Anda di halaman 1dari 30

KUMPULAN

BUKU SAKU REGULASI

Oleh :
Nabila Agustina
NIM G41212296
Golongan C

POLITEKNIK NEGERI JEMBER


JURUSAN KESEHATAN
PROGRAM REKAM MEDIK
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. Atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas yaitu Kumpulan Buku Saku
Regulasi. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PRMIK.
Saya berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pengantar
rekam medis dan manajemen informasi kesehatan. Saya menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan kumpulan buku ini, oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran dari Bapak/Ibu dosen sekaligus para pembaca
untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan agar makalah ini menjadi
lebih baik serta bermanfaat bagi pembaca dan bagi saya khususnya sebagai
penulis, selanjutnya kita serahkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa.

Situbondo, 10 September 2021


Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KESEHATAN (UU RI NO. 36 TAHUN 2009)

TENAGA KESEHATAN (UU RI NO.36 TAHUN 2014)

STAF MEDIS (KMK RI NO 631/MENKES/SK/IV/2005)

REKAM MEDIS (PMK RI NO 269/MENKES/PER/III/2008)

STANDAR PROFESI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


(KMK RI NO:HK.01.07/MENKES/312/2020)

RETENSI DAN PEMUSNAHAN ARSIP (PERKA NO 37 TAHUN 2016)

PRAKTIK KEDOKTERAN (UU RI NO 29 TAHUN 2004)

PENYELENGGARAN PEKERJAAN REKAM MEDIS (PMK RI NO 55


TAHUN 2013)

SISTEM INFORMASI PUSKESMAS (PMK RI NO 31 TAHUN 2019)

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU RI NO 19 TAHUN


2016)

INA-CBG (PMK RI NO 76 TAHUN 2016)

SIRS (PMK RI NO 1171/MENKES/PER/VI/2011)

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (PMK RI NO


585/MENKES/PER/IX/1989
KESEHATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

DPR RI DAN PRESIDEN RI


Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang
memungkinkam setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
2. Sumber daya di bidang Kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan, Kesehatan,
sediaan farmasi, dan alat Kesehatan serta fasilitas pelayanan Kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya Kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya Kesehatan.
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
5. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
PASAL 2
Pembangunan Kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama.
PASAL 3
pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
social dan ekonomis.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
PASAL 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
PASAL 5
1.) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan.
2.) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
3.) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan
kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
PASAL 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.
PASAL 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasitentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab.
PASAL 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Bagian Kedua
Kewajiban
PASAL 9
1.) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat
Kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
TENAGA KESEHATAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
DPR RI DAN PRESIDEN RI
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang
kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
4. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

PASAL 2
Undang-Undang ini berasaskan:
a. Perikemanusiaan;
b. manfaat;
c. pemerataan;
d. etika dan profesionalitas;
e. penghormatan terhadap hak dan kewajiban;
f. keadilan;
g. pengabdian;
h. norma agama; dan
i. pelindungan.

PASAL 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
b. mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
c. memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya
Kesehatan;
d. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang
diberikan oleh Tenaga Kesehatan; dan
e. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
BAB II
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
PASAL 4
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap:
a. pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan peningkatan mutu Tenaga Kesehatan;
b. perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan; dan
c. pelindungan kepada Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik.
PASAL 5
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Pemerintah berwenang untuk:
a. menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan skala nasional selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional;
b. merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan;
c. melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan;
d. mendayagunakan Tenaga Kesehatan;
e. membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga Kesehatan melalui pelaksanaan
kegiatan sertifikasi Kompetensi dan pelaksanaan Registrasi Tenaga Kesehatan;
f. melaksanakan kerja sama, baik dalam negeri maupun luar negeri di bidang Tenaga Kesehatan;
dan
g. menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan Tenaga Kesehatan yang akan melakukan
pekerjaan atau praktik di luar negeri dan Tenaga Kesehatan warga negara asing yang akan
melakukan pekerjaan atau praktik di Indonesia.

BAB III
KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN
PASAL 8
Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
a. Tenaga Kesehatan; dan
b. Asisten Tenaga Kesehatan.
PASAL 9
(1) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi
minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

PASAL 10
(1) Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b harus memiliki
kualifikasi minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan.
(2) Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat bekerja di
bawah supervisi Tenaga Kesehatan.
STAF MEDIS
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 631/MENKES/SK/IV/2005
TENTANG PEDOMAN PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS (MEDICAL
STAFF BYLAWS) DI RUMAH SAKIT

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN MENTERO KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PERATURANINTERNAL
STAF MEDIS (MEDICAL STAFF BYLAWS) DI RUMAH SAKIT.
KEDUA : Setiap rumah sakit wajib Menyusun Peraturan Internal Staf Medis(Medical Staff
Bylaws) di Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu profesi medis dan mutu pelayanan
medis.
KETIGA : Pedoman internal Staf Medis(Medical Staff Bylaws) mengacu pada pedoman
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan
Internal Staf Medis(Medical Staff Bylaws) dan Lampiran II Tentang Pengorganisasian Staf
Medis dan Komite Medis.
KEEMPAT : Pedoman Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Ketiga merupakan acuan setiap rumah sakit dalam menyususn
Pedoman Peraturan Internak Staf Medis (Medical Staff Bylaws) yang disesuaikan
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan masing-masing rumah sakit
KELIMA : Dalam rangka Pembinaan dan Pengawasan Direktur Jenderal Pelyanan Medik. Dinas
Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan melakukan monitoring
dan evaluasi penyusunan dan pelaksanaan Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff
Bylaws) di rumah sakit
KEENAM : Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital
ByLaws) sepanjang mengenai Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws)
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Staf medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis yang bekerja purna
waktu maupun paruh waktu di unit pelayanan rumah sakit.

Lampiran I :
Tata cara penyusunan peraturan internal staf medis yaitu :
Membentuk tim penyusun, melakukan pertemuan tim, melakukan legal audit yang sebaiknya
dilakukan oleh tim penyusun tetapi bisa juga meminta bantuan dari luar(konsultan) namun bisa
dilakukan oleh rumah sakit sendiri terutama bagi rumah sakit yang telah mempunyai bagian
hukum dalam struktur organisasinya, Menyusun draft medical staff bylaws, membahas draft,
menyempurnakan draft medical staff bylaws, finalisasi medical staff bylaws, sosialisasi medical
staff bylaws dan yang terakhir melakukan monitoring dan evaluasi.
Lampiran II :
Pengorganisasian staf medis dan komite medis
Pengorganisasian ini ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Melalui
pengorganisasian staf medis diharapkan staf medis di rumah sakit dapat lebih menata diri
dengan focus terhadap kebutuhan pasien sehingga menghasilkan pelayanan medis yang
berkualitas dan bertanggung jawab.
REKAM MEDIS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REKAM MEDIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun · di luar negeri yang
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan
yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
4. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.
5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada dokter atau dokter gigi
6. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang
dilakukan kepad pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
7. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan
hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman,
baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging}, dan rekaman elektro diagnostic
8. Organisasi Profesi adalah lkatan Dokter iindonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi
Indonesia untuk dokter gigi.

BAB II
JENIS DAN ISI REKAM MEDIS
PASAL 2
1. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.
2. Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri.

PASAL 3
1. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan Kesehatan sekurang-kurangnya
memuat :
a) Identitas pasien;
b) Tanggal dan waktu;
c) Hasil amnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan Riwayat penyakit;
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
e) Diagnosis;
f) Rencana penatalaksanaan;
g) Pengobatan dan/atau Tindakan
h) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
i) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan
j) Persetujuan Tindakan bila diperlukan.
2. isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat :
a) Identitas pasien;
b) Tanggal dan Waktu;
c) Hasil anmesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan Riwayat penyakit;
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan
h) Persetujuan Tindakan bila diperlukan;
i) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
j) Ringkasan pulang (discharge summary);
k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga Kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan Kesehatan;
l) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehtan tertentu; dan
m) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
3. isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat :
a) Identitas pasien;
b) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan Kesehatan;
c) Identitas pengantar pasien;
d) Tanggal dan waktu;
e) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
f) hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
g) diagnosis;
h) pengobatan dan/atau tindakan;
i) ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut;
j) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan;
k) transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan
kesehatan lain;
l) pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
4. Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana selain memenuhi ketentuan sebagaiman dimaksud
pada ayat (3) ditambah dengan :
a) Jenis bencana dan lokasii dimana pasien ditemukan ;
b) Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal ; dan
c) Identitas yang menemukan pasien.
5. Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan
6. Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat dalam rekam medis sesuai
ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan disimpan pada sarana pelayanan Kesehatan yang
merawatnya.
STANDAR PROFESI REKAM MEDIS DAN INFORMASI
KESEHATAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK.01.07/MENKES/312/2020
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menetapkan : : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI PEREKAM MEDIS DAN
INFORMASI KESEHATAN.

KESATU : Standar profesi perekam medis dan informasi Kesehatan terdiri atas :
a. Standar kompetensi; dan
b. Kode etik profesi.
KEDUA : Mengesahkan standar kompetensi perekam medis dan Informasi Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU huruf a, tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KETIGA : Kode etik profesi sebgaimana dimaksud dalam Diktum KESATU huruf b ditetapkan oleh
organisasi profesi.
KEEMPAT : Pada saat keputusan Menteri ini mulai berlaku, maka keputusan Menteri Kesehatan
nomor 377/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Lampiran :
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 55 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan
pekerjaan perekam medis bahwa perekam medis dan informasi Kesehatan adalah seseorang
yang telah lulus Pendidikan RMIK sesuai peraturan perundang-undangan. Rekam medis sebagai
sumber informasi memerlukan pengelolaan yang professional untuk memenuhi kebutuhan
berbagai aspek meliputi :
Administrasi, hukum, keuangan, peelitian, Pendidikan, pendokumentasian, dan Kesehatan
masyarakat.
Pengolahan data rekam medis menghasilkan informasi Kesehatan melalui tahapan
mengumpulkan, mengintegrasikan, menganalisis data pelayanan Kesehatan primer dan
sekunder, menyajikan dan mendiseminasi informasi yang berguna untuk perencanaan dan
pengambilan keputusan. Oleh karena itu pelayanan rekam medis dan informasi Kesehatan perlu
dikelola oleh seseorang yang kompeten dan memiliki kewenangan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Standar kompetensi ini disusun sebagai pedoman bagi perekam medis dan informasi Kesehatan
dalam meningkatkan mutu pelayanan rekam medis dan informasi Kesehatan yang mendukung
pelayanan Kesehatan di Indonesia.
RETENSI DAN PEMUSNAHAN ARSIP
PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2016

Menetapkan : PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN


PENYUSUTAN ARSIP
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan Arsip
Inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna,
dan penyerahan arsip statis kepada Lembaga kearsipan.
2. Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
3. Kearsipan adalah hal-hal yang berkenaan dengan arsip.
4. Arsip dinamis dalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan
disimpan dalam jangka waktu tertentu.
5. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus
6. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaanya telah menurun.
7. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna
kesejarahan, telah habis retensinya dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi.
PASAL 2
Pedoman penyusutan arsip merupakan acuan bagi pencipta arsip dalam melaksanakan kegiatan
penyusutan arsip.
PASAL 3
Penyusutan arsip meliputi kegiatan :
a. Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan;
b. Pemusnahan arsip yang telah habis retensinya dan tidak memiliki nilai guna; dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada Lembaga kearsipan.
PASAL 4
Penyusutan arsip dilakukan oleh pencipta arsip berdasarkan JRA.

BAB II
PEMINDAHAN ARSIP
PASAL 5
1) Pemindahan arsip inaktif dilaksanakan dengan mmeperhatikan bentuk dan media arsip.
2) Pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan :
a. Penyeleksian arsip inaktif;
b. Pembuatan daftar arsip inaktif yang akan dipindahkan;
c. Penataan arsip inaktif yang akan dipindahkan.
BAB III
PEMUSNAHAN ARSIP
PASAL 7
1) Pemusnahan arsip menjadi tanggung jawab pimpinan pencipta arsip.
2) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap arsip.
a. Tidak memiliki nilai guna
b. Telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan JRA;
c. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang ; dan
d. Tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara.
3) Dalam hal arsip belum memenuhi semua ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), retensinya ditentukan kembali oleh pimpinan pencipta arsip.
PASAL 8
Prosedur pemusnahan arsip berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Pembentukan panitia penilai arsip;
b. Penyeleksian arsip;
c. Pembuatan daftar arsip usul musnah oleh arsiparis di unit kearsipan;
d. Penilaian oleh panitia penilai arsip;
e. Permintaan persetujuan dari pimpinan pencipta arsip;
f. Penetapan arsip yang akan dimusnahkan;
g. Pelaksanaan pemusnahan.
PASAL 9
1. Pelaksanaan kegiatan pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
dilakukan sesuai dengan prosedur pemusnahan arsip.
2. Ketentuan mengenai Teknik pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
kepala ini.
Lampiran :
Prosedur pemusnahan arsip oleh pencipta arsip melalui tahapan berikut yaitu,
membentuk panitia penilai arsip, menyeleksi arsip, pembuatan daftar arsip usul
musnah, menilai arsip, permintaan persetujuan pemusnahan,
Penetapam arsip yang akan dimusnahkan, dan terakhir melaksanakan pemusnahan
arsip.
PRAKTIK KEDOKTERAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya Kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis
lulusan Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh pemerintah republik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
PASAL 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah,
manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta erlindungan dan keselamatan pasien.
PASAL 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter
dan dokter gigi; dan
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
terdapat pasal terkait Rekam Medik yaitu di BAB VII tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran di Bagian Ketiga, paragraf 3 tentang Rekam Medis yaitu pada pasal:
PASAL 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalani praktik kedokteran wajib membuat rekam
medis.
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan Kesehatan.
Keterangan :
Dalam hal ini terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis, berkas
dan catatan tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan
catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan
dan dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
3. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau Tindakan.
Keterangan :
Yang dimaksud dengan petugas adalah dokter atau dokter gigi atau tenaga Kesehatan lain
yang memberikan pelayanan leangsung kepada pasien.
PASAL 47
1. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan Kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
2. Rekam medis sebagaimanaa dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan Kesehatan.
3. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
PENYELENGGARAN PEKERJAAN REKAM MEDIS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 55 TAHUN 2013
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN
PEREKAM MEDIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perekam medis adalah seorang yang telah lulus Pendidikan rekam medis dan informasi Kesehatan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, Tindakan, dan pelayanan lain, kepada pasien pada fasilitas pelayanan
Kesehatan.
3. Manajemen pelayanan rekam medis dan informasi Kesehatan adalah kegiatan menjaga,
memelihara, dan melayani rekam medis baik secara manual maupun elektronik sampai
menyajikan informasi Kesehatan di rumah sakit, praktik dokter klinik, asuransi Kesehatan, fasilitas
pelayanan Kesehatan dan lainnya yang menyelenggarakan pelayanan Kesehatan dan menjaga
rekaman.
PASAL 2
Dalam peraturan Menteri ini diatur segala seuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan rekam
medis dan informasi Kesehatan yang harus dilaksanakan oleh perekam medis dalam
melaksanakan pekerjaannya.

BAB II
PERIZINAN
BAGIAN KESATU
KUALIFIKASI PEREKAM MEDIS
PASAL 3
Berdasarkan Pendidikan perekam medis dikualifikasikan sebagai berikut :
a. Standar kelulusan Diploma tiga sebagai Ahli Madya Rekam Medis dan Informasi Kesehatan;
b. Standar kelulusan Diploma empat sebagai Sarjana Terapan Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan;
c. Standar kelulusan Sarjana sebagai Sarjana Rekam Medis dan Informasi Kesehatan; dan
d. Standar kelulusan Magister sebagai Magister Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

BAB III
PELAKSANAAN PEKERJAAN PEREKAM MEDIS
PASAL 11
Perekam medis yang memiliki SIK perekam medis dapat melakukan pekerjaannya pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan berupa:
a. Puskesmas;
b. Klinik;
c. Rumah sakit; dan
d. Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
PASAL 12
Pimpinan Fasilitas pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan perekam medis yang tidak memiliki SIK
perekam medis untuk melakukan pelayanan rekam medis dan informasi Kesehatan di Fasilitas
pelayanan Kesehatan tersebut.
PASAL 13
Dalam pelaksanaan pekerjaannya, Perekam Medis mempunyai kewenangan sesuai dengan kualifikasi
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yaitu:
a. Ahli Madya Rekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan
rekam medis dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai kewenangan
sebagai berikut:
1. melaksanakan kegiatan pelayanan pasien dalam manajemen dasar rekam medis dan
informasi kesehatan;
2. melaksanakan evaluasi isi rekam medis;
3. melaksanakan sistem klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan
kesehatan dan tindakan medis sesuai terminologi medis yang benar;
4. melaksanakan indeks dengan cara mengumpulkan data penyakit, kematian, tindakan dan
dokter yang dikelompokkan pada indeks;
5. melaksanakan sistem pelaporan dalam bentuk informasi kegiatan pelayanan kesehatan;
6. merancang struktur isi dan standar data kesehatan, untuk pengelolaan informasi
kesehatan;
7. melaksanakan evaluasi kelengkapan isi diagnosis dan tindakan sebagai ketepatan
pengkodean;
8. melaksanakan pengumpulan, validasi dan verifikasi data sesuai ilmu statistik rumah sakit;
9. melakukan pencatatan dan pelaporan data surveilans;
10. mengelola kelompok kerja dan manajemen unit kerja dan menjalankan organisasi
penyelenggara dan pemberi pelayanan Kesehatan;
11. mensosialisasikan setiap program pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan;
12. melaksanakan hubungan kerja sesuai dengan kode etik profesi;dan
13. melakukan pengembangan diri terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Sarjana Terapan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan
rekam medis dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai
kewenangan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi masalah-masalah teknologi informasi yang berkaitan dengan pelayanan
manajemen rekam medis dan informasi Kesehatan.
2. merancang sistem evaluasi isi rekam medis manual dan elektronik;
3. merancang struktur isi dan standar data kesehatan, untuk pengembangan informasi
kesehatan;
4. memvalidasi kelengkapan diagnosis dan tindakan medis sebagai ketepatan pengkodean;
5. memvalidasi indeks dengan cara menilai kumpulan data penyakit, kematian,
tindakan dan dokter yang dikelompokkan pada indeks;
6. memvalidasi kumpulan dan verifikasi data sesuai dengan jenis formulir survei;
7. mengevaluasi sistem klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan
kesehatan dan tindakan medis dalam pembiayaan kesehatan;
8. melaporkan hasil monitoring kinerja mutu pelayanan rekam medis dan informasi
kesehatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi;
9. menganalisa dan mengevaluasi pengelolaan manajemen unit kerja serta menjalankan
organisasi fasilitas pelayanan kesehatan;
10. menyelesaikan masalah secara prosedural baik manual/elektronik; dan
11. melaksanakan hubungan kerja sesuai dengan kode etik profesi.
c. Sarjana Rekam Medis dan informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan rekam medis
dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai kewenangan
sebagai berikut:
1. membuat identifikasi permasalahan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. merancang dan mengembangkan sistem jaringan rekam medis manual dan elektronik;
3. menganalisa kegiatan manajemen rekam medis dan informasi kesehatan;
4. membuat rancangan alternatif solusi pengelolaan informasi Kesehatan dengan menggunakan
prinsip-prinsip system rekam medis dan informasi Kesehatan/manajemen informasi kesehatan
5. menciptakan rancangan baru (inovasi) alternatif solusi pengelolaan informasi
kesehatan dengan menggunakan prinsip- prinsip sistem rekam medis dan informasi
kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;
6. melakukan pengawasan pengelolaan informasi kesehatan dengan menggunakan prinsip-prinsip
sistem rekam medis dan informasi kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;
7. merancang dan mengembangkan struktur isi dan standar data kesehatan, untuk
pengembangan informasi kesehatan;
8. memvalidasi kelengkapan diagnosis dan tindakan medis sebagai ketepatan pengkodean;
9. memvalidasi indeks dengan cara menilai kumpulan data penyakit, kematian, tindakan
dan dokter yang dikelompokkan pada indeks.
10. memvalidasi kumpulan dan verifikasi data sesuai dengan jenis formulir survei;
11. mengevaluasi sistem klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan
kesehatan dan tindakan medis;
12. melakukan komunikasi kemitraan peneliti di bidang manajemen informasi kesehatan
dengan menggunakan prinsip-prinsip sistem rekam medis dan informasi
kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;
13. melakukan analisis data menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi;
14. memberikan kontribusi pada kegiatan riset bidang pelayanan rekam medis dan informasi
kesehatan; dan
15. melaksanakan hubungan kerja sesuai dengan kode etik profesi

d. Magister Rekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan


rekam medis dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai
kewenangan sebagai berikut:
1.mengembangkan desain rekam medis elektronik sesuai kebutuhan system pelayanan dan
pelaporan dengan menggunakan biostatistik;
2.mengembangkan desain yang spesifik sesuai kebutuhan pengembangan modul penelitian
bersama dengan kelompok profesi lain;
3.mengembangkan kemampuan analisa trend penyakit dan mendistribusikan sesuai
dengan otorisasi akses dan keamanan data;
4.mengembangkan kerja sama dengan tim epidemiologi dalam mendesain rancangan survei
penyakit serta dalam demografi kependudukan;
5.mengembangan sistem informasi kesehatan masyarakat berbasis website/ situs; dan
6.mengembangkan sistem evaluasi pelayanan rekam medis elektronik yang
dipublikasikan.
SISTEM INFORMASI PUSKESMAS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2019
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SISTEM INFORMASI PUSKESMAS
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pusat Kesehatan Masyarakat selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
2. Sistem Informasi Puskesmas adalah suatu tatanan yang menyediakan informasi untuk
membantu proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan manajemen
Puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatannya.
3. Pencatatan adalah serangkaian kegiatan untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan, pengukuran, dan/atau penghitungan pada setiap langkah upaya
kesehatan yang dilaksanakan Puskesmas.
4. Pelaporan adalah penyampaian data terpilah dari hasil pencatatan kepada pihak
terkait sesuai dengan tujuan dan kebutuhan yang telah ditentukan.
5. Identitas Puskesmas adalah data yang menunjukan nama, kode, status akreditasi,
alamat, dan kategori Puskesmas.
6. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan perencanaan, penggerakan
dan pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja yang secara
sistematik dilaksanakan Puskesmas dalam rangka menyelenggarakan tugas dan fungsi
secara efektif dan efisien yang didukung dengan pola kepemimpinan yang tepat.
7. Tim pengelola Sistem informasi Puskesmas yang selanjutnya Tim Pengelola
adalah tim yang dibentuk untuk melaksanakan pengolahan, pemanfaatan, dan
penyiapan bahan laporan Sistem Informasi Puskesmas.
8. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan kerja perangkat daerah yang
bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan di
kabupaten/kota.
9. Dinas Kesehatan Provinsi adalah satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung
jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan
di provinsi.
PASAL 2
Pengaturan Sistem Informasi Puskesmas bertujuan untuk:
a) mewujudkan penyelenggaraan Sistem Informasi Puskesmas yang terintegrasi;
b) menjamin ketersediaan data dan informasi yang berkualitas berkesinambungan,
dan mudah diakses; dan
c) meningkatkan kualitas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya melalui
penguatan manajemen Puskesmas.
BAB II
PENYELENGGARAAN
BAGIAN KESATU
UMUM
PASAL 3
1. Setiap Puskesmas wajib menyelenggarakan Sistem Informasi Puskesmas.
2. Sistem Informasi Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari
sistem informasi kesehatan kabupaten/kota.
3. Sistem Informasi Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan
secara elektronik dan/atau secara nonelektronik.
4. Sistem Informasi Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
mencakup:
a. pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya;
b. pencatatan dan pelaporan keuangan Puskesmas dan jaringannya;
c. survei lapangan;
d. laporan lintas sektor terkait; dan
e. laporan jejaring Puskesmas di wilayah kerjanya.
5. Dalam penyelenggaraan system informasi Puskesmas wajib dilakukan pembersihan, validasi,
dan pengelompokan data sesuai kebutuhan.

BAB III
PENGORGANISASIAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PASAL 28
1. Sistem Informasi Puskesmas dikelola oleh Tim Pengelola yang diketuai oleh pejabat yang
menangani ketatausahaan Puskesmas.
2. Tim Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Kepala Puskesmas.
3. Anggota Tim Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 2 (dua) orang yang
terdiri atas:
a. tenaga non kesehatan yang memiliki kompetensi sistem informasi; dan
b. tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi epidemiologi atau statistik.
PASAL 29
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan mengembangkan sumber daya
manusia yang mengelola Sistem Informasi Puskesmas.
(2) Pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pendidikan dan/ atau pelatihan di bidang Sistem Informasi Puskesmas dan yang
terkait.

BAB VII KETENTUAN


PENUTUP
PASAL 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem Informasi Puskesmas dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
PASAL 35
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
63/Menkes/SK/II/1981 tentang Penetapan Berlakunya Penyelenggaraan Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2016
TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 11 TAHUN 2008

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN


2008 TENTANG TRANSAKSI ELEKTRONIK.

PASAL 1
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) diubah sebagai berikut:
1. Di antara angka 6 dan angka 7 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 6a sehingga Pasal
1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi informasi adalah suatu Teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/menyebbarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau
Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
6a. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan
Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem
Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem
Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang
bersifat tertutup ataupun terbuka.
2. Ketentuan Pasal 5 tetap dengan perubahan penjelasan ayat (1) dan ayat (2) sehingga
penjelasan Pasal 5 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal
Undang-Undang ini.
KETERANGAN :
Pada pasal 5 ayat (1) menjelaskan tentang keberadaan informasi elektronik dan/ dokumen
elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah terutama yang berkaitan dengan perbuatan hukum.
Dan ayat (2) menjelaskan informasi elektronik dan/ dokumen elektronik yang berupa hasil
interupsi/rekaman merupakan bagian dari penyadapan dalam rangka menegakkan hukum.
3. Ketentuan pasal 26 ditambah tiga ayat yaitu ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) sehingga pasal 26
berbunyi sebagai berikut.
PASAL 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang- undangan, penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang
ini.
(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas
permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme
penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak
relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam
peraturan pemerintah.
PEDOMAN INDONESIAN CASE BASE GROUPS (INA-CBG)
DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 2016

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN INDONESIAN CASE BASE


GROUPS (INA-CBG) DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.

PASAL 1 Menjelaskan bahwa Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan acuan bagi fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan pihak lain
yang terkait mengenai metode pembayaran INA-CBG dalam penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan.

PASAL 2 Menjelaskan bahwa Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Maksudnya :
Dalam pelaksanaan JKN, System INA-CBG merupakan salah satu instrument penting dalam
pengajuan dan pembayaran pelayanan Kesehatan oleh FKRTL(Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut) yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka pihak manajemen
maupun fungsional di setiap FKRTL tersebut perlu memahami konsep pedoman INA-CBG.

PASAL 3 Menjelaskan bahwa Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian
Case Base Groups (INA-BG‟s) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 795),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

PASAL 4 Menjelaskan bahwa Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal
26 Oktober 2016.
SIRS (SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT)
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1171/MENKES/PER/VI/2011

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN


BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
1. Setiap rumah sakit wajib melaksanakan Sstem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
2. SIRS sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan
penyajian data rumah sakit.
PASAL2
1. SIRS merupakan aplikasi system pelaporan rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan yang
meliputi : data identitas rumah sakit, data ketenagaan pekerja rumah sakit, data rekapitulasi
kegiatan pelayanan, data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat inap dan rawat jalan.
2. Untuk dapat menggunakan aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rumah sakit
wajib melakukan registrasi pada Kementerian Kesehatan.
Dan diayat (3) dan (4) dijelaskan Registrasi yang dimaksud merupakan pencatatan data dasar rumah
sakit untuk mendapatkan Nomor Identitas Rumah Sakit yang berlaku secara nasional
dan dilakukan secara online pada situs resmi.
PASAL 3
Penyelenggaraan SIRS bertujuan untuk :
a. Merumuskan kebijakan dibidang perumahsakitan
b. Menyajikan informasi rumah sakit secara nasional
c. Melakukan pemantauan,pengedalian dan evaluasi pentelenggaraan rumah sakit secara nasional
PASAL 4
Pelaporan SIRS terdiri dari :
1. Pelaporan yang bersifat terbarukan setiap saat(updated) yang ditetapkan berdasarkan
kebutuhan informasi
2. Pelaporan yang bersifat periodic maksudnya dilakukan 1 kali dalam 1 bulan dan 1 kali
dalam 1 tahun
3. Sifat pelaporan SIRS ditetapkan oleh dirjen bina upaya Kesehatan
PASAL 5
Pengisian laporan SIRS mengacu pada pedoman system informasi rumah sakit bagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan ini.
PASAL 6
Pasal ini menjelaskan tentang pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Dirjen Bina Upaya
Kesehatan untuk meningkatkan efektifitas pelaporan SIRS, dirjen dapat memberikan penghargaan
kepada rumah sakit maupun Dinkes Provinsi dan/ Dinkes Kabupaten/Kota.
PASAL 7
Pada saat peraturan ini berlaku, semua rumah sakit sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan
yang berlaku paling lambat dalam jangka waktu 2 tahun setelah peraturan ini diundangkan.
PASAL 8
Dengan berlakunya peraturan ini, maka keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1410/MENKES/SK/X/2003
tentang system informasi rumah sakit revisi V dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
PASAL 9
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal tanggal diundangkan

JUKNIS SIRS REVISI VI dalam formulir pelaporannya SIRS terdiri dari 5 rekapitulasi(RL) diantaranya :
1) RL 1 (data dasar rumah sakit) dilaporkan secara terbarukan atau di update setiap saat apabila
terdapat perubahan data.
2) RL 2 (data ketenaga kerjaan) dilaporkan secara periodik atau dilaporkan setiap 1 tahun sekali
maupun 1 tahun dua kali.
3) RL 3 ( data pelayanan rumah sakit) dilaporkan secara periodic
4) RL 4 (data morbiditas maupun mortalitas pasien) dilaporkan secara periodic
5) RL 5 (data bulanan) berisikan tentang 10 besar penyakit terbanyak yang diderita
pasien,dilaporkan secara periodic yaitu sekali dalam satu bulan.
 PEMBAGIAN DATA-DATA YANG TERDAPAT PADA FORMULIR REKAPITULASI (RL)
1) RL 1 dengan rincian sebagai berikut :
- RL 1.1 (formulir data dasar rumah sakit)
- RL 1.2 (indicator pelayanan rumah sakit)
- RL 1.3 (fasilitas tempat tidur)
2) RL 2 (ketenaga kerjaan)
3) RL 3 dengan rincian sebagai berikut :
- RL 3.1 (kegiatan pelayanan rawat inap)
- RL 3.2 (kegiatan pelayanan rawat darurat)
- RL 3.3 ( kegiatan pelayanan gigi dan mulut)
- RL 3.4 (kebidanan)
- RL 3.5 (perinatologi)
- RL 3.6 (pembedahan)
- RL 3.7 (radiologi)
- RL 3.8 (pemeriksaan laboratorium)
- RL 3.9 (rehabilitasi medik)
- RL 3.10 (pelayanan khusus)
- RL 3.11 (kesehatan jiwa)
- RL 3.12 (keluarga berencana (KB))
- RL 3.13 (pengadaan obat)
- RL 3.14 (kegiatan rujukan)
- RL 3.15 (cara bayar)
4) RL 4 dibedakan menjadi :
- 4a (data keadaan morbiditas pasien rawat inap penyebab kecelakaan)
- 4b ( pasien rawat jalan penyebab kecelakaan )
5) RL 5 dibedakan menjadi :
- RL 5.1 (pengunjung rumah sakit)
- RL 5.2 (kunjungan rawat jalan)
- RL 5.3 (daftar 10 besar penyakit rawat inap)
- RL 5.4 (daftar 10 penyakit rawat jalan)
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 585/MENKES/PER/IX/1989

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSETUJUAN


TINDAKAN MEDIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
a. Persetujuan tindakan medik / informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut;
b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau
terapeutik;
c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan
tubuh;
d. Dokter adalah dokter umum / spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di
rumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.

BAB II
PERSETUJUAN
PASAL 2
1.) Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2.) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
3.) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi
yang adequat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat
ditimbulkannya.
4.) Cara penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi
dan situasi pasien.
PASAL 3
1) Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
2) Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak diperlukan
persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyatanyata atau secara
diamdiam.
BAB III
INFORMASI
PASAL 4
1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak
diminta.
2) Dokter harus memberikan informasi selengkapIengkapnya, kecuali bila dokter menilai bahwa
informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
informasi.
3) Dalam halhal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang
perawat/ paramedik lainnya sebagai saksi.
PASAL 5
1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan
dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.
2) Informasi diberikan secara lisan.
3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien.
4) Dalam halhal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
PASAL 6
1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan oleh
dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.
2) Dalam keadaan tertentu di mana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1) informasi
harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang
bertanggungjawab.
3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif lainnya, informasi
dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang
bertanggungjawab.
PASAL 7
1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.
2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter harus
memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.
CATATAN :

Peraturan ini sudah tidak berlaku lagi dan digantikan oleh Peraturan Menteri Republik
Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008

Anda mungkin juga menyukai