Anda di halaman 1dari 9

1.

The building block WHO dalam kaitannya dengan


Sistem Kesehatan Nasional/SKN
2.prinsip dasar dan fungsi
manajemen pelayanan kesehatan
3.Puskesmas dan program kerjanya
4.Standar Pelayanan Minimal
5.Health Equity
6.Jaminan Kesehatan
Nasional (termasuk
hukum dan regulasinya di
Indonesia)
SKENARIO 1: Belajar Sistem
dr. Riza merupakan salah seorang peserta program dokter internship di wahana Kota Sabang. Berbeda dengan sejawat
dokter intership lainnya, dr. Riza sudah menyelesaikan pendidikan Magister pada bagian Ilmu Kesehatan Masayarakat
dan Manajemen Kesehatan di sebuah universitas ternama di Australia. Oleh karena itu, meskipun masih sebagai dokter
intership, tapi sudah sering dilibatkan dalam diskusi terkait sistem pelayanan kesehatan yang diterapkan di Indonesia.
Dalam sebuah diskusi, dr. Riza menjelaskan hal yang mendasar dari sebuah sistem kesehatan nasional, terutama
berkaitan dengan subsistem upaya kesehatan, adalah ketika mampu melakukan upaya untuk peningkatan accessibility,
affordability serta quality assurance dari sebuah pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Oleh karena Puskesmas
merupakan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat lini pertama dalam rangka menyukseskan program pemerintah
berkaitan dengan kesehatan, perlu adanya suatu Standar Pelayanan Minimal yang diimplementasikan dengan
menjunjung tinggi prinsip equity yang tertuang dalam program kerja puskesmas. Menurut dr. Riza, hal ini menjadi
prioritas dalam menjalankan fungsi manajemen kesehatan untuk terciptanya masyarakat yang sehat dan unggul. Hasil
diskusi tersbut kemudian dijadikan landasan dalam mengembangkan program puskesmas dalam rangka persiapan
menuju puskesmas yang terakreditasi dan peningkatan pelayanan kesehatan untuk masyarakat terutama yang berada di
wilayah kerja puskesmas tersebut.
Bagaimana Anda memaknai pernyataan dr. Riza diatas?
Pelayanan kesehatan ini dilakukan oleh:

A. Dokter Spesialis
B. Dokter Subspesialis terbatas
C. Perawat
D. Bidan
E. Petugas kesehatan lingkunga
F.
1. DEFINISI SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
Pengertian Sistem Pelayanan Kesehatan
Menurut Marciariello ada dua bentuk sistem yang berlaku yakni sistem formal dan sistem informal.
Sistem Formal adalah sistem yang memungkinkan pendelegasian otoritas dimana sistem formal
memprjelas struktur, kebijakan dan prosedur yang harus diikuti oleh anggota organisasi.
Sistem Infomal adalah sistem yang lebih berdimensi hubungan antar pribadi yang tidak ditunjukkan
dalam struktur formal. Biasanya dalam organisasi ada dimensi informal seperti itu.

3. KOMPONEN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

a. Primer, pelayanan peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan keluarga, kelompok, dan
masyarakat.Merupakan tanggung-jawab Dinkes Kabupaten/ Kota yg pelaksanaan operasionalnya dpt
didele-gasikan kpd Puskesmas.Masyarakat termasuk swasta dpt menyeleng-garakan pelayanan
kesehatan sesuai peraturan yg berlaku dan berkerjasama dgn pemerintah. Pembiayaan pelayanan
kesehatan masyarakat primer ditanggung oleh pemerintah bersama masyarakat, termasuk swasta.

b. Sekunder, menerima rujukan kesehatan dari pe-layanan kesehatan masyarakat primer & mem-
berikan fasilitasi dlm bentuk sarana, teknologi, & sumber daya manusia kesehatan serta didukung
oleh pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
Merupakan tanggung-jawab Dinkes Kabupaten/ Kota dan atau Provinsi sbg fungsi teknisnya, yakni
melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yg tidak sanggup/tidak memadai dilakukan pada
pelayanan kesehatan masyarakat primer.

Fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta hrs mempunyai izin sesuai peraturan yang berlaku serta
bekerjasama dgn unit kerja Pemda, seperti laboratorium kesehatan, Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan, Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan, dll.

c. Tersier, menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan
memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan
operasional.

Merupakan tanggung-jawab Dinkes Provinsi dan Kemkes yg didukung dgn kerja sama lintas sektor.
Institut pelayanan kesehatan masyarakat tertentu scr nasional dapat dikembangkan untuk
menampung kebutuhan.

Pelaksananya adalah Dinkes Provinsi, Unit kerja terkait di tingkat Provinsi, Kemkes, & Unit kerja
terkait di tingkat nasional.

4. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

1. Pergeseran Masyarakat dan konsumen


Hal ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen terhadap peningkatan
kesehatan, pencehgahan penyakit dan upaya pengobatan. Sebagai masyarakat yang memiliki
pengetahuan tentang masalah kesehatan yang meningkat, maka mereka mempunyai kesadaran yang
lebih besar yang berdampak pada gaya hidup terhadap kesehatan. Akibat nya kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan meningkat.

2. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi baru


Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi i sisi lain dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
karena adanya peralatan kedokteran yang lebih canggih dan memadai walau disisi yang lain juga
berdampak pada beberapa hal seperti, meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, melambungnya
biaya kesehatan dan dibutuhkannya tenaga profesional akibat pengetahuan dan peralatan yang lebih
modern

3. Issu Legal dan Etik


Sebagai masyarakat yang sadar terhadap hak nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
pengobatan, issu etik dan hukum semakin meningkat ketika mereka menerima pelayanan kesehatan.
Pemberian pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan kurang manusiawi maka persoalan
hukum kerap akan membayangi nya.

4. Ekonomi
Pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan barangkali hanya dapat dirasakan oleh orang-orang
tertentu yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan, namun bagi klien dengan status ekonomi rendah tidak akan imampu mendapatkan
pelayanan kesehatan yang paripurna karena tidak dapat menjangkau biaya pelayanan kesehatan.
5. Politik
Kebijakan Pemerintah dalam sistem pelayanan kesehatan akan berpengaruh kepada kebijakan
tentang bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dan siapa yang menanggung biaya
pelayanan kesehatan.

5. PELAYANAN KESEHATAN

Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan dasar
manusia tentang kesehatan. Diantara pelayanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut:

Health promotion

Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui
peningkatan kesehatan. Pelaksanaan ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar
masyarakat atau sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan.

Specific protection (Perlindungan khusus)

Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang akan
menyebabkan penurunan status kesehatan, atau bentuk perlindungan terhadap penyakit-penyakit
tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian
imunisasi yang digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT,
Hepatirtis, campak, dan lain-lain.

Early diagnosis and promt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera)

Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk kedalam tingkat dimulainya atau ditimbulnya gejala
dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang
lebih lanjut serta dampak dari timbulnya penyakit shingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat
pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survey pencarian kasus baik secara
individu maupun masyarakat, survey penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.

Disability limitation (pembatasan cacat)

Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami
dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau
penyakit yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat di lakukan dapat berupa
perawatam untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala
fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.

Rehabilitation (rehabilitasi)
Tingkat pelayanan ini di laksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh. Sering pada tahap ini
dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana program latihan-latihan yang
diberikan pada pasien., kemudian memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau
gairah hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karina
kesadaran yang dimilikinya.

Dasar sistem

Dasar Sistem Kesehatan Nasional

Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar-dasar sebagai berikut:


1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu untuk
meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap penyelenggaraan SKN berdasarkan pada
prinsip hak asasi manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain menggariskan bahwa setiap
rakyat berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
tanpa membedakan suku, golongan, agama, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis


Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi,
Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta
subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan
prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis
antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing.
Kemitraan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya guna, agar diperoleh
sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

3. Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)


Agar SKN berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang baik dari para
pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good governance).
Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional,
profesional, serta bertanggung-jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel).

4. Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai peraturan
perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law enforcement).

5. Antisipatif dan Pro Aktif


Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi,
yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada
antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan strategis baik
yang bersifat internal maupun eksternal.

6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan
program kesehatan harus menerapkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan
kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan
dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil
terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan.
Sistem kesehatan menurut WHO adalah sebuah proses kumpulan berbagai faktor kompleks yang
berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada setiap saat diutuhkan.
Dalam sebuah sistem harus terdapat unsur-unsur input, proses, output, feedback, impact dan lingkungan.
Sistem kesehatan yang telah di sahkan sesuai SK Menkes bahwa tujuan yang pasti adalah meningkatkan derajat yang
optimal dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Dasar 1945.
Sistem Kesehatan Nasional perlu dilaksanakan dalam konteks Pembangunan Kesehatan secara keseluruhan
dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti: kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan
keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, dan kemampuan tenaga kesehatan
mengatasi masalah tersebut.
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar
yang meliputi:
1. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
2. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
3. Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
4. Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi/terobosan dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem rujukan.
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi,
Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem
lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana,
keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi
bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, hingga
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, 28 H ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (2)
dan ayat (3), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1),
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
SKN dan pembangunan kesehatan.
Mengacu pada substansi perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini serta pendekatan
manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem yang mempengaruhi pencapaian dan kinerja Sistem Kesehatan
Nasional di Indonesia meliputi:
1. Upaya Kesehatan : Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
dan pemulihan (rehabilitasi) masih dirasakan kurang. Memang jika kita pikirkan bahwa masalah Indonesia tidak hanya
masalah kesehatan bahkan lebih dari sekedar yang kita bayangkan, tapi jika tahu bahwa dalam hal ini kita masih dalam
proses dimana bagai sebuah ayunan yang mana pasti akan menemukan titik temu dan kita dapat menunggu, tapi
kapankah hal ini...kita tunggu yang lebih baik. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia.
2. Pembiayaan Kesehatan : Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu hanya rata-rata 2,2% dari Produk
Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD 12-18 per kapita per tahun. Persentase ini masih jauh dari anjuran
Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Sementara itu anggaran pembangunan
berbagai sektor lain belum sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat,
terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
3. SDM Kesehatan : Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi
dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan
kesehatan. Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam pemerataannya masih belum merata, bahkan ada beberapa
puskesmas yang belum ada dokter, terutama di daerah terpencil. Bisa kita lihat, rasio tenaga kesehatan dengan jumlah
penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap
jumlah penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah
penduduk 1:2.850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru, dengan rasio terhadap jumlah
penduduk 1:2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas. Hal ini bisa
menjadi refleksi bagi Pemerintah dan tenaga medis, agar terciptanya pemerataan tenaga medis yang memadai.
4. Sumberdaya Obat, Perbekalan Kesehatan, dan Makanan : Meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek
keamanan, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah
dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Industri farmasi di Indonesia saat ini cukup berkembang seiring waktu. Hanya
dalam hal ini pengawasan dalam produk dan obat yang ada. Perlunya ada tindakan yang tegas, ketat dalam hal ini.
5. Pemberdayaan Masyarakat : Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh
pemberdayaan masyarakat. Ini penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai
pelaku pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi aktif
masyarakat. Dalam hal ini agar tercapainya Indonesia Sehat 2010 juga dibutuhkan. Sayangnya pemberdayaan
masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat
dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan
masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk
pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum banyak
dilaksanakan.
6. Manajemen Kesehatan : Meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum kesehatan, dan
informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, diperlukan
manajemen kesehatan. Manajemen kesehatan sangatlah berpengaruh juga, karena dalam hal ini yang memanage
proses, tetapi keberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi
kesehatan, dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta
administrasi kesehatan. Jika tidak tersedianya hal ini maka bisa jadi proses manajemen akan terhambat/ bahkan tidak
berjalan. Sebenarnya, jika kita menengok sebentar bagaimana proses pemerintah bekerja, selalu berusaha dan berupaya
yang terbaik, baik juga tenaga medis. Hanya saja dalam prosesnya terdapat sebuah kendala baik dalam SDM pribadi
ataupun sebuah pemerintahan itu. Bisa jadikan renungan bagaimana kita bisa membuat sebuah sistem yang lebih baik
dengan input-proses-dan output yang bisa menghasilkan sebuah kebanggaan dan sebuah tujuan bersama
3. Mudah Dicapai (Accessible)
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai
(accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan di sini terutama
dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang
baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan
kesehatan yang selalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan sementara itu tidak
ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik

1. Akses terhadap pelayanan (Accessibility)


Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial
ekonomi, budaya, organisasi maupun hambatan yang terjadi karena perbedaan bahasa.
a. Geografis
Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang akan mendapat pelayanan, dapat
diukur dengan jenis tansportasi yang digunakan untuk menuju tempat pasien, jarak / jauh dan tidaknya
tempat yang dituju, waktu perjalanan.
b. Akses ekonomi
Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya terjangkau
pasien. Pelayanan yang diberikan memperhatikan keadaan ekonomi pasien, apabila pasien kurang
mampu bukan berarti tidak diberikan pelayanan yang maksimal. Dalam hal ini yang dimaksud
memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaan terjangkau yaitu pasien diberi jalan lain untuk tetap
mendapat pelayanan kesehatan melalui bantuan misalnya dari pemerintah dengan menggunakan
ASKESKIN.
c. Akses sosial atau budaya
Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku
dari masyarakat setempat.
d. Akses organisasi
Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik, waktu
tunggu.
e. Akses bahasa
Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami pasien.

4. Mudah Dijangkau (Affordable)


Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau
(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan di sini terutama
dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan
biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat
saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu (Quality)
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu (quality).
Pengertian mutu yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat
memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya

sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan. quality management atau manajemen mutu.
Dengan demikian jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan :
a. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal layanan
kesehatan.
b. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam instansi pelayanan kesehatan.
c. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan atau dugaan.
d. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan bahwa semua
tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan
akan merasa bahwa kontrbusinya kepada instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan dihargai.
e. Menghindarkan pemborosan setiap bagian instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan, termasuk
waktu, karena waktu adalah uang.
f. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada saat yang sama
harus mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.
g. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the right things all the times.
Pada dasarnya tahapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui :

a. Mutu
b. Penyusunan standar
c. Mengukur apa yang dicapai
d. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.

Semua langkah dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu berulang dan
berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat dalam gambar lingkaran mutu.Keberhasilan suatu
upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan memerlukan hal-hal berikut :

a. Komitmen dari pemimpin instansi pelayanan kesehatan puncak


b. Komitmen dari semua personel
c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan
d. Bersedia melakukan perubahan sikap
e. Pencatatan yang akurat
f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat instansi pelayanan kesehatan
g. Pelatihan tentang pengetahuan dan ketrampilan mutu dan jaminan mutu layanan kesehatan.

SPM DEFINISI
Ketentuanttgjenisdanmutupelayanandasaryagmerupakanurusanwajibdaerahyang
berhakdiperolehsetiapwargasecaraminimal. JENIS PELAYANAN
1.PelayananKesehatanDasar(18 indikator)

2.PelayananKesehatanRujukan(2 indikator)

PenyelidikanEpidemiologi
3. danPenanggulanganKejadianLuarBiasa
/ KLB (1 indikator) .
4. PromosiKesehatandanPemberdaya
an Masyarakat(1 indikator)

HQ
Adapun ekuitas pelayanan kesehatan di Indonesia belum merata di tiap wilayah. Studi yang dilakukan Nadjib di tiga
belas propinsi menunjukkan bahwa probabilitas untuk akses pelayanan kesehatan terbukti berbeda antar wilayah yang
dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan wilayah.11 Selain itu, penelitian oleh Thabrany menunjukkan bahwa ada
kaitan antara asuransi kesehatan dengan permintaan pelayanan kesehatan di berbagai wilayah Indonesia. Pegawai
negeri yang memiliki asuransi kesehatan mempunyai akses ke pusat layanan kesehatan lebih baik 26% dibandingkan
kelompok lain.12 Kesenjangan yang terjadi akan berdampak kepada status kesehatan masyarakat. Literature review ini
bertujuan membahas teori ekuitas akses pelayanan kesehatan dan aplikasinya dalam penelitian
ekuitas jika pelayanan kesehatan terdistribusi menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat,
sebaliknya jika pelayanan kesehatan belum terdistribusi dengan baik menurut geografi, sosial ekonomi dan
kebutuhan masyarakat, dapat disebut sebagai akses pelayanan inekuitas.13
Definisi ekuitas kesehatan dalam literatur sangat beragam. Menurut Low., et al (2003), ekuitas kesehatan
merupakan: (i). equality pengeluaran perkapita, (ii). Equality akses pelayanan kesehatan, (iii). Distribusi
kebutuhan, (iv). Equality status kesehatan.15
Equity dalam kesehatan menurut WHO merupakan keadaan dimana setiap orang harus mendapatkan
kesempatan yang adil akan kebutuhan kesehatannya sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan kesehatan
tidak ada yang dirugikan, apabila faktor– faktor penghambat dapat dihindari. Berdasarkan definisi di atas,
Whitehead menjelaskan bahwa tujuan kebijakan equity kesehatan tidak mengeliminasi seluruh perbedaan dalam
bidang kesehatan sehingga setiap orang memiliki tingkat kesehatan yang sama, namun untuk mengurangi
faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan dengan cara menciptakan kesempatan yang adil untuk
memperoleh kesehatan. Equity dalam pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai berikut:15
a. Akses/kesempatan yang sama ke pelayanan kesehatan, hal ini berarti setiap individu memiliki hak yang sama
untuk mengakses pelayanan kesehatan. Beberapa faktor penghambat seperti letak geografis, budaya, keuangan
(tingkat pendapatan yang rendah, mahalnya biaya transportasi dan tidak tersedianya asuransi kesehatan), sumber
daya kesehatan yang tidak terdistribusi secara merata menyebabkan timbulnya ketidakadilan dalam mengakses
pelayanan kesehatan.
b. Pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi) yang sama untuk kebutuhan yang sama. Tingkat utilisasi yang
berbeda pada suatu kelompok individu belum mencerminkan terjadinya ketidakadilan, karena harus diketahui
terlebih dahulu penyebab terjadinya perbedaan utilisasi tersebut.
c. Kualitas pelayanan kesehatan yang sama bagi seluruh masyarakat, yang berarti Pemberi Pelayanan Kesehatan
(PPK) memiliki komitmen yang sama untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat
sesuai standar yang telah ditetapkan.

Equity dalam pelayanan kesehatan memiliki 2 dimensi sebagai berikut:16


a. Keadilan horisontal (horizontal equity) merupakan prinsip perlakuan yang sama terhadap kondisi yang sama,
yang terdiri dari: sumber daya/input/pengeluaran yang sama untuk kebutuhan yang sama, penggunaan
(utilization) atau penerimaan (receipt) sama untuk kebutuhan yang sama, akses/kesempatan yang sama untuk
kebutuhan yang sama dan kesamaan tingkat kesehatan.
b. Keadilan vertikal (vertical equity) menekankan prinsip perlakuan berbeda untuk keadaan yang berbeda
meliputi: perlakuan tidak sama untuk kebutuhan yang berbeda dan pembiayaan kesehatan progresif berdasarkan
kemampuan membayar (ability to pay).

1. Apa itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai