Anda di halaman 1dari 46

GAMBARAN ANGKA BEBAS JENTIK DENGAN ADANYA PROGRAM

G1R1J DI RT 16 KELURAHAN TAMBAK SARI


PERIODE NOVEMBER – DESEMBER 2019

MINI PROJECT

Oleh:
dr. Emil Intan Rachmawati
dr. Maghrifah Fifti
dr. Maizola Putri
dr. Priskila Anestasia Sianipar
dr. Yuni Azoya
dr. Zuhriya Aryati

Pembimbing :
dr. Hj Raodah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai
dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi
perdarahan seperti uji tourniquet (rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit
(petekie), mimisan, gusi berdarah dan lain sebagainya.1,2
Faktor resiko yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain sanitasi
lingkungan yang kurang baik, misalnya: timbunan sampah, timbunan barang bekas,
selain itu adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada genangan air di tempat tinggal pasien
sehari-hari, serta adanya penderita demam berdarah dengue disekitar pasien.2
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Tingkat insiden penyakit DBD di Indonesia
merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asia Tenggara. Terhitung sejak tahun
1970 hingga tahun 2016, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. >100.000 kasus/ tahun.3 Di
Kota Jambi kasus DBD masih banyak terjadi, pada Januari hingga Oktober tahun 2019
terdapat 517 kasus dengan 8 kasus meninggal. Salah satu penyumbang terbesar adalah
kecamatan Jambi Selatan, yang terdiri dari 5 kelurahan. Terdapat 50 kasus DBD dengan
1 kasus meninggal, 10 kasus diantaranya terdapat pada kelurahan Tambak Sari.
Sampai saat penyakit DBD ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Prinsip pengobatan DBD adalah
pemberian cairan melalui oral maupun intravena, pemberian obat penurun panas,
kompres air hangat, serta mencegah terjadinya penularan melalui program 3M plus
(menguras, menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang/ memanfaat kembali
barang-barang bekas serta ditambah (Plus) seperti menaburkan larvasida pembasmi
jentik, memelihara ikan pemakan jentik, mengganti air dalam pot/ vas bunga dan lain-
lain). Keterlibatan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan peran aktif
dari satgas jumantik (satuan petugas pemantau jentik) serta masyarakat sangat dibutuhkan
untuk menekan tingkat kejadian maupun mortalitas DBD. Cara paling tepat memberantas
nyamuk adalah memberantas jentiknya, karena dengan pemberantasan jentik akan
memutus siklus hidup nyamuk sehingga penularan kasus DBD dapat dikurangi. Salah
satu indikator keberhasilan upaya pengendalian DBD adalah angka bebas jentik (ABJ).
Indeks ABJ nasional adalah ≥95%. Apabila ABJ ≥95%, maka penularan DBD dapat
dicegah atau dikurangi. Prognosis penyakit DBD jika tanpa komplikasi umumnya bonam,
karena hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.1,2
Tingginya angka kejadian, angka bebas jentik Kota Jambi yang kurang dari 95% dan
begitu besarnya manfaat pencegahan DBD menjadi latar belakang peneliti untuk membuat
penelitian berjudul gambaran angka bebas jentik dengan adanya program G1R1J di RT 16
Kelurahan Tambak Sari periode Agustus – Desember 2019.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran angka bebas jentik dengan adanya program G1R1J di RT 16
Kelurahan Tambak Sari periode November –Desember 2019?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran angka bebas jentik dengan adanya program G1R1J di
RT 16 Kelurahan Tambak Sari periode November – Desember 2019?

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui perbedaan angka bebas jentik dengan ada atau tidaknya program
G1R1J di RT 16 Kelurahan Tambak Sari periode November – Desember 2019?
2. Mengetahui faktor risiko apa saja yang ada di RT 16 Kelurahan Tambak Sari yang
mempengaruhi angka bebas jentik periode November – Desember 2019?
3. Dengan adanya program G1R1J ini diharapkan angka kejadian DBD di RT 16
Kelurahan Tambak Sari dapat berkurang.
4. Mengajak seluruh masyarakat desa, ketua RT, lurah, dinas terkait maupun
puskesmas ikut berperan aktif untuk mencegah terjadinya DBD di RT 16
Kelurahan Tambak Sari
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi untuk UPTD Puskesmas Pakuan Baru dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit DBD.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gambaran faktor risiko penyakit DBD
3. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pentingnya melakukan pencegahan
DBD.
4. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan pembanding untuk
penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelurahan Tambak Sari, Jambi Selatan


2.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Secara geografis, kelurahan Tambak Sari Terletak di Kecamatan Jambi
Selatan yang merupakan salah satu cakupan UPTD Puskesmas Pakuan Baru dengan
luas wilayah ± 146 Ha yang terdiri dari 7825 Penduduk, dengan jumlah KK
sebanyak 2.321, jumlah RT sebanyak 34. Batas wilayah bagian timur yaitu
kelurahan Pakuan Baru dan Wijayapura, Barat berbatasan dengan kelurahan
Jelutung, selatan berbatasan dengan kelurahan Pasir Putih dan Thehok, bagian utara
berbatasan dengan Talang Jauh.

2.2. Demam Berdarah Dengue


2.2.1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi dengue yang
diagnosanya ditegakkan jika ada 2 kriteria klinis ditambah dengan 2 kriteria
laboratoris. Kriteria klinisnya adalah demam tinggi mendadak, terus-menerus 2 – 7
hari, manifestasi perdarahan (uji rumple leed positif, petekie, ekimosis, purpura,
perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena),
pembesaran hati, dan syok. Kriteria laboratoris ditandai dengan trombositopenia
(<100.000/ul) dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥20%).3
Sindrom syok dengue (SSD) merupakan syok hipovolemik yang terjadi
pada DBD yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai
perembesan plasma. Syok dengue biasanya terjadi di sekitar penurunan suhu tubuh
dan sering kali didahului oleh tanda bahaya. Pasien yang tidak mendapat terapi
cairan intravena yang adekuat akan segera mengalami syok.4

2.2.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Di Indonesia, keempat jenis
serotipe tersebut ditemuan dan bersirkulasi sepanjang tahun, serotipe DEN3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat.5
Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Stegomiya
aegipty (Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus (Aedes albopictus). Transmisi
virus tergantung dari faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam faktor biotik adalah
faktor virus, vektor nyamuk, dan pejamu manusia, sedangkan faktor abiotik adalah
suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan.4

2.2.3. Epidemiologi
Istilah demam berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun
1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada tahun
1993 DBD telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia. Dalam 50 tahun
terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30 kali
seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam
dekade terakhir ini.4
Terhitung sejak tahun 1970 hingga tahun 2016, World Health Organization
(WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara. >100.000 kasus/tahun. Di Kecamatan Tebing Tinggi sendiri angka
kejadian DBD pada bulan Januari hingga Juli berjumlah 32 kasus dan Demam
dengue sebanyak 5 kasus, dengan salah satu penyumbang terbesar adalah RT 16
Kelurahan Tambak Sari.

2.2.4. Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup, maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu terutama dalam mencukupi kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat bahkan dapat menimbulkan kematian.5
Secara umum, patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi
berbagai komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara
terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue
yaitu sel dendrit, monosit/ makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi
tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan
aktivitas sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel
imun tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin kemokin, dan mediator inflamasi
lain dalam jumlah banyak, akibatnya akan menimbulkan berbagai bentuk tanda dan
gejala infeksi virus dengue.2
Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut:6
• Infeksi primer menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe penyebab.
• Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda pada umumnya
memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi
primer.
• Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki antibodi dapat menunjukkan manifestasi
klinis berat walaupun pada infeksi primer.
• Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD terjadi saat jumlah
virus dalam darah menurun.
• Perembesan plasma terjadi dalam waktu singkat (24-48 jam) dan pada
pemeriksaan patologi tidak ditemukan kerusakan dari sel endotel pembuluh
darah.
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection). Hipotesis ini menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
infeksi mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.5
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan,
respon antibodi yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
anti dengue. Di samping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertranformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibodi yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites).5

Gambar 1. Patogenesis DBD6


Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD5

2.2.5. Siklus Hidup Nyamuk Penular DBD


Siklus hidup nyamuk nyamuk penular DBD (Aedes aegypti dan Aedes
albopictus) adalah dari telur kemudian menetas menjadi jentik (larva) kemudian
berkembang menjadi pupa dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Perkembangan
dari telur menjadi nyamuk tersebut membutuhkan waktu kurang lebih 9-10 hari.7

Gambar 3. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti7


2.2.5.1. Ciri-Ciri Nyamuk Aedes Aegypti
1. Telur
a. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur kurang lebih
sebanyak 100 – 200 butir.
b. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran sangat kecil
kira-kira 0,8 mm.
c. Telur ini menempel di tempat yang kering (tanpa air) dan dapat bertahan
sampai 6 bulan.
d. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah
terendam air.

Gambar 4. Telur nyamuk Aedes aegypti7


2. Jentik
a. Jentik kecil yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5 – 1 cm.
b. Jentik selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari
bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian
turun kembali ke bawah dan seterusnya.
c. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
d. Setelah 6-8 hari jentik tersebut akan berkembang menjadi pupa.
Gambar 5. Jentik nyamuk Aedes aegypti7
3. Pupa
a. Berbentuk seperti koma
b. Gerakannya lamban
c. Sering berada di permukaan air.
d. Setelah 1-2 hari berkembang menjadi nyamuk dewasa

Gambar 6. Pupa nyamuk Aedes aegypti7

4. Nyamuk dewasa
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
a. Berwarna hitam dengan belang-belang putih pada kaki dan tubuhnya
b. Hidup di dalam dan di luar rumah, serta di tempat-tempat umum (TTU)
seperti sekolah, perkantoran, tempat ibadah, pasar dll.
c. Mampu terbang mandiri sampai kurang lebih100 meter.
d. Hanya nyamuk betina yang aktif menggigit (menghisap) darah manusia.
Waktu menghisap darah pada pagi hari dan sore hari setiap 2 hari. Protein
darah yang dihisap tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang
dikandungnya. Setelah menghisap darah nyamuk ini akan mencari tempat
untuk hinggap (istirahat).
e. Nyamuk jantan hanya menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung
gula.

f. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi ada yang dapat
bertahan hingga 2-3 bulan.

Gambar 7. Nyamuk Aedes aegypti7


Nyamuk Aedes aegypti menyenangi hinggap pada benda-benda yang tergantung
seperti: pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat
berkembangbiaknya, dan dalam ruangan yang agak gelap serta lembab. Setelah
masa istirahat selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding bak
mandi/ WC, tempayan, drum, kaleng bekas, ban bekas dan lain-lain. Telur
biasanya diletakkan sedikit diatas permukaan air, dan selanjutnya nyamuk akan
mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya.

2.2.5.2. Tempat Perkembangbiakan


Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat penampungan air
untuk keperluan sehari-hari atau barangbarang lain yang memungkinkan air
tergenang dan tidak beralaskan tanah, misalnya: Bak mandi/WC, dispenser,
tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga, kalengbekas, ban bekas,
botol, tempurung kelapa, sampah plastic dan lain-lain yang dibuang sembarang
tempat.7
Gambar 8. Contoh tempat penampungan air tempat Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti7

Gambar 9. Tempat-tempat yang memungkinkan air tergenang untuk berkembang nyamuk Aedes aegypti7

2.3 Diagnosis DBD


Diagnosis DBD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.8
a. Anamnesis
Gejala yang seringkali dikeluhkan oleh pasien antara lain:
1. Demam atau riwayat demam mendadak tinggi, terus-menerus, 2-7 hari, dapat
mencapai 40oC serta terjadi kejang demam.
2. Manifestasi perdarahan
3. Muntah
4. Nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri
dibawah lengkung iga kanan dan nyeri perut.
5. Bila syok: lemah, gelisah, produksi urine sedikit, kaki dan tangan dingin
6. Terdapat kasus DBD di lingkungan.

b. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik, seringkali ditemukan:
1. Suhu tubuh meningkat, normal atau hiporetmi
2. Facial flush
3. Manifestasi perdarahan
4. Ruam makulopapullar/ rubellaform pada fase demam
5. Hepatomegalo teraba 2-4cm dibawah arcus costae kanan
6. Splenomegali (jarang)
7. Terdapat hemostasis yang tidak normal
8. Terdapat pembesaran plasma (khususnya pada rongga pleura dan peritoneal)
9. Dapat disertai hipovolemia dan syok
10. Warning signs: muntah persisten, nyeri perut, menolak asupan peroral, letargi atau
gelisah, hipotensi postural, oliguria
11. Gejala kegagalan sirkulasi terjadi pada saat suhu turun antara hari ke 3-7 demam
berupa: kulit dingin dan lembab, sianosis sirkumoral, nadi lemah dan cepat. Pasien
tampak letargi dan gelisah kemudian jatuh kedalam keadaan syok.
12. Tanda-tanda syok
Berdasarkan tingkat keparahan, DBD dibagi menjadi beberapa derajat8 :
DBD Derajat Tanda dan Gejala Klinis Laboratorium
DBD I Demam dengan manifestasi perdarahan tidak - Trombositopenia
spontan (uji bendung + atau easy bruishing) dan ≤100.000/ mm3
bukti kebocoran plasma - Peningatan Ht ≥ 20%
DBD II Sama dengan derajat I ditambah dengan - Trombositopenia
perdarahan spontan ≤100.000/ mm3
- Peningatan Ht ≥ 20%
DBD III* Sama dengan derajat I dan II ditambah dengan - Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan nadi ≤100.000/ mm3
sempit ≤ 20 mmHg, hipotensi, letargi) - Peningatan Ht ≥ 20%
DBD IV* Sama dengan derajat III ditambah syok profunda - Trombositopenia
dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak ≤100.000/ mm3
terukur - Peningatan Ht ≥ 20%

c. Pemeriksaan penunjang
Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveilans, penelitian dan uji klinis vaksin.
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:4
• Pemeriksaan darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit serta
hitung jenis saat awal)
• Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit dan leukosit secara berkala
• Antigen NS1
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen anti virus dengue, yaitu suatu glikoprotein yang
diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan replikasi virus.
Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertma demam
dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitasnya tinggi pada hari 1-2 hari demam dan
kemudian menurun setelahnya.
• IgG dan IgM dengue
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada
hari ke-5 dan tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti
dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada
infeksi dengue sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama
dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus dan IgG serta IgM anti dengue merupakan
petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara
infeksi primer dengan infeksi sekunder.
• SGOT dan SGPT
• Gula darah sewaktu atau indikasi
• Foto rontgent dada dalam posisi AP atau RLD
• USG thoracoabdominal
• AGD dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida) atas indikasi
• CT/ BT dan PT/ aPTT atas indikasi
• LP atas indikasi
• CT-Scan atau MRI atas indikasi
• Isolasi Virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
naymuk atau pad sel mamalai. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rumit
dan hanya tersedia di laboratorium komersial. Isolasi virus hanya dapt dilakukan
pada enam hari pertama demam.
• Deteksi asam nukleat virus
Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat dapat diteksi melalui
pemeriksaan reverse transcriptase-PCR. Pemeriksaan ini hanya tersedia di
laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas yang handal.
Memberi hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam.
• Deteksi respons imun serum
Pemeriksaan respon imun serum berupa Haemaglutination inhibition test (uji HI),
complement fixation test (CFT), neutralization test (uji neutralisasi), pemeriksaan
serologi IgM dan IgG anti dengue.
Gambar 10. Metode Diagnostik Deteksi Antigen Dengue
dan Pemeriksaan Serologi Anti Dengue2

2.4. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat
diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.5
Pada demam berdarah dengue pemeriksaan hematokrit merupakan indikator yang
sensitif untuk mendeteksi derajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan yang
diberikan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit.
Penggantian cairan
 Jenis Cairan
Cairan kristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD dan harus
digunakan selama masa kritis (saat terjadi plasma leakage). Tidak dianjurnkan
pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%, kecuali pada pasien usia <6 bulan.
Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas >300mOsm/L) seperti dextran 40 lebih
lama bertahan lama dalam ruang intravaskular namun memiliki efek samping
seperti alergi, mengganggu fungsi koagulasi, dan berpotensi menganggu fungsi
ginjal. Cairan kolodi digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat dan
tidak ada respon pada minimal volume carian kristaloid yang diberikan.4,8
 Jumlah Cairan
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5%-7% harus diberikan untuk menjaga volume
dan cairan intravaskular yang adekuat.. Pemberian cairan pada pasien dengan
obesitas berdsarkan BB ideal. Volume cairan intravena harus disesuaikan secara
berkala berdasarkan keadaan klinis dan temuan laboratorium. Pada DBD terjadi
hemokonsentrasi oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar
kebutuhan rumatan ditambah dengan perkiraan defisit cairan 5%. Pemberian cairan
dihentikan bila keadaan umum stabil dan telah melewati fase kritis, pada umumnya
pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil.4,8

Gambar 11. Kebutuhan Cairan Berdasarkan BB Ideal4

Gambar 12. Kecepatan Pemberian Cairan4


Indikasi pemberian cairan intravena:8
• Asupan cairan oral tidak adekuat atau muntah
• Saat hematokrit naik 10-20% (bersamaan dengan penurunan trombosit)
walaupun telah direhidrasi oral
• Ancaman syok atau syok

Gambar 13. Tatalaksana Tersangka DBD 2,8

Gambar 14. Tatalaksana DBD derajat I-II 2,8


Gambar 15. Tatalaksana DBD Derajat III 2.8

Gambar 16. Tatalaksana DBD Derajat IV2,8


Indikator medis Pasien dapat dipulangkan bila:8
• Bebas demam 24 jam tanpa antipiretik
• Hemodinamik stabil
• Nafsu makan membaik
• Perbaikan klinis
• Produksi urin cukup (>1mL/KgBB/jam)
• Hematokrit stabil
• Dua hari pasca syok teratasi
• Jumlah trombosit >50.000/ul dengan kecenderungan meningkat
• Tidak dijumpai distress napas akibat asites atau efusi pleura
• Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal
• Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut
• Mulai timbul ruam penyembuhan

2.5. Pencegahan DBD


Upaya pencegahan terhadap penularan DBD dilakukan dengan pemutusan rantai
penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kegiatan yang optimal adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dengan cara “3 M” plus selain itu juga dapat dilakukan dengan larvasidasi dan
pengasapan (foging).7
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M PLUS
Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus meliputi:

Gambar 17. Pemberantasan Sarang Nyamuk


Selain itu ditambah dengan cara lainnya (PLUS) yaitu:
a. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali.
b. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
c. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain dengan tanah.
d. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya
e. Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan,
kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong dan lain sebagainya.
f. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan kepala timah, ikan
tempalo, ikan nila, ikan guvi dan lain-lain
g. Pasang kawat kasa
h. Jangan menggantung pakaian di dalam rumah
i. Tidur menggunakan kelambu
j. Atur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
k. Gunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.
l. Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos di tempat-
tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
m. Menggunakan ovitrap, Larvitrap maupun Mosquito trap.
n. Menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti:lavender, kantong semar, sereh,
zodia, geranium dan lain-lain

2. Larvasidasi
Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian
larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian larvasida ini
dapat menekan kepadatan populasi untuk jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida ada
bermacam-macam, diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan
bacillus thuringensis.7
a. Temephos
Temephos 1 % berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi dengan zat
kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam jumlah sesuai dengan yang
dianjurkan aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan. Jika
dimasukkan dalam air, maka sedikit demi sedikit zat kimia itu akan larut secara
merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada dalam tempat
penampungan air tersebut. Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram untuk
100 liter air. Bila tidak alat untuk menakar, gunakan sendok makan peres (yang
diratakan diatasnya). Pemberian temephos ini sebaiknya diulang
penggunaannya setiap 2 bulan.7
b. Metopren 1,3%
Metopren 1,3% berbentuk butiran seperti gula pasir berwarna hitam arang.
Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia dan tidak menimbulkan
keracunan. Metopren tersebut tidak menimbulkan bau dan merubah warna air
dan dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan menghambat/membunuh
jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis penggunaan adalah 2,5 gram
untuk 100 liter air. Penggunaan Metopren 1,3 % diulangi setiap 3 bulan.7
c. Piriproksifen 0,5%
Piriproksifen ini berbentuk butiran berwarna coklat kekuningan. Dalam takaran
yang dianjurkan, aman bagi manusia, hewan dan lingkungan serta tidak
menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi piriproksifen tidak menjadi bau,
tidak berubah warna dan tidak korosif terhadap tempat penampungan air yang
terbuat dari besi, seng, dan lain-lain. Piriproksifen larut dalam air kemudian
akan menempel pada dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3
bulan. Zat kimia ini akan menghambat pertumbuhan jentik sehingga tidak
menjadi nyamuk. Dosis penggunaan piriproksifen adalah 0,25 gram untuk 100
liter air. Apabila tidak ada takaran khusus yang tersedia bisa menggunakan
sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram.7
d. Bacillus Thuringiensis
Baccilus thuringensis israelensis (Bti) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bti terbukti aman bagi
manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan Bti
adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus
dan spesies lain. Formula Bti cenderung secara cepat mengendap didasar
wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.7
3. Fogging (Pengasapan)
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan insektisida
(racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan
pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati
dengan pengasapan. Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk
yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.7

2.6. Jumantik
2.6.1 Definisi
a. Jumantik
Juru pemantau jentik atau Jumantik adalah orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.7
b. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
Adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap
keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk
untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui
pembudayaan PSN 3M PLUS. 7
c. Jumantik Rumah
Adalah kepala keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah
yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik
dirumahnya. Kepala Keluarga sebagai penanggung jawab Jumantik Rumah.7
d. Jumantik Lingkungan
Adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat –
tempat umum (TTU) atau tempat – tempat institusi (TTI), untuk
melaksanakan pemantauan jentik di: TTI : Perkantoran, sekolah, rumah
sakit. TTU : Pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah,
tempat pemakaman, tempat wisata. 7

e. Koordinator Jumantik
Adalah satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk
melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan
jumantik lingkungan (crosscheck). 7
f. Supervisor Jumantik
Adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk
oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan
pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. 7

2.6.2 Struktur
Pembentukan Kader Jumantik dalam kegiatan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik yang berasal dari masyarakat terdiri dari Jumantik
Rumah/Lingkungan, Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik.
Pembentukan dan pengawasan kinerja menjadi tanggung jawab sepenuhnya
oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun susunan organisasinya adalah
sebagai berikut: 7

Gambar 18. Bagan Struktur Jumantik7

2.6.3 Tugas dan Tanggung Jawab


Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
3M Plus disesuaikan dengan fungsi masing - masing. Secara rinci tugas dan
tanggung jawab jumantik adalah sebagai berikut: 7
1. Jumantik Rumah
Jumantik rumah adalah kepala keluarga/ anggota keluarga/ penghuni dalam
satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik
di rumahnya. Kepala Keluarga sebagai penanggung jawab jumantik rumah
a. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota keluarga/
penghuni rumah.
b. Memeriksa/ memantau tempat perindukan nyamuk di dalam dan di luar
rumah seminggu sekali.
c. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk melakukan PSN
3M Plus seminggu sekali.
d. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3M Plus dicatat pada kartu
jentik.
Catatan:
- Untuk rumah kost/asrama, pemilik/ penanggung jawab/ pengelola
tempat-tempat tersebut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus.
- Untuk rumah-rumah tidak berpenghuni, kepala desa bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pemantauan jentik dan PSN 3M Plus di tempat
tersebut.

2. Jumantik Lingkungan
Jumantik lingkungan adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh
pengelola tempat-tempat umum (TTU) seperti pasar, terminal, tempat
ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata.atau tempat-tempat institusi
(TTI) seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit.
a. Menyosialisasikan PSN 3M Plus di lingkungan TTI dan TTU.
b. Memeriksa tempat perindukan nyamuk dan melaksanakan PSN 3M Plus
di lingkungan TTI dan TTU seminggu sekali.
c. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada
kartu jentik.

3. Kader/koordinator Jumantik
Kader jumantik adalah beberapa orang jumantik yang ditunjuk oleh kepala
desa untuk melakukan pemantauan dan pembinaan jumantik.
a. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada
masyarakat. Satu kader jumantik bertanggungjawab membina 10 hingga
15 orang jumantik rumah/ lingkungan.
b. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PSN 3M Plus di
lingkungan tempat tinggalnya.
c. Melakukan kunjungan dan pembinaan ke rumah/ tempat tinggal, TTU
dan TTI setiap 2 minggu.
d. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak
berpenghuni seminggu sekali.
e. Membuat catatan/ rekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah, TTU dan
TTI sebulan sekali. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada peneliti
sebulan sekali.

4. Supervisor Jumantik
a. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator Jumantik.
b. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
c. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus kepada Koordinator Jumantik.
d. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data Angka
Bebas Jentik (ABJ).
e. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.

5. Puskesmas
a. Berkoordinasi dengan kecamatan dan atau kelurahan/desa untuk
pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
b. Memberikan pelatihan teknis kepada Koordinator dan Supervisor
Jumantik.
c. Membina dan mengawasi kinerja Koordinator dan Supervisor Jumantik
d. Menganalisis laporan ABJ dari Supervisor Jumantik.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik di
wilayah kerjanya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan
sekali.
f. Melakukan pemantauan jentik berkala (PJB) minimal 3 bulan sekali.
g. Melaporkan hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni, September,
Desember) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
h. Membuat SK Koordinator Jumantik atas usulan RW/Desa/Kelurahan dan
melaporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota.
i. Mengusulkan nama Supervisor Jumantik ke Dinas Kesehatan Kab/Kota.

6. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


a. Mengupayakan dukungan operasional Jumantik di wilayahnya
b. Memberikan bimbingan teknis perekrutan dan pelatihan Jumantik
c. Menganalisa laporan hasil PJB dari puskesmas
d. Mengirimkan umpan balik ke Puskesmas.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni,
September, Desember) kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
f. Melakukan rekapitulasi Koordinator Jumantik di wilayahnya dan
melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
g. Mengeluarkan SK Supervisor Jumantik dan melaporkan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi.

7. Dinas Kesehatan Provinsi


a. Membina dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus di
Kabupaten/Kota
b. Mengirimkan umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
c. Menganalisis dan membuat laporan rekapitulasi hasil kegiatan
pemantauan jentik dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P),
Kementerian Kesehatan RI, setiap tiga bulan (Maret, Juni, September,
Desember).
d. Melakukan rekapitulasi jumlah Koordinator dan Supervisor Jumantik
serta melaporkan kepada Ditjen P2P, Kemenkes RI.

2.6.4 Operasional
Agar Jumantik dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan
maka diperlukan dukungan biaya operasional. Dukungan dana tersebut dapat
berasal dari beberapa sumber seperti APBD Kabupaten/Kota, Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK), alokasi dana Desa, dan sumber anggaran
lainnya. Adapun komponen pembiayaan yang diperlukan antara lain adalah:
1. Transport/ insentif/ honor bagi Koordinator dan Supervisor Jumantik jika
diperlukan.
2. Pencetakan atau penggandaan kartu jentik, formulir laporan Koordinator dan
Supervisor Jumantik, pedoman dan bahan penyuluhan.
3. Pengadaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, alat tulis, senter, pipet dan
plastik tempat jentik dan larvasida.

Gambar 19. Contoh PSN kit7

4. Biaya sosialisasi gerakan 1 rumah 1 jumantik di setiap level administrasi


mulai dari RT sampai tingkat desa/kelurahan.
5. Biaya pelatihan bagi koordinator, supervisor dan tenaga puskesmas.
6. Biaya pelatihan bagi pelatih supervisor Jumantik oleh puskesmas.
7. Biaya monitoring dan evaluasi.
2.6.5 Pemantauan Jentik dan Penyuluhan Kesehatan
2.6.5.1 Pemantauan Jentik
1. Persiapan
a. Pengurus RT melakukan pemetaan dan pengumpulan data penduduk,
data rumah/ bangunan pemukiman dan tempat-tempat umum lainnya
seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga,
perkantoran, masjid/ mushola, gereja, pasar, terminal dan lain-lain.
b. Pengurus RT mengadakan pertemuan tingkat RT dihadiri oleh warga
setempat, tokoh masyarakat (Toma), tokoh agama (Toga), dan
kelompok potensial lainnya. Pada pertemuan tersebut disampaikan
tentang perlunya setiap rumah melakukan pemantauan jentik dan PSN
3M Plus secara rutin seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang
pentingnya Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan membentuk Jumantik
rumah/lingkungan.
c. Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan jumantik
lingkungan berdasarkan musyawarah warga.
d. Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan rumah. 7
2. Kunjungan Rumah
Koordinator Jumantik melakukan kunjungan ke rumah/bangunan
berdasarkan data yang tersedia dan mempersiapkan bahan/alat yang
diperlukan untuk pemantauan jentik. Hal-hal yang perlu dilakukan saat
kunjungan rumah adalah sebagai berikut:
a. Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya
menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan
keadaan anak atau anggota keluarga lainnya Menceritakan keadaan atau
peristiwa yang ada kaitannya dengan penyakit demam berdarah,
misalnya adanya anak tetangga yang sakit demam berdarah atau adanya
kegiatan di desa/ kelurahan/RW tentang usaha pemberantasan demam
berdarah atau berita di surat kabar/ majalah/televisi/radio tentang
penyakit demam berdarah dan lain-lain.
b. Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan
pencegahannya, serta memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
ditanyakan tuan rumah.
c. Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih
memperjelas penyampaian.

Gambar 20. Kunjungan ke rumah oleh Koordinator Jumantik7

d. Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-tempat


yang berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Misalnya bak
penampungan air, tatakan pot bunga, vas bunga, tempat penampungan
air dispenser, penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah
air minum burung serta barang-barang bekas seperti ban, botol air dan
lain-lainnya.
a) Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar
rumah.
b) Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan
rumah/pengelola bangunan diberi penjelasan tentang tempat-
tempat perkembangbiakan nyamuk dan melaksanakan PSN 3M
Plus.
c) Jika tidak ditemukan jentik maka kepada tuan rumah/pengelola
bangunan disampaikan pujian dan memberikan saran untuk
terus menjaga agar selalu bebas jentik dan tetap melaksanakan
PSN 3M Plus. 7

3. Tatacara Pemantauan Jentik


Tatacara dalam melakukan kegiatan pemantauan jentik di rumah, TTU dan
TTI adalah sebagai berikut:
a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat
penampungan air lainnya.
b. Jika tidak terlihat adanya jentik tunggu sampai kira-kira satu menit,
jika ada jentik pasti akan muncul ke permukaan air untuk bernafas.
c. Gunakan senter apabila wadah air tersebut terlalu dalam dan gelap.

Gambar 21. Pemantauan Jentik pada bak mandi oleh Jumantik rumah7

d. Periksa juga tempat-tempat berpotensi menjadi tempat


perkembangbiakan nyamuk misalnya vas bunga, tempat minum
burung, kaleng-kaleng bekas, botol plastik, ban bekas, tatakan pot
bunga, tatakan dispenser dan lain-lain. 7
Gambar 22. Kegiatan Koordinator Jumantik sedang memeriksa jentik pada ban

bekas dan kaleng bekas7

e. Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air yang


terbuka/tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu atau
pohon lainnya. 7

4. Cara Mencatat dan Melaporkan Hasil Pemantauan Jentik


a. Pencatatan hasil pemantauan jentik pada kartu jentik
Setelah melakukan pemeriksaan jentik, Jumantik
Keluarga/Lingkungan menuliskan hasilnya pada kartu jentik
seperti di bawah ini. Jumantik Keluarga/Lingkungan mengisi kartu
jentik seminggu sekali dengan tanda ”-” jika tidak ditemukan
jentik atau tanda ”+” jika menemukan jentik. Kartu Jentik seperti
di bawah ini:
Kartu Pemeriksa Jentik Rumah/Lingkungan

Gambar 23. Kartu Pemeriksa Jentik Rumah/Lingkungan


Pengolahan data, Pencatatan dan pelaporan oleh Supervisor Jumantik
Anda sebagai supervisor jumantik, akan merekap laporan dari koordinator jumantik. 7
FORMULIR DATA ABJ SUPERVISOR
Ga
mbar 24. Formulir Data ABJ Supervisor

ABJ = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik X 100


Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

2.6.5.2 Penyuluhan Kesehatan


Penyuluhan kesehatan dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma,
pertemuan arisan atau pada pertemuan antar warga RT/RW, pertemuan
dalam bidang keagamaan atau pegajian dan sebagainya. Langkah-langkah
dalam melakukan penyuluhan kelompok adalah sebagai berikut: 7
1. Setiap peserta diusahakan duduk dalam posisi saling bertatap muka
satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau setengah
lingkaran.

Gambar 25. Penyuluhan kelompok oleh Supervisor Jumantik

2. Mulailah dengan memperkenalkan diri dan perkenalan semua peserta.


3. Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan DBD, antara lain
bahayanya, dapat menyerang semua orang, bagaimana cara
pencegahannya.
4. Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan
menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik,
leaflet atau media KIE lainnya.
5. Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk diskusi atau
mengajukan pertanyaan tentang materi yang dibahas.
6. Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui
sejauh mana materi yang disampaikan telah dipahami. 7

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan desain deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang di dalamnya tidak ada analisis hubungan
antara variabel, tidak ada variabel bebas dan terikat serta mempunyai jawaban yang
bersifat umum.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di RT 16 Kelurahan Tambak Sari pada bulan November –
Desember 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat di RT 16 Kelurahan
Tambak Sari Kota Jambi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
total sampling.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Seluruh masyarakat di RT 16 Kelurahan Tambak Sari
b. Seluruh tempat umum di RT 16 Kelurahan Tambak Sari
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Tempat tinggal dan tempat umum yang tidak berada di dalam lingkungan
RT 16 Kelurahan Tambak Sari.
3.5 Variabel Penelitian
Jentik nyamuk dan Angka Bebas Jentik (ABJ).

3.6 Definisi Operasional


Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Cara Skala


Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Ukur Ukur
Ada atau tidaknya jentik
Jentik Tabel 0= Ada
nyamuk dalam satu tempat Observasi Nominal
nyamuk pemantauan 1= Tidak ada
tinggal/ tempat umum
Jumlah rumah/ bangunan
Angka
yang tidak ditemukan jentik
Bebas Jentik Kuesioner Observasi Numerik Persentase
dari semua rumah/ bangunan
(ABJ)
yang diperiksa.

3.6 Cara Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan secara langsung dari masing-
masing kader dengan pengamatan berkala dari bulan November - Januari 2019.

3.7 Cara Pengumpulan Data


Data hasil pengamatan akan di-input ke dalam komputer selanjutnya akan dianalisis
menggunakan program Stastical Package for Social Science (SPSS) versi 22. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif, maka data hanya akan dianalisis univariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari variabel yang diteliti. Kumpulan data
akan dideskripsikan dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan narasi singkat.

3.8 Etika
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti perlu mendapatkan rekomendasi
dari institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada Pembimbing. Setelah
mendapatkan persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika
penelitian yang meliputi:
Informed concent
Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan serta maksud penelitian kepada
kepala desa dan warga desa dalam bentuk pembukaan dan sosialisasi pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) sebelum melakukan penelitian.

3.9 Kerangka Operasional

Perencanaan Penelitian

Permohonan Izin Penelitian

UPTD Puskesmas Pakuan Baru

Kepala RT 16 Kelurahan Tambak Sari


Semua masyarakat RT 16 Kelurahan Tambak Sari selama
periode penelitian.

Kriteria InklusiSupervisor Jumantik

Koordinator (Kader)
Pengumpulan data

Jumantik
AnalisisRumah
Data

Pengolahan dan penyajian data


Kriteria Eksklusi
Laporan hasil
penelitian

Kesimpulan dan saran

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis univariat didapatkan dengan menghitung distribusi frekuensi jentik nyamuk dan
Angka Bebas Jentik (ABJ).

4.1. Gambaran Distribusi Frekuensi Jentik Nyamuk dan Angka Bebas Jentik (ABJ)
Distribusi frekuensi jentik nyamuk dan angka bebas jentik dinilai pada subjek penelitian 46
rumah warga di RT 16 Kelurahan Tambak Sari, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi.

4.1.1. Jentik Nyamuk

Dari hasil penelitian yang dilakukan di 44 rumah warga, pada bulan November 2019 minggu
I,II, tidak ditemukan adanya jentik di rumah warga(0%), minggu ke III ditemukan 1 jentik
(2,3%), dan pada minggu ke IV tidak ditemukan adanya jentik (0%).
Pada bulan Desember 2019, minggu I ditemukan adanya 3 jentik (6,8%), minggu ke II
tidak ditemukan jentik (0%), minggu ke III ditemukan adanya 1 jentik (2,3%), minggu ke IV
ditemukan adanya 2 jentik (4,5%), dan minggu ke V ditemukan ada 3 jentik (6,8%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jentik Nyamuk

Jentik Minggu ke
Nyamuk I II III IV V VI VII VIII IX
0 0 1 0 3 0 1 2 3
Ada
(0%) (0%) (2,3%) (0%) (6,8%) (0%) (2,3%) (4,5%) (6,8%)
Tidak ada 44 44 43 44 41 44 43 42 41
Total 44

Jentik Nyamuk
4
3
2
1 Jentik Nyamuk
0

4.1.2. Angka Bebas Jentik (ABJ)


Pada penelitian ini didapatkan ABJ minggu I dan minggu II sebanyak 100%, minggu III
97,7%, 100% minggu IV, 93,2% minggu V, 100% minggu VI, 97,7% minggu VII, 95,5%
minggu VIII dan 93,2% pada bulan minggu IX.
Tabel 6. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Rumah yang diperiksa jentik
Minggu
Jumlah Positif Negatif ABJ (%)
I 44 0 44 100
II 44 0 44 100
III 44 1 43 97,7
IV 44 0 44 100
V 44 3 41 93,2
VI 44 0 44 100
VII 44 1 43 97,7
VIII 44 2 42 95,5
IX 44 3 41 93,2

Angka Bebas Jentik (%)


102
100
98
96
94
Angka Bebas Jentik (%)
92
90
88

Angka Bebas Jentik (%)


96
95.5
95
94.5
Angka Bebas Jentik (%)
94
93.5
93
92.5
92
Nov Des

4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran angka bebas jentik dengan adanya
program jumantik di RT 16 Kelurahan Tambak Sari. Pada penelitian ini didapatkan jumlah
rumah yang ditemukan jentik nyamuk paling tinggi pada minggu V dan IX penelitian dan paling
rendah pada minggu I, II, IV, VI penelitian. Jumlah jentik nyamuk cenderung fluktuatif setiap
minggunya selama penelitian. Pada penelitian ini meningkatnya jumlah jentik nyamuk selalu
diiringi dengan penurunan angka bebas jentik (ABJ) disertai dengan penemuan 1 kasus penyakit
DBD di RT 16 Kelurahan Tambak Sari.
ABJ yang naik turun selama penelitian diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yang
mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegepty dan kurangnya pemberdayaan
masyarakat dalam upaya pemberantasan DBD. Dengan adanya program jumantik di RT 16
Kelurahan Tambak Sari diharapkan masyarakat dapat memahami bagaimana cara penularan
DBD dan cara mencegahnya serta dapat ikut berperan secara aktif dalam upaya pencegahan
DBD melalui program jumantik. Selama periode penelitian, ABJ tidak tetap tiap minggunya. Hal
ini diduga terjadi karena belum terlaksana sempurna program jumantik berupa penyuluhan,
pembagian larvasida (bubuk abate), dan fogging (pengasapan).
Pada awal penelitian peneliti melakukan penyuluhan kepada seluruh masyarakat RT 16
Kelurahan Tambak Sari mengenai penyakit DBD, cara penularan, serta program jumantik
sebagai upaya pencegahan DBD. Dalam program jumantik dijelaskan bahwa salah satu tugas
kader jumantik adalah melakukan penyuluhan mengenai penyakit DBD, cara penularan, dan cara
pencegahannya ke setiap rumah. Penyuluhan yang dilakukan oleh kader jumantik meliputi
pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus. Penyuluhan merupakan salah satu upaya untuk
merubah perilaku seseorang untuk hidup sehat, dalam hal ini merubah perilaku seseorang dalam
melakukan upaya pencegahan DBD.10 Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa ABJ di RT 16
Kelurahan Tambak Sari mengalami naik turun tiap minggunya, namun jika dilihat rata-rata tiap
bulannya ABJ di bulan Desember mengalami penurunan dibanding bulan November. Hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan penyuluhan yang dilakukan oleh kader jumantik belum
terlalu berpengaruh dalam mengubah perilaku masyarakat, sehingga masih banyak masyarakat
yang belum konsisten untuk dapat berperan aktif dalam melakukan pencegahan DBD.
Pemberantasan jentik berkala merupakan upaya deteksi dini penularan DBD serta
menghambat perkembangan awal dari vektor penularan DBD ketika dilakukan secara rutin dan
berkelanjutan. Secara teori, hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara
pemberantasan jentik berkala dengan angka bebas jentik.9,10 Selain itu pemberantasan vektor
DBD secara kimia, seperti pemberian bubuk abate dan fogging (pengasapan), terbukti dapat
menurunkan kasus DBD. Pemberian bubuk abate sesuai standar nasional adalah 0,1g/ L dalam
air bersih. Pemberian bubuk abate sesuai standar tersebut terbukti efektif membunuh larva
nyamuk Aedes aegepty.11 Namun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara
pemberantasan jentik berkala dengan angka bebas jentik dikarenakan terjadi penurunan angka
bebas jentik ( ABJ) sebanyak 2,2% selama periode November hingga Desember. Pada penelitian
ini ditemukan hasil penelitian yang berbanding lurus antara ABJ dan kejadian DBD dimana
terdapat penurunan angka bebas jentik ( ABJ) pada bulan Desember yang diikuti dengan
ditemukan adanya kasus DBD sebanyak satu.

4.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini mempunyai kekurangan dan keterbatasan yang bisa mempengaruhi hasil
penelitian. Kegiatan pemantauan jentik berkala dan pemberantasan sarang nyamuk yang
dilakukan oleh kader jumantik setiap minggu tidak dapat dipantau terus oleh peneliti karena
keterbatasan waktu. Kebenaran data juga dipengaruhi oleh keseriusan kader jumantik dalam
melaksanakan tugasnya dan kejujuran kader dalam mengisi kartu pemeriksaan jentik sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di 44 rumah warga, pada bulan November 2019
minggu I,II, tidak ditemukan adanya jentik di rumah warga(0%), minggu ke III
ditemukan 1 jentik (2,3%), dan pada minggu ke IV tidak ditemukan adanya jentik (0%).
Pada bulan Desember 2019, minggu I ditemukan adanya 3 jentik (6,8%), minggu ke II
tidak ditemukan jentik (0%), minggu ke III ditemukan adanya 1 jentik (2,3%), minggu ke
IV ditemukan adanya 2 jentik (4,5%), dan minggu ke V ditemukan ada 3 jentik (6,8%).
2. Angka Bebas Jentik yang ditemukan di RT 16 Kelurahan Tambak Sari yaitu sebesar
100% di minggu I dan II, minggu III 97,7%, 100% minggu IV, 93,2% minggu V, 100%
minggu VI, 97,7% minggu VII, 95,5% minggu VIII dan 93,2% pada bulan minggu IX.
3. Terdapat kasus DBD pada bulan Desember sebanding dengan penurunan ABJ pada bulan
Desember
5.2 Saran
1. Dilakukan pemantauan jentik nyamuk berkala dengan program jumantik yang terus
berlanjut diluar penelitian untuk mencegah terjadinya demam berdarah.
2. Diharapkan pihak dinas kesehatan dan puskesmas dapat bekerjasama dalam
memfasilitasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan demam berdarah seperti
pemberian bubuk abate pada masyarakat serta upaya fogging di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Pakuan Baru Kecamatan Jambi Selatan.
3. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan metodologi statistik lebih mendetil, baik
secara bivariat maupun multivariat, untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara
faktor-faktor risiko jentik nyamuk dengan kejadian demam berdarah di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Pakuan Baru Kecamatan Jambi Selatan.
4. Diharapkan dengan hasil penelitian lanjutan tersebut dapat dibuat perumusan dalam
menyusun program penanggulangan dan pelayanan kesehatan untuk kasus demam
berdarah di wilayah kerja UPTD Pakuan Baru Kecamatan Jambi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai