Anda di halaman 1dari 42

Sari Pustaka

Efektivitas Virgin Coconut Oil (VCO) pada Penyembuhan Luka Perineum


dan Luka Episiotomi

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :
dr. Putri Embun Pagi
Peserta PPDS Obstetri dan Ginekologi

Pembimbing :
Dr. dr. H. Defrin, Sp. OG(K)-KFM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021

i
Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T dan


Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan sari pustaka dengan judul “Efektivitas
Virgin Coconut Oil (VCO) pada Penyembuhan Luka Perineum Dan Luka
Episiotomi” yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan pembelajaran
sebagai PPDS Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Keberhasilan dalam penyusunan sari pustaka ini telah banyak dibantu oleh
berbagai pihak. Ucapan terimakasih khususnya kepada pembimbing penulisan sari
pustaka ini Dr. dr. H. Defrin, Sp.OG (K) dan kepada seluruh pihak yang
membantu dalam pengerjaan sari pustaka ini. Penulis memohon maaf atas seluruh
kesalahan yang mungkin ditemukan dalam penulisan sari pustaka ini. Semoga sari
pustaka ini dapat menjadi sumber keilmuan yang dapat dipakai sebagai sumber
rujukan kepustakaan di kemudian hari.

Padang, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................iii
Daftar Gambar.........................................................................................................iv
Daftar Tabel..............................................................................................................v
Daftar Singkatan......................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
2.1 Perineum..............................................................................................................3
2.1.1 Anatomi Perineum.....................................................................................3
2.1.2 Laserasi Perineum......................................................................................8
2.2 Virgin Coconut Oil (VCO)...................................................................................12
2.3 Penyembuhan luka...............................................................................................15
2.4 Efek VCO terhadap Penyembuhan luka pada Luka di Perineum........................29
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................33

iii
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Perineum ...............................................................................................3


Gambar 2.2 Persarafan dan pembuluh darah pada Perineum ....................................4
Gambar 2.3 Apendix dan lapisan kulit.......................................................................6
Gambar 2.4 Preparat histologi vagina........................................................................8
Gambar 2.5 Klasifikasi laserasi perineum.................................................................9
Gambar 2.6 Faktor risiko laserasi perineum..............................................................9
Gambar 2.7 Virgin Coconut Oil yang telah siap dipakai .........................................13
Gambar 2.8 Empat fase utama dari penyembuhan luka ............................................15
Gambar 2.9 Respon sel selama fase hemostasis .......................................................17
Gambar 2.10 Peran netrofil dalam penyembuhan luka .............................................20
Gambar 2.11 Peran makrofag dalam penyembuhan luka .........................................21
Gambar 2.12 Tahapan dan waktu dari proses penyembuhan luka.............................22
Gambar 2.13 Angiogenesis selama penyembuhan luka ............................................25

iv
Daftar Tabel

Tabel 2.1 REEDA......................................................................................................11


Tabel 2.2 Sifat fisiokimia minyak kelapa .................................................................12
Tabel 2.3 Asam lemak yang terkandung dalam VC ..................................................14
Tabel 2.4 Fase, waktu, dan komponen dalam Penyembuhan luka ............................16
Tabel 2.5 Pemberian VCO secara in vitro dan in vivo..............................................29
Tabel 2.6 Perkembangan luka setelah dioleskan VCO pada mencit betina...............30

v
Daftar Singkatan

MMR (Maternal Mortality Rate)


VCO (Virgin Coconut Oil).
REEDA (Redness, Oedema, Ecchymosis, Discharge, Approximation)

PCO (Pure Coconut Oil)


RCO (Refined Coconut Oil)
MCFA (Middle-chain Fatty Acid)
NET (Netrophil Extraxelullar Traps)
DAMPs (Damage-associated Molecular Patterns)

PA (Plasminogen Activator)
VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)
FGF-2 (Fibroblast Growth Factor-2)
PDGF (Platelet Derived Growth Factor)
TGF (Transforming Growth Factor)
MMP (Matrix Metalloproteinase)
SPK (Sel Punca Keratinosit)
TIMPs (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase)

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kejadian mortalitas dan morbiditas pada wanita postpartum Negara
berkembang sangatlah tinggi. Dari data survei kesehatan tahun 2012, dilaporkan
bahwa Maternal Mortality Rate di Indonesia mencapai 359/100.000 bayi lahir
hidup. Penyebab terbesar dari mortilitas dan morbiditas tersebut adalah
perdarahan (40-60%) dan 57,93% di antaranya terjadi saat postpartum. Laserasi
perineum terjadi pada 4-5% dari seluruh penyebab perdarahan post partum.1
Perlukaan pada jalan lahir sangat berbeda dengan luka-luka di bagian
tubuh lain. Luka pada jalan lahir terletak di bagian yang sulit dilihat oleh pasien
sendiri dan terletak di daerah yang berisiko mengalami infeksi karena berkaitan
dengan saluran pengeluaran urin dan feses.2 Selain itu, karena letak luka di daerah
yang sangat sensitif di antara kedua lipatan bokong, pasien akan merasa sangat
nyeri apabila melakukan aktivitas seperti duduk dan jongkok. Maka dari itu
perawatan perlukaan jalan lahir perlu mendapat perhatian khusus.3
Penyembuhan luka yang terjadi tanpa komplikasi adalah suatu kemampuan
tubuh yang esensial diperlukan untuk mengembalikan keutuhan kulit dan
mielindungi individu dari infeksi dan dehidrasi. Penyembuhan luka pada dewasa
melibatkan suatu rangkaian yang terjadi simultan. Penyembuhan luka akut yang
dipicu oleh cedera pada jaringan, terdiri atas fase-fase yang saling bertumpang
tindih dan sangat terkoordinir berupa hemostasis, inflamas, proliferasi, dan
remodeling. Proses ini dimulai dengan mekanisme repair jaringan yang rusak
kemudian berakhir pada proses penyembuhan luka.4
Fase repair dari luka diawali dengan proses hemostasis yang dicetuskan
segerea setelah terjadinya cidera, berlanjut pada proses inflamasi yang melibatkan
berbagai sitokin dan chemoatractans. Sembari proses inflamasi terjadi, tubuh
mulai mempersiapkan diri untuk melakukan pembentukan pengganti sel yang
telah rusak melalu proses proliferasi. Proses ini melibatkan berbagai fibroblast
untuk mendukung epitelisasi dan komponen-komponen neovaskularisasi untuk
proses pembentukan pembuluh darah baru yang rusak. Setelah berbagai proses

1
tersbut, tubuh akan otomatis melakukan remodeling utnuk mengembalikan fungsi
dan kekuatan jaringan yang telah rusak dan dapat berlangsung dalam waktu yang
lama.5
Berbagai penelitian mengenai perawatan luka pada jalan lahir telah
dilakukan. Salah satu yang paling menarik perhatian dunia adalah VCO (Virgin
Coconut Oil). VCO ini digandrungi karena gelarnya sebagai “Minyak yang paling
sehat di dunia”. VCO merupakan minyak esensial yang diperoleh dari tumbuhan
kelapa (Cocos nucifera L.) matang yang segar dengan mekanisme alami. 5 VCO
diekstraksi melalui proses panas yang rendah dari kelapa segar tanpa
menggunakan bahan kimia, sehingga mengandung lebih banyak komponen
biologis yang aktif seperti polifenol, asam lemak rantai sedang, tokoferol, skualen
dan sterol yang jika dibandingkan dengan minyak kelapa biasa. VCO telah
terbukti memiliki berbagai potensi dalam hal pengobatan seperti sebagai
antioksidan, antihiperkolesterol, dan anti-trombotik.6,7
VCO mengandung MCFA (Middle Chain Fatty Acid) atau asam lemak
rantai sedang, senyawa aktif seperti polifenol, tokoferol, sterol, dan squalen serta
asam lemak esensial yang tinggi yaitu Lauric acid. Lauric acid memiliki
kemampuan meningkatkan ekspresi COX-2 dan VEGF yang mempengaruhi
peningkatan aktivitas fibroblast untuk berproliferasi dan bermigrasi sehingga
terjadi percepatan angiogenesis dan epitelisasi pada luka.8,9
VCO memiliki efek shooting pada luka dengan membentuk barrier
kimiawi yang dapat menjadi pelindung luka. Terapi luka dengan VCO terbukti
secara ilmiah dapat meningkatkan kesembuhan luka. Lauric acid pada VCO dapat
membantu menyempurnakan epitelisasi dan meningkatkan komponen repair dan
remodeling pada luka. Beberapa komponen yang terlibat di dalamnya adalah
kolagen, fibroblast, dan neovaskularisasi.8

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perineum
2.1.1 Anatomi dan Histologi Perineum
Secara anatomi, perineum umumnya dibagi menjadi regio analis dan regio
urogenitalis. Regio analis di belakang dibatasi oleh apex ossis coccygis dan sisi-
sisinya oleh tuberositas ischiadicum dan ligamentum sacrotuberosum. Anus atau
lubang bawah canalis analis, terletak di garis tengah, dan di samping kanan dan
kirinya terdapat fossa ischiorectalis. Regio urogenitalis dibatasi di depan oleh
arcus pubicus dan di lateral oleh tuberositas ischiadica.10
Perineum berbentuk seperti berlian jika dilihat dari bawah dengan posisi
paha terabduksi. Batas perineum dari anterior ke posterior adalah simfisis pubis,
ramus ischiopubis, tuberositas ischium, ligament sacrotuberos dan ujung dari
cocigys. Garis imaginer yang menghubungkan tuberositas iscium membagi
perium menjadi dua segitiga. Segitiga anterior adalah segitiga urogenital yang
terdiri dari urofisium urogenital. Segitiga posterior merupakan segitiga anus.10

Gambar 2.1 Perineum

Perineum body (tendon pusat dari perineum) merupakan massa


fibromuscular yang berlokasi ditengah perineum. Secara fungsional, badan
perineum merupakan sebuah area melekatnya berbagai otot dan lapisan fasia.

3
Badan perineum berukuran panjang 2 cm, lebar dan tebal 1,5 cm. struktur ini
berfungsi sebagai sambungan beberapa struktur yang menyokong perineum. Pada
daerah permukaan otot bulbocavernosus, otot transversal perineum superfisial otot
sfingter anal eksternal bergabung pada tendon tengah. Pada lapisan yang lebih
dalam, terdapat membran perineal, bagian dari otot pubococcygeus, dan sfingter
anal internal. Badan perineum diinsisi dengan insisi episiotomy dan dapat terbagi
menjadi laserasi derajat 2,3, dan 4.11

Gambar 2.2 Persarafan dan pembuluh darah pada Perineum

Saraf pudenda memasuki perineum dan membentuk tiga cabang. Dari


jumlah tersebut, saraf dorsal klitoris berjalan di antara otot ischiocavernosus dan
membran perineum untuk mensuplai kelenjar klitoris. Saraf perineum berjalan
melewati membran perineum. Terbagi menjadi cabang labial posterior dan
cabang dari otot pada kulit labial dan otot segitiga perineum anterior. Cabang
rektal inferior berjalan melalui fosa ischioanal untuk mensuplai sfingter anal
eksternal, mukosa anal, dan kulit perianal Suplai darah utama ke perineum adalah
melalui arteri pudenda internal, dan cabang-cabangnya dari saraf pudendal.11
Organa Genitalia Externa
Organa genitalia externa termasuk mons pubis (kulit berambut di depan
pubis), labium majus, labium minus, clitoris, dan glandula vestibularis major
(glandula Bartholini).8

4
Labium Majus
Labium majus merupakan lipatan kulit menonjol yang terbentang dari mons
pubis untuk bersatu di posterior pada garis tengah. Labium majus berisi lemak dan
pada permukaanmluarnya ditutupi oleh rambut.8
Labium Minus
Labium minus merupakan dua lipatan kulit kecil tidak berambut, terletak di
antara labium majus. Ujung posteriornya bersatu membentuk lipatan tajam,
frenulum labiorum. Ke anterior labium minus terpisah untuk meiliputi clitoris,
membentuk preputium di anterior dan frenulum di posterior.8
Vestibulum Vaginae
Vestibulum vagina adalah ruang di antara labium minus. Pada puncak
vestibulum terdapat clitoris dan pada basisnya terdapat muara urethra, vagina, dan
ductus glandula vestibularis major.8
Clitoris
Lokasi dan Deskripsi
Clitoris, yang mirip dengan penis pada laki-laki, terletak di anterior pada
apex vestibulum. Strukturnya sama dengan penis. Glans clitoridis sebagian
tedutup oleh preputium.8
Radix Clitoridis
Radix clitoridis terbentuk dari tiga masa jaringan erektil yang disebut bulbus
vestibuli dan crus clitoridis dextrum dan sinistrum Bulbus vestibuli sesuai dengan
bulbus penis, tetapi karena adanya vagina, bulbus vestibuli terbagi menjadi dua
belahan. Bulbus vestibuli melekat pada permukaan bawah diaphragma urogenital
dan diliputi oleh musculus bulbospongiosus. Crura clitoridis sesuai dengan crura
penis dan di anterior menjadi corpora cavernosa ciitoridis. Masing-masing tetap
terpisah dan diliputi oleh musculus ischiocavernosus.8
Corpus Clitoridis
Corpus clitoridis terdiri dari dua buah corpora cavernosa yang diliputi oleh
musculus ischiocavernosus. Corpus spongiosum pada laki-laki diwakili oleh
sedikit jaringan erektil yang terletak dari bulbus vestibuli ke glans clitoridis.8

5
Glans Clitoridis
Glans clitoridis merupakan jaringan erektil kecll yang menutupi corpus
clitoridis. Glans ini mempunyai banyak ujung serabut sensorik. Sebagian glans
clitoridis ditutupi oleh preputium clitoridis.8
Glandulae Vestibulares Majores (Glandula Bartholini)
Glandulae vestibulares majores adalah sepasang kelenjar mucosa kecil yang
letaknya tertutup oleh bagian posterior bulbus vestibule dan labium majus.
Masing-masing glandula mengalirkan sekretnya ke dalam vestibulum melalui
saluran kecil yang bermuara pada alur di antara hymen dan bagian posterior
labium minus. Glandutae ini menghasilkan cairan pelumas selama hubungan
seksual.8
Urethra
Urethra perempuan panjangnya kurang lebih 1,5 inci (3,8 cm). Urethra
terbentang dari collum vesicae urinariae sampai meatus urethrae extemus, di
tempat urethra bermuara ke dalam vestibulum kurang lebih 1 inci (2,5 cm)
dibawah clitoris Urethra menembus sphincter urethrae dan terletak tepat di depan
vagina. Di samping meatus urethrae externus terdapat muara kecil dari ductus
glandulae paraurethrales. Urethra dapat dilebarkan dengan mudah.8

Gambar 2.3 Apendix dan lapisan kulit

6
Umumnya secara histologi, perineum terdiri dari lapisan kulit yang
fungsinya melindungi bagian dalam dari area organ reproduksi internal. Kulit
terdiri dari 3 bagian yaitu epidermis, dermis dan lapisan subkutan (Gambar 2.3).
Namun, pada perineum, jaringan epitel berlapis gepeng yang terdapat pada kulit
bersambungan dengan epitel vagina yang kaya akan glikogen. Epitel gepeng
berlapis yang melapisi berbagai komponen vestibulum, yang bersama-sama
membentuk genitalia externa, bersatu dengan epidermis kulit sekitar. Mukosa
struktur tersebut banyak disuplai oleh saraf sensorik dan berbagai reseptor taktil
yang biasanya ditemukan pada kulit.12
Epitel mukosa vagina merupakan epitel berlapis gepeng dengan tebal 150-
200 prm pada orang dewasa. Sel-selnya mengandung sedikit keratohialin, tetapi
mengalami keratinisasi membentuk lempeng-lempeng keratin seperti pada
epidermis. Dalam pengaruh estrogen sel epitel menyintesis dan mengumpulkan
glikogen. Ketika sel-sel terlepas, bakteri memetabolisme glikogen menjadi asam
laktat, yang menyebabkan rendahnya pH dalam vagina, yang membantu
memberikan perlindungan terhadap beberapa mikroorganisme patogen. Lamina
propria mukosa banyak mengandung serat elastin dan memiliki banyak papila
sempit yang menonjol ke dalam lapisan epitel. Jaringan ikat vagina biasanya
mengandung limfosit dan neutrofil dalam jumlah relatif besar. Selama fase
pramenstruasi dan menstruasi, leukosit khususnya banyak dijumpai di seluruh
mukosa dan di lumen vagina.12,13

7
Gambar 2.4 Preparat histologi vagina yang memiliki lapisan mukosa, muscular,
dan adventisia.
Mukosa vagina memiliki sedikit ujung saraf sensorik. Lapisan otot pada
vagina terutama terdiri atas dua lapis otot polos khusus, yang tersebar sebagai
berkas otot sirkular yang bersebelahan dengan mukosa dan berkas longitudinal
yang lebih tebal di dekat lapisan adventisia. Jaringan ikat adventisia kaya akan
serat elastin, yang membuat dinding vagina menjadi kuat dan elastis yang
menghubungkannya dengan jaringan ikat sekitar. Lapisan luar ini juga
mengandung pleksus vena yang luas, pembuluh limfe dan saraf. 12,13

2.1.2 Laserasi Perineum


Lebih dari 85% wanita yang menjalani persalinan pervaginam akan
mengalami berbagai drajat robekan perineum. 0,6-11% dari seluruh persalinan
pervaginam akan menyebabkan robekan perineum drajat 3 atau 4. Untungnya,
insiden robekan perineum menurun beriringan dengan semakin sering kehamilan
yang terjadi pada wanita tersebut. Dari 94 % wanita nulipara yang mengalami
robekan pada perineum, menjadi 68,8% wanita yang mengalami robekan
perineum pada wanita multipara. Faktor risiko terjadinya robekan tersebut adalah
karena faktor ibu, janin, dan risiko intrapartum seperti yang terdapat di dalam
Gambar 2.5.14

8
Gambar 2.5 Klasifikasi laserasi perineum

Gambar 2.6 Faktor risiko laserasi perineum

Menurut WHO rata-rata dilakukan 10% episiotomy pada seluruh


persalinan normal. Walaupun frekuensi episiotomi menurun, 30-50% wanita
masih tetap dilakukan episiotomi. Wanita Asia cenderung lebih sering mengalami
episiotomi dibanding wanita non Asia karena kulit wanita Asia tidak se-elastis
wanita Kaukasia. Cedera perineum selama persalinan pervaginam sangat sering
terjadi, 40% primigravida, 20% paad multipara. Episiotomi merupakan insisi
terencana yang umum dilakukan di perineum dan dinding posterior introitus
vagina pada kala dua untuk melebarkan introitus vagina agar persalinan bayi
berjalan mudah dan aman, untuk meminimalisir peregangan berlebihan dan ruptur
muskulus perineum dan fascia serta mengurangi stress dan tahanan pada kepala
fetus.15
Menurut Pritchard, Mac-Donald dan Gant 1985, episiotomi mengurangi
insiden terjadinya sistokel, rektokel, dan stress inkontinensia. Permasalahan yang
berhubungan dengan prosedur ini adalah tidak tercapainya kepuasan hasil secara
anatomi, meningkatnya perdarahan, nyeri pada perineum dan dyspareunia. Otot

9
perineum yang terlibat pada berbagai aktivitas seperti duduk, berjalan,
berjongkok, buang air kecil hingga defekasi. Oleh karnanya, insisi didaerah ini
menyebabkan ketidaknyamanan.15
Perineum wanita berbentuk seperti berlian pada pintu keluar pelvis.
Bagian ini cenderung sering berisiko cidera selama persalinan spontan,
menyebabkkan berbagai drajat luka ataupun kaibat episiotomi yang iatrogenik.
Cidera ini dapat menyebabkan keacatan hingga komplikasi dalam waktu panjang
pada wanita.3 Trauma perineum melibatkan berbagai jenis kerusakan kerusakan
pada genitalia wanita selama persalinan yang dapat terjadi spontan maupun
iatrogenic (episiotomi maupun persalinan dengan alat lainnya). Trauma pada
perineum anterior dapat mempengaruhi dinding anterior vagina, uretra, klitoris,
dan labia. Trauma perineum posterior dapat mempengaruhi dinding posterior
vagina, otot perineum, body perineum, sfingter ani internal dan eksternal, serta
kanal anus. Selama persalinan, robekan perineum paling sering terjadi di dinding
posterior vagina yang melebar ke arah anus. Keterlambatan penyembuhan luka
perineum ini akan meningkatkan morbiditas, perawatan yang lama,
ketidaknyamanan, dan meingkatkan risiko penyakit infeski.14,16
Pada suatu survei online yang dilakukan pada 2400 orang wanita yang
telah melahirkan bayi sejak bulan Juli 2011 hingga Juni 2012, 41% dari wanita
tersebut pernah mengalami nyeri pada perineum selama 2 bulan post partum. Di
antaranya juga mengalami nyeri berkelanjutan yang berlangsung 6 bulan post
partum.3

10
Tabel 2.1 REEDA (Redness, Oedema, Ecchymosis, Discharge, Approximation) score

Nyeri ini dihubungkan pada ada tidaknya wanita tersebut mengalami


episiotomi. Terdapat sebuah alat ukur untuk menilai kesembuhan luka perineum
yang dikembangkan oleh Davidson kemudian dikaji ulang oleh Carey. Penilaian
tersebut terdiri dari; kemerahan, edema, ekimosis, discharge, dan penutupan
jaringan. Skor ini ditentukan dari 0 hingga 3, dengan skor maksimal 15 dan
minimal 0. Semakin tinggi total skor yang diperoleh,semakin buruk penyembuhan
luka robekan perineum tersebut, begitu pula sebaliknya.3
Skala ini telah digunakan pada berbagai penelitian untuk menilai hasil dari
intervensi yang dilakukan pada perineum seperti teknik penjahitan, perwatan
post partum, dan pemberian irradiasi laser pada perawatan post partum. Namun,
instrument penilaian ini kurang tervalidasi untuk menjadi bagian dari praktik
klinis. Karena beberapa bagian seperti kemerahan dan edema belum dapat
mewakili kejadian sebenarnya.3
Sebaiknya penilaian dengan skor REEDA ini dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian intervensi pada luka episiotomi oleh asisten bidan ataupun
tenaga kesehatan yang tidak bias. Beberapa faktor yang juga mempengaruhi hasil
dari skor REEDA diantaranya; Oksigenasi, infeksi, usia, penggunaan hormon
steroid, stress, diabetes, obat-obatan, obesitas, alkohol, merokok, serta nutrisi.8

11
2.2 Virgin Coconut Oil (VCO)
Minyak kelapa merupakan minyak yang diekstraksi dari kelapa kering
dengan konsentrasi 60-65% dari kelapa (Cocos nucifera L.) Minyak kelapa ini
merupakan salah satu dari sumber energi yang banyak ditemui di Indonesia.
Terdapat 4 jenis minyak kelapa yang ada di pasaran : Pure Coconut Oil (PCO)
yang diekstraksi dari kelapa kering (kopra) dengan sistem kompresi. Minyak jenis
ini memiliki berbagai kegunaan seperti bisa dikonsumsi langsung, bisa dijadikan
minyak pijat, minyak rambut, kosmetik, obat dan industri. Yang kedua dalah
Refined Coconut Oil (RCO) yang dihasilkan melalui pemurnian secari mekanik
dan kimia, penjernihan dan penghilangan bau pada minyak kelapa mentah agar
tampak lebih tipis, tidak berwarna dan tidak berbau tanpa ada pertikel apapun
yang tertinggal di dalamnya untuk memperoleh lemak saturasi murni. Yang ketiga
adalah virgin coconut oil (VCO) yang diekstrak dari santan kelapa segar dan
bukan berasal dari kopra, melalui proses fermentasi, sentrifugasi untuk pemisahan
dan enzimatik. Minyak jenis ini terpercaya sebagai anti oksidan dan anti
mikroba.17
Tabel 2.2 Sifat fisiokimia minyak kelapa

VCO diekstraksi melalui proses panas yang rendah dari kelapa segar tanpa
menggunakan bahan kimia, sehingga mengandung lebih banyak komponen
biologis yang aktif seperti polifenol, asam lemak rantai medium, tokoferol,
skualen dan sterol yang jika dibandingkan dengan minyak kelapa biasa. VCO

12
diekstrak melalui beberapa proses fisik yaitu penekanan, pencucian dengan air,
pengukuran, penyaringan dan sentrifugasi. Namun, cara alami untuk
memproduksi VCO adalah melalui proses fermentasi yang membutuhkan
mikroorganisme natural. Syarat utama dari VCO adalah bebas air, terhindar dari
bau tengik, tinggi antioksidan, vitamin dan asam laurik. VCO diproses dengan
berbagai metode seperti Solven extraction, dry method dan wet method.6,7,18

Gambar 2.7 Virgin Coconut Oil yang telah siap dipakai

VCO telah terbukti memiliki berbagai potensi dalam hal pengobatan


seperti sebagai antioksidan, antihiperkolesterol, dan anti-trombotik. Komponen
utama VCO adalah asam laurik yang diketahui memiliki kemampuan sebagai anti
mikroba. Intajphuak et al melaporkan bahwa efek terapi VCO terhadap luka
adalah melalui fungsinya sebagai anti inflamasi analgesic, dan anti piretik. 6 Asam
lemak yang terkandung di dalam VCO di antaranya; Caproic, Capryllic, Capric,
Lauric, Myristic, Palmitic, Stearic, Oleic, dan Linoleic. Selain itu VCO juga
mengandung tocopherol, phytosterol, dan monoglyceride. Senyawa aktif tersebut
bersifat antibakteri dan antioksidan. VCO yang diekstraksi dengan menggunakan
metode Hot Extracted VCO menghasilkan antioksidan yang lebih tinggi. 19,9 VCO
mengandung antioksidan polifenol yang tinggi. polifenol yang memiliki pengaruh
terhadap penyakit kardiovaskuler.20
VCO ketika digunakan secara topikal memiliki fungsi sebagai pelindung
kulit, mencegah infeksi, melindungi kulit dari radikal bebas dan melembabkan
kulit. VCO mengandung fitosterol yang dapat memberikan efek sebagai

13
antiinflamasi.9 VCO mudah diserap kulit tubuh, bahkan oleh dinding usus
sekalipun.1
Tabel 2.3 Asam lemak rantai sedang yang terkandung dalam VCO

Asam lemak rantai sedang (MCFA-Middle Chain Free Fatty Acid) yang
ada pada VCO mirip komposisinya dengan asam lemak rantai sedang yang ada di
dalam ASI. Dengan kandungan asam lemak rantai sedang tersebut, VCO bersifat
anti mikroba dalam melawan bakteri gram positif.21 Trigliserida rantai sedang/
Asam lemak rantai sedang mengandung struktur asam lemak dengan 8 rantai
karbon (caprylic), 10 rantai karbon (capric), 6 rantai karbon (caproic) dan 12
rantai karbon (lauric). MCFA dapat digunakan pada berbagai terapi dengan
membentuk suatu barrier proteksi terhadap kulit, memainakn peran dalam
inflamasi seluler, dan juga meningkatkan regenerasi jaringan. Selain itu juga
memiliki peran antimikrobial.22
MCFA memiliki sifat antimikroba karena memiliki ikatan yang tidak
terkoordinasi. MCFA banyak dalam bentuk tidak larut dan larut dalam lemak,
sehingga mampu menembus membran semi permeabel bakteri dan masuk ke
dalam sitoplasma. MCFA di dalam sel terdisosiasi karena pH basa. MCFA
menurunkan pH, sehingga menekan enzim sitoplasma dan sistem transportasi
makanan yang menyebabkan kematian sel bakteri. MCFA bermanfaat sebagai
sumber nutrisi, pelarut, medium, terapi oral yang terstabilisasi serta dapat juga
menjadi produk topikal dan parenteral. Trigliserida jenis ini juga dapat memegang

14
peran penting dalam proses inflamasi seluler, meningkatkan nutrisi sel skitar, dan
meningkatkan kepasitas regenerasi jaringan.9,23
Selain asam lemak rantai sedang, VCO juga mengandung asam lemak
esnsial (Lauric Acid) yang tinggi. Jika dibandingkan dengan minyak kelapa dan
minyak sawit, kandungan Lauric acid (54.06%) dan Lactic acid di dalam VCO
lebih tinggi. Lauric acid dan capric acid bersifat anti fungal dengan melawan
candida albican.21,24 Asam laurat dan monolaurin memberikan aktivitas antibakteri
tertinggi dibandingkan asam lemak esensial lainnya dan monogliserida. Lauric
acid mudah diserap, memiliki potensi untuk mempercepat metabolisme sel,
melembabkan luka dan memiliki aktivitas anti-peradangan.9

2.3 Penyembuhan luka


Bagian vital dari kehidupan manusia merupakan kemampuan untuk
memulihkan diri sendiri. Dua proses yang terlibat dalam pemulihan adalah
regenerasi dan repair. Regenerasi merupakan penggantian jaringan yang rusak
dengan sel-sel normal yang baru sesuai tipe sel yang rusak tersebut dan hanya
mungkin terjadi pada sel-sel yang mampu untuk melakukan mitosis seperti sel-sel
epitel, tulang, dan hepar. Penyembuhan luka yang akut yang dipicu oleh cidera
pada jaringan, terdiri atas fase-fase yang saling bertumpang tindih dan sangat
terkoordinir berupa hemostasis, inflamas, proliferasi, dan remodeling.5

Gambar 2.8 Empat fase utama dari penyembuhan luka

15
Ketika terjadi kerusakan dari komponen kulit terjadi, platelet
mengaktifkan proses hemostasis melalui pembentukan bekuan darah. Fase
inflamasi dimulai ketika netrofil tiba di sekitar jaringan yang rusak diikuti
kemudian oleh makrofag dan limfosit. Fase proliferative ditandai dengan
pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), sintesis komponen matrix
ekstrasel dan re-epitelisasi. Diikuti fase proliferasi, dimulailah proses remodeling
kolagen, bersamaan dengan maturasi dan regresi vascular, proses ini secara
keseluruhan berlangsung selama 6-24 bulan sejak terjadinya cidera. 4,5

Tabel 2.4 Fase, waktu, dan komponen dalam Penyembuhan luka

Hemostasis/Koagulasi
Saat terjadi suatu perlukaan yang menyebabkan trauma pada vaskular dan
perdarahan, prioritas tubuh segera dari keadaan ini adalah bagaimanapun caranya
untuk mencegah terjadinya kehilangan darah. Terjadi vasokontriksi dan
pembentukan bekuan darah untuk menutup pembuluh darah. Hemostasis dan
pembentukan matrix luka sementara merupakan fase pertama dari penyembuhan
luka yang dimulai segera setelah cedera, dan selesai dalam hitungan jam.
Dulunya, hemostasis diperkirakan merupakan sebuah komponen dari fase
inflamasi. Membran sel endotel yang mengalami kerusakan akan mengeluarkan
fosfolipid yang diubah menjadi arachidonic acid dan metabolitnya akan
memediasi tonus dan permeabilitas vaskuler . Terjadilah vasokonstriksi perifer
yang berlangsung selama 5-10 menit, membatasi terjadinya perdarahan namun
secara simultan merestriksi jumlah oksigen dan nutrisi yang normalnya diangkut

16
darah ke jaringan sekitarnya. Output dari peristiwa ini akan menyebabkan
hipoksia sementara dan meningkatkan glikolisis begitu pula dengan perubahan
pada pH sekaligus dengan efek dari trauma vaskuler, adhesi dan agregasi platelet,
menginisiasi kaskade koagulasi intrinsic, sehingga mengarahkan pada
pembentukan bekuan darah yang menyegel pembuluh darah.4,5

Gambar 2.9 Respon sel selama fase hemostasis pada Penyembuhan luka: vasokonstriksi,
hemostasis primer, dan hemostasis sekunder

Pembentukan bekuan melalui 3 mekanisme kunci:27


1. Jalur intrinsik melalui kaskade bekuan (disebut juga jalur aktivasi kontak)
Kerusakan endotel menyebabkan jaringan subendotel dari jaringan yang
cidera terekspos pada darah yang menyebabkan aktivasi faktor XII (Hageman).
Proses ini menginisiasi pembelahan kaskade proteolitik yang menghasilkan
aktivasi faktor X yang mengkonversi protrombin menjadi thrombin, sehingga
fibrinogen dapat diubah menjadi fibrin sehingga terbentuknya plak fibrin.
2. Jalur ekstrinsik kaskade bekuan (jalur faktor jaringan)

17
Kerusakan endotel menyebabkan tissue factor terpapar pada sirkulasi
darah. Alhasil, terjadi aktivasi faktor VII dan jalur ekstrinsik lainnya terjadi untuk
akhirnya mengaktivasi thrombin.
3. Aktivasi platelet
Terjadi setelah aktivasi thrombin, tromboxan atau ADP, platelet kemudian
berubah morfologinya dan mensekresikan kompoan alfa dan granul. Platelet yang
teraktivasi melekat kearah kolagen yang terluar untuk membentuk plak platelet
dan secara temporer mencegah perdarahan. Plak ini diperkuat ileh fibrin dan
faktor von willebrand juga filamin aktin dan myosin yang ada di dalam platelet.
Bekuan ini memiliki beberapa peran diantarnya membentuk matrix
sementara, yang kaya kan fibrin, fibronektin, vitronektin, dan trombospondin
yang mengisi celah yang dibentuk oleh luka dan membentuk sebuah jembatan
yang berfungsi untuk migrasi sel. Reseptor integrin ( yang berada di permukaan)
pada sel-sel inflamasi dan sel-sel stroma mengenali lokasi pengikatan protein di
dalam jembatan jaringan tersebut, sehingga memastikan pertumbuhan sel yang
terlibat dalam penyembuhan. Influks sel ini diperantarai oleh mediator
chemoattractants yang dihasilkan oleh platelet yang mengalami degranulasi, dan
berada pada jembata jaringan. Mediator-mediator lainnya bukan hanya dihasilkan
oleh platelet, namun juga dihasilkan oleh sel mast yang fungsinya dalam
permeabilitas dan tonus vascular. Mediator ini meningkat jumlahnya selama 5-10
menit luka dan kemudian memfasilitasi migrasi sel yang telah disebutkan tadi dan
kemudian menyebarkan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan untuk
mempertahankan sel-sel yang baru berpindah tersebut. Seiring berjalannya waktu,
area bekuan diserap untuk kemudian terbentuk sebuah keropeng yang fungsinya
untuk melindungi luka dari infeksi. Keropeng ini, pada waktunya akan
dihancurkan oleh plasmin dan bersamaan dengan sel-sel inflamasi dan bakteri
sebagai proses penyembuhan setelahnya.25,29

Inflamasi
Fase inflamasi pada kaskade penyembuhan luka diaktivasi selama fase
hemostasis/koagulasi. Fase-fase ini dapat dibagi menjadi fase awal yang ditandai
dengan munculnya netrofil-netrofil dan fase akhir yang ditandai dengan

18
kemunculan dan transformasi dari monosit. Intensitas respon inflamasi secara kuat
berhubungan dengan derajat keparahan cidera dan menentukan luasnya perlukaan.
Leukosit didatangkan dari sirkulasi pembuluh darah ke area cidera oleh beberapa
mediator vasoaktif dan chemoatractans yang berasal dari koagulasi dan jalur yang
diaktivasi oleh komplemen, platelet, sel mast, dan sel-sel stromal yang teraktivasi
oleh cidera. Sinyal inilah yang mengaktifkan proses rolling, aktivasi, adhesi yang
kuat, dan pada akhirnya terjadi perpindahan sel-sel inflamasi melewati endotel
mikrovaskuler. Mediator chemoattractants juga menstimulasi keluarnya enzim
oleh netrofil yang teraktivasi, mempercepat penetrasinya ke membran dasar
vaskuler. Diapedesis netrofil terjadi karena meningkatnya permeabilitas kapiler
yang diakibatkan oleh keluarnya agen-agen vasodilator. Influk sel dimulai dalam
beberapa menit dan jumlah ntrofil pada luka meningkat secara progresif hingga
mencapai puncak 1-2 hari setelah trauma.5
Netrofil berperan sebagai lini pertama pertahanan luka terhadap
kontaminasi dengan menghancurkan debris dan bakteri melalui proses fagositosis
dan proses enimatis serta mekanisme oksigen-radikal. Normalnya netrofil tidak
ada pada kulit. Mereka diproduksi di dalam sumsum tulang dari prekusor
premyelosit dan disebut sebagai responder pertama. Netrofil ini menghancurkan
segala ancaman infeksi dengan mengeluarkan granu-granul beracun,
menghasilkan letusan oksidatif, memulai fagositosis, dan membentuk NET
(Netrophil Extraxelullar Traps) Netrofil bermigrasi dan proses fagosit selesai data
partikel kontaminasi dibersihkan dari lokasi trauma. Hampir seluruh sel
terperangkap di dalam bekuan, yang akan turut hancur selama proses repair.
Netrofil akan tetap bertahan hingga tampak kematian jaringan dalam beberapa
hari dan difagosit oleh makrofag atau fibroblast yang termodifikasi pada luka
sehingga menandai berakhirnya proses inflamasi awal . Walaupun netrofi
membantuk membentuk lingkungan yang cocok pada luka dan menyediakan
sitokin proinflamasi, molekul ini tidak diperlukan selama repair luka yang non-
infeksius.4,5,26

19
Gambar 2.10 Peran netrofil dalam penyembuhan luka

Netrofil berkumpul di luka sebagai respon dari lonjakan kalsium, akibat aksi dari
molekul DAMPs (Damage-associated Molecular Patterns), hydrogen peroksida, mediator
lipid, dan akibat dikelurkannya protease dari granul intrasel. Mereka juga membentuk
NET yang dapat menangkap pathogen melalui proses NETosis. Netrofil dapat masuk dan
keluar dan masuk lagi ke dalam sirkulasi dan meninggalkan luka melalui proses yang
disebut reverse migration. Makrofag memegang peranan penting dalam seluruh fase
penyembuhan luka dan memimpin seluruh proses. Selama fase awal inflamasi,
makrofag menghasilkan fungsi proinflamsi misalnya sebagai pengenal antigen,
fagositosis, dan memproduksi sitokin inflamasi serta growth factor yang
memfasilitasi penyembuhan luka. Fenotip pada makrofag luka dikenal dengan
“M1 fenotip”. Kemudian selama fasel proliferasi, makrofag menstimulasi
prolifersi dermis, endotel, dan jaringan epitel hingga melengkapi pembentukan
matrix ekstrasel, angiogenesis, dan epitelisasi. Makrofag dapat mengubah
komposisi matrix ekstrasel selama fase remodeling dengan mengeluarkan enzim

20
degenerative, ini lah yang menjadi peran dari “fenotip M2”. Namun pada
penelitian terbaru, dikatakan bahwa makrofag kemungkinan juga tidak esensial
dalam perbaikan jaringan. Namun tetap memegang peran dalam regulasi fibrosis
dan pembentukan skar dengan mendegradasi matriks.5

Gambar 2.11 Peran makrofag dalam penyembuhan luka

Selama fase inflamasi, makrofag mengeluarkan sitokin pro inflamasi seperti IL-6,
TNFα dam IL-1β untuk melawan infeksi. Awalnya mkrofag akan mengeluarkan
Monocyte Chemoattractant Protein (MCP-1) untuk memanggil makrofag lainna dari
sumsum tulang sehingga dapat meningkatkan fungsi makrofag. Walaupun begitu,
inflamasi pada fase akut masih dipertimbangkan krusial dalam perbaikan luka
normal. Jika proses inflamasi tidak terselesaikan, akan terjadi inflamasi kronis,
proses ini dapat menjadi disregulasi menghasilkan penyembuhan luka yang
patologis serta akumulasi jaringan fibrosis luka yang permanen di lokasi trauma.
Fibrosis ini ditandai dengan akumulasi berlebihan komponen matrix ekstrasel,
termasuk kolagen, fibronektin, asam hyaluronic pada lokasi trauma menyebabkan
disfungsi organ dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan gagal fungsi organ
yang berakhir pada kematian.4,5

21
Gambar 2.12 Tahapan dan waktu dari proses penyembuhan luka

Proliferasi Sel
Tujuan utama dari fase proliferasi adalah untuk mencapai perlindungan
pada permukaan luka melalui pembentukan jaringan granulasi dan penutup epitel
yang baru, juga untuk mengembalikan anyaman pembuluh darah untuk menutrisi
jaringan-jaringan baru.5

Pembentukan Fibroblas
Fase proliferatif dari proses repair muncul setelah inflamasi reda dan
ditandai dengan munculnya kemerahan, jaringan granulasi yang bengkak, yang
secara keseluruhan mengisi bagian yang kosong. Selama hari 3-5 setelah trauma,
fibroblast dan endotel serta sel-sel epitel secara cepat menginvasi luka sebagai

22
persiapan untuk sintesis dan maturasi matrix untuk menutup bagian luka, tetapi
makenaisme penguatan ini belakangan mengalami perlambatan. Jaringan
granulasi dibentuk oleh 3 elemen yang bergrak ke arah defek yang dibuat oleh
luka, berupa: makrofag, yang merupakan pembersih dan penghasil mediator
seperti sitokin dan growth factor yang menstimulasi angiogenesis dan fibroplasia,
lalu fibroblast yang memproliferasi dan mensintesis komponen baru matriz
ekstrasel, serta pembuluh darah baru yang mengangkut oksigen dan nutrisi yang
diperlukan untuk metabolism dan pertumbuhan sel, dan bergabung membentuk
jaringan granulasi yang berwarna kemerahan dan berbentuk granular.4,5
Stroma merupakan bagian yang kaya akan fibronektin dan hyaluronan,
menggantikan bekuan fibrin sehingga menghasilkan barrier fisik terhadap infeksi
dan lebih penting lagi, menyediakkan jalur untuk sel-sel dapat berpindah.
Sejumlah molekul matrix seperti sitokin dan growth factor yang dihasilkan dari
sel-sel inflamasi dipercaya dapat mensimulasi fibroblast dari kulit sekitar yang
tidak mengalami cidera dan dari jaringan subkutan untuk berproliferasi dan
menghasilkan reseptor integrin untuk membantu perpindahan sel ke dalam bagian
yang mengalami defek.Intergrin merupakan protein transmembran yang berperan
sebagai reseptor utama pada permukaan sel untuk mengenali molekul matriks
extrasel sehingga dapat memediasi interaksi antara sel dan lingkungan sekitar.
Migrasi fibroblast berlangsung segera mendahului pembentukan endotel kepiler
namun juga diikuti oelh makrofag yang membersihkan jalur migrasi dengan
memfagositosiskan debris-debris. Fibroblas juga mengaktifkan sistem proteolitik,
yang terdiri atas proteinase seperti Plasminogen Activator (PA), beberapa macam
kolagen, gelatinase, dan stromelysin untuk membantu migrasinya ke dalam
bekuan darah fibrin.4,5
Setelah fibroblast bermigrasi dan tiba di dalam defek yang telah dibuat
oleh luka, mereka akan berproliferasi kemudian mengubah fungsinya menjadi
sintesis protein dan segera mengganti matrix sementara dengan matrix yang kaya
akan kolagen, kemungkinan ini juga dipengaruhi beberapa sitokin dan growth
factor. Saat luka sudah mature, rasio tipe I (matur) hingga tipe III (immature)
terjadi pengingkatan kolagen yang tampak jelas, proteoglikan jugan menjadi
berlimpah ruah di dalam matrix yang matur. Akumulasi jeringan penghubung

23
rata-rata terjadi antara 7-14 hari setelah trauma. Setelahnya, berbagai bagian luka
yang mengandung kolagen seperti fibroblast akan mengalami penurunan sintesis.
Jaringan granulasi yang kaya akan fibroblast selanjutnya digantikan oleh jaringan
skar yang avascular dan aselular, kemudian kapiler yang berada di dalam luka
mengalami regresi dan fibroblast mengalami apoptosis atau memperoleh tampilan
otot polos dan berubah menjadi myofibroblas yang berperan dalam kontraksi luka.
Jika sinyal utnuk menurunkan aktivitas fibroblast ditunda selama waktu tertentu,
apoptosis terganggu secara permanen, akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan
antara sintesis kolagen dan degradasi sehingga terbentuk jaringan skar yang
berlebihan.4,5

Angiogenesis
Di samping inisiasi respon inflamasi melalui interaksi dengan leukosit, sel
endotel mikrovaskuler memainkan peran kunci dalam fase proliferasi pada proses
repair. Pembentukan kapiler-kapiler baru dari angiogenesis diperlukan untuk
mengembalikan oksigenasi dan menyediakan nutrisi untuk jaringan granulasi baru
yang dibentuk di dalam luka. Angiogenesis , yang terjadi sebagai respon terhadap
kerusakan jaringan dan hipoksia merupakan proses yang kompleks dan dinamis
yang dimediasi oleh faktor-faktor yang soluble yang disediakan oleh serum dan
sekitar matrix ekstrasel. Faktor-faktor tersebut di antaranya angiogenesis inducer
termasuk growth factor seperti VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor),
FGF-2 (Fibroblast Growth Factor-2) PDGF (Platelet Derived Growth Factor)
dan TGF-β family, kemokin, dan ezim angiogenesis, reseptor spesifik endotel, dan
molekul adhesi seperti integrin.4,5,28
Sel endotel yang berdada di puncak kapiler mulai bermigrasi ke dalam
luka sebagai respon dari stimulasi angiogenik dan hilangnya sel-sel sekitar pada
hari kedua setelah cidera. Sitoplasma pseupodia meluas melalui membran dasar
fragmen, setelahnya, seluruh sel endotel bermigrasi ke dalam ruang perivaskuler.

24
Gambar 2.13 Angiogenesis selama penyembuhan luka
Sel-sel tetap berada di pembuluh sekitar atas benih angiogenik yang mulai
berproliferasi, menghasilkan sumber sel endotel mikrovaskuler yang
berkelanjutan untuk angiogenesis. Benih kapiler baru tidak memiliki lumen ketika
awal berkembang, setelah melebur dengan benih sekitarnya membentuk arcade,
kemudain berlubang, menyebabkan eritrosit lewat ke dalamnya. Pembentukan
lumen kemungkinan melibatkan membran plasma individu dan sel-sel sekitrnya.
Kapiler kemudian menjadi stabil saat sel-sel endotel berinteraksi dengan
membrane basal pembuluh darah baru selama 24 jam melalui perisit dan sel otot
polos. Setelah stroma direskonstitusi lengkap, vaskuler yang kaya nutrisi tidak
lagi diperlukan untuk menyuplai luka. Seluruh substansi proagniogenik menurun,
digantikan dengan substansi anti-angiogenik (trombospondin, interferon gamma-
induksi protein 10/CXC, kemokin 10, dan Sprouty-2) meningkat dan seluruh
anyaman kapiler yang baru terbentuk mengalami involusi akibat Matrix
Metalloproteinase (MMP), khususnya MMP-1 dan MMP-10 serta sel endotel
yang selektif untuk apoptosis. Warna luka menjadi lebih pucat karena capillary
bed menghilangdari jaringan granulasi.4,5,28

25
Epitelisasi
Epitelisasi merupakan proses penutupan permukaan epitel dan penting
untuk menutupi luka. Sebagai tambahan sesuai dengan proses hemostatis yang
dijelaskan di atas epitel sisa yang menyokong barrier, epitel sisa di bawah bekuan
berpindah secara sentripetal ikut menutupi luka. Walaupun migrasi epitel dimulai
24-48 jam setelah luka, epitel baru yang berwarna pink pucat tidak tampak secara
maksroskopis hingga beberapa saat setelahnya. Keterlambatan ini bervariasi
tergantung pada spesies hwan dan lokasi, ukuran, serta substrat dari luka. Pada
luka yang dibuat full-thickness ukuran 7-9 cm2 pada kuda dan poni dan dibiarkan
sembuh setelah fase lambat, epitelisasi terjadi dengan kecepatan 0.48 mm/minggu
hingga 0.75 mm/minggu.5
Kapasitas regenerasi epidermis bergantung pada Sel Punca Keratinosit
(SPK) yang berada di dalam lingkungan mikroskopis yang spesifik tempat yang
cocok sel punca itu berada.Terdapat tiga tempat cocok sel punca berada yang
berhasil diidentifikasi: bagian yang membulat di folikel rambut, dasar dari
kelenjar sebasea, dan lapisan basal interfolikel epidermis. Sebagai respon dari
trauma epidermal, folikel rambut dan basal interfolikel epidermis berperan dalam
epitelisasi pada defek.5,28
Untuk menutupi defek di bagian epidermis, sel keratinosit di bagian ujung
luar luka harus melonggarkan ikatannya antara satu sama lain (desmosome) dan
antara lamina basalis (hemidesmosom) dan mengembangkan kelenturan untuk
bermigrasi di atas matrix yang baru. Banyak regulator yang berperan dalam
memodulasi proliferasi dan migrasi keratinosit selama epitelisasi, termasuk di
dalamnya kemokin, sitokin, integrin, keratin, molekul matix ekstrasel, dan MMPs.
Jika permukaan luka tertutupi oleh sel epitel yang saling terhubung satu sama lain,
migrasi selanjutnya akan diinhibisi oleh laminin yang dihasilkan oleh matrix
ekstrasel, sebagai faktor utama yang bertanggung jawab terhadap adhesi sel epitel.
Walaupun begitu, permulaan migrasi sel tidak memerlukan keadaan
meningkatnya pembelahan sel, keratinosit basal pada ujung luka mulai
berproliferasi 1-2 hari setelah cidera mengisi bagian terdepan, hal ini akan tampak
sebagai hyperplasia secara histologi. Sel-sel baru melapis satu sama lain di atas

26
tepi luar luka dan berlekatan ke substratum, hanya untuk digantikan oleh sel-sel
lain yang datang dari atas dan belakang.5,28

Sintesis Matrix dan Remodelling (disebut juga fase maturasi)


Matrix ekstrasel yang matang marupakan tangga-tangga yang terdiri atas
protein, gikosaminoglikan, polisakarida, dan air yang membantu secara
biokemikal komunikasi antar sel dan lingkungan biokemikal/biofisikalnya.
Selama fase remodeling (terjadi antara 2 minggu hingga 1 tahun setelah cidera)
komponen matriks ekstrasel mengalami perubahan-perubahan tertentu untuk
memastikan kekuatan, kekokohan, dan fungsi dari jaringan pengganti.5
Sebagai tambahan epitelisasi, kontraksi berkontribusi dalam penutupan
pada luka yang full-thickness. Kontraksi didefinisikan seagai suatu proses ketika
dermis dan epidermis membatasi luka full-thickness yang mengalami defisit kulit
dari seluruh sisi secara sentripetal . Ini biasanya terjadi selama minggu kedua
setelah cidera. Kontraksi pada luka bukan hanya mempercepat penutupan luka,
namun juga memperbaiki tampilan secara kosmetik dan meningkatkan kekuatan
luka karena secara proporsional, bagian luka akan ditutupi oleh epitel baru yang
kualitasnya kurang baik dibandaingkan epitel awalnya, lebih cenderung rapuh dan
hanya memiliki sedikit komponen nervus, kelenjar, folikel, dan vaskuler. Untuk
alas an inilah kontraksi derajat tinggi diperlukan dalam repair luka. Kontraksi luka
diperkirakan merupakan hasil dari gaya tarikan yang timbul akibat migrasi
fibroblast dan aksi dari firoblas yang fenotip nua khusus, myofibroblas. Saat
fibroblast bermigrasi ke matrix yang terbentuk sementara di bawah pengaruh
beberapa sitokin, tercapai lah threshold tegangan pada luka, bersamaan dengan
aksi TGF-β1dan ED-A yang merupakan varian dari fibronektin untuk memicu
diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblas.5,28
Kontraksi luka terjadi lebih kuat di bagian tubuh dengan kulit yang
longgar dari pada bagian kulit yang tertekan, seperti pada ekstremitas distal.
Diubahnya matrix ekstrasel dari bentuk granulasi menjadi jaringan luka menandai
fase akhir repair luka, juga mengarah pada maturasi, sintesis jaringan
penghubung, lisis, serta remodeling. Proteoglikan menggantikan hyaluronan
selama minggu kedua proses repair, menyokong deposisi dan agregasi serat

27
kolagen dan membuat matrix yang matur menjadi lebih kokoh. Molekul makro
kolagen membuat luka menjadi lebih lentur, dan deposisinya mecapai puncak
selama minggu-minggu awal, ketika penyembuhan terjadi antara 7 hingga 14 hari.
Sintesis kolagen diimbangi dengan lisis kolagen, yang normalnya mencegah
akumulasi jumlah kolagen yang berlebihan dan terbentuknya skar yang patologis.
Keseimbangan antara sintesis dan degradasi menentukan kemampuan
penyembuhan luka pada waktu tertentu. Elastisitas luka meningkat secara cepat 1
hingga 8 minggu setelah luka dan berhubungan dengan cross-link kolagen oleh
oksidasi lysyl. Elastisitas maksimal yang dapat dicapai kulit yang luka 80%
disbanding kulit yang tidak luka namun dapat ditingkatkan dengan sintesis MMP
inhibitor.5,28
Remodeling matrix ekstrasel di dalam luka tergantung pada kehadiran
beberapa enzim proteolitik (proteinase) yang dihasilkan dari sel inflamasi dan sel
mesenkimal, seperti MMPs dan serin seta cathepsin. Komponen tersebut mampu
mendegradasi secara virtual seluruh komponen matrix esktrasel. Berdasarkan
domainnya, MMP dibagi atas beberapa kelompok : 1- kolagenase, 2-gelatinase, 3-
stromelisin, 4-matrilisin, 5-metaloelastase, 6-MMPs tipe membrane, dan 7-MMPs
lainnya. Walaupun fungsi utama MMP adalah untuk mem-bioaktiv-kan molekul-
molekul seperti kemokin dan sitokin, MMP juga berfungsi mendegradasi protein
matrix ekstrasel, sehingga diperkirakan MMP ini memiliki peran dalam proses
remodeling selama penyembuhan luka.5,28
Homeostasis antara sintesis kolagen dan degradasi selama fase remodeling
tergantung pada kehadiran MMPs dan inhibitor non spesifik seperti α2-
makroglobulin dan α1 –antiprotease juga inhibitor spesifik alami, TIMPs (Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase). Ketidakseimbangan antara MMPs dan TIMPs
akan mengarahkan pada resolusi abnormal dan repair yang tertunda. Walaupun
dengan adanya MMPs merupakan hal yang penting dalam maturasi luka, MMPs
juga bertanggung jawan pada gagalnya luka kronis untuk sembuh. Misalnya,
ditemukannya cairan pada luka yang kronis, hal ini ditandai dengan meningkatnya
konsentrasi proteinase, khususnya MMP-9 dan serine-proteinase yang
mengarahkan pada degradasi protein yang berlebihandan inaktivasi growth factor.
Luka kronis juga mengandung konsentrasi TIMPs yang sedikit, terutama TIMP-1.

28
Remodeling luka tetap berlanjut hingga 2 tahun, selama waktu tersebut tidak ada
penambahan komponen kolagen, namun terjadi penyusunan kembali serabut
kolagen menjadi struktur yang lebih terorganisir seperti sebuah pola, dibawah
pengaruh faktor mekanis, secara perogresif juga meningkatkan elastisitas jaringan
skar.4,5,28

2.4 Efek VCO terhadap Penyembuhan luka pada Luka di Perineum


Beberapa tahun terakhir, telah banyak penelitian yang membuktikan efek
dari VCO terhadap berbagai luka yang ada pada tubuh. Pada proses penyembuhan
luka, VCO memiliki kemampuan sebagai antitrombotik. VCO juga menurunkan
tissue plasminogen activator sehingga berperan pada sistem fibrinolisis.17
Tabel 2.5 Pemberian VCO secara in vitro dan in vivo pada mencit secara oral menurut
Ibrahim et al
Kelompok VCO Kelompok kontrol
Penutupan luka 100% saat
24 jam 36-48 jam
proses hemostasis
Morfologi sel Tidak berubah Tidak berubah
Angiogenesis (dalam 5 hari) Lebih banyak 14%
Mulai mengecil sejak hari Mulai mengecil sejak hari
Ukuran luka ke-8 dan menutup ke-10 dan menutup
sempurna dalam 16 hari sempurna dalam 20 hari

Penelitian yang dilakukan Ibrahim et al membuktikan bahwa; VCO menstimulasi


migrasi sel dibuktikan dengan pembentukan bekuan dalam 24 jam. VCO juga
meningkatkan pembentukan pembuluh darah yang terbukti secara in vitro.
Vsakular yang terbentuk tampak lebih panjang , hal ini terjadi karena lauric acid
mampu meningkatkan proliferasi sel endotel melalui produksi VEGF.7
Penelitian yang dilakukan oleh Andriana et al pada kelinci yang diberikan
perlukaan kemudian diberi terapi VCO dengan cara mengoleskan VCO pada luka
2 kali sehari kemudian dibandingkan dengan pemberian betadin oles pada
kelompok kontrol membuktikan bahwa penyembuhan luka sempurna lebih cepat
terjadi pada luka yang dioleskan VCO. Pada luka yang diberikan VCO, kecepatan
penyembuhan luka selama 21 hari, sementara itu dengan pengolesan betadin, luka

29
sembuh dalam 40 hari. Hal ini menunjukkan VCO mempercepat penyembuhan
luka 50% akibat dari kandungan Tanin dan Flavonoid yang ditemukan pada
VCO.18
Tabel 2.6 Perkembangan luka setelah dioleskan VCO pada mencit betina berdasarkan
penelitian yang dilakukan Batool SH
Hari Perubahan pada luka
Hari ke-3 Ditemukan area perdarahan yang sedikit, sel-sel inflamasi yang
lebih banyak jumlhanya, sejumlah kolagen, sel plasma yang
jumlahnya banyak dan lebih sedikit netrofil, tampak pembengkakan
yang sifatnya berawan pada sel kulit dibandingkan kontrol.

Hari ke-7 Hilangnya daerah perdarahan, hanya sisa perdarahan, kehadiran


makrofag dan sel plasma. Tidak ada netrofil, kolagen, dan re-
epitelisasi

Hari ke-14 Tampak sisa jaringan granulasi, banyak nya jaringan kolagen
dengan sel-sel remodeling epitel dan makrofag yang ditemukan di
area luka

Selain Andriana et al, Batool SH juga melakukan penelitian pemberian


VCO pada kelinci betina yang diberikan luka full thickness. Kadar VCO yang
dipakai adalah 5 mg, kemudian dilakukan pengolesan pada luka dengan hasil pada
Tabel 2.5. Secara makroskopis, luka yang dioleskan VCO terlihat lebih kecil sejak
hari pertama, dan setelah 14 hari luka yang dioleskan VCO tidak menimbulkan
skar. Telah dibuktikan bahwa VCO yang dioleskan pada kulit dapat membuat
kulit menjadi lebih cerah dan sehat akibat kandungan asam lemak rantai medium
yang ukurannya cukup kecil untuk dapat masuk ke dalam kulit dan menutrisi dari
dalam. Pada penelitian ini, ditemukan lebih banyak bundelan kolagen pada luka
yang diterapi dengan VCO. Ditemukannya peningkatan yang signifikan dari
Pepsin-soluble collagen yang mengindikasikan tingginya cross-linking kolagen.
MCFA yang terkandung di dalam VCO juga menjadikannya sebagai sumber
energi cepat untuk sel, sehingga aktivitas metabolisme sel berjalan cepat, begitu
pula dengan pembelahan sel.29

30
Penelitian juga dilakukan Sumiasih NN et al pada beberapa wanita post
partum yang diberikan terapi VCO oles selama satu minggu dan sebagai
kelompok kontrol adalah perwatan APN (dicuci dengan sabun 3-4 kali sehari).
Sumiasih NN et al menilai hasil penelitiannya dengan REEDA scale. Salah satu
kriteria yang digunakan untuk melihat kesembuhan luka adalah REEDA scale.
Reedness, Edema, Echymosis, Discharge, Approximation. Tiap aspek dinilai
dengan 0-3. Total skor yang diperoleh 0-15, dengan 15 adalah tanda
penyembuhan luka yang paling buruk. Kemudian diperoleh hasil bahwa,
kesembuhan luka perineum pasca APN berlangsung salam 5-8 hari, namun pada
luka perineum dengan pemberian VCO setiap hari, luka sembuh dalam 4-5 hari.2
Wahidin NT et al juga melaukan penelitian pemberian VCO terhadap
wanita post insisi abdomen pasca tindakan obestetri maupun ginekologi. Dalam
24-48 jam setelah aplikasi VCO di area luka terjadi penurunan skor REEDA
sebesar 33,4%, sementara itu pada luka tanpa VCO, REEDA berkurang 18%.
Sejak hari ke-8 luka yang dioleskan VCO menjadi lebih kecil dibandingkan luka
tanpa VCO. Waktu penyeumbuhan luka yang dioleskan VCO adalah 16 hari,
sementara itu tanpa VCO menjadi 20 hari. Menurut penelitiannya, VCO
meningkatkan panjang pembuluh darah dan mempercepat pembentukan pembuluh
darah.8
Terapi dengan VCO dapat meningkatkan kesembuhan luka, dengan
menyempurnakan epitelisasi dan tingginya komponen penyembuhan kulit. VCO
yang mengandung vitamin E tinggi memainkan peran dalam peningkatan kolagen,
replikasi fibroblast, dan neovaskularisasi. Minyak kelapa aman dioleskan di atas
kulit, bahkan kulit yang luka sekalipun dengan risiko alergi minimal. Minyak
kelapa juga mampu meningkatkan elastisitas kulit.1 VCO dapat bekerja pada
penyemuhan luka dengan membentuk barrier yang dapat menjaga luka dari debu,
udara, dan virus sehingga bakteri tidak dapat menginfeksi luka. Luka yang tidak
terinfeksi lebih mudah sembuh. VCO mempengaruhi eskpresi COX-2 dan VEGF
yang dapat mempengaruhi neovaskularisasi, migrasi, dan distribusi fibroblast.
COX-2 memainkan peran dalam perkembangan angiogenesis. COX-2
(Cyclooxygenase-2) merupakan suatu enzim yang memerankan peran penting
dalam berbagai proses patofisiologis termasuk inflamasi, aterosklerosis, cidera

31
jaringan, angiogenesis, dan tumorgenesis. COX-2 merupakan salah satu
parameter dari penyembuhan luka.8,9

BAB 3
KESIMPULAN

VCO (Virgin Coconut Oil) merupakan minyak yang diperoleh dari


ekstraksi kelapa matang yang segar melalui proses alami. Minyak ini dapat
dengan mudah diperoleh di Indonesia. VCO menjadi terapi yang potensial dalam
meningkatkan efektivitas penyembuhan laserasi pada perineum. Kandungan
antioksidan dan asam lemak rantai sedang nya dapat mempercepat dan
memaksimalkan proses penyembuhan luka mulai dari hemostasis, inflamasi,
proliferasi, hingga remodeling. Pengaplikasian VCO juga mudah dan risiko
rendah terjadinya alergi.
Terapi dengan VCO dapat meningkatkan kesembuhan luka, dengan
menyempurnakan epitelisasi dan tingginya komponen penyembuhan kulit. VCO
yang mengandung vitamin E tinggi memainkan peran dalam peningkatan kolagen,
replikasi fibroblast, dan neovaskularisasi. Minyak kelapa aman dioleskan di atas
kulit, bahkan kulit yang luka sekalipun dengan risiko alergi minimal. Minyak
kelapa juga mampu meningkatkan elastisitas kulit.

32
DAFTAR ISI

1. Aisyah N, Risnawati I, Khoirunnisa FN. Effectiveness Of Virgin Coconut


Oil And Virgin Olive Oil On Perineal Laceration. Kemas. 2018. Vol 13(3).
Pg 369-403.)
2. Sumiasih NN, Somoyani NK, Armini NW. Virgin Coconut Oil
Mempercepat Penyembuhan Luka Perineum Di Puskesmas Rawat Inap
Kota Denpasar. Jurnal Skala Husada. 2016. Vol 13(1). Pg 39 – 49.
3. Alvarenga MB, Francisco AA, Oliveira SMJV, Silva FMB, Shimoda GT,
Damiani LP. Episiotomy healing assessment: Redness, Oedema,
Ecchymosis, Discharge, Approximation (REEDA) scale reliability. Rev.
Latino-Am. 2015. Pg 162-8.
4. Thiruvoth FM, Mohapatra DV, Sivakumar DK, Chittoria RK, Nandhagopal
V. Current concepts in the physiology of adult penyembuhan luka. Plastic
and Aesthetic Research. Vol 2 (5). 2015. Pg 250-6.
5. Theoret, C. 2017. Physiology of Penyembuhan luka. Equine Wound
Management 3rd edition. John Wiley & Sons: USA.
6. Agarwal RK, Bosco SJD. Extraction processes of virgin coconut oil. MOJ
Food Process Technol. 2017. Vol 4(2). Pg 54‒56.

33
7. Ibrahim AH, Al-Rawi SS, Majid ASA, Al-Habib OAM, Xia X, et al.
Angiogenic and penyembuhan luka potency of fermented virgin coconut oil:
in vitro and in vivo studies. Am J Transl vol 9(11). 2017. Pg 4936-4944
8. Wahdini NT, Ferry F, Syukur S. Differences of Reeda Scale in Wound
Incision Abdomen Post Obstetrics / Gynaecology Laparotomy with Topical
Virgin Coconut Oil (VCO) and Without Topical Virgin Coconut Oil (VCO).
Andalas Obstetrics And Gynecology Journal. 2021. Vol 5(1). Pg 90-101.
9. Sipayung HM, Aktivitas Penyembuhan Luka Dari Kombinasi Hasil
Hidrolisis Minyak Kelapa Murni Dan Kitosan Secara In Vitro. Tesis.
Universitas Sumatera Utara. 2019.
10. Winesky LE. Snells clinical anatomy by regions. 10th ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer;2019.
11. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong Cy, Dashe JS, Hoffman
BL, et al. Williams Obstetrics. 24th ed. New York:McGraw Hill;2014.
12. Mescher AL. Histologi Dasar Janqueira Teks&Atlas ed 14. 2019. Jakarta:
EGC.
13. Eroschenko VP. Atlas Histologi de Fiore dengan Korelasi Fungsional. 2012.
Jakarta: EGC
14. Goh R, Goh D, Ellepola H. Perineal tears – A review. AJGP. Vol 47. 1-2.
2018. Pg 35-8.
15. Kapoor J, Rita. A comparative study to assess the effectiveness of
medicated and non medicated sitz bath on episiotomy penyembuhan luka
among postnatal mothers at govt. Smgs maternity hospital, Jammu (J&K).
nt J Pregn & Chi Birth. 2018. Vol 4(2). Pg 92–96.
16. Segre D, Corso HMD, Landra M, Giuffrida. Management of the Unhealed
Perineal Wound. Springer. 2006. Pg 465-472.
17. Khan MS, Lari QH, Khan MA. Physico-Chemical and Pharmacological
Prospective of Roghan-e-Narjeel (Coconut Oil). International Journal of
Pharma Sciences and Research (IJPSR). Vol 6(10). 2015. Pg 1268-73.
18. Andriana N, Lister NE, Fachrial E, Ginting CN, Lie S. Effectiveness Test of
Penyembuhan luka based Virgin Coconut Oil toward Commercial Products

34
on Rabbits. 3rd International Conference on Mechanical, Electronics,
Computer, and Industrial Technology (MECnIT). 2020. Pg 104-7.
19. Srivastava Y, Semwal AD, Majumdar A. Quantitative and qualitative
analysis of bioactive components present in virgin coconut oil. Cogent Food
& Agriculture. 2016. Vol 2.
20. Rohman A, Irnawati, Lukitaningsih E, Rafi M, Fadzilah NA, et al. Virgin
Coconut Oil: Extraction, Physicochemical Properties, Biological Activities
and Its Authentication Analysis. Food Reviews International. 2019. Pg 1-21.
21. Nasir NA, Abdllah Z, Jalaludin AA, Shahdan IA. Virgin Coconut Oil and
Its Antimicrobial Properties against Pathogenic Microorganisms: A Review.
Advances in Health Science Research. 2018. vol 8. Pg 192-9.
22. Magalhaes M, Fechine F, Macedo R, Monteiro D, Olivelra C, et al. Effect of
a combination of medium chain triglycerides, linoleic acid, soy lecithin and
vitamins A and E on penyembuhan luka in rats. Acta Cirúrgica Brasileira.
2008. Vol. 23(3). Pg 262-9.
23. Ferreira A, Souza B, Rigotti M, Loureiro M. The use of fatty acids in wound
care: an integrative review of the Brazilian literature. Rev Esc Enferm USP.
2012. Vol 46(3). Pg 745-53.
24. Suryani A, Sariani S, Eearnestly F, Marganof M, Rahmawati, et al. A
Comparative Study of Virgin Coconut Oil, Coconut Oil and Palm Oil in
Terms of Their Active Ingredients. Processe. 2020. Vol 8 (402).
25. Orsted HL, Keast DH, Lalande LF, Kuhnke JL, Drombolis DO, et al. Skin:
Anatomy, Physiology and Penyembuhan luka. Foundations of Best Practice
for Skin and Wound Management. Wounds Canada. 2016. Pg 1-25
26. Rodrigues M, Kosaric N, Bonham CA, Gurtner GC. Penyembuhan luka: A
Cellular Perspective. American Physiological Society. 2019. Vol 99. Pg
665-706.
27. Singh S, Young A, McNaught CA. The physiology of penyembuhan luka.
Basic Science Surgery. Elsivier. Vol 35:9. 2017. Pg 473-477.
28. Gonzalez AC, Costa TF, Andrade Z, Medrado AR. Penyembuhan luka - A
literature review. An Bras Dermatol. 2016. Vol 91(5). Pg 614-20.

35
29. Batool SH. The Effect Of Coconut Oil Extract On Full Thickness
Penyembuhan luka On The Female Rabbits. Bas.J.Vet.Res. 2012. Vol 11
(2).

36

Anda mungkin juga menyukai