MINI PROJECT
Oleh:
dr. Emil Intan Rachmawati
dr. Maghrifah Fifti
dr. Maizola Putri
dr. Priskila Anestasia Sianipar
dr. Yuni Azoya
dr. Zuhriya Aryati
Pembimbing :
dr. Hj Raodah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Di Indonesia, keempat jenis
serotipe tersebut ditemuan dan bersirkulasi sepanjang tahun, serotipe DEN3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat.5
Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Stegomiya
aegipty (Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus (Aedes albopictus). Transmisi
virus tergantung dari faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam faktor biotik adalah
faktor virus, vektor nyamuk, dan pejamu manusia, sedangkan faktor abiotik adalah
suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan.4
2.2.3. Epidemiologi
Istilah demam berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun
1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada tahun
1993 DBD telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia. Dalam 50 tahun
terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30 kali
seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam
dekade terakhir ini.4
Terhitung sejak tahun 1970 hingga tahun 2016, World Health Organization
(WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara. >100.000 kasus/tahun. Di Kecamatan Tebing Tinggi sendiri angka
kejadian DBD pada bulan Januari hingga Juli berjumlah 32 kasus dan Demam
dengue sebanyak 5 kasus, dengan salah satu penyumbang terbesar adalah RT 16
Kelurahan Tambak Sari.
2.2.4. Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup, maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu terutama dalam mencukupi kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat bahkan dapat menimbulkan kematian.5
Secara umum, patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi
berbagai komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara
terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue
yaitu sel dendrit, monosit/ makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi
tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan
aktivitas sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel
imun tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin kemokin, dan mediator inflamasi
lain dalam jumlah banyak, akibatnya akan menimbulkan berbagai bentuk tanda dan
gejala infeksi virus dengue.2
Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut:6
• Infeksi primer menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe penyebab.
• Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda pada umumnya
memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi
primer.
• Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki antibodi dapat menunjukkan manifestasi
klinis berat walaupun pada infeksi primer.
• Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD terjadi saat jumlah
virus dalam darah menurun.
• Perembesan plasma terjadi dalam waktu singkat (24-48 jam) dan pada
pemeriksaan patologi tidak ditemukan kerusakan dari sel endotel pembuluh
darah.
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection). Hipotesis ini menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
infeksi mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.5
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan,
respon antibodi yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
anti dengue. Di samping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertranformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibodi yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites).5
4. Nyamuk dewasa
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
a. Berwarna hitam dengan belang-belang putih pada kaki dan tubuhnya
b. Hidup di dalam dan di luar rumah, serta di tempat-tempat umum (TTU)
seperti sekolah, perkantoran, tempat ibadah, pasar dll.
c. Mampu terbang mandiri sampai kurang lebih100 meter.
d. Hanya nyamuk betina yang aktif menggigit (menghisap) darah manusia.
Waktu menghisap darah pada pagi hari dan sore hari setiap 2 hari. Protein
darah yang dihisap tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang
dikandungnya. Setelah menghisap darah nyamuk ini akan mencari tempat
untuk hinggap (istirahat).
e. Nyamuk jantan hanya menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung
gula.
f. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi ada yang dapat
bertahan hingga 2-3 bulan.
Gambar 9. Tempat-tempat yang memungkinkan air tergenang untuk berkembang nyamuk Aedes aegypti7
b. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik, seringkali ditemukan:
1. Suhu tubuh meningkat, normal atau hiporetmi
2. Facial flush
3. Manifestasi perdarahan
4. Ruam makulopapullar/ rubellaform pada fase demam
5. Hepatomegalo teraba 2-4cm dibawah arcus costae kanan
6. Splenomegali (jarang)
7. Terdapat hemostasis yang tidak normal
8. Terdapat pembesaran plasma (khususnya pada rongga pleura dan peritoneal)
9. Dapat disertai hipovolemia dan syok
10. Warning signs: muntah persisten, nyeri perut, menolak asupan peroral, letargi atau
gelisah, hipotensi postural, oliguria
11. Gejala kegagalan sirkulasi terjadi pada saat suhu turun antara hari ke 3-7 demam
berupa: kulit dingin dan lembab, sianosis sirkumoral, nadi lemah dan cepat. Pasien
tampak letargi dan gelisah kemudian jatuh kedalam keadaan syok.
12. Tanda-tanda syok
Berdasarkan tingkat keparahan, DBD dibagi menjadi beberapa derajat8 :
DBD Derajat Tanda dan Gejala Klinis Laboratorium
DBD I Demam dengan manifestasi perdarahan tidak - Trombositopenia
spontan (uji bendung + atau easy bruishing) dan ≤100.000/ mm3
bukti kebocoran plasma - Peningatan Ht ≥ 20%
DBD II Sama dengan derajat I ditambah dengan - Trombositopenia
perdarahan spontan ≤100.000/ mm3
- Peningatan Ht ≥ 20%
DBD III* Sama dengan derajat I dan II ditambah dengan - Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan nadi ≤100.000/ mm3
sempit ≤ 20 mmHg, hipotensi, letargi) - Peningatan Ht ≥ 20%
DBD IV* Sama dengan derajat III ditambah syok profunda - Trombositopenia
dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak ≤100.000/ mm3
terukur - Peningatan Ht ≥ 20%
c. Pemeriksaan penunjang
Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveilans, penelitian dan uji klinis vaksin.
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:4
• Pemeriksaan darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit serta
hitung jenis saat awal)
• Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit dan leukosit secara berkala
• Antigen NS1
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen anti virus dengue, yaitu suatu glikoprotein yang
diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan replikasi virus.
Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertma demam
dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitasnya tinggi pada hari 1-2 hari demam dan
kemudian menurun setelahnya.
• IgG dan IgM dengue
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada
hari ke-5 dan tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti
dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada
infeksi dengue sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama
dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus dan IgG serta IgM anti dengue merupakan
petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara
infeksi primer dengan infeksi sekunder.
• SGOT dan SGPT
• Gula darah sewaktu atau indikasi
• Foto rontgent dada dalam posisi AP atau RLD
• USG thoracoabdominal
• AGD dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida) atas indikasi
• CT/ BT dan PT/ aPTT atas indikasi
• LP atas indikasi
• CT-Scan atau MRI atas indikasi
• Isolasi Virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
naymuk atau pad sel mamalai. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rumit
dan hanya tersedia di laboratorium komersial. Isolasi virus hanya dapt dilakukan
pada enam hari pertama demam.
• Deteksi asam nukleat virus
Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat dapat diteksi melalui
pemeriksaan reverse transcriptase-PCR. Pemeriksaan ini hanya tersedia di
laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas yang handal.
Memberi hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam.
• Deteksi respons imun serum
Pemeriksaan respon imun serum berupa Haemaglutination inhibition test (uji HI),
complement fixation test (CFT), neutralization test (uji neutralisasi), pemeriksaan
serologi IgM dan IgG anti dengue.
Gambar 10. Metode Diagnostik Deteksi Antigen Dengue
dan Pemeriksaan Serologi Anti Dengue2
2.4. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat
diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.5
Pada demam berdarah dengue pemeriksaan hematokrit merupakan indikator yang
sensitif untuk mendeteksi derajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan yang
diberikan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit.
Penggantian cairan
Jenis Cairan
Cairan kristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD dan harus
digunakan selama masa kritis (saat terjadi plasma leakage). Tidak dianjurnkan
pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%, kecuali pada pasien usia <6 bulan.
Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas >300mOsm/L) seperti dextran 40 lebih
lama bertahan lama dalam ruang intravaskular namun memiliki efek samping
seperti alergi, mengganggu fungsi koagulasi, dan berpotensi menganggu fungsi
ginjal. Cairan kolodi digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat dan
tidak ada respon pada minimal volume carian kristaloid yang diberikan.4,8
Jumlah Cairan
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5%-7% harus diberikan untuk menjaga volume
dan cairan intravaskular yang adekuat.. Pemberian cairan pada pasien dengan
obesitas berdsarkan BB ideal. Volume cairan intravena harus disesuaikan secara
berkala berdasarkan keadaan klinis dan temuan laboratorium. Pada DBD terjadi
hemokonsentrasi oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar
kebutuhan rumatan ditambah dengan perkiraan defisit cairan 5%. Pemberian cairan
dihentikan bila keadaan umum stabil dan telah melewati fase kritis, pada umumnya
pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil.4,8
2. Larvasidasi
Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian
larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian larvasida ini
dapat menekan kepadatan populasi untuk jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida ada
bermacam-macam, diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan
bacillus thuringensis.7
a. Temephos
Temephos 1 % berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi dengan zat
kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam jumlah sesuai dengan yang
dianjurkan aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan. Jika
dimasukkan dalam air, maka sedikit demi sedikit zat kimia itu akan larut secara
merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada dalam tempat
penampungan air tersebut. Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram untuk
100 liter air. Bila tidak alat untuk menakar, gunakan sendok makan peres (yang
diratakan diatasnya). Pemberian temephos ini sebaiknya diulang
penggunaannya setiap 2 bulan.7
b. Metopren 1,3%
Metopren 1,3% berbentuk butiran seperti gula pasir berwarna hitam arang.
Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia dan tidak menimbulkan
keracunan. Metopren tersebut tidak menimbulkan bau dan merubah warna air
dan dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan menghambat/membunuh
jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis penggunaan adalah 2,5 gram
untuk 100 liter air. Penggunaan Metopren 1,3 % diulangi setiap 3 bulan.7
c. Piriproksifen 0,5%
Piriproksifen ini berbentuk butiran berwarna coklat kekuningan. Dalam takaran
yang dianjurkan, aman bagi manusia, hewan dan lingkungan serta tidak
menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi piriproksifen tidak menjadi bau,
tidak berubah warna dan tidak korosif terhadap tempat penampungan air yang
terbuat dari besi, seng, dan lain-lain. Piriproksifen larut dalam air kemudian
akan menempel pada dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3
bulan. Zat kimia ini akan menghambat pertumbuhan jentik sehingga tidak
menjadi nyamuk. Dosis penggunaan piriproksifen adalah 0,25 gram untuk 100
liter air. Apabila tidak ada takaran khusus yang tersedia bisa menggunakan
sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram.7
d. Bacillus Thuringiensis
Baccilus thuringensis israelensis (Bti) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bti terbukti aman bagi
manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan Bti
adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus
dan spesies lain. Formula Bti cenderung secara cepat mengendap didasar
wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.7
3. Fogging (Pengasapan)
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan insektisida
(racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan
pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati
dengan pengasapan. Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk
yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.7
2.6. Jumantik
2.6.1 Definisi
a. Jumantik
Juru pemantau jentik atau Jumantik adalah orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.7
b. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
Adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap
keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk
untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui
pembudayaan PSN 3M PLUS. 7
c. Jumantik Rumah
Adalah kepala keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah
yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik
dirumahnya. Kepala Keluarga sebagai penanggung jawab Jumantik Rumah.7
d. Jumantik Lingkungan
Adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat –
tempat umum (TTU) atau tempat – tempat institusi (TTI), untuk
melaksanakan pemantauan jentik di: TTI : Perkantoran, sekolah, rumah
sakit. TTU : Pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah,
tempat pemakaman, tempat wisata. 7
e. Koordinator Jumantik
Adalah satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk
melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan
jumantik lingkungan (crosscheck). 7
f. Supervisor Jumantik
Adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk
oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan
pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. 7
2.6.2 Struktur
Pembentukan Kader Jumantik dalam kegiatan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik yang berasal dari masyarakat terdiri dari Jumantik
Rumah/Lingkungan, Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik.
Pembentukan dan pengawasan kinerja menjadi tanggung jawab sepenuhnya
oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun susunan organisasinya adalah
sebagai berikut: 7
2. Jumantik Lingkungan
Jumantik lingkungan adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh
pengelola tempat-tempat umum (TTU) seperti pasar, terminal, tempat
ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata.atau tempat-tempat institusi
(TTI) seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit.
a. Menyosialisasikan PSN 3M Plus di lingkungan TTI dan TTU.
b. Memeriksa tempat perindukan nyamuk dan melaksanakan PSN 3M Plus
di lingkungan TTI dan TTU seminggu sekali.
c. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada
kartu jentik.
3. Kader/koordinator Jumantik
Kader jumantik adalah beberapa orang jumantik yang ditunjuk oleh kepala
desa untuk melakukan pemantauan dan pembinaan jumantik.
a. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada
masyarakat. Satu kader jumantik bertanggungjawab membina 10 hingga
15 orang jumantik rumah/ lingkungan.
b. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PSN 3M Plus di
lingkungan tempat tinggalnya.
c. Melakukan kunjungan dan pembinaan ke rumah/ tempat tinggal, TTU
dan TTI setiap 2 minggu.
d. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak
berpenghuni seminggu sekali.
e. Membuat catatan/ rekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah, TTU dan
TTI sebulan sekali. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada peneliti
sebulan sekali.
4. Supervisor Jumantik
a. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator Jumantik.
b. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
c. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus kepada Koordinator Jumantik.
d. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data Angka
Bebas Jentik (ABJ).
e. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.
5. Puskesmas
a. Berkoordinasi dengan kecamatan dan atau kelurahan/desa untuk
pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
b. Memberikan pelatihan teknis kepada Koordinator dan Supervisor
Jumantik.
c. Membina dan mengawasi kinerja Koordinator dan Supervisor Jumantik
d. Menganalisis laporan ABJ dari Supervisor Jumantik.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik di
wilayah kerjanya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan
sekali.
f. Melakukan pemantauan jentik berkala (PJB) minimal 3 bulan sekali.
g. Melaporkan hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni, September,
Desember) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
h. Membuat SK Koordinator Jumantik atas usulan RW/Desa/Kelurahan dan
melaporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota.
i. Mengusulkan nama Supervisor Jumantik ke Dinas Kesehatan Kab/Kota.
2.6.4 Operasional
Agar Jumantik dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan
maka diperlukan dukungan biaya operasional. Dukungan dana tersebut dapat
berasal dari beberapa sumber seperti APBD Kabupaten/Kota, Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK), alokasi dana Desa, dan sumber anggaran
lainnya. Adapun komponen pembiayaan yang diperlukan antara lain adalah:
1. Transport/ insentif/ honor bagi Koordinator dan Supervisor Jumantik jika
diperlukan.
2. Pencetakan atau penggandaan kartu jentik, formulir laporan Koordinator dan
Supervisor Jumantik, pedoman dan bahan penyuluhan.
3. Pengadaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, alat tulis, senter, pipet dan
plastik tempat jentik dan larvasida.
Gambar 21. Pemantauan Jentik pada bak mandi oleh Jumantik rumah7
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan desain deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang di dalamnya tidak ada analisis hubungan
antara variabel, tidak ada variabel bebas dan terikat serta mempunyai jawaban yang
bersifat umum.
3.8 Etika
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti perlu mendapatkan rekomendasi
dari institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada Pembimbing. Setelah
mendapatkan persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika
penelitian yang meliputi:
Informed concent
Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan serta maksud penelitian kepada
kepala desa dan warga desa dalam bentuk pembukaan dan sosialisasi pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) sebelum melakukan penelitian.
Perencanaan Penelitian
Koordinator (Kader)
Pengumpulan data
Jumantik
AnalisisRumah
Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis univariat didapatkan dengan menghitung distribusi frekuensi jentik nyamuk dan
Angka Bebas Jentik (ABJ).
4.1. Gambaran Distribusi Frekuensi Jentik Nyamuk dan Angka Bebas Jentik (ABJ)
Distribusi frekuensi jentik nyamuk dan angka bebas jentik dinilai pada subjek penelitian 46
rumah warga di RT 16 Kelurahan Tambak Sari, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di 44 rumah warga, pada bulan November 2019 minggu
I,II, tidak ditemukan adanya jentik di rumah warga(0%), minggu ke III ditemukan 1 jentik
(2,3%), dan pada minggu ke IV tidak ditemukan adanya jentik (0%).
Pada bulan Desember 2019, minggu I ditemukan adanya 3 jentik (6,8%), minggu ke II
tidak ditemukan jentik (0%), minggu ke III ditemukan adanya 1 jentik (2,3%), minggu ke IV
ditemukan adanya 2 jentik (4,5%), dan minggu ke V ditemukan ada 3 jentik (6,8%).
Jentik Minggu ke
Nyamuk I II III IV V VI VII VIII IX
0 0 1 0 3 0 1 2 3
Ada
(0%) (0%) (2,3%) (0%) (6,8%) (0%) (2,3%) (4,5%) (6,8%)
Tidak ada 44 44 43 44 41 44 43 42 41
Total 44
Jentik Nyamuk
4
3
2
1 Jentik Nyamuk
0
4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran angka bebas jentik dengan adanya
program jumantik di RT 16 Kelurahan Tambak Sari. Pada penelitian ini didapatkan jumlah
rumah yang ditemukan jentik nyamuk paling tinggi pada minggu V dan IX penelitian dan paling
rendah pada minggu I, II, IV, VI penelitian. Jumlah jentik nyamuk cenderung fluktuatif setiap
minggunya selama penelitian. Pada penelitian ini meningkatnya jumlah jentik nyamuk selalu
diiringi dengan penurunan angka bebas jentik (ABJ) disertai dengan penemuan 1 kasus penyakit
DBD di RT 16 Kelurahan Tambak Sari.
ABJ yang naik turun selama penelitian diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yang
mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegepty dan kurangnya pemberdayaan
masyarakat dalam upaya pemberantasan DBD. Dengan adanya program jumantik di RT 16
Kelurahan Tambak Sari diharapkan masyarakat dapat memahami bagaimana cara penularan
DBD dan cara mencegahnya serta dapat ikut berperan secara aktif dalam upaya pencegahan
DBD melalui program jumantik. Selama periode penelitian, ABJ tidak tetap tiap minggunya. Hal
ini diduga terjadi karena belum terlaksana sempurna program jumantik berupa penyuluhan,
pembagian larvasida (bubuk abate), dan fogging (pengasapan).
Pada awal penelitian peneliti melakukan penyuluhan kepada seluruh masyarakat RT 16
Kelurahan Tambak Sari mengenai penyakit DBD, cara penularan, serta program jumantik
sebagai upaya pencegahan DBD. Dalam program jumantik dijelaskan bahwa salah satu tugas
kader jumantik adalah melakukan penyuluhan mengenai penyakit DBD, cara penularan, dan cara
pencegahannya ke setiap rumah. Penyuluhan yang dilakukan oleh kader jumantik meliputi
pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus. Penyuluhan merupakan salah satu upaya untuk
merubah perilaku seseorang untuk hidup sehat, dalam hal ini merubah perilaku seseorang dalam
melakukan upaya pencegahan DBD.10 Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa ABJ di RT 16
Kelurahan Tambak Sari mengalami naik turun tiap minggunya, namun jika dilihat rata-rata tiap
bulannya ABJ di bulan Desember mengalami penurunan dibanding bulan November. Hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan penyuluhan yang dilakukan oleh kader jumantik belum
terlalu berpengaruh dalam mengubah perilaku masyarakat, sehingga masih banyak masyarakat
yang belum konsisten untuk dapat berperan aktif dalam melakukan pencegahan DBD.
Pemberantasan jentik berkala merupakan upaya deteksi dini penularan DBD serta
menghambat perkembangan awal dari vektor penularan DBD ketika dilakukan secara rutin dan
berkelanjutan. Secara teori, hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara
pemberantasan jentik berkala dengan angka bebas jentik.9,10 Selain itu pemberantasan vektor
DBD secara kimia, seperti pemberian bubuk abate dan fogging (pengasapan), terbukti dapat
menurunkan kasus DBD. Pemberian bubuk abate sesuai standar nasional adalah 0,1g/ L dalam
air bersih. Pemberian bubuk abate sesuai standar tersebut terbukti efektif membunuh larva
nyamuk Aedes aegepty.11 Namun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara
pemberantasan jentik berkala dengan angka bebas jentik dikarenakan terjadi penurunan angka
bebas jentik ( ABJ) sebanyak 2,2% selama periode November hingga Desember. Pada penelitian
ini ditemukan hasil penelitian yang berbanding lurus antara ABJ dan kejadian DBD dimana
terdapat penurunan angka bebas jentik ( ABJ) pada bulan Desember yang diikuti dengan
ditemukan adanya kasus DBD sebanyak satu.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di 44 rumah warga, pada bulan November 2019
minggu I,II, tidak ditemukan adanya jentik di rumah warga(0%), minggu ke III
ditemukan 1 jentik (2,3%), dan pada minggu ke IV tidak ditemukan adanya jentik (0%).
Pada bulan Desember 2019, minggu I ditemukan adanya 3 jentik (6,8%), minggu ke II
tidak ditemukan jentik (0%), minggu ke III ditemukan adanya 1 jentik (2,3%), minggu ke
IV ditemukan adanya 2 jentik (4,5%), dan minggu ke V ditemukan ada 3 jentik (6,8%).
2. Angka Bebas Jentik yang ditemukan di RT 16 Kelurahan Tambak Sari yaitu sebesar
100% di minggu I dan II, minggu III 97,7%, 100% minggu IV, 93,2% minggu V, 100%
minggu VI, 97,7% minggu VII, 95,5% minggu VIII dan 93,2% pada bulan minggu IX.
3. Terdapat kasus DBD pada bulan Desember sebanding dengan penurunan ABJ pada bulan
Desember
5.2 Saran
1. Dilakukan pemantauan jentik nyamuk berkala dengan program jumantik yang terus
berlanjut diluar penelitian untuk mencegah terjadinya demam berdarah.
2. Diharapkan pihak dinas kesehatan dan puskesmas dapat bekerjasama dalam
memfasilitasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan demam berdarah seperti
pemberian bubuk abate pada masyarakat serta upaya fogging di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Pakuan Baru Kecamatan Jambi Selatan.
3. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan metodologi statistik lebih mendetil, baik
secara bivariat maupun multivariat, untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara
faktor-faktor risiko jentik nyamuk dengan kejadian demam berdarah di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Pakuan Baru Kecamatan Jambi Selatan.
4. Diharapkan dengan hasil penelitian lanjutan tersebut dapat dibuat perumusan dalam
menyusun program penanggulangan dan pelayanan kesehatan untuk kasus demam
berdarah di wilayah kerja UPTD Pakuan Baru Kecamatan Jambi Selatan.