Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Lingkungan merupakan agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-

pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu

organisasi. Salah satu peran lingkungan adalah sebagai reservoir. Secara umum

lingkungan dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan

fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia, sedangkan

lingkungan non fisik ialah lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi antar

manusia (Mansjoer et al., 2001).

Hubungan antara host, agent dan lingkungan dalam menimbulkan penyakit

sangat kompleks dan majemuk. Ketiga faktor ini saling berhubungan dan saling

berkompetisi menarik keuntungan dari lingkungan. Dalam proses timbulnya

penyakit, unsur-unsur yang terdapat pada setiap faktor memegang peranan yang

amat penting. Pengaruh unsur tersebut adalah sebagai penyebab timbulnya

penyakit yang dalam kenyataan sehari-hari tidak hanya berasal dari satu unsur

saja, melainkan dapat sekaligus dari beberapa unsur. Pengaruh dari beberapa

unsur inilah yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit tidak bersifat tunggal

melainkan bersifat majemuk (Mansjoer et al., 2001).

Faktor lingkungan fisik yang berperan terhadap timbulnya penyakit

demam berdarah dengue(DBD) meliputi kelembaban nisbi, cuaca, kepadatan larva

dan nyamuk dewasa, lingkungan di dalam rumah, lingkungan di luar rumah dan

ketinggian tempat tinggal. Unsur-unsur tersebut saling berperan dan terkait pada

1
kejadian infeksi Virus Dengue (Soegijanto, 2003). Depkes (2004) menyatakan

bahwa faktor lingkungan yang berperan terhadap timbulnya penyakit DBD

diantaranya lingkungan pekarangan yang tidak bersih, seperti bak mandi yang

jarang dikuras, pot bunga, genangan air di berbagai tempat, ban bekas, batok

kelapa, potongan bambu, drum, kaleng-kaleng bekas serta botol-botol yang dapat

menampung air dalam jangka waktu yang lama. Lingkungan non fisik yang

berperan dalam penyebaran DBD adalah kebiasaan menyimpan air serta mobilitas

masyarakat yang semakin meningkat.

Masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang berdampak

terhadap kesehatan di berbagai negara masih menjadi isu sentral yang ditangani

oleh pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian dari misi peningkatan

kesejahtraan rakyat. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi resiko utama

dalam penyebaran penyakit menular yang di akibatkan oleh kualitas lingkungan,

masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan, sehingga

indens dan pravelensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di indonesia

relatif sangat tinggi (Alfa, 2012)

Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar

manusia. dimana lingkungan ini memiliki dampak secara langsung maupun tidak

langsung terhadap lingkungan biologis disekitarnya. Contohnya seperti udara,

rumah, kantor, sawah.

Kejadian atau penularan penyakit menular ditentukan oleh faktor- faktor

yang disebut host, agent, dan environment. Penularan DBD salah satunya

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, kimia maupun biologi.

2
Lingkungan fisik berpengaruh langsung terhadap komposisi spesies vektor,

habitat perkembangbiakan nyamuk, populasi, longivitas dan penularannya, karena

nyamuk termasuk hewan berdarah dingin yang bergantung pada suhu dan

lingkungan dalam menjalankan metabolisme didalam tubuhnya. Beberapa faktor

lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, khususnya

pada lingkungan rumah adalah kelembaban udara, intensitas cahaya, keberadaan

TPA berjentik.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic

Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan disebarkan oleh

nyamuk Aedes (Stegomyia). Menurut Menkes RI (1997), di Indonesia kasus DBD

pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun-

tahun selanjutnya jumlah kasus penyakit ini terus meningkat baik dalam jumlah

maupun luas wilayah yang terjangkit, dan secara berkala menimbulkan kejadian

luar biasa (KLB). KLB yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dimana seluruh

propinsi melaporkan adanya kasus DBD dengan insindence rate (IR) sebesar 120

per 100.000 penduduk dengan case fatality rate (CFR) sebesar 1,9 %. Dari data

kasus tahunan sejak tahun 1968, diperoleh bahwa hampir setiap 5 tahun jumlah

kasus DBD meningkat. Di Indonesia penyakit DBD merupakan penyakit endemis

disebabkan nyamuk Aedes aegyptii tersebar luas di seluruh tanah air, kecuali pada

ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut.

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan dari orang

sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk penular (vektor) yaitu nyamuk Aedes.

Di Indonesia, Aedes aegyptii merupakan vektor utama penyakit DBD, dan Aedes

3
albopictus sebagai vektor sekunder (Menkes RI, 1997). Kepadatan vektor ini di

lingkungan manusia menyebabkan meningkatnya probabilitas penularan virus

dengue terhadap orang yang sehat. Program pemberantasan penyakit DBD dengan

sistem kewaspadaan dini (SKD) perlu dilakukan untuk mengetahui kepadatan

populasi nyamuk Aedes aegyptii dengan cara melakukan pemantauan secara

berkala dan terus menerus. Pemantauan yang tidak konsisten dapat menyebabkan

data yang diperoleh tidak lengkap sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat

pemantauan (monitoring) dalam memprediksi kasus atau kemungkinan terjadinya

KLB akibat penyakit DBD di kemudian hari.

Menurut Menkes (2010), angka penderita DBD di Propinsi Riau dari tahun

ke tahun meningkat, tercatat dari 15,5% pada tahun 2004, meningkat menjadi

17,2% pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 21,29%, hal

tersebut dikarenakan kurangnya pastisipasi masyarakat tentang kondisi

lingkungan bersih dan sehat dalam pencegahan penyakit DBD.

sarang walet diketahui sebagai salah satu pemicu tempat berkembang

biaknya jentik nyamuk aedes aegypti yang menyebabkan penyakit DBD.

Buruknya pengelolaan gedung walet diduga menjadi penyebab mewabahnya

penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Tempat penampungan minum burung

wallet yang tidak dikelola dengan baik menjadi sarang nyamuk Aedes

Aegyti untuk berkembangbiak, karna dengan kondisi yang gelap dan agak lembab.

Di Kecamatan siak kecil banyak maasyarakat yang membangun sarang walet

karna keuntungan dari penangkaran walet untuk konsumsi ekspor lumayan besar,

Sebagian hasil penjualan walet juga sukses menambah Pendapatan Asli Daerah,

4
tanpa mereka sadari sarang walet yang tidak di kelola dengan baik bisa

menyebabkan DBD.

Di Kabupaten Bengkalis, penyakit DBD dapat dijumpai hampir di semua

wilayah kecamatan, sehingga bisa dikatakan DBD merupakan penyakit yang

endemis di Kabupaten Bengkalis. Hal ini diperkuat dari data Dinas Kesehatan

Kabupaten Bengkalis tahun 2018 – 2019, menyatakan bahwa 8 kecamatan yang

terdiri dari 80 kelurahan dengan status endemis, 21 kelurahan dengan status

sporadis. Salah satu kecamatan yang ada DBD di Kabupaten Bengkalis adalah

Kecamatan Siak Kecil. Ada 2 Desa yang sangat tinggi status Endemisnya di

Kecamatan Siak Kecil Kabupeten Bengkalis, yaitu Desa Lubuk Muda dan Desa

Tanjung Belit,. (Dinkes Kab. Bengkalis, 2019)

Geografis Kecamatan Siak Kecil yang ibukotanya Lubuk Muda


merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi
Kabupaten Bengkalis yang berada di Pulau Sumatera, yang memiliki batas-batas
wilayah :
1. Sebelah Utara Berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu & Bengkalis
2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Mandau & Kabupaten Siak
3. Sebelah Barat Berbatasan dengan Kabupaten Meranti
4. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan Bengkalis & Kabupaten
Meranti
Sedangkan letak wilayahnya adalah :

1. 1°15' Lintang Utara s/d 1°36'6" Lintang Utara

2. 102°00' Bujur Timur s/d 102°3'29'' Bujur Timur

Luas Wilayah kecamatan Siak Kecil sebesar 742.21 km2. Wilayah

administrasi yang memiliki luas wilayah terbesar di Kecamatan Siak Kecil adalah

5
desa Langkat seluas 137 km2 atau 18.46% dari keseluruhan luasKecamatan Siak

Kecil, kemudian diikuti desa Tanjung Damai seluas 131 km2 yaitu sebesar

17,65%, sedangkan desa Tanjung Belit merupakan desa dengan luas terkecil se

Kecamatan Siak Kecil dengan luas hanya 25 km2.

Jarak terjauh antara kantor desa dengan ibukota kecamatan adalah desa Bandar

Jaya dengan jarak 57 km2, kemudian Desa Muara Dua sejauh 52 km2, sedangkan

yang terdekat dengan Ibukota Kecamatan Siak Kecil adalah desa Tanjung Belit 3

km2 dan desa Sei Siput yang hanya berjarak 5 km2.

Secara Geografis sebagian besar desa di Kecamatan Siak merupakan

daerah dataran, karena tidak berbatasan langsung dengan garis pantai. Sebagian

Kecil desa saja yang berbatasan dengan garis pantai.yang berupa pesisir.

Sedangkan berdasarkan topografi wilayah semua desa dan kelurahan berbentuk

datar di Kecamatan Siak Kecil.

Demografi Penduduk Kecamatan Siak Kecil pada umumnya bersifat

cukup majemuk dari berbagai suku pendatang yang masuk masa ke masa.

Kemajemukkan ini dapat terlihat di hampir setaip desa. Suku Melayu tersebar di

desa di Lubuk Muda, Lubuk Gaung, Tanjung Datuk, Lubuk Garam dan Langkat

serta Sungai Nibung . Suku Jawa, Minangkabau, Batak, Tionghoa dan suku-suku

lainnya datang ke Kabupaten Bengkalis dari berbagai periode sejalan dengan

perkembangan kecamatan.

Penduduk asli di Kecamatan Siak kecil terdiri dari Suku Melayu Asli

(asal)yang diperkirakan dari Gasib lama (Kabupaten Siak sekarang). Kecamatan

6
yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terbesar di Desa Lubuk Muda dan

kepadatan kecil di Desa Lubuk Gaung.

Keberadaan jentik berhubungan dengan lingkungan fisik tempat

penampungan air dan keberadaan kontainer di luar rumah. Sistem penyimpanan air

merupakan metoda dasar dalam mengendalikan nyamuk Aedes terutama Aedes

aegyptii . Selain itu faktor lingkungan fisik yang disukai oleh jentik nyamuk adalah

suhu yang optimal, kelembaban dan curah hujan. Menurut Mc Michael (2006),

perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah

udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh

terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti

nyamuk Aedes aegyptii (Achmadi et al, 2010). Faktor perilaku tata kelola tempat

penampungan air yang terintegrasi dalam perilaku PSN (Pemberantasan Sarang

Nyamuk) DBD juga berpengaruh terhadap keberadaan jentik. Oleh karena itu,

perilaku kesehatan juga menentukan tingkat keberhasilan dalam melaksanakan

suatu kegiatan seperti pelaksanaan pencegahan atau pemberantasan suatu sumber

penyakit guna mengurangi terjadinya kepadatan jentik nyamuk (Notoatmodjo,

2005).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepadatan penduduk berperan

dalam peningkatan kejadian penyakit DBD dan kepadatan jentik. Hal ini

dimungkinkan karena semakin padat penduduk memperbesar peluang

meningkatkan jumlah tempat penampungan air dan timbulan sampah padat sebagai

habitat nyamuk Aedes aegyptii .

7
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis ingin meneliti dan mengkaji

lebih lanjut sebagaimana uraian pada latar belakang di atas yang dituangkan ke

dalam Proposal Tesis dengan judul “Analisis Hubungan lingkungan Fisik dan

Perilaku Masyarakat Terhadap Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegyptii di

Kec. Siak Kecil Kabupaten Bengkalis.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang di kemukakan, maka rumusan masalah penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan faktor lingkungan fisik(suhu ruangan, kelembapan,

pencahayaan,jumlah container dirumah, keberadaan sarang walet,ungags dan

burung)terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegyptii di Kec. Siak kecil

Kabupaten Bengkalis?

2. Bagaimana hubungan perilaku gerakan 3M plus masyarakat terhadap

keberadaan jentik nyamuk Aedes aegyptii di Kec. Siak kecil Kabupaten

Bengkalis?

3. Bagaimana Hubungan tingkat penghasilan masyarakat terhadap keberadaan

jentik nyamuk Aedes aegypti di Kec. Siak kecil Kabupaten Bengkalis?

I.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis hubungan faktor lingkungan fisik(suhu ruangan, kelembapan,

pencahayaan,jumlah container dirumah, keberadaan sarang walet,unggas dan

burung)terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kec. Siak kecil

Kabupaten Bengkalis

8
2. Menganalisis hubungan perilaku gerakan 3M plus masyarakat terhadap jentik

nyamuk Aedes aegyptii di Kec. Siak kecil Kabupaten Bengkalis

3. Menganalisis hubungan tingkat penghasilan masyarakat terhadap keberadaan

jentik nyamuk Aedes aegypti di Kec. Siak kecil Kabupaten Bengkalis

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah :

1. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi pengelola program kesehatan bidang

penyakit menular khususnya sebagai pertimbangan dalam penentuan strategi

pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

khususnya melalui keberadaan jentik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat tentang faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi keberadaan jentik sehingga dapat meningkatkan

peran serta masyarakat dalam memberantas keberadaan jentik nyamuk penyebab

penyakit DBD.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya

yang ingin meneliti faktor lain terkait keberadaan jentik nyamuk dan

pengaruhnya terhadap penyakit demam berdarah dengue dengan metode

penelitian yang berbeda.

I.5. Kerangka Penelitian

9
Kerangka penelitian adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar

alur logika berjalannya sebuah penelitian. Pada dasarnya ditelaah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian

yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).

Kerangka penelitian dalam penelitian ini digambarkan pada diagram berikut

ini:

Lingkungan
Fisik (X1)
Kejadian Penyakit
Keberadaan Demam Berdarah
Perilaku 3M Jentik Nyamuk
Plus(X2) Dengue (DBD) (Z)
(Y)

Penghasilan
Masyarakat Pengendalian Jentik
Nyamuk

Gambar 1. Kerangka Penelitian

Keterangan :

: Variabel yang di teliti

………….. : Variabel lain yang tidak diteliti

I.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara masalah penelitian, patokan duga atau

dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

10
1. Ada huhungan lingkungan fisik(suhu,kelembaban,pencahayaan,kontainer)

terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti

2. Ada hubungan perilaku 3M Plus terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti

3. Ada hubungan antara tingkat penghasilan masyarakat terhadap keberadaan

jentik nyamuk Aedes aegypti.

11
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan

Lingkungan adalah suatu kombinasi komponen dari keadaan fisik yang

meliputi sumber daya alam misalnya air, mineral, tanah, flora, fauna dan

sebagainya dengan suatu struktur lembaga berupa hasil ciptaan dari manusia,

contoh sederhananya adalah keputusan yang dibuat tentang bagaimana akan

memanfaatkan keadaan fisik. Selain itu, lingkungan juga dapat dipahami sebagai

segala hal yang eksis di sekitar manusia serta memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi proses perkembangan hidup manusia.

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor

dengan lingkungan. Eksistensi nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh

lingkungan fisik maupun lingkungan biologi. Lingkungan fisik yang

mempengaruhi eksistensi nyamuk antara lain ketinggian tempat, curah hujan,

temperature (suhu udara), kelembaban dan lingkungan biologik (Suroso et al,

2003).Selain itu, jenis dan tempat perindukan nyamuk juga dapat mempengaruhi

keberadaan jentik.

2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada

anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi

12
yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama dan apabila timbul renjatan

(shock) angka kematian akan meningkat (Suharsono, 2010).

Peningkatan kasus DBD terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Tahun 2004,

total kasus DBD di Indonesia mencapai 26.015, dengan jumlah kematian

mencapai 389 dengan CFR 1,53%. Dan pada tahun 2007 DBD jumlahnya

mencapai 140.000 kasus dan 1.380 orang meninggal dengan CFR 0,98% (Kristina

et al, 2005). Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat

penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641

diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun

sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang

dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Balitbangkes, 2015).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini juga merupakan

masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Riau yang memerlukan perhatian serius

dari semua pihak, mengingat penyakit ini sangat potensial untuk terjadi Kejadian

Luar Biasa (KLB) dan merupakan ancaman bagi masyarakat luas. Gejala klinis

lain yang menyertai DBD adalah perdarahan (kulit, gusi, hidung, muntah dan

buang air besar), nyeri pada perut, muntah, mencret, sembelit, kejang, batuk, sakit

kepala dan shock. Ada tanda-tanda renjatan seperti: nadi lemah, cepat, kecil dan

tidak teraba, tekanan darah menurun, kulit teraba dingin, lembab terutama pada

ujung hidung, jari tangan dan kaki; penderita gelisah dan sianosis (kebiru-biruan

sekitar mulut). Pemeriksaan laboratorium menunjukkan: trombositopenia

(trombosit yang menurun < 100.000) serta hemokonsentrasi yang dapat dinilai

dengan meningkatnya hematokrit (zat padat darah) sebesar 20 % atau lebih

13
dibandingkan dengan hematokrit awal. Untuk memastikan diagnosis DBD

dilakukan pemeriksaan serologis (haemagglutination inhibition test, dengue blot,

IgM capture Elisa) dan isolasi virus (Depkes RI, 1998 dalam Cendrawirda, 2008).

2.3 Etiologi DBD

2.3.1. Vektor nyamuk Aedes aegypti

1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

a) Telur

Nyamuk Aedes aegyptii meletakkan telur di atas permukaan air

satu per satu. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama

dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-telur

biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan (Judarwanto, 2007).

b) Larva

Telur menetas menjadi larva atau sering disebut dengan jentik.

Larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan

abdomen yang cukup jelas. Untuk mendapatkan oksigen dari udara, larva

nyamuk Aedes aegyptii biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak

lurus dengan permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring

mikroorganisme dan partikel-partikel lainnya dalam air. Larva biasanya

melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan berpupasi sesudah 7

hari (Judarwanto, 2007).

c) Pupa

14
Setelah mengalami pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi.

Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak

dalam air terutama bila diganggu. Bila perkembangan pupa sudah

sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari, maka kulit pupa pecah dan

nyamuk dewasa keluar dan terbang (Judarwanto, 2007).

d) Dewasa

Nyamuk dewasa yang keluar dari pupa berhenti sejenak di atas

permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya.

Setelah itu nyamuk akan terbang untuk mencari makan. Dalam keadaan

istirahat, nyamuk Aedes aegyptii hinggap dalam keadaan sejajar dengan

permukaan (Judarwanto, 2007).

2. Ciri Nyamuk Aedes aegypti

Ciri nyamuk Aedes aegypti dewasa yang mudah dikenali adalah pola

belang putih pada tubuh dan kakinya. Namun, nyamuk yang bertanggung

jawab atas penularan Penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti betina. Hal

ini karena nyamuk betina lebih membutuhkan darah untuk bertelur. Untuk

mencari tahu ciri jentik Nyamuk DBD, perhatikan jentik yang biasa

ditemukan di tempat penampungan air. Jentik Nyamuk DBD bergerak lebih

aktif dari bawah ke atas permukaan air secara berulang-ulang. Jika

menemukan jentik yang bergerak aktif seperti itu di penampungan air,

baiknya segera kuras tempat penampungan air tersebut untuk mencegah

Nyamuk DBD berkembang biak.

3. Tempat Berkembang Biak

15
Daerah yang panas dan lembab, seperti di Indonesia, adalah tempat

favorit nyamuk untuk berdiam dan berkembang biak. Tempat yang gelap,

lembab, terlebih lagi ada genangan air, menjadi tempat kesukaan nyamuk

Aedes aegypti betina untuk bertelur.

Telur nyamuk Aedes aegypti betina diletakkan pada permukaan basah

atau air yang tergenang, seperti lubang pohon, tong, ember, vas bunga, pot

tanaman, tangki, botol bekas, kaleng, ban, dan sebagainya. Lokasi tersebut

merupakan habitat telur Nyamuk DBD untuk berkembang menjadi nyamuk

dewasa.

Tidak seperti kebanyakan jenis nyamuk lainnya, nyamuk Aedes

aegypti betina meletakkan telurnya secara tersebar. Jadi, telur Nyamuk DBD

tidak diletakkan dalam satu tempat sekaligus, tapi diletakkan di lebih dari satu

tempat. Jika lingkungan sekitar telur mendukung, telur tersebut bisa bertahan

sampai kurang lebih satu tahun.

4. Penyebaran Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegyptii tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis.

Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di

tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai

ketinggian daerah kurang lebih 1.000 meter di atas permukaan laut. Di atas

ketinggian tersebut nyamuk Aedes aegyptii tidak dapat berkembang biak

karena suhu udara terlalu rendah bagi kehidupan nyamuk.

2.3.2 Virus Dengue

16
DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampat saat ini dikenal empat jenis

virus dengue, yaitu virus dengue tipe 1(DEN-I), tipe 2 (DEN-2), tipe 3(DEN-3),

tipe 4(DEN-4). Virus dengue baru dapat menimbulkan gejala demam berdarah

pada manusia jika manusia tersebut terinfeksi minimal dua jenis virus dengue. jika

manusia baru terinfeksi satu jenis virus maka tidak akan timbul gejala demam

berdarah (asih, 2014).

2.4 Faktor Lingkungan Fisik Yang Berhubungan Dengan DBD

Sejarah berjangkitnya penyakit DBD sangat beragam dan dipengaruhi oleh

iklim,ekologi, vector biologi, aspek manusia dan beberapa factor lainnya. Gaya

hidup manusia, lingkungan dan pengendalian penyakit merupakan factor yang

sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian

demam berdarah dengue (Triwibowo, 2013). Factor sanitasi lingkungan rumah

tinggal berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue yaitu:

1. Suhu udara

Nyamuk merupakan binatang yang proses proses metabolisme dan

sikluskehidupannya tergantung pada suhu lingkungan. Nyamuk tidak bias

mengatur suhunya sendiri terhadap perubahna yang ada di luar tubuhnya. Suhu

optimum untuk perkembangan nyamuk berkisar antara 26-27 derjat C. apabila

suhu kurang dari atau lebih dari maka pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama

sekali. Penularan virus Dengue, umumnya DBD terjadi pada daerah tropis dan

subtropis, dikarenakan temperature yang dingin selama musim dingin

membunuh telur dan larva Aedes aegypti (Susanto, 2007).

2. Kelembapan Udara

17
Kebutuhan kelembapan yang tinggi mempengaruhi nyamuk mencari

tempat yang lembab dan basah untuk tempat hinggap atau istirahat. Pada

kelembapan kurang dari 60% umur nyamuk menjadi pendek, sehingga tidak

cukup untuk siklus perkembngabiakan virus Dengue pada tubuh nyamuk

(Depkes RI, 2012).

3. Pencahayaan

Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama

cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan tempat yang baik

untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Nyamuk Aedes aegypti

menyukai tempat hinggap dan beristirahatnya di tempat-tempat yang agak

gelap. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya(jendela)

luasnya sekurang-kurangnya 10% sampai 20% dari luas lantai rumah.

Pencahayaan yang kurang merupakan kondisi yang di sukai oleh

nyamuk untuk beristirahat. Penelitan yang di lakukan oleh Tanjung (2016)

diketahui bahwa terdapat hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD

di Kecamatan Medan Perjuangan dengan OR= 21,357.

4. Keberadaan Jentik

Keberadaan jentik pada container dapat dilihat dari letak, macam,

bahan, warna, bentuk volume dan penutup container sangat mempengaruhi

nyamuk Aedes betina untuk menentukan pilihan tempat bertelurnya.

Keberadaan container sangat berperan dalam kepadatan vector nyamuk Aedes,

karena semakin banyak container akan semakin banyak tempat perindukan dan

akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin banyak populasi Aedes,

18
Semakin banyak pula resiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran

lebih cepat sehingga jumlah kasus dbd cepat meningkat yang pada akhirnya

mengakibatkab terjadinya KLB.

5. Jumlah container

Keberadaan container di dalam atau diluar rumah sangat beresiko

dengan kejadian DBD, karena dengan keberadaan container yang tergenang air

di dalam atau diluar rumah maka nyamuk Aedes Aegypti akan bertelur dan

berkembangbiak di dalam container tersebut .

6. Sarang unggas/burung walet

Banyak faktor yang menjadi penyebab berkembangnya nyamuk

demam berdarah. Satu di antaranya adalah keberadaan sarang burung walet.

Dengan bentuk tertutup dan ventilasi yang jarang, rumah burung walet bisa

menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Apalagi, pada musim hujan

sekarang ini, keberadaan sarang tersebut sangat berpotensi untuk menyebarkan

penyakit demam berdarah. Selain itu, timbunan kotoran walet yang bertahun-

tahun lamanya dapat menyebabkan penyakit batuk berdarah.

Untuk mencegah dampak buruk keberadaan sarang walet, pemerintah daerah

harus membuat peraturan tentang usaha burung walet. Pengaturan tersebut

yaitu: harus mengatur izin, syarat-syarat lingkungan, dan lokalisasi usaha

burung Walet. Dengan begitu, dampak negatif yang ditimbulkan burung Walet

dapat dibatasi.

2.5. Perilaku yang berhubungan dengan kejadian DBD

19
Upaya pencegahan penularan DBD dilakukan dengan pemutusan rantai

penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Langkah 3M dalam pencegahan DBD merupakan suatu program pemerintah yang

diterapkan sejak Tahun 1992 dan pada Tahun 2002 dikembangkan menjadi 3M

Plus, dengan cara menguras bak mandi pada tempat air yang sulit dibersihkan,

memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur,

menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar. Upaya yang

dilakukan tenaga kesehatan berupa Fogging biasanya dilakukan setelah ada

anggota maasyarakat yang terjangkit DBD (Asih, 2014)

Kegiatan yang optimal adalah melakukan Pemberantasan Sarangn

Nyamuk (PSN) dengan cara “3M”Plus selain itu juga dapat dilakukan dengan

larvasidasi dari pengasapan(fogging). Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk

dengan 3M plus meliputi (Depkes, 2012):

1. Menguras tempat tempat penampungan air, seperti bak mandi atau WC,drum

dan sebagian selama 8-12 hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras

supaya jentik nyamuk Aedes aegypti mati sebelu menjadi nyamuk dewasa.

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti grntong air atau

tempayan. Namun apabila tetap ditemukan jentik, maka air harus dikuras dan

dapat diisi kembali kemudian di tutup rapat.

3. Menyikngkirkan atau medaur ulang barang-barang bekas yang dapat

menampung air seperti botol plastic, kaleng, ban bekas, banyak barang-barang

bekas yang dapat digunakan kembali dan bernikai, dengan cara mengolah

20
kembali bahan-bahan media penampungan air menjadi produk artau barang

yang telah di pengaruhi menjadi bernilai..

Selain itu ditambah dengan cara lainnya “Plus” yaitu:

1. Mengganti air vas bunga, minuman burung dan tempat lainnya seminggu

sekali

2. Memperbaiki saluran n talang air yang tidak lancar atau rusak.

3. Menutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon, dan lain lain dengan

tanah

4. Membersihkan atau mengeringkan tempat-tempat yang dapat menampung air

seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya.

5. Mengeringkan tempat tempat lain yang dapat menamoung air hujan

dipekarangan atau kebun.

6. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Beberapa ikan pemakan jentik

yaitu ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang, ikan mujair, dan ikan nila.

7. Memasang kawat kasa, menurut Benvie (2015) memasang kawat nyamuk

(kasa) pada pintu, lubang jendela dan ventilasi drumah serta menggunakan

kelambu juga merupakan pencegahan gigitan nyamuk berdarah.

8. Tidak menggantung pakaian di dalam kamar

Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang hari di tempat yang agak gelap.

Pada malam hari, nyhamuk ini bersembunyi di sela-sela pakaian yang

tergantung di dalam kamar yang gelap dan lembab. Chandra (2007)

mengatakan bahwa kebiasaan menggantung pakaian dapat menjadi tempat

tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu

21
waktu bertelur dan tempat tersebut gelap,gelap dan sedikit angin. Nyamuk

aedes aegypti hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda benda lain

dirumah. Factor resiko yang dapat tertular penyakit demam berdarah adalah

rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian yang bergantungan. Pakaian

yang menggantung dalam ruangan merupakan tmpat yang disenangi nyamuk

aedes aegypti untuk beristirahat setelah menghisap darah manusia.

9. Tidur menggunakan kelambu

10. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk. Menurut

Arsin (2004), obat nyamuk semprot, bakar, elektrik, serta obat oles anti

nyamuk masuk dalam kategori perlindungan diri. Produk insektisida rumah

tangga seperti obat nyamuk semprot atau aerosol, bakar, elektrik, saat ini

banyak digunakan sebagai alat pelindungan diri terhadap gigitan nyamuk.

11. Melakukan larvasidasi yaitu membubuhkan bubuk larvasidasi misalnya di

tempat tempat yang sulit dikuras.

2.6 Tingkat Penghasilan Dengan Kejadian DBD

Menurut Sutrisna sebagaimana dikutip oleh Habasiah (2001;19) yang

sering dilakukan ialah melihat hubungan antara tingkat penghasilan dengan

tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan, secara populer

keadaan keluarga baik perorangan maupun keluarga lebih dikenal dengan sebutan

status ekonomi.

Hasil analisa oleh Oktaviani (2014) menunjukkan ada pengaruh

antarapendapatan dengan upaya pencrgahan demam berdarah dengue hasil ini

disebabkan bahgwa responden mayoritas penghasilan 95,7% pengahasilan

22
responden berkisar lebih besar UMK per bulan sehingga untuk melakukan

tindakan upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) belum dapat

dilaksanakan.

Penelitian oleh Hamdan (2018), menunjukkan pendapatan kreteria kurang

dari UMK 32% dan lebih dari atau sama dengan UMK 68% Perilaku PSN dengan

kriteria baik 56%. Hasil ujichi-square pada penelitian tersebut menunjukkan nilai

P = 0,002. Berdasarkan uji statistik tersebut disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan perilaku PSN dalam rangka

pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Pemurus dalam Banjarmasin.

Menurut Sutrisna sebagaimana dikutip oleh Habasiah (2001;19) yang

sering dilakukan ialah melihat hubungan antara tingkat penghasilan dengan

tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan, secara populer

keadaan keluarga baik perorangan maupun keluarga lebih dikenal dengan sebutan

status ekonomi.

Secara umum tingkat ekonomi merupakan pendapatan (penghasilan) rata-

rata tiap bulan. Menurut sumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Tahun

2008, tingkat ekonomi dapat dibedakan atas dasar pengeluaran perbulan yang

dinyatakan dalam bentuk rupiah.

1. Tingkat ekonomi rendah dapat dinilai dari pengeluaran rata-rata perbulan <

Rp. 525.000,-

2. Tingkat ekonomi sedang dapat dinilai dari pengeluaran rata-rata perbulan <

Rp. 525.000,- - Rp. 949.000,-

23
3. Tingkat ekonomi tinggi dapat dinilai dari pengeluaran rata-rata perbulan >

Rp. 949.000,-.

III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siak Kecil Kabupeten Bengkalis, yaitu

Desa Lubuk Muda dan Desa Tanjung Belit. Kegiatan penelitian ini dimulai dari

persiapan pada bulan Agustus 2020 hingga bulan September 2020 dan pelaksanaan

penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2020.

3.2. Alat Dan Bahan

Pada penelitian ini menggunakan alat dan bahan berupa lembar kuesinoer

yang dibagikan kepada responden dan menggunakan alat tulis, buku, perekam suara

serta kamera pada saat melakukan survei turun langsung kelapangan sebagai alat

pengumpulan data.

3.3. Pendekatan Penelitian

Menurut Pratikya (2008) dalam Silva Rijulvita (2015), Metode yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Desain penelitian yang

digunakan pada penelitian ini dengan desain Cross Sectional yaitu peneliti

melakukan observasi dan pengukuran variabel pada satu saat atau point approch, tiap

subyek hanya diobservasi dan pengukuran variabel pada satu kali saja dan

24
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subSyek pada saat

observasi dilakukan .

3.4. Jenis dan sumber data

Jenis data dalam peneltian ini menggunakan jenis data kuantitatif dan sumber

data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data premier adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama

dilokasi penelitian atau objek penelitian. Untuk penelitian ini, data primer

diperoleh melalui hasil pengamatan (observasi) terhadap kondisi lingkungan

rumah berupa data pencahayaan, suhu, kelembapan,jumlah container,sarang

unggas/walet dengan pengukuran langsung. Selain itu data perilaku 3M plus di

ambil dari penghuni rumah.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari

Dinas Kesehatan Kota Bengkalis yaitu data kasus DBD

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya

diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu.

Contoh : Data yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu, seperti perpustakaan,

BPS, kantor-kantor, dan sebagainya.

25
3.5. Teknik Pengumpulan data

Untuk penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpulan data, antara

lain:

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun

secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Angket

dilakukan untuk mengukur perilaku 3M plus. Setelah diisi, angket dikirim

kembali atau dikembalikan ke petugas atau peneliti. Indicator perilaku 3M

plus dalam kuesioner yaitu

a. menguras TPA

b. menutup TPA

c. mendaur ulang atau membuang barang bekas

d. memasang kawat kasa

e. tidak menggantungkan pakaian di dalam rumah

f. menggunakan obat anti nyamuk

2. Metode Observasi

Metode observasai merupakan metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian, data data penelitian tersebut

dapat diamati oleh peneliti. Dalam penelitian ini, data premier diperoleh

melalui kegiatan observasi ke rumah rumah penduduk yang dijadikan sampel

penelitian. Sedangkan untuk data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota

Bengkalis yaitu data kasus DBD

26
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data

ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian

terdahulu. Contoh : Data yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu,

seperti perpustakaan, BPS, kantor-kantor, dan sebagainya

Untuk pengambilan data mengenai pengukuran kondisi lingkungan,

peneliti menggunakan alat dengan tahapan tahapan sebagai berikut:

a. Mengukur pencahayaan

1) Persiapan alat dan bahan

Alat yang dibutuhkan yaitu luxmeter, alat tulis dan camera.

Pastikan luxmeter sudah terpasang baterai dan alat dalam keadaan

hidup

2) Menentukan titik pengukuran

Titik pengukuran ditentukan dengan cara memotong titik garis

horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi

satu meter dari lantai. Membedakan jarak tersebut berdasarkan luas

ruangan, antara lain:

a). Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi memotong titik garis

horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak satiap 1

(satu) meter.

b). Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi :

memotong titik garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah

pada jarak setiap 3(tiga)meter.

27
c). Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: memotong titik

horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter.

3) Mencatat hasil pengukuran

b. Mengukur suhu dan kelembapan ruangan

1) Persiapan alat dan bahan

Alat yang dibutuhkan yaitu termohygrometer, alat tulis dan

camera. Pastikan termohygrometer sudah terpasang beterai dan alat

dalam keadaan hidup.

2) Prosedur kerja

Cara pengukuran suhu dan kelembapan menggunakan

thermohygrometer yaitu :

a). Menentukan ruangan yang akan diukur kelembapannya. Setiap

ruangan akan dilakukan pengukuran

b). Meletakkan alat diatas meja atau memegang ujung alat jika tidak

ada meja di ruangan tersebut. Alat tidak nolrh dipegang secara

langsung kerena tangan yang lembab dapat memperngaruhi suhu

c). Perhatikan angka yang keluar dari alat hingga keluar angka yang

stabil

d). Baca kemudian catat angka yang ti tunjukkan pada alat.

e). Melakukan dokumentasi

c. Mengukur jentik nyamuk

1) Persiapan alat dan bahan

28
Alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu gayung,senter, alat tulis, kaca

pembesar dan camera

2) Prosedur kerja

Cara pengukuran jentik nyamuk yaitu

a) Mengambil air yang ada tempat penampungan air maupun bak

mandi dengan menggunakan gayung atau cidukan. Pencidukan

dilakukan secara random dalam tempat perkembangbiakan

nyamu Aedes sebanyak 3-6 kali cidukan.

b) Mengamati jentik yang ada beserta jumlah jentik dengan kaca

pembesar serta senter jika diperlukan

c) Memcatat dan dokumentasikan hasil pengukuran.

3.6. Validitas dan realibilitas data

Kuesioner sebagai instrumen dalam penelitiaan ini akan diuji validitasnya.

Hal ini bertujuan untuk menunjukkan kesahihan instrumen. Pengujian validitas

instrumen penelitian ini diukur dengan nilai r hitung dan r tabel. Apabila r hitung

lebih besar dari r tabel maka instrumen dinyatakan valid, begitu sebaliknya.

Uji reliabilitas juga dilakukan untuk menunjukkan keandalan instrumen

penelitian ini. Reliabilitas instrument penelitian ini akan diuji dengan

menggunakan rumus cronbach’ alpha. Apabila hasil koefisien alpha lebih besar

dari tahap signifikan 60% atau 0.6 maka instrument penelitian dinyatakan reliable

atau andal (Sugiyono, 2014).

3.7. Populasi dan Sampel

29
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah penduduk yang

terdapat di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis sebanyak 31.461 jiwa

(Tahun 2020), sedangkan jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini

sebanyak 100 orang responden. Untuk menentukan jumlah sampel yang akan

dilibatkan dalam penelitian ini, maka penulis mengunakan rumus Slovin (Umar,

2003).

N
n= .........................................................................................(1)
N d2 + 1

Dimana :

N = ukuran populasi

n = Jumlah sampel minimal

d = Presisi yang di gunakan (15 %)

dengan demikian :

N 17.432
n= 44,2 dibulatkan menjadi 44 orang
2 2
Nd +1 17.432 (0,1) + 1

Apabila sampel per rumah telah diambil, maka yang dijadikan responden saat

penelitian untuk menjawab kuesioner variabel perilaku adalah Kepala Keluarga atau Ibu

Rumah Tangga dengan kriteria inklusi:

a. Berada ditempat saat penelitian dilakukan.

b. Bersedia menjadi responden.

3.8. Konsep Operasional

30
Selanjutnya untuk memudahkan dalam telaahan penelitian ini nantinya,

disajikan definisi operasional yang disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


1 Perilaku 3M Plus Perilaku masyarakat Kuesioner 1. Dilakukan jika Ordinal
tentang 3M Plus dipenuhi 4 kriteria
seperti(menguras atau lebih
TPA,menutup 0. Tidak dilakukan
TPA,mendaur ulang jika jumlah kriteria
atau membuang barang yang dipenuhi <4
bekas, memasang kawat
kasa,tidak menggantung
pakaian
dirumah,menggunakan
obat anti nyamuk

1 Pencahayaan Intensitas cahaya Pengukuran 1. Tidak Ordinal


matahari yang masuk dengan beresiko(>60lux)
kedalam rumah yang di Luxmeter 0. beresiko(≤60lux)
ukur dengan luxmeter
2 suhu udara Temperatur atau Pengukuran 1. tidak beresiko (<25 Ordinal
keadaan udara di dalam dengan atau <27▫)
rumah thermohy 0. beresiko(25-27▫C)
grometer
3 kelembapan Tingkat kebasahan Pengukuran 1. tidak
udara udara di dalam rumah dengan beresiko(≤60%)
Thermohygrom 0. beresiko(>60%)
eter
4 Jentik nyamuk Keberadaan jentik Observasi 1. tidak terdapat Nominal
nyamuk di dalam jentik nyamuk
ataupun di sekitar 0. terdapat jentik
lingkungan rumah nyamuk
5 tingkat Keadaan pendapatan Wawancara 1. Tinggi (>UMK Rp. Ordinal
penghasilan yang di ukur dengan 3.261. 357)
jumlah rupiah 0. Rendah (≤UMK
pendapatan atau Rp. 3.261. 357)
penghasilan rata rata
perbulan berdasarkan
upah minimal rata2 Kota
Bengkalis
6 Jumlah container Keberadaan jentik Observasi 1. Terdapat jentik Nominal
nyamuk di dalam nyamuk
ataupun di luar rumah 0. Tidak terdapat
yang berada di container jentik nyamuk
7 Sarang Keberadaan jentik Observasi 1. Terdapat jentik Nominal
unggas/walet nyamuk di tempat nyamuk
minum unggas/walet 0. Tidak terdapat
jentik nyammuk
3.9 Analisis Data

Untuk menjawab tujuan penelitian ini maka perlu dilakukan analisis data.

Penjabaran analisis yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut.

31
1. Analisis faktor lingkungan fisik terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti penyabab DBD di Kec. Siak kecil Kabupaten Bengkalis

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi-square.

Dari perhitungan statistik Chi-Square akan diketahui bila nilai p lebih kecil

dari nilai 𝑎 (0,05), maka terdapat hubungan faktor lingkungan fisik terhadap

keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Dan sebaliknya jika p lebih besar

dari nilai 𝑎 (0,05), maka tidak terdapat hubungan faktor lingkungan fisik

terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti

Untuk menentukan besar risiko variabel independen dalam

mempengaruhi variabel dependen dilakukan dengan perhitungan Odds Ratio

(OR) seperti tergambar pada Tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2 Tabel 2x2 Penentuan OR

Adanya Tidak Jumlah


jentik adanya
nyamuk jentik
nyamuk
Faktor Paparan + A B a+b
Resiko Paparan - C D c+d

Dengan rumus : OR = ad/bc

Keterangan :

Sel a : Kasus yang mengalami paparan

Sel b : Kontrol yang mengalami paparan

Sel c : Kasus yang tidak mengalami paparan

Sel d : Kontrol yang tidak mengalami paparan

Interpretasi dari hasil perhitungan Odd Rasio adalah sebagai berikut :

32
a. Jika nilai OR = 1, artinya variabel yang diduga merupakan faktor risiko

tidak ada pengaruhnya untuk terjadinya efek.

b. Jika nilai OR > 1, artinya variabel tersebut diduga merupakan faktor risiko

untuk terjadinya efek.

c. Jika nilai OR< 1, artinya variabel tersebut merupakan faktor protektif.

2. Analisis perilaku masyarakat 3M plus terhadap keberadaan jentik nyamuk

Aedes aegypti penyebab DBD di Kec. Siak kecil Kabupaten Bengkalis

Untuk mengetahui hubungan antara perilaku 3M plus terhadap

keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti indicator yang digunakan adalah (1)

menguras TPA, (2) menutup TPA, (3) mendaur ulang atau membuang barang

bekas, (4) memasang kawat kasa, (5) tidak menggantung pakaian di dalam

rumah. Analisis data untuk melihat hubungan antara variable digunakan uji

statistic chi square dengan batas derajat kepercayaan 95%

3. Analisis pengaruh tingkat penghasilan terhadap keberadaan jentik nyamuk

Aedes aegypti penyebab DBD di Kec. Siak kecil Kabupaten Bengkalis

Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan dengan kejadian penyakit

DBD indicator yang digunakan adalah pendapatan. Analisis data untuk mellihat

pengaruh antara variable digunakan uji statistic chi square dengan derajat

kepercayaan 95%.

Dari hasil uji statistic akan diperoleh p value yaitu:

a. Jika p value ≤0,05, hipotesis nol ditolak artinya terdapat pengaruh antara

variabel

33
b. Jika p value > 0,05, hipotesis nol diterima artinya tidak terdapat pengaruh

antara variabel

4. Analisis faktor yang paling dominan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti

penyebab DBD di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis

Untuk menganalisis factor yang paling dominan terhadap keberadaan

jentik Aedes penyebab DBD, maka analisis statistic yang digunakan adalah

analisis regresi logistic berganda. Persamaan regresi logistic yang digunakan

yaitu :

Y= A + b1X1 + b2X2 + b3X3 +……bn Xn …………(2)

Keterangan :

Y=persamaan regresi

A= konstanta

b= koefisien determinan

X= variabel independen.

34

Anda mungkin juga menyukai