Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Administrasi Publik

1. Definisi Administrasi Publik

Kata “administrasi” yang saat ini kita kenal di Indonesia berasal dari kata

administrate (Latin : ad = pada, ministrate = melayani). Dengan demikian tinjaun

dari asal kata administrasi berarti “memberikan pelayanan kepada” artinya

administrasi merupakan suatu kegiatan yang bersifat memberikan pelayanan

atau servis sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh yang memberikan

tugas, kewajiban dan tanggungjawab kepadanya. Kata “administrasi” juga

berasal dari kata “administration” (to administer). Kata to administer dapat

berarti to manage (mengelola) dan to direct (menggerakan). Ini berarti

administrasi merupakan kegiatan mengelola atau menggerakan yang memilki arti

sesungguhnya adalah suatu kegiatan yang punya makna luas meliputi segenap

aktivitas untuk menetapkan kebijakan serta pelaksanaannya. Kata “administrasi”

juga berasal dari bahasa Belanda administratie yang pengertiannya mencakup

stelseimatige verkrijging en verweking van gegeven (tata usaha), bestuur

(manajemen organisasi) dan beheer (manajemen sumberdaya). Dari asal kata ini

administrasi mencakup kegiatan penatausahaan dan manajemen, yang artinya

suatu kegiatan yang bersifat hanya terbatas pada catat mencatat atau

ketatausahaan (Sjamsuddin, 2010 : 1).

14
15

Sedangkan konsep publik berdasarkan etimologinya, berasal dari kata

PUBES dalam bahasa Yunani, yang menunjukan makna “kedewasaan”. Konsep

kedewasaan ini, dalam terminologi bahasa Indonesia maka mengandung arti luas,

yakni kedewasaan fisik, mental, dan emosional. Oleh karena itu konsep publik

dalam administrasi publik dapat berkaitan dengan sebuah komunitas yang

memiliki perhatian dan punya kepentingan banyak orang. Selain itu konsep

publik dilihat dari prespektif wargna negara dimaknai sebagai individu warga

masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban untuk menentukan pelayanan apa

dan bagaimana yang harus mereka dapatkan.

Administrasi publik merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yakni

public administration yang berarti administrasi negara atau administrasi

pemerintahan (Sjamsudin, 2010:110). Beberapa pengertian administrasi publik

dapat dikemukakan pendapat para pakar sebagai berikut:

a. Menurut R.C. Chandler dan J.C Plano (dalam Sjamsuddin, 2010:114)


administrasi publik adalah proses dimana sumber daya dan personel
publik di organisir dan di koordinasikan untuk memformulasikan,
mengimplementasikan dan mengelola (manage) keputusan-keputusan
dalam kebijakan publik.
b. Menurut H.E. McCurdy (dalam Sjamsuddin, 2010:114) menyatakan
administrasi sebagai suatu proses politik yaitu : sebagai salah satu
metode memerintah suatu negara dan dapat juga di anggap sebagai cara
prinsipil untuk melakukan berbagai fungsi negara.
c. Menurut Nicholas Henry (dalam Sjamsuddin, 2010:116) administrasi
publik adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktik,
dengan tujuan mempromosikan pemahaman terhadap pemerintah dalam
hubungannya dengan masyarakat yang di perintah dan juga mendorong
kebijakan publik agar lebih responsive terhadap kebutuhan sosial.
16

Berdasarkan uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa administrasi

publik adalah suatu proses kerjasama yang dilakukan antara pemerintah dengan

masyarakat untuk melakukan berbagai fungsi negara serta dapat

mengimplementasikan dan mengelola keputusan kebijakan publik.

2. Faktor – faktor Administrasi Publik

Dalam ilmu administrasi khusunya sektor publik memiliki beberapa

faktor yang menjadi perbedaan dengan sektor bisnis. Berikut ini merupakan

faktor-faktor administrasi publik (Sjamsuddin, 2010: 120), yakni:

a. Tujuan
Administrasi Publik memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
publik atau masyarakat dalam suatu negara atau daerah.
b. Motif
Motif dari seluruh proses kegiatan dari administrasi publik adalah
pemberian pelayanan yang seluas-luasnya dan sebaik-baiknya pada
seluruh masyarakat.
c. Wilayah Yurisdiksi
Administrasi publik mempunyai batas wilayah kekuasaan, yaitu dalam
batas wilayah negara atau daerah yang telah ditentukan melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Sumber Kekuasaan
Administrasi publik memperoleh kekuasaan dari rakyat baik secara
langsung maupun melalui perwakilan dalam menjalankan kegiatannya.
Artinya, rakyat yang berdaulat.
e. Cara Kerja
Cara kerja administrasi publik sangat ketat sebat diatur oleh serangkaian
peraturan perundang-undangan yang kaku, aturan yang legal sehingga
terkesan lamban.
f. Proses dan Cara Kerja
Proses dan cara kerja administrasi publik lebih mengutamakan prosedur,
yaitu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
bersifat birokratik, pendekatan legalistic, sehingga terkesan lamban.
g. Status Kepegawaian
Status kepegawaian dalam administrasi publik disebut sebagai pegawai
negeri yang sistem penerimaan, pengangkatan, promosi, penggajian dan
17

pemberhentiannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.


Administrasi negara tidak mudah memasukkan dan mengeluarkan
pegawainya.
h. Sifat Pelayanan
Sifat pelayanan yang diberikan administrasi publik memberikan
pelayanan yang sama kepada seluruh warga masyarakat.
i. Orientasi Kebijakan
Administras publik berorientasi pada peningkatan partisipasi semua
golongan masyarakat agar menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
j. Otoritas
Jangkauan otoritas dari administrasi publik yaitu dapat mengatur dan
memerintah semua orang yang ada dalam wilayah kekuasaan negara
atau daerah.

B. Pelayanan Publik

1. Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan menjadi hal yang harus di perhatikan oleh pemerintah, dengan

pelayanan juga dapat menentukan akan majunya suatu negara. Pelayanan publik

menurut Sinambela dkk (dalam Deddy Mulyadi, dkk, 2016 : 39) adalah sebagai

setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejumlah manusia yang

memiliki suatu kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik. Sementara itu definisi pelayanan publik sesuai dengan

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomer

63/KEP/M.PAN/7/2003, adalah Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Sedangkan menurut Undang-undang Nomer 25 Tahun 2009 tentang


18

pelayanan publik mendefinisikan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas

barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik. Menurut keputusan MENPAN Nomor 63

Tahun 2003, pelayanan publik dikelompokan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar,

yaitu:

a. Pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai


bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan publik seperti
kewarganegaraan, sertifikat, kepemilikan atau penguasaan terhadap
suatu barang dan sebagainya.
b. Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
atau jenis barang yang digunakan oleh publik. Seperti jaringan telepon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
c. Pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa
yang dibutuhkan publik. Dalam hal ini seperti pendidikan, pemeliharaan
kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.

Sehingga dengan demikian dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan

bahwa pelayanan publik merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh

suatu organisasi tertentu yang mempunya hak untuk melayani terhadap individu

atau kelompok yang memiliki hubungan kepentingan dengan organisasi tersebut

dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pelayanan yang dimaksud

adalah pelayanan jasa di sektor keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang

ditunjukan kepada Polri sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk

menciptkan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.


19

2. Asas Pelayanan Publik

Dalam melaksanakan pelayanan diperlukan suatu asas yang dapat

dijadikan pedoman dalam melaksanakan penyelenggaraan pelayanan publik.

Asas pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik adalah sebagai berikut:

a. Transparansi, maksudnya adalah bersifat terbuka, mudah dan dapat


diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas, maksudnya adalah dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, maksudnya adalah pelayanan sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang
pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif, maksudnya adalah mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan
aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, maksudnya adalah tidak ada diskriminatif dalam artian
tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status
ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, maksudnya adalah pember dan
penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-
masing pihak.

3. Prinsip Pelayanan Publik

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik perlu adanya suatu prinsip

yang menjadi pedoman dalam menjalankan pelayana publik. Menurut Keputusan

Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomer 63/KEP/M.PN/7/2003

Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, adalah sebagai

berikut :
20

a. Kesederhanaan, maksudnya prosedur pelayanan publik tidak berbelit-


belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan, dalam hal ini meliputi :
1) Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik
2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/
sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
d. Kepastian Waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
e. Kedisplinan, Kesopanan dan Keramahan, artinya pemberian pelayanan
harus beriskap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas.
f. Akurasi, artinya produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat,
dan sah.
g. Keamanan, artinya proses dan produk pelayanan publik memberikan
rasa aman dan kepastian hukum.
h. Tanggung jawab, artinya pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik
atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
i. Kelengkapan sarana dan prasarana, artinya tersedianya sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
(telematika).
j. Kemudahan Akses,artinya tempat dan lokasi serta sarana pelayanan
yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
k. Kenyamanan, artinya Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,
disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang
indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan,
seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

4. Standar Pelayanan Publik

Dalam setiap proses penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki

standar pelayanan dan dipublikasikan kepada para penyelenggara pelayanan

maupun penerima layanan yang wajib untuk ditaati dengan tujuan agar

terciptanya proses pelayanan yang baik ke depannya. Berdasarkan Permenpan


21

dan RB Nomer 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan bahwa

standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai

kewajiban dan jani penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan

yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Adapun Menurut

Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomer

63/KEP/M.PN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik, standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi:

a. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
b. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengadilan.
c. Biaya pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan.
d. Produk layanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e. Saran dan prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik.
f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku
yang dibutuhkan.

C. Kebijakan Publik

1. Definisi Kebijakan Publik

Istilah kebijakan sering kali dipergunakaan dalam konteks tindakan yang

dijalankan oleh para aktor dan instansi pemerintah. Dalam memahami konsep
22

dari kebijakan dan mengacu kepada teori-teori kebijakan yang dikemukakan oleh

para ahli, mempunyai beragam definisi kebijakan. Menurut Fredrich dalam

(Wahab, 2015: 9-10) mendefinisikan bahwa “kebijakan itu ialah suatu tindakan

yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau

pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-

hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan”. Sedangkan menurut lembaga dunia

‘United Nation’ dalam (Wahab, 2015: 9) memberikan pengertian tentang

kebijakan sebagai berikut:

“Kebijakan ialah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat
sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit,
kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif,
publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa
suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah
tindakan tertentu, atau suatu rencana”.
Adapun pengertian menurut pakar di atas diperkuat dan dipertegas

dengan pendapat Knoepfel dan kawan-kawan dalam (Wahab, 2015:10) yang

mengartikan kebijakan sebagai:

“a series of decisions or activities resulting from structured and recurrent


interactions between different actors, both public and private, who are
involved in various different ways in the emergence, identification and
resolution of a problem defined politically as a public one” (serangkaian
keputusan atau tindakan-tindakan sebagai akibat dari interaksi terstruktur
dan berulang di antara berbagai aktor, baik publik/pemerintah maupun
swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespons, mengidentifikasikan,
dan memecahkan suatu masalah yang secara politis didefinisikan sebagai
masalah publik).
23

Definisi mengenai kebijakan telah dipaparkan di atas, yang dapat

disimpulkan bahwa kebijakan merupakan segala bentuk tindakan atau perbuatan

yang melibatkan kelompok atau perorangan yang menjalankan tindakan tertentu

demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Dalam hal tersebut kebijakan dan

keputusan menjadi hal yang berbeda. Pada kebijakan dalam membuatnya

dihadapkan pada berbagai pilihan alternatif yang menjadi jalan untuk

menyelesaikan permasalahan. Sedangkan keputusan merupakan pemilihan

diantara alternatif yang diberikan, dalam arti kata hanya ada satu pilihan yang

terbaik untuk menyelesaikan permasalahan.

Pembuatan kebijakan tentu tidak lepas dari kepentingan-kepentingan

tertentu, dari para pembuat kebijakan atau pelaksana kebijakan, maka

kepentingan-kepentingan tersebut dapat didasari atas kepentingan publik atau

bisa juga dapat menjadi kepentingan politis. Kepentingan yang berdasarkan

publik disebut juga dengan kebijakan publik. Pada dasarnya ruang lingkup studi

mengenai kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang baik

dalam sektor ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum dan sebagainya. Selain itu

kebijakan publik juga dapat mencakup tingkat nasional, regional, maupun lokal

seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan

daerah dan lainnya yang berhungan dengan instansi atau lembaga pemerintahan.

Menurut Eyestone dalam (Wahab, 2015:13) pengertian kebijakan publik adalah

“the relationship of government unit to its environment (antara hubungan yang

berlangsung diantara unit/sasaran pemerintah dengan lingkungannya)”.


24

Sedangkan menurut Wilson (Wahab, 2015:13) yang merumuskan kebijakan

publik sebagai berikut:

“The actions, objecttives, and pronouncements of goverments on


particular matters, the steps they take (or fail to take) to implement them,
and the explanations they give for what happens (or does not happen)”
(tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah
mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang
diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan, dan penjelasan-
penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi
(atau tidak terjadi)).
Definisi kebijakan publik menurut Thomas R Dye dalam (Wahab,

2015:14) bahwasannya “kebijakan publik ialah whatever goverments choose to

do or not to do (apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak

dilakukan)”. Dari definsi Thomas R Dye ini menegaskan bahwasanya kebijakan

publik bukan semata untuk keinginan pejabat publik ataupun pemerintah tetapi

merupakan perwujudan dari tindakan. Selain itu pilihan pemerintah untuk tidak

melakukan sesuatu merupakan bentuk dari kebijakan publik itu sendiri karena

memiliki dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan

sesuatu. Beberapa menurut pakar yang mendifinisikan kebijakan publik sebagai

tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu permasalahan

publik. Adapun menurut pakar Inggris W.I Jenkins dalam (Wahab, 2015:15)

menyatakan kebijakan publik sebagai berikut:

“A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of


actors concering the selection of goals and the means of achieving them
within a specified situation where these decisions should, in principle, be
within the power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan yang
saling berkaitan yang diambil oleh aktor politik atau sekelompok aktor,
berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk
25

mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada


prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari
para aktor tersebut).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

kebijakan publik adalah suatu rangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi kepada tujuan tertentu dengan

mengarahkan kepada kepentingan publik serta dapat memecahkan masalah-

masalah publik dalam arti bahwa kebijakan untuk mengatasi masalah di

masyarakat. Dalam menjalankannya kebijakan biasanya tertuang di dalam

Undang-undang atau dalam ketentuan yang berlaku yang dibuat oleh pemerintah

yang bersifat mengikat dan memaksa.

2. Proses Kebijakan Publik

Untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan, kebijakan publik tidak

lepas dari proses di dalam pembuatannya. Kebijakan publik yang telah ditetapkan

tentu memiliki dua hal kemungkinan, pertama kebijakan tersebut dapat

memberikan solusi dan mampu menjawab permasalahan yang ada dimasyarakat,

dan kedua kebijakan publik tidak dapat mengatasi permasalah yang ada dan

menimbulkan permasalahan baru dalam masyarakat. Dalam perkembangannya

proses di dalam pembuatan kebijakan publik lebih disederhanakan tetapi tidak

mengurangi estetika dalam proses kebijakan publik. Menurut Hamdi (2014: 79-

107) menyatakan bahwa “Proses kebijakan publik dapat dipahami sebagai


26

serangkaian tahapan atau fase kegiatan untuk membuat kebijakan publik”.

Rangkaian tersebut meliputi:

a. Penentuan Agenda
Para ahli kebijakan publik telah banyak mengemukakan tentang
penentuan agenda dalam kebijakan publik. Dengan tujuan adalah untuk
menjelaskan mekanisme dari transformasi suatu kondisi dalam
masyarakat menjadi masalah kebijakan yang harus dicarikan jalan
keluarnya melalui kekuasaan pemerintah untuk membuat kebijakan.
b. Formulasi Kebijakan
Menurut Kraft dan Furlog dalam (Hamdi, 2014:87) menjelaskan bahwa
“formulasi kebijakan sebagai desain dan penyusunan rancangan tujuan
kebijakan serta strategi untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut”.
Yang artinya formulasi kumpulan data di lapangan yang nanti menjadi
landasan untuk membuat kebijakan.
c. Penetapan Kebijakan
Penetapan kebijakan pada dasarnya adalah pengambilan keputusan
terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang tersedia. Yang nantinya
alternatif yang dipilih atau yang ditetapkan tersebut dinilai mampu
dalam penyelesaian permasalahan publik.
d. Pelaksanaan Kebijakan
Pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana kinerja pemerintah atau
proses yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjadikan sebuah
kebijakan yang menghasilkan keadaan yang sebelumnya telah
direncanakan.
e. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan menyangkut pembahasan kembali terhadap
implementasi kebijakan. Tahapan ini berfokus pada identifikasi hasil-
hasil dan akibat-akibat dari implementasi kebijakan.

Dapat disimpulkan dengan suatu proses tersebut dapat dilihat bahwa

kebijakan yang dihasilkan dapat terealisasi kedalam kehidupan masyarakat dan

dapat mengatasi masalah yang terjadi dimasyarakat. Dalam hal ini proses

implementasi kebijakan merupakan tahapan pelaksaaan dari kebijakan. Pada

tahapan ini penulis berusaha mengetahui bagaimana alur penentuan kebijakan

tersebut dan diimplementasikan.


27

3. Implementasi Program dan Model-model Implementasi Program

Implementasi merupakan bagian dari proses kebijakan, dengan adanya

implementasi dapat mengetahui kebijakan berjalan atau tidak berjalan.

Implementasi kebijakan merupakan perwujudan dari adanya keputusan yang

telah dibuat secara terstruktur dan terorganisir untuk menghasilkan output dan

outcome yang berguna bagi masyarakat, implementasi dapat berjalan apabila

tujuan dan saran telah ditetapkan, serta sumber daya untuk mencapai

terlaksananya kebijakan telah tersedia untuk mencapai tujuan kebijakan yang

ingin dicapai. Di dalam suatu kebijakan biasanya terdapat beberapa program

untuk mencapi tujuan kebijakan tersebut. Dan apabila program yang telah dibuat,

maka setiap aparat yang bersangkutan harus menjalankan program tersebut.

Menurut Wahab (2015:133) menyatakan bahwa implementasi sebagai bentuk

pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan

berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara beragam

pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi (publik atau privat),

prosedur, dan teknik secara sinergitas yang digerakan untuk bekerjasama guna

menerapkan kebijakan ke arah tertentu yang di kehendaki. Menurut Van Meter

dan Van Hom dalam (Wahab, 2015:135) merumuskan proses implementasi

sebagai:

“those actions by public or private individuals (or group) that are


directed at the achievement of objective set fort in prior policy decision”
(tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individual/pejabat-pejabat
28

atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya


tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan).

Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam (Wahab,

2015:135) makna implementasi adalah:

“memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program


dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian yang timbul sesudah
disahkannya pedoman-pedoman kebijakan publik yang didalamnya
meliputi usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan dampak nyata pada masyarakat”.
Berdasakan uraian yang telah dikemukakan oleh para pakar maka penulis

menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu aktivitas atau

kegiatan yang mempunyai sifat berkelanjutan yang telah ditetapkan secara

konseptual oleh para pembuat kebijakan untuk dapat dijalankan oleh para

aparatur yang memiliki ikatan tertentu terhadap kebijakan dalam upaya untuk

mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat serta dapat

dijadikan bahan evaluasi demi terciptanya kebijakan yang efektif dan efisien.

Tahapan implementasi kebijakan untuk melaksanakan program terdapat 3

(tiga) macam menurut pendapat Jones dalam (Widodo, 2010:89) sebagai berikut:

a. Pengorganisasian

Tahap pengorganisasian lebih mengarah pada proses kegiatan

pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan

(penentuan lembaga organisasi) mana yang akan melaksanakan, dan siapa

pelakunya, penetapan anggaran (berapa besar anggaran yang diperlukan,

darimana sumbernya, bagaimana menggunakan, dan mempertanggung-


29

jawabkan), menetapkan prasarana dan sarana apa yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan, penetapan tata kerja, dan penetapan manajemen

pelaksanaan kebijakan termasuk penetapan pola kepemimpinan dan

koordinasi pelaksanaan kebijakan.

1) Pelaksanaan kebijakan/program

Pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada jenis kebijakan

apa yang akan dilaksanakan, namun bukan hanya sekedar

menetapkan suatu lemabaga mana yang akan melaksanakan dan

siapa saja yang melaksanakannya, tetap juga menetapkan tugas

pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggung jawab dari setiap pelaku

kebijakan tersebut.

2) Standar Operasional Prosedur

Dalam setiap pelaksanaan kebijakan perlu ditetapkan adanya

standar operasional prosedur sebagai pedoman, petunjuk, tuntunan,

dan referensi bagi para pelaku kebijakan agar dapat mengetahui apa

saja yang harus disiapkan dan lakukan, siapa sasarannya, dan hasil

apa yang ingin dicapai dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain

itu standar operasioanl prosedur dapat pula digunakan untuk

mencegah timbulnya perbedaan dalam bersikap dan bertindak

ketika dihadapkan pada permasalahan saat melaksanakan kebijakan.

Maka dari itu, setiap kebijakan yang dibuat perlu dibuat prosedur
30

tetap (Protap) atau prosedur baku berupa standar prosedur operasi

dan atau standar pelayanan minimal (SPM).

3) Sumber Daya Keuangan dan Peralatan

Langkah berikutnya setelah ditetapkan siapa yang menjadi pelaku

dan standar operasional prosedur adalah ditetapkannya berapa

besarnya anggaran dan darimana sumber anggaran tadi, serta

peralatan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu

kebijakan. Besarnya anggaran untuk melaksanakan kebijakan

tentunya sangat tergantung kepada apa dan jenis kebijakan yang

akan dilaksanakan. Sumber anggaran dapat ditetapkan dari

pemerintah pusat APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara),

APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), sektor swasta,

swadaya masyarakat, dan lain-lain. Meskipun demikian untuk

melaksanakan kebijakan perlu di dukung oleh peralatan yang

memadai. Tanpa peralatan yang cukup dan memadai akan dapat

mengurangi efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan

kebijakan.

4) Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan

Manajemen pelaksanaan kebijakan dalam hal ini lebih ditekankan

pada penetapan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam

melaksanakan sebuah kebijakan. Apabila pelaku pelaksanaan

kebijakan melibatkan lebih dari satu lembaga makan harus jelas dan
31

tegas pola kepemimpinan yang digunakan, apa menggunakan pola

kolegial atau ada salah lembaga yang ditunjuk sebagai koordinasi.

Bila ditunjuk salah satu di antara pelaku kebijakan untuk

melaksanakan koordinasi biasanya lembaga yang terkait erat

dengan pelaksanaan kebijakan yang diberi tugas sebagai leading

sector bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan

tersebut.

5) Penetapan Jadwal Kegiatan

Agar pelaksanaan kebijakan menjadi baik setidaknya dari “dimensi

proses pelaksanaan kebijakan”, maka perlu ada penetapan jadwal

pelaksanaan kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan tadi harus

diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para pelaku kebijakan.

Jadwal pelaksaan kebijakan ini penting dikarenakan tidak saja

menjadi pedoman dalam melaksanakan kebijakan, tetapi sekaligus

dapat dijadikan sebagai standar untuk menilai kinerja pelaksanaan

kebijakan, terutama dilihat dari dimensi proses pelaksanaan

kebijakan. Oleh karena itu, setiap kebijakan sangat perlu ditegaskan

dan disusun jadwal pelaksanaan kebijakan.

b. Interpretasi

Tahap interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan

yang masih bersifat abstrak kedalam kebijakan yang lebih bersifat teknis

operasional. Kebijakan umum atau kebijakan strategis akan dijabarkan ke


32

dalam kebijakan manajerial dan kebijakan manajerial akan dijabarkan dalam

kebijakan teknis operasional. Kebijakan umum atau kebijakan startegis

diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah yang dibuat bersama dengan

lembaga legistatif (DPRD) dan lembaga eksekutif (pemerintah daerah).

Kebijakan manajerial diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan kepala

daerah (bupati atau walikota) dan kebijakan teknis operasional diwujudkan

dalam bentuk kebijakan kepala dinas, kepala badan atau kepala kantor

sebagai unsur pelaksana teknis pemerintah daerah.

Aktivitas interpretasi kebijakan tadi tidak sekedar menjabarkan

sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang

bersifat lebih operasional, tetapi juga diikuti dengan kegiatan

mengomunikasikan kebijakan agar seluruh masyarakat (stakeholders) dapat

mengetahui dan memahami apa yang menjadi arah, tujuan, dan sasaran

(kelompok sasaran) kebijakan tadi. Kebijakan ini perlu di komunikasikan

atau disosialisasikan agar mereka yang terlibat baik secara langsung maupun

tidak langsung terhadap kebijakan tersebut. Tidak saja mereka menjadi tahu

dan paham tentang apa yang menjadi arah, tujuan dan sasaran kebijakan,

tetapi yang lebih penting mereka akan dapat menerima, mendukung, dan

bahkan mengamankan pelaksanaan kebijakan tadi.

c. Tahap Aplikasi

Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan rencana proses

implementasi kebijakan ke dalam realitas nyata. Tahap aplikasi merupakan


33

perwujudan dari pelaksanaan masing-masing kegiatan dalam tahapan yang

telah disebutkan sebelumnya.

Salah satu model implementasi program adalah model yang

dijelaskan oleh David C. Korten. Dalam model ini memakai pendekatan

proses pembelajaran dan lebih dikenal dengan model kesesuaian

implementasi program. Model ini bertumpu kepada kesesuaian antara tiga

elemen yang ada dalam pelaksanaan program, yakni program itu sendiri,

pelaksanaan program dan kelompok sasaran program. Model kesesuaian

digambarkan sebagai berikut:

Program

Output Tugas

Kebutuhan Kompetensi
PEMANFAAT ORGANISASI
Tuntutan Putusan

Gambar 3. Model Implementasi Program David C Korten


Sumber : Akid dan Tarigan (2000:11)

Korten menggambarkan model ini berintikan tiga elemen yang ada

dalam pelaksanakan program itu sendiri, pelaksanaan program, dan

kelompok sasaran program. Korten menyatakan bahwa suatu program akan

berhasil dilaksanakan jika terdapat integrasi dari tiga unsur implementasi

program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu


34

kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang

dibutuhkan oleh kelompok sasaran. Kedua, kesesuaian antara program

dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang diisyaratkan

oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian

antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian

antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output

program dengan apa yang dilakukan oleh kelompok sasaran program (Akib

dan Tagian, 2000:12).

Model implementasi sebuah program ini sangat penting untuk

digunakan dalam melaksanakan program itu sendiri serta dapat membantu

untuk menganalisis model atau cara sebuah program dijalankan. Menurut

Edward dalam Widodo (2010:97-107) bahwa ada 4 variabel yang dapat

mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni sebagai berikut:

1) Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu bagian terpenting dalam

mengimplementasikan program. Komunikasi dilakukan untuk

memberikan informasi dari pelaku pembuat kebijakan atau program

kepada pelaksana kebijakan. Agar para pelaksana kebijakan dapat

mengetahui, memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah,

kelompok sasaran kebijakan serta dapat mempersiapkan dengan

benar apa yang harus dipersiapkan dan lakukan untuk

melaksanakan suatu kebijakan atau program agar apa yang menjadi


35

tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang

diharapkan. Namun informasi yang diberikan bukan hanya kepada

para pelaku pelaksana tetapi juga kepada kelompok sasaran.

2) Sumber Daya

Menjalankan suatu program kurang efektif jika kurang mempunyai

sumber-sumber daya. Adapun sumber daya tersebut meliputi:

a) Sumber daya manusia

Sumber daya manusia merupakan variabel yang mempengaruhi

keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kebijakan atau

program. Manakala sumber daya manusia terbatas baik dari

jumlah maupun kualitas pelaksanaan kebijakan atau program

tidak akan berjalan efektif. Dengan demikian, sumber daya

manusia dalam menjalankan kebijakan atau program harus ada

ketepatan kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan

keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang

ditanganinya.

b) Sumber daya anggaran, merupakan salah satu sumber daya

yang dapat mempengaruhi keefektivitas dalam menjalankan

suatu kebijakan atau program selain sumber daya manusia.

Terbatasnya sumber daya akan mempengaruhi keberhasilan

suatu pelaksanaan kebijakan atau program, disamping program

tidak dapat berjalan dengan optimal juga menyebabkan


36

disposisi para pelaksana kebijakan rendah, bahkan

menyebabkan goal displacement yang dilakukan oleh para

pelaku kebijakan terhadap pencapaian tujuan da sasaran yang

telah ditetapkan.

c) Sumber daya peralatan, merupakan sarana yang digunakan

untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan.

Terbatasnya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan kebijakan, menyebabkan kegagalan pelaksanaan

kebijakan. Karena dengan terbatasnya fasilitas sulit untuk

mendapatkan informasi yang akurat, tepat, dan tidak

mendorong motivasi para pelaku dalam melaksanakan

kebijakan.

d) Sumber daya informasi, merupakan faktor penting dalam

implementasi suatu program atau kebijakan. Terutama,

informasi yang relevan dan cukup berkaitan dengan bagaimana

cara mengimplementasikan program atau kebijakan dan

informasi juga tentang kerelaan atau kesanggupan dari berbagai

pihak yang terlibat dalam mengimplementasikan kebijakan

tersebut.

3) Disposisi

Disposisi merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para

pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara


37

sungguh-sunguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat

terwujud.

4) Struktur Organisasi

Suatu program atau kebijakan belum dapat berjalan efektif karna

belum adanya ketidak efisien struktur organisasi yang mencakup

pembagian wewenang, hubungan antar unit-unit organisasi yang

ada dalam organisasi yang bersangkutan.

4. Implementasi Program dalam Konsep Implementasi Kebijakan

Menurut Nugroho (2008:494) telah dijelaskan bahwa “implementasi

kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai

tujuannya’. Lebih lanjut lagi Nugroho mengemukakan bahwa ada dua pilihan

langkah yang ada dalam mengimplementasikan kebijakan publik yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan

turunan dari kebijakan publik tersebut. Program merupakan alat agar tujuan

kebijakan publik dapat tercapai, sehingga dengan demikian program merupakan

wujud dalam mengimplementasikan kebijakan publik yang menyebabkan

program dan kebijakan menjadi satu kesatuan.

Unsur-unsur dalam implementasi program untuk mengetahui

keberhasilan program dan bersifat mendukung maupun menghambat pencapaian

suatu program menurut Abdullah yang dikutip dalam Permatasari (2013:21)

adalah sebegai berikut:


38

a. Sasaran pogram yaitu kelompok yang menjadi sasasaran dan diharapkan

mampu menerima manfaat dari program tersebut.

b. Unsur pelaksanaan yaitu pihak yang bertanggungjawab dalam

pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan.

c. Faktor lingkungan baik secara fisik, sosial budaya dan politik yang

mempengaruhi proses implementtasi program.

5. Faktor pendukung dan penghambat implementasi program

Implementasi merupakan suatu wujud nyata dari ketetapan yang telah

disepakati agar mencapai tujuan. Tetapi dalam mengimplementasikan setiap

program yang telah ditetapkan tidak semua berjalan dengan baik dan efektif.

Menurut Soenarko (2000:185) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan

program maupun kebijakan dapat mengalami kegagalan yang disebabkan oleh

beberapa kendala, kendala tersebut meliputi:

a. Teori yang menjadi dasar kebijakan itu tidak tepat, karena harus

melakukan reformulasi terhadap kebijakan tersebut.

b. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaa tidak efektif.

c. Sarana itu mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana

mestinya.

d. Isi dari kebijakan itu samar-samar.

e. Ketidakpastian faktor intern atau ekstern.

f. Kebijakan yang ditetapkan banyak kendala dalam pelaksanaan terutama

kurang memperhatikan masalah teknis.


39

g. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pendukung seperti

waktu, dana dan sumber daya manusia.

Berdasarkan hal diatas tersebut suatu implementasi program dapat

menyebabkan kegagalan di dalam melaksanakannya, maka seharusnya sebelum

ditetapkan suatu kebijakan harus dipikirkan dengan matang bukan hanya

disebabkan oleh ketidakmampuan para pelaksana namun juga melihat masalah

teknis.

Pada pelaksanaan suatu program juga terdapat faktor yang mendukung

untuk terlaksananya suatu program maupun kebijakan. Menurut Soenarko

(2000:186) menyebutkan bahwa yang menjadi faktor-faktor dalam mendukung

keberhasilan pelaksanaan program maupun kebijakan, yaitu:

a. Persetujuan, dukungan dan kepercayaan masyarakat.

b. Isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara jelas terlebih

dahulu.

c. Pelaksanaan haruslah mempunyai informasi yang cukup, terutama

mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang menjadi kelompok

sasaran.

d. Pembagian pekerjaan yang efektif dalam pelaksanaan.

e. Pembagian kekuasaan yang efektif dan wewenang yang rasional dalam

pelaksanaan kebijakan.

f. Pemberian tugas dan kewajiban yang memadai dalam pelaksanaan

kebijakan.
40

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwasannya keberhasilan dan

kegagalan dalam melaksanakan program atau kebijakan ditentukan oleh beberapa

faktor, baik mengenai sumber daya manusia yakni pembuat kebijakan, pelaksana,

dan pengguna ataupu lingkungan. Faktor penghambat dan pendukung tersebut

adalah bahan pertimbangan untuk melaksanakan suatu program, karena dalam

pengimplementasiannya suatu program tentu memiliki kendala yang akan

dihadapinya. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus di perhatikan agar suatu

implementasi program dapat berjalan dengan baik dan meminimalisir kegagalan

yang terjadi.

D. Polri Sebagai Pelaksana Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau biasa disebut Polri merupakan

lembaga yang berada langsung di bawah presiden. Fungsi dan peranan Polri

dijelaskan di dalam Ketetapan MPR No VI/MPR/2000 pasal 2 bahwa “Kepolisian

Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan”. Tugas polri dapat dibagi 2 bagian yakni tugas respresif dan tugas

preventif. Tugas respresif yakni tugas yang diberikan dari yang berkuasa apabila ada

pelanggaran hukum dan Tugas preventif adalah menjaga dan mengawasi ketentuan

hukum agar tidak dilanggar oleh siapapun. Intinya tugas utama dari polri yakni

menjaga keamanan sedangkan tugas tentara adalah untuk menjaga pertahanan negara

dari serangan luar. Polri dan Tni sebagai alat negara harus saling bekerjasama dalam

mengamankan serta mempertahankan kedaulatan negara.


41

Kewenangan, tugas dan fungsi Polri sudah diatur di dalam Undang-Undang

No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan

ketentuan Undang-undang No 2 Tahun 2002 pasal 2 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlingdungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

jika dilihat dari fungsi polri makan esensi dari fungsi pemerintah bahwa polri dalam

menjalankan perannya merupakan salah satu dari lembaga yang menjalanka fungsi

pemerintahan (eksekutif) di dalam sektor kemanan dan ketertiban masyarakat.

sementara itu tugas pokok dari Polri meliputi:

1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

2. menegakkan hukum; dan

3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

Dari pemaparakan diatas tentang kewenangan polri dapat diketahui bahwa

beban atau tanggung jawan polri sangatlah berat dalam melaksanakan kewenanganya.

Sehingga perlu adanya kerjasama yang dilakukan oleh polri dengan badan atau

lembaga lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan kewenangannya.

Anda mungkin juga menyukai