KASUS MALPRAKTEK
DISUSUN OLEH:
HARYO WIBOWO
NIM: 193036
I. Latar Belakang
Tindakan malpraktik medik adalah salah satu cabang kesalahan di dalam bidang professional.
Tindakan malpraktik medik yang melibatkan para dokter dan tenaga kesehatan lainnya banyak
terdapat jenis dan bentuknya, misalnya kesilapan melakukan diagnosa, salah melakukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan pasien atau gagal melaksanakan perawatan terhadap pasien dengan
Di beberapa negara maju seperti United Kingdom, Australia dan Amerika Serikat, kasus
malpraktik medik juga banyak terjadi bahkan setiap tahun jumlahnya meningkat. Misalnya, di negara
Amerika Serikat pada tahun 1970-an jumlah kasus malpraktik medik meningkat tiga kali lipat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan keadaan ini terus meningkat hingga pada tahun
1990-an.
Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan negara Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir
ini kasus penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya malpraktik medik meningkat dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan disetiap media masa dan elektronik setiap harinya
memberitakan tentang kasus malpraktik medik yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan
lainnya baik di rumah sakit di kota besar maupun rumah sakit tingkat daerah.
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus
malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis
dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Dalam rentang beberapa tahun terakhir ini, media
massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana)
kepada dokter, tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat
konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian
medis.
dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan diagnosis dan
pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter paska operasi
pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal didalam bagian tubuh), dan faktor-faktor lainnya.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori
malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang dokter? Untuk diketahui, sejauh
ini di negara kita belum ada ketentuan hukum ihwal standar profesi kedokteran yang bisa mengatur
kesalahan profesi. Dan sebenarnya kasus malpraktek ini bukanlah barang baru. Sejak bertahun-tahun
Menurut Coughlin’s Dictionary Of Law , “malpraktek bisa diakibatkan karena sikap kurang
keterampilan atau kehati-hatian didalam pelaksanakan kewajiban professional, tindakan salah yang
Kasus malpraktik merupakan tindak pidana yang sangat sering terjadi di Indonesia.
Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional yang bertentangan dengan SOP, kode
etik, dan undang-undang yang berlaku, baik disengaja maupun akibat kelalaian yang mengakibatkan
kerugian atau kematian pada orang lain. Biasanya malpraktik dilakukan oleh kebanyakan dokter di
karenakan salah diagnosa terhadap pasien yang akhirnya dokter salah memberikan obat.
Sudah banyak contoh kasus yang malpraktik yang terjadi di beberapa rumah sakit, kasus yang
paling sering di bicarakan di media-media diantaranya adalah kasus prita mulyasari. Ia mengaku
adalah korban malpraktik di rumah sakit Omni internasional. Tidak hanya kasus Prita saja, masih
banyak lagi kasus-kasus lain. Pihak rumah sakit berlindung pada nama besarnya. Sesungguhnya Prita
hanya berbicara tentang kebenaran dan hak sebagai seseorang yang dirugikan. Dalam pengakuannya
Prita pernah berobat di rumah sakit Omni Internasional tersebut. Tapi ia tidak menyangka bahwa ia
akan mendapat perlakuan medis yang tidak layak. Ia mengungkapkan hal ini pada teman-temannya
melalui media internet dan tanpa disangka hal ini membuat Prita terlilit kasus pencemaran nama baik.
dalam pembuatan makalah ini agar sasaran yang hendak dicapai dapat terwujud. Pokok permasalahan
tersebut yaitu:
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari pembuatan makalah, yaitu:
4. Untuk mengetahui dan memahami contoh kasus yang berkaitan dengan malpraktik medik.
Istilah Malpraktik digunakan pertama kali oleh Sir William Blackstone pada tahun 1768. Ia
“…that, malapraxis is great misdemeanour and offence at common law, whether it be for curiosity
or experiment, or by neglect; because it breaks the trust which the party had placed in his physician,
profesinya sebagaimana yang diajarkan di dalam profesinya, misalnya seorang dokter, insinyur,
pengacara, akuntan, dokter gigi, dokter hewan, dan lain-lain. Oleh karena itu, istilah malpraktek
sebenarnya tidak hanya digunakan untuk profesi kedokteran saja tetapi dapat digunakan untuk semua
bidang profesi, dan jika digunakan untuk profesi kedokteran seharusnya dipakai istilah malpraktek
medik.
ketaatan kepada yang diajarkan dalam profesinya atau melakukan kejahatan untuk mendapatkan
keuntungan di dalam melaksanakan kewajiban profesinya, adanya perbuatan salah yang disengaja,
Dan pada umumnya, timbulnya suatu gugatan adanya dugaan malpraktik medik adalah karena
terjadinya suatu peristiwa yang bersifat negatif. Dengan kata lain, terjadi suatu peristiwa di mana
setelah dilakukannya suatu tindakan medik, ternyata keadaan pasien menjadi bertambah buruk,
menderita kesakitan yang lebih hebat, menjadi lumpuh, koma, bahkan meninggal.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik
1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk
yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
3. Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara
hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau
adanya penderitaan atau stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika
yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik, pelanggaran
Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum pada pasal 26 dan 27 Anggaran
Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang
profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga keperawatan antara lain
moral unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani
masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan
b. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objetif kepada
tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil
pemeriksaan MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil
undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan
pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1).
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. (2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau
kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan. Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang
diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi.
Organisasi ini berada baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi
c. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran yang
bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2)
berbunyi:
a. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau diselesaikan melalui
pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada
Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada
pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi : Pasal 61 :
Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal 62 :
pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus
juta rupiah).
c. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
yuridis), yang terbagi juga menjadi tiga yaitu malpraktik pidana (criminal malpractice), malpraktik
mempunyai jalur penyelesaian yang berbeda, dasar hukum yang berbeda dan ditangani oleh lembaga
Ada 3 hal yang dapat menyebabkan seorang tenaga kesehatan melakukan tindakan malpraktik
Dalam profesi kedokteran, ada tiga hal yang harus ada dalam standar profesinya yaitu
3. Informed Consent
Substansi informed consent adalah memberikan informasi tentang metode dan jenis
rawatan yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan resiko yang
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi jaksa atas kasus malpraktik dengan terdakwa dr Wida
Parama Astiti. MA memutuskan dr Wida telah melakukan malpraktik sehingga pasien berusia 3 tahun
meninggal dunia dan dijatuhi 10 bulan penjara. Seperti dilansir dalam website Mahkamah Agung
(MA), Jumat (22/3/2013), kasus tersebut bermula saat dr Wida menerima pasien Deva Chayanata (3)
pada 28 April 2010 pukul 19.00 WIB datang ke RS Krian Husada, Sidoarjo, Jatim. Deva datang
diantar orang tuanya karena mengalami diare dan kembung dan dr Deva langsung memberikan
tindakan medis berupa pemasangan infuse, suntikan, obat sirup dan memberikan perawatan inap.
Keesokan harinya, dr Wida mengambil tindakan medis dengan meminta kepada perawat
untuk melakukan penyuntikan KCL 12,5 ml. Saat itu, dr Wida berada di lantai 1 dan tidak melakukan
pengawasan atas tindakan perawat tersebut dan Deva kejang-kejang. Akibat hal ini, Deva pun
meninggal dunia.
\"Berdasarkan keterangan ahli, seharusnya penyuntikan KCL dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan ke dalam infuse sehingga cairan KCL dapat masuk ke dalam tubuh penderita dengan
menuntut dr Wida dijatuhkan hukuman 18 bulan penjara karena melanggar Pasal 359 KUHP.
Tuntutan ini dipenuhi majelis hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 19 Juli 2011. Namun terkait
lamanya hukuman, majelis hakim memutuskan dr Wida harus mendekam 10 bulan karena
menyebabkan matinya orang yang dilakukan dalam melakukan suatu jabatan atau pekerjannya.
Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi Surabaya pada 7 November 2011. Namun jaksa
tidak puas dan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). \"Putusan Pengadilan Tinggi sangat
ringan sehingga tidak memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dan tidak membuat jera
pelaku atau orang lain yang akan melakukan perbuatan yang sama,\" demikian alasan kasasi jaksa.
\"Menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sidoarjo,\"
demikian putus MA yang diketok olah majelis hakim Dr Artidjo Alkostar, Dr Sofyan Sitompul dan
Permasalahan dalam kasus ini ialah tindakan seorang Dokter yang tidak teliti dan tidak hati-
hati dalam melakukan tugasnya yaitu tidak mencek data pasien sebelum melakukan tindakan dengan
hanya memerintah perawat untuk melakukan tindakan tanpa melakukan visit atau melihat kondisi
pasien. Tindakan seperti ini bisa menimbulkan akibat yang fatal bagi pasien dimana dalam kasus dr
Ada sebuah kegagalan dalam proses perintah penyuntikan cairan KCL 12,5 ml dimana cairan
disuntikan langsung ke tubuh pasien sehingga masuk dengan cepat atau sekaligus. Padahal
seharusnya ada standar, dimana cairan dimasukan melalui penyuntikan ke cairan infus sehingga bisa
masuk ke tubuh pasien secara perlahan. Standard apabila pasien akan mendapatkan obat dalam
bentuk cairan maka harus dimasukan melalui cairan infus. Seandainya prosedur ini dijalankan, tentu
Jadi, contoh kasus malpraktik diatas merupakan suatu bentuk kelalaian berat (culpa lata) dari
tenaga kerja yang ada di rumah sakit, baik dokter dan perawat yang menimbulkan dampak yang
sangat buruk bagi pasien yaitu kematian. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya
ketelitian dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan
terhadap pasien.
Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata baik,
pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor yang lainnya.
Dan tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar
berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang.
PENUTUP
1) Kesimpulan
Contoh kasus malpraktik medik di atas ialah suatu contoh bentuk kelalaian dari seorang Dokter
terhadap pasiennya dan adanya sikap kurang hati-hati dalam melakukan tugasnya. Kasus ini
merupakan suatu bentuk kelalaian atau kurangnya ketelitian dari dokter dr Wida dan juga petugas
kesehatan (perawat) dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap pasien. Jalur struktur atau
hierarki yang ada juga membuat perawat tidak berani memberikan feedback kepada dokter dr Wida
atas perintah yang diberikan. Kelalaian itu juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang
kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi
2) Saran
Menurut pendapat saya supaya kejadian tersebut tidak terjadi lagi, diharapkan supaya seorang
Dokter itu harus bersikap hati-hati, bersikap sewajarnya dalam melakukan tugasnya dan harus teliti
dalam melakukan observasi terhadap pasien supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
contoh kasus di atas ini. Dan seharusnya seorang petugas kesehatan itu harus mencek data pasien
sebelum melakukan tindakan. Serta juga Team Kesehatan harus diberi ruang untuk memberikan
feedback kepada atasan atau dokter atas perintah yang diberikan jika tidak sesuai dengan SOP yang
ada.
Upaya pencegahan terjadinya malpraktik tersebut dapat juga dilakukan melalui pembenahan
majemen rumah sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta
memperdalam segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ide, Alexandra. 2012. Etika dan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Grasia Book
Publisher.
November 2019.
http://www.google.co.id/url?url=http://www.duniaremaja.net/catatan/contoh-kasus-malpraktek-di-
indonesia.html&rct=j&sa=U&ei=3WmzUICiI83LrQegkoEg&ved=0CC4QFjAH&sig2=rnBal-
uftuNaAxvQvyxfKA&q=kasus+malpraktek+di+indonesia&usg=AFQjCNHji0MbEpm51eN_zsolnJ
2019.
https://news.detik.com/berita/d-2201025/pasien-meninggal-karena-malpraktik-dokter-wida-dibui-