Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN KELUARGA
PUSKESMAS SIKUMANA

Oleh

Eyrene Oktriani Rambu Intan Kondi, S.Ked


Patricia Betty, S.Ked
Putu Ratna Rosalina, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK STASE IKM-IKKOM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PUSKESMAS SIKUMANA KUPANG
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat

dan penyebarannya semakin luas. Kondisi lingkungan sangat menentukan bagaimana

perkembangbiakan dan transmisi vektor penyakit DBD. Berbagai upaya telah

dilakukan mulai dari pengendalian di masing-masing negara endemis DBD sampai

tingkat global. Namun, sampai saat ini DBD menjadi masalah kesehatan masyarakat

yang menyumbang besarnya jumlah kematian.1

Angka kematian di Indonesia setiap tahun meningkat. Dalam kurun waktu 5

tahun terakhir dari tahun 20032008 angka kematian (Case Fatality Rate) di

Indonesia meningkat. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, salah satunya

disebabkan karena menderita penyakit. Penyakit itu sendiri terdiri dari penyakit

menular dan penyakit tidak menular. Contoh beberapa dari penyakit menular antara

lain TBC, Hepatitis, Demam Berdarah Dengue (DBD). 2 Prevalensi Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan

Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668

orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita

sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.3

Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953

dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Penyakit ini disebabkan oleh virus

Dengue dari genus Flavivirus (manusia dan monyet sebagai reservoir), famili

Flaviviridae. Demam berdarah dengue (DBD) ditularkan ke manusia melalui gigitan

2
nyamuk Aedes sp yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam

Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS)

termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis).2

Berdasarkan data Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan

Zoonosis Kemenkes menyebutkan hingga akhir Januari 2016, kejadian luar biasa

penyakit DBD dilaporkan ada di 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11 Provinsi yang

terserang KLB DBD. Dari data tersebut Provinsi NTT termasuk dalam urutan ke-9,

yaitu di Kabupaten Sikka. Sepanjang bulan Januari dan Februari 2016 kasus DBD

yang terjadi di wilayah tersebut tercatat sebanyak 492 orang menderita DBD dengan

jumlah kematian 25 orang pada bulan Januari. Sedangkan pada bulan Februari

tercatat 116 orang dengan jumlah kematian 9 orang. Hasil data tersebut

menunjukkan adanya penurunan KLB di Indonesia sepanjang bulan Januari

Februari 2016. Kemenkes RI mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia pada

bulan Januari Februari 2016 sebanyak 8.487 orang dengan jumlah kematian 108

orang. Golongan terbanyak pada usia 5 14 tahun (43,44%) dan usia 15 44 tahun

(33,25%).4

Pada tahun 2013 ditemukan kasus DBD sebanyak 2.986 kasus atau sebesar

0,6 per 1000 penduduk, pada tahun 2014 jumlah penderita DBD sebesar 487 kasus,

sedangkan pada tahun 2015 menjadi sebesar 665 kasus (13 per 100.000 penduduk)

terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Jika dibandingkan dengan target pada

Renstra yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah sebesar 8 per 100.000 penduduk

berarti belum mencapai target.5

1.2 Rumusan masalah


a. Bagaimana profil keluarga penderita Demam Berdarah Dengue?
b. Bagaimana status kesehatan setiap anggota keluarga?
c. Bagaimana alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan kepada pasien?
d. Bagaimana peran keluarga dalam mencegah kejadian Demam Berdarah Dengue?

3
1.3 Tujuan
a. Mengetahui profil keluarga penderita Demam Berdarah Dengue
b. Mengidentifikasi status kesehatan keluarga pasien
c. Memberikan alternatif pemecahan masalah bagi pasien dan keluarga
d. Melibatkan keluarga dalam upaya pencapaian kesembuhan pasien
1.4 Manfaat
a. Bagi Pasien
Pasien mendapatkan informasi mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue,

pencegahan, cara penularan serta pemantauan pada pengobatan.


b. Bagi Keluarga
1. Keluarga dapat mengetahui faktor faktor yang menyebabkan kejadian Demam

Berdarah Dengue dalam keluarga


2. Keluarga dapat mencegah kejadian Demam Berdarah Dengue dalam keluarga
c. Bagi Penulis
Penulis lebih memahami mengenai Demam Berdarah Dengue dan faktor-faktor

risiko yang terdapat pada pasien serta dapat memahami proses penanganan terhadap

kasus kedokteran keluarga


d. Bagi Puskesmas
1. Puskesmas dapat meningkatkan promosi kesehatan terhadap pasien DBD dan

melakukan kunjungan ke rumah pasien guna memberikan konsultasi, informasi dan

edukasi terhadap pasien maupun keluarganya.


2. Puskesmas dapat memberikan laporan mengenai DBD, dalam hal ini DBD sebagai

bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan dalam penanganan kasus DBD.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang

berpotensi KLB/wabah disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor

nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini menyerang sebagian besar anak usia < 15 tahun,

namun dapat juga menyerang orang dewasa.5 Penyakit ini ditemukan pertama kali

pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, dan saat ini dapat ditemukan di sebagian

besar negara di Asia.6

4
Penyakit DBD ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa

penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda

perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (ecchymosis), atau

ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran

menurun atau renjatan (shock).1

2.2 Epidemiologi

Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

mencatat bahwa negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di

Asia Tenggara. DBD sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1968, penyakit ini

pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya, Jawa Timur di mana sebanyak 58 orang

terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal dunia (Angka Kematian 41,3%). 2

Sejak saat itu, DBD menyebar hingga ke seluruh Indonesia. Selama tahun 1996-2005

tercatat 334.685 kasus DBD dengan jumlah penderita yang meninggal 3.092 orang.

Tahun 2006, Indonesia berkontribusi menyumbang nilai kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara dengan 125.045 kasus per-tahun.1

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan

oleh perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan

distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya. Faktor perilaku dan partisipasi

masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas

penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi

menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.2

5
Gambar 2.1 Penderita DBD menurut Kab/Kota di Provinsi NTT Tahun 2015

Dari gambar 2.1 tersebut di atas dapat kita lihat bahwa penderita kasus DBD

ini hanya ada pada beberapa Kabupaten saja seperti Kota Kupang, Kabupaten

Kupang, TTS, TTU, Belu, Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur,

Manggarai Barat dengan kasus yang paling banyak di Kabupaten Manggarai barat,

Kota Kupang dan Sikka. 5

Gambar 2.2 Angka Incidence Rate DBD Tahun 2011-2015 di Kota Kupang

Dari gambar di atas terlihat bahwa angka kesakitan DBD tahun 2011-2015,

mengalami fluktuasi, dimana pada tahun 2011 sebesar 75 kasus per 100.000

6
penduduk, menurun pada tahun 2014 menjadi 26,6 per 100.000 penduduk, dan

kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi 61,1 per 100.000 penduduk.8

Gambar 2.3 Incidence Rate DBD Kota Kupang 2015

Diagram 2.1 Jumlah kasus DBD tahun 2014 2016 di Puskesmas Sikumana

Berdasarkan data kesehatan puskesmas Sikumana tahun 2014 sampai dengan

2016, jumlah kasus DBD di Puskesmas Sikumana mengalami kenaikan yaitu pada

tahun 2014 berjumlah 18 kasus, tahun 2015 berjumlah 28 kasus dan pada tahun 2016

berjumlah 31 kasus. Dilihat dari wilayah kerja Puskesmas Sikumana, pustu dengan

dua jumlah kasus terbanyak pada tahun 2016 adalah Pustu Sikumana 12 kasus dan

Pustu Oepura 11 kasus. Sedangkan Pustu Bello 1 kasus, Pustu Naikolan 4 kasus,

7
Pustu Kolhua 3 kasus dan Pustu Fatukoa tidak ada kasus DBD. Pada bulan Januari

2017, Puskesmas Sikumana dilaporkan 4 kasus DBD.9

Diagram 2.2 Jumlah kasus DBD di Puskesmas Sikumana


berdasarkan umur pada tahun 2016

Berdasarkan diagram di atas, umur terbanyak penderita kasus DBD di

Puskesmas Sikumana tahun 2016 adalah 5 15 tahun untuk laki laki dan 1 4

tahun untuk jenis kelamin perempuan.9

2.3 Etiologi

Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili

Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single

standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris

dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus

Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein

struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein

(M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS).

Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4.

Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil

penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan

8
kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh

Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.

Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan

menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan.

Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama

namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa

bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka.

Gambar 2.4 Virus Dengue

2.4 Gejala Klinis

Gejala klinis yang didapatkan ada penderita DBD, yaitu:

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2 7 hari

Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

o uji bendung positif

o petekie, ekimosis, purpura

o perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

o hematemesis dan atau melena

Pembesaran hati

9
Syok yang ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan

tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin,

kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

Gambar 2.5 Perjalanan penyakit DBD

2.5 Penegakan Diagnosis

2.5.1 Laboratorium

Trombositopenia ( 100.000/l)

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan

manifestasi sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar

o Penurunan hematokrit 20%, setelah mendapat terapi cairan

o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya

peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.

2.5.2 Derajat Penyakit

10
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat

sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

I perdarahan ialah uji bendung.


Derajat Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan

II lain
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

Derajat tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

III sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak

gelisah.
Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

IV darah tidak terukur.

2.6 Tatalaksana Demam Berdarah

2.6.1 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok

Anak dirawat di rumah sakit

Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu, untuk

mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.

Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena

obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.

Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat

o Kebutuhan cairan parenteral

Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam

Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam

Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

11
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium

(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam

o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah

cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya

memerlukan waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah

pemberian cairan.

Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana

syok terkompensasi (compensated shock).

2.6.2 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra

nasal.

Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.

Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB

secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-

20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun

pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi

darah/komponen.

Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai

membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam

dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan

laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah

banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada

pemberian yang terlalu sedikit.

12
Gambar 2.5 Alur triage yang dianjurkan

Gambar 2.6 Penggantian volume cairan pada Sindrom Syok Dengue

13
2.7 Pencegahan

Saat ini, pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu: 6

Gambar 2.7 Pencegahan DBD

1. Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat

penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,

penampung air lemari es, dan lain-lain;

2. Menutup yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum,

kendi, dan sebagainya

3. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi

untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan,

seperti:

1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.

2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.

3. Menggunakan kelambu saat tidur.

4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.

14
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk.

6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.

7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi

tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain

Untuk itu, perlu menjaga kesehatan dengan meningkatkan kewaspadaan

terhadap penularan demam berdarah, sehingga diperlukan kepedulian peran serta

aktif kita untuk melakukan langkah-langkah pencegahan penularan penyakit DBD,

melalui kegiatan pemberantasan nyamuk dan jentik secara berkala dan PSN 3M Plus,

karena saat ini telah memasuki musim penghujan, bahkan pola curah hujan yang tak

menentu.

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di Kota Kupang

sampai dengan tahun 2015 meliputi kegiatan.8

a. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD

Salah satu kegiatan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena

penyakit DBD adalah dengan melakukan PSN DBD secara berkesinambungan pada

wilayah kerja Puskesmas masing-masing. Dengan kegiatan ini diharapkan tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti berkurang/tidak ada. Disamping itu juga

dilakukan PSN DBD secara massal. Mulai tahun 2010 hingga sekarang, salah satu

program yang dicanangkan Pemerintah Kota Kupang adalah kegiatan Jumat Bersih

yang telah menurunkan kasus DBD di Kota Kupang yang dibuktikan dengan adanya

penurunan kasus DBD yang signifikan pada tiap tahunnya.

b. Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Kegiatan ini merupakan bentuk nyata dan langsung ke rumah kasus dan

sekitarnya dalam rangka upaya memutuskan rantai penularan penyakit DBD. Melalui

kegiatan ini petugas kesehatan akan secara cepat mengetahui siapa yang tertular,

15
dimana tempat/lokasi terbanyak penderita, kapan kejadiannya dan akhirnya

merumuskan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya

penularan lebih luas di masyarakat. Hasil kegiatan PE ini lebih lanjut telah dijelaskan

dalam hasil kegiatan program surveilens dan laboratorium.

c. Abatesasi

Abatesasi bertujuan untuk membunuh jentik nyamuk aedes, dengan cara

menaburkan abate pada tempat-tempat penampungan air. Abatesasi pada tahun 2014

dilakukan kegiatan pemberian larvasida sebanyak 2 kali. Jika menggunakan masa

aktif dari larvasida yang digunakan seharusnya dilaksanakan 4 kali, karena

kurangnya logistik larvasida maka kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan sesuai

dengan masa aktifnya.

d. Fogging Focus

Untuk mengantisipasi terjadinya penyebaran penyakit yang lebih luas,

disamping dilakukan fogging massal juga dilakukan fogging focus di lokasi tempat

tinggal penderita dan sekitar tempat tinggal penderita dengan radius 200 meter, yang

bertujuan untuk memutus rantai penularan dengan membunuh nyamuk dewasa yang

telah terinfeksi. Tahun 2014 dilaksanakan Fogging pada 90 Fokus berbedar di

wilayah Kota Kupang, berdasarkan pemetaan kasus DBD yang terjadi diwilayah

tersebut.

e. Penyuluhan

Kegiatan ini selalu dilakukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh program sendiri dan juga dilakukan dengan

melibatkan lintas program melalui program promosi dan kesehatan yang melakukan

penyuluhan keliling dan penyuluhan langsung ke masyarakat.

16
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Profil Keluarga dan Status Kesehatan Keluarga


a. Nama : Tn. FD

Tempat/tanggal lahir : Kupang, 23 Agustus 1965

Usia : 51 tahun
Status dalam keluarga : Ayah kandung
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Kristen Protestan
b. Nama : Ny. SD

Tempat/tanggal lahir : Sumba, 8 September 1971

Usia : 45 tahun
Status dalam keluarga : Ibu kandung
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Kristen Protestan
c. Nama : JD

Tempat/tanggal lahir : Sumba, 10 Desember 1995

Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : laki laki
Status dalam keluarga : Anak pertama (kakak kandung)
Pekerjaan : Bantu bantu proyek
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Kristen Protestan
d. Nama : ND
Tempat/tanggal lahir : Kupang, 17 Agustus 1998
Usia : 18 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Status dalam keluarga : Anak kedua (kakak kandung)
Pekerjaan : pelayan di took Glory Sikumana
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Kristen Protestan
e. Nama : JD
Tempat/tanggal lahir : Kupang, 27 Juli 2002
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : laki laki
Status dalam keluarga : anak ketiga (kakak kandung)
Pekerjaan : pelajar kelas 2 SMP

17
Agama : Kristen Protestan
f. Nama : FD
Tempat/tanggal lahir : Kupang, 10 Desember 2003
Usia : 13 tahun
Jenis kelamin : laki laki
Status dalam keluarga : anak keempat (kakak kandung)
Pekerjaan : pelajar kelas 6 SD
Agama : Kristen Protestan
g. Nama : YD
Tempat/tanggal lahir : Kupang, 16 Juli 2006
Usia : 10 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Status dalam keluarga : Anak kedua (kakak kandung)
Pekerjaan : pelajar kelas
Agama : Kristen Protestan
3.2 Profil Pasien dan Status Kesehatan Pasien
A. Identitas

Nama : An. ND

Tempat/tanggal lahir : Kupang, 11 November 2009

Usia : 7 tahun
Status dalam keluarga : Anak kandung ke 6
Agama : Kristen Protestan
Penyakit yang diderita : DBD
Alamat : Jln. Oeekam RT 10 RW 4 Sikumana
B. Anamnesis
Alloanamnesis (diberikan oleh ibu kandung) pasien pada hari Senin, 09 Januari

2017 pukul 09.30 WITA di Puskesmas Sikumana.

Keluhan Utama : Panas tinggi dan timbul bintik bintik merah ditangan dan

kaki

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien diantar ibunya ke Puskesmas Sikumana karena panas tinggi sejak 4 hari

sebelum ke Puskesmas. Panas bersifat hilang timbul, berkeringat dan tidak disertai

menggigil. Pasien sempat diberi pengobatan Paracetamol 2x1/2 tablet oleh ibunya,

namun panas muncul kembali beberapa jam setelah minum obat. Pasien juga

mengalami muntah 2x di rumah tidak bercampur darah, nyeri ulu hati dan perut

kembung. Buang air besar dan buang air kecil baik. Ibu pasien juga mengatakan

18
bahwa muncul bintik bintik merah di tangan dan kaki pasien saat bangun tadi pagi.

Riwayat keluar darah dari hidung (-), gusi berdarah (-), BAB campur darah (-). Batuk

dan pilek (-).

Riwayat penyakit Dahulu :

Batuk pilek

Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita hal yang sama. Hipertensi (-), Diabetes

(-), Penyakit jantung (-)

Riwayat penyakit tetangga :

Tidak ada tetangga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

Riwayat persalinan :

Pasien merupakan anak keenam, Ibu tidak pernah ANC selama kehamilan.

Lahir cukup bulan. Pasien dilahirkan melalui persalinan normal pervaginam di

rumah, di tolong dukun, berat badan saat lahir 3.800 gram.

Riwayat Imunisasi :

Pasien tidak mendapat imunisasi.

Riwayat Makanan :

Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan mendapat makanan

pendamping ASI mulai umur 6 bulan, yaitu biskuit dan bubur sun.

Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan :

Ibu pasien tidak mengingat tentang tahap pertumbuhan dan perkembangan pasien.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan : Anak tampak sakit sedang

umum
Kesadaran : Compos mentis

19
Tanda- : Suhu: 38,9o C
Nadi: 110x/menit
tanda vital Pernapasan: 22x/menit
Kulit : Kulit sawo matang, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), skar

BCG (-), uji Tourniquet (+)

Kepala : Bentuk kepala bulat kesan normocephal, simetris

Wajah : Kesan simetris, edema (-), paralisis (-)

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), merah (-/-), perdarahan (-/-), sclera

ikterik (-), pupil isokor (+/+), refleks cahaya langsung (+/

+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), edema palpebrae

(-/-)

Hidung : Deviasi septum nasi (-), sekret (-), perdarahan (-),

pernapasan cuping hidung (-)

Mulut : Mukosa bibir lembap, hipersalivasi, lidah berwarna merah

muda, lidah kesan normal, tidak ada celah pada bibir dan

palatum, tonsil (T1/T1)

Telinga : Bentuk telinga normal, deformitas (-), massa pada post

aurikuler (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-), kaku kuduk (-) Simetris,
massa (-), retraksi dinding dada (-) Jantung
Dada :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 parasternal sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler,murmur (-), gallop
(-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak terdapat
retraksi, mammae dua buah, letaknya simetris.
Palpasi : Massa (-/-), nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

20
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : Massa (-) hepar 2 jari bawah arcus costa,
splenomegali (-), supel, nyeri tekan (-)
Abdomen : Perkusi : Timpani
Turgor kulit : Baik

Petechie + +

- +

Ekstremitas :
Deformitas (-), tonus otot flaccid, akral hangat, CRT <3

detik

Gambar 3.1 Uji Tourniquet (+)

D. Pemeriksaan penunjang
Hb : 9,8 g/dl
PLT : 98 x 103/mm3
DDR : negatif
E. Diagnosa dan terapi:
1. Diagnosa Klinis : Demam Berdarah Dengue derajat II

21
2. Penatalaksanaan : keluarga pasien diedukasi dan dirujuk

3.3 Status Kesehatan Keluarga


Tabel 3.1 Status Kesehatan Keluarga

Nama Anamnesis Pemeriksaan Fisis Diagnosis


Tn.FD, Ayah Tidak
51
pasien
diperiksa
tahun
sedang
berada di
Malaysia
Ny. S : kedua a. KU : Tampak sehat Sakit
b. Kesadaran : CM
SD, kaki asam
c. TD :130/80 mmHg
46
dank kram d. RR : 18x/m
tahun e. N : 86x/m
- kram
f. BB : 58 Kg
sejak 1 g. TB : 157 Cm
h. Mata : CA (-), Sklera
bulan
anikterik, lensa keruh
(-/-)
i. Leher : Struma (-),
pembesaran KGB (-)
j. Paru : Vesikuler (+/+),
suara napas tambahan
(-)
k. Jantung : S1/2 tunggal,
bising (-)
l. Abdomen : Supel, rata.
BU (+) kesan normal
m. Ekstremitas : Akral
hangat

3.4 Pohon keluarga

22
Pasien merupakan anak keenam dari enam bersaudara. Ayah pasien adalah anak

ke 2 dari 5 bersaudara. Nenek dan kakek kandung (ayah) pasien telah meninggal

dunia. Ibu pasien merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara. Kakak-kakak dari ibu

pasien semua sehat. Ibu dari ibu pasien telah meninggal sedangkan ayah dari ibu

pasien masih hidup dan tinggal bersama anak-anaknya di Sumba.

Hubungan psikologis antara pasien dan ibunya baik, dengan ayah pasien juga

baik walaupun berada jauh dari anaknya karena sering berkomunikasi lewat telepon.

Kedua orang tua pasien sangat perhatian dan sayang kepada pasien. Hubungan

antara ibu pasien dan keluarga yang tinggal serumah juga baik.

3.5 Identifikasi Masalah Keluarga

23
1. Masalah dalam fungsi biologis
Pasien tidak memiliki faktor risiko penyakit turunan dalam keluarga.
2. Masalah organisasi dalam keluarga
Pasien merupakan anak keenam dan tinggal bersama dengan ibu kandung dan

kelima saudaranya. Komunikasi dengan seluruh anggota keluarga baik. Menurut

ibunya, hubungan ayah dan anaknya baik dilihat dari komunikasi yang terjadi hampir

setiap hari dan perhatian ayahnya dari jauh dengan selalu mengirimkan uang untuk

membiayai keluarganya.
3. Masalah Ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan sehari-hari dipenuhi penghasilan ayah pasien sebagai wiraswasta

di Malaysia. Selain ayah, kedua kakak dari pasien juga membantu untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Menurut ibu pasien, penghasilan tersebut tidaklah tetap

sehingga pemenuhan status gizi dan kebutuhan anak tidak terpenuhi.


4. Masalah Pendidikan dan perilaku hidup sehat.
Pasien saat ini menduduki bangku kelas 2 SD di SD 1 Sikumana. Keadaan

lingkungan sekolah pasien bersih namun terdapat genangan genangan air, pot

bunga yang tergenang air dan bak penampung air yang terbuka sehingga

memungkinkan perindukan nyamuk dan penularan penyakit DBD di Sekolah .


Pengetahuan orangtua pasien juga kurang karena hanya tamat SD dan SMP.

Penerapan pola hidup bersih dan sehat pada keluarga kurang diterapkan, didukung

oleh keadaan lingkungan yang kurang bersih dan pengetahuan yang kurang.
5. Masalah Psikologis

Pasien bersama keluarga tinggal di rumah sendiri. Interaksi pasien dengan

orang lain baik dan pasien lebih sering bersama ibunya. Beban keluarga dan segala

urusan rumah tangga diatur oleh ibu pasien karena suami sedang berada di Malaysia

sehingga ibu pasien mengeluhkan terkadang kewalahan dalam mengurusi anak

anaknya yang masih kecil.

6. Masalah Lingkungan dan Sosial budaya


Pasien tinggal di rumah kecil di wilayah Oeekam dekat pepohonan dan

genangan air. Perumahan yang kurang layak, rumah yang diapit oleh pepohonan,

24
genangan air dan rumah tetangga di bagian kanan dan belakang rumah pasien. Di

belakang rumah pasien terdapat kandang babi dan WC. Hubungan keluarga pasien

dengan tetangganya baik.


Berikut ini dipaparkan keadaan lingkungan pasien.
1. Denah rumah

Gambar 3.2 Denah rumah pasien

2. Keadaan Lingkungan Fisik

a) Perumahan dan fasilitas

Pasien dan keluarga tinggal di rumah permanen (berdinding tembok) dengan ukuran

6x8 meter. Rumah tersebut, terdiri dari 3 kamar, 1 kamar untuk pasien berbaring dan

sisanya untuk saudara saudaranya dan ibunya. Rumah pasien bersambungan

dengan rumah lama yang saat ini dijadikan dapur. Terdapat 1 dapur, 1 tempat cuci

piring di bagian belakang dapur. Tepat di belakang dapur terdapat kamar mandi dan

25
kandang hewan. Tempat pemeliharaan hewan yang kotor, terbuka dan jaraknya dekat

dengan rumah pasien dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

Gambar 3.3 tampak depan rumah pasien (6x8 meter)

Gambar 3.4 kamar mandi dan kandang hewan di samping kiri dapur

Semua kamar tidur terdiri dari tempat tidur kayu, kasur kapuk dan tidak ada

kelambu. 1 lemari pakaian di kamar baring pasien yang juga adalah tempat

penyimpanan sepatu. 1 buah kursi di kamar pasien tempat penumpukan pakaian.

Pasien tidur tidak menggunakan kelambu sehingga bisa terjadi penularan penyakit

26
dengan vektor nyamuk saat tidur. Selain itu juga peletakan barang barang yang

tidak pada tempatnya dan ditumpuk begitu saja dalam kamar pasien bisa menjadi

tempat perindukan nyamuk.

Gambar 3.5 tempat tidur pasien dengan kasur terbuat dari kapuk dan tidak terpasang

kelambu

Gambar 3.6 sepatu disimpan di atas lemari pakaian pasien

Rumah berlantaikan semen dan dindingnya terbuat dari tembok.

Rumah warga yang berjarak kurang dari 5 meter dari rumah pasien yang hanya

dipisahkan oleh selokan penampungan kamar mandi tetangga. Penampungan air

kamar mandi tetangga yang terbuka dan terletak di samping rumah pasien dengan

jarak 1 meter, bisa menjadi tempat perindukan nyamuk.

27
Gambar 3.7 penampungan air kamar mandi tetangga

b) Sumber penerangan, listik PLN

c) Ventilasi jendela, ada ventilasi namun tidak ada kawat kasa sehingga memudahkan

vektor nyamuk untuk masuk ke dalam rumah dan menularkan penyakit.

Gambar 3.8 ventilasi rumah dan kamar pasien tidak memakai kawat kasa

d) Sarana MCK

Keluarga ini memiliki 1 kamar mandi sekaligus WC. Di dalamnya terdapat kloset

jongkok dan sebuah bak kecil berbentuk segiempat dengan daya tampung sekitar 20

ember oker. Untuk mandi dan mencuci, pasien dan keluarganya mengambil air dari

sumur.

28
Keadaan WC umum keluarga yang kurang layak dan tempat penampungan air atau

bak mandi yang jarang dikuras dan tidak ditaburkan abate dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk.

Gambar 3.9 Bak penampungan di kamar mandi pasien yang tidak dikuras dan tidak

ditabur abate terlihat adanya jentik nyamuk

e) Pembuangan limbah

Limbah cair dibuang di samping diselokan dekat rumah sedangkan sampah kering

yang terdiri dari sampah organik dan nonorganic dibuang di samping rumah begitu

saja. Kaleng kaleng bekas dan gelas aqua menjadi tempat penampungan air.

29
Gambar 3.10 tempat pembuangan sampah di samping rumah pasien

f) Sumber air minum : sumur. Sumur terdiri dari dua buah, yaitu milik pasien sendiri

dan tetangga. Kedua sumur ini dalamnya kurang lebih masing masing 20 meter dan

10 meter yang terletak di belakang rumah tetangga dan di depan rumah pasien.

Keadaan sumur yang gelap dan terbuka ini terlihat nyamuk beterbangan dalam

lubang sumur.

Gambar 3.11 sumur yang terbuka dan gelap

g) Lingkungan keluarga dan sekitar

Rumah pasien berada dalam kompleks perumahan menengah ke bawah, jarak antara

rumah pasien dengan tetangga 2 m di samping kanan rumah dan 7 meter dari depan

rumah pasien. Di lingkungan rumah pasien terdapat genangan air jika hujan dan

30
merupakan tampungan air dari selokan rumah tetangga. Selain itu, terdapat

pepohonan padat di samping kiri rumah pasien sehingga dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk.

Gambar 3.12 pepohonan padat di samping kiri rumah pasien

Gamabr 3.13 selokan rumah tetangga, genangan air dan penampungan limbah cair

tetangga

31
Gambar 3.14 genangan air hujan

2. Keadaan Lingkungan Sosial Ekonomi

Tabel 3.2 Keadaan Lingkungan Sosial Ekonomi

Lingkungan Sosial
No. Keadaan
Ekonomi
1 Status Kepemilikan Rumah yang ditempati pasien merupakan milik

Rumah pribadi.
2 Fasilitas dan Kepemilikan Barang dan fasilitas dalam rumah merupakan milik

barang rumah tangga pribadi pasien dan keluarganya..


3 Tingkat Pendapatan Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Jumlah

Rumah Tangga penghasilan tidak menentu berkisar Rp 500.000,-

sampai dengan Rp 1.000.000,- / bulan.

4 Pengeluaran rata-rata Besar pengeluaran rata-rata per bulan kurang lebih

32
perbulan 500.000

3. Keadaan Lingkungan Budaya

Tabel 3.3 Keadaan Lingkungan Budaya

No Lingkungan Keadaan Dampak pada kondisi pasien

Budaya
1 Jaminan Pasien dan keluarganya Pasien memiliki kemudahan dalam

Pemeliharaan memiliki kartu BPJS pembiayaan perawatan dan

Kesehatan untuk jaminan kesehatan, pemeriksaan kesehatan di berbagai

sehingga bila sakit mereka fasilitas kesehatan karena memiliki

masuk dalam golongan kartu BPJS.

pasien BPJS.

4. Keadaan Lingkungan Ergonomi

Tabel 3.4 Keadaan Lingkungan Ergonomi

No. Ergonomi Keadaan Dampak pada kondisi pasien


Keluarga
1 Pola makan Pasien dan keluarga Minimnya pengetahuan dan
keluarga memiliki kebiasaan keadaan ekonomi yang
makan 3x sehari. Menu rendah mengakibatkan
makanan yang sering pasien dan keluarganya
dikonsumsi ialah: nasi, jarang makan makanan
nasi jagung, telur, tahu bergizi. Hal ini dapat
tempe, daun ubi, kadang- berdampak pada sistem
kadang daging babi dan pertahanan tubuh yang
ikan. rendah dan menjadi mudah
terinfeksi suatu penyakit
menular.

33
BAB IV

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Demam Berdarah Dengue (DBD) didefinisikan sebagai penyakit yang

berpotensi KLB/wabah disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor

nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini menyerang sebagian besar anak usia < 15 tahun,

namun dapat juga menyerang orang dewasa.5 Penyakit ini ditemukan pertama kali

pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, dan saat ini dapat ditemukan di sebagian

besar negara di Asia. Penyakit DBD ditandai dengan demam mendadak dua sampai

tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai

tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (ecchymosis),

atau ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran

menurun atau renjatan (shock).1 Pada pasien ini didapatkan adanya gejala demam

mendadak selama 4 hari, mual muntah 2x, nyeri ulu hati, perut kembung, dan

muncul bintik bintik merah pada tangan dan kaki.

34
Berdasarkan teori, gejala klinis yang terdapat pada penderita DBD, yaitu:

demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2

7 hari, terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan (uji bendung positif,

petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis dan atau melena), pembesaran hati, dan syok yang ditandai nadi cepat

dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi

sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time

memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah. Hasil pemeriksaan fisik bermakna

yang didapatkan pada kasus ini, terdiri dari suhu tubuh 38,90C, uji tourniquet (+),

hepar teraba 2 jari bawah arkus costa dan petechie pada ekstremitas atas dan bawah.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, diagnosis

mengarahkan pada penyakit DBD sehingga untuk menunjang dan menegakkan

diagnosis DBD dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik saja tidak cukup untuk mendiagnosis DBD,

dibutuhkan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita DBD, didapatkan

trombositopenia ( 100.000/l), adanya kebocoran plasma karena peningkatan

permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar

o Penurunan hematokrit 20%, setelah mendapat terapi cairan

o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Pada kasus ini, dilakukan pemeriksaan laboratorium di Puskesmas Sikumana

dan didapatkan nilai trombosit 98x103/mm3 (<100.000 /mm3). Sesuai dengan tinjauan

pustaka bahwa jumlah trombosit pada penderita DBD mengalami penurunan, yaitu

<100.000 /mm3.

35
Untuk mendiagnosis BDB, dibutuhkan dua kriteria klinis pertama ditambah

satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk

menegakkan diagnosis DBD. Pada kasus ini didapatkan lebih dari dua kriteria klinis

(demam mendadak 4 hari, bintik bintik kemerahan ditangan dan kaki,

hepatomegali) ditambah dengan 1 kriteria laboratorium trombositopenia. Oleh

karena itu, diagnosis DBD dapat ditegakkan.

Pada kasus ini kami mendapatkan bahwa keadaan rumah pasien

mempengaruhi mudahnya terkena penyakit. Dari keadaan dalam rumah yang padat,

ditempati oleh dua rumah tangga dan terdiri dari 10 orang, kamar tidur tidak

memakai kelambu, cahaya matahari yang kurang masuk ke dalam rumah, ventilasi

yang buruk sehingga memungkinkan jalan masuknya nyamuk, ditambah letak

kandang babi di belakang rumah yang jaraknya <5 meter dan terbuka, jarak antara

rumah pasien dan tetangga <5 meter, samping rumah terdapat genangan air dan

pepohonan. Sampah sampah, kaleng-kaleng, dan ban bekas di samping rumahnya

sehingga dapat menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya. Ketika

musim hujan tiba, maka kaleng-kaleng itu akan terisi air hujan. Kondisi tersebut akan

meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan

penyakit Dengue. Semua keadaan di atas menambah risiko penularan penyakit

DBD. Oleh karena itu, kami melakukan beberapa hal untuk membantu pasien dan

keluarga dalam mencegah penularan penyakit DBD yang meliputi kegiatan:


1. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD. Pada kasus ini, kami mengajarkan,

mengarahkan dan memberi contoh bagaimana cara PSN yang benar dengan cara 3M

plus. Tidak membiarkan sampah bertumpukan dan dianjurkan untuk mempunyai bak

sampah yang ditutup rapat, menutup tempat menampung air, menguras bak mandi,

dan menutup genangan air.

36
2. Abatesasi, kami membawakan pasien dan keluarga abate untuk bak penampungan

air sehingga membunuh jentik nyamuk aedes.


3. Penyuluhan, dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan DBD.

Gambar 4.1 pembagian kelambu dan obat nyamuk

37
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah mempelajari dan melakukan kunjungan rumah pada pasien dalam kasus

ini,maka dapat disimpulkan :


1. An. ND, 7 tahun mengalami penyakit DBD. Penyakit yang dideritanya diperberat

dengan keadaan lingkungan rumah yang kurang mendukung.


2. Status kesehatan keluarga tidak ada yang berkaitan dengan penyakit pasien.
3. Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam penanganan dan pencegahan penyebaran

kasus ini. Keluarga juga dapat memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar pasien

agar mencegah penularan kepada anggota keluarga dan tetangga.

5.2. Saran

1. Bagi pasien dan keluarga


Keluarga menerapkan hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan

penyakit dengan memperhatikan keadaan dalam rumah dan lingkungan sekitar

rumah.
Memakai kelambu dan obat nyamuk yang dibagikan.
Menggunakan abate sesuai yang diajarkan
Memasang kawat kasa pada ventilasi
Tidak menggantung pakaian sembarangan dalam rumah
Mengatur agar tempat memelihara hewan tidak menjadi tempat perindukan

nyamuk
Menutup genangan air dan tempat penampungan air
2. Bagi Puskesmas
a. Puskesmas meningkatkan penyuluhan mengenai pentingnya menjaga

kebersihan dan pencegahan penyakit menular.


b. Puskesmas dapat melakukan fogging focus pada daerah tempat tinggal pasien
3. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas dengan baik dan

mencegah hal yang sama menimpa anggota keluarga yang lain.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Sholehhudin, et al, Hubungan Sanitasi Lingkungan, Perilaku Pengendalian

Jentik dan Nyamuk. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 2 (no. 3), September

2014

2. Zumaroh. Evaluasi Pelaksanaan Surveilens Kasus Demam Berdarah

Dengue. Jurnal Berkala Epidemiologi. Surabaya. Vol 3 No.1 2015 Hal.82-94

3. Departemen Kesehatan RI. Prevalensi Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Jakarta. 2015

4. Kementerian Kesehatan RI. Wilayah KLB DBD di 11 Provinsi. Jakarta. 7

Maret 2016

5. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang. 2015

6. Hospital Care for Children in Developing Countries: Clinical Guidelines and

the Need for Evidence. 2016

7. Departemen Kesehatan RI. Penanggulangan Demam Berdarah Dengue.

Jakarta. 2015 (diakses pada 10 Juni 2016).

8. Profil Kesehatan Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2015

9. Data kesehatan Puskesmas Sikumana. Demam Berdarah Dengue. 2016

39

Anda mungkin juga menyukai