Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

SISTEM KESEHATAN DAERAH

DISUSUN OLEH :

HADRE ADI PUTRA


NIM. 2231016

PROGRAM STUDI ILMU ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES TENGKU MAHARATU PEKANBARU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang mengalami banyak

perkembangan dan perubahan terutama pada masa reformasi saat ini. Dengan

adanya reformasi di bidang kesehatan maka saat ini paradigma pelayanan

kesehatan lebih difokuskan pada upaya-upaya promotif dan preventif.

Paradigma sehat ini merupakan modal pembangunan kesehatan yang dalam

jangka Panjang akan mampu mendorong masyarakat bertindak mandiri dalam

menjaga Kesehatan mereka terutama kesadaran akan pentingnya upaya

kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.

Reformasi turut mendorong adanya otonomi daerah yang merupakan awal

yang sangat baik bagi daerah dalam menata kembali Sistem Kesehatan dan

Manajemen kesehatan. Hal tersebut tentunya diarahkan untuk mendukung

tercapainya Visi Pembangunan Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat 2025

( Hartono, 2022). Desentralisasi merupakan salah satu strategi yang

dilaksanakan untuk tercapainya Indonesia Sehat 2025. Ini berarti bahwa

Indonesia sehat akan tercapai, jika terlebih dahulu diupayakan tercapainya

Kabupaten-kabupaten Sehat, Kota-kota sehat, dan Provinsi-provinsi sehat.

Selain itu dengan Visi Indonesia Sehat 2025 maka diharapkan didapatkan

gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang memiliki kemampuan

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta

1
memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya baik dalam lingkup individu,

keluarga, masyarakat, maupun Negara. Visi Indonesia Sehat 2025 turut

mendorong terciptanya misi Pembangunan kesehatan yaitu : menggerakkan

pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian

masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan kesehatan

individu, keluarga, masyarakat, beserta lingkungannya.

Desentralisasi sebagai salah satu strategi pembangunan kesehatan berarti

membuka peluang kepada daerah untuk meningkatkan perencanaan

Pembangunan yang lebih spesifik dan juga berarti lebih mendekatkan

pengambilan keputusan dan kebijakan ke permasalahan yang ada di daerah

sehingga pemecahan masalahnya menjadi efektif dan efisien sesuai dengan

karakteristik dan kebutuhan daerah tersebut. Ascobat Gani (2001) menyatakan

bahwa dalam hal ini desentralisasi di bidang kesehatan memberi peluang bagi

daerah untuk Menyusun rencana yang lebih bersifat “Local Specific”. Artinya,

prioritas pembangunan dan program Kesehatan bisa berbeda antar wilayah,

tidak lagi harus seragam sebagaimana halnya dengan 18 program pokok

Puskesmas dimasa lalu yang menjadi program setiap daerah.

Kabupaten/Kota harus merumuskan dan melaksanakan sistem Kesehatan

Kabupaten/Kota. Dengan sistem inilah upaya-upaya penyediaan pelayanan

kesehatan dan pembiayaan kesehatan digerakkan kerarah terwujudnya

lingkungan sehat, perilaku hidup bersih dan sehat, serta pelayanan kesehatan

yang bermutu dan terjangkau untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

setinggi-tingginya.

2
B. Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui analisis situasi dan kecenderungan

2. Untuk mengetahui pokok-pokok SKD

3. Untuk mengetahui Subsistem Upaya Kesehatan

4. Untuk mengetahui subsistem pembiayaan kesehatan

5. Untuk mengetahui subsistem pembiayaan kesehatan

6. Untuk mengetahui susbsistem SDM kesehatan

7. Untuk mengetahui subsistem obat dan perbekalan kesehatan

8. Untuk mengetahui subsistem manajemen kesehatan

9. Untuk mengetahui penyelenggaraan SKD

3
BAB II

ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN

A. Analisis Situasi

SKN di Indonesia telah mengalami 4 kali perubahan atau pemutakhiran.

SKN 2012 ini merupakan pengganti dari SKN 2009 sedangkan SKN 2009

merupakan pengganti SKN 2004 dan SKN 2004 sebagai pengganti SKN 1982.

Pemutakhiran ini dibutuhkan agar SKN 2012 dapat mengantisipasi berbagai

tantangan perubahan pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa depan.

Oleh karena itu, SKN2012 ini disusun dengan mengacu pada

visi, misi, strategi dan upaya pokokPembangunan kesehatan

sebagaimana ditetapkan dalam : a. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2007

tentang rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005/2025

(RPJP-N) dan b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan

Tahun 2005/2025 (RPJP-N). Pada tingkat daerah, implementasi SKN

diterjemahkan melalui perda, pergub, perbu atau perwal. Walaupun tidak

secara eksplisit Perpres 72/2012 mewajibkan untuk

menerbitkan peraturan di tingkat daerah. Penekanannva terdapat pada

pengelolaan kesehatan berdasarkan SKN harus berjenjang di pusat dan daerah

dengan memperhatikan otonomi daerah berdasarkan kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan otonomi fungsional berdasarkan kemampuan

dan ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan.

4
Latar belakang dari lahirnya Perda mengenai Sistem Kesehatan Daerah (SKD)

tersebut adalah dalam rangka memperkuat implementasi SKN dalam

pelaksanaan desentralisasi di masing-masing daerah di Indonesia seperti

Kabupaten. Karenanya semangat dari Sistem Kesehatan Daerah (SKD) adalah

menghimpun berbagai upaya pemerintahv masyarakatv dan sektor swasta di

daerah yang secara terpadu dan saling mendukungv guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya menjadi roh dalam

penyusunan Perda Sistem Kesehatan Daerah (SKD) dimana keberadaan dan

peran masing-masing aktor yang menjadi pelaku dibidang kesehatan yang ada

di daerah serta keterpaduan antar aktor menjadi salah satu aspek penting yang

dikelola melalui Perda ini sehingga peran-peran yang ada menjadi semakin

maksimal tetapi juga efektif.

B. Kecenderungan

Dalam dokumen SKN tersebut dikatakan pula bahwa untuk menjamin

keberhasilan pembangunan kesehatan di daerah perlu dikembangkan Sistem

Kesehatan Daerah (SKD) dalam kaitan ini kedudukan SKN merupakan supra

sistem dari SKD. SKD terdiri dari Sistem Kesehatan Provinsi (SKP) dan Sistem

Kesehatan Kabupaten/Kota (SKK).

SKN terdiri dari beberapa subsistem berdasarkan Perpres No. 72/2012, yaitu:

1. Upaya kesehatan

2. Penelitian dan pengembangan kesehatan

5
3. Pembiayaan kesehatan

4. Sumber daya manusia kesehatan

5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan

6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan

7. Pemberdayaan masyarakat

SKN sebagaimana telah disebutkan sebelumnya terdiri dari enam subsistem,

yaitu: Upaya kesehatan; Pembiayaan kesehatan; Sumberdaya Manusia kesehatan;

Obat dan perbekalan Kesehatan; Pemberdayaan masyarakat; Manajemen

kesehatan. Fungsi stewardship/regulasi nampaknya diwakili oleh manajemen

kesehatan di mana didalamnya secara eksplisit disebutkan tentang hukum

kesehatan. Namun penjelasan dalam dokumen SKN menunjukan kurang kuatnya

pemahaman peran stewardship/regulator. Untuk itu, bila membahas keterkaitan

antara subsistem dengan pendekatan SKN, penting memperhatikan adanya

kelemahan tersebut.

Sistem Kesehatan Daerah menguraikan secara spesifik unsur-unsur upaya

kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sumberdaya

obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen

kesehatan sesuai dengan potensi dan kondisi daerah. SKD merupakan acuan bagi

berbagai pihak dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.

6
BAB III

POKOK – POKOK SKD

A. Pengertian

Sistem Kesehatan Daerah (SKD) adalah merupakan implementasi

sistem Kesehatan Nasional didaerah, yaitu suatu tatanan yang

menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta di

daerah yang secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan pada

hakekatnya merupakan wujud sekaligus metode penyelenggaraan

kesehatan daerah.

B. Landasan

1. Landasan idil : Pancasila

2. Landasan konstitusional : UUD 1945, khususnya :

a. Pasal 28 A; setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya

b. Pasal 28 B ayat (2); setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh dan berkembang

c. Pasal 28 C ayat (1); setiap orang berhak mengembangkan diri

melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan

7
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya

dan demi kesejahteraan umat manusia

d. Pasal 28 H ayat (1); setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan

ayat (3); setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai

manusia yang bermartabat

e. Pasal 34 ayat (2); negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat yang lemah

dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan ayat

(3); negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

C. Prinsip Dasar

Sesuai dengan UU 17/2007 RPJPN 2005-2025, pembangunan

kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Penyelenggaraan

Pembangunan Kesehatan dan SKN dan SKD, mendasar pada aspek:

1. Perikemanusiaan

2. Pemberdayaan dan Kemandirian

3. Adil dan merata

4. Pengutamaan dan Manfaat

8
5. HAM

6. Sinergisme & Kemitraan yang Dinamis

7. Komitmen dan Tata Kepemerintahan yang Baik

8. Dukungan regulasi

9. Antisipatif dan Pro Aktif

10. Responsif Gender

11. Kearifan lokal

D. Tujuan SKD

1. Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh

semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah

secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2. Pengendalian SKN dan SKD bertujuan untuk memantau dan menilai

keberhasilan penyelenggaraan pembangunan kesehatan berdasarkan

SKN dan SKD.

3. Pengendalian SKN dan SKD diselenggarakan secara berjenjang dan

berkelanjutan dengan menggunakan tolok ukur keberhasilan

pembangunan kesehatan, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah.

4. Untuk keberhasilan pengendalian SKN dan SKD perlu dikembangkan

sistem informasi kesehatan nasional dan daerah yang terpadu.

E. Subsistem

1. Subsistem Upaya Kesehatan

9
2. subsistem pembiayaan kesehatan

3. subsistem pembiayaan kesehatan

4. susbsistem SDM kesehatan

5. subsistem obat dan perbekalan kesehatan

6. subsistem manajemen kesehatan

F. Kedudukan

1. Suprasistem SKD

Suprasistem SKD adalah Sistem Penyelenggaraan Negara. SKD

bersama dengan berbagai subsistem lain, diarahkan untuk mencapai

Tujuan Bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

social.

2. Kedudukan SKD terhadap Sistem Nasional lain

Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor,

yang tidak hanya menjadi tanggungjawab sektor kesehatan, melainkan

juga tanggungjawab dari berbagai sektor lain terkait yang terwujud

dalam berbagai bentuk sistem nasional. Dengan demikian, SKD harus

berinteraksi secara harmonis dengan berbagai sistem nasional tersebut,

seperti :

a. Sistem Pendidikan Nasional

10
b. Sistem Perekonomian Nasional

c. Sistem Ketahanan Pangan Nasional

d. Sistem Hankamnas, dan

e. Sistem-sistem nasional lainnya

Dalam keterkaitan dan interaksinya, SKN harus dapat mendorong

kebijakan dan upaya dari berbagai sistem nasional sehingga

berwawasan kesehatan.Dalam arti sistem-sistem nasional tersebut

berkontribusi positif terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan.

3. Kedudukan SKD terhadap Penyelenggaraan

Pembangunan Kesehatan di Daerah, SKD merupakan acuan

bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.

4. Kedudukan SKD terhadap berbagai sistem

kemasyarakatan termasuk swasta, Keberhasilan pembangunan

kesehatan sangat ditentukan olehdukungan sistem nilai dan budaya

masyarakat yang secarabersama terhimpun dalam berbagai sistem

kemasyarakatan.SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan

yangdipergunakan sebagai acuan utama dalam

mengembangkanperilaku dan lingkungan sehat serta berperan aktif

masyarakatdalam berbagai upaya kesehatan.

11
BAB IV

SUSBSISTEM UPAYA KESEHATAN

A. Pengertian

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/ daerah.

B. Tujuan

Tujuan subsistem upaya kesehatan adalah terselenggaranya upaya

kesehatan yg tercapai (accessible), terjangkau (affordable) dan bermutu

(quality) untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna

meningkatkan derajat kesehatan masy yg setinggi-tingginya.

C. Unsur

subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun

berbagai Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

12
Perorangan (UKP) secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

D. Prinsip

Prinsip dari subsistem upaya kesehatan adalah UKM

diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran aktif masyarakat dan

swasta. Sementara itu, UKP diselenggarakan oleh masyarakat, swasta dan

pemerintah Penyelenggaraan upaya kesehatan oleh swasta harus

memperhatikan fungsi sosial. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus

bersifat menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau, berjenjang,

profesional dan bermutu.

E. Bentuk Pokok

1. Penyelenggara UKM strata I adalah Puskesmas dgn tiga fungsi dan

enam jenis pelayanan tingkat dasar yang ditunjang oleh berbagai

bentuk UKBM

2. Penanggung jawab UKM strata II adalah Dinkes kab/kota dgn fungsi

manajerial dan teknis fungsional kesehatan yg dilengkapi dengan

pelbagai UPT dan sarana kesehatan masyarakat lainnya

13
3. Penanggung jawab UKM strata III adalah Dinkes Provinsi dan Depkes

4. Untuk persaingan global perlu didirikan berbagai pusat unggulan

nasional (National Institute)

5. Penyelenggara UKP strata I adalah Puskesmas dgn peran serta

masyarakat dan dunia usaha (sarana kesehatan Swasta) serta berbagai

pelayanan penunjang

6. Penyelenggara UKP strata II adalah RS kelas C dan B non pendidikan

dgn peran serta masyarakat dan dunia usaha (sarana kes/RS Swasta)

serta berbagai pelayanan penunjang

7. Penyelenggara UKP strata III adalah RS kelas B pendidikan dan A

serta RS khusus dgn peran serta masyarakat dan dunia usaha (sarana

kes/RS Swasta) serta berbagai pelayanan penunjang

8. Untuk persaingan global perlu didirikan berbagai pusat pelayanan

unggulan nasional (National Center)

9. Untuk meningkatkan mutu, dilakukan lisensi, sertifikasi dan akreditasi

10. kesehatan masyarakat primer menekankan pada pelayanan peningkatan

dan pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan

sasaran keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.

11. Upaya kesehatan sekunder merupakan upaya kesehatan rujukan

lanjutan yang terdiri atas pelayanan kesehatan perorangan sekunder

(PKPS) dan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder (PKMS).

14
12. Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT) merupakan

pelayanan kesehatan perorangan yang menerima rujukan sub-

spesialistik dari pelayanan kesehatan dibawahnya, dan dapat merujuk

kembali ke faskes yang dirujuk

BAB V

SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

A. Pengertian

Definisi Pembiyaan Kesehatan Biaya Kesehatan ialah besarnya

dana yang harus di sediakan untuk menyelenggarakan dan atau

memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh

perorangan, keluarga, kelompok dan Masyarakat. (Azrul Azwar : 1996)

Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang

mengatur tentang besarnya alokasi dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

B. Tujuan

1. Tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi

2. Teralokasi secara adil, merata, dan termanfaatkan secara berhasil guna

dan berdayaguna

3. Tersalurkan sesuai peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya

Pembangunan Kesehatan

15
C. Unsur

Dana didapat dari berbagai sumber yaitu Pemerintah, Pemerintah

Daerah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat,

swasta, dan sumber lainnyayang digunakan untuk mendukung

pembangunan kesehatan. Perlu diingat bahwadana yang didapat harus

mencukupi dan dapat dipertanggungjawabkan serta

dipertanggunggugatkan.

D. Prinsip

1. Penyedia Pelayanan Kesehatan Yang dimakasud biaya kesehatan dari

sudut penyedia pelayanan (Health Provider) adalah besarnya dana

yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya

kesehatan.Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa

Kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama

pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan

menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Pemakai Jasa Pelayanan Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut

pemakai jalan pelayanan (Health Consumer) adalah besarnya dana

yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

E. Bentuk Pokok

1. Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Sumber

dana untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat maupun

16
daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman serta

berbagai sumber lainnya. Sumber dana lain untuk upaya Kesehatan

masyarakat adalah swasta serta masyarakat. Sumber dari swasta

dihimpun dengan menerapkan prinsip public-private patnership yang

didukung dengan pemberian insentif, misalnya keringanan pajak untuk

setiap dana yang disumbangkan. Sumber dana dari masyarakat

dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri guna membiayai upaya

kesehatan masyarakat, misalnya dalam bentuk dana sehat atau

dilakukan secara pasif yakni menambahkan aspek kesehatan dalam

rencana pengeluaran dari dana yang sudah terkumpul di masyarakat,

contohnya dana sosial keagamaan.

2. Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) berasal

dari masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi

masyarakat rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari

pemerintah melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.

3. Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari

pemerintah untuk UKM dan UKP dilakukan melalui penyusunan

anggaran pendapatan dan belanja baik pusat maupun sekurang-

kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan

belanja setiap tahunnya.

4. Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat

untuk UKM dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai

dengan kemampuan. Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui

17
kepesertaan dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan wajib dan

atau sukarela.

5. Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private patnership

digunakan untuk membiayai UKM.

6. Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana Sehat dan Dana

Sosial

Keagamaan digunakan untuk membiayai UKM dan UKP.

7. Pembelajaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan

kesehatan keluarga miskin dilaksanakan melalui Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan wajib.

18
BAB VI

SUBSISTEM SDM KESEHATAN

A. Pengertian

Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan adalah pengelolaan upaya

pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan yang

meliputi : upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan serta pembinaan dan

pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan untuk mendukung

penyelenggaraan pembangungan kesehatan guna mewujudkan derajat Kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya.

B. Tujuan

1. Mampu mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang promosi kesehatan dengan cara menguasai dan

memahami pendekatan, metode dan kaidah ilmiahnya disertai dengan

ketrampilan penerapannya didalam pengembangan dan pengelolaan

sumber daya manusia kesehatan

19
2. Mampu mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan masalah

pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia kesehatan melalui

kegiatan penelitian

3. Mengembangkan/meningkatkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan

dengan ketajaman analisis permasalahan kesehatan,merumuskan dan

melakukan advokasi program dan kebijakan kesehatan dalam rangka

pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia kesehatan.

C. Unsur

1. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pengembangan dan

pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan;

2. pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia

kesehatan;

3. pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pengembangan dan

pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; dan pelaksanaan

administrasi Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya

Manusia Kesehatan.

D. Prinsip

1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) lokal maupun

pusat.

2. Pemeratan : keseimbangan hak dan kewajiban

20
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional.

E. Bentuk Pokok

1. Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat

memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan;

2. Perencanaan kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah dan

belum didukung sistem informasi SDM Kesehatan yang memadai;

3. masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis

SDM Kesehatan. Kualitas hasil pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan

kesehatan pada umumnya masih belum memadai;

4. Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan

berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, system penghargaan, dan

sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM

Kesehatan masih terbatas; serta

5. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta dukungan sumber daya

SDM Kesehatan masih kurang

21
BAB VII

SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

A. Pengertian

Subsistem Obat Dan Perbekalan Kesehatan adalah tatanan yang

menghimpun berbagai upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan serta

mutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung

dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

B. Tujuan

Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan

bermanfaat, serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin

terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya.

C. Unsur

22
1. Jaminan ketersediaan, upaya pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan

kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh

masyarakat.

2. Jaminan pemerataan, upaya penyebaran obat dan perbekalan kesehatan

secara merata dan berkesinambungan sehingga mudah diperoleh dan

terjangkau oleh masyarakat.

3. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan. upaya menjamin khasiat,

keamanan serta keabsahan obat dan perbekalan kesehatan sejak dari

produksi hingga pemanfaatannya

D. Prinsip

1. Obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia yang

berfungsi sosial, sehingga tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas

ekonomi semata.

2. Obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus dijamin

ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan harganya

dikendalikan oleh pemerintah dan tidak sepenuhnya diserahkan kepada

mekanisme pasar.

3. Obat dan Perbekalan Kesehatan tidak dipromosikan secara berlebihan dan

menyesatkan.

4. Peredaran serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan tidak boleh

bertentangan dengan hukum, etika dan moral.

23
5. Penyediaan obat mengutamakan obat esensial generik bermutu yang

didukung oleh pengembangan industri bahan baku yang berbasis pada

keanekaragaman sumberdaya alam.

6. Penyediaan perbekalan kesehatan diselenggarakan melalui optimalisasi

industri nasional dengan memperhatikan keragaman produk dan

keunggulan daya saing.

7. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit disesuaikan dengan standar

formularium obat rumah sakit, sedangkan di sarana kesehatan lain

mengacu kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

8. Pelayanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan secara rasional

dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat, harga, kemudahan diakses

serta keamanan bagi masyarakat dan lingkungannya.

9. Pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh

obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang

teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan

sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan

formal.

10. Pengamanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan mulai dari

tahap produksi, distribusi dan pemanfaatan yang mencakup mutu, manfaat,

keamanan dan keterjangkauan.

11. Kebijaksanaan Obat Nasional ditetapkan oleh pemerintah bersama pihak

terkait lainnya.

E. Bentuk Pokok

24
1. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional

diselenggarakan oleh pemerintah bersama pihak terkait.

2. Perencanaan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

yang ditetapkan oleh pemerintah bekerja sama dengan organisasi profesi

dan pihak terkait lainnya.

3. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan diutamakan melalui

optimalisasi industri nasional.

4. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh

pembangunan kesehatan dan secara ekonomis belum diminati swasta

menjadi tanggung jawab pemerintah.

5. Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi oleh pemerintah.

6. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit didasarkan pada

formularium yang ditetapkan oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah

Sakit

7. Pendistribusian obat diselenggarakan melalui pedagang besar farmasi.

8. Pelayanan obat dengan resep dokter kepada masyarakat diselenggarakan

melalui apotek, sedangkan pelayanan obat bebas diselenggarakan melalui

apotek, toko obat dan tempat-tempat yang layak lainnya, dengan

memperhatikan fungsi sosial.

9. Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat pelayanan apotek, dokter

dapat memberikan pelayanan obat secara langsung kepada masyarakat.

10. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan penyuluhan yan

penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab apoteker.

25
11. Pendistribusian, pelayanan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan harus

memperhatikan fungsi sosial.

12. Pengawasan mutu produk obat dan perbekalan kesehatan dalam peredaran

dilakukan oleh industri yang bersangkutan, pemerintah, organisasi profesi

dan masyarakat.

13. Pengawasan distribusi obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh

pemerintah, kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.

14. Pengamatan efek samping obat dilakukan oleh pemerintah, bersama

dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.

15. Pengawasan promosi serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan

dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan kalangan pengusaha,

organisasi profesi dan masyarakat.

26
BAB VIII

SUBSISTEM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A. Pengertian

Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah pengelolaan penyelenggaraan

berbagai upaya kesehatan, baik perorangan, kelompok, maupun masyarakat

secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan guna tercapainya derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya. Pemberdayaan masyarakat

mencakup pengembangan komunitas, pengembangan partisipasi dan

pembentukan kapasitas pemberdayaan untuk mewujudkan status kesehatan

yang optimal yang bertujuan untuk pengelolaan kontrol dan alokasi sumber

daya yang tersedia dalam interaksi partisipasi individu dan komunitas.

Pemberdayaan masyarakat diselenggarakan agar masyarakat berperan

dalam masalah kesehatan. SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh

27
pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat. Masyarakat bukan hanya

sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau

penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Oleh karenanya

pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat dapat

mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Dalam

pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat meliputi pula upaya

peningkatan lingkungan sehat oleh masyarakat sendiri dan upaya peningkatan

kepedulian sosial dan lingkungan sekitar. Upaya pemberdayaan perorangan,

keluarga dan masyarakat akan berhasil apabila kebutuhan dasar masyarakat

sudah terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat dan upaya kesehatan pada

hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan kesehatan.

B. Tujuan

Tujuan subsistem pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya upaya

pelayanan, advokasi dan pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok dan

masyarakat di bidang kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk

menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya.

Selain itu, tujuan dari subsistem pemberdayaan masyarakat adalah

meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu

mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap

pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan

pembangunan berwawasan kesehatan. Selain itu pemberdayaan masyarakat juga

28
mampu meningkatkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan; mendorong

ketepatan dalam perilaku pencarian pelayanan kesehatan dan meningkatkan

resilien bagi pasien secara berkelanjutan.

C. Unsur

Unsur – unsur subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari penggerak

pemberdayaan, sasaran pemberdayaan, kegiatan hidup sehat, dan sumber daya.

Subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari tiga unsur utama, yakni

pemberdayaan perorangan, penberdayan kelompok dan pemberdayaan

masyarakat umum.

1. Pemberdayaan Perorangan

Pemberdayaan perorangan adalah upaya meningkatkan peran, fungsi,

dan kemampuan perorangan dalam membuat keputusan untuk

memelihara kesehatan. Target minimal yang diharapakan adalah untuk

diri sendiri yakni mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) yang diteladani oleh keluarga dan masyarakat sekitar.

Sedangkan target maksimal adalah berperan aktif sebagai kader

kesehatan. Dalam menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup

bersih dan sehat. Pemberdayaan perorangan dilakukan atas prakarsa

peorangan atau kelompok yang ada di masyarakat termasuk swasta dan

pemerintah. Pemberdayaan perorangan juga ditujukan kepada tokoh

masyarakat, adat, agama, politik, swasta dan popular, yang mana

dilakukan melalui pembentukan pribadi – pribadi dengan PHBS serta

pembentukan kader- kader kesehatan.

29
2. Pemberdayaan kelompok

Pemberdayaan kelompok adalah upaya meningkatkan peran, fungsi dan

kemampuan kelompok – kelompok di masyarakat, termasuk swasta

sehingga di satu pihak dapat mengatasi masalah kesehatan yang

dihadapi

kelompok dan dipihak lain dapat berperan aktif dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan

dapat berupa program pengabdian (to serve), memperjuangkan

kepentingan masyarakat di bidang kesehatan (to advocate) atau

melakukan pengawasan social terhadap pembangunan kesehatan (to

watch). Pemberdayaan kelompok dilakukan atas prakarsa perorangan

atau kelompok yang ada di masyarakat. Pemberdayaan kelompok

utamanya ditujukan kepada kelompok atau kelembagaan yang ada di

masyarakat seperti RT/RW, kelurahan, banjar, nagari, dan lainnya.

Pemberdayaan kelompok dilakukan melalui pembentukan kelompok

peduli kesehatan dan atau peningkatan kepedulian kelompok atau

lembaga masyarakat terhadap kesehatan.

3. Pemberdayaan kelompok

Pemberdayaan masyarakat umum adalah upaya meningkatkan peran,

fungsi, dan kemampuan masyarakat, termasuk swasta sedemikian rupa

sehingga disatu pihak dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada di

masyarakat dan di pihak lain dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat secara keseluruhan. Kegiatan yang dapat dilakukan dapat

berupa program pengabdian, memperjuangkan kepentingan masyarakat

30
di bidang kesehatan atau melakukan pengawasan social terhadap

pembangunan kesehatan.

D. Prinsip

Sebagaimana yang tercantum dalam Perpres RI nomor 72 tahun 2012 tentang

Sistem Kesehatan Nasional, didalamnya juga memuat komponen mengenai

pengelolaan kesehatan yang dikelompokkan dalam berbagai subsistem. Salah

satu subsistemnya adalah pemberdayaan masyarakat. Berikut prinsip-prinsip

subsistem pemberdayaan masyarakat:

1. Berbasis masyarakat: Pemberdayaan masyarakat berbasis pada tata nilai

perorangan, keluarga, dan masyarakat, sesuai dengan keadaan sosial

budaya, kebutuhan, permasalahan, serta potensi masyarakat setempat

2. Edukatif dan kemandirian: Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk

menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, serta berperan aktif

dalam berbagai upaya kesehatan.

3. Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Memilih Pelayanan

Kesehatan: Masyarakat mempunyai kesempatan untuk menerima

pembaharuan, tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan bertanggung

jawab, serta kemudahan akses informasi, mengemukakan pendapat dan

terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

kesehatan diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.

4. Kemitraan dan Gotong Royong: Pemberdayaan masyarakat dilakukan

dengan menerapkan prinsip kemitraan dengan rasa peduli, tenggang rasa,

31
solidaritas, kebersamaan dan gotong royong untuk memenuhi kebutuhan

kesehatan masyarakat.

E. Bentuk Pokok

1. Penggerakan masyarakat: Pada hakekatnya pembangunan kesehatan

diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat. Keterlibatan aktif

masyarakat dalam proses pembangunan kesehatan dengan melakukan

penelaahan situasi masalah kesehatan, penyusunan rencana (penentuan

prioritas kesehatan), pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi upaya

kesehatan sehingga dapat mewujudkan kemandirian dan kesinambungan

dalam pembangunan kesehatan.

2. Pengorganisasian dalam pemberdayaan: Dilakukan oleh perorangan,

kelompok, dan masyarakat luas sesuai dengan kepentingannya dan

berdaya guna. Dalam hal pengorganisasian, penyelenggaranya dilakukan

melalui pemerintah maupun masyarakat atau dengan Upaya Kesehatan

Berbasis Masyarakat (UKBM), seperti: Poskestren, Musholla Sehat,

Desa Siaga, Pemuda Siaga Peduli Bencana (Dasipena), dan kemandirian

dalam upaya kesehatan.

3. Advokasi: Masyarakat melakukan advokasi kepada pemerintah dan

lembaga pemerintahan lainnya, seperti legislatif untuk memperoleh

dukungan kebijakan dan sumber daya bagi terwujudnya pembangunan

kesehatan. Pelaksanaan advokasi dilakukan dengan dukungan informasi

yang memadai serta metode yang berhasil guna dan berdaya guna.

4. Kemitraan: Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui kemitraan

dengan berbagai pihak, seperti seluruh sektor terkait, lembaga legislatif,

32
dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan

masyarakat agar terwujud dukungan sumber daya dan kebijakan dalam

pembangunan kesehatan.

5. Peningkatan Sumber Daya: Dalam pemberdayaan masyarakat perlu

didukung oleh pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang

kuat, pembiayaan yang memadai, dan dukungan berbagai sarana lain

yang berkaitan. Seperti didampingi oleh fasilitator, komunikator, dan

dinamisator dalam proses pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut guna

mencapai masyarakat yang berperilaku hidup sehat dan mandiri,

termasuk ketersediaan tenaga penggerak/promosi kesehatan, seperti di

Puskesmas dan rumah sakit yang mempunyai kompetensi dan integritas

tinggi.

33
BAB IX

SUBSISTEM MANAJEMEN KESEHATAN

A. Pengertian

Subsistem manajemen Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun

berbagai upaya administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data

dan informasi, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,

serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna

menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

B. Tujuan

Tujuan Subsistem manajemen Kesehatan adalah terselenggaranya fungsi-

fungsi administrasi kesehatan yang berhasil-guna dan berdaya-guna, didukung

oleh sistem informasi, IPTEK dan hukum kesehatan, untuk menjamin

34
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan yang setinggi - tingginya.

C. Unsur

1. Administrasi kesehatan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan

pembangunan kesehatan.

2. Informasi kesehatan adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang

merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah hasil penelitian dan

pengembangan yang merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di

bidang kesehatan.

4. Hukum kesehatan adalah peraturan perundang-undangan kesehatan yang

dipakai sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

D. Prinsip

1. Administrasi kesehatan diselenggarakan dengan berpedoman pada asas

dan kebijakan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan dalam

satu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Administrasi kesehatan diselenggarakan dengan dukungan kejelasan

hubungan administrasi dengan berbagai sektor pembangunan lain serta

antar unit kesehatan di berbagai jenjang administrasi pemerintahan.

35
3. Administrasi kesehatan diselenggarakan melalui kesatuan koordinasi yang

jelas dengan berbagai sektor pembangunan lain serta antar unit kesehatan

dalam satu jenjang administrasi pemerintahan.

4. Administrasi kesehatan diselenggarakan dengan mengupayakan kejelasan

pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab antar unit kesehatan

dalam satu jenjang yang sama dan di berbagai jenjang administrasi

pemerintahan.

5. Informasi kesehatan mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan

baik yang berasal dari sektor kesehatan ataupun dari berbagai sektor

pembangunan lain.

6. Informasi kesehatan mendukung proses pengambilan keputusan di

berbagai jenjang administrasi kesehatan.

7. Informasi kesehatan disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi untuk

pengambilan keputusan.

8. Informasi kesehatan yang disediakan harus akurat dan disajikan secara

cepat dan tepat waktu, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan

komunikasi.

9. Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan pengumpulan

data melalui cara-cara rutin (yaitu pencatatan dan pelaporan) dan cara-cara

nonrutin (yaitu survai, dan lain-lain).

10. Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek

kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.

11. Pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan adalah untuk kepentingan masyarakat yang sebesar-besarnya.

36
12. Pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan tidak boleh bertentangan dengan etika moral dan nilai agama.

13. Pengembangan hukum kesehatan diarahkan untuk terwujudnya sistem

hukum kesehatan yang mencakup pengembangan substansi hukum,

pengembangan kultur dan budaya hukum serta pengembangan aparatur

hukum kesehatan.

14. Tujuan pengembangan hukum kesehatan adalah untuk menjamin

terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum dan manfaat hukum.

15. Pengembangan dan penerapan hukum kesehatan harus menjunjung tinggi

etika moral dan agama.

E. Bentuk Pokok

1. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menerapkan prinsip

kemitraan yang didasari semangat kebersamaan dan gotong royong serta

terorganisasikan dalam berbagai kelompok atau kelembagaan masyarakat.

2. Pemerintah bersikap terbuka, bertanggungjawab dan bertanggunggugat

dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat, serta berperan sebagai

pendorong, pendamping, fasilitator dan pemberi bantuan (asistensi) dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan yang berbasis masyarakat.

3. Pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh

obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang

teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan

37
sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan

formal.

4. Pengamanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan mulai dari

tahap produksi, distribusi dan pemanfaatan yang mencakup mutu, manfaat,

keamanan dan keterjangkauan.

5. Kebijaksanaan Obat Nasional ditetapkan oleh pemerintah bersama pihak

terkait lainnya.

6. IPTEK kesehatan dihasilkan dari penelitian dan pengembangan kesehatan

yang diselenggarakan oleh pusat-pusat penelitian dan pengembangan milik

masyarakat, swasta dan pemerintah.

7. Pemanfaatan IPTEK kesehatan didahului oleh penapisan yang

diselenggarakan oleh lembaga khusus yang berwenang.

8. Untuk kepentingan nasional dan global, dibentuk pusat-pusat penelitian

dan pengembangan unggulan.

9. Penyebarluasan dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan

pengembangan kesehatan dilakukan melalui pembentukan jaringan

informasi dan dokumentasi IPTEK kesehatan.

10. Hukum kesehatan dikembangkan secara nasional dan dipakai sebagai

acuan dalam mengembangkan peraturan perundang-undangan kesehatan

daerah.

11. Ruang lingkup hukum kesehatan mencakup penyusunan peraturan

perundang-undangan, pelayanan advokasi hukum dan peningkatan

kesadaran hukum di kalangan masyarakat.

38
12. Penyelenggaraan hukum kesehatan didukung oleh pembentukan dan

pengembangan jaringan informasi dan dokumentasi hukum kesehatan serta

pengembangan satuan unit organisasi hukum kesehatan di Departemen

Kesehatan.

BAB X

PENYELENGGARAAN SKD

A. Pelaku

1. Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom.

39
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

4. Dinas adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang kesehatan.

5. Swasta adalah setiap komponen penyelenggara Upaya Kesehatan

nonpemerintah di Daerah

6. Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu

komunitas secara teratur dan saling tergantung satu sama lain meliputi

kelompok warga sipil, lembaga nirlaba, korporasi, dan kelompok non

pemerintah lain di Daerah

7. Organisasi Profesi adalah organisasi yang bergerak dibidang profesi

Tenaga Kesehatan yang melakukan pembinaan terhadap anggota dan

memberikan rekomendasi untuk izin praktik.

8. Laboratorium Kesehatan Daerah yang selanjutnya disebut Labkesda

adalah laboratorium kesehatan pada Dinas Kesehatan.

9. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

10. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah

Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Lingkungan Pemerintah

40
11. Sumber Daya Manusia Kesehatan yang selanjutnya disingkat SDMK

adalah seseorang yang bekerja secara aktif dibidang kesehatan, baik yang

memliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis

tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.

12. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

B. Proses Penyelenggaraan

1. Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menjamin ketersediaan

Pembiayaan Kesehatan terhadap seluruh subsistem SKD dengan prioritas

pada: pelayanan kesehatan dengan mengutamakan masyarakat miskin;

danb. upaya kesehatan kegawatdaruratan, kejadian luar biasa, dan

penanggulangan bencana.

2. Dalam menjamin ketersediaan Pembiayaan Kesehatan sebagaimana

dilakukan melalui penghitungan dan pencatatan biaya kesehatan (health

account) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Pentahapam

1. Lokakarya Penyamaan Persepsi Tentang Sistem Kesehatan;

41
2. Assessment dan analisis masalah kesehatan serta analisis terhadap 7

(tujuh) sub sistem kesehatan yang bersifat khas daerah dan telaah

peraturan perundang-undangan terkait Sistem Kesehatan;

3. Konsultasi publik draft naskah akademik tingkat kabupaten Tahap I;

4. Konsultasi publik draft akademik tingkat kabupaten Tahap II;

5. Konsultasi publik terhadap Ranperda tentang SKD, tahap I;

6. Seminar dan Lokakarya Penyelarasan Ranperda SKD;

7. Konsultasi draft Ranperda SKD ke Dinas Kesehatan Propinsi;

8. Pembahasan Ranperda di Sidang III DPRD Kabupaten / kota;

9. Asistensi Draft Ranperda SKD ke Biro Hukum Propinsi

10. Pertemuan finalisasi Ranperda dan Ranpebup SKD;

BAB XI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem Kesehatan Daerah (SKD) adalah merupakan implementasi sistem

Kesehatan Nasional yang ada didaerah.

42
Sistem kesehatan daerah sangat penting dibutuhkan karena sebagai

penggerak amanah pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat

dan daerah. Dengan diterapkannya sistem kesehatan daerah,kondisi dan

kebutuhan kesehatan spesifik di setiap daerah bisa terakomodir.

Salah satu daerah di Indonesia yang telah mengimplementasikan pentingnya

Sistem Keshatan daerah melalui Pemda adalah di Kabupaten, dengan melibatkan

beberapa stakeholders termasuk kemitraan untuk penguatan sistem kesehatan.

B. Saran

Pentingnya kerjasama lintas sektor/bidang, karena permasalahan dan

intervensi penguatan di bidang kesehatan memerlukan kerjasama dan dukungan

dari bidang-bidang non kesehatan dan juga dukungan aktor swasta dan

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, Anhari. 2009. Sekilas Tentang : Sistem Kesehatan Indonesia. Melalui

laman https://staff.blog.ui.ac.id/r-suti/files/2012/04/sik2_skn.pdf

Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS).

2016. Sistem Kesehatan Daerah (Skd): Belajar Dari Kabupaten Timur

43
Tengah Utara (TTU). Melalui laman http://aiphss.org/id/id-sistem-

kesehatan-daerah-skd-belajar-dari-kabupaten-timur-tengah-utara-ttu/

Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Melalui laman

http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/Kesehatan/SKN+.PDF

Adisasmito W. 2008. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Cahyani H.D. 2014. Studi Pemantauan Status Gizi (PSG) di Dinas Kesehatan

Kota Salatiga. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.

Jakarta. Depkes RI.

Dewi N.P. 2010. Pengaruh Kemudahan Penggunaan dan Kegunaan Terhadap

Pemakai Sistem Informasi manajemen dan Pengelolaan Administrasi

Terintegrasi di Rumah sakit Umum Daerah Sragen Tahun 2010.

Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. 2013. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan

Kabupaten Boyolali Tahun 2013. Boyolali: Dinas Kesehatan

Boyolali.

Ditjen PP dan PL. 2010. Pedoman Umum Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(draft 03). Jakarta: Menkes RI.

44
Ditjen PP dan PL. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Program STBM (draft 02). Jakarta:

Menkes RI.

Ditjen PP dan PL. 2011. Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM). Jakarta: Depkes RI.

George. 2002. Prinsip-prinsip Sistem Informasi manajemen. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Herawati D.M.H dan Sunjaya D.K. 2012. Sistem Surveilans dan Respons. Jakarta:

C.V Sagung Seto.

Kadir A. 2009. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.

Kepmenkes RI, 2008. Strategi Nasional Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat. Jakarta: Permenkes RI.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 852/Menkes/SK/IX/2008.

2008. Strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat. Jakarta:

Depkes RI.

71
Kurniawati H. 2009. Evaluasi Kinerja Aplikasi Sistem Informasi Manajemen

Askes Komersial pada Pasien Rawat Inap di PT. Askes Cabang

Boyolali Tahun 2009. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Nugrahaeni D.K. 2012. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

45
O’brien J.A dan Marakas G. 2009. Management Information System. Ninth: Inc

Boston.

Permenkes RI. 2014. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta: Permenkes RI.

Rustiyanto E. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang

Terintegrasi. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Suparman dan Soeparmin.2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta:

EGC.

Supriyanto S dan Damayanti N.A. 2007. Perencanaan dan Evaluasi. Surabaya:

Airlangga University Press.

Timmreck C.T. 2005. Epidemiologi (suatu pengantar). Jakarta: Kedokteran EGC.

Wijono. 2010. Manajemen Program Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat. Surabaya: CV. Duta Prima Airlangga.

WSP-EAP. 2009. Information On Improved Latrine Options. Jakarta: World Bak

Office.

Zainal Y. 2013. Perlunya Sistem Informasi Dalam Mengelola Data Rutin Untuk

Monitoring Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:Fakultas

Kedokteran UGM.

46

Anda mungkin juga menyukai