Anda di halaman 1dari 14

SISTEM KESEHATAN NASIONAL

OLEH :
Sulistian Ichwanto (1406521932)
Indra Rachmad Dharmawan (1506705185)
Riyana Setiadi (1506705475)
Annisa Perica Rasyid (1506705746)
Dimas Prasetyo Chandra (1506705765)
Irma Yudi Febrianti (1506705891)
Lienliaty (1506705916)
Margareth Aryani Santoso (1506705935)
Maria Alexandra Sinta Pramesthi Hapsari (1506705941)
Nur Hidayati (1506705986)
Rahmat Edi Wahyudi (1506706036)
Rendy Wijonarko (1506706061)

Program Studi Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Depok, 2015

BAB I
PENDAHULUAN

I.

SEJARAH SKN

Dalam mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia sesuai Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dapat terwujud. Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Kesejahteraan tidak akan
terwujud jika tidak didasari oleh kesehatan. Kesehatan merupakan faktor utama yang harus diupayakan dalam
mencapai kesejahteraan. Yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Demi mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya di bidang kesehatan, Pemerintah
Indonesia telah menyelenggarakan suatu sistem yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menjalankan
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kesehatan yaitu Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Sejarah berlakunya Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dimulai dengan adanya KEPMENKES No.
99A/Menkes/SK/III/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional, yang ditandatangani oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, dr. Suhardjono Surjaningrat pada tanggal 2 Maret 1982. Dasar terbentuknya
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bahwa pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional telah menunjukkan hasilnya dalam meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga
kebutuhan masyarakat untuk kesehatan semakin meningkat. Untuk itu masalah dan upaya kesehatan perlu
diselenggarakan semakin luas dan kompleks sehingga perlu ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN). SKN
ini dijadikan pedoman bagi penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia. Landasan hukum pembentukan SKN
adalah berdasarkan ketetapan MPR No IV/MPR/1978 tentang GBHN, Undang undang No 9 tahun 1960 tentang
Pokok Pokok dan Susunan Organisasi departemen.

Skema sejarah perkembangan SKN


Dalam perjalananya, SKN telah mengalami perubahan untuk mengantisipasi berbagai perubahan dan tantangan
strategis, baik internal maupun eksternal sehingga pada tanggal 10 Februari 2004, Menteri Kesehatan, Dr.
Achmad Sujudi menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.131/MENKES/SK/II/2004
tentang Sistem Kesehatan Nasional. Perbedaan Sistem Kesehatan Nasional sebelumnya adalah Keputusan Menteri
Kesehatan ini yang sudah berlandaskan Undang Undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan, juga terkait dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.574/Men.Kes/SK/IV/2000 tentang pembangunan kesehatan
menuju

Indonesia

Sehat

2010

serta

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.1277/Men.Kes/SK/XI/2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.


SKN kembali mengalami perubahan yang perlu disesuaikan dan disempurnakan untuk mengambil langkah
langkah pengembangan berbagai program pembangunan kesehatan yang sejalan dengan arah pembangunan
nasional yang tertuang dalan Undang Undang No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025. Untuk itu pada tanggal 13 Mei 2009 menteri kesehatan Dr.dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)
menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MENKES/SK/V/2009 tentang sistem
kesehatan nasional. Penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan berbagai
perubahan dan tantangan internal dan eksternal agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam mengelola
kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha
dan lembaga swasta. Tersusun nya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka

pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan
misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan
kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan
bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional.
I.2

DEFINISI

Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain pattern of work). Berdasarkan pengertian ini
dapat diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu sistem, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk
sistem; dan (2) interconnection, yaitu saling keterkaitan antar komponen dalam pola tertentu.
Sesuatu dikatakan sebuah system apabila didalamnya terdapat komponen-komponen penyusun sistem atau yang
biasa dikenal sebagai subsistem yang saling berkaitan dan berketergantungan. Selayaknya tubuh manusia, system
dapat diibaratkan sebagai integrasi fungsi organ-organ yang ada ditubuh manusia; jantung, otak, paru, dsb, yang
apabila salah satu dari organ tersebut bermasalah, maka secara otomatis homeostasis tubuh secara keseluruhan
akan terganggu.
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang
menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan
sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi,
sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996).
Menurut Perpres 72/2012 yang dimaksud dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan
kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menurut KEPMENKES 374/2009 adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Pada hakikatnya,SKN adalah merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan
kesehatan,yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dengan satu drap langkah guna menjamin
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.
BAB II
PRINSIP APLIKASI SKN

II.1

ELEMEN SKN

Berdasarkan pengertian bahwa System is interconnected parts or elements in certain pattern of work, maka di
sistem kesehatan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk
sistem yang berupa aktor-aktor pelaku; dan (2) interconnection berupa fungsi dalam sistem yang saling terkait
dan dimiliki oleh elemen-elemen sistem. Secara universal fungsi di dalam Sistem Kesehatan berdasarkan
berbagai referensi dapat dibagi menjadi:
1.
2.
3.

Pelayanan kesehatan
Pembiyayaan kesehatan
Pengembangan sumberdaya

Sistem kesehatan Nasional di Indonesia tersusun atas beberapa komponen atau subsistem, diantaranya:
1.

Subsistem Upaya Kesehatan: yaitu langkah-langkah kesehatan yang ditempuh untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan langkah promotif (promosi),
preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan). Dalam prosesnya, subsistem
upaya kesehatan mengintegrasikan 2 hal: Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP), yang menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau, bermutu dan berjenjang; mengikuti
prinsip profesional, ekonomis, sesuai moral dan etika bangsa; dan didasarkan atas perkembangan mutakhir

iptek kedokteran dan kesehatan.


2. Pembiayaan Kesehatan: pendanaan merupakan hal yang sangat vital dan elemen konstitutif dalam
keberlangsungan sebuah system. Pembiayaan kesehatan saat ini lebi banyak dikeluarkan dari uang pribadi,
dimana 75-80% pembiayaan kesehatan berasal dari uang pribadi. Minimnya Anggaran pemerintah dalam
sektor kesehatan menjadi faktor penentunya. Terlebih lagi, cakupan asuransi masih sangat terbatas, hanya
sekitar sepertiga penduduk yang dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meskipun demikian, mereka yang
mendapatkan asuransi pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi untuk sebagian pelayanan
kesehatan, sehingga masyarakat miskin jadi kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dibiayai
pemerintah. Akibatnya, sebanyak 20 persen penduduk termiskin di negara ini menerima kurang dari 10 persen
dari total subsidi kesehatan pemerintah sementara 20 persen penduduk terkaya menikmati lebih dari 40
3.

persen, sangat ironis.


Sumberdaya Manusia Kesehatan: sumber daya manusia atau suprastruktur dari sebuah system merupakan
actor yang bermain dalam pelaksanaan system tersebut, kualitas sebuah system kesehatan ditentukan oleh
kualitas kinerja SDMnya. Selain kualitas, distribusi tenaga kesehatan juga menjadi isu hangat permasalahan
kesehatan Indonesia. Tenaga kesehatan lebih terkonsentrasi pada kota-kota besar, sementara di pelosokpelosok negeri ini masih banyak yang kekurangan tenaga kesehatan. Wajib PTT bagi lulusan baru merupakan

4.

sebuah langkah jitu dalam pengadaan kesehatan di daerah-daerah terpencil


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan & makanan Minuman: termasuk didalamnya berbagai infrastruktur
yang diperlukan dalam penyelenggaraan kesehatan. Pemerataan distribusi fasilitas kesehatan public ke

daerah-daerah masih menjadi wacana besar yang harus diperhatikan oleh tenaga kesehatan. Pemerintah perlu
bekerjasama denga pihak swasta dalam sektor pengadaan fasilitas kesehatan ini, sebagai contoh, lebih dari
setengah rumah sakit merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan
kesehatan diberikan oleh pihak swasta. Pengadaan obat dari industri farmasi juga perlu diregulasi, agar
5.

masyarakat kecil juga dapat menikmati obat-obatan dengan kualitas baik dan harga terjangkau.
Manajemen & Informasi Kesehatan: pengelolaan sektor kesehatan merupakan hal yang cukup esensial
dalam system kesehatan. Kemudahan mendapatkan akses informasi kesehatan juga harus menjadi target
system, karena dengan mudahnya akses informasi, masyarakat akan semakin mandiri dan promosi kesehatan
menjadi semakin mudah. Kebijakan desentralisasi membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih
responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit, akan tetapi hal ini juga berdampak pada
hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan secara regional dan

6.

berkurangnya informasi kesehatan yang penting.


Pemberdayaan Masyarakat: keterlibatan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan menjadi salah satu
faktor kunci suksesnya system kesehatan. melalui pembentukan kader kesehatan di desa-desa dan penyuluhan
rutin ke masyarakat merupakan upaya strategis yang dapat dilakukan.

II.2

STRATEGI DAN TUJUAN SKN

Dalam batas-batas yang telah disepakati, tujuan sistem kesehatan adalah:

Meningkatkan status kesehatan masyarakat. Indikatornya banyak, antara lain Angka Kematian Ibu, Angka

Kematian Bayi, Angka kejadian penyakit dan berbagai indikator lainnya.


Meningkatkan respon penanganan terhadap masyarakat. Dalam hal ini masyarakat puas terhadap pelayanan

kesehatan.
Menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan diharapkan memberikan proteksi dalam
bentuk jaminan pembiayaan kesehatan bagi yang membutuhkan.

Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Konsep pembangunan nasional harus
berwawasan kesehatan, yaitu yang telah memperhitungkan dengan seksama berbagai dampak positif maupun
negatif setiap kegiatan terhadap kesehatanmasyarakat. Pembangunan kesehatan di selenggarakan dengan
memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit di samping penyembuhan
dan pemulihan kesehatan
Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan ditengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakinpelik,
dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya.maka strategi pembangunan kesehatan yang akan ditempuh contoh
Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah, Pemberdayaan Sumber
DayaManusia Kesehatan..

II.2.1

Kedudukan SKN terhadap terhadap system nasional lain

Terwujudya keadaan sehat di pengaruhi oleh berbagai factor,yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sector
kesehatan,melainkan juga tanggung jawab sebagai sector lain yang terkait dan terwujud dalam berbagai bentuk
system nasional .Dengan demikian ,SKN harus berintraksi secara harmonis dengan berbagai system nasional
tersebut, seperti :

Sistem pendidikan nasional.

Sistem Perekonomian nasional.

Sistem Ketahanan Pangan Nasional, Dan

Sistem-sistem nasional lainnya.


Dalam keterkaitan dan interaksinya,SKN harus dapat mendorong kebijakan dan upaya dari berbagai

sistem nasional sehingga berwawasan kesehatan. Dalam arti system-sistem nasional tersebut berkontribusi positif
terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan.
Terdapat 3 landasan dari SKN, yaitu:
1. Ladasan idiil
Pancasila merupakan landasan idiil dari pelaksanaan SKN di Indonesia
2. Landasan konstitusional
Landasan konstitusional adalah UUD 1945, terutama pasal 28A, pasal 28B (ayat1), pasal 28H (ayat 1 dan 3),
serta pasal 34 (ayat 2 dan 3)
3. Landasan operasional
Landasan operasional meliputi UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan ketentuan peraturan perundang
undangan yang lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
Mengingat pentingnya Sistem Kesehatan Nasional dalam mendukung peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia, maka SKN yang pada tahun 2009 ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam bentuk KEPMENKES
telah berubah menjadi PERPRES yang ditetapkan oleh Presiden pada tahun 2012. Diharapkan dengan hal
tersebut, program SKN menjadi tanggung jawab seluruh Bangsa Indonesia dan dengan demikian, kedudukan
SKN menjadi sejajar dengan Sistem Ketahanan Nasional yang lain antara lain Sistem Pendidikan Nasional,
Sistem Ketahanan Pangan Nasional dan sistem-sistem lainnya.

BAB III
ISU SKN
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari
kesejahteraan. Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Saat
ini, berbagai isu strategis muncul di Indonesia terkait dengan Sistem Kesehatan Nasiona. Isu strategis yang masih
terkendala antara lain:
III. 1

Masalah distribusi SDM Kesehatan dan kualitasnya

Salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah sumber daya manusia kesehatan. Tujuan
dari subsistem ini adalah tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil
serta termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna. Namun kenyataanya justru subsistem ini menemui
kendala, yaitu distribusi serta kualitas dan kinerja tenaga kesehatan masih belum sepenuhnya memadai.
Berdasarkan data secara nasional, Jumlah dokter spesialis baru mencapai 7,73 dari target 9; Dokter umum tercatat
baru mencapai 26,3 dari target 30. Sementara perawat baru mencapai 157,75 dari target 158 dan bidan 43,75 dari
target 75 per 100.000 penduduk. Padahal WHO menyarankan rasio tenaga kesehatan, yaitu 1 dokter per 1000
penduduk. Sedangkan berdasarkan Indikator Indonesia Sehat 2010, ratio ideal untuk dokter umum adalah 40 per
100.000 penduduk. Ratio dokter dengan jumlah penduduk di Indonesia, yaitu 0,3 untuk setiap 1000 penduduk.
Angka ini masih jauh tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Singapur (1,7), Malaysia (1,2), dan
Filipina (1,1).
Selain jumlah tenaga kesehatan yang terbatas, distribusi nakes (tenaga kesehatan) di Indonesia juga belum merata.
Kemenkes tahun 2014 mencatat bahwa tenaga kesehatan terbanyak ada di pulau Jawa dan Bali dengan presentase
sebesar 48% atau 435.877 orang. Sedangkan di Papua jumlah nakesnya hanya 18.332 orang atau sekitar 2%.
Dengan kata lain bahwa tujuan subsistem SDM kesehatan belum terpenuhi.
Masalah distribusi nakes terlihat di tingkat kabupaten. Hal ini ditandai dengan masih adanya 14,07% puskesmas
yang tidak memiliki dokter. Selain itu masih ada puskesmas yang tidak memiliki 1 tenga doker, 1 perawat dan 1
bidan, yaitu sebesar 16,76%
Adanya kebijakan nasional tentang tenaga kesehatan yang mencakup aspek perencanaan kebutuhan, pengadaan,
dan penempatan, tidak menjamin pemerataan distribusi nakes. Hal dikarenakan kabupaten/kota tidak menjalankan
Kepmenkes No.61/2004 mengenai pedoman perencanaan. Adapun yang menjadi alasan utama, yaitu kurangnya
sosialisasi, terbatasnya data dan informasi.

Beberapa factor lain yang juga mempengaruhi masalah ini diantaranya: kondisi geografis, sarana transportasi dan
infrastruktur. Dan factor yang paling penting ialah regulasi terkait dengan kualitas, kuantitas serta distribusi
tenaga kesehatan.
Masalah kualitas nakes di Indonesia, menjadi salah satu isu yang juga sering dibicarakan selain masalah distribusi
nakes. SUSENAS 2001 menyebutkan bahwa 23,2% masyarakat yang ada di Jawa dan Bali tidak atau kurang puas
terhadap pelayanan rawat jalan di Rumah Sakit yang ada di kedua pulau tersebut. Banyaknya perguruan tinggi di
Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan kesehatan tidak diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga
kesehatan. Beberapa usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ditribusi SDM kesehatan, yaitu
dengan:
a.
b.
c.
d.
e.

Pendayagunaan
Penugasan khusus residen
Pengangkatan penugasan khusus D III kesehatan kementerian kesehatan
Pengangkatan dokter spesialis/dokter spesialis gigi/ dokter/dokter gigi sebagai PTT Kementerian Kesehatan
Pengangkatan bidan sebagai bidan PTT kementerian kesehatan

Sedangkan upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan dan mutu SDM Kesehatan, yaitu dengan:
a. Melaksankan program bantuan pendidikan berkelanjutan.
b. Program Internship Dokter Indonesia (PIDI)
c. Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
III. 2

Desentralisasi Layanan Kesehatan Yang Belum Merata

Pengertian desentralisasi menurut para ahli yaitu :


a. Henry Maddick (1963) ialah penyerahan kekuasaan secara hukum untuk dapat menangani bidang-bidang
atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom.
b. Rondinelli, Nellis, dan juga Chema (1983) ialah penciptaan atau penguatan, baik itu dari segi keuangan
maupun hukum, kepada unit-unit pemerintahan subnasional yang penyelenggaraannya secara bersifat
substansial berada diluar kontrol langsung dari pemerintah pusat.
c. Rondinelli (1983) ialah penyerahan perencanaan , pembuatan keputusan, ataupun kewenangan
administratif dari pemerintah pusat kepada suatu organisasi wilayah, satuan administratif daerah,
organisasi semi otonom, pemerintah daerah, ataupun organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya
masyarakat.
d. Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) ialah merujuk kepada pemindahan kekuasaan dari pemerintah pusat
baik itu melalui dekonsentrasi (delegasi) pada pejabat wilayah ataupun melalui devolusi pada badan-badan
suatu otonom daerah.
Sehingga desentralisasi layanan kesehatan dapat diartikan sebagai pendelegasian dalam membuat kebijakan
perencanaan, pembuat keputusan ataupun kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam rangka pembangunan layanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi tujuan

efisiensi dan tujuan pemerataan. Tujuan pemerataan yang dimaksud adalah ketersediaan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan biaya yang sesuai dengan kemampuan membayarnya.
Tujuan pemerataan ini menjadi perhatian khusus dikarenakan adanya perbedaan kebutuhan pelayanan setiap
warga negara yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan itu terlihat pada belum adanya
pemerataan pada akses dan mutu pelayanan kesehatan pada setiap daerah.
a. Pemerataan pada akses
Belum adanya pemerataan pada akses dapat terlihat dari segi ketersediaan Fasyankes dan keterjangkauan
jarak ke yang belum memadai untuk menunjang pelayanan kesehatan.
Jika kita membicarakan masalah akses maka indikator yang dapat dinilai untuk melihat apakah akses
pelayanan kesehatan pada setiap daerah sudah merata yaitu :
1) Indikator Daya jangkau
Daya jangkau yang dimaksud disini yaitu berkaitan dengan dengan kedekatan, transportasi dan tempat
atau lokasi pelayanan bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
2) Indikator Daya sedia
Daya sedia yang dimaksud disini yaitu berkaitan dengan ketersediaan pelayanan kesehatan yang dapat
dijangkau kapanpun dan dimanapun baik itu dari segi lokasi, sumber daya manusia, fasilitas dan sarana
serta prasarana sehingga mampu untuk memberika pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan.
3) Indikator Daya sanggup
Daya sanggup yang dimaksud disini yaitu berkaitan dengan kesanggupan dalam menggunakan fasilitas
kesehatan secara ekonomis dan sosial serta kemampuan untuk membayar dalam hal ini berhubungan
dengan pendapatan, aset dan asuransi.
b. Pemerataan pada mutu
Belum adanya pemerataan pada mutu dapat terlihat dari segi standarisasi dan kode etik di Rumah Sakit
dan Puskesmas untuk melakukan pelayanan kesehatan pada setiap daerah.
Jika kita membicarakan masalah mutu maka indikator yang dapat dinilai untuk melihat apakah mutu
pelayanan kesehatan pada setiap daerah sudah merata yaitu :
1) Indikator yang mengacu pada aspek medis.
2) Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi Rumah Sakit.
3) Indikator yang mengacu pada keselamatan pasien.
4) Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien.
Peran pemerintah untuk menangani isu desentralisasi layanan kesehatan yang belum merata yaitu pada paparan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Bidang Kesehatan tahun
2015 pada Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI pada tanggal 9 Juni 2014 diangkat beberapa isu strategis
dan arah kebijakan pembangunan kesehatan tahun 2015, salah satu isu strategisnya yaitu peningkatan akses
dan mutu pelayanan kesehatan.
Pada paparan tersebut disebutkan bahwa RPJMN III Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk tahun
2015 sampai dengan 2019 yaitu Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mulai
mantap.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam paparan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tersebut dikeluarkan
juga kebijakan yaitu:
a. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas farmasi, alat kesehatan.

b. Peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.


c. Mengembangkan Jaminan Kesehatan Nasional.
d. Peningkatan ketersediaan, penyebaran dan kualitas SDM kesehatan.
e. Menguatkan manajemen dan sistem informasi kesehatan.
f. Peningkatan efektifitas pembiayaan kesehatan.
g. Peningkatan pengawasan obat dan makanan.
h. Mengembangkan pelayanan kesehatan primer.
i. Menguatkan pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas.
Untuk pemerataan pada mutu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 012 tahun 2012 tentang akreditasi Rumah Sakit. Sedangkan untuk
Puskesmas dan pelayanan primer lainnya Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 46 tahun 2015 tentang akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Dokter Gigi.
III. 3

Pembiayaan kesehatan belum seimbang

Program Indonesia Sehat melalui Jaminan Kesehatan Nasional dengan tujuan Universal Health
Coverage(jaminan menyeluruh) tidak terasa sudah setahun lebih berjalan.Sudah banyak perkembangan yang
didapatkan terutama dari jumlah kepesertaan yang semakin hari semakin banyak. Penguatan pembiayaan sebagai
salah satu pilar (sub sistem pembiayaan) dari Sistem Kesehatan Nasional diharapkan dapat menekan pengeluaran
dari saku sendiri dengan bantuan sektor publik. Paradigma sehat tetap harus ditegakkan lebih baik mencegah
dariapda mengobati (kuratif).
Pasal 71 ayat (1) dan (2) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor kesehatan minimal sebesar 5% dari total APBN di luar
belanja gaji. Demikian halnya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor kesehatan
minimal sebesar 10% dari total APBD diluar belanja gaji. . Namun pada prakteknya, alokasi anggaran dimaksud
baik dalam APBN maupun APBD belum mencapai prosentasi minimal yang diamanatkan oleh Undang-Undang
dimaksud.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sektor kesehatan perlu bekerja sama untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang lebih baik. Mulai dari level regulator hingga level mikro untuk menjamin pelaksanaan
program SKN yang lebih baik. Masing-masing pihak perlu melakukan terobosan untuk menjawab tantangan yang
terjadi. Berikut tiga hal yang harus dilakukan, yaitu: 1) Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer; 2) Penguatan
Sistem Informasi; serta 3) Penguatan Sistem Pembiayaan.
Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer
Fakta di lapangan bahwa lebih dari 70% penyakit yang ditangani di Rumah Sakit (RS) merupakan penyakit yang
sebenarnya dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal inilah yang mendasari perlunya
penguatan Sistem Rujukan Nasional. Diharapkan dengan penguatan sistem rujukan, akan terjadi penurunan beban
kapasitas RS dan penurunan tingkat kematian di RS.
Dalam hal ini, tentu perlu didukung dengan peningkatan akses, mutu dan sumber daya manusia di pelayanan
kesehatan primer, juga disertai dengan adanya regionalisasi rujukan di tingkat Kabupaten/Kota, regional, hingga
rujukan nasional. Di samping itu, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat sekunder. Sebagaimana
sistem lainnya, sistem kesehatan berjalan dengan suatu tata kelola agar tujuan sistem kesehatan dapat tercapai
dengan baik. Dengan demikian dalam menata sistem kesehatan, diperlukan integrasi dari berbagai level
pemerintahan.
Penyusunan dan pengembangan sistem kesehatan Nasional tidak dapat berdiri sendiri dalam satu kabupaten atau
kota saja. Ketergantungan satu sama lain antara pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/Kota membutuhkan
pemaknaan mengenai kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan. Untuk mempelajari kebijakan desentralisasi di
sektor kesehatan secara lebih mendalam.
Penguatan Sistem Informasi bagi Pelayanan Kesehatan
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) merupakan indikator yang digunakan untuk menilai
pembangunan kesehatan masyarakat.
IPKM digunakan untuk menilai pembangunan kesehatan baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi maupun
nasional. Penggunakan IPKM dalam salah satu penilaian keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota dan Provinsi..
Wakil Menteri dan Prof. Ascobat menambahkan, terkait layanan kesehatan dasar, peningkatan akses dan kualitas
layanan, masih menjadi tantangan teristimewa bagi masyarakat yang berada dalam kategori Daerah Tertinggal
Perbatasan Kepulauan (DTPK) dimana saat ini terdapat sekitar 183 kabupaten kategori DTPK dengan layanan
Puskesmas dan Puskesmas pembantu yang masih jauh dari standard nasional.

Terkait hal ini, tantangan yang dihadapi adalah kebutuhan merevisi Undang-Undang dan peraturan terkait
desentralisasi yakni UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah , UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah No. 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan, Pemerintah
daerah kabupaten/Kota. Revisi regulasi tersebut sangat diperlukan bagi kebutuhan akselerasi pembangunan sektor
kesehatan melalui penataan dan optimalisasi peran dan sumberdaya baik yang ada di tingkat nasional, provinsi
maupun kabupaten/kotaHal kedua, penguatan sistem manajemen dan informasi, khusunya mengenai Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) dan Civil Registration and Vital Statistics (CRVS).
Penguatan Sistem Pembiayaan
Kesehatan merupakan tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan finansial kepada rakyat agar tidak
jatuh miskin ketika menderita suatu penyakit. Program JKN akan meningkatkan akses, keadilan sosial, dan
sekaligus mereformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Sampai saat ini cakupan jaminan kesehatan di
Indonesia telah mencapai 163.547.921 jiwa yang meliputi kepesertaan.
Sementara Prof. Ascobat selaku Program Technical Assistance AIPHSS memaparkan bahwa penguatan sistem
kesehatan adalah unsur penting yang harus secara serius dipertimbangkan dan di kedepankan dalam penyusunan
RPJMN 2015-2019 sektor kesehatan. Kondisi ini adalah sebuah tantangan besar bagi penyusunan RPJMN 20152019 untuk sector kesehatan. Iimplementasi Sistem Kesehatan Nasional yang adalah bagian dari RPMJN 2009
2014. Namun Jaminan Kesehatan Nasional ini hanya meng-cover layanan kesehatan individu yang bersifat
kuratif. Artinya, program kesehatan masyarakat masih menjadi tanggungjawab besar pemerintah melalui alokasi
pembiayaan. Kenyataan ini tentunya menjadi tantangan besar bagi RPJMN 2015-2019 untuk menyeimbangkan
pembiayaan antara upaya kesehatan perorangan yang kuratif dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang
bersifat promotif dan preventif.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Perpres 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional


2. Kepmenkes No 379 Tahun 2009 tentang SKN
3. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes Memperluas Cakupan Pelayanan Kesehatan di Indonesia
4. http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/index.php
5. Afiati HK, SKM, MPH, AAAK, Menyoal JKN dalam SKN
http://persakmi.or.id/program/menyoal-jkn-dalam-sistem-kesehatan-nasional-skn

6. Shita Listya Dewi, Sinergi Kebijakan Upaya Penghematan Anggaran Belanja, Pusat Kebijakan dan
Manajemen Kesehatan
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 3 September 2013

7. Divisi Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Mutu Layanan Kesehatan, Pusat Kebijakan dan
Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM
http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1712

8. Sari Patutusi, Ekstraksi Servis Pada Sistem Informasi Kesehatan , Manado


9. http://aiphss.org/health-sector-review/?lang=id Health Sector Review: Jenjang RPJMN 2015-2019 Sektor
Kesehatan

10. Sukseskan Program Indonesia Sehat (2014)


www.depkes.go.id Sukseskan Program Indonesia Sehat

11. http://aiphss.org/indonesia-health-sector-review-2014-menelaah-sektor-kesehatan-dengan-lebihseksama/?lang=id

12. http://aiphss.org/sumber-daya-manusia-kesehatan-apa-yang-masih-kurang/?lang=id
13. http://www.kemlu.go.id/Documents/Penelitian%20BPPK%202014/Laporan%20Akhir%20Liberalisasi
%20Jasa.pdf

14. http://hapsafkmui.tumblr.com/post/115478955773/evaluasi-subsistem-sumber-daya-manusia-kesehatan
15. http://bppsdmk.depkes.go.id/web/images/news/13-05-2014/ISI%20BUKU-5-Edit.pdf
16. BUKU PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN DALAM PERSIAPAN
PELAKSANAAN JKN

Anda mungkin juga menyukai