

1. Akademi Kesehatan Provinsi Riau, tahun 2013 – 2018

2. UPTD Puskesmas Pangkalan Kasai Kab. Indragiri Hulu Provinsi Riau,

tahun 2019 - sekarang

x
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat

dan anugrah penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Systematic Review: Pengaruh Beberapa Terapi Massage Terhadap Intensitas

Nyeri Bahu, Ketegangan Otot dan Kecemasan Pada Pasien Stroke”. Berbagai

hambatan dan kesulitan penulis temui dalam proses penyusunan tesis ini, namun

berkat usaha dan kerja keras serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak pada

akkhirnya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Keperawatan pada Program Studi Magister Keperawatan. Bersamaan dengan

segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima

kasih kepada:

1. Ibu Hema Malini, S.Kp., MN, PhD, selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas Padang sekaligus Penguji I serta Pembimbing Akademi

yang telah memberikan arahan, fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian

penyusunan tesis ini.

2. Ibu Dr. Rika Sabri, S.Kp., M.Kes., Sp.Kep.Kom, selaku Ketua Program Studi

Magister Keperawatan Universitas Andalas yang telah memberikan motivasi,

bimbingan dan memfasilitasi mahasiswa dalam penyelesaian penyusunan

tesis ini.

3. Ibu Prof. DR. Rizanda Machmud, M.Kes., FISPH., FISCM, selaku Dosen

Pembimbing I yang telah memotivasi, meluangkan waktu dan pikiran dalam

memberikan masukan serta bimbingan untuk tesis ini.

xi
4. Ibu Esi Afriyanti, S.Kp., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan masukan, bimbingan dan

motivasi dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Bapak Ns. Dally Rahman, M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku Dosen Penguji II dan

Ibu Elvi Oktarina, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB, selaku dosen penguji III yang

telah berkenan memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf dosen dan staf administrasi Program Studi S2 Keperawatan,

khususnya Peminatan Keperawatan Medikan Bedah Universitas Andalas.

7. Teristimewa untuk kedua orangtua yang saya sayangi, suami terkasih dan

anak-anak tercinta, terimakasih untuk pengertian dan support sistimnya.

8. Teman-teman Magister Keperawatan Angkatan 2017 dan 2018 yang telah

menemani dan saling memberikan ide dan support dalam menyelesaikan

pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebut namanya satu persatu atas bantuan

dan dukugan yang telah diberikan dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini masih jauh dari kata

sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun

dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan

yang akan datang. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan, melimpahkan

rahmat, hidayah dan ridha-Nya kepada kita semua. Aamiin yaa Rabbal’alaamiin.

Padang, Maret 2021

Penulis

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.............................................................................................i
HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
PANITIA SIDANG TESIS...................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS..................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................vii
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................x
KATA PENGANTAR...........................................................................................xi
DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................8
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10
2.1. Tinjauan Teori.........................................................................................10
1. Konsep Dasar Stroke...............................................................................10
2. Konsep Dasar Nyeri Bahu.......................................................................17
3. Konsep Dasar Ketegangan Otot..............................................................23
4. Konsep Dasar Kecemasan.......................................................................26
5. Konsep Dasar Terapi Massage................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................42
3.1 Desain Penelitian.....................................................................................42
3.2 Kriteria Kelayakan..................................................................................42

xiii
3.3 Strategi Pencarian Literatur.....................................................................43
3.4 Seleksi Studi dan Penelitian Kualitas......................................................44
3.5 Proses Pengumpulan Data.......................................................................48
3.6 Metode Analisis.......................................................................................49
BAB IV HASIL PENELITIAN...........................................................................49
4.1. Hasil Skrining Artikel.............................................................................50
4.2. Kualitas Studi dan Risiko Bias................................................................50
4.3. Hasil Studi...............................................................................................52
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................56
5.1. Massage Terhadap Intensitas Nyeri Bahu Pasien Stroke........................56
5.2. Massage Terhadap Ketegangan Otot Pasien Stroke................................58
5.3. Massage Terhadap Kecemasan Pasien Stroke.........................................61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................63
6.1. Kesimpulan..............................................................................................63
6.2. Saran........................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................65

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 PICOS systematic review pengaruh terapi massage terhadap


intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan kecemasan pada pasien
stroke..................................................................................................43
Tabel 4. 1 Hasil pencarian literatur untuk systematic review..............................51
Tabel 4. 2 Hasil penilaian studi untuk systematic review menggunakan the
JBI critical appraisal tool study design RCT.....................................51
Tabel 4. 3 Hasil penilaian studi untuk systematic review menggunakan the
JBI critical appraisal tool study design case report...........................52
Tabel 4. 4 Hasil penilaian studi untuk systematic review menggunakan the
JBI critical appraisal tool study design qualitaif...............................52
Tabel 4. 5 Rangkuman pencarian studi literatur untuk systematic review..........52

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ilustrasi Skematik Teori Pengendalian Gerbang...............................19


Gambar 2. 2 Skala Nyeri Dengan Gambar Wajah.................................................21
Gambar 2. 3 Skala Nyeri Dengan Verbal...............................................................22
Gambar 2. 4 Skala Nyeri Dengan Angka...............................................................22
Gambar 2. 5 Skala Nyeri Dengan Analogi Visual.................................................23
Gambar 2. 6 Rentang Respon Kecemasan.............................................................31
Gambar 3. 1 Diagram Alir Prisma Pencarian Literatur Pengaruh Terapi Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Bahu, Ketegangan Otot Dan Kecemasan
Pada Pasien Stroke............................................................................46

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke merupakan suatu keadaan darurat medis yang disebabkan oleh

gangguan pasokan darah ke bagian otak. Stroke merupakan penyakit neurologis

yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat, karena

merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak (WHO, 2013). Menurut

WHO (2014) stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, umumnya akibat

pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena tersumbatnya pembuluh darah ke

otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke otak berkurang. Efek dari stroke

tergantung pada bagian mana dari otak yang terluka dan seberapa parah itu

dipengaruhi (AHA, 2018).

Secara global, pada Tahun 2013 ada 6,5 juta kematian akibat stroke,

menjadikan stroke sebagai penyebab kematian kedua di dunia. Rata-rata, setiap 40

detik seseorang mengalami stroke di Amerika Serikat, dan rata-rata setiap 4 menit,

seseorang meninggal karena stroke (Benjamin et al., 2017), kematian akibat stroke

menyumbang 11,8% dari total kematian di seluruh dunia (ASA, 2018). Kasus

stroke di Indonesia prevalensinya mengalami peningkatan dari tahun 2013

prevalensinya hanya 7‰ meningkat menjadi 10,9‰ pada tahun 2018

(Balitbangkes, 2013; Balitbangkes, 2018).

Sementara itu kasus stroke di Provinsi Riau juga mengalami peningkatan

dari tahun 2013 yaitu 4,2‰ meningkat menjadi 8,4‰ pada tahun 2018

(Balitbangkes, 2013; Balitbangkes, 2018). Selanjutnya jumlah pasien stroke yang

dirawat inap di RSUD Indrasari Rengat mengalami peningkatan dalam kurun

1
2

waktu 3 tahun terakhir yaitu sebanyak 187 pasien pada tahun 2016 (Dinkes Kab.

Indragiri Hulu, 2016) dan meningkat pada tahun 2018 yaitu berjumlah 230 pasien

dan semakin meningkat menjadi 259 pasien pada tahun 2019 yang terdiri dari 154

pasien dengan infark serebral (Rekam Medik RSUD Indrasari Rengat, 2018).

Komplikasi setelah stroke yaitu penyakit kardiovaskular (20,0%),

pneumonia (13,1%), tromboemboli vena (16,4%), demam (8,0%), nyeri (62,0%),

inkontinensia (30,8%), dan kecemasan (23%) (Kneebone & Lincoln, 2012). Nyeri

adalah keluhan umum setelah stroke, dilaporkan pada 11-55% penderita stroke

(Klit et al., 2015). Nyeri terjadi akibat hemiplegia (kelumpuhan) atau hemiparase

(kelemahan), dimana pasien mengalami paralisis otot dan imobilisasi bagian-

bagian tubuh yang akan menyebabkan munculnya nyeri dan membatasi kegiatan

sehari-hari (Guyton & Hall, 2014). Salah satu nyeri yang paling sering terjadi

yaitu Hemiplegic Shoulder Pain (HSP). HSP ini berhubungan dengan

berkurangnya pemakaian fungsi lengan, dapat mempengaruhi rehabilitasi,

memperpanjang masa rawat (Polie et al., 2020) serta berdampak pada pemulihan

fungsional ekstremitas atas, aktivitas kinerja kehidupan sehari-hari, dan kualitas

hidup dan dikaitkan dengan insiden kecemasan yang lebih tinggi baik selama dan

setelah rehabilitasi (Lee et al., 2018).

Pada bahu hemiplegia, kepala humerus digantikan secara inferior dan

anterior saat hilangnya aktivitas otot bahu yang normal, khususnya otot

supraspinatus dan deltoid posterior, dan ekstremitas atas meregangkan kapsul

sendi, otot, tendon, dan ligamen yang menyebabkan iskemia yang menyakitkan di

jaringan periartikular sendi bahu. Selanjutnya saat mengalami nyeri bahu pasien

merasa tidak ada yang menyokong area lengan karena kelemahan otot atau
3

kelumpuhan. Biasanya, kondisi ini muncul karena disebabkan tangan yang

mengalami kelemahan menjadi menggantung, menyebabkan area lengan tersebut

menarik otot di area bahu (Lee et al., 2018).

Menurut penelitian Fabunmi, Awolola, Fowodu, & Amusat (2012)

menentukan prevalensi dan pola nyeri bahu pada penderita stroke. Hasil penelitian

ini mengungkapkan bahwa dari 102 pasien dengan stroke terdapat 75 (73,53%)

pasien dengan stroke mengalami nyeri bahu. Diantaranya 37 (36,27%) dan 38

(37,26%) pasien mengalami nyeri masing-masing di bahu kiri dan kanan. Pola

timbulnya nyeri menunjukkan bahwa 33,33% mengembangkan nyeri dalam

minggu pertama pasca-stroke dan 8,00% mengembangkan nyeri bahu 1 tahun

pasca-stroke. Mayoritas juga mengalami rasa sakit dalam minggu pertama onset

stroke. Nyeri bahu hemiplegia dikaitkan dengan penurunan cengkeraman dan

kekuatan mengangkat bahu, dengan tonus otot yang abnormal yang dikaitkan

dengan ketegangan otot (Ward, 2014).

Ketegangan otot adalah kondisi umum pada penderita stroke, dan mungkin

terkait dengan nyeri dan kontraktur sendi, yang menyebabkan kualitas hidup yang

buruk. Hal itu karena gangguan keseimbangan penghambatan supra-spinal dan

input sensorik rangsang yang diarahkan ke sumsum tulang belakang, yang

menyebabkan keadaan disinhibisi refleks peregangan (Kuo & Hu, 2018). Menurut

Thibaut et al., (2013) ketegangan otot disebabkan oleh disosiasi atau disintegrasi

respon motorik dari masukan sensorik, yang menyebabkan hipereksitabilitas

sistem saraf pusat segmental (SSP). Ini berkorelasi dengan intensitas input

sensorik (misalnya, derajat peregangan) dan mungkin tergantung pada lokasi lesi

SSP.
4

Menurut hasil penelitian Kuo & Hu (2018) ketegangan otot sering terjadi

setelah stroke, dengan prevalensi berkisar antara 30% sampai 80% penderita

stroke. Insiden spastisitas di antara pasien paretik telah dilaporkan menjadi 27%

pada 1 bulan, 28% pada 3 bulan, 23% dan 43% pada 6 bulan, dan 34% pada 18

bulan setelah stroke (Wissel et al., 2013; Opheim et al., 2014). Tidak ada

penelitian besar pada riwayat alami spastisitas dan perkembangan kontraktur,

tetapi kehilangan jangkauan sendi secara permanen telah dilaporkan terjadi dalam

3-6 minggu setelah stroke.

Ketegangan otot lebih sering ditemukan pada otot fleksor tungkai atas

(jari, pergelangan tangan, dan siku fleksor) dan otot ekstensor tungkai bawah

(ekstensor lutut dan pergelangan kaki). Lundström et al., (2010) menyimpulkan

bahwa ketegangan otot lebih sering diamati pada ekstremitas atas dibandingkan

ekstremitas bawah, dan Urban et al menemukan derajat ketegangan otot yang

lebih tinggi pada otot ekstremitas atas yang menyebabkan fungsi tangan menurun

sehingga kebutuhan sehari-hari tidak dapat terpenuhi dan dapat menimbulkan

respon psikologis (kecemasan).

Pasien stroke dapat memiliki perasaan negatif tentang diri mereka,

aktivitas sosial yang mengalami penurunan serta gangguan psikologis (Ellis-hill &

Horn, 2000). Respon psikologis pada pasien stroke dapat memicu perubahan

emosional. Perubahan emosional ini dapat terjadi pada sepertiga pasien pada

tahun pertama setelah timbulnya stroke (IHF, 2014; Stroke Foundation, 2010).

Perubahan paling sering dalam emosi adalah kecemasan (Kneebone & Lincoln,

2012; Stroke Association, 2012; Stuart, 2013). Broomfield et al (2014)

mengemukakan bahwa gejala kecemasan memiliki angka kasus tinggi setelah


5

pasca stroke antara 18% - 28% (Campbell et al., 2011; Khedr et al., 2013). Setelah

mendapatkan perawatan selama 3-7 hari, 26,4% dari 169 pasien stroke iskemik

mengalami kecemasan (Fure et al., 2010).

Kecemasan pasca stroke masih merupakan masalah yang belum

terselesaikan yang mempengaruhi hasil kesehatan jangka panjang dari pasien

dengan stroke. Dapat mengganggu pemulihan fungsional pasien, rehabilitasi dan

reintegrasi masyarakat (Lokk & Delbari, 2010). Lebih khusus lagi, kecemasan

yang tidak diobati dapat menyulitkan pasien untuk mengelola pengobatan stroke

secara efektif. Mereka dapat merasa sulit untuk berkonsentrasi, tetap termotivasi,

menepati janji dan tetap berpegang pada rencana perawatan, termasuk obat-obatan

(Barker-Collo, 2007).

Untuk itu, mengelola masalah nyeri bahu, ketegangan otot hingga masalah

psikologis pasca stroke dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemulihan pasien.

Pengelolaan pasien dapat dilakukan dengan menggunakan terapi modalitas yang

tepat. Dalam hal ini, dikemukakan bahwa terapi komplementer nonfarmakologis

mungkin tidak hanya membantu pemulihan dan rehabilitasi, tetapi juga dapat

membantu mencegah terulangnya nyeri bahu yang dapat menyebabkan kekakuan

pada otot sehingga terjadi ketegangan otot dan semakin meningkatkan kecemasan

(Stroke Foundation, 2008).

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala yang

dialami adalah terapi massage (Hernandez-Reif et al., 2000). Massage sekarang

biasanya dianggap sebagai terapi alternatif atau komplementer daripada intervensi

keperawatan konvensional (Olney, 2010; Erol, Ertunc, & Ozturk, 2014). Terapi

ini memiliki sejumlah manfaat klinis yang terdokumentasi. Terapi ini bermanfaat
6

untuk merangsang sirkulasi darah dan drainase limfatik, dan meningkatkan

penyembuhan jaringan. Dengan demikian, terapi memberikan sejumlah

keuntungan yaitu mengurangi nyeri ketegangan otot, kekakuan, menghilangkan

stres, meningkatkan relaksasi mental dan fisik, dan menciptakan perasaan

sejahtera (Erol et al., 2014; AMTA, 2010).

Beberapa jenis terapi massage yang termasuk dalam tinjauan yaitu terapi

pijat yang dilakukan secara tunggal atau kombinasi, dan melibatkan kontak fisik

langsung tanpa penggunaan mesin, perangkat, peralatan atau perkakas termasuk.

Teknik terapi manual yang biasa digunakan oleh terapis pijat termasuk terapi titik

pemicu, pelepasan myofascial, gesekan transversal dalam juga disertakan kepada

penderita stroke untuk mengelola masalah nyeri bahu, ketegangan otot dan

kecemasan (Ng, 2011). Beberapa penelitian menyatakan massage ini merupakan

teknik sederhana, mudah diberikan, tidak mengancam, tidak invasif, dan efektif

biaya. Hanya membutuhkan waktu singkat, dan membutuhkan persediaan

minimal minyak pijat atau lotion (Holland & Pokorny, 2010; Mok & Woo, 2004).

Mekanisme kerja massage menurut beberapa ahli sesuai dengan teori

endorphin, yaitu menghilangkan rasa nyeri. Bioelektrik yaitu rangsangan pada

titik atau bagian tubuh tertentu yang akan meningkatkan daya elektrik tubuh

sehingga menimbulkan efek berkurangnya rasa nyeri (Bagaskoro, 2011). Sebuah

penelitian juga menjelaskan dimana pasien stroke yang menerima pijatan taktil

dilaporkan dapat merilekskan dan meredakan kekhawatiran dan kecemasan

(Cronfalk et al., 2020).

Hasil penelitian Van Den Dolder et al., (2014) menemukan bukti bahwa

Soft Tissue Massage efektif untuk menghasilkan perbaikan rentang gerak dan
7

nyeri bahu yang dilaporkan (rata-rata tertimbang = 9,8 dari 100, 95% CI 0,6

hingga 19,0). Menurut hasil penelitian lainnya rerata kecemasan setelah intervensi

Slow Stroke Back Massage (SSBM) pada kelompok intervensi adalah 21,37 ± 6,24

dan pada kelompok kontrol 26,1 ± 6,27 yang menunjukkan perbedaan yang

signifikan dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001) yang dapat

menurunkan kecemasan secara signifikan pada pasien wanita dengan gagal

jantung (Mohaddes et al., 2018).

Melihat penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa massage mempunyai

dampak positif terhadap perbaikan fungsi tubuh, sehingga dapat dikatakan terapi

massage merupakan salah satu terapi alternatif yang bisa dimanfaatkan keluarga

untuk mempercepat keberhasilan rehabilitasi pasien post stroke terutama dalam

menurunkan intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan kecemasan. Berdasarkan

permasalahan di atas peneliti tertarik untuk mendalami penelitian dalam bentuk

sistematik review dengan judul “Pengaruh Beberapa Terapi massage Terhadap

Intensitas Nyeri Bahu, Ketegangan Otot dan Kecemasan pada Pasien Stroke”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab

pada penelitian ini adalah “Systematic Review: Bagaimana pengaruh beberapa

terapi massage terhadap intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan kecemasan

pada pasien stroke?”


8

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh beberapa terapi massage terhadap intensitas nyeri

bahu, ketegangan otot dan kecemasan pada pasien stroke.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis beberapa terapi massage terhadap intensitas nyeri bahu,

ketegangan otot dan kecemasan pada pasien stroke.

b. Menganalisis metode pelaksanaan beberapa terapi massage yang paling

efektif untuk mengurangi intensitas nyeri bahu, ketegangan otot, dan

kecemasan pada pasien stroke.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Keperawatan

Dengan hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi yang

ilmiah dalam hal peningkatan keilmuan dan pengembangan keperawatan

khususnya pada institusi pelayanan keperawatan yang berbasis evidance base

practice serta menjadi acuan untuk tenaga kesehatan agar dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana strategis yang efektif untuk

menerapkan asuhan keperawatan dan dapat diaplikasikan kepada pasien

khususnya tentang pengaruh beberapa terapi massage terhadap intensitas nyeri

bahu, ketegangan otot dan kecemasan pada pasien stroke.


9

2. Peneliti Selanjutnya

Adanya penelitian ini juga akan menambah perkembangan ilmu

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap individu, keluarga

dan masyarakat sehingga ilmu keperawatan semakin maju dan berkembang.

Selain itu juga dapat menjadi rujukan data awal untuk dilakukan penelitian lebih

lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Stroke

a. Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologis akut yang diduga

disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, menetap ≥ 24 jam atau sampai

kematian, tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco et al.,

2013).

Stroke dapat diartikan sebagai ditemukannya manifestasi klinik dan

gejala terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh yang

berkembang secara cepat selama 24 jam atau lebih akibat adanya gangguan

peredaran darah di otak (Brainin & Heiss, 2010).

Stroke merupakan penyakit cerebrovascular yang terjadi karena

adanya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh

darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani & Martini, 2015).

b. Faktor risiko

Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor-

faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko yang kuat terhadap timbulnya

stroke. Faktor risiko timbulnya stroke (Nasution, 2010; Howard & Howard,

2009):

10
11

1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a) Perilaku

Merokok, diet tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat,

kolesterol, kurang buah, alkoholik, obat-obatan: narkoba (kokain), anti

koagupasien, antim platelet, amfetamin, pil kontrasepsi, kurang gerak

badan

b) Fisiologis

Penyakit hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,

infeksi/lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus, gangguan ginjal,

kegemukan (obesitas), polisitemia, viskositas darah meninggi/ penyakit

perdarahan, kelainan anatomi pembuluh darah, stenosis karotis

asimtomatik

2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor

yang berupa karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat diubah yaitu

usia, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, ras, suku, dan faktor genetik

(Williams et al., 2010).

c. Klasifikasi

Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:

1) Stroke Iskemik

Sindrom yang berkembang pesat dengan onset yang tiba-tiba atau

akut, yang dikaitkan dengan defisit neurologi dengan batas gumpalan

infark yang jelas pada jaringan otak di dalam area pembuluh darah yang

berlainan (Williams et al., 2010).


12

Stroke iskemik mendominasi terjadinya stroke yaitu sekitar 80%.

Stroke iskemik terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang

biasanya disebabkan karena adanya sumbatan pembuluh darah arteri yang

menuju otak (Silva et al, 2014).

2) Stroke Hemoragik

Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral

atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada

area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2018). Stroke

hemoragik jarang terjadi dan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu

Intracerebral Hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid Hemorrhage (SAH)

(National Stroke Association, 2016).

Selain dari dua klasifikasi di atas, terdapat jenis stroke lain yaitu

Transient Ischemic Attacks (TIA). TIA yang biasa disebut dengan mini

strokes merupakan gangguan neurologis lokal yang terjadi selama

beberapa menit sampai beberapa jam saja dan gejala yang timbul akan

hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam

(Silva et al., 2014).

d. Manifestasi klinik

Menurut WHO (2016) gejala umum yang terjadi pada stroke yaitu

wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemah pada

satu sisi tubuh. Gejala lainnya yaitu pusing, kesulitan melihat baik dengan

satu mata maupun kedua mata, sulit berjalan, kehilangan koordinasi dan

keseimbangan, sakit kepala yang berat dengan penyebab yang tidak diketahui,

dan kehilangan kesadaran atau pingsan.


13

Menurut Irish Heart Foundation (2014) pasien stroke bisa mengalami

serangkaian perubahan dan reaksi emosional. Perubahan emosional ini sering

merupakan respons yang diharapkan terhadap peristiwa kehidupan yang

signifikan dan mengecewakan. Terkadang perubahan emosional disebabkan

oleh perubahan pada otak sebagai akibat dari stroke.

e. Patofisiologi

Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang

terjadi pada stroke, otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel

dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit

(AHA, 2018). Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat

mengakibatkan cedera pada otak melalui beberapa mekanisme, yaitu 1)

Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan

penyempitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan

terjadi iskemik. 2) Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan

hemoragi. 3) Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang

menekan jaringan otak. 4) Edema serebral yang merupakan pengumpulan

cairan pada ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer & Bare, 2017).

Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh

emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga

disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak menyebabkan hipoksia

daerah regional otak dan menimbulkan reaksi berantai yang berakhir dengan

kematian sel sel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Becker, Wira, &

Arnold, 2010; Misbach, 2011). Pada level seluler, setiap proses yang

mengganggu aliran darah ke otak yang akan mengakibatkan kematian sel-sel


14

otak dan infark otak (Becker, Wira, & Arnold, 2010). Iskemia dapat dibagi

lagi menjadi tiga mekanisme yang berbeda: trombosis, emboli, dan penurunan

perfusi sistemik (Caplan, 2016).

Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi fungsi-

fungsinya sangat berkurang dan menyebabkan defisit neurologis. Tingkat

iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik,

diluarnya dapat dikelilingi oleh daerah hiperemik. Daerah penumbra iskemik

inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat

direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada

faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat

berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2011).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling

sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak (Misbach,

2011). Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-

400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah

tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma

tipe Bouchard (Caplan, 2016).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah

yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi (Caplan, 2016). Pada

perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau

massa pada otak, sedangkan pada perdarahan subrakhnoid, pembuluh yang


15

pecah terdapat di ruang subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi

(Misbach, 2011).

f. Penatalaksanaan

Dimulai dari penatalaksanaan umum; memperbaiki jalan napas dan

mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, elevasi kepala pasien 30º

yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena, perfusi serebral dan

menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok, mengontrol tekanan rerata

arterial, pengaturan cairan dan elektroklit, monitor tanda-tanda vital, monitor

tekanan tinggi intrakranial, dan pemeriksaan Computerized Tomography

untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan (Affandi &

Panggabean, 2016).

Menurut Smeltzer & Bare (2017) penatalaksanaan stroke pada fase

akut yaitu fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yang koma

pada saat masuk dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Prioritas dalam

fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik.

1) Terapi Farmakologi

Pemberian cairan hipertonis jika terjadi peningkatan TIK akut

tanpa kerusakan sawar darah otak (Blood-brain Barrier), diuretika

(asetazolamid/furosemid), dan steroid (deksametason, prednison, dan

metilprednisolon) (Affandi & Panggabean, 2016).

2) Tindakan Bedah

Penatalaksanaan pembedahan endosterektomi karotis,

revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada

aneurisma (Muttaqin, 2011).


16

3) Penatalaksanaan Medis Lain

Rehabilitasi, terapi psikologi jika gelisah, pemantauan kadar

glukosa darah, pemberian anti muntah dan analgesik, pemberian H2

antagonis jika ada indikasi perdarahan lambung, mobilisasi bertahap dan

pernapasan stabil, pengosongan kandung kemih dengan katerisasi

intermitten, dan discharge planning.

4) Tindakan Keperawatan

Perawatan stroke berfokus kepada kebutuhan holistik dari pasien

dan keluarga yang meliputi perawatan fisik, psikologi, emosional,

kognitif, spritual, dan sosial. Perawat berperan memberikan pelayanan

keperawatan pasca stroke seperti mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga

untuk discharge planning; menyediakan informasi dan latihan untuk

keluarga terkait perawatan pasien di rumah seperti manajemen dysphagia,

manajemen nutrisi, manajemen latihan dan gerak, dan manajemen

pengendalian diri; kemudian perawat juga memfasilitasi pasien dan

keluarga untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi; dan memberikan

dukungan emosional kepada pasien dan keluarga (Firmawati et al., 2015).

g. Komplikasi

Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi yaitu:

1) Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuhan dapat

mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat

berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus

jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.


17

2) Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya

densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh

imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.

3) Gangguan neuropsikiatri, seperti gangguan mood, kecemasan, depresi dan

efek psikologis pasca stroke. Gangguan kecemasan ini berhubungan

dengan gejala-gejala somatik, seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan

tidur, dan kegelisahan, sehingga menyebabkan gangguan yang bermakna

dalam fungsi sosial dan pekerjaan

4) Inkontinensia dan konstipasi penyebab umumnya adalah imobilitas,

kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.

5) Kelemahan otot pada beberapa bagian tubuh, kekakuan dan perubahan

sensasi. Pada kondisi kelemahan atau kelumpuhan di satu sisi tubuh pasca

stroke, biasanya menimbulkan rasa nyeri pada bahu. Selanjutnya juga

muncul kontraktur, yaitu pemendekan otot pada anggota gerak.

2. Konsep Dasar Nyeri Bahu

a. Definisi

Nyeri seringkali dikeluhakan pada pasien stroke, tercatat dalam kurun

2 tahun pasca stroke rasa nyeri dapat timbul 15-49%. Nyeri pasca stroke

dapat timbul di otot, persendian, organ dalam, ataupun dari sistem saraf pusat

maupun perifer. Tipe nyeri pasca stroke yang paling sering yaitu nyeri bahu

hemiplegi, nyeri akibat spasme atau spastisitas (ketegangan otot), sakit kepala

pasca stroke, dan nyeri sentral pasca stroke (Klit et al., 2015).
18

Nyeri nosiseptif sering mempengaruhi bahu dan berhubungan dengan

perubahan dinamis akibat paresis atau kelemahan pada sisi yang terkena

(Widar et al., 2002). Bentuk chronic pain syndrome setelah stroke yang

paling umum adalah nyeri bahu, nyeri spastisitas dan nyeri kepala (Klit et al.,

2015). Spasitas terjadi ketika terdapat kerusakan pada bagian otak yang

mengontrol otot-otot, dan spasitas meningkatkan tonus otot. Spasitas akan

menekan otot-otot dan bergerak abnormal, akibat spasme akan menyebabkan

nyeri.

Nyeri bahu hemiplegia adalah dampak klinis umum dari stroke dan

dapat mengakibatkan kecacatan yang signifikan. Patogenesis nyeri bahu

hemiplegia bersifat multifaktorial dan mencakup faktor neurologis dan

mekanis, sering dalam kombinasi, yang bervariasi diantara individu pasca

stroke (Wiener et al., 2018).

b. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan nyeri pasca stroke (Boivie,

2006):

1) Stroke (yang melibatkan talamus)

2) Sklerosis multiple

3) Karsinoma (ketika merusak serabut sensorik pada SSP/talamus)

4) Cedera tulang belakang

5) Trauma fisik (pembedahan, jatuh, kecelakaan lalu lintas, dll).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri bahu

Faktor risiko untuk nyeri pasca stroke meliputi (Klit et al., 2015):

1) Usia muda,
19

2) Jenis kelamin: mayoritas wanita,

3) Tingkat keparahan stroke,

4) Gangguan sensorik,

5) Depresi, dan

6) Nyeri sebelum timbulnya stroke.

d. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya nyeri kronis pada pasien setelah stroke masih

belum sepenuhnya dipahami. Beberapa mekanisme yang diajukan antara lain

ialah sensitisasi sentral, perubahan fungsi traktus spinotalamikus, teori

disinhibisi dan perubahan thalamus (Klit et al., 2015). Meskipun lesi terletak

sama di otak, mekanisme patofisiologis dapat berbeda tergantung pada lokasi

lesi di SSP (Klit et al., 2015).

Gambar 2. 1
Ilustrasi skematik Teori
Pengendalian Gerbang
Sumber: (Kozier & Erb, 2010)

Nyeri pasca stroke dapat timbul di otot, persendian, ataupun pada sisi

tubuh yang mengalami kelemahan. Hal ini dapat disebabkan karena

terganggunya bagian otak yang berfungsi sebagai pengatur nyeri.

Selanjutnya, karena aliran darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen


20

dan nutrien berkurang (Guyton & Hall, 2014). Hal ini akan mengakibatkan

pasien merasa nyeri pada tubuhnya yang lumpuh meskipun tidak ada luka

pada tubuh yang nyeri tersebut. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada

otot dan sendi sehingga menimbulkan nyeri.

Hemiplegic Shoulder Pain (HSP) terjadi pada sisi hemiplegia setelah

stroke tanpa hubungan langsung dengan trauma atau cedera. HSP ini

berhubungan dengan berkurangnya pemakaian fungsi lengan yang

menyebabkan imobilitas menurun dan dapat menyebabkan peradangan, otot

atrofi akibat adhesi sehingga terjadi nyeri. Terjadinya nyeri bahu

berhubungan dengan spasme otot pada pasien stroke terutama pada sendi

bahu (Polie et al., 2020), berhubungan juga dengan terbatasnya gerakan

eksternal rotasi disebabkan adanya stiffness joint. Pada bahu hemiplegia,

kepala humerus digantikan secara inferior dan anterior oleh hilangnya

aktivitas otot bahu yang normal, khususnya otot supraspinatus dan deltoid

posterior, dan ekstremitas atas meregangkan kapsul sendi, otot, tendon, dan

ligamen yang menyebabkan iskemia yang menyakitkan di jaringan

periartikular sendi bahu (Lee et al., 2018).

e. Pengukuran intensitas nyeri

Intensitas nyeri adalah domain hasil umum yang dinilai dalam uji

klinis nyeri Aicher, Peil, Peil, & Diener (2012) dan paling sering ditargetkan

dalam penanganan nyeri (Sullivan & Ballantyne, 2015). Pengukuran nyeri

adalah elemen penting dalam pemantauan perkembangan penyakit. Karena

rasa nyeri adalah pengalaman pribadi yang tidak dapat dilihat atau dirasakan

oleh orang lain (Eliav & Gracely, 2008).


21

Intensitas nyeri umumnya dinilai menggunakan langkah-langkah

seperti Visual Analogue Scale (VAS), Numerical Rating Scale (NRS), Verbal

Rating Scale (VRS), dan Faces Pain Scale-Revised (FPSR) (Jensen et al.,

2015; Jensen, Karoly, & Braver, 1986).

1) Faces Pain Rating Scale (FPRS)

FPSR adalah skala gambar yang terdiri dari 6 wajah yang

menunjukkan peningkatan tingkat rasa nyeri. Pasien diminta untuk memilih

wajah yang paling mewakili tingkat rasa nyeri. Wajah dari kiri ke kanan

diberi skor 0, 2, 4, 6, 8, dan 10. FPSR diadaptasi dari FPS asli yang

dikembangkan oleh Bieri et al (1990) yang terdiri dari 7 wajah (Pathak et al.,

2018).

Gambar 2. 2
Skala Nyeri Dengan Gambar Wajah

2) Verbal Rating Scale (VRS)

VRS disebut sebagai skala deskriptor verbal, terdiri dari kata sifat atau

frasa yang menggambarkan peningkatan intensitas rasa nyeri. Skala VRS

terdiri dari 6 poin yang digunakan oleh Peters, Patijn, & Lamé (2007) dengan

deskriptor “tanpa rasa nyeri,” “sangat ringan,” “ringan,” “sedang,” “parah,”

dan “sangat parah.” Pasien diminta untuk memilih deskriptor atau frasa yang

paling mewakili intensitas nyeri mereka, dan angka yang sesuai digunakan

sebagai skor VRS (Jensen et al., 2015).


22

Gambar 2. 3
Skala Nyeri Dengan Verbal

3) Numerical Rating Scale (NRS)

NRS adalah skala numerik 11 poin tunggal (Downie et al., 1978;

Hawker et al., 2011). Konten NRS adalah versi numerik tersegmentasi dari

VAS dimana pasien memilih bilangan bulat (0-10 bilangan bulat) yang paling

mencerminkan intensitas rasa nyeri (Rodriguez, 2001). Format umum adalah

garis horizontal. NRS dapat diberikan secara verbal (melalui telepon) atau

secara grafis untuk penyelesaian sendiri (Hawker et al., 2011).

Gambar 2. 4
Skala Nyeri Dengan Angka

4) Visual Analogue Scale (VAS)

VAS adalah garis 10 cm dengan status di sebelah kiri (tanpa rasa

nyeri) dan di sebelah kanan (rasa nyeri yang ekstrem). Skala biasanya

horisontal (Joyce, Zutshi, Hrubes, & Mason, 1975). Responden diminta untuk

menempatkan garis tegak lurus terhadap garis VAS pada titik yang mewakili

intensitas nyeri (Huskisson, 1974; Hawker et al., 2011). Pemeriksa menilai


23

VAS dengan mengukur jarak dalam cm (0 hingga 10) atau mm (0 hingga

100) dari titik jangkar “tidak nyeri” (Halfaker et al., 2011).

Gambar 2. 5
Skala Nyeri Dengan Analogi Visual

3. Konsep Dasar Ketegangan Otot

a. Definisi

Ketegangan otot adalah kondisi yang umum, tetapi bukan kondisi

yang tak terhindarkan, pada pasien stroke. Ketegangan otot setelah stroke

sering dikaitkan dengan nyeri, kekakuan jaringan lunak, dan kontraktur sendi,

dan dapat menyebabkan postur tungkai yang abnormal, penurunan kualitas

hidup, peningkatan biaya perawatan, dan peningkatan beban pengasuh.

Deteksi dini dan manajemen ketegangan oto pasca stroke dapat tidak hanya

mengurangi komplikasi tersebut, tetapi juga dapat meningkatkan fungsi dan

meningkatkan kemandirian pasien (Kuo & Hu, 2018).

Ketegangan otot adalah gangguan pada sistem motorik sensor yang

ditandai dengan peningkatan refleks regangan tonik yang bergantung pada

kecepatan (tonus otot) dengan refleks tendon yang berlebihan, akibat

hipereksitabilitas dari refleks regangan, sebagai salah satu komponen sindrom

otot neuron bagian atas (Li & Francisco, 2015).

Ketegangan otot merupakan kelainan motorik yang ditandai dengan

peningkatan kecepatan refleks regang otot dan peningkatan hentakan tendon


24

yang dihasilkan dari hipereksitabilitas sebagai suatu sindrom upper motor

neuron (UMN) (Urban et al., 2010).

c. Patofisiologi

Ketegangan otot diinduksi oleh disosiasi atau disintegrasi respon

motorik dari masukan sensorik, yang menyebabkan hipereksitabilitas sistem

saraf pusat segmental (SSP). Ini berkorelasi dengan intensitas input sensorik

(misalnya, derajat peregangan) dan mungkin tergantung pada lokasi lesi SSP.

Ketika keseimbangan antara serat penghambat dan rangsang terganggu, hal

itu dapat menyebabkan berbagai aspek sindrom ekstremitas atas, seperti

hipotonia, tardive, atau spastisitas (ketegangan otot). Tiga lokasi lesi telah

disarankan untuk menginduksi spastisitas: batang otak, korteks serebral (di

area motorik primer, sekunder dan tambahan; SMA) dan sumsum tulang

belakang (saluran piramidal). Setelah stroke, hanya korteks atau, dalam kasus

yang jarang terjadi, batang otak, yang awalnya terluka dan lesi ini sering kali

menyebabkan spastisitas, hiperrefleksia, dan kadang-kadang klonus. Awitan

spastisitas dapat dijelaskan dengan reorganisasi neuronal anarkis setelah lesi

otak. Hasil dari reorganisasi neuronal patologis ini dapat meningkatkan

aktivitas di otot dan respons refleks yang berlebihan terhadap stimulasi

perifer.

Hiperaktivitas ini dapat dikaitkan dengan penghambatan aktivitas

refleks normal (refleks tendon dalam dan refleks penarikan fleksor), (ii)

pelepasan refleks primitif (misalnya, tanda Babinski) dan (iii) refleks

regangan tonik aktif. Eksitasi yang kuat dari neuron motorik quadriceps

kelompok heteronim II (otot kedutan cepat) dapat berkontribusi pada


25

spastisitas pada pasien hemiplegia. Fasilitasi refleks H refleks otot yang

muncul setelah rangsangan listrik dari serat sensorik di sisi spastik dari paha

depan, jika dibandingkan dengan sisi yang tidak terpengaruh dan dengan

populasi kontrol yang sehat. Peningkatan transmisi pada jalur inter-neuronal

yang diaktivasi bersama oleh dua kelompok, I (oksidatif rendah) dan II

(kedutan cepat), dapat terjadi akibat perubahan jalur kontrol menurun pada

pasien hemiplegia spastik. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa

hiperaktivitas refleks spinal menyebabkan spastisitas (ketegangan otot)

(Thibaut et al., 2013).

d. Pengukuran ketegangan otot

Pada tahun 1964, Bryan Ashworth menerbitkan Skala Ashworth

sebagai metode penilaian spastisitas saat menangani pasien sklerosis ganda.

Skala Ashworth asli adalah skala numerik 5 poin yang menilai kelenturan dari

0 sampai 4. Pada tahun 1987 Bohannon dan Smith memodifikasi skala

Ashworth dengan menambahkan 1+ ke skala untuk meningkatkan

sensitivitas. Sejak modifikasinya, skala Ashworth yang dimodifikasi Modified

Ashworth Scale (MAS), telah diterapkan dalam praktik klinis dan penelitian

sebagai ukuran spastisitas. Skalanya adalah sebagai berikut:

0 : Tidak ada peningkatan tonus otot

1 : Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan

minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu sendi

digerakkan fleksi atau ekstensi

1+ : Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya

pemberhentian gerakan (catch) dan diikuti dengan adanya tahanan


26

minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap mudah

digerakkan

2 : Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi

sendi masih mudah digerakkan

3 : Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan

4 : Sendi atau ekstremitas kaku pada gerakan fleksi atau ekstensi

Spastisitas (ketegangan otot) didefinisikan sebagai skor MAS ≥ 1

untuk setiap gerakan pasif yang dilakukan, sesuai dengan kebanyakan

penelitian sebelumnya tentang spastisitas setelah stroke (Lundström et al.,

2010).

e. Pengobatan

Intervensi terapeutik meliputi terapi fisik, terapi okupasi, rehabilitasi

diri, peralatan ortosis dan alat bantu, pengobatan farmakologis, bedah

ortopedi, dan bedah saraf. Studi ini menjelaskan berbagai terapi rehabilitasi

pasien nonfarmakologis serta perawatan farmakologis dan intervensi

pembedahan yang paling umum (Thibaut et al., 2013).

4. Konsep Dasar Kecemasan

a. Definisi

Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya “anxiety” berasal dari

bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti

mencekik. Freud (1954) menyebutkan kecemasan merupakan perasaan

subyektif yang dialami oleh individu. Hal ini disebabkan oleh situasi-situasi
27

yang mengancam sehingga menyebabkan ketidakberdayaan individu (Asih &

Pratiwi, 2010).

Kecemasan adalah keadaan emosional yang terdiri dari perasaan

tegang, gelisah, dan gugup (Spielberger et al., 1983; Vitasari, Wahab,

Herawan, Othman, & Sinnadurai, 2011). Menurut Taylor-Clift, Morris,

Rottenberg, & Kovacs (2011) Kecemasan merupakan reaktivitas emosional

berlebihan, depresi yang tumpul, atau konteks sensitif, respon emosional.

Kecemasan adalah perasaan samar-samar yang tidak menyenangkan

yang berhubungan dengan kekhawatiran dan rasa bahaya yang akan terjadi.

Ini dapat dikaitkan dengan serangkaian gejala fisiologis yang dapat

memperburuk gejala penyakit yang mendasarinya, terutama di antara pasien

dengan kondisi kronis (Dziubek et al., 2016).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan

faktor yang mempengaruhi kecemasan (Stuart, 2013b):

1) Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena adanya

konflik yang terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan

super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan

ego berperan menengahi konflik yang tejadi antara dua elemen yang

bertentangan (Videbeck, 2011).

2) Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan

interpersonal takut terhadap penolakan dan tidak adanya penerimaan, dan


28

berkaitan erat dengan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi

(Videbeck, 2011).

3) Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang

untuk mencapai tujuan.

4) Teori Prespektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi dalam

keluarga. Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi yang mal adaptif

dalam sistem keluarga.

5) Teori Perspektif Biologis

Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor

khususnya yang mengatur kecemasan. Sementara itu, Stuart & Laraia

(2013) juga menyebutkan faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan,

antara lain:

1) Faktor Eksternal

a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi penurunan kemampuan

untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga

diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

2) Faktor Internal

a) Usia

Usia erat kaitannya dengan tingkat perkembangan seseorang dan

kemampuan koping terhadap stres.


29

b) Jenis Kelamin

Secara umum, gangguan psikis dapat dialami oleh perempuan dan

laki-laki secara seimbang.

c) Tingkat Pengetahuan

Dengan pengetahuan yang dimiliki, akan membantu seseorang

dalam mempersepsikan suatu hal, sehingga seseorang dapat menurunkan

perasaan cemas yang dialami. Pengetahuan diperoleh dari informasi yang

didapat.

d) Tipe Kepribadian

Orang dengan tipe kepribadian A dengan ciri-ciri tidak sabar,

kompetitif, ambisius, dan ingin serba sempurna lebih mudah mengalami

gangguan kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian B.

e) Lingkungan dan Situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan bila dia berada di lingkungan yang

biasa dia tempati.

c. Klasifikasi Kecemasan

Klasifikasi menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder IV (DSM IV) Gangguan Cemas terbagi atas (Maramis, 2011):

1) Gangguan Panik dengan atau tanpa agorafobia

2) Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik

3) Fobia Spesifik

4) Fobia Sosial

5) Obsesi kompulsif
30

6) Gangguan stres pasca trauma

7) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)

8) Gangguan Cemas karena kondisi Medis Umum (Anxiety Disorder Due To

Medical Condition)

9) Gangguan cemas yang disebabkan oleh subtansi zat (Subtance Induced

Anxiety Disorder).

d. Tingkatan Kecemasan

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Menurut Peplau (1952) dalam Yusuf, Fitryasari PK, & Nihayati

(2015) ada empat tingkatan yaitu:

1) Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu

masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera.

2) Kecemasan Sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu

dengan arahan orang lain.

3) Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada

detil yang kecil dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain.

4) Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan

perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan


31

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya

pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.

e. Rentang respon kecemasan

Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan maladaptif.

Respon adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat membangun

(konstruktif) dalam mengatasi kecemasan berupa antisipasi. Respon

maladaptif merupakan koping yang bersifat merusak (destruktif) dan

disfungional seperti individu menghindari kontak dengan orang lain atau

mengurung diri, tidak mau mengurus diri Suliswati (2005) dalam (Sayogi,

2011).

Adaptif Maladaptif

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 2. 6
Rentang Respon Kecemasan
Sumber: (Stuart, 2013a)

f. Gejala kecemasan

Keluhan dan gejala umum yang berkaitan dengan kecemasan dapat

dibagi menjadi gejala somatik dan psikologis (Hawari, 2011):


32

1) Gejala Somatik

a) Keringat berlebih, b) ketegangan pada otot skelet, c) sindrom

hiperventilasi, d) gangguan fungsi gastrointestinal, e) iritabilitas

kardiovaskuler.

2) Gejala Psikologis

a) Gangguan mood, b) kesulitan tidur, c) kelelahan, d) kehilangan

motivasi dan minat, e) perasaan yang tidak nyata, f) sangat sensitif

terhadap suara, g) tidak mampu berkonsentrasi, h) canggung, koordinasi

buruk, i) gelisah, tidak bisa diam, j) kehilangan kepercayaan diri, k)

kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang, l) keraguan dan

ketakutan yang mengganggu, m) terus-menerus memeriksa semua yang

telah dilakukan.

g. Dampak kecemasan

Menurut Stuart & Laraia (2013) ada 2 macam dampak yang dialami

seseorag ketika mengalami kecemasan:

1) Dampak Fisiologis

a) Kardiovaskuler; peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung

berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan

lain-lain. Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada,

rasa tercekik.

b) Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat

seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat,

gatal-gatal.
33

c) Gastrointestinal; anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa

terbakar di epigastrium, nausea, diare.

d) Neuromuskuler; reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-

kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

2) Dampak Psikologis

a) Perilaku; gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada

koordinasi, menarik diri, menghindar.

b) Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah

tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri

yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut

kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

c) Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa,

sangat gelisah dan lain-lain.

h. Alat ukur kecemasan

Penilaian kecemasan yang telah sering digunakan yaitu the State Trait

Anxiety Index (STAI), the Beck Anxiety Inventory (BAI), and the anxiety

subscale of the Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) (Julian,

2011). Menurut Lazor et al (2017) dari dua puluh tujuh instrumen, 14 multi-

item dan 13 single-item, digunakan antara 78 studi.

5. Konsep Dasar Terapi Massage

a. Definisi

Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan

manipulasi tertentu dari jaringan lunak tubuh. Manipulasi tersebut sebagian


34

besar efektif dibentuk dengan tangan diatur guna tujuan untuk mempengaruhi

saraf, otot, sistem pernapasan, peredaran darah dan limphe yang bersifat

setempat dan menyeluruh (Alimah, 2012).

Massage dapat didefinisikan sebagai manipulasi jaringan lunak

dengan sentuhan, gerakan, dan/atau memberikan tekanan pada tubuh. Terapi

pijat adalah praktik pijat oleh profesional terakreditasi untuk mencapai

kesehatan dan kesejahteraan yang positif (fisik, fungsional, dan hasil

psikologis) pada klien (Ng, 2011).

b. Teknik Massage

Massage adalah teknik pijatan yang dilakukan untuk membantu

mempercepat proses pemulihan nyeri dengan menggunakan sentuhan tangan

untuk menimbulkan efek relaksasi. Massage Effleurage merupakan

manipulasi gosokan yang halus dengan tekanan relatif ringan sampai kuat,

gosokan ini mempergunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan

kedua belah tangan, sentuhan yang sempurna dan arah gosokan selalu menuju

ke jantung atau searah dengan jalannya aliran pembulu darah balik, maka

mempunyai pengaruh terhadap peredaran darah atau membantu mengalirnya

pembulu darah balik kembali ke jantung karena adanya tekanan dan dorongan

gosokan tersebut. Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau

dangkal, Effleurage pada umumnya digunakan untuk membantu

pengembalian kandungan getah bening dan pembuluh darah di dalam

ekstremitas tersebut. Effleurage juga digunakan untuk memeriksa dan

mengevaluasi area nyeri dan ketidakteraturan jaringan lunak atau peregangan

kelompok otot yang spesifik (Alimah, 2012).


35

c. Efek Massage

Menurut (Ng, 2011), ada beberapa efek Massage yaitu:

1) Efek terhadap peredaran darah dan lymphe

Massage menimbulkan efek memperlancar peredaran darah.

Manipulasi yang dikerjakan dengan gerakan atau menuju kearah jantung,

secara mekanis akan membantu mendorong pengaliran darah dalam pembulu

vena menuju ke jantung. Massage juga membantu pengaliran cairan limphe

menjadi lebih cepat, ini berarti membantu penyerapan sisa-sisa pembakaran

yang tidak digunakan lagi.

2) Efek terhadap otot

Massage memberikan efek memperlancar proses penyerapan sisa-sisa

pembakaran yang berada di dalam jaringan otot yang dapat menimbulkan

kelelahan. Dengan manipulasi yang memberikan penekanan kepada jaringan

otot maka darah yang ada di dalam jaringan otot, yang mengandung zat-zat

sisa pembakaran yang tidak diperlukan lagi terlepas keluar dari jaringan otot

dan masuk kedalam pembuluh vena. Kemudian saat penekanan kendor maka

darah yang mengandung bahan bakar baru mengalirkan bahan tersebut ke

jaringan, sehingga kelelahan dapat dikurangi. Selain itu massage juga

memberi efek bagi otot yang mengalami ketegangan atau pemendekan karena

massage pada otot berfungsi mendorong keluarnya sisa-sasa metabolisme,

merangsang saraf secara halus dan lembut agar mengurangi atau melemahkan

rangsang yang berlebihan pada saraf yang dapat menimbulkan ketegangan.


36

3) Efek Massage terhadap kulit

Massage memberikan efek melonggarkan perlekatan dan

menghilangkan penebalan-penebalan kecil yang terjadi pada jaringan di

bawah kulit, dengan demikian memperbaiki penyerapan.

4) Efek Massage terhadap saraf

Sistem saraf perifer adalah bagian dari sistem saraf yang di dalam

sarafnya terdiri dari sel-sel saraf motorik yang terletak di luar otak dan

susmsum tulang belakang. Sel-sel sistem saraf sensorik mengirimkan

informasi ke sistem saraf pusat dari organ- organ internal atau dari

rangsangan eksternal. Sel sistem saraf motorik tersebut membawa informasi

dari sistem saraf pusat (SSP) ke organ, otot, dan kelenjar. Sistem saraf perifer

dibagi menjadi dua cabang yaitu sistem saraf somatik dan sistem saraf

otonom. Sistem saraf somatic terutama merupakan sistem saraf motorik, yang

semua sistem saraf ke otot, sedangkan sistem saraf otonom adalah sistem

saraf yang mewakili persarafan motorik dari otot polos, otot jantung dan sel-

sel kelenjar. Sistem otonom ini terdiri dari dua komponen fisiologis dan

anatomis yang berbeda, yang saling bertentangan yaitu sistem saraf simpatik

dan parasimpatik, dapat melancarkan sistem saraf dan meningkatkan kinerja

saraf sehingga tubuh dapat lebih baik.

5) Efek Massage terhadap respon nyeri

Prosedur tindakan Massage dengan teknik Effleurage efektif

dilakukan 10 menit untuk mengurangi nyeri. Stimulasi Massage Effleurage

dapat merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin yang merupakan

pereda sakit alami dan merangsang serat saraf yang menutup gerbang sinap
37

sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis dan otak di hambat.

Selain itu teori gate control mengatakan bahwa Massage Effleurage

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A – beta yang lebih besar dan

lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut dan delta

A berdiameter kecil.

d. Indikasi dan Kontraindikasi Massage

Menurut American Massage Therapy Association (AMTA) (2012a)

masase merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk

menghilangkan nyeri otot atau sebagai sarana untuk relaksasi.

1) Indikasi

a) Kelelahan yang sangat

b) Otot kaku, lengket, tebal dan nyeri

c) Ganggguan atau ketegangan saraf

d) Kelayuhan atau kelemahan otot

e) Stres dan kecemasan

2) Kontraindikasi

a) Cidera yang bersifat akut

b) Demam

c) Edema

d) Penyakit kulit

e) Pengapuran pembuluh darah arteri

f) Luka bakar

g) Patah tulang (fraktur)

(Alimah, 2012).
38

e. Jenis-jenis Massage

Jenis terapi pijat yang termasuk dalam tinjauan yaitu terapi pijat yang

dilakukan secara satu jenis atau kombinasi, dan melibatkan kontak fisik

langsung tanpa penggunaan mesin, perangkat, peralatan atau perkakas

termasuk. Teknik terapi manual yang biasa digunakan oleh terapis pijat

termasuk terapi titik pemicu, pelepasan myofascial, gesekan transversal

dalam juga disertakan (Ng, 2011).

1) Deep Tissue Massage (DTM)

Teknik pijat yang terutama digunakan untuk mengobati masalah

muskuloskeletal, seperti otot yang tegang dan cedera olahraga. DTM

melibatkan penerapan tekanan berkelanjutan menggunakan gerakan

lambat dan dalam untuk menargetkan lapisan dalam otot dan jaringan ikat.

DTM membantu memecah jaringan parut yang terbentuk setelah cedera

dan mengurangi ketegangan pada otot dan jaringan. DTM juga dapat

mempercepat penyembuhan dengan meningkatkan aliran darah dan

mengurangi peradangan (Koren & Kalichman, 2018).

2) Soft Tissue Massage (STM),

Pijat jaringan lunak melibatkan tindakan fisik langsung pada otot

dan jaringan lunak lain dari tubuh. Teknik STM menargetkan otot, tendon,

ligamen, atau jaringan ikat lainnya. STM adalah pijat yang paling terkenal

dari teknik jaringan lunak. STM mencakup berbagai macam kedalaman,

tekanan, dan durasi pijat yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,

nyeri, dan cedera (Van Den Dolder et al., 2014).


39

3) Slow Stroke Back Massage (SSBM),

Stimulasi SSBM adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk

menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin,

sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan

lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan

A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk

transmisi impuls nyeri. Slow-Stroke Back Massage (SSBM) adalah

tindakan masase punggung dengan usapan yang perlahan selama 10 menit

(Potter et al., 2019).

4) Swedish (includes effleurage/petrissage),

Pijatan yang dilakukan seseorang untuk membantu mempercepat

proses pemulihan dengan menggunakan sentuhan tangan dan tanpa

memasukkan obat ke dalam tubuh yang bertujuan untuk meringankan atau

mengurangi keluhan atau gejala pada beberapa macam penyakit yang

memiliki indikasi untuk dipijat. Tujuan lainnya yaitu untuk rileksasi otot,

perbaikan fleksibilitas, pengurangan nyeri, dan perbaikan sirkulasi darah

(Wiyoto, 2011).

5) Ayurvedic Massage,

Pijat Ayurveda merupakan teknik pemijatan yang diadaptasi dari

cara pengobatan umat Hindu di India. Ayurveda sendiri berasal dari

bahasa Sansekerta Ayur yang memiliki arti kehidupan, dan Vedic yang

memiliki arti pengetahuan. Teknik tersebut kemudian diadaptasi sebagai

salah satu teknik pijat yang berfokus pada beberapa titik utama pada
40

tubuh, yang mana bila dilakukan relaksasi pada titik tersebut, tubuh akan

merasakan beberapa manfaat besar. Teknik pijat Ayurveda juga memiliki

beberapa perbedaan dengan teknik pijat biasa. Selain berfokus pada titik

chakra, pemijatan dengan teknik Ayurveda juga berfokus pada beberapa

titik energi yang kaku atau bermasalah. Seperti, bagian punggung, pundak,

dan pinggang (Sankaran et al., 2019).

6) Traditional Chinese Medicine (TCM) including Tuina/Qigong

Terapi pijat Cina (Tui Na) adalah intervensi yang relatif sederhana,

murah dan non-invasif, dan telah digunakan untuk merawat pasien stroke

selama bertahun-tahun di Cina. Pengamatan klinis menunjukkan bahwa

Tui Na merupakan pengobatan yang aman dan efektif untuk spastisitas

pasca stroke. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kami mengajukan

hipotesis bahwa Tui Na akan mengurangi keparahan spastisitas pasca

stroke dan meningkatkan fungsi motorik dan kemampuan perawatan diri

sehari-hari untuk pasien dengan spastisitas pasca stroke dengan aman dan

efisien (Yang et al., 2017).

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Menurut Stockert & Hall (2019) ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan pada tindakan massage, yaitu:

1) Menanyakan kepada pasien apakah pasien menyukai massage

dikarenakan beberapa pasien tidak menyukai kontak secara fisik.

2) Perlu diperhatikan kemungkinan adanya alergi pada lotion.

3) Mengidentifikasi faktor atau kondisi pasien.


41

4) Hindari untuk melakukan masase pada area kemerahan, kecuali bila

kemerahan tersebut hilang sewaktu dimasase.

5) Memperhatikan tanda-tanda tidak nyaman selama tindakan.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu model atau metode yang digunakan

bagi peneliti untuk melaksanakan sebuah penelitian yang memberikan arah

terhadap arah suatu penelitian (Dharma, 2011). Jenis Penelitian adalah Systematic

Review yaitu penelaahan terhadap artikel yang dilakukan secara terstruktur dan

terencana (Hariyati, 2010). Evaluasi dari systematic review akan menggunakan

PRISMA checklist untuk menentukan penyeleksian studi yang telah ditemukan

dan disesuaikan dengan tujuan. Dalam penelitian ini peneliti menelaah artikel

tentang pengaruh terapi massage terhadap intensitas nyeri bahu, ketegangan otot

dan kecemasan pada pasien stroke.

3.2 Kriteria Kelayakan

Dalam mencari artikel strategi yang digunakan adalah PICOS framework,

yang terdiri dari:

1. Problem/population yaitu masalah atau populasi yang dianalisis sesuai dengan

tema yaitu pasien stroke.

2. Intervention yaitu suatu tindakan pelaksanaan terhadap kasus serta pemaparan

tentang penatalaksanaan studi sesuai dengan tema.yaitu massage

3. Comparation ialah intervensi atau penatalaksanaan lain yang digunakan

sebagai pembanding, jika tidak ada dapat menggunakan kelompok control

dalam studi yang terpilih.

42
43

4. Outcome ialah hasil yang didapatkan dari studi terdahulu yang sesuai dengan

tema yang telah ditentukan yaitu intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan

kecemasan

5. Study Design ialah desain yang dipakai untuk mereview beberapa artikel.

Tabel 3. 1
PICOS systematic review pengaruh terapi massage terhadap intensitas nyeri bahu,
ketegangan otot dan kecemasan pada pasien stroke
PICOS
Kriteria Inklusi
Framework

Population Studi yang berfokus pada pasien stroke (akut, kronis, hemoragik
dan non hemoragik)

Intervention Studi yang meneliti tentang intervensi massage

Comparation Adanya kelompok control dan intervensi

Outcome Nyeri bahu (skala nyeri)


Ketegangan otot (skala ketegangan otot)
Kecemasan (skala kecemasan)

Study Design and Quasi experimental studies, RCT, cross sectional, case study
Publication type

Kriteria inklusi:

1. Artikel tahun 2010 – 2020

2. Tidak berbayar

3. Full text

4. Berbahasa inggris

3.3 Strategi Pencarian Literatur

Systematic review yang merupakan rangkuman menyeluruh beberapa studi

penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu. Pencarian literatur

dilakukan pada bulan Desember 2020 – Februari 2021. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan dari pengamatan
44

langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu. Pencarian literatur dalam systematic review ini melalui

lima data base yang bereputasi menengah sampai tinggi, antara lain Proquest,

Springer Link, SAGE, NCBI dan Wiley Online Library.

3.4 Seleksi Studi dan Penelitian Kualitas

1. Seleksi Studi

a. Data base

Berdasarkan hasil pencarian literatur melalui lima database yaitu

Proquest, Springer Link, SAGE, NCBI dan Wiley Online Library yang

diterbitkan dalam sepuluh tahun terakhir.

b. Kata Kunci

Kata kunci yang peneliti gunakan adalah kata kunci yang ada pada

Medical Subject Heading (MeSH). MeSH adalah kosa kata atau thesaurus

terkontrol dari the US National Library of medicine (NLM)’s yang digunakan

untuk mengatur basis data di MEDLINE, juga digunakan untuk mencari data

di PubMed dan beberapa database lain, seperti CINAHL dan Cochrane

Library (CQ University Australia [CQU], 2020). Kata kunci yang peneliti

gunakan yaitu (“massage”) and (“intensity of shoulder pain”) and

(“anxiety”) and (“muscle tension”) and (“stroke”).

Langkah-langkah pencarian data:


45

Dalam pencarian literatur, strategi yang dilakukan dengan protokol

PRISMA dan memilih jurnal yang akan direview. Peneliti menggunakan

PRISMA flow diagram dalam menjabarkan proses pencarian data. Peneliti

menggunakan empat tahap dalam meninjau jurnal-jurnal antara lain:

identifikasi, skrinning dan menguji kelayakan (Moher et al., 2015).

Langkah-langkah pencarian data:

1) Jurnal diidentifikasi melalui 5 database: Proquest, Springer Link, SAGE,

NCBI dan Wiley Online Library dengan menggunakan kata kunci yang

sudah ditentukan.

2) Peneliti melakukan skrining duplikat dengan melihat jumlah yang ganda

dari kelima database tersebut, lalu menghapus artikel yang ganda itu.

3) Selanjutnya peneliti melakukan skrining jurnal berdasarkan judul dan

abstrak, artikel yang tidak sesuai dengan tema systematic review

dikeluarkan.

4) Kemudian dilakukan assessment kelayakan dengan membaca fulltext,

dimana artikel dinilai sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah

ditentukan dan menghapus artikel yang tidak sesuai

5) Tahap akhir artikel yang akan direview dan dilakukan assessment

kelayakan sesuai dengan kriteria inklusi dan the JBI Critical appraisal.

Hasil artikel studi dapat digambar dalam diagram flow berikut ini:

Ide
Studi diidentifikasi dari database
ntif
Proquest (3), Elsevier (4), Sage (5), NCBI (10) dan
icat Wiley Online Library (4), n = 22
ion

Artikel diidentifikasi berdasarkan Total duplicate


duplikasi (n = 12) remove (n = 10)
46

Gambar 3. 1
Diagram Alir PRISMA Pencarian Literatur Pengaruh terapi Massage Terhadap
Intensitas Nyeri Bahu, Ketegangan Otot dan Kecemasan pada Pasien Stroke

2. Penilaian Kualitas

The Joanna Brigs Institute (JBI) critical appraisal untuk beberapa jenis

studi yang digunakan untuk menganalisis kualitas metodologi dalam setiap studi,

penilaian kriteria diberi nilai “ya”, “tidak”, “tidak jelas” atau “tidak berlaku” dan

setiap kriteria “ya” diberi satu point dan nilai lainnya adalah nol, setiap skor studi

kemudian dihitung dan kemudian dijumlahkan, critical appraisal untuk menilai

studi yang memenuhi syarat dilakukan oleh peneliti.

Apabila skor penilaian memperoleh 50% memenuhi kriteria critical

appraisal dengan nilai titik cut off yang telah disepakati oleh peneliti, studi

dimasukkan kedalam kriteria inklusi. Peneliti mengecualikan studi yang

berkualitas rendah yaitu penilaian yang memperoleh nilai dibawah 50% dari
47

instrument The JBI critical appraisal untuk menghindari bias dalam validitas hasil

dan rekomendasi ulasan (Moola et al., 2017).

Sehingga diperoleh dari penilaian bias. Risiko bias dalam systematic

review ini menggunakan assessment pada metodologi penelitian masing-masing

studi dengan mengguanakan The JBI critical appraisal tool. Pengukuran tersebut

berdasarkan study design yang digunakan setelah itu dilakukan penilaian yang

diberi nilai “ya”, “tidak”, “tidak jelas” atau “tidak berlaku” dan setiap kriteria

“ya” diberi satu point dan nilai laiinya adalah nol, penilaian tersebut tentang:

a. Desain

Metode penilaian yang digunakan peneliti telah disesuaikan atau tidak

dengan tujuan penelitian.

b. Sampel penelitian

Empat hal yang perlu diperhatikan yaitu populasi, sampel, teknik

pengambilan sampel dan besar sampel harus mewakili populasi yang telah

ditentukan dan telah memenuhi kriteria inklusi penelitian.

c. Variabel

Penelitian The JBI critical appraisal peneliti menilai apakah variabel

sudah sesuai dengan masalah yang digambarkan pada latar belakang dan

apakah variabel itu memiliki variabel perancu.

d. Instrument

Penilaian The JBI critical appraisal instrument yang dipakai dalam

mengukur apakah sudah memiliki validitas, yaitu sejauh mana ketepatan

dan kecermatan suatu alat ukur dan reliabilitas yaitu menggambarkan

suatu alat ukur bisa dapat dipercaya atau diandalkan.

e. Analisis data
48

Penilaian The JBI critical appraisal analisa data yang digunakan apakah

telah sesuai dengan metode penelitian atau tujuan penelitian. Contohnya

metode penelitian cross sectional menggunakan analisis chi square jika

variabel berdata kategorik-kategorik.

3.5 Proses Pengumpulan Data

Pada systematic review proses pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Menyusun proposal systematic review sesuai dengan topik rangkuman yang

akan dilakukan.

2. Mengidentifikasi kata kunci yang sesuai dengan temapenelitian untuk mencari

artikel yaitu (“massage”) and (“intensity of shoulder pain”) and (“anxiety”)

and (“muscle tension”) and (“stroke”).

3. Mengidentifikasi artikel melalui lima database yaitu Proquest, Springer Link,

SAGE, NCBI dan Wiley Online Library dengan memilih artikel dari tahun

2010 - 2020.

4. Melakukan skrining artikel dari judul dan abstrak yang sesuai dengan kriteria

inklusi yang telah ditentukan peneliti yaitu yang ada kaitan dengan intervensi

massage terhadap intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan kecemasan

pasien stroke.

5. Melakukan proses pemilihan studi dengan membaca keseluruhan artikel dan

melakukan seleksi pada artikel yang tidak sesuai dan dicatat proses

penyeleksian dalam diagram flow PRISMA. Diagram flow PRISMA memuat

tentang jumlah artikel yang akan diproses dan dieksklusi.

6. Melakukan penilaian kualitas studi dan resiko bias dengan The JBI critical

appraisal berdasarkan desain penelitian dan melakuakn checklist item


49

pernyataan dari instrument tersebut untuk menilai artikel, apabila hasil

penilaian cut off point >50% maka artikel yang terpilih bisa dimasukkan

kedalam studi. Contohnya desain penelitian cross sectional memiliki 8 item

pernyataan, jika semua item pernyataan dijawab “ya” maka diberi nilai 1 per

item dan dijumlahkan bernilai 8 (100%), sehingga penelitian tersebut memiliki

risiko bias yang rendah dan kualitas yang tinggi karwena memiliki nilai >50%.

7. Artikel yang sudah ditemukan berdasarkan protokol dan kriteria kelayakan,

kemudian dilakukan analisis satu persatu untuk penentuan hasil dan

pembahasan dalam studi.

3.6 Metode Analisis

Dalam systematic review, metode analisis yang digunakan adalah metode

deskriptif berdasarkan tema yang sudah ditentukan pada systematic review.

Analisis deskriptif yang dugunakan ialah menggambarkan dan menjelaskan

melalui narasi mengenai hasil penelitian yang dijelaskan dalam literatur. Data

yang ditelalah seperti penulis, tahun, latar belakang, tujuan penelitian, desain

penelitian, populasi penelitian, intervensi yang digunakan dan kemudian hasil

penelitian.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
50

4.1. Hasil Skrining Artikel

Berdasarkan hasil pencairan literatur dapat menggambarkan proses

pemilihan literatur yang akan digunakan untuk dianalisis. Pemilihan pertama

dilakukan dari lima data base tahun 2010 – 2020 sebanyak 22 artikel, kemudian

dilakukan pemilihan tentang judul, abstrak dan keyword pada artikel

menghasilkan hanya sebanyak 12 artikel yang sesuai dengan judul, abstrak dan

kata kunci artikel dengan tema peneliti. Tahap berikutnya membaca keseluruhan

teks dari 4 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 4 artikel,

kemudian 4 artikel tersebut dilakukan penilaian kualitas artikel dan resiko bias

dengan menggunakan JBI critical appraisal tools yaitu penilaian berdasarkan

studi penelitian. Sehingga hanya 2 artikel yang dinilai dengan menggunakan JBI

critical appraisal.

4.2. Kualitas Studi dan Risiko Bias

Kualitas studi terdiri dari masing-masing artikel yang ditetapkan sebagai

sumber systematic review ditentukan berdasarkan analisis kualitas The JBI

Critical Appraisal Tools, sehingga didapatkan ?? artikel yang sesuai dengan

systematic review. Hasil pencarian literatur yang sudah dianalisis dan ditetapkan

dalam systematic review adalah sebagai berikut:

Tabel 4. 1
Hasil pencarian literatur untuk systematic review
Sumber N Study Design
Tahun Database
Bahasa (kriteria inklusi) Lainnya
English 2010- Proquest 0 0
51

Sumber N Study Design


Tahun Database
Bahasa (kriteria inklusi) Lainnya
2020
Elsevier 1 Case Report
Sage 1 RCT
NCBI 1 RCT
Wiley Online
1 Qualitatif study
Library
Hasil 4 4

Berdasarkan tabel tersebut terdapat 4 artikel yang memenuhi kriteria

inklusi, setelah dilakukan analisa untuk penilaian kualitas artikel, terdapat 4

artikel diekslusi, karena artikel tersebut tidak memaparkan desain sesuai kriteria

inklusi sehingga hanya 4 artikel yang bisa dinilai kualitasnya. 4 artikel yang

dinilai kualitasnya terdiri dari 2 artikel RCT dan Case report dan Qualitatif study.

Tabel 4. 2
Hasil penilaian studi untuk systematic review menggunakan The JBI Critical
Appraisal Tool Study Design RCT
Item pertanyaan
Sitasi Hasil
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Yang et 8/13
√ √ √ √ √ √ √ √
al, (2016) 61,5%
Lamas et 13/13
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
al., (2016) 100%

Penilaian artikel dengan design RCT memiliki 13 item penilaian.

Berdasarkan hasil penilaian studi, artikel ini memiliki kualitas penelitian yang

tinggi dan risiko bias yang rendah karena >50%. Sebagian dari artikel ini belum

memaparkan secara jelas mengenai gambaran kelompok kontrol selama penelitian

dan penyimpangan dari desain RCT standar.

Tabel 4. 3
Hasil penilaian studi untuk systematic review menggunakan The JBI critical
appraisal tool study design case report
52

Item pertanyaan
Sitasi Hasil
1 2 3 4 5 6 7 8
Sankaran et al., 5/8
√ √ √ √ √
(2018) 62,5%

Penilaian artikel dengan design case report memiliki 8 item penilaian.

Berdasarkan hasil penilaian studi, artikel ini memiliki kualitas penelitian yang

tinggi dan risiko bias yang rendah karena >50%.

Tabel 4. 4
Hasil penilaian studi untuk systematic review menggunakan The JBI critical
appraisal tool study design qualitaif
Item pertanyaan
Sitasi Hasil
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cronfalk et 7/10
√ √ √ √ √ √ √
al., (2020) 70%

Penilaian artikel dengan design Qualitaif memiliki 10 item penilaian.

Berdasarkan hasil penilaian studi, artikel ini memiliki kualitas penelitian yang

tinggi dan risiko bias yang rendah karena >50%.

4.3. Hasil Studi

Hasil pencarian literatur diperoleh 4 artikel yang kemudian dianalisis

berdasarkan intervensi terapi massage terhadap intensitas nyeri bahu, ketegangan

otot dan kecemasan pada pasien stroke. Hasil studi yang sesuai dengan kriteria

systematic review adalah sebagai berikut:

Tabel 4. 5
Rangkuman pencarian studi literatur untuk systematic review
53

Penulis Study
No dan design dan Partisipan Instrumen Hasil Penelitian
Tahun Tujuan
1. Yang et RCT Sebanyak 90 Skala Kelompok eksperimen
al, pasien Ashworth (Tui Na) mengalami
(2016) Untuk dengan yang penurunan yang lebih
meng- ketegangan dimodifikasi, besar secara signifikan
evaluasi otot pasca PENILAIAN dalam Skala Ashworth
efektivitas stroke secara Fugl-Meyer, yang dimodifikasi
dan acak dan Barthel hanya dalam empat
keamanan dimasukkan yang otot daripada
terapi pijat kedalam dimodifikasi kelompok kontrol
Cina (Tui kelompok Indeks (fleksor siku, P =
Na) untuk eksperimen digunakan 0,026; fleksor
pasien (terapi Tui untuk pergelangan tangan, P
dengan Na) (n = 45) menilai = 0,005; fleksor lutut,
spastisitas atau tingkat P = 0,023; ekstensor, P
pasca kelompok keparahan = 0,017). Perbaikan
stroke. kontrol ketegangan dipertahankan pada
(terapi Tui otot, fungsi tiga bulan tindaklanjut.
Na plasebo) motorik Tidak ada perbedaan
(n = 45) anggota yang signifikan
tubuh dan antara kedua
aktivitas kelompok dalam
sehari-hari Penilaian Fugl-Meyer
(P = 0,503) dan Indeks
Barthel Modifikasi
(P = 0,544).

2. Lämås et RCT- 50 pasien Kuesioner TM dapat mengurangi


al., qualitative stroke akan instrumen kecemasan dan nyeri,
(2016) diacak 1:1 State-Trait
meningkatkan kualitas
Menguku kelompok Anxiety hidup yang
dan meng- intervensi Inventory berhubungan dengan
evaluasi TM. (STAI) kesehatan tetapi
efek Kelompok sebagian besar bidang
intervensi kontrol belum dijelajahi.
Touch stimulasi Mempertimbangkan
Massage saraf listrik efek menyenangkan
(TM) transkutan yang didokumen-
setelah (non-TENS). tasikan dari pijatan.
stroke Sepuluh sesi Secara umum, tidak
perawatan 30 adanya efek samping
menit (TM yang dilaporkan, dan
atau kontrol) potensi efek dalam
akan kaitannya dengan
diberikan stroke, penting untuk
selama dua mengevaluasi efek TM
minggu selama fase sub-akut
setelah stroke
3. Sankara Qualitative Studi acak Penelitian ini Delapan pasien berusia
n et al., study dengan dua menerapkan > 18 tahun
(2018) kelompok: pendekatan berpartisipasi. Para
54

Penulis Study
No dan design dan Partisipan Instrumen Hasil Penelitian
Tahun Tujuan
Tujuannya rehabilitasi kualitatif peserta berpengalaman
adalah individual dengan dengan kekhawatiran
untuk standar dan menggunaka emosional terutama
meng- pijat taktil n pertanyaan pada malam hari
evaluasi selama 20 semi mempengaruhi tidur
pengalaman menit tiga terstruktur mereka secara negatif.
emosional kali untuk Menerima pijatan
dari pijatan seminggu mengevaluas taktil dilaporkan dapat
kulit (maksimal i pengalaman merilekskan dan
lembut, sembilan menerima meredakan
digabungka kali) atau pijat taktil di kekhawatiran dan
n dengan perorangan antara kecemasan
rehabilitasi rehabilitasi pasien. sesaat, selama sesi dan
rutin pada standar. Wawancara untuk periode yang
pasien berlangsung lebih lama.
segera antara 6-25
setelah menit dan
didiagnosis dianalisis
stroke menggunaka
n manifes
analisis
konten

4. Cronfalk Case report Lima puluh Brunn-strom Memanfaatkan pijatan


et al., dua pasien Leg Ayurveda pada pasien
(2020) Penelitian stroke yang progression, pasca stroke dengan
ini menjalani spasticity kondisi lemah dapat
bertujuan rehabilitasi menggunaka meningkatkan
untuk rawat inap n Modified kekuatan lebih cepat
mengetahui Ashworth dengan bantuan
perbedaan Scale (MAS), minimal dan
antara waktu untuk menyebabkan lebih
pasien mencapai sedikit kebutuhan obat
stroke yang stand with antispastik saat pulang
menerima bantuan
pijat minimal,
Ayurveda skor
dengan Functional
pasien yang Independenc
menerima e Measure
fisioterapi (FIM) untuk
standar berjalan

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh 4 artikel yang telah dipublikasi dalam

rentang tahun 2010-2020. 2 artikel pada tahun 2016, 1 artikel di tahun 2018, 1
55

artikel di tahun 2020. Responden dalam 12 artikel ini terdiri dari pasien stroke.

Jumlah responden bervariasi dalam setiap artikel. Tempat penelitian dalam 4

artikel tersebut bervariasi mulai dari setting rumah sakit, klinik dan komunitas.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa terapi massage merupakan suatu

alternatif yang bisa digunakan untuk rehabilitasi khususnya pada pasien stroke

karena bisa bermanfaat terhadap intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan

kecemasan pada pasien stroke.


BAB V
PEMBAHASAN

Banyaknya berbagai masalah yang kompleks yang dihadapi pasien stroke

tersebut, tidak sedikit keluarga yang memilih metode pengobatan untuk

rehabilitasi. Faktor pengambilan keputusannya adalah untuk mempercepat

penyembuhan juga untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Terobosan terbaru

saat ini adalah intervensi berupa massage yang telah terbukti mengurangi

kecemasan dan nyeri, serta meningkatkan kualitas kesehatan pada kondisi stroke

(Lämås et al., 2016). Mekanisme kerja massage ditinjau dari ilmu kedokteran

menurut beberapa ahli sesuai dengan teori endorphin, yaitu menghilangkan rasa

nyeri. Bioelektrik yaitu rangsangan pada titik atau bagian tubuh tertentu yang

akan meningkatkan daya elektrik tubuh sehingga menimbulkan efek berkurangnya

rasa nyeri (Bagaskoro, 2011). Sebuah penelitian juga menjelaskan dimana pasien

stroke yang menerima pijatan taktil dilaporkan dapat merilekskan dan meredakan

kekhawatiran dan kecemasan (Cronfalk et al., 2020). Melihat penjelasan diatas

dapat diasumsikan bahwa massage mempunyai dampak positif terhadap perbaikan

fungsi organ tubuh, sehingga dapat dikatakan terapi massage adalah salah satu

terapi alternatif yang bisa dimanfaatkan keluarga untuk mempercepat keberhasilan

rehabilitasi pasien post stroke terutama dalam menurunkan nyeri bahu,

ketegangan otot dan kecemasan.

5.1. Massage Terhadap Intensitas Nyeri Bahu Pasien Stroke

Lämås et al., (2016) dalam jurnalnya menjelaskan Touch Massage (TM)

dapat mengurangi kecemasan dan nyeri, meningkatkan kualitas hidup yang

56
57

berhubungan dengan kesehatan, dan meningkatkan sensorimotor. Nyeri

sebenarnya adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk melindungi dan

memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh. Mekanisme

terjadinya nyeri adalah sebagai berikut rangsangan (mekanik, termal atau kimia)

diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh, rangsangan

ini diubah kedalam bentuk impuls yang dihantarkan ke pusat nyeri di korteks

otak. Setelah diproses di pusat nyeri, impuls dikembalikan ke perifer dalam

bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami).

Barrett et al., (2010) menerangkan bahwa proses terjadinya reseptor nyeri

dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada

setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP)

melalui dua sistem serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus

bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua

terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan

hantaran 0,5-2 m/detik. Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan “nyeri cepat”

dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan

serabut C menghantarkan “nyeri lambat” dan menghasilkan persepsi samar-samar,

rasa pegal dan perasaan tidak enak. Stimulasi taktil dari melakukan massage akan

menimbulkan respon neurohormonal kompleks di Hipotalamic Pituitary Axis

(HPA) melalui lintasan serabut saraf pusat yang didistribusikan melalui korteks

serebri, midbrain dan diinterpretasikan dengan respon relaksasi. Meknisme ini

yang secara tidak langsung menurunkan nyeri, selain mempengaruhi stimulasi

sensorik, massage mempengaruhi mekanisme psikologis seperti emosi dan


58

perasaan selama massage diatur oleh sistem limbik yang memiliki koneksi dekat

dengan sirkuit saraf otonom dan mengurangi aktivitas simpatis.

Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori gate control

yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan dengan memblok transmisi nyeri pada

gerbang (gate) dan teori endorphin yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi

oleh meningkatnya kadar endorphin dalam tubuh. Dengan pemberian terapi

massage dapat merangsang serabut A beta yang banyak terdapat di kulit dan

berespon terhadap massage ringan pada kulit sehingga impuls dihantarkan lebih

cepat. Pemberian stimulasi ini membuat masukan impuls dominan berasal dari

serabut A beta sehingga pintu gerbang menutup dan impuls nyeri tidak dapat

diteruskan ke korteks serebral untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton &

Hall, 2014). Di samping itu, sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan

melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga memblok

transmisi nyeri dan persepsi nyeri tidak terjadi sehingga intensitas nyeri yang

dirasakan mengalami penurunan (Potter et al., 2013)

5.2. Massage Terhadap Ketegangan Otot Pasien Stroke

Cronfalk et al., (2020) dalam jurnalnya menjelaskan adanya manfaat

penurunan ketegangan otot pada pasien stroke setelah dilakukan terapi massage

ayurveda, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada efek signifikan dari

massage pada kekuatan dan ketegangan otot bawah dan atas. Disana ada

perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil dari

Penelitian ini didukung oleh penelitian dilakukan oleh Shin dan Lee yang

menyatakan itu titik akupresur dalam massage di wilayah skapula memiliki


59

hubungan yang sangat dekat dengan titik pemicu untuk meningkatkan kekuatan

otot ekstremitas atas (Shin & Lee, 2007). Titik pemicu adalah titik sensitif yang

ketika ditekan akan menyebabkan rasa sakit di tempat yang jauh pada saat itu. Ini

adalah degenerasi lokal pada jaringan otot yang disebabkan oleh kejang otot,

trauma, ketidakseimbangan hormon endokrin dan ketidakseimbangan otot.

Pemicunya titik dapat ditemukan pada otot rangka dan tendon, ligamen, kapsul

sendi, periosteum, dan kulit (Shin & Lee, 2007).

Adanya ujung saraf dan pembuluh darah yang banyak hadir di sekitar

akupresur poin akan memperbesar respons. Sel mast lepaskan histamin, heparin,

dan oleskan kinin protese yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.

Histamin menyebabkan pelepasan nitrat oksida dari endotel pembuluh darah,

yaitu mediator berbagai kardiovaskular, neurologis, imun, pencernaan dan reaksi

reproduksi. Sel mast juga terlepas dari Platelet Activating Factor (PAF) yang

kemudian diikuti oleh pelepasan serotonin dari trombosit. Serotonin merangsang

nosiseptor diri mereka sendiri dan meningkatkan nosisepsi Menanggapi

bradikinin. Bradikinin adalah seorang vasodilator kuat yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, yang menghasilkan meningkatkan

sirkulasi darah pada jaringan-jaringan dan akan mengarah pada peningkatan

sirkulasi di sekitar tulang dan otot sehingga cepat membaik fungsi motorik pada

ekstremitas (Oktaria, 2017). Selain itu Mekanisme dasar reaksi biologis setelah

permukaan tubuh ditekan sampai titik akupresur terdapat empat domain

biomolekuler dan biofisika, yaitu terjadi inflamasi lokal di sekitar tekanan,

transmisi antar sel, refleks cutaneo-somato-visceral dan transmisi neural menuju

otot (Chen et al., 2016).


60

Terapi massage pada dasarnya akan merangsang neuron motorik otak

dengan rilis pemancar (Asetilkolin) untuk merangsang sel mengaktifkan kalsium

yang menghasilkan integritas protein (Hinchliff, et al. 2005). Jika kalsium dan

troponin C diaktifkan akan mengaktifasi aktin dan miosin dalam otot rangka

sehingga fungsi dapat dipertahankan dan bisa menjadi peningkatan kekuatan otot.

Mekanisme kontraksi dapat meningkatkan otot polos ekstremitas. Pemberian

massage dianggap dapat menyebabkan stimulasi meningkatkan aktivasi bahan

kimia, neuromuskuler dan otot. Otot-otot halus pada filamen aktin dan myosin

miliki sifat kimia dan berinteraksi antara satu lain. Proses interaksi diaktifkan oleh

ion kalsium dan ATP, dan kemudian menjadi ADP untuk memberikan energi bagi

kontraksi otot-otot ekstremitas (Hinchliff et al., 2005).

Secara patofisiologi penurunan kekuatan otot setelah serangan stroke

mengarah pada penurunan masa otot atau atrofi sehingga intervensi yang bersifat

rehabilitasi sangat penting dalam mengurangi efek dari atrofi otot,

mempertahankan panjang serat otot dan tendon akan sangat baik dalam

pembangkitan kekuatan otot (Drake et al., 2019). Dalam sebuah penelitian

dijelaskani pemberian akupresur yang dilakukan terus menerus selama 14 hari

memberikan efek rehabilitas melalui Mekanisme dasar reaksi biologis pada empat

domain biomolekuler dan biofisika, yaitu terjadi inflamasi lokal di sekitar

tekanan, transmisi antar sel, refleks cutaneo-somato- visceral dan transmisi neural

menuju otot selain itu juga berperan dalam mencegak kondisi atrofi,

mempertahankan panjang serat otot yang nantinya akan mempertahankan dan

meningkatkan kekuatan otot pada pasien hemiparese.


61

5.3. Massage Terhadap Kecemasan Pasien Stroke

Lämås et al., (2016) menjelaskan TM terbukti memiliki dampak

menguntungkan pada berbagai kondisi. Ini meningkatkan relaksasi dan

kesejahteraan pada individu yang sehat, pada orang tua, dan pada orang lain

dengan berbagai kondisi kesehatan. Perlu juga dicatat bahwa kami, dalam proyek

sebelumnya, menemukan penurunan kecemasan dan rasa sakit dan peningkatan

kesejahteraan di antara pasien, dan selanjutnya, peningkatan aktivitas otak di area

yang terkait dengan perasaan senang dan regulasi emosional di antara

sukarelawan yang sehat. Temuan ini memberikan alasan untuk percaya bahwa TM

mengurangi kecemasan dan rasa sakit, dan meningkatkan kualitas hidup setelah

stroke. Lebih jauh, beberapa penelitian menunjukkan bahwa stimulasi

somatosensori dapat meningkatkan fungsi sensorimotor, dan TM meningkatkan

kemandirian setelah stroke.

Cronfalk et al., (2020) menjelaskan dalam penelitian tersebut

menggambarkan respon perhatian yang positif dari pasien stroke yang mengalami

rehabilitasi dengan terapi pijat, selain itu membangkitkan perasaan yang luar biasa

sitimewa dari penyatan pasien, hal ini terungkap dari pernyataan dari studi

kualitatif dalam penelitian. Pernyataan ini juga didukung oleh Riet, Dedkhard, dan

Srithong (2012) yang menjelaskan tentang pentingnya mendengarkan narasi

pasien sendiri tentang perasaan dan pengalaman selama proses rehabilitasi mereka

sebagai sarana proses penyembuhan (Riet et al., 2012b).

Pasien dalam kelompok pijat menggambarkan sentuhan dan kedekatan dan

kehangatan orang lain sama pentingnya. Ini termasuk perasaan seperti yang

dijelaskan oleh van der Riet et al. (2012b) dan di sini diucapkan sebagai
62

menghasilkan kenyamanan, ketenangan, kelonggaran, intensitas dan kedamaian.

Olausson et al., (2016) mengidentifikasi reseptor sentuhan spesifik pada kulit

berbulu, saraf C-taktil yang terkait langsung dengan bagian otak yang terhubung

dengan perasaan. Olausson et al., (2016) menunjukkan bahwa sentuhan lambat

dan lembut dan Membelai kulit mengaktifkan serabut saraf C-taktil yang

memfasilitasi emosi kesejahteraan. Lebih lanjut, diketahui bahwa sentuhan lembut

pada kulit melepaskan oksitosin dengan efek positif yang diketahui pada

ketegangan otot, nyeri dan relaksasi (Ellingson et al., 2014).

Pijat menawarkan dimensi emosional yang lebih dalam dari apa pasien

yang diharapkan. Bagi sebagian orang, sentuhan keseharian orang lain

sebelumnya tidak selalu hadir, karena mereka hidup sendiri. Namun, pasien yang

merupakan bagian dari keluarga tidak selalu mempertimbangkan untuk

menyentuh untuk hadir, tergantung pada situasi pribadi mereka. Dalam

rehabilitasi, tim staf multi-profesional bermain peran penting. Olausson et al.,

(2016) menekankan bahwa perawat harus menggunakan pendekatan holistik saat

merawat pasien dengan stroke dalam pemulihan mereka. Ini sejalan dengan

Hankey yang mengemukakan bahwa mengalami stroke memang terkait dengan

penderitaan dan sebagai pengalaman yang menakutkan. Penelitian lainnya yang

menunjukkan bahwa pasien stroke mengalami perasaan cemas yang kompleks

tentang kecacatan dan konsekuensi dari kondisi mereka saat ini. Alimohammad et

al., (2018) menunjukkan perubahan kecemasan pasien setelah sesi pijat tangan

atau kaki setelah stroke.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian systematic review ini telah dilakukan proses telaah jurnal secara

sistematis dari lima database yaitu Proquest, Elsevier, Sage, NCBI dan Wiley

Online Library. artikel telah dilakukan proses screening sehingga pada akhirnya

diperoleh artikel sebanyak 4 artikel yang telah memenuhi kriteria dan telah dinilai

kualitasnya menggunakan The JBI Criticall Appraisal. Kesimpulan yang dapat

diperoleh adanya manfaart dari pengunaan massage terhadap penurunan nyeri,

kekakuat otot bahkan dapat meningkatkan kekuatan otot sebagai efek dari

mempertahankan aktivitas otot setelah serangan stroke, selain itu dengan adanya

sentuhan massage juga dapat memberikan relaksasi sehinga pasien stroke menjadi

lebih tenang dan dapat mengurangi kecemasan dari pasien stroke.

6.2. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Dengan hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar dalam

mengembangkan intervensi keperawatan berupa massage khususnya pada pasien

stroke yang nantinya bisa tercermin dalam Standar Operasional Prosedur (SPO).

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dengan hasil penelitian ini diharapakan menjadi tambahan informasi yang

ilmiah dalam hal peningkatan keilmuan dan pengembangan keperawatan

khususnya di institusi pendidikan yang berbasis evidance base practice.

63
64

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya perlu diteliti juga dalam sempel yang lebih

besar apakah hubungan variabel convonding berpengaruh terhadap hasil penelitian

ini. Serta perlu dikembangkan kembali keefektifan intervensi ini terhadap masing-

masing tipe stroke yaitu stroke hemoragik dan non hemoragik.


DAFTAR PUSTAKA

Adam, M., Tomlinson, M., Le Roux, I., Lefevre, A. E., McMahon, S. A.,
Johnston, J., Kirton, A., Mbewu, N., Strydom, S. L., Prober, C., &
Bärnighausen, T. (2019). The Philani MOVIE study: A cluster-randomized
controlled trial of a mobile video entertainment-education intervention to
promote exclusive breastfeeding in South Africa. BMC Health Services
Research, 19(1), 1–14. https://doi.org/10.1186/s12913-019-4000-x
Affandi, I. G., & Panggabean, R. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial
pada Stroke. CDK-238, 43(3), 180–184.
Aicher, B., Peil, H., Peil, B., & Diener, H. C. (2012). Pain measurement: Visual
Analogue Scale (VAS) and Verbal Rating Scale (VRS) in clinical trials with
OTC analgesics in headache. Cephalalgia, 32(3), 185–197. https://doi.org/
10.1177/03331024111430856
Alimah, S. (2012). Massage Exercise Therapy (Issue 1). Akademi Fisioterapi.
Alimohammad, H. S., Ghasemi, Z., Shahriar, S., Morteza, S., & Arsalan, K.
(2018). Effect of hand and foot surface stroke massage on anxiety and vital
signs in patients with acute coronary syndrome: A randomized clinical trial.
Complementary Therapies in Clinical Practice, 31, 126–131. https://doi.org/
10.1016/j.ctcp.2018.01.012
American Heart Association, & American Stroke Association. (2018). Heart
Disease and Stroke Statistics 2018.
American Massage Therapy Association. (2009). Massage Industry: Research
Report. MTstudents.Com.
American Stroke Association. (2018). Heart Disease and Stroke Statistics 2018.
American Heart Association.
Asih, G. Y., & Pratiwi, M. (2010). Perilaku Prososial ditinjau dari empati dan
kematangan emosi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1–384.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). HASIL UTAMA
RISKESDAS 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Bagaskoro, S. (2011). Buku Sakti Pijat untuk Kesehatan. Pinang Merah.
Barker-Collo, S. L. (2007). Depression and anxiety 3 months post stroke:
Prevalence and correlates. Elsevier, 22, 519–531. https://doi.org/10.1016/
j.acn.2007.03.002
Barrett, K., Brooks, H., Boitano, S., & Barman, S. (2010). Ganong’s Review of
Medical Physiology (23rd Editi). The McGraw-Hill Companies.Inc.
Becker, J. ., Wira, C. ., & Arnold, J. . (2010). Stroke Epidemiology In: Goldstein,
LB. (Ed). A Primer on Stroke Prevention and Treatment, An Overview Based
on AHA/ASA Guidelines. Wiley-Blackwell. http://emedicine.medscape.com/

65
66

article/793904
Benjamin, E. J., Blaha, M. J., Chiuve, S. E., Cushman, M., Das, S. R., Deo, R.,
Ferranti, S. D. de, Floyd, J., Fornage, M., Gillespie, C., Isasi, C. R., Jimenez,
M. C., Jordan, L. C., Judd, S. E., Lackland, D., Licthman, J. H., Lisabeth, L.,
Liu, S., Longenecker, C. T., … Pandey, D. K. (2017). Heart Disease and
Stroke Statistics-2017 Update: A Report From the American Heart
Association. HHS Public Access, 135(10). https://doi.org/10.1161/CIR.
0000000000000485.Heart
Bieri, D., Reeve, R. A., Champion, G. D., Addicoat, L., & Ziegler, J. B. (1990).
The faces pain scale for the self-assessment of the severity of pain
experienced by children: Development, initial validation, and preliminary
investigation for ratio scale properties. Pain, 41(2), 139–150. https://doi.org/
10.1016/0304-3959(90)90018-9
Boivie, J. (2006). Central post-stroke pain. Handbook of Clinical Neurology,
81(3rd series). https://doi.org/https://sci-hub.tw/10.1016/S0072-9752(06)
80052-7
Brainin, M., & Heiss, W.-D. (2010). Textbook of Stroke Medicine (S. Heiss (ed.)).
Cambridge University Press. www.cambridge.org/9780521518260
Broomfield, N. M., Quinn, T. J., Abdul-rahim, A. H., Walters, M. R., & Evans, J.
J. (2014). Depression and anxiety symptoms post-stroke/TIA: prevalence and
associations in cross-sectional data from a regional stroke registry. BMC
Neurology, 1–9. https://doi.org/10.1186/s12883-014-0198-8
Campbell, B. C., Holmes, J., Murray, J., Gillespie, D., Lightbody, C., Watkins, C.,
& Knapp, P. (2011). Interventions for treating anxiety after stroke (Review).
The Cochrane Collaboration, 12.
Caplan, L. R. (2016). Caplan’s Stroke: A Clinical Approach Fifth Edition. In
Cambridge University Press (5th Editio). Cambridge University Press.
http://www.nhlbi.nih.gov
Chen, F. F., Breedon, M., White, P., Chu, C., Mallick, D., Thomas, S., Sapper, E.,
& Cole, I. (2016). Correlation between molecular features and
electrochemical properties using an artificial neural network. Materials and
Design, 112, 410–418. https://doi.org/10.1016/j.matdes.2016.09.084
Cronfalk, B. S., Åkesson, E., Nygren, J., Nyström, A., Strandell, A.-M., Ruas, J.,
& Euler, M. von. (2020). A qualitative study—Patient experience of tactile
massage after stroke. Nursing Open, 7(5), 1446–1452. https://doi.org/
10.1002/nop2.515
Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian (Edisi 2). Trans Info Media
(TIM).
Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten
Indragiri Hulu Tahun 2016.
Downie, W. W., Leatham, P. A., Rhind, V. M., Wright, V., Branco, J. A., &
Anderson, J. A. (1978). Studies with pain rating scales. Annals of the
67

Rheumatic Diseases, 37(4), 378–381. https://doi.org/10.1136/ard.37.4.378


Drake, R., Vogl, A. W., & Mitchell, A. (2019). Gray’s Anatomy for Students (4th
Editio). Churchill Livingstone Elsevier.
Dziubek, W., Kowalska, J., Kusztal, M., & Klinger, M. (2016). The Level of
Anxiety and Depression in Dialysis Patients Undertaking Regular Physical
Exercise Training – a Preliminary Study. 86–98. https://doi.org/10.1159/
000368548
Eliav, E., & Gracely, R. H. (2008). Measuring and assessing pain. Orofacial Pain:
Guidelines for Assessment, Diagnosis, and Management, 45–56.
https://doi.org/10.1016/B978-0-7234-3412-2.10003-3
Ellingson, K., Haas, J. P., Aiello, A. E., Kusek, L., Maragakis, L. L., Olmsted, R.
N., Perencevich, E., Polgreen, P. M., Schweizer, M. L., Trexler, P.,
VanAmringe, M., & Yokoe, D. S. (2014). Strategies to Prevent Healthcare-
Associated Infections through Hand Hygiene. Infection Control & Hospital
Epidemiology, 35(8), 937–960. https://doi.org/10.1086/677145
Ellis-hill, C. S., & Horn, S. (2000). Change in identity and self-concept: a new
theoretical approach to recovery following a stroke. Clinical Rehabilitation
Stroke. https://doi.org/10.1191/026921500671231410
Erol, S., Ertunc, M., & Ozturk, T. (2014). The Effect of a Hand Massage on Pain
and Depression in the Older People Living in a Nursing Home: Pilot Study.
Journal of Psychiatric Nursing, 92–97. https://doi.org/10.5505/phd.2014.
29292
Fabunmi, A., Awolola, E., Fowodu, O., & Amusat, S. (2012). Shoulder pain
among stroke survivors: prevalence and pattern. The Journal of Pain, 15(4),
S37. https://doi.org/10.1016/j.jpain.2014.01.153
Firmawati, E., Rasyida, Z. M., & Santosa, T. (2015). Pengaruh Blog Edukatif
Tentang Hipertensi Terhadap Pengetahuan Tentang Hipertensi dan Perilaku
Diet Hipertensi pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Wirobrajan Yogyakarta. Muhammadiyah Journal of Nursing, 99–108.
Fure, B., Wyller, T. B., Engedal, K., & Thommessen, B. (2006). Emotional
symptoms in acute ischemic stroke. INTERNATIONAL JOURNAL OF
GERIATRIC PSYCHIATRY, March, 382–387.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (M.
Widjajakusumah & A. Tanzil (eds.); Edisi 12). Elsevier.
Halfaker, D. A., Akeson, S. T., Hathcock, D. R., Mattson, C., & Wunderlich, T. L.
(2011). 3 - Psychological Aspects of Pain. 13–22. https://doi.org/10.1016/
B978-1-4160-3779-8.10003-X
Hariyati, R. T. S. (2010). Mengenal Systematic Review Theory Dan Studi Kasus.
Jurnal Keperawatan Indonesia.
Hawari, D. (2011). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Balai Penerbit FKUI.
Hawker, G. A., Mian, S., Kendzerska, T., & French, M. (2011). Measures of adult
pain: Visual Analog Scale for Pain (VAS Pain), Numeric Rating Scale for
68

Pain (NRS Pain), McGill Pain Questionnaire (MPQ), Short-Form McGill


Pain Questionnaire (SF-MPQ), Chronic Pain Grade Scale (CPGS), Short
Form-36 Bodily Pain Scale (SF. Arthritis Care and Research, 63(SUPPL.
11), 240–252. https://doi.org/10.1002/acr.20543
Hernandez-Reif, M., Field, T., Krasnegor, J., Hossain, Z., Theakston, H., &
Burman, I. (2000). High blood pressure and associated symptoms were
reduced by massage therapy. Journal of Bodywork and Movement Therapies,
3.
Holland, B., & Pokorny, M. E. (2001). Slow Stroke Back Massage: Its Effect on
Patients in a Rehabilitation Setting. Rehabilitation Nursing, 26(5), 182–186.
Howard, G., & Howard, F. (2009). Stroke Epidemiology In: Goldstein, LB. (Ed).
A Primer on Stroke Prevention and Treatment, An Overview Based on
AHA/ASA Guidelines. Wiley-Blackwell.
Huskisson, E. C. (1974). Measurement of Pain. 1127–1131. https://doi.org/
10.1016/S0039-6109(05)70381-9
Irish Heart Foundation. (2014). Step By Step Through STROKE A Guide For
Those Affected By Stroke and Their Carers. Fighting Heart Disease &
Stroke. www.irishheart.ie
Jensen, M. P., Castarlenas, E., Tomé-Pires, C., de la Vega, R., Sánchez-
Rodríguez, E., & Miró, J. (2015). The Number of Ratings Needed for Valid
Pain Assessment in Clinical Trials: Replication and Extension. Pain
Medicine (United States), 16(9), 1764–1772. https://doi.org/10.1111/pme.
12823
Jensen, M. P., Karoly, P., & Braver, S. (1986). The measurement of clinical pain
intensity: a comparison of six methods. Pain, 27(1), 117–126.
https://doi.org/10.1016/0304-3959(86)90228-9
Joyce, C. R. B., Zutshi, D. W., Hrubes, & Mason, R. . (1975). Comparison of
Fixed Interval and Visual Analogue Scales for Rating Chronic Pain.
Europ.J.Clin.Pharmacol, 8, 415–420.
Julian, L. J. (2011). Measures of Anxiety. 63(S11), S467–S472. https://doi.org/
10.1002/acr.20561
Junaidi, I. (2011). STROKE : WASPADAI ANCAMANNYA. Andi Publisher.
Kaleem, R., Adnan, M., Nasir, M., & Rahat, T. (2020). Effects of antenatal
nutrition counselling on dietary practices and nutritional status of pregnant
women: A quasi-experimental hospital based study. Pakistan Journal of
Medical Sciences, 36(4), 632–636. https://doi.org/10.12669/pjms.36.4.1919
Kellams, A. L., Gurka, K. K., Hornsby, P. P., Drake, E., Riffon, M., Gellerson,
D., Gulati, G., & Coleman, V. (2016). The Impact of a Prenatal Education
Video on Rates of Breastfeeding Initiation and Exclusivity during the
Newborn Hospital Stay in a Low-income Population. Journal of Human
Lactation, 32(1), 152–159. https://doi.org/10.1177/0890334415599402
Khedr, E. M., Elfetoh, N. A., Ahmed, Mohamed, A., Ali, A. M., Hamdy, A.,
Kandil, M. R., & Farweez, H. (2013). Epidemiological Study and Risk
69

Factors of Stroke in Assiut Governorate , Egypt: Community-Based Study.


Neuro Epidemiology, 288–294. https://doi.org/10.1159/000346270
Klit, H. M., Finnerup, N. B., & Jensen, T. S. (2015). Diagnosis, Prevalence,
Characteristics, and Treatment of Central Poststroke Pain. International
Association for the Study of Pain (IASP), XX(April).
Kneebone, I. I., & Lincoln, N. B. (2012). Psychological Problems after Stroke and
Their Management: State of Knowledge. Neuroscience & Medicine,
2012(March), 83–89. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.4236/nm.2012.
31013
Koren, Y., & Kalichman, L. (2018). Deep tissue massage: What are we talking
about? Journal of Bodywork and Movement Therapies, 22(2), 247–251.
https://doi.org/10.1016/j.jbmt.2017.05.006
Kozier, B., & Erb, G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (Edisi 7 Vo). EGC.
Kuo, C. L., & Hu, G. C. (2018). Post-stroke Spasticity: A Review of
Epidemiology, Pathophysiology, and Treatments. International Journal of
Gerontology, 12(4), 280–284. https://doi.org/10.1016/j.ijge.2018.05.005
Lämås, K., Häger, C., Lindgren, L., Wester, P., & Brulin, C. (2016). Does touch
massage facilitate recovery after stroke? A study protocol of a randomized
controlled trial. BMC Complementary and Alternative Medicine, 16(1), 1–9.
https://doi.org/10.1186/s12906-016-1029-9
Lazor, T., Tigelaar, L., Pole, J. D., Souza, C. De, Tomlinson, D., & Sung, L.
(2017). Instruments to measure anxiety in children, adolescents, and young
adults with cancer: a systematic review. https://doi.org/10.1007/s00520-017-
3743-3
Lee, S. C., Kim, A. R., Chang, W. H., Kim, J., Kim, D. Y., Lee, S. C., Kim, A. R.,
Chang, W. H., & Kim, J. (2018). Hemiplegic Shoulder Pain in Shoulder
Subluxation after Stroke : Associated with Range of Motion Limitation
Hemiplegic Shoulder Pain in Shoulder Subluxation after Stroke : Associated
with Range of Motion Limitation. 11(1).
Li, S., & Francisco, G. E. (2015). New insights into the pathophysiology of post-
stroke spasticity. Frontiers in Human Neuroscience, 9(APRIL), 1–9.
https://doi.org/10.3389/fnhum.2015.00192
Lokk, J., & Delbari, A. (2010). Management of depression in elderly stroke
patients. Neuropsychiatric Disease and Treatment, 539–549. https://doi.org/
10.2147/NDT.S7637
Lundström, E., Smits, A., Terént, A., & Borg, J. (2010). Time-course and
determinants of spasticity during the first six months following first-ever
stroke. Journal of Rehabilitation Medicine, 42(4), 296–301. https://doi.org/
10.2340/16501977-0509
Maramis, M. M. (2011). Gangguan anxietas dan tatalaksananya. PDSKJI Cabang
Sumatra Utara.
Misbach, J. (2011). Stroke, Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Balai
70

Penerbit FK UI.
Mohaddes, F., Ehsanpour, N. G., & Ghezeljeh, T. N. (2018). The effect of slow-
stroke back massage on anxiety in female patients with heart failure. Bali
Medical Journal, 7(2), 475. https://doi.org/10.15562/bmj.v7i2.899
Moher, D., Shamseer, L., Clarke, M., Ghersi, D., Liberati, A., Petticrew, M.,
Shekelle, P., Stewart, L. A., & PRISMA-P GROUP. (2015). Preferred
reporting items for systematic review and meta-analysis protocols (prisma-p)
2015 statement. BioMed Central, 4(1). http://www.systematicreviewsjournal.
com/content/4/1/1
Mok, E., & Woo, C. P. (2004). The effects of slow-stroke back massage on
anxiety and shoulder pain in elderly stroke patients. Complementary
Therapies in Nursing & Midwifery, 209–216. https://doi.org/10.1016/j.ctnm.
2004.05.006
Moola, S., Munn, Z., Tufanaru, C., Aromataris, E., Sears, K., Sfetcu, R., Currie,
M., Qureshi, R., Mattis, P., Lisy, K., & Mu, P. (2017). Checklist for
Randomized Controlled Trials. Joanna Briggs Institute, 1–9.
http://joannabriggs.org/research/critical-appraisal-tools.html
Muttaqin, A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. 1.
Nasution, D. (2007). Strategi Pencegahan Stroke Primer. Bidang Ilmu Neurologi
Pada Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
National Stroke Association. (2016). High Blood Pressure Fact Sheet. Hope After
Stroke. http://www.nhlbi.nih.gov
Ng, K. C. (2011). The Effectiveness of Massage Therapy: A Summary of
Evidence-Based Research. Maitrimassage.Com.Au, 1–51. http://aamt.com.
au/wp-content/uploads/2011/11/AAMT-Research-Report-10-Oct-11.pdf
%5Cnhttp://maitrimassage.com.au/resources/AAMT-Research-Report-10-
Oct-11.pdf
Olausson, H., Wessberg, J., Morrison, I., & McGlone, F. (2016). Affective Touch
and the Neurophysiology of CT Afferents (1st ed). Springer. https://doi.org/
10.1007/978-1-4939-6418-5
Olney, C. M. (2007). Back massage: Long term effects and dosage determination
for persons with pre-hypertension and hypertension.
Opheim, A., Danielsson, A., Murphy, M. A., Persson, H. C., & Sunnerhagen, K.
S. (2014). Upper-limb spasticity during the first year after stroke: Stroke arm
longitudinal study at the University of Gothenburg. American Journal of
Physical Medicine and Rehabilitation, 93(10), 884–896. https://doi.org/
10.1097/PHM.0000000000000157
Pathak, A., Sharma, S., & Jensen, M. P. (2018). The utility and validity of pain
intensity rating scales for use in developing countries. Pain Reports, 3(5), 1–
8. https://doi.org/10.1097/PR9.0000000000000672
Peters, M. L., Patijn, J., & Lamé, I. (2007). Pain assessment in younger and older
pain patients: Psychometric properties and patient preference of five
71

commonly used measures of pain intensity. Pain Medicine, 8(7), 601–610.


https://doi.org/10.1111/j.1526-4637.2007.00311.x
Polie, Y. J., Sengkey, L. S., & Marpaung, E. (2020). Pengaruh Kinesio Taping
Terhadap Nyeri dan Kemampuan Fungsional Pada Hemiplegic Shoulder Pain
Pasca Stroke. E-Conversion - Proposal for a Cluster of Excellence, 2(1), 1–
6.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P., & Hall, A. (2013). Fundamentals of
Nursing (8th Editio). Mosby Elsevier.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P., & Hall, A. (2019). Essentials for Nursing
Practice (9th Editio). Elsevier Inc.
Rekam Medik RSUD Indrasari Rengat. (2018). Jumlah Penderita Stroke yang
Dirawat di Ruang Interna RSUD Indrasari Rengat.
Rodriguez, C. S. (2001). Pain Measurement in the Elderly: A Review. Pain
Management Nursing, 2(2), 38–46. https://doi.org/10.1053/jpmn.2001.23746
Sacco, R. L., Kasner, S. E., Broderick, J. P., Caplan, L. R., Connors, J. J. B.,
Culebras, A., Elkind, M. S. V, George, M. G., Hamdan, A. D., Higashida, R.
T., Hoh, B. L., Janis, L. S., Kase, C. S., Kleindorfer, D. O., Lee, J., Moseley,
M. E., Eric, D., Turan, T. N., & Valderrama, A. L. (2013). An Updated
Definition of Stroke for the 21st Century A Statement for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke
Association. AHA/ASA Expert Consensus Document, 2064–2089.
https://doi.org/10.1161/STR.0b013e318296aeca
Sankaran, R., Kamath, R., Nambiar, V., & Kumar, A. (2019). A prospective study
on the effects of Ayurvedic massage in post-stroke patients. Journal of
Ayurveda and Integrative Medicine, 10(2), 126–130. https://doi.org/
10.1016/j.jaim.2018.02.137
Sayogi. (2011). Hubungan konsep diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut
dalam menghadapi kematian. Universitas Muhammadyah Semarang.
Silva, D. A. De, Venketasubramanian, N., Roxas, A. A., Kee, L. P., & Lampl, Y.
(2014). Understanding Stroke A Guide for Strpke Survivors and Their
Families. www.neuroaid.com
Smeltzer, S. C. O., & Bare, B. G. (2017). Smeltzer & Bare’s textbook of medical-
surgical nursing (M. Farrell & J. Dempsey (eds.); 4th editio). Lippincott
Williams & Wilkins/Wolters Kluwer Health. https://trove.nla.gov.au/
version/231319183
Stroke Association. (2012). Emotional changes after stroke. 1–12.
Stroke Foundation. (2008). Depression and anxiety after stroke.
Stuart, G. W. (2013a). Buku Saku Keperawatan (Edisi 5). EGC.
Stuart, G. W. (2013b). Principles and Practice of PSYCHIATRIC NURSING (10th
editi). Mosby. http://evolve.elsevier.com
Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2013). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing (7th Ed.). Mosby.
72

Sullivan, M. D., & Ballantyne, J. C. (2015). Must we reduce pain intensity to treat
chronic pain? Pain, 157(1), 65–69. https://doi.org/10.1097/j.pain.
0000000000000336
Taylor-Clift, A., Morris, B. H., Rottenberg, J., & Kovacs, M. (2011). Emotion-
modulated startle in anxiety disorders is blunted by co-morbid depressive
episodes. Psychological Medicine, 129–139. https://doi.org/10.1017/
S003329171000036X
Thibaut, A., Chatelle, C., Ziegler, E., Bruno, M. A., Laureys, S., & Gosseries, O.
(2013). Spasticity after stroke: Physiology, assessment and treatment. Brain
Injury, 27(10), 1093–1105. https://doi.org/10.3109/02699052.2013.804202
Urban, P. P., Wolf, T., Uebele, M., Marx, J. J., Vogt, T., Stoeter, P., Bauermann,
T., Weibrich, C., Vucurevic, G. D., Schneider, A., & Wissel, J. (2010).
Occurence and clinical predictors of spasticity after ischemic stroke. Stroke,
41(9), 2016–2020. https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.110.581991
Van Den Dolder, P. A., Ferreira, P. H., & Refshauge, K. M. (2014). Effectiveness
of soft tissue massage and exercise for the treatment of non-specific shoulder
pain: A systematic review with meta-analysis. British Journal of Sports
Medicine, 48(16), 1216–1226. https://doi.org/10.1136/bjsports-2011-090553
Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric Mental Health Nursing (R. Komalasari (ed.);
5th editio). Lippincott Wiliams & Wilkins.
Vitasari, P., Wahab, M. N. A., Herawan, T., Othman, A., & Sinnadurai, S. K.
(2011). Re-test of State Trait Anxiety Inventory ( STAI ) among Engineering
Students in Malaysia : Reliability and Validity tests. Procedia Social and
Behavioral Sciences, 15, 3843–3848. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.
04.383
Ward, A. B. (2014). Hemiplegic shoulder pain. https://doi.org/10.1136/
jnnp.2006.108803
Wardhani, I. O., & Martini, S. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Pasien
Stroke dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi.
Jurnal Berkala Epidemilogi, 3(1), 24–34.
Widar, M., Samuelsson, L., Karlsson-Tivenus, S., & Ahlstrom, G. (2002). Long-
Term Pain Conditions After A Stroke. J Rehabil Med, 34, 165–167.
Wiener, J., Cotoi, A., Viana, R., Chae, J., Wilson, R., Miller, T., Foley, N., &
Teasell, R. (2018). Hemiplegic Shoulder Pain & Complex Regional Pain
Syndrome. 1–51.
Williams, J., Perry, L., & Watkins, C. (2010). Acute Stroke Nursing. Wiley-
Blackwell.
Wissel, J., Manack, A., & Brainin, M. (2013). Toward an epidemiology of
poststroke spasticity. Neurology, 80(3 SUPPL.2), 13–20. https://doi.org/
10.1212/wnl.0b013e3182762448
Wiyoto, B. T. (2011). Remedial Massage - Panduan Pijat Penyembuhan Bagi
Fisioterapis, Praktisi, dan Instruktur. Nuha Medika.
73

World Health Organization. (2014). World Health Statistics 2014.


World Health Organization. (2016). World Health Statistics 2016: Monitoring
Health For the SDGs, sustainable development goals. https://doi.org/10.
1017/CBO9781107415324.004
Yang, Y. J., Zhang, J., Hou, Y., Jiang, B. Y., Pan, H. F., Wang, J., Zhong, D. Y.,
Guo, H. Y., Zhu, Y., & Cheng, J. (2017). Effectiveness and safety of Chinese
massage therapy (Tui Na) on post-stroke spasticity: A prospective
multicenter randomized controlled trial. Clinical Rehabilitation, 31(7), 904–
912. https://doi.org/10.1177/0269215516663009
Yusuf, A., Fitryasari PK, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Salemba Medika.
Format penilaian berdasarkan JBI:

JBI CRIRTICAL CHECKLIST FOR QUASI-EXPERIMENTAL STUDIES

Reviewer: Date:
Author: Year:
Record number:

Yes No Unclear Not


applicable
1 Is the clear in the study what is the “cause”
and what is the “effect” (i.e. there is no
confision ebout which variable comes first?
2 Were the participants included in any
comparisons similar?
3 Were the participants included in any
comparisons receiving similar
treatment/care, other than the exposure or
intervention of interest?
4 Was there a control group?
5 Were there multiple measurements of the
outcome both pre and post the
intervention/exposure?
6 Was follow up complete and if not, were
differences between groups in terms of their
follow up adequately described and
analyzed?
7 Were the outcomes measured the
participants included in any comparisons
measured in the same way?
8 Were outcomes measured in the reliable
way?
9 Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: include exclude Seek further info


Comments (including reason for exclution)
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
JBI CRIRTICAL CHECKLIST FOR RANDOMIZED CONTROLLED TRIALS

Reviewer: Date:
Author: Year:
Record number:
Yes No Unclear Not
applicable
1 Was true randomized used for assignment of
participants to treatment groups?
2 Was allocation to treatment groups
concealed?
3 Were the treatment groups similar at the
baseline?
4 Were the participants blind to treatment
assignment?
5 Where those delivering treatment blind
treatment assignment?
6 Were outcomes asssors blind to treatment
assignment?
7 Were treatment groups treated idencially
other than the intervention of interest?
8 Was folloe up complete and if not, were
differences between groups in terms of their
follow up adequately described and
analyzed?
9 Was participants analyzed in the groups to
which they were randomized?
10 Were outcomes measured in the same way
for treatment groups?
11 Were outcomes measured in reliable way?
12 Was appropriate ststistical analyzed used?
13 Was the trial design appropriate, and any
deviations from the standard RCT design
(individual randomization, parallel groups)
accounted for in the conduct and analysis of
the trial?

Overall appraisal: include exclude Seek further info


Comments (including reason for exclution)
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai