Anda di halaman 1dari 67

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
flavivirus, dan family flavovirudae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus aedes, terutama aedes aegyipti atau aedes albopictus. Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit
ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes,
2015).
Selama satu dekade angka kejadian penyakit DBD meningkat dengan
pesat di seluruh dunia. Diperkirakan 50 juta orang terinfeksi DBD setiap tahunnya
dan 2,5 milyar orang (1/5 penduduk dunia) tinggal di daerah endemic DBD. Pada
tahun 2007 di Amerika terdapat lebih dari 890.000 kasus dengue yang dilaporkan
dengan jumlah kasus sebanyak 26.000 diantaranya tergolong dalam penyakit
DBD (Jaya et.al., 2013).
Di Asia Tenggara terdapat 500.000 kasus penyakit DBD yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, dan 90 % penderitanya adalah anak-anak yang berusia
kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DBD mencapai 5 %
dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya. WHO mencatat dari tahun
1968-2009 negara Indonesia sebagai Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara dan tertingi nomor dua di dunia setelah Thailand (Ditjen PP dan PL
Depkes RI, 2009).
Penyakit DBD di Indonesia selama 45 tahun terakhir masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Sejak tahun 1968-2013 dan telah menyebar di 33
1

provinsi dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota (88%). Angka


kesakitan atau incidence Rate (IR) dari tahun 1968-2013 terus meningkat, tahun
2011 ke 2012 terjadi peningkatan dari 27,67 menjadi 37,1 per 100.000 penduduk,
selanjutnya tahun 2013 terjadi peningkatan dengan 41,25 per 100.000 penduduk.
Data menunjukkan bahwa Indonesia endemis DBD sejak 1968-2013 (Ditjen PP
dan PL Kemenkes, 2013).
Di Sumatra Barat penyakit DBD pada tahun 2013 jumlah penderita 2.206
orang dan IR penyakit DBD 46,63 per 100.000 penduduk dimana urutan ke 12 di
Indonesia dengan laju kematian 0,7% (Ditjen PP dan PL Kemenkes, 2013).
Laporan Dinkes Padang, tahun 2012 terjadi peningkatan kasus penyakit
DBD dibandingkan dari tahun 2011, ditemukan 1612 kasus, dengan kematian 10
orang dibandingkan tahun 2011 terdapat 965 kasus dengan 6 angka kematian.
Selanjutnya pada tahun 2013 kasus penyakit DBD menurun dibandingkan tahun
2012, dimana sebanyak 998 kasus dengan 9 kasus kematian. Pada tahun 2014
sampai bulan jumlah kasus DBD sebanyak 505 kasus dan 6 kasus kematian, pada
bulan Juli merupakan kasus tertinggi dengan 62 kasus dan pada bulan Februari
merupakan kasus terendah dengan 49 kasus dengan 1 kamatian. Pada tahun 2015
angka kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja puskesmas Pauh
sebanyak 101 kasus baru dan terdapat 1 orang meninggal dunia. Angka ini
meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2014 yaitu sebanyak 48 kasus.
Perilaku masyarakat mempunyai peranan penting dalam pengendalian
vector. Perilaku merupakan reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dalam dirinya sendiri. Respon ini dapat bersifat pasif
(tanpa tindakan) maupun aktif (melakukan tindakan). Tindakan keluarga dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan pelaksanaan 3 M Plus (menguras,
menutup, dan mengubur) yang merupakan upaya pencegahan penyakit DBD.
2

Perilaku manusia merupakan hasil dari pengalaman serta interaksi manusia


dengan lingkungannya dalam pengetahuan, sikap dan tindakan (Pangemanan et el,
2010).
Oleh karena masih tingginya jumlah kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Pauh khususnya di Kelurahan Koto Lua kecamatan Pauh maka penulis
tertarik untuk melaksanakan proyek peningkatan mutu dalam tema Optimalisasi
pencegahan penyakit DBD di Kelurahan Koto Lua Kecamatan Pauh.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana Optimalisasi pencegahan penyakit DBD di Kelurahan Koto Luah
kecamatan Pauh?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui upaya pencegahan penyakit DBD di Kelurahan Koto Lua
1.3.2

kecamatan Pauh
Tujuan Khusus
1. Mengetahui masalah kesehatan di Kelurahan Koto Lua kecamatan
Pauh
2. Mengetahui prioritas masalah kesehatan di Kelurahan Koto Lua
kecamatan Pauh
3. Mengetahui penyebab tingginya jumlah kasus DBD di Kelurahan Koto
Lua kecamatan Pauh
4. Mengetahui upaya penyelesaian masalah tingginya jumlah kasus DBD

di Kelurahan Koto Lua kecamatan Pauh


1.4 Manfaat
1. Penulisan Plan, Do, Check and action (PDCA) ini diharapkan dapat
memberikan

kontribusi

kepada

pihak

Puskesmas

Pauh

dalam

melaksanakan upaya pencegahan penyakit DBD di Kelurahan Koto Luah


kecamatan Pauh.
2. Penulisan PDCA ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah
pengetahuan penulis dalam menganalisis permasalahan serta memberikan
solusi pada permasalahan yang ditemui di Puskesmas Pauh.
3

3. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian


selanjutnya, guna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Pauh.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue


2.1.1 Definisi
Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam disertai dengan sakit kepala, nyeri pada retro-orbital, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi, ruam dan manifestasi perdarahan yang disertai leukopenia,
dan trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh (Suhendro et al., 2009).
Infeksi virus dengue tidak semuanya akan menunjukkan manifestasi DBD
berat. Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan
sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik).
Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan
kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2013).

2.1.2 Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di
5

Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang


antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese
Encephalitis, dan West Nile virus (Suhendro et al., 2009).

2.1.3 Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali
dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di
Jakarta. Kasus DBD sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara,
Afrika dan bagian selatan Amerika. Epidemik DBD yang terbesar terjadi di Kuba
pada tahun 1981 dengan 24.000 kasus DBD dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun
1986 dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988
epidemik dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990 kira-kira
seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita
Demam Dengue (Carec, 2000).
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus
DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat
menurun hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008). Di Indonesia, DBD telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 2013, jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian
871 orang dan angka kasus baru (incidence rate) sebesar 45,85 kasus per 100,000
penduduk (Depkes RI, 2013).

2.1.4 Cara Penularan


Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu menggigit dan menghisap darah
orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi di dalam
darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung
virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus
dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.
Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah
akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di
dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap
kali nyamuk menusuk/ menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan
air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku.
Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain
(Siregar, 2004)
Nyamuk Aedes aegypti betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat
menghisap darah dari seseorang yang sedang berada pada tahap demam akut
(viraemia). Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik selama 8 sampai 10 hari,
kelenjar ludah Aedes akan menjadi terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika
nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke
7

tubuh orang lain. Setelah masa 24 inkubasi instrinsik selama 3-14 hari (rata-rata
selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai
dengan demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai
tanda atau gejala non spesifik seperti nausea (mual-mual), muntah dan rash atau
ruam pada kulit (Depkes RI, 2013)

2.1.5 Siklus Hidup Vektor


Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan
atau menjadi sumber penular DBD. Virus dengue ditularkan dari orang ke orang
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor epidemi yang paling
utama, namun spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
Aedes niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Selain Aedes aegypti,
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas.
Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya
mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Aedes aegypti
(Ditjen PP dan PL, 2011). Pada penyakit DBD, manusia merupakan pejamu, virus
dengue merupakan agen DBD. Penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk
lebih banyak terjadi di tempat yang padat penduduknya seperti di perkotaan dan
pedesaan di pinggir kota. Oleh karena itu DBD lebih bermasalah di daerah sekitar
perkotaan (Yatim, 2007).
Nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap 2 hari. Nyamuk
betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk
betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi hari
(pukul 9.00- 10.00) hingga petang (pukul 16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai
8

kebiasan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan


darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit.
Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar
rumah. Tempat hinggap yang 4 disenangi adalah benda-benda yang tergantung,
seperti: pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan dan biasanya di tempat yang
agak gelap dan lembab. Di sini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding bak mandi/ WC,
tempayan,

drum,

kaleng,

ban

bekas,

dan

lain-lain

sebagai

tempat

perkembangbiakan, sedikit di atas permukaan air. Setiap kali bertelur, nyamuk


betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur nyamuk Aedes aegypti
berwarna hitam dengan ukuran 0.80 mm. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik bergerak aktif dan
posisinya hamper tegak lurus permukaan air ketika istirahat. Jentik kemudian
menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).

2.1.6 Manifestasi Klinis


Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO
(2007) terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Kriteria klinis :
a. Demam tinggi mendadak,tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
-

Uji torniquet positif.

Ptekie, ekimosis, purpura.


9

Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )

Hematemesis atau melena.

c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria Laboratoris :
a. Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
-

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.


Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.

Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi,menurut WHO


(2007) membagi menjadi 4 derajat, yaitu:
Derajat I

: Demam disertai uji tourniquet positif.

Derajat II

: Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan


(seperti: Epistaksis, perdarahan gusi )

Derajat III

: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,


tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,
disekitar mulut, kulitdingin dan lembab, gelisah.

Derajat IV

: Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan


10

darah tidak terukur.

2.1.7 Tatalaksana
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravascular (Rejeki dan Adinegoro,
2004).

2.1.8 Pencegahan
Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD masih sulit, karena proteksi
terhadap 1-2 virus dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD menjadi lebih
berat (WHO, 2008). Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary
heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang
terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan
reaksi anamnestic antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi komplek imun
yang tinggi. Oleh karena itulah, maka pencegahan dan penanggulangan penyakit
DBD dilakukan secara promotif dan preventif, dengan promosi kesehatan serta
pemberantasan nyamuk vektor (hewan perantara penularan) (Suhendro, et.al.,
2009).
11

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat mendorong dirinya
sendiri,serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan.
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru.
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan, yaitu: Advokasi, Bina suasana, dan Gerakan pemberdayaan
yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat.
Ketiga strategi ini harus dilaksanakan secara lengkap dan berkesinambungan
dalam setiap perilaku baru masyarakat yang diperlukan oleh program kesehatan.
Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus
dilakukan adalah (1) pemberdayaan masyarakat, (2) pembinaan susana lingkungan
sosialnya, dan (3) advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung
terlaksananya program pengendalian DBD.
Jika terjadi KLB, maka kegiatan tersebut di bawah ini harus dilakukan
(Depkes RI, 2006):
a. Pengobatan/perawatan penderita
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Pemberantasan vektor
d. Penyuluhan kepada masyarakat
e. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB
12

Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium


jentik, juga dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan
membersihkan lingkungan (Widiyanto, 2007) :
1. Pemberantasan vektor stadium dewasa
Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering
dilakukan fogging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida
malathion yang ditujukan pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan
menyemprot atau mengasapkan dengan menggunakan mesin pengasap yang
dapat dilakukan melalui darat maupun udara. Dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion sangat efektif
untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan
aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan
nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak mati oleh pengasapan akan
menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor stadium dewasa perlu
disertai aplikasi abatisasi.
2. Pemberantasan vektor stadium jentik.
Zat kimia yang digunakan untuk memberantas jentik Aedes aegypti
disebut larvasida yaitu Abate (temephos). Abate SG 1 % diketahui 28 sebagai
larvasida yang paling aman dibanding larvasida lainnya, dengan rekomendasi
WHO untuk dipergunakan sebagai pembunuh jentik nyamuk yang hidup pada
persediaan air minum penduduk, sehingga kegiatannya sering disebut
abatisasi. Untuk pemakaiannya dengan dosis 1 ppm (part per-million), yaitu
setiap 1 gram Abate 1 % untuk setiap 10 liter air. Abate setelah ditaburkan ke
dalam air maka butiran pasirnya akan jatuh sampai ke dasar dan racun
13

aktifnya akan keluar serta menempel pada poripori dinding tempat air, dengan
sebagian masih tetap berada dalam air. Tujuan abatisasi adalah untuk
menekan kepadatan vektor serendahrendahnya secara serentak dalam jangka
waktu yang lebih lama, agar transmisi virus dengue selama waktu tersebut
dapat diturunkan. Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung kegiatan
fogging yang dilakukan secara bersama-sama, juga sebagai usaha mencegah
letusan atau meningkatnya penderita DBD.
3. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Kegiatan ini merupakan upaya sanitasi untuk melenyapkan container
yang tidak terpakai, agar tidak memberi kesempatan pada nyamuk Aedes
aegypti untuk berkembang biak pada kontainer tersebut (Widiyanto, 2007).
Tindakan pembersihan sarang nyamuk meliputi tindakan menguras air
kontainer secara teratur seminggu sekali, menutup rapat kontainer air bersih,
dan mengubur kontainer bekas seperti kaleng bekas, gelas plastik, barang
bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga menjadi sarang
nyamuk yang dikenal dengan istilah tindakan 3M (Fathi dan Catharina,
2005).

2.2 Program Pengendalian DBD


2.2.1 Penemuan, Pertolongan, dan Pelaporan Kasus DBD
Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah
dengue dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara sebagai
berikut:

14

a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah


denguememberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres
dingin dandan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan
dianjurkansegera memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan
pengobatan/perawatan

sesuai

dengan

keadaan

penderita

dan

wajib

melaporkankepada puskesmas.
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa
melaluikader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang
mengetahuiadanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada
Puskesmas ataumelalui lurah/kepala desa.
e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada
puskesmas.
f. Puskesmas yang
epidemiologi

menerima

laporan

danpengamatan

wajib
penyakit

melakukan

penyelidikan

(Kepmenkes

RI

581/Menkes/SK/VII/1992).

2.2.2 Pembinaan Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD


Untuk membina pelaksanaan upaya pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue, dibentuk Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) di setiap tingkatan administrasi
pemerintahan. POKJANAL DBD merupakan forum koordinasi pembinaan
pelaksanaan pemberantasanpenyakit demam berdarah dengue (Kepmenkes RI
581/Menkes/SK/VII/1992).

15

2.2.3 Strategi Pengendalian DBD


Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan tujuan pengendalian DBD, maka
strategi yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan masyarakat Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit DBD merupakan salah satu kunci
keberhasilan upaya pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya
peran aktif masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai
upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan
berkesinambungan

melalui

berbagai

media

massa

maupun

secara

berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya


yang lokal spesifik.
2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD Upaya
pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, peran
sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu
maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial
merupakan langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan
kemitraan. Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala
guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing
mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap
pelaksanaan, pemantauan dan penilaian melalui wadah Kelompok Kerja
Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai tingkatan administrasi.
3) Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program SDM yang terampil dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu unsur

16

penting dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian


DBD.
4) Desentralisasi, yaitu optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan
kegiatan pengendalian DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM
bidang kesehatan.
5) Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan demgam meningkatkan
mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko penularan DBD kepada
manusia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat infeksi
Dengue/DBD (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014).

2.2.4 Sasaran Program Pengendalian DBD


Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan, maka sasaran pengendalian
DBD adalah :
1) Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan
rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum,
tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang
secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah
termasuk melindungi diri dari penularan DBD di dalam wadah organisasi
kemasyarakatan yang ada dan mengakar di masyarakat.
2) Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM
dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan
penyakit DBD.

17

3) Penanggungjawab program Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,


Kecamatan dan Desa/Kelurahan mampu membuat dan menetapkan kebijakan
operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
4) SDM bidang kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
5) Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk dunia
usaha, LSM dan masyarakat (Kepmenkes RI 581/Menkes/SK/VII/1992).

18

2.2.5 Kegiatan Pokok Pengendalian DBD


a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara
aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan
surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah
hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan
iklim (climate change).
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.
c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk
memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia.
Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup, dan memanfaatkan barangbekas.
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi.
3) Secara biologis dengan pemberian ikan.
4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang kawat kasa, dll).
Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :
1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan
dimonitor olah petugas Puskesmas.
19

2) Melaksanakan bulan bakti Gerakan 3M pada saat sebelum musim


penularan.
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas.
4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut
hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).
d. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan
pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat
ibadah). Berbagai upaya secara polotis telah dilaksanakan seperti instruksi
Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran Mendagri, Mendiknas, serta terakhir
pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen bersama pimpinan daerah
Gubernur dan Bupati/Walikota untuk pengendalian DBD.
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat
dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan
epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus,
penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD, baik
penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan

20

laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran


untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.
f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang
nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan
COMBI, PLA dsb.
g. Kemitraan atau jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat
besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992
dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring
kemitraan dalam pengendalian DBD.
h. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan
prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam
pengendalian

DBD.

Sehingga

secara

rutin

perlu

diadakan

sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader, Puskesmas


sampai dengan pusat.
i. Penelitian dan survei
Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetapterus
dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, Rumah Sakit,
Litbang, LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik
21

vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal dan saat ini
sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.
j. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian
DBD, dimulai dari input, proses, output, dan outcome yang dicapai pada setiap
tahun

(RPJMN

dan

RENSTRA Kementerian

KEPMENKES 1457 tahun 2003).

22

Kesehatan

2010-2014;

BAB 3
ANALISIS SITUASI
3.1. Kondisi Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Pauh terletak di Kecamatan Pauh dengan wilayah
kerja meliputi 9 keluruhan dengan luas wilayah +146, 2 km2,
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Letak wilayah kerja Puskesmas Pauh pada 00 58 Lintang Selatan, 100 0

21 11 Bujur Timur sebelah timur pusat Kota Padang. Terdiri dari 60% dataran
rendah dan 40% dataran tinggi. Curah hujan 471 mm / bulan , temperatur antara
280 310C. Batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Solok
b. Sebelah Barat berbatas dengan Wilayah kerja Puskesmas Andalas (Padang
Timur)
c. Sebelah Utara

berbatas dengan Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan

Koto Tangah.
d. Sebelah Selatan berbatas dengan sebagian Wilayah kerja Puskesmas
Lubuk Kilangan.
3.2. Kondisi Demografis dan Sasaran
23

Berdasarkan data dari Kantor Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2015
jumlah penduduk Kecamatan Pauh adalah sebanyak 65.515 jiwa dengan 169 RT
dan 50 RW dengan rata-rata anggota keluarga 4 orang serta kepadatan penduduk
489/km. Rincian jumlah penduduk menurut kelurahan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kec. Pauh Menurut Kelurahan Tahun 2015
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kelurahan
Pisang
Binuang Kp Dalam
Piai Tangah
Cupak Tangah
Kapalo Koto
Koto Luar
Lambung Bukit
LimauManis Selatan
Limau Manis
Jumlah

Jml KK
2618
1650
1309
1978
2126
2349
1124
2938
1546
17638

Jml Jiwa
7924
6016
5074
7917
7577
8362
3579
13005
6061
65515

RT
23
25
18
26
20
18
15
12
12
169

RW
7
6
8
7
6
5
4
3
4
50

Gambaran kependudukan yang menjadi sasaran dan cakupan kesehatan


Puskesmas Pauh berdasarkan perhitungan statistik dan konversi dari Dinas
Kesehatan Kota Padang tahun 2015 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Jumlah Prakiraan Penduduk Sasaran Kesehatan Puskesmas Pauh Tahun
2015
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kelurahan
Pisang
Binuang Kp Dlm
Piai Tangah
Cupak Tangah
Kapalo Koto
Koto Lua
Lambuang bukit
L Manis Selatan
Limau Manis
Jumlah

Penduduk
7924
6016
5047
7917
7577
8362
3579
13005
6061
65515

Bayi
141
134
119
159
135
161
79
191
115
1234

3.3. Sarana dan Prasarana Kesehatan


24

Balita
730
640
614
804
667
698
354
829
630
5966

Jumlah
Bumil
167
146
124
175
151
168
91
194
128
1344

Bulin
154
139
126
173
134
170
86
179
122
1283

Buteki
154
139
126
173
134
170
86
179
122
1283

Lansia
767
583
491
767
734
810
347
1260
587
6346

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas selain ditunjang oleh


Puskesmas Pembantu serta Puskesmas Keliling dan Poskeskel, juga dibantu oleh
peran institusi yang ada pada berbagai tatanan yang ada seperti Posyandu balita,
Posyandu lansia, sekolah , majelis taklim, dan lain-lain. Wilayah kerja Puskesmas
Pauh sangat luas, oleh karena itu melayani masyarakat. Puskesmas Pauh memilki:
- 1 buah puskesmas induk
- 4 unit puskesmas pembantu yang terletak di Kelurahan Batu Busuk, Piai
-

Tangah, Ulu Gadut, Jawa Gadut.


3 poskeskel, yaitu Koto Lua, Pisang dan Limau Manis Selatan
Salah satu Lembaga atau institusi kesehatan yang berperan penting ditengah

masyarakat sampai saat ini adalah Posyandu. Jumlah Posyandu di Kecamatan


Pauh pada tahun 2015 adalah :
- Posyandu balita sebanyak 70 buah
- Posyandu lansia sebanyak 13 buah
Selain itu sarana pelayanan kesehatan swasta yang ada diwilayah kerja
Puskesmas Pauh antara lain :
- 5 Bidan Praktek Swasta (BPS)
- 5 klinik bersalin, 5 praktek swasta dokter umum
- 3 praktek dokter spesialis
- 2 praktek swasta dokter gigi
- 3 apotik
- 5 rumah obat
- 2 laboratorium
- 7 ambulans kelurahan
- 1 rumah sakit swasta.
Prasarana Puskesmas saat ini terutama pada Gedung A yaitu gedung
pelayanan rawat jalan.Gedung C yang menjadi rawat inap perlu perbaikan karena
terdapat beberapa bagian gedung yang rusak dan tidak layak.Prasarana penunjang
kegiatan perlu diperbaiki seperti instlasi air bersih dan instalasi pengolahan air
limbah sehingga mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Untuk membantu terselenggaranya pembangunan kesehatan diwilayah kerja
Puskesmas Pauh dibantu oleh jejaring kerja :
- 2 unit ambulans
- 7 kendaraan roda dua
25

Adapun rincian rincian sarana dan prasarana yang dimiliki Puskesmas untuk
mendukung jalannya kegiatan pelayanan kesehatandi wilayah kerjanya dapat
dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.3 Kondisi Sarana dan PrasaranaPuskesmas Pauh Tahun 2015


Jenis Sarana dan
Prasarana

No
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
II
1
2
3
4
5

3.4.

Sarana Kesehatan
Puskesmas Induk
Rawat Inap
Puskesmas Pembantu
Rumah Dinas Dokter
Rumah Dinas Perawat
Rumah Dinas Bidan
Puskesmas Keliling
roda
Ambulans
Sepeda motor
Sarana Penunjang
Komputer
Mesin Tik
Telepon
Listrik
Sarana Air Bersih

Jumlah

1
1
5
1
1
1

Baik

Kondisi
Rusak
Rusak
Ringan
Sedang

Rusak
Berat

1
1
5
1
1
1

1
7

1
5

9
2
1
2
2

2
1
2
1

2
2

Data Sumber Daya Manusia


Sumber daya tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Pauh secara

kuantitatif sudah cukup memadai, dengan rasio tenaga berdasarkan katagori


tenaga rata-rata 1 : 8000 penduduk, namun dari segi kualitatif memang diperlukan
upaya peningkatan pendidikan dan pelatihan terutama dalam rangka menjawab
tantangan akan pentingnya peningkatan mutu (Quality Assurance).
Dibawah ini disajikan data dan informasi ketenagaan yang bekerja pada
Puskesmas Pauh selama tahun 2015 sebagai berikut:

26

Tabel 3.4 Kondisi Ketenagaan Puskesmas Pauh Tahun 2015


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Jenis Ketenagaan
Dokter
Dokter Gigi
Sarjana Kesmas
Sarjana Keperawatan
Rekam Medik
D3 Keperawatan
D3 Kebidanan
D3 Gizi
D3 Teknisi Gigi
D3 Kesling
Bidan (D1)
Perawat ( SPK )
Analis Kimia
Ass. Apoteker
Apoteker
LCPK
SMA
Jumlah

Jumlah (orang)
3
3
2
1
2
14
21
4
2
3
3
4
2
1
2
1
4
73

Status Kepeg
PNS
PNS
PNS
PNS
PNS
10 PNS, 4 Volunteer
15 PNS, 6 PTT
2 PNS, 2 Volunteer
PNS
PNS
2 PNS, 1 PTT
PNS
PNS
PNS
PNS
PNS
PNS

Jumlah seluruh sumber daya kesehatan pada Puskesmas Pauh sampai


dengan 31 Desember 2015 adalah 73 orang.Dari segi rasio tenaga kerja dengan
penduduk, sumber daya kesehatan pada Puskesmas Pauh relatif cukup.
- Dokter umum 3 orang
: jumlah penduduk 1 : 21.838 jiwa
- Dokter gigi 3 orang
: jumlah penduduk 1 : 21.838 jiwa
- Perawat 19 orang
: jumlah penduduk 1: 3.448 jiwa
- Bidan PNS 17 orang dan PTT 7 orang : jumlah penduduk 1: 2.729 jiwa.
- Ahli gizi 4 orang
: jumlah penduduk 1 : 16.378 jiwa
- Ahli kesehatan lingkungan 3 orang : jumlah penduduk 1 : 21.838 jiwa
- Apoteker 4 orang
: jumlah penduduk 1 : 16.378 jiwa
- Analis labor 2 orang
: Jumlah penduduk 1 : 32.757 jiwa.
Perubahan kebutuhan masyarakat dan tuntutan peningkatan SDM kesehatan
yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan pelayanan kesehatan yang
bermutu disikapi dengan memberi kesempatan kepada staf Puskesmas Pauh untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal.
Sebanyak 3 orang staf sedang mengikuti pendidikan yakni 1 orang izin belajar di
D IV Kebidanan, 1 orang di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara, dan 1
orang lagi di S1 Kesehatan Masyarakat.
3.5.

Pencapaian Program
27

3.5.1

Program Kesehatan Lingkungan

3.5.1.1 Jamban

Gambar 3.2 Grafik Persentasi Penduduk yang Menggunakan Jamban Sehat di


Wilayah Kerja Puskesmas Puah Tahun 20154
Dari grafik diatas terlihat bahwa cakupan persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat adalah 43,9% masih jauh dari target yang ditetapkan
untuk tahun 2015 yaitu sebesar 75%. Perlu upaya dalam merubah perilaku
masyarakat untuk tidak membuang kotoran/tinja ke banda /saluran air yang
banyak berada di sekitar pemukiman tanpa melalui septic tank.

3.5.1.2 Perumahan dan Lingkungan

28

Gambar 3.3 Grafik Persentase Rumah Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Tahun 20154
Berdasarkan grafik diatas, di kecamatan Pauh tidak ada satupun kelurahan
yang mencapai target (75%) untuk jumlah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan pada tahun 2015. Sebanyak 33.328 rumah telah disurvei dan dari
jumlah tersebut didapatkan 65,8% dinyatakan memenuhi syarat kesehatan.

3.5.1.3 Tempat-Tempat Umum

Gambar 3.4 Grafik Persentase Tempat-Tempat Umum Memenuhi Syarat di


Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 20154
Dari grafik diatas terlihat bahwa hanya hanya 79,8% tempat-tempat umum
yang memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas Pauh sedangkan target

29

cakupan TTU yang memenuhi syarat adalah 85 %, sehingga pengawasan dan


pembinaaan TTU dapat lebih ditingkatkan kedepannya.

3.5.1.4 Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan (TPM)

Gambar 3.5 Grafik Persentase TPM yang Memenuhi Syarat di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Tahun 20154
Dari grafik diatas terlihat bahwa cakupan tempat pengolahan makanan
(TPM) yang memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas 83,2% sedangkan
target cakupan adalah 75%. Pengawasan dan pembinaan harus tetap ditingkatkan
mengingat TPM terus tumbuh dan perlu peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya menkonsumsi makanan yang terjamin kesehatan dan
kebersihannya.

3.5.1.5 Pengolahan Sampah dan Limbah


Tabel 3.5 Data Pengolahan Sampah dan Limbah di Wilayah Kerja Puskesmas
Pauh Tahun 20154
30

No

Kelurahan

TPS/DKP
Dibakar
Ditimbun
(n)
(n)
(n)
1
Cupak Tangah
198
323
12
2
Binuang Kp. Dalam
117
354
3
Pisang
115
226
4
Piai Tangah
207
75
5
Koto Luar
156
404
2
6
Limau Manis
81
437
5
7
Limau Manis Selatan
595
45
5
8
Kepalo Koto
247
199
9
Lambung Bukit
291
8
10 Puskesmas
1797
2354
32
Dari data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat masih
menerapkan sistem pembakaran dalam pengololaan sampahnya, hal ini
disebabkan karena jangkauan fasilitas yang disediakan oleh DKP masih kurang
walaupun penerapan Peraturan Daerah nomor 14 tahun 2014 tentang sampah telah
diberlakukan.
Tabel 3.6 Data Pengolahan Limbah di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh4
No
Kelurahan
Tertutup
Terbuka
(n)
(n)
1
Cupak Tangah
75
394
2
Binuang Kp. Dalam
35
132
3
Pisang
12
267
4
Piai Tangah
15
186
5
Koto Luar
142
360
6
Limau Manis
207
242
7
Limau Manis Selatan 148
343
8
Kepalo Koto
79
337
9
Lambung Bukit
11
351
10 Puskesmas
724
2612
Dari data di atas dapat dilihat bahwa pengelolaan limbah rumah tangga
masyarakat Pauh terbanyak adalah mambuang limbah langsung ke badan air. Hal
ini dapat disebabkan karena faktor geografis Kecamatan Pauh yang dikelilingi
saluran air maka membuang limbah ke badan airmenjadi hal yang lumrah bagi
masyarakat.
3.5.2

Program KIA Ibu dan Anak


31

3.5.2.1 KIA Ibu

Gambar 3.6 Persentase Pencapaian Program KIA Ibu Puskesmas Pauh Tahun
2015
Dari grafik diatas dapat dilihat pencapaian K1 dan K4, masih ada beberapa
keluruhan yang belum mencapai target.Target untuk K1 100% dan K4 95%. Dari
deteksi Resti oleh tenaga kesehatan, Pukesmas Pauh sudah melebihi target (20%)
sedikit yaitu 24,65% tetapi ada beberapa kelurahan yang masih belum mencapai
target.

32

3.5.2.2 KIA Anak

Gambar 3.7 Persentase Pencapaian Program KIA Anak Puskesmas Pauh Tahun
2015
Dari grafik diatas terlihat KN 1 dan KN lengkap pada semua kelurahan
mencapai target.Target untuk KN 1 dan KN lengkap 90%.

3.5.3 Program Gizi


Tabel 3.7 Data Pencapaian Program Gizi Puskesmas Pauh Tahun 20154
No Indikator
1
2
3
4
5
6
7
8

Balita ditimbang BB (D/S)


Balita gizi buruk mendapat
perawatan
Balita 0-6 bln mendapat ASI
ekslusif
Bumil mendapat tablet FE 1
Bumil mendapat tablet FE 3
RT mengkonsumsi garam
beryodium
Balita BGM
Vitamin A Bufas

Target
(%)
85
100

Pencapaian
(%)
80,7
100

Kesenjangan
(%)
-4,3
0

75

67

-8

95
95
90

99,62
95,92
92

+4,62
+0,92
+2

<15
95

0,38
95,32

+14,62
+0,32

Dari tabel diatas masih ada program gizi yang belum mencapai target,
diantaranya pencapaian D/S masih menjadi masalah puskesmas dari tahun ke

33

tahun dan masih rendahnya pencapaian balita 0 6 bulan mendapatkan ASI


ekslusif.
3.5.4 Pemeberantasan Penyakit Menular
3.5.4.1 TB

Gambar 3.8 Target Suspek dan Pencapaian Penemuan Kasus TB BTA (+) di
Puskesmas Pauh Tahun 20154
Kasus Tb paru di Puskesmas Pauh selama tahun 2015 ada bermacam jenis,
berikut uraiannya.

Gambar 3.9 Angka Penemuan Kasus TB Puskesmas Pauh Tahun 20154


Penemuan kasus TB Paru tersebut tersebar di beberapa kelurahan di
wilayah kerja Puskesmas Pauh seperti terlihat di tabel di bawah ini:

34

Tabel 3.8 Data Angka Penemuan Kasus TB Paru di Puskesmas Pauh Tahun 20154
BTA
BTA
BTA (+)
Keluruhan
(-) /
TB ANAK JUMLAH
(+)
KAMBUH
RO(+)
Cupak Tangah
6
2
1
7
16
Kapalo Koto
4
1
1
6
Pisang
9
4
3
5
21
LB.Bukit

Limau Manis
Binuang KP dalam
Piai Tangah
Koto Luar

7
2
3
1

LMS

Jumlah

39

1
1
1
2
1

3
8
3
5
2
5

11

14

69

Dari tabel diatas terlihat di Kelurahan Pisang paling banyak ditemukan


kasus TB Paru.

Gambar 3.10 Grafik Data Penemuan BTA(+) Baru di Puskesmas Pauh Tahun
2015
Penemuan BTA (+) baru di Puskesmas Pauh selama tahun 2015 belum
mencapain target seperti yang tergambar pada grafik di atas.

35

3.5.4.2 Demam Berdarah


Selama tahun 2015 jumlah kasus Demam Berdarah di wilayah kerja
Puskesmas Pauh adalah sebanyak 101 kasus dan tersebar di semua keluruhan
seperti yang terlihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 3.11 Grafik Data Jumlah Penyakit DBD di Puskesmas Pauh Tahun 2015
Pada grafik diatas terlihat bahwa kasus DBD terbanyak di Kelurahan Koto
Lua dan paling sedikit pada Keluruhan Piai Tangah.
3.5.4.3 Diare

Gambar 3.12 Data Jumlah Penyakit Diare di Puskesmas Pauh Tahun 2015
Pada grafik diatas terlihat bahwa kasus diare terbanyak berada di Keluruhan
Limau Manis Selatan, sedangkan kasus yang paling sedikit pada Keluruhan Koto
Luar.
36

3.5.4.4 Campak

.
Gambar 3.13 Grafik Data Jumlah Penyakit campak di Puskesmas Pauh Tahun
2015
Pada grafik diatas terlihat kasus campak terjadi di 4 Kelurahan yaitu Koto
Lua, Cupak Tangah, Binuang, dan Lambung Bukit.
3.5.4.5 Rabies

Gambar 3.14 Grafik Data Jumlah Kasus Gigitan Hewan Penular di Puskesmas
Pauh Tahun 2015
Pada grafik diatas terlihat bahwa kasus gigitan hewan penular terbanyak
terjadi Keluruhan Limau Manis Selatan dan kasus yang paling sedikit terjadi di
Keluruhan Lambung Bukit.

37

3.5.4.6 ISPA

Gambar 3.15 Data Jumlah Kunjungan Pasien ISPA di Puskesmas Pauh Tahun
2015
Pada grafik diatas terlihat bahwa jumlah kunjugan ISPA terbanyak berasal
dari Keluruhan Pisang. Sementara dilihat dari kunjungan ISPA terbanyak terjadi
bulan Oktober, dimana bulan Oktober 2015 terjadi KLB kabut asap di wilayah
kota Padang. Sehingga penderita ISPA jadi meningkat, dapat dilihat pada grafik
berikut ini.

Gambar 3.16 Data Jumlah Kunjungan ISPA Berdasarkan Bulan di Puskesmas


Pauh Tahun 2015

38

3.5.4.7 Pneumonia
Tabel 3.9 Data cakupan penemuan kasus pneumonia balita di wilayah kerja
Puskesmas Pauh tahun 2015

Kelurahan
1
2
3
4
5
6

Cupak Tangah
Binuang Kp. Dalam
Pisang
Koto Lua
Limau Manis
Limau Manis
Selatan
Kapalo Koto
Lambung Bukit
Piai Tangah
Total

7
8
9

Jumlah
Balita

Target
(10%)

Capaian
Kasus
%

GAP

804
640
730
698
630
829

80
64
73
70
63
83

36
35
30
25
17
32

45%
54,6%
41%
35,7%
26,9%
38,5%

-55%
-45,4%
-59%
-64,3%
-73,1%
-61,5%

667
354
614
5966

67
35
61
596

35
12
17
239

52,2%
34,2%
27,8%
40,1%

-47,8%
-65,8%
-72,2%
-59,9%

Dari tabel diatas terlihat bahwa cakupan penemuan kasus pneumonia balita
yang paling tinggi adalah kelurahan Binuang Kp. Dalam sebesar 54,6% dan yang
paling rendah adalah kelurahan Limau Manis sebesar 26,9%.
Tabel 3.10 Laporan bulanan cakupan penemuan kasus pneumonia balita di
wilayah kerja Puskesmas Pauh tahun 2016
No

1
2
3
4
5
6

Kelurahan

Target
(10%)

Jumlah kasus bulanan

Cupak Tangah
Lambung
Bukit
Piai Tangah
Binuang Kp.
Dalam
Pisang
Koto Lua

99
39

Jan
4
0

Feb
4
2

Maret
3
2

April
2
0

55
71

3
3

4
5

2
4

85
87

1
2

3
1

2
1

39

Total
kasus

Capaian

Mei
0
0

13
4

13,13%
10,26%

0
3

0
0

9
15

1
0

0
4

7
8

16,36%
21,13
%
8,24%
9,19%

7
8
9

Limau Manis
Limau Manis
Selatan
Kapalo Koto
Jumlah

61
104

0
2

1
3

1
1

1
1

0
0

3
7

4,91%
6,73%

73
674

5
20

2
25

1
17

0
8

0
4

8
74

10,95%
10,98
%

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa sejak bulan Januari 2016 Mei
2016, cakupan penemuan kasus pneumonia balita yang paling tinggi adalah
kelurahan Binuang Kp. Dalam sebesar 21,13% dan yang paling rendah adalah
kelurahanLimau Manis sebesar 4,91%.
3.5.5

Pencapaian Program Posyandu Lansia di Puskesmas Pauh


Saat ini, indikator pencapaian program posyandu lansia hanya berdasarkan

persentase cakupan pelayanan kesehatan yang dinilai dari data jumlah kunjungan.
Perbandingan jumlah kunjungan, jumlah posyandu, dan jumlah sasaran lansia
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.11 Pencapaian Program Posyandu Lansia di Puskesmas Pauh
No

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kelurahan

Cupak Tangah
Kep. Koto
Binuan Kp. Dalam
Limau ManisSelatan
Pisang
Limau Manis
Koto Lua
Piau Tengah
Lambuang Bukit

Jumlah
Posyandu
(n)

Sasaran
Lansia
(n)

2
2
1
1
1
1
1
2
2

767
734
583
767
810
491
587
1260
347

Rata-rata Kunjungan
(n)

(%)

37.4
18.8
24.0
17.2
17.9
14.3
19.8
36.4
36.1

4,87
2,56
4,12
2,24
2,21
2,91
3,37
2,89
10,4

Gap
(%)
-95,13
-81,20
-95,88
-97,76
-97,79
-97,09
-96,63
-97,11
-89,6

Berdasakan tabel diatas terlihat rata-rata kunjungan posyandu lansia sangat


rendah. Kunjungan tertinggi adalah pada kelurahan Cupak Tangah dengan ratarata kunjungannya 37,4%, sedangkan kunjungan terendah adalah kelurahan Limau
Manis Selatan dengan rata-rata kunjungannya 17,2%.
3.5

Data Sumber Daya Manusia


40

Sumber daya tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Pauh secara


kuantitatif sudah cukup memadai, dengan rasio tenaga berdasarkan katagori
tenaga rata-rata 1 : 8000 penduduk, namun dari segi kualitatif memang diperlukan
upaya peningkatan pendidikan dan pelatihan terutama dalam rangka menjawab
tantangan akan pentingnya peningkatan mutu (Quality Assurance).
Jumlah seluruh sumber daya kesehatan pada Puskesmas Pauh sampai
dengan 31 Desember 2015 adalah 73 orang, 6 orang tenaga medis yang terdiri dari
3 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 63 orang paramedis, dan 4 orang
tenaga non kesehatan. Dari segi rasio tenaga kerja dengan penduduk, sumber
daya kesehatan pada Puskesmas Pauh relatif cukup. Tenaga medis dokter umum 3
orang dengan rasio jumlah penduduk 1 : 21.838 jiwa. Sedangkan dokter gigi 3
orang dengan rasio jumlah penduduk 1 : 21.838 jiwa. Jumlah tenaga perawat 19
orang dengan rasio 1: 3.448 jiwa. Jumlah bidan PNS saat ini sebanyak 17 orang
dan bidan PTT sebanyak 7 orang dengan rasio terhadap jumlah penduduk adalah
1: 2.729 jiwa. Ahli gizi sebanyak 4 orang dengan rasio 1 : 16.378 orang, ahli
kesehatan lingkungan sebanyak 3 orang dengan rasio 1 : 21.838 jiwa, tenaga
farmasi (apoteker) sebanyak 4 dengan rasio 1 : 16.378 jiwa, dan tenaga analis
labor sebanyak 2 dengan rasio 1 : 32.757 jiwa.
Perubahan kebutuhan masyarakat dan tuntutan peningkatan SDM kesehatan
yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan pelayanan kesehatan yang
bermutu disikapi dengan memberi kesempatan kepada staf Puskesmas Pauh untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal.
Sebanyak 3 Orang staf sedang mengikuti pendidikan yakni 1 orang izin belajar
di D IV Kebidanan, 1 orang di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara, dan 1
orang lagi di S1 Kesehatan Masyarakat.
41

Dibawah ini disajikan data dan informasi ketenagaan yang bekerja pada
Puskesmas Pauh selama tahun 2015 sebagai berikut:

Tabel 3.12 Kondisi Ketenagaan Puskesmas Pauh Tahun 2015


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

3.6

Jenis Ketenagaan
Dokter
Dokter Gigi
Sarjana Kesmas
Sarjana Keperawatan
Rekam Medik
D3 Keperawatan
D3 Kebidanan
D3 Gizi
D3 Teknisi Gigi
D3 Kesling
Bidan (D1)
Perawat ( SPK )
Analis Kimia
Ass. Apoteker
Apoteker
LCPK
SMA
Jumlah

Jumlah (orang)
3
3
2
1
2
14
21
4
2
3
3
4
2
1
2
1
4
73

Status Kepeg
PNS
PNS
PNS
PNS
PNS
10 PNS, 4 Volunteer
15 PNS, 6 PTT
2 PNS, 2 Volunteer
PNS
PNS
2 PNS, 1 PTT
PNS
PNS
PNS
PNS
PNS
PNS

Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi

1. Sosial
Penduduk wilayah kerja Puskesmas Pauh dengan strata dan rasial yang
relatif homogen dengan akar budaya yang kuat dan kental dengan sendirinya
menjadi potensi dan kekuatan dalam pembangunan termasuk kesehatan
Potensi keninik mamakan yang masih dilakoni masyarakat menjadi panutan
dalam melakukan perubahan perilaku masyarakat menuju Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat.Dari segi kepercayaan, mayoritas kepercayaan penduduk adalah Islam
dengan komposisi 99% Islam, sisanya katolik, Protestan, Budha dan lain lain.
2. Budaya

42

Tersedianya berbagai jenis pendidikan mulai dari tingkat pendidikan kanakkanak dasar sampai dengan perguruan tinggi pada wilayah kerja Puskesmas Pauh
menyebabkan Semakin banyak penduduk yang mengenyam pendidikan dan
diharapkan semakin kritis dengan berbagai dampak pembangunan.Sistem
kekerabatan yang masih dijalankan oleh penduduk setempat masih dipakai
sebagian besar penduduk dan merupakan kekuatan yang dapat digarap apabila
caranya diketahui. Pendekatan kultural sangat dibutuhkan dalam rangka menjalin
kerjasama peran serta masyarakat.
3. Ekonomi
Pendapatan penduduk wilayah kerja Puskesmas Pauh bervariasi mulai dari
petani 46% , dengan kemampuan terbatas sampai ke kelompok mampu dan
mapan. Swasta 24% , PNS 17% , ABRI 5%, sisanya bekerja di sektor informal
lainnya. Namun kelompok dengan pendapatan rendah dan tidak menentu secara
signifikan rawan dengan kesehatan yaitu keluarga miskin ternyata menduduki
proporsi yang cukup besar yaitu

22,4% dari total penduduk wilayah kerja

Puskesmas Pauh.
3.7 Visi dan Misi Puskesmas
3.7.1 Visi Puskesmas
Puskesmas Pauh sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan di wilayah
Kecamatan Pauh mempunyai visi: Masyarakat Pauh Sehat, Mandiri dan
Berkeadilan.
3.7.2 Misi Puskesmas
Puskesmas Pauh menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan,
dengan strategi:

43

1. Mendorong kemandirian untuk hidup sehat bagi seluruh keluarga dan


masyarakat
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
3. Meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.
3.8 Pencapaian Program Puskesmas Tahun 2015
Tabel 3.13 Pencapaian Program di Puskesmas Pauh Tahun 2015
No
1
2

Program
Promosi
kesehatan
Kesehatan
lingkungan

Pencapaian D/S
Pencapaian N/D
% penduduk akses air bersih
% penduduk gunakan jamban sehat
% cakupan TTU memenuhi syarat
%cakupan TPM memenuhi syarat
% cakupan rumah sehat

Target
(%)
85
85
80
75
85
75
85

Kesehatan
ibu dan
anak (KIA)
serta
keluarga
berencana
(KB)

KI

100

99,62

Gap
(%)
-4.3
-0,4
+3
- 31,1
- 5,2
+12,2
19,32
-0,38

K4
Kunjungan neonatus
Persalinan Nakes
KF 1
Ibu hamil yang dapat Fe1
Ibu hamil yang dapat Fe3
KF Lengkap
Ibu yang mendapatkan vitamin A
Ibu yang mendapatkan Fe Nifas
Ibu hamil periksa Hb
Ibu hamil dengan lila <23,5 cm
ASI ekslusif
D/S BB balita yang ditimbang
Presentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan
Presentase ibu hamil yang mendapat
Fe 3
Persentase RT yang mengonsumsi
garam beryodium
Status gizi Kelurahan Lambung
bukit
Pneumonia
TB Paru BTA +
Demam Berdarah Dengue
Demam Dengue
Diare
Rabies
Malaria
Campak
Difteri
Penyakit tidak menular
10 penyakit terbanyak
10 pemakai obat terbanyak

95
90
95
90
95
95
90
95
90
100
0
75
85
100

95,90
96,94
95,32
95,32
99,62
95,90
91,19
95,32
95,32
98,65
6,3
67
80,7
100

+0,90
+6,94
+0,32
+0,32
+4,62
+0,90
+1,19
+0,32
+5,32
-1,35
-6,3%
-8
-4,3
0

95

95,92

+0,92

90

92

+2

<5

6,8

+1,3

100%

40%
38
101 kasus
78 kasus
775 kasus
42 kasus
2 kasus
8 kasus
4 kasus
334 kasus baru

-60%

Program
Kesehatan
Gizi

Penyakit
Menular

6
7

Surveylans
Pengobatan

Masalah

44

Pencapaian
(%)
80,7
84,6
83
43,9
79,8
83,2
65,68

Program
Pengemban
gan/Inovasi

Kunjungan berdasarkan jenis bayar


Cakupan pelayanan kesehatan lansia

70

8,5

-62,5

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan
wawancara dengan pimpinan Puskesmas, penanggung jawab program, petugas
yang menjalankan program, analisis laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2015,
dan laporan masing-masing pemegang program puskesmas dari bulan Januari
2016 Juni 2016. Proses ini dilakukan dengan melihat data sekunder berupa
laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2015 dan laporan masing-masing
pemegang program puskesmas dari bulan Januari 2016 Juni 2016. Beberapa
potensi masalah yang berhasil diidentifikasi adalah:
Tabel 4.1. Daftar Masalah Kesehatan di Puskesmas Pauh
No.

Program

Promosi
Kesehatan

Kesehatan
Lingkungan

KIA/KB

Program
Gizi

Penyakit
Menular

6
7

Penyakit
Menular
Penyakit

Permasalahan

Target/ Jumlah
Kasus

Pencapaian/
Jumlah Kasus

GAP

85%

80,7%

-4,3%

75%

43,9%

-31,1%

0 orang

6,3%

-6,3%

75%

67%

-8%

100%

40%

-60%

Pencapaian D/S
puskesmas belum
memenuhi target
% penduduk
gunakan jamban
sehat masih rendah
Jumlah Ibu hamil
dengan lila <23,5
cm yang masih
tinggi
Angka pemberian
ASI eksklusif yang
masih rendah
Kurangnya angka
penemuan kasus
Pneumonia
Demam berdarah
dengue
Diare

101 (1 orang
meninggal)
775 kasus

45

Menular
Program
Pengembang
an/ Inovasi

Cakupan Pelayanan
Kesehatan Lansia

70%

8,5%

61,5%

4.2. Penentuan Prioritas Masalah


Berdasarkan proses identifikasi masalah, ditemukan beberapa masalah yang
memerlukan penyelesaian. Akan tetapi, tidak semua masalah dalam program
puskesmas dapat diselesaikan sekaligus, sehingga perlu dilakukan penentuan
prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar dan mungkin untuk
diselesaikan. Dalam hal ini, metode yang kami gunakan adalah Metode Hanlon.
Dari masalah tersebut akan dibuat Plan of Action untuk mengatasi masalah yang
telah ditetapkan.
Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Urgensi : Merupakan masalah yang penting untuk dilaksanakan
a. Nilai 1 = Tidak penting
b. Nilai 2 = Kurang penting
c. Nilai 3 = Cukup penting
d. Nilai 4 = Penting
e. Nilai 5 = Sangat penting
2. Kemungkinan intervensi
a. Nilai 1 = Tidak mudah
b. Nilai 2 = Kurang mudah
c. Nilai 3 = Cukup mudah
d. Nilai 4 = Mudah
e. Nilai 5 = Sangat mudah
3. Biaya
a. Nilai 1 = Sangat mahal
46

b. Nilai 2 = Mahal
c. Nilai 3 = Cukup mahal
d. Nilai 4 = Murah
e. Nilai 5 = Sangat murah
4. Kemungkinan meningkatkan mutu
a. Nilai 1 = Sangat rendah
b. Nilai 2 = Rendah
c. Nilai 3 = Sedang
d. Nilai 4 = Tinggi
e. Nilai 5 = Sangat tinggi

Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh


No
1.
2.

3.

4.

5.
6.
7.
8.

Masalah
Urgensi
Pencapaian D/S
3
puskesmas belum
memenuhi target
% penduduk
4
gunakan jamban
sehat yang masih
rendah
Jumlah Ibu hamil 3
dengan LiLA
<23,5 cm yang
masih tinggi
Angka pemberian 3
ASI eksklusif
yang masih
rendah
Kurangnya angka 2
penemuan kasus
Pneumonia
Demam berdarah 5
dengue
Diare
3
Cakupan
3
Pelayanan
Kesehatan Lansia

Intervensi
4

Biaya
4

Mutu
3

Total
14

Ranking
2

12

12

14

15

4
4

2
4

2
3

11
14

4
2

47

Keterangan :
1. Pencapaian D/S puskesmas belum memenuhi target
Urgensi: 3 (cukup penting)
Rendahnya pencapaian D/S Posyandu (hanya 80,7%) disebabkan karena
partisipasi masyarakat yang masih rendah untuk membawa balitanya datang ke
posyandu untuk melakukan penimbangan berat badan. Rendahnya pencapaian
D/S ini menyebabkan kurangnya pemantauan status gizi bayi dan balita
sehingga deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sulit
untuk dilakukan. Dengan kesenjangan yang cukup besar (4,3%) sehingga
pencapaian D/S cukup penting untuk diintervensi. Hal ini dibuktikan dengan
masih adanya balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang sebanyak 38
balita di wilayah kerja Puskesmas Pauh.
Intervensi: 4 (mudah)
Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan partisipasi
masyarakat melalui penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan berat badan
balita secara rutin. Selain itu, juga dapat dilakukan pendekatan dan komunikasi
yang baik dengan lintas sektor seperti pihak pemerintah dan masyarakat agar
datang ke Posyandu secara rutin dan meningkatkan peran kader untuk
mengajak ibu yang memiliki balita membawa anaknya ke Posyandu. Berbagai
inovasi baru juga dapat diterapkan melalui media dan penyampaian yang tidak
monoton sehingga masyarakat tertarik untuk datang ke posyandu.

Biaya: 4 (murah)
Pada masalah ini diperlukan intervensi berupa penyuluhan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat melalui komunikasi dan pendekatan yang
baik kepada masyarakat, sehingga biaya yang dibutuhkan tidak terlalu besar.
Mutu: 3 (sedang)

48

Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi anak secara rutin


dapat mendeteksi dini masalah gizi pada balita, sehingga masalah gizi buruk
bisa dicegah. Balita sehat dan bergizi baik akan memiliki pertumbuhan dan
perkembangan. Diharapkan setelah dilakukan intervensi, pencapaian D/S akan
meningkat dan mencapai target.
2. Persentase penduduk gunakan jamban sehat yang masih rendah
Urgensi: 4 (Penting)
Penggunaan jamban yang tidak sehat dan buang air sembarangan
seperti di sungai nantinya dapat mencemari air dan dapat mempermudah
penularan penyakit. Hal ini berdampak pada angka kejadian penyakit berbasis
lingkungan yang masih tinggi, salah satunya angka kejadian diare yang masih
tinggi di lingkungan kerja Puskesmas Pauh yaitu sebanyak 775 kasus baru pada
tahun 2015.
Intervensi: 1 (tidak mudah)
Intervensi yang dilakukan tidak mudah karena masalah ini merupakan
masalah yang selalu ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Pauh, hal ini
berhubungan dengan ketersediaan jamban yang sehat yang masih kurang dan
perilaku masyarakat yang masih melakukan buang air besar ke sungai.
Intervensi yang dapat dilakukan berupa penyuluhan kepada masyarakat untuk
mengubah perilaku yang suka buang air besar ke sungai, namun untuk
mengubah perilaku sangat sulit dan dibutuhkan waktu yang cukup lama. Selain
itu, ketersediaan jamban sehat yang kurang sangat membutuhkan dana yang
besar.
Biaya: 2 (mahal)
Pada pelaksanaan kegiatan untuk mengatasi masalah ini dapat tidak
cukup dengan pemberian penyuluhan mengenai jamban sehat, namun juga
49

harus memberikan penggadaan alat/ jamban sehat tersebut sehingga biaya yang
diperlukan cukup besar.
Mutu: 2 (rendah)
Pengubahan perilaku masyarakat dalam waktu yang cepat sangat sulit
untuk dilakukan dan penyediaan jamban yang sehat membutuhkan dana yang
besar, sehingga peningkatan ketersedian jamban yang sehat sulit untuk dicapai.
3. Jumlah Ibu hamil dengan lila <23,5 cm yang masih tinggi
Urgensi: 3 (cukup penting)
LiLA menunjukkan bagaimana status gizi ibu hamil. Jika ukuran
LiLA ibu hamil berada pada ukuran <23,5 cm menunjukkan rendahnya status
gizi ibu hamil yang disebut dengan Kurang Energi Kronik (KEK). Ibu hamil
dengan KEK akan berisiko untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) dan komplikasi lain yang dapat menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas pada neonatus.
Intervensi: 2 (kurang mudah)
Intervensi yang dilakukan kurang mudah karena upaya peningkatan
kesadaran ibu terhadap gizi selama hamil membutuhkan waktu yang cukup
lama. Selain itu, status gizi ibu hamil juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial
dan ekonomi termasuk pendidikan ibu yang mempengaruhi pengetahuan
tentang kebutuhan zat gizi pada kehamilan, sehingga tidak dapat diintervensi
dengan mudah melalui peningkatan kesadaran saja. Untuk monitoring dan
evaluasi kegiatan yang telah dilakukan cukup sederhana, cukup dengan
melakukan pemeriksaan LiLA.
Biaya: 4 (murah)
Pada permasalahan ini biaya yang diperlukan tidak terlalu besar,
karena intervensi yang dilakukan hanya berupa peningkatan kesadaran ibu
melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan dan kader. Sedangkan untuk
50

monitoring dan evaluasi kegiatan yang telah dilakukan cukup sederhana, cukup
dengan melakukan pengukuran LiLA.
Mutu: 3 (sedang)
Dengan peningkatan LiLA pada ibu hamil akan menggambarkan
peningkatan gizi pada ibu hamil yang baik. Hal ini akan berdampak juga pada
penurunan komplikasi selama kehamilan.
4. Angka pemberian ASI eksklusif yang masih rendah
Urgensi: 3 (cukup penting)
Pemberian ASI eksklusif masih belum mencapai target pada
Puskesmas Pauh. Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif akan berdampak
pada kondisi kesehatan dan status gizi bayi. Bayi yang diberi ASI eksklusif
memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dibandingkan yang tidak diberi ASI
Eksklusif, sehingga anak tidak mudah sakit. ASI juga memiliki komposisi yang
lengkap dan sesuai untuk kebutuhan gizi bayi.
Intervensi: 2 (Kurang mudah)
Sasaran intervensi adalah ibu-ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Pauh. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan penyuluhan mengenai ASI Ekslusif. Dalam hal ini dirasakan
kurang mudah karena rendahnya pemberian ASI ekslusif tidak hanya
disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran ibu, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor bayi dan lingkungan di sekitar ibu. Selain itu,
intervensi juga harus dilakukan pada tenaga medis lain seperti bidan dan
perawat serta kader untuk mengajak ibu hamil dan ibu bersalin untuk
memberikan ASI ekslusif pada bayinya.
Biaya: 4 (murah)

51

Diperlukan intervensi melalui peningkatan kesadaran ibu-ibu yang


memiliki anak usia 0-6 bulan dengan cara penyuluhan dan konseling ASI
sehingga tidak memakan banyak biaya.
Mutu: 3 (sedang)
Jika masalah ini berhasil diintervensi maka tidak terlalu berpengaruh
terhadap mutu. Karena pada beberapa wilayah kerja puskesmas pauh target
sudah tercapai.

5. Kurangnya angka penemuan kasus Pneumonia


Urgensi: 2 (kurang penting)
Pneumonia adalah salah satu masalah kesehatan yang menyangkut
penyakit saluran pernafasan akut yang banyak mengenai balita yang dapat
menimbulkan masalah yang serius. Masalah mengenai kurangnya angka
penemuan kasus pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Pauh sudah dilakukan
intervensi sehingga masalah ini menjadi kurang penting untuk dilaksanakan.
Intervensi : 4 (mudah)
Intervensi dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan penyuluhan
kepada ibu dan kader sehingga sasaran intervensi berupapeningkatan
kepedulian orang tua untuk deteksi dini pneumonia dapat terlaksana. Selain itu
dapat dilakukan intervensi yang mudah lainnya yaitu sosialisasi MTBS petugas
kesehatan (dokter, bidan dan perawat) yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Pauh. Dengan demikian, diharapkan terjadi peningkatan cakupan penemuan
kasus pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Pauh.
Biaya: 4 (murah)
52

Dalam hal ini, intervensi yang akan dilakukan tidak memerlukan


banyak biaya dalam pengadaan MTBS dan sosialisasinya.
Mutu: 4 (tinggi)
Jika masalah ini berhasil diintervensi dan timbul kesadaran
masyarakat dan tenaga kesehatan terhadap pneumonia, maka hal ini dapat
mencegah penyakit ini dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Pauh dan akan mengurangi angka kesakitan dan
kematian akibat pneumonia.
6. Peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue
Urgensi: 5 (Sangat penting)
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan yang dapat mewabah secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan
kematian. Pada tahun 2015 angka kejadian Demam Berdarah Dengue di
wilayah kerja puskesmas Pauh sebanyak 101 kasus baru dan terdapat 1 orang
meninggal dunia. Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2014
yaitu sebanyak 48 kasus. Sehingga masalah ini sangat penting untuk dibahas.
Intervensi: 2 (Kurang mudah)
Intervensi yang dapat dilakukan berupa penyuluhan tentang
pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3M plus (Menguras, Menutup,
Mengubur) di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh. Selain itu, juga dapat dilakukan
survey jentik pada setiap rumah warga dan memberikan bubuk abate secara
merata. Serta optimalisasi penggunaan klinik sanitasi di Puskesmas Pauh yang
sejak 1 tahun terakhir kurang bekerja optimal untuk mengatasi penyakit
berbasis lingkungan.
Biaya: 4 (murah)
Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan kepada kader dan
masyarakat, sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar. Selain itu juga
53

dapat dilakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan survey


jentik.

Mutu: 4 (tinggi)
Jika program ini dapat dilaksanakan, maka angka kejadian Demam
Berdarah Dengue diharapkan dapat berkurang dan tidak ada angka kematian
yang disebabkan oleh DBD.
7. Peningkatan kasus Diare
Urgensi: 3 (Cukup penting)
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Diare dapat
berdampak fatal apabila penderita mengalami dehidrasi akibat kehilangan
banyak cairan dari tubuh. Pada tahun 2015 angka kejadian Diare di wilayah
kerja puskesmas Pauh sebanyak 775 kasus baru. Angka ini tidak berbeda jauh
dengan angka kejadian di tahun 2014, yaitu sebanyak 780 kasus baru.
Sehingga, masalah ini cukup penting untuk dibahas.
Intervensi: 4 (mudah)
Intervensi dapat dilakukan melalui penyuluhan tentang pengetahuan
bahaya diare dan pencegahan diare dengan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
Biaya: 2 (Mahal)
Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan kepada kader dan
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya
diare dan pencegahan diare dengan PHBS. Namun, penyakit ini juga
berhubungan dengan ketersediaan jamban sehat sehingga membutuhkan biaya
yang besar.
Mutu: 2 (Rendah)

54

Jika program ini dapat dilaksanakan, diharapkan angka kejadian diare


berkurang dan kesadaran masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat
semakin meningkat. Namun, kejadian diare ini sangat berhubungan dengan
8. Cakupan pelayanan kesehatan lansia yang masih rendah
Urgensi: 3 (Cukup penting)
Masih rendahnya jumlah lansia yang melakukan kunjungan ke
posyandu

lansia

atau

puskesmas,

sehingga

menyebabkan

kurangnya

pemantauan terhadap lansia dengan hipertensi, diabetes mellitus atau penyakit


degeneratif lainnya. Akibatnya, deteksi dini penyakit degeneratif tidak
maksimal dilakukan.
Intervensi: 4 (mudah)
Sasaran intervensi yang dapat dilakukan mudah, dengan berupa
peningkatan angka kunjungan lansia di posyandu lansia atau di puskesmas.
Pengadaan posyandu lansia sangat membantu tenaga kesehatan dalam proses
pendetksian dini penyakit degeneratif yang di alami lansia. Untuk monitoring
dan evaluasi kegiatan yang telah dilakukan mudah, hanya dengan pengukuran
tekanan darah dan cek kadar gula serta pengecekan kolesterol.
Biaya: 4 (murah)
Pada masalah ini tidak diperlukan

banyak biaya. Cukup dengan

tensimeter, glukocheck dan timbangan kolesterol yang sudah dimiliki oleh


puskesmas.
Mutu: 3 (sedang)
Jika masalah ini berhasil diintervensi dan timbul kesadaran akan
kesehatan pada lansia, maka hal ini dapat mencegah dan mendeteksi dini
masalah yang terjadi pada lansia. Serta mencegah terjadinya penyakit
degeneratif tingkat lanjut ataupun komplikasi.
55

4.2 Analisis Sebab Masalah


Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah adalah
ditemukan peningkatan kasus DBD dari tahun sebelumnya di wilayah kerja
Puskesmas Pauh. Kasus ini meningkat dari kasus pada tahun 2014 dari 45 kasus
menjadi 101 kasus pada tahun 2015. Dari data tahun 2015, didapatkan bahwa
Kelurahan Koto Lua merupakan kelurahan dengan kasus DBD terbanyak yaitu
sebanyak 23 kasus.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 60

responden tersebut serta dari hasil analisis data sekunder yaitu wawancara atau
diskusi dengan pimpinan Puskesmas, pemegang program, camat, dan lurah maka
didapatkan beberapa sebab dari masalah yang terjadi.
1.

Manusia
- Masih rendah pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan penyakit
DBD. Hal ini dibuktikan dari 60 responden hanya 19 responden saja yang
memiliki pengetahuan baik.
- Berdasarkan sikap, sebagian responden sudah bersikap baik. Hal ini
ditunjukkan dengan sebagian besar responden sudah bersikap positif
terhadap pencegahan penyakit DBD. Namun, hal ini tidak sejalan dengan
tindakan yang dilakukan terhadap pecegahan penyakit DBD. Hanya 11%
responden saja yang bertindak baik terhadap pencegahan penyakit DBD.
Artinya, 89% responden bertindak buruk terhadap pencegahan penyakit
DBD ini.
- Petugas dianggap masih kurang optimal dalam upaya penemuan dan
pemberantasan vektor. Dari survey awal yang telah dilakukan, sebagian

2.
3.

responden mengatakan fogging didaerah tersebut tidak merata.


Lingkungan
- Situasi cuaca yang tidak menentu menyebabkan penyakit DBD mewabah.
Metode
56

4.

Informasi tentang pencegahan DBD belum sepenuhnya menjangkau

keseluruh masyarakat di kelurahan tersebut.


Media informasi yang digunakan kurang menarik, sehingga partisipasi

masyarakat kurang dalam mengikuti penyuluhan.


Material
- Masih kurangnya panduan dan media promosi pencegahan DBD di
masyarakat yang dapat membantu masyarakat dalam menambah
pengetahuan dan informasi tentang penyakit DBD

57

Dari hasil analisis sebab akibat masalah tersebut, maka dapat disimpulkan dalam diagram Ischikawa (diagram tulang ikan/fishbone)
sebagai berikut:
Informasi tentang pencegahan DBD belum sepenuhnya
menjangkau keseluruh masyarakat di kelurahan
tersebut.

METODE

MANUSIA
Kurangnya pengetahuan dan
tindakan masyarakat terhadap
cara pencegahan penyakit DBD

Media informasi yang digunakan kurang


menarik

Petugas masih kurang optimal


dalam upaya penemuan dan
pemberantasan vektor

Situasi cuaca yang tidak menentu


menyebabkan penyakit DBD
mewabah.

Tingginya kasus demam


berdarah dengue di
Kelurahan Koto Lua,
Kecamatan Pauh.
Masih ditemukan tempat
perindukan nyamuk

LINGKUNGAN

MATERIAL

Gambar 4.1 Diagram Ischikawa

58

Kurangnya sarana promosi seperti


brosur, poster, dan leaflet, mengenai
DBD

4.4 Alternatif Solusi Masalah


4.4.1 Manusia
Masalah
:
- Masih rendah pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan penyakit
DBD. Hal ini dibuktikan dari 60 responden hanya 19 responden saja yang
memiliki pengetahuan baik.
- Berdasarkan sikap, sebagian responden sudah bersikap baik. Hal ini
ditunjukkan dengan sebagian besar responden sudah bersikap positif
terhadap pencegahan penyakit DBD. Namun, hal ini tidak sejalan dengan
tindakan yang dilakukan terhadap pecegahan penyakit DBD. Hanya 11%
responden saja yang bertindak baik terhadap pencegahan penyakit DBD.
Artinya, 89% responden bertindak buruk terhadap pencegahan penyakit
DBD ini.
- Petugas dianggap masih kurang optimal dalam upaya penemuan dan
pemberantasan vektor. Dari survey awal yang telah dilakukan, sebagian
responden mengatakan fogging didaerah tersebut tidak merata.
Rencana
-

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan


penyakit DBD

Pelaksana

Penunjukkan juru pemantau jentik cilik yang proaktif


: Pemegang program Kesling, dokter puskesmas, petugas promosi
kesehatan, serta dokter muda Puskesmas Pauh

Sasaran

: Masyarakat Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh


- Siswa/i SD di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh

Waktu

: 16 Agustus 2016

Tempat

: Aula kantor lurah Koto Lua, Kecamatan Pauh


59

- SD di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh


Target

: Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang upaya pencegahan


penyakit DBD
- Terbentuknya tim Jumantik cilik yang proaktif

4.4.2

Metode

Masalah

Informasi

tentang

pencegahan

DBD

belum

sepenuhnya

menjangkau keseluruh masyarakat di kelurahan tersebut..


Rencana

: Pembuatan dan penyebaran leaflet

Pelaksana

: Pemegang program Kesling dan Dokter Muda Puskesmas Pauh

Sasaran

: Masyarakat Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh

Waktu

: 1x

Target

: Minimal tersebar 50 leaflet

4.4.3 Material
Masalah

: Media informasi yang digunakan kurang menarik, sehingga


partisipasi masyarakat kurang dalam mengikuti penyuluhan

Rencana

: Mengadakan demonstrasi peragaan

Pelaksana

: Pemegang program Kesling, Dokter Muda Puskesmas Pauh

Sasaran

: Masyarakat Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh.

Waktu

: 16 Agustus 2016

Tempat

: Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh

Target

: Minimal 40 peserta

4.4.4 Lingkungan
Masalah

: Cuaca yang tidak menentu menyebabkan penyakit DBD

60

Rencana

mewabah.
: Advokasi kepada pihak kelurahan untuk memberikan saran serta
masukan kepada masyarakat agar dapat melakukan gotong royong
bersama.

Pelaksana

: Pemegang program Kesling dan Dokter Muda Puskesmas Pauh.

Sasaran

: Masyarakat Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh

Waktu

: 1x1 bulan

Tempat

: Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh

Target

: Terlaksananya gotong royong 1x 1 bulan.

Masalah

:Masih ada ditemukan tempat perindukan nyamuk. Tempat


perindukan nyamuk masih ditemukan di sekolah-sekolah dan tempat

Rencana

ibadah.
: Memberikan edukasi kepada petugas kebersihan sekolah dan tempattempat ibadah di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh untuk
melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin serta
pemberian daftar tilik pemberantasan sarang nyamuk.

Pelaksana

: Pemegang program Kesling dan Dokter Muda Puskesmas Pauh.

Sasaran

: Sekolah dan tempat Ibadah di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan


Pauh

Waktu

: Agustus 2016

Tempat

: Sekolah dan tempat ibadah di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan


Pauh

Target

: Peningkatan tindakan pemberantasan sarang nyamuk yang


dievaluasi melalui daftar tilik yang diberikan.

61

BAB 5
RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM

5.1. Plan (Tahap Persiapan)


Diskusi dengan pimpinan Puskesmas Pauh dilakukan pada tanggal 25 30
Juli 2016 untuk membahas masalah-masalah yang terdapat di Puskesmas Pauh
dan program-program yang tidak mencapai target selama 2015. Masalah tersebut
diidentifikasikan dan didapatkan masalah tingginya kasus DBD dan terdapat satu
orang warga meninggal karena DBD di wilayah kerja Puskesmas Pauh terutama di
kelurahan Koto Lua. Tanggal 28 Juli sampai 30 Juli 2016 dilakukan identifikasi
masalah DBD pada bulan Januari Desember 2015 dan diskusi dengan pemegang
program penanggulangan penyakit menular untuk membahas apa saja penyebab
dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Pauh.
Tanggal 28 Juli 2016 dilakukan diskusi dengan ketua pemegang program
untuk mendapat dukungan dilakukannya kegiatan survey awal untuk menganalisis
penyebab masalah tingginya kasus DBD di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan
Pauh. Survey awal dilakukan pada tanggal 31 Juli 2016 dengan menyebarkan
kuesioner Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap
pencegahan penyakit demam berdarah dengue di Wilayah kerja Puskesmas Pauh
Kota Padang. Dari hasil survey awal tersebut didapatkan tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai pencegahan DBD masih rendah, yang mana dari 60
responden, hanya 19 responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai
DBD dan cara pencegahannya. Oleh karena itu dibutuhkan upaya peningkatan

62

pemberian informasi tentang pencegahan DBD kepada masyarakat. Serta


dilakukan juga penyebaran poster, leaflet, dan peragaan demonstrasi mengenai
DBD kepada masyarakat Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh.

5.2. Do (Tahap Pelaksanaan)


Pelaksanaan difokuskan pada:
1) Penyuluhan disertai demonstrasi peragaan tentang DBD dan cara
pencegahannya pada masyarakat Koto Lua di kantor lurah Koto Lua,
Kecamatan Pauh oleh dokter muda IKM Puskesmah Pauh sebanyak 1 kali.
Target kehadiran pada saat penyuluhan adalah 40 orang.
2) Penyebaran leaflet minimal 50 lembar mengenali kenali dan cegah DBD
3) Penempelan poster mengenai DBD di kantor Kelurahan Koto Lua,
Kecamatan Pauh.
4) Gotong royong bersama warga Kelurahan Koto Lua Kecamatan Pauh
5) Memberikan edukasi kepada petugas kebersihan sekolah dan tempat-tempat
ibadah di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh untuk melakukan
pemberantasan sarang nyamuk secara rutin serta pemberian daftar tilik
pemberantasan sarang nyamuk.
6) Pembentukan tim jumantik cilik di SD Kelurahan Koto Lua, Kecamatan
Pauh.

5.3. Check (Tahap Evaluasi)


Tahap evaluasi ini bertujuan untuk menilai upaya yang telah dilakukan
untuk menurunkan angka kejadian DBD di Kelurahan Koto Lua, Kecamatan Pauh
yang dapat dilihat melalui beberapa faktor yaitu:

63

1. Peningkatan

pengetahuan

warga

mengenai

DBD

dan

cara

pencegahannya yang dinilai dengan evaluasi pre dan post penyuluhan


2. Terlaksananya gotong royong warga 1x1 bulan
3. Menurunnya kasus DBD di Kelurahan Koto Lua pada tahun 2016
5.4. Action (Rencana Berkelanjutan)
Rencana berkelanjutan untuk menurunkan kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Pauh adalah:
1. Meletakkan leaflet DBD minimal 30 buah di Klinik Sanitasi
2.

Puskesmas Pauh.
Pemberian sofcopy leaflet DBD di Puskesmas Pauh agar leaflet DBD
yang telah diberikan dapat selalu tersedia dan dapat disebarkan ke
sektor kesehatan lain di Kelurahan Koto Lua

64

DAFTAR PUSTAKA

Caribbean

Epidemiologi

Center.

2000.

Dengue

Guide.

Diunduh

dari:

http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.html pada 31 Juli


2016
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun

2013.

Diunduh

dari:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf pada 31 Juli 2016.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Tatalaksana Demam Berdarah
Dengue.

Diunduh

dari:

http://www.depkes.go.id/downloads/Tata

%20Laksana%20DBD.pdf pada 16 Januari 2016, pukul 20.40 WIB


Ditjen PP dan PL. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Diunduh
dari:

www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen

%20DBD_al.pdf pada 16 Januari 2016, pukul 19.40 WIB


Fathi SK, Chatarina UW. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap
Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2 (1): 1-10.
Gubler DJ, Ooi EE, Vasudeva S. 2014.Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
Bombay

Hospital

Journal.

Diunduh

dari:

http://www.bhj.org/journal/2014_4303_july01/review_380.html pada 31
Juli 2016.
KEPMENKES No 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue. KEPMENKES 1457 tahun 2003.

65

Rejeki S, Adinegoro S. 2004. (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana


Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.2010. Kemenkes RI.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014.
Siregar FA. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(DBD)

di

Indonesia.

Diunduh

dari:

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf pada 31 Juli 2016.


Suhendro, Nainggolan L, Khiechen, Pohan HT. 2009. Demam Berdarah Dengue.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI. 2773-79.
WHO. 2008. Dengue and Dengue Haemorragic Fever. Diunduh dari:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.html pada 31
Juli 2016.
WHO.

2007.

Clinical

Diagnosis

of

Dengue.

Diunduh

dari:

http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
pada 31 Juli 2016.
Widiyanto T. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa-Tengah. Diunduh dari:
http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYANTO.pdf

pada 31

Juli 2016.
Yatim F. 2007. Macam-macam Penyakit menular dan Cara Pencegahannya Jilid
2. Jakarta. Pustaka Obor Populer.

66

67

Anda mungkin juga menyukai