Anda di halaman 1dari 9

Penatalaksanaan Preoperatif Penderita lansia yang akan menjalani operasi memerlukan perhatian khusus.

Dalam hal ini perlu dilakukan suatu assessment


terhadap status kesehatannya. Assesment yang perlu dilakukan meliputi: Identifikasi semua penyakit dan kelainan fisiologik / anatomic yang ada, termasuk
gangguan mental (depresi, dukacita yang dalam, kesepian), terutama gangguan jantung, paru, hipertensi, diabetes mellitus, gangguan ginjal, hati, disfungsi
endokrin, abnormalitas neurologik, arthritis, status nutrisi. Obat-obatan yang didapat (termasuk obat-obat yang dibeli bebas). Status dan attitude terhadap
operasi, apakah penderita optimiis atau depresi. Mengupayakan se-mobile mungkin, upayakan balance nitrogen positif, cegah atrofi otot. Mengupayakan
rehabilitasi nutrisional kalau memungkinkan (cegah infeksi luka, kompensasi proses katabolik pasca operasi), kalau perlu dengan nutrisi enteral/ parenteral.
Memperbaiki status medis preoperasi: Penderita dengan PPOM harus diminta untuk berhenti merokok, kalau perlu diberi ekspektoran dan/atau
bronchodilator. Obat-obat nitrogliserin/digoksin per oral dihentikan, kecuali benar-benar diperlukan, mengupayakan penggantian dengan patch perkutan.
Obat-obat anti aritmia peroral diganti dengan yang perenteral. DM yang mendapatkan OHO / insulin jangka panjang dihentikan, diganti dengan insulin
regular (puasa 5 jam preoperasi, pasang infus D5% + 1/2 dosisinsulin menjelang operasi). Edukasi / motivasi / penjelasan untuk meminimalkan ketakutan
dan meningkatkan kerjasama penderita.Informed-consent (persetujuan tindakan medis) merupakan prosedur baku yang harus dilakukan dengan benar, dalam
arti bahwa penderita benar-benar mendapat informasi tentang penyakit dan pembedahan yang dijalankan.Obat-obat preoperatif pada dasarnya diberikan
untuk menurunkan kecemasan/sekresi mucus dan fasilitas induksi dan mempertahankan anestesi. Halhal yang perlu diperhatikan, antara lain: Pilih obat yang
menyebabkan gangguan minimal terhadap sirkulasi dan depresi respirasi. Dosis diturunkan sampai 1/2 atau1/3 dosis anak muda dengan bentuk dan ukuran
tubuh sama. NarkotikMempunyai efek analgesic dan hipnotik, tetapi sering menyebabkan depresi pusat respirasi di Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
merupakan masalah pada lansia karena cadangan respirasi pada lansia sudah turun, sehingga kompensasi dilakukan dengan menaikkan laju respirasi.Apabila
digunakan narkotik, lansia sulit melakukan kompensasi terhadap akibat depresi nafas.Narkotik diberikan pada lansia atas indikasi bila terdapat rasa nyeri
yang hebat. Barbiturat Dipakai untuk sedasi, sering menimbulkan efek depresi berlebihan atau sebaliknya, justru timbul efek excitement atau symptom
psikomimetik. Obat antikolinergik Atropin atau skopolamin lebih baik tidak digunakan pada lansia karena sering menimbulkan masalah lebih serius
disbanding dengan kecemasan atau hipersalivasi.Lansia sering sensitive terhadap efek SSP dan opthalmik, terutama dengan terjadinya peningkatan
temperature, takhikardi, dan glaucoma. Obat yang aman untuk preoperative bagi lansia, antara lain: difenhidramin, paraldehida, kloralhidrat, dan
glutemid.Perumatan Operatif Operator dan anestesiologis harus memonitor keadaan lansia lebih cermat untuk mencegah komplikasi pasca operatif:
Pemilihan obat anestesi harus hati-hati karena mungkin sudah terjadi penurunan sirkulasi jantung dan organ vital lain yang mengakibatkan penderita lebih
sensitif terhadap hipoksemia dan hipovolemia. Pemilihan posisi operasi yang tepat, pemasangan bantal-bantalan dll., sehingga meminimalkan trauma
operasi. Monitoring seperti pada usia muda, tetapi lebih cermat, terutama temperature (lansia lebih mudah hipotermia). Untuk mempertahankan temperature
tubuh : Semua cairan (darah / kristaloid) harus dihangatkan terlebih dahulu. Mengupayakan temperature ruangan yang baik. Menguayakan agar viscera tetap
berada dalam rongga abdomen, atau kalau tidak, dihangatkan dengan bantalan laparotomy. Bila perlu, lavage rongga abdomen dengan larutan salin hangat
(kecuali ada kontra indikasi). Meminimalkan waktu operasi. Anestesi Jenis anestesi utama untuk operasi adalah general dan regional (termasuk spinal,
lumbar, caudal epidural, blok saraf regional dan infiltrasi local. Pemilihan jenis anestesi ini tergantung pada usia penderita, ketepatan masalah bedah yang
akan dilaksanakan, dan jenis pembedahan yang akan dilakukan. Pada kasus ini dilakukan general anestesi.General anestesi Respon lansia pada obat anestesi
berbeda dengan orang muda. Konsentrasi dan jumlah obat yang belum sampai tingkat analgesic pada orang muda, pada lansia mungkin sudah menyebabkan
depresi kardiovaskuler dan respirasi. Tingkat absorbsi obat per inhalasi menurun, onset anestesi tertunda akibat perubahan anatomic dan fungsional pada
paru. Karena eliminasi obat melambat, lansia teranestesi lebih lama setelah operasi selesai. Hal ini juga akibat penurunan curah jantung, perubahan distribusi
dan perfusi obat akan memperlambat onset kerja obat, dan menurunkan tingkat eliminasi obat. Efek sampng utama general anestesi pasca operasi adalah
penurunan cadangan cerebral dengan akibat: deficit memori dan penurunan daya intelektual sampai delirium ekstrim dan dementia. Hipoksia dan hiperkarbia
sering dianggap penyebab terjadinya konfusio akut karena aliran darah otak berkurang. Penyebab komplikasi utama general anestesi adalah aspirasi
isigastrointestinal ke dalam paru. Keadaan ini umumnya akibat terganggunya reflex dan tingginya angka hiatus dengan refluk gastro-esofageal pada
lansia.Penatalaksanaan Pasca Operasi Tujuan utama adalah untuk mengembalikan fungsi normal lansia sesegera mungkin, karena sistem tubuh lansia,
terutama kardiovaskuler, pulmonal, dan renal, lebih sukar dalam menahan berbagai stress, termasuk stress operasi. Seringkali juga terjadi penyakit
konkomitan sehingga pemulihan pasca operasi sering memerlukan waktu lebih lama. Monitoring terjadinya komplikasi harus ketat. Pemeriksaan yang sering
atas tanda vital dan keluaran urin segera setelah operasi seringkali bias mengidentifikasi perubahan kondisi. Status mental harus secara rutin diperiksa untuk
mengenali segera terjadinya konfusio akut. Masalah pasca operasi yang sering didapat pada lansia adalah: hipotensi, hipotermia, masalah respirasi,
thrombophlebitis dan tromboemboli, gagal ginjal akut, delirium, dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan nutrisional. Pada banyak kasus, karena
lansia tidak menunjukkan gejala yang khas, keadaan tersebut sering tidak terdiagnosis. Perawatan memegang peranan penting pada penderita lansia pasca
operasi disbanding penderita muda. Mobilisasi dan ambulasi dini sangat penting dalam pencegahan decubitus (yang sering bias timbul dalam waktu kurang
dari 24 jam), inkontinensia urin, komplikasi paru paru dan efek sistemik lain akibat imobilitas. Penatalaksanaan nyeri juga penting.Pemberian obat analgesic
lebih baik reguler disbanding hanya kalau perlu, dan dapat menurunkan insidens konfusio akut, memungkinkan rehabilitasi lebih dini pasca operasi. Karena
respons terhadap obat analgesic pada lansia sering berubah, dosis rendah sering sudah bias menurunkan rasa nyeri. Dosis lebih baik diterapkan secara
individual. Konfusio pasca operasi merupakan masalah perawatan yang sulit, dan seringkali bermanifestasi macam-macam, antara lain: disorientasi,
kelemahan, cemas, paranoia, perilaku agresif dan halusinasi visual. Sering ada efek senja, dimana konfusio hanya terjadi pada sore hari dan malam hari.

KAJIAN PREOPERATIF PASIEN USIA LANJUT


Usia bukan merupakan suatu kontra indikasi untuk tindakan operasi, namun
menyangkut keadaan baik fisik maupun fungsional, psikologik dan sosial maka perlu
dikaji berbagai hal dengan cara dilakukan Asesmen Geriatri. Asesmen ini meliputi
pemeriksaan:
1. Anamnesis secara lengkap yang ditambah dengan riwayat pemakaian obat, karena
ada obat-obat yang perlu dihentikan sementara sebelum dilakukan operasi, seperti
misalnya aspirin, derivat thyenopyridine, anti diabetik oral dan lain sebagainya
atau perubahan cara pemberian pengobatan sebelum/selama operasi5.
2. Pemeriksaan fisik yang menyeluruh.
3. Pemeriksaan Penunjang yang diperlukan (laboratorium, EKG, Ro Foto, USG, CT
Scan. dan lain sebagainya)
4. Pengkajian status fungsional
5. Pengkajian kognitif dan sosial
6. Pengkajian nutrisi
Apabila operasi bersifat elektif, maka keadaan yang controlable harus dikembalikan
dulu mendekati normal (hipertensi, asma bronkial, anemia, diabetes, hipertiroid, infeksi
dan lain sebagainya)
Usia dikatakan bukan merupakan kontra indikasi tindakan operatif, namun kaitannya
dengan kondisi banyaknya komorbiditas, maka aplikasi untuk menilai risiko cukup sulit,
lain halnya pada usia muda yang hanya dengan satu atau dua komorbiditas. American
College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) membuat tiga klas
faktor risiko dengan gradasi: mayor, intermediet, dan minor6. Umur dan status fisik
preoperatif berdasarkan klasifikasi ASA (The American Society of Anesthesiologists)
merupakan prediktor yang signifikan untuk morbiditas dan mortalitas pasien yang
menjalani operasi baik tipe mayor atau minor bahkan jenis emergensi atau elektif 7.
Kajian status fungsional preoperatif pada usia lanjut sangatlah penting, karena
merupakan titik tolak preoperatif, yang minimal akan dikembalikan pada status tersebut
pada saat postoperatif. Kajian status fungsional ada beberapa cara yaitu dengan menilai
ADL/AKS (Activity of Daily Living/Aktivitas Kehidupan Sehari-hari)8, 9.
Demikian juga kajian kognitif tidak bisa ditinggalkan, karena hasil kajian kognitif
akan memberikan arahan asuhan preoperatif agar tidak menimbulkan risiko postoperatif
seperti timbulnya delirium, yang bisa memperpanjang waktu perawatan dan
meningkatnya mortalitas. Penilaian fungsi kognitif bisa dilakukan dengan MMSE (Mini-
Mental State Examination)5, 9.
Pada usia lanjut banyak dijumpai keaadaan malnutrisi5, yang merupakan faktor risiko
morbiditas dan mortalitas posoperatif. Alat penapisan kajian status nutrisi dapat
digunakan Mini Nutritional Assessment10 .
PREOPERATIF EMERGENSI
Operasi emergensi pada usia lanjut memiliki angka kematian dan kesakitan yang
lebih tinggi dari operasi elektif. Operasi emergensi berarti operasi dilakukan dengan
kondisi apa adanya Oleh karena itu asesmen, identifikasi dan interfensi faktor-faktor
risiko dilakukan secepat mungkin dan simultan.

Kajian Risiko Operasi Emergensi 6, 11, 12, 13.


1. Sistim Kardiovaskuler
- hipertensi dan arterosklerosis
- gagal jantung kongestif
- gangguan irama jantung
2. Endokrin
- diabetes melitus
- hipertiroid
3. PPOK dan Asma
4. Penyakit Ginjal (gagal ginjal)
5. Gangguan Darah
- anemia
- hematokrit < 28%
- kelainan faktor perdarahan & penjendalan
PENATALAKSANAAN INTRAOPERATIF
Dalam melaksanakan operasi umumnya diperlukan pemberian anestesi. Anastesi
dapat diberikan secara general (umum) atau regional (pada spinal, lumbal, caudal,
epidural, blok syaraf regional, dan infiltrasi lokal). Sebagian besar anestesi general
mendepresi fungsi kardiovaskuler dan pulmonal14. Pada pemakaian anestesi lokal
didapatkan banyak keuntungan seperti tidak sering dijumpai disfungsi kognitif dan
delirium, mencegah hambatan fibrinolisis postoperatif, sehingga mencegah kejadian
trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru15. Berdasarkan aksinya obat anestesi ada
yang berefek panjang (long acting) ada yang pendek (short acting) dan ada yang sangat
pendek (ultra short acting). Pemilihan tergantung kebutuhan, namun disarankan untuk
usia lanjut lebih baik menggunakan jenis anestesi regional dan yang bersifat efek sangat
pendek, tidak bersifat mendepresi kerja jantung, tidak toksis terhadap hepar, ginjal
apabila hal tersebut memungkinkan.
PENATALAKSANAAN POSTOPERATIF
Perawatan di rumah sakit mempunyai risiko yang lebih besar pada usia lanjut.
Namun operasi dengan anestesi perlu observasi postoperatif di rumah sakit selama efek
anestesi sudah dapat dikatakan habis serta masa pemulihan keadaan akut yang diperlukan
telah terlampaui. Risiko postoperatif pada usia lanjut antara lain konfusio, obstipasi,
retensio urin, dekubitus dan bertambah panjangnya waktu pemulihan serta turunnya
kemandirian, ditambah lagi apabila terjadi penyulit pasca operasi. Dikatakan bahwa
kecemasan keluarga tertinggi pada saat durante operasi, tetapi kenyataannya morbiditas
dan mortalitas postoperatif pada pasien usia lanjut justru meningkat dua kali lipat pada 24
jam pertama, dan sepuluh kali lipat pada minggu pertama posoperatif16. Penampilan
klinis timbulnya penyulit postoperatif kadang tidak jelas dan tidak khas. Oleh karena itu
perlu diwaspadai timbulnya gejala-gejala keluhan rasa lelah, gangguan nafas, panas
badan, konfusio, dan kapasitas fungsional yang menurun. Obat-obat untuk mengatasi rasa
sakit merupakan aspek penting pada pasca operasi. Pada durante operasi yang perlu
diperhatikan adalah penyulit infark miokard, gagal jantung kongestif, pnemonia,
trombosis vena dalam, dan lain-lain17.

fungsional yang optimal. Mobilisasi dini mengurangi risiko tromboemboli,


memperbaiki sistem pernapasan dan kardiovaskuler. Waktu yang diperlukan ke keadaan
basal setelah operasi besar lebih panjang sekitar 4-6 bulan.
Beberapa problem yang perlu diperhatikan:
1. Kardiovaskuler
- sindroma koroner akut (diawali adanya perubahan ST segmen)
- iskemi (keluhan angina sering tertutup oleh penggunaan narkotik)
- aritmia (kebanyakan nonkardial: infeksi, gangguan elektrolit, hipoksia,
dan hipotensi yang semuanya dapat dikoreksi)
- DVT (Deep Vein Thrombosis)
- Peningkatan tekanan darah (kebanyakan karena problem di luar sistem
kardiovaskuler, seperti rasa sakit yang sangat, gangguan cairan dan
elektrolit, kecemasan, atau kandung kemih yang penuh tetapi tidak bisa
keluar. Semua hal tersebut dapat dikoreksi.)
- Gagal jantung yang sering dipicu oleh pemberian cairan yang berlebihan.
2. Paru
- atelektasis, dapat diatasi dengan mobilisasi dini dan latihan nafas dalam.
- Pnemonia
- Emboli paru dan DVT (dapat dicegah dengan pemberian unfractionated
heparin (UFH) atau low molecular weight heparin (LMWH) dan kompresi
intermiten. Profilaksi diberikan selama 4-6 minggu18, 19.
3. Ginjal
- kerusakan ginjal akibat obat anestesi yang menyebabkan turunnya curah
jantung, atau obat-obat yang berpotensi nefrotoksis. Kerusakan ginjal
merupakan komplikasi berat dan dapat berisiko kematian.
- Obstruksi (penyebabnya bisa prostat hipertrofi, tirah baring, obat
antikolenergik. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan pemasangan
kateter).
4. Nyeri pasca opersi
- sangat penting diatasi untuk memperbaiki status fungsional, rehabilitasi
posoperatif yang lebih baik dan menurunkan masa pemulihan.
- Obat-obat yang dapat diberikan sesuai kebutuhan, bisa NSAIDs
(nonsteridal anti-inflamatory drugs), PCA (patient-controlled Analgesia),
teknik anastesi lokal, terapi non farmakologi seperti transcutaneous
acupoint elektrical stimulation, atau mungkin bila diperlukan dapat
diberikan morfin lepas lambat.
5. Delirium dan penurunan fungsi kognitif
- perlu diwaspadai dan segera diidentifikasi penyebabnya.
- kebanyakan terjadi pada usia lanjut, mereka yang pendidikan rendah,
operasi berulang, polifarmasi interaksi obat, alkohol, sedative-hypnotic
withdrawal, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan penglihatan dan
pendengaran, kurangnya waktu tidur, kecemasan, depresi dan demensia 20.
- Pengobatan tergantung pada penyebab dan kebutuhan. Bila penyebab
tersangka telah teratasi, tetapi pasien masih menunjukkan delirium, maka

tidur. Delirium sering berkembeng menjadi koma, maka koreksi ABC


(airway, breathing, circulation) dilakukan terlebih dahulu, konsult/dirujuk
ke psikiatri atau psikososial untuk rehabilitasi fungsional yang lebih awal.
6. Mobilisasi
- dilakukan seawal mungkin untuk menghindari DVT, kekakuan sendi,
kelemahan dan penurunan masa otot serta menghindari deconditioning
kardiovaskuler yang meningkatkan risiko hipotensi ortostatik.
- Meningkatkan kemandirian, agar tidak timbul retensio urin, impaksi fekal,
mempertahankan ketahanan posisi tegak dan luas lingkup gerak sendi5.
CATATAN
Mengingat rumitnya kajian perioperatif (yang meliputi preoperatif, durante
operatif dan posoperatif, maka kajian perioperatif usia lanjut ini semestinya dilaksanakan
paling tidak oleh dokter spesialis penyakit dalam, atau kalau ada konsultan geriatri
bersama dokter spesialis anestesi.

FARMAKOTERAPI LANSIA

Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :

1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang
sesungguhnya

2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya
3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa yang masih muda.

4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnya
lebih rendah.

5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien

6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat yang tidak diperlukan lagi

Perubahan Farmakokinetik pada lansia

 Volume Distribusi (Vd)


- Body fat meninggkat,akan meningkatkan Vd obat yang larut lemak sehingga t1/2 makin panjang
- Total body wakter menurun,akan menurunkan Vd obat yang larut air sehingga konsentrasi obat dalam plasma meningkat

 Ikatan Dengan Protein


- Pada lansia terjadi penurunan kadar albumin akibat penyakit kronis
- Akibatnya bioavailibilitas obat yang mengikat protein akan mengikat karna fraksi obat bebas dalam plasma meningkat

 Eliminasi
- Fungsi ginjal menurun: menurunkan eliminasi obat yang diekskresikan oleh ginjal. Pada lansia umumnya menurun 35-50% fungsi ginjal
- Perlu pengurangan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat

 Metabolisme
- Pada lansia 65th,aliran darah hepar menurun 40-45%,mempengaruhi FPM
- Ukuran hepar mengecil
- Metabolisme oksidatif dengan sitokrom p450 menurun
Ocha : holistic

Seorang penderita lanjut usia, harus dipandang sbg manusia utuh, meliputi lingkungan kejiwaan (psikologik) dan sosial ekonomi. Diagnostik assesment
geriatri.

•Vertikal dan horizontal vertikal ; dimulai dari layanan masyarakat sampai ke layanan rujukan tertinggi, RS dgn sub spesialis geriatri. Horizontal ;
pelayanan lansia secara menyeluruh, lintas sektoral (kesejahteraan, agama, pendidikan, kebudayaan, sosial)
•Mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif, penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif)

2. tatakerja dan tatalaksan Tim

Tim geriatri merupakan bentuk kerjasama multi disipliner yg bekerja secara interdisipliner dalam mencapai tujuan layanan geriatri

•Komponen utama tim geriatri : dokter, perawat dan pekerja sosio medik.

•Tergantung dari komplesitas dan jenis layanan yg diberikan ; anggota tim dapat ditambahkan dgn tenaga rehabiliatasi medik (dokter, fisioterapis, terapi
okupasi, terapi wicara, dll), psikologi, psikiater, farmasis, ahli gizi.

•Tim multi disiplin ; kerjasama bersifat pada pembuatan dan penyerasian konsep. Tim interdisiplin ; kerjasama meliputi pembuatan, penyerasian kosep serta
penyerasian tindakan
Tingkat sederhana
•Hanya layanan poliklinik lanjut usia
Tingkat sedang
•poliklinik
•Klinik siang terpadu (day hospital)
Tingkat lengkap
•Poliklinik
•Bangsal lansia dengan penyakit akut

Tingkat paripurna
•Poliklinik
•Bangsal lansia dengan penyakit akut
•Bangsal lansia peny.kronik
Social kesejahteraan

Pendahuluan
Di indonesia pelayanan kesejahteraan sosial bagi warga usia lanjut masih hal baru.

Sering dikaitkan dengan istilah “usia lanjut dan Jompo”

Indonesia masih tertinggal dalam pemberian kesejahteraan bagi lansia.

Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi populasi lansia
Populasi usia lanjut merupakan populasi yang heterogen : Tidak semua individu dalam populasi usia
lanjut memerlukan pelayanan sosial dalam bentuk yang sama, dikarenakan populasi usia lanjut nya yang
berbeda-beda misal ada aspek kesehatan, aspek psikologis dan sosial ekonomi

Jenis Pelayanan yang dibutuhkan sangat bervariasi : Mengingat heterogenitas populasi usia lanjut yang
ada disertai kenyataan bahwa aspek fungsional seorang individu usia lanjut tergantung dengan ( fisik, Psikis,
dan sosial-ekonomi)

Pelayanan kesejahteraan sosial pada usia lanjut membutuhkan keterikatan antara semua bidang
kesejahteraan, diantara nya kesehatan, sosial, ekonomi, agama, olahraga, kesenian dan koperasi

Heterogenitas Populasi Usia Lanjut


1)Populasi usia lanjut yang “sehat” :

golongan ini secara fungsional masih tidak tergantung pada orang lain, aktivitas sehari hari masih penuh
walaupun mungkin ada keterbatasan, dari segi ekonomi dan sosial misal untuk mendapatkan perumahan,
meningkatnya pendapatan, dan pelayanan kesehatan
1)Populasi Lansia dengan penyakit akut maupun kronis : Populasi golongan ini jelas memerlukan
pelayanan kesehatan khusus, misalnya penyediaan bangsal akut/kronis, rehabiltasi, dana perawatan bahkan
sangat rawan dari segi ekonomi dan sosialnya karena populasi ini terbagi ke beberapa golongan diantara nya;
Mereka yang mempunyai sakit ringan atau sedang, mereka yang mempunyai sakit berat, mereka yang
mempunyai sakit kronis / tidak bisa mandiri. Mereka yang megalami ganggguan mental dan mereka yang
membutuhkan rehabilitasi

2)Populasi lansia dengan penyakit terminal :

3)Upaya yang diberikan bagi populasi ini lebih mengarah ke pemberian rumatan kesehatan yang disebut
rumatan hospis , baik dirumah atau di rumah sakit
Penjelasan tambahan
Klub Lansia : adalah suatu kumpulan dari para lansia yang sebiaknya berasal dari satu lingkungan hunian
atau sering disebut ‘karang wredha” yang dapat melakukan berbagai seperti ; kerohanian, sosial ekonomi,
olahraga ringan secara bersama sama, koperasi, pengajian

Pelayanan bantuan dirumah : suatu kegiatan pemberian bantuan pada usia lanjut dengan keterbatasan fisik
seperti pengerjaan pembersihan rumah, loundry,rehabilitasi

Hunian khusus lanjut usia :


perumahan komplek yang dirancang bagi khusus lansia diantara nya ;
a.Perumahan khusus lansia yang semuanya sudah diatur sedemikian rupa baik dari sisi perabotan, tata ruang,dll

b.Perumahan lansia yg terlindungi

c.Panti wredha

d.Panti rawat wredha

e.Respite care

Upaya pemerintah
Peningkatan kesejahteraan/sosial, pembuatan undang2, kebijakan,dll

Anda mungkin juga menyukai

  • 43
    43
    Dokumen9 halaman
    43
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Smsms
    Smsms
    Dokumen27 halaman
    Smsms
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Foren
    Foren
    Dokumen21 halaman
    Foren
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Tutor 2
    Tutor 2
    Dokumen6 halaman
    Tutor 2
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Tanato
    Tanato
    Dokumen30 halaman
    Tanato
    mzzzzzzzz
    100% (1)
  • Daftar Pustaka POLI
    Daftar Pustaka POLI
    Dokumen5 halaman
    Daftar Pustaka POLI
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi Pada Kelompok Berisiko
    Imunisasi Pada Kelompok Berisiko
    Dokumen4 halaman
    Imunisasi Pada Kelompok Berisiko
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Dekubitus
    Dekubitus
    Dokumen18 halaman
    Dekubitus
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner
    Kuesioner
    Dokumen7 halaman
    Kuesioner
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Ensefalopati
    Ensefalopati
    Dokumen9 halaman
    Ensefalopati
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Penuntun Blok 3.6
    Penuntun Blok 3.6
    Dokumen33 halaman
    Penuntun Blok 3.6
    NarishaAmelia
    Belum ada peringkat
  • Faring It Is
    Faring It Is
    Dokumen15 halaman
    Faring It Is
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Psqi Quisioner
    Psqi Quisioner
    Dokumen6 halaman
    Psqi Quisioner
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat
  • Clavus
    Clavus
    Dokumen7 halaman
    Clavus
    mzzzzzzzz
    Belum ada peringkat