Tentang
GOOD GOVERNANCE DAN CLEAN GOVERNANCE DALAM PELAYANAN
PUBLIK
OLEH
Kata governance berasal dari kata to govern (yang berbeda maknanya dengan to command
atau to order) yang artinya memerintah.
1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional, kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial;
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efisien dan efektif dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mencapai tujuan dimaksud.
Dapat disimpulkan bahwa good governance merupakan seni atau gaya moral pemerintahan
yang baik, lebih memerlukan suatu butir-butir moral-legal dalam pelaksanaannya. Good
governance menunjuk pada suatu penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab serta
efektif dan efisien dengan menjaga kesinergisan interaksi konstruktif diantara institusi
negara/pemerintah (state), sektor swasta/dunia usaha (private sector) dan masyarakat
(society). Tujuan dari good governce sebagai tujuan Primer adalah
mewuhkan pendidikan politik kepada masyrakat (demokrasi) sementara
tujuan sekunder dari Good Governance adalah menciptakan sistem
pelayanan yang efesien dan efektif, akuntabilitas.
Istilah clean government dapat diartikan sebagai pemerintahan yang bersih, yaitu bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme serta permaslahan-permasalahan yang lain terkait dengan
pemerintahan.
Mendahulukan Clean adalah lebih baik daripada Good, dengan alasan, untuk menciptakan
pemerintahan yang baik dalam diri birokrat harus ada komitmen bersih (clean) terlebih
dahulu, apabila tidak maka percuma saja. Jadi syarat menjadi Good Governance adalah
harus Clean Government terlebih dahulu.
Faktanya, Keinginan pemerintah untuk melaksanakan Tata Pemerintahan yang baik (Good
Governance) telah sering terucap di kalangan pemimpin di berbagai forum hingga saat ini.
Salah satunya Harapan dan keinginan mewujudkan Good Governance juga merupakan tekad
yang pernah diucapkan oleh Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat beliau dilantik
sebagai Pemimpin Bangsa Indonesia pertama yang secara lansung dipilih oleh rakyat.
Harapan dan keinginan ini juga diinstruksikan kepada para menteri untuk bersama-sama
memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan mewujudkan pemerintahan yang
bersih (Clean Governance).
3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang
menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam
kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah
harus menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik.
4. Responsif (responsive)
pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-
masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya,
tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-
kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan
strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan
melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga
akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga
akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat
untuk melaksanakan keputusan tersebut.
6. Kesetaraan (equity)
Clean and good governance juga harus didukung dengan asa
kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini
harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara
pemerintahan di Indonesia karena kenyataan sosiologis bangsa kita
sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik
terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua
dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa
setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan
pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang
kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang
jabatan publik pada lembaga yang setara.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda
strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan
publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan
menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga
yang dipimpinnya.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya pemerintah yang sudah
dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam hal pembenahan
sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar bahwa selama ini yang
diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka peluang yang sangat besar bagi
terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya tanggungjawab BPKP tetapi seluruh
instansi pemerintah guna mewujudkan good governance untuk menuju Clean
Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60 tahun
2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang cukup berat.
Tentu bukan soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan tugas
tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa yang
tertuang dalam PP tersebut.
Standar buruk atau baik tata kelola pelayanan yang baik dan bersih
sangat di tentukan pemberian layanan publik yang lebih professional dan
efektif, efisien, sederhana, transparan, tepat waktu, dan sekaligus dapat
membangun kualitas individu dalam arti meningkatkan kapasitas individu
dan masyarakat untuk secara aktif masa depannya.
Ini memang bukan rahasia lagi, karena hal ini sudah biasa dan sering
terjadi di lapangan. Banyak masyarakat sudah menjadi korban dari
adanya diskriminasi dalam pelayanan publik. Diskriminasi ini bisa
menyangkut hubungan kekerabatan, pertemanan, keluarga, etnis, status
sosial dan lain sebagainya.
6. Sistem pelayanan publik yang belum diatur secara jelas dan tegas.
Unsur terpenting dari sebuah sistem pelayanan publik yang belum diatur
secara lebih jelas dan tegas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia
dewasa ini adalah Kode Perilaku Petugas Pelaksana Pelayanan Publik
(Code of Conduct for Public Servants). Hal ini menjadi salah satu faktor
penentu keberhasilan sistem pelayanan publik, terutama bila disadari
bahwa sebagian besar dari permasalahan dan keluhan mengenai
pelayanan publik di Indonesia dapat dikembalikan pada unsur manusia
pengemban fungsi pelayanan publiknya (ekses-ekses KKN, conflict of
interest, dsb). Kehadiran sebuah Code of Conduct yang selengkapnya
mungkin akan lebih mengkokohkan struktur dasar dari Sistem Pelayanan
Publik Indonesia
Sistem rekrutmen sangat penting, karena inilah awal dari adanya aparatur
pemerintahan. Seleksi aparatur pemerintahan harus diperketat lagi dan
tesnya harus diperbaiki, sehingga mampu menghasilkan pegawai yang
professional.
Dalam proses pelayanan sering kali petugas tidak melakukan apa yang
sudah diatur dalam aturan, sehingga masyarakat tidak mendapatkan
kepuasan. Petugas yang sering melanggar harus diberikan sangsi yang
tegas, kalau perlu dipecat. Dengan adanya sangsi yang tegas ini
diharapkan para aparatur pemerintahan tidak berani melakukan tindakan
yang melanggar aturan.
3. Mempermudah Proses
1. https://sosiopublika.wordpress.com/2014/10/31/good-governance-
and-clean-governance/
2. Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Gadjah Mada University Press. 2005
3. https://www.academia.edu/9966363/BAB_9_Tata_Kelola_Pemerintaha
n_yang_Baik_dan_Bersih_good_and_clean_governance
4. http://permatapai1.blogspot.co.id/2014/03/good-governance-dan-
clean-good.html